bab ii kajian pustaka 2.1 tinjauan mutakhir (state of the ... ii.pdf · dalam banyak persoalan –...

30
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah akan dijadikan sebagai acuan (referensi) dalam pengembangan pembahasan pada tugas akhir ini. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menentukan batasan batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Adapun beberapa tinjauan mutakhir dari referensi penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penelitian tentang Pengaruh Pemasangan Kawat Tanah dan Arrester untuk Melindungi Saluran Distribusi Tegangan Menengah Akibat Surja Petir yang dilakukan oleh Adi Rusmana pada tahun 2013 dengan hasil yaitu setelah pemasangan kawat tanah dan arrester gangguan yang terjadi mengalami penurunan jumlah gangguan sebesar 58% , sehingga kontruksi tersebut dapat di katakan berhasil menurunkan jumlah gangguan petir sehingga dapat di aplikasikan pada system penyulang yang sering mengalami gangguan akibat surja petir. Beda kontruksi dudukan kawat tanah yang ada pada penyulang serangan mempengaruhi efektifitas perlindungan kawat fasa akibat adanya sambaran petir. 2. Penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Pemasangan Kawat Tanah Akibat Gangguan Surja Petir Pada Penyulang 20 kV yang dilakukan oleh Harry Sukmawan pada tahun 2013 dengan hasil yaitu setelah pemasangan kawat tanah pada penyulang Kerambitan, terjadi penurunan gangguan penyulang akibat sambaran petir menjadi 4 kali, kemudian penurunan SAIDI, penekanan SAIFI dan penyelamatan kWh serta rupiah terselamatkan.

Upload: truongkiet

Post on 23-Apr-2018

233 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review)

Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan

menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya terkait dengan kawat tanah pada jaringan distribusi

tegangan menengah akan dijadikan sebagai acuan (referensi) dalam

pengembangan pembahasan pada tugas akhir ini. Hal ini dilakukan bertujuan

untuk menentukan batasan – batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian

ini. Adapun beberapa tinjauan mutakhir dari referensi penelitian tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian tentang Pengaruh Pemasangan Kawat Tanah dan Arrester untuk

Melindungi Saluran Distribusi Tegangan Menengah Akibat Surja Petir yang

dilakukan oleh Adi Rusmana pada tahun 2013 dengan hasil yaitu setelah

pemasangan kawat tanah dan arrester gangguan yang terjadi mengalami

penurunan jumlah gangguan sebesar 58% , sehingga kontruksi tersebut dapat

di katakan berhasil menurunkan jumlah gangguan petir sehingga dapat di

aplikasikan pada system penyulang yang sering mengalami gangguan akibat

surja petir. Beda kontruksi dudukan kawat tanah yang ada pada penyulang

serangan mempengaruhi efektifitas perlindungan kawat fasa akibat adanya

sambaran petir.

2. Penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Pemasangan Kawat Tanah Akibat

Gangguan Surja Petir Pada Penyulang 20 kV yang dilakukan oleh Harry

Sukmawan pada tahun 2013 dengan hasil yaitu setelah pemasangan kawat

tanah pada penyulang Kerambitan, terjadi penurunan gangguan penyulang

akibat sambaran petir menjadi 4 kali, kemudian penurunan SAIDI, penekanan

SAIFI dan penyelamatan kWh serta rupiah terselamatkan.

7

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Gelombang Berjalan

Sampai saat ini sebab – sebab dari gelombang berjalan yang telah diketahui

ialah (Hutauruk, 1991):

a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat

b. Sambaran kilat tidak langsung pada kawat (induksi)

c. Operasi pemutusan (switching operations)

d. Busur tanah (arching grounds)

e. Gangguan – gangguan pada oleh berbagai kesalahan

f. Tegangan mantap sistem.

Semua macam sebab – sebab ini menimbulkan surja pada kawat yaitu surja

tegangan dan surja arus. Dari sudur energy dapat dikatakan bahwa surja pada

kawat disebabkan oleh penyuntikan energy secara tiba – tiba pada kawat.

Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari konstanta – konstanta

kawat. Pada kawat diudara, kecepatan merambat ini kira – kira 300 meter per

mikrodetik jadi sama dengan kecepatan cahaya. Pada kabel tanah kira-kira 150

meter per mikrodetik. Bila gelombang mencapai titik peralihan atau diskontinuitas

akan terjadi perubahan pada gelombang tersebut sehingga terdapat sedikit

perbedaan dengan gelombang asal.

Gambar 2.1 Bentuk dan spesifikasi gelombang berjalan

(Sumber : Hutauruk, 1991)

8

Spesifikasi dari gelombang berjalan :

a. Puncak gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari gelombang

b. Muka Gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai

puncak. Dalam hal ini diambil dari 30% E sampai 90% E, Ekor

gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak

c. Panjang gelombang , t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai

titik 50% pada ekor gelombang .

d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negative

Suatu gelombang berjalan dinyatakan sebagai :

Untuk menentukan berapa waktu yang dibutuhkan oleh suatu gelombang berjalan

merambatkan gelombang tersebut maka berdasarkan waktu dan cepat rambat dari

gelombang tersebut dimana digunakan rumus :

Dimana : = waktu untuk merambatkan gelombang berjalan

= jarak gelombang dirambatkan

= cepat rambat gelombang berjalan (3 x 108 m/detik)

2.2.2 Pantulan Pada Gelombang Berjalan

Bila gelombang berjalan menemui titik peralihan, misalnya : hubungan

terbuka, hubungan singkat atau perubahan impedansi; maka sebagian gelombang

itu akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan kebagian lain dari titik

tersebut. Pada titik peralihan itu sendiri, besar tegangan dan arus dapat dari 0

sampai 2 x besar tegangan gelombang datang.

Gelombang yang datang dinamakan gelombang datang atau “incident wave”

dan kedua gelombang lain yang timbul karena titik peralihan itu dinamakan

gelombang pantulan “reflected wave” dan gelombang terusan “transmitted wave”.

9

Gambar 2.2 Perubahan impedansi pada titik peralihan

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Keterangan gambar :

= gelombang datang atau “incident wave”

= gelombang pantulan atau “reflected wave”

= gelombang terusan atau “transmitted wave”

Misalkan sebuah gelombang datang merambat pada saluran dengan impedansi

surja dan menemui titik peralihan T, dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Gelombang berjalan pada titik peralihan

(Sumber : Hutauruk, 1991)

10

Bila gelombang datang mencapai titik peralihan, sebagian akan

dipantulkan yaitu dan sebagian lagi akan diteruskan, yaitu

pada kawat .

Keterangan gambar :

= tegangan pada titik sambungan J

= tegangan pada titik peralihan T

= impedansi seri pada saluran k

= impedansi di belakang titik sambungan J

= impedansi di belakang titik peralihan T

= impedansi surja saluran k

Misalkan titik peralihan itu sebagai pusat koordinat dan simisalkan pula semua

kawat – kawat ideal maka terdapat hubungan – hubungan :

gelombang datang :

gelombang pantulan :

gelombang terusan :

jumlah gelombang tegangan dan arus pada titik peralihan yaitu :

Gelombang tegangan pantulan ( ) adalah :

Sehingga menjadi :

Maka tegangan total menjadi :

Gelombang arus pantulan ( ) adalah :

11

Maka arus total menjadi :

Dimana :

Impedansi di belakang titik peralihan :

Maka :

Sehingga untuk menentukan tegangan pada titik sambungan yaitu :

Arus melalui impedansi shunt pada gambar 2.3 yaitu :

Arus dan tegangan yang diteruskan pada kawat k, dimana dari

persamaan 2.14 maka :

12

2.2.2.1 Kawat ditutup dengan tahanan

Gambar 2.4 Kawat ditutup dengan Tahanan

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Dimana :

Akan ditinjau 3 keadaan khusus ;

a.

pantulan tegangan positif

pantulan arus negative

b.

, tidak ada pantulan tegangan

, tidak ada pantulan arus

c.

, pantulan tegangan negative

13

, pantulan arus positif

2.2.3 Pantulan Berulang dan Diagram Tangga

Dalam banyak persoalan – persoalan penting seperti halnya pada teori

pengaruh – pengaruh sepotong kabel, kawat tanah, penangkap petir atau arrester

perlu diperhatikan pantulan berulang dari gelombang berjalan. Sering kali sangat

sulit untuk mengikuti jejak dari begitu banyak gelombang yang disebabkan oleh

pantulan berulang itu. Oleh sebab itu untuk dapat mengikuti jejak gelombang -

gelombang itu pada setiap saat diperlukan diagram tangga (lattice diagram) atau

disebut diagram waktu-ruang. Dengan diagram tangga ini dapat melihat posisi dan

arah gerak dari tiap – tiap gelombang datang, gelombang pantulan dan gelombang

terusan pada sistem itu pada setiap saat (Hutauruk,1991).

2.2.3.1 Diagram tangga

Pada gambar 2.5 menggambarkan suatu kawat yang diketanahkan di titik

1,2 dan 3. Gelombang datang dimisalkan dari kiri. Setelah menemui titik 1

sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Gelombang yang diteruskan

mencapai titik 2 dan disini sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Hal

yang sama terjadi juga pada titik 3 dan titik selanjutnya. Sirkuit – sirkuit antara

titik sambungan dapat merupakan kawat udara atau kabel yang mempunyai

impedansi surja, kecepatan merambat dan redaman yang berbeda

(Hutauruk,1991).

14

Gambar 2.5 Diagram tangga

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Pada gambar 2.5 diketahui bahwa :

= operator pantulan untuk gelombang yang datang dari kiri

= operator pantulan untuk gelombang yang datang dari kanan

= operator terusan untuk gelombang yang datang dari kiri

= operator terusan untuk gelombang yang datang dari kanan

= konstanta redaman

= titik – titik sambungan

15

Untuk membuat diagram tangga untuk gelombang berjalan maka harus

mengikuti konstruksi dari diagram tangga yaitu :

a. Letakkan titik – titik sambungan menurut skala sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan untuk melalui tiap seksi

b. Pilihlah skala waktu vertical sebelah kiri dari diagram itu

c. Lukislah jalannya gelombang itu secara diagonal

Keuntungan dari pemilihan panjang seksi yang disesuaikan dengan waktu

yang diperlukan oleh gelombang melalui seksi itu ialah semua diagonal

mempunyai kemiringan (slope) yang sama.

Dari diagram tangga itu dapat dilihat :

a. Semua gelombang menurun dalam perambatannya

b. Posisi dari suatu gelombang pada saat tertentu diberikan oleh skala waktu

vertical

c. Jumlah tegangan pada tiap titik pada waktu tertentu ialah superposisi dari

semua gelombang yang telah sampai pada titik itu pada saat tertentu

d. Asal mula tiap gelombang dapat dicari dengan mudah yaitu dari mana

datangnya dan gelombang mana yang berkomposisi dengannya

e. Dengan diikutsertakannya redaman dapat dihitung berapa turunan

gelombang dalam perambatannya tiap seksi.

2.2.4 Teori Kawat Tanah

Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire adalah kawat – kawat pada

saluran transmisi yang ditempatkan diatas kawat fasa. Efisiensi perlindungan

bertambah bila kawat tanah semakin dekat kawat fasa. Untuk sambaran langsung

kawat tanah melindungi kawat fasa, dan untuk memperoleh perisai yang baik

kedudukan kawat tanah harus memenuhi beberapa persyaratan penting yaitu

(Hutauruk, 1991) :

a. Jarak kawat tanah di atas kaway fasa diatur sedemikian rupa agar dapat

mencegah sambaran langsung pada kawat – kawat fasa.

b. Pada tengan gawang (mid span) kawat tanah harus mempunyai jarak yang

cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api samping

16

(side flashover) selama waktu yang diperlukan untuk gelombang pantulan

negative dari menara kembali ketengah gawang, dan ini akan mengurangi

tegangan pada tengah gawang.

c. Tahanan kaki menara harus cukup rendah untuk membatasi tegangan pada

isolator agar tidak terjadi lompatan api pada isolator.

2.2.4.1 Sambaran langsung pada menara

Bila sambaran kilat mengenai menara transmisi, arus yang besar mengalir

ke tanah dan sepasang gelombang berjalan merambat pada kawat tanah.

Gambar 2.6 Gelombang Berjalan pada Kawat Tanah yang disebabkan oleh Kilat

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Gelombang e1 merambat pada kawat tanah dan gelombang induksi ek merambat

pada kawat fasa. Misalkan :

Z = impedansi surja dari kanal kilat

Z11 = impedansi surja sendiri dari kawat tanah ekivalen

Zkk = impedansi surja sendiri kawat fasa k

Z1k = impedansi surja bersaman antara kawat tanah ekivalen dengan kawat

fasa k

e = gelombang datang dari sambaran kilat

e’ = gelombang pantulan pada kanal sambaran kilat

17

e1 = gelombang datang pada kawat tanah

ek = gelombang datang pada kawat fasa k

R = tahanan kaki menara

i = arus petir yang menyambar kawat tanah

I = arus menara

Untuk menentukan besar gelombang surja yang menyambar kawat tanah maka

digunakan rumus :

Sehingga besar gelombang surja yang melalui kawat tanah serta untuk

menentukan besarnya arus pada menara maka digunakan rumus 2.21 dan 2.22.

Bila hanya ada satu kawat tanah, atau m kawat tanah diganti satu kawat tanah

ekivalen seperti gambar 2.6 sehingga untuk menentukan besar gelombang

pantulan maka dapat digunakan rumus 2.23 dan 2.24.

Gambar 2.7 Suatu kawat diketanahkan dengan tahanan R

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Dan

18

Jadi seluruh gelombang pantulan dan terusan hanya tergantung dari . Bila

gelombang mula mencapai menara yang lain, gelombang surja akan dipantulkan

dan diteruskan menurut persamaan 2.23 dan 2.24. Gelombang pantulan yang

sampai ke menara pertama dari titik pantulan, dipantulkan kembali dan proses ini

akan terjadi berulang – ulang seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.8 Gelombang pantulan dan terusan pada kawat tanah

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Gelombang pantulan yang datang dari kanan ke menara 1 adalah dan

dipantulkan pada menara tersebut. Koefisien pantulan dapat diperoleh dengan

memparalelkan Z, R dan untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen dari gambar 2.7 untuk gelombang pantulan dari kanan

(Sumber : Hutauruk, 1991)

19

Koefisien pantulan adalah :

Koefisien terusan pada menara 1 adalah :

Jadi gelombang yang merambat ke kanan (atau ke kiri) dari menara 1

merupakan superposisi dari gelombang pantulan dan gelombang terusan pada

menara 1 adalah :

Bila diperhatikan terlihat bahwa hasil yang sama akan diperoleh bila kanal

kilat tersebut dimisalkan mempunyai impedansi surja 2Z, menara pertama

diketanahkan melalui tahanan 2R dan kawat fasa serta kawat tanah hanya menuju

ke satu jurusan dari menara 1 dapat dilihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen gelombang berjalan pada gambar 2.6

(Sumber : Hutauruk, 1991)

2.2.4.2 Pengaruh tahanan kaki menara dan bentuk gelombang

Tahanan kaki menara yang rendah mempunyai lima keuntungan yaitu

(Hutauruk, 1991) :

a. mengurangi tegangan kawat tanah

b. mengurangi tegangan kawat fasa

20

c. mengurangi tegangan pada isolator

d. membatasi gangguan pada jarak yang kecil

e. memperpendek lama terjadinya tegangan yang berbahaya

Gangguan yang disebabkan oleh sambaran langsung yang mempengaruhi

kawat tanah bukanlah suatu gelombang sederhana yang dirambatkan sepanjang

transmisi, melainkan gelombang yang besar yang ditimbulkan oleh pantulan

berulang, dan ini harus dibatasi pada jarak yang pendek serta harus cepat dibatasi.

Makin panjang muka gelombang serta makin rendah tegangannya akan

menyebabkan gelombang pantulan yang timbul telah mulai memperkecil

gelombang datang.

2.2.4.3 Sambaran pada tengah gawang (Midspan)

Bila kilat menyambar kawat pada pertengahan gawang dimana R = dan

lompatan api tidak terjadi maka ditentukan dengan persamaan :

Tegangan – tegangan tersebut tetap ada sampai berkurang oleh gelombang –

gelombang pantulan dari menara – menara berikutnya. Bila panjang gawang

dalam mikro-detik adalah T, maka waktu tersebut harus dilampaui sebelum

pengurangan terjadi. Selama itu lompatan api antara kawat tanah dan kawat fasa

harus cukup jauh sehingga tegangan percik tidak tercapai sebelum gelombang

pantulan tiba yang akan mengurangi tegangan pada pertengahan gawang.

2.2.5 Konstruksi Kawat Tanah pada Saluran Udara Tegangan Menengah

Kawat tanah adalah kawat untuk melindungi kawat fasa dari sambaran petir.

Kawat ini dipasang diatas kawat fasa dengan sudut perlindungan yang sekecil

mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas kawat. Namun jika petir

menyambar dari samping maka akan mengakibatkan kawat fasa tersambar dan

menyebabkan gangguan. Pemasangan kawat tanah dilakukan dengan berbagai

cara. Pada tiang ukuran 14 meter, ground wire dapat langsung dipasang pada

ujung tiang. Namun pada tiang ukuran 9 sampai dengan 13 meter, digunakanlah

berbagai alternatif pemasangan ground wire.

21

Gambar 2.11 Konstruksi dudukan kawat tanah type simetris model segitiga

(Sumber : PT PLN (Persero) Area Bali Selatan, 2011)

Material yang digunakan untuk pembuatan konstruksi dudukan kawat tanah

tersebut adalah besi galvanis. Panjang besi galvanis yang diperlukan yaitu 360 cm

dan kemudian besi galvanis tersebut dibentuk sedemikian rupa, seperti gambar

2.11 sehingga terbentuk suatu segitiga sama kaki.

Setelah berjalan beberapa waktu, konstruksi dudukan kawat tanah ini

mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk konstruksi kawat tanah ini

dilakukan karena beberapa alasan antara lain :

1. Material dudukan kawat tanah atau kawat tanah model segitiga sulit diperoleh

dan dibuat.

2. Adanya masukan dari tim PDKB PLN. Masukan yang disampaikan oleh tim

PDKB adalah bila di satu titik lokasi dimana terpasang ground wire dengan

model bentuk segitiga terdapat kerusakan isolator yang diharuskan untuk

diganti maka tim PDKB tidak bisa melaksanakan pekerjaan penggantian

isolator tanpa padam karena metode yang digunakan tim PDKB adalah dengan

cara menjauhkan kawat fasa dari isolator dan bila dipaksa dijauhkan maka

22

akan berakibat fatal yaitu kawat fasa akan bersentuhan dengan dudukan kawat

tanah atau akan terjadi flashover.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka dilakukan perubahan

bentuk konstruksi dudukan kawat tanah seperti pada gambar 2.12 dan 2.13.

Material yang digunakan untuk pembuatan dudukan kawat tanah adalah pipa

galvanis dengan diameter 2 inchi, dilengkapi dengan begel / pemegang pada tiang.

Pipa tersebut dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan konstruksi pada saluran

udara tegangan menengah yang akan dipasang dudukan kawat tanah. Dudukan

kawat tanah ini memiliki dua type yaitu model dengan konstruksi symetris dan

tarik, serta model konstruksi new jack atau unbalanced. Dudukan kawat tanah

seperti gambar 2.12 dan 2.13 memiliki tinggi 185 dari travers atau tinggi 150 cm

di atas kawat fasa lebih tinggi dari dudukan kawat tanah bentuk segitiga, hal ini

disebabkan untuk mendapatkan sudut yang kecil sehingga kawat fasa pada sisi

terjauh dapat terlindungi dari sambaran petir. Dudukan ini dibentuk sedemikian

rupa menyerupai penangkal petir jenis spike. Dengan tinggi 150 cm diatas kawat

fasa maka diharapkan kawat tanah tersebut dapat melindungi kawat fasa pada sisi

terjauh dari sambaran petir. Dengan perubahan bentuk dudukan kawat tanah ini

diharapkan akan mempermudah proses pekerjaan pemeliharaan di saluran udara

tegangan menengah. Model dudukan beserta kelengkapan dari dudukan kawat

tanah dapat dilihat pada gambar 2.12 dan 2.13.

23

Gambar 2.12 Bentuk konstruksi kawat tanah type simetris dan tarik setelah perubahan

(Sumber : PT PLN (Persero) Area Bali Selatan, 2011)

Gambar 2.13 Bentuk dudukan kawat tanah untuk tipe konstruksi new jack

(Sumber : PT PLN (Persero) Area Bali Selatan, 2011)

24

2.2.6 Gangguan Kilat pada Saluran Udara Tegangan Menengah

Gangguan kilat pada saluran udara tegangan menengah dibedakan menjadi

dua macam gangguan menurut cara terjadinya sambaran, yaitu sambaran kilat

langsung dan sambaran induksi. Sebagaimana diketahui panjang gawang saluran

udara tegangan menengah berkisar antara 40 sampai 80 meter, tetapi

pengetanahan tiang dilakukan selang 3 sampai 4 gawang, yaitu untuk saluran

dengan kawat tanah atau kawat netral. Jadi sambaran langsung dianggap semua

pada tiang, baik pada tiang yang diketanahkan maupun tiang yang tidak

diketanahkan dengan jumlah sambaran dianggap sama (Hutauruk, 1991).

a. Sambaran langsung

Yang dimaksud sambaran langsung adalah apabila kilat menyambar

langsung pada kawat fasa (untuk saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat

tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada saluran udara tegangan menengah

diasumsikan bahwa pada saluran dengan kawat tanah tidak ada kegagalan

perisaian. Asumsi ini dapat dibenarkan karena tinggi kawat diatas tanah relative

rendah (10 sampai 13 meter) dan juga karena dengan sudut perisai yang biasanya

lebih kecil 600

sudah dianggap semua sambaran kilat mengenai kawat tanah, jadi

tidak ada kegagalan perisai. Pada saat kilat menyambar kawat tanah atau kawat

fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat

pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan – peralatan yang

ada pada saluran. Besarnya arus atau tegangan akibat sambaran ini tergantung

pada besar arus kilat, waktu muka dan jenis tiang saluran.

b. Sambaran tidak langsung

Bila terjadi sambaran kilat ketanah di dekat saluran maka akan terjadi

fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal kilat.

Fenomena kilat ini terjadi pada kawat penghantar. Akibat kejadian ini timbul

tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat di

tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat berlangsung hanya

dibawah pengaruh gaya yang memaksa muatan – muatan bergerak sepanjang

hantaran, atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi dibawah pengaruh

komponen vektor kuat medan yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi

25

bila komponen vektor dari kuat medan berarah vertical, dia tidak akan

mempengaruhi atau menimbulkan fenomena transien pada penghantar.

2.2.7 Perhitungan Gangguan Kilat Akibat Sambaran Langsung Pada

Saluran dengan Kawat Tanah

Tegangan lebih akibat sambaran kilat selain tergantung pada parameter kilat

(arus puncak dan waktu muka) juga dipengaruhi oleh jenis saluran dan tiang

penopang. Jenis saluran adalah saluran tanpa kawat tanah dan saluran dengan

kawat tanah, dan jenis tiang penopang adalah : tiang besi, tiang kayu dan tiang

beton. Tiang kayu atau beton, demikian juga lengan (cross arm) kayu

mempengaruhi besar tingkat ketahanan impuls isolasi saluran. Perhitungan akan

dilakukan berdasarkan tiang dan lengan besi. Pengaruh penambahan tingkat

ketahanan isolasi dari kayu atau beton dapat ditambahkan pada tingkat ketahan

impuls isolasi dari isolator.

Tahanan kontak tiang pada tiang – tiang yang diketanahkan mempengaruhi

juga tegangan yang timbul pada isolator saluran. Besar tahanan kontak ini berkisar

antara 5 ohm sampai 50 ohm. Dalam perhitungan dianjurkan menggunakan 5 ohm

(Hutauruk, 1991).

Seperti diketahui pemasangan kawat tanah bertujuan untuk melindungi

kawat fasa dari sambaran kilat langsung. Dengan adanya kawat tanah yang

letaknya diatas kawat fasa dank arena tinggi kawat diatas tanah relative rendah,

dianggap semua sambaran menganai kawat tanah, jadi tidak ada yang menyambar

kawat fasa. Pada saluran udara tegangan menengah tidak semua tiang

diketanahkan, tetapi selang 3 sampai 4 gawang, jadi disini dianggap semua

sambaran mengenai tiang, baik tiang yang diketanahkan maupun tiang yang tidak

diketanahkan. Jumlah sambaran pada tiang yang diketanahkan diambil sama

dengan jumlah sambaran pada tiang yang tidak diketanahkan. Jadi sambaran ke

kawat tanah dibagi dalam dua golongan, sambaran pada tiang diketanahkan (50%)

dan sambaran pada tiang tidak diketanahkan (50%).

26

Untuk pada tiang, kilat seolah – olah menemui impedansi surja kawat dan

impedansi surja tiang terhubung parallel. Sehingga untuk menentukan besar

impedansi surja tiang dan surja kawat tanah adalah :

(

)

(

) (

)

Dimana :

= impedansi surja kawat tanah

= impedansi surja tiang

= tinggi kawat tanah diatas tanah

= jari – jari tiang

= radius kawat tanah/jari – jari kawat tanah

Setelah kilat menyambar tiang, gelombang merambat pada tiang kedasar

tiang. Pada dasar tiang terjadi pantulan, dan gelombang pantulan ini merambat ke

puncak tiang dimana mengalami pantulan kembali. Jadi pada tiang terjadi

pantulan ulang. Sebagaimana disebut pada pasal yang lalu, besar tahanan kontak

tiang yang diketanahkan diambil 5 ohm dan tahanan kontak tiang yang tidak

diketanahkan sangat besar, beberapa ratus sampai ribuan ohm. Sebagai harga rata

– rata disarankan menggunakan 100 ohm untuk tiang besi dan 500 ohm untuk

tiang beton.

Jumlah gangguan pada SUTM akibat kilat relative tinggi dan juga tidak

dibutuhkan perhitungan yang sangat teliti, maka rumus yang diusulkan oleh

Razevig digunakan untuk menentukan besar arus kilat yaitu :

Dimana :

= besar arus kilat minimum yang mengakibatkan lompatan api

(kA)

= tegangan lompatan api pada isolator (kV)

R = tahanan kontak tiang (ohm)

27

= koefisien yang ditentukan pada dasar perbandingan dengan hasil

– hasil perhitungan menurut rumus yang lebih teliti (0,3 untuk satu

kawat tanah dan 0,15 untuk dua kawat tanah)

= tinggi kawat tanah diatas tanah (m)

Gambar 2.14 Konstruksi tiang beton untuk SUTM

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Untuk menentukan tegangan lompatan api pada isolator maka dapat

digunakan rumus yaitu :

(

)

28

Dengan mengetahui besar arus minimum yang dapat menimbulkan

lompatan api balik (back flashover), kemudian dapat dicari probabilitas terjadinya

lompatan api, yaitu :

(

)

Untuk menentukan jumlah sambaran yang terjadi pada saluran maka

digunakan rumus yaitu :

Jumlah kemungkinan lompatan yang terjadi pada saluran berdasarkan

jumlah sambaran yang terjadi pada saluran ( ) dan probabilitas terjadinya

lompatan api sehingga untuk menentukan jumlah kemungkinan lompatan api

adalah :

Jadi jumlah gangguan karena sambaran kilat langsung pada kawat tanah adalah :

(

)

Dimana probabilitas peralihan dari lompatan api menjadi bsur api yang

menyebabkan gangguan pada SUTM = 0,5.

Karena sambaran langsung pada SUTM dianggap semua menyambar tiang

baik tiang yang ditanahkan atau tiang yang ditanahkan dimana diambil prosentase

terjadinya sambaran yaitu 50 % : 50 % sehingga jumlah gangguan akibat

sambaran langsung adalah :

Keterangan :

= Jumlah sambaran pada saluran

= probabilitas jumlah lompatan api

= Jumlah lompatan api pada saluran

= Jumlah gangguan akibat sambaran petir langsung

= jumlah gangguan akibat sambaran petir langsung pada tiang yang

ditanahkan

29

= jumlah gangguan akibat sambaran petir langsung pada tiang yang

tidak ditanahkan

= Isokeraunic level/ rata – rata jumlah hari guruh pertahun

2.2.8 Perhitungan Gangguan Kilat Akibat Sambaran Induksi pada Saluran

dengan Kawat Tanah

Pandanglah suatu kawat setinggi h diatas tanah. Misalkan suatu sambaran

kilat vertical menyambar tanah pada jarak y dari kawat dapat dilihat pada gambar

2.15. Besar tegangan induksi pada kawat yaitu (Hutauruk, 1991) :

di mana :

= tegangan induksi pada kawat (kV)

= besar arus kilat (kA)

= tinggi rata – rata kawat diatas tanah

= jarak horizontal antara sambaran kilat dengan kawat

Bila saluran dilengkapi dengan kawat tanah, maka besar tegangan induksi pada

kawat fasa yaitu :

(

)

di mana :

= tegangan induksi pada kawat fasa dengan kawat tanah (kV)

= tegangan induksi pada kawat fasa tanpa kawat tanah (kV)

= impedansi surja sendiri kawat tanah (ohm)

= impedansi surja bersama antara kawat tanah dan kawat fasa (ohm)

= tinggi rata – rata kawat fasa diatas tanah (meter)

= tinggi rata – rata kawat tanah diatas tanah (meter)

= tahanan kontak tiang (ohm)

30

Jumlah sambaran pada daerah untuk panjang 100 km saluran

Gambar 2.15 Saluran udata tegangan menengah

(Sumber : Hutauruk, 1991)

Supaya tegangan induksi sama atau melebihi ketahanan impuls isolasi maka,

Maka probabilitas arus yang terjadi yaitu :

(

)

Jadi jumlah sambaran pada bidang yang dapat menimbulkan tegangan

melebihi adalah :

(

)

Bila dibuat kecil sekali, berubah menjadi dan berubah menjadi

dan setelah dilakukan integrasi dari sampai (= tak

terhingga) untuk kedua sisi saluran diperoleh :

(

)

Bila pada saluran terdapat kawat tanah maka menjadi :

31

Untuk menentukan besarnya dan maka digunakan rumus :

(

)

Dimana :

tegangan induksi (kV)

factor perisai

impedansi surja bersama antara kawat tanah dan kawat fasa (ohm)

tinggi kawat tanah diatas tanah (meter)

jarak kawat fasa dengan kawat tanah (meter)

Jadi jumlah lompatan api adalah

(

)

Sebagaimana yang sudah dijelaskan tidak semua lompatan api dapat beralih

menjadi busur api atau gangguan dan besarnya gangguan itu tergantung dari besar

probabilitas ( ) dimana untuk SUTM besar adalah 0,5. Dengan demikian jumlah

gangguan karena sambaran induksi pada saluran dengan kawat tanah adalah :

(

)

Keterangan :

= Jumlah lompatan api pada saluran

= jumlah gangguan akibat sambaran petir tidak langsung

= Isokeraunic level/ rata – rata jumlah hari guruh pertahun

2.2.9 Pentanahan (Grounding)

Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman

langsung terhadap peralatan dan manusia bila terjadi gangguan tanah atau akibat

kegagalan isolasi dan tegangan lebih pada peralatan jaringan distribusi. Petir dapat

32

menghasilkan arus gangguan dan tegangan lebih dimana gangguan tersebut

dialirkan ke tanah dengan menggunakan sistem pentanahan.

Sistem pentanahan adalah suatu tindakan pengamanan dalam jaringan

distribusi yang langsung rangkaiannya ditanahkan dengan cara mentanahkan

badan peralatan instalasi yang diamankan, sehingga bila terjadi kegagalan isolasi,

terhambatlah atau bertahannya tegangan sistem karena terputusnya arus oleh alat

– alat pengaman tersebut.

Secara umum tujuan dari sistem pentanahan dan grounding pengaman

adalah sebagai berikut (Suswanto, 2009) :

1. Mencegah terjadinya perbedaan potensial antara bagian tertentu dari

instalasi secara aman

2. Mengalirkan arus gangguan ke tanah sehingga aman bagi manusia dan

peralatan

3. Mencegah timbul bahaya sentuh tidak langsung yang menyebabkan

tegangan kejut

2.2.8.1 Tahanan jenis tanah

Factor keseimbangan antara tahanan pengetanahan dan kapasitanci di

sekeliling adalah tahanan jenis tanah (ρ). Kesulitan yang biasa dijumpai dalam

mengukur tahanan jenis tanah adalah bahwa dalam kenyataan komposisi tanah

tidaklah homogeny pada seluruh tanah, dapat nervariasi secara vertical maupun

horizontal, sehingga pada lapisan tertentu mungkin terdapat dua atau lebih jenis

tanah dengan tahanan jenis yang berbeda, oleh karena itu tahanan jenis tanah tidak

dapat diberikan sebagai suatu nilai yang tetap. Untuk memperoleh harga

sebenarnya dari tahanan jenis tanah, harus dilakukan pengukuran langsung

ditempat dengan memperbanyak titik pengukuran. Jika pengukuran langsung tidak

di mungkinkan maka kita dapat menggunakan acuan pada table 2.1 untuk

menentukan tahanan jenis tanah.

33

Tabel 2.1 Tahanan Jenis Tanah

Jenis

Tahanan

Tanah

Rawa

Tanah

Liat dan

Ladang

Pasir

Basah

Kerikil

Basah

Pasir

Kerikil

Kering

Tanah

Berbatu

Tahanan jenis

tanah (ohm)

30 100 200 500 1000 3000

Sumber : Suswanto, 2009

2.2.8.2 Elektrode pentanahan

Electrode adalah penghantar yang ditanamkan kedalam tanah yang

membuat kontak langsung dengan tanah yang merupakan titik grounding. Untuk

bahan elektroda pentanahan biasanya digunakan bahan tembaga, baja yang

bergalvanis atau dilapisi tembaga. Ada tiga jenis electrode yang sering digunakan

dalam sistem pentanahan yaitu electrode batang, electrode bentuk pelat dan

electrode bentuk pita (Suswanto, 2009).

a. Elektrode batang

Electrode batang adalah electrode dari pipa besi baja profil atau batangan

logam lainnya yang dipancang kedalam tanah secara dalam dalam. Panjang

elektroda yang digunakan disesuaikan dengan pentanahan yang diperlukan.

Gambar 2.16 Elektrode batang dan lapisan – lapisan tanah di sekeliling elektroda

(Sumber : Suswanto, 2009)

Setelah didapatkan nilai tahanan pentanahan dengan satu buah electrode

batang tapi nilainya masih terlalu besar, maka kita dapat memperkecil nilai

tersebut dengan memperbanyak elektroda yang ditanahkan dan dihubungkan

parallel seperti pada gambar berikut :

34

Gambar 2.17 Pentanahan dengan dua batang konduktor

(Sumber : Suswanto, 2009)

b. Elektroda bentuk pelat

Elektroda bentuk pelat adalah elektroda yang berbentuk pelat, terbuat dari

logam yang difungsikan sama dengan elektroda batang. Untuk pemasangan

elektroda bentuk plat ini dapat ditanam tegak lurus dengan kedalaman kira – kira

1 meter dibawah permukaan tanah dihitung dari sisi pelat sebelah atas.

Gambar 2.18 Pemasangan elektrode pelat dipasang vertikal

(Sumber : Suswanto, 2009)

c. Elektroda bentuk pita

Elektroda ini merupakan logam yang mempunyai penampang yang

berbentuk pita atau dapat juga berbentuk kawat yang di pilin. Elektroda ini dapat

ditanam secara dangkal pada kedalaman antara 0,5 sampai 1 meter dari

permukaan tanah. Dalam pemasangannya elektroda pita ditanam dalam bentuk

memanjang, radial, melingkar atau kombinasi dari lingkaran dan radial.

35

Gambar 2.19 Jenis –jenis elektrode pita dan cara pemasangannya

(Sumber : Suswanto, 2009)