analisis kadar air
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGUKURAN KADAR AIR dan KADAR ABU
“ TEPUNG BERAS “
OLEH :
Ni Kadek Wiji Astuti 1111205046
Febriyawati Cahyanty Nugraha 1111205047
Eka Kadalora 1111205048
Ni Komang Nita Weda Ningsih 1111205049
Putu Eka Suwarjana 1111205050
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai jenis makanan yang sering dikonsumsi sehari-hari terdiri dari berbagai
macam kandungan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Seperti karbohidrat,
protein, mineral, lemak, dan vitamin. Kelima komponen tersebut harus ada dalam
tubuh manusia untuk mencukupi gizi yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya.
Jenis makanan yang dikonsumsi sebagian besar mengandung air yang berlebihan.
Terdapat jumlah kandungan air yang berbeda pada setiap bahan pangan dan hal itu
dapat ditentukan dengan berbagai metode dan prinsip. Selain kadar air, kadar abu
juga merupakan satu hal yang penting dalam suatu bahan pangan. Kadar abu juga
berbeda untuk setiap jenis bahan pangan.
Kadar air dan kadar abu merupakan dua hal yang sangat penting yang harus
diketahui pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya bahan pangan
tersebut untuk di konsumsi, baik atau tidaknya bahan pangan tersebut untuk diolah,
dan baik tidaknya bahan tersebut untuk di konsumsi oleh masyarakat. Penjelasan
tersebut dianggap penting untuk dilakukannya praktikum mengenai kadar air dan
abu suatu bahan pangan agar kita dapat mengetahui kandungan kadarair dan kadar
abu pada suatu bahan pangan.
1.2 Manfaat dan Tujuan Pratikum
1.2.1 Manfaat
a. Setiap mahasiswa dapat mengetahui cara penentuan kadar air dan kadar
abu dalam suatu bahan.
b. Setiap mahasiswa dapat mengetahui berapa kadar air dan kadar abu bahan
hasil pertanian dan membandingkan dengan yang tersedia dipustaka.
1.2.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui cara penentuan kadar air dan kadar abu dalam suatu
bahan.
b. Untuk mengetahui kadar air dan kadar abu suatu bahan hasil pertanian dan
membandingkannya dengan yang tersedia di pustaka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kadar air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan atau kadar air merupakan banyaknya
air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah
satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air
dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir
untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Winarno, 1997).
Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah
atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis
basah (bb). Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami
pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan tersebut yaitu
berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Dalam
penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan berdasarkan obot basah.
Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA = (Wa / Wb) x 100%
(Taib, 1988).
Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya
dalam evaluasi materials balance atau kehilangan selama pengolahan. Kita harus tahu
kandungan air (dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum, misalnya
dalam penggilingan serealia, pencampuran adonan sampai konsistensi tertentu, dan
produksi roti dengan daya awet dan tekstur tinggi. Kadar air harus diketahui dalam
penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi standar komposisi dan peraturan-
peraturan pangan. Kepentingan yang lain adalah bahwa kadar air diperlukan untuk
penentuan mengetahui pengolahan terhadap komposisi kimia yang sering dinyatakan
pada dasar dry matt. Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi tergantung
struktur dan komposisinya. Dari segi analisis pangan, kandungan air dalam pangan
dapat dibagi menjadi tiga macam bentuk. Air bebas adalah air dalam bentuk sebagai
air bebas dalam ruang intergranular dan dalam pori-pori bahan. Air demikian ini
berlaku sebagai agensia pendispersi bahan-bahan koloidal dan sebagai solven
senyawa-senyawa kristalin. Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid
makromolekular (pati, pektin, cellulosa, protein). Air ini berkaitan erat dengan
makromolekul-makromolekul yang mengadsorpsi dengan gaya absorpsi, yang
diatributkan dengan gaya Van der Waals atau dengan pembentukan ikatan hidrogen.
Air terikat, berkombinasi dengan berbagai substansi, sebagai air hidrat. Klasifikasi
tersebut tidak mutlak. Istilah air bebas, terabsorpsi, dan terikat itu relatif (Anonim,
2011b)
2.2 Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total
mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran
akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai
kadar abu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara
lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan
yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan
(Astuti, 2011).
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dancara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam berdasarkan
Anonim (2011c) yaitu :
2.2.1 Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat
pektat dan lain-lain
2.2.2 Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat
nitrat dan logam alkali.
Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus
dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan
kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion).
Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat
anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas
cara yang digunakan (Apriyantono, et.al, 1989).
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat
organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Pengabuan
dilakukan melalui 2 tahap menurut Sudarmaji (1996) yaitu :
a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga
kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan
maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali
mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan
Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan
terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa
mineral menjadi tidak larut. Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat
pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung,
berdasarkan Apriantono (1989) antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan
hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air,
serta abu yang tidak larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak
menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari pengabuan cara langsung antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b. Tanpa penambahan regensia,
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia
tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa
ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol
membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar
dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga akan mempercepat teradinya proses pengabuan
(Sudarmadji, 1996).
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak
langsung. Kelebihan dari cara pengabuan tidak langsung menurut Apriantono (1989)
meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung meliputi Hanya
dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun, Memerlukan regensia yang
kadangkala berbahaya dan Memerlukan koreks terhadap regensia yang digunakan.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan berdasarkan
Anonim (2011c) yaitu:
1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan.
Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau
lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu
yang tinggi.
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan
buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat
dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan
Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
2.3 Tepung beras
BAB III
Metode Peraktikum
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar air adalah sebagai
berikut :
Tumbukan/mortar
Eksikator
Botol timbangan
Timbangan analitik
Pinset
Oven
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar air adalah
sebagai berikut :
Tepung beras
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar abu adalah sebagai
berikut :
Eksikator
Cawan
Muffle furnace
Kompor listrik
Timbangan analitik
Pinset
Pipet tetes
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar air adalah
sebagai berikut :
Alkohol
3.2 Cara kerja praktikum
3.1.1 Cara Kerja Praktikum Penentuan Kadar Air Tepung Terigu :
Oven/keringkan botol timbang pada suhu 105o C
Dinginkan dalam eksikator (± 15 menit)
Timbang botol timbang kosong
Catat berat kosong (a)
Masukkan sampel yang telah dihancurkan (±2 gram) dalam botol timbang
Catat berat botol + sampel (b)
Oven (± 4jam, pada suhu 105oC)
Dinginkan dalam eksikator (± 15 menit)
Timbang (c)
Oven (± 1 jam)
Dinginkan
Timbang
Oven dan timbang berulang – ulang sampai tercapai berat konstan
(Selisih penimbangan berturut – turut ± 0.2 mg)
3.2.2 Cara Kerja Praktikum Penentuan Kadar Abu Tepung Terigu :
Oven/keringkan cawan (± 3jam)
Dinginkan dalam eksikator (± 15 menit)
Timbang dan catat beratnya (a)
Masukkan sampel dalam cawan (± 3gram) (b)
Tetesi sampel dengan alkohol 2 – 3 tetes
Sampel dipijarkan di atas kompor listrik
Arang dan tidak berasap
Masukkan ke dalam muffle furnace sampai sampel berbentuk abu putih (selama 5 jam,
suhu 600oC)
Keluarkan dari muffle furnace
Masukkan ke dalam eksikator (± 15 menit)
Timbang dan catat beratnya (c)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
4.1.1 Penetapan kadar air
No/
Sampel
Berat
cawan
kosong (a)
Berat
cawan
sampel(b)
Berat
sampel
(b-a)
Penimbangan (gram) Kadar air
I II III ( %) bb ( % ) bk
b1 20,0146 22,0160 20014 21,7662 21,7763 21,7762 11,980 13,610
b2 20,0386 22,0309 1,9923 21,7919 21,7917 21,7915 12,020 13,660
b3 22,9898 24,9081 1,9183 24,6767 24,6762 24,6752 12,140 13,820
b4 20,6429 22,6506 2,0077 22,4076 22,4096 22,4080 12,074 13,730
b5 20,7104 22,7118 2,0014 22,4969 22,4700 22,4698 12,062 13,716
b6 19,4333 21,4333 2,0000 21,1931 21,1938 21,1925 12,040 13,690
4.1.2 Penetapan kadar abu
No/
sampel
Berat (gram) Kadar abu
(%)Cawan
kosong
(a)
Cawan
sampel (b)
Sampel
(b-a)
Cawan + abu
(c)
b1 11,1813 14,1874 3,0061 11,1917 0,346
b2 28,2413 31,2443 3,0030 28,2513 0,333
b3 8,8337 11,8378 3,0041 8,8436 0,3295
b4 11,5826 14,5857 3,0031 11,5744 0,393
b5 11,4830 14,4887 3,0057 11,4911 0,2695
b6 24,0060 27,0006 2,9946 24,0139 0,264
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kadar Air
Dalam pratikum penentuan kadar air ini bahan atau sampel yang digunakan
adalah tepung beras.dan yang pertama diukur adalah berat cawan kosong yang
diperoleh berat sebesar 20,7104 g , berat cawan + sampel 22,7118 g , dan berat
sampel ( tepung beras) 2,0014 g. Tahapan selanjutnya adalah penimbangan
yang dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali dengan berat pertama 22,4969
g ,penimbangan kedua 22,4700 g , dan penimbangan yang ketiga 22,4698 g ,
sedangkan untuk penetapan kadar air diperoleh kadar air pada berat basah
tepung beras yaitu 12,062 %. Dan kadar air berat kering yaitu 13,716 % .
Rumus untuk menghitung kadar air :
Kadar air % (bb) = ( b-a) – ( c – a ) x 100 %
( b – a )
Kadar air % ( bk ) = ( b-a) – ( c – a ) x 100 %
( c – a )
4.2.1 Kadar abu
Pada pratikum penetapan kadar abu sampel yang digunakan sama dengan
sampel yang digunakan dalam penentuan kadar air yaitu tepung beras.dan tahap
pertam yang dihitung adalah menimbang berat cawan kosong dan diperoleh
beratnya 11,4830 g , berat cawan + sampel yang diperoleh berat 14,4887 g ,
berat sampel diperoleh 3,0057 g ,dan berat cawan + abu 11,4911 g , perhitungan
terakhir yang dilakukan adalah perhitungan kadar abu yang diperoleh sebesar
0,2695 %.
Rumus untuk menghitung kadar abu :
% Kadar abu = [ ( c – a ) / ( b – a ) ] x 100 %
Keterangan :
a = berat cawan
b = berat ( cawan + sampel )
c = berat ( cawan + abu )
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Kandungan Kadar air dan kadar abu pada suatu bahan pangan dapat diketahui
dengan penentuan kadar air metode oven dan penentuan kadar abu dengan
metode tanur.
2. Kadar air pada telur rebus yang didapatkan dari hasil pengujian dengan penentuan
kadar air metode oven yaitu 84,76 %.
3. Prinsip dari penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur. Prinsip
kerjanya yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran tersebut.Lalu kemudian dihitunglah kandungan kadar
air bahan tersebut.
4. Kadar pada telur rebus yang didapatkan dari hasil pengujian dengan penentuan
kadar abu metode tanur yaitu 0,62 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011b. Kadar Air Pada Bahan Pangan. http://yogyamerah.
blogspot.com/2011/10/kadar-air-pada-bahan-pangan.html. Diakses Pada Tanggal 26 Mei
2013
Anonim, 2011c. Kadar Abu. http://qsinauobat.blogspot.com/2011/04/kadar-abu.html.
Diakses Pada Tanggal 26 Mei 2013
Anonim, 2011d. Penetapan Kadar Air Metode Oven Pengering. http://
wulaniriky.wordpress.com/2011/01/19/penetapan-kadar-air metode-oven-pengering-an.
Diakses Pada Tanggal 26 Mei 2013
Anonim, 2009a. Pengawetan dengan Metode Pengeringan. Metode
http://hendra.wordpress.com.
Astuti,2011. Kadar Abu. http://astutipage.wordpress.com/tag/kadar-abu/ . Diakses Pada
Tanggal 26 Mei 2013
http://realitassyamsul.blogspot.com/2013/02/penentuan-kadar-air-dan-kadar-abu.html
http://yefrichan.wordpress.com/2010/08/04/kadar-air-basis-basah-dan-kadar-air-basis-
kering/