tinjauan yuridis pengajuan kasasi oleh terdakwa … file(studi perkara penggunaan surat palsu dalam...
Post on 16-May-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA
DENGAN ALASAN HUKUM BAHWA SAKSI A CHARGE BERSIFAT
UNUS TESTIS NULLUS TESTIS DAN RELEVANSINYA DENGAN ASAS
IN DUBIO PRO REO DALAM IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP
(Studi Perkara penggunaan surat palsu dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 2175 K/Pid/2007)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
NANANG FAO RINO
NIM. E0006182
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN
ALASAN HUKUM BAHWA SAKSI A CHARGE BERSIFAT UNUS TESTIS
NULLUS TESTIS DAN RELEVANSINYA DENGAN ASAS IN DUBIO PRO REO
DALAM IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP (Studi Perkara penggunaan surat
palsu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175 K/Pid/2007)
Oleh
NANANG FAO RINO
NIM. E0006182
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 17 Januari 2013
Dosen Pembimbing
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Bambang Santoso, S.H., M.Hum
NIP. 19620209 198903 1 001
Muhammad Rustamaji S.H., M.H
NIP. 19821008 200501 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (skripsi)
TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN
ALASAN HUKUM BAHWA SAKSI A CHARGE BERSIFAT UNUS TESTIS
NULLUS TESTIS DAN RELEVANSINYA DENGAN ASAS IN DUBIO PRO REO
DALAM IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP (Studi Perkara penggunaan surat
palsu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175 K/Pid/2007)
DISUSUN OLEH
Nanang Fao Rino
NIM : E0006182
Penulisan Hukum ini telah diterima dan dipertahankan Oleh Dewan Penguji
Penulisan Hukum (Skripsi)Fakultas Hukuk Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Selasa
Tanggal : 29 Januari 2013
DEWAN PENGUJI
1. Kristiyadi, S.H., M.H. : (…………………………)
Ketua
2. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. : (…………………………)
Sekertaris
3. Edy Herdyanto, S.H., M.H. : (…………………………)
Anggota
MENGETAHUI
DEKAN
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.H.
NIP. 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Nanang Fao Rino
NIM : E0006182
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
“TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN
ALASAN HUKUM BAHWA SAKSI A CHARGE BERSIFAT UNUS TESTIS
NULLUS TESTIS DAN RELEVANSINYA DENGAN ASAS IN DUBIO PRO
REO DALAM IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP (Studi Perkara
penggunaan surat palsu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175
K/Pid/2007)” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya
dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum
(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 17 Maret 2013
yang membuat pernyataan
Nanang Fao Rino
NIM.E0006182
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Lakukan yang terbaik maka kamu akan mendapatkan yang terbaik untukmu
(Nanang Fao Rino.)
Forgive your enemy but never forget their names
(John F. Kennedy)
Lihatlah kedua telapak tanganmu makan akan kamu lihat seluruh garis-garis
yang ada dalam telapak tanganmu.
Garis yang akan menentukan nasibmu, rezekimu, dan jodohmu.
Ketika kamu melihat lebih jauh lebih dalam kedalam kedua telapak tanganmu,
maka kamu tau bahwa sebenarnya nasibmu, rezekimu, dan jodohmu ada dalam
genggamanmu sendiri, jadi berusahalah dengan tanganmu sendiri.
Karena semua perjalanan yang akan kamu tempuh dalam genggamanmu sendiri.
(Nanang Fao Rino)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini didedikasikan kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Penelitian
Hukum ini .
2. Bapak Sukimin dan Ibu Tatik Rubyati serta adikku tercinta Alfonsus
Angga Dwi Prayoga yang selama ini telah memberi kasih sayang dan doa
serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian
Hukum ini.
3. Bapak Edy Herdyanto yang senantiasa memberikan nasihat dan motivasi
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini
dengan baik.
4. Sahabatku dan adik-adikku yang senantiasa memberikan semangat dalam
penulisan hukum ini. Raharjo Kurniawan, Mega Anjar sari, Lukmanu
Kurnia, Rizka amalia, Rennyza Harsyahni, Puraditya SK, Ericko
Priambodo, Cristian, Irma Okta Yunitasari, Yogi Aditya, dan Margi
Wicaksono.
5. Keluarga besar angkatan 2006, keluarga besar MCC FH UNS yang telah
menjadi bagian keluarga, terimakasih atas pengertian dan dukungannya.
6. Keluarga besar Laboratorium seni Teater Delik yang akan selalu menjadi
sedulur-sedulurku.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan
hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala
kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan
kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.
8. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Nanang Fao Rino. E 0006182. TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI
OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN HUKUM BAHWA SAKSI A CHARGE
BERSIFAT UNUS TESTIS NULLUS TESTIS DAN RELEVANSINYA DENGAN
ASAS IN DUBIO PRO REO DALAM IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP
(Studi Perkara penggunaan surat palsu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor:
2175 K/Pid/2007). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan
Hukum (Skripsi). 2013.
Penulisan hukum yang berjudul Tinjauan Yuridis Pengajuan Kasasi Oleh Terdakwa
dengan Alasan Hukum Bahwa Saksi A Charge Bersifat Unus Testis Nullus Testis dan
Relevansinya dengan Asas In Dubio Pro Reo Dalam Impelementasi Pasal 183 KUHAP.
Penulisan hukum ini termasuk penelitian hukum normatif, bersifat preskiptif dengan
menggunakan sumber bahan- bahan hukum, baik yang berupa bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah
dengan cara studi kepustakaan melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan,
buku, dan dokumen lain yang mendukung, diantaranya Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2175/K/PID/2007. Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan analisis
dengan metode silogisme yang berpangkal dari penalaran pengajuan premis mayor yaitu
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Premis Minor yaitu Putusan Mahkamah
Agung Nomor 2175/K/PID/2007 dari kedua hal tersebut kemudian ditarik sebuah
penalaran mengenai alasan pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan saksi a charge
bersifat unus testis nullus testis dan bagaimana relevansinya dengan asas in dubio pro reo
dalam implementasi pasal 183 KUHAP.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diperoleh bahwa terhadap
adanya alasan pengajuan kasasi oleh terdakwa dengan alasan bahwa saksi a charge
bersifat unus testis nullus testis tidak memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 183
KUHAP sebagai syarat minimum pembuktian. Karena berdasarkan fakta hukum dalam
persidangan ditemukan bahwa terdapat kekurangan dalam penggunaan alat bukti oleh
terdakwa dalam membuktikan kesalahan terdakwa.
Dengan munculnya sifat unus testis nullus testis pada saksi a charge menimbulkan
sebuah permasalahan, dimana dalam minimum pembuktian yang terdapat dalam Pasal
183 KUHAP akan menimbulkan kekurangan alat bukti yang akan menciptakan
ketidakyakinan hakim mengenai bersalah atau tidaknya terdakwa. Mengenai hal tersebut
sesusai asas in dubio pro reo bahwa jika terjadi keragu-raguan mengenai suatu hal
haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa. Jika di hubungkan dengan
Pasal 191 KUHAP maka terdakwa harus diputus bebas karena perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Kata Kunci : Pembuktian, Unus testis Nullus testis, in dubio pro reo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Nanang Fao Rino. E 0006182. JURIDICAL REVIEW SUBMISSIONS of
CASSATION by the DEFENDANT by REASON of the LAW that A CHARGE are
UNUS TESTIS NULLUS TESTIS and RELEVANCE to the PRINCIPLE of IN
DUBIO PRO REO in IMPLEMENTATION OF ARTICLE 183 CODE of
CRIMINAL PROCEDURE (Case study of the use of false papers in Supreme
Court number: 2122 K/Pid/2007)..Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret
University. Law Writing (Thesis). 2011.
The writing of the law entitled the review of Cassation Submissions
Juridical by the defendant by reason of the law That A Charge Are Unus Testis
Nullus Testis and relevance to the principle of In Dubio Pro Reo In
Implementation of article 183 CODE of CRIMINAL PROCEDURE.
The writing of this law including normative legal research, is preskiptif by
using a source of legal materials, either in the form of legal materials of primary
and secondary legal materials. Legal materials collection techniques in this
research is to study how the library through the collection of legislation, books,
and other documents that supports, among others, Supreme Court No.
2122/K/PID/2007. In the writing of this law, the author uses the analysis with the
method of reasoning stem from the syllogism filing major premise that the book of
the law of Criminal Procedure Law and the Minor Premise that the verdict of the
Supreme Court No. 2122/K/PID/2007 from these two things are then pulled a
reasoning as to why the filing of Cassation by the defendant by reason of the
witness of a charge are unus testis nullus testis and how its relevance with the
principle of in dubio pro reo in implementation of article 183 CODE of
CRIMINAL PROCEDURE.
Based on the results of research conducted by the authors retrieved that
against the filing of a reason of Cassation by the defendant on the grounds that
witness a charge are unus testis nullus testis did not meet the conditions contained
in article 183 CODE of CRIMINAL PROCEDURE as a minimum requirement of
proof. Because it is based on the legal facts in the trial found that there were
deficiencies in the use of evidence by the defendant in error proves the defendant.
With the advent of the unus testis nullus testis on a charge raises a
problem, where in the minimum of proof contained in article 183 CODE of
CRIMINAL PROCEDURE would give rise to lack of evidence that will create the
ketidakyakinan judge of the guilt of the accused or not. About the sesusai the
principle of in dubio pro reo that in case of doubt regarding a matter shall be
decided upon things that are favorable to the defendant. If the connect to article
191 CRIMINAL PROCEDURE CODE then the defendant should be terminated
because free Act of didakwakan to the defendant not proven legally and
convincingly.
Keywords: Authentication, Unus Testis Nullus Testis, In Dubio Pro Reo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat
menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS
PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN HUKUM
BAHWA SAKSI A CHARGE BERSIFAT UNUS TESTIS NULLUS TESTIS
DAN RELEVANSINYA DENGAN ASAS IN DUBIO PRO REO DALAM
IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP (Studi Perkara penggunaan surat
palsu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175 K/Pid/2007). Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).
2013.”.
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang apakah alasan pengajuan
kasasi oleh terdakwa dengan alasan saksi a charge bersifat unus testis nullus testis
memenuhi ketentuan Pasal 183 KUHAP dan bagaimana Relevansi saksi a charge
bersifat unus testis nullus testis dengan prinsip in dubio pro reo dalam
implementasi Pasal 183 KUHAP (studi kasus dalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 2175/K/PID/2007). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan besar hati akan
menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di
kemudian hari.
Dengan selesainya penulisan hukum ini maka dengan segala kerendahan hati
penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini :
1. Ibu Prof. Hartiwiningsih S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
dalam penyusunan penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H. yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan penulisan hukum ini.
4. Bapak Kristiyadi, S.H., M.H. selaku Ketua Penguji Skripsi yang telah
memberikan saran dan kritik terhadap penulisan hukum ini.
5. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum. selaku Sekertaris Penguji Skripsi
yang telah memberikan saran dan kritik terhadap penulisan hukum ini.
6. Bapak Syafrudin Yudo W., S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan saran dan nasehat kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah meberikan bekal ilmu
kepada penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
8. Bapak dan Ibu di Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Tata
Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
9. Bapak Sukimin dan Ibu Tatik Rubiyati serta adikku tercinta Angga Dwi
Prayoga yang senantiasa memberikan dukungan baik secara moril maupun
materiil.
10. Keluarga besar angkatan 2006, keluarga besar Teater Delik, MCC FH UNS
yang telah menjadi bagian keluarga, terimakasih atas pengertian dan
dukungannya.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan
Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
Surakarta, Januari 2013
Penulis
Nanang Fao Rino
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.......................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................... ..............iv
HALAMAN MOTTO...................................................................... ................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................... ............... vi
ABSTRAK......................................................................................... .............. vii
KATA PENGANTAR...................................................................... ............... ix
DAFTAR ISI..................................................................................... ............... xi
DAFTAR SKEMA............................................................................ ............... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
E. Metode Penelitian ............................................................... 6
F. Sistematika Penelitian ........................................................ 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................... ............. 10
A. Kerangka Teori..................................................................10
1. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum......................10
2. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti............................13
3. Tinjauan Umum tentang Asas in dubio pro reo..........18
4. Tinjauan Umum tentang Hukum Pembuktian.............20
5. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim…………...25
B. Kerangka Pemikiran..............................................................33
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 35
A. Hasil Penelitian................................................................... .. 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Kasus Posisi ............................................................... 35
2. Dakwaan ..................................................................... 39
3. Putusan ....................................................................... 51
B. Pembahasan ………………………………………………...55
1. Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa dengan alasan Hukum
bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis
Memenuhi Ketentuan Pasal 183 KUHAP...................55
2. Relevansi saksi a charge bersifat unus testis nullus
testis dengan prinsip in dubio pro reo dalam
impelmentasi pasal 183 KUHAP.................................64
BAB IV. PENUTUP ..................................................................................67
A. Simpulan .............................................................................. 67
A. Saran ..................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Halaman
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran .......................................... 29
Gambar 2. Konsep Teori Kehendak John Austin ................................ 39
Gambar 3. Metode Penemuan Hukum Hakim .................................. 43
Tabel 1. Metode Penafsiran dan Argumentasi Hukum……………. 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara hukum, demikian penegasan Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Norma ini
bermakna bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, hukum
merupakan urat nadi seluruh aspek kehidupan. Hukum mempunyai posisi
strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Hukum, sebagai suatu sistem dapat berperan dengan baik dan benar di tengah
masyarakat jika instrumen pelaksanaanya dilengkapi kewenangan-
kewenangan dalam bidang penegakan hukum.
Dalam suatu negara hukum, pemerintah harus menjamin adanya
penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakan hukum
ada tiga unsur yang harus selalu mendapat perhatian, yaitu: keadilan,
kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid) dan kepastian hukum (Sudikno
Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993:1). Sedangkan tujuan pokok dari hukum
adalah terciptanya ketertiban. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya
hukum jika terjadi suatu peristiwa, itulah arti kepastian hukum.
Kepastian hukum merupakan perlindungan justiciable dari tindakan
sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan mendapatkan sesuatu yang
diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum, dengan kepastian hukum maka masyarakat akan lebih tertib.
Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum dan kepastian hukum akan
memungkinkan tercapainya tujuan hukum yang lain yaitu ketertiban
masyarakat. Penegakan hukum pada satu sisi harus ada kepastian hukum juga
diusahakan harus memberi manfaat pada masyarakat, selain menciptakan
keadilan.
Untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, diperlukan baik
norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan, juga aparatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pengemban dan penegak hukum yang profesional, berintegritas, dan disiplin
yang didukung oleh sarana dan prasarana hukum serta perilaku hukum
masyarakat. Oleh karena itu setiap negara hukum termasuk Negara Indonesia
harus memiliki institusi aparat penegak hukum yang berfungsi sebagai
menegakkan keadilan dan menciptakan keadaan yang adil dan tentram. Aparat
penegak hukum tersebut terdiri dari polisi, hakim dan jaksa. Dalam
menjalankan tugasnya mereka mempunyai peran dan tugas masing-masing
yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Kedudukan aparat dalam pelaksanaan peradilan merupakan subsistem
yang mendukung total sistem proses penegakan hukum dalam suatu kesatuan
menyeluruh, sehingga harus dipikirkan langkah-langkah yang menuju suatu
pelembagaan alat-alat kekuasaan penegak hukum dalam suatu pola law
enforcement centre, yaitu suatu lembaga yang menghimpun mereka dalam
sistem penegakan yang terpadu dalam suatu sentra penegakan hukum. Dalam
sentra tadilah berlangsung proses penegakan hukum, mulai dari penyidikan,
penuntutan dan peradilan. Sehingga dalam penertiban aparat, yang pertama
kali dilakukan ialah tindakan pembentukan dan penjernihan fungsi dan
wewenang diantara sesama instansi aparat penegak hukum. Kalau ini sudah
terbentuk dan terjernihkan, baru menyusul pembagian tugas dan wewenang
yang jelas dalam lingkungan interen instansi yang bersangkutan (Yahya
Harahap, 2002: 62).
Kedudukan Hakim sebagai salah satu aparat dalam pelaksanaan
peradilan berperan besar pembentukan hukum (judge made law). Hakim
dalam memeriksa perkara dapat menggunakan konstruksi hukum dalam
rangka pembentukan hukum (judge made law) maupun interpretasi atau
penafsiran dalam rangka mencari dan menemukan hukumnya (rehtcsvinding).
Hakim memegang peranan yang sangat penting. Ia sebagai penegak
hukum dan keadilan, serta pejabat negara yang mempunyai tugas mulia dalam
mewujudkan negara hukum, memberikan kepastian hukum, dan kemanfaatan
bagi masyarakat melalui putusan hukumnya di pengadilan. Seperti diuraikan
sebelumnya, bahwa hukum materiil yang dipergunakan hakim di Pengadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tertentu masih banyak yang belum diwujudkan dalam bentuk Undang-
Undang. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan memutuskan perkara, hakim
harus senantiasa mendasarkan pada hukum yang berlaku dalam arti luas, yang
meliputi; Undang-Undang sebagai hukum positif, kebiasaan yang hidup di
dalam masyarakat, yurisprudensi, serta pendapat para ahli (doktrin hukum).
Kedudukan dan peran hakim dalam menjalankan fungsinya yang luhur
dan mulia untuk hukum dan keadilan melalui badan-badan peradilan, tidaklah
mudah. Mudah diucapkan, namun sukar dilaksanakan. Karena hakim dalam
mengemban amanat tersebut, serta merta terbebas dari godaan-godaan
duniawi. Ironisnya, tidak sedikit hakim yang gagal mengemban amanat serta
kepercayaan yang diletakkan di pundaknya itu, yang selain menciderai rasa
keadilan masyarakat, juga merusak citra, harkat dan martabat peradilan dan
pribadi hakim itu sendiri. Karena putusan yang dibuatnya, jauh bahkan
bertentangan dengan hukum, keadilan dan kebenaran.
Tentu, para pencari keadilan akan sangat kecewa apabila putusan
hakim tersebut tidak rasa keadilan. Lebih-lebih jika tidak ada kepastian hukum
tiada kepastian kapan putusan hakim dijatuhkan dan kapan pula dapat
dilaksanakan. "Justice delayed is justice denied". Kridibilitas semacam inilah
yang kini banyak dipertanyakan.
Apabila dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175
K/Pid/2007 secara lebih dalam, didalamPutusan tersebut dikemukakan alasan
terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan dalam Pengadilan
dalam tingkat banding yang menyatakan terdakwa bersalah.
Terdakwa yang dalam hal ini sebagai pemohon kasasi mengajukan
kasasi dengan alasan bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis.
Anggapan itu didasari terdakwa beranggapan bahwa saksi yang di ajukan oleh
Jaksa Penuntut umum menggunakan surat palsu dalam memberikan
keterangannya, serta hadirnya penyidik sebagai saksi tidak relevan dalam
persidangan tersebut.
Dengan adanya alasan hukum tersebut majelis hakim dalam
pembuktian dalam pemeriksaan sidang memandang bahwa alasan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
tersebut benar adanya, sehingga menilik Pasal 183 KUHAP hakim memutus
bebas dalam tingkat banding. Hal tersebut dikarenakan hakim tidak
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan terdakwalah yang bersalah
melakukan kesalahan.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis
tertarik menelaah lebih lanjut persoalan tersebut dalam penulisan hukum yang
berjudul “TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI OLEH
TERDAKWA DENGAN ALASAN HUKUM BAHWA SAKSI A
CHARGE BERSIFAT UNUS TESTIS NULLUS TESTIS DAN
RELEVANSINYA DENGAN ASAS IN DUBIO PRO REO DALAM
IMPLEMENTASI PASAL 183 KUHAP (Studi Perkara penggunaan
surat palsu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175
K/Pid/2007)”
B. Perumusan Masalah
1. Apakah pengajuan kasasi oleh Terdakwa dengan alasan hukum bahwa
saksi a charge bersifat unus testis nullus testis memenuhi ketentuan Pasal
183 KUHAP?
2. Bagaimana relevansi saksi a charge bersifat unus testis nullus testis
dengan prinsip in dubio pro reo dalam implementasi Pasal 183 KUHAP?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan jelas, tujuan
tersebut adalah untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan
maksud penelitian yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui Apakah pengajuan kasasi oleh Terdakwa dengan
alasan hukum bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis
memenuhi ketentuan Pasal 183 KUHAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Untuk mengetahui relevansi saksi a charge bersifat unus testis nullus
testis dengan prinsip in dubio pro reo dalam implementasi Pasal 183
KUHAP.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah, memperluas wawasan, pengetahuan, dan
kemampuan penulis dalam mengkaji masalah di bidang Hukum Acara
Pidana, terutama menyangkut pengajuan kasasi dan argumentasi
hakim dalam memutus perkara pidana dengan kesesuaian dalam
Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar
akademik Sarjana di bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan ini akan
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam terkait pengembangan ilmu di bidang hukum acara
pidana.
b. Hasil penelitian hukum ini diharapakan dapat menambah referensi dan
literature dalam pengembangkan ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan
penalaran, membantu dan memberikan masukan terhadap berbagai
pihak yang berminat dalam mengkaji masalah yang sama.
b. Diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi berbagai pihak
dalam melakukan penelitian-penelitian sejenis ditahap berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
doktrinal atau disebut juga penelitian hukum normatif. Metode penelitian
hukum normatif merupakan suatu perosedural penelitian ilmiah demi
menemukan fakta atas logika keilmuan hukum yaitu dari sisi normatifnya.
Penelitian hukum doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat
preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter
Mahmud Marzuki, 2006 : 33).
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai
apakah alasan saksi a charge bersifat unus testis nullus testis dan
bagaimana relevansinya dengan asas in dubio pro reo dalam Pasal 183
KUHAP.
2. Sifat Penelitian
Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan.
Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum
menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam
melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Sifat
preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari mengenai
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175 K/Pid/2007 tentang penggunaan
surat palsu.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
menggunakan pendekatan tersebut, penelitian akan mendapatkan informasi
dari berbagai aspek mengenai isu yang coba dicari jawabannya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum
diantaranya pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan
kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),
pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93).
Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu
pendekatan studi kasus (case study). Pendekatan ini dilakukan dengan
menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu-isu yang dihadapi yang
telah menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Meskipun pendekatan kasus ini bermakna empiris, namun dalamsuatu
penelitian normatif kasus tersebut dipelajari untuk mendapatkan gambaran
apakah kasus tersebut berdampak pada dimensi penormaan dalam suatu
aturan hukum dalam praktek hukum (Jhony Ibrahim, 2006:321).
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki
(2006:141) mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum
dalam hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah norma atau
kaidah dasar dalam hukum di Indonesia, yakni :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
3) Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2175 K/Pid/2007
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu
memahami dan menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-
buku, literatur, dokumen resmi, atau karya ilmiah yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan hukum
ini terdiri dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal hukum yang terkait,
dan internet yang mengulas mengenai upaya hukum kasasi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
terdakwa dengan alasan hukum saksi a charge bersifat unus testis
nullus testis dan relevansinya dengan asas in dubio pro reo
dalamimplementasi Pasal183 KUHAP .
5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang dilakukan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah silogisme.Silogisme adalah metode argumentasi yang
di konklusinya diambil dari premis-premis yang menyatakan permasalahan
yang berlainan. Menurut Philipus M. Hudjon mengemukakan bahwa
penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum dan
premis minor merupakan fakta hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47)
F. Sistematika penulisan
Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan,
serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika
penulisan hukum ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu
kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka
teori penulis akan menguraikan tinjauan umum tentang
Upaya Hukum Kasasi, alat bukti, asas indubio pro reo,
pembuktian dan Tindak Pidana Penggunaan Surat Palsu.
Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis akan
menampilkan bagan kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab
permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya :
Pertama, Apakah pengajuan kasasi oleh Terdakwa
dengan alasan hukum bahwa saksi a charge bersifat unus
testis nullus testis memenuhi ketentuan Pasal 163
KUHAP serta bagaimana relevansi saksi a charge
bersifat unus testis nullus testis dengan prinsip in dubio
pro reo dalam implementasi Pasal 183 KUHAP.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat
tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban
atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-
saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum
a. Upaya Hukum Biasa
1) Pemeriksaan Tinggkat Banding
Pemeriksaan banding diatur dalam Pasal 67 KUHAP.
Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa terdakwa atau penuntut
umum berhak untuk memintabanding terhadap putusan pengadilan,
kecuali terhadap putusan bebas atau putusan lepas darisegala
tuntutan hukum, karena kurang tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilandalam acara cepat.
Acara pemeriksaan banding diatur dalam Pasal 233 sampai
dengan 243 KUHAP. Permintaann banding diajukan kepada
Panitera pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 hari setelah
putusan pengadilan ditetapkan dan diberitahukan kepada terdakwa
yang tidak hadir dalamsidang (Pasal 233 ayat (2).
Permintaan banding dapat dicabut oleh pemohon sebelum
diputuskan oleh Hakim Pengadilan Tinggi tetapi setelah dicabut
tidak boleh diajukan lagi. Pengadilan Tinggi memeriksa dan
memutuskan perkara dengan tiga orang Hakim Tinggi.
Putusan Pengadilan Tinggi dapat berupa:
a) menguatkan Putusan Pengadilan Negeri,
b) mengubah Putusan Pengadilan Negeri, dan
c) membatalkan Putusan Pengadilan Negeri
2) Kasasi
Pemeriksaan kasasi diatur dalam Pasal 244 sampai dengan
258 KUHAP. Dasar hukum diadakannya pemeriksaan kasasi
adalah Pasal 10 ayat (3) undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menentukan bahwa terhadap putusan-putusan yang diberikan
tingkat akhir oleh pengadilan-pengadilan lain, kasasi dapat diminta
kepada Mahkamah Agung (sekarang diatur dalam Pasal 11 ayat (2)
huruf a Undang-UndangNomor 4 Tahun 2004).
Hak terdakwa dan penuntut umum untuk kasasi diatur
dalam Pasal 244 KUHAP. Permohonan kasasi dapat diminta
kepada panitera pengadilan yang memutus tingkat pertama dalam
jangka waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan kepada
terdakwa (Pasal 245 ayat (1) KUHAP). Permohonan kasasi dapat
dicabut sebelum ada putusan Mahkamah Agung, tetapi setelah
dicabut tidak boleh diajukan lagi (Pasal 247 KUHAP). Hakim
Agung, bila perlu untuk kepentingan pemeriksaan Mahkamah
Agung, dibenarkan mendengarkan keterangan langsung dan
terbuka dari saksi maupun penuntut umum.
Putusan Mahkamah Agung dapat berupa:
a) menolak Permohonan kasasi, atau
b) mengabulkan permohonan kasasi
Penolakan kasasi karena berbagai hal:
a) aturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya dalam
pemeriksaan sebelumnya;
b) acara pelaksanaan pengadilan tidak dijalankan menurut
ketentuan undang-undang;
c) hakim yang memeriksa dalam pengadilan sebelumnya tidak
berwenang.
b. Upaya Hukum Luar Biasa
1) Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Pada kasasi ini Mahkamah Agung mendapat data dari Jaksa
Agung, karena dialah yang melaporkan atau meminta kasasi.
Sebelumnya, Jaksa Agung menerima laporan dari kejaksaan yang
menurut pandangan mereka ada keputusan pengadilan yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
mempunyai kekuatan hukum tetapi perlu dimintakan kasasi demi
kepentingan umum.
Bertolak dari laporan tersebut, Jaksa Agung dapat
mengetahui adanya putusan pengadilan yang perlu dimintakan
kasasi.
Kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam Pasal 259
sampai dengan 262 KUHAP. Putusan Mahkamah Agung dalam
kasasi tersebut tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan
(Pasal 259KUHAP).
2) Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah
Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap
Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan :
“Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung,
apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam
undang-undang.”
Menurut Penjelasan Pasal tersebut dijelaskan bahwa Yang
dimaksud dengan hal atau keadaan tertentu dalam ketentuan ini
antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau
adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan
hukumnya.
Menurut ketentuan Pasal 28 UU No. 14 Tahun 1985 Jo
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 yang menjelaskan :
(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus:
a. permohonan kasasi;
b. sengketa tentang kewenangan mengadili;
c. permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti
Dalam KUHAP telah diatur mengenai alat bukti yang sah dalam
pemeriksaan pembuktian dalam persidangan perkara pidana. Dimana
pembuktian tersebut akan membantu hakim dalam memeriksa, mengadili
dan memutus suatu perkara. Serta hakim harus secara sungguh-sungguh
memeriksa alat-alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Selain itu juga alat bukti tersebut berguna untuk menambah keyakinan
hakim atau kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan
oleh terdakwa.
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi,
b. Keterangan ahli,
c. Surat,
d. Petunjuk,
e. Keterangan Terdakwa.
Hakim, penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum, terikat
dan terbatas hanya diperbolehkan menggunakan alat-alat bukti itu saja.
Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya
diluar alat bukti yang ditentukan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Dinilai
sebagai alat bukti, dan yang mempunyai “kekuatan pembuktian” hanya
terbatas pada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian di luar alat bukti yang
disebut pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak mempunyai nilai serta
tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat (M. Yahya
Harahap, 2006: 285).
Berdasarkan pada urutan alat-alat bukti dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP maka dapat disimpulkan bahwa dalam perkara yang terutama
suatu tindak pidana dibuktikan dengan alat bukti saksi. Di dalam
melakukan suatu tindak pidana, seseorang akan berusaha menghilangkan
jejaknya. Selanjutnya akan diuraikan alat-alat bukti yang tersebut dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP baik yang berhubungan dengan penerapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
alat-alat bukti itu maupun yang berhubungan dengan kekuatan
pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti tersebut.
a. Keterangan saksi
Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27
KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya itu.
Sedangkan pengertian dari saksi seperti yang telah disebutkan dalam
Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan
ia alami sendiri.
Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat
bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua
pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan
keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan
alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat
bukti keterangan saksi (M. Yahya Harahap, 2006: 286).
Dalam Pasal 185 ayat (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik
pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bukan merupakan keterangan saksi (Andi Hamzah, 2008: 260). Nilai
kekuatan pembuktian keterangan saksi tidak hanya dilihat dari unsur
pengucapan sumpah atau janji saja. Ada syarat yang harus melekat
pada keterangan itu supaya dapat mempunyai nilai sebagai alat bukti
yang sah, mengenai sampai sejauh mana kekuatan pembuktian alat
pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, maupun nilai
kekuatan pembuktian keterangaan saksi dapat diikuti penjelasan
sebagai berikut:
1) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Nilai kekuatan pembuktianya tergantung pada penilaian hakim (M.
Yahya Harahap, 2006: 294-295).
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang
tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak
menentukan sama sekali, tidak mengikat hakim. hakim bebas menilai
kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu, dan dapat
menerima atau menyingkirkannya.
b. Keterangan ahli
Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP telah disebutkan bahwa
keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi, tetapi sulit pula
dibedakan dengan tegas. Di dalam peranannya seorang ahli merangkap
pula sebagai saksi. Isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda,
keterangan seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri
sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian
mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan
mengenai hal-hal itu (Andi Hamzah, 2008: 274).
KUHAP membedakan keterangan seorang ahli dipersidangan
sebagai alat bukti “keterangan ahli” dan keterangan seorang ahli secara
tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti “surat”. Mengenai
kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan ahli pada
prinsipnya yaitu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang
mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan
pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai kekuatan
pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Surat
Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP. Menurut
ketentuan itu, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah
menurut undang-undang ialah (M. Yahya Harahap, 2006: 306), yaitu:
1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan;
2) Atau surat yang dikaitkan dengan sumpah.
Kemudian dalam Pasal tersebut juga merinci mengenai bentuk-
bentuk alat bukti surat yang terdiri atas 4 (empat) ayat (Andi Hamzah,
2008: 275), yaitu:
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan
yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan;
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahlianya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang
diminta secara resmi;
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
isi dari alat pembuktian yang lain.
Dalam hukum acara pidana sama sekali tidak mengatur
ketentuan yang khusus tentang nilai kekuatan pembuktian surat.
d. Petunjuk
Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP
yang memberikan definisi petunjuk adalah sebagai berikut: “petunjuk
adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana
itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan
siapa pelakunya”. Sedangkan pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP
menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan
saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Dalam Pasal 188 ayat (3) KUHAP mengatakan bahwa
penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap
keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,
setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
keseksamaan berdasarkan hati nuraninya (Andi hamzah, 2008: 277).
Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa
sifat dan kekuatannya dengan alat bukti lain, yaitu hanya mempunyai
sifat kekuatan pembuktian “yang bebas” (M. Yahya Harahap, 2006:
317).
e. Keterangan Terdakwa
Selain alat bukti surat, terdapat pula alat bukti lain, yaitu
keterangan terdakwa. Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam
Pasal 189 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi “keterangan terdakwa ialah
apa yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”.
Penempatan alat bukti terdakwa pada urutan terakhir dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merupakan salah satu alasan yang
dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan
terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan saksi.
Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang
menyatakan bahwa “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti
yang lain”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri. Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut diatas, tidak
cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan
yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat
bukti yang lain (C.S.I. Kansil, 1993: 237).
Jadi menurut ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP
tersebut, bahwa keterangan seluruhnya dari terdakwa di muka hakim
untuk menjadi bukti yang sempurna harus disertai dengan keterangan
yang jelas tentang keadaan-keadaan, dimana peristiwa pidana
diperbuat, keterangan mana semua atau sebagian harus cocok dengan
keterangan si korban atau dengan bukti-bukti yang lain. Meskipun
tidak disebutkan dalam Undang-Undang, bahwa suatu keterangan
terdakwa hanya berharga apabila pengakuan itu mengenai hal-hal yang
terdakwa alami sendiri, seperti halnya dengan kesaksiannya.
3. Tinjauan Umum tentang Asas in dubio pro reo
Menurut “Kamus Hukum” yang ditulis oleh Simorangkir
(2006:73), frasa in dubio pro reo diartikan sebagai “jika ada keragu-
raguan mengenai sesuatu hal haruslah diputuskan hal-hal yang
menguntungkan terdakwa”.
Asas in dubio pro reo sendiri sudah sering digunakan Mahkamah
Agung (“MA”) untuk memutus perkara, di antaranya dalam Putusan
Mahkamah Agung No. 33 K/MIL/2009 yang salah satu
pertimbangannya menyebutkan bahwa:
“asas IN DUBIO PRO REO yang menyatakan jika terjadi keragu-
raguan apakah Terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya
diberikan hal yang menguntungkan bagi Terdakwa yaitu
dibebaskan dari dakwaan.”
Selain itu, MA juga pernah berpendapat mengenai hubungan antara
hukum acara pidana dengan asas in dubio pro reo pada Putusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Mahkamah Agung No. 2175/K/Pid/2007 yang salah satu
pertimbanganya menyatakan:
“...sistem pembuktian di negara kita memakai sistem "Negatief
Wettelijk", yaitu keyakinan yang disertai dengan mempergunakan
alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang; Hal ini dapat
terlihat pada Pasal 183 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yang berbunyi
sebagai berikut: "Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana
kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan, bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang
bersalah melakukannya"
Pertimbangan Putusan yang sama juga menyebutkan:
“Suatu asas yang disebut "IN DUBIO PRO REO" yang juga
berlaku bagi hukum pidana..... Asas ini tidak tertulis dalam
Undang-Undang Pidana, namun tidak dapat dihilangkan
kaitannya dengan asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan" (“Geen
Straf Zonder Schuld") atau "Anwijzigheid van alle Schuld' yang
sudah menjadi yurisprudensi konstan dan dapat diturunkan dari
Pasal 182 ayat (6) KUHAP”
Sedangkan Pasal 182 ayat (6) KUHAP sendiri menyebutkan:
“Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan
hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan
dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. putusan diambil dengan suara terbanyak;
b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh
putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling
menguntungkan bagi terdakwa.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tersebut dapat kita ketahui
bahwa penerapan asas in dubio pro reo sejalan dengan pengaturan Pasal
183 dan Pasal 182 ayat (6) KUHAP. Pasal 183 KUHAP mengharuskan
hakim yang hendak menjatuhkan putusan pidana untuk memperoleh
keyakinan berdasarkan alat bukti bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sedangkan, Pasal 182 ayat (6) KUHAP mengatur keadaan bila
proses pengambilan putusan dalam musyawarah majelis hakim tidak
dicapai hasil pemufakatan bulat, dan tidak dapat diambil putusan
berdasarkan suara terbanyak (karena pendapat anggota majelis hakim
berbeda-beda), maka putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang
paling menguntungkan bagi terdakwa
Jadi, praktiknya asas in dubio pro reo ini digunakan bila hakim
berdasarkan alat bukti yang ada masih memiliki keragu-raguan mengenai
bersalah atau tidaknya terdakwa. Bila hakim masih memiliki keraguan
mengenai bersalah atau tidaknya terdakwa, maka berlaku Pasal 183
KUHAP yang melarang hakim menjatuhkan pidana bila berdasarkan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia tidak memperoleh
keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
4. Tinjauan Umum tentang Hukum Pembuktian
Pembuktian mempunyai peranan penting dalam pemeriksaan
perkara di persidangan. Karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa
ditentukan. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang
ditentukan Undang-Undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman.
Sebaliknya apabila pembuktian dengan alat-alat bukti yang disebut dalam
Pasal 184 KUHAP dapat dibuktikan akan terdakwa dinyatakan bersalah
dan dijatuhi hukuman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Sebelum membahas mengenai sistem pembuktian, ada baiknya kita
masuk terlebih dahulu pada pengertian pembuktian. Pembuktian
merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang boleh
dipergunakan hakim, penuntut umum, atau penasehat hukum, dimana
masing-masing terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti
yang ditentukan Undang-Undang. Artinya bahwasanya hakim, penuntut
umum, terdakwa dan penasehat hukum tidak boleh leluasa bertindak
dengan caranya sendiri dalam penilaian pembuktian. Terdakwa tidak bisa
leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggap benar diluar ketentuan
yang telah digariskan Undang-Undang. Pembuktian yang dilakukan oleh
Jaksa Penuntut Umum harus benar-benar diuji dengan alat bukti secara
teliti. Karena dalam perkara pidana seorang terdakwa tidak dibebani
pembuktian, beban pembuktian diletakkan kepada penuntut umum yang
berarti menjadi kewajiban bagi penuntut umum untuk membuktikan salah
atau tidaknya terdakwa. Begitu juga dengan majelis hakim jika meletakkan
kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan mereka jatuhkan ,
kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan kekuatan pembuktian
yang melekat pada setiap alat bukti yang mereka temukan. Kalau tidak
demikian bisa saja orang yang sebenarnya melakukan tindak pidana bebas
dari hukuman, sedangkan orang yang tidak bersalah justru mendapatkan
hukuman.
Beberapa teori sistem pembuktian pidana antara lain :
a. Conviction– in time
Dalam teori sistem pembuktian convention-intime
menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata
ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah
yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana
hakim menarik dan menyimpulkan keyakinanya, tidak menjadi
masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh disimpulkan dan
diambil hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang
pengadilan. Bisa juga melalui hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
diabaikan hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan
atau pengakuan terdakwa.
Sistem ini diakui memang mengandung banyak kelemahan.
Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa
semata-mata atas dasar keyakinan belaka tanpa di dukung alat
bukti yang cukup. Didalam putusan hakim terkandung didalamnya
suatu kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan kesan-kesan
perseorangan belaka dari seorang hakim. Sehingga pengawasan
terhadap putusan-putusan hakim seperti ini adalah sukar untuk
dilakukan oleh karena Badan Pengawas tidak mengetahui
pertimbangan-pertimbangan hakim yang melahirkan pendapat
hakim kearah putusan.
Jadi dalam sistem pembuktian conviction intime ini,
sekalipun kesalahan terdakwa sudah cukup terbukti, akan tetapi
pembuktian yang cukup dikesampingkan oleh keyakinan hakim.
Seolah-olah sistem ini menyerahkan sepenuhnya nasib terdakwa
kepada keyakinan hakim semata-mata.
b. Conviction-raisonce
Dalam teori conviction-raisonce ini, keyakinan hakim tetap
memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
seorang terdakwa. Akan tetapi dalam sistem pembuktian ini, faktor
keyakinan hakim dibatasi. Dalam teori ini keyakinan hakim harus
didukung alasan-alasan dan suatu kesimpulan yang logis, yang
tidak didasarkan kepada Undang-Undang akan tetapi ketentuan-
ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut
pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang
dipergunakan hakim.
c. Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief
wettelijk Stelsel)
Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif adalah
merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pembuktian menurut keyakinan atau conviction intime. Dalam
sistem pembuktian ini keyakinan hakim tidak berperan
menentukan salah tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada
prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh
Undang-Undang.
Sistem pembuktian ini benar-benar menuntut hakim suatu
kewajiban mencari dan menemukan kebenaran salah tidaknya
terdakwa sesuai dengan tatacara pembuktian dengan alat-alat bukti
yang ditentukan Undang-Undang. Dari semula pemeriksaan
perkara, hakim harus mengesampingkan faktor-faktor keyakinanya.
Hakim semata-mata berdiri tegak pada nilai pembuktian objektif
tanpa mencampuradukkan hasil pembuktian yang diperoleh
dipersidangan dengan unsur subyektif keyakinanya.
d. Pembuktian Undang-Undang secara Negatif (Negatief Wettelijk
Stelsel)
Sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif
merupakan teori antar sistem pembuktian menurut Undang-Undang
secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau
conviction in time. Sistem pembuktian menurut Undang-Undang
secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara kedua
sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Dari
keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut Undang-
Undang secara negatif menggabungkan ke dalam dirinya secara
terpadu sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara
positif.
Di dalam sistem pembuktian ini untuk menentukan
seseorang terdakwa dinyatakan bersalah, apabila kesalahan yang
didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang sah menurut Undang-Undang sekaligus keterbuktian
kesalahan tadi dibarengi pula dengan keyakinan hakim. Dalam
menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pembuktian Undang-Undang secara negatif, terdapat dua
komponen antara lain:
1) Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.
2) Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-
Undang.
Dengan demikian sistem ini tidak ada yang paling dominan
karena memadukan unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam
menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa. Sehingga kalau
salah satu diantara dua unsur itu tidak ada, maka belum cukup
mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa.
Sistem Pembuktian menurut Undang-Undang secara
negatif, merupakan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP
(Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ketentuan itu
diperjelas dalam Pasal 183 KUHAP yang didalamnya mengandung
maksud, yaitu:
1) Putusan pidana oleh hakim harus berdasarkan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah.
2) Harus ada keyakinan hakim telah terjadinya tindak pidana,
bahwa terdakwa yang bersalah.
Dari ketentuan bunyi Pasal 183 KUHAP di atas tersebut
bahwa pembuktian harus didasarkan pada Undang-Undang
(KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184
KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari
alat-alat bukti tersebut, maka terdakwalah yang dinyatakan
bersalah melakukan tindak pidana. Dengan demikian sistem
pembuktian berdasar Undang-Undang secara negatif mempunyai 2
(dua) alasan yaitu:
1) Sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang
kesalahan terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Apabila aturan yang mengikat hakim dalam menyusun
keyakinannya, diharapkan ada patokan-patokan tertentu yang
menjadi acuan hakim dalam melaksanakan proses pembuktian.
5. Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim
a. Pengertian Putusan Hakim
Pengertian Putusan Hakim adalah hasil atau kesimpulan dari
suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan masak-masakyang
dapat berbentuk putusan tertulis maupun lisan. (Andi Hamzah,
2009:485)
Sedangkan dalam Bab I angka 11 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan “putusan pengadilan”
adalah“pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidaaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal sertaa menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini.”
Menurut Lilik Mulyadi (2007:203) “Putusan Pengadilan”
adalah :
“putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam
persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah
melakukan proses dan procedural hukum acara pidana pada umumnya
berisikan ammar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala
tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan
penyelesaian perkaranya”.
Putusan harus sah untuk dapat dilaksanakan. Syarat sahnya
putusan diatur dalam Pasal 195 KUHAP yakni apabila diucapkan di
sidang yang terbuka untuk umum. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat dapat mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan juga
dapat memantau apakah jalannya persidangan sesuai dengan ketentuan
di dalan KUHAP atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Kemudian, apabila kita melihat dari ketentuan KUHAP, dapat
disimpulkan bahwa putusan hakim itu pada hakikatnya dapat
dikategorisasikan kedalam dua jenis, yaitu putusan akhir dan putusan
yang bukan putusan akhir. Apabila suatu perkara oleh majelis hakim
diperiksa sampai selesai pokok perkaranya, hal ini berdasarkan
ketentuan Pasal 182 ayat (3) dan ayat (8), Pasal 197, dan Pasal 199
KUHAP dinamakan dengan ”putusan akhir” atau ”putusan”.
Pada jenis putusan seperti ini prosedural yang harus dilakukan
adalah setelah persidangan dinyataka dibukadan terbuka untuk umum,
pemeriksaan identitas terdakwa, dan peringatan agar mendengar dan
memerhatikan segala sesuatu di dalam persdangan, pembacaan surat
dakwaan, keberatan, pemeriksaan alat bukti, replik dan duplik
kemudian re-replik dan re-duplik, pernyataan pemeriksaan ”ditutup”,
serta musyawarah majelis hakim, dan pembacaan ”putusan”.
Adapun mengenai putusan yang bukan putusan akhir dalam praktik
dapat berupa ”penetapan” atau ”putusan sela” yang bersumber pada
ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Putusan ini secara formal dapat
mengakhiri perkara apabila terdakwa/penasihat hukum dan penuntut
umum telah menerima putusan itu. Akan tetapi, secara materiil perkara
tersebut dapat dibuka kembali apabila salah satu pihak (terdakwa atau
penasihat hukum atau penuntuut umum) mengajukanperlawanan dan
perlawanan tersebut oleh pengadilan tinggi dibenarkan sehingga
pengadilan tinggi memerintahkan pengadilan negeri melanjutkan
pemeriksaan perkara yang bersangkutan.
b. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Pidana
1) Putusan Bebas (Vrijspraak)
Putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental
lazim disebut dengan putusan “Vrijspraak”, sedangkan dalam
rumpun Anglo-Saxon disebut putusan “Acquittal”. Pada asasnya,
esensi dari putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat
dakwaan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP,
putusan bebas/Vrijspraak dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim
oleh karena :
a) Dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan.
b) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum.
Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan adalah tidak cukup
terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan
menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Alasan hakim dalam memutus bebas adalah :
a) Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum
pembuktian menurut undang-undang secara negative (negative
wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut oleh KUHAP.
Pada prinsipnya Majelis Hakim dalam persidangan tidak cukup
dapat membuktian tentang kesalahan terdakwa serta hakim
tidak yakin terhadap kesalahan tersebut.
b) Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum
pembuktian yang ditetapkan oleh undang-undang telah
terpenuhi misalnya berupa adanya dua orang saksi atau adanya
petunjuk, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan kesalahan
terdakwa. (Lilik Mulyadi,2007:217-218)
2) Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag van
alle Rechtsvervolging)
Pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP mengatur secara Eksplisit
tentang “putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum” atau
“Onslag van alle Rechtsvervolging”.Pada ketentuan Pasal tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
putusan lepas dari segala tuntutan hukum dirumuskan dengan
redaksional bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka
terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.
Dengan demikian, bahwa putusan pelepasan, tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum memang terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum,tetapi terdakwa tidak
dapat dipidana dikarenakan perbuatan terdakwa tersebut bukan
merupakan “perbuatan pidana”, tetapi perbuatan lain misalnya
termasuk dalam yurisdiksi hukum perdata ataukah hukum dagang.
(Lilik Mulyadi,2007:223-224)
3) Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum
Diatur dalam Pasal 191 ayat (2), yang berbunyi: “Jika
pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti,tetapi perbuatan itu tidak merupakan
suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala
tuntutan hukum.”
Dapat kita lihat bahwa putusan pelepasan dari segala
tuntutan hukum landasannya terletak pada kenyataan apa yang
didakwakan dan yang telah terbukti tersebut, tidak merupakan
tindak pidana, tetapi termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata
atau hukum adat.
4) Putusan Pemidanaan
Putusan Pemidanaan diatur oleh ketentuan Pasal 193 ayat
(1) KUHAP. Apabila dijabarkan lebih detail, terhadap putusan
pemidanaan dapat terjadi jika :
a) Dari hasil pemeriksaan di depan persidangan
b) Majelis hakim berpendapat, bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(1) Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan
jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan telah terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum;
(2) Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup
tindak pidana (kejahatan/misdrijven atau
pelanggaran/overtredingen)
(3) Dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta di
persidangan (Pasal 183, Pasal 184 ayat (1) KUHAP)
Oleh karena itu majelis hakim lalu menjatuhkan putusan
pemidanaan kepada terdakwa
Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang telah diterima oleh para
pihak yang bersangkutan.Putusan yang berupa penghukuman
terdakwa dapat berupa pidana seperti yang diatur dalam Pasal 10
KUHP, yaitu :
a) Pidana Pokok
(1) Pidana mati
(2) Pidana penjara
(3) Kurungan
(4) Denda
b) Pidana Tambahan
(1) Pencabutan hak-hak tertentu
(2) Perampasan barang-barang tertentu
(3) Pengumuman putusan hakim
c. Isi Putusan
Apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai seperti yang
diatur dalam Pasal 182 ayat 1 KUHAP, tahap proses persidangan
selanjutnya ialah penuntutan, pembelaan, dan jawaban. Dan kalau
tahap proses penuntutan, pembelaan, dan jawaban telah berakhir,
tibalah saatnya hakim ketua menyatakan ”pemeriksaan dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
tertutup”. Pernyataan inilah yang mengantar persidangan ke tahap
musyawarah hakim, guna menyiapkan putusan yang akan dijatuhkan
pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002 : 347). Dalam Pasal 182 ayat 4
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditentukan
bahwa musyawarah yang disebut diatas harus didasarkan atas surat
dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam persidangan.
Ditentukan selanjutnya dalam Pasal 182 ayat 5 KUHAP bahwa dalam
musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan
dimulai dari hakim yang termuda sampai yang tertua, sedangkan yang
terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan
semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya. Dalam
ayat berikutnya, yakni ayat 6 Pasal 182 KUHAP itu diatur bahwa
sedapat mungkin musyawarah majelis merupakan permufakatan bulat,
kecuali jika hal itu telah diusahakan sungguh-sungguh tidak dapat
dicapai, maka ditempuh dua cara yaitu :
1) Putusan diambil dengan suara terbanyak;
2) Jika yang tersebut pada huruf a tidak dapat diperoleh, maka yang
dipakai ialah pendapat hakim yang menguntungkan bagi terdakwa.
Pasal 197 ayat (1) KUHAP diatur formalitas yang harus
dipenuhi suatu putusan hakim, dan menurut ayat (2) Pasal itu, kalau
ketentuan tersebut tidak dipenuhi kecuali yang tersebut pada angka g
dan putusan batal demi hukum. Ketentuan tersebut adalah Kepala
putusan yang ditulis berbunyi: ”DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
1) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur dan tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan
terdakwa.
2) Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.
3) Pertimbangan yang disusun secara singkat mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan
di sidang yang menjadi dasar penentuankesalahan terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
4) Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.
5) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan Pasal perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum dari putusan disertai keadaan yang
memberatkan dan memperingan terdakwa.
6) Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali
perkara oleh hakim tunggal.
7) Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua
unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya
dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.
8) Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan
menyebutkan jumlahnya pasti dan ketentuan mengenai barang
bukti.
9) Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan
dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik yang
dianggap palsu.
10) Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan.
11) Hari dan tanggal putusan, nama Penuntut Umum, nama Hakim
yang memutus dan nama Panitera.
Kemudian, dalam Pasal 200 KUHAP dikatakan bahwa surat
putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah
putusan tersebut diucapkan.
d. Pertimbangan Hakim dalam putusan
Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung
penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya suatu
peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh sebab itu,
suatu tindak pidana selalu terdiri dari beberapa bagian yang merupakan
syarat perbuatan tersebut dapat dipidana, sehingga tiap-tiap bagian
tersebut harus ditinjau apakah perbuatan tersebut dapat dianggap nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
telah terjadi. Hakim juga mempunyai pertimbangan-pertimbangan
untuk meringankan maupun memberatkan terdakwa.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menjatuhkan
pidana menurut rumusan Naskah Rancangan KUHP tahun 2000 Pasal
51, hasil penyempurnaan Tim Intern Departemen Kehakiman dan
HAM adalah sebagai berikut :
1) Kesalahan pelaku tindak pidana
2) Motif dan tujuan melakukan tindak pidana
3) Cara melakukan tindak pidana
4) Sikap batin pelaku tindak pidana
5) Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana
6) Sikap dan tindak pelaku sesudah melakukan tindak pidana
7) Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana
8) Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
9) Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban
10) Apakah tindak pidana dilakukan dengan perencanaan
Hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan untuk
meringankan maupun memberatkan terdakwa. Faktor-faktor yang
meringankan merupakan refleksi sifat yang baik dari terdakwa dan
faktor-faktor yang memberatkan dinilai sebagai sifat yang jahat dari
terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. Kerangka Pemikiran
Pasal 183 KUHAP
Upaya Hukum oleh
terdakwa
Alasan hukum saksi a chage
bersifat unus testis nullus
testis
Pemeriksaan dan pembuktian
pada tingkat Kasasi
Hakim tidak memperoleh
keyakinan bahwa terdawa
bersalah
Asas In dubio pro reo
Membebaskan
Terdakwa dari
segala Dakwaan
Putusan Pengadilan
Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Keterangan:
Atas putusan pengadilan tinggi, terdakwa mengajukan upaya hukum
kasasi dengan alasan hukum bahwa saksi a charge bersifat unus testis
nullus testis. Hal tersebut didasarkan kepada kedudukan saksi yang
menggunakan surat palsu dalam memberikan kesaksiannya dalam
persidangan, serta kedudukan saksi kepolisian yang diahadirkan dalam
persidangan diangap tidak wajar, hal itu dikarenakan kedudukan saksi
sebagai penyidik seharusnya hanya bisa dihadirkan sebagai saksi
verbalisan apabila Terdakwa membantah berita acara pemeriksaan.
Atas dasar alasan hukum tersebut majelis hakim pada Pengadilan tingkat
Kasasi berpendapat bahwa hakim tidak menemukan keyakinan bahwa
terdakwa bersalah atas kesalahan yang dilakukan, hal tersebut menilik
pada Pasal 183 KUHAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kasus Posisi
Bahwa pada mulanya pada hari, tanggal dan bulan yang sudah
tidak dapat diingat lagi sekira tahun 1997, saksi Abdul Latif bersama
Maimunah Binti Abdul Rahman, Junaid, Samsul Bahri dan Arifin sedang
berada di lokasi lahan tanah milik saksi Abdul Latif terletak di Sungai
Bengawan dengan ukuran panjang kurang lebih 545 meter dan lebar 200
meter berdasarkan Surat keputusan No.15/SK/KK-JL/II/1981 tanggal 21
Februari 1981 dan Surat Penunjukan dengan No. 87/S.Pen/KK-JL/III/1981
tanggal 29 Maret 1981 dan Surat Kuasa No. 70/KD/JL/06/1983 dengan
nama-nama orang yang berhak memiliki lokasi tanah di daerah Sungai
Bengawan antara lain : Abdul Latif, Jakaria, Karim, Hasan, Baco, Petas,
Bas, Runtas, Junait, Latami, Hanafi, H. Ronal, Guli, Jamhari, Umar,
Usman, Bain, Aisyah, Mustika, di mana saksi Abdul Latif didatangi Abdul
Muin bersama-sama temannya yang meminta agar saksi Abdul Latif tidak
lagi meneruskan menggarap lahan di Sungai Bengawan tersebut, sehingga
karena merasa saling memiliki bukti surat maka dilakukan pertemuan
untuk membahas hal tersebut bertempat di Kantor Camat Tarakan utara,
namun tidak ada titik temu dan Camat waktu tersebut Badrun
menyarankan agar tidak meneruskan penggarapan lokasi tersebut, yang
selanjutnya pada sekitar bulan April sampai dengan Agustus 2004 kembali
diadakan pertemuan di Kantor Camat Tarakan utara untuk menyelesaikan
lokasi tanah di Sungai Bengawan di mana telah hadir diantaranya Saksi
Abdul Latif,Tamin, Permin, Mustika (Ahli waris Abdul Rahman),
sedangkan pihak lain hadir mereka Terdakwa, Samad dan Sari (anak
Terdakwa Abdul Muin) yang dalam pertemuan tersebut masing-masing
pihak menunjukkan surat surat bukti kepemilikan tanah dan Camat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tarakan utara (saksi Hendra Arfandi, Ap) mendukung surat dari mereka
Terdakwa karena dianggap Iebih tua, namun saksi Abdul Latif dan kawan-
kawan tidak terima karena Iebih dahulu menggarap dan mengerjakan tanah
di lahan Sungai Bengawan, kemudian karena tidak ada titik temu maka
saksi Abdul Latif dan kawan-kawan meminta kepada Camat Tarakan utara
(saksi Hendra Arfandi, Ap) foto copy surat bukti kepemilikan lahan di
Sungai Bengawan milik mereka Terdakwa berupa Surat Keterangan
No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 yang isinya antara lain Muin dan
kawan-kawan mengajukan surat permohonan untuk meminta sebidang
tanah pegunungan kepada Kepala Kampung Juata Laut dan dalam surat itu
pula Kepala Kampung Juata Laut tidak berkeberatan atas permohonan
saudara Muin, dan kawan-kawan yang kemudian ditandatangani pada
tanggal 17 Juni 1977 oleh dan atas nama M. Dusun sebagai Kepala
Kampung Juata Laut Iengkap dengan stempel Kepala Kampung Juata
Laut, selanjutnya berdasarkan foto copy surat tersebut saksi Abdul Latif
dan kawan-kawan mempelajarinya dan membandingkan antara Surat
Keterangan No. 01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 milik Terdakwa
Abdul Muin dengan bukti Surat Keputusan No.15/SK/KK /JL/II/1981
tanggal 21 Februari 1981 dan Surat Penunjukan dengan No.87/S.Pen/KK-
JL/III/1981 tanggal 29 Maret 1981 milik saksi Abdul Latif dan kawan-
kawan serta surat lain yang dibuat oleh saksi M. Dusun Kepala Kampung
Juata Laut dalam kurun waktu yang sama berupa Surat Keterangan
No.47/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 dan Surat dari Kepala Desa Juata
Laut Kecamatan Tarakan barat M. Dusun tanggal 13 Juli 1982 yang
ditujukan kepada Pimpinan perusahaan PT. Misaya Mitra Juata Laut, yang
kemudian saksi Abdul Latif menemukan kejanggalan-kejanggalan pada
Surat Keterangan No 01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 antara lain
tandatangan dari saksi M. Dusun sebagai Kepala Kampung Juata Laut
tidak sama, Stempel yang digunakan juga tidak sama, sehingga kemudian
saksi Abdul Latif menanyakan kepada saksi M. Dusun yang kemudian
saksi M. Dusun menjelaskan tidak pernah membuatkan surat tanah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
terletak di Sungai Bengawan kepada Terdakwa Abdul Muin namun yang
diberikan hanya berupa Surat Tambak saja yang untuk itu saksi M. Dusun
membuat Surat pernyataan tertanggal 12 September Yang pada pokoknya
menjelaskan Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 atas nama Muin adalah
palsu.
Bahwa selanjutnya disela-sela pertemuan para pihak untuk mencari
titik temu perihal lahan yang terletak di Sungai bengawan tersebut, maka
ternyata secara sepihak dan tanpa sepengetahuan Abdul Latif dan kawan-
kawan dengan berdasarkan Surat Keterangan No. 01/KD/JL/1977 tanggal
17 Juni 1977 Terdakwa Abdul Muin dan Herman Bin Abdul Muin
melakukan pembicaraan dengan PT. Kayan Putra Utama Coal yang
diwakili saksi Dony Adi Saputra, S.Hut dan beberapa kali meninjau ke
lokasi di sungai Bengawan dan yang terakhir ikut menyaksikan Camat
Tarakan utara Hendra Arfandi, Ap yang selanjutnya ada penegasan pula
dari Terdakwa Abdul Muin dan Terdakwa Herman serta Camat Tarakan
utara yang menyatakan keabsahan dan keaslian dari Surat Keterangan
No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 sehingga dengan keadaan
demikian maka PT. Kayan Putra Utama Coal bersedia melakukan
pembayaran dengan terlebih dahulu mereka Terdakwa dengan
menggunakan Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977
menjual dengan melepaskan sebagian lahan tanah yang terletak di Sungai
Bengawan Letak : Jl. Bengawan Indah/RT 01, Kelurahan Juata Permai,
Kecamatan Tarakan utara Kota Tarakan, Ukuran tanah : panjang lebih
kurang 800 meter, lebar lebih kurang : 600 meter dan luas lebih kurang
480.000 meter persegi, dilepaskan panjang lebih kurang : 857/706 meter,
lebar lebih kurang : 108/287 meter, luas lebih kurang : 221.716 meter
persegi dengan batas-batas utara : Jl. Sungai bengawan, timur : Perwatasan
: Abd. Samaa, AM, selatan : Perwatasan Kaharuddin dan barat : Kawasan
pertambakan dilepas kepada PT. Kayan Putra Utama Coal yang untuk itu
mereka Terdakwa mendapatkan ganti rugi dari PT. Kayan Putra Utama
Coal sebesar Rp. 665.148.000,-sebagaimana diterangkan dalam Surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan untuk melepaskan tanah dan semua kepentingan tanggal 24
April 2004 yang ditandatangani Terdakwa Abdul Muin dan Soegwanto
dari PT. Kayan Putra Utama Coal di hadapan saksi-saksi Sugijanto Ketua
RT.01 Juata Permai, dan Lurah Juata Permai Kaharudin, dan dilegalisasi
No.66/AKT/CTU/VIII/2004 oleh Camat Tarakan utara Hendra Arfandi,
Ap. Selanjutnya berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pembayaran
diantaranya di Kantor Camat Tarakan utara dalam bentuk Cek dari pihak
PT. Kayan Putra Utama Coal diwakili saksi Dony Adi Saputra, S.Hut dan
dari pihak yang melepaskan lahan diwakili mereka Terdakwa Abdul Muin
dan Herman dengan disaksikan Camat Tarakan utara Herman Arfandi, Ap
yang setelah pembayaran dilakukan dan diterima mereka Terdakwa, maka
Camat Tarakan utara menyerahkan Surat pelepasan Hak Tanah dan foto
copy Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977.
Bahwa dari pertemuan antara pihak Abdul Latif dan kawan-kawan
dengan mereka Terdakwa maka Camat Tarakan utara membuatkan
beberapa Berita Acara Musyawarah dan Berita Acara Peninjauan lokasi
lahan yang dipermasalahkan yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal
7 Agustus 2004 maka Camat Tarakan utara (saksi Hendra Arfandi, Ap)
menyimpulkan lahan tersebut adalah penguasaan kelompok Abdul Muin
dan kawan-kawan, yang selanjutnya Terdakwa Abdul Muin menghibahkan
sisa lokasi lahan tanah yang terletak di Sungai Bengawan panjang Iebih
kurang 800 meter, lebar Iebih kurang : 600 meter dan luas lebih kurang
480.000 meter persegi, dilepaskan dengan panjang lebih kurang : 500
meter, Iebar Iebih kurang : 50 meter, luas Iebih kurang : 25.000 meter
persegi dengan batas-batas utara : Perwatasan Mulyani, timur : Jl. Cakra,
selatan : Perwatasan Haryani dan barat: Jl. Manggala dengan dihibahkan
kepada Herman yang beralamat : Selumit RT.1 No.67 Kelurahan Selumit,
Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan.
Bahwa selanjutnya Abdul Latif dan kawan-kawan mengetahui
perbuatan yang dilakukan mereka Terdakwa dengan menjual sebagian
lahan kepada PT KPUC yang juga merupakan lahan milik Abdul Latif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kawan-kawan dan menemukan adanya kejanggalan-kejanggalan Surat
Keterangan No. 01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1777 diantaranya berupa
tandatangan yang berbeda dari M. Dusun sebagai Kepala Kampung Juata
Laut dan Cap Stempel Kepala Kampung Juata Laut yang juga berbeda,
maka melaporkan kepada pihak berwajib.
2. Dakwaan
Dakwaan pertama
Bahwa mereka Terdakwa I. ABDUL MUIN Bin MALLANGKA
dan II.HERMAN Bin ABDUL MUIN secara bersama-sama atau masing-
masing bertindak sendiri-sendiri pada hari Selasa, tanggal 20 April 2004,
atau pada suatu waktu tertentu dalam tahun 2004 bertempat Kantor Camat
Tarakan utara,Tarakan atau di tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Tarakan, sebagai yang melakukan,
menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, dengan
sengaja mempergunakan surat yang palsu atau yang dipalsukan itu, seolah-
olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, dan apabila dari pemakaiannya
dapat menimbulkan sesuatu kerugian, dilakukan oleh Terdakwa dengan
cara dan keadaan antara lain sebagai berikut :
Bahwa pada mulanya pada hari, tanggal dan bulan yang sudah
tidak dapat diingat lagi sekira tahun 1997, saksi Abdul Latif
bersama Maimunah Binti Abdul Rahman, Junaid, Samsul Bahri
dan Arifin sedang berada di lokasi lahan tanah milik saksi Abdul
Latif terletak di Sungai Bengawan dengan ukuran panjang kurang
lebih 545 meter dan lebar 200 meter berdasarkan Surat keputusan
No.15/SK/KK-JL/II/1981 tanggal 21 Februari 1981 dan Surat
Penunjukan dengan No. 87/S.Pen/KK-JL/III/1981 tanggal 29 Maret
1981 dan Surat Kuasa No. 70/KD/JL/06/1983 dengan nama-nama
orang yang berhak memiliki lokasi tanah di daerah Sungai
Bengawan antara lain : Abdul Latif, Jakaria, Karim, Hasan, Baco,
Petas, Bas, Runtas, Junait, Latami, Hanafi, H. Ronal, Guli,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Jamhari, Umar, Usman, Bain, Aisyah, Mustika, di mana saksi
Abdul Latif didatangi Abdul Muin bersama-sama temannya yang
meminta agar saksi Abdul Latif tidak lagi meneruskan menggarap
lahan di Sungai Bengawan tersebut, sehingga karena merasa saling
memiliki bukti surat maka dilakukan pertemuan untuk membahas
hal tersebut bertempat di Kantor Camat Tarakan utara, namun tidak
ada titik temu dan Camat waktu tersebut Badrun menyarankan agar
tidak meneruskan penggarapan lokasi tersebut, yang selanjutnya
pada sekitar bulan April sampai dengan Agustus 2004 kembali
diadakan pertemuan di Kantor Camat Tarakan utara untuk
menyelesaikan lokasi tanah di Sungai Bengawan di mana telah
hadir diantaranya Saksi Abdul Latif,Tamin, Permin, Mustika (Ahli
waris Abdul Rahman), sedangkan pihak lain hadir mereka
Terdakwa, Samad dan Sari (anak Terdakwa Abdul Muin) yang
dalam pertemuan tersebut masing-masing pihak menunjukkan surat
surat bukti kepemilikan tanah dan Camat Tarakan utara (saksi
Hendra Arfandi, Ap) mendukung surat dari mereka Terdakwa
karena dianggap Iebih tua, namun saksi Abdul Latif dan kawan-
kawan tidak terima karena Iebih dahulu menggarap dan
mengerjakan tanah di lahan Sungai Bengawan, kemudian karena
tidak ada titik temu maka saksi Abdul Latif dan kawan-kawan
meminta kepada Camat Tarakan utara (saksi Hendra Arfandi, Ap)
foto copy surat bukti kepemilikan lahan di Sungai Bengawan milik
mereka Terdakwa berupa Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977
tanggal 17 Juni 1977 yang isinya antara lain Muin dan kawan-
kawan mengajukan surat permohonan untuk meminta sebidang
tanah pegunungan kepada Kepala Kampung Juata Laut dan dalam
surat itu pula Kepala Kampung Juata Laut tidak berkeberatan atas
permohonan saudara Muin, dan kawan-kawan yang kemudian
ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1977 oleh dan atas nama M.
Dusun sebagai Kepala Kampung Juata Laut Iengkap dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
stempel Kepala Kampung Juata Laut, selanjutnya berdasarkan foto
copy surat tersebut saksi Abdul Latif dan kawan-kawan
mempelajarinya dan membandingkan antara Surat Keterangan No.
01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 milik Terdakwa Abdul Muin
dengan bukti Surat Keputusan No.15/SK/KK /JL/II/1981 tanggal
21 Februari 1981 dan Surat Penunjukan dengan No.87/S.Pen/KK-
JL/III/1981 tanggal 29 Maret 1981 milik saksi Abdul Latif dan
kawan-kawan serta surat lain yang dibuat oleh saksi M. Dusun
Kepala Kampung Juata Laut dalam kurun waktu yang sama berupa
Surat Keterangan No.47/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 dan
Surat dari Kepala Desa Juata Laut Kecamatan Tarakan barat M.
Dusun tanggal 13 Juli 1982 yang ditujukan kepada Pimpinan
perusahaan PT. Misaya Mitra Juata Laut, yang kemudian saksi
Abdul Latif menemukan kejanggalan-kejanggalan pada Surat
Keterangan No 01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 antara lain
tandatangan dari saksi M. Dusun sebagai Kepala Kampung Juata
Laut tidak sama, Stempel yang digunakan juga tidak sama,
sehingga kemudian saksi Abdul Latif menanyakan kepada saksi M.
Dusun yang kemudian saksi M. Dusun menjelaskan tidak pernah
membuatkan surat tanah yang terletak di Sungai Bengawan kepada
Terdakwa Abdul Muin namun yang diberikan hanya berupa Surat
Tambak saja yang untuk itu saksi M. Dusun membuat Surat
pernyataan tertanggal 12 September Yang pada pokoknya
menjelaskan Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 atas nama Muin
adalah palsu ;
Bahwa selanjutnya disela-sela pertemuan para pihak untuk mencari
titik temu perihal lahan yang terletak di Sungai bengawan tersebut,
maka ternyata secara sepihak dan tanpa sepengetahuan Abdul Latif
dan kawan-kawan dengan berdasarkan Surat Keterangan No.
01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 Terdakwa Abdul Muin dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Herman Bin Abdul Muin melakukan pembicaraan dengan PT.
Kayan Putra Utama Coal yang diwakili saksi Dony Adi Saputra,
S.Hut dan beberapa kali meninjau ke lokasi di sungai Bengawan
dan yang terakhir ikut menyaksikan Camat Tarakan utara Hendra
Arfandi, Ap yang selanjutnya ada penegasan pula dari Terdakwa
Abdul Muin dan Terdakwa Herman serta Camat Tarakan utara
yang menyatakan keabsahan dan keaslian dari Surat Keterangan
No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 sehingga dengan keadaan
demikian maka PT. Kayan Putra Utama Coal bersedia melakukan
pembayaran dengan terlebih dahulu mereka Terdakwa dengan
menggunakan Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17
Juni 1977 menjual dengan melepaskan sebagian lahan tanah yang
terletak di Sungai Bengawan Letak : Jl. Bengawan Indah/RT 01,
Kelurahan Juata Permai, Kecamatan Tarakan utara Kota Tarakan,
Ukuran tanah : panjang lebih kurang 800 meter, lebar lebih kurang
: 600 meter dan luas lebih kurang 480.000 meter persegi,
dilepaskan panjang lebih kurang : 857/706 meter, lebar lebih
kurang : 108/287 meter, luas lebih kurang : 221.716 meter persegi
dengan batas-batas utara : Jl. Sungai bengawan, timur : Perwatasan
: Abd. Samaa, AM, selatan : Perwatasan Kaharuddin dan barat :
Kawasan pertambakan dilepas kepada PT. Kayan Putra Utama
Coal yang untuk itu mereka Terdakwa mendapatkan ganti rugi dari
PT. Kayan Putra Utama Coal sebesar Rp. 665.148.000,-
sebagaimana diterangkan dalam Surat Keterangan untuk
melepaskan tanah dan semua kepentingan tanggal 24 April 2004
yang ditandatangani Terdakwa Abdul Muin dan Soegwanto dari
PT. Kayan Putra Utama Coal di hadapan saksi-saksi Sugijanto
Ketua RT.01 Juata Permai, dan Lurah Juata Permai Kaharudin, dan
dilegalisasi No.66/AKT/CTU/VIII/2004 oleh Camat Tarakan utara
Hendra Arfandi, Ap. Selanjutnya berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan pembayaran diantaranya di Kantor Camat Tarakan utara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dalam bentuk Cek dari pihak PT. Kayan Putra Utama Coal diwakili
saksi Dony Adi Saputra, S.Hut dan dari pihak yang melepaskan
lahan diwakili mereka Terdakwa Abdul Muin dan Herman dengan
disaksikan Camat Tarakan utara Herman Arfandi, Ap yang setelah
pembayaran dilakukan dan diterima mereka Terdakwa, maka
Camat Tarakan utara menyerahkan Surat pelepasan Hak Tanah dan
foto copy Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni
1977 ;
Bahwa dari pertemuan antara pihak Abdul Latif dan kawan-kawan
dengan mereka Terdakwa maka Camat Tarakan utara membuatkan
beberapa Berita Acara Musyawarah dan Berita Acara Peninjauan
lokasi lahan yang dipermasalahkan yang dibuat dan ditandatangani
pada tanggal 7 Agustus 2004 maka Camat Tarakan utara (saksi
Hendra Arfandi, Ap) menyimpulkan lahan tersebut adalah
penguasaan kelompok Abdul Muin dan kawan-kawan, yang
selanjutnya Terdakwa Abdul Muin menghibahkan sisa lokasi lahan
tanah yang terletak di Sungai Bengawan panjang Iebih kurang 800
meter, lebar Iebih kurang : 600 meter dan luas lebih kurang
480.000 meter persegi, dilepaskan dengan panjang lebih kurang :
500 meter, Iebar Iebih kurang : 50 meter, luas Iebih kurang :
25.000 meter persegi dengan batas-batas utara : Perwatasan
Mulyani, timur : Jl. Cakra, selatan : Perwatasan Haryani dan barat:
Jl. Manggala dengan dihibahkan kepada Herman yang beralamat :
Selumit RT.1 No.67 Kelurahan Selumit, Kecamatan Tarakan
Tengah, Kota Tarakan ;
Bahwa selanjutnya Abdul Latif dan kawan-kawan mengetahui
perbuatan yang dilakukan mereka Terdakwa dengan menjual
sebagian lahan kepada PT KPUC yang juga merupakan lahan milik
Abdul Latif dan kawan-kawan dan menemukan adanya
kejanggalan-kejanggalan Surat Keterangan No. 01/KD/JL/1977
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
tanggal 17 Juni 1777 diantaranya berupa tandatangan yang berbeda
dari M. Dusun sebagai Kepala Kampung Juata Laut dan Cap
Stempel Kepala Kampung Juata Laut yang juga berbeda, maka
melaporkan kepada pihak berwajib, dan kemudian berdasarkan
Berita Acara Pemeriksaan Laboratorik Kriminalistik Barang Bukti
tandatangan an. M. Dusun ( QC ) dan Cap Stempel Kepala
Kampung Juata Laut (QC) yang terdapat pada Surat Keterangan
No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 diperbandingkan dengan
surat-surat lain yang merupakan produk pada kisaran waktu yang
sama yang dibuat dan ditandatangani M. Dusun lengkap dengan
cap stempelnya Kepala Kampung Juata Laut Kecamatan Tarakan
berupa Surat Keputusan No.15/SK/KK-JL/II/1981 tanggal 21
Februari 1981, Surat penunjukkan dengan No.87/S.Pen/KK-
JL/III/1981 tanggal 29 Maret 1981 milik saksi Abdul Latif, dan
Surat Keterangan No.47/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 serta
Surat dari Kepala Desa Juata Laut Kecamatan Tarakan barat M.
Dusun tanggal 13 Juli 1982 yang ditujukan kepada Pimpinan
Perusahaan PT. Misaya Mitra Juata Laut yang mencantumkan
tandatangan M. Dusun sebagai Kepala Kampung Juata Laut (KT)
dan Cap / stempel Kepala Kampung Juata Laut (KC) maka
diperoleh kesimpulan :
1. Tandatangan QT adalah NON IDENTIK dengan KT, atau
dengan kata lain bahwa tandatangan atas nama M. Dusun yang
terdapat pada 1 lembar Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh
Kantor Kepala Kampung Juata Laut, Kecamatan Tarakan
dengan Nomor : 01/KD/JL/1977 di buat di Tarakan pada
tanggal 17 Juni 1977, dan dilaminating dengan plastik warna
bening (transparan) yang dipersoalkan tersebut romawi II A di
atas, adalah merupakan PRODUK YANG BERBEDA dengan
tandatangan KT, atas nama M. Dusun, sebagaimana terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pada Dokumen pembanding yang tersedia ;
2. Cap Stempel QC adalah NON IDENTIK dengan KC, atau
dengan kata lain bahwa Cap stempel : Kepala Kampung Juata
Laut Kecamatan Tarakan yang terdapat pada 1 lembar Surat
Keterangan yang dikeluarkan oleh Kantor Kepala Kampung
Juata Laut Kecamatan Tarakan No.01/KD/JL/1977 di buat di
Tarakan pada tanggal 17 Juni 1977, dan dilaminating dengan
plastik warna bening (transparan) yang dipersoalkan tersebut
romawi II A di atas, adalah MERUPAKAN PRODUK YANG
BERBEDA dengan Cap stempel : Kepala Kampung Juata Laut
Kecamatan Tarakan" sebagaimana yang terdapat pada
Dokumen pembanding yang tersedia ;
Selengkapnya sebagaimana diterangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan Laboratorik Kriminalistik Barang Bukti tandatangan
an. M. Dusun dan Cap Stempel Kepala Kampung Juata Laut yang
terdapat pada Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni
1977 yang dibuat dan ditandatangani oleh lr. Indriani Budhiarti dan
Drs. Kuntoro tanggal 2 Februari 2006 dari PUSLABFOR
BARESKRIM POLRI LABORATORIUM FORENSIK CABANG
SURABAYA, sehingga akibat perbuatan mereka Terdakwa
merugikan kepentingan hak dari saksi Abdul Latif dan kawan-
kawan ;
Perbuatan Terdakwa tersebut melanggar Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHP ;
Atau:
Ke-Dua :
Bahwa mereka Terdakwa I. ABDUL MUIN Bin MALLANGKA
dan II. HERMAN Bin ABDUL MUIN secara bersama-sama atau masing-
masing bertindak sendiri-sendiri pada hari Selasa tanggal 20 April 2004,
atau pada suatu waktu tertentu dalam tahun 2004 bertempat Kantor Camat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tarakan utara,Tarakan atau di tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Tarakan, sebagai yang melakukan,
menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hak, menjual, menukarkan atau menjadikan sebagai tanggungan hutang,
suatu hak milik atas tanah negara atautanah partikelir ataupun sesuatu
gedung, bangunan, tanaman atau persemaian di atas tanah hak milik, yang
diketahuinya bahwa orang lain mempunyai hak atau turut mempunyai hak
atas benda-benda tersebut, dilakukan oleh Terdakwa dengan cara dan
keadaan antara lain sebagai berikut:
Bahwa pada mulanya pada hari, tanggal dan bulan yang sudah
tidak dapat diingat lagi sekira tahun 1997, saksi Abdul Latif
bersama Maimunah Binti Abdul Rahman, Junaid, Samsul Bahri
dan Arifin sedang berada di lokasi lahan tanah milik saksi Abdul
Latif, dkk terletak di Sungai Bengawan dengan ukuran panjang
kurang lebih 545 meter dan lebar 200 meter berdasarkan Surat
keputusan No.15/SK/KK-JL/II/1981 tanggal 21 Februari 1981 dan
Surat penunjukan dengan No. 87/S.Pen/KK-JL/III/1981 tanggal 29
Maret 1981 dan Surat Kuasa No. 70/KD/JL/06/1983 dengan nama-
nama orang yang berhak memiliki lokasi tanah di daerah Sungai
Bengawan antara lain : Abdul Latif, Jakaria, Karim, Hasan, Baco,
Petas, Bas, Runtas, Junait, Latami, Hanafi, H. Ronal, Guli,
Jamhari, Umar, Usman, Bain, Aisyah, Mustika , di mana saksi
Abdul Latif didatangi Abdul Muin bersama-sama temannya yang
meminta agar saksi Abdul Latif tidak lagi meneruskan menggarap
lahan di Sungai Bengawan tersebut, sehingga karena merasa saling
memiliki bukti surat maka dilakukan pertemuan untuk membahas
hal tersebut bertempat di Kantor Camat Tarakan utara, namun tidak
ada titik temu dan Camat waktu tersebut Badrun menyarankan agar
tidak meneruskan penggarapan lokasi tersebut, yang selanjutnya
pada sekitar bulan April sampai dengan Agustus 2004 kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
diadakan pertemuan di Kantor Camat Tarakan utara untuk
menyelesaikan lokasi tanah di Sungai Bengawan di mana telah
hadir diantaranya Saksi Abdul Latif, Tamin, Permin, Mustika (ahli
waris Abdul Rahman), sedangkan pihak lain hadir Mereka
Terdakwa, Samad dan Sari (anak Terdakwa Abdul Muin) yang
dalam pertemuan tersebut masing-masing pihak menunjukkan
surat-surat bukti kepemilikan tanah dan Camat Tarakan utara (saksi
Hendra Arfandi, Ap) mendukung surat dari mereka Terdakwa
karena dianggap lebih tua, namun saksi Abdul Latif dan kawan-
kawan tidak terima karena lebih dahulu menggarap dan
mengerjakan tanah di lahan Sungai Bengawan, kemudian karena
tidak ada titik temu maka saksi Abdul Latif dan kawan-kawan
meminta kepada Camat Tarakan utara (saksi Hendra Arfandi, Ap)
foto copy surat bukti kepemilikan lahan di Sungai Bengawan milik
mereka Terdakwa berupa Surat Keterangan No. 01/KD/JL/1977
tanggal 17 Juni 1977 yang isinya antara lain Muin dan kawan-
kawan mengajukan surat permohonan untuk meminta sebidang
tanah pegunungan kepada Kepala Kampung Juata Laut dan dalam
surat itu pula Kepala Kampung Juata Laut tidak berkeberatan atas
permohonan saudara Muin, dan kawan-kawan yang kemudian
ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1977 oleh dan atas nama M.
Dusun sebagai Kepala Kampung Juata Laut lengkap dengan
stempel Kepala Kampung Juata Laut, selanjutnya berdasarkan foto
copy surat tersebut saksi Abdul Latif dan kawan-kawan
mempelajarinya dan membandingkan antara Surat Keterangan No.
01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 milik Terdakwa Abdul Muin
dengan bukti Surat Keputusan No.15/SK/KK-JL/lI/1981 tanggal 21
Februari 1981 dan Surat penunjukan dengan No.87/S.Pen/KK-
JL/III/1981 tanggal 29 Maret 1981 milik saksi Abdul Latif dan
kawan-kawan serta surat lain yang dibuat oleh sales: M. Dusun
Kepala Kampung Juata Laut dalam kurun waktu yang sama berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Surat Keterangan No. 47/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 dan
Surat dari Kepala Desa Juata Laut Kecamatan Tarakan barat M.
Dusun tanggal 13 Juli 1982 yang ditujukan kepada Pimpinan
perusahaan PT. Misaya Mitra Juata Laut, yang kemudian saksi
Abdul Latif menemukan kejanggalan-kejanggalan pada Surat
Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 antara lain
tandatangan dari saksi M. Dusun sebagai Kepala Kampung Juata
Laut tidak sama, stempel yang digunakan juga tidak sama,
sehingga kemudian saksi Abdul Latif menanyakan kepada saksi M.
Dusun yang kemudian saksi M.Dusun menjelaskan tidak pernah
membuatkan surat tanah yang terletak di Sungai Bengawan kepada
Terdakwa Abdul Muin namun yang diberikan hanya berupa Surat
Tambak saja yang untuk itu saksi M. Dusun membuat Surat
pernyataan tertanggal 12 September yang pada pokoknya
menjelaskan Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 atas nama Muin
adalah palsu ;
Bahwa selanjutnya disela-sela pertemuan para pihak untuk mencari
titik temu perihal lahan yang terletak di Sungai Bengawan tersebut,
maka ternyata secara sepihak dan tanpa sepengetahuan dari Abdul
Latif dan kawan-kawan dengan berdasarkan Surat Keterangan No.
01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 Terdakwa Abdul Muin dan
Herman Bin Abdul Muin melakukan pembicaraan dengan PT
Kayan Putra Utama Coal yang diwakili saksi Dony Adi Saputra,
S.Hut dan beberapa kali meninjau ke lokasi di Sungai Bengawan
dan yang terakhir ikut menyaksikan Camat Tarakan utara Hendra
Arfandi, Ap yang selanjutnya ada penegasan pula dari Terdakwa
Abdul Muin dan Terdakwa Herman serta Camat Tarakan utara
yang menyatakan keabsahan dan keaslian dari Surat Keterangan
No. 01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni 1977 sehingga dengan
keadaan demikian maka PT Kayan Putra Utama Coal bersedia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
melakukan pembayaran dengan terlebih dahulu mereka Terdakwa
dengan menggunakan Surat Keterangan No. 01/KD/JL/1977
tanggal 17 Juni 1977 menjual dengan melepaskan sebagian lahan
tanah yang terletak di Sungai Bengawan Letak : Jl. Bengawan
Indah/RT.01, Kelurahan Juata Permai, Kecamatan Tarakan utara
Kota Tarakan, Ukuran tanah : panjang lebih kurang 800 meter,
lebar lebih kurang : 600 meter dan luas lebih kurang 480.000 meter
persegi, dilepaskan panjang lebih kurang : 857/706 meter, lebar
lebih kurang : 108/287 meter, luas lebih kurang : 221.716 meter
persegi dengan batas-batas utara : Jl. Sungai Bengawan, timur :
Perwatasan Abd. Samaa. AM, selatan : Perwatasan Kaharuddin
dan barat : Kawasan pertambakan kepada PT. Kayan Putra Utama
Coal yang untuk itu mereka Terdakwa mendapatkan ganti rugi dari
PT Kayan Putra Utama Coal sebesar Rp 665.148.000,-
sebagaimana diterangkan dalam surat keterangan untuk
melepaskan tanah dan semua kepentingan tanggal 24 April 2004
yang ditandatangani Terdakwa Abdul Muin dan Soegwanto dari
PT Kayan Putra Utama Coal di hadapan saksi-saksi Sugijanto
Ketua RT.01 Juata Permai, dan Lurah Juata Permai Kaharudin, dan
dilegalisasi No.66/AKT/CTU/VIII/2004 oleh Camat Tarakan utara
Hendra Arfandi, Ap. Selanjutnya berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan pembayaran diantaranya di Kantor Camat Tarakan utara
dalam bentuk Cek dari pihak PT. Kayan Putra Utama Coal diwakili
saksi Dony Adi Saputra, S.Hut dan dari pihak yang melepaskan
lahan diwakili mereka Terdakwa Abdul Muin dan Herman dengan
disaksikan Camat Tarakan utara Herman Arfandi, Ap yang setelah
pembayaran dilakukan dan diterima mereka Terdakwa, maka
Camat Tarakan utara menyerahkan Surat pelepasan Hak Tanah dan
foto copy Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni
1977 ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Bahwa dari pertemuan antara pihak Abdul Latif dan kawan-kawan
dengan merek Terdakwa maka Camat Tarakan utara membuatkan
beberapa Berita Acara Musyawarah dan Berita Acara Peninjauan
lokasi lahan yang dipermasalahkan yang dibuat dan ditandatngani
pada tanggal 7 Agustus 2004 maka Camat Tarakan utara (saksi
Hendra Arfandi, Ap) menyimpulkan lahan tersebut adalah
penguasaan kelompok Abdul Muin dan kawan-kawan, yang
selanjutnya Terdakwa Abdul Muin menghibahkan sisa lokasi lahan
tanah yang terletak di Sungai Bengawan panjang lebih kurang 800
meter, lebar lebih kurang: 600 meter dan luas lebih kurang 480.000
meter persegi, dilepaskan dengan panjang lebih kurang : 500 meter,
lebar lebih kurang : 50 meter, luas lebih kurang : 25.000 meter
persegi dengan batas-batas utara : Perwatasan Mulyani, timur : Jl.
Cakra , selatan : Perwatasan Haryani dan barat: Jl. Manggala
dengan dihibahkan kepada Herman yang beralamat di Selumit RT.l
No.67 Kelurahan Selumit, Kecamatan Tarakan Tengah, kota
Tarakan ;
Bahwa selanjutnya Abdul Latif dan kawan-kawan mengetahui
perbuatan yang dilakukan mereka Terdakwa dengan menjual
sebagian kepada PT KPUC yang merupakan lahan milik Abdul
Latif dan kawan-kawan dan menemukan adanya kejanggalan-
kejanggalan Surat Keterangan No.01/KD/JL/1977 tanggal 17 Juni
1977 diantaranya berupa tandatangan yang berbeda dari M. Dusun
sebagai Kepala Kampung Juata Laut dan Cap Stempel Kepala
Kampung Juata Laut yang juga berbeda, maka melaporkan kepada
pihak berwajib, sehingga akibat perbuatan mereka Terdakwa
merugikan kepentingan hak dari saksi Abdul Latif dan kawan -
kawan ;
Perbuatan Terdakwa tersebut melanggar Pasal 385 ayat (1) jo Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHP ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3. Putusan
a. Putusan Pengadilan Negeri Negeri Tarakan
Membaca putusan Pengadilan Negeri Tarakan No.
353/Pid.B/2006/ PN.Trk., tanggal 12 Februari 2007 yang amar
lengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa I. ABDUL MUIN Bin MALLANGKA dan
Terdakwa II. HERMAN Bin ABDUL MUIN tersebut di atas telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana "Secara bersama-sama mempergunakan surat palsu dan
pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian" ;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap para Terdakwa
dengan pidana penjara masing-masing selama 10 (sepuluh) bulan ;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan para Terdakwa
dikurangkan dari pidana yang di jatuhkan tersebut di atas ;
4. Memerintahkan barang bukti/surat bukti dalam perkara ini berupa :
1(satu) lembar Surat Keterangan Nomor : 01/KD/JL/1977
tanggal 17 Juni 1977;
1(satu) eksemplar legalisir Berita Acara Musyawarah;
1 (satu) lembar legalisir Berita Acara Hasil Peninjauan Lokasi;
1 (satu) lembar legalisir Undangan Rapat; Agar tetap terlampir
dalam Berkas Perkara;
1 (satu) lembar Surat Keputusan Nomor: 15/SK/KK-JL/II/1981
tanggal 21 Januari 1981;
1 (satu) lembar Surat Penunjukan Nomor: 87/S.Pen/KK-
JL/IlI/1981 tanggal 29 Maret 1981 ;
1 (satu) lembar Surat Kuasa Nomor: 70/KD/JL/06/1983 tanggal
30 Juni 1983 ;
1 (satu) lembar Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh M.
DUSUN ; Agar dikembalikan kepada saksi Abdul Latif Bin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Saleh Yakup ;
1 (satu) lembar Surat Keterangan Nomor : 47/KD/JL/II/1977
tanggal 17 JUNI 1977; Agar dikembalikan kepada saksi
Lataming Bin Sunre ;
1 (satu) lembar surat yang dibuat dan ditandatangani oleh M.
DUSUN tanggal 13Juali 1982; Agar dikembalikan kepada
saksi Ismail Bin Giham ;
5. Membebankan kepada para Terdakwa untuk membayar biaya
perkara masing-masing sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah)
b. Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur
Membaca putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di
Samarinda No.37/Pid./2007/PT.KT.SMDA., tanggal 17 Maret 2007
yang amar lengkapnya sebagai berikut :
1. Menerima permohonan banding dari kuasa hukum Terdakwa dan
Jaksa Penuntut Umum tersebut;
2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tarakan Nomor:
353/Pid.B/2006/PNTrk. tanggal 12 Februari 2007 yang
dimohonkan banding dengan perbaikan kualifikasi perbuatan
pidana dan lamanya pidana, sehingga menjadi :
3. Menyatakan bahwa, Terdakwa - Terdakwa : Abdul Muin Bin
Mallangka dan Herman Bin Abdul Muin bersalah melakukan
tindak pidana turut serta mempergunakan surat palsu dan
perbuatannya dapat menimbulkan kerugian;
4. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa-Terdakwa
dengan pidana penjara masing -masing selama 1 (satu ) tahun;
5. Menetapkan masa tahanan yang pernah dijalani para Terdakwa
dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;
6. Menetapkan barang bukti:
1 (satu) lembar Surat Keterangan Nomor : 01/KD/JL/1977
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
tanggal 17 Juni 1977 ;
1 (satu) eksemplar legalisir Berita Acara Musyawarah ;
1 ( satu ) lembar legalisir Berita Acara Hasil Peninjauan Lokasi
;
1 ( satu ) lembar legalisir Undangan Rapat;Agar tetap terlampir
dalam Berkas Perkara;
1 (satu) lembar Surat Keputusan Nomor : 15/SK/KK-
JL/II/1981 tanggal 21 Januari 1981;
1 (satu) lembar Surat Penunjukan Nomor : 87/S.Pen/KK-
JL/lll/1981 tanggal 29 Maret 1981;
1 (satu) lembar Surat Kuasa Nomor: 70/KD/JL/06/1983 tanggal
30 Juni 1983;
1 (satu) lembar Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh M.
DUSUN ; Agar dikembalikan kepada saksi Abdul Latif Bin
Saleh Yakup;
1 (satu) lembar Surat Keterangan Nomor : 47/KD/JU1I/1977
tanggal 17 Juni 1977; Agar dikembalikan kepada saksi
Lataming Bin Sunre ;
1 (satu) lembar surat yang dibuat dan ditandatangani oleh M.
DUSUN tanggal 13 Juli 1982; Agar dikembalikan kepada saksi
Ismail Bin Giham ;
7. Membebankan kepada Terdakwa - Terdakwa untuk membayar
ongkos perkara sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah) ;
c. Putusan Mahkamah Agung No. 2175 K/Pid/2007
MENGADILI
1) Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : 1.
ABDUL MUIN Bin MALLANGKA, 2. HERMAN Bin ABDUL
MUIN tersebut ;
2) Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di
Samarinda No. 37/PID/2007/PT.KT.SMDA tanggal 29 Mei 2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Tarakan No.
353/Pid.B/2006/PN.Trk., tanggal 12 Februari 2007
MENGADILI SENDIRI
1) Menyatakan Terdakwa ABDUL MUIN Bin MALLANGKA dan
HERMAN Bin ABDUL MUIN tersebut tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang
didakwakan dalam Dakwaan Kesatu atau Kedua;
2) Membebaskan para Terdakwa oleh karena itu dari seluruh
dakwaan,;
3) Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya ;
4) Menetapkan Barang bukti berupa :
1 (satu) lembar Surat Keterangan Nomor : 01/KD/JL/1977
tanggal 17 Juni 1977;
1 (satu) eksemplar legalisasi Berita Acara Musyawarah ;
1 (satu) lembar legalisasi Berita Acara Hasil Peninjauan
Lokasi;
1 (satu) lembar legalisir Undangan Rapat; Agar tetap
terlampir dalam berkas ;
1 (satu) lembar Surat Keputusan Nomor : 15/SK/KK-
JL/II/1981 tanggal 21 Januari 1981
1 (satu) lembar Surat Penunjukan Nomor : 87/SPen/KK-
JL/lIl/1981 tanggal 29 Maret 1981 ;
1 (satu) lembar Surat Kuasa Nomor : 70/KD/JL/06/1983
tanggal 30 Juni 1983
1 (satu) lembar Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh
M. Dusun; Agar dikembalikan kepada saksi Abdul Latif
Bin Saleh Yakup ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
1 (satu) lembar Surat Keterangan Nomor :
47/KD/JL/II/1977 tanggal 17 Juni 1977; Agar dikembalikan
kepada Saksi Lataming Bin Sunre ;
1 (satu) lembar surat yang dibuat dan ditandatangani oleh
M. Dusun tanggal 13 Juli 1982; Agar dikembalikan kepada
Saksi Ismail Bin Giham ;
5) Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan
kepada Negara.
B. PEMBAHASAN
1. Apakah pengajuan kasasi oleh Terdakwa dengan alasan hukum
bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis memenuhi
ketentuan Pasal 183 KUHAP
Dalam pengajuan upaya hukum kasasi pihak-pihak yang
mengajukan harus telah memiliki alasan hukum sebagai alasan pengajuan
kasasi. Seperti yang tertuang dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP
menjabarkan alasan-alasan mengenai pengajuan kasasi, yang selengkapnya
berbunyi:
“(1) Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 dan
Pasal 248 guna menentukan :
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan perundang-undangan;
c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya .”
Melihat dan setelah mencermati putusan Mahakamah Agung
Nomor: . 2175 K/Pid/2007, Terdakwa sebagai pemohon pengajuan Kasai
dengan alasan bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis.
Dengan katalain melihat dari ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP, maka
yang perlu dikaji disini adalah mengenai pengimplementasian Pasal 253
ayat (1) huruf a mengenai “apakah benar suatu peraturan hukum tidak
diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Bahwa Pemohon Kasasi berkeberatan atas Keputusan Hakim
Banding yang hanya mengambil alih segala pertimbangan hukum Hakim
Tingkat Pertama, tanpa memberikan penilaian yang jujur dan obyektif atas
perkara a quo, yang secara essensial bertolak belakang dengan nilai-nilai
keadilan yang berlaku, hal mana terurai dalam keberatan Pemohon Kasasi
sebagai berikut :
1. JUDEX FACTI (PENGADILAN NEGERI maupun PENGADILAN
TINGGI) MENGABAIKAN FAKTA-FAKTA HUKUM:
1. Bahwa, nyata sekali Judex Facti (Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi) telah salah menerapkan hukum, sebagaimana
ternyata dari pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri
Tarakan pada putusannya Nomor : 355/Pid.B/2006/PN.Trk,
tanggal 12 Februari 2007, pada halaman 65 dan seterusnya yang
mengambil kesimpulan bahwa "Surat Keterangan Nomor:
01/KD/JL/1997 tanggal 17 Juni 1977 adalah palsu" dari
keterangan-keterangan saksi yang memberatkan saja (i.c saksi
Badarudin, saksi Arsyad, dan saksi Agus Ekamto selaku Penyidik
yang memeriksa/memintai keterangan saksi M. Dusun) ;
2. Bahwa, padahal bila dilihat keterangan saksi-saksi (saksi
Badarudin, saksi Arsyad, saksi Agus Ekamto) tersebut adalah
keterangan yang direkayasa, penuh kebohongan dan tidak benar.
Hal mana keterangan saksi-saksi tersebut telah dibantah pula oleh
saksi M. Dusun ;
2. Bahwa, padahal bila dilihat dari keterangan saksi a charge yang
diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum (terutama saksi M. Dusun), dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
Saksi M. Dusun pernah membuat surat "Surat Keterangan Nomor :
01/ KD/JL/1997 tanggal 17 Juni 1977" untuk diberikan kepada
Terdakwa I Abdul Muin Bin Mallangka ;
Atas surat yang pernah diterbitkannya tersebut Saksi M. Dusun
tidak pernah merasa mencabutnya ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Saksi M. Dusun tidak pernah membuat dan menandatangani Surat
Pernyataan tanggal 12 September 2004 yang menyatakan bahwa
Surat Keterangan Nomor : 01/KD/JL/1977, tanggal 17 Juni 1977,
an. Abdul Muin adalah palsu atau dipalsukan ;
3. Bahwa, kesimpulan Judex Facti tentang adanya surat palsu Nomor :
01/KD/ JL/1977, tanggal 17 Juni 1977 nampaknya didasarkan pada
Surat Pernyataan tanggal 12 September 2004 sebagaimana dimaksud
di atas dan dikuatkan oleh keterangan saksi AGUS EKAMTO, namun
demikian Judex Facti tidak mempertimbangkan kedudukan dan
kekuatan dari alat bukti tersebut. Untuk konkritnya dapat Pemohon
Kasasi kemukakan sebagai berikut:
a. Asli dari Surat Pernyataan tanggal 12 September 2004 tersebut
tidak pernah diperlihatkan di persidangan. Oleh karenanya
seharusnya timbul pertanyaan, kenapa ? Pemohon Kasasi dapat
menduga bahwa Surat Pernyataan tanggal 12 September 2004 tentu
dengan sengaja tidak mau diperlihatkan kepada Saksi M. Dusun,
agar tidak terungkap siapa yang merekayasa surat pernyataan
tersebut. Namun demikian terlepas dari apakah terdapat rekayasa
dari pihak-pihak tertentu atau tidak, seharusnya alat bukti yang tidak
ditemukan aslinya tersebut harus dianggap bukan barang bukti" ;
b. Kehadiran saksi AGUS EKAMTO yang merupakan Penyidik dari
Kepolisian adalah suatu ketidakwajaran dalam proses peradilan
yang fair; karena lazimnya seorang Penyidik perkara hanya dapat
dihadirkan sebagai saksi verbalisan apabila Terdakwa membantah
isi Berita Acara Pemeriksaan. Hal ini merupakan sebuah fakta
bahwa dakwaan atas diri Para Terdakwa adalah memang sebuah
rekayasa serta order dari pihak- pihak tertentu;
JUDEX FACTI TIDAK TAAT TERHADAP ASAS PEMBUKTIAN.
Sebagaimana kita ketahui bersama, sistem pembuktian di Negara kita
memakai sistem "Negatief Wettelijk", yaitu keyakinan yang disertai
dengan mempergunakan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Undang;
Hal ini dapat terlihat pada Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi sebagai
berikut : "Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan, bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya" ;
Mengenai alat bukti yang sah, dikatakan pada Pasal 184 ayat (1)
KUHAP yang menyatakan :
"Alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli,
Dan seterusnya" ;
Tentang keterangan saksi dalam Pasal 185 KUHAP disebut :
(1) "Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan
dalam sidang" ;
(2) "Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya" ;
Dari perumusan tersebut jelaslah, bahwa keterangan saksi yang
dianggap sebagai alat bukti yang sah hanyalah apa yang dinyatakan
saksi di hadapan sidang dan keterangan seorang saksi saja tidak dapat
dijadikan alat bukti yang sah sebagaimana yang lazim disebut "Unus
testis nullus testis" ;
Selanjutnya mengenai kesaksian di persidangan disebutkan dalam
Pasal 185 ayat (5) KUHAP, yaitu :
"Baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran
saja, bukan keterangan saksi" ;
Pasal 185 ayat (6) tentang penilaian keterangan saksi, dinyatakan :
Dalam menilai kebenaran keterangan saksi satu dengan yang lain,
Hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan :
a. Persesuaian antara keterangan saksi satu sama lainnya ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain
c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan
keterangan tertentu
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya;
Dalam konteks sebagaimana di atas, nyata sekali bahwa Judex Facti
memberikan pertimbangan secara berat sebelah dan tidak
komprehensif sehingga menimbulkan kesimpulan-kesimpulan yang
merugikan posisi para Terdakwa ;
Padahal dalam Pasal 191 KUHAP dinyatakan secara tegas :
"Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan dalam
sidang kesalahan Terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka Terdakwa
diputus bebas." Dari ketentuan-ketentuan Pasal tersebut juga memberi
ketentuan tentang penggunaan alat-alat bukti secara langsung
("Ommiddelijkheid der bewijsvoering);
Asas ini dipakai sebagai upaya untuk menelusuri "materiele waarheid"
(kebenaran materiil) sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Van
Bemmelen dalam bukunya berjudul "Leerboek van het Ned.
Strafprocesrecht, 6 e herziene druk', halaman 95, yang apabila
diterjemahkan secara bebas, pada dasarnya mengandung arti:
"Dalam menelusuri kebenaran materiil, maka berlaku suatu asas bahwa
keseluruhan proses yang menghantarkan kepada putusan Hakim, harus
secara langsung dihadapkan kepada Hakim dan proses secara
keseluruhan diikuti oleh Terdakwa serta harus diusahakan dengan alat
bukti yang sempurna" ;
Suatu asas yang disebut "IN DUBIO PRO REO" yang juga berlaku
bagi hukum pidana yang menyatakan bahwa apabila terdapat cukup
alasan untuk meragukan kesalahan Terdakwa, maka Hakim
membiarkan neraca timbangan jomplang untuk keuntungan Terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Prinsip doktrin dalam hukum pidana tetap dominan dalam kehidupan
diri Terdakwa yang universal karenanya dihindarilah sejauh mungkin
subyektifitas atas penanganan perkara yang dihadapi siapapun, baik itu
berkaitan dengan masalah social politis maupun ekstra interventif
lainnya, sehingga adagium bahwa "Lebih baik membebaskan seribu
orang bersalah dari pada menghukum satu orang tidak bersalah", dapat
diterapkan secara total obyektif, begitu pula pada diri dan kasus
Terdakwa I Abdul Muin Bin Mallangka dan Terdakwa 2 Herman Bin
Abdul muin ;
Asas ini tidak tertulis dalam Undang-Undang Pidana, namun tidak
dapat dihilangkan kaitannya dengan asas Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan" (Geen Straf Zonder Schuld") atau " Anwijzigheid van alle
Schuld' yang sudah menjadi yurisprudensi konstan dan dapat
diturunkan dari Pasal 182 ayat (6) KUHAP ;
4. Bahwa, oleh karenanya Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah salah
menerapkan hukum atau melanggar hukum, karena Pengadilan Tinggi
telah mengambil alih begitu saja putusan Pengadilan Negeri Tarakan
yang tidak sempurna pertimbangan hukumnya;
5. Bahwa dengan demikian berarti Judex Facti (Pengadilan Tinggi) tidak
meneliti secara cermat dan sama sekali tidak mempertimbangkan
secara keseluruhan bagian dari keberatan-keberatan Pemohon Kasasi,
karenanya keputusan tersebut sudah tentu tidak mempunyai
pertimbangan yang cukup (Onvoldoende Gemotiveerd);
Untuk selanjutnya kepada Mahkamah Agung Rl sudah sepatutnya
membatalkan atau menyatakan batal demi hukum putusan Pengadilan
Tinggi yang dikasasi ini ;
Setelah melihat mengenai alasan pengajuan kasasi yang di ajukan
terdakwa beserta alasan-alsan hukumnya disini penulis berpendapat bahwa
apa yang telah didalilkan terdakwa dalam mendalilkan alasan hukum
pengajuan kasasi bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis
telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Hal tersebut dapat dijabarkan melalui pengertian dan penjabaran
dari sifat unus testis nullus testis mengenai kekuatan pembuktian saksi.
Mengenai satu saksi bukan saksi didalam KUHAP diatur dalamPasal 185
ayat (2), (3), dan (4) yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat (2) : “keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktiakan
bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya”
Ayat (3) : “ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (2) tidak berlaku
apabila disertai satu alat bukti yang sah lainnya”
Ayat (4) : “ keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah
apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau
kesalahan tertentu.”
Melihat dari penjabaran Pasal 185 ayat (2), (3), dan (4) diatas
bahwa aturan Unus testis nullus testis bukanlah harus diartikan bahwa
keterangan dari seorang saksi tidak mempunyai kekuatan pembuktian
sama sekali. Pengertian yang sebenarnya ialah bahwa keterangan seorang
saksi yang berdiri sendiri memang tidak dapat memberikan kekuatan
pembuktian yang sah, tetapi jika tidak lagi berdiri sendiri dan dapat
dihubungkan dengan alat bukti yang lain, maka tentu memiliki kekuatan
pembuktian yang sah.
Apabila ditilik mengenai kesesuaian pengajuan kasasi dengan
alasan bahwa saksi a charge bersifat unus testis nullus testis dengan
kesesuaiannya dengan Pasal 183 KUHAP maka penuli akan mencoba
menyangkutkan hal tersebut terhadap prinsip minimum pembuktian seperti
yang tertuang dalam bunyi Pasal 183 KUHAP sebagai berikut:
Pasal 183 KUHAP
a. Prinsip minimum pembuktian: kesalahan dapat dibuktikan minimal
dengan dua lat bukti yang sah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Keyakinan hakim: dengan dua alat bukti tersebut hakim memperoleh
keyakinan
Masalah yang berhubungan dengan minimum pembuktian
dalamhalini Pasal 183 ayat (1) KUHAP merupakan prinsip yang mengatur
batas yang harus dipenuhi membuktikan kesalahan terdakwa. Atau dengan
perkataan lain asas minimum pembuktian adalah suatu prinsip yang harus
dipedomani dalam menilai cukup atau tidaknya alat bukti membuktikan
salah atau tidaknya seorang terdakwa. Untuk melihat hal tersebut perlu
dilihat dan diteliti materi Pasal 183 KUHAP.
Dalam materi Pasal 183 KUHAP secara tegas menentukan bahwa
untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang terdakwa baru boleh
dilakukan hakim apabila kesalahan terdakwa telah dapat dibuktikan
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Jadi minimum pembuktian yang dianggap cukup membuktikan
kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat dijatuhkan pidana harus dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Satu alat bukti saja, undang-
undang belum menganggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa.
Batas minimum yang dianngap cukup oleh undang-undang paling sedikit
dengan dua alat bukti yang sah.
Melihat akan ketentuan tersebut maka perlu kita lihat bagaimana
kekuatan pembuktian yang ada pada alat bukti yang ada. Disini walaupun
alat bukti yang ada telah memenuhi secara jumlah dalam perkara ini,
namun terdakwa dalam alasan pengajuan dan permohonan kasasinya
menyatakan bahwa saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam perkara ini tidak dapat dipergunakan keterangannya sebagai
suatu bukti. Hal tersebut dikarenakan
a. Bahwa, nyata sekali Judex Facti (Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi) telah salah menerapkan hukum, sebagaimana ternyata dari
pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri Tarakan pada
putusannya Nomor : 355/Pid.B/2006/PN.Trk, tanggal 12 Februari
2007, pada halaman 65 dan seterusnya yang mengambil kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
bahwa "Surat Keterangan Nomor: 01/KD/JL/1997 tanggal 17 Juni
1977 adalah palsu" dari keterangan-keterangan saksi yang
memberatkan saja (i.c saksi Badarudin, saksi Arsyad, dan saksi Agus
Ekamto selaku Penyidik yang memeriksa/memintai keterangan saksi
M. Dusun) ;
b. Bahwa, padahal bila dilihat keterangan saksi-saksi (saksi Badarudin,
saksi Arsyad, saksi Agus Ekamto) tersebut adalah keterangan yang
direkayasa, penuh kebohongan dan tidak benar. Hal mana keterangan
saksi-saksi tersebut telah dibantah pula oleh saksi M. Dusun ;
c. Kehadiran saksi AGUS EKAMTO yang merupakan Penyidik dari
Kepolisian adalah suatu ketidak wajaran dalam proses peradilan yang
fair; karena lazimnya seorang Penyidik perkara hanya dapat dihadirkan
sebagai saksi verbalisan apabila Terdakwa membantah isi Berita Acara
Pemeriksaan. Hal ini merupakan sebuah fakta bahwa dakwaan atas diri
Para Terdakwa adalah memang sebuah rekayasa serta order dari pihak-
pihak tertentu;
Melihat dan mendasari pada alasan-alasan terdakwa tersebut, maka
dengan kata lain disini penerapan asas minimum pembuktian tidak
terpenuhi. Hal tersebut menimbang dari alasan-alasan yang dikemukakan
sebelumnya keterangan saksi yang dapat dipergunakan hanyalah saksi M.
Dusun. Walaupin disini penyidik juga berupaya menghadirkan saksi Agus
Ekamto dalam persidangan, namun kedudukan saksi sebagai penyidik
tidak dapat didengarkan kesaksiaanya. Hal tersebut dikarenakan
kedudukan saksi dari penyidik hanya dapat dihadirkan sebagai saksi
verbalisan apabila terdakwa membantah isi Berita Acara Pemeriksaan.
Sehingga menurut hemat penulis apabila hal-hal tersebut di
hubungkan dengan penerapan prinsip unus testis nullus testis dan prinsip
minimum pembuktian yang terkandung dalam Pasal 183 KUHAP, maka
telah benar alasan-alasan yang dikemukakan terdakawa dalam pengajuan
kasasi bahwa saksi a charge yang diajukan sebagai alat bukti bersifat
unus testis nullus testis. Hal tersebut dikarenakan sesuai dengan asas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
minimumpembuktian dan dihubungkan dengan prinsip unus testis nullus
testis pada intinya tidak diperkenankan membuktikan kesalahan terdakwa
hanya dengan mendasarkan pada satu alat bukti saja.
Atas hal tersebut sebagai alasan seperti yang tertuang dalamPasal
253 KUHAP mengenai alasan kasasi, disini terlihat jelas bahwa pada
pengadilan pada tingkat sebelumnya terdapat peraturan yang tidak
diterapkan atau diterapkan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Sehingga
mengacu pada hal tersebut telah benar bahwa terdakwa mengajukan upaya
hukum kasasi. Karena hal mengenai asas unus testis nullus testis yang
didalikan terdakwa telah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP
tentang prinsip minimum pembuktian.
2. relevansi saksi a charge bersifat unus testis nullus testis dengan prinsip
in dubio pro reo dalam implementasi Pasal 183 KUHAP
Dalam penerapan atau impelmentasi Pasal 183 KUHAP terkait
hubungan sifat unus testis nullus testis dengan prinsip in dubio pro reo.
Perlu penulis ingatkan kembali mengenai pengertian prinsip in dubio pro
reo. Menurut “Kamus Hukum” yang ditulis oleh Simorangkir (2006:73),
frasa in dubio pro reo diartikan sebagai “jika ada keragu-raguan
mengenai sesuatu hal haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan
terdakwa”.
Melihat dari adanya prinsip tersebut apabila penulis merumuskan
melaui asas unus testis nullus testis dengan prinsip in dubio pro reo maka
dapat penulis paparkan bahwa sesuai dengan prinsip pembuktian yang
terkandung dalam KUHAP bahwa prinsip pembuktian menganut prinsip
"Negatief Wettelijk", yaitu keyakinan yang disertai dengan
mempergunakan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang dalam
hakim menjatuhkan putusannya.
Mengenai adanya saksi yang bersifat unus testis nullus testis,
penulis mencoba menjabarkan bahwa terkait dengan prinsip tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
apabila kita melihat terhadap prinsip minimum pembuktian yang
tercantum dalam Pasal 183 KUHAP, masalah yang yang berhubungan
dengan prinsip minimum pembuktian merupakan prinsip yang mengatur
mengenai batas yang harus dipenuhi untuk membuktiakan kesalahan
terdakwa. Atau dengan perkataan lain asas minimum pembuktian adalah
suatu prinsip yang harusn dipedomani dalam menilai cukup atau tidaknya
alat bukti membuktikan salah atau tidaknya terdakwa.
Menurut penulis secara tegas dalam Pasal 183 tidak diperbolehkan
seorang hakim menjatuhkan pidana apabila tidak terdapat sekurang-
kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah. Perihal mengenai alat bukti
yang sah secara tegas telah diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, undang-undang menentukan
lima(5) alat bukti yang sah. Diluar lima jenis alat bukti tersebut tidak dapat
dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
Perihal dalam penggunaan alat bukti yang sah sangat diperlukan
dalam hal pembuktian terdakwa apakah terbukti bersalah atau tidak
terhadap apa yang didakwakan kepadanya. Terkait dengan saksi a charge
yang bersifat unus testis nullus testis, majelis hakim tidak dapat
mengunakanatau melarang menggunakan keterangan saksi tersebut
sebagai alat bukti dalam proses pembuktian. Seperti yang dikemukakan
oleh Djoko Prakoso S.H. “Larangan ini hanya mengenai pembuktian dari
tuduhan tersebut dalam keseluruhannya. Dengan demikian, bagian-bagian
dari tuduhan boleh dianggap terbukti dengan keterangan dari seorang saksi
juga dalam hal bahan pembuktian Ybs, disamping keterangan dari saksi
tersebut, tidak sesuai dan sama sekali terlepas dari keterangan saksi
tersebut, karena mengenai bagian lain dari tuduhan, maka hakim dalam
keadaan demikian dapat memutuskan suatu hukum tanpa melanggar Pasal
185 KUHAP.”(Djoko Prkoso, 1988:72).
Melihat atas dasar hal tersebut terhadap kedudukan saksi a charge
bersifat unus testis nullus testis terhadap relevansinya dengan asas in dubio
pro reo maka penulis menarik kesimpulan bahwa tentunya dengan hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
adanya sifat unus testis nullus testis pada saksi dapat menimbulkan
keragu-raguan bagi hakim dalam menilah seorang terdakwa bersalah atau
tidak, karena jika di lihat pada Pasal 183 KUHAP mengenai batas
minimum pembuktian dalam Pasal tersebut hakim tidak diperbolehkan
menjatuhkan pidana bila berdasarkan alat bukti dalam persidangan ia tidak
memperoleh keyakinan atas bersalahnya terdakwa. Sementara dalam
adanya saksi bersifat unus testis nullus testis menjabarkan bahwa satu
saksi bukanlah saksi. Oleh karena itu berdasarkan atas hal tersebut apabila
disesuaikan dengan adanya prinsip in dubio pro reo maka melarang hakim
menjatuhkan pidana bila berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia tidak memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya seperti yang
tertuang dalam Pasal 183 KUHAP.
Melihat hal tersebut dengan adanya sifat unus testis nullus testis
dan melihat prinsip in dubio pro reo serta menimbang mengenai prinsip
minimum pembuktian yang tertuang dalam Pasal 183 KUHAP akan
menimbulkan akibat hukum bahwa terdakwa harus debabaskan dari segala
dakwaan karena jika hakim tidak memperoleh keyakinan atas bersalahnya
terdakwa. Sehingga hakim harus memutus terdakwa bebas dari dakwaan
berdasarkan pengaturan Pasal 191 KUHAP yang menyatakan: “Jika
pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Unus testis nullus testis bukanlah harus diartikan bahwa keterangan dari
seorang saksi tidak mempunyai kekuatan pembuktian sama sekali.
Pengertian yang sebenarnya ialah bahwa keterangan seorang saksi yang
berdiri sendiri memang tidak dapat memberikan kekuatan pembuktian
yang sah, tetapi jika tidak lagi berdiri sendiri dan dapat dihubungkan
dengan alat bukti yang lain, maka tentu memiliki kekuatan pembuktian
yang sah. Mengenai adanya saksi yang bersifat unus testis nullus testis,
penulis melihat terhadap prinsip minimum pembuktian yang tercantum
dalam Pasal 183 KUHAP, masalah yang yang berhubungan dengan prinsip
minimum pembuktian merupakan prinsip yang mengatur mengenai batas
yang harus dipenuhi untuk membuktiakan kesalahan terdakwa
2. Dalam persidangan apabila hakim tidak memperoleh keyakinan atas
bersalahnya terdakwa akibat kurangnya sarat minimum alat bukti yang
terdiri dari dua alat bukti yang sah hakim harus memutus terdakwa bebas
dari dakwaan berdasarkan pengaturan Pasal 191 KUHAP dan sesuai
dengan penerapan asas in dubio pro reo.
B. SARAN
1. Sebaiknya dalam menjalankan fungsinya sebagai pihak-pihak penegak
hukum harus mencermati terhadap serangkaian perundang-undangan yang
ada.
2. Dalam memutus perkara sebaiknya hakim lebih teliti dalam mencermati
peraturan-peraturan yang ada guna memperoleh suatu keadilan bagi semua
pihak serta memperoleh kepastian hukum.
top related