bab 2 tinjauan pustaka 2.1 bahan organik tanah 2.1.1

16
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1 Pengertian Bahan Organik Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakter-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui sisa-sisa tanaman atau binatang (Nugroho, 2012). Sumber asli bahan organik tanah ialah jaringan tumbuhan.dalam keadaan alami bagian diatas tanah, akan pohon, semak-semak, rumput dan tanaman tingkat rendah lainnya tiap tahun menyediakan sejumlah besar sisa-sisa organik. Sebagian besar dari tumbuhan bisa diangkut sebagai hasil panen, akan tetapi beberapa bagian diatas tanah dan semua akar ditinggalkan. Karena bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak macam organism tanah, hasilnya akan menjadi bagian dari horizon dibawahnya, karena di adsorpsi atau pencampuran fisik secara aktif (Buckman dan Brady,1982). Sumber bahan organik tanah ialah hewan. Hewan memberikan hasil samping dan meninggalkan bagian tubuh mereka sebagai peredaran hidupnya. Bentuk kehidupan hewan tertentu, terutama cacing tanah, sentipoda dan semut memegang peranan penting dalam perubahan sisa-sisa tumbuhan (Buckman dan Brady,1982). Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Humus berasal dari residu-residu tanaman, binatang dan mikroba, komposisinya tergantung atas

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan organik tanah

2.1.1 Pengertian Bahan Organik

Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur

ulang, dirombak oleh bakter-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat

digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah

merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian

telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik

demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad

mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap

sehingga harus selalu diperbaharui melalui sisa-sisa tanaman atau binatang

(Nugroho, 2012).

Sumber asli bahan organik tanah ialah jaringan tumbuhan.dalam keadaan

alami bagian diatas tanah, akan pohon, semak-semak, rumput dan tanaman

tingkat rendah lainnya tiap tahun menyediakan sejumlah besar sisa-sisa

organik. Sebagian besar dari tumbuhan bisa diangkut sebagai hasil panen,

akan tetapi beberapa bagian diatas tanah dan semua akar ditinggalkan. Karena

bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak macam organism

tanah, hasilnya akan menjadi bagian dari horizon dibawahnya, karena di

adsorpsi atau pencampuran fisik secara aktif (Buckman dan Brady,1982).

Sumber bahan organik tanah ialah hewan. Hewan memberikan hasil samping

dan meninggalkan bagian tubuh mereka sebagai peredaran hidupnya. Bentuk

kehidupan hewan tertentu, terutama cacing tanah, sentipoda dan semut

memegang peranan penting dalam perubahan sisa-sisa tumbuhan

(Buckman dan Brady,1982).

Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Humus berasal dari

residu-residu tanaman, binatang dan mikroba, komposisinya tergantung atas

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

5

sifat/ keadaan kimiawi dari residu-residu tersebut. Humus terbentuk sebagai

suatu hasil dari proses-proses dekomposisi, makan komposisinya juga akan

tergantung atas berbagai jasad renik yang terlibat dalam pembusukan atau

pelapukan residu-residu tersebut (Sutedjo dkk,1991).

2.1.2 Peran Bahan Organik

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah

untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah

menurun, kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman juga

menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk

kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah

penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung

meningkat sehingga tercipta tanah-tanah yang rusak yang jumlah maupun

intensitasnya meningkat.

Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok

utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia

tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam

(salinisasi), teremar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa organik dan

xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi (Djajakirana, 2001).

Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen

buatan secara terus menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990). Kerusakan

tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang

dapat menimbulkan pemadatan tanah.

Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah

atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi tanah

ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurang nya biodervisitas

organisme tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan

akibat dari kerusakan lain (fisik dan kimia). Sebagai contoh penggunaan

pupuk nitrogen (dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coatedurea) yang

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

6

terus menerus selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah

sehingga populasi cacing tanah menurun drastic (Ma et al., 90).

Kehilangan unsure hara dari daerah perakaran juga merupakan fenomena

umum pada sistem pertanian dengan masukan rendah. Pemiskinan hara

terjadi utamanya pada praktek pertanian di lahan yang miskin atau agak

kurang subur tanpa dibarengi dengan pemberian masukan pupuk buatan

maupun organik yang memadai. Termasuk dalam kelompok ini adalah

kehilangan bahan organik yang lebih cepat dari penambahannya pada lapisan

atas.

Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan

kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang berdampak pada

penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah

mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-

sifat tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat

tumbuh dan berproduksi kembali secara optimal.

Penyediaan hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk

baik organik maupun anorganik. Pupuk organik dapat menyediakan hara

dengan cepat. Namun apabila hal ini dilakukan terus menerus akan

menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi

pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan

mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan

dapat mengurangi umur produktif tanaman.

Menurut Lal (1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu

upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam proses untuk

memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas

tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian

diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

7

yang dapat ditoleransi, sehingga sumber daya tersebut dapat dipergunakan

secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.

2.1.3 Fungsi Bahan Organik

Menurut Tobing (2009) fungsi dari bahan organik adalah :

1) Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah

2) Sumber unsure hara N, P, S dan unsur hara mikro lainnya

3) Menambah kemampuan tanah untuk menghambat air

4) Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Kapasitas

tukar kation tanah menjadi lebih tinggi).

2.1.4 Dekomposisi Bahan Organik

Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan

karena mempengaruhi jumlah bahan organik. Miller et al. (1985) berpendapat

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah

adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban tanah,

temperature tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat penyediaan hara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat

dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu :

a. Sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman, dan

komposisi kimia.

b. Tanah termasuk aerasi, temperature, kelembaban, kemasaman, dan tingkat

kesuburan.

c. Faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperature.

Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar

disekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau

dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk didalmnya adalah

bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin

yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik

yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

8

terdiri dari C, O, dan H termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa,

pati, gula dan senyawa protein.

Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup,

maka kerusakan tanah dapat diminimalkan, bahakn dapat dihindari. Jumlah

bahan organik didalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang

ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum

ditanami atau dijamah (Brady, 1990). Young(1989) menyatakan bahwa untuk

mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun,

diperlukan minimal 8-9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya.

Hairah et al. (2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatakan

bahan organik:

a. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang

dapat dikembalikan ke dalam tanah vberkisar 2-5 ton per ha, sehingga

tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan bahan organik minimum. Oleh

karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan.

b. Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran

hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga

dari hewan liar seperti kelelawar atau burung dpat dipergunakan untuk

menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan ataun penyediaan

kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya

transportasi yang besar.

c. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari

pangksan tanaman penutup yang ditanaman selama masa bera atau

pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar. Pangksan tajuk tanaman

penutup tanah dari famili leguminoasae dapat memberikan masukan bahan

organik sebanyak 1,8 – 2,9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2,7 - 5,9 ton per

ha untuk berumur 6 bulan.

Dekomposisi bahan organik secara aerob dicirikan oleh perombakan bahan

secara bertahap. Proses dekomposisi ini secara umum disebut juga dengan

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

9

pengomposan. Batasan yang dikemukakan Fallet (1981) pengomposan

merupakan dekomposisi aerobik mesoflik dan thermofilik sisa-sisa organisme

menjadi material bahan seperti humus yang relative stabil dan disebut

kompos.

Senyawa organik yang mudah larut seperti gula sederhana, asam amino,

protein, peptide, dan tannin dirombak terlebih dahulu menghasilkan senyawa-

senyawa fenolik larut dan molekul-molekul sederhana seperti CO2, CH4,

NO3, NH4. Bahan-bahan yang kurang larut seperti selulosa, hemi selulosa

dirombak secara enzimatis dengan enzim selulosa sebagai katalisator

menghasilkan molekul-molekul sederhana (Rao, 1994). Bahan-bahan dengan

kandungan lignin yang tinggi sangat sulit dirombak.

2.2 Sumber Bahan Organik

2.2.1 Mucuna bracteata

Penggunaan kacangan penutup tanah konvensional seperti Pueraria javanica,

Calopogonium mucunoides, Puraria phaseoloides, Calopogonium caeruleum,

Centrosema pubescens dan Arachis pintoi sering kali tidak mampu menekan

pertumbuhan gulma-gulma tertentu, seperti Mikania, asystasia, dan jenis

rumput-rumput lainnya (Sebayang dkk, 2004).

Mucuna bracteata merupakan kacangan yang tumbuh dengan cepat, pesaing

gulma yang handal (menghasilkan senyawa alelopati yang relative

berspektrum luas bagi berbagai jenis gulma perkebunan), kemampuan

memfiksasi N yang tinggi, sangat toleran terhadap naungan, mengandung

senyawa fenolik relative cukup tinggi sehingga tidak disukai oleh hama dan

hewan-hewan ternak ruminansia dan dapat mengurangi serangan hama Orytes

rhinoceros pada tanaman muda (Harahap dkk,2011).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

10

2.2.2 Pelepah Kelapa Sawit

a. Penunasan Kelapa Sawit

Berbagai tindakan kultur teknis yang dikerjakan oleh suatau perkebunan

kelapa sawit dalam usaha meningkatkan produksinya, diantaranya adalah

penunasan. Daun kelapa sawit dalam jumlah tertentu, merupakan salah satu

faktor yang turut menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman

(Ahmad Basyar, 1996).

Pertumbuhan dan produksi tanaman dianggap sebagai selisih antara produksi

fotosintesis dengan kehilangan asimilat akibat proses respirasi. Produksi

pelepah daun pada tanaman kelapa sawit selama 1 tahun dapat mencapai 20-

30 pepelpah, kemudian berkurang sesuai dengan umur tanaman menjadi 18-

25 pelepah, dengan demikian rerata produksi pelepah daun pada tanaman

menghasilkan adalah sekitar dua pelepah setiap bulannya.

Bunga yang terbentuk terdapat pada ketiak daun. Jumlah daun yang

diperlukan untuk metabolisme tanamanan, seperti fotosintesis dan respirasi

harus dipertahankan optimal sesuai dengan umur tanaman atau Indeks Luas

daun (ILD). Untuk tanaman berumur 3-8 tahun jumlah optimal berkisar 50-

56 pelepah/pohon dan pada tanaman diatas 8 tahun adalah 42-48

pelepah/pohon (Manalu dkk. 1997).

Sedangkan menurut (Ahmad Basyar, 1996) dalam setiap tahun kelapa sawit

muda dapat memproduksi 30-35 pelepah dan berangsur-angsur menurun pada

tanaman dewasa menjadi 20-24 pelepah. Jumlah pelepah yang diinginkan

untuk menghasilkan produksi yang optimum adalah minimal 40 pelepah

untuk tanaman menghasilkan (TM) dewasa (berumur > 9 tahun). Hasil

analisis dan sifat fisik dan morfologi serat menunjukkan bahwa panjang serat

pelepah kelapa sawit berkisar antara 0,62-2,51 mm dengan panjang rata-rata

1,30 mm.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

11

Bila dikelompokkan dalam klsifikasi panjang serat menurut Klem, maka serat

pelepah kelapa sawit termasuk kedalam kelompok panjang serat sedang (0,9 –

1,6 mm). Secara keseluruhan, serat pelepah kelapa sawit lebih panjang

daripada serat tandan kosong sawit (Darnoko dkk, 2001).

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Morfologi Serat Pelepah Kelapa Sawit (PKS) dan

Tandan Kosong Sawit (TKS)

No Parameter Pelepah Tandan Kosong

1

Panjang Serat (L), mm

- Minimum

- Maksimum

- Rata-rata

0,62 0,23

2,51 1,48

1,30 0,66

2 Diameter Serat (D) 19,48 16,89

3 Diameter Lumen (I) 12,07 9,52

4 Tebal dinding (w) 3,89 3,69

5 Bilangan Runkel 0,64 0,77

6 Kelangsingan (I/D) 65,52 39,08

7 Kelemasan (I/D) 0,61 0,56

8 Rapat massa tumpukan serpih,

kg/m³ 106,50 190,27

9 Kadar serat, % 42,86 75,58

Sumber : Darnoko dkk, 2001

b. Kadar Serat Pelepah

Kekuatan pelepah daun antara lain bergantung pada adanya jaringan

penguat(schlerenchyma). Jaringan penguat tersebut terdiri dari lapisan

dalamnyaterdeposisi oleh lignin, selulose, dan semiselulose

(Darmosarkoro dan Sugiyono, 1998).

Tabel 2.2 Komposisi pelepah kelapa sawit

No Parameter Pelepah Sawit Tandan Kosong Sawit

1 Abu, % 2,74 6,23

2 SiO2, % 0,83 1,10

3 Holoselulosa, % 72,67 66,07

4 Alfa selulosa, % 36,74 37,50

5 Sari (ekstraktif), % 1,81 7,78

6 Lignin, % 21,39 20,62

7 Pentosan, % 22,19 25,34

Sumber : Darnoko dkk, 2001

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

12

c. Kadar Hara Pelepah Daun

Observasi terhadap kadar hara pelepah didasarkan pada kenyataan bahwa

kadar hara pelepah dapat dijadikan salah satu tolak ukur status hara tanaman

kelapa sawit (3,5). Kadar K pelepah berkisar antara 2,57 samapai 3,74.

Kadar K yang tinggi pada pelepah daun merupakan pencerminan serapan K

pada tanaman. Sementara itu kadar Ca pelepah berkisar anatar 0,37 sampai

0,68% dan kadar Mg berkisar antara 0,13 sampai 0,36%

(Darmosarko dan Sugiyono).

Tabel 2.3 Rerata pelepah yang dipotong pada saat panen berdasarkan tingkat

kesesuaian lahan

Umur

Rerata pelepah yang dipotong berdasarkan kelas lahan

S1 S2 S3

3 1,1 1,3 1,3

4 1,3 1,4 1,4

5 1,3 1,4 1,4

6 1,5 1,6 1,5

7 1,5 1,6 1,6

8 1,6 1,6 1,6

9 1,7 1,8 1,9

10 1,9 2,0 1,9

11 2,0 2,1 2,1

12 2,1 2,2 2,2

13 2,1 2,2 2,3

14 2,3 2,4 2,5

15 2,6 2,6 2,6

16 2,8 2,8 2,9

17 3,0 3,1 3,2

18 3,2 3,3 3,6

19 3,6 3,6 4,0

20 3,9 4,1 4,4

21 4,1 4,3 4,7

22 4,7 4,8 5,2

23 5,0 5,2 5,7

24 5,5 5,7 6,3

25 5,9 6,2 6,7

Pelepah-pelepah atau cabang-cabang (selanjutnya disebut cabang) kosong ini

dipotong waktu penunasan, sedangkan yang ada buahnya dipotong pada saat

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

13

panen. Penunasan atau membuang cabang-cabang yang tidak berguna lagi

bagi tanaman kelapa sawit dikerjakan dengan tujuan :

1) Sanitasi (kebersihan) tanaman untuk mencegah serangan cendawan

Marasmius palmivorus, tikus dan menghindari tumbuhnya pakis

2) Memperlancar proses penyerbukan alami

3) Mempermudah panen

4) Menghindari tersangkutnya berondolan

5) Pengamatan buah matang akan lebih mudah

Disamping itu, penunasan (tunas pasir) pada tanaman yang baru

menghasilkan bertujuan untuk mempermudah pembersihan piringan dan

pelaksanaan pemupukan serta penyerbukan bantuan.

Pada penunasan pasir bekas tebasan merupakan tapak kuda miring keluar dan

mepet kebelakang. Pelepah dipotong menjadi dua dan disusun membujur

gawangan mati (tidak dipasar pikul denga duri pelepah menghadap ke tanah).

Pada penunasan pemeliharaan bekas tebasan merupakan tapak kuda miring

keluar dengan membentuk sudut 30˚ terhadap garis horizontal dengan jarak

5-10 cm dari batang.

Pelepah dipotong menjadi empat dan disusun membujur gawangan mati

(tidak dipasar pikul) dengan susunan daun pertama disusul dengan duri

pelepah diatasnya dan begitu selanjutnya. Masing-masing tumpukan memiliki

5 pelepah yang ditumpuk di dalam gawangan mati.

2.3 Amandemen

2.3.1 Pupuk N

Sulphate of Amonia (ZA) merupakan pupuk konvensionil yang sudah lama

dipakai, memiliki rumus kimia (NH4)2SO4 mengandung N 21% dan S24%.

Berbentuk kristal/hablur, higrokopis pada kelembaban dalam air tinggi dan

Ca++

+ ( NA4) 2SO4 NH4+ + CaSO4

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

14

dapat dipakai sebagai sumber S. Dalam tanah akan menggantikan kedudukan

basa Ca, Mg atau Na dengan reaksi sebagai berikut:

Ammonium akan dilepas secara perlahan dan dirobah oleh bakteri nitrifikasi

ke bentuk nitrat. Pada tanaman muda pemakaian ZA lebih dianjurkan karena

tingkat penguapannya lebih rendah dar urea. Penggunaannya dalam jangka

panjang akan dapat menurunkan pH tanah karena mengandung unsur S

(sulfat). Sulfida yang berasal dari sulfat dapat mengurangi fiksasi dari P.

Pupuk Nitrogen (N) terpenting kedua adalah Urea CO( , mengandung

45% N berwarna putih berbentuk kristal, higroskopis mudah menguap, tidak

mengasamkan tanah dan dapat diaplikasikan melalui penyemprotan daun.

Ketersediaanya dalam tanah tergantung dari hidrolisa yang sangat

dipengaruhi oleh aktifitas mikroorganisme. Urea oleh peran air ( O) akan

berubah menjadi ( ) yang seterusnya oleh (Oksigen) akan diubah

menjadi nitrit dan oleh bakteri nitrifikasi dirubah menjadi bentuk nitrat.

Proses perubahan ini berjalan cepat (7-14 hari) apalagi ditempat terbuka

seperti TBM sehingga kehilangan melalui penguapan tinggi. Masih banyak

lagi jenis pupuk N selain kedua tersebut. Jumlah N yang diserap tanaman

kelapa sawit cukup banyak yaitu sebanyak 192,5 kg atau setara 3,2 kg

Urea/poko/tahun dan ini harus ditutupi sebagian oleh pemberian pupuk N

dengan memperhitungkan kehilangan melalui penguapan. Pemberian Urea

dengan pupuk lannya pada hari yang sama dapat mengurangi penguapan ini

atau cara lain untuk mengurangi kekurangan hara adalah dengan

meningkatkan frekwensi pemberiannya (Chan et. al 1986).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

15

Gambar 2.3. : Pupuk Nitrogen (Urea)

2.3.2 Bahan Kapur

Selain faktor iklim asal batuan induk tanah, dekomposisi bahan organik,

leaching atau pencucian zat hara dan penggunaan pupuk kimia masam seperti

Urea, Za, Kcl, Sulfur dan NPK juga meningkatkan kemasaaman tanah.

Tanaman perkebunan menghendaki tanah yang mendekati netral atau tidak

masam pada kisaran pH 6-7 untuk tumbuh sehat dan berpoduksi tinggi.

Dengan memperbaiki menjadi pH yang optimal, maka produksi akan

meningkatkan seiring dengan perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologi tanah.

Pengapuran lahan perkebunan dengan menggunakan kapur pertanian akan

memperbaiki pH tanah, mengurangi kemasaman, sehingga tercapai kondisi

optimal pada efektivitas dan efisiensi penyerapan hara makro dan mikro oleh

tanaman.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

16

Gambar 2.4 : Pupuk Kaptan (Kapur Pertanian)

2.4 Mikroorganisme

Untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dapat dilakukan beberapa

cara yaitu secara fisik, kimia dan biologi. Perlakuan secara biologi umunya

dengan menambahkan inokulum mikroorganisme yang berkemampuan tinggi

dalam merombak bahan yang akan didekomposisikan. Pada perombakan

pelepah ini proses biokonvers dilakuakan oleh mikroorganisme selulotik.

Perombakan selulosa merupakan pemecahan polimer primer anhidroglusa

menjadi molekul sederhana yang menghasilkan oligasakarida maupun

monomer glukosa atau produk seperti asam-asam organik maupun alcohol.

Mikroorganisme selulotik merombak selulosa dengan bantuan enzim

selulose. Menurut Shuller (dalam Rexon, 1996) mikroorganisme selulotik

memproduksi dua unit enzim selulosa yaitu enzim endo β1 – 4 glucanase

yang berperan dalam menghidrolisis serat selulosa menjadi rantai pendek,

kemudian dilanjutka enzim ekso β1 – 4 glucanase yang memecah senyawa

oligosakarida rantai pendek menjadi senyawa larutan. Selanjutnya unit-unit

enzim endo β1 – 4 glucanase dan ekso β1 – 4 glucanase bereaksi bersama-

sama secara sinergis dalam perombakan selulosa. Pelarutan selulosa menjadi

produk terlarut diketahui sebagai gula reduksi sehingga gula reduksi yang

terbentuk ini dapat dijadikan indicator aktivitas peningkatan jumlah enzim

selulosa. Gula reduksi secara umum adalah suatau glukosa atau karbohidrat

yang merupakan monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan gugus

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

17

keton yang bebas dan dapat memproduksi ion-ion logam seperti tembaga

(Cu) dan perak (Ag) dalam larutan basa.

Dalam larutan Benedict yang terbuat dari , NaOH, dan Na Sitrat gula

ini akan mereduksi yang berupa menjadi sebagai CuOH,

selanjutnya yang tidak larut berwarna kuning atau merah. Glukosa

yang merupakan gula pereduksi dapat dianalisa secara kualitatif maupun

kuantitatif. Secara kualitatif analisa secara kuantitatif dengan metode

Felhing, Benedict dan Tollens kemudian analisa secara kuantitatif dengan

metode Munson – Walker, Nelson Saraogyi, dan Lane

(Willbraham dan Matta, 1992 dalam Rexon, 1996).

Mikroorganisme selulotik secara alami sangat umum dijumpai pada tanah-

tanah pertanian, hutan, pada rabuk atau jaringan tanaman yang membusuk.

Mikroorganisme ini terdiri dari berbagai kelompok bakteri mesophilik

aerobic seperti Callulomonas sp, Cytophaga sp; bakteri thermopilik

(Basidiomisetes); jamur bermifalen (Chaetomium sp, Aspergillus sp,

Humicola sp) dan aktinomisetes (Nocardia sp, Streptomyces sp) (Rao, 1984).

Selama proses dekomposisi mikroorganisme memerlukan sumber karbon

untuk membentuk sel-sel baru serta memerlukan nitrogen untuk mensintesis

protein. Agar keperluan karbon dan nitrogen ini dapat terpenuhi secara

seimbang maka nilai C/N campuran bahan kompos harus berada pada kisaran

yang tepat. Rao (1994) mengemukakan bahwa bahan organik terdiri dari

berbagai macam jaringan tanaman bervariasi nisabah C/Nnya. Tingkat C/N

yang optimum adalah anatar 20-25 (1,4-1,7%N) ideal untuk dekomposisi

maksimum karena tidak akan terjadi pembebasan nitrogen dari sisa-sisa

organik melebihi dari jumlah yang diutuhkan unuk sintesis mikroba.

Apabila nisbah C/N terlalu tinggi maka dekomposisi akan memrlukan waktu

yang lama. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

18

mencampur/menambah dengan bahan yang mempunyai karbon rendah dan

nitrogen tinggi. Russchmeyr dan Schmidt (1995, dalam Alexader , 1997)

mengatakan bahwa ketersediaan nitrogen merupakan faktor krtitis yang nyata

berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi selulosa dan kapasitas

mineralisasi nitrogen. Diperhitungkan kira-kira 1 unit nitrogen diperlukan

untuk 35 unit selulosa dioksidasi. Diperhitungkan bahwa sel mikroorganisme

mengandung 5-10% nitrogen dari berat kering, 30-60% bagian jaringan aktif

sel disintesa selama dekomposisi aerobik.

2.5 Laju Dekomposisi Bahan Organik

Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacam-

macam unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah

mengalami dekomposisi mdan mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki

kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya tergantung pada tingkat

kemudahan dekomposisi serta mineralisasinya. Menurut Brady (1990, gula

protein sederhana adalah bahan yang mudah terdekomposisi, sedangkan

lignin yang akan lambat terdekomposisi.

Secara ururtan, kemudahan bahan yang untuk terdekomposisi adalah sebagai

berikut :

1. Gula, zat pati, protein sederhana mudah terdekomposisi

2. Protein kasar

3. Hemiselulosa

4. Selulosa

5. Lemak

6. Lignin, lemak, waks, dll sangat lambat terdekomposisi

Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan nisbah kadar

hara. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam

organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Oleh

karena itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organikyang memiliki

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan organik tanah 2.1.1

19

nisbah C dan N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk

memperbaiki perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi

lingkungan yang lebih baik lagi dari decomposer. Selain itu, kandungan

bahan juga mempengaruhi proses pengomposan.

Selama proses dekomposisi bahan organik, terjadi immobilisasi dan

mobilisasi (mineralisasi) unsur hara. Immobilisasi adalah perubahan unsur

hara dari bentuk anorganik menjadi bentuk organik yaitu terinkoporasi dalam

biomassa oragnisme decomposer. Sedangkan mineralisasi terjadi sebaliknya.

Kedua kegiatan ini tergantung pada proporsi kadar hara dalam bahan organik.