bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang …repository.ump.ac.id/3627/3/bab ii_arum sekar...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan
1. Pengertian Pembinaan
Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama
pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika dalam Konferensi
Dinas Kepenjaraan di Lembang, tanggal 27 April 1964, Sahardjo
melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem
kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. Sebelumnya, Sahardjo telah
terlebih dahulu mengemukakan gagasan perubahan tujuan pembinaan
narapidana itu, dalam pidato pengukuhannya sebagai Dr. H.C. di Istana
Negara tanggal 15 Juli 1963. Menurut Sahardjo untuk memperlakukan
narapidana diperlukan landasan sistem pemasyarakatan (C.I. Harsono,
1995: 1).
Pembinaan merupakan inti dari sistem pemasyarakatan karena
dengan pembinaan maka diharapkan dapat merubah narapidana menjadi
warga negara yang baik dan dapat kembali hidup bermasyarakat. Hal ini
sejalan dengan pendapat Yazid Effendi dan Kuat Puji Prayitno
bahwasanya pelaksanaan sistem pemasyarakatan narapidana dibimbing
dengan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan diharapkan dapat
merubah Narapidana menjadi warga negara yang baik dan dapat hidup di
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
14
tengah-tengah masyarakat sesuai dengan aturan dan norma-norma yang
berlaku (Effendi, 2005: 108).
Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan yang dimaksud Pembinaan adalah:
“Kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan
jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pengertian
pembinaan sebagai berikut:
a. Pembinaan merupakan proses, pembuatan, cara membina;
b. Pembinaan diartikan sebagai pembaharuan, penyempurnaan;
c. Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara berdayaan dan berhasil guna untuk mendapatkan hasil yang
baik (W.J.S. Poerwadarminta, 1966: 50).
Menurut Mangunhardjana (1986: 12) pembinaan adalah suatu
proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang dimiliki dan mempelajari
hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang
yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan
pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan
kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 sampai dengan Pasal 10 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
15
disebutkan pula mengenai Pembinaan, dengan penjelasan Pasal sebagai
berikut:
Pasal 2
(1) Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan
pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian.
(2) Program Pembinaan diperuntukkan bagi Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
(3) Program Pembimbingan diperuntukkan bagi Klien.
Pasal 3
Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan:
a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. kesadaran berbangsa dan bernegara;
c. intelektual;
d. sikap dan perilaku;
e. kesehatan jasmani dan rohani;
f. kesadaran hukum;
g. reintegrasi sehat dengan masyarakat;
h. ketrampilan kerja; dan
i. latihan kerja dan produksi.
Pasal 4
(1) Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan yang terdiri
dari atas:
a. Pembina Pemasyarakatan;
b. Pengaman Pemasyarakatan; dan
c. Pembimbing Kemasyarakatan.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Kepala LAPAS menetapkan Petugas Pemasyarakatan yang
bertugas sebagai Wali Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
(3) Ketentuan mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat wali
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
16
Pasal 5
Dalam rangka penyelenggarakan pembinaan dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan Menteri dapat mengadakan kerja sama dengan
instansi Pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau
perorangan yang kegiatannya sesuai dengan penyelenggaraan sistem
pemasyarakatan.
Pasal 6
(1) Kepala LAPAS wajib melaksanakan pembinaan Narapidana.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Kepala LAPAS wajib mengadakan perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian atas kegiatan program pembinaan.
(3) Kegiatan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diarahkan pada kemampuan Narapidana untuk berintegrasi secara
sehat dengan masyarakat.
Pasal 7
(1) Pembinaan Narapidana dilaksanakan melalui beberapa tahap
pembinaan.
(2) Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari
atas 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. tahap, awal;
b. tahap lanjutan; dan
c. tahap akhir.
(3) Pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap lain ditetapkan
melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan berdasarkan data dari
Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Wali Narapidana.
(4) Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan hasil
pengamatan, penilaian, dan laporan terhadap pelaksanaan
pembinaan.
(5) Ketentuan mengenai pengamatan, penilaian dan melaporkan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 8
(1) Dalam melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS
disediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
(2) LAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibagi dalam
beberapa klasifikasi dan spesifikasi.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
17
(3) Ketentuan mengenai klasifikasi dan spesifikasi LAPAS sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 9
(1) Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf a bagi Narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus
sebagai Narapidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa
pidana.
(2) Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) huruf b meliputi:
a. tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal
sampai dengan 1/2 (satu per dua) dari masa pidana; dan
b. tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap
lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
(3) Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) huruf c dilakasanakan sejak berakhirnya tapap lanjutan sampai
dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana yang
bersangkutan.
Pasal 10
(1) Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
meliputi:
a. masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling
lama 1 (satu) bulan;
b. perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
c. pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
dan
d. penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
(2) Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan
sebagai sistem perlakuan bagi narapidana. Pembinaan tersebut yang
meliputi berbagai upaya pembinaan atau bimbingan menjadi indikator
dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Pengertian akan sebab orang
melanggar norma akan dapat membantu menemukan cara yang terbaik
untuk pembinaan terhadap si pelanggar hukum atau narapidana, karena
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
18
itu ada hubungan antara mencari sebab kriminal dengan mencari sistem
pembinaan yang efektif (Mardjono Reksodiputro, 1994:3).
Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwasanya
pembinaan itu adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan
terhadap tingkah laku yang menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan
pendekatan perseorangan yaitu metode social case work: cara menolong
seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya dan
penyesuaian sehingga memungkinkan mencapai kehidupan yang
memuaskan dan bermanfaat.
2. Tujuan Pembinaan
C.I. Harsono (1995: 13) mengemukakan bahwa perkembangan
pembinaan bagi narapidana berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan.
Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat
dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat.
Bagaimanapun narapidana juga manusia yang masih memiliki potensi
yang dapat dikembangkan ke arah perkembangan yang positif, yang
mampu merubah sekarang untuk menjadi lebih produktif, untuk menjadi
lebih baik dari sebelum menjalani pidana.
Tujuan dari pembinaan dan tujuan dari penyelenggaraan sistem
pemasyarakatan dapat ditemukan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yaitu:
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
19
Pasal 2
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.
Pasal 3
“Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan
Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyakarat,
sehingga dapat berperan aktif kembali sebagai anggota masyarakat yang
bebas dan bertanggung jawab”.
Pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan bagian
dari sistem pemasyarakatan untuk menegakkan hukum pidana.
Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan maka dapat diketahui bahwa tujuan dari sistem
pemasyarakatan adalah untuk mengembalikan warga binaan menjadi
warga yang baik sehingga dapat diterima kembali di dalam masyarakat.
Tujuan perlakuan terhadap narapidana di Indonesia mulai tampak
sejak tahun 1964 setelah Sahardjo mengemukakan dalam konferensi
kepenjaraan di Lembang, bahwa tujuan pemidanaan adalah
pemasyarakatan, jadi mereka yang menjadi narapidana bukan lagi dibuat
jera tetapi dibina untuk kemudian dimasyarakatkan kembali (Soedjono,
1972: 86). Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam
tiga hal, yaitu:
a. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan
tindak pidana.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
20
b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagian di dunia maupun akhirat.
Sedangkan berdasarkan Konferensi Dinas Direktorat
Pemasyarakatan yang pertama di Lembang (Bandung) pada tanggal 27
April 1964, dirumuskan lebih lanjut tentang maksud dan tujuan pidana
penjara sebagai berikut ini :
a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya
bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat,
yakni masyarakat Indonesia yang menuju tata masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa
finansial dan materiil, tetapi yang lebih penting adalah mental, fisik,
keahlian, ketrampilan hingga orang mempunyai kemauan dan
kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga negara
yang baik, tidak melanggar hukum lagi dan berguna dalam
pembangunan negara.
b. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara.
Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa
tindakan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya
derita hanya dihilangkannya kemerdekaan.
c. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
21
mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi
kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau.
Narapidana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial
untuk menumbuhkan rasa sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat
daripada sebelum ia masuk Lembaga. Karena itu harus diadakan
pemisahan antara:
1) Yang residivis dan yang bukan.
2) Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan.
3) Macam tindak pidana yang dibuat.
4) Sudah tua (40 tahun keatas), dewasa (25-40 tahun), remaja (18-
25 tahun).
5) Orang terpidana dan orang tahanan.
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan
daripadanya. Pada waktu mereka menjalani pidana hilang
kemerdekaan adalah identik dengan pengasingan dari masyarakat.
Kini menurut sistem pemasyarakatan mereka tidak boleh diasingkan
dari masyarakat dalam arti secara “kultural”. Secara bertahap mereka
akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan
kebutuhan dalam proses pemasyarakatan.
f. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu, atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
22
kepentingan negara sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus
suatu pekerjaan di masyarakat yang ditujukan kepada pembangunan
nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan
pembangunan.
g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila. Pendidikan dan
bimbingan harus berisikan asas yang tercantum di dalam Pancasila,
kepada narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk
melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan,
toleransi, kekeluargaan, bermusyawarah untuk bermufakat positif.
Narapidana harus dimanfaatkan untuk kegiatan demi kepentingan-
kepentingan bersama dan umum.
h. Tiap manusia harus diperlakukan sebagai layaknya manusia,
meskipun telah tersesat. Tidak boleh selalu ditunjukkan kepada
narapidana bahwa ia itu adalah penjahat. Ia harus selalu merasa
bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai manusia. Sehubungan
dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun
memakai kata-kata yang dapat menyinggung perasaannya.
i. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu
diusahakan agar narapidana mendapat mata pencaharian untuk
keluarga dengan jalan menyediakan atau memberikan pekerjaan
upah. Bagi pemuda dan anak-anak disediakan lembaga pendidikan
yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan kemungkinan
mendapatkan pendidikan di luar Lembaga.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
23
j. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan
memindahkan lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota
ke tempat-tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses
pemasyarakatan.
Agus Sujanto (1996: 164) berpendapat bahwasanya membina
berarti meningkatkan dan yang ditingkatkan adalah kemampuannya,
yaitu dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan, pengalaman-
pengalaman, latihan-latihan dan sebagainya. Sehingga dengan hasil
pembinaan itu diharapkan mampu untuk memikul tugas-tugasnya di
kemudian hari, sebagai orang tua anak-anaknya, sebagai anggota
masyarakat dan warga negara yang baik.
Pola pembinaan narapidana merupakan suatu cara perlakuan
terhadap narapidana yang dikehendaki oleh sistem pemasyarakatan
dalam usaha mencapai tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana dapat
berperilaku sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi
dirinya, masyarakat serta negara. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pembinaan narapidana juga mempunyai arti memperlakukan
seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit
menjadi seseorang yang baik (Suwarto, 2013: 15).
Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang
perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong
untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
24
orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam
masyarakat. Dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang
berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Pembinaan tersebut dimaksudkan
tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi warna
dasar agar narapidana kelak kemudian hari tidak melakukan kejahatan
lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Namun
pembinaan narapidana harus memperhatikan arah yang harus dituju yaitu
membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan
dan mentaati peraturan hukum, serta membina hubungan antara
narapidana dengan masyarakat luar agar dapat berdiri sendiri dan
diterima menjadi anggotanya (Bambang Poernomo, 1986: 187).
3. Ruang Lingkup Pembinaan
Ruang lingkup pembinaan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK-04.10 Tahun 1990
Tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan, sudah diatur 2 (dua)
pola pembinaan, yaitu:
a. Pembinaan secara umum.
1) Pembinaan Kepribadian yang meliputi:
a) Pembinaan kesadaran beragama/ ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya
terutama memberi pengertian agar narapidana dapat
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
25
menyadari akibat-akibat dari perbuatan yang benar dan
perbuatan yang salah.
b) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara;
Usaha ini dilaksanakan melalui P4, termasuk menyadarkan
mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang
dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya yang merupakan
sebagian dari iman.
c) Pembinaan kemampuan intelektual;
Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan
berfikir narapidana semakin meningkat sehingga dapat
menunjang kegiatan positif yang diperlukan selama masa
penahanan. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui
pembinaan formal maupun non-formal. Pendidikan formal
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
melalui kursus-kursus, latihan ketrampilan dan lain
sebagainya. Pendidikan non-formal dapat dilakukan melalui
ceramah umum dan membuka kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memperoleh informasi dari luar, misalnya
membaca koran atau majalah, menonton televisi,
mendengarkan radio dan lain sebagainya. Selain itu dapat
diupayakan cara belajar melalui kejar paket A dan kejar
usaha.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
26
d) Pembinaan kesadaran hukum;
Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan
memberikan penyuluhan-penyuluhan hukum yang bertujuan
untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi sebagai
anggota masyarakat, mereka menyadari hak dan
kewajibannya dalam turut menegakkan hukum dan
keadilan. Perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban, ketenteraman, kepastian hukum dan
terbentuknya perilaku warga negara Indonesia yang taat
pada hukum.
e) Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat.
Sehat secara integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan
hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana dengan
masyarakat. Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga
pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang
bertujuan agar bekas narapidana mudah diterima kembali
oleh masyarakat lingkungannya. Pembinaan dapat
dilakukan melalui usaha-usaha sosial gotong royong,
sehingga pada waktu mereka kembali ke masyarakat telah
mempunyai sifat-sifat positif untuk dapat berpartisipasi
dalam pembangunan masyarakat lingkungannya.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
27
2) Pembinaan kemandirian, diberikan melalui program-program:
a) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri;
Misalnya kerajinan tangan, industri, rumah tangga, reparasi
mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya.
b) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil;
Misalnya pengelolaan bahan mentah dan sektor pertanian
dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan jadi
(contoh mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga,
pengolahan makanan ringan berikut pengawetnya dan
pembuatan batu bata, genteng, dan lain-lain).
c) Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya
masing-masing;
Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu
diusahakan pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki
kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk
disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk
dapat mengembangkan bakatnya sekaligus mendapatkan
nafkah.
d) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau
kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan
teknologi madya atau teknologi tinggi;
Misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas
ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri dan usaha
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
28
tambak udang (Bab VII tentang Pelaksanaan Pembinaan,
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana atau Tahanan).
b. Pembinaan secara khusus :
1) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan
dirinya sehingga mereka merasa optimis akan masa depannya.
2) Memperoleh pengetahuan.
3) Berhasil menjadi manusia patuh hukum.
4) Memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan
negara.
Usaha pembinaan tersebut, diharapkan narapidana menyadari akan
tanggung jawab dan kewajibannya untuk mengembangkan daya, cipta,
rasa, jujur, sopan, susila, serta dapat mengendalikan nafsunya dan takut
akan Tuhan. Kewajibannya tersebut dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kewajiban terhadap hidup jasmaninya yaitu mampu berdiri sendiri
dengan mendapatkan nafkah yang halal, sehat, dan kuat.
b. Kewajiban terhadap pribadinya yaitu sebagai individu dan bagian
dari masyarakat yang mempunyai harga diri dan tanggung jawab
yang penuh, serta haknya sebagai warga negara dan menghormati
hukum yang berlaku. Sehingga dengan model pembinaan asimilasi
ini diharapkan para narapidana sepenuh hati menyesali perbuatannya
dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
29
Model pembinaan narapidana ini pada awalnya dicetuskan oleh
Saharjo, ia menekankan pada sistem pembinaan narapidana, dimana
sistem pemasyarakatan adalah kebijaksanaan terhadap narapidana yang
bersifat mengayomi para narapidana yang “tersesat jalan” dan memberi
bekal bagi narapidana setelah kembali kedalam masyarakat (Andi
Hamzah, 1993: 32). Dari uraian tersebut menyatakan bahwa sistem
pemasyarakatan memberikan perlindungan dan tempat untuk
melaksanakan pembinaan narapidana supaya tidak mengulangi perbuatan
melanggar hukum lagi.
Dimana pembinaan ini oleh Sahardjo dijabarkan menjadi 10
(sepuluh) prinsip pokok kemasyarakatan, antara lain:
1. Orang yang tersesat diayomi juga dengan memberikan kepadanya
bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Bekal
hidup tidak hanya berupa finansial dan material, tapi lebih penting
adalah mental fisik, keahlian, ketrampilan, hingga narapidana
tersebut mempunyai kemapuan yang potensial dan efektif menjadi
warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi dan berguna dalam
pembangunan Negara.
2. Menjatuhkan pidana bukan balas dendam dari negara, terhadap
narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan,
cara perawatan, ataupun penempatan, satu-satunya derita hanya
dihilangkan kemerdekaan.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
30
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan
bimbingan, kepada narapidana harus ditanamkan pengertian
mengenai norma-norma hidup dan kehidupan serta diberi
kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau.
Narapidana dapat diikut sertakan dalam kegiatan sosial untuk
menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang menjadi lebih buruk atau
lebih jahat sebelum dia keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, karena
itu harus diadakan pemisahan antara residivis dan yang bukan, yang
tindak pidananya berat dan yang tinda pidananya ringan,
pemisahannya berdasarkan usia, pemisahan antara yang terpidana
dan tahanan.
5. Narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh
diasingkan dari pada masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
hanya mengisi waktu atau hanya untuk kepentingan jawatan atau
untuk Negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Perlu didirikan Lembaga Pemasyarakatan yang baru yang sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
31
memindahkan Lembaga Pemasyarakatan ketempat yang sesuai
dengan proses pemasyarakatan (Romli Atmasasmita, 1982: 12).
4. Tahap-Tahap Pembinaan
Mendasarkan pada Surat Edaran Nomor KP. 10.13/3/1 tanggal 8
Februari 1965 Tentang Pemasyarakatan Sebagai Proses, maka dapat
disimpulkan bahwa pembinaan narapidana dilaksanakan melalui 4
(empat) tahap yang merupakan satu kesatuan proses yang bersifat
terpadu, sebagaimana tersebut di bawah ini:
1. Tahap Pertama.
Terhadap setiap Narapidana yang masuk di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal
ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab Narapidana melakukan
pelanggaran dan segala keterangan mengenai dirinya yang dapat
diperoleh dari keluarga, bekas majikan atau atasannya, teman
sekerja, si korban dari perbuatannya, serta dari petugas instansi lain
yang telah menangani perkaranya. Pembinaan pada tahap ini disebut
pembinaan tahap awal, dimana kegiatan masa pengamatan,
penelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan
perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan
kemandirian yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan
berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) dari
masa pidananya. Pembinaan tahap ini masih dilakukan dalam
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
32
Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasan yang maksimum
(maximum security).
2. Tahap Kedua.
Jika proses pembinaan terhadap Narapidana yang bersangkutan telah
berlangsung selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan
menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan (selanjutnya disebut TPP)
sudah dicapai cukup kemajuan, maka kepada Narapidana yang
bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan
pada Lembaga Pemasyarakatan dengan melalui pengawasan
medium-security.
3. Tahap Ketiga
Jika proses pembinaan terhadap Narapidana telah dijalani 1/2
(setengah) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut TPP telah
dicapai cukup kemajuan kemajuan, baik secara fisik maupun mental
dan juga dari segi ketrampilannya, maka wadah proses
pembinaannya diperluas dengan program Asimilasi yang
pelaksanaannya terdiri dari 2 (dua) bagian, antara lain:
a. Waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan
1/2 (setengah) dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan
masih dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan
pengawasannya sudah memasuki medium-security.
b. Pada tahapan ini waktunya dimulai sejak berakhirnya masa
lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
33
pidananya. Dalam tahapan lanjutan ini Narapidana sudah
memasuki tahap asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan
pengawasan minimum-security.
4. Tahap Keempat
Jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 (dua per tiga) dari masa
pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 (sembilan)
bulan. Pembinaan ini disebut pembinaan tahap akhir yaitu kegiatan
berupa perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai
sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa
pidana dari Narapidana yang bersangkutan. Pembinaan pada tahap
ini terhadap Narapidana yang telah memenuhi syarat untuk diberikan
cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat dan pembinaannya
dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan oleh Balai
Pemasyarakatan yang kemudian disebut dengan Pembimbing Klien
Pemasyarakatan. Pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk
meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku profesional, kesehatan jasmani, dan
rohani klien pemasyarakatan (Priyatno, 2009: 120).
Dalam sistem baru pembinaan narapidana, tujuan pemidanaan
adalah untuk meningkatkan kesadaran (consciousness) narapidana akan
eksistensinya sebagai manusia. Pencapaian kesadaran dilakukan melalui
tahap introspeksi, motivasi dan self development. Kesadaran
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
34
dimaksudkan agar narapidana sadar akan eksistensinya sebagai manusia,
sebagai manusia yang memiliki akal dan budi, yang memiliki budaya dan
potensi sebagai makhluk yang spesifik. Sedang tahap introspeksi
dimaksudkan agar narapidana mengenal diri sendiri. Hanya dengan cara
mengenal diri sendiri seseorang bisa merubah dirinya sendiri. Tahap
motivasi adalah tahap kelanjutan dari introspeksi. Dalam hal ini
narapidana diberikan teknik motivasi, baik teknik memotivasi orang lain,
atau teknik memotivasi diri sendiri. Teknik memotivasi diri sendiri jauh
lebih penting dari pada teknik memotivasi orang lain, sebab jika
seseorang bisa memotivasi diri sendiri maka ia akan selalu positif dalam
memandang semua segi kehidupan (C.I. Harsono, 1995: 10).
B. Tinjauan Umum Tentang Warga Binaan Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana. Sistem
pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab (Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
35
Sistem pemasyarakatan dapat diartikan suatu kegiatan atau perlakuan
untuk mewujudkan upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan
cara baru terhadap narapidana agar hasil pembinaan menjadi manusia sesuai
dengan pengertian masyarakat atas dasar semangat pembaharuan pelaksanaan
pidana penjara (Bambang Poernomo, 1982: 80). Istilah Pemasyarakatan di
Indonesia pertama kali dikemukakan oleh Sahardjo. Menurut Andi Hamzah
(1993: 106), istilah pemasyarakatan sebagaimana digunakan di Indonesia
sepadan dengan istilah after care service di Inggris. Istilah tersebut mengacu
pada upaya persiapan dan pengawasan pengembalian bekas narapidana ke
dalam masyarakat. Pemasyarakatan berarti kebijakan dalam perlakuan
terhadap narapidana yang bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan
kejahatan sekaligus mengayomi para narapidana yang tersesat jalan dan
memberi bekal hidup untuk kembali ke dalam masyarakat (Soedjono
Dirdjosisworo, 1984: 199).
Romli Atmasasmita (1982: 38) menyatakan “… pada diri seorang
narapidana selama dalam penjara, jelas bahwa sikap dan nilai-nilai yang
dianut seseorang narapidana dalam konteks masyarakat narapidana, akan
secara serius menghambat usaha resosialisasi narapidana”. Clemmer juga
menyatakan “That men who became completely prisonesed were much more
likely to commit further offences after release from prison than men who did
not”, bahwasanya seseorang yang sudah pernah di penjara ada kemungkinan
dapat melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan yang lebih besar lagi
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
36
daripada seseorang yang belum pernah di penjara (Roger Hood and Richard
Sparks, 1978: 222).
Tujuan dari pemidanaan itu sendiri sebenarnya adalah untuk
memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang di akibatkan oleh tindak
pidana. Hal ini terdiri atas seperangkat tujuan pemidanaan yang harus
dipenuhi, dengan catatan tujuan yang merupakan titik berat harus bersifat
kauistis. Perangkat yang tujuan pemidanaan yang dimaksud terdiri atas
pencegahan (umum dan khusus), perlindungan masyarakat, memelihara
solidaritas masyarakat dan pengimbalan atau perimbangan (Petrus Irwan,
1995: 12). Tujuan lainnya ialah untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan serta dapat hidup wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Karena itu Pasal 3 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 menyebutkan Pemasyarakatan berfungsi
menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara
sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bertanggung jawab (Mulyadi, 2003: 7).
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan.
Selanjutkan akan dijelaskan sebagai berikut:
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
37
1. Narapidana
Narapidana adalah terdakwa yang dalam suatu persidangan di
Pengadilan diputus pidana penjara atau kurungan dan putusnya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dikenal dengan sebutan orang
hukuman. Dalam Pasal 4 Gestichten Reglement, mereka disebut orang
terpenjara, maka dalam hal ini seorang yang dikenakan hukuman
kriminal kita sebut narapidana (Koesnoen, 1961: 10).
Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah:
“Terpidana adalah seseorang yang di pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan yang dimaksud narapidana adalah:
“Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa seseorang yang
sudah dicap sebagai narapidana akan membawa akibat bermacam-
macam, sehingga tidaklah membuat heran apabila setelah mereka keluar
nanti akan tetap dianggap jahat. Hukuman pada awalnya merupakan
pembalasan dendam, bagi masyarakat yang dirugikan langsung
menghukum orang-orang yang merugikan. Namun setelah peranan
masyarakat (negara) makin besar maka timbul perubahan dimana
pembalasan dari pihak yang dirugikan dilarang baik menurut kesusilaan
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
38
yang terdapat dalam masyarakat maupun menurut hukum pidana.,
sehingga masalah hukuman sepenuhnya diserahkan kepada negara.
Terpidana yang diterima di Lembaga Pemasyarakatan diwajibkan
mendaftarkan untuk mengubah status terpidana menjadi narapidana.
Pendaftaran yang dimaksud sudah tercantum dalam Pasal 10 dan Pasal
11 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan juga dilakukan sebuah penggolongan atas dasar:
a. Umur.
b. Jenis kelamin.
c. Lama pidana dijatuhkan.
d. Jenis kejahatan.
e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan (Pasal 12 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan).
Sedangkan untuk pembinaan narapidana wanita di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan didalam Lembaga Pemasyarakatan khusus
wanita. Akan lebih efektif dan pembinaan berjalan dengan optimal
memang sebaiknya narapidana wanita ditempatkan pada Lembaga
Pemasyarakatan khusus wanita, namun tidak bisa dipungkiri senyatanya
dewasa ini narapidana wanita yang seharusnya mendapatkan pembinaan
di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) juga terdapat di dalam
Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Wanita sebagai pelaku kejahatan
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
39
dianggap telah melanggar norma ganda oleh masyarakat, yaitu norma
hukum dan norma konvensional tentang bagaimana seharusnya wanita
berperilaku dan bersikap (Hartini, 2013: 55).
Bagi narapidana wanita harus mampu melakukan penyesuaian diri
yang dilakukan secara seimbang baik dalam penyesuaian secara pribadi
dan sosial. Bahwa narapidana wanita mampu menerima dirinya dan
menerima orang lain, melakukan kerja sama, beraktivitas serta membina
komunikasi sehingga mereka mampu menyikapi diri dalam situasi dan
kondisi yang selalu berubah di lingkungannya (Fauzia Rahawarin, 2015:
67). Narapidana wanita tersebut tidak mengalami kesulitan yang
mendasar, akan tetapi terdapat permasalahan dalam penyesuaian diri
terhadap peraturan yang diberlakukan. Peran keluarga dan lingkungan
sosial mampu memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat
menyesuaikan dirinya sendiri
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25333/Chapter&20II.pd
f diakses tanggal 12 Maret 2017).
Meskipun terpidana kehilangan kemerdekaannya, adapun hak-hak
narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan
Indonesia. Hak-hak tersebut telah disebutkan dalam Pasal 14 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, antara lain:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
40
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Narapidana selain memiliki hak-haknya, mereka juga memiliki
kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu bahwa setiap narapidana atau
Warga Binaan Pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan
bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing (Pasal 15 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan).
2. Anak Didik Pemasyarakatan
Berdasarkan Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, anak didik pemasyarakatan adalah:
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
41
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan
belas) tahun;
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga
Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan
belas) tahun.
Di dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 38 Undang-undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sudah diatur pula mengenai
penempatan anak didik pemasyarakatan, pendaftarannya, penggolongan
penempatan pelaksanaan pembinaan serta syarat pemindahan anak didik
pemasyarakatan.
3. Klien Pemasyarakatan
Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan klien
pemasyarakatan adalah:
“Klien pemasyarakatan yang selanjutkan disebut dengan klien
adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan
(BAPAS)”.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
42
Setiap klien yang masuk di dalam Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
wajib didaftar tetapi bukan dalam rangka merubah status, melainkan
untuk tertib administrasi.
Klien sebagaimana yang dimaksud adalah terdiri dari:
a. Terpidana bersyarat.
b. Narapidana, anak pidana dan anak negara yang mendapatkan
pembebasan bersyarat (bebasnya narapidana setelah menjalani
pidananya sekurang-kurangnya 2/3 masa pidananya dengan
ketentuan 2/3 tersebut tidak kurang dari 9 bulan) atau cuti menjelang
bebas (cuti yang diberikan kepada narapidana yang telah menjalani
hukuman sekurang-kurangnya 2/3 masa pidananya dengan ketentuan
harus berkelakuan baik dan jangka waktu cuti sama dengan remisi
terakhir paling lama 6 bulan).
c. Anak negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial.
d. Anak negara yang berdasarkan keputusan menteri atau pejabat di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk,
bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial,
dan
e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya (Pasal 42 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
43
C. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan Narapidana Wanita
Dewasa ini peluang wanita dalam hal mensejajarkan dirinya dengan
laki-laki sudah terbuka. Diharapkan wanita mampu meraih kesempatan dan
menunjukkan kemampuannya. Dengan adanya peluang wanita mensejajarkan
diri dengan laki-laki menyebabkan besarnya peluang wanita melakukan
kejahatan. Keterlibatan wanita sebagai pelaku kriminalitas bukan merupakan
sesuatu yang baru, walaupun keterlibatan ini relatif lebih kecil dibandingkan
pria. Kriminalitas dilakukan kaum wanita dengan segala aspek yang
melingkupi antara lain kondisi yang memaksa untuk melakukan kriminalitas
dan faktor ekonomi yang tidak dapat dihindarinya. Di mata hukum yang
berbuat kriminal dianggap bersalah dan harus dipidana sesuai dengan tingkat
kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan, sehingga harus menjalani proses
hukum di suatu tempat khusus yaitu Lembaga Pemasyarakatan (Ni Wayan
Armasanthi, 2011: 6).
Tujuan lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan pelanggar hukum,
jadi tidak semata-mata melakukan pembalasan melainkan untuk
pemasyarakatan dengan berupaya memperbaiki (merehabilitasi) dan
mengembalikan (mengintegrasikan) narapidana ke dalam masyarakat ini
merupakan landasan filosofi dari sistem pemasyarakatan. Sistem
pemasyarakatan di samping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan
Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga
Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
44
terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Untuk
melaksanakan sistem pemasyarakatan tersebut diperlukan juga keikutsertaan
masyarakat, baik dengan mengadakan kerjasama dalam pembinaan maupun
dengan sikap bersedia menerima kembali Warga Binaan Pemasyarakatan
yang telah selesai menjalani pidananya.
Pengaturan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan wanita menurut
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia antara lain:
a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Warga Binaan Pemasyarakatan wanita yang diterima di Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) wajib didaftar. Pendaftaran dimaksudkan
untuk mengubah status Terpidana menjadi Narapidana. Sesuai dengan
Pasal 11 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, pendaftaran tersebut meliputi:
1) Pencatatan:
a) Putusan pengadilan;
b) Jati diri;
c) Barang dan uang yang dibawa;
2) Pemeriksaan kesehatan;
3) Pembuatan pas foto;
4) Pengambilan sidik jari; dan
5) Pembuatan berita acara serah terima terpidana.
Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan wanita yang
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita dalam Pasal 12
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
45
ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, dilakukan penggolongan atas dasar:
1) Umur.
2) Jenis kelamin.
3) Lama pidana yang dijatuhkan.
4) Jenis kejahatan, dan
5) Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
ini telah mengatur dengan jelas tentang proses pembinaan terhadap warga
binaan. Proses warga binaan yang dulunya dikenal dengan istilah penjara
kini telah berubah menjadi istilah pemasyarakatan. Perubahan istilah ini
dimaksudkan agar pembinaan warga binaan lebih bersifat manusiawi dan
disesuaikan dengan kondisi warga binaan.
Undang-undang ini menjelaskan proses pembinaan warga binaan
yang terpengaruh oleh aliran modern. Menurut aliran modern, perbuatan
seseorang tidak dapat dilihat hanya secara abstrak dari sudut yuridis
belaka, terlepas dari orang yang melakukannya, akan tetapi harus dilihat
secara konkrit bahwa dalam kenyataannya perbuatan seseorang itu
dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor biologis, atau
lingkungan masyarakat (Suwarto, 2013: 18).
Keberhasilan dalam proses pembinaan warga binaan sangat
difokuskan pada petugas pemasyarakatan. Sesuai dengan Undang-undang
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
46
Pemasyarakatan maka seharusnya petugas pemasyarakatan dalam
menjalankan fungsinya sesuai dengan sistem pemasyarakatan, agar
terwujud tujuan dari pemasyarakatan yang seutuhnya, karena apabila
petugas pemasyarakatan tidak paham dan tidak menjalankan tugas sesuai
dengan apa yang dimaksud dengan Undang-undang Pemasyarakatn ini
maka tujuan dari pemasyarakatan ini tidak akan terwujud bahkan akan
terjadi kegagalan dalam pembinaannya seperti terjadinya perkelahian
antar sesama warga binaan, ataupun warga binaan berusaha untuk
melarikan diri (Meliasta Julin, 2014: 5).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan
dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan, Pembinaan adalah:
“Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan”.
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan
Pembimbingan adalah:
“Pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas,
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Mahasa Esa, intelektual, sikap dan
perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien
Pemasyarakatan”.
Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan
pembinaan dan pembimbing kepribadian serta kemandirian. Pembinaan
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
47
kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar
bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan
ketrampilan agar warga binaan wanita dapat kembali berperan sebagai
anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah ini menjelaskan pembinaan
dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan wanita itu meliputi:
1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2) Kesadaran berbangsa dan bernegara
3) Intelektual;
4) Sikap dan perilaku;
5) Kesehatan jasmani dan rohani;
6) Kesadaran hukum;
7) Reintegrasi sehat dengan masyarakat;
8) Ketrampilan kerja; dan
9) Latihan kerja dan produksi.
Proses pembinaan warga binaan wanita dilakukan melaui beberapa
tahap pembinaan. Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini menyebutkan
tahap pembinaan dilakukan dengan 3 (tiga) tahap yaitu tahap awal, tahap
lanjutan, dan tahap akhir. Pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap
lainnya dilakukan berdasarkan hasil sidang Tim Pengamat
Pemasyarakatan yang diterima dari data pembina pemasyarakatan,
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
48
pengaman pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan, dan wali
narapidana.
Pembinaan dan pembimbingan warga binaan tidak akan berjalan
sempurna tanpa didukung oleh sarana dan prasarana. Sarana dan
prasarana yang dimaksud adalah dana pembinaan, perlengkapan ibadah,
perlengkapan pendidikan, perlengkapan bengkel kerja, dan perlengkapan
olahraga dan kesenian (Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Narapidana).
Keberhasilan dalam proses pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan dilakukan oleh 3 (tiga) komponen yaitu warga binaan itu
sendiri, petugas pemasyarakatan, dan masyarakat. Komponen ini harus
saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan dari
pemasyarakatan, tetapi saat ini sering sekali warga binaan itu mengulangi
kesalahan kembali karena dikucilkan oleh masyarakat, sehingga
mengalami kesulitan untuk beradaptasi kembali dengan masyarakat
lingkungannya. Proses pembinaan sebagaimana yang terdapat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 ini harus dilaksanakan
dengan baik dan tetap berpedoman dengan Undang-undang
Pemasyarakatan, sehingga tujuan dari pemasyarakatan dapat dicapai.
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
49
c. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Narapidana ialah manusia biasa yang sama dengan manusia
lainnya, karena itu sebagai manusia, narapidana juga memiliki hak dan
kewajiban yang dimiliki dalam menjalani proses pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) ataupun Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara
pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan, telah menyebutkan hak-
hak apa saja yang dimiliki oleh narapidana dalam proses pembimbingan
dan pembinaannya di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Warga binaan wanita dalam menjalani pembinaan diberikan sarana
perlengkapan pakaian yang terdiri atas:
1) 2 (dua) stel pakaian seragam.
2) 1 (satu) stel pakaian kerja.
3) 1 (satu) stel mukena.
4) 2 (dua) buah BH.
5) 2 (dua) buah celana dalam.
6) 1 (satu) unit pembalut wanita.
7) 1 (satu) pasang sandal jepit (Penjelasan Pasal 7 huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan).
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
50
Dari peraturan-peraturan tersebut lebih banyak mengatur mengenai
pembinaan narapidana secara keseluruhan atau secara umum, sedangkan
ketentuan yang mengatur pembinaan hukum terhadap narapidana wanita
secara khusus terbatas hanya memuat beberapa pasal saja.
Proses pembinaan dewasa ini sering disebut dengam pemasyarakatan.
Pemasyarakatan berarti pembinaan yang dilakukan kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan wanita berdasarkan ideologi bangsa Indonesia yaitu
pancasila. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
telah mengatur proses pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan wanita agar
tujuan dari sistem pemasyarakatan itu dapat terwujudkan, selain itu peraturan
perundang-undangan ini dibentuk sebagai petunjuk dan sekaligus sebagai
landasan bekerja para petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya
untuk melakukan pembinaan terhadap warga binaan wanita (Romli
Atmasasmita, 1982: 58). Proses pembinaan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1999 dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu tahap awal,
tahap lanjutan dan tahap akhir. Warga binaan wanita dalam menjalani proses
pembinaan juga memiliki hak untuk mendukung proses pembinaan.
Peraturan perundang-undangan ini juga telah tersusun secara sistematis
untuk melakukan proses pemasyarakatan, sehingga tercipta tujuan dari proses
pembinaan yang bertujuan untuk mengembalikan warga binaan wanita
kembali ke masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
Proses pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan wanita harus
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
51
dikedepankan, karena sudah menjadi kodrat wanita untuk mengalami siklus
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang tidak dimiliki oleh warga
binaan lainnya, sehingga sudah menjadi suatu kewajiban bahwa Warga
Binaan Pemasyarakatan wanita mempunyai hak-hak istimewa dibandingkan
dengan Warga Binaan Pemasyarakatan lainnya.
D. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
disebutkan bahwa Rumah Tahanan Negara (selanjutnya disebut RUTAN)
adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan
mahkamah agung. Sebelum dikenal istilah Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
di Indonesia, tempat tersebut dikenal dengan istilah penjara. Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) didirikan pada setiap ibukota kabupaten
atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang RUTAN.
Oleh Sahardjo, tujuan pidana penjara berdasarkan Pancasila disebutkan
bahwasanya disamping menimbulkan rasa derita pada narapidana karena
dihilangkan kemerdekaan bergerak, namun juga membimbing narapidana
agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyakarat
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
52
Indonesia yang berguna, dengan singkat tujuan pidana penjara adalah
pemasyarakatan (Sahardjo, 1963: 21).
Pidana penjara bukan hanya menjadi tempat untuk menghabiskan masa
hukuman, namun dapat juga menjadi cara untuk membina dan membimbing
para Warga Binaan Pemasyarakatan, dengan tujuan untuk mengembalikan
Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi warga yang baik sehingga dapat
diterima kembali di dalam masyarakat. Dalam sistem hukum pidana
Indonesia kita mengenal istilah Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dan
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Secara umum RUTAN dan LAPAS
adalah 2 (dua) lembaga yang memiliki fungsi berbeda, berikut ini dijelaskan
mengenai beberapa perbedaannya antara lain:
Tabel 5.
Perbedaan RUTAN dan LAPAS
No. Rumah Tahanan Negara
(RUTAN)
Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS)
1. Tempat tersangka atau terdakwa
ditahan sementara sebelum
keluarnya putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap guna
menghindari tersangka atau
terdakwa tersebut melarikan diri
atau mengulangi perbuatannya.
Tempat untuk melaksanakan
pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan (Pasal 1
ayat 3 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan).
2. Yang menghuni Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) adalah tersangka
atau terdakwa.
Yang menghuni Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) adalah
narapidana atau terpidana.
3. Waktu atau lamanya penahanan
adalah selama proses penyidikan,
penuntutan dan pemerikasaan di
sidang pengadilan.
Waktu atau lamanya pembinaan
adalah selama proses hukuman
atau menjalani sanksi pidana.
4. Tahanan ditahan di Rumah
Tahanan Negara (RUTAN) selama
Narapidana dibina di Lembaga
Pemasyarakatan setelah dijatuhi
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
53
proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Agung.
putusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap
(inkrach).
Sumber: http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658/perbedaan-
dan-persamaan-rutan-dan-lapas diakses tanggal 10 Maret 2017.
Meskipun berbeda pada prinsipnya, Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) memiliki beberapa persamaan.
Kesamaan di antaranya yaitu baik Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
maupun Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) merupakan Unit Pelaksana
Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, penempatan penghuni Rumah Tahanan
Negara (RUTAN) maupun Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) sama-sama
berdasarkan penggolongan umur, jenis kelamin dan jenis tindak pidana atau
kejahatan (Pasal 12 Undang-undang Nomor 12 tentang Pemasyarakatan dan
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab
Perawatan Tahanan).
Berdasarkan Pasal 38 ayat (1) juncto Penjelasan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Acara
Pidana, Menteri dapat menetapkan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Kemudian, dengan
adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.04.UM.01.06 Tahun
1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah
Tahanan Negara (RUTAN), Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dapat
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017
54
beralih fungsi menjadi Rumah Tahanan Negara (RUTAN), dan begitu pula
sebaliknya.
Menurut Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, di tiap
kabupaten atau kotamadya dibentuk Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
Namun kondisi yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah tidak semua
kabupaten atau kotamadya di Indonesia memiliki Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), sehingga Rumah
Tahanan Negara (RUTAN)-pun difungsikan pula untuk menampung
narapidana seperti halnya didalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan hanya
sekedar untuk menghukum atau menjaga Warga Binaan Pemasyarakatan
tetapi mencakup proses pembinaan agar Warga Binaan Pemasyarakatan
mampu menyadari kesalahan yang sudah mereka perbuat dan dapat
memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah
dilakukan. Hal tersebut selaras dengan Tujuan Rumah Tahanan Negara
(RUTAN), yaitu untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat
hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Ismail
Rumadan, 2013: 17).
Pembinaan Terhadap Warga..., Arum Sekar Agatri, Fakultas Hukum Ump, 2017