bab ii tinjauan pustakathesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa...

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas ( Surface ) kedalam tanah. Didalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara ( interflow ) menuju mata air danau dan sungai; atau secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori – pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju daerah yang lebih kering. Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar daripada tanah basah. Gaya tersebut berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu, gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah butiran halus seperti lempung daripada tanah butiran kasar seperti pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapisan permukaan berkurang, aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi pori – pori tanah. Dengan terisinya pori – pori tanah, laju infiltrasi berkurang secara berangsur – angsur sampai dicapai kondisi konstan; di mana laju infiltrasi sama dengan laju perkolasi melalui tanah.

Upload: nguyenkhanh

Post on 22-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas ( Surface ) kedalam tanah.

Didalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara ( interflow ) menuju

mata air danau dan sungai; atau secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi

(percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori – pori tanah

dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran

selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air

bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju daerah

yang lebih kering. Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar daripada tanah

basah. Gaya tersebut berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu,

gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah butiran halus seperti lempung daripada tanah

butiran kasar seperti pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui permukaan

tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah

tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya kapiler. Hal ini

menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapisan permukaan

berkurang, aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi pori – pori tanah. Dengan

terisinya pori – pori tanah, laju infiltrasi berkurang secara berangsur – angsur sampai

dicapai kondisi konstan; di mana laju infiltrasi sama dengan laju perkolasi melalui tanah.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi,

yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum

untuk suatu jenis tanah tertentu; sedangkan laju infiltrasi ( ft ) adalah kecepatan infiltrasi

yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas hujan. Gambar 2.1.

menunjukkan kurva kapasitas infiltrasi (fp ), yang merupakan fungsi waktu. Apabila

tanah dalam kondisi kering ketika infiltrasi terjadi, kapasitas infiltrasi tinggi karena

kedua gaya kapiler dan gaya gravitasi bekerja bersama – sama menarik air kedalam

tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang yang menyebabkan laju

infiltrasi menurun. Akhirnya kapasitas infiltrasi mencapai suatu nilai konstan, yang

dipengaruhi terutama oleh gravitasi dan laju perkolasi.

Gambar 2.1. Kurva Kapasitas infiltrasi ( fp )

( Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2008 )

2.1.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kedalaman genangan dan

tebal lapisan jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan, tanaman penutup,

intensitas hujan dan sifat – sifat fisik tanah.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.1.2 Kedalaman Genangan Dan Tebal Lapisan Jenuh

Seperti ditunjukan dalam gambar 2.2., air yang tergenang di atas permukaan

tanah terinfiltrasi ke dalam tanah, yang menyebabkan suatu lapisan dibawah permukaan

tanah menjadi jenuh air. Apabila tebal dari lapisan jenuh air adalah L, dapat dianggap

bahwa air mengalir kebawah melalui sejumlah tabung kecil. Aliran melalui lapisan

tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan

tanah (D) memberikan tinggi tekanan pada ujung atas tabung, sehingga tinggi tekanan

total yang menyebabkan aliran adalah D+L. Tahanan terhadap aliran yang diberikan

tanah adalah sebanding dengan tebal lapis jenuh air L. Pada awal hujan, dimana L adalah

kecil dibanding D, tinggi tekanan adalah besar dibanding tahanan terhadap aliran,

sehingga air masuk ke dalam tanah dengan cepat. Sejalan dengan waktu, L bertambah

panjang sampai melebihi D, sehingga tahanan terhadap aliran semakin besar. Pada

kondisi tersebut kecepatan infiltrasi berkurang. Apabila L sangat lebih besar daripada D,

perubahan L mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan gaya tekanan dan

hambatan, sehingga laju infiltrasi hampir konstan.

Gambar 2.2. Genangan Pada Permukaan Tanah

( Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2008 )

2.1.3 Kelembaban Tanah

Jumlah kadar air tanah mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Ketika air jatuh pada

tanah kering, permukaan atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedangkan bagian

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari

gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada dibawahnya. Karena adanya

perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang bekerja bersama – sama dengan gaya

berat, sehingga air bergerak ke bawah (infiltrasi) dengan cepat. Dengan bertambahnya

waktu, permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan gaya kapiler

berkurang, sehingga infiltrasi berkurang. Selain itu, ketika tanah menjadi basah koloid

yang terdapat dalam tanah akan mengembang dan menutupi pori – pori tanah, sehingga

mengurangi kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan.

2.1.4 Pemampatan Oleh Hujan

Ketika hujan jatuh di atas tanah, butir tanah mengalami pemadatan oleh butiran

air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori – pori tanah yang berbutir halus (seperti

lempung), sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh

tersebut sangat kecil.

2.1.5 Penyumbatan Oleh Butir Halus

Ketika tanah sangat kering, permukaannya sering terdapat butiran halus. Ketika

hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah,

dan mengisi pori – pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi.

2.1.6 Tanaman Penutup

Banyaknya tanaman yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan,

dapat menaikan kapasitas infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tanaman penutup, air

hujan tidak dapat memampatkan tanah, dan juga akan terbentuk lapisan humus yang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

dapat menjadi tempat hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang

dan lubang – lubang ( sarang ) yang dibuat serangga akan menjadi sangat permeabel.

Kapasitas infiltrasinya bisa jauh menjadi lebih besar dari pada tanah yang tanpa penutup

tanaman.

2.1.7 Topografi

Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan dengan kemiringan

besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu

untuk infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan.

Sebaliknya, pada lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup

banyak untuk infiltrasi.

2.1.8 Intensitas Hujan

Intensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi, jika intensitas

curah hujan I lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama

dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi,

maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi.

2.1.9 Pengukuran Infiltrasi

Metode yang biasa digunakan untuk menentukan kapasitas infiltrasi adalah

pengukuran dengan infiltrometer dan analisis hidrograf. Infiltrometer dibedakan menjadi

infiltrometer genangan dan simulator hujan ( rainfall simulators ).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.1.10 Infiltrometer Genangan

Infiltrometer genangan yang banyak digunakan adalah dua silinder kosentris atau

tabung yang dimasukkan kedalam tanah. Untuk tipe pertama, dua silinder kosentris yang

terbuat dari logam dengan diameter antara 22,5 dan 90 cm ditempatkan dengan sisi

bawahnya berada beberapa sentimeter di bawah tanah seperti terlihat dalam gambar 2.3.

Ke dalam kedua ruangan diisikan air yang selalu dijaga pada elevasi sama. Fungsi dari

silinder luar adalah untuk mencegah air di dalam ruang sebelah dalam menyebar pada

daerah yang lebih besar setelah merembes di bawah dasar silinder. Kapasitas infiltrasi

dan perubahannya dapat ditentukan dari kecepatan penambahan air pada silinder dalam

yang diperlukan untuk mempertahankan elevasi konstan.

Infiltrometer tipe kedua terdiri dari tabung dengan diameter sekitar 22,5 cm dan

panjang 45 sampai 60 cm yang dimasukkan kedalam tanah sampai kedalaman minimum

sama dengan kedalaman dimana air meresap selama percobaan ( sekitar 37,5 sampai

52,5 cm ), sehingga tidak terjadi penyebaran. Laju air yang harus ditambahkan untuk

menjaga kedalaman yang konstan di dalam tabung dicatat.

Infiltrometer genangan ini tidak memberikan kondisi infiltrasi yang sebenarnya

terjadi di lapangan, karena pengaruh pukulan butir – butir hujan tidak diperhitungkan

dan struktur tanah di sekeliling dinding silinder telah terganggu pada waktu

pemasukannya kedalam tanah. Tetapi meskipun mempunyai kelemahan, alat ini mudah

dipindah dan dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas infiltrasi di titik yang

dikehendaki sesuai dengan tata guna lahan, jenis tanaman dan sebagainya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.1.11 Si

U

dengan in

disiram a

hujan dan

G

jatuh pad

dari kapa

saat gen

mengetah

maka aka

( S

imulator Hu

Untuk mengu

ntensitas me

antara 0,1 s

n limpasan.

Gambar 2.4. a

da bidang ya

asitas infiltra

angan air a

hui intensita

an dapat dihi

GambaSumber : Hidro

ujan

urangi kelem

erata yang l

ampai 40 m

adalah sket

ang akan dic

asi f sehingg

akan melua

as hujan I, v

itung kapasit

ar 2.3. Infiltrologi Terapan,

mahan dari p

lebih tinggi

m2. Besar in

simulator hu

cari kapasita

ga terjadi gen

ap dan luap

volume tamp

tas infiltrasi

rometer GenBambang Tria

penggunaan

dari kapasit

filtrasi dihit

ujan. Hujan

as infiltrasin

nangan diata

pan air dita

pungan dala

f.

nangan atmodjo, 2008

alat diatas,

tas infiltrasi

tung dengan

tiruan denga

nya. Intensita

as permukaa

ampung dala

am ember d

)

dibuat huja

i. Luas bida

n mencatat b

an intensitas

as hujan leb

an tanah. Pa

am ember.

an tinggi ge

an tiruan

ang yang

besarnya

s hujan I

bih besar

ada suatu

Dengan

enangan,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Gambar 2.4. Simulator hujan

( Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2008 )

2.1.12 Kapasitas Infiltrasi

Laju infiltrasi f, dinyatakan dalam in/jam atau cm/jam, adalah kecepatan air

masuk kedalam tanah dari permukaan tanah. Jika air menggenang pada permukaan

tanah, maka kapasitas infiltrasi telah mencapai batas kemampuan. Jika laju distribusi air

pada permukaan, sebagai contoh hujan, lebih kecil dari pada kemampuan laju infiltrasi

maka laju infiltrasi sebenarnya akan juga lebih kecil dari pada laju potensial. kumulatif

infiltrasi F adalah akumulasi dari kedalaman air yang masuk kedalam tanah selama

jangka waktu tertentu dan itu sama dengan integral dari laju infiltrasi pada periode

tersebut :

( 2.1 )

Dimana τ adalah variabel buatan dari fungsi waktu dalam integral. Sebaliknya, laju

infiltrasi adalah turunan terhadap waktu dari infiltrasi kumulatif :

( 2.2 )

Metode perhitungan kapasitas infiltrasi dapat dilakukan dengan metode Horton, metode

Philip, dan Metode Green – Ampt.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.1.13 Metode Horton

Salah satu persamaan infiltrasi paling awal yang dikembangkan oleh Horton

(1933, 1939 ), yang mengamati bahwa infiltrasi berawal dari suatu nilai baku fo dan

secara eksponen menurun sampai pada kondisi konstan fc :

f(t) = fc + (fo – fc)e-kt ( 2.3 )

dimana k adalah pengurangan konstan terhadap dimensi [T -1]. fo adalah kapasitas

infiltrasi awal sedangkan fc adalah kapasitas infiltrasi konstan yang tergantung pada tipe

tanah. Parameter fo dan fc adalah didapat dari pengukuran dilapangan dengan

menggunakan alat double ring infiltrometer. Parameter fo dan fc nilainya dipengaruhi

oleh fungsi jenis tanah dan tutupan. Untuk tanah berpasir atau berkerikil nilai tersebut

tinggi, sedang tanah berlempung yang gundul nilainya kecil, dan apabila permukaan

tanah ada rumput nilainya bertambah. Untuk menghitung laju infiltrasi dengan

menggunakan metode horton maka perlu diketahui nilai k. Karena nilai k tidak diketahui

maka persamaan tersebut kemudian ditrasnposisikan sebagai berikut :

f(t) - fc = (fo – fc)e-kt

setelah ditrasnposisikan maka persamaan tersebut di log kan menjadi :

log (f(t) - fc ) =log (fo – fc) – kt log e ( 2.4 )

atau

– ( 2.5 )

Persamaan diatas sama dengan persamaan garis lurus dengan kemiringan m berikut ini

y = mx + c ( 2.6 )

dengan :

m =

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

y = t

x =

c = –

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus yang

mempunyai nilai . Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di perlihatkan

dalam gambar 2.5 di bawah ini dengan m merupakan garis miring maka m dapat

dihitung dengan persamaan berikut ini.

( 2.7 )

Dengan y2 dan y1 nilai dari log ( fo – fc ) dari fungsi waktu x2 dan x1. Dari nilai m

kemudian dihitung nilai k maka dapat diketahui laju infiltrasi menurut Horton.

Gambar 2.5. Grafik Hubungan t terhadap log (fo – fc)

( Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2008 )

Jumlah total air yang terinfiltrasi pada suatu periode tergantung pada laju infiltrasi dan

fungsi waktu. Apabila laju infiltrasi pada suatu saat adalah f(t), maka laju infiltrasi kumulatif atau

jumlah air yang terinfiltrasi adalah F(t). laju infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi adalah :

( 2.8 )

dan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

( 2.9)

Persamaan 2.9 menunjukan bahwa jumlah air yang terinfiltarasi F(t) merupakan integral dari laju

infiltrasi maka persamaan 2.9 menjadi :

1 ( 2.10 )

2.1.14 Metode Philip

Philip (1957, 1969) memberikan solusi pada persamaan Richard pada kondisi yang

bersifat membatasi dengan mengasumsikan tersebut K dan D dapat diketahui dengan kadar

kelembaban θ. Philip menggunakan Boltzmann transformasi B(θ ) = zt-1/2untuk konversi (2.3) ke

dalam satu persamaan diferensial biasa di B, dan penyelesaian persamaan ini untuk

menghasilkan satu rangkaian tanpa batas untuk kumulatif infiltrasi F(t), dengan pendekatan

sebagai berikut :

F(t) = St1/2+Kt ( 2.11 )

Dimana S adalah parameter yang disebut sorptivity, merupakan fungsi dari kemampuan resapan

tanah, dan K adalah konduksi daya hidrolik.

Dengan turunan

f(t)= St—1/2 + K ( 2.12 )

sebagai t ∞, f(t) sama dengan K. Dua kondisi pada persamaan Philip mewakili akibat dari gaya

kapiler tanah dan gaya gravitasi, berturut – turut. Untuk arah mendatar tanah, gaya kapiler tanah

hanya gaya yang membawa air kedalam lubang – lubang kecil, dan persamaan Philip

mengurangi sampai pada F(t) = St1/2.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.1.15 Metode Green – AMPT

Dalam sub bab sebelumnya, persamaan infiltrasi yang dikembangkan dari solusi

pendekatan persamaan Richard. Pendekatan alternatif untuk lebih mengembangkan

pendekatan teori fisika itu hanya solusi analisa exact. Green dan Ampt bertujuan

mempermudah gambar infiltrasi yang ditunjukan pada gambar 2.6. permukaan basah

adalah batas yang memisahkan tanah dari kadar kelembaban θi bawah dari tanah jenuh

dengan kadar kelembaban η diatas. Permukaan yang basah mendesak masuk ke

kekedalaman L dalam waktu t sejak infiltrasi berawal. Genangan air dengan kedalaman

kecil ho diatas permukaan tanah.

Gambar 2.6. Variable Dari Model Infiltrasi Green-Ampt

( Sumber : Hidrologi, BR Sri Harto, 2000 )

Memodelkan lubang tanah arah vertikal dari unit horizontal yang bersinggungan dengan

area bersekat ( gambar 2.7 ) dan biarkan satu volume kedali jadi terdefinisi sekitar tanah

basah di antara permukaan dan kedalaman L. Jika tanah memiliki kadar kelembaban θi

sepanjang masuk kedalaman tanah, kadar kelembaban akan meningkat dari θi ke η

(porositas) dengan melewati permukaan basah. Kadar kelembaban θ adalah rasio dari

volume air sampai volume total dengan pengendali permukaan, karena itu kenaikan

dalam simpanan air dengan pengendali isi sebagai hasil dari infiltrasi adalah L(η - θi ).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Definisi quantitas ini sama dengan F, kedalaman kumulatif dari air yang teresap

kedalam tanah. Hence

F(t) = L(η - θi ) ( 2.13 )

= LΔθ

Dimana Δθ = (η - θi )

Hukum Darcy menunjukkan

q = -K ( 2.14 )

Gambar 2.7. Infiltrasi Dalam Kolom Tanah Dari Unit Area Trasnsisi Dari Model Green-

Ampt ( Sumber : Hidrologi, BR Sri Harto, 2000 )

dalam kasus ini aliran Darcy q adalah tetap sepanjang kedalaman dan persamaan dari f,

karena q adalah positif meningkat sedangkan f adalah positif menurun. Jika nilai 1 dan 2

berada berturut – turut di permukaan tanah dan hanya pada sisi kering dari permukaan

basah, dapat melalui pendekatan berikut

( 2.15 )

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

h1 pada permukaan sama dengan dalam genangan ho. Nilai h2 dalam tanah kering

dibawah permukaan basah sama dengan –ψ – L. Hukum Darcy pada sistem ini dituliskan

sebagai berikut

– –

– ( 2.16 )

Jika dalam genangan ho, adalah sama dengan perbandingan ψ dan L. Asumsi ini

biasanya mendekati masalah hidrologi air permukaan karena itu asumsi genangan

menjadi limpasan permukaan. Setelah itu, akan ditunjukkan bagaimana menghitug ho

jika tidak disamakan.

Dari persamaan 2.13. permukaan basah memiliki kedalaman L = F/Δθ, dan

asumsi ho = 0, disubtitusikan kedalam persamaan 2.16 menjadi

– ( 2.17 )

dari f = dF/dt, persamaan 2.17 dapat dinyatakan dalam persamaan diferensial dengan F

tidak diketahui

Untuk memberikan solusi F,digunakan pembagian jamak untuk memperoleh

Kemudian dibagi menjadi 2 bagian

– – –

Dan diintegral

1 –

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

untuk memperoleh

ψΔθ ψΔθ ψΔθ

atau

ψΔθ ln 1 ( 2.18 )

Dari tabel 4.1. dibawah ini dapat dilihat perbandingan parameter yang digunakan

pada masing – masing metode dalam menghitung laju infiltrasi pada tanah.

Tabel 2.1. Perbandingan Persamaan Laju Infiltrasi Dari Ketiga Metode Keterangan Horton Philip Green - Ampt Laju Infiltrasi f(t) = fc + (fo – fc)e-kt f(t)= St—1/2 + K ψΔθ ln 1 ψΔθ

ψΔθ –

Kekurangan Tidak cukup akurat Laju infiltrasi yang didapat tidak sesuai dengan kondisi dilapangan

Membutuhkan banyak uji lab untuk mendapatkan setiap parameternya.

Keunggulan Parameter yang diperoleh dari lokasi penelitian

Mudah dalam penerapannya

Hasil yang didapat akurat

Dari tabel tersebut diketahui parameter dari setiap persamaan ketiga metode tersebut.

Beberapa parameter tersebut diperoleh dari hasil pengamatan pada daerah penelitian dan

di laboratorium. Persamaan laju infiltrasi pada metode Green – Ampt memiliki

parameter terbanyak yang didapat dari hasil pengamatan di laboratorium tanah. Sama

dengan metode Green – Ampt pada metode Philip kedua parameter yaitu S dan K

didapat dari hasil pengamatan laboratorium juga. Kedua persamaan tersebut banyak

menggunakan parameter yang diperoleh dari hasil laboratorium karena itu kedua metode

tersebut, yaitu Green – Ampt dan Philip tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian ini,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

yang banyak menggunakan data dari pengamatan daerah penelitian, selain itu

pengaplikasian persamaan pada kedua metode tersebut tergolong cukup rumit.

2.1.16 Hubungan Laju Infiltrasi dengan Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah merupakan sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran

rembesan yang berupa air mengalir melewati rongga pori yang menyebabkan tanah

bersifat permeable. Koefisien permeabilitas ( k ) memiliki satuan sama dengan laju

infiltrasi tanah ( cm/jam ). Koefisien permeabilitas tanah tergantung pada beberapa

faktor yaitu : kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butiran, angka

pori, kekerasan permukaan butiran tanah, dan derajat kejenuhan tanah. Karena nilai

koefisien permeabilitas tanah sama dengan laju infiltrasi tanah maka semakin permeabel

sifat tanah maka akan semakin besar laju infiltrasi pada tanah. Berikut ini adalah

koefisien permeabilitas pada umumnya.

Tabel 2.2. Harga Koefisien Resapan Pada Umumnya

No Jenis Tanah k ( cm/s )

1 Kerikil bersih 1 – 102 2 Pasir kasar 10-2 – 1 3 Lanau 10-3 – 10-2

4 Lanau Lempung 10-3 – 10-5 5 Lempung < 10-6

Sumber : Prinsip – Prinsip Rekayasa Geoteknis, Braja. M. Das, 1998

Nilai dari koefisien dari permeabilitas sangat berpengaruh pada penelitian ini karena

nilai tersebut dijadikan pembanding dengan laju infiltrasi yang dihitung dengan metode

Horton, jika nilai koefisien permeabilitas tersebut mendekati laju infiltrasi dengan

menggunakan metode Horton maka penggunaan metode Horton pada penelitian ini

dapat digunakan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.2 Proses Limpasan ( run off )

Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah.

Sekali air hujan tersebut masuk kedalam tanah maka tidak dapat diuapkan kembali dan

tetap akan berada dibawah permukaan tanah yang akan mengalir sebagai air tanah.

Aliran air tanah sangat lambat, makin besar daya infiltasi mengakibatkan limpasan

permukaan makin kecil sehingga debit puncaknya akan lebih kecil (Soemarto, 1995).

Faktor – faktor yang mempengaruhi limpasan secara umum dapat dikelompokan

menjadi 2 kelompok, yaitu faktor meteorologi dan karakteristik daerah tangkapan

saluran atau daerah aliran sungai (DAS). Faktor meteorologi yang berpengaruh pada

limpasan terutama adalah karakteristik hujan, yang meliputi intensitas hujan, durasi

hujan, dan distribusi curah hujan. Sedangkan karakteristik DAS yang berpengaruh besar

pada aliran permukaan meliputi luas dan bentuk DAS, topografi, dan tata guna lahan.

Pemakaian metode rasional untuk menghitung debit puncak yang ditimbulkan

paling sering digunakan dalam perencanaan drainasi perkotaan. Beberapa parameter

hidrologi yang diperhitungkan adalah intensitas hujan, durasi hujan, frekuensi hujan,

luas DAS, kehilangan air dan kosentrasi aliran. Metode rasional didasarkan pada

persamaan berikut :

Q = 0,278 CIA ( 2.19 )

dengan :

Q : debit puncak

I : intensitas hujan

A : luas daerah tangkapan

C : koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan, yang nilainya

diberikan dalam tabel 2.1 koefisien aliran

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.3 Penentuan Hujan Kawasan

Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana

stasiun tersebut berada; sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik

pengukuran tersebut. Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun

pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat dimasing – masing

stasiun dapat tidak sama. Dalam analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan

hujan rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga metode berikut

yaitu metode rerata aritmatik, metode poligon Thissen, dan metode Isohiet.

Tabel 2.3. Koefisien Run Off

Sumber : Hidrologi, BR Sri Harto, 2000

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.3.1 Metode Rerata Arimatik ( Aljabar )

Metode ini adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada

suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang

bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang

digunakan dalam hitungan biasanya yang berada didalam DAS; tetapi stasiun di luar

DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan.

Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila :

a. Stasiun hujan tersebar merata di DAS

b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS

Hujan rerata pada seluruh DAS diberikan dalam bentuk berikut :

…… ( 2.20 ) Dengan :

= hujan rerata kawasan

P1, P2,…Pn = hujan distasiun 1,2,…..,n

n = jumlah stasiun

2.3.2 Metode Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing – masing stasiun yang mewakili

luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah

sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu

stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun

hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitung curah hujan rerata dilakukan dengan

memperhitungkan daerah pengaruh dari setiap stasiun.

Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut ini.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

a. Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau termasuk stasiun

hujan di luar DAS yang berdekatan, seperti ditunjukan dalam gambar 2.8.

b. Stasiun – stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus ( garis terputus ) sehingga

membentuk segitiga – segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang

yang kira – kira sama.

c. Dibuat garis berat pada sisi – sisi segitiga seperti yang ditunjukan dengan garis

penuh pada gambar 2.8.

d. Garis – garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Tiap

stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada di

dekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.

e. Luas tiap poligon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di

stasiun yang berada di dalam poligon.

f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas daerah

yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut, yang dalam bentuk

matematik mempunyai bentuk berikut ini

…… ……

( 2.21 )

Dengan :

= hujan rerata kawasan

P1, P2,…Pn = hujan distasiun 1,2,…..,n

A1, A2,…An = luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,…..,n

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Gambar 2.8. Poligon Thiessen

( Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2008 )

2.3.3 Metode Isohiet

Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik – titik dengan kedalaman hujan

yang sama. Pada metode isohiet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua

garis isohiet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohiet tersebut.

Pembuatan garis isohiet dilakukan dengan prosedur berikut ini ( gambar 2.9 ).

a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah yang ditinjau.

b. Dari nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi dengan

pertambahan nilai yang ditetapkan.

c. Dibuat kurva yang menghubungkan titik – titik interpolasi yang mempunyai kedalam

hujan yang sama. Ketelitian tergantung pada pembuatan garis isohiet dan intervalnya.

d. Diukur luas daerah antara dua isohiet yang berurutan dan kemudian dikalikan dengan

nilai rerata dari nilai kedua garis isohiet.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

e. Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis isohiet dibagi dengan luas daerah

yang ditinjau menghasilkan kedalam hujan rerata daerah tersebut. Secara matematis

hujan rerata tersebut dapat ditulis :

∑ ( 2.22 )

Dengan :

= hujan rerata kawasan

In = garis isohiet ke n, n+1

An = luas daerah yang dibatasi oleh gari isohiet ke n dan n+1

Gambar 2.9. Metode Isohiet ( Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2008 )

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.4 Analisis Frekuensi Curah Hujan

Sistem hidrologi kadang – kadang di pengaruhi oleh peristiwa – peristiwa yang

luar biasa, seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim

berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim

kejadiannya sangat langka.

Tujuan analisis frekuensi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa – peristiwa

ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi

kemungkinan. Frekuensi hujan adalah jumlah kemungkinan suatu besaran hujan

disampai atau dilampaui. Sebaliknya kala ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan

dengan suatu besaran tertentu akan disampai atau dilampaui.

Analisis frekuensi memerlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar

hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi ini di dasarkan pada

sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan

dimasa yang akan datang. Dengan anggapan sifat statistik kejadian hujan yang akan

datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat

jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

a. Distribusi Normal

b. Distribusi Log Normal

c. Distribusi Log Pearson Type III

d. Distribusi Gumbel

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data

yang meliputi rata – rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien skewness

(kecondongan atau kemencengan).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Dalam analisa data hidrologi diperlukan ukuran – ukuran numerik yang menjadi

ciri data tersebut. Sembarang nilai yang menjelaskan ciri susunan data disebut

parameter. Parameter yang digunakan dalam analisis susunan data dari suatu variabel

disebut dengan parameter statistik, seperti nilai rerata, deviasi, dsb. Pengukuran

parameter yang sering digunakan dalam analisis data hidrologi meliputi pengukuran

tendensi sentral dan dispersi.

2.4.1 Tendensi Sentral

Nilai rerata merupakan nilai yang cukup reprensentatif dalam suatu distribusi.

Nilai rerata dapat digunkan untuk pengukuran suatu distribusi; dan mempunyai bentuk

berikut ini.

∑ ( 2.23 )

dengan :

: rerata

x : variabel random

n : jumlah data

2.4.2 Dispersi

Tidak semua variat dari variabel hidrologi sama dengan nilai reratanya, tetapi

ada yang lebih besar atau lebih kecil. Besarnya derajad sebaran variant disekitar nilai

reratanya disebut varian atau dispersi ( penyebaran ) penyebaran dapat diukur dengan

deviasi standar dan varian.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Varian dapat dihitung dengan menggunkan persamaan berikut dimana s2 adalah varian.

Akar dari varian, s, adalah deviasi standar :

∑ ( 2.24 )

Koefisien varian ( Cv ) adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dan nilai rerata

( 2.25 )

Deviasi standar dan koefisien varian dapat digunakan untuk mengetahui

variabilitas daari distribusi. Semakin besar deviasi standar dan koefisien varian, semakin

besar penyebaran dari distribusi.

Kemencengan Cs dapat digunakan untuk mengetahui derajat ketidak simetrisan

dari suatu bentuk distribusi. Kemencengan diberikan oleh bentuk berikut :

∑ ( 2.26 )

Koefisien kurtosis Ck diberikan oleh persamaan berikut :

∑ ( 2.27 )

2.4.3 Distribusi Normal

Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk lonceng

yang juga disebut distribusi Gauss. Distribusi nomal punya 2 parameter yaitu rerata µ

dan deviasi standar σ dari populasi. Dalam praktek, nilai rerata dan standar deviasi s

diturunkan dari data sampel untuk menggantikan µ dan σ. Fungsi distribusi normal

mempunyai bentuk :

√/ ( 2.28 )

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

dengan X adalah variable random dan p(X) adalah fungsi probabilitas kontinyu. Apabila

variable X ditulis dalam bentuk berikut

( 2.29 )

Maka persamaan ( 2.28 ) menjadi :

√/ ( 2.30 )

Dengan z adalah satuan standar, yang terdistribusi normal dengan rerata nol dan deviasi

standar satu. Persamaan ( 2.29 ) dapat ditulis dalam bentuk :

X = µ + z σ

Dimana z adalah faktor frekuensi dari distribusi normal. Pada umumnya faktor frekuensi

dari distribusi statistik diberi notasi K.

Fungsi densitas kumulatif (CDF) dapat diturunkan dengan integrasi dari fungsi

densitas probabilitas ( persamaan 2.30), yang menghasilkan:

√/ ( 2.31 )

dengan F(z) adalah probabilitas kumulatif. Distribusi normal adalah simetris terhadap

sumbu vertikal. Dalam pemakaian praktis, biasanya hitungan dilakukan dengan tidak

menggunakan persamaan – persamaan tersebut, tetapi telah dibuat tabel seperti diberikan

dalam tabel 2.2 tabel distribusi normal.

Sri Harto ( 1993 ) memberikan sifat – sifat distribusi normal, yaitu nilai koefisien

kemencengan sama dengan nol ( Cs ≈ 0 ) dan nilai koefisien kurtosis Ck ≈ 3. Selain itu

terdapat sifat – sifat distribusi frekuensi kumulatif berikut ini.

P ( - s ) = 15,87%

P ( ) = 50%

P ( + s ) = 84,14%

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Kemungkinan variat berada pada daerah ( - s ) dan ( + s ) adalah 68,27% dan yang

berada antara ( - 2s ) dan ( + 2s ) adalah 95,44%.

2.4.4 Distribusi Log Normal 

distribusi log normal digunakan apabila nilai – nilai dari variable random tidak

mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal.

Tabel 2.4. Probabilitas Kumulatif Distribusi Normal Standar

Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2000

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Dalam hal ini fungsi densitas probabilitas ( PDF ) diperoleh dengan melakukan

trasnformasi, yang dalam hal ini digunakan persamaan trasnformasi berikut :

y = ln x

atau

y = log x

parameter dari distribusi log normal adalah rerata dan standar deviasi dari y yaitu µy dan

σy. Dengan menggunakan transformasi tersebut maka

√/

fungsi densitas kumulatif ( CDF ) dapat diturunkan dengan integrasi dari fungsi densitas

probabilitas, yang menghasilkan :

/ ( 2.32 )

dengan F(z) adalah probabilitas kumulatif.

Hitungan distribusi log normal dilakukan dengan menggunakan tabel yang sama

dengan distribusi normal yaitu tabel 2.2. tabel distribusi normal.

Sri Harto ( 1993 ) memberikan sifat – sifat distribusi log normal, berikut :

Nilai kemencengan : Cs = Cv3 + 3Cv

Nilai Kortosis : Ck = Cv8 + 6Cv

6 + 15Cv4 + 16Cv

2 + 3

2.4.5 Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum, seperti

untuk analisis frekuensi banjir. Fungsi densitas kumulatif mempunyai bentuk :

( 2.33 )

dimana :

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

( 2.34 )

√ ( 2.35 )

u = - 0,5772α ( 2.36 )

dengan :

y : faktor reduksi Gumbel

u : modulus dari distribusi ( titik dari densitas probabilitas maksimum )

s : Deviasi Standar

distribusi Gumbel mempunyai sifat bahwa koefisien skewness Cv = 1,1396 dan koefisien

kurtosis Ck = 5,4002.

Penyelesaian dari persamaan 2.36. menghasilkan :

( 2.37 )

Dari persamaan 2.24

( 2.38 )

Subtitusi persamaan 2.38 kedalam persamaan 2.37 menghasilkan :

( 2.39 )

Dari persamaan 2.21 diperoleh :

xT = u + αyT ( 2.40 )

analisis frekuensi dengan menggunakan metode Gumbel juga sering dilakukan dengan

persamaan berikut ini.

x = + Ks ( 2.41 )

dengan K adalah frekuensi faktor yang bisa dihitung dengan persamaan berikut :

y = yn+Kσn ( 2.42 )

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

dengan y adalah faktor reduksi Gumbel seperti diberikan oleh persamaan 2.31, yn dan σn

adalah nilai rerata dan deviasi standar dari variant gumbel, yang nilainya tergantung dari

jumlah data seperti diberikan pada tabel 2.3. nilai yn dan σn fungsi jumlah data.

dari persamaan 2.41 dan 2.42 diperoleh :

( 2.43 )

dan dengan persamaan 2.36 diperoleh :

( 2.44 )

Table 2.5. Nilai yn Dan σn Fungsi Jumlah Data

Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2000

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

2.4.6 Distribusi Log Pearson III

Pearson Telah banyak mengembangkan model matematika fungsi distribusi

untuk membuat persamaan empiris dari suatu distribusi. Ada 12 tipe distribusi pearson,

namun hanya distribusi log Pearson III yang banyak digunakan dalam hidrologi,

terutama dalam analisis data maksimum. Bentuk distribusi log Pearson III merupakan

hasil transformasi dari distribusi Pearson III mempunyai bentuk berikut :

/ ( 2.45 )

dengan β dan γ adalah parameter.

Rerata dari distribusi gamma adalah βγ, varians adalah β2γ, dan kemencengan

adalah 2/(γ)1/2. Persamaan CDF mempunyai bentuk :

Γ γ x e dx ( 2.46 )

Bentuk kumulatif dari distribusi log Pearson III dengan nilai variant X apabila

digambarkan pada kertas probabilitas logaritmik akan membentuk persamaan garis

lurus. Persamaan tersebut mempunyai bentuk berikut :

yT = +Kjsy ( 2.47 )

dengan :

yT : nilai logaritmik dari x dengan priode ulang T

: nilai rerata dari yt

sy : deviasi standar dari yt

Kj : faktor frekuensi, yang merupakan fungsi dari probabilitas ( atau priode ulang ) dan

koefisien kemencengan Csy, yang diberikan dalam tabel 2.4. Nilai KT untuk

distribusi Pearson

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Skew coefficient Cs or Cw

Return Period in Years 2 5 10 25 50 100 200

Exceedence Probability 0.50 0.20 0.10 0.04 0.02 0.01 0.005

3.0 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 2.9 -0.390 0.440 1.195 2.277 3.134 4.013 4.909 2.8 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.973 4.847 2.7 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.093 3.932 4.783 2.6 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.889 4.718 2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 2.4 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.800 4.584 2.3 -0.341 0.555 1.274 2.248 2.997 3.753 4.515 2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 2.1 -0.319 0.592 1.294 2.230 2.942 3.656 4.372 2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 1.9 -0.294 0.627 1.310 2.207 2.881 3.553 4.223 1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 1.7 -0.268 0.660 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069 1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.338 3.990 1.5 -0.240 0.690 1.333 2.146 2.743 3.330 3.910 1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 1.3 -0.210 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745 1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 1.1 -0.180 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575 1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 0.8 -0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891 3.312 0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 0.2 -0.033 0.836 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 0.1 -0.017 0.836 1.292 1.751 2.054 2.326 2.576 0 0 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576

-0.1 0.017 0.846 1.270 0.716 2.000 2.252 2.482 -0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 -0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 -0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 -0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 -0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 -0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 -0.8 0.132 0.856 1.166 1,448 1.606 1.733 1.837 -0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 -1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 -1.1 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 -1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 -1.3 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424 -1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 -1.5 0.240 0.825 1.018 1.157 1.217 1.256 1.282 -1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 -1.7 0.268 0.808 0.970 1.075 1.116 1.140 1.155 -1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 -1.9 0.294 0.788 0.920 0.996 1.023 1.037 1.044

Tabel 2.6. Nilai KT Untuk Distribusi Pearson III

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Skew coefficient Cs or Cw

Return Period in Years 2 5 10 25 50 100 200

Exceedence Probability 0.50 0.20 0.10 0.04 0.02 0.01 0.005

-2.1 0.319 0.765 0.869 0.923 0.939 0.946 0.949 -2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 -2.3 0.341 0.739 0.819 0.855 0.864 0.867 0.869 -2.4 0.351 0.725 0.795 0.823 0.830 0.832 0.833 -2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 -2.6 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 0.769 -2.7 0.376 0.681 0.724 0.738 0.740 0.740 0.741 -2.8 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 -2.9 0.390 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690 -3.0 0.396 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 0.667

Distribusi log Pearson III digunakan apabila parameter statistik Cs dan Ck

mempunyai nilai selain dari parameter statistik untuk distribusi yang lain ( normal, log

normal, Gumbel ). Penggunaan metode log Pearson III dilakukan dengan menggunakan

langkah – langkah berikut ini.

a. Data maksimum tahunan disusun dalam tabel 

b. Hitung nilai logaritma dari data tersebut dengan transformasi 

yi = ln xi  atau  yi = log xi 

c. Hitung nilai rerata  , deviasi standar sy, koefisien kemencengan Csy dari nilai logaritma yi. 

d. Dihitung  nilai  yj  untuk  berbagai  priode  ulang  yang  dikehendaki  dengan  menggunakan 

persamaan 2.47 

e. Hitung xT untuk setiap periode ulang dengan menghitung nilai anti‐lognya : 

xT =arc ln y atau  xT =arc ln y 

Pada setiap perhitungan distribusi diatas memiliki persyaratan – persyaratan yang

harus di penuhi sebagai dasar dalam pemilihan penggunan metode distribusi.

Persyaratan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.5. berikut ini.

Tabel 2.7. Persyaratan Masing – Masing Distribusi

Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2000

Tabel 2.6. Nilai KT Untuk Distribusi Pearson III ( Lanjutan )

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

no Distribusi Persyaratan

1 Normal

(x+s) = 68,27 (x+2s) = 95,44 Cs ≈ 0 Ck ≈ 3

2 Log Normal Cs = Cv3+3Cv Ck = Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3

3 Gumbel Cs = 1,14 Ck = 5,4

4 Log Pearson III Selain Dari nilai Diatas

2.4.7 Analisa Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Dengan kata 

lain bahwa intensitas curah hujan menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang 

memberikan gambaran derasnya hujan perjam. 

Untuk mengelola data curah hujan menjadi intensitas hujan di gunakan cara

statistik dari data pengamatan curah hujan yang terjadi. Dan bila tidak dijumpai data

untuk setiap durasi hujan, maka diperlukan pendekatan secara empiris dengan pedoman

kepada durasi 60 menit ( 1 jam ) dan pada curah hujan harian maksimum yang terjadi

setiap tahun. Cara lain yang lazim digunakan adalah dengan mengambil pola intensitas

hujan untuk kota lain yang mempunyai kondisi yang hampir sama. Untuk mengubah

curah hujan menjadi intensitas hujan dapat digunakan berbagai metode diantaranya:

a. Metoda Van Breen

b. Metoda Hasper Der Weduwen

2.4.8 Metode Van Breen

Sumber : Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo, 2000

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Penurunan rumus yang dilakukan Van Breen didasarkan atas anggapan bahwa lamanya 

durasi hujan yang ada dipulau  jawa terkonsentrasi selama 4  jam dengan hujan efektif sebesar 

90% hujan total selama 24 jam. Persamaan tersebut adalah: 

% ( 2.48 )

Dengan,

I : intensitas hujan (mm/jam)

R24 : curah hujan harian maksimum (mm/24jam)

Dengan persamaan diatas dapat dibuat suatu kurva intensitas durasi hujan dimana

Van Breen mengambil kota Jakarta sebagai kurva basis bentuk kurva IDF. Kurva ini

dapat memberikan kecenderungan bentuk kurva untuk daerah – daerah lain di Indonesia

pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya

intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

,,

( 2.49 )

Dengan,

IT : Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH T pada waktu konsentrasi tc

Tc : waktu konsentrasi (menit)

RT : curah hujan harian maksimum PUH T,(mm/24jam)

2.4.9 Metode Hasper Der Weduwen

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan olen

Hasper dan Der Weduwen. Penurunan rumus diperoleh berdasarkan kecenderungan

curah hujan harian yang dikelompokan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan

dari 1 jam sampai 24 jam. Persamaan yang digunakan adalah:

2< t ≤ 24 ,maka ,

( 2.50 )

0 < t ≤ 2 ,maka ,

( 2.51 )

Dan ( 2.52 )

Dengan,

t : durasi hujan ( menit)

R, Rt : curah hujan menurut Hasper - Der Weduwen

Xt : curah hujan harian maksimumyang terpilih, (mm/ 24jam)

Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper Der Weduwen digunakan rumus

sebagai berikut:

( 2.53 )

Dengan,

I : intensitas hujan ( mm/jam)

R : curah hujan

Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan

perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Cara ini di maksudkan untuk

menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan.

Metoda yang di gunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil.

Adapun caranya sebagai berikut :

a.  Rumus Talbot (1881) 

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan – tetapan a

dan b ditentukan dengan harga – harga yang terukur.

( 2.54 )

Dengan,

I : intensitas hujan ( mm/jam )

t : lamanya hujan ( jam )

a dan b : konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS

. ( 2.55 )

..

( 2.56 )

b. Rumus Ishiguro (1905 ) 

Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih

dari 2 jam.

( 2.57 )

Dengan,

I : intensitas hujan ( mm/jam )

t : lamanya hujan ( jam )

n : konstanta

. ( 2.58 )

. ( 2.59 )

c. Rumus Sherman (1953 ) 

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

√ ( 2.60 )

Dengan,

I : intensitas hujan ( mm/jam )

t : lamanya hujan ( jam )

a dan b : konstanta

√ √.

( 2.61 )

√ √.

( 2.62 )

Dengan,

[ ] : jumlah angka- angka dalam tiap suku

n : banyaknya data.

Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksudkan untuk

menggambarkan persamaan persamaan intensitas hujan wilayah perencanaan yang dapat

di gunakan untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya

kemungkinan terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan

sembarang.

2.5 Biopori

Lubang  resapan  biopori  adalah  lubang  silindris  yang  dibuat  secara  vertikal  kedalam 

tanah  dengan  diameter  10  cm  dan  kedalam  sekitar  80  –  100  cm,  atau  dalam  kasus  tanah 

dengan  permukaan  air  tanah  dangkal,  tidak  sampai  melebihi  kedalaman  muka  air  tanah. 

Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Biopori adalah pori – 

pori berbentuk lubang yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.  

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Gambar 2.10. Biopori

2.5.1 Keunggulan dan manfaat

Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk

mengatasi banjir dengan cara:

a. meningkatkan kapasitas infiltrasi

b. mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca

(CO2 dan Metan)

c. memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan mengatasi masalah

yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit deman berdarah dan malaria.

2.5.2 Meningkatkan kapasitas Infiltrasi

Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, 

setidaknya  sebesar  luas  kolom/  dinding  lubang.  Sebagai  contoh  bila  lubang  dibuat  dengan 

diameter 10cm dan dalam 100 cm maka  luas bidang resapan bertambah sebanyak 7850 cm2 

dengan kata  lain  suatu permukaan  tanah berbentuk  lingkaran dengan diameter 10  cm, yang 

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

semula mempunyai bidang  resapan 78,5  cm2  setelah dibuat  lubang  resapan biopori dengan 

kedalaman 100 cm, luas bidang resapan menjadi 7850 cm2. 

Dengan  adanya  aktivitas  fauna  tanah  pada  lubang  resapan  maka  biopori  akan 

terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena  itu bidang resapan  ini akan 

selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara  luas 

bidang  resapan  dengan  kehadiran  biopori  secara  bersama  –  sama  akan  meningkatkan 

kemampuan dalam meresapkan air. 

2.5.3 Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos

Lubang  resapan  biopori  “  diaktifkan  “  dengan  memberikan  sampah  organik 

kedalamnya.  Sampah  ini  akan  dijadikan  sebagai  sumber  energi  bagi  organisme  tanah  untuk 

melakukan kegiatan melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal 

sebagai  kompos.  Dengan  melalui  proses  seperti  itu  maka  lubang  resapan  biopori  selain 

berfungsi  sebagai  bidang  peresapan  air  juga  sekaligus  berfungsi  sebagai  “pabrik”  pembuat 

kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai 

pupuk organik pada berbagai jenis tanaman. 

2.5.4 Memanfaatkan Fauna Tanah Dan Atau Akar Tanaman

Seperti disebutkan diatas lubang resapan biopori diaktifkan oleh organisme

tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang

selanjutnya akan menciptakan rongga –rongga atau liang – liang didalam tanah yang

akan dijadikan “saluran“ air untuk meresap kedalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan

aktivitas mereka maka rongga – rongga atau liang – liang tersebut akan senantiasa

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

terpeliharadan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap

terjaga tanpa campur tangan langsung dari manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini

tentunya akan sangat menghemat tenaga dan biaya. Kewajiban factor manusia dalam hal

ini adalah memberikan pakan kepada mereka berupa sampah organik pada periode

tertentu. Sampah organik yang dimasukkan kedalam lubang akan menjadi humus dan

tubuh biota dalam tanah, tidak cepat di emisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca;

berarti mengurangi pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.

2.5.5 Jumlah Lubang Resapan Biopori

Jumlah lubang yang perlu dibuat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: 

Jumlah LRB = Qlimpasan /F(t)  ( 2.63 ) 

Bila  lubang  yang  dibuat  berdiameter  10cm  dengan  kedalaman  100cm  maka  setiap  lubang 

mampu menampung  7,8  liter  sampah  organik,  ini  berarti  bahwa  setiap  lubang  dapat  diisi 

dengan sampah organik selama 2 – 3 hari. 

2.6 Pengambilan Sampel

Sampel  adalah  sebagian  dari  populasi. Artinya  tidak  akan  ada  sampel  jika  tidak  ada 

populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang 

dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya  lebih bisa 

dipercaya,  seorang peneliti harus melakukan  sensus. Namun karena  sesuatu hal peneliti bisa 

tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian 

dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.  

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain 

adalah: 

a. populasi  demikian  banyaknya  sehingga  dalam  prakteknya  tidak mungkin  seluruh  elemen 

diteliti 

b. keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia. 

c. Penelitian yang dilakukan  terhadap sampel bisa  lebih  reliabel daripada  terhadap populasi, 

karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental 

para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992) 

d. Jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi 

tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk. 

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam 

artian  masih  bisa  mewakili  karakteristik  populasi,  maka  cara  penarikan  sampelnya  harus 

dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama  teknik sampling atau 

teknik pengambilan sampel. 

    

2.6.1 Syarat Sampel Yang Baik

Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin

karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa

mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat

Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel

tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang

Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan yaitu akurasi atau

ketepatan dan presisi.

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

  

2.6.2 Akurasi atau Ketepatan

Akurasi atau ketepatan, yaitu  tingkat ketidakadaan “bias”  (kekeliruan) dalam  sample. 

Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel 

tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan  adalah populasi.  

Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang 

maksudnya adalah  tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang 

diketahui atau  tidak diketahui,  yang menyebabkan  skor  cenderung mengarah pada  satu  titik 

tertentu.  Sebagai  contoh,  jika  ingin mengetahui  rata‐rata  luas  tanah  suatu  perumahan,  lalu 

yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut  jalan, maka hasil atau skor 

yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara 

sistematis 

 

2.6.3 Presisi

Kriteria  kedua  sampel  yang  baik  adalah  memiliki  tingkat  presisi  estimasi.  Presisi 

mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita  dengan karakteristik populasi. Makin kecil 

tingkat  perbedaan  di  antara  rata‐rata  populasi  dengan  rata‐rata  sampel, maka makin  tinggi 

tingkat presisi sampel tersebut. 

         Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. 

Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat kesalahan – kesalahan, yang 

dikenal dengan nama  “sampling  error” Presisi diukur oleh  simpangan baku  (standard  error). 

Makin  kecil  perbedaan  di  antara  simpangan  baku  yang  diperoleh  dari  sampel  (S)  dengan 

simpangan baku dari populasi (σ), makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, 

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

tingkat  presisi mungkin    bisa meningkat  dengan  cara menambahkan  jumlah  sampel,  karena 

kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). 

2.6.4 Ukuran Sampel

Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting

manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan

analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel

bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau

jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.

Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada  lagi beberapa  faktor 

lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu: 

a. derajat keseragaman 

b. rencana analisis 

c. biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia (Singarimbun dan Effendy, 1989). 

Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel

yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah

sampelnya pun harus banyak.

2.6.5 Teknik-Teknik Pengambilan Sampel

Secara  umum,  ada  dua  jenis  teknik  pengambilan  sampel  yaitu,  sampel  acak  atau 

random  sampling  /  probability  sampling,  dan  sampel  tidak  acak  atau  nonrandom 

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

samping/nonprobability  sampling.  Yang  dimaksud  dengan  random  sampling  adalah  cara 

pengambilan  sampel  yang memberikan  kesempatan  yang  sama untuk diambil  kepada  setiap 

elemen  populasi.  Artinya  jika  elemen  populasinya  ada  100  dan  yang  akan  dijadikan  sampel 

adalah 25, maka  setiap elemen  tersebut mempunyai  kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih 

menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability 

sampling,  setiap elemen populasi  tidak mempunyai kemungkinan yang  sama untuk dijadikan 

sampel.  Lima  elemen  populasi  dipilih  sebagai  sampel  karena  letaknya  dekat  dengan  rumah 

peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih, artinya kemungkinannya 0 (nol). 

Dua  jenis  teknik  pengambilan  sampel  di  atas mempunyai  tujuan  yang  berbeda.  Jika 

peneliti  ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau 

istilahnya  adalah melakukan  generalisasi maka  seharusnya  sampel  representatif  dan  diambil 

secara  acak.  Namun  jika  peneliti  tidak  mempunyai  kemauan  melakukan  generalisasi  hasil 

penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil 

jika  peneliti  tidak  mempunyai  data  pasti  tentang  ukuran  populasi  dan  informasi  lengkap 

tentang setiap elemen populasi. 

Di setiap  jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang  lebih spesifik 

lagi.  Pada  sampel  acak  (random  sampling)  dikenal  dengan  istilah  simple  random  sampling, 

stratified  random  sampling,  cluster  sampling,  systematic  sampling, dan  area  sampling.  Pada 

nonprobability  sampling  dikenal  beberapa  teknik,  antara  lain  adalah  convenience  sampling, 

purposive sampling, quota sampling, snowball sampling. Namun dalam penelitian ini digunakan 

tehnik Area Sampling. 

 

2.6.6 Area Sampling atau Sampel Wilayah

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi

penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah

stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah

mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat.

Prosedurnya :

a. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten,

Kotamadya, Kecamatan, Desa.

b. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel ( Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan,

Desa )

c. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.

d. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.

e. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi

lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Untuk menghitung jumlah sampel wilayah yang dapat mewakili suatu luasan

wilayah maka dibutuhkan persamaan probabilitas sebagai berikut :

100 ( 2.64 )

dimana I : intensitas nilai jelajah nominal

kemudian hitung luasan area sampel dan jumlah titik sampel dengan persamaan berikut

ini :

Luas area contoh = luas area total x I ( 2.65 )

( 2.66 )

Setelah diketahui jumlah titik contoh hitung luas area yang diwakili oleh satu titik

contoh dengan persamaan sebagai berikut

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKAthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2010-1-00601-sp bab 2.pdf · tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan

( 2.67 )

Karena metode perhitungan ini menggunakan garis sistematik yang memanfaatkan

tehnik perputaran seperti gambar 2.11 dibawah ini maka cari jarak antara titik contoh

dan garis titik contoh dengan persamaan dibawah ini.

( 2.68 )

( 2.69 )

Gambar 2.11. Diagram Rencana Garis Sistematik Yang Memanfaatkan Tehnik

Perputaran