bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id i ii iii.pdf · secara adat tradisional...

53
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang utama dalam komunikasi. Dengan bahasa, seseorang dapat menyampaikan informasi, pesan, ataupun ungkapan-ungkapan kepada mitra wicara. Bahkan, bahasa tidak semata-mata untuk menyampaikan informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk membangun dan membina hubungan antarwarga masyarakat. Selain itu, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang beroperasi dalam suatu masyarakat atau budaya. Bahasa, masyarakat, dan budaya sangatlah berkaitan. Bahasa adalah alat pengembangan kebudayaan dan inventaris ciri-ciri kebudayaan. Dengan demikian, bahasa merupakan faktor penting dalam membentuk identitas kultural masyarakat (Rahardi, 2010:31). Sehubungan dengan itu, bahasa yang digunakan seseorang hendaknya disesuaikan dengan konteks situasi. Halliday dan Hasan (1994:63) dengan tegas mengatakan bahwa semua pemakaian bahasa mempunyai konteks. Konteks yang dimaksud adalah konteks situasi yang terdiri atas tiga unsur: (1) medan wacana, yaitu jenis kegiatan yang dikenal dalam kebudayaan yang sebagian diperankan oleh bahasa; (2) pelibat wacana, yaitu pemain, pelaku, atau tepatnya peran interaksi antara yang terlibat dalam penciptaan teks; dan (3) sarana wacana, yaitu fungsi khas yang diberikan kepada bahasa dan saluran retorisnya.

Upload: votram

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat yang utama dalam komunikasi. Dengan bahasa,

seseorang dapat menyampaikan informasi, pesan, ataupun ungkapan-ungkapan

kepada mitra wicara. Bahkan, bahasa tidak semata-mata untuk menyampaikan

informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk membangun dan membina hubungan

antarwarga masyarakat.

Selain itu, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang beroperasi

dalam suatu masyarakat atau budaya. Bahasa, masyarakat, dan budaya sangatlah

berkaitan. Bahasa adalah alat pengembangan kebudayaan dan inventaris ciri-ciri

kebudayaan. Dengan demikian, bahasa merupakan faktor penting dalam

membentuk identitas kultural masyarakat (Rahardi, 2010:31).

Sehubungan dengan itu, bahasa yang digunakan seseorang hendaknya

disesuaikan dengan konteks situasi. Halliday dan Hasan (1994:63) dengan tegas

mengatakan bahwa semua pemakaian bahasa mempunyai konteks. Konteks yang

dimaksud adalah konteks situasi yang terdiri atas tiga unsur:

(1) medan wacana, yaitu jenis kegiatan yang dikenal dalam kebudayaan yang

sebagian diperankan oleh bahasa;

(2) pelibat wacana, yaitu pemain, pelaku, atau tepatnya peran interaksi antara

yang terlibat dalam penciptaan teks; dan

(3) sarana wacana, yaitu fungsi khas yang diberikan kepada bahasa dan saluran

retorisnya.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

2

Maksud konteks situasi di atas adalah lingkungan langsung tempat teks

atau tuturan itu benar-benar berfungsi. Artinya, konteks situasi menjelaskan

mengapa hal-hal tertentu dituturkan atau ditulis dalam suatu kesempatan dan hal

lainnya mungkin tidak dapat dituturkan atau tidak dapat dituliskan.

Menurut Moeliono (1988) dan Samsuri (1987, ed), konteks terdiri atas

beberapa hal, yaitu: situasi, partisipan, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk,

amanat, kode, dan saluran, sedangkan Syafi‟ie menyatakan bahwa konteks

terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu: (1)

konteks linguistik (linguistics context), yaitu kalimat-kalimat dalam percakapan,

(2) konteks efistemis (epistemic context) adalah latar belakang pengetahuan yang

sama-sama diketahui oleh partisipan, (3) konteks fisik (physical context) meliputi

tempat terjadinya percakapan, objek yang disajikan dalam percakapan, dan

tindakan para partisipan, dan (4) konteks sosial (social context), yaitu relasi sosio-

kultural yang melingkupi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan.

Menurut Ibrahim (1994:89), alih style mengacu pada perubahan dalam

varietas bahasa yang melibatkan perubahan hanya pada pemarkah-pemarkah kode.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa semua hal ini merupakan ciri-ciri variabel yang

dihubungkan dengan dimensi sosial dan kebudayaan, seperti usia, jenis kelamin,

kelas sosial, dan hubungan antarpenutur.

Alih ragam atau alih style sering juga dilakukan oleh masyarakat Bali yang

secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali

lumrah (BBL). Kedua bentuk bahasa tersebut digunakan sesuai dengan sistem

kasta yang dianut oleh para partisipan, apakah dia berasal dari kasta Brahmana,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

3

Ksatria, Waisya, ataupun Jaba. Seorang Jaba akan dikatakan mempunyai tata

krama berbahasa yang baik jika dia berbicara dengan seseorang yang berkasta

lebih tinggi (Brahmana, Ksatria, Waisya) dengan menggunakan BBH (ragam

tinggi).

Fenomena kebahasaan yang demikian tidak menutup kemungkinan terjadi

juga pada guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, Sulawesi Tengah. Status

partisipan sangat berpengaruh dalam komunikasi. Maksudnya, dalam komunikasi,

seorang penutur hendaknya menggunakan bahasa sesuai dengan status mitra

wicara. Dengan demikian, akan muncul fenomena-fenomena kebahasaan lainnya,

seperti alih kode, campur kode, dan interferensi. Hal ini sangat menarik untuk

diteliti dari segi sosiolinguistik.

Namun, dalam kenyataan di lapangan berbanding berbalik dengan

pernyataan di atas. Tidak jarang seseorang yang berkasta Brahmana merasa

canggung menggunakan BBL ketika berbicara dengan mitra wicara berkasta Jaba

yang memiliki status sosial lebih tinggi. Zaman sekarang, seseorang yang berasal

dari kasta Brahmana pun cenderung menggunakan bahasa Bali halus apabila

mitra wicaranya seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi di dalam

masyarakat. Situasi kebahasaan yang demikian sangat menarik diteliti dengan

menggunakan pendekatan sosiolinguistik.

Jika diamati secara saksama tentang fenomena kebahasaan dalam

kehidupan sehari-hari, tidak ada suatu peristiwa tutur terjadi tanpa melibatkan

konteks sosial, seperti yang telah dipaparkan. Sebuah kalimat atau wacana yang

terlepas dari konteks sosial sulit dipahami, baik oleh mitra wicara maupun

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

4

pembaca. Bahkan, Achmad dan Alek Abdullah (2012:147) mengemukakan bahwa

konteks memegang peranan penting dalam memberi bantuan untuk menafsirkan

suatu wacana. Dengan kata lain, dalam berbahasa atau berkomunikasi, konteks

adalah segala-galanya. Misalnya, ada tuturan, “Saya pingin turun, sudah capek”.

Makna tuturan tersebut masih ambigu. Kalau yang mengucapkan tuturan tersebut

adalah seorang pejabat, sangat mungkin yang dimaksud dengan turun adalah

„turun dari jabatan‟. Namun, pengertian itu bisa keliru bila tuturan tersebut

diucapkan oleh anak kecil yang sedang memanjat pohon. Maknanya bisa berubah,

yaitu „turun dari pohon‟.

Ragam bahasa yang digunakan seseorang juga ditentukan oleh kondisi

sekelompok orang menyatukan diri untuk mempertahankan dan membangun

kehidupan (Muhammad, 2011:63). Muhammad mencontohkan kata kamu, anda,

dan kau yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menunjuk mitra wicara.

Secara sosial ketiga kata ganti itu tidak dapat dipakai untuk menyapa mitra

wicara. Bentuknya bervariasi, rujukannya sama (mitra wicara) bisa berbeda sesuai

dengan usia, jenis kelamin, status, dan hubungan sosial pembicara dengan mitra

wicara. Hal yang berbeda itu disebut sebagai faktor sosial. Kedua unsur tersebut,

baik bahasa maupun sosial berperan dalam komunikasi.

Ketika berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, terdapat delapan

unsur yang diperhatikan oleh Hymes (1972). Unsur-unsur itu diakronimkan

menjadi SPEAKING. Penjelasan masing-masing tuturannya dapat dilihat pada

uraian berikut.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

5

(1) Setting and Scene. Maksudnya, percakapan dapat dilakukan di suatu tempat

dalam waktu tertentu, misalnya di kantin, sekolah, masjid, pura, gereja, dan

lain-lain pada waktu istirahat, siang, malam.

(2) Partisipants. Unsur ini merujuk kepada orang-orang yang terlibat dalam

percakapan, yaitu pembicara, mitra wicara, dan lain-lain.

(3) End. Maksudnya, pembicara mempunyai maksud ketika percakapan

berlangsung.

(4) Act Sequeness. Artinya, percakapan mempunyai bentuk dan isi.

(5) Key. Maksudnya, percakapan juga memiliki cara atau semangat.

(6) Instrumentalitiet. Artinya, percakapan memiliki jalur percakapan ketika

dilaksanakan. Jalurnya dapat secara lisan dan tulis. Dengan perkataan lain,

instrumentalites merujuk pada ungkapan lisan atau tulisan.

(7) Norms. Artinya, ketika percakapan berlangsung, pelakunya memiliki norma

perilaku. Dalam hal ini, kegiatan berbahasa itu juga mempertimbangkan

kaidah tata bahasa dan nonbahasa. Kaidah tata bahasa berkaitan dengan tata

bahasanya, sedangkan kaidah nonbahasa terkait dengan paralinguistik, seperti

gerak-gerik mata, tangan, muka, dan lain-lain.

(8) Genres. Dalam percakapan, maksud diungkapkan oleh kategori atau ragam

bahasa. Artinya, ragam bahasa terkait dengan formal dan informal. Selain itu,

ragam ini dapat terkait dengan jenis teks, misalnya naratif, deskriptif,

argumentaif, eksposisi, dan lain-lain.

Masyarakat Bali di daerah transmigrasi biasanya membawa serta adat

istiadat, budaya dan bahasa dari daerah asalnya. Di tempat yang baru para

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

6

transmigran memelihara dan mengembangkan adat istiadat, budaya, dan

bahasanya dengan baik. Secara tidak langsung daerah transmigrasi merupakan

tempat berkumpulnya bermacam-macam adat istiadat, budaya dan bahasa dari

berbagai daerah (Budiono dkk.,1997). Oleh karena itu, tidak menutup

kemungkinan terjadinya kontak antara adat istiadat, budaya, dan bahasa dari

berbagai daerah. Apalagi mereka telah lama hidup berdampingan. Namun,

penelitian di Parigi lebih terfokus pada terjadinya kontak antara bahasa satu dan

bahasa lainnya.

Akibat terjadinya kontak bahasa, yaitu pihak yang berkontak atau salah

satu di antaranya melakukan penyesuaian diri secara verbal melalui modifikasi

tuturan sehingga menjadi sama atau lebih mirip dengan tuturan yang dipakai mitra

wicaranya. Peristiwa itu disebut konvergensi linguistik. Sebaliknya, di antara

komunitas yang melakukan kontak tersebut melakukan modifikasi tuturannya

sehingga menjadi semakin tidak sama atau tidak mirip dengan tuturan mitra

kontaknya disebut divergensi linguistik. Kedua peristiwa tersebut dikemukakan

oleh Giles (dalam Trudgill, 1986).

Topik penelitian ini mendeskripsikan penggunaan bahasa guyub tutur

masyarakat Bali di Parigi. Penggunaan bahasa yang dimaksud berkaitan dengan

pilihan penggunaan bahasa dalam ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian,

dan keluarga. Selain pilihan bahasa, topik penelitian ini juga mendeskripsikan alih

kode, campur kode, dan interferensi.

Berdasarkan pengamatan sepintas, masyarakat Bali yang bertransmigrasi

ke Parigi dibekali penguasaan dua bahasa atau lebih. Hal tersebut memperkuat

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

7

terjadinya kontak bahasa dengan masyarakat tutur di sekitarnya. Tidak menutup

kemungkinan mereka menguasai bahasa-bahasa di wilayah yang mereka tempati,

apakah itu bahasa Kaili, Bugis, Jawa, dan sebagainya. Sehubungan dengan itu,

penelitian ini dilakukan di Parigi, Sulawesi Tengah. Selain itu, Parigi dipilih

sebagai lokasi penelitian disebabkan oleh daerah ini merupakan daerah

transmigrasi pertama masyarakat Bali, yaitu sekitar tahun 1950-an. Lamanya

masyarakat Bali hidup berdampingan dengan etnis lain mengakibatkan terjadinya

kontak bahasa. Hal itu menimbulkan perilaku berbahasa yang beragam

(Weinreich, 1979)

Seperti diketahui, kontak bahasa terjadi pada masyarakat terbuka, sama

halnya dengan masyarakat Bali di Parigi. Melalui kontak bahasa itulah masyarakat

saling memengaruhi. Kontak bahasa juga memunculkan bilingualisme dan

multilingualisme. Dengan kontak ini juga muncul berbagai macam kasus, seperti

pilihan kode, alih kode, campur kode ataupun interferensi (Wijana dan Rohmadi,

2012:6).

Di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah. Artinya, masyarakat bersifat

multilingual. Para anggota masyarakat menggunakan bahasa daerah itu untuk

keperluan yang bersifat kedaerahan. Jika masyarakatnya bergaul luas, seperti

halnya masyarakat Bali di Parigi, anggota-anggota masyarakatnya cenderung

menggunakan dua bahasa/lebih sesuai dengan kebutuhannya. Peristiwa

kebahasaan tersebut tampak pada penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali

di Parigi.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

8

Namun, dalam kehidupan sehari-hari seorang penutur sering mengalami

kesulitan berkomunikasi dengan mitra wicara. Kesulitan yang dimaksud adalah

bahasa apa yang digunakan jika dihadapkan kepada mitra wicara yang usianya

lebih muda, tetapi status sosialnya lebih tinggi, atau sebaliknya, status sosialnya

lebih rendah, tetapi usianya lebih tua. Kerumitan tersebut perlu mendapatkan

perhatian peneliti bahasa, khususnya peneliti sosiolinguistik.

1.2 Rumusan Masalah

Kompleksnya kehidupan masyarakat Bali di Parigi telah menimbulkan

masalah, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Masalah tersebut

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah pilihan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dilihat

dari segi ranah penggunaannya?

(2) Macam alih kode apakah yang dilakukan guyub tutur masyarakat Bali di

Parigi serta fungsi dan makna alih kode apakah yang ditimbulkannya?

(3) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan guyub tutur masyarakat Bali di

Parigi beralih kode ketika interaksi verbal berlangsung?

(4) Bagaimanakah wujud campur kode dan interferensi penggunaan bahasa oleh

guyub tutur masyarakat Bali di Parigi serta faktor-faktor apa yang

menyebabkannya?

Masalah yang dikemukakan tersebut saling berhubungan satu dengan yang

lainnya. Pilihan bahasa pada guyub tutur masyarakat Bali di Parigi pada

hakikatnya terjadi dalam berbagai ranah, seperti ranah pekerjaan, kekariban,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

9

agama, kesenian, dan keluarga. Berdasarkan pilihan penggunaan bahasa di

berbagai ranah tersebut, diketahui apakah guyub tutur masyarakat Bali di Parigi

tergolong masyarakat multilingual atau tidak. Masyarakat multilingual adalah

masyarakat yang mengenal dua bahasa atau lebih. Situasi kebahasaan yang

demikian mengakibatkan terjadinya alih kode, campur kode, dan interferensi.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Pada umumnya penelitian yang baik harus dibatasi ruang lingkupnya agar

pembahasannya tidak melebar ataupun menyempit. Oleh karena itu, ruang lingkup

penelitian ini terbatas pada penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di

Parigi, Sulawesi Tengah yang meliputi: (1) pilihan bahasa guyub tutur masyarakat

Bali di Parigi, baik pada ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian, maupun

keluarga, (2) macam, fungsi, dan makna alih kode penggunaan bahasa guyub tutur

masyarakat Bali di Parigi, (3) faktor-faktor yang menyebabkan guyub tutur

masyarakat Bali di Parigi beralih kode ketika komunikasi berlangsung, dan (4)

wujud campur kode dan interferensi penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat

Bali di Parigi, Sulawesi Tengah, serta faktor-faktor yang menyebabkannya.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

Kedua tujuan penelitian tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

10

1.4.1 Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memaparkan secara

mendalam tentang penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

Melalui penggunaan bahasa tersebut diketahui pilihan bahasa apa saja yang

digunakan penutur ketika berkomunikasi di berbagai ranah, seperti ranah

pekerjaan, kekariban, agama, kesenian, dan keluarga. Sebagai akibat

digunakannya pilihan bahasa ketika berkomunikasi, dalam penelitian ini

ditemukan juga fenomena kebahasaan, seperti alih kode, campur kode, dan

interferensi.

1.4.2 Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan

mengkritisi:

(1) pilihan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi;

(2) macam, fungsi, dan makna alih kode penggunaan bahasa;

(3) faktor-faktor yang menyebabkan guyub tutur masyarakat Bali di Parigi

beralih kode ketika interaksi verbal berlangsung; dan

(4) wujud serta faktor penyebab terjadinya campur kode dan interferensi

penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu (1) manfaat teoretis dan (2)

manfaat praktis. Kedua manfaat penelitian tersebut dapat dilihat pada uraian

berikut.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

11

1.5.1 Manfaat teoretis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan

sosiolinguistik sehubungan dengan penggunaan bahasa antaretnis dan intraetnis di

berbagai ranah. Selain itu, hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi perkembangan

kaidah-kaidah penggunaan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat.

1.5.2 Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi:

(1) pelestarian bahasa Bali sebagai bahasa ibu bagi guyub tutur masyarakat Bali

di Parigi;

(2) guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dalam menggunakan bahasa sesuai

dengan situasi konteks sosial;

(3) masyarakat majemuk dengan menggunakan bahasa sebagai alat untuk

menjalin kehidupan yang harmonis, baik dengan sesama etnis maupun

dengan etnis lain;

(4) penutur masyarakat Bali di Parigi dalam menjalin rasa toleransi dengan etnis

lain melalui bahasa yang digunakan;

(5) Dinas Pendidikan di Sulawesi Tengah sehubungan dengan perlunya

pembinaan bahasa daerah Bali di daerah transmigrasi;

(6) Balai Bahasa di Sulawesi Tengah sebagai bahan dokumentasi; dan

(7) para peneliti sebagai bahan rujukan dalam melaksanakan penelitian bahasa di

daerah transmigrasi yang warganya tergolong masyarakat multilingual.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Hasil

penelitian yang dimaksud dapat dilihat pada uraian berikut.

Pertama, hasil penelitian Jendra (1988) yang berjudul “Alih Kode

Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Kehidupan Masyarakat Kota Denpasar.”

Penelitian yang dilakukan oleh Jendra terfokus pada peralihan bahasa Indonesia

ke bahasa lain. Peralihan ke dialek atau variasi bahasa lain juga mendapatkan

perhatian. Dalam penelitiannya, Jendra menggunakan teori-teori kebahasaan yang

dikemukakan oleh Verhaar. Menurut Verhaar, teori-teori tentang kebahasaan

dikelompokkan menjadi empat tipe, yaitu l) teori yang mengakui tingkat ekspresi,

makna, dan tidak mengakui tingkat situasi, jika situasi diakuinya, hal itu sekadar

pengakuan lahiriah saja, 2) teori yang mengakui tingkat ekspresi dengan

mengesampingkan tingkat makna. Makna dianggap identik dengan situasi, 3) teori

yang mengakui ekspresi dan situasi, keduanya dianggap penentu terhadap makna,

dan 4) teori yang mengakui dan memperhitungkan makna, ekspresi, dan situasi.

Dari beberapa teori kebahasaan tersebut, Jendra lebih terfokus pada teori

keempat, yaitu teori yang mengakui makna, ekspresi, dan situasi. Selain teori yang

dikemukakan oleh Verhaar (1980:14), penelitian tersebut juga menggunakan teori

Hymes (1972). Menurut Hymes, ada delapan komponen tutur yang selalu terdapat

dalam peristiwa tutur. Kedelapan komponen tutur tersebut diformulasikan menjadi

akronim “Speaking” dalam bahasa Inggris.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

13

Beberapa teori yang digunakan Jendra dalam penelitiannya berkaitan erat

satu dengan yang lainnya. Keduanya, sama-sama memperhatikan aspek situasi

dalam peristiwa tutur. Khusus teori speaking sangat relevan untuk dijadikan acuan

dalam meneliti fenomena alih kode di Kecamatan Parigi. Hal ini disebabkan oleh

tidak adanya suatu peristiwa tutur terlepas dari kedelapan komponen tutur

tersebut. Minimal tiga komponen tutur yang disampaikan oleh Hymes selalu

terlibat dalam peristiwa tutur, yaitu setting, partisipant, dan act sequence.

Simpulan yang diperoleh dari penelitian Jendra adalah sebagai berikut.

Fenomena alih kode muncul pada setiap situasi bicara, hanya kadar ketinggian

frekuensinya berbeda. Ada kecenderungan korelasi positif antara kadar ketinggian

frekuensi alih kode dan kadar tingkat keformalan situasi bicara. Semakin akrab

dan santai situasi bicara semakin memberi peluang terhadap kemungkinan

terjadinya fenomena alih kode dan kebalikannya.

Situasi bicara yang formal lebih menuntut pola struktur kalimat yang

lengkap dalam fungsi sintaktisnya sehingga kalimatnya menjadi lebih panjang

dibandingkan dengan situasi bicara yang informal. Dalam situasi formal pada

umumnya digunakan ragam bahasa yang lebih baku atau dapat disebut ragam

lengkap, sedangkan dalam situasi informal lebih banyak terdapat kalimat ragam

ringkas yang pendek.

Ada beberapa perbedaan mendasar antara penelitian Jendra dan penelitian

yang dilakukan di Kecamatan Parigi. Penelitian Jendra terfokus pada subjek

masyarakat Kota Denpasar, sedangkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan

Parigi terfokus pada subjek masyarakat Bali yang berdomisili di daerah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

14

transmigrasi. Perbedaan lainnya, objek penelitian Jendra terfokus pada alih kode

pemakaian bahasa Indonesia, sedangkan objek penelitian yang dilakukan di

Kecamatan Parigi tidak hanya terfokus pada alih kode, tetapi juga campur kode

dan interferensi pada penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

Kedua, hasil penelitian Dhanawaty (2002) yang berjudul “Variasi

Dialektal Bahasa Bali di Daerah Transmigrasi, Lampung Tengah.” Masalah yang

dikaji dalam penelitian Dhanawaty adalah pengaruh kontak bahasa dan kontak

dialek terhadap bahasa Bali di Lampung Tengah. Dalam penelitiannya, terutama

tentang penelitian variasi fonologis, Dhanawaty menerapkan dialektologi

struktural dengan kerangka kerja Kurath (1974) yang memberi nilai berbeda di

antara variasi fonemis dan variasi subfonemis. Yang dikategorikan sebagai variasi

fonemis adalah variasi khazanah fonem dan variasi distribusi fonem, sedangkan

yang dikategorikan sebagai variasi subfonemis adalah variasi realisasi fonem, baik

yang sifatnya beraturan, tidak beraturan maupun variasi insidental.

Dalam mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan munculnya variasi dan

proses terjadinya variasi diterapkan teori akomodasi. Teori akomodasi ini

merupakan cabang sosiolinguistik yang memfokuskan diri pada penyesuaian diri

yang dilakukan oleh pewicara dalam mengadaptasi, memodifikasi, dan

mengakomodasi tuturannya dalam merespons mitra wicara, misalnya penutur

dialek atau bahasa lain, sehingga tuturan mereka menjadi lebih mirip satu dengan

yang lain (Matthews, 1997:5).

Teori akomodasi tersebut berguna untuk membahas persoalan-persoalan

yang berkaitan dengan mengapa pewicara cenderung memodifikasi tuturannya

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

15

dalam kehadiran orang lain atau berinteraksi dengan orang lain, bagaimana cara

mereka berakomodasi, sejauh mana mereka berakomodasi, dan beberapa masalah

lainnya (Trudgill, 1986: 2).

Dalam penelitian bahasa Bali di Lampung Tengah tersebut juga diterapkan

teori prototipe yang dikembangkan oleh Rosch pada fase awal pemikirannya

tentang kategorisasi. Teori ini mengemukakan bahwa dalam kategori ada anggota

yang paling mewakili kategori yang disebut anggota prototipe. Anggota ini

dianggap sebagai contoh terbaik di dalam kategori. Dhanawaty (2002)

mencontohkan kursi meja dianggap lebih mewakili kategori kursi daripada kursi

goyang, kursi kantong, atau kursi plastik.

Dari beberapa teori yang digunakan Dhanawaty dalam penelitiannya,

rupanya teori akomodasi dapat dipakai sebagai acuan dalam meneliti fenomena

alih kode di Kecamatan Parigi. Hal ini disebabkan oleh seorang penutur yang

melakukan alih kode karena ingin menyesuaikan tuturannya dengan mitra

wicaranya. Dengan demikian, tuturannya menjadi lebih mirip satu sama lain.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemakaian bahasa dan dialek

dalam fungsi yang berbeda-beda menunjukkan adanya diglosia di daerah

Lampung Tengah. Pemakaian beberapa bahasa dan dialek secara silih berganti

menandai adanya kontak bahasa dan kontak dialek di daerah itu. Kontak yang

cukup intensif dengan bahasa Indonesia, kontak dengan bahasa daerah lain,

terutama bahasa Jawa, dan kontak dialek intrabahasa menyebabkan bahasa Bali di

Lampung Tengah mengalami derap perubahan yang lebih tinggi daripada bahasa

yang sama di daerah asal. Hal ini menyebabkan bahasa Bali di Lampung Tengah

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

16

bervariasi dan berbeda dengan bahasa Bali di Bali. Salah satu kebervariasiannya

terletak pada tuturan fonologi.

Ketiga, hasil penelitian Maksan (2005) yang berjudul “Alih Kode dalam

Pengajian Ramadan.” Dalam penelitian itu, Maksan mengupas bahasa yang

digunakan oleh para dai dalam pengajian-pengajian yang jumlah rekamannya 26

buah. Pembahasan lebih difokuskan pada masalah alih kode sebagai berikut:

1) Apa penyebab alih kode pada dai dalam wirid bulan puasa itu; dan 2) Apakah

latar belakang pendidikan dai berpengaruh terhadap alih kode dari bahasa

Indonesia (BI) ke bahasa Melayu (BM) tersebut.

Hasil pembahasannya menunjukkan bahwa alih kode tidak selalu

disebabkan oleh faktor pembicara, mitra wicara, situasi informal atau formal,

kehadiran orang ketiga dan perubahan topik pembicaraan seperti yang

dikemukakan oleh Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 1995). Maksan dalam hal

ini telah menemukan penyebab alih kode mirip dengan pendapat Grosjean (dalam

Fatimah, 1996) yang mengatakan bahwa alih kode disebabkan oleh kepahaman,

menghindarkan seseorang dari peristiwa tutur, menjalin keakraban, dan

menunjukkan status. Selain itu, Maksan juga menemukan penyebab alih kode

karena mempergunjingkan orang yang berkelakuan tidak seperti seharusnya.

Dengan melihat bervariasinya faktor-faktor penyebab alih kode tersebut,

baik yang dikemukakan oleh Fishman maupun Maksan, penelitian yang dilakukan

di Parigi tidak menutup kemungkinan akan menemukan faktor-faktor penyebab

alih kode yang lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjut yang

berkaitan dengan fenomena alih kode. Apalagi penelitian yang dilakukan di Parigi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

17

tidak fokus pada peristiwa tutur satu arah saja, seperti yang dilakukan oleh

Maksan, tetapi fokus juga pada penelitian terhadap peristiwa tutur dua arah.

Keempat, hasil penelitian Putra (2008) yang berjudul “Penggunaan Kode

oleh Masyarakat Muslim Bali Pegayaman : Kajian Sosiolinguistik.” Teori yang

digunakan oleh Putra dalam penelitian tersebut meliputi: Teori tentang Skala

Implikasional Pilihan Kode dari Gal (1979), Teori Situasi Kontekstual Pilihan

Kode dari Hymes (1972), Teori Faktor-faktor Sosial dan Dimensi Sosial Pilihan

Kode dari Holmes (1997), dan Teori Sosiobiologi dari Dawkins (1995).

Selama proses pengumpulan data, subjek diminta menentukan pilihan

kode apa saja yang paling sering digunakan terhadap interlokutor tertentu, di

lokasi-lokasi tertentu dan dalam membicarakan topik-topik tertentu. Hasil laporan

pribadi mereka disajikan secara umum dalam bentuk pilihan dan penggunaan

kode di antara tiga sampai empat generasi - dari generasi Ego satu di bawahnya

(anaknya si Ego), satu generasi di atasnya (orang tuanya), dan dua generasi

(kakek-neneknya). Hasil pemaparan pilihan kode sesuai dengan ketujuh ranah

(ranah keluarga, ranah ketetanggaan, ranah kekariban, ranah pendidikan, ranah

pemerintahan, ranah transaksi, dan ranah agama) dimanfaatkan untuk menjawab

permasalahan penelitian tentang kode-kode apa saja yang ada dan digunakan oleh

masyarakat tutur Muslim Bali Pegayaman dalam melakukan interaksi verbal.

Simpulan umum menunjukkan bahwa dalam ketujuh ranah yang diteliti

masyarakat tutur Muslim Bali Pegayaman, BB dipilih dan digunakan di seluruh

ranah. Penggunaan BB terlihat jelas, terutama pada ranah keluarga, kekariban, dan

ranah ketetanggaan. Pada ranah-ranah lainnya, seperti pendidikan, transaksi, dan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

18

pemerintahan, BB juga dipilih dan digunakan. Penggunaan BB bahkan telah

merembes masuk sampai ke ranah yang sensitif, seperti ranah agama.

Perbedaan mendasar antara penelitian Putra dan penelitian di Kecamatan

Parigi, yaitu tentang objek dan subjek penelitian. Objek penelitian Putra adalah

penggunaan kode dan subjeknya terfokus pada masyarakat Muslim, sedangkan

objek penelitian yang dilakukan di Kecamatan Parigi berupa penggunaan bahasa

dan subjeknya terfokus pada masyarakat Bali.

Kelima, hasil penelitian Sri Malini (2011) yang berjudul “Dinamika

Bahasa Bali di Daerah Transmigrasi di Provinsi Lampung.” Masalah yang dibahas

adalah karakteristik kebahasaan transmigrasi Bali di Lampung, kebertahanan

bahasa Bali, dan implementasi kebahasaan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah pendekatan

etnografi komunikasi. Pendekatan ini bertujuan untuk mengungkap pola-pola

komunikasi bahasa sebagai bagian dari pengetahuan dan perilaku budaya yang

dimiliki oleh satu guyub tutur dengan cara menghubungkan bentuk dan fungsi

bahasa yang digunakan itu dalam guyub tutur yang bersangkutan.

Menurut Hymes (1972), etnografi komunikasi bertujuan untuk mengisi

kesenjangan di dalam melihat secara langsung penggunaan bahasa dalam konteks

situasi sehingga pola-pola aktivitas tutur dapat diketahui dengan jelas. Hymes

mengusulkan komponen wicara sebagai parameter dalam menganalisis bentuk

kontekstual bahasa yang diakronimkan menjadi “SPEAKING”. SPEAKING itu

mencakup setting dan scene (latar dan suasana), participants (pelibat), ends

(tujuan), act squence (amanat), key (petunjuk), instrumentalities (alat), norms

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

19

(norma), dan genre (jenis). Konsep SPEAKING ini dapat dipakai sebagai acuan

dalam penelitian mengenai penggunaan bahasa pada guyub tutur masyarakat Bali

di Parigi, Sulawesi Tengah.

Selain pendekatan Etnografi Komunikasi, Sri Malini juga menggunakan

teori perubahan bahasa untuk menganalisis karakteristik kebahasaan dan

hubungan antara karakteristik kebahasaan dan hubungan kategori sosial dengan

tingkah laku berbahasa penutur bahasa Bali yang terkena gejala pergeseran

tersebut. Selain itu, dengan pendekatan tersebut juga ditemukan sikap para

penutur bahasa Bali terhadap perubahan bahasa yang sedang terjadi di Provinsi

Lampung.

Dalam penelitiannya, Sri Malini juga menggunakan teori pilihan bahasa.

Teori ini dalam pemilihan bahasa memiliki tiga kategori pilihan. Pertama, dengan

memilih satu variasi dari bahasa yang sama. Artinya, apabila seorang penutur

bahasa berbicara kepada orang lain dengan menggunakan BBH, ia telah

melakukan pilihan bahasa kategori pertama. Kedua, dengan melakukan alih kode,

artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa

lain pada keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi. Ketiga, dengan

melakukan campur kode, artinya dengan menggunakan satu bahasa tertentu

dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain. Teori pilihan bahasa

tersebut dapat dipakai sebagai acuan dalam penelitian mengenai penggunaan

bahasa pada guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, Sulawesi Tengah.

Evin – Trip (dalam Grosjean, 1982:125) mengidentifikasikan empat faktor

utama sebagai penanda pilihan bahasa penutur dalam interaksi sosial, yaitu (1)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

20

latar (waktu dan tempat) dan situasi, (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik

percakapan, dan (4) fungsi interaksi.

Dalam penelitiannya Sri Malini juga menggunakan teori sikap bahasa.

Teori ini digunakan untuk menganalisis sikap bahasa para transmigran terhadap

bahasa Bali. Sikap dalam hal ini bisa positif dan bisa juga negatif. Sikap positif

dapat dilihat dari kesetiaan atau loyalitas masyarakat bahasa terhadap bahasa

tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ciri-ciri sikap bahasa positif yang

dirumuskan oleh Garvin dan Mathiot (1968) adalah sebagai berikut: (1) kesetiaan

bahasa (language loyalty), (2) kebanggaan bahasa (language pride), dan (3)

kesadaran adanya norma bahasa (awareness of language norms). Sri Malini juga

menggunakan teori perencanaan bahasa dalam penelitiannya untuk membahas

perencanaan bahasa di Provinsi Lampung. Penerapan teori perencanaan bahasa ini

diharapkan dapat memberikan langkah-langkah konkret dalam implementasi

kebijakan bahasanya demi kebertahanan, keberlangsungan, dan pewarisan bahasa

daerah, khususnya bahasa yang hidup di daerah migran.

Selain itu, Sri Malini dalam penelitiannya juga menggunaan teori

struktural untuk mendeskripsikan BB berdasarkan sifat atau ciri yang dimiliki

bahasa itu. Menurut pandangan strukturalis, tiap-tiap bahasa mempunyai hak

untuk mempunyai sistem sendiri sehingga harus dianalisis secara khas pula.

Hasil analisis menyimpulkan bahwa bahasa yang dipakai/digunakan oleh

transmigran Bali di Lampung terdiri atas tiga bahasa, yaitu bahasa Bali, bahasa

Indonesia, dan bahasa Jawa. Karakteristik kebahasaan yang dituturkan

transmigran Bali di daerah transmigrasi di Lampung ditandai dengan (a) degradasi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

21

penguasaan leksikal transmigran Bali di kalangan generasi muda yang ditandai

dengan rendahnya penguasaan bahasa Bali, khususnya bahasa Bali halus dan

aksara Bali di kalangan transmigran Bali, (b) adanya interferensi fonologi pada

tuturan transmigran Bali yang terlihat dari perbedaan penulisan dan pengucapan,

bunyi vokal-sedang-tengah dan vokal-tinggi ke vokal sedang-belakang dan bunyi

tinggi ke bunyi sedang, dan (c) terdapatnya pembentukan kata-kata melalui proses

morfofonemis.

Pewarisan dan penguasaan bahasa Bali sebagai bahasa Ibu etnis Bali di

Lampung berlangsung secara informal. Meskipun demikian, kondisi

pemertahanan BB di daerah transmigrasi Provinsi Lampung dianggap cukup baik.

Berkaitan dengan perencanaan pembelajaran dihasilkan bahwa BB di

Lampung tidak diajarkan di sekolah sebagai suatu bidang studi, tetapi diselipkan

dalam pelajaran Agama Hindu dan diajarkan pada kegiatan nonformal.

2.2 Konsep

2.2.1 Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa dalam penelitian ini berkaitan dengan fungsi bahasa.

Fungsi dapat didefinisikan sebagai cara seseorang menggunakan bahasa. Artinya,

bagaimana seseorang menggunakan bahasa untuk mencapai suatu sasaran atau

tujuan (Halliday,1994:20). Dapat juga dikatakan bahwa penggunaan bahasa

berkaitan dengan cara seseorang memilih bahasanya ketika membicarakan topik

tertentu, ketika berbicara dengan orang tertentu, ketika berbicara di tempat

tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

22

Topik sering sekali sangat berpengaruh terhadap pilihan bahasa dalam

konteks masyarakat multilingual. Bahkan, orang yang bilingual cenderung belajar

tentang beberapa topik melalui satu bahasa dan topik yang lain melalui medium

bahasa kedua.

Selain topik, pilihan bahasa yang tepat juga bergantung pada latar (lokasi)

dan partisipan (termasuk usia, jenis kelamin, dan status sosialnya) (Ibrahim,

1994:78). Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan bahwa seorang anak yang bilingual

bisa menggunakan bahasa Inggris secara reguler di sekolah dan bahasa Spanyol di

rumah, tetapi bisa menggunakan bahasa Spanyol di sekolah dengan neneknya

apabila kebetulan neneknya mengunjunginya di sekolah dan berbicara bahasa

Inggris di rumah dengan gurunya apabila gurunya berkunjung ke rumahnya.

2.2.2 Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi

Parigi adalah nama sebuah kecamatan yang ada di Kabupaten Parigi

Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Parigi sebagian besar penduduknya

memeluk agama Islam. Kecamatan Parigi terdiri atas 10 desa, yaitu Desa Olaya,

Desa Pombalowo, Desa Mertasari, Desa Maesa, Desa Loji, Desa Masigi, Desa

Bantaya, Desa Kampal, Desa Bambalemo, dan Desa Lebo. Dari sepuluh desa

yang ada di Kecamatan Parigi, dipilih Desa Mertasari sebagai lokasi penelitian.

Selain Desa Mertasari, ada juga beberapa desa yang dijadikan lokasi

penelitian. Desa-desa tersebut, yaitu Desa Nambaru dan Desa Sumbersari. Kedua

desa tersebut berada di Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong,

Provinsi Sulawesi Tengah.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

23

Warga Bali di Desa Mertasari, Desa Nambaru, dan Sumbersari, ketiganya

tergolong masyarakat tutur yang menggunakan bahasa yang sama dan diatur

dengan kaidah-kaidah berdasarkan kesepakatan warganya. Oleh karena itu, warga

Bali di ketiga desa tersebut dapat digolongkan sebagai guyub tutur. Uraian

selengkapnya tentang konsep guyub tutur dapat dilihat pada uraian berikut.

Ada pendapat yang memandang guyub tutur sebagai penggunaan bahasa

yang sama dari masyarakat yang bersangkutan. Namun, ada pula pendapat yang

mengatakan guyub tutur itu sebagai suatu persamaan kaidah-kaidah bicara dari

masyarakat yang bersangkutan, seperti yang dikemukakan oleh Troike (1968).

Troike juga menyebut bahwa dalam guyub tutur persamaan bahasa itu tidak perlu,

yang penting adalah terdapatnya kaidah bicara, sedangkan Hymes memandang

dalam guyub tutur semua warga guyub tutur saling terpaut bukan hanya oleh

kaidah bicara yang sama, melainkan juga oleh setidak-tidaknya satu ragam

(varietas) bahasa.

Menurut Lyons (1970), guyub tutur adalah semua orang yang memakai

suatu bahasa atau dialek tertentu. Batasan ini dapat saja menimbulkan guyub tutur

mengalami tumpang tindih jika terdapat para dwibahasawan dan tidak perlu

mengacu pada kesatuan sosial atau kesatuan kultural.

Berdasarkan batasan para ahli di atas, disimpulkan bahwa guyub tutur

adalah guyub yang memiliki pengetahuan bersama tentang kaidah tutur, baik

dalam bertutur maupun dalam menginterpretasikannya. Simpulan tersebut

dipertegas lagi oleh Sumarsono (2002:35) bahwa tutur dalam suatu komunikasi

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

24

memiliki kaidah tertentu dan yang menentukan kaidah tersebut adalah guyub

tutur.

2.2.3 Ranah

Fishman (1971) mendefinisikan ranah sebagai konstruk sosial yang

diabstraksikan dari topik-topik komunikasi, hubungan antarkomunikator, dan

lokasi komunikasi sesuai dengan institusi masyarakat dan ruang lingkup aktivitas

masyarakat bahasa itu. Ranah yang dikembangkan Fishman berguna untuk

deskripsi dan penjelasan distribusi sarana komunikasi. Dengan demikian, faktor-

faktor yang menentukan ranah mencakup bidang yang dibicarakan (misalnya:

agama, keluarga, pekerjaan, hubungan antarpartisipan, dan latar interaksi itu).

Rupanya pandangan Fishman tentang ranah sangat berkaitan dengan situasi guyub

tutur masyarakat Bali di Parigi. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori

ranah yang dikemukakan oleh Fishman dengan mengacu pada lima ranah, yaitu:

ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian, dan keluarga.

2.3 Landasan Teori

Selain metode, penelitian yang baik dan benar perlu menggunakan teori

yang baik pula. Teori yang digunakan dalam praktiknya disesuaikan dengan

masalah penelitian. Tujuannya tiada lain agar penelitian yang dilakukan memiliki

arah ke mana harus bergerak. Teori yang dimaksud dapat dilihat pada uraian

berikut.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

25

2.3.1 Teori sosiolinguistik

Teori sosiolinguistik sebagai landasan dalam meneliti penggunaan bahasa

tetap relevan untuk diacu dalam penelitian ini. Seperti diketahui, sosiolinguistik

mengkaji bahasa dengan mempertimbangkan hubungan antara bahasa dan

masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Hal ini didasari oleh

pemahaman bahwa sosiolinguistik sebagai bidang ilmu antardisiplin yang

mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa di dalam

masyarakat.

Hampir satu abad paham tersebut telah dikemukakan oleh de Saussure

(1916), yang menyebutkan bahwa bahasa adalah pranata kemasyarakatan. Oleh

karena itu, para pakar bahasa merasa perlu menaruh perhatian yang lebih terhadap

dimensi kemasyarakatan bahasa karena dimensi kemasyarakatan bukan hanya

memberi makna pada bahasa, melainkan juga menyebabkan terjadinya ragam-

ragam bahasa.

Setelah melewati pertengahan abad ke-20, yakni tahun 1960-an,

muncullah banyak kajian yang mencoba mengaitkan masalah kebahasaan dengan

masalah kemasyarakatan. Artinya, kajian yang menggunakan faktor linguistik

bertujuan untuk menjelaskan masalah sosial kemasyarakatan. Sebagai contoh,

perhatikan penggunaan bahasa, seperti yang dikemukakan oleh Jendra (2007:14)

di bawah ini.

(1) Saudara-saudara peserta sidang yang kami hormati.

(2) Ibu dan Bapak-Bapak peserta sidang yang kami muliakan.

(3) Hadirin dan hadirat peserta sidang yang berbahagia.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

26

Jika dilihat dari pandangan seorang linguis, ketiga kalimat itu wajar tanpa

perlu dipertanyakan mengapa tuturan itu berbeda. Namun, seorang sosiolinguis

akan mempertanyakan mengapa tuturan itu berbeda, pasti ada latar belakang yang

menyebabkannya. Seorang linguis hanya memperhatikan struktur kalimatnya

tanpa melihat latar belakang yang menyebabkan tuturan itu berbeda. Padahal,

informasinya satu, yaitu menghormati peserta sidang.

Berhubung seorang linguis cenderung melupakan apa yang

melatarbelakangi wujud tuturan semacam itu lalu timbul keinginan untuk

mengetahuinya. Keinginan itu tertuang dalam kajian yang disebut sosiolinguistik.

Fishman (1976:15) menyatakan bahwa sosiolinguistik memberikan

pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa, bagaimana bahasa itu dipakai

dalam aspek-aspek sosial tertentu. Sosiolinguistik juga memberikan pedoman

dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa, gaya bahasa

apa yang harus digunakan jika berbicara dengan orang tertentu.

Uraian di atas membuktikan berlakunya konsep yang dikemukakan oleh

Fishman (1976) yang dikenal dengan istilah: who speak „siapa bicara‟, what

language „bahasa apa yang digunakan‟, to whom „kepada siapa bahasa itu

ditujukan‟, dan when „kapan bahasa itu digunakan‟, bahkan istilah yang

dikemukakan oleh Fishman dapat dikatakan sebagai inti studi sosiolinguistik.

Di bawah payung sosiolinguistik, ada beberapa teori yang dipergunakan

untuk mengkaji permasalahan penelitian. Beberapa teori yang dimaksud adalah

sebagai berikut.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

27

2.3.2 Teori pilihan bahasa

Pilihan bahasa merupakan aspek penting dalam sosiolinguistik. Oleh

karena itu, teori pilihan bahasa terasa tepat dipergunakan dalam bidang

sosiolinguistik, terutama jika bahasan menyangkut penggunaan bahasa. Artinya,

seseorang dalam masyarakat bilingual/multilingual harus memilih bahasa yang

mana harus digunakan ketika berbicara dengan orang lain.

Selain itu dalam berbicara, pembicara selalu menyesuaikan ragam bahasa

dengan mitra wicara, misalnya kepada anak-anak, atasan, pelayan, orang yang

belum dikenal, dan teman sejawat. Wardhaugh (1998) mengatakan bahwa ketika

kita berbicara, kita harus secara konstan melakukan bermacam-macam

pertimbangan: dengan siapa kita berbicara, bagaimana cara menyampaikannya,

bagaimana cara menyampaikan kalimat-kalimat, kata-kata dan intonasi yang

seperti apa yang harus dilakukan, dan sebagainya.

Hal ini dipertegas lagi oleh Rokhman (2001:38) yang mengatakan bahwa

pada saat orang mengamati seorang penutur yang menguasai dua bahasa atau

lebih maka yang terjadi pada penutur yang bersangkutan biasanya suatu keharusan

untuk memilih bahasa mana yang harus digunakan. Fenomena demikian di dalam

sosiolinguistik merupakan salah satu jenis pilihan bahasa yang utama, yang

berkaitan dengan bentuk tindak tutur yang dinamakan alih kode dan campur kode.

Menurut Fasold (1984), ada tiga jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu

(1) alih kode, artinya penggunaan satu bahasa untuk satu keperluan dan

penggunaan bahasa yang lain pada keperluan lain, (2) campur kode, artinya

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

28

penggunaan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa

lain, dan (3) pemilihan satu variasi bahasa yang sama.

Selanjutnya, teori yang dikemukakan oleh Fasold dipergunakan untuk

menganalisis masalah yang berkaitan dengan pilihan penggunaan bahasa oleh

guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Alasan ataupun dasar yang menjadi

pertimbangan dipergunakan teori tersebut adalah kesiapan penutur memilih

bahasa untuk dipergunakan dalam komunikasi.

Pilihan bahasa yang dilakukan penutur ditentukan oleh beberapa faktor,

antara lain : topik, latar, dan partisipan. Seorang penutur yang bilingual cenderung

menggunakan satu medium bahasa jika membicarakan sebuah topik dan

menggunakan medium bahasa kedua jika membicarakan topik yang lain. Seorang

anak yang bilingual bisa saja menggunakan bahasa Indonesia di sekolah dan

bahasa daerah di rumah, tetapi bisa juga menggunakan bahasa daerah di sekolah

dengan bapaknya apabila kebetulan bapaknya mengunjunginya di sekolah dan

berbicara bahasa Indonesia di rumah dengan gurunya jika gurunya berkunjung ke

rumahnya. Evin - Trip (dalam Grosjean, 1982:125) mengidentifikasi empat faktor

utama sebagai penanda pilihan bahasa penutur dalam interaksi sosial, yaitu: (1)

latar (waktu dan tempat) dan situasi, (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik

percakapan, dan (4) fungsi interaksi. Teori pilihan bahasa ini dipergunakan untuk

menganalisis masalah nomor 1.

2.3.3 Teori komponen tutur

Penggunaan bahasa dalam berinteraksi sosial selain ditentukan oleh faktor

linguistik juga ditentukan oleh faktor nonlinguistik. Kedua faktor tersebut sangat

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

29

berkaitan dengan faktor sosial dan kultural karena pada dasarnya bahasa adalah

bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial.

Faktor luar bahasa (extralinguistic) sebagai penentu penggunaan bahasa

dalam bertutur dapat juga disebut sebagai komponen tutur (component of speech)

(Hymes, 1972). Artinya, setiap tuturan manusia dalam berinteraksi verbal selalu

berkaitan erat dengan komponen-komponen tutur meskipun tidak selalu semua

komponen tutur itu muncul sekaligus dalam sebuah tuturan. Kadang-kadang

sebuah komponen muncul, namun beberapa komponen lainnya tidak muncul

dalam tuturan tertentu.

Menurut Hymes (1972), dalam tulisannya “Model of Interaction of

Language and Social Life”, ada delapan komponen yang dianggapnya

berpengaruh terhadap pemilihan kode dalam bertutur. Hymes menyebut hal itu

sebagai components of speech yang pada intinya meliputi: (1) tempat dan suasana

tutur, (2) peserta tutur, (3) tujuan tuturan, (4) pokok tuturan, (5) nada tuturan, (6)

sarana tuturan, (7) norma tuturan, dan (8) jenis tuturan. Kedelapan komponen

tuturan tersebut dikenal dengan istilah “SPEAKING” yang berturut-turut

dimaksudkan sebagai berikut.

S (setting)

P (participants)

E (ends)

A (act sequences)

K (keys)

I (instrumentalities)

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

30

N (norms)

G (genres)

Selanjutnya, teori tersebut dapat dipergunakan untuk menganalisis masalah

yang berkaitan dengan macam, fungsi, dan makna alih kode. Alasan yang menjadi

dasar pertimbangan digunakannya teori tersebut adalah bahwa setiap tuturan

manusia dalam berinteraksi verbal selalu berkaitan erat dengan komponen tuturan

meskipun tidak selalu semua komponen tuturan itu muncul sekaligus dalam

sebuah tuturan. Kadang-kadang sebuah komponen tuturan muncul, namun

beberapa komponen lainnya tidak muncul dalam tuturan tertentu. Teori komponen

tuturan tersebut dipergunakan untuk menganalisis masalah nomor 2 dan 3.

2.3.4 Teori akomodasi

Teori akomodasi pada hakikatnya adalah suatu teori dalam sosiolinguistik

yang bertujuan untuk menjelaskan mengapa orang-orang memodifikasi gaya

tuturannya menjadi lebih sama atau kurang sama dengan tuturan mitra wicaranya

(Crystal,1987:4). Trudgill (1986) mengatakan bahwa kata akomodasi dan

berakomodasi dalam analisis dipakai sebagai padanan kata konvergensi dan

berkonvergensi. Hal ini berdasar pada pertimbangan bahwa kata akomodasi

adalah penyesuaian atau pengurangan perbedaan. Pandangan Trudgill tersebut

senada dengan Crystal. Secara konkret pandangan kedua pakar sosiolinguistik

tersebut dapat dilihat pada contoh yang dikemukakan oleh Chaer (1995:144)

berikut.

“Ani pramuniaga sebuah toko cinderamata kedatangan tamu turis asing

yang mengajak bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Pada saat si turis

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

31

berinteraksi verbal tampaknya kehabisan kata-kata untuk terus berbicara dalam

bahasa Indonesia, maka Ani cepat-cepat berakomodasi/menyesuaikan bahasanya

untuk bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Akhirnya percakapan menjadi lebih

lancar.”

Ilustrasi tersebut memperlihatkan terjadinya akomodasi yang dilakukan

oleh Ani dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Teori akomodasi tersebut

ternyata relevan dengan teori alih kode yang digunakan dalam penelitian di

Kecamatan Parigi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Gianto (1996:177) bahwa bila beberapa

bahasa dipakai di wilayah yang sama dapat terjadi serangkaian perubahan pada

tiap-tiap bahasa. Pola-pola bahasa yang satu dapat dialihkan ke dalam bahasa

yang lain lewat proses peminjaman (borrowing) atau konvergensi.

Pada situasi tertentu peristiwa alih kode dapat juga berfungsi sebagai

strategi akomodasi bahasa, khususnya pada alih bahasa dari bahasa Bali ke bahasa

lain. Jika diperhatikan secara saksama penggunaan bahasa sehari-hari di rumah,

orang tua cenderung melakukan alih kode atau alih bahasa untuk menyesuaikan

diri dengan bahasa anaknya.

Pemanfaatan alih kode sebagai strategi akomodasi sejajar dengan teori

akomodasi bahasa yang pertama kali diperkenalkan oleh Giles (1977). Teori ini

beranggapan bahwa seseorang dapat memengaruhi orang lain untuk menilai

positif dirinya dengan mengurangi perbedaan yang terdapat di antara dirinya dan

orang lain. Selanjutnya, juga disebutkan bahwa pemilihan ragam tertentu dalam

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

32

teori akomodasi bahasa mungkin merupakan refleksi keinginan seseorang untuk

memperoleh penerimaan secara sosial.

Teori tersebut digunakan untuk menganalisis masalah yang berkaitan

dengan macam, fungsi, dan makna alih kode serta faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya alih kode dalam penggunaan bahasa oleh guyub tutur

masyarakat Bali di Parigi. Alasan yang menjadi dasar pertimbangan digunakannya

teori tersebut adalah bahwa teori akomodasi cenderung mengambil bentuk

konvergensi atau menyatu atau menuju ke suatu arah, yaitu penutur akan memilih

satu bahasa atau ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan atau kemampuan

mitra wicara. Fenomena kebahasaan yang demikian mengakibatkan terjadinya alih

kode. Oleh karena itu, teori akomodasi tersebut dipergunakan untuk menganalisis

masalah nomor 2 dan 3.

2.3.5 Alih kode

Konsep alih kode secara lengkap dapat dilihat pada uriaian berikut. Alih

kode didefinisikan sebagai perubahan bahasa dalam suatu peristiwa tutur

(Gumperz, 1976). Perubahan kode tersebut mengacu pada perubahan dalam

bahasa menurut domain, alih style mengacu pada perubahan dalam varietas bahasa

yang melibatkan perubahan hanya pada pemarkah-pemarkah kode. Semua hal itu

merupakan ciri-ciri nonverbal yang dihubungkan dengan dimensi sosial dan

kebudayaan, seperti jenis kelamin, kelas sosial, usia, dan hubungan antarpenutur.

Konsep alih kode yang dikemukakan oleh Gumperz diperjelas lagi oleh

Appel. Appel (1976:99) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan

pemakaian bahasa karena perubahan situasi. Appel lebih terfokus pada konteks

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

33

situasi dalam mendefinisikan alih kode. Memang, sesungguhnya situasilah yang

menyebabkan seorang penutur/petutur beralih kode ketika interaksi verbal

berlangsung. Selain Appel, Romaine (1995:121) mendefinisikan alih kode sebagai

pergantian subsistem atau sistem gramatikal yang berbeda dalam suatu pergantian

tuturan.

Hymes (1976:103) mendefinisikan alih kode sebagai pergantian atau

peralihan dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa bahkan

beberapa gaya dari satu ragam. Alih kode berawal dari pinjaman kata-kata baru

yang pada awalnya belum terintegrasi ke dalam bahasa kedua (Spolsky, 2008:49).

Begitu alaminya ihwal pengalihan bahasa itu sehingga semua masyarakat

bahasa yang memiliki kemampuan berdwibahasa pasti memiliki peranan dalam

memunculkan peralihan bahasa ketika interaksi verbal berlangsung. Hal ini tentu

ditemukan juga di tengah-tengah masyarakat penutur bahasa Indonesia yang

memiliki kemampuan berdwibahasa. Masyarakat ini beralih bahasa dari bahasa

Indonesia ke bahasa daerah ataupun bahasa asing atau sebaliknya

(Siregar,1996:67).

Suasana budaya yang secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh

penggunaan bahasa akan menghendaki seseorang memilih dan menggunakan

variasi bahasa tertentu. Misalnya, sekelompok pegawai yang sedang terlibat dalam

suatu pembicaraan yang berkaitan dengan pekerjaan cenderung akan mengubah

variasi bahasa yang digunakan jika pada saat itu pimpinan mereka datang (Malini

dan Puspani,2008:175).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

34

Dari beberapa konsep alih kode yang telah dipaparkan, ternyata ada

kesamaan konsep. Konsep alih kode yang dikemukakan oleh para pakar bahasa

sebagian besar mengacu pada peralihan dari dua bahasa atau lebih. Walaupun

demikian, penelitian tentang penggunaan alih kode di Kecamatan Parigi

menggunakan konsep alih kode yang dikemukakan oleh Hymes. Hal itu

disebabkan objek fenomena alih kode yang diteliti tidak terfokus pada peralihan

antarbahasa, tetapi juga pada peralihan intrabahasa.

Alih kode dan campur kode di samping memiliki persamaan juga memiliki

sedikit perbedaan. Persamaannya, yaitu digunakannya dua bahasa atau lebih atau

dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Perbedaannya, yaitu

jika dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih

memiliki otonomi masing-masing, dilakukan secara sadar dan sengaja dengan

sebab-sebab tertentu, sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau

kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya dan kode-

kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-

serpihan tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode (Aslinda dan Leni

Syafyahya,2007:87). Jika seorang penutur dalam berbahasa Indonesia sering

menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya dapat dikatakan telah

melakukan campur kode. Dengan demikian, muncullah ragam bahasa Indonesia

yang kebali-balian (kalau bahasa daerahnya bahasa Bali) atau bahasa Indonesia

kebatak-batakan (kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Batak).

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

35

Perbedaan antara alih kode dan campur kode dikemukakan juga oleh

Thelander (1976:103). Menurut Thelander, bila di dalam suatu peristiwa tutur

terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, peristiwa

yang terjadi adalah alih kode. Namun, jika dalam suatu peristiwa tutur, klausa-

klausa ataupun frasa-frasa yang digunakan terdiri atas klausa dan frasa campuran

dan tiap-tiap klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri,

peristiwa yang terjadi adalah campur kode.

Pandangan berikutnya tentang perbedaan antara alih kode dan campur

kode dikemukakan oleh Ohuiwutun. Menurut Ohuiwutun (2002:69), campur kode

adalah penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam suatu kalimat

atau wacana bahasa lain. Ohuiwutun mencontohkan penggunaan bahasa campuran

antara bahasa Indonesia dan salah satu bahasa daerah; sedangkan alih kode adalah

peralihan pemakaian dari satu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek lainnya.

Ohuiwutun juga mengatakan bahwa alih kode sepenuhnya terjadi karena

perubahan-perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa.

Berdasarkan pandangan para pakar tentang perbedaan alih kode dan

campur kode, penelitian ini cenderung mengacu pada pandangan Thelander.

Thelander lebih jelas mendeskripsikan perbedaan tersebut dibandingkan dengan

pakar lainnya, sedangkan untuk menganalisis fenomena alih kode pada masalah

nomor 2 dan 3, penelitian ini menggunakan teori alih kode yang dikemukakan

oleh Hymes.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

36

2.3.6 Perbedaan antara alih kode dan pinjaman (borrowing)

Alih kode dan pinjaman perlu dibedakan dalam pilihan bahasa. Dalam alih

kode unsur-unsur yang dialihkodekan, seperti klausa, kalimat tidak terintegrasi ke

dalam bahasa dasar, tetapi unsur-unsur yang dialihkodekan itu berpindah secara

total ke bahasa dasar atau bahasa lainnya. Dalam proses pinjaman (borrowing),

unsur-unsur seperti klausa, kalimat yang dipinjam sudah terintegrasi, baik secara

fonologis maupun morfologis ke bahasa dasar (Grosjean, 1982:146).

2.3.7 Campur kode

Nababan (1984:32) mengemukakan fenomena campur kode itu sebagai

berikut.

Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua atau

lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa (speech act)

tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran

bahasa itu. Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode.

Jika dicermati pandangan Nababan tersebut, ternyata campur kode dan alih

kode memiliki perbedaan. Kalau alih kode ada kondisi yang menuntut penutur

beralih kode dan hal itu menjadi kesadaran penutur, sedangkan campur kode

terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut percampuran kode tersebut.

Dibandingkan dengan pendapat Nababan tersebut, pendapat Fasold

(1984:180) lebih tegas lagi dengan lebih mempertimbangkan faktor linguistik atau

kebahasaan. Dia menyatakan bahwa campur kode adalah fenomena yang lebih

lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-

serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya

ia menggunakan bahasa yang tertentu. Serpihan-serpihan itu berasal dari bahasa

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

37

lain dan biasanya berupa kata, tetapi dapat juga berupa frasa atau unit bahasa yang

lebih besar.

Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi

informal. Dalam situasi formal jarang terjadi campur kode. Kalau terdapat campur

kode dalam keadaan demikian, hal itu disebabkan oleh tidak adanya ungkapan

yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu sehingga perlu memakai kata

atau ungkapan dari bahasa lainnya. Oleh karena itu, untuk menganalisis campur

kode pada masalah nomor 4, penelitian ini menggunakan teori campur kode yang

dikemukakan oleh Nababan.

2.3.8 Interferensi

Interferensi dapat diartikan sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa

ke dalam bahasa lain. Gejala kebahasaan tersebut pada awalnya dikemukakan oleh

Weinreich (1953) dalam bukunya yang berjudul Languages in Contact.

Berdasarkan batasan tersebut, interferensi adalah fenomena masuknya unsur suatu

bahasa pada bahasa yang lain. Dengan perkataan lain, interferensi adalah

masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang mengakibatkan

pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya, baik pelanggaran kaidah fonologi,

kaidah gramatikal, kaidah leksikal, maupun kaidah semantis. Dengan demikian,

teori interferensi yang dikemukakan oleh Weinreich ini dipergunakan untuk

menganalisis masalah interferensi pada masalah nomor 4.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

38

2.4 Model Penelitian

Pelaksanaan penelitian penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di

Parigi adalah sebagai berikut. Dengan memperhatikan studi awal dan kajian

pustaka, penelitian ini menggarap empat masalah utama, yaitu (1) pilihan

penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, (2) macam, fungsi, dan

makna alih kode sebagai salah satu fenomena kebahasaan, (3) sebab-sebab

terjadinya alih kode, dan (4) campur kode dan interferensi penggunaan bahasa

guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Alur penelitian untuk membahas keempat

masalah tersebut dapat dilihat pada bagan model penelitian berikut.

Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

Pilihan Penggunaan

Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

Macam, Fungsi, dan Makna Alih

Kode dalam Penggunaan Bahasa

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya

Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa

Wujud dan Penyebab Terjadinya

Campur Kode dan Interferensi

Temuan Penelitian

Metode

Kuantitatif

Metode

Kualitatif

Teori Sosiolinguistik:

1. Teori Pilihan Bahasa

2. Teori Komponen Tutur

3. Teori Akomodasi

4. Teori Alih Kode

5. Teori Campur Kode

6. Teori Interferensi

Bagan 2.1

Model Penelitian

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

39

Bagan 2.1 menunjukkan bahwa penelitian ini membahas empat masalah,

yaitu (1) pilihan penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, (2)

macam, fungsi, dan makna alih kode, (3) faktor-faktor yang menyebabkan guyub

tutur masyarakat Bali beralih kode ketika berinteraksi verbal, dan (4) wujud dan

faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode dan interferensi penggunaan

bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

Masalah pertama dianalisis dengan menggunakan teori pilihan bahasa.

Teori tersebut digunakan untuk mengkaji pilihan bahasa apa saja yang digunakan

oleh etnis Bali ketika berbicara pada ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian,

dan keluarga.

Masalah kedua dan ketiga dikaji dengan menggunakan teori komponen

tutur, akomodasi dan alih kode. Teori komponen tutur dipergunakan berdasar

pada suatu pemikiran bahwa faktor luar bahasa sangat menentukan penggunaan

bahasa seseorang. Teori akomodasi dipergunakan untuk menjelaskan mengapa

orang-orang memodifikasi gaya tuturannya menjadi lebih sama atau kurang sama

dengan tuturan mitra wicaranya. Teori alih kode dipergunakan berdasar pada

suatu pemikiran bahwa seseorang cenderung menggunakan satu bahasa untuk satu

keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain. Masalah

keempat dikaji dengan menggunakan teori campur kode dan interferensi.

Selanjutnya, data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan

metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dipergunakan untuk mengkaji

masalah kedua, ketiga dan keempat, sedangkan metode kuantitatif dipergunakan

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

40

untuk menganalisis masalah pertama, yaitu penentuan jumlah persentase

pengguna bahasa. Dengan menggunakan metode dan teori yang valid diharapkan

diperoleh temuan yang sesuai dengan pokok permasalahan.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penggunaan bahasa merupakan salah satu fenomena bahasa dalam

kehidupan bermasyarakat. Fenomena kebahasaan itu muncul berdasarkan konteks

situasional. Kapan seseorang menggunakan “bahasa x” dan kapan seseorang

menggunakan “bahasa y” sangat bergantung pada latar, topik, ataupun partisipan.

Artinya, tempat, topik, ataupun partisipan sangat memengaruhi pemakaian bahasa

seseorang. Oleh karena itulah, penelitian ini berlandaskan pendekatan

fenomenologis.

Pendekatan fenomenologis merupakan sebuah pendekatan yang mengkaji

atau penampakan yang mana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi satu

sama lain, tetapi selalu berhubungan secara dialektis. Jadi, dalam pandangan

fenomenologis sesuatu yang tampak itu pasti bermakna menurut subjek yang

menampakkan fenomena itu karena setiap fenomena berasal dari kesadaran

manusia sehingga sebuah fenomena pasti ada maknanya (Bungin,2008: 3). Dalam

penelitian kualitatif peran bahasa dan makna-makna yang dianut subjek penelitian

menjadi sangat penting (Mulyana,2002:155).

Alih kode sebagai salah satu fenomena kebahasaan dalam masyarakat

selalu dilakukan secara sadar atau bersebab. Sebagai contoh, dua orang yang

sama-sama berasal dari Jawa, yaitu Bambang dan Susilo. Ketika mereka sedang

asyik bercakap-cakap, datanglah Ketut, teman kuliahnya yang berasal dari Bali.

Tentu Ketut dalam hal ini tidak dapat berbahasa Jawa. Oleh karena itu, Ketut

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

42

menyapa mereka dalam bahasa Indonesia. Akhirnya, Bambang dan Susilo beralih

kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Secara sosial peralihan pemakaian

bahasa tersebut memang harus dilakukan sebab sangat tidak pantas dan tidak etis

secara sosial untuk terus menggunakan bahasa Jawa yang tidak dimengerti oleh

orang ketiga, apalagi orang ketiga itu telah lebih dahulu menyapa mereka dengan

menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, fenomena alih kode dapat

dikatakan mempunyai fungsi sosial.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Tengah. Wilayah Provinsi

Sulawesi Tengah bagian utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi

Gorontalo, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku, bagian selatan

berbatasan dengan Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara, dan bagian barat

berbatasan dengan Selat Makasar (Sulawesi Tengah dalam Angka tahun 2012).

Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 10 wilayah kabupaten dan satu kota.

Kesepuluh wilayah kabupaten tersebut meliputi: (1) Banggai Kepulauan,

(2) Morowali, (3) Donggala, (4) Buol, (5) Parigi Moutong, (6) Tojo Una Una, (7)

Poso, (8) Tolitoli, (9) Banggai, (10) Sigi dan Kota Palu.

Dari 10 wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah,

Kabupaten Parigi Moutong dijadikan sebagai lokasi penelitian. Kabupaten Parigi

Moutong merupakan pemekaran dari Kabupaten Donggala yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002. Kabupaten tersebut terdiri

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

43

atas 20 wilayah kecamatan (Parigi Moutong dalam Angka Tahun 2010). Dua di

antaranya adalah Kecamatan Parigi dan Kecamatan Parigi Selatan.

Secara lengkap mengenai lokasi penelitian dan jumlah penduduk, baik

tingkat kabupaten maupun kecamatan di Sulawesi Tengah dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga

Menurut Kabupaten/Kota, 2011

Kabupaten/Kota Penduduk

(Jiwa)

Rumah Tangga Rata-rata

Anggota RT

1. Banggai Kepulauan 174.800 44.495 3,93

2. Banggai 329.609 82.581 3,99

3. Morowali 210.136 51.983 4,04

4. Poso 213.096 50.343 4,23

5. Donggala 282.752 64.081 4,41

6. Tolitoli 215.202 49.420 4,35

7. Buol 134.776 31.748 4,25

8. Parigi Moutong 421.234 98.470 4,28

9. Tojo Una-Una 140.358 31.856 4,41

10. Sigi 219.005 50.663 4,32

11. Palu 342.754 79.136 4,33

Jumlah 2.683.722 634.776 4,23

Sumber: Sulawesi Tengah dalam Angka (2012:67)

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk, Desa/Kelurahan, dan Kepadatan Penduduk

per-Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota, 2011

Kabupaten/Kota Penduduk

(Jiwa)

Desa/

Kelurahan

Rata-rata Penduduk

per-Desa

1. Banggai Kepulauan 174.800 210 832

2. Banggai 329.609 339 972

3. Morowali 210.136 240 876

4. Poso 213.096 156 1.366

5. Donggala 282.752 150 1.885

6. Tolitoli 215.202 91 2.365

7. Buol 134.776 108 1.248

8. Parigi Moutong 421.234 200 2.106

9. Tojo Una-Una 140.358 121 1.160

10. Sigi 219.005 157 1.395

11. Palu 342.754 43 7.971

Jumlah 2.683.722 1.815 1.479

Sumber: Sulawesi Tengah dalam Angka (2012:68)

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

44

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Penduduk

per-Rumah Tangga

Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Rumah

Tangga

Rata-rata Penduduk

per-Rumah Tangga

1. Sausu 20.906 5.165 4

2. Torue 18.300 4.432 4

3. Balinggi 15.894 3.706 4

4. Parigi 27.354 6.310 4

5. Parigi Selatan 20.755 4.837 4

6. Parigi Barat 6.769 1.573 4

7. Parigi Utara 5.518 1.227 4

8. Parigi Tengah 7.961 1.711 5

9. Ampibabo 20.056 4.404 5

10. Kasimbar 20.126 4.555 4

11. Toribulu 15.975 3.581 4

12. Siniu 8.301 1.898 4

13. Tinombo 32.496 7.306 4

14. Tinombo Selatan 24.499 5.322 5

15. Tomini 16.998 3.760 5

16. Mepanga 26.735 6.432 4

17. Palasa 25.208 5.328 5

18. Moutong 19.173 4.339 4

19. Bolano Lambunu 53.145 12.983 4

20. Taopa 12.314 2.891 4

Parigi Moutong

2009 398.483 91.759 4

2008 382.596 91.133 4

Sumber: Parigi Moutong dalam Angka (2010:22)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu: (1) data lisan dan (2)

data tulis. Data lisan diperoleh melalui percakapan antarinforman. Data tersebut

digunakan unuk membahas masalah (2), (3), dan (4) yang merupakan data

kualitatif, sedangkan data tulis diperoleh melalui kuesioner. Data tersebut

digunakan untuk membahas masalah (1) yang merupakan data kuantitatif.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dua sumber data, yaitu (1) data

primer dan (2) data sekunder. Data primer merupakan data yang utama dalam

penelitian ini. Data primer bersumber dari semua etnis Bali yang ada di dua

kecamatan, yaitu Kecamatan Parigi dan Kecamatan Parigi Selatan.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

45

Agar penelitian ini berlangsung dengan baik, informan yang dipilih

memiliki beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut meliputi: (1) sehat jasmani

dan rohani, (2) minimal menguasai bahasa Bali dan bahasa Indonesia, (3) jujur,

(4) memiliki waktu yang cukup, (5) sabar, (6) penutur bahasa Bali, (7) usia 15-22

tahun (kelompok remaja), dan usia 26-65 tahun (kelompok dewasa), (8)

berdomisili di lokasi penelitian, dan (9) pendidikan minimal SD. Persyaratan

informan tersebut sebagian besar dikemukakan oleh Samarin (1988:55).

Untuk penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan informan sebanyak 50

orang sebagai sampel. Jumlah tersebut diambil dengan menggunakan teknik

quota. Teknik quota digunakan untuk menentukan jumlah anggota sampel

sebanyak 25 orang kelompok dewasa dan 25 orang kelompok remaja, sedangkan

untuk penelitian kualitatif digunakan teknik purposive sampling. Teknik itu

digunakan untuk menemukan fenomena alih kode, campur kode, dan interferensi

dari berbagai lapisan masyarakat dan berbagai situasi penggunaan bahasa guyub

tutur masyarakat Bali di Parigi, Sulawesi Tengah.

Data sekunder berupa informasi sehubungan dengan topik penelitian. Oleh

karena itu, data sekunder sangat diperlukan peneliti, baik berupa dokumentasi

yang berkaitan dengan jumlah penduduk maupun agama, pendidikan, pekerjaan,

dan sebagainya. Selain itu, data sekunder berupa hasil penelitian juga sangat

diperlukan keberadaannya untuk melengkapi informasi/data sehubungan dengan

masalah penelitian, seperti hasil penelitian Jendra (1988) yang berjudul “Alih

Kode Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Kehidupan Masyarakat Kota

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

46

Denpasar”; Dhanawaty (2002) yang berjudul “Variasi Dialektal Bahasa Bali di

Daerah Transmigrasi, Lampung Tengah”; Maksan (2005) yang berjudul “Alih

Kode dalam Pengajian Ramadan”, Putra (2008) yang berjudul “Penggunaan Kode

oleh Masyarakat Muslim Bali Pegayaman: Kajian Sosiolinguistik; dan Malini

(2011) yang berjudul “Dinamika Bahasa Bali di Daerah Transmigran di Provinsi

Lampung”.

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen sebagai pengumpul

data. Instrumen yang dimaksud berupa kuesioner, media perekam, tustel, dan alat-

alat tulis.

Kuesioner adalah salah satu instrumen penelitian berupa sejumlah

pertanyaan yang berisi lima pilihan jawaban. Responden dipersilakan untuk

memilih/mengisi sejumlah jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan

penggunaan bahasa (Arikunto,2006:151). Kuesioner yang disebarkan sangat

bermanfaat dalam usaha peneliti memperoleh data kuantitatif berupa

jumlah/persentase jawaban responden dalam menentukan pilihan jawaban,

terutama jawaban yang menyangkut pilihan bahasa dalam penggunaan bahasa

guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, Sulawesi Tengah. Selain itu, daftar

pertanyaan juga diambil dari berbagai sumber, seperti Mahsun (2005:296-321)

dan Nursaid dkk. (2000:92)

Lembar pengamatan juga sangat diperlukan untuk mengetahui situasi dan

kondisi masyarakat Bali di Parigi, baik mengenai kehidupan sehari-hari, sosial

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

47

budaya, agama, gotong royong, dan sebagainya. Selain itu, lembar pengamatan

juga bermanfaat bagi penelitian awal untuk memudahkan penelitian berikutnya.

Media perekam juga merupakan salah satu alat/instrumen penelitian untuk

menjadikan data/informasi yang diperoleh lebih awet sehingga memudahkan

peneliti melakukan transkripsi data, baik secara fonetis, fonemis, maupun

ortografis.

Dalam pengumpulan data digunakan juga teknik triangulasi. Triangulasi

diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada

(Sugiyono,2010:330). Teknik ini secara tidak langsung dapat digunakan untuk

menguji kredibilitas data. Oleh karena itu, penelitian tentang penggunaan bahasa

guyub tutur masyarakat Bali di Parigi pun menggunakan beberapa metode

pengumpulan data, di antaranya, metode simak libat cakap, simak bebas libat

cakap, wawancara, dan tidak menutup kemungkinan tokoh-tokoh masyarakat pun

dilibatkan. Tujuannya tiada lain untuk mengecek kredibilitas data.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data menggunakan metode simak dan cakap

(Sudaryanto,1993:133). Meskipun berbeda, baik metode simak maupun metode

cakap, keduanya saling melengkapi dalam menghasilkan jenis data. Oleh karena

itu, kedua metode tersebut digunakan untuk memperoleh data kualitatif.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

48

3.5.1 Metode simak

Metode simak adalah metode yang digunakan dalam pengumpulan data

dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Dalam ilmu

sosial metode ini disamakan dengan metode pengamatan atau observasi (bdk.

Moleong,2001, Gunarwan,2002). Metode simak ini memiliki teknik dasar, yaitu

teknik sadap. Artinya, dalam praktik penelitian metode simak ini dilakukan

dengan menyadap pemakaian bahasa dari informan. Selanjutnya, teknik dasar

tersebut memiliki teknik lanjutan lagi yang disebut teknik simak bebas libat

cakap, teknik simak libat cakap, catat, dan rekam.

Penggunaan metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap

bertujuan menyadap perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan

tanpa keterlibatannya dalam peristiwa tutur tersebut. Dasar pemikiran peneliti

menggunakan teknik tersebut bahwa perilaku berbahasa hanya dapat dipahami

jika peristiwa tutur itu berlangsung dalam situasi yang sebenarnya dan berada

dalam konteks yang lengkap.

Ketika melakukan penyadapan terhadap perilaku informan yang terlibat

dalam peristiwa tutur tersebut peneliti mencatat hal-hal yang relevan dengan

perilaku setiap partisipan di dalam peristiwa tutur. Selain itu, peneliti juga

merekam peristiwa tutur yang bersangkutan. Khusus mengenai teknik lanjutan

yang berupa catatan, tidak tertutup kemungkinan juga dicatat hal-hal sebagai

berikut: tanggal penyimakan, topik pembicaraan, lokasi penyimakan, partisipan,

dan sebagainya.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

49

Hasil penyimakan di atas dapat berupa data kualitatif dengan sajian berupa

deskripsi atau pemerian dari apa yang disimak. Sementara itu, data yang berupa

data kuantitatif sajiannya dapat berupa tabel dengan mengonversikan kekerapan

kemunculannya dalam bentuk persentase.

Teknik simak libat cakap atau yang disebut metode pengamatan

berpartisipasi dimaksudkan adanya upaya penyadapan peristiwa tutur oleh peneliti

dengan cara peneliti terlibat langsung dalam peristiwa tutur tersebut. Artinya,

peneliti menyatu dengan partisipan yang hendak disimak perilaku tuturannya.

Penerapan teknik simak libat cakap pada dasarnya memiliki langkah-

langkah yang sama dengan penerapan teknik simak bebas libat cakap karena

disertai dengan penerapan teknik catat dan rekam. Sekembalinya dari

pengumpulan data peneliti segera mempelajari catatan-catatan atau

mentranskripsikan rekaman dan melengkapinya dengan membuat catatan tentang

hal-hal yang belum tercatat di lapangan. Selanjutnya, peneliti mencoba membuat

rumusan simpulan sementara untuk mengecek kembali pada informan yang

dijadikan sampel penelitian. Seperti halnya data yang diperoleh dari penerapan

teknik simak bebas libat cakap, data yang diperoleh dengan teknik ini pun sama

sifatnya, yaitu kualitatif (Chaer, 2007:137).

3.5.2 Metode cakap

Metode cakap atau dalam penelitian ilmu sosial dikenal dengan istilah

wawancara merupakan salah satu metode yang digunakan dalam tahap

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peneliti melakukan percakapan

atau kontak dengan penutur selaku narasumber (Mahsun, 2006:226). Metode

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

50

tersebut digunakan juga dalam penelitian tentang penggunaan bahasa guyub tutur

masyarakat Bali di Parigi. Dalam praktiknya, metode cakap dibantu dengan teknik

pancing sebagai upaya untuk mendapatkan data dari informan (Sudaryanto, 1993).

Selain teknik pancing, peneliti juga menggunakan teknik lanjutan berupa teknik

cakap semuka dan teknik cakap tansemuka. Teknik semuka dilakukan jika peneliti

melakukan percakapan dengan cara berhadapan langsung di suatu tempat dengan

informan, sedangkan teknik tansemuka dilakukan jika peneliti tidak bertemu

secara langsung dengan informan yang dijadikan sumber data. Artinya,

percakapan dengan informan dapat juga dilakukan dengan melalui telepon atau

media lainnya. Metode cakap tersebut ditunjang juga dengan dua teknik lanjutan

lainnya, yaitu teknik catat dan teknik rekam.

3.5.3 Metode survei

Metode survei digunakan untuk pengumpulan data yang dilakukan melalui

penyebaran kuesioner. Kuesioner tersebut berupa daftar pertanyaan yang

terstruktur dan rinci untuk memperoleh informasi dari sejumlah besar informan

yang dipandang representatif mewakili populasi penelitian.

Selanjutnya, karena metode ini dimaksudkan untuk menjangkau sejumlah

besar informan yang menjadi sumber datanya, instrumen penelitian yang lazim

digunakan adalah kuesioner tertulis (Mahsun, 2005:247). Kuesioner tersebut

berisi daftar pertanyaan yang bersifat tertutup. Artinya, informan diminta memilih

jawaban yang paling sesuai dari pilihan multiganda. Untuk itu, informan diminta

melingkari huruf di depan jawaban yang dipilihnya. Instrumen yang berupa daftar

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

51

pertanyaan tertutup ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif, terutama

saat membahas masalah (1).

Secara lengkap metode pengumpulan data dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 3.4

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode

Pengumpulan

Data

Teknik

Pengumpulan

Data

Instrumen Objek

Penelitian

Sumber

Data

Survei Kuesioner Daftar

pertanyaan

Penggunaan

bahasa

Responden

Pengamatan

berpartisipasi

Simak libat

cakap

Simak bebas

libat cakap

Alat perekam

Alat

tulis/catat

Alih kode

Campur kode

Interferensi

Informan

Wawancara Pancing,

cakap semuka,

tansemuka

Daftar

pertanyaan,

alat tulis/catat

Pertanyaan/

terjemahan

Informan

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk tabulasi,

mengklasifikasi dan mengelompokkan data. Pada tahapan ini dilakukan suatu

usaha untuk mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan membedakan

data yang memang berbeda. Artinya, data yang tergolong sama dikelompokkan

menjadi satu dan data yang berbeda dikelompokkan juga menjadi satu kelompok

yang berbeda. Data yang dikelompokkan atau dibedakan berkaitan dengan

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

52

penggunaan bahasa informan di lapangan, foto-foto dokumentasi, dan jawaban

responden terhadap kuesioner.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu analisis

data secara kualitatif dan analisis data secara kuantitatif. Kedua teknik analisis

data tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

3.6.1 Analisis data secara kualitatif

Penelitian dengan metode analisis data secara kualitatif dilakukan sejak

peneliti terjun di lapangan berbaur dengan informan. Kegiatan peneliti di lapangan

tidak terlepas dari fenomena kebahasaan yang terjadi di lapangan yang menjadi

lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan hakikat penelitian kualitatif yang

bertujuan untuk memahami fenomena sosial termasuk fenomena kebahasaan yang

berkaitan dengan alih kode, campur kode, dan interferensi (Bungin, 2003:9).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis secara kualitatif adalah

sebagai berikut.

(1) Rekaman data penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi

ditranskripsikan dalam bentuk teks. Transkripsi data sangat diperlukan untuk

memahami teks yang diperoleh melalui rekaman. Selanjutnya, teks tersebut

dipilah-pilah dalam bentuk klausa untuk memudahkan menganalisis

fenomena bahasa yang terkandung di dalamnya.

(2) Data yang telah terkumpul diseleksi dengan cermat untuk mendapatkan data

yang sahih. Dengan demikian, akan tampak data yang sangat bermanfaat bagi

kepentingan analisis.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I II III.pdf · secara adat tradisional masih mengenal bahasa Bali halus (BBH) dan bahasa Bali ... siang, malam. (2) Partisipants

53

(3) Data yang terpilih kemudian diidentifikasi untuk memudahkan

pengelompokan data sesuai dengan masalah yang dibahas.

(4) Data yang telah diidentifikasi dianalisis berdasarkan teori yang telah

ditentukan.

(5) Hasil analisis data kemudian disajikan dalam bentuk kata-kata yang

berhubungan dengan masalah penelitian. Selain itu, hasil analisis dapat juga

diwujudkan dalam bentuk lambang-lambang untuk memudahkan pemahaman

analisis.

(6) Simpulan hasil analisis dibuat sehubungan dengan penggunaan bahasa guyub

tutur masyarakat Bali di Parigi, baik yang berhubungan dengan pilihan

bahasa, alih kode, campur kode, maupun interferensi.

3.6.2 Analisis data secara kuantitatif

Pada umumnya analisis data secara kuantitatif terkait dengan hipotesis

yang sering sekali ada sebelum data dikumpulkan dan kemudian diujikan terhadap

data (Brannen,1977:11). Walaupun demikian, dalam penelitian ini digunakan juga

analisis secara kuantitatif untuk menentukan jumlah persentase pengguna bahasa

dengan rumus sebagai berikut.

Total pengguna bahasa = RespondenJumlah

Tertentu Bahasa PenggunaJumlah x 100%

(Malini, 2011:89)