bab ii tinjauan pustaka +algoritma

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 0 C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya 5 2.1.2. Faktor Risiko Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan elektrolit 6 Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah : (1) riwayat kejang demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam.

Upload: edo-putra-priyantomo

Post on 18-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bnbzxmvzm

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam

2.1.1. Definisi

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts

Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang

disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,40C tanpa adanya infeksi susunan saraf

pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat

kejang sebelumnya5

2.1.2. Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain

adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari

mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,

perubahan keseimbangan caira dan elektrolit6

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

(1) riwayat kejang demam dalam keluarga;

(2) usia kurang dari 18 bulan;

(3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin

sering berulang; dan

(4) lamanya demam.

Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :

(1) adanya gangguan perkembangan neurologis;

(2) kejang demam kompleks;

(3) riwayat epilepsi dalam keluarga; dan

(4) lamanya demam5

2.1.3. Etiologi

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling

Page 2: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih7

2.1.4. Klasifikasi

Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk

penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat

perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya

demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan

lainnya 8

Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang

demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang. Kejang

demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal atau

multiple (lebih dari 1 kali kejang per episode demam). Kejang demam sederhana

ialah kejang demam yang bukan kompleks. Kejang demam berulang adalah kejang

demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Epilepsi ialah kejang tanpa

demam yang terjadi lebih dari satu kali7

2.1.5. Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh

sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang

berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita

kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,

kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang

yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah

dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada

Page 3: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan

pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari

15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,

asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot

dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di

atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama

berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus

temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi

“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi

kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

hingga terjadi epilepsi9

2.1.6. Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik

atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti

anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau

menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam

diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam

sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang

menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang

demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen7

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang

menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode

mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15

Page 4: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang

memerlukan pengamatan menyeluruh10

2.1.7. Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam

antara lain:

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke

arah kejang demam, seperti:

- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan

saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf

pusat.

- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik,

menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama

disertai suhu dibawah 39° C.

- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah usia

<15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga,

kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam

yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks.

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

- Suhu tubuh mencapai 39°C.

- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai

kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis

kejang.

- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.

- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar6

3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi

maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik

neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal

berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas

delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai

Page 5: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering

menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk

menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari7

2.1.7 Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya

meningitis atau ensefalitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak

menyingkirkan meningitis, dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu

pertimbangan pungsi lumba. Adapun diagnosis banding kejang pada anak dan bayi

adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.

Kejang pada anak merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit.

Gangguan primer mungkin terdapat intrakranium atau ekstrakranium. Berbagai

penyakit intra serebral dan gangguan metabolik yang juga dapat menyebabkan kejang

antara lain :

1. Kelainan intrakranium

- Meningitis

- Ensefaliti

- Infeksi subdural dan epidural

- Abses otak

- Trauma kepala

- Stroke dan AVM

- Cytomegalic inclusion disease.

2. Gangguan metabolic

- Hipoglikemi

- Defisiensi vitamin B-6

- Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria

- Keracunan.

3. Epilepsi

Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam

etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat

lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.

Page 6: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

2.1.8 Komplikasi

Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi

hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula

kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas7.

Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis

di otak sehingga terjadi epilepsy7.

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :

a. Pneumonia aspirasi

b. Asfiksia

c. Retardasi mental

2.1.9 Penatalaksanaan

Tiga hal yg perlu dikerjakan, yaitu:

– Pengobatan pada fase akut

– Mencari dan mengobati penyebab

– Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

1.     Pengobatan Fase Akut

Sebagian besar kasus kejang demam, akan berhenti sendiri à tindakan yang

perlu dilakukan adalah : mencari penyebab demam dan memberikan pengobatan yang

adekuat terhadap penyebab tersebut. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang

kembali sebaiknya diberikan profilaksis antikonvulsan, karena kejang masih dapat

kambuh selama anak masih demam. Kejang harus segera dihentikan untuk mencegah

agar tidak terjadi kerusakan otak, meninggalkan gejala sisa atau meninggal5

Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan i.v. atau intrarektal. Dosis i.v. 0,3-0,5 mg/kg diberikan perlahan-lahan

dengan kecepatan 1-2 mg/mnt (dosis maksimal 20 mg). Apabila sukar mencari vena

dapat diberikan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg (5 mg utk bb < 10 kg & 10 mg bila

bb >10 kg). Apabila kejang belum berhenti, 5 menit kemudian dapat diulangi lagi

pemberian diazepam dengan dosis dan cara yang sama. Bila kejang tidak berhenti,

diberikan fenitoin dosis awal 10-20 mg/kgbb per drip selama 20 menit setelah

dilarutkan dalam cairan NaCl 0,9%. Dosis selanjutnya 4-8 mg/kgbb/hari, 12-24 jam

setelah dosis awal Setelah kejang berhenti harus ditentukan apakah perlu pengobatan

Page 7: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

profilaksis atau tidak, tergantung jenis kejang demam dan faktor risiko yang ada pada

anak tersebut.5

Algoritma Penatalaksanaan Kejang Pada Anak

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang

pertama.Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal

hanyapada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala

meningitis atau kejang demam berlangsung lama5

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu :

(1) Profilaksis intermiten saat demam dan

(2) Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari.

Page 8: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

a.     profilaksis intermiten pd waktu demam berupa:

-       Antipiretik, parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari & tdk lebih

dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari

-       Anti kejang, diazepam oral dgn dosis 0,3 mg/kgbb/kali atau diazepam rektal 0,5

mg/kgbb tiap 8 jam pada suhu tubuh >38,5°C. Terdapat efek samping (25-39%):

ataksia, mengantuk, iritabel & hipotonia

Although antipyretics may improve the comfort of the child, they will not prevent

febrile seizures (AAP, 2008), AAP merekomendasikan untuk tidak memberikan

profilaksis intermiten apalagi profilaksis terus-menerus pada kejang demam

sederhana pertama atau yang berulang tanpa faktor risiko.

b. Profilaksis terus-menerus

Pemberian profilaksis terus menerus pada anak dengan kejang demam

merupakan sebuah kontroversi. Sebagian besar penderita kejang demam prognosis

baik dan sangat rendahnya komplikasi yang diakibatkan oleh kejang demam serta

pertimbangan akan efektivitas dan efek samping obat anti konvulsan, pemberian

profilaksis terus menerus hanya diberikan secara individual atau pada kasus tertentu

saja.

Pengobatan jangka panjang HANYA diberikan jika kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

1.     Kejang lama >15 menit

2.     Kelainan neurologi yg nyata sebelum/sesudah kejang: hemiparesis, palsi

serebral, retardasi mental, hidrosefalus

3.     Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang DIPERTIMBANGKAN jika:

1.     Kejang berulang ≥2 kali dalam 24 jam

2.     KD terjadi pada bayi < 12 bulan

3.     KD ≥ 4 kali per tahun

Jenis obat untuk pengobatan jangka panjang:

1.     Fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgbb/hari dibagi 1-2 dosis) ATAU

2.     Asam valproat (dosis 15-40 mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis)

Page 9: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

à Efektif dlm menurunkan risiko berulangnya kejang Pengobatan diberikan

selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2

bulan5

2.2. Demam Typoid

2.2.1 Definisi Demam Typoid

Pengertian Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasa disebut tifus

merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya

yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan11

2.2.2 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella

typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis

salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cendrung untuk

menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi Salmonella yang lain12

Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak

membentuk spora, dan tidak berkapsul. Sebagian besar strain meragikan glukosa,

manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan

laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh

secara anaerob fakultatif. Sebagian besar spesies resisten terhadap agen fisik namun

dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C selama 1 jam atau 60 º C selama 15

menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama

beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah,

bahan makanan kering dan bahan tinja12

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O

adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan

antigen H adalah protein yang bersifat termolabil12

2.2.3 Gejala demam tifoid

Keluhan dan gejala demam tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti

flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ.

Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan,

Page 10: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. Gejala-gejala tersebut

meliputi:

a. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin

meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada

malam hari.

b. Gejala gastrointestinal dapat berupa diare, mual, muntah, dan kembung,

hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.

c. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, sopor, bahkan sampai koma13

2.2.3 Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.

paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi

kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke

dalam lumen usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon humoral mukosa

usus (IgA) kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M)

dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman akan berkembang biak dan

difagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup di dalam makrofag dan selanjutnya akan

dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini akan masuk ke sirkulasi darah ( menyebabkan bakteremia

asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati

dan limpa. Di dalam organ-organ in kuman meningglakan makrofag dan berkembang

biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah

lagi menyebabkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan

gejala penyakit infeksi sistemik

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi

setelah menembus lumen usus. Proses yang sama terulang kembali, berehubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella

terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan

Page 11: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit

perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.

Di dalam Plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia

jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi perdarahan sekitar plaque Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan

hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis

jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat

mengakibatkan perforasi, endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,

kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya14

2.2.4   Komplikasi

1.    Komplikasi intestinal

a.    Perdarahan usus

b.    Perporasi usus

c.    Ilius paralitik

2.    Komplikasi extra intestinal

a.    Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,

trombosis, tromboplebitis.

b.    Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia

hemolitik.

c.    Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

d.   Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

e.    Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

f.     Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

g.   Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis

perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia15

Page 12: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

2.2.5 Diagnosa

1. Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala klinis timbul

sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran

penyakit yang khas disertai dengan komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala

serupa dengan penyakit infeksi pada umunya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,

nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,

batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan

meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam hari.

Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,

bradikardi relative (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8

kali/menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,

stupor, koma, delirium, atau psikosi16

2. Pemeriksaan Penunjang

· Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopenia, lekositosis, atau lekosit

normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,

gangguan fungsi hati (SGOT dan SGPT meningkat) tetapi dapat kembali normal

setelah sembuh.

· Uji widal : Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.thypi.

Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman S.thypi dengan

antiboby yamg di sebut aglutinin. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah

suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji

widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka

demam tifoid yaitu:

a. Aglutinin O dari tubuh kuman

b. Aglutinin H dari flagella kuman

c. Aglutinin v simpai dari simpai kuman

Page 13: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk

diagnostik demam tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinan

terinfeksi penyakit ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu

pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada

minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut, mula-

mula timbul aglutinin O kemudian diikuti dengan aglutinin H. pada orang yang telah

sembuh dapat dijumpai aglitinin O 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih

lama 9-12 bulan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :

1) Pengobatan dini dengan antiboitik

2) Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid

3) Waktu pengambilan darah

4) Daerah endemik atau non endemik

5) Riwayat vaksinasi

6) Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam

tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.

7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan starin

salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen16

Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg bermakna

diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja, hanya

berlaku setempat saja, dan dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium. Peningkatan

titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Uji Widal

tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas

menyokong diagnosis16

- Uji Tubex : Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam

waktu beberapa menit18.

Page 14: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes tubex ini, beberapa

penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002)

mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain

mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat

menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin

karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang18.

- Mikrobiologi Gall Culture

Bahan pemeriksaan untuk kultur dapat menggunakan darah, aspirat sumsum

tulang, feses, atau urine. Kultur darah masih digunakan sebagai standar baku emas

karena prosedur pengambilan bahan pemeriksaan darah relatif kurang invasif

dibandingkan dengan aspirasi sumsum tulang. Sensitivitas pemeriksaan kultur darah

penderita demam tifoid pada minggu pertama 60-80% bila prosedur kultur memenuhi

syarat, yaitu volume bahan pemeriksaan darah minimal 5-15 ml untuk penderita

dewasa dan anak 2-3 ml, penderita belum mendapat terapi antibiotik. Sensitivitas

kultur Salmonella sp. dari bahan pemeriksaan aspirat sumsum tulang lebih tinggi

yaitu 80-95%, karena hasil pemeriksaan kultur sumsum tulang tidak tergantung pada

lama penderita sakit maupun pemberian terapi antibiotik sebelum pemeriksaan kultur,

tetapi tindakan aspirasi sumsum tulang invasif dan penuh. Hasil pemeriksaan kultur

Salmonella typhi, umumnya baru diperoleh setelah 3-5 hari inokulasi bahan

pemeriksaan pada media kultur, sehingga penegakan diagnosis demam tifoid sering

terlambat dan hasil kultur sering negatif palsu akibat terapi antibiotik sebelum

pemeriksaan kultur19.

2.2.6 Penatalaksanaan

· Pengobatan non-medikamentosa

1. Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk

pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti

makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan

mempercepat masa penyembuhan. Dan sangat perlu sekali di jaga kebersihannya.17

2. Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang dapat

Page 15: BAB II tinjauan pustaka +Algoritma

mempengarui kondisi pasien demam tifoid, di masa lampau penderita demam tifoid

hanya diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhir nya

di berikan nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.17

· Pengobatan medikamentosa

Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau

kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan

ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.

Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4

kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi

kontra pemberian kloramfenikol , diberi

ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,

intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau

amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.

Pemberian, oral/intravena selama 21 hari, atau

kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 kali

pemberian, oral, selama 14 hari.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan

diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7

hari17