bab 2 tinjauan pustaka punya ropi
DESCRIPTION
IKM mabtabh sekaliTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pala
2.1.1 Taksonomi
Pala Banda termasuk ke dalam famili Myristicaceae. Klasifikasi Myristica
fragrans HOUTT adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans Houtt
2.1.2. Morfologi Tanaman
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tumbuhan berupa pohon yang
berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Pala dipanen bijinya, salut bijinya
(arillus), dan daging buahnya. Dalam perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli,
atau dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae
arillus atau macis. Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex.
Panen pertama dilakukan 7 sampai 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan
mencapai kemampuan produksi maksimum setelah 25 tahun. Tumbuhnya dapat
mencapai 20 meter dan usianya bisa mencapai ratusan tahun. Sebelum dipasarkan,
biji pala dijemur hingga kering setelah dipisah dari fulinya. Pengeringan ini
memakan waktu enam sampai delapan minggu. Bagian dalam biji akan menyusut
dalam proses ini dan akan terdengar bila biji digoyangkan. Cangkang biji akan
pecah dan bagian dalam biji dijual sebagai biji pala, yang dikenal di pasaran
dengan sebutan pala itu sendiri. Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%.
Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran,
dan minuman penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dapat dipakai sebagai
campuran parfum atau sabun.
Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m
dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000 - 3.500 mm
tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Tanaman pala umumnya
dibudidayakan di Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda. Ditanam
dalam skala kecil di kepulauan lainnya sekitar Banda, Manado, Sumatera Barat,
Jawa Barat, dan Papua.
Morfologi tanaman pala secara umum adalah sebagai berikut:
2.1.2.1. Batang
Bentuk pohon pala berpenampilan indah, tinggi 10-20 m, menjulang tinggi
ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk piramidal
(kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan relatif teratur.
Berdasarkan informasi dari para petani pala di Maluku, penentuan pohon pala
jantan dan betina secara dini (bibit) dapat diduga dari sudut percabangan.
Percabangan mendatar diduga pohon betina dan sudut percabangannya meruncing
diduga pohon jantan.
2.1.2.2. Daun
Daun tanaman pala
Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-4 cm dengan
lebar 3-7 cm, panjang tangkai daun 0,4-1,5 cm.
Penentuan jenis kelamin secara dini dapat diduga dari bentuk helaian daun.
Bentuk helaian daun lebih terkulai merupakan ciri pala betina. Sedangkan bentuk
helaian daun yang relatif lebih kecil dengan letak daun lebih tegak, menunjukan
pala jantan.
2.1.2.3. Bunga
Cara pembungaan pada pala unisexual-dioecious, walaupun terdapat juga
yang polygamous/ hermaphrodite. Pala merupakan tanaman berumah dua
(dioecous) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon
yang berbeda.
Salah satu masalah dalam pengembangan pala adalah penentuan jenis
pohon kelamin jantan dan betina harus menunggu sampai tanaman berbunga
(lebih kurang 5 tahun). Dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon
betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.
Pohon jantan dicirikan oleh habitus yang lebih kecil dari betina, cabang
lebih tegak, daun lebih kecil dan menghasilkan banyak bunga jantan dalam bentuk
rangkaian yang membawa 3 sampai 15 bunga per kuntum sedangkan bunga betina
sekitar 1 sampai 3 per kuntum.
Bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai
kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga
kuning, dengan diameter ± 2,5 mm serta panjangnya ± 3 mm.
Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian
atas terbuka menjadi 2 bagian yang sistematis. Kelopak kecil dan menutup
sebagian kecil dari bagian bawah mahkota. Di dalam mahkota terdapat pistil yang
bersatu dengan bakal bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya.
Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji. Bentuk bunga
jantan agak berbeda dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga kuning,
dengan diameter 1,5 mm dan panjang ± 3 mm. Mahkota dari bunga jantan bersatu
dari pangkal pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak
berkembang tidak sempurna, bentuknya seperti cincin yang melingkar pada
bagian pangkal mahkota.
Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu, panjangnya ±
2 mm. Sari melekat pada tangkai tersebut membentuk baris-baris yang jumlahnya
8 buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur kecil ± 1/10 mm
lebarnya.
2.1.2.4. Buah dan biji pala
Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan,
apabila masak akan berbelah dua, diameter 3-9 cm. Daging buahnya/ pericarp
tebal dan rasanya asam. Ketuaan buah pala dapat dibedakan menjadi empat
tingkatan yaitu pramuda, muda, pratua dan tua. Buah pramuda memiliki kulit
buah berwarna hijau, kulit biji putih, fuli masih melekat. Buah muda ditandai kulit
berwarna hijau, kulit biji putih, fuli masih melekat. Buah pra tua, kulit buah
berwarna hijau, biji keras berwarna putih kehitaman dengan fuli berwarna merah
muda. Buah tua yang ditandai dengan kulit buah keras berwarna kekuningan, biji
keras berwarna hitam.
Biji berbentuk bulat sampai lonjong, panjangnya 1,5-4,5 cm dengan lebar
1-2,5 cm. Warnanya coklat dan mengkilap pada bagian luarnya. Kernel bijinya
berwarna keputih-putihan. Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih
kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala.
Petani pala di Maluku biasanya menentukan pala jantan atau betina dari
bentuk bijinya. Biji yang memiliki permukaan ujung membukit diduga jantan dan
biji yang bagian ujungnya rata diduga betina.
2.1.3. Kandungan kimia
Daging buah pala seberat 100 g kira-kira terkandung air 10 g, protein 7 g,
lemak g, minyak yang menguap dengan komponen utama mono terpene
hydrocarbons (61 -88% seperti alpha pinene, beta pinene, sabinene), asam
monoterpenes (5 - 15%), aromatik eter (2 - 18% seperti myristicin, elemicin).
Pada arillus terdapat minyak atsiri, minyak lemak, zat samak, dan zat pati.
Daging buah pala mengandung 29 komponen volatil (senyawa yang
mudah menguap) dengan 23 komponen telah teridentifikasi dan 6 komponen lain
belum teridentifikasi. Komponen yang paling banyak terkandung dalam minyak
atsiri daging buah pala adalah á-pinen (8,7 persen), â-pinen (6,92 persen), ?-3-
karen (3,54 persen), D-limonen (8 persen), á-terpinen (3,69 persen), 1,3,8-
mentatrien (5,43 persen), ã-terpinen (4,9 persen), á-terpineol (11,23 persen), safrol
(2,95 persen), dan myristicin (23,37 persen) (Hustiany, 1994).
Berdasarkan kelompok ketuaan buah pala kandungan minyak atsirinya
berbeda-beda. Buah pra muda mengandung minyak atsiri 6.00% yang terdiri dari
12 komponen, 3 komponen diantaranya berkadar sedang (13.17-26.25%),
sedangkan yang lainnya tergolong rendah (8.08-13.16%). Buah muda
mengandung minyak atsiri 11.50% yang terdiri dari 11 komponen dengan kadar
yang sangat bervariasi, yakni komponen q (31.79%), a (13.75%) dan lainnya
(0.08-13.16%). Buah pra tua mengandung minyak atsiri 0.49%, yang terdiri dari
13 komponen, 4 komponen (16.66-13.68%) sedang yang lainnya berkadar rendah
(11.67-0.54%). Buah tua mengandung minyak atsiri 0.75% yang terdiri dari 17
komponen, q (39.34%) dan komponen lainnya berkadar rendah.
Pada bijinya terdapat minyak atsiri, minyak lemak, saponin, miristisin,
elemisi, enzim lipase, pektin, hars, zat samak, lemonena, dan asam oleanolat.
Kulit buah mengandung minyak atsiri dan zat samak. Setiap 100 g bunga
kira-kira mengandung air 16 g, lemak 22 g, minyak yang menguap 10 g,
karbohidrat 48 g, fosfor 0,1 g, zat besi 13 mg. Warna merah dari fulinya adalah
lycopene yang sama dengan warna merah pada tomat.
2.1.4 Kegunaan
Weiss E.A. menyebutkan bahwa senyawa aromatik myristicin, elimicin,
dan safrole sebesar 2 - 18% yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat
merangsang tidur berkhayal (halusigenik) dengan dosis kurang dari 5 g.
Di beberapa negara Eropa, biji pala di gunakan dalam porsi sedikit sebagai
bumbu masakan daging dan sup. Fulinya (kulit pembungkus biji pala) lebih
disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar, dan kecap. Minyak yang
mudah menguap dari biji, fuli, kulit, kayu, daun, dan bunga hasil sarinya sebagai
oleoresins sering digunakan dalam industri pengawetan minuman ringan dan
kosmetik.
Minyak pala secara luas digunakan sebagai bahan penyedap pada produk
makanan dengan dosis yang dianjurkan sekitar 0,08%. Minyak ini memiliki
kemampuan mematikan serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), dan
antibakteri. Sebagai obat, pala berkhasiat sebagai bahan perangsang (stimulan),
mengeluarkan angin (karminatif), menciutkan selaput lendir atau pori-pori
(astrinjen), dan mengatasi lemah syahwat (afrodisiak).
2.2 Salmonella typhi
2. 2.1 Taksonomi
Kingdom : Bacteria
Philum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteria
Famili : Enterobactericeae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella cholerasuis, Salmonella typhosa, Salmonella
enteridis (Salmonella paratyphosa A,B,C, Salmonella typhi murium, Salmonella
newport, Salmonella gallinarum, Salmonella pullorum, Salmonella anatum,
Salmonella sendai, Salmonella schottmulleri, Salmonella london, Salmonella
oxford ). Dan masih ada kurang lebih 2000 serotip lagi untuk spesies Salmonella
enteridis ).
2.2.2 Morfologi
Salmonella typhi termasuk yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob,
tidak berspora dan intraseluler fakultatif. Kuman berbentuk batang, tidak berspora
dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan
gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan
bergerak, pada biakan agar darah koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3
millimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis
(Gupte, 1990).
2.2.3. Fisiologi
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 -
41o C (suhu pertumbuhan optimum 37o C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada
umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif
pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. Sebagian besar isolat
Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S.
Samonella thypi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas
pada fermentase glukosa. Pada agar SS,Endo, EMB dan MacConkey koloni
kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwana, pada agar Wilson Blair koloni
kuman berwarna hitam berkilat logam akibat pembentukan H2S.
2.2.4. Daya tahan.
Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan suhu
60o C selama 15 sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan cara pasteurisasi,
pendidihan dan klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat bertahan hidup pada es,
salju dan air selama 4 minggu sampai berbulan-bulan. Disamping itu dapat hidup
subur pada medium yang mengandung garam metil, tahan terhadap zat warna
hijau brilian dan senyawa natrium tetrationat dan natrium deoksikolat. Senyawa-
senyawa ini menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-
senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk isolasi Salmonella dari
tinja (Gupte, 1990).
2.2.5 Faktor Patogenisitas
Sallmonella typhi merupakan bakteri patogen yang mempunyai
kemampuan transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang,
toksigenisitas dan kemampuan menghindari sistem imun inang. Sekali masuk ke
dalam tubuh, bekteri harus menempel atau melekat pada sel inang, biasanya pada
sel epitel.
Ada tiga kelompok utama antigen, yaitu:
1. Antigen somatik (Ag O), berupa bahan lipopolisakarida yang merupakan
antigen utama dinding sel. Polisakarida O yang bervariasi secara antigenik
bersama dengan polisakarida inti yang sama untuk semua golongan baktari
Enterobacteriaceae, serta lipid A, membentuk lipopolisakarida, yang
disebut juga endotoksin.
2. Antigen flagel (Ag H), terdiri dari protein termolabil dan didenaturasi oleh
panas atau alkohol.
3. Antigen simpai atau kapsul yang disebut Vi (vitulen), yang mengganggu
aglutinasi melalui antiserum O. Antigen ini berhubungan dengan sifat
invasif yang dimilikinya. Ag K menyebabkan perlekatan bakteri pada sel
epitel sebelum invasi ke saluran cerna.
Bakteri Salmonella typhi mempunyai pili atau adhesin untuk melekat pada
reseptor sel inang. Salmonella typhi di usus halus melakukan penetrasi ke dalam
epitel, kemudian sampai lamina propria.
Endotoksin berasal dari dinding sel dan sering dilepaskan bila bakteri lisis.
Endotoksin dalam aliran darah mula-mula terikat pada protein yang beredar dan
kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel lain dalam
organ retikuloendotelial. Enzim sitolitik berfungsi untuk menghancurkan jaringan.
2.2.6 Patogenesis
Semua infeksi yang disebabkan oleh Salmonella berasal dari makanan atau
air yang telah terkontaminasi oleh kuman tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kuman ini di dalam tubuh tergantung dari jumlah
kuman, virulensi kuman, dan host. Dosis infeksi Salmonella bermacam-macam
mulai dari 103 sampai 106 unit koloni. Variasi ini menggambarkan kemampuan
tiap Salmonella untuk melawan pH di dalam lambung dan ketahanan dari kuman
itu sendiri. Asam lambung tersebut akan menghambat multiplikasi Salmonella,
dan kuman banyak yang mati bila pH asam. Rendahnya kadar asam lambung atau
menurunnya integritas dari usus akan meningkatkan resiko terinfeksi
Salmonella.22 Kuman yang lolos dari seleksi asam lambung selanjutnya akan
masuk ke dalam usus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan
selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plague Peyeri ilium distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah lagi menyebabkan bakteremia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.