bab 2 landasan teori - library & knowledge...
TRANSCRIPT
-
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Peta Proses Operasi
Menurut Sritomo (2003,p100) Peta Proses Operasi atau dikenal dengan
Operation Chart akan menunjukkan langkah-langkah secara kronologis dari
semua operasi inspeksi, waktu longgar, dan bahan baku yang digunakan di dalam
suatu proses manufacturing yaitu mulai datangnya bahan baku sampai ke proses
pembungkusan (packaging) dari produk jadi yang dihasilkan. Peta ini akan
melukiskan peta operasi dari seluruh komponen-komponen dan sub assemblies
sampai menuju main assembly. Dalam peta operasi yang dicatat hanyalah
kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan/inspeksi saja. Kadang-kadang pada
akhir proses bisa ditambahkan tentang penyimpanan (storage).
Sritomo (2003,p101) juga mengatakan bahwa manfaat dari peta operasi
antara lain:
Data kebutuhan jenis proses operasi/inspeksi macam dan spesifikasi
mesin atau fasilitas bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi
pada setiap elemen operasi kerja atau inspeksi.
Pola tata letak fasilitas dan aliran pemindahan bahannya.
Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan data kerja yang sedang
dipakai.
-
11
Berdasarkan Sritomo (2003,p101), untuk bisa menggambarkan peta proses
dengan baik dan lengkap ada beberapa aturan dasar yang perlu dipahami dan
diikuti sebagai berikut:
Pertama pada baris paling atas perlu dituliskan PETA PROSES
OPERASI (yang bisa disingkat dengan PETA OPERASI) dan
seterusnya tulis semua identifikasi kerja lainnya seperti: nama objek,
nomor gambar kerja, dan lain-lain
Nama dan spesifikasi material yang akan diproses diletakkan diatas
garis horizontal yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk
dalam proses operasi kerja.
Lambang ditetapkan dalam arah vertikal secara berurutan yang
menunjukkan terjadinya perubahan proses untuk setiap simbolnya.
Penomoran terhadap kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan operasi yang dilakukan untuk pembuatan
produk tersebut atau sesauai dengan proses yang terjadi. Penomoran
terhadap kegiatan inspeksi diberikan tersendiri.
Agar diperoleh gambar petaproses operasi yang baik, maka produk
yang paling banyak memerlukan langkah-langkah proses operasi
harus dipetakan terlebih dahulu dan digambarkan pada garis vertikal
paling kanan sendiri.
Menurut Sritomo (2003,p102), peta proses operasi pada dasaarnya
dirancang untuk memberikan pemahaman yang cepat dari kegiatan-kegiatan
operasi yang harus diselenggarakan untuk membuat suatu produk lengkap.
-
12
Demikian pula peta perasi tersebut memungkinkan untuk mempelajari semua
operasi dan inspeksi yang diperlukan sehingga langkah-langakh urutan kerja bisa
disusun secara logis. Peta ini memungkinkan untuk melihat hubungan antara
proses/operasi tanpa harus memperhatikan aktivitas handling yang diperlukan.
Dengan alasan ini, maka peta proses operasi merupakan alat fektif untuk
menggambarkan suatu proses ke operator yang kurang begitu familiar dengan
urutan proses atau inspeksi.
2.2 Pengukuran Waktu
Menurut Sutalaksana (1979,p131) pengukuran waktu adalah pekerjaan
mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan
menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Pada garis besarnya teknik
pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukuran dilaksanakan secara
langsung yaitu di tempat di mana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan.
Sutalaksana (1979,p117) dua cara yang termasuk pengukuran secara
langsung, yaitu dengan metode cara jam henti dan sampling pekerjaan. Sedangkan
cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat
pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui
jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau gerakan. Yang termasuk
kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.Pengukuran waktu
ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu
yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja yang normal untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
-
13
Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus dilakukan.
Tujuan melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui berapa kali
pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang
diinginkan.
Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran pendahuluan adalah:
1. Kelompokkan hasil pengukuran ke dalam beberapa subgrup dan hitung rata-
rata dari tiap subgrup:
nXikX =
dimana : n = banyaknya data dalam satu subgrup
k = jumlah subgrup yang terbentuk
Xi = data pengamatan
2. Hitung rata-rata dari rata-rata subgrup:
kkX
X =
3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:
1N
XXi
2
=
dimana : N = jumlah pengamatan pendahuluan yang dilakukan
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup:
n
x =
-
14
2.2.1 Pengujian Keseragaman Data
Sebelum data dapat digunakan maka perlu dilakukan pengujian
keseragaman data untuk dapat menetapkan waktu standar, dengan tujuan untuk
mengetahui apakah hasil pengukuran waktu cukup seragam untuk digunakan.
Suatu data dikatakan seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang
sama, bila berada di antara kedua batas kendali. Perumusan batas kendali sebagai
berikut:
x Z X BKA += | x Z X BKB = | 211 =Z
dimana : BKA = Batas Kendali Atas
BKB = Batas Kendali Bawah
Z = Nilai dari tabel distribusi normal sesuai dengan
tingkat keyakinan
2.2.2 Pengujian Kecukupan Data
Menurut Sutalaksana (1979, p.134), uji kecukupan data dilakukan untuk
mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan
penelitian. Untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan untuk
tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% sebagai berikut:
222 )(40
'
=
xjxjxjN
N
dimana : N = jumlah data yang seharusnya dilakukan pengamatan
N = jumlah data yang aktual
-
15
Analisa kecukupan data :
Apabila N N , maka jumlah data sudah cukup
Apabila N > N, maka jumlah data belum cukup
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari data pengukuran sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam
persen, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur
bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Tingkat ketelitian
dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan
pengukur,setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran telalu banyak.
2.2.3 Perhitungan Waktu Baku
Setelah semua data yang diperoleh memiliki keseragaman yang
dikehendaki dan jumlahnya telah memnuhi tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan yang diinginkan maka kegiatan pengukuran waktu dapat dikatakan
telah selesai. Langkah berikutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu
baku yang diperoleh melalui langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Hitung waktu siklus rata-rata
NXi
Wr =
dimana : Xi = data yang termasuk dalam batas kendali
2. Hitung waktu normal
pWrWn =
dimana : p = faktor penyesuaian
-
16
3. Hitung waktu baku
a)(1WnWb +=
Di mana: a= kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya disamping waktu normal.
2.2.4 Penyesuaian
Penyesuaian ditentukan berdasarkan ketidakwajaran yang dapat saja
terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu
waktu atau karena menjumpai kesulitam-kesulitan seperti karena kondisi ruangan
yang buruk. Penyesuian bertujuan untuk menormalkan waktu hasil pengukuran
jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan tidak wajar, agar
waktu penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu panjang.
Menurut Sutalaksana (1979, p138) besarnya harga faktor penyesuaian (p)
memiliki tiga batasan, yaitu
p > 1 ; bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas
normal (terlalu cepat)
p < 1 ; bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di bawah
normal (terlalu lambat)
p = 1 ; bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan faktor
penyesuaian adalah metode Westinghouse (Sutalaksana, 1979, p140-146). Cara
Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha,
-
17
Kondisi Kerja dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi ke dalam kelas-kelas dengan
nilainya masing-masing.
Tabel 2.1 Penyesuaian Menurut Westinghouse
Faktor Kelas Lambang PenyesuaianA1 + 0,15A2 + 0,13B1 + 0,11B2 + 0,08C1 + 0,06C2 + 0,03
Average D 0,00E1 - 0,05E2 - 0,10F1 - 0,16F2 - 0,22A1 + 0,13A2 + 0,12B1 + 0,10B2 + 0,08C1 + 0,05C2 + 0,02
Average D 0,00E1 - 0,04E2 - 0,08F1 - 0,12F2 - 0,17
Ideal A + 0,06Excellent B + 0,04
Good C + 0,02Average D 0,00
Fair E - 0,03Poor F - 0,07
Perfect A + 0,04Excellent B + 0,03
Good C + 0,01Average D 0,00
Fair E - 0,02Poor F - 0,04
Keterampilan
Usaha Good
Fair
Poor
Kondisi Kerja
Konsistensi
Super
Excellent
Good
Fair
Poor
Excessive
Excellent
-
18
2.2.5 Kelonggaran
Menurut Sutalaksana (1979, pp149-154), kelonggaran adalah waktu yang
dibutuhkan pekerja terlatih, agar dapat mencapai performance kerja
sesungguhnya, jika bekerja secara normal. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal
yaitu :
a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi di sini adalah hal-hal seperti minum
untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk
menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja.
b. Kelonggaran untuk rasa fatique
Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas
maupun kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan
melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat di
mana hasil produksi menurun.
c. Kelonggaran untuk hambatan yang tidak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
hambatan. Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tidak
terhindarkan adalah:
Menerima atau menerima petunjuk kepada pengawas.
Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat
potong yang patah, memasang ban lepas dan sebagainya.
-
19
Mengasah peralatan potong.
Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
Dengan demikian waktu baku tersebut dapat diperoleh dengan
mengaplikasikan rumus berikut:
Standard Time = Normal Time + (Normal Time x %Allowance)
2.3 Penjadwalan Produksi
2.3.1 Definisi Penjadwalan
Menurut Ginting (2007,p255), penjadwalan adalah pengurutan
pembuatan/pengerjaan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa
buah mesin. Dengan demikian masalah sequencing senantiasa melibatkan
pengerjaan sejumlah komponen yang sering disebut sebagai job. Job sendiri
masih merupakan komposisi dari sejumlah elemen-elemen dasar yang disebut
aktivitas atau operasi, Tiap aktivitas atau operasi ini membutuhkan alokasi
sumber daya tertentu selama periode waktu tertentu yang sering disebut dengan
waktu proses.
2.3.2 Tujuan Penjadwalan
Menurut Ginting (2007,p256), tujuan dari aktivitas penjadwalan sebagai
berikut:
Meningkatkan penggunaan sumberdaya atau mengurangi waktu
tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan
produktivitas meningkat.
-
20
Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah
pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya masih
mengerjakan tugas lain. Teori Baker mengatakan, aliran kerja suatu
jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan
mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi.
Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas
waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalty cost (biaya
kelambatan).
Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas
pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya
mahal dapat dihindarkan.
2.3.3 Model Penjadwalan
Menurut Ginting (2007,p256),proses penjadwalan timbul jika terdapat
keterbatasan sumber daya yang dimiliki sehingga diperlukan adanya pengaturan
sumber-sumber daya tersebut secara efisien. Berbagai model penjadwalan telah
dikembangkan untuk mengatasi persoalan penjadwalan tersebut.
Model penjadwalan dapat dibedakan menjadi 4 jenis keadaan, yaitu:
Mesin yang digunakan dapat berupa proses dengan mesin tunggal atau
proses dengan mesin majemuk.
Pola aliran proses dapat berupa aliran identik atau sembarang.
Pola kedatangan pekerjaan statis atau dinamis.
Sifat informasi yang diterima dapat bersifat deterministik atau stokastik.
-
21
Pada keadaan pertama, sejumlah mesin dapat dibedakan atas mesin
tunggal dan mesin majemuk. Model mesin tunggal adalah mesin dasar dan
biasanya dapat diterapkan pada kasus mesin majemuk.
Pada keadaan kedia, pola aliran dapat dibedakan atas flow shop dan job
shop. Pada flow shop dijumpai pola aliran proses dari urutan tertentu yang sama.
Flow Shop terbagi lagi menjadi pure flow shop dan general flow shop. Pada pure
flow shop berbagai pekerjaan akan mengalir pada lini produksi yang sama dan
tidak dimungkinkan adanya variasi.
Pada general flow shop dimungkinkan adanya variasi antara pekerjaan
atau pekerjaan yang datang tidak harus dikerjakan di semua mesin. Sedangkan
pada job shop, setiap pekerjaan memiliki pola aliran kerja yang berbeda. Aliran
proses tidak searah mengakibatkan pekerjaan yang dikerjakan di suatu mesin
dapat berupa pekerjaan baru atau pekerjaan yang sedang dikerjakan (work in
process) atau pekerjaan yang akan menjadi produk jadi (finished goods) telah
diproses di mesin tersebut.
Pada keadaan ketiga, pola kedatangan pekerjaan dapat dibedakan atas
pola kedatangan statis atau dinamis. Pada pola statis, pekerjaan datang
bersamaan pada waktu nol dan siap dikerjakan atau kedatangan pekerjaan bisa
tidak bersamaan tetapi saat kedatangan telah diketahui sejak waktu nol. Pada
pola dinamis mempunyai sifat kedatangan pekerjaan tidak menentu, artinya
terdapat variabel waktu sebagai faktor yang berpengaruh.
Pada keadaan keempat, perilaku elemen-elemen penjadwalan daapat
dibedakan atas deterministik dan stokastik. Model deterministik memiliki
-
22
kepastian informasi tentang parameter dalam model, sedangkan model stokastik
mengandung unsur ketidakpastian.
Parameter yang dimaksud adalah:
Saat datang, saat siap, jumlah pekerjaan, batas waktu penyelesaian (due
date), dan bobot kepentingan masing-masing pekerjaan.
Jumlah operasi, susunan mesin (routing), waktu proses, dan waktu setup.
Jumlah dan kapasitas mesin, kemampuan dan kecocokan tiap mesin
terhadap pekerjaan yang akan dikerjakan.
Pada proses penjadwalan produksi deterministik dibutuhkan tiga parameter dasar,
yaitu:
Processing Time (ti) atau waktu porses, yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk memberikan nilai tambah pada order i.
Ready Time (ri) atau saat siap, yaitu saat paling awal order i dapat
diproses oleh mesin.
Due Date (di) atau saat kirim, yaitu saat kirim order i kepada konsumen.
Ketiga parameter dasar tersebut digunakan pula dalam mengevaluasi hasil
penjadwalan.
2.3.4 Output Penjadwalan
Menurut Ginting (2007, p260),untuk memastikan bahwa suatu aliran kerja
yang lancar akan melalui tahapan produksi, maka sistem penjadwalan harus
membentuk aktivitas aktivitas output sebagai berikut:
-
23
1. Loading (pembebanan)
Pembebanan melibatkan penyesuaian kebutuhan kapasitas untuk order
order yang diterima/diperkirakan dengan kapasitas yang tersedia.
Pembebanan dilakukan dengan menugaskan orderorder pada fasilitas
fasilitas, operatoroperator dan peralatan tertentu.
2. Sequencing (pengurutan)
Pengurutan ini merupakan penugasan tentang orderorder mana yang
diprioritaskan untuk diproses dahulu bila suatu fasilitas harus memproses
banyak job.
3. Dispatching (Prioritas Job)
Dispatching merupakan prioritas kerja tentang jobjob mana yang
diseleksi dan diprioritaskan untuk diproses.
4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dilakukan dengan :
a. Meninjau kembali status orderorder pada saat melalui sistem
tertentu
b. Mengatur kembali uruturutan, misalnya: expiditing orderorder
yang jauh di belakang atau mempunyai prioritas utama
5. Up-dating jadwal, dilakukan sebagai refleksi kondisi operasi yang terjadi
dengan merevisi prioritasprioritas.
2.3.5 Aturan Prioritas
Aturan Prioritas memberikan panduan untuk urut-urutan pekerjaan yang
harus dilaksanakan. Aturannya secara khusus bisa diterapkan untuk fasilitas yang
berfokus pada proses seperti klinik, percetakan, dan perusahaan manufaktur.
-
24
Aturan prioritas mencoba untuk mengurangi waktu penyelesaian, jumlah
pekerjaan dalam sistem, dan keterlambatan kerja sementara penggunaan fasilitas
bisa maksimum (Render dan Heizer, 2001, p473).
Pertama datang, pertama kali dilayani (First Come First Serve/FCFS): Pekerjaan
yang datang terlebih dahulu di pusat kerja, maka akan diproses lebih dulu.
Waktu pemrosesan paling cepat (Shortest Processing Time/SPT): Pekerjaan yang
membutuhan waktu paling singkat dilaksanakan dulu, selanjutnya diselesaikan.
Pekerjaan yang jatuh temponya paling pendek (Earliest Due Date/EDD):
Pekerjaan yang jatuh temponya paling pendek akan dipilih lebih dulu.
Waktu pemrosesan paling panjang (Long Processing Time/LPT): Semakin
panjang, semakin besar pekerjaan sering kali sangat penting dan kemudian
dipilih lebih dahulu
2.4 Standard Operating Procedure
Standard Operating Procedure (SOP) adalah sebuah kesatuan perintah
tertulis yang mendokumentasikan sebuah rutinitas atau aktivitas berulang
didalam sebuah organisasi. Pengembangan dan kegunaan dari SOP adalah
sebuah bagian integral dari sistem pengendalian kualitas yang sukses karena
memberikan informasi bagi individual untuk melaksanakan pekerjaannya dengan
baik. (wikipedia.com/Standard_Operating_Procedure)
-
25
2.5 Pengertian Sistem Informasi
Menurut McLeod (2001, p4), Sistem Informasi(SI) adalah suatu
kombinasi yang terorganisasi dari manusia, piranti lunak, perangkat keras,
jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan,
mentransformasikan, serta menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
Menurut OBrien (2003, p7), sebuah SI dapat berupa kombinasi teratur
dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber data yang
mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu
organisasi.
Jadi SI adalah elemen-elemen yang saling berkaitan dengan
menggunakan sumber daya untuk mengolah masukan berupa data menjadi
keluaran berupa informasi, sehingga berguna bagi pihak yang membutuhkannya.
2.6 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah metode untuk
menganalisis dan merancang sistem dengan pendekatan berorientasi object
(Mathiassen, 2000, p135). Object diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki
identitas, state dan behavior (Mathiassen, 2000, p4).
Pada analisa, identitas sebuah object menjelaskan bagaimana seorang
user membedakannya dari object lain, dan behavior object digambarkan melalui
event yang dilakukannya. Sedangkan pada perancangan, identitas sebuah object
digambarkan dengan cara bagaimana object lain mengenalinya sehingga dapat
diakses, dan behavior object digambarkan dengan operation yang dapat
dilakukan object tersebut yang dapat mempengaruhi object lain dalam sistem.
-
26
2.7 Konsep OOAD
Objek Oriented Analysis and Design (OOAD) memiliki tiga konsep dasar yaitu:
Encapsulation
Yaitu pembungkusan beberapa item menjadi sebuah unit (Whitten, 2004,
p432). Maksudnya adalah menjadikan atribut dan perilaku dari objek
menjadi satu kesatuan. Sehingga cara untuk mengakses informasi dari
objek tersebut yaitu melalui perilakunya.
Inheritance
Yaitu merupakan konsep dimana methods atau atribut dari sebuah class
objek dapat diturunkan atau digunakan kembali oleh class objek lain
(Whitten, 2004, p434). Dengan demikian sebuah class baru dapat
terbentuk dengan memiliki sifat yang sama dengan kelas induknya
sekaligus sifat individu dari class itu sendiri.
Polymorphism
Yaitu konsep di mana sebuah objek dapat memiliki berbagai bentuk,
artinya objek yang berbeda dapat menanggapi sebuah pesan dengan
berbagai cara yang berbeda (Whitten, 2004, p438).
2.8 Objek dan Class
Menurut Mathiassen (2000,p4), objek adalah dasar dari seluruh
rancangan pada OOA&D. Objek adalah sebuah entitas yang memiliki identitas,
status, dan perilaku. Contoh dari objek misalnya pelanggan merupakan entitas
dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang
-
27
berbeda satu sama lain. Class merupakan deskripsi dari kumpulan objek yang
memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut sama.
2.9 Keuntungan dan Kelemahan OOAD
Menurut Mathiassen (2000, p5-6) menyatakan bahwa keuntungan menggunakan
OOAD antara lain :
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
2. OOAD berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan
berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman
berorientasi objek.
3. OOAD dapat mendukung dalam menangani data dalam jumlah besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi
Kelemahan OOAD menurut Raymond McLeod, Jr (2001, p615) yaitu:
1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis
2.10 Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen(2000, p14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam
analisis dan perancangan berorientasi objek seperti yang digambarkan berikut ini.
-
28
Sumber: Mathiassen (2000, p15)
Gambar 2.1 Aktivitas Utama dalam OOAD
Dalam membuat system definiton harus memperhatikan pendekatan
kriteria FACTOR untuk melengkapi informasi terkandung dalam definisi sistem
yang dibuat. Masing-masing huruf dari kriteria FACTOR memiliki kepanjangan.
Sehingga setiap system definition harus mengandung informasi tentang
(Mathiassen, 2000, p39-40) :
Functionality: Fungsi dari sistem yang mendukung kegiatan dalam
application domain.
Application domain: Bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi dan
mengontrol problem domain.
Conditions: Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
Technology: Teknologi yang digunakan baik untuk mengembangkan sistem
dan juga teknologi yang memungkinkan dan mendukung jalannya sistem.
Objects: Objek utama dalam problem domain.
Responsibility: Tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam
hubungannya dengan konteksnya.
-
29
2.11 Problem-domain Analysis
Menurut Mathiassen (2000, p46), Problem domain merupakan bagian
dari konteks yang diatur, diawasi dan dikendalikan oleh sistem. Dengan kata lain
analisis problem domain berkaitan dengan mengekspresikan kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh sistem. Tujuannya yaitu mengidentifikasi dan memodelkan
problem domain sehingga didapatkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh
sistem.
Analisis problem domain memiliki aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p46).
Gambar 2.2 Aktivitas Problem Domain Analysis
2.11.1 Classes
Aktivitas dalam mendefinisikan classes ini bertujuan untuk mencari
bagian-bagian yang terdapat dalam problem domain, yaitu objects, classes dan
events.
Menurut Mathiassen (2000, p51), object adalah suatu entity yang
mempunyai identitas, state dan behavior. Identity dari object adalah property
yang memisahkannya dari object-object lainnya, di mana semua object memiliki
-
30
identitas supaya dapat dibedakan antara satu object dengan object lainnya. State
dari object terdiri dari atribut yang bersifat statis dan dinamis. Behavior dari
object merupakan rangkaian dari event baik secara aktif atau pasif dilakukan oleh
object selama masa hidupnya.
Menurut Lars Mathiassen (2000, p53), class deskripsi dari kumpulan
object yang mempunyai struktur, behavior pattern dan attribute yang sama.
Event adalah kejadian yang terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih
object.
2.11.2 Structure
Menurut Lars Mathiassen (2000, p70), Aktivitas ini bertujuan untuk
membuat model dengan didasarkan pada hubungan struktural antara class dan
object. Setelah mengetahui class dan object yang ada, event table dapat dibuat
untuk menggambarkan hubungan struktural antara class dan object tersebut. Lalu,
struktur antara class dan object dapat digambarkan lewat Class Diagram.
Class Diagram menggambarkan sekumpulan class, interface,
collaboration dan relasi-relasinya. Class Diagram juga menunjukkan atribut dan
operasi dari sebuah object class. Class Diagram dapat dikatakan sebagai diagram
dari problem domain yang menggambarkan seluruh hubungan struktural antara
class dan object yang terdapat di dalam model sistem yang telah ditetapkan.
Terdapat tiga jenis hubungan struktural yang dapat menggambarkan
hubungan antar object, yaitu aggregation dan association. Berikut adalah
penjelasannya:
-
31
a. Aggregation.
Menggambarkan hubungan antara dua atau lebih object yang
menyatakan bahwa salah satu object adalah dasarnya dan
mendefinisikan bagian yang lainnya.
Gambar 2.3 Aggregation Structure
b. Association.
Menggambarkan hubungan antara dua atau lebih object tetapi
berbeda dengan aggregation di mana object yang tergabung tidak
didefinisikan sebagai property dari sebuah object.
Umumnya association digambarkan dengan sebuah garis di antara
class yang relevan.
Gambar 2.4 Assocation Structure
Untuk class dapat digambarkan dua jenis hubungan, yaitu
generalization dan cluster. Berikut adalah penjelasannya:
a. Generalization.
Merupakan hubungan antara 2 atau lebih subclass dengan sebuah
super class.
-
32
Gambar 2.5 Generalization Structure
b. Cluster.
Cluster menggambarkan hubungan sebuah kumpulan dari class yang
saling berhubungan.
Gambar 2.6 Cluster Structure
2.11.3 Behavior
-
33
Mathiassen (2000, p90) mengatakan bahwa, behavior merupakan
sekumpulan dari event dalam urutan yang tidak teratur yang melibatkan sebuah
object. Behavior perlu dibuat untuk semua class dan dapat dibuat dengan
membuat event trace sebelumnya. Event Trace adalah urut-urutan event yang
meliputi suatu object tertentu. Sedangkan Behavioral Pattern adalah penjelasan
dari event trace untuk seluruh object dalam sebuah class, yang ditampilkan
dalam bentuk State Chart Diagram.
Statechart diagram menunjukkan state-state yang mungkin dijalankan
oleh sebuah object dan bagaimana state object tersebut menjalankannya berubah
sebagai hasil dari event-event yang mencapai object tersebut.
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Whitten , 2004, p700):
1. Mengidentifikasi initial dan final state.
2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.
-
34
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
Gambar 2.7 Contoh Statechart Diagram
2.12 Application Domain Analysis
Mathiassen (2000, p116) mengatakan bahwa, Application domain analysis
bertujuan untuk mendefinisikan fungsi dan interface dari sistem. Aktivitas yang
dilakukan dalam application domain analysis ini adalah aktivitas mendefinisikan
usage, function dan interface.
Sumber: Mathiassen (2000, p117)
Gambar 2.8 Aktivitas Analisis Application Domain
-
35
2.12.1 Usage
Mathiassen (2000, p119), mendefinisikan usage adalah untuk
menentukan bagiamana aktor berinteraksi dengan sistem. Hasil dari usage adalah
use case. Use case adalah suatu gambaran umum dari pola interaksi antara sistem
dan actor. Actor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi
dengan target sistem.
Penggambaran hubungan antara actor dan use case dapat digambarkan
lewat use case diagram ataupun dalam bentuk actor table.
Sumber: Whitten (2004, p282)
Gambar 2.9 Contoh Use Case Diagram
-
36
2.12.2 Function
Mathiassen (2000, p138) berpendapat bahwa, Function didefinisikan
untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan sistem untuk membantu actor.
Hasilnya adalah function list. Sebuah fungsi akan diaktifkan, dieksekusi dan
akhirnya memberikan hasil, di mana eksekusi yang dilakukan terhadap fungsi
dapat merubah perubahan di application domain dan application domain.
Tipe tipe functions adalah :
1. Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan status model.
2. Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan
reaksi di dalam context.
3. Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
4. Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model.
Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.
-
37
2.12.3 Interface
Interface digunakan oleh actor untuk berinteraksi dengan sistem.
Interface adalah suatu fasilitas yang membuat model dan function dapat
berinteraksi dengan actor. Interface terdiri dari user interface dan system
interface. Hasil dari aktivitas ini adalah pembuatan tampilan (form), navigation
diagram dan lainnya.
2.12.4 Sequence Diagram
Bennet (2006, p253) mengemukakan bahwa sequence diagram
menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu.
Sequence diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail berbeda
untuk memenuhi tujuan yang berbeda-beda dalam daur hidup pengembangan
sistem. Aplikasi sequence diagram paling umum adalah untuk menggambarkan
interaksi antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd
yang merupakan kependekan dari sequence diagram. Bennet (2006, p270) juga
menyatakan bahwa terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame
yang terdapat dalam sequence diagram, antara lain:
a. alt
Notasi alt merupakan kependekan dari alternatives yang menyatakan
bahwa terdapat beberapa buah alternatif jalur eksekusi untuk dijalankan.
-
38
b. opt
Notasi opt merupakan kependekan dari optional dimana frame yang
memiliki heading ini memiliki status pilihan yang akan dijalankan jika
syarat tertentu dipenuhi.
c. loop
Notasi loop menyatakan bahwa operation yang terdapat dalam frame
tersebut dijalankan secara berulang selama kondisi tertentu.
d. break
Notasi break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah
frame tersebut tidak dijalankan.
e. par
Merupakan kependekan dari parallel yang mengindikasikan bahwa
operation dalam frame tersebut dijalankan secara bersamaan.
f. seq
Notasi seq merupakan kependekan dari weak sequencing yang berarti
operation berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan
manapun.
g. strict
Notasi strict merupakan kependekan dari strict sequencing yang
menyatakan bahwa operation harus dilakukan secara berurutan.
h. neg
Notasi neg merupakan kependekan dari negative yang mendeskripsikan
operasi tidak valid.
-
39
i. critical
Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi
yang terdapat di dalamnya tidak memiliki sela kosong.
j. ignore
Notasi ini mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang
dikirimkan dapat diabaikan dalam interaksi.
k. consider
Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam
interaksi.
l. assert
Merupakan kependekan dari assertion yang menyatakan urutan pesan valid.
m. ref
Notasi ref merupakan kependekan dari refer yang menyatakan bahwa
frame mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sebuah
sequence diagram tertentu.
2.13 Architectural Design
Mathiassen (2000, p173) berkata bahwa, Architectural Design bertujuan
untuk membuat struktur dari sistem yang terkomputerisasi. Architectural Design
terdiri dari 2 bagian yaitu Component Architecture dan Process Architecture.
Component architecture adalah struktur sistem yang terdiri dari komponen-
komponen yang saling berhubungan.
-
40
Process architecture adalah struktur sistem eksekusi yang terdiri dari
proses yang interdependen. Aktivitas yang dilakukan dalam Architectural design
adalah mendefinisikan criteria, components dan processes.
Sumber: Mathiassen et al (2000, p176)
Gambar 2.10 Aktivitas Architectural Design
2.13.1 Criteria
Criteria adalah property yang diinginkan dari sebuah arsitektur
(Mathiassem, 2000, p178). Ada 12 kriteria untuk desain yang baik, yakni kriteria
klasik untuk kualitas software:
Usable: Kemampuan beradaptasi sistem dalam organisasi, hubungan kerja
dan secara teknik.
Secure: Kemampuan untuk menanggulangi bahaya dari akses tak berwenang
terhadap data dan fasilitas.
Efficient: Eksploitasi secara ekonomi dari fasilitas teknik platform.
Correct: Sistem dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Reliable: Sistem dapat memenuhi kebutuhan eksekusi fungsi-fungsi program.
-
41
Maintainable: Biaya yang digunakan untuk mengalokasikan dan
memperbaiki kerusakan sistem.
Testable: Biaya yang digunakan untuk meyakinkan bahwa sistem yang
dikembangkan melakukan fungsi sesuai dengan yang diharapkan.
Flexible: Biaya yang digunakan untuk memodifikasi sistem yang telah
dikembangkan.
Comprehensible: Usaha yang dibutuhkan agar user dapat memahami sistem
dengan mudah.
Reusable: Menggunakan bagian suatu sistem pada sistem lain yang
berhubungan.
Portable: Biaya untuk memudahkan sistem pada platform teknikal lainnya.
Interoperatable: Biaya untuk merangkaikan sistem pada sistem lain.
2.13.2 Component Diagram
Component diagram adalah diagram dengan tipe implementasi yang
digunakan untuk secara grafis menggambarkan arsitektur fisik dari perangkat
lunak sistem (Whitten, 2004, p667). Diagram komponen juga dapat juga
digunakan untuk menggambarkan bagaimana kode pemrograman dibagi ke
dalam komponen komponen dan untuk menggambarkan hubungan di antara
komponen tersebut.
-
42
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
Gambar 2.11 Contoh Component Diagram
2.13.3 Deployment Diagram
Deployment Diagram merupakan diagram dengan tipe implementasi yang
menggambarkan arsitektur fisik dari perangkat keras dan piranti lunak pada suatu
system (Whitten, 2004, p668). Diagram ini menggambarkan komponen
perangkat lunak, prosesor, dan peralatan yang membentuk arsitektur sistem.
-
43
:Client
UserInterface
SystemInterface
Function
Model
:Server
SystemInterface
more clients
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)
Gambar 2.12 Contoh Deployment Diagram