analisis kelayakan usahatani tanaman bunga pecah seribu
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang
terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara
makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan jasa mengalami
penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor pertanian masih
tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak dapat sepenuhnya
tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus tergantung dari
sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil kebijakan baik dari
tingkat pusat, provinsi sampai ke tingkat kabupaten dalam pembangunan
ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas pada sektor
pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan para pelaku
agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu
mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000).
Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena sebagai sumber
penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan lapangan
pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi terhadap
pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor. Sektor pertanian
juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan
sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui pengembangan usaha
yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri. Berkembangnya
-
2
perekonomian pedesaan, di samping berdampak pada pendapatan juga akan
mengurangi urban ke daerah perkotaan.
Tanaman hortikultura di Indonesia merupakan salah satu komoditas sektor
pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Termasuk dalam komoditas
hortikultura ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor: 511 tahun
2006 yang menjadi binaan Ditjen Hortikultura sangat banyak yaitu 323 jenis
komoditas, terdiri atas buah-buahan 60 komoditas, sayur-sayuran 80 komoditas,
biofarmaka 66 komoditas, dan tanaman hias 117 komoditas. Mengingat begitu
banyaknya cakupan komoditas, maka dalam pembinaan perlu dilakukan prioritas
dan penajaman aktivitas. Untuk itu kegiatan pembinaannya perlu dilakukan
terintegrasi antar berbagai pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), petani,
masyarakat, pelaku usaha (Bahar, 2008). Walaupun sebelumnya hortikultura
menjadi perhatian kedua oleh pemerintah setelah padi dan palawija, namun
sejalan dengan tuntutan pasar dan konsumen, sejak era 1990-an pemerintah telah
menangani hortikultura secara serius. Hal ini dibuktikan dengan membentuk
dirjen khusus produk hortikultura dan kebijakan untuk memberikan proteksi
terhadap produk lokal dari serbuan produk asing. (Harian Bali Post, 2009).
Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan
komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan baik akan mampu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Di samping sebagai pemenuhan hobi,
tanaman hias yang berupa bunga-bungaan merupakan salah satu komoditas
hortikultura cukup prospektif untuk diusahakan saat ini, karena mempunyai
-
3
banyak kegunaan seperti bahan baku industri minyak wangi, pewangi kosmetik,
pewangi teh, obat tradisional, bunga tabur dan bunga rangkai (Rukmana, 2007).
Berkembangnya usahatani tanaman hias akan berdampak pada munculnya industri
lainnya yang saling melengkapi seperti industri pupuk dan obat-obatan tanaman
hias, pot bunga dan media tanaman hias.
Berdasarkan sebaran lokasi pengembangan komoditas unggulan nasional dan
unggulan daerah, Provinsi Bali juga termasuk salah satu sentra pengembangan
tanaman hias (http://www.hortikultura.deptan.go.id). Hal ini berarti bahwa
pengembangan tanaman hias di Bali pada masa yang akan datang cukup baik
karena didukung oleh sumberdaya alam. Berdasarkan data statistik Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, luas areal tanaman hias di
Provinsi Bali sampai tahun 2009 mencapai 915,51 ha untuk berbagai jenis
tanaman hias. Jenis tanaman hias yang dikembangkan adalah anggrek, anyelir,
mawar, melati, angsoka, krisan, glodial, pisang-pisangan, sedap malam, palm,
ephorbia, soka, adenium, antorium, dan pakis. Data mengenai perkembangan areal
tanaman hias yang ada di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Perkembangan Luas Areal Tanaman Hias di Provinsi Bali
No Tahun Luas Areal
(ha)
Perkembangan
(%)
1 2006 689,43 -
2 2007 704,75 2,22
3 2008 806,84 14,49
4 2009 910,26 12,82
Rata-rata 9,84
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Tahun 2009
-
4
Tabel 1.1 menunjukkan terjadi perkembangan luas areal dari tahun ke tahun
yaitu tahun 2007 meningkat 2,22%, tahun 2008 meningkat 14,49% dan tahun
2009 meningkat 12,82% dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 9,84%.
Peningkatan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya peningkatan areal
tanaman hias jenis anggrek. Hal ini mencerminkan bahwa di satu pihak minat
petani tanaman hias meningkat dan di lain pihak permintaan akan tanaman hias
juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan karena Bali sebagai
daerah pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Bali yang memakai
bunga sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan disamping untuk keperluan
lainnya.
Selain jenis tanaman hias di atas masih ada lagi jenis tanaman hias lainnya
yang sudah dikenal luas di Masyarakat Bali yakni bunga hortensia. Hortensia
(Hydrangea macrophylla) adalah tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia
Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara
dan Amerika Selatan. Tanaman hortensia merupakan tanaman berbunga indah
yang dapat ditanam di dalam pot, maupun di lapangan. Biasanya tanaman
hortensia dibudidayakan sebagai tanaman hias maupun bunga potong. Tanaman
hortensia dikenal dengan nama kembang bokor karena bentuk calyx (mahkota)
dekat dengan dasar bunga yang berkumpul sebagai bunga berbentuk bokor
(http://id:wikipedia.org). Tanaman hortensia biasanya dipakai sebagai taman
pelaminan pengantin karena memberikan efek warna yang indah.
Di Bali tanaman hortensia lebih dikenal dengan nama bunga pecah seribu
atau kembang seribu yang dibudidayakan sebagai bunga potong untuk pelengkap
http://wapedia.mobi/id/Tumbuhanhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Selatanhttp://wapedia.mobi/id/Jepanghttp://wapedia.mobi/id/Tiongkokhttp://wapedia.mobi/id/Himalayahttp://wapedia.mobi/id/Indonesiahttp://wapedia.mobi/id/Amerika_Utarahttp://wapedia.mobi/id/Amerika_Selatanhttp://id:wikipedia.org/
-
5
sarana upacara adat/agama terutama banten (sesaji) bagi umat Hindu yang dari-
tahun ke tahun kebutuhannya meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan seringnya upacara keagamaan (Sumerta dkk, 2005). Bunga
hortensia banyak diminati oleh masyarakat sebagai sarana upacara karena
harganya yang dapat dijangkau dan bunga tersebut cukup awet bahkan dapat
bertahan sampai 7 hari sejak bunga tersebut dipetik dari pohonnya. Bunga
hortensia saat ini sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Kebutuhan
bunga hortensia sebagai tanaman hias dan bunga potong segar tetap diperlukan,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Konsumen bunga hortensia di
Bali meliputi rumah tangga, pedagang bunga, toko-toko bunga (flower shop).
Tanaman bunga hortensia adalah tanaman cukup spesifik di dataran tinggi
karena hanya dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan.
Berdasarkan data statistik yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Buleleng dan Tabanan luas areal tanaman bunga hortensia di Kabupaten Buleleng
tahun 2009 mencapai 1.043,00 ha dan Kabupaten Tabanan seluas 10 ha.
Perkembangan luas areal tanaman bunga hortensia dan jumlah produksi di
Kabupaten Buleleng yang dilaporkan selama tiga tahun seperti Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Perkembangan Luas Areal Tanaman dan Produksi
Bunga Hortensia di Kabupaten Buleleng
No Tahun Luas areal
(ha)
Jumlah Produksi
(ku)
Perkembangan
Luas areal (%)
1 2007 214,00 13.500 -
2 2008 518,25 33.790 142,12
3 2009 932,75 69.250 79,98
Rata-rata 110,05
Sumber :Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Tahun 2009
-
6
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan yang drastis dengan rata-rata sebesar
110,05%. Perkembangan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya
perluasan lahan areal tanaman di Dusun Asah Munduk Desa Munduk Kecamatan
Banjar Kabupaten Buleleng. Peningkatan luas areal tanaman bunga hortensia yang
sangat drastis mencerminkan bahwa usahatani bunga hortensia sangat diminati
oleh petani. Untuk Wilayah Buleleng hanya terdapat di Kecamatan Sukasada
dengan luas areal 302,50 ha dan Kecamatan Banjar dengan luas areal 740,50 ha.
Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas wilayah mencapai 1.915,71
ha (Monografi Desa Gobleg, 2008) adalah salah satu desa di Kabupaten Buleleng
yang merupakan daerah pertanian. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di
desa tersebut adalah berupa tanaman kopi, cengkeh, coklat, jeruk, sayur-sayuran
dan bunga hortensia. Dari luas areal tersebut 687 ha merupakan luas areal yang
potensial ditanami tanaman bunga hortensia. Tanaman bunga hortensia sampai
saat ini baru mencapai 584 ha atau (85%). Keadaan topografi, suhu maupun
kondisi tanah di kawasan ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman hortensia
secara optimal. Tanaman ini mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan,
namun belakangan karena tanaman ini bunganya laku di pasaran dengan harga
yang cukup menjanjikan maka oleh masyarakat setempat dicoba untuk
dikembangkan lebih lanjut tanpa melalui proses perencanaan yang matang.
Tanaman bunga hortensia yang dibudidayakan di Desa Gobleg sekarang ini,
pada mulanya hanya berupa tanaman hias untuk pekarangan, namun karena
tanaman bunga hortensia dapat memberikan kontribusi dan penghasilan bagi
petani bunga hortensia maka sejak tahun 1990an mulai dikembangkan.
-
7
Pengembangan tanaman bunga hortensia ini juga didorong oleh keperluan
masyarakat terhadap bunga hortensia cukup banyak. Tanaman bunga hortensia
dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur sembilan bulan dan panen
berikutnya umumnya antara 1015 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia
untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus
dibongkar secara keseluruhan karena kualitas bunga yang dihasilkan tidak sebagus
saat umur tanaman masih produktif.
Bunga hortensia yang dihasilkan oleh petani di Desa Gobleg sangat mudah
dipasarkan karena setiap hari ada pembeli (pengumpul) yang datang langsung
untuk membeli hasil panennya. Selanjutnya pengumpul akan memasarkan
kembali ke Denpasar, Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Negara bahkan sampai
ke Lombok. Informasi yang diperoleh dari pengumpul bahwa semua bunga yang
di pasarkan laku terjual namun dengan harga yang berpluktuasi. Pada tahun 2007
harga per kg bunga hortensia di tingkat petani berkisar antara Rp 200,00 sampai
Rp 6000,00 (Hemadiandari, 2006), dan tahun 2009 berdasarkan survei harga per
kg antara Rp 800,00 sampai Rp 8.000,00. Kondisi di atas menunjukkan
permintaan terhadap bunga hortensia dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan.
Usahatani bunga hortensia yang dikembangkan masyarakat di Desa Gobleg
diharapkan mampu menambah pendapatan petani. Oleh karena itu diperlukan
pengkajian yang lebih dalam tentang kelayakan usahatani tanaman bunga
hortensia tersebut agar dapat dipakai sebagai pertimbangan oleh petani dalam
memilih komoditas yang diusahakan. Berdasarkan latar belakang di atas,
-
8
menarik untuk dikaji terhadap usahatani tanaman bunga hortensia untuk
mengetahui kelayakan usaha tersebut ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar,
aspek teknis maupun aspek sosial.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah usahatani tanaman bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan ditinjau dari
aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial?
2. Manakah yang lebih peka di antara harga input atau harga output pada
usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten
Buleleng?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh petani di Desa Gobleg
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dalam usahatani tanaman bunga
hortensia ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari
aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial di Desa Gobleg
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
-
9
2. Menganalisis manakah yang lebih peka di antara harga input dengan output
pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar
Kabupaten Buleleng?
3. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam usahatani bunga hortensia di Desa
Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi petani, pengusaha dan bank sebagai salah satu sumber informasi yang
dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan usahatani
bunga hortensia.
2. Bagi pemerintah khususnya dinas pertanian, sebagai bahan pertimbangan
dalam pembinaan usahatani bunga hortensia.
3. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain yang ada
kaitannya dengan penelitian ini.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia di
Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut.
1. Penilaian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek
finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial.
2. Unit analisis didasarkan pada luas lahan per ha.
3. Umur tanaman yang dianalisis selama satu siklus musim tanam yaitu 6 tahun
dengan pertimbangan umur ekonomis tanaman sudah habis.
-
10
4. Tingkat harga jual komoditas bunga hortensia menggunakan harga di tingkat
petani.
5. Data dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah data tahun 2009
-
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Usahatani
Antara (2009) menyebutkan usahatani (on-farm agribusiness) yakni
kegiatan yang menggunakan barang - barang modal dan sumber daya alam untuk
menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha
tanaman pangan, hortikultura, usahatani peternakan, usaha perikanan dan usaha
kehutanan.
Menurut Suratiyah (2006), usahatani adalah seorang yang mengusahakan
dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya
sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Rivai (1980)
dalam Hernanto (1993) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam,
kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh
seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis,
politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dalam keseharian,
adalah
1. Adanya lahan, tanah yang di atasnya tumbuh tanaman, dibuat kolam, tambak,
sawah, tegalan, ada tanaman tahunan atau tanaman setahun.
2. Ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur,
dan lain-lain.
3. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer, traktor,
pompa air, dan lain-lain.
-
12
4. Ada pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-
lain.
5. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi
jalannya usahatani, dan menikmati usahataninya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa beragamnya usahatani dipengaruhi oleh
aspek-aspek sosial, ekononi, dan politik yang ada di lingkungan usahatani. Petani
kaya yang ekonominya kuat akan memilih komoditi yang mampu diusahakan
dalam skala yang berbeda dengan petani kecil.
Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada usahatani (Hernanto, 1993)
yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (management)
a. Tanah, dengan sifat yang khusus seperti relatif langka dibandingkan faktor
produksi lainnya, distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata, luas
relatif tetap, tidak dapat dipindahkan dan dapat dipindah tangankan, maka
tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani,
meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok
modal usahatani.
b. Tenaga kerja, dibedakan menjadi: tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak,
tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria,
wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis
pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia
dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat
kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan
usahatani.
-
13
c. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama-
sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan
menghasilkan barang baru yaitu produksi pertanian.
Pada usahatani yang dimaksudkan modal adalah
1) Tanah;
2) Bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik, dan lain-lain);
3) Alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, sprayer, cangkul, parang, dan lain-
lain);
4) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam;
5) Bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, dan obat-obatan);
6) Piutang di bank;
7) Uang tunai.
d. Pengelolaan (management), adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor produksi yang dikuasainya
dengan baik dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana
diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas
dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.
Inti dari semua itu adalah manusia, gagasan, dan akal budi serta
prasarana/sarana yang merupakan dasar setiap pengorganisasian seorang
pengelola untuk bekerja. Gagasan akan menumbuhkan kehendak berfikir
konsepsional, sarana untuk administrasi, sedang manusia berperan dalam
kepemimpinan atau wirausaha.
-
14
Petani saja tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan
usahataninya sendiri. Oleh karena itu, perlu bantuan dari luar baik secara
langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usahatani maupun tidak
langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani mendorong hal-
hal baru dan mengadakan tindakan perubahan. Soetriono dkk. (2006)
mengatakan petani harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal
seperti dijelaskan sebagai berikut :
1) Faktor-faktor internal usahatani meliputi : petani pengelola, tanah
usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani
mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah anggota keluarga.
2) Faktor-faktor eksternal usahatani meliputi : tersedianya sarana transportasi
dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan
bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit,
dan sarana penyuluhan bagi petani.
2.2 Tanaman Bunga Hortensia
Menurut Heru A. Muawin, (http://heruamuawinmenembuscakrawala.
blogspot.com hortensia-hydrangea) tanaman bunga hortensia (Hydrangea
macrophylla) dari keluarga Saxifragaceae merupakan tanaman hias yang berasal
dari Honsu, sebuah pulau besar di Jepang. Di Indonesia hortensia lebih dikenal
dengan nama kembang bokor dan di Bali dikenal dengan nama pecah seribu atau
kembang seribu dan lebih banyak dibudidayakan sebagai bunga potong dan
tanaman hias. Bunga hortensia berwarna biru atau biru kemerahan. Saat awal
-
15
mekar berwarna biru kehijauan, kemudian menjadi biru, biru ungu atau biru
kemerahan, tergantung pada pH tanah.
Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di daerah dataran
tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut. Tanaman ini
cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan kompos. Pengaturan
warna bunga tergantung pada pengaturan kadar pH tanah. Aluminium yang
banyak dikandung di dalam tanah dapat menyebabkan pH tanah menurun (pH 5,5)
sehingga mempengaruhi warna bunga menjadi biru. Namun, apabila kandungan
kapur ditambah sehingga pH meningkat menjadi 6,5-7 akan mempengaruhi warna
bunga menjadi pink. Demikian pula apabila terlalu banyak dalam pemberian
pospor dan nitrogen akan mempengaruhi tersedianya aluminium (semakin
berkurang) sehingga pH rendah.
Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek pucuk (terminal) dari batang
atau vegetatif stock tanaman. Dibutuhkan waktu 3-4 minggu agar stek tidak basah
sebelum bibit tanaman siap dipindahkan ke lapangan. Ada tiga faktor yang
dibutuhkan dalam membuat stek tanaman hortensia yaitu sumber stek bebas dari
hama dan penyakit, optimum suhu untuk pengakaran 24o -25
o C, dan
memperhatikan sanitasi selama pengakaran. Perlakuan/pengkondisian suhu di
bawah 20o
C selama enam minggu pada saat pembibitan, akan merangsang
pembungaan lebih cepat, sedangkan perlakuan suhu di atas 25o C batang tanaman
dan bunga cenderung kecil.
Perawatan tanaman hortensia berupa pencegahan terhadap organisme
pengganggu tanaman seperti cendawan atau penyakit dapat dilakukan melalui
-
16
penyemprotan sejak pembibitan dengan menggunakan Benlate atau fungisida lain.
Apabila virus yang menyerang tanaman, maka pohon induk yang terkena virus
sejak awal harus dicabut atau dieleminasi. Selain itu serangan Bontrytis dan
aphids sering terjadi secara bersamaan sehingga penggunaan pestisida secara
bergantian dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. . Tanaman bunga hortensia
baru dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur 9 (sembilan) bulan
dan panen berikutnya umumnya setiap 10 15 hari sekali. Umur produktif
tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu
tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitasnya bunga yang
dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif.
Selain sebagai tanaman hias dipekarangan dan untuk keperluan sarana
upacara agama (banten) tanaman hortensia juga dapat dipakai sebagai obat.
Menurut hasil program mini riset (anonim,2008) disebutkan bunga hortensia
bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua bagian tanaman mengandung
glukosida sianogenik, walaupun demikian jarang ada kasus keracunan karena
tanaman ini tidak enak dimakan. Daun dan akar tanaman ini juga dimanfaatkan
sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang
memiliki kandungan pigmen, anthosianin yang sangat tinggi. Secara garis besar
tanaman hortensia bisa memberikan efek antioksidan, dan anthosianin juga
berpotensi dengan perannya dalam terapeutik yang berhubungan dengan penyakit
kardiovaskular.
http://wapedia.mobi/id/Glukosida_sianogenik
-
17
2.3 Pengertian Studi Kelayakan
Studi kelayakan (feasibility study) pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal
oleh masyarakat, terutama yang bergerak dalam bidang dunia usaha. Bermacam-
macam peluang dan kesempatan yang ada dalam dunia usaha telah menuntut
untuk menilai sejauh mana peluang tersebut dapat memberikan manfaat (benefit)
apabila dilaksanakan. Kegiatan menilai sejauh mana manfaat yang diperoleh
dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha disebut dengan studi kelayakan bisnis
(Ibrahim, 2003). Selanjutnya Kasmir dan Jakfar (2003) mengatakan bahwa suatu
studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam
tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan
layak tidaknya usaha yang dijalankan. Menilai dan meneliti sejauh mana kegiatan
usaha tersebut memberikan keuntungan sangatlah penting dilakukan dengan
tujuan untuk memperbaiki dalam pemilihan investasi. Oleh karena sumber-sumber
yang tersedia bagi kegiatan usaha adalah terbatas, maka perlu diadakan pemilihan
dari berbagai macam alternatif yang ada. Kesalahan dalam memilih usaha dapat
mengakibatkan pengorbanan dari sumber-sumber yang langka. Untuk itu perlu
diadakan analisis terhadap berbagai alternatif kegiatan yang tersedia sebelum,
sedang dan sudah melaksanakannya dengan jalan menghitung biaya dan manfaat
yang diharapkan dari kegiatan tersebut.
Lebih jauh Sutojo (2000) mengatakan fokus utama studi kelayakan proyek
terpusat pada empat macam aspek yakni
1. Aspek pasar dan pemasaran, yang meneliti apakah pada masa yang akan
datang, ada cukup permintaan di pasar yang akan dapat menyerap produk
-
18
yang dihasilkan oleh usaha yang dilaksanakan.Disamping itu juga diteliti
kemampuan usaha yang dibangun untuk bersaing di pasar.
2. Aspek produksi, teknik dan teknologi, yang mencakup penentuan kapasitas
usaha yang ekonomis,jenis teknologi dan peralatan yang digunakan.
3. Aspek manajemen dan sumber daya manusia, mencakup penelitian jenis dan
jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola dan mengoperasikan
usaha tersebut.
4. Aspek keuangan dan ekonomi, mencakup perhitungan anggaran investasi yang
dibutuhkan, sumber pembiayaan investasi serta kemampuan proyek tersebut
menghasilkan keuntungan.
2.4 Manfaat Studi Kelayakan
Laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat dinyatakan layak untuk
dilaksanakan, maka ada pihak-pihak tertentu yang memerlukan laporan tersebut
(Umar, 1999). Adapun yang membutuhkan laporan studi kelayakan tersebut
adalah
1. Pihak investor
Calon investor mempunyai kepentingan terhadap laporan studi
kelayakan bisnis karena dari laporan tersebut terlihat keuntungan yang
diperkirakan .
2. Pihak kreditor.
Pendanaan proyek dapat juga dari bank. Pihak bank akan mengkaji ulang
studi kelayakan bisnis yang telah dibuat tersebut termasuk
-
19
mempertimbangkan sisi lain, misalnya bonafiditas dan tersedianya agunan
yang dimiliki sebelum untuk memutuskan memberikan kredit.
3. Pihak manajemen
Bagi pihak manajemen pembuatan proposal ini merupakan suatu upaya
dalam rangka merealisasikan ide proyek yang bermuara pada peningkatan
usaha dalam rangka meningkatkan laba perusahaan.
4. Pihak pemerintah dan masyarakat
Studi kelayakan yang disusun perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan pemerintah secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.
5. Bagi tujuan pembangunan ekonomi
Dalam menyususn studi kelayakan bisnis juga menganalisis manfaat
yang akan didapat atau biaya-biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek
tersebut terhadap perekonomian nasional.
2.5 Tinjauan Investasi
Investasi dalam arti luas berarti mengorbankan rupiah sekarang untuk rupiah
masa depan. Ada dua atribut yang melekat yakni waktu dan resiko
(William, 2005). Selanjutnya keputusan investasi merupakan suatu tindakan
melepaskan dana saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan arus
dana dimasa mendatang yang jumlahnya relatif lebih besar dari dana yang telah
dilepaskan pada saat investasi awal (initial investment). Investasi dari segi ruang
lingkupnya yakni, investasi pada aktiva nyata (real assets atau real investment),
seperti pendirian pabrik, hotel/restaurant, perkebunan, dan investasi pada aktiva
-
20
keuangan (financial assets atau financial investment), seperti pembelian surat-
surat berharga berupa saham atau obligasi. Investasi ditinjau dari segi kepastian
memperoleh keuntungan dapat berupa, investasi yang bebas resiko (free risk
investment) misalnya pembelian obligasi, dan investasi yang beresiko (risk
investment).
Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat
ini dengan harapan dapat menghasilakan keuntungan di masa depan (Halim,2005).
Investasi dapat pula dikatakan sebagai pembentukan modal. Dengan demikian
investasi merupakan upaya untuk menambah banyak barang produksi oleh
masyarakat yang kelebihan dana. Pengeluaran yang dipergunakan untuk keperluan
investasi merupakan pengeluaran untuk pembelian barang modal riil. Investasi
dapat dibedakan menjadi dua macam (Pudjosumarto, 2001) yaitu
a) Investasi otonom (autonomous investment) adalah investasi yang tidak
dipengaruhi oleh adanya perubahan pendapatan nasional ataupun tingkat suku
bunga. Investasi ini akan mengalami perubahan nilainya jika terjadi perubahan
teknologi.
b) Investasi dorongan (induced investment) adalah investasi yang didorong oleh
adanya perubahan pendapatan nasional.
Investasi dipandang dari segi perusahaan, adalah merupakan konversi uang
pada saat sekarang dengan perhitungan untuk memperoleh arus dana atau
penghematan arus dana di masa yang akan datang. Setiap usulan investasi harus
diukur dari kemampuan proyek tersebut untuk menghasilkan arus dana yang lebih
-
21
besar dari investasi semula dan dengan demikian memberikan tingkat pemulihan
yang sepadan dengan apa yang diinginkan investor.
Tujuan investasi adalah memberi nilai tambah yang yang lebih besar
terhadap perusahaan sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis perusahaan.
Bagaimana mengestimasi biaya yang telah dikeluarkan masa kini, dengan harapan
aliran dana yang masuk diwaktu yang akan datang lebih menguntungkan. Tentu
ini memerlukan adanya perencanaan yang matang dalam mengestimasi tahapan
kegiatan yang akan dilakukan agar dapat tergambarkan lebih terinci dalam skema
yang jelas. Nilai manfaat investasi secara tidak langsung dapat pula memberi
dampak sosial ekonomis kepada masyarakat sekitarnya. Terbukanya lapangan
kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, masyarakat terbuka dari terisolasi
kemajuan sekitarnya, serta dapat mengakses informasi pada kemajuan yang lebih
respek terhadap berbagai kejadian yang muncul.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), manfaat kegiatan investasi antara
lain; terbukanya kesempatan kerja, peningkatan output yang dihasilkan,
bertambahnya pendapatan regional, terbukanya daerah dari keterbelakangan,
terjadinya perubahan pendidikan dan pola pikir masyarakat, meningkatnya
disiplin masyarakat, timbulnya industri hilir, penghematan devisa ataupun
penambahan devisa.
2.6 Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan usaha,
terdiri dari sewa lahan/tanah, gedung/bangunan/kandang, mesin, peralatan, biaya
pemasangan, biaya kendaraan, biaya studi kelayakan dan biaya lainya yang
-
22
berhubungan dengan pembangunan usaha/proyek (Ibrahim, 2003). Ada beberapa
pertimbangan rasional yang mendasari investasi yaitu nilai waktu atas uang (time
value of money), kriteria investasi, penyusutan, resiko, nilai akhir dan umur
ekonomis investasi. Biaya investasi adalah biaya biaya yang akan dikeluarkan
dimasa yang akan datang (Suratman, 2001) yang meliputi antara lain:
1. Biaya angsuran hutang dan bunga
Pengeluaran angsuran hutang dan bunga akan dimasukkan dalam biaya
ekonomis tergantung apakah terdapat beban sosial yang dianggap harus
ditanggung masyarakat sehubungan dengan angsuran pembiayaan suatu
proyek atau tidak, biaya proyek atau biaya investasi dapat dihitung pada
waktu investasi dikeluarkan atau dapat dihitung pada waktu pinjaman untuk
investasi dilunasi beserta bunganya.
2. Penyusutan (depreciation)
Penyusutan merupakan dana pengganti dari aktiva yang tidak ekonomis
lagi, atau dianggap sebagai keuntungan dalam perhitungan laba rugi,
karena dana yang disisihkan sebenarnya merupakan penerimaan perusahaan.
Jenis investasi yang perlu disusutkan terdiri dari: mesin, bangunan/gedung,
dan peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu masa
sebagai akibat dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan yang
dilakukan pada setiap aktiva tergantung pada harga perolehan aktiva, umur
ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusutan.
3. Biaya kontruksi atau peralatan.
-
23
Biaya kontruksi dapat meliputi: (1) peralatan adalah segala peralatan yang
dipergunakan di dalam mengerjakan proyek, (2) bahan-bahan adalah
segala bahan yang dipergunakan dalam kegiatan proyek dan; (3) tenaga
kerja yang berhubungan dengan upah.
4. Sewa tanah
Biaya ini dihitung apabila tanah yang digunakan memberikan hasil seperti
tanah sawah, tanah perkebunan.
5. Biaya modal kerja.
Adalah modal yang digunakan dan dimasukkan sebagai biaya tahun
pertama.
6. Sunk cost
Adalah biaya - biaya yang telah dikeluarkan jauh sebelum rencana kegiatan
proyek/investasi tersebut dilaksanakan.
7. Intangible cost
Adalah hal - hal yang riil akan tetapi sulit diperhitungkan dalam nilai uang,
namun mencerminkan nilai yang sebenarnya. Bentuk biaya intangible
seperti merk, kontrak manajemen, hak patent.
2.7 Nilai Waktu atas Uang
Nilai waktu dari uang menunjukkan kepada kondisi di mana uang sekarang
sebesar Rp 1.000.000,00 berbeda dengan uang Rp 1.000.000,00 satu bulan di
masa yang akan datang (Ichsan dkk. 2000). Investasi yang dikeluarkan pada saat
ini untuk pengadaan suatu usaha/proyek tidak serta merta menghasilkan
peningkatan pendapatan hari ini, karena dibutuhkan suatu jangka waktu tertentu.
-
24
Ada kecendrungan di mana makin tinggi jumlah dan kualitas
pembiayaan/investasi, biasanya jangka waktu makin panjang sesuai dengan umur
ekonomis usaha yang akan dilakukan. Perlu pula diperhatikan uang sebagai nilai
manfaat ekonomi dari suatu investasi yang diperkirakan akan diterima pada masa
mendatang tidak sama dengan nilai uang yang diterima pada saat ini, karena
adanya faktor tingkat suku bunga (interest rate). Atas pertimbangan pokok dari
investasi adalah berapa nilai sekarang (present value) dari uang yang akan
diperoleh di masa mendatang, atau berapa nilai uang masa mendatang (future
value) yang diperoleh dari jumlah yang diinvestasikan saat ini.
2.8 Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria kelayakan investasi merupakan standar ukuran untuk menilai apakah
usaha investasi itu layak atau tidak. Keputusan investasi adalah keputusan
rasional, karena didasarkan atas pertimbangan rasional. Namun demikian dalam
jangka pendek, digunakan beberapa alat bantu atau kriteria tertentu untuk
memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi. Menurut Sofyan
(2004), kriteria penilaian kelayakan suatu usaha didasarkan pada dua kategori
yaitu teknik perhitungan yang tidak memperhitungkan time value of money atau
metode undiscounted yang terdiri dari Payback Period dan marginal efficiency
of capital (MEC) serta teknik perhitungan yang berdasarkan time value of money
atau metode discounted yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Benefit Cost
Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR).
-
25
2.8.1 Metode undiscounted
Metode undiscounted tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang namun
hanya berdasarkan nilai nominal dari uang tersebut. Metode undiscounted yang
umum dipakai adalah metode payback period. Metode ini untuk mengetahui
waktu yang dibutuhkan berapa lama investasi yang direncanakan dapat
dikembalikan. Metode payback period mencoba mengukur seberapa cepat
investasi bisa kembali. Karena metode ini mengukur seberapa cepat suatu
investasi dapat kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas, bukan
laba. Untuk itu dihitung dulu aliran kas dari proyek tersebut. Jika waktu yang
dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun
demikian, berhati-hati dalam menafsirkan kriteria Payback Period, ini sebab ada
investasi yang baru menguntungkan dalam jangka waktu lebih dari lima tahun.
Rumus Payback Period (Kasmir dan Jakfar, 2003) adalah
Payback Period = tahunxbersihkasAliran
investasiNilai1
Kriteria penilaiannya adalah jika Payback Period lebih pendek waktunya dari
umur ekonomis maka usulan investasi dapat diterima.
2.8.2 Metode discounted
2.8.2.1 Net present value
Net Present Value adalah selisih antara Present Value dari investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas
terminal). Metode penilaian ini adalah mengukur selisih antara total arus kas
masuk (input) setiap tahun dengan total arus kas keluar (biaya) setiap tahun
setelah didiskontokan dengan discount factor. Untuk menghitung nilai sekarang
-
26
tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan.
Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang berlaku saat
dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai mengaitkan keputusan
investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini keterkaitan hanya
akan mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang
penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai
sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima
bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari
pada nilai sekarang biaya total. Formulasi yang digunakan untuk menghitung
NPV ( Husein Umar, 1999) adalah
n
tt
t
K
CFNPV
1 )1(- Io
Di mana :
CFt = aliran kas pertahun pada periode t
Io = investasi awal pada tahun 0 K = Suku bunga (discount rate) yang berlaku
t = periode
n = tahun
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV adalah:
NPV > 0 proyek diterima
NPV < 0 proyek ditolak
NPV = proyek berada dalam keadaan break even
2.8.2.2 Internal rate of return
H.M. Yacob Ibrahim (2003) menyatakan bahwa IRR adalah suatu kriteria
investasi untuk mengetahui prosentase keuntungan dari suatu proyek tiap - tiap
tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan
-
27
bunga pinjaman. Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai
sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang
akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari tingkat bunga relevan
(tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan,
kalau lebih kecil dikatakan merugikan.
Metode ini adalah mengukur nilai tingkat pengembalian investasi ketika
NPV sama dengan nol. Jika pada saat NPV=0, misalnya nilai IRR=14%, maka
tingkat pengembalian investasi adalah 14%. Keputusan akan menerima atau
menolak investasi dapat dilakukan atas pertimbangan hasil perbandingan IRR
dengan tingkat suku bunga yang berlaku (r). Jika IRR > r, maka investasi
diterima, sedangkan IRR< r, maka rencana investasi ditolak. IRR dapat dihitung
dengan rumus (M.H. Yacob Ibrahim, 2003):
IRR = )( 1221
11 ii
NPVNPV
NPVi
Di mana:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)
i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu
NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR adalah
sebagai berikut
IRR > tingkat bunga : berarti investasi diterima
IRR < tingkat bunga : berarti investasi ditolak
-
28
IRR= tingkat bunga : berarti tingkat pengembalian investasi sama dengan
tingkat bunga yang berlaku sehingga investasi bisa ditolak atau
diterima tergantung pengambil keputusan.
2.8.2.3 Benefit cost ratio (BCR)
Rasio ini adalah merupakan alat untuk mengukur perbandingan total nilai
sekarang arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan dengan discount
factor. Output disimbulkan dengan B (benefit) dan biaya yang dikeluarkan
disimbulkan dengan C (cost). Jika BCR sama dengan 1, maka nilai B=C, di mana
benefit/output yang dihasilkan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan
bila BCR 1, maka artinya output/benefit
yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Dalam keadaan
seperti ini, keputusan investasi menerima atau menolak proposal investasi dapat
dilakukan dengan melihat nilai BCR, yang umumnya proposal investasi baru
diterima bila BCR >1, artinya manfaat yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya
yang dikeluarkan. Adapun rumusnya (Gaspersz, 2000) adalah
BCR(i) = { {Bt/(1+i)t }}/ {Co + {Ct/(1+i)
t}}
Di mana :
BCR(i) = nilai rasio manfaat-biaya pada tingkat interest rate (i) per tahun
Bt = penerimaan total (manfaat ekonomi) pada periode waktu ke-t
(t-1,2,3..,n)
Co = biaya investasi awal Ct = biaya total yang dikeluarkan pada periode waktu ke-t
(t-1,2,3..,n)
(1+i)t
= diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu
terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate i per tahun
-
29
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit Cost Ratio
adalah sebagai berikut
BCR > 1 Proyek layak untuk dikerjakan
BCR < 1 Proyek tidak layak untuk dikerjakan
2.9 Saluran Pemasaran.
Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang dari
produsen melalui perantara akhirnya sampai ke tangan konsumen. Lebih lanjut
Saefuddin (1982), menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan aliran yang
dilalui oleh barang dan jasa melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa
tersebut tiba di tangan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang
dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari jarak antara produsen ke konsumen,
cepat atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak, skala produksi, posisi
keuangan perusahaan.
Menurut Rihardi (2001), dalam bisnis terdapat tiga pendukung yang
memegang peranan penting pada saluran distribusinya. Ketiga pendukung tersebut
adalah konsumen, petani, dan perantara. Konsumen merupakan pembeli terakhir.
Petani yang langsung berhubungan dengan proses produksi, serta bertanggung
jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan, sedangkan perantara menyalurkan
produk dari produsen ketangan konsumen.
Pola saluran pemasaran komoditi pertanian berbeda dengan pola saluran
pemasaran untuk barang-barang industri. Pola saluran pemasaran pertanian
berbentuk kali (X), karena produk pertanian dihasilkan secara terpencar-pencar
dalam jumlah relatif kecil. Produk dikumpulkan oleh pedagang pengumpul, dijual
-
30
kepada pedagang besar, ke pengecer lalu ke konsumen dan untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Sudiyono, 2004)
Gambar 2.1 Pemasaran Komoditi Pertanian
(1) (2) (3) (4) (5)
.
Keterangan :
(1). Petani atau produsen produk pertanian.
(2). Pedagang pengumpul.
(3). Pedagang besar.
(4). Pedagang pengecer.
(5). Konsumen.
2.10 Penelitian-Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis kelayakan
dan berhubungan dengan tanaman bunga horetnsia, telah dilakukan oleh beberapa
orang peneliti.
Karyana (2006) dengan judul Kelayakan Usahatani Hortikultura (Krisan,
Cabai Paprika, dan Strowberi) Pada Rumah Plastik di Desa Pancasari Kecamatan
Sukasada Kabupaten Buleleng, menunjukkan usahatani untuk ketiga komoditas
tersebut di atas layak untuk diusahakan dilihat dari aspek finansialnya. Hasil
analisis diperoleh NPV>0, BCR>1, IRR>i dan analisis sensitivitas dengan biaya
naik 10% dan penerimaan turun 10% nilai NPV >0 dan ekspektasi nilai bersih >0.
-
31
Aspek non finansial memperoleh rata-rata skor yaitu aspek pasar 4,22, aspek
teknis 4,49 dan aspek sosial 4,35. Ketiga komoditas di atas yang paling layak
diusahakan adalah tanaman bunga krisan kemudian berturut-turut tanaman
stroberi dan paprika. Spesifikasi dari penelitian ini terletak pada pemilihan salah
satu komoditi yang harus dipilih berdasarkan pendekatan incremental cost dari
masing-masing komoditas tersebut.
Murti (2009) meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengembangan
Agribisnis Lidah Buaya Oleh Petani di Kabupaten Gianyar Yang Menjadi Mitra
PT Aloevera Bali menunjukkan bahwa agribisnis lidah buaya yang diusahakan
oleh petani direkomendasikan layak untuk diusahakan dengan skor terboboti
sebesar 4,675. Perincian skor terboboti untuk masing-masing kriteria penilaian
adalah kelayakan pasar skor terboboti 1,882, kelayakan teknis skor terboboti
0,879, kelayakan sosial skor terboboti 0,960 dan kelayakan finansial skor
terboboti 1,00. Penilaian kelayakan secara finansial diperoleh hasil payback
period 2,625 tahun, NPV sebesar Rp 98.215.317,00, Benefit Cost Ratio 1,50 dan
IRR 32,91% pada tingkat bunga yang berlaku 16% dan BEP 103,399 kg pada
Rp 155.098.767,00. Hasil analisis sensitivitas pada saat nilai output turun 10%
ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani
lidah buaya masih layak diusahakan. Begitu pula pada saat harga input naik 10%
ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani
lidah buaya masih layak diusahakan. Spesifikasi dari penelitian ini adalah pada
pola kemitraan untuk meningkatkan usaha agribisnis lidah buaya.
-
32
Hasil penelitian komoditas Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika, dan
Strowberi) maupun Lidah Buaya terdahulu ternyata semuanya layak untuk
diusahakan dilihat dari kriteria investasi yang meliputi: Payback Period, Net
Present Value, Internal Rate of Return dan Benefit Cost Ratio.
Hemadiandari (2006) dengan judul Saluran dan Marjin Pemasaran Bunga
Hortensia (Hydrangea macrophylla) Di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng. Hasil penelitiannya menunjukkan bentuk saluran
pemasaran bunga hortensia ada tiga tipe saluran pemasaran, yaitu
- Saluran I: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Luar Desa
Konsumen
- Saluran II: Petani Pedagang pengumpul Desa Pengecer Konsumen
- Saluran III: Petani Pedagang Luar Desa Konsumen
Ke tiga bentuk saluran pemasaran bunga hortensia menunjukkan bahwa marjin
pemasaran tertinggi ada pada saluran II yaitu Rp 3.057,07/kg, sedangkan share
harga yang diterima petani tertinggi ada pada saluran pemasaran III dengan share
harga 56,46%. Share biaya yang terbesar ada pada saluran pemasaran III dengan
share biaya 17,97% dan share keuntungan terbesar ada pada saluran pemasaran I
sebesar 84,01% yang dinikmati oleh pedagang pengumpul luar desa.
-
33
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL
Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan
komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan profesional akan meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman hortikultura khususnya bunga
hortensia (Hydrangea macrophylla) yang dikenal masyarakat sebagai tanaman
hias di pekarangan, juga sebagai tanaman yang bernilai ekonomis, karena dapat
dijual untuk melengkapi sarana upacara banten (sesaji) dan berbagai keperluan
lainnya.
Informasi dari data yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Bali
menyebutkan bahwa tanaman bunga hortensia berkembang dengan baik di
Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Perkembangan yang terbanyak ada di
Kabupaten Buleleng yaitu di Kecamatan Banjar dengan sentra produksi di Desa
Gobleg.
Masyarakat Desa Gobleg, khusunya yang tinggal di Dusun Asah, sebagian
besar penduduknya menanam tanaman bunga hortensia. Masyarakat yang ada di
wilayah tersebut pendapatannya sangat tergantung dari usahatani bunga hortensia.
Tanaman ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat karena setiap
sepuluh sampai dengan lima belas hari sekali dapat mendatangkan penghasilan
dari penjualan bunganya.
Dalam pengembangan usahatani bunga hortensia petani perlu mengetahui
tentang kelayakan usahanya ditinjau dari aspek finansial, aspek teknis, aspek
-
34
pasar dan aspek sosial. Usahatani bunga hortensia yang diusahakan selama ini
oleh masyarakat belum memperhatikan kelayakan usahanya. Dengan demikian
informasi mengenai kelayakan sangat diperlukan untuk pengembangan usahatani
bunga hortensia apabila dikaitkan dengan investor atau diusahakan sendiri oleh
petani.
Analisis mengenai kelayakan usahatani bunga hortensia dapat dilakukan
dengan metode kuantitatif dari aspek finansialnya dan kualitatif dari aspek teknis,
apek pasar dan aspek sosial. Setelah dilakukan analisis dari masing-masing aspek
tersebut selanjutnya dilakukan penilaian terhadap masing-masing aspek tersebut.
Untuk memberikan arah yang lebih jelas tentang keterkaitan masing-masing
aspek, sehingga diperoleh penilaian kelayakan pada setiap aspek sebagai dasar
untuk membuat rekomendasi pada pihak yang terkait, maka akan dibuat kerangka
pemikiran konseptual seperti pada Gambar 3.1.
-
35
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran Konseptual Kelayakan Usahatani
Bunga Horetensia (Hydrangea macrophylla) di Desa Gobleg
Usahatani Bunga Hortensia
Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia
Metode Analisis
Kriteria Investasi
undiscounted
Pay Back Period
Aspek Teknik
Aspek Sosial
Kuantitatif Deskriptif Kualitatif
Aspek Finansial Aspek Pasar
Kriteria Investasi
discounted
NPV
IRR
BCR
Layak/Tidak
Rekomendasi
Analisis
Sensitivitas
Kendala Teknis
dan Non Teknis
Pemerintah Petani
Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia Belum Diketahui
-
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian dilaksanakan di Dusun Asah Desa Gobleg, Kecamatan
Banjar, Kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan sebagai berikut.
1. Dusun Asah Gobleg adalah merupakan satu-satunya dusun dari 4 (empat)
dusun yang ada di Desa Gobleg penduduknya menanam bunga hortensia.
2. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usahatani
bunga hortensia di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.
Waktu penelitian direncanakan bulan April sampai Juni 2010.
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Desa
Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan jumlah keseluruhan
populasi 475 orang (Monografi Desa Gobleg,2008). Adapun alasan untuk
memilih petani bunga hortensia di Dusun Asah gobleg sebagai populasi karena
dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg hanya dusun tersebut yang
petaninya nenanam bunga hortensia. Untuk menentukan ukuran sampel yang
diambil tergantung pada variasi populasinya (Indriantoro, 2002). Semakin besar
-
37
dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin besar pula ukuran sampel yang
diperlukan agar estimasi terhadap parameter populasi dapat dilakukan dengan
akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006) menyebutkan sampel adalah
bagian dari populasi yang mempunyai ciri ciri atau keadaan tertentu yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan jumlah sampel dengan menggunakan
rumus (Riduwan, 2006):
1. 2dN
Nn
Di mana:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi yang ditetapkan
Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah 90%
atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10% atas dasar pertimbangan bahwa
untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir sampai dengan
10%. Jumlah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Gobleg sebanyak
475 orang. Sampel yang diperoleh dengan mempergunakan rumus di atas dari
populasi (N) sebanyak = 475 orang petani bunga hortensia adalah sebesar 83
orang. Jumlah sampel sebesar 83 orang tersebut diambil secara proportional
random sampling sesuai dengan strata luas lahan tanaman yang diusahakan.
Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali menanam
bunga hortensia sehingga mereka dapat memberikan informasi yang akurat. Luas
lahan yang diusahakan oleh petani bunga hortensia berkisar antara 0,5 ha sampai
dengan 3,5 ha, sehingga jumlah sampel yang diambil pada masing-masing strata
terdistribusi seperti Tabel 4.1.
-
38
Tabel 4.1
Jumlah Sampel yang Diambil pada Masing-masing Luas Lahan
No Luas Lahan (ha) Jumlah Petani
(orang)
Jumlah Sampel
(orang)
1 < 1,00 314 55
2 1,00 - 1,49 49 9
3 1,50 - 1,99 36 6
4 2,00 - 2,49 31 5
5 2,50 - 2,99 23 4
6 3,00 - 3,49 17 3
7 3,50 5 1
Jumlah 475 83
Sumber : Data primer (diolah)
4.3. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
4.3.1. Jenis data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
kulaitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka yang memiliki satuan
hitung dan dapat dihitung atau diukur seperti tingkat pendidikan petani, umur
petani, luas lahan, jumlah produksi dan penjualan, harga jual, biaya bibit, biaya
pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan alat, serta biaya
lain-lain. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, tetapi berupa
keterangan atau informasi seperti informasi tentang aspek pasar, aspek teknis,
aspek sosial, karakteristik responden, kendala teknis maupun non teknis yang
dihadapi petani bunga hortensia .
-
39
Sumber data
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dalam hal
ini diperoleh dari pihak pertama yaitu petani bunga hortensia sendiri sebagai
responden penelitian yang sudah ditetapkan. Jenis data primer yang dikumpulkan
antara lain luas lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, tenaga kerja
langsung, umur petani, tingkat pendidikan petani, biaya penyusutan alat, serta
biaya lainnya.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung
(sumber kedua) yang biasanya dapat berupa dokumentasi dan arsip resmi dari
instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan
masalah yang diteliti seperti potensi bunga hortensia dan perkembangan
produktivitas bunga hortensia.
4.3.3. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, ada beberapa teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dengan pihak yang berhubungan
dengan penelitian ini yaitu petani bunga hortensia, kelompok tani dan instansi
terkait, perantara (pengumpul), dan konsumen. Observasi dilakukan dengan cara
meneliti dan mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan petani bunga
hortensia terkait dengan penanaman, perawatan dan pemanenan. Observasi juga
dilakukan untuk memeriksa kebenaran informasi yang diberikan saat
-
40
wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan yang ada di
petani bunga hortensia, kelompok tani bunga hortensia dan instansi terkait yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4.4. Variabel Penelitian
Dalam analisis kelayakan usaha, variabel yang diamati, antara lain:
1) Penerimaan usahatani adalah penerimaan dari kegiatan usahatani. Penerimaan
ini dipengaruhi oleh produksi fisik (jumlah bunga) yang dihasilkan dalam
suatu proses produksi selama satu musim tanam dan harga yang terjadi pada
saat itu. Dengan demikian penerimaan usahatani merupakan hasil penjualan
dari hasil uasahtani tersebut.
2) Modal atau biaya investasi awal adalah biaya yang dikeluarkan sebelum
tanaman menghasilkan yang meliputi: biaya sewa lahan, pembelian alat-alat
pertanian, pembelian bibit bunga hortensia, biaya tenaga kerja mengolah
lahan, menanam bibit, menyemprot, memupuk, memelihara tanaman, biaya
pupuk, biaya obat-obatan, biaya pembuatan pondok.
3) Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani
yang meliputi: menggemburkan lahan, pupuk kandang, obat-obatan, biaya
tenaga kerja memupuk, menyemprot, memangkas tanaman, memelihara
tanaman, memanen, sewa lahan, biaya penggantian alat alat, penggantian
pondok, biaya kampil plastik, dan tali plastik.
4) Aspek pasar, berkaitan dengan permintaan terhadap bunga hortensia, kondisi
persaingan, saluran distribusi bunga hortensia, harga jual produk, transaksi
-
41
penjualan dilakukan dilokasi usahatani, cara pembayaran sesuai dengan
kesepakatan.
5) Aspek teknis, berkaitan dengan penggunaan bibit, penggunaan teknologi,
penggunaan saprodi, perawatan tanaman, penanganan panen.
6) Aspek sosial, berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal, usaha ramah
lingkungan, pertemuan secara berkala, berbagi pengalaman ke petani lain,
pengembangan kelompok/ lembaga pemasaran.
7) Kendala teknis yang berkaitan dengan budidaya tanaman bunga hortensia.
8) Kendala non teknis yang berkaitan dengan aspek pasar, aspek keuangan, dan
aspek sosial.
4.5. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, observasi, maupun dokumentasi
selanjutnya ditabulasi, kemudian dilakukan analisis serta dibuat serta dibuat
kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk menganalisis kelayakan
usaha digunakan analisis sebagai berikut.
4.5.1. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif yang dilakukan untuk menilai kelayakan investasi dari aspek
finansial adalah sebagai berikut.
4.5.1.1 Metode undiscounted
Kriteria yang dipakai dalam metode undiscounted adalah payback period.
Metode payback period menunjukkan periode waktu yang diperlukan untuk
-
42
menutup kembali uang yang telah diinvestasikan dengan hasil yang akan
diperoleh (net cash flow = proceeds). Rumus payback period adalah
Payback Period = tahun1xBersih KasAliran
InvestasiNilai
di mana :
Nilai investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum tanaman bunga
hortensia menghasilkan
Aliran kas bersih adalah penerimaan hasil penjualan bunga hortensia dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengelola
usahatani bunga hortensia
Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan payback period adalah :
Jika payback period usahatani bunga hortensia lebih pendek waktunya dari
umur ekonomisnya, maka usulan investasi dapat diterima dan sebaliknya.
4.5.1.2 Metode discounted
Kriteria penilaian yang dipakai dengan metode discounted adalah
a. Net present value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah seluruh aliran net cash flow yang digandakan
dengan discount factor dari tingkat bunga yang telah ditentukan.
NPV dari investasi itu dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi
sebagai berikut.
n Bt n Ct n Bt - Ct
NPV = --------- - ------- = ----------
t = 0 (1+i)t t = 0 (1+i)
t t = 0 (1+ i)
t
-
43
di mana:
Bt adalah benefit usahatani bunga hortensia pada tahun t, yang terdiri dari segala
jenis penerimaan yang diterima dari penyelenggaraan usahatani bunga
hortensia dalam tahun t.
Ct adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usahatani bunga hortensia
pada tahun t, baik berupa biaya investasi maupun biaya operasional.
t adalah periode atau lamanya periode waktu usaha;
n adalah umur ekonomis usahatani bunga hortensia (enam tahun)
i merupakan tingkat bunga (16%) atau opportunity cost of capital yang
digunakan sebagai discount rate.
Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan nilai NPV adalah
Jika NPV > 0, berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan.
Jika NPV 0, berarti usahatani bunga hortensia tidak layak dilaksanakan
b. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyamakan
Present value kas masuk dengan present value kas keluar dihitung dengan
rumus:
IRR = )( 1221
11 ii
NPVNPV
NPVi
Di mana:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)
i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu
NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua
Perbedaan antara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dengan
tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif diusahakan tidak melebihi 5%
-
44
dan kemudian dilakukan trial and error sampai perbedaannya menjadi
semakin kecil kemudian diinterpolasikan.
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR
adalah
IRR > tingkat bunga : berarti proyek diterima
IRR < tingkat bunga : berarti proyek ditolak
IRR = tingkat bunga : berarti proyek pulang pokok
c. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) menunjukkan angka perbandingan antara benefit
dengan cost investment.
Adapun rumusnya adalah
BCR(i) = { {Bt/(1+i)t }}/ {Co + {Ct/(1+i)
t}}
Di mana :
BCR(i) = nilai rasio penerimaan total (manfaat) dari usahatani bunga hortensia
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada tingkat interst rate (16%)
per tahun
Bt = penerimaan dari usahatani bunga hortensia selama enam tahun
Co = biaya investasi yang dikeluarkan sebelum tanaman menghasilkan
Ct = biaya total yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani bunga hortensia
selama enam tahun
(1+i)t
= diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu
terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate 16% per
tahun
-
45
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit cost ratio
adalah
BCR > 1 berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan
BCR < 1 berarti usahatani bunga hortensia tidak layak untuk dilaksanakan
BCR = 1 berarti usahatani bunga hortensia dalam keadaan break even point.
4.5.1.3 Analisis sensitivitas
Dalam melakukan analisis terhadap suatu investasi, disadari akan adanya
ketidakpastian taksiran arus kas yang dibuat. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi arus kas bersih, seperti: unit terjual, harga jual perunit, biaya tetap
dan biaya variabel. Apabila salah satu faktor tersebut berubah maka arus kas yang
diharapkan akan berubah pula. Analisis sensitivitas menganalisis apa yang akan
terjadi terhadap NPV proyek apabila salah satu variabel berubah. Analisis ini jelas
dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kriteria kelayakan usaha atau investasi
akibat perubahan harga dan biaya
4.5.2 Analisis deskriptif kualitatif
Layak tidaknya usahatani bunga hortensia, di Desa Gobleg Kecamatan
Banjar, Kabupaten Buleleng digunakan analisis deskriptif kualitatif yang meliputi
aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. Penetuan sikap atau pendapat petani
terhadap masing-masing aspek di atas digunakan analisis deskriptif kualitatif atas
hasil pengukuran dengan menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (2006),
jawaban atas item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi
dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis dalam
-
46
penelitian ini, maka gradasi yang dipergunakan dengan skor penilaian sebagai
berikut : sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2) dan sangat
tidak setuju (1).
a. Aspek pasar
Aspek pasar dianalisis didasarkan pada kegiatan pemasaran yang merupakan
ujung tombak dari kegiatan agribisnis, erat kaitannya dengan harga komoditi yang
diperjualbelikan, pendistribusian, dan persyaratan kualitas produk.
Aspek pasar yang dianalisis menyangkut kegiatan: permintaan terhadap bunga
hortensia, pertumbuhan pasar bunga hortensia, kompetisi bunga hortensia dengan
bunga jenis lainnya, harga bunga hortensia, cara pembayaran penjualan bunga
hortensia.
b. Aspek teknis
Aspek teknis didasarkan atas kegiatan usahatani bunga hortensia yang
memerlukan sarana, teknologi, keterampilan, dan lingkungan yang mendukung.
Oleh karena itu pengkajian aspek teknis sangatlah penting karena bunga hortensia
mempunyai prospek pasar yang sangat cerah. Aspek teknis yang dianalisis antara
lain: penggunaan bibit, perlakuan bibit sebelum ditanam, pengaturan jarak tanam,
perawatan tanaman, panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
c. Aspek sosial
Penilaian aspek sosial didasarkan atas dampak sosial yang ditimbulkan dengan
adanya usahatani bunga hortensia seperti: penggunaan tenaga kerja lokal,
usahatani ramah lingkungan, pertemuan secara berkala antar petani , menularkan
teknologi ke petani lain dan pengembangan kelompok /kelembagaan.
-
47
Ketentuan yang dipakai untuk menentukan interval kelas dapat dirumuskan
oleh Singarimbun dan Effendi (1989) sebagai berikut.
I = )( kelasJumlah
Jarak
Keterangan :
I : Interval kelas
Jarak : Nilai skor tertinggi dikurangi nilai skor terendah
Jumlah kelas : Jumlah katagori yang ditentukan.
Jumlah skor tertinggi adalah 5 dan jumlah skor terendah. 1, sehingga interval
kelas dapat dihitung: 5
15 = 0,8.
Hasil dari pengukuran tersebut, selanjutnya diinterprestasikan dengan katagori
pencapaian skor seperti pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Katagori Pencapaian Skor Aspek Pasar, Teknis, dan Aspek Sosial
No
Klasifikasi
Skor
Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Sosial
1 1,00 - 1,80 Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik
2 > 1,80 - 2,60 Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik
3 > 2,60 - 3,40 Cukup Cukup Cukup
4 > 3,40 - 4,20 Baik Baik Baik
5 > 4,20 - 5,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
-
48
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten dari sembilan
kabupaten/kota di Provinsi Bali, yang terletak antara 8003'40" 8
023'00" Lintang
Selatan dan 1140 25'55" 115
0 27'28" Bujur Timur. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian
Selatan, sedangkan di bagian Utara sepanjang pantai merupakan dataran rendah.
Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Buleleng mempunyai ketinggian yang
bervariasi yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 1.500 meter di atas permukaan
laut.
Kabupaten Buleleng terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 127 desa
dengan luas wilayah 1.365,88 km dengan penggunaan lahan sebagai berikut:
Perkebunan 21,43%, sawah 8,06%, hutan negara 35,64%, lahan kering 31,85%
dan lainnya 3,02%. Ssalah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten
Buleleng adalah Kecamatan Banjar yang terdiri 17 desa. Sebagian wilayahnya
merupakan dataran rendah (dekat pantai) dan sebagian lagi merupakan daerah
dataran tinggi yang punya potensi untuk pengembangan tanaman hortikultura.
Desa Gobleg merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Banjar.
Secara administrasi wilayah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten
Buleleng dibatasi oleh beberapa desa sebagai berikut.
1. Sebelah Utara : Desa Pedawa
2. Sebelah Selatan : Desa Munduk
-
49
3. Sebelah Barat : Desa Kayu Putih
4. Sebelah Timur : Desa Wanagiri
Desa Gobleg merupakan daerah perbukitan, terletak pada ketinggian 600 sampai
dengan 1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Jarak ke ibu kota kecamatan
terdekat 22 km, ke ibu kota kabupaten terdekat 44 km dan ke ibu kota provinsi
129 km.
5.1.1 Luas dan potensi wilayah
Luas wilayah Desa Gobleg seluruhnya adalah 1915,71 ha dengan
perincian berdasarkan jenis peruntukan seperti pada Tabel 5.1 di bawah ini.
Tabel 5.1
Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan di Desa Gobleg, Tahun 2009
Nomor Jenis Penggunaan Luas
Hektar ( Ha) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tanah pekarangan
Sawah
Perkebunan Rakyat
Hutan Lindung
Pasar Desa
Perkantoran
115,00
112,15
1.609,00
79,00
0,39
0,17
6,01
5,85
83,99
4,12
0,02
0,01
Jumlah 1.915,71 100,00
Sumber: Monografi Desa Gobleg Tahun 2008
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa persentase terbesar diperuntukkan
bagi perkebunan rakyat yaitu sebesar 83,99%. Hal ini menunjukkan bahwa Desa
Gobleg memang cocok untuk daerah pertanian.
5.1.2 Jumlah dan mata pencaharian penduduk
Penduduk Desa Gobleg berjumlah 5956 orang, di mana sebagian besar
mempunyai mata pencaharian di sektor perkebunan rakyat sebesar 3.112 orang
-
50
(73,47%), terbesar kedua adalah pertanian tanaman pangan sebanyak 378 orang
(8,92%), dan terbesar ketiga adalah peternakan 239 orang (5,64%). Selengkapnya
data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Gobleg Tahun 2009 dapat dilihat
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2009
No
Mata Pencaharian Jumlah
Orang %
1 Pertanian Tanaman Pangan 378 8,92
2 Peternakan 239 5,64
3 Perkebunan Rakyat 3.112 88,03
4 Perdagangan 157 3,71
5 Jasa 27 0,64
6 Karyawan Swata 185 4,37
7 ABRI 37 0,87
8 PNS 56 1,32
9 Lainnya 45 1,06
Jumlah 4.236 100,00
Sumber: Profil Desa Gobleg Tahun 2009
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa komposisi dominan dari mata pencaharian
penduduk adalah pertanian dalam arti luas, seperti pertanian tanaman pangan,
peternakan, dan perkebunan rakyat. Jumlah ini mencapai 88,03% yang berarti
mata pencaharian penduduk setempat sebagaian besar adalah petani.
5.2 Karakteristik Petani Bunga Hortensia di Desa Gobleg
Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali
menanam bunga hoertensia, sehingga mereka dapat memberikan informasi yang
diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 83 petani bunga
hortensia, dapat diketahui beberapa karakteristik umum petani yang dijadikan
-
51
sampel. Karakteristik petani yang disajikan meliputi luas lahan garapan bunga
hortensia, umur petani, tingkat pendidikan, pekerjaan, serta permasalahan petani
bunga hortensia.
5.2.1 Status penguasaan dan luas lahan garapan
Lahan yang ditanami bunga hortensia adalah lahan milik sendiri dan
menyakap. Luas lahan garapan dari 83 responden secara keseluruhan adalah 84,55
ha, sedangkan rata-rata luas lahan garapan petani adalah 1,02 ha. Luas lahan
garapan petani bunga hortensia terbagi dalam beberapa tingkatan seperti pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Luas Tanah Garapan Responden, Tahun 2009
No. Luas Tanah (ha ) Jumlah (orang) Persen (%)
1
2
3
4
5
6
7
< 1,00
1,00 - 1,49
1,50 - 1,99
2,00 - 2,49
2,50 - 2,99
3,00 - 3,49
3,50
54
9
7
6
4
2
1
65,06
10,84
8,43
7,24
4,82
2,41
1,20
Jumlah 83 100
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel
terbanyak ada pada luas tanah garapan di bawah 1,00 ha sebanyak 54 orang
(65,06%) petani sampel, disusul terbanyak ke dua dengan luas garapan 1,00
-
52
1,49 ha sebanyak 9 orang (10,84%) dan terbanyak ke tiga dengan luas garapan
1,50 1,99 ha sebanyak 7 orang (8,43%).
5.2.2 Umur petani bunga hortensia
Dalam mengelola usahatani, umur petani sampel sangat berpengaruh
terhadap kemampuan fisik petani, semakin tua umur petani responden
kemampuan kerjanya relatif menurun. Umur petani sampel di daerah penelitian
berkisar antara 18 64 tahun dengan rata-rata umur responden 38 tahun. Secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Tahun 2009
No Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah
Orang Persen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
2
10
23
18
14
7
5
3
1
2,41
12,05
27,71
21,69
16,87
8,43
6,02
3,61
1,20
Jumlah 83 100,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase terbanyak umur 30 34 tahun,
disusul terbanyak kedua umur 35 39 dan terbanyak ketiga umur 40 44 tahun.
Artinya petani sampel tergolong pada umur produktif. Hal ini mengindikasikan
bahwa petani responden dalam usahatani bunga hortensia mempunyai potensi
mengelola usahataninya dengan produktivitas kerja yang optimal.
-
53
5.2.3 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dalam menunjang
pembangunan pertanian. Pendidikan petani yang lebih baik akan memungkinkan
petani untuk mengambil langkah yang bijaksana dalam bertindak atau mengambil
keputusan serta memungkinkan petani untuk mempelajari dan menerapkan
teknologi baru.
Tingkat pendidikan petani juga akan mempengaruhi kemampuan petani
dalam mengadopsi teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan petani maka akan
semakin rasional petani dalam berpikir dan relatif lebih cepat untuk menerima
serta menerapkan suatu teknologi baru (Soekartawi, 1993). Tingkat pendidikan
responden dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Tingkat Pendidikan Responden, Tahun 2009
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Orang Persen
1 Tamat Sekolah Dasar 19 22,90
2 Tamat Sekolah Lanjutan Pertama 27 32,53
3 Tamat Sekolah Lanjutan Atas 36 43,37
4 Sarjana 1 1,20
Jumlah 83 100,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden
pada usahatani bunga hortensia sebagian besar tamat Sekolah Lanjutan Atas
(SLTA) yaitu sebesar 43,37% (36 orang), kemudian diikuti yang tamat Sekolah
Lanjutan Pertama (SLTP) sebesar 32,53% (27 orang), sedangkan yang tamat
-
54
Sekolah Dasar (SD) sebesar 22,90% (19 orang) bahkan ada yang Sarjana yaitu
sebesar 1,20% (1 orang).
5.2.4 Pekerjaan responden
Pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pekerjaan utama dan
pekerjaan sambilan. Pekerjaan utama mencerminkan sumber pendapatan utama
responden. Artinya dari jenis pekerjaan itulah responden memperoleh pendapatan
untuk membiayai kehidupan keluarganya. Pekerjaan utama responden adalah
sebagai petani bunga hortensia. Namun demikian responden juga mempunyai
pekerjaan sampingan yaitu sebagai peternak, ada juga sebagai pedagang, dan jasa
lainnya. Petani bunga hortensia tidak sepenuhnya atau setiap hari waktunya
digunakan untuk mengelola usahataninya, namun ada waktu senggang dan waktu
inilah yang dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan sampingan sepanjang
tidak mengganggu pekerjaan utama. Tabel 5.6. menunjukkan jenis pekerjaan
sampingan responden.
Tabel