bab 2 tinjauan pustaka - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/123702-r010826-studi...
TRANSCRIPT
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Pelabuhan disebut juga sebagai port dan harbour, dimana harbour
merupakan suatu perairan yang terlindung terhadap angin & gelombang lepas,
sedangkan port merupakan suatu perairan tempat untuk berlabuh dan bersandar
kapal untuk melakukan bongkar muat barang melalui terminal (dermaga, lapangan
penumpang dll), serta merupakan titik perpindahan barang dan penumpang dari
transportasi laut ke darat dan sebaliknya.
Pelabuhan memiliki beberapa fasilitas, diantaranya:
Struktur-struktur pelindung: penahan gelombang (breakwaters), seawalls,
bulkheads, groins.
Fasilitas bersandar (berthing facilities): piers, jetties
Fasilitas tambatan (mooring facilities): dolphins
Fasilitas navigasi (navigation facilities)
Alat bantu navigasi (navigation aids)
Fasilitas-fasilitas pemeliharaan (maintenance facilities)
Pier atau jetty adalah jalur memanjang hingga menuju ke permukaan air laut
(bagi pejalan kaki ke menuju dermaga), dimana jalur tersebut berada diatas
permukaan air laut, yang disokong oleh tiang-tiang. Struktur pier tidak
menghalangi aliran arus atau pasang, tetapi jika pondasi semakin rapat, pier dapat
berfungsi sebagai breakwater, dan akhirnya lumpur akan mengendap di sekitar
struktur.
Gambar 2. 1. The Scheveningen pier, near The Hague (wikipedia)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
6
Dolphin adalah struktur marina yang muncul hingga diatas level
permukaan air laut dan tidak terhubung dengan struktur dermaga atau pantai.
Dolphin biasanya digunakan sebagai tambatan (berthing dolphin) atau untuk
mengikat tali kapal (mooring dolphin). Selain itu, dolphin juga digunakan sebagai
tempat pemberi informasi pada kapal seperti batas kecepatan, dll, atau sebagai
tempat untuk informasi navigasi. Struktur dolphin merupakan struktur yang terdiri
dari tiang yang dipancang ke dasar laut dan dihubungkan secara bersamaan oleh
pilecap yang akan menjadi platform.
Gambar 2. 2. Berthing Dolphin, Port of Hamburg (Thyssen
Mannesmann Handel)
Dalam perencanaan pelabuhan, kriteria desain yang digunakan harus
ditinjau terhadap faktor lingkungan, pelayanan dan kondisi konstruksi, jenis
material dan kebutuhan sosial. Kriteria desain harus dipertimbangkan secara
matang, karena hal tersebut berpengaruh terhadap keamanan, fungsi dan biaya
konstruksi. Biasanya pertimbangan desain ditetapkan berdasarkan hasil tes dan
survei.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan antara lain
fungsi dari pelabuhan, kondisi lingkungan (tanah, gelombang, gempa), beban
yang bekerja, material yang digunakan, faktor keamanan, metode konstruksi dan
biaya konstruksi. Adapun yang akan dibahas disini hanya berdasarkan pada hal-
hal yang berkaitan dengan struktur dari berthing dolphin yaitu mencakup dimensi,
gaya yang bekerja, material yang digunakan serta daya dukung terhadap tanah.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
7
2.2 KAPAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP STRUKTUR
Dalam merancang dermaga, perlu diketahui berbagai sifat dan fungsi
kapal, karena dengan data tersebut dapat diketahui ukuran-ukuran pokok dari
kapal yang berguna dalam merencanakan ukuran-ukuran teknis dermaga. Sesuai
dengan perkembangan teknologi, maka dermaga sebagai prasarana harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat melayani kapal dan muatan dengan
baik. Karena antara kapal dan dermaga terdapat hubungan ketergantungan
(interdependensi).
Kapal sebagai sarana pengangkut muatan mempunyai ciri-ciri tersendiri
dalam menangani muatannya. Muatan tersebut dapat berbentuk gas, padat, dan
cair. Kapasitas angkut kapal biasanya diukur dengan satuan DWT (dead weight
tonnage) yaitu selisih dari displacement kapal yang bermuatan penuh (extreem
weight) dan kapal kosong (light weight) dihitung dalam satuan ton metrik. Atau
secara umum, DWT adalah kemampuan daya muat barang didalam kapal dihitung
dalam satuan ton metrik. Satuan lain dalam mengukur besar kapal adalah GT
(gross tonnage), yaitu jumlah isi dari ruang kapal secara keseluruhan dalam
satuan ’registered ton’ dimana satu unit registered ton adalah 100 cft atau 2.83
m3. Tergantung dari jenis muatan yang diangkut, bentuk badan kapal, kecepatan
dan lain-lain, maka ukuran besar kapal tersebut menentukan dimensi kapal yaitu
panjang/lebar dan kedalaman dalam ukuran satuan panjang.
Hubungan antara DWT (dead weight tonnage) dan GT (gross tonnage)
adalah:
• Kapal cargo : GT = 0.541 DWT
• Kapal container : GT = 0.880 DWT
• Kapal Tanker/minyak : GT = 0.553 DWT
• Kapal ro-ro : GT = 0.808 DWT
Ukuran-ukuran tersebut berguna bagi perencana dermaga dalam
menentukan panjang dermaga, lebar dan kedalaman dermaga, yaitu:
• Overall length (L): ukuran panjang kapal dalam satuan panjang, dihitung
mulai dari titik haluan sampai dengan buritan kapal.
• Midship: titik tengah dari L.
• Breadth (B): lebar badan kapal melalui titik midship.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
8
• Depth (D): kedalaman/ketinggian kapal melalui titik midship.
• Draft/draught: ukuran kedalaman antara ‘designed load water line’
dengan titik terendah.
• Knot: satuan kecepatan dinyatakan dalam NM/h (nautical miles per hour)
Gambar 2. 3. Dimensi kapal
Standar ukuran kapal berdasarkan muatan yang dapat diangkut dapat
ditentukan berdasarkan tabel dibawah ini.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
9
Tabel 2. 1. Ukuran Standar Kapal
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
10
Tabel 2. 2. Dimensi Standar Berthing Pada Kapal Besar
2.3 GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA STRUKTUR DERMAGA
Dalam mendesain suatu dermaga atau pelabuhan, maka diperlukan desain
tiang pondasi yang baik. Dalam mendesain tiang pondasi, hal pertama yang
dilakukan adalah menentukan beban yang terjadi pada tiang tersebut. Gaya yang
terjadi pada tiang tidak hanya beban mati dan gaya gelombang yang terjadi pada
tiang itu sendiri, tetapi juga harus memperhatikan gaya-gaya yang terjadi pada
struktur diatasnya, misalnya struktur tambatan kapal (berthing dolphin). Dan
gaya-gaya yang dimaksud diantaranya adalah gaya angin pada kapal, arus pada
kapal, tambatan kapal, dan lain sebaginya.
2.3.1 Gaya Yang Terjadi Akibat Kapal
Gaya luar yang terjadi akibat kapal dan bekerja pada fasilitas tambatan,
baik pada saat kapal bertambat atau diikat, sebaiknya ditentukan dengan
menggunakan metode yang tepat dengan menghitung ukuran kapal yang akan
bertambat pada dermaga yang akan didesain.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
11
A. Tumbukan Kapal
Pada saat kapal bertambat, terdapat energi yang ditimbulkan, yaitu energi
tambatan kapal yang dapat dihitung dengan metode kinetik dengan persamaan
dibawah ini:
2
formula 1:
. . .2a
f e m s cW VE C C C C
g=
................................................................................................ 2. 1
Dimana: Ef : energi tambatan kapal (tf.m)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
Wa : displacement tonnage (ton) → berat kapal dengan beban
penuh.
V : kecepatan kapal bertambat pada saat bertumbuk dengan
fender (m/s)
Ce : faktor eksentrisitas
Cm : faktor massa virtual
Cs : faktor kelembutan (standar = 1.0)
Cc : faktor bentuk/ukuran tambatan (standar = 1.0)
Energi kinetik dari kapal bertambat Ef (tf.m) sama dengan ( )2 (2 )sW V g
jika kapal bergerak pada arah lateral. Bagaimanapun, dermaga umumnya
dilengkapi dengan fender, sehingga energi tambatan kapal akan diserap oleh
fender, dan energi tambatan kapal menjadi f.Es. Dimana . . .e m s cf C C C C= .
Selain formula diatas, energi tambatan kapal juga dapat dihitung dengan
beberapa formula berikut:
( ) 21 2
formula 2:
2W W V
E Kg
+= ×
.................................................................................... 2. 2
2
formula 3:1
2 n E H S CE W V C C C Cg
= × × × × × ×............................................................ 2. 3
Dimana: E : energi tambatan kapal (tf.m)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
W1 : displacement tonnage (ton)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
12
W2 : additional weight (ton)
V : kecepatan kapal bertambat pada saat bertumbuk dengan
fender (m/s)
CE atau K : faktor eksentrisitas
CH : hydrodynamic coefficient
CS : faktor kelembutan (standar = 1.0)
CC : faktor bentuk/ukuran tambatan (standar = 1.0)
Secara umum, kecepatan bertambat untuk kapal kecil dibawah 10000
DWT adalah 0.1 – 0.3 m/sec, dan untuk kapal medium antara 10000 – 50000
DWT adalah kurang dari 0.2 m/sec. Namun demikian, sebagian besar kapal tanker
dan carrier bertambat dengan cara berhenti terlebih dahulu secara paralel dengan
jarak sekitar 10 – 20 m dari dermaga, kemudian secara perlahan didorong oleh
kapal penarik menuju dermaga. Jika terdapat tiupan angin tidak menuju dermaga,
maka kapal bertambat dengan cara ditarik melawan angin. Ketika beberapa
metode tambatan digunakan, kecepatan bertambat sekitar 0.1 – 0.15 m/sec diambil
dalam desain. Secara umum, dapat digunakan kecepatan bertambat untuk desain
sebagai berikut:
Tabel 2. 3. Kecepatan Bertambat
Size of vessel (DWT) Actual speed (m/sec)
Design speed (m/sec)
Under 10000 tons 0.1 – 0.3 0.2 10000 – 50000 tons 0.1 – 0.2 0.15
Over 50000 tons 0.1 – 0.15 0.15 Sumber: Bridgestone, Marine Fender Design Manual
Faktor kelembutan Cs adalah rasio antara energi tambatan kapal dengan
energi yang diserap oleh deformasi lambung kapal. Normalnya energi yang
diserap oleh lambung kapal, sangat kecil, sehingga Cs = 1.0 dapat digunakan.
Pada saat kapal bergerak maka akan menimbulkan pergerakan massa air
disekitar kapal, dan massa air ini tidak berpengaruh banyak pada berthing dolphin.
Tetapi, selama kapal bertambat, maka massa air antara kapal dan berthing dolphin
akan tertekan sehingga menghasilkan efek bantalan (cushion), sehingga energi
yang diserap oleh fender akan berkurang. Efek ini harus dipertimbangkan ketika
menentukan faktor ukuran tambatan.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
13
Faktor eksentrisitas selama kapal bertambat harus dihitung dengan
persamaan:
( )21
1eC
l r=
+................................................................................... 2. 4
Dimana: l : jarak dari titik kontak kapal dengan berthing dolphin, ke titik
berat kapal (m)
r : jari-jari girasi longitudinal kapal (m), yang dapat diperoleh
dari grafik berikut:
Gambar 2. 4. Longitudinal Radius of Gyration as Function of
Block Coefficient (Myers 1969)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
14
Untuk wharf/jetty Ce = 0.50
θ
l
A
B
B
A
L
Center of gravity
l
Center of gravity
Untuk dolphin Ce = 0.70
Gambar 2. 5. Jarak Titik kontak antara kapal dengan dermaga ke titik berat kapal (Sumber: Presentasi, Ir. Sjahril A. Rahim, M.Eng)
Kapal pada saat bertambat tidak sejajar dengan garis dermaga, dan terhadap reaksi
dari fender, kapal akan mulai untuk berotasi (yawing) pada titik kontak dengan
fender dan juga akan mulai untuk berputar (rolling). Hasilnya, sebagian dari
energi kinetik dihilangkan. Namun demikian, kehilangan energi akibat rolling
lebih kecil daripada akibat yawing, jadi dapat diabaikan. Oleh karena itu, hanya
kehilangan energi akibat yawing yang akan diperhitungkan.
Secara umum, untuk displacement tonnage ditentukan untuk mengetahui
energi tambatan:
(DW) weight dead (LW)ht light weig (FLD)nt displaceme load full +=
Light weight adalah berat kapal pada saat kapal belum diberi muatan. Tabel 2.4
adalah tabel displacement tonnage untuk beberapa spesifikasi kapal.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
15
Tabel 2. 4. Displacement Tonnage
Tipe Kapal Tonase (ton) DPT (ton) Tipe Kapal Tonase (ton) DPT (ton) GT DWT
2000 2287 20000 307413000 3419 30000 469035000 5675 40000 632978000 9046
peti kemas
50000 7986710000 11287 DWT 15000 16876 1000 146720000 22449 2000 2859
penumpang
30000 33565 3000 4210DWT 5000 6853
700 1138 10000 132761000 1583 15000 195462000 3029 20000 257193000 4426 30000 378655000 7140 40000 498238000 11086 50000 61643
10000 13660 60000 7236515000 19966 70000 8497530000 38199
tanker minyak
100000 11941740000 50003 50000 61617 70000 84426 90000 95929
100000 106932
general cargo
150000 117635 Sumber: Perancangan Teknis Dermaga, Ir. Suwandi Saputro, MSc, 2005
Pada saat kapal bertambat, air laut di sekitar kapal juga ikut bergerak
searah kapal bertambat. Sehingga massa yang terjadi akibat tambatan kapal,
adalah penjumlahan dari berat kapal itu sendiri ditambah massa air di sekotar
kapal.
Untuk faktor massa virtual dihitung dengan persamaan berikut:
12m b
dC CB
π= + ................................................................................ 2. 5
Dimana: Cb : block coefficient ( )s oW LBdw=⎡ ⎤⎣ ⎦
d : draft (m)
B : moulded breadth (m)
L : panjang kapal (m)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
16
wo : berat jenis air laut (tf/m3)
atau, s wm
s
M MCM+
= .................................................................................... 2. 6
Dimana: Cm : factor massa virtual
Ms : massa kapal (perpindahan kapal/percepatan gravitasi)
Mw : penambahan massa dari massa air di sekitar kapal
Selain cara diatas, untuk menghitung additional weight dapat dihitung dengan
cara:
1. additional weight (W2)
22 4
W LH πρ= × ............................................................................................. 2. 7
Dimana: ρ : berat jenis air laut (1.025 ton/m3)
L : panjang kapal (m)
H : full draft kapal (m)
2. hydrodynamic coefficient (CH)
21HDCB
= + .................................................................................................. 2. 8
Dimana: D: full draft kapal (m)
B: lebar kapal (m)
B. Goyangan Kapal
Ketika kapal diikat pada berthing dolphin, kapal dapat terkena gelombang,
angin, arus, dan faktor lainnya. Dan gaya luar akibat goyangan pada kapal yang
terikat tersebut harus diperhitungkan.
Kapal yang diikat pada lokasi lepas pantai atau dekat pintu masuk
pelabuhan untuk kapal, dimana terjadinya gelombang dapat terjadi dalam jangka
waktu yang lama, atau kapal yang diikat pada saat cuaca buruk, maka kapal akan
bergoyang akibat gaya dari gelombang, angin atau arus. Terkadang energi kinetik
terhadap goyangan dari kapal yang terikat akan melebihi energi tambatan. Karena
hal ini, pada desain bollards, bitts atau fender, gaya tarik dan tumbukan karena
goyangan akibat kapal yang terikat tersebut harus diperhitungkan.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
17
wharf
bollard x
Gambar 2. 6 Letak Bollard
Gaya luar akibat goyangan dapat ditentukan dari mengestimasi goyangan
yang disebabkan oleh gaya gelombang, tekanan angin, tekanan arus, dengan
melihat karakteristik sistem mooring dan lain sebagainya.
Gaya gelombang yang bekerja pada kapal yang terikat dapat dihitung
dengan metode yang tepat seperti metode potongan (strip), source method,
metode elemen batas, metode elemen hingga, dan lain sebagainya, tetapi metode
strip lebih banyak digunakan untuk kapal.
Gambar 2. 7. Diagram Perhitungan Tekanan Angin (Sumber: Technical Standars
For Port And Harbour Facilities In Japan)
Nilai tekanan angin yaitu koefisien C dapat dihitung dari persamaan
berikut;
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
18
a. Nilai C
untuk kapal cargo:
1.325 0.05cos 2 0.35cos 4 0.17 cos 6C θ θ θ= − − − ................................. 2. 9
untuk kapal penumpang:
1.142 0.142cos 2 0.367 cos 4 0.133cos 6C θ θ θ= − − − ........................... 2. 10
untuk kapal tanker:
1.20 0.083cos 2 0.25cos 4 0.177 cos 6C θ θ θ= − − − ............................... 2. 11
b. Titik Resultan Tekanan Angin
0.291 0.0023al θ= + ............................................................................. 2. 12
c. Arah Kerja Resultan Tekanan Angin
( ) ( ){ }31 0.15 1 90 0.80 1 90 90φ θ θ= − − − − × ....................................... 2. 13
Suzuki et al. merevisi persamaan diatas menjadi:
( )
( )
3 1 90 90 0
1 1 90 90 0
q
q
φ θ θ
φ θ θ
⎡ ⎤= − − × → ≥⎣ ⎦⎡ ⎤= + − × → <⎣ ⎦
.......................................................... 2. 14
Dimana eksponen q adalah 5 untuk kapal cargo dan tanker dalam kondisi
bermuatan dan 3 untuk kapal tanker penuh muatan.
Untuk kecepatan angin U, berarti kecepatan angin dalam 10 menit dapat
digunakan.
C. Tarikan Kapal
Gaya tarik yang terjadi pada berthing dolphin sebaiknya ditentukan
berdasarkan hal-hal berikut ini:
1. gaya tarik pada bollards adalah nilai yang disebutkan pada tabel 2.5 yang
berhubungan dengan gross tonage kapal, dimana nilai yang disebutkan dan ½
dari nilai yang disebutkan pada arah vertikal bekerja secara simultan.
2. gaya tarik pada bitts adalah nilai yang disebutkan pada tabel 2.5 yang
berhubungan dengan gross tonage kapal, bekerja di segala arah.
3. gaya tarik kapal tidak disebutkan pada tabel 2.5 (kapal dengan gross tonage
kurang dari 200 tons atau lebih dari 10000 tons) dan untuk berthing dolphin
yang menampung kapal pada cuaca buruk dan dibangun di area perairan
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
19
dengan kondisi laut buruk, harus ditentukan dengan mempertimbangkan cuaca
dan kondisi laut, struktur dolphin dan data pengukuran gaya tarik.
Tabel 2. 5. Gaya Tarik Kapal Gross tonage Tractive force on bollard (tf) Tractive force on bitts (tf)
200 – 500 15 15
501 – 1000 25 25
1001 – 2000 35 25
2001 – 3000 35 35
3001 – 5000 50 35
5001 – 10000 70 50 (25)
10001 – 15000 100 70 (25)
15001 – 20000 100 70 (35)
20001 – 50000 150 100 (35)
50001 – 100000 200 100 (50)
The parenthesized values are for the force on the mooring posts installed around midship which have no more than 2 spring lines.
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
D. Gaya Angin
Dalam desain fasilitas dermaga, elemen meteorologi harus diperhatikan
seperti angin, tekanan atmosfer dan temperatur, kabut, dan hujan. Tekanan angin
akan berpengaruh pada struktur dengan cara menerpa kapal, yang sedang
bertambat dan memiliki ketinggian yang cukup tinggi, terlebih dahulu, kemudian
pengaruh kapal itu akan mengenai struktur. Sehingga pengaruh akibat angin ini
harus diperhitungkan.
Gaya angin yang terjadi pada kapal yang tertambat dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
( )( )2 2 21 cos sin2wR C U A B Kgρ θ θ= × × × × + ............................... 2. 15
Dimana: Rw = gaya angin (kg)
ρ = kepadatan udara (= 0.123 kg.sec2/m4)
U = kecepatan angin (m/sec)
A = luas bagian depan kapal pada permukaan laut (m2)
B = luas bagian samping kapal pada permukaan laut (m2)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
20
θ = sudut arah angin terhadap garis pusat kapal
C = koefisien tekanan angin
Maksimum gaya angin pada persamaan diatas terjadi ketika θ = 90o. Koefisien
tekanan angin adalah 1.2 pada saat θ = 90o dan gaya angin (Rw) akan menjadi: 20.0738 ( )wR B U kg= × × .............................................................................. 2. 16
θ
A
B
Rw
Gambar 2. 8 Arah Angin
(Sumber: Bridgestone, Marine Fender Design Manual)
Kecepatan dan arah angin yang digunakan untuk menentukan gelombang
badai, sebaiknya diperhitungkan dari pengukuran nilai dan gradien angin dengan
koreksi yang sesuai. Desain kecepatan angin yang bekerja langsung terhadap
struktur dan kapal dianjurkan untuk ditentukan berdasarkan data statistik periode
sekurangnya 30 tahun.
Tekanan angin sebaiknya ditentukan dengan memperhitungkan faktor
konfigurasi fasilitas dan kondisi di lokasi.
E. Gaya Arus
Arus pasang adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan seperti
tekanan angin; namun demikian, dermaga dan fasilitas tambatan di desain untuk
tidak terpengaruh oleh arus pasang. Tetapi di beberapa kasus gaya arus ini harus
diperhatikan, dengan persamaan yang telah disebutkan pada persamaan 2.17.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
21
2p tR K D V= × × ................................................................................ 2. 17
Dimana: Rp = maksimum gaya arus pasang (kg)
K = koefisien arus (=1.00)
D = (draft) x (panjang kapal atau lebar kapal) x 0.9
Vt = kecepatan arus pasang (m/sec)
2.3.2 Beban Hidup
Beban hidup yang terjadi pada struktur pelabuhan diantaranya adalah
beban muatan kapal, kereta, kendaraan, tractor dan trailer, pejalan kaki (0.5
tf/m2), dan peralatan-peralatan yang digunakan untuk menyusun muatan. Untuk
beban kendaraan sebaiknya berdasarkan spesifikasi jalan yang ada. Sedangkan
untuk perhitungan pembebanan dari muatan ini harus memperhatikan jumlah
muatan maksimum kapal yang akan diletakkan dan periode pembebanan tersebut.
Selain itu, harus pula memperhatikan kondisi beban pada saat gempa terjadi.
Untuk muatan diatas dermaga yang berupa material, maka harus mengetahui berat
jenis material tersebut. Dibawah ini adalah tabel berat jenis beberapa material:
Tabel 2. 6. Berat Jenis Material (tf/m3)
materials Unit weight
materials Unit weight
steel 7.85 Asphalt concrete 2.3 Casting steel 7.85 Stone 2.6 Casting iron 7.25 Sand, gravel, rubble (dry condition) 1.6 Plain concrete 2.3 Sand, gravel, rubble (wet condition) 1.8 Reinforced concrete
2.45 Sand, gravel, rubble (saturated condition)
2.0
timber 0.8 Sand, gravel, rubble (effective weight in water)
1.0
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
2.3.3 Beban Mati
Beban mati yang terjadi pada struktur pelabuhan diantaranya adalah beban
berat sendiri struktur dan beban yang berasal dari peralatan-peralatan yang
diletakkan dan tetap diatas dermaga. Namun pada struktur berthing dolphin yang
sedang ditinjau, tidak ada peralatan yang akan diletakkan diatas pilecap.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
22
2.3.4 Gaya Gelombang Laut
Gaya gelombang yang terjadi pada struktur dapat ditentukan dengan
metode penelitian dan formula desain yang tepat dengan memperhatikan tipe
struktur, topografi dasar laut, kedalaman air, dan karakteristik gelombang. Hal ini
juga penting untuk memperhatikan ketidakseragaman gelombang.
Sebenarnya, gelombang laut memiliki tinggi dan periode gelombang yang
tidak seragam, dan melalui tingkat non-breaking, breaking, dan post-breaking,
tergantung dari kedalaman air dan topografi dasar laut. Jadi, pada perhitungan
gaya gelombang, gelombang yang paling berpengaruh pada struktur harus
termasuk dalam perhitungan, dengan memperhatikan juga gelombang yang tidak
seragam dan karakteristik gaya gelombang yang dihasilkan pada tipe struktur
yang diperhitungkan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa gelombang yang paling tinggi adalah
gelombang yang mempunyai gaya yang paling besar, jadi hanya gaya gelombang
dari gelombang maksimum diantara deretan gelombang yang tidak seragam yang
menabrak struktur harus diperhatikan dalam desain struktur. Bagaimanapun,
dalam perhitungan gaya gelombang yang bekerja pada struktur tiang dan struktur
yang mengapung, harus memperhatikan efek dari gaya gelombang yang terus-
menerus terjadi pada struktur tersebut.
A. Gaya Gelombang yang Terjadi pada Tiang
Gaya gelombang yang bekerja pada tiang, dimana tidak menghalangi
penyebaran gelombang air, dapat dihitung sebagai penjumlahan gaya tarik yang
tepat dengan kecepatan partikel air kuadrat dan gaya inersia terhadap percepatan
dengan rumus sebagai berikut:
2o o
n nD n Mnw wf C Du u s C A sg g
α= Δ + Δ ........................................... 2. 18
Dimana:
nf = gaya yang bekerja dengan panjang yang tak terhingga ∆s (m)
pada tiang dengan arah tegak lurus dengan sumbu tiang pada
bidang sumbu tiang dan arah pergerakan partikel air (ft)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
23
,n nu α = komponen kecepatan (m/s) dan komponen percepatan (m/s2)
partikel air dengan arah tegak lurus pada sumbu tiang (dengan
arah yang sama dengan nf ) pada bidang sumbu tiang dan arah
pergerakan partikel air (komponen-komponen tersebut terkait
dengan gelombang yang terjadi tidak terganggu oleh tiang)
nu = nilai tetap (m/s)
CD = koefisien tarik
CM = koefisien gaya inersia
D = kedalaman tiang pada arah tegak lurus terhadap sumbu tiang
seperti yang terlihat pada arah nf (m)
A = luas penampang tiang sepanjang bidang tegaklurus dengan
sumbu tiang (m2)
w0 = berat jenis air laut (tf/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Ketika gelombang pecah mengenai struktur yang berada pada lereng dasar
laut yang curam, maka gaya gelombang impulsif terjadi pada struktur sehingga
menambah gaya tarik dan inersia. Hal ini harus juga dimasukkan dalam
perhitungan. Selain itu, gaya dorong keatas juga terjadi pada beberapa tiang
bawah laut, sehingga menambah gaya tarik dan inersia. Juga, tiang yang langsing
dimungkinkan untuk mengalami getaran dari gaya dorong.
Pada penelitian ini, struktur berthing dolphin yang ditinjau tidak
memperhatikan gaya gelombang yang terjadi. Karena struktur berthing dolphin ini
akan diletakkan pada perairan yang tenang, hal ini disebabkan struktur berada di
balik breakwater. Jadi, sebelum gelombang laut mencapai struktur, gelombang
sudah dipecah terlebih dahulu.
2.3.5 Gaya Gempa
Dalam desain fasilitas pelabuhan efek gempa harus diperhatikan dalam
perhitungan, sehingga struktur tersebut nantinya mempunyai ketahanan terhadap
gempa.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
24
Dalam menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur gedung menurut SNI Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur
gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan,
pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalihkan dengan suatu faktor
keutamaan, I, menurut persamaan:
1 2I I I= .......................................................................................................... 2. 19
Dimana I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur
gedung, sedangkan I2 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang
gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor
keutamaan I1, I2, dan I ditetapkan menurut tabel berikut,
Tabel 2. 7. Koefisien Keutamaan Faktor Keutamaan Kategori Gedung I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran 1,0 1,0 1,0 Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan bearcun.
1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki diatas menara 1,5 1,0 1,5 Sumber: SNI 03-1726-2002, Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung
Dan pada penelitian ini, untuk faktor keutamaan I1 yang akan digunakan adalah
1,2.
Dalam SNI Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung,
juga disebutkan bahwa struktur bangunan dibagi menjadi dua kategori yaitu
gedung beraturan dan tidak beraturan. Dan dalam penelitian ini, struktur dermaga
dengan tiang pondasi, akan dianggap sebagai gedung beraturan. Sehingga
pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh gempa statik ekuivalen,
maka menurut standar SNI analisisnya dapat dilakukan berdasarkan analis statik
ekuivalen.
Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan
gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu
utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
25
Apabila kategori struktur memiliki faktor keutamaan (I), dan strukturnya
untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan
gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa (R) dan waktu getar alami
fundamental (T1), maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen (V) yang
terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan:
1t
C IV WR
= ..................................................................................................... 2. 20
Dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons
gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah
berat total struktur, termasuk beban hidup yang sesuai.
Dalam penelitian yang akan dibahas adalah proyek pelabuhan di Teluk Bayur,
yang berada di Padang, Sumatera Barat. Maka wilayah ini berada di wilayah
gempa di zona 6 (gambar 2.9). Dan untuk spektrum respons gempa rencana yang
akan digunakan seperti pada gambar 2.10.
Gambar 2. 9. Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan
Dasar dengan Perioda Ulang 500 tahun (Sumber: SNI 03-1726-2002, Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
26
Gambar 2. 10. Spektrum Respons Gempa Rencana (Sumber: SNI 03-1726-2002, Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung)
Dengan waktu getar alami fundamental struktur,
2
6.3 WdTgFd
= ............................................................................................... 2. 21
Dimana W adalah berat struktur, dan F adalah beban geser dasar nominal statik
ekuivalen.
Untuk faktor reduksi gempa, berdasarkan persamaan,
11.6 mR f Rμ≤ = ≤ ........................................................................................ 2. 22
Dimana Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh
sistem struktur dan f1 (faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di
dalam struktur) sama dengan 1,6. Berdasarkan SNI, dalam menentukan faktor
daktilitas maksimum dan faktor reduksi gempa maksimum telah ditentukan. Dan
untuk sistem struktur pada penelitian ini, masuk dalam kategori sistem struktur
gedung kolom kantilever (sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever
untuk memikul beban lateral). Dimana μm = 1.4, dan Rm = 2.2. Karena kategori
struktur termasuk elastic penuh, maka dapat digunakan μ = 1.0, dan R = 1.6.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
27
2.3.6 Kombinasi Beban (LRFD)
Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua
penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu, yang
dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang sesuai. Maka
untuk kombinasi beban yang akan digunakan pada analisa pondasi dalam
penelitian ini adalah:
Tabel 2. 8. Kombinasi Beban
Load Type Vacant Condition
Mooring & Breasting Condition
Berthing Condition
Earthquake Condition
Dead load (D) 1,2a 1,2 1,2 0,9 (1,2)c
Live load (L) 1,6b 1,6 1,6(0,5) 0,0(0,50) Buoyancy (B) 1,3 1,3 1,3 Wind on Structure (W)
1,3 1,3 1,0
Current on Structure (C)
1,3 1,3 1,0
Earth Pressure on the Structure (H)
1,6 1,6 1,6 1,0
Mooring/Breasting Load (M)
1,3
Berthing Load (Be)
1,6
Earthquake Load (E)
1,0
a. Reduced load factor for dead load (D) to 0,90 to check components for minimum axial load and maximum moment.
b. The load factor for live load (L) may be reduced to 1,3 for the maximum outrigger float from a truck crane.
c. 0,90 and 1,20 Sumber: Presentasi, Ir. Sjahril A. Rahim, M.Eng
2.4 SISTEM FENDER
Tujuan dari adanya sistem fender adalah sebagai penahan (bumper) untuk
menahan lambung kapal dan fasilitas tambatan dari kerusakan pada saat kapal
bertambat. Fungsi lainnya adalah sebagai penyerap energi tambatan kapal pada
saat bertambat dan menghaluskan tumbukan antara kapal dan fasilitas tambatan.
Gambar 2.11 menggambarkan beberapa contoh tipe fender.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
28
Super Cell Fender
Super M Fender Super Arch Fender
Cylindrical Fender
Super PDT Fender
Tutle Fender
Seal Fender
Corner Fender
Cell Fender for Roll-on
Roll-off Berth
Gambar 2. 11 Contoh Tipe Fender (Sumber: Bridgestone, Marine Fender Design Manual)
Dari dua fungsi yang telah disebutkan, maka adanya sistem fender di suatu
dermaga sangat penting. Dan dengan mengetahui sistem fender yang akan
digunakan pada dermaga dapat mengetahui gaya akhir yang terjadi pada dermaga,
yang kemudian disalurkan ke tiang pondasi. Oleh sebab itu, dalam mendesain
sistem fender harus tepat agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya, dan
ekonomis agar dapat mengurangi biaya konstruksi pembangunan dermaga. Tahap-
tahap dalam desain sistem fender adalah:
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
29
2.4.1 Perhitungan Energi Tambatan
Penjelasan mengenai perhitungan energi tambatan kapal ini dapat dilihat
pada sub-bab 2.3.1.A.
2.4.2 Pengaruh Angular
Jika pengaruh sudut pada saat tumbukan akan terjadi, maka dianjurkan
untuk memperhitungkan kehilangan energi sistem terhadap defleksi yang tidak
seragam dan penyerapan energi oleh setiap fender dalam sistem. Kehilangan
energi dapat terjadi pada efek sudut dan harus dimasukkan dalam analisa. Sudut
yang terjadi didefinisikan sebagai sudut yang dibuat oleh lambung kapal dengan
struktur tambatan dan tidak perlu memperhatikan arah dari gerak kapal.
Pada kasus struktur tambatan untuk kapal besar, efek tekanan sudut pada
fender biasanya diperhitungkan dalam desain. Tetapi pada kasus dermaga yang
menerus dimana banyak fender terpasang dengan spasi tertentu, efek sudut ini
biasanya tidak diperhatikan.
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh pada survei lapangan, sudut
bertambat kurang dari 3 derajat pada banyak kasus, dan maksimum 6 derajat
(gambar 2.12).
Gambar 2. 12 Arah Tekanan (Sumber: Bridgestone, Marine
Fender Design Manual)
Dalam memilih sistem fender, harus menentukan faktor koreksi untuk
pembebanan angular (sudut) dalam perhitungan. Setiap faktor koreksi adalah
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
30
perbandingan gaya reaksi (R) dan penyerapan energi (E) pada sudut (θ) dibagi
dengan nilai yang sama pada sudut nol (θ = 0o).
2.4.3 Penyerapan Energi Oleh Fender
Perilaku fender ditentukan oleh efek angular. Perilaku angular yang
diperoleh dengan mengalikan perilaku normal (θ = 00) dengan faktor koreksi
angular harus sama dengan atau lebih besar dari energi tambatan efektif, seperti
persamaan dibawah ini:
aena FEEE ×=< ,............................................................................ 2. 23
dimana E: energi tambatan efektif
Ea:penyerapan energi pada tekanan angular
En:penyerapan energi pada tekanan normal
Fae:faktor koreksi angular untuk menentukan penyerapan energi
Selain itu, persamaan dibawah ini harus digunakan jika terdapat batasan
gaya reaksi pada dermaga:
)(dan arnanma FRRRR ×=> , .......................................................... 2. 24
dimana Rma: gaya reaksi ijin maksimum
Rn : gaya reaksi pada tekanan normal
Ra : gaya reaksi pada tekanan angular
Far : faktor koreksi angular untuk gaya reaksi
Langkah-langkah untuk mengecek perilaku fender:
1. Fender yang memiliki penyerapan energi lebih besar pada tekanan normal
daripada energi tambatan efektif (E) sebaiknya dipilih.
2. Membaca nilai En pada defleksi ijin maksimum untuk sudut yang ditentukan
dari kurva perilaku normal pada tabel dan mengalikan En dengan Fae pada
defleksi ijin maksimum. Nilai (En x Fae) adalah penyerapan energi pada
tekanan angular (Ea).
3. Dengan cara yang sama, Ra dapat diperoleh dengan menggunakan kurva
perilaku normal dan Far pada defleksi ijin maksimum untuk sudut yang
ditentukan.
4. Jika nilai Ea, Ra, dan Rn tidak dapat ditentukan dengan persamaan ini, maka
ukuran fender yang berbeda harus ditentukan.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
31
2.4.4 Batasan Pada Kondisi Tambatan
Beberapa ”pembatasan pada kondisi tambatan” harus diperhitungkan
dalam memilih sistem fender yang berhubungan dengan beberapa spesifikasi
dermaga. Beberapa batasan tersebut adalah:
o Gaya Reaksi Ijin Maksimum.
Macam-macam dan tipe tambatan memiliki gaya reaksi yang bervariasi;
terutama dermaga dan dolphin yang terdiri dari tiang-tiang yang sangat dibatasi
gaya reaksi ijinnya. Bahkan dermaga tipe gravitasi terkadang sangat dibatasi gaya
reaksi ijinnya dengan kekuatan beton dan ketebalannya.
Pada beberapa kasus, gaya reaksi ijin untuk sistem fender yang dipilih
harus kurang dari gaya reaksi ijin maksimum (Rma). Hal utama yang harus dicek
adalah gaya reaksi normal (Rn) dan gaya reaksi angular (Ra) dengan hubungan
seperti dibawah ini:
Rma > Rn dan Ra
Jika memperhitungkan hal diatas, sistem fender dengan keefisienan yang
tinggi untuk menyerap energi dalam gaya reaksi ijin dapat dipilih.
o Luas Pemasangan Yang Diijinkan.
Jika area pemasangan dibatasi terhadap ketebalan dermaga, sistem fender
sebaiknya memiliki rancangan yang padat pada area minimum, dimana tetap
berperilaku sesuai dengan desain.
o Tinggi Fender Ijin Maksimum.
Terdapat beberapa kasus dimana dalam sistem fender harus termasuk
penyesuaian tinggi terhadap panjang ”lengan pembebanan”, dll. Pada beberapa
kasus, sangat dianjurkan untuk mengkombinasi sejumlah fender yang lebih kecil
untuk sistem Cell dan Super Cell dan fender yang lebih kecil dan lebih panjang
untuk sistem Super M dan Super Arch. Salah satu aplikasi khusus terdapat pada
gambar dibawah, dimana kasusnya sangat penting untuk mendesain sistem fender
dimana kapal tidak akan menabrak dermaga walaupun jika sistem tertekan hingga
mencapai defleksi fender desain.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
32
Gambar 2. 13 Contoh (Sumber: Bridgestone, Marine Fender
Design Manual)
o Penyesuaian Dermaga Eksisting.
Jika mampu disesuaikan, fender dapat langsung dipasang pada dinding
dermaga eksisting. Untuk beberapa kasus, pengangkuran khusus seperti One
Touch Anchor dan Resin Anchor dianjurkan melakukan pemasangan yang tepat.
Banyak dermaga tua konvensional memiliki fender kayu pada dinding dermaga
yang sangat tipis. Jika up-grading beberapa dermaga diperlukan untuk fender
karet, beberapa peralatan harus diperhitungkan, terutama untuk pemasangan
fender tersebut.
2.4.5 Pembatasan Dari Kapal
Beberapa pembatasan dari kapal perlu diperhatikan dalam pemilihan
sistem fender. Beberapa pembatasan tersebut adalah:
• Tekanan lambung kapal
Lambung kapal diperkuat oleh balok longitudinal dan balok transversal.
Tekanan lambung telah ditentukan secara teori, dengan melihat kekuatan balok-
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
33
balok ini, jarak antara balok dan area kontak fender. Jika fender kecil dengan gaya
reaksi yang besar menabrak lambung kapal, beberapa denting atau kerusakan
serius terhadap lambung dapat terjadi. Agar dapat mencegah beberapa kerusakan,
fender dengan tekanan permukaann yang lebih kecil daripada tekanan yang
diperlukan lambung sebaiknya dipilih.
Di beberapa kasus kapal kecil, spasi antara balok-balok ini saling
berdekatan, jadi permukaan fender dapat kontak setidaknya dengan salah satu
balok pada lambung kapal. Dan beberapa balok, secara umum, memiliki kekuatan
yang cukup untuk menahan gaya reaksi fender. Oleh karena itu, beberapa kasus
untuk fender yang kecil, tekanan lambung atau tekanan permukaan tidak terlalu
penting untuk kapal yang lebih besar.
Salah satu fender-fender dibawah ini sebaiknya dipilih dengan
memperhatikan syarat untuk tekanan permukaan. Tekanan permukaan setiap tipe
fender ditentukan dari kualitas karet dan/atau ukuran frame bagian depan. Variasi
tekanan permukaan terdapat pada tabel 2.9.
Tabel 2. 9. Tekanan Permukaan
Tipe fender Tekanan permukaan T/m2 (kips/ft2)
Cell dan Super Cell Approx. 10 (2.05) ~ 50 (10.24)
Super M 50 (10.24) ~ 90 (18.43)
Super Arch 48 (9.83) ~ 110 (22.53) Sumber: Bridgestone, Marine Fender Design Manual
• Lekukan lambung kapal
Sesuai dengan lambung kapal yang memiliki banyak lekukan pada arah
horizontal dan vertikal, fender akan tertekan pada bentuk yang rumit dengan
beberapa lekukan.
1. lekukan pada arah vertikal
Secara umum, seperti kapal muatan dan tanker mempunyai garis vertikal
yang hampir lurus dimana mereka kontak dengan sistem fender, selain itu juga
memiliki lekukan di bagian haluan dan buritan, hal ini tidak penting untuk
diperhitungkan dalam desain. Namun demikian, kapal container memiliki lekukan
di skitar area kontak, maka penting untuk memperhatikan lekukan dalam desain.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
34
Jika fender dipasang pada posisi yang rendah, kapal dapat menabrak dermaga
sebelum fender dapat tertekan sesuai defleksi dalam desain.
Gambar 2. 14 Contoh (Sumber: Bridgestone, Marine Fender
Design Manual)
2. lekukan pada arah horizontal
Terdapat beberapa kapal container yang lekukannya mengenai fender
dengan kondisi seperti gambar dibawah, maka dari hal tersebit perlu untuk
menentukan spasi antar fender yang cukup untuk mencegah kapal menabrak
dermaga.
Gambar 2. 15 Contoh (Sumber: Bridgestone, Marine Fender Design
Manual)
2.4.6 Pengaruh Dari Kondisi Alam
Pengaruh dari kondisi alam yang terjadi pada kapal perlu diperhatikan
dalam mendesain sistem fender. Diantara faktor-faktor alam yang terjadi adalah:
• Gaya gelombang.
• Pasang laut.
• Tekanan angin.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
35
Dan penjelasan mengenai hal diatas telah disebutkan dalam sub-bab 2.3.
2.4.7 Pemilihan Fender
Hal terpenting dalam memilih fender dermaga yang tepat adalah
kemampuannya untuk menyerap energi tambatan kapal agar dapat bertambat
dengan aman. Dibawah ini adalah prosedur untuk memilih sistem fender:
• Untuk memperoleh energi tambatan yang benar adalah dengan menggunakan
“prosedur untuk menghitung energi tambatan”. Karena terdapat banyak faktor
yang tak tentu, maka sangat sulit menentukan kriteria desain untuk sistem
fender yang mencakup semua faktor. Maka penting untuk membuat kejelasan
kriteria mana yang digunakan dalam desain diantara banyak faktor dan
formula.
• Untuk memilih sistem fender yang sesuai untuk menyerap energi tambatan
dengan memperhatikan efek angular, dan lain-lain.
• Untuk memilih sistem fender dengan memperhatikan beberapa batasan,
teruatam seperti:
1. gaya reaksi fender tidak boleh lebih dari gaya reaksi ijin maksimum
dermaga dibawah kondisi normal.
2. sistem fender harus dipasang pada area yang didesain.
3. tekanan permukaan sistem fender harus kurang dari tekanan ijin
lambung kapal. Pada kasus tekanan lambung yang sangat rendah,
sistem fender Cell atau Super Cell dengan diberi frame di bagian
depan, dimana memiliki fleksibilitas yang besar pada tekanan
permukaannya, adalah paling sesuai.
• Untuk menentukan spasi sistem fender adalah dengan memperhatikan lekukan
minimum kapal yang kontak dengan fender.
2.5 DAYA DUKUNG MATERIAL TIANG
2.5.1 Baja
Baja yang akan digunakan untuk struktur harus sesuai dengan standar
kualitas dan bentuk yang terdapat pada tabel dibawah ini. Jenis-jenis baja yang
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
36
disebutkan dalam tabel dibawah ini adalah baja yang biasa digunakan pada
struktur pelabuhan.
Tabel 2. 10. Standar Kualitas Baja Kind of steel Name of standard Symbol Kind
JIS G 3101 Rolled steel for general structures
SS 41, SS 50 Steel bars, steel sections, steel plates, steel flats
JIS G 3106 Rolled steel for welded structures
SM 41, SM 50, SM 50 Y, SM 53
steel sections, steel plates, steel flats
Structural steel
JIS G 3114 Hot-rolled atmospheric corrosion resisting steel for welded structure
SMA 41, SMA 50
Steel sections, steel plates
Steel pipe JIS G 3444 Carbon steel tubes for general structural purposes
STK 41, STK 50
JIS A 5525 Steel pipe pile SKK 41, SKK 50
Steel pile
JIS A 5526 Steel H pile SHK 41, SHK 41 M, SHK 50 M
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
Tabel 2. 11. Standar Bentuk Baja Kind of steel standard symbol
Steel bars JIS G 3191 SS 41, SS 50 Steel sections JIS G 3192 Steel plates JIS G 3193
SS 41, SS 50, SM 41, SM 50, SM 50 Y, SM 53, SMA 41, SMA 50
Structural steel
Steel flats JIS G 3194 SS 41, SS 50, SM 41, SM 50 Y, SM 53 Steel pipe pile JIS A 5525 SKK 41, SKK 50 Steel pile Steel H pile JIS A 5526 SHK 41, SHK 41 M, SHK 50 M
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
Dalam perhitungan desain struktur baja, beberapa nilai dibawah ini harus
dimasukkan:
Young’s modulus = 2.1 x 106 kgf/cm2
Shearing modulus = 8.1 x 105 kgf/cm2
Poisson’s ratio = 0.30
Coefficient of thermal expansion = 12 x 10-6/oC
Selain nilai-nilai diatas, harus diperhatikan pula tegangan yang diijinkan, sesuai
dengan tabel 2.12 dan 2.13.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
37
Tabel 2. 12. Tegangan Ijin Struktur Baja (kgf/cm2) Kind of stress SS 41, SM 41, SMA 41 SM 50 SM 50 Y, SM 53, SMA 50
Axial tensile stress (per net sectional area)
1400 1900 2100
Axial compressive stress (per gross sectional area)
1400 1900 2100
Bending tensile stress (per net sectional area)
1400 1900 2100
Bending compressive stress (per gross sectional area)
1400 1900 2100
Shearing stress (per gross sectional area)
800 1100 1200
Bearing stress (between steel plates) 2100 2800 3100 Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
Tabel 2. 13. Tegangan Ijin Tiang Baja (kgf/cm2) Kind of stress SKK 41, SHK 41, SHK 41 M,
SKY 41 SKK 51, SHK 50 M, SKY 50
Axial tensile stress (per net sectional area
1400 1900
Axial compressive stress (per gross sectional area)
2
20 1400
20 93 1400 8.4 20
12000000936700 ( )
lr
l lr r
lr l r
≤ →
⎛ ⎞< < → − −⎜ ⎟⎝ ⎠
≥ →+
2
15 1900
15 80 1900 13 15
12000000805000 ( )
lr
l lr r
lr l r
≤ →
⎛ ⎞< < → − −⎜ ⎟⎝ ⎠
≥ →+
Bending tensile stress (per net sectional area)
1400 1900
Bending compressive stress (per gross sectional area)
1400 1900
Member which receives combined axial and bending stresss
1. in case of the axial tensile stress t bt taσ σ σ+ ≤ and
t bc baσ σ σ− + ≤
2. in case of the axial compressive stress 1.0c bc
ca ba
σ σσ σ
+ ≤
Shearing stress (per grosssectional area)
800 1100
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan Simbol pada tabel diatas adalah:
l : panjang tekuk efektif tiang (cm)
γ : jari-jari girasi area penampang tiang (cm)
σt, σc : tegangan tarik oleh gaya tarik aksial dan tegangan tekan oleh bending
momen yang bekerja pada penampang (kgf/cm2)
σbt, σbc : tegangan tarik maksimum dan tegangan tekan maksimum karena bending
momen yang bekerja pada penampang (kgf/cm2)
σta, σca : tegangan tarik ijin dan tegangan tekan aksial ijin pada sumbu dengan
momen inersia terkecil (kgf/cm2)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
38
σba : tegangan tekan bending ijin (kgf/cm2)
Secara umum, hampir seluruh fasilitas pelabuhan yang digunakan akan
mengalami kondisi korosi yang sangat tinggi. Maka tindakan untuk melawan
korosi pada struktur harus dilakukan. Dan nilai tipe rata-rata korosi untuk struktur
baja disebutkan dalam tabel dibawah ini. Nilai yang disebutkan adalah rata-rata
korosi pada salah satu bagian saja.
Tabel 2. 14. Rata-rata Korosi Baja
Corrosive environment Corrosion rate (mm/year)
Sea side Above HWL HWL ~ HWL – 1.0m HWL – 1.0m ~ the sea bottom Below the sea bottom
0.3 0.1 – 0.3 0.1 – 0.2
0.03 Land side In marine atmosphere
In soil (above the residual water level) In soil (below the residual water level)
0.1 0.03 0.02
Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan Terdapat beberapa metode pencegahan korosi pada baja, tetapi dalam
pemilihan metode terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Diantaranya
adalah kondisi lingkungan, umur struktur berdasarkan metode pencegahan korosi,
kemudahan pekerjaan, ekonomis, dan lain sebagainya.
Metode pencegahan korosi diantaranya adalah:
1. painting and lining method, untuk bagian struktur diatas zona pasang
2. cathodic protection method, untuk bagian struktur dalam air laut atau dibawah
lantai laut.
2.5.2 Beton
Durability
Ketahanan (durability) suatu struktur beton untuk fasilitas pelabuhan harus
diperhatikan, dikarenakan adanya fenomena laut atau kondisi meteorologi, dan
ketahanan yang diperlukan harus dipastikan dengan metode yang sesuai.
Terutama, area yang mengalami abrasi dan memberi pengaruh yang kuat harus
dilindungi dengan material yang tepat di permukaannya atau perhitungan lainnya
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
39
sebaiknya dilakukan, seperti meningkatkan luas penampang tiang atau ketebalan
selimut beton pada beton bertulang.
Kerusakan pada struktur pelabuhan terkadang dimulai dari sambungan
konstruksi pada struktur beton. Oleh sebab itu, jika dimungkinkan sambungan
sebaiknya dihindarkan.
Ketebalan selimut beton yang menyelimuti tulangan baja sebaiknya lebih
besar dari nilai pada tabel 2.15.
Tabel 2. 15. Nilai Standar Selimut untuk Tulangan Baja
Portion directly washed by sea water and portion subjected to severe sea breeze
7 cm
Portions other than the above 5 cm Sumber: Technical Standars For Port And Harbour Facilities In Japan
Terdapat beberapa material pelindung permukaan beton seperti kayu,
material batuan yang baik, baja, dan lain sebagainya. Baru-baru ini, lapisan
permukaan menggunakan material bermolekul tinggi dan beton diisi polymer
telah dikembangkan.
Ketika kerusakan akibat garam sangat kuat, maka ketebalan selimut beton
harus ditingkatkan, atau pelindungan permukaan atau pengecatan tulangan dapat
dilakukan. Tulangan baja yang dicat epoxy telah dikembangkan.
Tipe struktur sangat berhubungan dengan terjadinya kerusakan akibat
garam. Dengan memperhatikan batang-batang struktur, balok, dan pelat lantai
cenderung lebih mungkin mengalami kerusakan akibat garam daripada kolom dan
dinding. Selain itu, klorida, oksigen dan air, sebagai penyebab kerusakan akibat
garam, merusak beton melalui permukaan beton itu sendiri, jadi permukaan
sebaiknya sekecil mungkin jika dimungkinkan. Misalnya, penggunaan balok tipe
box dan pelat lebih baik menggunakan balok tipe T atau I. Tipe-tipe struktur yang
mudah untuk dilakukan perbaikan, penulangan atau penempatan, jika struktur
mulai rusak, lebih diharapkan.
Material
Material yang harus dipilih untuk membuat beton harus sesuai dengan
kekuatan yang diinginkan dan ketahanan yang diperoleh dengan harga yang
ekonomis.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
40
Diantara berbagai macam semen, yang memiliki ketahanan air laut yang
tinggi adalah moderate-heat portland cement, blast furnace slag cement yang
memiliki kandungan slag yang tinggi, dan fly-ash cement. Untuk ketahanan air
laut yang tinggi, macam-macam semen tersebut memiliki beberapa keuntungan
seperti meningkatkan umur kekuatan lebih lama dan panas hidrasi yang lebih
sedikit; namun sebaliknya, semen tersebut memiliki kekuatan yang lebih rendah.
Jadi, proses curing pada semen tersebut harus dilakukan dengan baik.
Utamanya, hasil dari anti korosi pada tulangan baja dalam beton dibuat
oleh blast furnace slag cement kelas B sangat baik, dan oleh sebab itu beton ini
sebaiknya digunakan. Dalam kasus ini, hasil anti korosi yang sangat baik hanya
dapat diperoleh dari proses curing yang sempurna.
Penggunaan air laut sebagai bahan campuran beton harus dihindarkan jika
dimungkinkan. Namun demikian, jika air tawar yang bersih tidak mudah
diperoleh, air laut dapat digunakan untuk beton sederhana. Jika air laut digunakan,
waktu pengerasan semen lebih singkat, dan konsistensi beton cenderung hilang
pada tingkat lebih awal. Hal ini membutuhkan perhatian yang lebih.
Ketika menggunakan admixture untuk tujuan meningkatkan properti
beton, admixture sebaiknya secara hati-hati diperiksa untuk memastikan bahwa
admixture yang digunakan tidak memberikan efek yang negatif. Efek admixture
terkadang tergantung pada kualitas semen, pasir dan kerikil sebagai kualitas
beton. Oleh karena itu, admixture harus benar-benar disurvei berdasarkan hasil
dari penggunaan admixture tersebut sebelumnya dan penghargaan yang diperoleh
dan telah diuji dengan material konstruksi untuk memperjelas efek yang akan
terjadi. Beberapa jenis admixture yang dapat digunakan adalah:
1. fly-ash, fine particles of blast furnace slag and silica fumes
ketahanan beton dapat ditinggikan dengan menggunakan jenis
admixture ini yang berkualitas baik dengan jumlah yang tepat.
2. AE agents and water reducing admixture
ketahanan beton dapat ditinggikan dengan menggunakan jenis
admixture ini dengan tepat.
3. expansion agents
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
41
dengan penggunaan expansion agents dan curing yang tepat, retak
permulaan dapat dicegah, dengan meningkatnya ketahanan beton.
Dalam penggunaan agregat kasar untuk campuran beton harus berkualitas
baik �ank eras. Batuan yang mudah pecah, agregat dengan kekuatan rendah,
penyerapan air yang tinggi atau swelling tidak tepat untuk digunakan. Dan
penggunaan pasir laut harus dihindarkan jika dimungkinkan.
Jika klorida terdapat dalam material beton, korosi tulangan baja atau
penurunan kualitas beton itu sendiri akan terjadi, jadi, total jumlah klorida yang
terdapat dalam beton harus dikontrol sesuai dengan standar yang ada.
Pengontrolan nilai jumlah klorida pada beton segar dijelaskan dibawah ini:
• jumlah klorida yang diijinkan untuk beton bertulang, beton prestressed tipe
post-tension (kecuali grout in sheath) dan beton biasa yang mempunyai baja
tambahan adalah 0.6 kg/m3 (berat Cl ).
• jumlah klorida yang diijinkan pada beton prestressed tipe post-tension, grout
in sheath dan produk yang di-curing dengan autoclave adalah 0.3 kg/m3 (berat
Cl ).
• Jika semen alumina digunakan atau arus yang menyimpang akan terjadi,
jumlah klorida yang diijinkan harus ditentukan secara tepat dari hasil tes atau,
jika tidak ada data, adalah 0.3 kg/m3 (berat Cl ).
Pada kasus struktur beton di pelabuhan, nilai-nilai ini harus melebihi kondisi
tulangan di beberapa tahun bahkan jika selimut beton sudah cukup tebal.
Membatasi reaksi agregat alkali, salah satu empat pengukuran dibawah ini
harus diambil sebagai aturan:
• Penggunaan agregat, harus diakui aman
• Gunakan tipe semen dengan alkali rendah
• Gunakan semen campuran yang memiliki reaction-restricting effect
• Batasi jumlah alkali dalam beton
Jumlah total alkali dikonversi menjadi Na2O yang dikandung dalam 1m3 beton
harus kurang dari 3.0 kg.
Kualitas Beton
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
42
Kualitas beton harus ditentukan berdasarkan tegangan yang didesain,
ketahanan dan kemudahan pengerjaannya sesuai untuk penempatan, tipe struktur
dan kondisi lingkungan. Pada umumnya, beton ready-mix lebih dianjurkan.
Rasio air-semen harus ditentukan dengan mengambil kekuatan desain dan
ketahanan betonnya dalam perhitungan. Ukuran maksimum agregat kasar
diusahakan sebesar dengan range ukuran yang diijinkan oleh spesifikasi standar.
Konsistensi beton yang ditunjukkan dengan slump sebaiknya memiliki
kekakuan yang tepat untuk penempatan. Adanya kandungan udara dalam beton
juga dianjurkan, dan standar kandungan udara sebaiknya sebesar 4%.
Beton Dibawah Air
Penempatan beton dibawah air harus didesain berdasarkan Spesifikasi
Standar untuk Beton Bertulang dan Biasa, dan Spesifikasi Umum untuk Pekerjaan
Pelabuhan dan Dermaga.
Struktur utama sebaiknya dibangun dengan salah satu dari prepacked
concrete, tremy concrete, atau pumped concrete. Selain itu, beton harus memiliki
ketahanan dan kekuatan yang sesuai. Dan sambungan konstruksi sebaiknya
dihindarkan. Ketebalan selimut beton harus 10 cm atau lebih pada beton yang
ditempatkan dalam air.
Berdasarkan SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung, beton yang akan mengalami pengaruh lingkungan yang khusus harus
memenuhi rasio air-semen dan persyaratan kuat tekan beton sesuai pada tabel
2.16.
Tabel 2. 16. Persyaratan Untuk Pengaruh Lingkungan Khusus
Kondisi lingkungan Rasio air-semen maksimum
Fc’ minimum (Mpa)
Beton dengan permeabilitas rendah dan terkena pengaruh lingkungan air
0.5 28
Untuk perlindungan tulangan terhadap korosi pada beton yang terpengaruh lingkungan yang mengandung klorida dari garam atau air laut
0.4 35
Sumber: RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
43
Perawatan Beton
Pekerjaan pemeliharaan seperti inspeksi situasi memburuk harus dilakukan
untuk beton agar dapat menjaga fungsi struktur berdasarkan umur layannya.
Banyak struktur beton di pelabuhan telah mendapatkan pemeliharaan. Pada
faktanya, banyak breakwaters dan dermaga yang dibangun antara 1910 – 1930
dapat menjaga fungsi aslinya dengan baik hingga saat ini. Bagaimanapun, fungsi
beberapa struktur telah menurun dari tahun ke tahun terhadap penyebaran kualitas
beton dan tebal selimut beton atau kerusakan akibat garam. Hal ini juga tidak
dapat dihindarkan pada struktur beton.
Pekerjaan pemeliharaan termasuk inspeksi untuk mengukur tingkat
kerusakan struktur, deteksi penyebab kelainan berdasarkan hasil inspeksi,
penentuan berhenti/ terusnya tingkat layan, pemutusan untuk perbaikan atau
penulangan, dan pelaksanaan pekerjaan perbaikan/penulangan. Untuk tujuan ini,
mengukur kondisi struktur sebenarnya secara rutin sangat penting, dan hal ini
mengharuskan pengaturan dan akumulasi data seperti dokumen desain dan data
inspeksi. Lebih dari itu, kehati-hatian sangat penting dari tingkat desain untuk
membangun struktur beton yang hanya membutuhkan pemeliharaan yang mudah.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
44
Penjelasan diatas adalah mengenai material beton dan baja yang biasa
digunakan pada tiang pondasi. Tabel 2.17 adalah perbandingan antara tiang
pancang baja dan beton.
Tabel 2. 17. Perbandingan Antara Tiang Pancang Baja dan Beton
Aspek Tiang pancang baja Tiang pancang beton Bahan Biaya tinggi Biaya rendah
Pengawasan dan perawatan
Memerlukan pengawasan dan sertifikasi mutu pekerjaan yang sederhana; pembersihan dan kemungkinan sandblasting di tempat
Memerlukan pengecekan lapangan dan pekerjaan yang teliti
Penganganan Mudah dibawa dan kokoh Berat dan harus dibawa dan hati-hati
Pemancangan Bertahan dalam pemancangan yang berat
Pemancangan harus hati-hati dan resiko pecah
Penambahan/ penyambungan
Siap ditambah dengan mengelas
Penambahan menghabiskan waktu atau perlu sambungan konstruksi yang sulit
Pemeliharaan
Bisa kena korosi dan memerlukan pengecatan, ketebelan tembok ekstra atau perlindungan dengan katoda
Sedikit perawatan bila buatannya sempurna dan tidak rusak
2.6 DAYA DUKUNG TIANG
2.6.1 Klasifikasi Tanah
Pada setiap bangunan selalu dihadapkan pada masalah pondasi dan
stabilitas yang erat kaitannya dengan masalah karakteristik, klasifikasi dan daya
dukung tanah. Karakteristik dan struktur tanah sebagai pendukung bangunan
secara keseluruhan banyak ditentukan oleh kekuatan tanah tersebut dan diukur
sebagai tekanan tanah yang diijinkan. Kapasitas daya dukung ultimate (ultimate
bearing capacity) adalah nilai intensitas pembebanan netto pada saat tanah
mengalami pergeseran (defleksi), disebabkan gaya geser yang terjadi sebagai
akibat kekuatan tekan tanah maksimal. Untuk jenis-jenis tanah untuk pendukung
bangunan dapat diklasifikasikan seperti pada tabel 2.18.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
45
Tabel 2. 18. Klasifikasi Ukuran Butiran Tanah
colloid clay fine sand coarse sand fine gravel medium gravel coarse gravel
5 μ74 μ
0.42 mm2 mm
5 mm20 mm
75 mm30 cm
siltsoil material rock material
1 μ
gravelsand cobble boulder
Sumber: Japanese Unifed Soil Classification System
Properti tanah yang diperlukan untuk analisa daya dukung tanah adalah nilai
kohesi (c), sudut geser (φ), dan berat jenis (γ). Nilai-nilai tersebut umumnya
diperoleh berdasarkan hasil pengujian tanah di laboratorium. Akan tetapi, untuk
properti sudut geser (φ) dan cu dimana pengujian sampel tanah tidak dilakukan
hingga kedalaman yang ditinjau. Maka dari itu, nilai φ ditentukan dengan
pendekatan terhadap hasil pengujian tanah pada proyek yang karakteristik
tanahnya menyerupai kondisi eksisting, yaitu pada proyek Reklamasi Ancol
Timur, Jakarta Utara. Sedangkan untuk parameter nilai cu ditentukan berdasarkan
tabel 2.19.
Tabel 2. 19. Nilai Tipikal Untuk Tahanan Geser
Undrained Shear StrengthHard soilStiff soilFirm soilSoft soilVery soft soilDrained Shear Strength c' (kPa) Φ' (deg)Compact sands 0 35o -45o
Loose sands 0 30o -35o
critical state 0 18o -25o
peak state 10 - 25 kPa 20o -28o
residual 0 - 5 kPa 8o -15o
Su (kPa)Su > 150 kPa
Su < 20 kPaSu = 20 -40 kPa
Su = 75 - 150 kPaSu = 40 - 75 kPa
Unweathered overconsolidated clay
Sumber: http://www.uwe.ac.uk/geocal/ ; http://fbe.uwe.ac.uk/ (Based on part of the GeotechniCAL reference package by Prof. John Atkinson, City University, London)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
46
Tabel 2. 20. Nilai Tipikal Untuk Tahanan Geser Berdasarkan N-SPT SPT CPT Consistency Undrained Shear Strength
qs pl EM
MN/m2 kN/m2<2 <0.25 <0.15 1.5 very soft 20
2 to 4 0.25 to 0.5 0.15 to 0.35 1.5 to 5.25 soft 20 ton 40soft to firm 40 to 50
4 to 8 0.5 to 1 0.35 to 0.55 5.25 to 8.25 firm 50 to 75firm to stiff 75 to 100
8 to 15 1 to 2 0.55 to 1 8.25 to 20 stiff 100 to 15015 to 30 2 to 4 1 to 2 20 to 40 very stiff 150 to 200
> 30 > 4 > 2 > 40 hard > 200*SPT values are not normally used for evaluating clay layers. NOTE: 1MN/m2 = 10 bar
MN/m2
Pressuremeter Test
n30
Sumber: installation of steel sheet pile, by TESPA (Technical Europian Sheet Piling Association)
2.6.2 Daya Dukung Ijin Aksial Tiang
Beban vertikal yang terjadi pada tiang tidak boleh melebihi daya dukung
ijin aksial tiang tersebut. Persamaan untuk mengecek daya dukung ijin aksial tiang
adalah sebagai berikut:
u f b p
u
Q Q Q W
QQaSF
= + −
=................................................................ 2. 25
Untuk tahanan friksi pada tanah kohesif:
berdasarkan grafik Tomlinsona u
f a s
c cQ c A
α α= × →= ×
Gambar 2. 16 adhesion factor (α) (Tomlinnson)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
47
Untuk tahanan friksi pada tanah non-kohesif:
( )tan dan Ks berdasarkan tabel Bromsf v s a aQ K Asσ φ φ= × × →
Tabel 2. 21. Nilai Ks Dan φA’ Untuk Jenis-Jenis Tiang (Broms)
Ks value Pile Type φa’ Low Dr High Dr Steel 20 0.5 1
Concrete 3/4φ 1 2 Wood 2/3φ 1.5 4
Untuk tahanan ujung:
b c v q
b b
f cN N
Q f A
σ= +
= ×.................................................................... 2. 26
Gambar 2. 17 Bearing Capacity Factors Nc, Nq (Meyerhof)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
48
Untuk berat tiang:
p betonW = A x x l γ ................................................................. 2. 27
Dimana : Qu = daya dukung ultimat ( kN)
Qa = daya dukung ijin (kN)
As = luas selimut tiang (m2)
A = luas penampang tiang (m2)
l = panjang tiang (m)
cu = undrained shear strength (kN/ m2)
σv = tegangan vertikal efektif (kN/ m2)
SF = faktor keamanan (=3)
2.6.3 Daya Dukung Ijin Lateral Tiang
Kapasitas tiang beban lateral dibatasi oleh 3 hal yaitu:
• Kapasitas geser pada tanah
• Kapasitas struktur dari tiang yang meliputi gaya geser dan momen lentur
• Deformasi pada tiang
Untuk mengetahui daya dukung lateral tiang, maka dilakukan dengan
pendekatan subgrade reaction. Pemodelan subgrade reaction dari perilaku tanah,
menganggap tanah sebagai rangkaian spring (pegas) linier-elastis yang tidak
saling berhubungan satu dengan yang lain, atau disebut juga sebagai winkler
spring model. Nilai modulus subgrade reaction (kh), dapat ditentukan berdasarkan
hasil pengujian N-SPT dilapangan. Dengan mengetahui nilai kh, maka dapat
ditentukan kekakuan pegas (ks) dengan persamaan:
s hk k A= × ......................................................................................... 2. 28
Dimana : ks = kekakuan pegas (kN/m)
kh = modulus subgrade reaction (kN/m3)
A = luas permukaan tiang yang terkena tanah (m2)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
49
Gambar 2. 18 Nilai kh Berdasarkan Yokohama (Sumber: Steel Sheet Piling
Design Manual)
Untuk analisa daya dukung lateral tiang dimana hubungan antara tekanan
tanah dan defleksi adalah nonlinier, pendekatan yang dapat digunakan adalah
kurva P-y (Matlock & Reese). Penyelesaian nonlinier ini memerlukan kurva P-y
untuk berbagai kedalaman disepanjang tiang.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
50
Gambar 2. 19 Konsep Kurva P-y pada Kedalaman Bervariasi (Matlock)
Adapun kurva P-y untuk jenis tanah clay(kohesif) dapat ditentukan sebagai
berikut:
• Tahanan tanah ultimat, pada tiap kedalaman ditentukan dengan:Pu
u
(3 / 0.5 / ) .atau
= 9.c .d
u uPu z c z d c d
Pu
γ= + +............................................. 2. 29
• Defleksi, y50, pada saat tekanan tanah ultimit mencapai kondisi setengah
ditentukan dengan:
50 50 50
50
2,5 untuk soft clay = 0,02 untuk stiff clay = 0,005y dε ε
ε= →
• Hubungan P-y dapat dihitung berdasarkan persamaan dibawah ini: 1/3
50/ 0,5( / )uP P y y= ............................................................ 2. 30
Nilai P akan cenderung konstan jika y = 8.y50.
Dimana: Pu = tekanan ultimit tiang ( kN/m)
y = defleksi pada tanah (m)
d = diameter atau tebal tiang (m)
Cu = undrained shear strength pada kedalaman z (kN/m2)
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
51
ε50 = regangan pada saat tegangan utama mencapai setengah
bagian
2.7 ANALISIS STRUKTUR BERTHING DOLPHIN
Dalam perancangan tiang pondasi untuk dermaga, terdapat dua aspek
penting yang perlu diperhitungkan dalam perancangan, yaitu aspek geoteknikal
dan struktural. Dalam perhitungan berdasarkan aspek geoteknikal telah dijelaskan
pada sub-bab sebelumnya. Sedangkan perhitungan berdasarkan aspek struktural
akan dilakukan dengan menggunakan program SAP2000. Program ini digunakan
untuk analisis struktur berthing dan mendesain struktur tiang.
Secara umum, analisis struktur adalah proses untuk mengetahui gaya
dalam pada model struktur yang dikenai gaya luar tertentu (dapat berupa beban
tetap/sementara, momen, displacement, perubahan suhu dan lain-lain). Semua
gaya luar yang bekerja pada struktur dimodelkan dan dianalisis untuk mengetahui
gaya dalam berupa momen (lentur, puntir), gaya lintang, gaya normal dan lain-
lain (retakan, tekuk, dan sebagainya). Beberapa pendekatan dalam analisis model
struktur untuk mengetahui prilaku terhadap pemberian beban, diketegorikan
sebagai berikut:
• Linier – Elastik
Kata elastik menunjukkan bahwa suatu struktur akan berdeformasi jika
diberi suatu pembebanan, dan akan kembali ke posisi awal jika pembebanan
tersebut dihilangkan. Sedangkan linier menunjukkan hubungan antara beban dan
deformasi bersifat linier/proporsional. Ciri-ciri penyelesaian linier-elastik adalah
hasil penyelesaian dapat dilakukan superposisi antara satu dengan yang lain.
Contoh Slope Deflection, Cross, dan Metode Matrik Kekakuan.
• Non – Linier
Analisa ini adalah lawan dari analisa linier-elastik, yaitu perilaku
hubungan deformasi dan beban tidak proporsional. Deformasi pada suatu kondisi
beban tidak bisa digunakan memprediksi deformasi pada kondisi beban lain hanya
dengan mengetahui ratio beban-beban tersebut. Kondisi yang menyebabkan
struktur dapat berperilaku non-linier dapat dikategorikan sebagai berikut:
o Non-linier geometri: P-∆ efek, large deformation analysis
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
52
o Non-linier material: plastik, yield
o Non-linier tumpuan: gap (contact problem)
Analisa non-linier pada umumnya tidak untuk mencari kuantitas gaya-gaya
internal atau lendutan yang terjadi, tetapi lebih diutamakan untuk mengetahui
perilaku struktur terhadap pembebanan yang menyebabkan batas-batas dari
persyaratan elastik-linier tidak terpenuhi. Misal perilaku keruntuhan struktur
terhadap beban gempa, apakah bersifat daktail atau getas, dan sebagainya.
Ciri penyelesaian non-linier umumnya memakai iterasi dan hasilnya
spesifik, tidak dapat disuperposisikan antara hasil satu dengan hasil yang lainnya.
Dan untuk penyelesaian dengan pendekatan non-linier ini tidak semua software
dapat menyelesaikannya. Dan untuk program SAP2000 hanya tahap P-∆ saja.
Dalam penelitian ini, karena daya dukung tanah terhadap tiang pondasi
tidak seragam, maka tanah akan dianggap sebagai spring support (tumpuan
elastis). Dan daya dukung tanah ini dapat dianalisa dengan pendekatan linier
maupun non-linier.
Pada penelitian ini, modelisasi struktur akan dilakukan berdasarkan
analisis linier dan non-linier. Untuk analisis linier, pegas akan memberikan
perilaku sebagai pegas linier. Sehingga seberapapun gaya luar yang akan
diberikan, pegas akan tetap bekerja (pegas bersifat elastis) dan gaya reaksi pegas
juga makin besar. Dan pendekatan non-linier juga akan dilakukan, dimana
penedekatan ini merupakan pendekatan yang paling sesuai dengan kondisi real,
karena deformasi tanah yang terjadi akibat pembebanan mempunyai batas
tertentu, walaupun pembebanan terus bertambah. Sehingga jika gaya luar yang
diberikan sudah terlalu besar dan pegas tidak dapat menahan lagi, maka pegas
akan bersifat plastis.
Desain struktur adalah proses yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari
proses analisis struktur. Gaya dalam yang ada harus mampu ditahan oleh elemen
struktur yang direncanakan. Proses desain struktur dipengaruhi oleh jenis dan
kualitas material (baik baja, beton, atau material yang lain) dan
dimensi/penampang material. Semakin besar gaya dalam yang timbul, pada
umumnya membutuhkan kualitas material yang lebih baik dan
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
53
dimensi/penampang yang lebih besar. Dengan kata lain, kualitas dan dimensi
material berbanding lurus dengan gaya dalam yang timbul.
Hasil desain struktur dalam struktur beton adalah kebutuhan tulangan
lentur, tulangan geser dan tulangan puntir. Sedangkan hasil desain struktur baja
adalah penampang profil beserta pengakunya.
Secara umum, proses analisis melalui tahapan berikut:
1. rencana dan penggambaran model struktur
2. penentuan beban yang bekerja sesuai dengan model rencana. (Jumlah beban
dan nilai beban yang timbul tergantung dari model yang direncanakan).
3. dimensi penampang rencana (dimensi ini menentukan kekakuan sistem
struktur dan juga sangat tergantung dari model yang direncanakan).
4. analisis struktur atau analisis mekanika teknik (hasil analisis ini dipengaruhi
oleh model, pembebanan (gaya luar) dan rencana penampang).
5. gambar gaya dalam (bidang momen, gaya lintang, gaya normal dan momen
puntir) yang bekerja.
Setelah mendapatkan gaya dalam yang bekerja, dapat dilakukan proses desain
struktur dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. mutu/kualitas material yang digunakan.
2. kombinasi beban rencana (tetap/rencana) yang paling kritis (berdasarkan
analisis mekanika teknik dan peraturan kombinasi beban yang digunakan).
3. faktor reduksi kekuatan sesuai dengan peraturan yang digunakan.
Seperti program-program komputer lainnya, dalam program SAP2000
untuk menghasilkan output data seperti deformasi struktur dan gaya dalam,
diperlukan proses data di dalam program tersebut.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
54
Input data
Element
[K]
[K] = Σ ke
F (gaya)
[K]{δ}= {F}
{δ}
S = [k]{δ}
Gaya dalam yang dicari
Selesai Gambar 2. 20 Diagram Alir Proses Pengolahan Data Pada Program SAP2000
Dibawah ini adalah penjelasan mengenai formulasi data dalam program
SAP2000.
2.7.1 Metode Matrik Kekakuan
Dasar teori penyelesaian statik yang digunakan program SAP2000 adalah
metode matrik kekakuan, dimana suatu persamaan keseimbangan struktur dapat
ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut:
[ ]{ } { }K Fδ = , .................................................................................. 2. 31
Notasi:
[K] adalah matrik kekakuan yang dalam pembahasan sebelumnya dapat
disebut sebagai ’unit pendekatan’ yang merupakan formulasi
matematik yang merupakan representasi perilaku mekanik element
yang ditinjau.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
55
{δ} adalah vektor perpindahan atau deformasi (translasi atau rotasi)
struktur.
{F} adalah vektor gaya/momen yang dapat berbentuk beban pada titik
nodal bebas atau gaya reaksi tumpuan pada titik nodal yang di-
restraint.
Formulasi persamaan keseimbangan di atas memperlihatkan bahwa
besarnya deformasi berbanding lurus dengan gaya yang diberikan, dimana matrik
[K] adalah besarnya gaya yang diperlukan untuk menghasilkan perpindahan
deformasi sebesar satu satuan.
Jika isi matrik [K] konstan dalam keseluruhan analisis, maka kondisi
tersebut menunjukkan bahwa jenis analisa struktur yang digunakan adalah elastik
linier sehingga perlu diingat batasan-batasan sebagai berikut:
• Geometri struktur sebelum dan sesudah dibebani dianggap tidak mengalami
perubahan. Oleh karena itu, perlu diperiksa apakah deformasi pada salah satu
nodal bebas sesudah program dijalankan besarnya relatif kecil dibanding
geometri secara keseluruhan. Misalnya untuk simpel-beam, lendutan di tengah
bentang harus << L/360.
• Hubungan tegangan-regangan material struktur yang diwakili konstanta
Modulus Elastisitas harus mengikuti hukum Hooke, yaitu elastik linier. Oleh
karena itu, perlu dicek apakah gaya-gaya internal batang-batang yang terjadi
dari proses perhitungan menghasilkan tegangan pada penampang yang masih
pada batas proporsionalnya atau tidak. Tentunya kalau sudah melewati
tegangan leleh (misalnya pada material baja), maka kondisi tersebut
menunjukka bahwa hasil analisis yang ada tidak valid lagi.
Batas proporsional
Daerah valid E
Perilaku material terhadap beban
σ
ε
Gambar 2. 21 Pengaruh Tegangan Material Terhadap Hasil Analisis
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
56
2.7.2 Degree Of Freedom
Joint atau nodal mempunyai peran sangat penting pada pemodelan analisis
struktur. Nodal merupakan titik di mana elemen-elemen batang bertemu dan
terhubung (menyatu) sehingga mempunyai bentuk yang bermakna, yaitu geometri
struktur itu sendiri. Selain itu, juga digunakan sebagai lokasi untuk mengetahui
besarnya deformasi yang terjadi dari suatu struktur.
Degree of freedom (d.o.f) adalah jumlah derajat kebebasan suatu titik
nodal untuk mengalami deformasi yang dapat berupa translasi (perpindahan)
maupun rotasi (perputaran) terhadap tiga sumbu pada orientasi ruang 3D.
Translasi z
y
x x
y
z Rotasi
Gambar 2. 22 Deformasi Pada Nodal
Jadi untuk suatu nodal dapat terjadi 6 bentuk deformasi jika berada pada
suatu kondisi ruang bebas, yaitu 3 translasi (δx, δy, δz) dan 3 rotasi (θx, θy, θz).
Suatu nodal yang tidak bebas berdeformasi (tertahan) karena diberi
restraint yang menyebabkan θ = 0 atau/ dan δ = 0 disebut tumpuan. Sedangkan
nodal yang mempunyai kondisi yang dapat berdeformasi sampai pada batas
tertentu, disebut sebagai tumpuan elastis (spring support).
2.7.3 Element Frame SAP2000
Element frame pada SAP2000 telah disiapkan untuk memodelkan struktur
yang dapat diidealisasikan sebagai rangka (element garis atau element satu
dimensi) dalam orientasi ruang/3D.
Formulasi matrik [K] dari element frame mencakup keseluruhan d.o.f.
pada nodal-nodal di element, yang diperlihatkan dalam gambar berikut:
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
57
y
x
z
Lθy1
w1
1 2θx1
θz1
u1
v1
θy2
θx2
v2
u2 w2
θz2
Gambar 2. 23 DOF Lengkap Element Frame (Space Frame)
Adapun isi matrik [K] untuk struktur Space Frame:
[ ]
1
1 2 1 2 1
1 2 1 2 1
1
3 2 4 1
3 2 4 1
1
1 2 1
1 2 1
2
3 2
3 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 00 0 0 0
0 0 0 0 00 0 0
0 00 0
0
x
y
z
x
y
z
X X uY Y Y Y v
Z Z Z Z wS S
Z Z ZY Y Y
kX u
Y Y vZ Z w
SZ
Y
θθθ
θθθ
−⎡ ⎤⎢ ⎥−⎢ ⎥⎢ ⎥− − −⎢ ⎥−⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥
−⎢ ⎥= ⎢ ⎥⎢ ⎥
−⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
Dimana:
AEXL
= GKSL
=
2
12 z yy
z
EI kA GL
φ = ( )( )( )
1 3
3
121
4
1
z
y
y z
y
EIYL
EIY
L
φ
φ
φ
=+
+=
+
( )( )( )
2 2
4
61
4
1
z
y
y z
y
EIYL
EIY
L
φ
φ
φ
=+
+=
+
2
12 z zz
v
EI kA GL
φ = ( )( )( )
1 3
3
121
41
y
z
z y
z
EIZ
L
EIZ
L
φ
φφ
=+
+=
+
( )( )( )
2 2
4
61
41
y
z
z y
z
EIZ
L
EIZ
L
φ
φφ
=+
+=
+
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
58
Av/ky adalah luas efektif geser untuk deformasi geser transversal arah y.
Sedangkan Az/kz adalah luas efektif geser untuk deformasi geser transversal arah
z. Dan luas efektif geser yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
penampang bulat solid yaitu 20.9 rπ .
Modulus geser, G untuk menghitung deformasi geser dan kekakuan torsi,
dengan angka Poisson, υ terkait dengan parameter Modulus Elastisitas, E.
Ketiganya membentuk hubungan berikut:
( )2 1EGυ
=+
..................................................................................... 2. 32
K pada formulasi GK/L menunjukkan sifat mekanik penampang terhadap
torsi yang disebut konstanta torsi. Sedangkan G adalah modulus geser dan L
adalah panjang element. Hanya pada penampang pipa atau solid, seperti tabung
silinder, maka konstanta torsi K sama dengan J momen inersia polar penampang
terhadap sumbu centroid. Dan rumus K pada kekakuan torsi (GK/L) untuk
penampang bulat solid adalah:
412
rπ ................................................................................................. 2. 33
Formulasi konstanta torsi K yang disajikan diambil dari Roark & Young (1989).
Bentuk-bentuk struktur sebagai hasil penyederhanaan dari struktur Space
Frame adalah:
• Rangka bidang (plane truss)
• Rangka ruang (space truss)
• Grid
• Portal bidang (plane frame)
• Balok (beam)
Dalam penelitian mengenai tiang pondasi dermaga ini, formulasi yang
akan ditinjau adalah formulasi tiga dimensi (3D).
Dalam perancangan tiang pondasi dermaga pada kasus yang akan dibahas,
secara umum tahap-tahap yang dilakukan baik dalam analisis maupun desain pada
program SAP2000 sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada tahap
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
59
awal untuk melakukan perhitungan dalam program SAP2000 ini, adalah
modelisasi struktur seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2. 24 Sketsa Struktur Dermaga
Spasi tiang
Spasi tiang
Gambar 2. 25 Posisi Tiang dalam Grup
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
60
spring
dermaga
tiang
Gambar 2. 26 Modelisasi Struktur dalam Program SAP2000
2.8 METODE KONSTRUKSI
Metode konstruksi yang digunakan pada struktur tiang dermaga ini
merupakan tiang pancang. Jenis material yang digunakan adalah beton bertulang
(struktur rigid). Metode pelaksanaannya menyerupai tiang pancang pada
konstruksi gedung atau bangunan umunya, hanya yang berbeda adalah tiang tidak
sepenuhnya tertanam dalam tanah, karena permukaan tanah terdapat jauh dibawah
muka air. Bila panjang tiang pancang melebihi tinggi alat pancang yang
digunakan maka proses pemancangan dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
Dimana setelah bagian pertama selesai, kemudian disambung dengan bagian
kedua.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
61
Gambar 2. 27 Proses Pemancangan dan Sambungan
Metode pelaksanaan pondasi tiang pancang pada dermaga adalah sebagai
berikut:
• Pertama, menentukan titik-titik ukur untuk memberikan arahan posisi letak
titik pancang. Pengukuran menggunakan theodolit oleh surveyor,
kemudian crane diarahkan menuju posisi tersebut. Apabila posisinya sudah
tepat maka pemancangan dapat dimulai.
• Karena pemancangan dilakukan dilaut, maka untuk memudahkan
pemancangan dibutuhkan alat bantu seperti kapal, ponton, dan crane.
Tiang pancang yang terletak di dekat pantai diletakkan pada ponton
service menggunakan crane untuk dibawa ke lokasi titik pemancangan.
Kemudian tiang diangkat dengan crane dan diletakkan pada alat
pemancang.
• Untuk tiang pancang dengan kondisi miring (sudut tertentu) maka dibuat
perbandingannya terlebih dahulu dengan menggunakan alat bantu seperti
waterpass. Apabila sudah tepat maka tiang pancang diturunkan sesuai
dengan kemiringannya dan siap untuk dipancang. Pemancangan berhenti
jika dirasakan pemukulan sudah mencapai tanah keras. Pada kasus ini
kedalaman rata-rata tiang arah vertikal adalah 50 m.
• Kemudian pemancangan terus dilanjutkan dengan memperhatikan urutan
pelaksanaan pemancangan. Sebaiknya arah pergerakan ke arah belakang
(mundur).
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008
62
• Selanjutnya tiang pancang yang elevasinya tidak sama dibongkar dengan
palu setelah terlebih dahulu diukur elevasinya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan pemancangan antara lain:
o Pemancangan yang dilakukan pada setiap titik sebaiknya dilakukan sampai
selesai, hindari pemancangan berhenti di tengah. Karena ketika ditinggal,
friksi tanah akan bekerja sehingga tiang akan sulit diturunkan kembali.
o Pemancangan tiang yang jaraknya cukup rapat dapat menimbulkan
permasalahan heaving, yaitu munculnya kembali tiang yang telah
dipancang akibat pengangkatan tanah. Untuk menghindari hal tersebut
maka urutan pemancangan harus diperhatikan agar tidak sembarangan.
Studi perilaku pondasi..., Irma N. Indah L., FT UI, 2008