bab ii tinjauan pustaka 2.1 kecemasan ii.pdf · kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KECEMASAN
2.1.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah respon terhadap suatu ancaman
yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual
(Ibrahim, 2007). Kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang
spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara
interpersonal (Suliswati, 2005). Kecemasan adalah perasaan takut yang
tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Kecemasan merupakan alat
peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu
(Videbeck, 2008). Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu
fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang
wajar (Maramis, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian dari kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami
gelisah, kekhawatiran atau cemas dalam berespon terhadap ancaman yang
tidak jelas dan tidak spesifik dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya.
11
2.1.2 Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau dalam Videbeck (2008), ada empat tingkat
kecemasan yang dialami individu yaitu ringan, sedang, berat, dan panik.
a. Rasa cemas ringan: dihubungkan dengan ketegangan yang dialami
sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,
menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu
memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.
b. Rasa cemas sedang: individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi
perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi, masih dapat
melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
c. Rasa cemas berat: lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat
perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir
tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi
kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area
lain.
d. Panik: individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang.
Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional yang tidak mampu
berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi
kepribadian.
12
2.1.3 Neurofisiologi Kecemasan
Greenberg (2002), Guyton (2006), Molina (2010) & Videbeck
(2008), menjelaskan neurofisiologi kecemasan adalah sebagai berikut:
respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan
aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan
diri. Secara fisiologi situasi stress akan mengaktifkan hipotalamus, yang
selanjutnya akan mengaktifkan dua jalur utama stress, yaitu sistem endokrin
(korteks adrenal) dan sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis).
Untuk mengaktifkan sistem endokrin, setelah hipotalamus
menerima stimulus stres atau kecemasan, bagian anterior hipotalamus akan
melepaskan Corticotrophin Releasing Hormone (CRH), yang akan
menginstruksikan kelenjar hipofisis bagian anterior untuk mensekresikan
Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Dengan disekresikannya hormon
ACTH ke dalam darah maka hormon ini akan mengaktifkan zona fasikulata
korteks adrenal untuk mensekresikan hormon glukortikoid yaitu kortisol.
Hormon kortisol ini juga berperanan dalam proses umpan balik negatif yang
dihantarkan ke hipotalamus dan kemudian sinyal diteruskan ke amigdala
untuk memperkuat pengaruh stress terhadap emosi seseorang.
Selain itu, umpan balik negatif ini akan merangsang hipotalamus
bagian anterior untuk melepaskan hormon Thirotropic Releasing Hormone
(TRH) dan akan menginstruksikan kelenjar hipofisis anterior untuk
melepaskan Thirotropic Hormone (TTH). TTH ini akan menstimulasi
kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroksin yang mengakibatkan
13
perubahan tekanan darah, frekuensi nadi, peningkatan Basal Metabolic Rate
(BMR), peningkatan asam lemak bebas, dan juga peningkatan ansietas.
Mekanisme kedua dari stres yaitu melalui jalur sistem saraf
otonom. Setelah stimulus diterima oleh hipotalamus, maka hipotalamus
langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Aktivasi
sistem saraf simpatis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi
jantung, dilatasi ateri koronaria, dilatasi pupil, dilatasi bronkus,
meningkatkan kekuatan otot rangka, melepaskan glukosa melalui hati dan
meningkatkan aktivasi mental. Perangsangan saraf simpatis juga
mengakibatkan aktivasi dari medula adrenalis sehingga menyebabkan
pelepasan sejumlah besar epineprin dan norepinefrin ke dalam darah, untuk
kemudian kedua hormon ini dibawa oleh darah ke semua jaringan tubuh.
Epinefrin dan norepinefrin akan berikatan dengan reseptor β1 dan α1
adrenergik dan memperkuat respon simpatis untuk meningkatkan tekanan
darah dan frekuensi nadi.
Aktivasi saraf parasimpatis akan mengakibatkan terlepasnya
asetilkolin dari postganglion n. vagus, untuk selanjutnya asetilkolin ini akan
berikatan dengan reseptor muskarinik (M3) pada otot polos bronkus dan
mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas. Ketika bahaya telah berakhir,
serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan mengembalikan tubuh
pada kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya dan mengaktifkan
kembali respons simpatis.
14
2.1.4 Teori Kecemasan
Stuart (2006), menjelaskan ada beberapa teori yang menjelaskan
mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain:
a. Teori psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budaya
seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan
ego bahwa ada bahaya.
b. Teori interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap
ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan
harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat.
c. Teori prilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Ahli teori prilaku lain menganggap kecemasan sebagai
suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri
untuk menghindari kepedihan.
d. Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya
terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih
antara gangguan kecemasan dan depresi.
15
e. Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi asam Gama Aminobitirat (GABA), yang berperan penting
dalam biologis yang berhubungan dengan kecemasan.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Suliswati (2005), menjelaskan ada 2 faktor yang mempengaruhi
kecemasan yaitu:
a. Faktor predisposisi yang meliputi:
1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan
dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
16
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
kecemasan akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap
konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu
banyak dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena
benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter Gamma Amino
Butyric Acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak
yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
b. Faktor presipitasi meliputi:
1) Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang mengancam
integritas fisik meliputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi
sistem imun, regulasi suhu tubuh, dan perubahan biologis
normal.
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
dan tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
eksternal.
17
a) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di rumah, di tempat kerja, dan penyesuaian
terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas
fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, dan
sosial budaya.
Selain itu, Stuart & Sundeen (1998) dalam Mahanani (2013),
menjelaskan kemampuan individu dalam berespon terhadap penyebab
kecemasan ditentukan oleh:
a. Potensi Stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu
terpaksa mengadakan adaptasi.
b. Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai
daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
c. Pendidikan dan status ekonomi.
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan
menycbabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat
pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin
18
mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam
menguraikan masalah yang baru
d. Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera atau operasi
akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami
kecemasan, di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik lebih
mudah mengalami kecemasan.
e. Tipe Kepribadian.
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat
kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang
dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin
serba sempurna, merasa diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat
tenang, mudah tersinggung, serta otot-otot mudah tegang. Sedangkan
orang dengan tipe kepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan
dengan tipe kepribadian A. Karena tipe kepribadian B adalah orang yang
penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas.
f. Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah
mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang bisa
dia tempati.
19
g. Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih
tua.
h. Jenis kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh
kecemasan yang spontan dan episodik. Ganguan ini lebih sering dialami
wanita dari pada pria (Varcarolis, 2000). Penelitian yang di muat dalam
My Health News Daily yang melibatkan wanita dan pria berumur antara
18-64 tahun, hanya sekitar 17%-18% pria berusia yang mengalami
perasaan cemas, sedangkan wanita justru lebih tinggi yaitu sekitar 23%.
Rasio perempuan dibandingkan laki-laki untuk gangguan kecemasan
seumur hidup adalah 3:2 (Yates, 2007 dalam Widosari, 2010). Hawari
(2008), menjelaskan wanita lebih mudah mengalami kecemasan
dibandingkan dengan pria. Perbandingan kecemasan antara wanita dan
pria adalah dua banding satu. Perempuan akan lebih mudah cemas
dikarenakan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki. Laki-
laki lebih aktif dan eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif
sehingga perempuan lebih peka terhadap respon cemas yang terjadi
(Nadia, 2008).
2.1.6 Gejala-Gejala Kecemasan
Stuart (2006), menjelaskan respon/gejala kecemasan ditandai oleh
empat aspek, yaitu:
20
a. Respon fisiologis terhadap kecemasan:
1) Kardiovaskuler: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi,
rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi
menurun.
2) Pernapasan: napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas
dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, dan
terengah-engah.
3) Neuromuskular: reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-
kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan
umum, kaki goyah, dan gerakan yang jangkal.
4) Gastrointestinal: kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa
tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, dan
diare.
5) Traktus Urinarius: tidak dapat menahan kencing dan sering
berkemih.
6) Kulit: wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan
dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon prilaku: gelisah, ketegangan, tremor, gugup, bicara cepat, kurang
koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan
interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah, menghindari,
dan hiperventilasi.
c. Kognitif: perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang persepsi
21
menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut
kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut cedera atau
kematian.
d. Afektif: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, gugup,
dan gelisah.
2.1.7 Rentang Respon Kecemasan
Stuart (2006), menjelaskan rentang respon individu terhadap
cemas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon
yang paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk
beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang
paling maladaptif adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi
berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami ganguan fisik,
perilaku maupun kognitif. Seseorang berespon adaptif terhadap
kecemasannya maka tingkat kecemasan yang dialaminya ringan, semakin
maladaptif respon seseorang terhadap kecemasan maka semakin berat pula
tingkat kecemasan yang dialaminya, seperti gambar dibawah ini:
Respon adaptif Respon maladaptif
Adaptasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 1. Rentang Respon Kecemasan (Sumber: Stuart, 2006)
22
2.1.8 Pengukuran Kecemasan
Pengukuran tingkat kecemasan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) dari Janet Taylor,
yang akan mengukur tingkat kecemasan berdasarkan munculnya gejala fisik
dan psikologis (McDowell, 2006). TMAS berisi 40 butir pertanyaan dimana
responden menjawab keadaan “ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan
dirinya, dengan memberi tanda (√) pada kolom “ya” atau “tidak”. Kuisioner
TMAS terdiri atas 5 pertanyaan unfavourable dan 35 pertanyaan favourable.
Setiap jawaban dari pertanyaan favourable bernilai 1 untuk jawaban “ya”
dan 0 untuk jawaban “tidak”. Pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk
jawaban “tidak” dan 0 untuk jawaban “ya” (Fahruliana, 2011).
Klasifikasi penilaian pada skala TMAS adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Norma Kategori Kecemasan
Nilai Keterangan
>20 Berat
10-20 Sedang
<9 Ringan
(Sumber: Fahruliana, 2011)
2.1.9 Penatalaksanaan Kecemasan
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti
23
buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs,
2005).
b. Penatalaksanaan non farmakologi
1) Relaksasi
Lin (2004) dalam Siahaan (2013), menjelaskan untuk mengatasi
kecemasan dapat digunakan teknik relaksasi yaitu relaksasi dengan
melakukan pijat/pijatan pada bagian tubuh tertentu dalam beberapa
kali akan membuat peraaan lebih tenang, mendengarkan musik yang
menenangkan, dan menulis catatan harian. Selain itu, terapi relaksasi
lain yang dilakukan dapat berupa meditasi, relaksasi imajinasi dan
visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005).
2) Distraksi
Potter & Perry (2006), menjelaskan distraksi merupakan metode
untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan
perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap
cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus
cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang
ditransmisikan ke otak. Salah satu distraksi yang efektif adalah
dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai
agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-
hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami,
meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
24
takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan
yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik
menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih
dalam dan metabolisme yang lebih baik.
3) Humor
Kemampuan untuk menyerap hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan
stres. Hipotesis fisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan
endorfin ke dalam sirkulasi dan perasaan stres dilenyapkan (Potter &
Perry, 2006).
4) Terapi spiritual
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek positif dalam
menurunkan stres. Praktek seperti berdoa, meditasi atau membaca
bahan bacaan keagamaan dapat meningkatkan kemapuan beradaptasi
terhadap gangguan stressor yang dialami (Potter & Perry, 2006).
5) Aromaterapi
Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang
dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan
psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri,
dan sebagainya (Watt, Gillian, & Janca, 2008).
25
2.1.10 Kecemasan Mahasiswa Sebelum Menghadapi Ujian Lab
Klinik Keperawatan
Praktek laboratorium keperawatan merupakan media praktikum
yang memberikan gambaran tentang hospital image bagi mahasiswa
keperawatan. Ujian skill lab harus dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat
serta harus dilakukan secara lengkap tanpa terlewati satu unsur pun dalam
waktu uji yang singkat (± 10 menit tiap satu keterampilan), untuk
mendapatkan nilai yang bagus (Arief, Suwadi, & Sumarni, 2003). Hal
tersebut memungkinkan timbulnya kecemasan pada mahasiswa keperawatan
sebelum melaksanakan ujian lab klinik keperawatan.
2.2 Pijat Tangan dan Aromaterapi Lavender
2.2.1 Pijat
a. Definisi Pijat
Pemijatan adalah suatu tindakan penekanan oleh tangan
pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamentum, tanpa
menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna
mengurangi nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan
sirkulasi (Rosser, 2004 & Wang, et al, 2010). Pijat merupakan teknik
integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom.
Apabila seseorang mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus rileks
maka akan muncul respon relaksasi (Meet, 1993 dalam Potter &
Perry, 2006).
26
b. Sejarah Pijat
Di indonesia, pijat telah menjadi warisan leluhur dan
terdapat kesamaan antara titik pijat di Indonesia dengan titik
akupuntur yang ada di Cina. Pijat erat kaitannya dengan akupuntur,
hal ini dikarenakan dalam memijat titik yang digunakan adalah titik
akupunktur. Pijat bekerja berdasarkan 3 hal yaitu energi vital (qi),
meridian, titik pijat/akupunktur. Titik pijat/akupunktur adalah tempat
berkumpulnya energi vital, kedudukan titik pijat berada pada
sejumlah jalur meridian yang utama, ada 14 jalur meridian yang
utama. Pemijatan pada titik tertentu di permukaan tubuh yang
terletak dijalur meridian dirangsang, sehingga aliran qi dan darah
bisa diatur, dengan demikian penyakit yang mengganggu dapat
disingkirkan (Dalimartha, 2008).
c. Metode Pijat
Terdapat empat dasar gerakan pemijatan yang umum
dilakukan yang dapat meningkatkan sirkulasi darah dan
merelaksasikan (Rosser, 2004; Ekowati, Wahjuni, Endang, & Alifa,
2009), yaitu:
1) Gerakan Effleurage
Tehnik memijat dengan tenang berirama, bertekanan lembut ke
arah distal. Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan
pemijatan dengan tekanan sambil didorong dengan cara
mengusap, posisi telapak tangan tetap (tidak diangkat), ujung-
27
ujung jari bergerak dengan lembut. Teknik ini dilakukan diawal
pemijatan untuk melemaskan otot-otot. Gerakan pemijatan ini
bertujuan untuk meningkatkan aliran darah karena tekanan yang
dalam akan mendorong darah dalam vena ke bagian distal,
sehingga aliran darah vena menjadi lancar sampai ke pembuluh
kapiler sehingga dapat meningkatkan peredaran darah arteri,
oksigen di jaringan dan transportasi nutrisi menjadi lebih cepat.
2) Gerakan Petrissage
Gerakan yang menggunakan ujung jari dan telapak tangan untuk
menjepit beberapa bagian kulit. Pijatan jenis ini perlu sedikit
tekanan yang dilakukan secara ringan dan berirama. Fulling
adalah suatu bentuk petrissage yang kebanyakan dipakai untuk
memijat lengan. Dengan jari kedua belah tangan, lengan
dipegang dan satu gerakan memijat dilakukan pada otot.
Manfaat gerakan ini adalah untuk memperlancar penghantaran
zat-zat penting dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh
darah dan getah bening, kemudian darah dan getah bening
mengantarkan sari makanan ke jaringan dan membawa ampas
pertukaran zat dari jaringan ke alat-alat pembuangan.
3) Gerakan Tapotage (Tapotement)
Gerakan pijat dengan melakukan ketukan yang berturut-turut
dan cepat, yang dilakukan dengan seluruh tangan atau ujung jari.
Ketukan dilakukan untuk mengembalikan tonus otot-otot yang
28
kendur dan untuk merangsang ujung urat saraf. Gerakan
mencincang adalah gerakan menepuk yang dilakuan dengan
menggunakan bagian samping luar kedua tangan, yang
ditepukkan pada kulit secara berturut-turut dan berganti-ganti
untuk pemijatan bagian punggung, bahu, dan lengan.
4) Gerakan Vibration (Shaking Movement/Menggetarkan)
Gerakan menggetar untuk merangsang atau menenangkan urat
saraf dan dapat menghilangkan kerut pada wajah. Gerakan pijat
dilkukan dengan ujung-ujung jari tangan, getarannya ringan dan
lembut dengan gerakan yang lebih berat. Penerapan di kepala
bagian samping dengan arah ke atas, bagian depan dan
belakang/tengkuk (batas pertumbuhan rambut dan belakang)
juga ke atas. Gerakan ini berguna untuk meningkatkan absobsi
dari cairan di jaringan lunak, menenangkan saraf-saraf
superfisialis yang dapat mengurangi ketegangan dan
menghasilkan relaksasi, dan bila dilakukan sepanjang usus besar
dapat menyebabkan flatus.
Semua gerakan di atas adalah gerakan dasar dalam
pemijatan dan bisa dikombinasikan untuk mendapatkan efek sesuai
dengan manfaat yang diinginkan.
d. Manfaat Pijat
Pijat secara luas diakui sebagai tindakan yang memberikan
manfaat sebagai berikut:
29
1) Relaksasi
Menimbulkan relaksasi yang dalam sehingga meringankan
kelelahan jasmani dan rohani dikarenakan sistem saraf simpatis
mengalami penurunan aktivitas yang akhirnya mengakibatkan
turunnya tekanan darah (Synder & Lindquist, 2006).
2) Mengurangi nyeri
Memperbaiki sirkulasi darah pada otot sehingga mengurangi
nyeri dan inflamasi, dikarenakan pijat meningkatkan sirkulasi
baik darah maupun getah bening (Synder & Lindquist, 2006).
3) Memperbaiki organ tubuh
Memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung fungsi
setiap organ internal berdasarkan filosofi aliran energi meridian
pijat mampu memperbaiki aliran peredaran energi (meridian) di
dalam tubuh menjadi positif sehingga memperbaiki energi tubuh
yang sudah lemah (Dalimartha, 2008).
4) Memperbaiki postur tubuh
Mendorong kepada postur tubuh yang benar dan membantu
memperbaiki mobilitas. Otot yang tegang menyebabkan nyeri
dan bergesernya tulang belakang keluar dari posisi normal
sehingga postur tubuh mengalami perubahan, pijat berfungsi
untuk menstimulasi saraf otonom yang dapat mengendurkan
ketegangan otot (Perry & Potter, 2006).
30
5) Latihan pasif
Sebagai bentuk dari suatu latihan pasif yang sebagian akan
mengimbangi kurangnya latihan yang aktif karena pijat
meningkatkan sirkulasi darah yang mampu membantu tubuh
meningkatkan energi pada titik vital yang telah melemah
(Dalimartha, 2008).
e. Lokasi Pijat pada Tubuh
Ninomiya (2014), menyebutkan beberapa titik pemijatan
yang dapat dilakukan pada tubuh, antara lain:
1. Area tulang belakang
Titik-titik pemijatan ini terdapat disepanjangkedua
sisi tulang belakang. Otot-otot yang melapisi tulang
belakang mengandung titik pemijatan dari sepanjang
panggul hingga ke dasar tengkorak.
2. Area leher
Titik pemijatan ini terletak di sepanjang bagian atas
punggung, dimana terdapat otot-otot miring yang
turun dari sisi leher hingga bahu.
3. Tendon achilles
Titik pemijatan ini terdapat pada otot yang
membentang dari tumit hingga betis. Pemijatan pada
bagian ini harus sangat hati-hati karena tendon ini
sangat sensitif.
31
4. Kaki
Titik pemijatan ini terdapat pada telapak kaki tepatnya
pada bagian bawah ibu jari kaki sebelum lengkungan
kaki ke atas. Titik tekanan ini dapat mengurangi rasa
sakit pada kaki.
5. Tangan dan pergelangan tangan
Titik pemijatan ini terdapat pada area tangan terutama
otot-otot yang terletak di antara ibu jari dan telunjuk
dan pada lipatan pergelangan tangan hingga jari-jari.
Gambar 2. Titik Pijat pada Tangan (Sumber: Sehat
Harmoni, 2010)
32
f. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pijat Tangan
Saat menyiapkan sesi pemijatan tangan untuk menciptakan
kondisi yang relaksasi hal-hal yang harus diperhatikan pada klien
yaitu suasana yang nyaman, posisi tubuh, dan beberapa aspek praktis
lainnya (Barbara & Kevin, 2011). Untuk melakukan pijat yang aman
dan bermanfaat maka harus melakukan hal-hal berikut ini, (1) tangan
tidak kotor, (2) kuku tangan tidak panjang dan tajam agar tidak
menimbulkan luka di kulit, (3) tidak menggunakan alat bantu
menembus kulit, kasar, dan tajam, (4) menggunakan alat pijat
tumpul, halus, dan bersih, (5) tidak menggunakan cairan pelicin yang
menyebabkan kulit rusak (6) tidak memijat di bagian tubuh yang
luka, bengkak, tulang retak atau patah, dan terbakar, (7) tidak
melakukan pemijatan dalam keadaan tidak siap atau emosional.
Dalam kondisi tersebut klien akan tegang, gelisah, takut, dan bisa
jatuh pingsan sebab aliran energi klien sedang kacau, (8) tidak
berdiri. Sebaiknya organ yang dipijat dalam posisi duduk atau
terlentang supaya klien tidak jatuh (Sukanta, 2007).
g. Prosedur Pelaksanaan Pijat Tangan
Prosedur pelaksanaan pijat tangan dalam penelitian ini
dimodifikasi dari Brand, Munroe, & Gavin (2013) dan Kunikata,
Watanabe, Miyoshi, & Tanioka. (2012), secara lengkap dapat dilihat
pada lampiran.
33
2.2.2 Aromaterapi Lavender
a. Definisi Aromaterapi Lavender
Aromaterapi adalah penggunaan minyak esensial
konsentrasi tinggi yang diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan dan
diberikan melalui pijat, inhalasi, dicampur ke dalam air mandi, untuk
kompres, melalui membran mukosa dalam bentuk pesarium atau
supositoria dan terkadang dalam bentuk murni. Aromaterapi adalah
terapi yang menggunakan minyak essensial yang dinilai dapat
membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan psikologis dan
gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri, dan sebagainya
(Watt, Gillian, & Janca, 2008).
Meskipun aroma memegang peranan penting dalam
memengaruhi alam perasaan klien, sebenarnya zat kimia yang
terkandung dalam berbagai jenis minyaklah yang bekerja secara
farmakologis, dan kerjanya dapat ditingkatkan dengan jenis metode
pemberiannya terutama pijat (Andrews, 2009). Salah satu aroma
yang paling digemari adalah lavender (Lavandula angustifolia
Miller). Minyak lavender berwarna jernih sampai kuning pucat
dengan bau wangi yang sangat khas. Kandungan utama dari bunga
lavender adalah linalyl asetat dan linalool (C10H18O). Linalool
adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas
(relaksasi) pada lavender (Bowels, 2003; Price, 2007).
34
b. Sejarah Aromaterapi Lavender
Orang Mesir Kuno menggunakan aromaterapi untuk
meredakan nyeri, pada abad ke-19, daun rosemary dibakar di rumah
sakit untuk pengasapan. Sekarang, ahli aromaterapi menggunakan
minyak esensial untuk meningkatkan hasil kesehatan yang positif
termasuk perbaikan alam perasaan, edema, jerawat, alergi, memar,
dan stres (Kozier, dkk, 2010).
c. Metode Pemberian Aromaterapi Lavender
Synder & Lindquist (2006), menjelaskan penggunaan
minyak esesnsial sebagai berikut:
1) Pemberian melalui nasal
Jika minyak essensial dihirup, molekul-molkul yang ada pada
minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit
hidung. Pada langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang
menjulur dari sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Ketika
molekul minyak tertahan pada bulu-bulu ini suatu impuls akan
ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke
dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan
emosional yang lewat hipotalamus bekerja sebagai pemancar
serta regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian
otak yang lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima
akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat
35
neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan
menurut keperluan tubuh.
2) Pemakaian topikal
Pemakaian topikal berarti pengolesan minyak esensial yang bisa
dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain. Berdasarkan
kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum
korneum, minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan
senyawa ini berlangsung ketika senyawa ini melewati lapisan
epidermis kulit dan masuk ke dalam saluran limfe serta darah,
kelenjar keringat, saraf, serta masuk kedalam aliran darah dan
menuju ke setiap sel tubuh untuk bereaksi. Para terapis aroma
yang profesional kebanyakan menggunakan minyak esensial
dengan pijat. Terapi dengan pijat menggunakan gerakan rutin
yang teratur untuk mencapai tujuan yang spesifik, misalnya
relaksasi. Pemakaian minyak esensial untuk pijat dapat
menggunakan satu atau dua tetes minyak esensial yang dilarutkan
ke dalam satu sendok makan (5 ml) vegetable oil, krim, atau gel.
d. Manfaat Aromaterapi Lavender
Price (2007) dan Conrad, Adams, & Cindy (2012),
menjelaskan bahwa sifat farmakologis dari minyak lavender
memiliki efek terapeutik yang cukup luas dalam memengaruhi
sistem saraf simpatis, parasimpatis dan sistim limbik yang
menimbulkan efek relaksasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh
36
kandungan terbesarnya yaitu linalool dan lianlil asetat serta sedikit
dipengaruhi oleh kandungan geraniolnya. Efek farmakologi dalam
menimbulkan relaksasi secara fisik dan psikoogis dari minyak
lavender ini cukup lengkap.
Berikut ini efek farmakologi untuk relaksasi yang bisa
ditimbulkan oleh minyak lavender (Price, 2007) dan (Conrad,
Adams, & Cindy, 2012):
1) Memiliki sifat analgesik.
2) Memiki sifat antispasmodik (menurunkan kontraktilitas otot
lurik).
3) Menyeimbangkan sistem saraf tepi.
4) Memiliki sifat menenangkan.
5) Memiliki efek sedatif.
6) Hipotensif.
7) Menurunkan frekuensi jantung.
8) Antidepresan.
9) Antiansietas.
10) Antiinsomnia.
11) Meningkatkan daya konsentrasi.
e. Kandungan pada Minyak Esensial Lavender
Kandungan terbesar dari minyak lavender ini adalah
linalool dan linalil asetat. Linalool memiliki struktur monoterpenol
yang merupakan struktur alkohol dengan cirinya memiliki rantai
37
hidroksil (-OH) yang berikatan dengan struktur terpen. Struktur
alkohol ini sangat baik sebagai tonik untuk sistem sara dan dapat
menstimulasi respon imunitas tubuh (Pengelly, 2003). Dengan
struktur alkohol ini minyak atsirinya memiliki sifat kurang menguap
dibandingkan dengan grup monoterpen dan menempati posisi dalam
kategori minyak atsiri di top note to middle note (Bowels, 2003;
Price, 2007). Susunan kimia lainnya yang termasuk dalam grup
alkohol adalah geraniol. Sifat kerja dari grup alkohol ini adalah
sebagai antiseptik. Sifat lain dari grup alkohol ini adalah tidak
bersifat toksik dan tidak menyebabkan iritasi (Price, 2007).
f. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemberian
Aromaterapi Lavender
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh
penggunaan minyak lavender secara inhalasi yaitu reaksi sensitisasi,
yang dikaitkan dengan kandungan dari monoterpenolnya yaitu
linalool. Tetapi dari beberapa laporan reaksi ini sangat sedikit terjadi
karena kandungan kimianya yaitu linalool sangat kecil untuk
menimbulkan reaksi sensitisasi (Gruenwald, 2000 dalam Siahaan,
2013).
38
2.2.3 Hubungan Pijat Dengan Penggunaan Minyak Esensial Lavender
Terhadap Kecemasan Mahasiswa Sebelum Ujian Lab Klinik
Keperawatan
Pada kecemasan mahasiswa PSIK FK Unud angkatan
2013 menghadapi ujian lab dapat dikontrol dengan terapi pijat
tangan dan aromaterapi lavender. Potter & Perry (2006), menyatakan
bahwa pemberian sentuhan terapeutik dengan menggunakan tangan
akan memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh menjadi
relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan membantu tubuh untuk
segar kembali.
Price (2007) dan Conrad, Adams, & Cindy (2012),
menjelaskan bahwa minyak esensial dari bunga lavender dapat
memberikan manfaat relaksasi (carminative), sedatif, mengurangi
tingkat kecemasan, dan mampu memperbaiki mood seseorang.
Mencium bau minyak esensial dapat mempengaruhi emosi dan
perasaan terutama jika pemakaian minyak esensial dilakukan dengan
pijat maka akan mencapai efek relaksasi sepenuhnya.
Greenberg (2002), Guyton (2006), Molina (2010) &
Videbeck (2008), menjelaskan secara fisiologi situasi stres saat
menghadapi ujian akan mengaktifkan hipotalamus, yang selanjutnya
akan mengaktifkan dua jalur utama stres, yaitu sistem endokrin
(Korteks Adrenal) dan sistem saraf otonom (simpatis dan
parasimpatis). Untuk mengaktifkan sistem endokrin, setelah
39
hipotalamus menerima stimulus stres, bagian anterior hipotalamus
akan melepaskan Corticotrophin Releasing Hormone (CRH), yang
akan menginstruksikan kelenjar hipofisis bagian anterior untuk
mensekresikan Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Selain itu,
umpan balik negatif ini akan merangsang hipotalamus bagian
anterior untuk melepaskan hormon Thirotropic Releasing Hormone
(TRH) dan akan menginstruksikan kelenjar hipofisis anterior untuk
melepaskan Thirotropic Hormone (TTH).
Mekanisme kedua dari stress yaitu melalui jalur sistem
saraf otonom. Setelah stimulus diterima oleh hipotalamus, maka
hipotalamus langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis. Aktivasi
sistem saraf simpatis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
frekuensi jantung, dilatasi ateri koronaria, dilatasi pupil, dilatasi
bronkus, meningkatkan kekuatan otot rangka, melepaskan glukosa
melalui hati dan meningkatkan aktivasi mental.
Apabila pada saat terjadi kecemasan tersebut diberikan
rangsangan dengan pijat tangan dan aromaterapi lavender maka
dapat memperlancar peredaran darah, memberikan rasa rileks pada
tubuh, menghilangkan stres, menghilangkan rasa lelah dan letih,
dengan melakukan tekanan pada titik-titik tertentu (Synder &
Lindquist, 2006). Sesuai dengan pernyataan Lin (2004) dalam
Siahaan (2013), yang menyebutkan bahwa cara untuk mengatasi
kecemasan adalah relaksasi dengan melakukan masase/pijatan pada
40
bagian tubuh tertentu dalam beberapa kali akan membuat perasaan
lebih tenang. Pijat merupakan teknik integrasi sensori yang
mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Apabila seseorang
mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus rileks maka akan muncul
respon relaksasi (Meet, 1993 dalam Potter & Perry, 2006).
Pada pijat tangan aromaterapi dipilih minyak essensial
lavender karena pada lavender terdapat kandungan utama senyawa
aktif linalool utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi)
(Pengelly, 2003). Price (2007) dan Conrad, Adams, & Cindy (2012),
menjelaskan bahwa sifat farmakologis dari minyak lavender
memiliki efek terapeutik yang cukup luas dalam memengaruhi
sistem saraf simpatis, parasimpatis dan sistim limbik yang
menimbulkan efek relaksasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh
kandungan terbesarnya yaitu linalool dan lianlil asetat serta sedikit
dipengaruhi oleh kandungan geraniolnya.
Pijat aromaterapi merupakan cara yang populer untuk
menggunakan minyak esensial karena ia bekerja dalam beberapa
cara pada waktu yang sama. Kulit menyerap minyak esensial dan
aromaterapi juga masuk melalui pernapasan, ditambah lagi terapi
fisik dari pijat itu sendiri. Selain dari efek penyerapan minyak
esensial ke dalam kulit sehingga masuk ke dalam tubuh dan
mempengaruhi organ-organ di dalam tubuh, keharuman dari
aromaterapi tersebut juga akan ditangkap oleh reseptor di hidung lalu
41
menyalurkan informasi itu ke area di otak tempat pengontrol emosi
dan memori. Kemudian bau itu masuk ke hipotalamus yang
merupakan pengatur sistem internal tubuh, seperti sistem seksualitas,
suhu tubuh, dan reaksi terhadap stres (Synder & Lindquist, 2006).
Inilah yang membuat ketenangan dan perasaan sangat rileks ketika
dilakukan pemijatan dengan aromaterapi lavender.