bab ii landasan teori a. tinjauan pustaka · 2019. 8. 1. · bab ii landasan teori a. tinjauan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian
a. Tempat Kerja
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan terbuka atau
tertutup, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat
sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air dan di udara (Tarwaka, 2008).
Tempat kerja menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan sesuatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau
berhubungan dengan tempat kerja.
b. Potensi Bahaya
Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan
dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses atau
sistem kerja (Tarwaka, 2008).
6
Di tempat kerja, potensi sebagai sumber risiko khususnya terhadap
keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara
lain :
1) Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya (Hazardous
Substances).
2) Potensi bahaya udara bertekanan (Pressure hazard).
3) Potensi bahaya udara panas (Thermal Hazard).
4) Potensi bahaya kelistrikan (Electrical Hazard).
5) Potensi bahaya mekanik (Mechanical Hazard).
6) Potensi bahaya gravitasi dan akselerasi (Gravitational and
Acceleration Hazard).
7) Potensi bahaya radiasi (Radiation hazard)
8) Potensi bahaya mikrobiologi (Microbiological Hazard).
9) Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi (Vibration and Noise
Hazard)
10) Potensi bahaya ergonomi (Hazard Relating to human factors)
11) Potensi bahaya lingkungan kerja (Enviromental Hazard)
12) Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan
jasa, proses produksi, property, image public, dan lain-lain.
(Tarwaka, 2008)
7
c. Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (2008), menyatakan
bahwa Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang
dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya
(foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita
kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu
penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan
lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau
disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai
massa dan muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan
juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari,
gelombang microwave, radar dan handphone.
Gambar 1. Radiasi pengion dan non-pengion
Sumber : Ensiklopedi BATAN, 2008
8
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion
dan radiasi non-pengion (BATAN, 2008).
1) Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan
proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila
berinteraksi dengan materi. Jenis radiasi pengion adalah partikel
alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap
jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi
pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma
(γ), sinar-X dan partikel neutron (BATAN, 2008).
2) Radiasi Non-Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan
menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi.
Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.
Jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio
(yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan
televisi), gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave
oven dan transmisi seluler handphone), sinar inframerah (yang
memberikan energi dalam bentuk panas), cahaya tampak (yang
bisa kita lihat), dan sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari)
(BATAN, 2008).
Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung
pada kriteria penggunaannya, yaitu (BATAN, 2008) :
9
1) Satuan untuk Paparan Radiasi
Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen, atau
sering disingkat dengan R, satuan Rontgen adalah suatu satuan
yang menunjukkan besarnya intensitas sinar-X atau sinar gamma
yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu.
Satuan Rontgen penggunaannya terbatas untuk mengetahui
besarnya paparan radiasi sinar-X atau sinar gamma di udara.
Satuan Rontgen belum bisa digunakan untuk mengetahui
besarnya paparan yang diterima oleh suatu medium, khususnya
oleh jaringan kulit manusia.
2) Satuan Dosis Absorbsi Medium
Radiasi pengion yang mengenai medium akan menyerahkan
energinya kepada medium. Dalam hal ini medium menyerap
radiasi. Mengetahui banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu
medium digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation
Absorbed Dose yang disingkat Rad. Jadi dosis absorbsi
merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi
pengion kepada medium. Dalam satuan SI, satuan dosis radiasi
serap disebut dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy
sama dengan energi yang diberikan kepada medium sebesar 1
Joule/kg. Dengan demikian maka, 1 Gy = 100 Rad.
Hubungan antara Rontgen dengan Gray adalah :
1 R = 0,00869 Gy
10
3) Satuan Dosis Ekuivalen
Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan
berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia atau
sistem biologis lainnya. Dosis ekuivalen ini semula berasal dari
pengertian Rontgen Equivalen Of Man atau disingkat dengan Rem
yang kemudian menjadi nama satuan untuk dosis ekuivalen.
Hubungan antara dosis ekuivalen dengan dosis absobrsi dan
quality faktor adalah sebagai berikut :
Dosis ekuivalen (Rem) = Dosis serap (Rad) X Q
Dosis ekuivalen dalam satuan SI mempunyai satuan Sievert
yang disingkat dengan Sv. Hubungan antara Sievert dengan Gray
dan Quality adalah sebagai berikut :
Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q
Berdasarkan perhitungan :
1 Gy = 100 Rad, maka 1 Sv = 100 Rem.
United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah
satu sumber informasi resmi yang dijadikan standar di beberapa negara
untuk penetapan garis pedoman pada proteksi radiasi. NRC telah
menyatakan bahwa dosis individu terpapar radiasi maksimal adalah
0.05 Sv atau 5 rem/tahun. Walaupun NRC adalah badan resmi yang
berkenaan dengan batas pencahayaan ionisasi radiasi, namun ada
kelompok lain yang juga merekomendasikan hal serupa. Salah satu
kelompok tersebut adalah National Council on Radiation Protection
11
(NCRP), yang merupakan kelompok ilmuwan pemerintah yang rutin
mengadakan pertemuan untuk membahas riset radiasi terbaru dan
mengupdate rekomendasi mengenai keamanan radiasi. Menurut NCRP
(2009), tujuan dari proteksi radiasi adalah :
1) Mencegah radiasi klinis yang penting, dengan mengikuti batas
dosis minimum yang tidak melebihi 50 mSv (5 rem) per tahun.
2) Membatasi resiko terhadap kanker dan efek kelainan turunan pada
masyarakat.
Maximum Allowable Dose Index (MADI) menyatakan bahwa dosis
maksimum yang diijinkan adalah jumlah maksimum penyerapan radiasi
yang sampai pada seluruh tubuh individu, atau sebagai dosis spesifik
pada organ tertentu yang masih dipertimbangkan aman. Aman dalam
hal ini berarti tidak adanya bukti bahwa individu mendapatkan dosis
maksimal yang telah ditetapkan, dimana cepat atau lambat efek radiasi
tersebut dapat membahayakan tubuh secara keseluruhan atau bagian
tertentu.
d. Efek Radiasi Pengion Terhadap Tubuh Manusia
Radiasi pengion adalah radiasi radiasi yang mampu menimbulkan
ionisasi pada suatu bahan yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan
adanya penyerapan tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena
radiasi. Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari
jumlah tenaga radiasi yang diserap oleh bahan (BATAN, 2008).
12
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik.
Sel genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-
laki, sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam
tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas
efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah
efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan
radiasi. Sedangkan, efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan
oleh individu yang terpapar radiasi (BATAN, 2008).
Ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi),
efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek
deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat
paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi
sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada sel (BATAN, 2008).
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah
sterilitas atau kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan
mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan
mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan dihasilkan. Dosis radiasi
0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas yang bersifat
sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah
sel sperma selama beberapa minggu. Pengaruh radiasi pada sel telur
sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif
terhadap radiasi karena semakin sedikit sel telur yang masih tersisa
13
dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopuse
dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi
(BATAN, 2008).
Dosis ambang sterilitas menurut International Commission on
Radiological Protection (ICRP) 60 adalah 2,5 – 6 Gy. Pada usia yang
lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih
tinggi yaitu mencapai 12 – 15 Gy.
e. Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang
berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau
sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan
yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi. Keselamatan radiasi
adalah bagian dari keselamatan secara keseluruhan. Terminologi
keselamatan radiasi dan proteksi radiasi sering digunakan secara
bersamaan. Proteksi radiasi berhubungan dengan pembatasan dosis
radiasi sedangkan keselamatan radiasi berhubungan dengan mengurangi
potensi kecelakaan radiasi. Menurut PP No. 33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif,
keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi
pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi,
sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat papaparan radiasi.
14
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan
Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif menyatakan bahwa
Petugas Proteksi Radiasi (PPR) adalah petugas yang ditunjuk oleh
Pemegang Izin dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan
perkerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi.
Pengelompokan sumber radioaktif berdasarkan sumber radiasi,
pemancar partikel, dan aktivitas yang telah dikategorisasikan tercantum
dalam lampiran 1.
Dari Lampiran 1, maka sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan
Kepala BAPETEN No. 6 Tahun 2015 tentang Keamanan Sumber
Radioaktif untuk Kegiatan Well Logging PT. Halliburton Indonesia
disusun berdasarkan :
1) Kelompok Keamanan B
2) Kategorisasi Sumber 3
3) Jenis Pemanfaatan Gauging untuk Well Logging
f. Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) No.
5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat
Radioaktif untuk Well Logging, menyatakan bahwa Program Proteksi
dan Keselamatan Radiasi tidak perlu disetujui oleh Kepala BAPETEN
sebagaimana salah satu persyaratan izin dalam hal keselamatan radiasi.
Oleh karena itu, Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi sangat
terbuka untuk dikembangkan secara periodik sesuai situasi dan kondisi
15
baik atas inisiatif pihak pengguna sendiri maupun berdasarkan masukan
yang disampaikan oleh BAPETEN, antara lain melalui inspektur pada
saat pelaksanaan inspeksi.
Perka BAPETEN No. 1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan
Penaggulangan Kedaruratan Nuklir menyatakan bahwa, keselamatan
radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien,
pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.
Sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
Paparan radiasi merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh
manusia atau materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi
interna maupun eksterna.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi:
1) Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.
2) Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan
dosis radiasi yang diterima organ/jaringan.
3) Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan.
4) Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan
sebagainya untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di
tempat kerja maupun lingkungan.
Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1) Proteksi radiasi kerja yang merupakan perlindungan pekerja.
2) Proteksi radiasi medis yang merupakan perlindungan pasien dan
16
pekerja radiasi.
3) Proteksi radiasi masyarakat yang merupakan perlindungan
individu, anggota masyarakat dan penduduk secara keseluruhan.
Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan
bahaya radiasi adalah:
1) Meniadakan bahaya radiasi dengan mentaati dan melaksanakan
peraturan proteksi radiasi.
2) Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia dengan merancang
tempat kerja dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang
baik serta penahan radiasi yang memadai sehingga kondisi kerja
dan lingkungannya aman.
3) Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi yang memerlukan
pemonitoran dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja
radiasi maupun lingkungannya.
g. Tujuan Umum Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Tujuan Umum Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah
menunjukkan tanggung jawab manajemen untuk Proteksi dan
Keselamatan Radiasi melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan,
prosedur, dan susunan rencana organisasi yang sesuai dengan sifat dan
tingkat risiko (Perka BAPETEN No. 5 Tahun 2009).
Proteksi radiasi dimaksudkan agar seseorang menerima atau
terkena dosis radiasi sekecil mungkin. Falsafah baru tentang proteksi
muncul dengan diterbitkannya Publikasi ICRP No. 26 Tahun 1977.
17
Adapun tujuan utama dari proteksi radiasi adalah:
1) Mencegah terjadinya efek non stokastik (deterministik) yang
membahayakan.
2) Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang
cukup rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan
lingkungan di sekitarnya.
Efek stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya
merupakan akibat dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa
suatu nilai ambang, sedangkan efek deterministik adalah efek yang
tingkat keparahannya tergantung pada dosis radiasi yang diterima dan
memerlukan suatu nilai ambang. Efek negatif ini disebut efek somatik
apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek
genetik apabila dialami oleh keturunannya.
Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah
menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan
struktur manajemen, kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan sifat
dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, dokumen
program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi salah satu topik
diskusi antara tim inspeksi dengan Pemegang Izin, Petugas Proteksi
Radiasi (PPR) dan petugas terkait radiasi lainnya.
International Atomic Energy Agency (IAEA) tidak menggunakan
terminologi prinsip atau asas proteksi radiasi (Radition Protection
Principle) dalam BSS No. 115 tetapi dengan terminologi persyaratan.
18
Pemahaman ini diuraikan dalam BSS pada bagian ke dua, Persyaratan
untuk Pemanfaatan (Requirement for Practices), salah satu unsurnya
adalah Persyaratan Proteksi Radiasi (Radiation Protection
Requirements) yang harus berurutan, sebagai berikut :
1) Justifikasi Pemanfaatan
Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi
antara manfaat dan risiko, dalam hal ini manfaat harus lebih besar
dari risiko. Jenis pemanfaatan yang telah dijustifikasi inilah yang
diberi otorisasi oleh Badan Pengawas (BP) tiap negara anggota.
Namun demikian tidak ada yang absolut atau mutlak, artinya
semuanya dinamis, dapat berubah, dalam konteks sains nuklir,
hari kemarin dan pada saat ini adalah justifikasi (justify) tetapi
besok dan lusa dapat menjadi tidak justifikasi atau dilarang (not
justify or unjustified).
2) Limitasi Dosis
Limitasi dosis yang diberlakukan untuk paparan kerja
(occupational exposure) dan paparan masyarakat (public
exposure) melalui penerapan Nilai Batas Dosis (NBD). Harus
diingat bahwa Limitasi Dosis tidak berlaku untuk paparan medik
(medical exposure) dan paparan yang berasal dari alam.
3) Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi yang harus
diupayakan agar besarnya dosis yang diterima serendah mungkin
19
atau disebut As Low As Reasonably Achievable (ALARA) dengan
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Namun demikian,
dalam penerapan Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
harus juga mempertimbangkan:
a. Pembatas Dosis (Dose Constraint), dan
b. Tingkat Panduan (Guidance Level for Medical Exposure).
2. Organisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
International Commision Radiological Protection (ICRP) adalah
organisasi ilmiah non pemerintah yang dibentuk tahun 1928 dan yang
kompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi
radiasi. ICRP pertama kali menerbitkan publikasinya tahun 1928 yang
awalnya hanya memberikan perhatian pada penggunaan radiasi dalam
bidang medik dan selanjutnya berkembang mencakup kegiatan nuklir
lainnya. Rekomendasi ICRP membentuk dasar standar proteksi radiasi ke
seluruh dunia, meskipun ICRP bukan suatu badan pengawas maupun bukan
standar nasional dan internasional.
IAEA adalah salah satu badan yang berada di bawah Persatuan Bangsa-
Bangsa-PBB (United Nations-UN), dibentuk tahun 1957 dan memiliki
kewenangan khusus mengenai pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir oleh
negara-negara anggota. Tujuan dibentuk IAEA secara legal adalah
mempercepat dan memperluas penggunaan tenaga atom untuk perdamaian,
kesehatan dan kesejahteraan di seluruh dunia.
20
IAEA menerbitkan dokumen dalam berbagai jenis sebagai Standar
Keselamatan Nuklir (Nuclear Safety Standards) yang terdiri dari 3 (tiga)
kategori sebagai berikut:
a. Safety Fundamentals dengan warna sampul putih;
b. Safety Requirements dengan warna sampul merah; dan
c. Safety Guides dengan warna sampul hijau.
Publikasi IAEA sebagai dokumen dasar yang menjelaskan secara rinci
mengenai Program P & KR, antara lain:
a. Safety Guide, No. RS-G-1.1, 1999.
b. TECDOC No. 1113, 1999.
c. TECDOC No. XXX, Radiation Safety in Radiotherapy, May 2000.
Selain dokumen tersebut, dokumen lain juga masih ada berupa
dokumen teknis (technical document – TECDOC). Salah satu dokumen
IAEA yang paling tersohor saat ini adalah BSS No. 115 yang diadopsi dari
rekomendasi ICRP No. 60. IAEA merekomendasikan agar tiap negara
anggota IAEA mengikuti BSS No.115 supaya ketentuan keselamatan tiap
negara anggota menjadi standar dan harmonis secara internasional.
Berdasarkan Peraturan kepala BAPETEN No. 5 Tahun 2009 tentang
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well
Logging, menyatakan bahwa pemegang izin wajib melaksanakan
persyaratan manajemen yang meliputi penanggung jawab keselamatan
radiasi, pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi, dan personil yang terkait
dengan penggunaan peralatan well logging.
21
3. Fasilitas dan Perlengkapan Proteksi Radiasi
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2014 tentang
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri,
fasilitas proteksi radiasi terbagi menjadi 2 yaitu, sebagai berikut :
a. Fasilitas terbuka
Adalah tempat kegiatan radiografi industri dengan peralatan
radiografi tidak terpasang secara tetap dimana zat radioaktif dan/atau
pembangkit radiasi pengion dapat dicapai dari berbagai akses
b. Fasilitas tertutup
Adalah kegiatan radiografi industri dengan peralatan radiografi
terpasang tetap di mana zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi
pengion hanya dapat dicapai melalui suatu akses berupa pintu
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2014 tentang
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri
menyatakan tempat penyimpanan peralatan radiografi dengan zat radioaktif
harus didesain dengan memenuhi persyaratan berikut :
a. Diberi pembatas yang kuat dan terkunci.
b. Tingkat radiasi di luar tempat penyimpanan tidak boleh melebihi 0,5
µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam).
c. Memperhitungkan jumlah zat radioaktif.
d. Monitoring pemantauan oleh Petugas Proteksi Radiasi.
e. Dilengkapi plakat yang berisi informasi tentang,
1) Nama personil yang harus dihubungi, dan
22
2) Nomor telepon.
f. Diberi tanda radiasi yang jelas, dan
g. Tidak boleh berada di :
1) Dekat bahan peledak, bahan yang mudah terbakar, dan bahan
yang dapat menyebabkan karat.
2) Daerah rawan banjir atau potensi bahaya lainnya yang dapat
merusak tempat penyimpanan serta isinya, atau
3) Dekat tempat umum atau tempat keramaian masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 5 Tahun 2009 tentang
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well
Logging, menyatakan peralatan well logging adalah peralatan yang
digunakan dalam kegiatan well logging di bidang industri dan peralatan
tersebut harus sessuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar
lain yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium yang
terakreditasi.
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 5 Tahun 2009 tentang
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well
Logging, menyatakan perlengkapan yang digunakan juga harus berfungsi
dengan baik sesuai dengan jenis sumber dan energi yang digunakan yaitu
meliputi :
a. Peralatan pemantau tingkat radiasi dan/atau kontaminasi radioaktif di
daerah kerja, adapun peralatan pemantauan radiasi (surveymeter)
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
23
1) Respon energi yang sesuai dengan energi peralatan well logging
yang digunakan
2) Rentang pengukuran yang cukup dengan tingkat radiasi yang
diukur, dan
3) Terkalibrasi
b. Peralatan pemantau dosis perorangan
c. Peralatan pemantau radioaktivittas lingkungan, dan/atau
d. Peralatan protektif radiasi paling kurang meliputi :
1) Kendaraan pengangkutan
2) Tang penjepit bertangkai dengan panjang paling kurang 1 (satu)
meter.
3) Lempeng Pb atau perisai radiasi lain yang setara dengan ukuran
yang memadai.
4) Tanda radiasi.
4. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Perka BAPETEN No. 6 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi
dalam Penggunaan Zat Radioaktif dan Pesawat Sinar-X untuk Peralatan
Gauging, menyatakan pemegang izin wajib membuat prosedur untuk
memudahkan konsultasi dan kerja sama antar semua pihak yang terkait
dengan keselamatan radiasi, termasuk didalamnya prosedur rencana
penanggulangan keadaan darurat.
24
5. Rencana Tanggap Darurat
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan
pihak yang terancam bencana.
Peraturan Kepala BAPETEN No. 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan
Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri, menyatakan
prosedur rencana penanggulangan keadaan darurat paling kurang meliputi :
a. Kejadian dan kecelakaan radiasi yang dapat diprediksikan dan tindakan
untuk mengatasinya.
b. Orang yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan kedaruratan.
c. Tanggung jawab tiap personil dalam prosedur kedaruratan.
d. Alat dan perlengkapan untuk melaksanakan penanggulangan
kedaruratan.
e. Pelatihan dan penyegaran secara periodik.
f. Sistem perekaman dan pelaporan, dan
g. Prosedur penanggulangan keadaan darurat atas kejadian.
25
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tempat Kerja
Sumber Radioaktif
Radiasi
Halliburton
Management System
HMS
Perka
BAPETEN
Terkendali
PP RI No. 33
Tahun 2007