asuhan keperawatan bell s palsy kelumpuhan syaraf fasialis perifer

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelumpuhan (parese) nervus fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah. Kelumpuhan nervus fasialis ini juga disebut bell’s palsy, bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemikan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat . Berdasarkan angka kesakitan diatas, maka kelompok tertarik membahas tentang pembahasan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Bell’s Palsy” B. TUJUAN UMUM 1

Upload: darmiatiyesi

Post on 23-Jan-2016

274 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kmb3

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelumpuhan (parese) nervus fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot

wajah. Kelumpuhan nervus fasialis ini juga disebut bell’s palsy, bell’s palsy

menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia,

insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah

ditemikan di Swedia tahun 1997.

Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000

orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per

100.000 populasi. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan

yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena

daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama.

Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50

tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan

kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan

bisa mencapai 10 kali lipat .

Berdasarkan angka kesakitan diatas, maka kelompok tertarik membahas tentang

pembahasan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Bell’s Palsy”

B. TUJUAN UMUM

Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien

Bell’s palsy dengan menggunakan metode proses keperawatan.

C. TUJUAN KHUSUS

1. Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit Bell’s palsy

2. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan Bell’s palsy

3. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa

4. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan

BAB II

1

Page 2: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Paralisis1 nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan nervus fasialis yang dapat

disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan selubung

mielin yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf otak. Paralisis ini dapat

menetap atau sementara, tergantung kepada penyebab dan sifat kerusakan yang

terjadi.

Kelumpuhan nervus fasialis (Nervus VII) adalah kelumpuhan otot-otot wajah,

sehingga wajah pasien tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan

berekspresi.

Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor

neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan

penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai

adanya penyakit neurologis lainnya.

Kelumpuhan facialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-

degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus

facialis diforamen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen2 tersebut,

yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Priguna

Sidharta, 1985)

Penderita Bell’s Palsy (Kelumpuhan Nervus Fasialis)

2. ETIOLOGI

1. Kelumpuhan atau hilangnya daya untuk bergerak 2. Lubang-lubang pada ujung ceruk-ceruk gigi di dalam tulang rahang

2

Page 3: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus

herpes simpleks. Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan

akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun

demikian Bell's palsy tidak menular.

Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan nervus facialis sesisi, akibatnya

pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga

fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu, akibatnya perintah otak

untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.

Kongenital, infeksi (infeksi telinga tengah, infeksi intracranial), tumor (tumor

intracranial atau ekstracranial), trauma kepala, gangguan pembuluh darah

(thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris, dan arteri serebri media), dan

idiopatik (Bell’s palsy).

3. PATOFISIOLOGI

Paralisis bell dipertimbangkan dengan beberapa tipe paralisis tekanan. Inflamasi

dan edema saraf pada titik kerusakan atau pembuluh nutriennya tersumbat pada

titik yang menyebabkan nekrosis iskemik dalam kanal yang sangat sempit, ada

kelainan wajah berupa paralisis otot wajah, peningkatan lakrimasi (air mata)

sensasi nyeri pada wajah, belakang telinga dan terdapat kesulitan bicara pada sisi

yang terkena karena kelemahan atau otot wajah, pada kebanyakan klien, yang

pertama kali mengetahui paresis pasialis adalah teman sekantor atau orang

terdekat atau keluarganya.

Pada observasi dapat terlihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat

lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, lipatan

nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar. Dalam mengembungkan pipi terlihat

bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Saat mencibir, gerakan bibir

tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Jika klien diminta untuk

memperlihatkan gigi geliginya atau diminta meringis, sudut mulut sisi yang

lumpuh tidak terangkat, sehingga mulut tampaknya mencong kearah yang sehat.

Setelah paralisis fasialis perifer sembuh, masih sering terdapat gejala sisa, pada

umumnya gejala itu merupakan proses regenerasi yang salah, sehingga timbul

gerakan fasial yang berasosiasi dengan gerakan otot kelompok lain, gerakan yang

mengikuti gerakan otot kelompok lain itu disebut sinkinetik. Adapun gerakan

sinkinetik adalah ikut terangkat nya sudut mulut pada waktu mata ditutup dan

3

Page 4: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

fisura palpebra sisi yang pernah lumpuh menjadi sempit, pada waktu rahang

bawah ditarik keatas atau kebawah, seperti sewaktu berbicara atau mengunyah.

Dalam hal ini, diluar serangan spasme fasialis, sudut mulut sisi yang pernah

lumpuh tampak lebih tinggi kedudukannya daripada sisi yang sehat. Oleh karena

itu, banyak kekeliruan mengenai sisi yang memperlihatkan paresis3 fasialis,

terutama jika klien yang pernah mengalami stroke.

Saraf otak yang paling sering rusak atau putus karena trauma kapitis adalah saraf

olfaktorius, kemudian saraf fasialis, lesi traumatis tersebut hampir selamanya

mengenai kanalis fasialis, yaitu fraktur tulang temporal yang tidak selalu dapat

diperlihatkan oleh foto rontgen. Perdarahan dan likuor mengiringi paresis fasialis

perifer traumatis, dengan auroskopi dapat dilihat adanya hematotimpani dengan

atau tanpa terobeknya membrane timpani.

Pada leukemia, paresis pasialis biasanya timbul setelah klien mengeluh tentang

lesu letih dan demam yang bersifat hilang timbul dengan masa bebas demam

selama beberapa minggu. Gejala-gejala dini tersebut sering berlangsung lama

sebelum, leukemia diketahui, setelah pemeriksaan darah, leukemia dapat

diidentifikasi. Gejala-gejala yang mempercepat dilakukannya pemeriksaan darah

adalah pendarahan, pembengkakan kelenjar-kelenjar limfa dan splenohepato-

megalia. Infiltrasi dan perdarahan dapat terjadi disusunan saraf dan tulang

tengkorak.

Pada karsinoma nasofarings paresis fasialis jarang menjadi manifestasi dini. Oleh

karena lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba

dengan tuli konduktif dengan keluhan. Perluasan infiltrative karsinoma nasofaring

berikutnya membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan nafas

melalui hidung. Setelah itu, maka pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan

menelan dan kelumpuhan otot mata luar (paralisis ocular).

Tumor intracranial yang paling sering menimbulkan paresis fasialis ialah tumor

disudut serebelopontin, yaitu neurinoma akustikus, gejala dini tumor tersebut

adalah tuli satu sisi yang bersifat tuli persetif yang hampir selalu disertai tinnitus

dan gangguan vesribular, kemudian timbul gejala akibat gangguan terhadap

traktus desendens saraf trigeminus yang dapat berupa hemihipestesia ipsilateral

atau neuralgia trigeminus. Paresis fasialis yang dapat timbul pada tahap

berikutnya jarang bersifat berat. Hal yang paling sering dijumpai adalah

3. Kelumpuhan ringan pada sebelah badan

4

Page 5: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

kombinasi paresis fasialis yang ringan sekali dengan ‘tic’ fasialis. (Arif Muttaqin,

2008)

4. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis berdasarkan topografi letak lesi :

a. Gejala kelumpuhan intra-temporal tergantung dari letak lesi, dapat ditemukan

kelumpuhan otot-otot wajah atau muka, lagoftalmus, ada tidaknya air mata

pada sisi lesi, gangguan pengecap, hiperakusis, gejala neurologis pada lesi

nuklear.

b. Gejala kelumpuhan ekstratemporal biasanya karena gangguan pada kelenjar

parotis, seperti trauma, radang, dan tumor.

5. KOMPLIKASI

Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi

motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik.

Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme4

nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan

kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada

kornea.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menentukan letak lesi dan menentukan

derajat kelumpuhannya, apakah harus dirujuk ke rumah sakit. Dilakukan

pemeriksaan fungsi motor, pemeriksaan gustometer, tes Schirmer (meletakkan

kertas lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan dihitung banyaknya sekresi

kelenjar lakrimalis), pemeriksaan eksitabilitas saraf kiri dan kanan, pemeriksaan

refleks stapedius, audivestibular, radiologi, dan elektromiografi.

a. Pemeriksaan Fisik

Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik

tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang

menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana

lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada

kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga

4. Kejang

5

Page 6: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain

dalam batas normal.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan

diagnosis Bell’s palsy.

c. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-

Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke

tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada

pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement)

pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.

7. PENATALAKSANAAN

Terapi pertama yang harus dilakukan adalah penjelasan kepada penderita bahwa

penyakit yang mereka derita bukanlah tanda stroke, hal ini menjadi penting karena

penderita dapat mengalami stress yang berat ketika terjadi salah pengertian.

a. Istirahat terutama pada keadaan akut

b. Medikamentosa

Selain itu, dari tinjauan terbaru menyimpulkan bahwa pemberian

kortikosteroid dalam tujuh hari pertama efektif untuk menangani Bell’s palsy.

Pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus bell's palsy yang

secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi udem

dan mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai

ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu.

c. Fisioterapi

Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada

stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang

lumpuh.

1) Penanganan mata

Bagian mata juga harus mendapatkan perhatian khusus dan harus dijaga

agar tetap lembab, hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pelumas

mata setiap jam sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap

malam.

2) Latihan wajah

6

Page 7: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

Komponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam optimalisasi terapi

adalah latihan wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan

tetapi kualitas latihan lebih utama daripada kuantitasnya. Sehingga latihan

wajan ini harus dilakukan sebaik mungkin. Pada fase akut dapat dimulai

dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah, hal ini berguna

mengingkatkan aliran darah pada otot-otot wajah. Kemudian latihan

dilanjutkan dengan gerakan-gerakan wajah tertentu yang dapat

merangsang otak untuk tetap memberi sinyal untuk menggerakkan otot-

otot wajah. Sebaiknya latihan ini dilakukan di depan cermin.

B. PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan

kesehatan dalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada

satu sisi.

2) Riwayat penyakit saat ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang

keluhan utama klien. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang

timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada

pengkajian klien Bell’s palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan

otot wajah pada satu sisi.

Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah sesisi. Bila dahi

dikerutkan, lipatan kulit dahinya hanya tampak pada sisi yang sehat saja.

Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak

sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola

mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda

bell.

3) Riwayat penyakti dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan

adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi

7

Page 8: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

pernahkah klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor

intrakranial, truma kapitis, penyakit virus (herpes simplek, herpes zoster),

penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor ini. Pengkajian

pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, pengkajian kemana

klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari

riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih

jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

4) Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien Bell’s palsy meliputi beberapa penilaian yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognisi dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping

yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien

terhadap kelumpuhan otot wajah sesisi dan perubahan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat.

Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan

kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra

tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa

digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk

mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan

perubahan perilaku akibat stres.

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini

memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan

pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga

memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak

gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.

Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu

keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya

dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung

adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.

(Arif Muttaqin, 2008)

b. Pemeriksaan Fisik

8

Page 9: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Bell’s palsy

biasanya didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.

1) B1 (breathing)

Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi

didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot

bantu napas dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi

biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi didapatkan

resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi tidak didengar bunyi

napas tambahan.

2) B2 (Blood)

Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan

frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak

terdengar bunyi jantung tambahan

3) B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

a) Tingkat kesadaran

Pada Bell’s palsy biasanya kesadaran klien composmetis.

b) Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai

gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang

pada klien Bell’s palsy biasanya statul mental klien mengalami

perubahan.

c) Pemeriksaan saraf kranial

i. Saraf I

Biasanya pada klien bell’s palsy tidak ada kelainan dan fungsi

penciuman tidak ada kelainan.

9

Page 10: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

ii. Saraf II  

Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal

iii. Saraf III, IV, VI 

Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit

(lagoftalmos).

iv. Saraf V

Kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, lipatan nasolabial pada sisi

kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik.

v. Saraf VII             

Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali edema

nervus fasialis ditingkat foramen stilomastoideus meluas sampai

bagian nervus fasialis, dimana khorda timpani menggabungkan diri

padanya.

vi. Saraf VIII 

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

vii. Saraf IX & X 

Paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara, menguyah dan

menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu

pemenuhan nutrisi via oral

viii. Saraf XI  

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Kemampuan mobilisasi leher baik.

ix. Saraf XII 

Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada

fasikulasi. Indra pengecapan mengalami kelumpuhan dan

pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.

d) Sistem motorik

Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal,

kontrol keseimbangan dan koordinasi pada Bell’s palsy tidak ada

kelainan.

e) Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau

periosteum derajat refleks pada respons normal.

f) Gerakan involunter

10

Page 11: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

Tidak ditemukan adanya tremor, kejang dan distonia. Pada beberapa

keadaan sering ditemukan Tic fasialis.

g) Sistem sensorik

Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada

kelainan.

4) B4 (Blader)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya

volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan

penurunan curah jantung ke ginjal.

5) B5 (bowel)

Mulai sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam

lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien bell’s palsy menurun karena

anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses

menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang.

6) B6 (Bone)

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan

mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

klien lebih banyak dibantu oleh orang lain. (Arif Muttaqin, 2008)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk

wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah

b. Anseitas yang berhubungan dengan prognosis penyakit

c. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat

mengenai proses penyakit dan pengobatan

3. INTERVENSI

a. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk

wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah

Intervensi :

11

Page 12: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

1) Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan paralisis wajahnya

2) Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif

3) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan

Libatkan system pendukung dalam perawatan klien (Arif Muttaqin, 2008)

b. Anseitas yang berhubungan dengan prognosis penyakit

Intervensi :

1) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan

tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

2) Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

3) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

4) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat (Arif Muttaqin, 2008)

c. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat

mengenai proses penyakit dan pengobatan

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan

cara yang tepat

4) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

7) Hindari harapan yang kosong

8) Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara

yang tepat

9) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk

mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses

pengontrolan penyakit

10) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11) Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion

dengan cara yang tepat atau diindikasikan

12) Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

12

Page 13: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

13) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang

tepat

14) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada

pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat. (NIC NOC)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

13

Page 14: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa Bell’s Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah (nervus

fasialis atau N. VII) yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada

otot wajah. Nervus ini sering mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan

yang panjang berkelok-kelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku.

Pengobatan yang diberikan pada pasien Bell’s Palsy berupa kostikosteroid.

Secara teori regimen dosis ini memaksimalkan aktivitas anti inflamasi sementara

meminimalkan efek samping dan konsisten dengan antiinflamasi yang efektif pada

hipersensitiv akut, autoimun, dan kelainan inflamasi lainnya.

B. SARAN

1. Sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakn asuhan keperawatan kepada klien

kelumpuhan nervus fasialis perifer (Bell’s Palsy) sesuai dengan indikasi penyakit

2. Sebaiknya seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien

Bell’s Palsy dengan baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan System

14

Page 15: Asuhan Keperawatan Bell s Palsy Kelumpuhan Syaraf Fasialis Perifer

Persarafan. Jakarta; Salemba Medika

Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies Buku Ajar

Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997

NANDA, NIC & NOC. 2010. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta; EGC

Sumber Lain :

http://wikimed.blogbeken.com/kelumpuhan-nervus-fasialis-perifer

http://www.scribd.com/doc/43595347/Bell-s-Palsy-sudibio

15