analisis kelayakan usahatani tanaman bunga pecah seribu

83
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan jasa mengalami penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor pertanian masih tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak dapat sepenuhnya tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus tergantung dari sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil kebijakan baik dari tingkat pusat, provinsi sampai ke tingkat kabupaten dalam pembangunan ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas pada sektor pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000). Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor. Sektor pertanian juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui pengembangan usaha yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri. Berkembangnya

Upload: vanphuc

Post on 31-Dec-2016

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

    terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara

    makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan jasa mengalami

    penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor pertanian masih

    tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak dapat sepenuhnya

    tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus tergantung dari

    sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil kebijakan baik dari

    tingkat pusat, provinsi sampai ke tingkat kabupaten dalam pembangunan

    ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas pada sektor

    pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan para pelaku

    agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu

    mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000).

    Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena sebagai sumber

    penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan lapangan

    pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi terhadap

    pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor. Sektor pertanian

    juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan

    sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui pengembangan usaha

    yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri. Berkembangnya

  • 2

    perekonomian pedesaan, di samping berdampak pada pendapatan juga akan

    mengurangi urban ke daerah perkotaan.

    Tanaman hortikultura di Indonesia merupakan salah satu komoditas sektor

    pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Termasuk dalam komoditas

    hortikultura ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor: 511 tahun

    2006 yang menjadi binaan Ditjen Hortikultura sangat banyak yaitu 323 jenis

    komoditas, terdiri atas buah-buahan 60 komoditas, sayur-sayuran 80 komoditas,

    biofarmaka 66 komoditas, dan tanaman hias 117 komoditas. Mengingat begitu

    banyaknya cakupan komoditas, maka dalam pembinaan perlu dilakukan prioritas

    dan penajaman aktivitas. Untuk itu kegiatan pembinaannya perlu dilakukan

    terintegrasi antar berbagai pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), petani,

    masyarakat, pelaku usaha (Bahar, 2008). Walaupun sebelumnya hortikultura

    menjadi perhatian kedua oleh pemerintah setelah padi dan palawija, namun

    sejalan dengan tuntutan pasar dan konsumen, sejak era 1990-an pemerintah telah

    menangani hortikultura secara serius. Hal ini dibuktikan dengan membentuk

    dirjen khusus produk hortikultura dan kebijakan untuk memberikan proteksi

    terhadap produk lokal dari serbuan produk asing. (Harian Bali Post, 2009).

    Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang

    mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan

    komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan baik akan mampu meningkatkan

    pendapatan dan kesejahteraan petani. Di samping sebagai pemenuhan hobi,

    tanaman hias yang berupa bunga-bungaan merupakan salah satu komoditas

    hortikultura cukup prospektif untuk diusahakan saat ini, karena mempunyai

  • 3

    banyak kegunaan seperti bahan baku industri minyak wangi, pewangi kosmetik,

    pewangi teh, obat tradisional, bunga tabur dan bunga rangkai (Rukmana, 2007).

    Berkembangnya usahatani tanaman hias akan berdampak pada munculnya industri

    lainnya yang saling melengkapi seperti industri pupuk dan obat-obatan tanaman

    hias, pot bunga dan media tanaman hias.

    Berdasarkan sebaran lokasi pengembangan komoditas unggulan nasional dan

    unggulan daerah, Provinsi Bali juga termasuk salah satu sentra pengembangan

    tanaman hias (http://www.hortikultura.deptan.go.id). Hal ini berarti bahwa

    pengembangan tanaman hias di Bali pada masa yang akan datang cukup baik

    karena didukung oleh sumberdaya alam. Berdasarkan data statistik Dinas

    Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, luas areal tanaman hias di

    Provinsi Bali sampai tahun 2009 mencapai 915,51 ha untuk berbagai jenis

    tanaman hias. Jenis tanaman hias yang dikembangkan adalah anggrek, anyelir,

    mawar, melati, angsoka, krisan, glodial, pisang-pisangan, sedap malam, palm,

    ephorbia, soka, adenium, antorium, dan pakis. Data mengenai perkembangan areal

    tanaman hias yang ada di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1.

    Tabel 1.1

    Perkembangan Luas Areal Tanaman Hias di Provinsi Bali

    No Tahun Luas Areal

    (ha)

    Perkembangan

    (%)

    1 2006 689,43 -

    2 2007 704,75 2,22

    3 2008 806,84 14,49

    4 2009 910,26 12,82

    Rata-rata 9,84

    Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Tahun 2009

  • 4

    Tabel 1.1 menunjukkan terjadi perkembangan luas areal dari tahun ke tahun

    yaitu tahun 2007 meningkat 2,22%, tahun 2008 meningkat 14,49% dan tahun

    2009 meningkat 12,82% dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 9,84%.

    Peningkatan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya peningkatan areal

    tanaman hias jenis anggrek. Hal ini mencerminkan bahwa di satu pihak minat

    petani tanaman hias meningkat dan di lain pihak permintaan akan tanaman hias

    juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan karena Bali sebagai

    daerah pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Bali yang memakai

    bunga sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan disamping untuk keperluan

    lainnya.

    Selain jenis tanaman hias di atas masih ada lagi jenis tanaman hias lainnya

    yang sudah dikenal luas di Masyarakat Bali yakni bunga hortensia. Hortensia

    (Hydrangea macrophylla) adalah tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia

    Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara

    dan Amerika Selatan. Tanaman hortensia merupakan tanaman berbunga indah

    yang dapat ditanam di dalam pot, maupun di lapangan. Biasanya tanaman

    hortensia dibudidayakan sebagai tanaman hias maupun bunga potong. Tanaman

    hortensia dikenal dengan nama kembang bokor karena bentuk calyx (mahkota)

    dekat dengan dasar bunga yang berkumpul sebagai bunga berbentuk bokor

    (http://id:wikipedia.org). Tanaman hortensia biasanya dipakai sebagai taman

    pelaminan pengantin karena memberikan efek warna yang indah.

    Di Bali tanaman hortensia lebih dikenal dengan nama bunga pecah seribu

    atau kembang seribu yang dibudidayakan sebagai bunga potong untuk pelengkap

    http://wapedia.mobi/id/Tumbuhanhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Selatanhttp://wapedia.mobi/id/Jepanghttp://wapedia.mobi/id/Tiongkokhttp://wapedia.mobi/id/Himalayahttp://wapedia.mobi/id/Indonesiahttp://wapedia.mobi/id/Amerika_Utarahttp://wapedia.mobi/id/Amerika_Selatanhttp://id:wikipedia.org/

  • 5

    sarana upacara adat/agama terutama banten (sesaji) bagi umat Hindu yang dari-

    tahun ke tahun kebutuhannya meningkat seiring dengan pertambahan jumlah

    penduduk dan seringnya upacara keagamaan (Sumerta dkk, 2005). Bunga

    hortensia banyak diminati oleh masyarakat sebagai sarana upacara karena

    harganya yang dapat dijangkau dan bunga tersebut cukup awet bahkan dapat

    bertahan sampai 7 hari sejak bunga tersebut dipetik dari pohonnya. Bunga

    hortensia saat ini sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Kebutuhan

    bunga hortensia sebagai tanaman hias dan bunga potong segar tetap diperlukan,

    baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Konsumen bunga hortensia di

    Bali meliputi rumah tangga, pedagang bunga, toko-toko bunga (flower shop).

    Tanaman bunga hortensia adalah tanaman cukup spesifik di dataran tinggi

    karena hanya dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan.

    Berdasarkan data statistik yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten

    Buleleng dan Tabanan luas areal tanaman bunga hortensia di Kabupaten Buleleng

    tahun 2009 mencapai 1.043,00 ha dan Kabupaten Tabanan seluas 10 ha.

    Perkembangan luas areal tanaman bunga hortensia dan jumlah produksi di

    Kabupaten Buleleng yang dilaporkan selama tiga tahun seperti Tabel 1.2.

    Tabel 1.2

    Perkembangan Luas Areal Tanaman dan Produksi

    Bunga Hortensia di Kabupaten Buleleng

    No Tahun Luas areal

    (ha)

    Jumlah Produksi

    (ku)

    Perkembangan

    Luas areal (%)

    1 2007 214,00 13.500 -

    2 2008 518,25 33.790 142,12

    3 2009 932,75 69.250 79,98

    Rata-rata 110,05

    Sumber :Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Tahun 2009

  • 6

    Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan yang drastis dengan rata-rata sebesar

    110,05%. Perkembangan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya

    perluasan lahan areal tanaman di Dusun Asah Munduk Desa Munduk Kecamatan

    Banjar Kabupaten Buleleng. Peningkatan luas areal tanaman bunga hortensia yang

    sangat drastis mencerminkan bahwa usahatani bunga hortensia sangat diminati

    oleh petani. Untuk Wilayah Buleleng hanya terdapat di Kecamatan Sukasada

    dengan luas areal 302,50 ha dan Kecamatan Banjar dengan luas areal 740,50 ha.

    Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas wilayah mencapai 1.915,71

    ha (Monografi Desa Gobleg, 2008) adalah salah satu desa di Kabupaten Buleleng

    yang merupakan daerah pertanian. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di

    desa tersebut adalah berupa tanaman kopi, cengkeh, coklat, jeruk, sayur-sayuran

    dan bunga hortensia. Dari luas areal tersebut 687 ha merupakan luas areal yang

    potensial ditanami tanaman bunga hortensia. Tanaman bunga hortensia sampai

    saat ini baru mencapai 584 ha atau (85%). Keadaan topografi, suhu maupun

    kondisi tanah di kawasan ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman hortensia

    secara optimal. Tanaman ini mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan,

    namun belakangan karena tanaman ini bunganya laku di pasaran dengan harga

    yang cukup menjanjikan maka oleh masyarakat setempat dicoba untuk

    dikembangkan lebih lanjut tanpa melalui proses perencanaan yang matang.

    Tanaman bunga hortensia yang dibudidayakan di Desa Gobleg sekarang ini,

    pada mulanya hanya berupa tanaman hias untuk pekarangan, namun karena

    tanaman bunga hortensia dapat memberikan kontribusi dan penghasilan bagi

    petani bunga hortensia maka sejak tahun 1990an mulai dikembangkan.

  • 7

    Pengembangan tanaman bunga hortensia ini juga didorong oleh keperluan

    masyarakat terhadap bunga hortensia cukup banyak. Tanaman bunga hortensia

    dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur sembilan bulan dan panen

    berikutnya umumnya antara 1015 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia

    untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus

    dibongkar secara keseluruhan karena kualitas bunga yang dihasilkan tidak sebagus

    saat umur tanaman masih produktif.

    Bunga hortensia yang dihasilkan oleh petani di Desa Gobleg sangat mudah

    dipasarkan karena setiap hari ada pembeli (pengumpul) yang datang langsung

    untuk membeli hasil panennya. Selanjutnya pengumpul akan memasarkan

    kembali ke Denpasar, Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Negara bahkan sampai

    ke Lombok. Informasi yang diperoleh dari pengumpul bahwa semua bunga yang

    di pasarkan laku terjual namun dengan harga yang berpluktuasi. Pada tahun 2007

    harga per kg bunga hortensia di tingkat petani berkisar antara Rp 200,00 sampai

    Rp 6000,00 (Hemadiandari, 2006), dan tahun 2009 berdasarkan survei harga per

    kg antara Rp 800,00 sampai Rp 8.000,00. Kondisi di atas menunjukkan

    permintaan terhadap bunga hortensia dari tahun ke tahun selalu mengalami

    peningkatan.

    Usahatani bunga hortensia yang dikembangkan masyarakat di Desa Gobleg

    diharapkan mampu menambah pendapatan petani. Oleh karena itu diperlukan

    pengkajian yang lebih dalam tentang kelayakan usahatani tanaman bunga

    hortensia tersebut agar dapat dipakai sebagai pertimbangan oleh petani dalam

    memilih komoditas yang diusahakan. Berdasarkan latar belakang di atas,

  • 8

    menarik untuk dikaji terhadap usahatani tanaman bunga hortensia untuk

    mengetahui kelayakan usaha tersebut ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar,

    aspek teknis maupun aspek sosial.

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi

    rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Apakah usahatani tanaman bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg

    Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan ditinjau dari

    aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial?

    2. Manakah yang lebih peka di antara harga input atau harga output pada

    usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten

    Buleleng?

    3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh petani di Desa Gobleg

    Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dalam usahatani tanaman bunga

    hortensia ?

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

    1. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari

    aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial di Desa Gobleg

    Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

  • 9

    2. Menganalisis manakah yang lebih peka di antara harga input dengan output

    pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar

    Kabupaten Buleleng?

    3. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam usahatani bunga hortensia di Desa

    Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1. Bagi petani, pengusaha dan bank sebagai salah satu sumber informasi yang

    dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan usahatani

    bunga hortensia.

    2. Bagi pemerintah khususnya dinas pertanian, sebagai bahan pertimbangan

    dalam pembinaan usahatani bunga hortensia.

    3. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain yang ada

    kaitannya dengan penelitian ini.

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia di

    Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut.

    1. Penilaian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek

    finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial.

    2. Unit analisis didasarkan pada luas lahan per ha.

    3. Umur tanaman yang dianalisis selama satu siklus musim tanam yaitu 6 tahun

    dengan pertimbangan umur ekonomis tanaman sudah habis.

  • 10

    4. Tingkat harga jual komoditas bunga hortensia menggunakan harga di tingkat

    petani.

    5. Data dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah data tahun 2009

  • 11

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Tinjauan Usahatani

    Antara (2009) menyebutkan usahatani (on-farm agribusiness) yakni

    kegiatan yang menggunakan barang - barang modal dan sumber daya alam untuk

    menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha

    tanaman pangan, hortikultura, usahatani peternakan, usaha perikanan dan usaha

    kehutanan.

    Menurut Suratiyah (2006), usahatani adalah seorang yang mengusahakan

    dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya

    sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Rivai (1980)

    dalam Hernanto (1993) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam,

    kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.

    Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh

    seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis,

    politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dalam keseharian,

    adalah

    1. Adanya lahan, tanah yang di atasnya tumbuh tanaman, dibuat kolam, tambak,

    sawah, tegalan, ada tanaman tahunan atau tanaman setahun.

    2. Ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur,

    dan lain-lain.

    3. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer, traktor,

    pompa air, dan lain-lain.

  • 12

    4. Ada pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-

    lain.

    5. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi

    jalannya usahatani, dan menikmati usahataninya.

    Secara umum dapat dikatakan bahwa beragamnya usahatani dipengaruhi oleh

    aspek-aspek sosial, ekononi, dan politik yang ada di lingkungan usahatani. Petani

    kaya yang ekonominya kuat akan memilih komoditi yang mampu diusahakan

    dalam skala yang berbeda dengan petani kecil.

    Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada usahatani (Hernanto, 1993)

    yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (management)

    a. Tanah, dengan sifat yang khusus seperti relatif langka dibandingkan faktor

    produksi lainnya, distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata, luas

    relatif tetap, tidak dapat dipindahkan dan dapat dipindah tangankan, maka

    tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani,

    meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok

    modal usahatani.

    b. Tenaga kerja, dibedakan menjadi: tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak,

    tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria,

    wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis

    pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia

    dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat

    kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan

    usahatani.

  • 13

    c. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama-

    sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan

    menghasilkan barang baru yaitu produksi pertanian.

    Pada usahatani yang dimaksudkan modal adalah

    1) Tanah;

    2) Bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik, dan lain-lain);

    3) Alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, sprayer, cangkul, parang, dan lain-

    lain);

    4) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam;

    5) Bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, dan obat-obatan);

    6) Piutang di bank;

    7) Uang tunai.

    d. Pengelolaan (management), adalah kemampuan petani menentukan,

    mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor produksi yang dikuasainya

    dengan baik dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana

    diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas

    dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.

    Inti dari semua itu adalah manusia, gagasan, dan akal budi serta

    prasarana/sarana yang merupakan dasar setiap pengorganisasian seorang

    pengelola untuk bekerja. Gagasan akan menumbuhkan kehendak berfikir

    konsepsional, sarana untuk administrasi, sedang manusia berperan dalam

    kepemimpinan atau wirausaha.

  • 14

    Petani saja tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan

    usahataninya sendiri. Oleh karena itu, perlu bantuan dari luar baik secara

    langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usahatani maupun tidak

    langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani mendorong hal-

    hal baru dan mengadakan tindakan perubahan. Soetriono dkk. (2006)

    mengatakan petani harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal

    seperti dijelaskan sebagai berikut :

    1) Faktor-faktor internal usahatani meliputi : petani pengelola, tanah

    usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani

    mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah anggota keluarga.

    2) Faktor-faktor eksternal usahatani meliputi : tersedianya sarana transportasi

    dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan

    bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit,

    dan sarana penyuluhan bagi petani.

    2.2 Tanaman Bunga Hortensia

    Menurut Heru A. Muawin, (http://heruamuawinmenembuscakrawala.

    blogspot.com hortensia-hydrangea) tanaman bunga hortensia (Hydrangea

    macrophylla) dari keluarga Saxifragaceae merupakan tanaman hias yang berasal

    dari Honsu, sebuah pulau besar di Jepang. Di Indonesia hortensia lebih dikenal

    dengan nama kembang bokor dan di Bali dikenal dengan nama pecah seribu atau

    kembang seribu dan lebih banyak dibudidayakan sebagai bunga potong dan

    tanaman hias. Bunga hortensia berwarna biru atau biru kemerahan. Saat awal

  • 15

    mekar berwarna biru kehijauan, kemudian menjadi biru, biru ungu atau biru

    kemerahan, tergantung pada pH tanah.

    Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di daerah dataran

    tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut. Tanaman ini

    cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan kompos. Pengaturan

    warna bunga tergantung pada pengaturan kadar pH tanah. Aluminium yang

    banyak dikandung di dalam tanah dapat menyebabkan pH tanah menurun (pH 5,5)

    sehingga mempengaruhi warna bunga menjadi biru. Namun, apabila kandungan

    kapur ditambah sehingga pH meningkat menjadi 6,5-7 akan mempengaruhi warna

    bunga menjadi pink. Demikian pula apabila terlalu banyak dalam pemberian

    pospor dan nitrogen akan mempengaruhi tersedianya aluminium (semakin

    berkurang) sehingga pH rendah.

    Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek pucuk (terminal) dari batang

    atau vegetatif stock tanaman. Dibutuhkan waktu 3-4 minggu agar stek tidak basah

    sebelum bibit tanaman siap dipindahkan ke lapangan. Ada tiga faktor yang

    dibutuhkan dalam membuat stek tanaman hortensia yaitu sumber stek bebas dari

    hama dan penyakit, optimum suhu untuk pengakaran 24o -25

    o C, dan

    memperhatikan sanitasi selama pengakaran. Perlakuan/pengkondisian suhu di

    bawah 20o

    C selama enam minggu pada saat pembibitan, akan merangsang

    pembungaan lebih cepat, sedangkan perlakuan suhu di atas 25o C batang tanaman

    dan bunga cenderung kecil.

    Perawatan tanaman hortensia berupa pencegahan terhadap organisme

    pengganggu tanaman seperti cendawan atau penyakit dapat dilakukan melalui

  • 16

    penyemprotan sejak pembibitan dengan menggunakan Benlate atau fungisida lain.

    Apabila virus yang menyerang tanaman, maka pohon induk yang terkena virus

    sejak awal harus dicabut atau dieleminasi. Selain itu serangan Bontrytis dan

    aphids sering terjadi secara bersamaan sehingga penggunaan pestisida secara

    bergantian dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. . Tanaman bunga hortensia

    baru dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur 9 (sembilan) bulan

    dan panen berikutnya umumnya setiap 10 15 hari sekali. Umur produktif

    tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu

    tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitasnya bunga yang

    dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif.

    Selain sebagai tanaman hias dipekarangan dan untuk keperluan sarana

    upacara agama (banten) tanaman hortensia juga dapat dipakai sebagai obat.

    Menurut hasil program mini riset (anonim,2008) disebutkan bunga hortensia

    bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua bagian tanaman mengandung

    glukosida sianogenik, walaupun demikian jarang ada kasus keracunan karena

    tanaman ini tidak enak dimakan. Daun dan akar tanaman ini juga dimanfaatkan

    sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang

    memiliki kandungan pigmen, anthosianin yang sangat tinggi. Secara garis besar

    tanaman hortensia bisa memberikan efek antioksidan, dan anthosianin juga

    berpotensi dengan perannya dalam terapeutik yang berhubungan dengan penyakit

    kardiovaskular.

    http://wapedia.mobi/id/Glukosida_sianogenik

  • 17

    2.3 Pengertian Studi Kelayakan

    Studi kelayakan (feasibility study) pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal

    oleh masyarakat, terutama yang bergerak dalam bidang dunia usaha. Bermacam-

    macam peluang dan kesempatan yang ada dalam dunia usaha telah menuntut

    untuk menilai sejauh mana peluang tersebut dapat memberikan manfaat (benefit)

    apabila dilaksanakan. Kegiatan menilai sejauh mana manfaat yang diperoleh

    dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha disebut dengan studi kelayakan bisnis

    (Ibrahim, 2003). Selanjutnya Kasmir dan Jakfar (2003) mengatakan bahwa suatu

    studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam

    tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan

    layak tidaknya usaha yang dijalankan. Menilai dan meneliti sejauh mana kegiatan

    usaha tersebut memberikan keuntungan sangatlah penting dilakukan dengan

    tujuan untuk memperbaiki dalam pemilihan investasi. Oleh karena sumber-sumber

    yang tersedia bagi kegiatan usaha adalah terbatas, maka perlu diadakan pemilihan

    dari berbagai macam alternatif yang ada. Kesalahan dalam memilih usaha dapat

    mengakibatkan pengorbanan dari sumber-sumber yang langka. Untuk itu perlu

    diadakan analisis terhadap berbagai alternatif kegiatan yang tersedia sebelum,

    sedang dan sudah melaksanakannya dengan jalan menghitung biaya dan manfaat

    yang diharapkan dari kegiatan tersebut.

    Lebih jauh Sutojo (2000) mengatakan fokus utama studi kelayakan proyek

    terpusat pada empat macam aspek yakni

    1. Aspek pasar dan pemasaran, yang meneliti apakah pada masa yang akan

    datang, ada cukup permintaan di pasar yang akan dapat menyerap produk

  • 18

    yang dihasilkan oleh usaha yang dilaksanakan.Disamping itu juga diteliti

    kemampuan usaha yang dibangun untuk bersaing di pasar.

    2. Aspek produksi, teknik dan teknologi, yang mencakup penentuan kapasitas

    usaha yang ekonomis,jenis teknologi dan peralatan yang digunakan.

    3. Aspek manajemen dan sumber daya manusia, mencakup penelitian jenis dan

    jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola dan mengoperasikan

    usaha tersebut.

    4. Aspek keuangan dan ekonomi, mencakup perhitungan anggaran investasi yang

    dibutuhkan, sumber pembiayaan investasi serta kemampuan proyek tersebut

    menghasilkan keuntungan.

    2.4 Manfaat Studi Kelayakan

    Laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat dinyatakan layak untuk

    dilaksanakan, maka ada pihak-pihak tertentu yang memerlukan laporan tersebut

    (Umar, 1999). Adapun yang membutuhkan laporan studi kelayakan tersebut

    adalah

    1. Pihak investor

    Calon investor mempunyai kepentingan terhadap laporan studi

    kelayakan bisnis karena dari laporan tersebut terlihat keuntungan yang

    diperkirakan .

    2. Pihak kreditor.

    Pendanaan proyek dapat juga dari bank. Pihak bank akan mengkaji ulang

    studi kelayakan bisnis yang telah dibuat tersebut termasuk

  • 19

    mempertimbangkan sisi lain, misalnya bonafiditas dan tersedianya agunan

    yang dimiliki sebelum untuk memutuskan memberikan kredit.

    3. Pihak manajemen

    Bagi pihak manajemen pembuatan proposal ini merupakan suatu upaya

    dalam rangka merealisasikan ide proyek yang bermuara pada peningkatan

    usaha dalam rangka meningkatkan laba perusahaan.

    4. Pihak pemerintah dan masyarakat

    Studi kelayakan yang disusun perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan

    yang telah ditetapkan pemerintah secara langsung maupun tidak langsung

    dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.

    5. Bagi tujuan pembangunan ekonomi

    Dalam menyususn studi kelayakan bisnis juga menganalisis manfaat

    yang akan didapat atau biaya-biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek

    tersebut terhadap perekonomian nasional.

    2.5 Tinjauan Investasi

    Investasi dalam arti luas berarti mengorbankan rupiah sekarang untuk rupiah

    masa depan. Ada dua atribut yang melekat yakni waktu dan resiko

    (William, 2005). Selanjutnya keputusan investasi merupakan suatu tindakan

    melepaskan dana saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan arus

    dana dimasa mendatang yang jumlahnya relatif lebih besar dari dana yang telah

    dilepaskan pada saat investasi awal (initial investment). Investasi dari segi ruang

    lingkupnya yakni, investasi pada aktiva nyata (real assets atau real investment),

    seperti pendirian pabrik, hotel/restaurant, perkebunan, dan investasi pada aktiva

  • 20

    keuangan (financial assets atau financial investment), seperti pembelian surat-

    surat berharga berupa saham atau obligasi. Investasi ditinjau dari segi kepastian

    memperoleh keuntungan dapat berupa, investasi yang bebas resiko (free risk

    investment) misalnya pembelian obligasi, dan investasi yang beresiko (risk

    investment).

    Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat

    ini dengan harapan dapat menghasilakan keuntungan di masa depan (Halim,2005).

    Investasi dapat pula dikatakan sebagai pembentukan modal. Dengan demikian

    investasi merupakan upaya untuk menambah banyak barang produksi oleh

    masyarakat yang kelebihan dana. Pengeluaran yang dipergunakan untuk keperluan

    investasi merupakan pengeluaran untuk pembelian barang modal riil. Investasi

    dapat dibedakan menjadi dua macam (Pudjosumarto, 2001) yaitu

    a) Investasi otonom (autonomous investment) adalah investasi yang tidak

    dipengaruhi oleh adanya perubahan pendapatan nasional ataupun tingkat suku

    bunga. Investasi ini akan mengalami perubahan nilainya jika terjadi perubahan

    teknologi.

    b) Investasi dorongan (induced investment) adalah investasi yang didorong oleh

    adanya perubahan pendapatan nasional.

    Investasi dipandang dari segi perusahaan, adalah merupakan konversi uang

    pada saat sekarang dengan perhitungan untuk memperoleh arus dana atau

    penghematan arus dana di masa yang akan datang. Setiap usulan investasi harus

    diukur dari kemampuan proyek tersebut untuk menghasilkan arus dana yang lebih

  • 21

    besar dari investasi semula dan dengan demikian memberikan tingkat pemulihan

    yang sepadan dengan apa yang diinginkan investor.

    Tujuan investasi adalah memberi nilai tambah yang yang lebih besar

    terhadap perusahaan sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis perusahaan.

    Bagaimana mengestimasi biaya yang telah dikeluarkan masa kini, dengan harapan

    aliran dana yang masuk diwaktu yang akan datang lebih menguntungkan. Tentu

    ini memerlukan adanya perencanaan yang matang dalam mengestimasi tahapan

    kegiatan yang akan dilakukan agar dapat tergambarkan lebih terinci dalam skema

    yang jelas. Nilai manfaat investasi secara tidak langsung dapat pula memberi

    dampak sosial ekonomis kepada masyarakat sekitarnya. Terbukanya lapangan

    kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, masyarakat terbuka dari terisolasi

    kemajuan sekitarnya, serta dapat mengakses informasi pada kemajuan yang lebih

    respek terhadap berbagai kejadian yang muncul.

    Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), manfaat kegiatan investasi antara

    lain; terbukanya kesempatan kerja, peningkatan output yang dihasilkan,

    bertambahnya pendapatan regional, terbukanya daerah dari keterbelakangan,

    terjadinya perubahan pendidikan dan pola pikir masyarakat, meningkatnya

    disiplin masyarakat, timbulnya industri hilir, penghematan devisa ataupun

    penambahan devisa.

    2.6 Biaya Investasi

    Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan usaha,

    terdiri dari sewa lahan/tanah, gedung/bangunan/kandang, mesin, peralatan, biaya

    pemasangan, biaya kendaraan, biaya studi kelayakan dan biaya lainya yang

  • 22

    berhubungan dengan pembangunan usaha/proyek (Ibrahim, 2003). Ada beberapa

    pertimbangan rasional yang mendasari investasi yaitu nilai waktu atas uang (time

    value of money), kriteria investasi, penyusutan, resiko, nilai akhir dan umur

    ekonomis investasi. Biaya investasi adalah biaya biaya yang akan dikeluarkan

    dimasa yang akan datang (Suratman, 2001) yang meliputi antara lain:

    1. Biaya angsuran hutang dan bunga

    Pengeluaran angsuran hutang dan bunga akan dimasukkan dalam biaya

    ekonomis tergantung apakah terdapat beban sosial yang dianggap harus

    ditanggung masyarakat sehubungan dengan angsuran pembiayaan suatu

    proyek atau tidak, biaya proyek atau biaya investasi dapat dihitung pada

    waktu investasi dikeluarkan atau dapat dihitung pada waktu pinjaman untuk

    investasi dilunasi beserta bunganya.

    2. Penyusutan (depreciation)

    Penyusutan merupakan dana pengganti dari aktiva yang tidak ekonomis

    lagi, atau dianggap sebagai keuntungan dalam perhitungan laba rugi,

    karena dana yang disisihkan sebenarnya merupakan penerimaan perusahaan.

    Jenis investasi yang perlu disusutkan terdiri dari: mesin, bangunan/gedung,

    dan peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu masa

    sebagai akibat dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan yang

    dilakukan pada setiap aktiva tergantung pada harga perolehan aktiva, umur

    ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusutan.

    3. Biaya kontruksi atau peralatan.

  • 23

    Biaya kontruksi dapat meliputi: (1) peralatan adalah segala peralatan yang

    dipergunakan di dalam mengerjakan proyek, (2) bahan-bahan adalah

    segala bahan yang dipergunakan dalam kegiatan proyek dan; (3) tenaga

    kerja yang berhubungan dengan upah.

    4. Sewa tanah

    Biaya ini dihitung apabila tanah yang digunakan memberikan hasil seperti

    tanah sawah, tanah perkebunan.

    5. Biaya modal kerja.

    Adalah modal yang digunakan dan dimasukkan sebagai biaya tahun

    pertama.

    6. Sunk cost

    Adalah biaya - biaya yang telah dikeluarkan jauh sebelum rencana kegiatan

    proyek/investasi tersebut dilaksanakan.

    7. Intangible cost

    Adalah hal - hal yang riil akan tetapi sulit diperhitungkan dalam nilai uang,

    namun mencerminkan nilai yang sebenarnya. Bentuk biaya intangible

    seperti merk, kontrak manajemen, hak patent.

    2.7 Nilai Waktu atas Uang

    Nilai waktu dari uang menunjukkan kepada kondisi di mana uang sekarang

    sebesar Rp 1.000.000,00 berbeda dengan uang Rp 1.000.000,00 satu bulan di

    masa yang akan datang (Ichsan dkk. 2000). Investasi yang dikeluarkan pada saat

    ini untuk pengadaan suatu usaha/proyek tidak serta merta menghasilkan

    peningkatan pendapatan hari ini, karena dibutuhkan suatu jangka waktu tertentu.

  • 24

    Ada kecendrungan di mana makin tinggi jumlah dan kualitas

    pembiayaan/investasi, biasanya jangka waktu makin panjang sesuai dengan umur

    ekonomis usaha yang akan dilakukan. Perlu pula diperhatikan uang sebagai nilai

    manfaat ekonomi dari suatu investasi yang diperkirakan akan diterima pada masa

    mendatang tidak sama dengan nilai uang yang diterima pada saat ini, karena

    adanya faktor tingkat suku bunga (interest rate). Atas pertimbangan pokok dari

    investasi adalah berapa nilai sekarang (present value) dari uang yang akan

    diperoleh di masa mendatang, atau berapa nilai uang masa mendatang (future

    value) yang diperoleh dari jumlah yang diinvestasikan saat ini.

    2.8 Kriteria Kelayakan Investasi

    Kriteria kelayakan investasi merupakan standar ukuran untuk menilai apakah

    usaha investasi itu layak atau tidak. Keputusan investasi adalah keputusan

    rasional, karena didasarkan atas pertimbangan rasional. Namun demikian dalam

    jangka pendek, digunakan beberapa alat bantu atau kriteria tertentu untuk

    memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi. Menurut Sofyan

    (2004), kriteria penilaian kelayakan suatu usaha didasarkan pada dua kategori

    yaitu teknik perhitungan yang tidak memperhitungkan time value of money atau

    metode undiscounted yang terdiri dari Payback Period dan marginal efficiency

    of capital (MEC) serta teknik perhitungan yang berdasarkan time value of money

    atau metode discounted yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Benefit Cost

    Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR).

  • 25

    2.8.1 Metode undiscounted

    Metode undiscounted tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang namun

    hanya berdasarkan nilai nominal dari uang tersebut. Metode undiscounted yang

    umum dipakai adalah metode payback period. Metode ini untuk mengetahui

    waktu yang dibutuhkan berapa lama investasi yang direncanakan dapat

    dikembalikan. Metode payback period mencoba mengukur seberapa cepat

    investasi bisa kembali. Karena metode ini mengukur seberapa cepat suatu

    investasi dapat kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas, bukan

    laba. Untuk itu dihitung dulu aliran kas dari proyek tersebut. Jika waktu yang

    dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun

    demikian, berhati-hati dalam menafsirkan kriteria Payback Period, ini sebab ada

    investasi yang baru menguntungkan dalam jangka waktu lebih dari lima tahun.

    Rumus Payback Period (Kasmir dan Jakfar, 2003) adalah

    Payback Period = tahunxbersihkasAliran

    investasiNilai1

    Kriteria penilaiannya adalah jika Payback Period lebih pendek waktunya dari

    umur ekonomis maka usulan investasi dapat diterima.

    2.8.2 Metode discounted

    2.8.2.1 Net present value

    Net Present Value adalah selisih antara Present Value dari investasi dengan

    nilai sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas

    terminal). Metode penilaian ini adalah mengukur selisih antara total arus kas

    masuk (input) setiap tahun dengan total arus kas keluar (biaya) setiap tahun

    setelah didiskontokan dengan discount factor. Untuk menghitung nilai sekarang

  • 26

    tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan.

    Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang berlaku saat

    dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai mengaitkan keputusan

    investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini keterkaitan hanya

    akan mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang

    penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai

    sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima

    bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari

    pada nilai sekarang biaya total. Formulasi yang digunakan untuk menghitung

    NPV ( Husein Umar, 1999) adalah

    n

    tt

    t

    K

    CFNPV

    1 )1(- Io

    Di mana :

    CFt = aliran kas pertahun pada periode t

    Io = investasi awal pada tahun 0 K = Suku bunga (discount rate) yang berlaku

    t = periode

    n = tahun

    Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV adalah:

    NPV > 0 proyek diterima

    NPV < 0 proyek ditolak

    NPV = proyek berada dalam keadaan break even

    2.8.2.2 Internal rate of return

    H.M. Yacob Ibrahim (2003) menyatakan bahwa IRR adalah suatu kriteria

    investasi untuk mengetahui prosentase keuntungan dari suatu proyek tiap - tiap

    tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan

  • 27

    bunga pinjaman. Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai

    sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang

    akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari tingkat bunga relevan

    (tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan,

    kalau lebih kecil dikatakan merugikan.

    Metode ini adalah mengukur nilai tingkat pengembalian investasi ketika

    NPV sama dengan nol. Jika pada saat NPV=0, misalnya nilai IRR=14%, maka

    tingkat pengembalian investasi adalah 14%. Keputusan akan menerima atau

    menolak investasi dapat dilakukan atas pertimbangan hasil perbandingan IRR

    dengan tingkat suku bunga yang berlaku (r). Jika IRR > r, maka investasi

    diterima, sedangkan IRR< r, maka rencana investasi ditolak. IRR dapat dihitung

    dengan rumus (M.H. Yacob Ibrahim, 2003):

    IRR = )( 1221

    11 ii

    NPVNPV

    NPVi

    Di mana:

    IRR = Internal Rate of Return

    i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)

    i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu

    NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua

    Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR adalah

    sebagai berikut

    IRR > tingkat bunga : berarti investasi diterima

    IRR < tingkat bunga : berarti investasi ditolak

  • 28

    IRR= tingkat bunga : berarti tingkat pengembalian investasi sama dengan

    tingkat bunga yang berlaku sehingga investasi bisa ditolak atau

    diterima tergantung pengambil keputusan.

    2.8.2.3 Benefit cost ratio (BCR)

    Rasio ini adalah merupakan alat untuk mengukur perbandingan total nilai

    sekarang arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan dengan discount

    factor. Output disimbulkan dengan B (benefit) dan biaya yang dikeluarkan

    disimbulkan dengan C (cost). Jika BCR sama dengan 1, maka nilai B=C, di mana

    benefit/output yang dihasilkan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan

    bila BCR 1, maka artinya output/benefit

    yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Dalam keadaan

    seperti ini, keputusan investasi menerima atau menolak proposal investasi dapat

    dilakukan dengan melihat nilai BCR, yang umumnya proposal investasi baru

    diterima bila BCR >1, artinya manfaat yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya

    yang dikeluarkan. Adapun rumusnya (Gaspersz, 2000) adalah

    BCR(i) = { {Bt/(1+i)t }}/ {Co + {Ct/(1+i)

    t}}

    Di mana :

    BCR(i) = nilai rasio manfaat-biaya pada tingkat interest rate (i) per tahun

    Bt = penerimaan total (manfaat ekonomi) pada periode waktu ke-t

    (t-1,2,3..,n)

    Co = biaya investasi awal Ct = biaya total yang dikeluarkan pada periode waktu ke-t

    (t-1,2,3..,n)

    (1+i)t

    = diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu

    terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate i per tahun

  • 29

    Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit Cost Ratio

    adalah sebagai berikut

    BCR > 1 Proyek layak untuk dikerjakan

    BCR < 1 Proyek tidak layak untuk dikerjakan

    2.9 Saluran Pemasaran.

    Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang dari

    produsen melalui perantara akhirnya sampai ke tangan konsumen. Lebih lanjut

    Saefuddin (1982), menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan aliran yang

    dilalui oleh barang dan jasa melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa

    tersebut tiba di tangan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang

    dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari jarak antara produsen ke konsumen,

    cepat atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak, skala produksi, posisi

    keuangan perusahaan.

    Menurut Rihardi (2001), dalam bisnis terdapat tiga pendukung yang

    memegang peranan penting pada saluran distribusinya. Ketiga pendukung tersebut

    adalah konsumen, petani, dan perantara. Konsumen merupakan pembeli terakhir.

    Petani yang langsung berhubungan dengan proses produksi, serta bertanggung

    jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan, sedangkan perantara menyalurkan

    produk dari produsen ketangan konsumen.

    Pola saluran pemasaran komoditi pertanian berbeda dengan pola saluran

    pemasaran untuk barang-barang industri. Pola saluran pemasaran pertanian

    berbentuk kali (X), karena produk pertanian dihasilkan secara terpencar-pencar

    dalam jumlah relatif kecil. Produk dikumpulkan oleh pedagang pengumpul, dijual

  • 30

    kepada pedagang besar, ke pengecer lalu ke konsumen dan untuk lebih jelasnya

    dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Sudiyono, 2004)

    Gambar 2.1 Pemasaran Komoditi Pertanian

    (1) (2) (3) (4) (5)

    .

    Keterangan :

    (1). Petani atau produsen produk pertanian.

    (2). Pedagang pengumpul.

    (3). Pedagang besar.

    (4). Pedagang pengecer.

    (5). Konsumen.

    2.10 Penelitian-Penelitian yang Relevan

    Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis kelayakan

    dan berhubungan dengan tanaman bunga horetnsia, telah dilakukan oleh beberapa

    orang peneliti.

    Karyana (2006) dengan judul Kelayakan Usahatani Hortikultura (Krisan,

    Cabai Paprika, dan Strowberi) Pada Rumah Plastik di Desa Pancasari Kecamatan

    Sukasada Kabupaten Buleleng, menunjukkan usahatani untuk ketiga komoditas

    tersebut di atas layak untuk diusahakan dilihat dari aspek finansialnya. Hasil

    analisis diperoleh NPV>0, BCR>1, IRR>i dan analisis sensitivitas dengan biaya

    naik 10% dan penerimaan turun 10% nilai NPV >0 dan ekspektasi nilai bersih >0.

  • 31

    Aspek non finansial memperoleh rata-rata skor yaitu aspek pasar 4,22, aspek

    teknis 4,49 dan aspek sosial 4,35. Ketiga komoditas di atas yang paling layak

    diusahakan adalah tanaman bunga krisan kemudian berturut-turut tanaman

    stroberi dan paprika. Spesifikasi dari penelitian ini terletak pada pemilihan salah

    satu komoditi yang harus dipilih berdasarkan pendekatan incremental cost dari

    masing-masing komoditas tersebut.

    Murti (2009) meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengembangan

    Agribisnis Lidah Buaya Oleh Petani di Kabupaten Gianyar Yang Menjadi Mitra

    PT Aloevera Bali menunjukkan bahwa agribisnis lidah buaya yang diusahakan

    oleh petani direkomendasikan layak untuk diusahakan dengan skor terboboti

    sebesar 4,675. Perincian skor terboboti untuk masing-masing kriteria penilaian

    adalah kelayakan pasar skor terboboti 1,882, kelayakan teknis skor terboboti

    0,879, kelayakan sosial skor terboboti 0,960 dan kelayakan finansial skor

    terboboti 1,00. Penilaian kelayakan secara finansial diperoleh hasil payback

    period 2,625 tahun, NPV sebesar Rp 98.215.317,00, Benefit Cost Ratio 1,50 dan

    IRR 32,91% pada tingkat bunga yang berlaku 16% dan BEP 103,399 kg pada

    Rp 155.098.767,00. Hasil analisis sensitivitas pada saat nilai output turun 10%

    ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani

    lidah buaya masih layak diusahakan. Begitu pula pada saat harga input naik 10%

    ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani

    lidah buaya masih layak diusahakan. Spesifikasi dari penelitian ini adalah pada

    pola kemitraan untuk meningkatkan usaha agribisnis lidah buaya.

  • 32

    Hasil penelitian komoditas Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika, dan

    Strowberi) maupun Lidah Buaya terdahulu ternyata semuanya layak untuk

    diusahakan dilihat dari kriteria investasi yang meliputi: Payback Period, Net

    Present Value, Internal Rate of Return dan Benefit Cost Ratio.

    Hemadiandari (2006) dengan judul Saluran dan Marjin Pemasaran Bunga

    Hortensia (Hydrangea macrophylla) Di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar,

    Kabupaten Buleleng. Hasil penelitiannya menunjukkan bentuk saluran

    pemasaran bunga hortensia ada tiga tipe saluran pemasaran, yaitu

    - Saluran I: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Luar Desa

    Konsumen

    - Saluran II: Petani Pedagang pengumpul Desa Pengecer Konsumen

    - Saluran III: Petani Pedagang Luar Desa Konsumen

    Ke tiga bentuk saluran pemasaran bunga hortensia menunjukkan bahwa marjin

    pemasaran tertinggi ada pada saluran II yaitu Rp 3.057,07/kg, sedangkan share

    harga yang diterima petani tertinggi ada pada saluran pemasaran III dengan share

    harga 56,46%. Share biaya yang terbesar ada pada saluran pemasaran III dengan

    share biaya 17,97% dan share keuntungan terbesar ada pada saluran pemasaran I

    sebesar 84,01% yang dinikmati oleh pedagang pengumpul luar desa.

  • 33

    BAB III

    KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL

    Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang

    mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan

    komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan profesional akan meningkatkan

    pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman hortikultura khususnya bunga

    hortensia (Hydrangea macrophylla) yang dikenal masyarakat sebagai tanaman

    hias di pekarangan, juga sebagai tanaman yang bernilai ekonomis, karena dapat

    dijual untuk melengkapi sarana upacara banten (sesaji) dan berbagai keperluan

    lainnya.

    Informasi dari data yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Bali

    menyebutkan bahwa tanaman bunga hortensia berkembang dengan baik di

    Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Perkembangan yang terbanyak ada di

    Kabupaten Buleleng yaitu di Kecamatan Banjar dengan sentra produksi di Desa

    Gobleg.

    Masyarakat Desa Gobleg, khusunya yang tinggal di Dusun Asah, sebagian

    besar penduduknya menanam tanaman bunga hortensia. Masyarakat yang ada di

    wilayah tersebut pendapatannya sangat tergantung dari usahatani bunga hortensia.

    Tanaman ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat karena setiap

    sepuluh sampai dengan lima belas hari sekali dapat mendatangkan penghasilan

    dari penjualan bunganya.

    Dalam pengembangan usahatani bunga hortensia petani perlu mengetahui

    tentang kelayakan usahanya ditinjau dari aspek finansial, aspek teknis, aspek

  • 34

    pasar dan aspek sosial. Usahatani bunga hortensia yang diusahakan selama ini

    oleh masyarakat belum memperhatikan kelayakan usahanya. Dengan demikian

    informasi mengenai kelayakan sangat diperlukan untuk pengembangan usahatani

    bunga hortensia apabila dikaitkan dengan investor atau diusahakan sendiri oleh

    petani.

    Analisis mengenai kelayakan usahatani bunga hortensia dapat dilakukan

    dengan metode kuantitatif dari aspek finansialnya dan kualitatif dari aspek teknis,

    apek pasar dan aspek sosial. Setelah dilakukan analisis dari masing-masing aspek

    tersebut selanjutnya dilakukan penilaian terhadap masing-masing aspek tersebut.

    Untuk memberikan arah yang lebih jelas tentang keterkaitan masing-masing

    aspek, sehingga diperoleh penilaian kelayakan pada setiap aspek sebagai dasar

    untuk membuat rekomendasi pada pihak yang terkait, maka akan dibuat kerangka

    pemikiran konseptual seperti pada Gambar 3.1.

  • 35

    Gambar 3.1

    Kerangka Pemikiran Konseptual Kelayakan Usahatani

    Bunga Horetensia (Hydrangea macrophylla) di Desa Gobleg

    Usahatani Bunga Hortensia

    Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia

    Metode Analisis

    Kriteria Investasi

    undiscounted

    Pay Back Period

    Aspek Teknik

    Aspek Sosial

    Kuantitatif Deskriptif Kualitatif

    Aspek Finansial Aspek Pasar

    Kriteria Investasi

    discounted

    NPV

    IRR

    BCR

    Layak/Tidak

    Rekomendasi

    Analisis

    Sensitivitas

    Kendala Teknis

    dan Non Teknis

    Pemerintah Petani

    Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia Belum Diketahui

  • 36

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Lokasi Penelitian dilaksanakan di Dusun Asah Desa Gobleg, Kecamatan

    Banjar, Kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

    sengaja dengan pertimbangan sebagai berikut.

    1. Dusun Asah Gobleg adalah merupakan satu-satunya dusun dari 4 (empat)

    dusun yang ada di Desa Gobleg penduduknya menanam bunga hortensia.

    2. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usahatani

    bunga hortensia di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.

    Waktu penelitian direncanakan bulan April sampai Juni 2010.

    4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek

    yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

    untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi

    dalam penelitian ini adalah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Desa

    Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan jumlah keseluruhan

    populasi 475 orang (Monografi Desa Gobleg,2008). Adapun alasan untuk

    memilih petani bunga hortensia di Dusun Asah gobleg sebagai populasi karena

    dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg hanya dusun tersebut yang

    petaninya nenanam bunga hortensia. Untuk menentukan ukuran sampel yang

    diambil tergantung pada variasi populasinya (Indriantoro, 2002). Semakin besar

  • 37

    dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin besar pula ukuran sampel yang

    diperlukan agar estimasi terhadap parameter populasi dapat dilakukan dengan

    akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006) menyebutkan sampel adalah

    bagian dari populasi yang mempunyai ciri ciri atau keadaan tertentu yang akan

    diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan jumlah sampel dengan menggunakan

    rumus (Riduwan, 2006):

    1. 2dN

    Nn

    Di mana:

    n = jumlah sampel

    N = jumlah populasi

    d2 = presisi yang ditetapkan

    Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah 90%

    atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10% atas dasar pertimbangan bahwa

    untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir sampai dengan

    10%. Jumlah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Gobleg sebanyak

    475 orang. Sampel yang diperoleh dengan mempergunakan rumus di atas dari

    populasi (N) sebanyak = 475 orang petani bunga hortensia adalah sebesar 83

    orang. Jumlah sampel sebesar 83 orang tersebut diambil secara proportional

    random sampling sesuai dengan strata luas lahan tanaman yang diusahakan.

    Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali menanam

    bunga hortensia sehingga mereka dapat memberikan informasi yang akurat. Luas

    lahan yang diusahakan oleh petani bunga hortensia berkisar antara 0,5 ha sampai

    dengan 3,5 ha, sehingga jumlah sampel yang diambil pada masing-masing strata

    terdistribusi seperti Tabel 4.1.

  • 38

    Tabel 4.1

    Jumlah Sampel yang Diambil pada Masing-masing Luas Lahan

    No Luas Lahan (ha) Jumlah Petani

    (orang)

    Jumlah Sampel

    (orang)

    1 < 1,00 314 55

    2 1,00 - 1,49 49 9

    3 1,50 - 1,99 36 6

    4 2,00 - 2,49 31 5

    5 2,50 - 2,99 23 4

    6 3,00 - 3,49 17 3

    7 3,50 5 1

    Jumlah 475 83

    Sumber : Data primer (diolah)

    4.3. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

    4.3.1. Jenis data

    Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan

    kulaitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka yang memiliki satuan

    hitung dan dapat dihitung atau diukur seperti tingkat pendidikan petani, umur

    petani, luas lahan, jumlah produksi dan penjualan, harga jual, biaya bibit, biaya

    pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan alat, serta biaya

    lain-lain. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, tetapi berupa

    keterangan atau informasi seperti informasi tentang aspek pasar, aspek teknis,

    aspek sosial, karakteristik responden, kendala teknis maupun non teknis yang

    dihadapi petani bunga hortensia .

  • 39

    Sumber data

    Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder.

    Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dalam hal

    ini diperoleh dari pihak pertama yaitu petani bunga hortensia sendiri sebagai

    responden penelitian yang sudah ditetapkan. Jenis data primer yang dikumpulkan

    antara lain luas lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, tenaga kerja

    langsung, umur petani, tingkat pendidikan petani, biaya penyusutan alat, serta

    biaya lainnya.

    Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung

    (sumber kedua) yang biasanya dapat berupa dokumentasi dan arsip resmi dari

    instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan

    masalah yang diteliti seperti potensi bunga hortensia dan perkembangan

    produktivitas bunga hortensia.

    4.3.3. Metode pengumpulan data

    Untuk memperoleh data yang diperlukan, ada beberapa teknik pengumpulan

    data dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.

    Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan

    menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dengan pihak yang berhubungan

    dengan penelitian ini yaitu petani bunga hortensia, kelompok tani dan instansi

    terkait, perantara (pengumpul), dan konsumen. Observasi dilakukan dengan cara

    meneliti dan mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan petani bunga

    hortensia terkait dengan penanaman, perawatan dan pemanenan. Observasi juga

    dilakukan untuk memeriksa kebenaran informasi yang diberikan saat

  • 40

    wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan yang ada di

    petani bunga hortensia, kelompok tani bunga hortensia dan instansi terkait yang

    berhubungan dengan masalah yang diteliti.

    4.4. Variabel Penelitian

    Dalam analisis kelayakan usaha, variabel yang diamati, antara lain:

    1) Penerimaan usahatani adalah penerimaan dari kegiatan usahatani. Penerimaan

    ini dipengaruhi oleh produksi fisik (jumlah bunga) yang dihasilkan dalam

    suatu proses produksi selama satu musim tanam dan harga yang terjadi pada

    saat itu. Dengan demikian penerimaan usahatani merupakan hasil penjualan

    dari hasil uasahtani tersebut.

    2) Modal atau biaya investasi awal adalah biaya yang dikeluarkan sebelum

    tanaman menghasilkan yang meliputi: biaya sewa lahan, pembelian alat-alat

    pertanian, pembelian bibit bunga hortensia, biaya tenaga kerja mengolah

    lahan, menanam bibit, menyemprot, memupuk, memelihara tanaman, biaya

    pupuk, biaya obat-obatan, biaya pembuatan pondok.

    3) Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani

    yang meliputi: menggemburkan lahan, pupuk kandang, obat-obatan, biaya

    tenaga kerja memupuk, menyemprot, memangkas tanaman, memelihara

    tanaman, memanen, sewa lahan, biaya penggantian alat alat, penggantian

    pondok, biaya kampil plastik, dan tali plastik.

    4) Aspek pasar, berkaitan dengan permintaan terhadap bunga hortensia, kondisi

    persaingan, saluran distribusi bunga hortensia, harga jual produk, transaksi

  • 41

    penjualan dilakukan dilokasi usahatani, cara pembayaran sesuai dengan

    kesepakatan.

    5) Aspek teknis, berkaitan dengan penggunaan bibit, penggunaan teknologi,

    penggunaan saprodi, perawatan tanaman, penanganan panen.

    6) Aspek sosial, berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal, usaha ramah

    lingkungan, pertemuan secara berkala, berbagi pengalaman ke petani lain,

    pengembangan kelompok/ lembaga pemasaran.

    7) Kendala teknis yang berkaitan dengan budidaya tanaman bunga hortensia.

    8) Kendala non teknis yang berkaitan dengan aspek pasar, aspek keuangan, dan

    aspek sosial.

    4.5. Analisis Data

    Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, observasi, maupun dokumentasi

    selanjutnya ditabulasi, kemudian dilakukan analisis serta dibuat serta dibuat

    kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk menganalisis kelayakan

    usaha digunakan analisis sebagai berikut.

    4.5.1. Analisis kuantitatif

    Analisis kuantitatif yang dilakukan untuk menilai kelayakan investasi dari aspek

    finansial adalah sebagai berikut.

    4.5.1.1 Metode undiscounted

    Kriteria yang dipakai dalam metode undiscounted adalah payback period.

    Metode payback period menunjukkan periode waktu yang diperlukan untuk

  • 42

    menutup kembali uang yang telah diinvestasikan dengan hasil yang akan

    diperoleh (net cash flow = proceeds). Rumus payback period adalah

    Payback Period = tahun1xBersih KasAliran

    InvestasiNilai

    di mana :

    Nilai investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum tanaman bunga

    hortensia menghasilkan

    Aliran kas bersih adalah penerimaan hasil penjualan bunga hortensia dikurangi

    dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengelola

    usahatani bunga hortensia

    Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan payback period adalah :

    Jika payback period usahatani bunga hortensia lebih pendek waktunya dari

    umur ekonomisnya, maka usulan investasi dapat diterima dan sebaliknya.

    4.5.1.2 Metode discounted

    Kriteria penilaian yang dipakai dengan metode discounted adalah

    a. Net present value (NPV)

    Net Present Value (NPV) adalah seluruh aliran net cash flow yang digandakan

    dengan discount factor dari tingkat bunga yang telah ditentukan.

    NPV dari investasi itu dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi

    sebagai berikut.

    n Bt n Ct n Bt - Ct

    NPV = --------- - ------- = ----------

    t = 0 (1+i)t t = 0 (1+i)

    t t = 0 (1+ i)

    t

  • 43

    di mana:

    Bt adalah benefit usahatani bunga hortensia pada tahun t, yang terdiri dari segala

    jenis penerimaan yang diterima dari penyelenggaraan usahatani bunga

    hortensia dalam tahun t.

    Ct adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usahatani bunga hortensia

    pada tahun t, baik berupa biaya investasi maupun biaya operasional.

    t adalah periode atau lamanya periode waktu usaha;

    n adalah umur ekonomis usahatani bunga hortensia (enam tahun)

    i merupakan tingkat bunga (16%) atau opportunity cost of capital yang

    digunakan sebagai discount rate.

    Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan nilai NPV adalah

    Jika NPV > 0, berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan.

    Jika NPV 0, berarti usahatani bunga hortensia tidak layak dilaksanakan

    b. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyamakan

    Present value kas masuk dengan present value kas keluar dihitung dengan

    rumus:

    IRR = )( 1221

    11 ii

    NPVNPV

    NPVi

    Di mana:

    IRR = Internal Rate of Return

    i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)

    i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu

    NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua

    Perbedaan antara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dengan

    tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif diusahakan tidak melebihi 5%

  • 44

    dan kemudian dilakukan trial and error sampai perbedaannya menjadi

    semakin kecil kemudian diinterpolasikan.

    Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR

    adalah

    IRR > tingkat bunga : berarti proyek diterima

    IRR < tingkat bunga : berarti proyek ditolak

    IRR = tingkat bunga : berarti proyek pulang pokok

    c. Benefit Cost Ratio (BCR)

    Benefit Cost Ratio (BCR) menunjukkan angka perbandingan antara benefit

    dengan cost investment.

    Adapun rumusnya adalah

    BCR(i) = { {Bt/(1+i)t }}/ {Co + {Ct/(1+i)

    t}}

    Di mana :

    BCR(i) = nilai rasio penerimaan total (manfaat) dari usahatani bunga hortensia

    dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada tingkat interst rate (16%)

    per tahun

    Bt = penerimaan dari usahatani bunga hortensia selama enam tahun

    Co = biaya investasi yang dikeluarkan sebelum tanaman menghasilkan

    Ct = biaya total yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani bunga hortensia

    selama enam tahun

    (1+i)t

    = diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu

    terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate 16% per

    tahun

  • 45

    Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit cost ratio

    adalah

    BCR > 1 berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan

    BCR < 1 berarti usahatani bunga hortensia tidak layak untuk dilaksanakan

    BCR = 1 berarti usahatani bunga hortensia dalam keadaan break even point.

    4.5.1.3 Analisis sensitivitas

    Dalam melakukan analisis terhadap suatu investasi, disadari akan adanya

    ketidakpastian taksiran arus kas yang dibuat. Ada beberapa faktor yang

    mempengaruhi arus kas bersih, seperti: unit terjual, harga jual perunit, biaya tetap

    dan biaya variabel. Apabila salah satu faktor tersebut berubah maka arus kas yang

    diharapkan akan berubah pula. Analisis sensitivitas menganalisis apa yang akan

    terjadi terhadap NPV proyek apabila salah satu variabel berubah. Analisis ini jelas

    dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kriteria kelayakan usaha atau investasi

    akibat perubahan harga dan biaya

    4.5.2 Analisis deskriptif kualitatif

    Layak tidaknya usahatani bunga hortensia, di Desa Gobleg Kecamatan

    Banjar, Kabupaten Buleleng digunakan analisis deskriptif kualitatif yang meliputi

    aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. Penetuan sikap atau pendapat petani

    terhadap masing-masing aspek di atas digunakan analisis deskriptif kualitatif atas

    hasil pengukuran dengan menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (2006),

    jawaban atas item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi

    dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis dalam

  • 46

    penelitian ini, maka gradasi yang dipergunakan dengan skor penilaian sebagai

    berikut : sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2) dan sangat

    tidak setuju (1).

    a. Aspek pasar

    Aspek pasar dianalisis didasarkan pada kegiatan pemasaran yang merupakan

    ujung tombak dari kegiatan agribisnis, erat kaitannya dengan harga komoditi yang

    diperjualbelikan, pendistribusian, dan persyaratan kualitas produk.

    Aspek pasar yang dianalisis menyangkut kegiatan: permintaan terhadap bunga

    hortensia, pertumbuhan pasar bunga hortensia, kompetisi bunga hortensia dengan

    bunga jenis lainnya, harga bunga hortensia, cara pembayaran penjualan bunga

    hortensia.

    b. Aspek teknis

    Aspek teknis didasarkan atas kegiatan usahatani bunga hortensia yang

    memerlukan sarana, teknologi, keterampilan, dan lingkungan yang mendukung.

    Oleh karena itu pengkajian aspek teknis sangatlah penting karena bunga hortensia

    mempunyai prospek pasar yang sangat cerah. Aspek teknis yang dianalisis antara

    lain: penggunaan bibit, perlakuan bibit sebelum ditanam, pengaturan jarak tanam,

    perawatan tanaman, panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

    c. Aspek sosial

    Penilaian aspek sosial didasarkan atas dampak sosial yang ditimbulkan dengan

    adanya usahatani bunga hortensia seperti: penggunaan tenaga kerja lokal,

    usahatani ramah lingkungan, pertemuan secara berkala antar petani , menularkan

    teknologi ke petani lain dan pengembangan kelompok /kelembagaan.

  • 47

    Ketentuan yang dipakai untuk menentukan interval kelas dapat dirumuskan

    oleh Singarimbun dan Effendi (1989) sebagai berikut.

    I = )( kelasJumlah

    Jarak

    Keterangan :

    I : Interval kelas

    Jarak : Nilai skor tertinggi dikurangi nilai skor terendah

    Jumlah kelas : Jumlah katagori yang ditentukan.

    Jumlah skor tertinggi adalah 5 dan jumlah skor terendah. 1, sehingga interval

    kelas dapat dihitung: 5

    15 = 0,8.

    Hasil dari pengukuran tersebut, selanjutnya diinterprestasikan dengan katagori

    pencapaian skor seperti pada Tabel 4.2.

    Tabel 4.2

    Katagori Pencapaian Skor Aspek Pasar, Teknis, dan Aspek Sosial

    No

    Klasifikasi

    Skor

    Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Sosial

    1 1,00 - 1,80 Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik

    2 > 1,80 - 2,60 Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik

    3 > 2,60 - 3,40 Cukup Cukup Cukup

    4 > 3,40 - 4,20 Baik Baik Baik

    5 > 4,20 - 5,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

  • 48

    BAB V

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten dari sembilan

    kabupaten/kota di Provinsi Bali, yang terletak antara 8003'40" 8

    023'00" Lintang

    Selatan dan 1140 25'55" 115

    0 27'28" Bujur Timur. Sebagian besar wilayah

    Kabupaten Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian

    Selatan, sedangkan di bagian Utara sepanjang pantai merupakan dataran rendah.

    Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Buleleng mempunyai ketinggian yang

    bervariasi yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 1.500 meter di atas permukaan

    laut.

    Kabupaten Buleleng terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 127 desa

    dengan luas wilayah 1.365,88 km dengan penggunaan lahan sebagai berikut:

    Perkebunan 21,43%, sawah 8,06%, hutan negara 35,64%, lahan kering 31,85%

    dan lainnya 3,02%. Ssalah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten

    Buleleng adalah Kecamatan Banjar yang terdiri 17 desa. Sebagian wilayahnya

    merupakan dataran rendah (dekat pantai) dan sebagian lagi merupakan daerah

    dataran tinggi yang punya potensi untuk pengembangan tanaman hortikultura.

    Desa Gobleg merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Banjar.

    Secara administrasi wilayah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten

    Buleleng dibatasi oleh beberapa desa sebagai berikut.

    1. Sebelah Utara : Desa Pedawa

    2. Sebelah Selatan : Desa Munduk

  • 49

    3. Sebelah Barat : Desa Kayu Putih

    4. Sebelah Timur : Desa Wanagiri

    Desa Gobleg merupakan daerah perbukitan, terletak pada ketinggian 600 sampai

    dengan 1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Jarak ke ibu kota kecamatan

    terdekat 22 km, ke ibu kota kabupaten terdekat 44 km dan ke ibu kota provinsi

    129 km.

    5.1.1 Luas dan potensi wilayah

    Luas wilayah Desa Gobleg seluruhnya adalah 1915,71 ha dengan

    perincian berdasarkan jenis peruntukan seperti pada Tabel 5.1 di bawah ini.

    Tabel 5.1

    Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan di Desa Gobleg, Tahun 2009

    Nomor Jenis Penggunaan Luas

    Hektar ( Ha) Persentase (%)

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    Tanah pekarangan

    Sawah

    Perkebunan Rakyat

    Hutan Lindung

    Pasar Desa

    Perkantoran

    115,00

    112,15

    1.609,00

    79,00

    0,39

    0,17

    6,01

    5,85

    83,99

    4,12

    0,02

    0,01

    Jumlah 1.915,71 100,00

    Sumber: Monografi Desa Gobleg Tahun 2008

    Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa persentase terbesar diperuntukkan

    bagi perkebunan rakyat yaitu sebesar 83,99%. Hal ini menunjukkan bahwa Desa

    Gobleg memang cocok untuk daerah pertanian.

    5.1.2 Jumlah dan mata pencaharian penduduk

    Penduduk Desa Gobleg berjumlah 5956 orang, di mana sebagian besar

    mempunyai mata pencaharian di sektor perkebunan rakyat sebesar 3.112 orang

  • 50

    (73,47%), terbesar kedua adalah pertanian tanaman pangan sebanyak 378 orang

    (8,92%), dan terbesar ketiga adalah peternakan 239 orang (5,64%). Selengkapnya

    data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Gobleg Tahun 2009 dapat dilihat

    pada Tabel 5.2.

    Tabel 5.2

    Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2009

    No

    Mata Pencaharian Jumlah

    Orang %

    1 Pertanian Tanaman Pangan 378 8,92

    2 Peternakan 239 5,64

    3 Perkebunan Rakyat 3.112 88,03

    4 Perdagangan 157 3,71

    5 Jasa 27 0,64

    6 Karyawan Swata 185 4,37

    7 ABRI 37 0,87

    8 PNS 56 1,32

    9 Lainnya 45 1,06

    Jumlah 4.236 100,00

    Sumber: Profil Desa Gobleg Tahun 2009

    Tabel 5.2 menunjukkan bahwa komposisi dominan dari mata pencaharian

    penduduk adalah pertanian dalam arti luas, seperti pertanian tanaman pangan,

    peternakan, dan perkebunan rakyat. Jumlah ini mencapai 88,03% yang berarti

    mata pencaharian penduduk setempat sebagaian besar adalah petani.

    5.2 Karakteristik Petani Bunga Hortensia di Desa Gobleg

    Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali

    menanam bunga hoertensia, sehingga mereka dapat memberikan informasi yang

    diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 83 petani bunga

    hortensia, dapat diketahui beberapa karakteristik umum petani yang dijadikan

  • 51

    sampel. Karakteristik petani yang disajikan meliputi luas lahan garapan bunga

    hortensia, umur petani, tingkat pendidikan, pekerjaan, serta permasalahan petani

    bunga hortensia.

    5.2.1 Status penguasaan dan luas lahan garapan

    Lahan yang ditanami bunga hortensia adalah lahan milik sendiri dan

    menyakap. Luas lahan garapan dari 83 responden secara keseluruhan adalah 84,55

    ha, sedangkan rata-rata luas lahan garapan petani adalah 1,02 ha. Luas lahan

    garapan petani bunga hortensia terbagi dalam beberapa tingkatan seperti pada

    Tabel 5.3.

    Tabel 5.3

    Luas Tanah Garapan Responden, Tahun 2009

    No. Luas Tanah (ha ) Jumlah (orang) Persen (%)

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    < 1,00

    1,00 - 1,49

    1,50 - 1,99

    2,00 - 2,49

    2,50 - 2,99

    3,00 - 3,49

    3,50

    54

    9

    7

    6

    4

    2

    1

    65,06

    10,84

    8,43

    7,24

    4,82

    2,41

    1,20

    Jumlah 83 100

    Sumber : Diolah dari data primer, 2009

    Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel

    terbanyak ada pada luas tanah garapan di bawah 1,00 ha sebanyak 54 orang

    (65,06%) petani sampel, disusul terbanyak ke dua dengan luas garapan 1,00

  • 52

    1,49 ha sebanyak 9 orang (10,84%) dan terbanyak ke tiga dengan luas garapan

    1,50 1,99 ha sebanyak 7 orang (8,43%).

    5.2.2 Umur petani bunga hortensia

    Dalam mengelola usahatani, umur petani sampel sangat berpengaruh

    terhadap kemampuan fisik petani, semakin tua umur petani responden

    kemampuan kerjanya relatif menurun. Umur petani sampel di daerah penelitian

    berkisar antara 18 64 tahun dengan rata-rata umur responden 38 tahun. Secara

    rinci dapat dilihat pada Tabel 5.4.

    Tabel 5.4

    Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Tahun 2009

    No Kelompok Umur

    (Tahun)

    Jumlah

    Orang Persen

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    20 - 24

    25 - 29

    30 - 34

    35 - 39

    40 - 44

    45 - 49

    50 - 54

    55 - 59

    60 - 64

    2

    10

    23

    18

    14

    7

    5

    3

    1

    2,41

    12,05

    27,71

    21,69

    16,87

    8,43

    6,02

    3,61

    1,20

    Jumlah 83 100,00

    Sumber : Diolah dari data primer, 2009

    Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase terbanyak umur 30 34 tahun,

    disusul terbanyak kedua umur 35 39 dan terbanyak ketiga umur 40 44 tahun.

    Artinya petani sampel tergolong pada umur produktif. Hal ini mengindikasikan

    bahwa petani responden dalam usahatani bunga hortensia mempunyai potensi

    mengelola usahataninya dengan produktivitas kerja yang optimal.

  • 53

    5.2.3 Tingkat pendidikan

    Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dalam menunjang

    pembangunan pertanian. Pendidikan petani yang lebih baik akan memungkinkan

    petani untuk mengambil langkah yang bijaksana dalam bertindak atau mengambil

    keputusan serta memungkinkan petani untuk mempelajari dan menerapkan

    teknologi baru.

    Tingkat pendidikan petani juga akan mempengaruhi kemampuan petani

    dalam mengadopsi teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan petani maka akan

    semakin rasional petani dalam berpikir dan relatif lebih cepat untuk menerima

    serta menerapkan suatu teknologi baru (Soekartawi, 1993). Tingkat pendidikan

    responden dapat dilihat pada Tabel 5.5.

    Tabel 5.5

    Tingkat Pendidikan Responden, Tahun 2009

    No Tingkat Pendidikan Jumlah

    Orang Persen

    1 Tamat Sekolah Dasar 19 22,90

    2 Tamat Sekolah Lanjutan Pertama 27 32,53

    3 Tamat Sekolah Lanjutan Atas 36 43,37

    4 Sarjana 1 1,20

    Jumlah 83 100,00

    Sumber : Diolah dari data primer, 2009

    Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden

    pada usahatani bunga hortensia sebagian besar tamat Sekolah Lanjutan Atas

    (SLTA) yaitu sebesar 43,37% (36 orang), kemudian diikuti yang tamat Sekolah

    Lanjutan Pertama (SLTP) sebesar 32,53% (27 orang), sedangkan yang tamat

  • 54

    Sekolah Dasar (SD) sebesar 22,90% (19 orang) bahkan ada yang Sarjana yaitu

    sebesar 1,20% (1 orang).

    5.2.4 Pekerjaan responden

    Pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pekerjaan utama dan

    pekerjaan sambilan. Pekerjaan utama mencerminkan sumber pendapatan utama

    responden. Artinya dari jenis pekerjaan itulah responden memperoleh pendapatan

    untuk membiayai kehidupan keluarganya. Pekerjaan utama responden adalah

    sebagai petani bunga hortensia. Namun demikian responden juga mempunyai

    pekerjaan sampingan yaitu sebagai peternak, ada juga sebagai pedagang, dan jasa

    lainnya. Petani bunga hortensia tidak sepenuhnya atau setiap hari waktunya

    digunakan untuk mengelola usahataninya, namun ada waktu senggang dan waktu

    inilah yang dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan sampingan sepanjang

    tidak mengganggu pekerjaan utama. Tabel 5.6. menunjukkan jenis pekerjaan

    sampingan responden.

    Tabel