analisa koefisien limpasan pada persamaan rasional untuk menghitung debit banjir rencana di das...

32
8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai 1. Pengertian Sungai Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984). Sungai merupakan sistem alur alam, dapat terdiri dari satu atau lebih alur-alur yang bertemu atau bercabang. Dengan kondisi fisik alami seperti diatas, sungai akan menjadi terminal dari perjalanan gerakan air di sungai (kuantitas dan kualitas), beserta interaksinya dengan tampang basah sungai, sangat dipengaruhi oleh perjalanan menuju ke sungai tersebut. Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu (DAS = Daerah Aliran Sungai) dan mengalirkannya ke laut. Apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas dari suatu sungai akan menyebabkan debit sungai meningkat. Apabila debit sungai lebih besar dari kapasitas sungai untuk mengalirkan debit maka akan terjadi luapan pada tebing sungai sehingga terjadi banjir. Di DAS bagian hulu dimana kemiringan lahan dan kemiringan sungai besar, atau disuatu DAS kecil kenaikan debit banjir dapat terjadi dengan cepat, sementara pada sungai-sungai besar kenaikan debit terjadi lebih lambat untuk mencapai debit puncak (Triatmodjo, 2008). Air yang mengalir dalam saluran atau sungai dapat berasal dari aliran permukaan atau dari air tanah yang merembes didasar sungai. Kontribusi air tanah pada aliran sungai disebut aliran dasar (baseflow), sementara total aliran disebut debit (runoff). Air yang tersimpan di waduk, danau dan sungai disebut air permukaan (surface water) (Suripin, 2004).

Upload: dian-werokila

Post on 27-Jul-2015

683 views

Category:

Engineering


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sungai

1. Pengertian Sungai

Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air

yang berasal dari hujan disebut alur sungai dan perpaduan antara alur sungai

dan aliran air didalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984). Sungai

merupakan sistem alur alam, dapat terdiri dari satu atau lebih alur-alur yang

bertemu atau bercabang. Dengan kondisi fisik alami seperti diatas, sungai akan

menjadi terminal dari perjalanan gerakan air di sungai (kuantitas dan kualitas),

beserta interaksinya dengan tampang basah sungai, sangat dipengaruhi oleh

perjalanan menuju ke sungai tersebut.

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu

daerah tertentu (DAS = Daerah Aliran Sungai) dan mengalirkannya ke laut.

Apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas dari suatu

sungai akan menyebabkan debit sungai meningkat. Apabila debit sungai lebih

besar dari kapasitas sungai untuk mengalirkan debit maka akan terjadi luapan

pada tebing sungai sehingga terjadi banjir. Di DAS bagian hulu dimana

kemiringan lahan dan kemiringan sungai besar, atau disuatu DAS kecil

kenaikan debit banjir dapat terjadi dengan cepat, sementara pada sungai-sungai

besar kenaikan debit terjadi lebih lambat untuk mencapai debit puncak

(Triatmodjo, 2008).

Air yang mengalir dalam saluran atau sungai dapat berasal dari aliran

permukaan atau dari air tanah yang merembes didasar sungai. Kontribusi air

tanah pada aliran sungai disebut aliran dasar (baseflow), sementara total aliran

disebut debit (runoff). Air yang tersimpan di waduk, danau dan sungai disebut

air permukaan (surface water) (Suripin, 2004).

Page 2: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

9

2. Perilaku Sungai

Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah.

Akan tetapi disamping fungsinya sebagai saluran drainase (alam) dan dengan

adanya air yang mengalir di dalamnya, sungai menggerus tanah dasarnya

secara terus-menerus sepanjang masa exsistensinya dan terbentuklah lembah-

lembah sungai. Volume sedimen yang sangat besar yang dihasilkan dari

keruntuhan tebing-tebing sungai di daerah pegunungan dan tertimbun di dasar

sungai tersebut, terangkut ke hilir oleh aliran sungai. Karena di daerah

pegunungan kemiringan sungainya curam, gaya tarik aliran airnya cukup besar.

Tetapi setelah aliran sungai mencapai dataran, maka gaya tariknya sangat

menurun. Dengan demikian beban yang terdapat dalam arus sungai berangsur-

angsur diendapkan. Karena itu ukuran butiran sedimen yang mengendap di

bagian hulu sungai lebih besar dari pada di bagian hilirnya.

3. Alur Sungai

Suatu alur sungai dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Bagian Hulu

Bagian hulu sungai merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya

alur sungai melalui daerah pegunungan, bukit, atau lereng gunung yang

kadang-kadang mempunyai ketinggian yang cukup besar dari muka air laut.

Alur sungai dibagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih

besar dari pada bagian hilir.

b. Bagian Tengah

Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir.

Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih

kecil dari pada bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah keseimbangan

antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari musim ke

musim.

c. Bagian Hilir

Alur sungai dibagian hilir biasanya melalui dataran yang mempunyai

kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan alirannya lambat.

Keadaan ini sangat memudahkan terbentuknya pengendapan atau sedimen.

Page 3: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

10

Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur,

endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat labil.

B. Daerah Aliran Sungai

1. Pengertian Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik

dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan

air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama

(Asdak, 2002). Dengan demikian, DAS dapat dipandang sebagai suatu unit

kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai.

Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat

memisahkan dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan di masing-

masing DAS. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air

(catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya

terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya

manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.

2. Bentuk Daerah Aliran Sungai

Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah

alirannya. Bentuk suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh terhadap

kecepatan terpusatnya air. Secara umum bentuk daerah aliran sungai dibedakan

menjadi 4 macam (Sosrodarsono, 1976) :

a. Daerah aliran radial

Daerah aliran radial adalah daerah aliran sungai yang berbentuk seperti

kipas atau lingkaran dimana anak-anak sungainya mengkonsentrasi di suatu

titik secara radial. Daerah aliran sungai yang demikian mempunyai banjir

yang besar di dekat titik pada pertemuan anak-anak sungai.

b. Daerah aliran sejajar (pararel)

Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran bersatu di

bagian hilir Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai

c. Daerah aliran kompleks

Dalam keadaan yang sesungguhnya kebanyakan sungai-sungai tidaklah

Page 4: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

11

sesederhana sebagaimana uraian diatas, akan tetapi merupakan perpaduan

dari ketiga tipe tersebut. Daerah aliran yang demikian dinamakan daerah

aliran kompeks.

d. Daerah aliran bulu burung (memanjang)

Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir

ke sungai utama dengan jarak tertentu disebut daerah aliran bulu burung.

Daerah aliran yang demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh

karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya

banjir berlangsung agak lama.

Gambar 3.1. Bentuk-bentuk DAS, (a) Bentuk Radial, (b) Bentuk Pararel, (c) Bentuk Kompleks (d) Bentuk Bulu Burung (Sumber : Sosrodarsono, 1976)

C. Curah Hujan

Presipitasi merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan

uap air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfir ke bumi dalam segala

bentuknya dalam rangkaian siklus hidrologi. Jika air yang jatuh berbentuk cair

disebut hujan (rainfall) dan jika berupa padat disebut salju (snow) (Suripin, 2004).

Hujan berasal dari uap air yang berada di atmosfir, sehingga bentuk dan

jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan

tekanan atmosfir. Uap tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan

terjadi kondensasi menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh

sebagai hujan.

Page 5: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

12

Hujan merupakan sumber dari semua air yang mengalir di sungai. Jumlah

dan variasi debit sungai tergantung pada jumlah, intensitas dan distribusi hujan.

Terdapat hubungan antara debit sungai dan curah hujan yang jatuh pada suatu

DAS. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung maka

intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin

tinggi pula intensitasnya (Triatmodjo, 2008).

Hujan merupakan faktor terpenting dalam analisis hidrologi. Karakteristik

hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan perencanaan hidrologi meliputi

(Suripin, 2004) :

1. Intensitas (i) adalah laju hujan atau sama dengan tinggi air per satuan waktu,

misalnya mm/menit, mm/jam, atau mm/hari.

2. Lama waktu (duration, t) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan pada saat

hujan turun yang dinyatakan dalam menit atau jam.

3. Tinggi hujan (d) adalah jumlah atau banyaknya hujan yang terjadi selama

durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar,

dalam mm.

4. Frekuensi adalah frekuensi kejadian dan biasanya dinyatakan dengan kala

ulang (return period, T), misalnya sekali dalam 2 tahun (T = 2).

5. Luas adalah luas geografis daerah sebaran hujan.

D. Analisa Hidrologi

1. Uji Abnormalitas

Dari hasil perhitungan curah hujan daerah harian maksimum, maka data

yang diperoleh perlu diuji untuk mengetahui adanya data curah hujan yang

abnormal. Data yang di uji dalam uji abnormalitas adalah data curah hujan

yang terbesar dan yang terkecil.

Uji tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Iway

(Sosrodarsono, 1983), sebagai berikut :

Log (Xε + b) = Log ( Xo + b) ± γε Sx ..................................................... (1)

Adapun prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut :

Page 6: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

13

a. Data curah hujan daerah harian maksimum yang ada dirangking dari kecil

ke besar, singkirkan nilai terkecil dan terbesar kemudian dilogaritmakan.

b. Menghitung Xo, dengan persamaan :

n

LogXLogX

n

ii

o

∑== 1 ................................................................................ (2)

c. Menghitung harga b, dengan persamaan :

m

bb

n

ii∑

== 1 .......... ............................................................................. (3)

( )tso

otsi XXX

XXXb

+−−

=2

. 2

............................................................................. (4)

10nm = ; angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat) ................... (5)

d. Menghitung Xo, dengan persamaan :

( )bXLogX oo += ..................................................................................... (6)

( )

n

bXLogn

ii∑

=

+= 1 ................................................................................ (7)

e. Menghitung X2, dengan persamaan :

( )[ ]

n

bXLogX

n

ii∑

=

+= 1

2

2 ........................................................................ (8)

f. Menghitung derajat standar deviasi (Sx) dengan persamaan :

( )22ox XXS −= .................................................................................... (9)

g. Menentukan harga batas untuk penyingkiran (εo) :

εo = 1 – (1 – βo)1/n ............................................................................ (10)

h. Menentukan laju abnormalitas (ε)

Cara perhitungan harga abnormal didasarkan pada nilai γε yang diperoleh

untuk abnormal (Xε) yang diperiksa, kemudian membandingkan laju

abnormalitas (ε) dengan harga batas untuk penyingkiran (εo). Jika Laju

Page 7: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

14

abnormalitas (ε) dari harga yang diperiksa (Xε) tidak lebih kecil dari harga

batas untuk penyingkiran (εo), maka harga yang diperiksa (Xε) tidak dapat

disingkirkan.

Keterangan :

Xo = data curah hujan daerah harian maksimum setelah

dirangking (mm)

n = jumlah data yang digolongkan

Xε = data curah hujan yang diuji (mm)

βo = laju resiko (1% - 5%), biasanya diambil 5%

Sx = derajat standar deviasi

γε = laju abnormalitas

εo = harga batas untuk penyingkiran

ε = laju abnormalitas

Xs = data terbesar

Xt = data terkecil

b = harga limit bawah (untuk harga b yang kecil maka untuk

mempermudah perhitungan dapat diambil b = 0).

2. Curah Hujan Rancangan

Curah hujan rancangan adalah curah hujan yang terjadi pada suatu daerah

dengan periode ulang tertentu. Dalam perhitungan curah hujan rancangan

digunakan analisis frekuensi, akan tetapi sebelum menggunakannya perlu

dikaji parameter statistik yang berkaitan dengan analisis frekuensi. Adapun

pengujian parameter statistik analisis frekuensi adalah sebagai berikut

(Soewarno, 1995) :

a. Menghitung parameter statistik Cs, Cv, Ck untuk menentukan pemilihan

agihan frekuensi. Syarat untuk EJ. Gumbell, Ck = 5,40 dan Cs = 1,14, Log

Pearson III harga Cs dan Cvnya bebas, dan untuk Log Normal Cs = 0,00. b. Setelah diketahui agihan frekuensinya, maka sebaran data dapat diuji

dengan metode Chi-Square dan metode Smirnov Kolmogorof Test.

Page 8: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

15

3. Pemilihan Agihan Frekuensi

Adapun langkah-langkah dalam pemilihan agihan frekuensi adalah

(Subarkah, 1980):

1. Menghitung curah hujan maksimum rerata dengan persamaan :

∑=

=n

iio X

nX

1

1 ....................................................................................... (11)

2. Menghitung simpangan baku, dengan persamaan :

( )

11

2

−=∑=

n

XXS

n

ioi

x .............................................................................. (12)

3. Menghitung parameter statistik yang meliputi koefisien

skewness/penyimpangan (Cs), koefisien varians (Cv) dan koefisien kurtosis

(Ck) dengan persamaan :

( )

( )( ) 31

3

21 x

n

ioi

s Snn

XXnC

−−

−=∑= ............................................................................ (13)

( )

( )( )( ) 31

42

321 x

n

ioi

k Snnn

XXnC

−−−

−=

∑= .................................................................... (14)

o

xv X

SC = ......................................................................................... .... (15)

4. Berdasarkan harga Cs, Ck dan Cv yang diperoleh maka dapat ditentukan

agihan frekuensi yang akan digunakan.

Keterangan :

Xi = curah hujan (mm)

Xo = curah hujan rata-rata (mm)

n = jumlah data

Sx = standar deviasi

Cs = koefisien skewnes/ penyimpangan

Cv = koefisisen varians

Ck = koefisien kurtoris

Page 9: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

16

4. Pengujian Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Setelah diketahui jenis distribusi frekuensi yang dipilih, maka perlu

dilakukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fit

test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang

diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter

yang sering digunakan adalah Chi Square Test dan Smirnov Kolmogorov Test

(Suripin, 2004).

Umumnya pengujian dilakukan dengan cara menggambarkan data pada

kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus

(plotting data dari hasil pengamatan pada kertas probabilitas Gumbell atau Log

Person III. Adapun tahapan pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Data curah hujan harian maksimum tiap tahun dirangking dari kecil ke besar

atau sebaliknya.

b. Hitung peluang dengan persamaan Weibull :

( )1100

+=

nmP ........................................................................... (16)

dimana :

P = probabilitas (%)

m = nomor urut data

n = banyak data

c. Plot data curah hujan versus peluang

d. Plot persamaan Gumbell atau Log Person III (sesuai sebarannya), maka

dengan mengambil dua besaran dapat ditarik sesuai garis durasi.

Untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan uji kesesuaian distribusi

frekuensi, sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

a. Uji Chi - Square (X2) Test

Uji chi square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan

distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik

sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan

parameter X2. Parameter X2 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Page 10: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

17

( )Ef

OfEfK

ihX2

1

2 −∑==

.............................................................................(17)

K= 1 + 3,322 x log n ...............................................................................(18)

Derajat Bebas (Number of degrees Freedom) = K – h – 1 ......................(19)

Ef = Banyaknya Data

Jumlah Kelas ....................................................................(20)

dimana :

X²h = Harga chi square hasil hitungan

Of = Nilai yang diamati (nilai teoritis)

Ef = Nilai yang diharapkan

K = Jumlah Kelas

n = p = probabilitas = 99,9 %

h = Jumlah parameter = 2 (nilai h = 2, untuk distribusi normal dan

binomial, dan nilai h = 1 untuk distribusi poisson).

Taraf Signifikan (α) = 10 %

Page 11: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

18

Tabel 3.1. Hubungan antara Derajat Nyata (α) dengan Derajat

Kebebasan (dk) untuk Uji Chi Square Derajat Derajat nyata (level of significance, α)

Kebebasan 0,200 0,100 0,050 0,010 0,001

(dk)

1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827

2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,815

3 4,642 6,251 7,815 11,345 16,268

4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465

5 7,289 9,236 11,070 15,086 20,517

6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457

7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322

8 11,030 13,362 15,507 20,090 26,425

9 12,242 14,684 16,919 21,666 27,877

10 13,442 15,987 18,307 23,209 29,588

11 14,631 17,275 19,675 24,725 31,264

12 15,812 18,549 21,026 26,217 32,909

13 16,985 19,812 22,362 27,688 34,528

14 18,151 21,064 23,685 29,141 36,123

15 19,311 22,307 24,996 30,578 37,697

16 20,465 23,542 26,296 32,000 39,252

17 21,615 24,769 27,587 33,409 40,790

18 22,760 25,989 28,869 34,805 42,312

19 23,900 27,204 30,144 36,191 43,820

20 25,038 28,412 31,410 37,566 45,315

21 26,171 29,615 32,671 38,932 46,797

22 27,301 30,615 33,924 40,289 48,268

23 28,429 32,007 35,172 41,638 49,728

24 29,553 33,196 36,415 42,980 51,179

25 30,675 34,382 37,652 44,314 52,620

26 31,795 35,563 38,885 45,642 54,052

27 32,912 36,741 40,113 46,963 55,476

28 34,027 37,916 41,337 48,278 56,893

29 35,139 39,087 42,557 49,588 58,302

30 36,250 40,256 43,773 50,892 59,703

Sumber : Soewarno, 1995

Page 12: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

19

Interpretasi hasil dari uji chi square adalah :

1) Apabila peluang lebih besar dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis

yang digunakan dapat diterima.

2) Apabila peluang lebih kecil 1%, maka persamaan distribusi teoritis

yang digunakan tidak dapat diterima.

3) Apabila peluang berada diantara 1 - 5% adalah tidak mungkin

mengambil keputusan, misal perlu penambahan data.

b. Uji Smirnov Kolmogorov

Dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk setiap

variasi dan distribusi empiris dan teoritis, sehingga diperoleh perbedaan (Δ)

tertentu. Plotting data sama dengan langkah-langkah plotting pada uji chi

square, dengan persamaan smirnov kolmogorov :

(Pmax | Pe –Pt | ) < ΔCr, α ..................................................................... (21)

Apabila harga Δmax yang terbaca pada kertas peluang < A Cr yang

diperoleh dari tabel Δ kritis untuk suatu derajat signifikan (α), maka dapat

disimpulkan bahwa distribusi frekuensi yang dipilih dapat digunakan.

Tabel 3.2. Harga Kritis (Cr) untuk Smirnov Kolmogorov

n α

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,18 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

n > 50

Sumber : Soewarno, 1995 n07.1

n22.1

n36.1

n63.1

Page 13: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

20

Pada umumnya taraf signifiksi atau derajat nyata (α) diambil sebesar

5% dengan asumsi bahwa 5 dari 100 kesimpulan kita akan menolak hipotesa

yang seharusnya kita terima atau kira-kira 95% konfiden bahwa kita telah

membuat kesimpulan yang benar.

E. Analisa Debit Banjir Rancangan Menggunakan Data Curah Hujan

dengan Persamaan Rasional

Persamaan yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran

puncak (debit banjir atau debit rencana) yaitu persamaan Rasional USSCS

(1973). Metode ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang

dari 300 ha (Goldman et.al., 1986).

Persamaan Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya

digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge)

(Wanielista, 1990). Persamaan Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi

bahwa curah hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di

seluruh daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu

konsentrasi (tc) (Suripin, 2004). Persamaan matematik persamaan Rasional

adalah sebagai berikut :

Q = 0,278.C.I.A ............................................................................ (22)

Keterangan :

Q = Debit banjir puncak (m3/detik)

C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan rata-rata selama waktu kosentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran sungai (km2)

Beberapa hal yang membatasi persamaan Rasional antara lain :

1. Debit puncak banjir untuk intensitas hujan tertentu akan maksimum bila

durasi hujan tersebut lebih lama dari waktu kosentrasi;

2. Periode ulang banjir sama dengan periode ulang hujan (kenyataan di

lapangan belum tentu), untuk itu hanya disarankan digunakan untuk

DAS kecil agar periode ulang banjir sama dengan periode ulang hujan;

3. Koefisien aliran dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan;

Page 14: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

21

4. Hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu

lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.

Untuk menghitung debit banjir rancangan dengan persamaan Rasional

terlebih dahulu harus ditentukan :

a. Waktu Tiba Banjir (Tc)

b. Intensitas Hujan (I)

c. Koefisien Pengaliran (C)

1. Waktu Tiba Banjir (Tc)

Waktu tiba banjir adalah selang waktu antara permulaan hujan dan saat

pada seluruh areal daerah aliran ikut berperan pada pengaliran sungai atau

waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh di titik terjauh dari daerah

pengaliran untuk mencapai titik yang ditinjau.

Beberapa rumus yang digunakan untuk menghitug waktu tiba banjir

adalah :

1. Rumus Bayern

Tc = L/W .............................................................................(23)

W = 72 . (H/L)0,6 (km/jam) .........................................(24)

W = 20. (H/L)0,6 (m/det) .........................................(25)

2. Persamaan Bransby – Williams

Tc = 0,975 . L / (A0,1 . i0,2) (jam) ...............................(26)

3. Persamaan Mc Dermot

Tc = 0,76 . A 0.38 (jam) ................................................................(27)

4. Persamaan Kirpich (1940)

Tc = ((0,87 x L2) / (1000 x S))0,385 ...............................................(28)

Keterangan :

Tc = Waktu tiba banjir (jam)

H = Beda tinggi antara titik yang ditinjau dengan titik yang terjauh dari

alur sungai (m)

Page 15: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

22

L = Panjang alur sungai dari titik yang terjauh sampai titik yang ditinjau

(km)

W = Kecepatan rambat banjir (km/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

S = Kemiringan dasar sungai rata-rata

2. Intensitas Hujan

Perhitungan debit banjir dengan metode Rasional memerlukan data

intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan

yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi

(Loebis, 1992). Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan

satuan mm/jam.

Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang

tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah

yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan

intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang.

Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang

terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan

ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987). Menurut Loebis (1992)

intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian

(mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut :

I = �R2424� �24

T�

2/3............................................................................... (29)

Dengan :

I = Intensitas hujan untuk lama hujan t (mm/jam)

R24 = Curah hujan (mm/hari)

T = Lamanya curah hujan (jam)

Pada persamaan ini hujan harian maksimum yang digunakan dalam hujan

rancangan berdasarkan kala ulang tertentu yang diperoleh dari metode

Page 16: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

23

distribusi data, dengan demikian intensitas hujan didapat juga berdasarkan

kala ulang tertentu.

3. Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas

melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu

daerah (Eripin, 2005). Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin

tinggi nilai koefisien pengalirannya. Harga koefisien aliran berbeda – beda

dan sulit ditentukan secara tepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

koefisien limpasan adalah : kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan,

tanaman penutup tanah dan intensitas hujan.

Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil

perhitungan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan

pengalaman hidrologi yang luas. Nilai C berkisar antara 0 – 1. Nilai C = 0

menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam

tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir

sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan

semakin rusak suatu DAS maka harga C semakin mendekati satu (Kodoatie

dan Syarief, 2005).

Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau

prosentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan

intensitas hujan. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan

perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di

dalam sungai, terutama kelembaban tanah. Koefisien limpasan (C), dapat

diperkirakan dengan meninjau tata guna lahan.

Harga C berubah – ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan

dari faktor – faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam

sungai, seperti :

1. Tipe hujan,

2. Intensitas hujan dan lama waktu hujan,

3. Topografi dan geologi,

4. Keadaan tumbuh-tumbuhan,

Page 17: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

24

5. Perubahan-perubahan karena pekerjaan manusia, dan lain – lain.

Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan

koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah

koefisien DAS yang dapat dihitung dengan persamaan berikut (Suripin,

2004):

AiAiCiC

n

i

.1=∑=

............................................................................................. (30)

dimana :

Ai = Luas lahan dengan jenis penutup tanah i

Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i

n = Jumlah jenis penutup lahan.

Tabel 3.3. Nilai Koefisien Aliran Untuk Berbagai Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan atau Bentuk

Struktur Nilai C (%)

Hutan Tropis < 3

Hutan Produksi 5

Semak Belukar 7

Sawah-sawah 15

Daerah Pertanian, Perkebunan 40

Daerah Permukiman 70

Jalan Aspal 95

Bangunan Padat 70 - 90

Bangunan Terpencar 30 - 70

Atap Rumah 70 - 90

Jalan Tanah 13 - 50

Lapis Keras Kerikil Batu Pecah 35 - 70

Lapis Keras Beton 70 - 90

Taman, Halaman 5 - 25

Tanah Lapang 10 - 30

Kebun, Ladang 0 - 20

Sumber : Soewarno, 2000

Page 18: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

25

Tabel 3.4. Koefisien Pengaliran Untuk Penggunaan Secara Umum

Tipe Daerah Aliran Jenis Tanah Harga C

Perumputan Tanah pasir, datar, 2 % 0,05 - 0,10

Tanah pasir, rata-rata 2 - 7 % 0,10 - 015

Tanah pasir, curam, 7 % 0,15 - 0,20

Tanah gemuk, datar, 2 % 0,13 - 0,17

Tanah gemuk, rata-rata 2 - 7 % 0,18 - 0,22

Tanah gemuk, curam 7 % 0,25 - 0,35

Business Daerah kota lama 0,75 - 0,95

Daerah pinggiran 0,50 - 070

Perumahan Daerah "Single Family" 0,30 - 0,50

"Multi Units", terpisah-pisah 0,40 - 0,60

"Multi Units", tertutup 0,60 - 0,75

"Suburban" 0,25 - 0,40

Daerah rumah-rumah apartemen 0,50 - 0,70

Industri Daerah ringan 0,50 - 0,80

Daerah berat 0,60 - 0,90

Jalan Beraspal 0,70 - 0,95

Beton 0,80 - 0,95

Batu 0,70 - 0,85

Pertamanan, kuburan 0,10 - 0,25

Tempat bermain 0,20 - 0,35

Halaman kereta api 0,20 - 0,40

Daerah yang tidak dikerjakan 0,10 - 0,30

Untuk berjalan dan naik kuda 0,75 - 0,85

Atap 0,75 - 0,95

Sumber : Subarkah, 1980

Page 19: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

26

Tabel 3.5. Koefisien Limpasan Berdasarkan Fungsi Lahan

Tata Guna Lahan Karakteristik Koefisien

Limpasan (C)

Pusat bisnis dan perbelanjaan - 0,90

Industri Penuh 0,80

Perumahan kepadatan sedang -tinggi 20 rumah /Ha 0,48

30 rumah /Ha 0,55

40 rumah /Ha 0,65

60 rumah /Ha 0,75

Sawah - 0,15

Kolam Daerah datar 0,20

Kebun campuran - 0,10

Sumber : Haryono, 1999.

Tabel 3.6. Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor C

1 Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,00

2 Sawah 0,01

3 Tegalan 0,70

4 Ubikayu 0,80

5 Jagung 0,70

6 Kedelai 0,399

7 Kentang 0,40

8 Kacang tanah 0,20

9 Padi 0,561

10 Tebu 0,20

11 Pisang 0,60

12 Akar wangi (sereh wangi) 0,40

13 Rumput bede (tahun pertama) 0,287

14 Rumput bede (tahun kedua) 0,002

Page 20: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

27

15 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,20

16 Talas 0,85

17 Kebun campuran 0,10

18 Kerapatan sedang 0,20

19 Kerapatan rendah 0,50

20 Perladangan 0,40

21 Hutan alam: serasah banyak 0,001

22 Serasah kurang 0,005

23 Hutan produksi: tebang habis 0,50

24 Tebang pilih 0,20

25 Semak belukar/padang rumput 0,30

26 Ubi kayu + kedelai 0,181

27 Ubi kayu + kacang tanah 0,195

28 Padi - Sorgum 0,345

29 Padi - Kedelai 0,417

30 Kacang tanah + gude (tanaman polongan) 0,495

31 Kacang tanah + kacang tunggak 0,571

32 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

33 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0,096

34 Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0,128

35 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,259

36 Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0,377

37 Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 0,079

38 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357

39 Alang-alang murni subur 0,001

Sumber : Kironoto, 2003

Page 21: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

28

Tabel 3.7. Harga Koefisien Limpasan (C)

Penutupan Lahan Harga C

Hutan Lahan Kering Sekunder 0,03

Belukar 0,07

Hutan Primer 0,02

Hutan Tanaman Industri 0,05

Hutan Rawa Sekunder 0,15

Perkebunan 0,4

Pertanian Lahan Kering 0,1

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 0,1

Pemukiman 0,6

Sawah 0,15

Tambak 0,05

Terbuka 0,2

Perairan 0,05

Sumber : Kodoatie dan Syarief, 2005

F. Pengukuran Debit Sungai

Data debit diperlukan dalam studi-studi untuk menentukan volume aliran

atau perubahan-perubahannya yang diakibatkan oleh bangunan-bangunan yang

dibuat di sungai oleh manusia. Karena besarnya debit sama dengan luas

penampang basah dikalikan kecepatan arus maka pengukurannya diarahkan pada

kedua faktor tersebut (Soemarto, 1995) :

1. Pengukur Duga Air

Karena sulitnya untuk mengukur debit, maka data primer yang dapat

dikumpulkan di pos pengukur debit adalah duga air. Cara yang paling

sederhana untuk mengukur duga air adalah dengan menggunakan rambu duga

air (staff gauge), yang merupakan skala yang dipasang sedemikian rupa

sehingga ada bagian yang selalu tenggelam dalam air. Rambu tersebut terdiri

dari skala vertikal tunggal yang ditempelkan pada pilar jembatan, di tiang

Page 22: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

29

pancang, tembok penahan tanah atau konstruksi lain yang mencapai palung

aliran kecil (low water channel) sungai. Jika tidak terdapat konstruksi atau

bangunan yang dapat digunakan untuk menempelkan rambu duga air pada

segala kedalaman, maka dipasang rambu duga air seksional (sectional staff

gauge). Potongan-potongan rambu dipasang pada bangunan yang ada atau pada

konsstruksi khusus yang dibuat sedemikian rupa sehingga setiap potongan

rambu tersebut dapat dibaca atau diamati.

2. Pencatat Duga Air Otomatis (Automatic Water Level Recorder)

Pencatat duga air otomatis (Automatic Water Level Recorder) memiliki

pelampung yang bergerak akibat perubahan permukaan air sungai yang dicatat

di atas suatu grafik. Alat ini ditempatkan di dalam suatu shelter. Pelampungnya

ditempatkan di dalam pipa casing yang dihubungkan dengan pipa intake ke

sungai agar tidak terganggu oleh benda-benda asing.

3. Pengukur Debit

Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengukur debit sungai yaitu

dengan mengukur kecepatan arus dapat dilakukan dengan menggunakan

pelampung atau alat pengukur kecepatan (current meter). Jika digunakan alat

pelampung, pengukur kecepatan arus dapat dilakukan dengan mudah meskipun

permukaan air sungai tinggi. Tempat yang dipilih untuk keperluan ini

merupakan bagian sungai yang lurus dengan perubahan lebar, kedalaman dan

gradient sungai yang kecil. Tiang-tiang pengamatan dipancangkan di dua titik

yang berjarak 50 - 100 m. waktu tempuh pelampung di antara dua buah garis

pengamatan diukur dengan stopwatch.

Setelah itu, debit dapat dihitung dengan cara mengalikan kecepatan dengan

luas penampang basah sungai.

Page 23: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

30

G. Analisa Debit Banjir Rancangan Menggunakan Data Debit Sungai dengan

Metode Distribusi Frekuensi

Masalah banjir sangat berkaitan erat dengan kemanan bangunan-bangunan

persungaian, seperti bendung, bendungan, tanggul dan sebagainya. Pada musim

penghujan debit sungai akan melimpah, sehingga perlu dilakukan suatu analisis

untuk memperhitungkan keamanan bangunan persungaian serta kehidupan dan

fasilitas lain yang dapat terancam keselamatannya (Triatmodjo, 2008).

Tujuan dari analisis frekuensi data debit sungai guna mencari hubungan

antara besarnya kejadian ekstrim (banjir) terhadap frekuensi kejadian dengan

menggunakan distribusi probabilitas. Besarnya kejadian ekstrim (banjir)

mempunyai hubungan terbalik dengan probabilitas kejadian debit sungai,

misalnya frekuensi kejadian debit banjir bandang (sangat besar) adalah lebih kecil

dibanding dengan debit-debit sedang atau kecil. Dengan analisis frekuensi

(distribusi frekuensi) menggunakan data debit sungai maksimum tahunan, yaitu

data terbesar yang terjadi selama satu tahun yang terukur selama beberapa tahun,

dapat diperkirakan besarnya banjir dengan interval kejadian tertentu , seperti 10

tahunan, 100 tahunan, dan frekuensi banjir dengan besar tertentu yang mungkin

terjadi selama suatu periode tertentu (Suripin, 2004).

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah

(Suripin, 2004) :

1. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal adalah simetris terhadap sumbu

vertikal dan fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density

function) yang paling dikenal adalah berbentuk lonceng yang disebut pula

distribusi Gauss. Distribusi normal mempunyai dua parameter yaitu rerata µ

dan deviasi standar σ dari populasi . Dalam praktek, X dan deviasi S

diturunkan dari data sampel untuk menggantikan µ dan σ. Fungsi distribusi

normal mempunyai bentuk sebagai berikut :

Page 24: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

31

( ) ( )

−−= 2

2

2exp

21

SXX

SXp

π∞≤≤∞− X ................................... (31)

dengan :

p(X) = fungsi densitas peluang normal (probabilitas kontinyu)

X = variable acak kontinyu

X = rata-rata nilai X

S = simpangan baku dari nilai X

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan

secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan dan

persamaan umum yang sering digunakan adalah :

SKXX ToT += ............................................................................... (32)

dimana :

SXX

K oTT

−=

................................................................................. (33)

dengan :

XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadinya dengan periode ulang T

tahunan

oX = nilai rata-rata hitungan variat

S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang

Nilai faktor frekuensi KT umumnya tersedia dalam tabel untuk

mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel 3.8 yang umum

disebut sebagai tabel nilai variable reduksi Gauss (variable reduced Gauss).

Page 25: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

32

Tabel 3.8. Nilai Variabel Reduksi Gauss

No. Periode ulang, T

Peluang KT (tahun)

1 1,001 0,999 -3,050

2 1,005 0,995 -2,580

3 1,010 0,990 -2,330

4 1,050 0,950 -1,640

5 1,110 0,900 -1,280

6 1,250 0,800 -0,840

7 1,330 0,750 -0,670

8 1,430 0,700 -0,520

9 1,670 0,600 -0,250

10 2,000 0,500 0,000

11 2,500 0,400 0,250

12 3,330 0,300 0,520

13 4,000 0,250 0,670

14 5,000 0,200 0,840

15 10,000 0,100 1,280

16 20,000 0,050 1,640

17 50,000 0,020 2,050

18 100,000 0,010 2,330

19 200,000 0,005 2,580

20 500,000 0,002 2,880

21 1.000,000 0,001 3,090

Sumber : Suripin, 2004

2. Distribusi Log Normal

Distribusi log normal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random

tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi

distribusi normal. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal,

maka X dikatakan mengikuti distribusi log normal. Fungsi densitas

probabilitas (PDF = probability density function) untuk distribusi log normal

Page 26: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

33

dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai

berikut :

( ) ( )

−−= 2

2

2exp

21

SYY

YSXP

π 0X ............................................. (34)

dengan :

P(X) = peluang log normal

X = nilai variat pengamatan

Y = log X

Y = rata-rata populasi Y

S = deviasi standar nilai variat Y

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang logaritma akan

merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model

matematik dengan persamaan (Soewarno, 1995) :

SKYY TT += ...................................................................................... (35)

dimana :

SYYK T

T−

=

....................................................................................... (36)

dengan :

YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan

Y = nilai rata-rata hitungan variat

S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang.

Page 27: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

34

Hitungan distribusi log normal dilakukan dengan menggunakan tabel

yang sama dengan distribusi normal yaitu tabel 3.8, dimana dapat dihitung

debit banjir puncak dengan periode ulang tertentu.

3. Distribusi Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti

distribusi sudah dikonversi ke dalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan

antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian

distribusi log normal.

Person telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang

dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris dari suatu

distribusi adalah Log Person tipe III (LP III). Tiga parameter penting dalam

Log Person III, yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien

kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama dengan nol, maka distribusi

kembali ke distribusi log normal.

Adapun prosedur penggunaan distribusi Log Person III adalah

(Soewarno, 1995) :

a. Tentukan logaritma dari semua nilai variat X

b. Menghitung harga rerata :

log Xo = ∑=

n

1iiXlog

n1

.......................................................................... (37)

c. Hitung standar deviasi dari log X, dengan persamaan :

S log X = ( )

1n

XlogXlogn

1i

2oi

−∑= .....................................................(38)

d. Hitung koefisien penyimpangan, dengan persamaan :

Cs = ( )

3

n

1i

3oi

2)(n1)(n

XlogXlog

S

n

−−

−∑= ........................................................ (39)

e. Menghitung logaritma dengan persamaan :

log XT = log Xo + KTr . S log X ..................................................... (40)

Page 28: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

35

f. Harga KTr diperoleh dari tabel hubungan antara Cs dengan kala ulang

(tabel 3.9). Dimana nilai KTr adalah variabel standar (standardized

variable) untuk nilai X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan.

Tabel 3.9. Faktor Penyimpangan KTr untuk Log Person III

Waktu Balik (Tahun)

Koef. 1,0101 1,25 2 5 10 25 50 100

Cs Peluang (%)

99 80 50 20 10 4 2 1

3 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051

2,5 -0,799 -0,711 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845

2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705

2 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605

1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499

1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388

1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271

1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149

1 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022

0,9 -1,660 -0,854 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957

0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891

0,7 -1,806 -0,857 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824

0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755

0,5 -1,955 -0,856 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686

0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615

0,3 -2,104 -0,853 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544

0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472

0,1 -2,252 -0,846 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400

0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326

-0,1 -2,400 -0,836 0,017 0,836 1,270 1,716 2,000 2,252

-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178

Page 29: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

36

-0,3 -2,544 -0,824 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104

-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029

-0,5 -2,686 -0,808 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955

-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880

-0,7 -2,824 -0,790 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806

-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733

-0,9 -2,957 -0,769 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660

-1 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588

-1,2 -3,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449

-1,4 -3,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318

-1,6 -3,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197

-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087

-2 -3,605 -0,600 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990

-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905

-2,5 -3,845 -0,518 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799

-3 -4,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667

Sumber : Suripin, 2004

g. Hitung nilai anti log dari XT, untuk mendapatkan curah hujan rancangan

dengan kala ulang T tahun.

Keterangan :

Xi = curah hujan (mm)

XT = curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun (mm)

Cs = koefisien penyimpangan/kemencengan

S log X = standar deviasi

KTr = fungsi Cs terhadap kala ulang

Log Xo = logaritma curah hujan rerata

Log Xi = logaritma curah hujan harian maksimum

Page 30: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

37

4. Distribusi Gumbel

Distribusi gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum,

seperti untuk analisis frekuensi banjir. Gumbel menggunakan harga ekstrim

untuk menunjukkan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3, ……,

Xn mempunyai fungsi distribusi eksponensial ganda. Fungsi densitas

kumulatif dari distribusi Gumbel mempunyai bentuk : )(

)(bXaeeXp

−−−= ................................................................................... (41)

dimana e = 2,7182818…….

Apabila jumlah populasi yang terbatas (sampel), maka dapat didekati dengan

persamaan berikut :

KSXX noT += ....................................................................................(42)

Menghitung nilai K dengan persamaan :

Sn

YnYtK

−= ......................................................................................(43)

Untuk memperoleh nilai XT juga dapat digunakan rumus berikut :

TT Ya

bX 1+=

.......................................................................................(44)

dimana

SS

Xb no −=

........................................................................................(45)

n

n

SSY

a =

........................................................................................(46)

dengan

oX = harga rata-rata sampel

nS = standar deviasi sampel

XT = curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm)

Page 31: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

38

Yt = reduced variate (fungsi periode ulang) yang dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

=

−−Tr

Tr 1lnln

................................................................(47)

Tabel 3.9 memperlihatkan hubungan antara reduced variate dengan

periode ulang

Yn = reduced mean (rata-rata tereduksi) yang tergantung jumlah sampel/data

n (Tabel 3.11)

Sn = reduced standard deviation (standar deviasi tereduksi), tergantung

jumlah sampel/data n (Tabel 3.12)

Sn = simpangan baku

K = faktor penyimpangan Gumbel

Xo = curah hujan maksimum rerata (mm)

Tabel 3.10. Reduced Variate, Yt sebagai Fungsi Periode Ulang

Kala Ulang

(Tahun)

Faktor

Reduksi (Yt)

Kala Ulang

(Tahun)

Faktor

Reduksi (Yt)

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

Sumber : Suripin, 2004

Page 32: Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

39

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220

20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353

30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.8396 0.5403 0.5410 0.5418 0.5424 0.5436

40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481

50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518

60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545

70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567

80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585

90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599

100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5610 0.5611

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,108

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,148 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,159

50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,177 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,189 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,193

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,198 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,202 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,206

100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2097 1,209 1,2093 1,2096

Tabel 3.11. Reduced Mean (Yn)

Sumber : Suripin, 2004

Tabel 3.12. Reduced Standard Deviation (Sn)

Sumber : Suripin, 2004