steven johnson synd

Post on 12-Apr-2016

225 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

nijfsjlkg h jisdahfoisdaf dsfhsdhfsdnsdaijofhs uisdfhsduhf uisdhf dsfhuhfsdaihfijosadhhg sdaoifhs klndbajlds sdjiahfisdahif hdsfiusdahfuia iuhsdafui dsafdsa sdafsad dasfdsa fd dsaf dssd agdsafds gsdag sd g

TRANSCRIPT

Sindrom Stevens Johnson I. PendahuluanKulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption itu sendiri ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik.2,3,4Menurut WHO, sekitar 2% dari seluruh jenis erupsi obat yang timbul tergolong serius karena reaksi alergi obat yang timbul tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit bahkan mengakibatkan kematian. Sindrom Steven-Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksis (NET) adalah beberapa bentuk reaksi serius tersebut. Perlu ditegakkan diagnosa yang tepat dari gangguan ini sehingga memberikan manifestasi yang serupa dengan gangguan kulit lain pada umumnya. Identifikasi dan anamnesa yang tepat dari penyebab timbulnya reaksi obat adalah salah satu hal penting untuk memberikan tatalaksana yang cepat dan tepat bagi penderita dengan tujuan membantu meningkatkan prognosis serta menurunkan angka morbiditas.2,3Insiden sindrom ini makin meningkat karena salah satu penyebabnya ialah alergi obat dan sekarang semua obat dapat diperoleh secara babas. Setiap tahun kira-kira terdapat 10 kasus. Bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi yang tepat dan cepat nyawa penderita dapat diselamatkan. Stevens-Johnson adalah suatu variasi berat sekaligus fatal dari eritema multiform. merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit, selaput lendir di orifisium (muara/lubang) dan mata, dengan keadaan umum yang bervariasi dari yang ringan sampai berat.5Sinonimnya antara lain: sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. 1,2

II. DefinisiSindrom Stevens-Johnson (SJS) merupakan sin¬drom yang mengenai kulit, selaput lendir di ori¬fisium, dan mata dengan keadaan umum ber¬variasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bulla, dapat juga disertai purpura.1Sindrom Stevens-Johnson juga disebut erythema multiforme mayor merupakan penyakit yang jarang ditemukan, gangguan serius dari kulit dan membran mukosa. Seringkali, Stevens-Johnson Sindrom dimulai dengan beberapa gejala seperti flu, diikuti oleh inflamasi membran mukosa dan adanya ruam merah atau peradangan kulit yang menyebar, akhirnya menyebabkan bagian atas lapisan kulit mati dan terkelupas.7Meskipun peyebabnya tidak selalu jelas, Stevens-Johnson Sindrom biasanya adalah jenis reaksi alergi tertentu dalam merespon terhadap obat-obatan atau infeksi. Pada kondisi darurat, Stevens-Johnson Sindrom memerlukan rawat inap. Perawatannya terfokus pada menghilangkan penyebab, jika memungkinkan, mengendalikan gejala dan meminimalkan komplikasi. Pemulihan stevens-johnson sindrom dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, tergantung pada beratnya kondisi.7Menurut Webster’s New World Medical Dictionary, Stevens-Johnson Sindrom (SJS) didefinisikan sebagai Reaksi alergi sistemik (menyerang keseluruhan tubuh) dengan karakteristik berupa rash atau kemerahan yang mengenai kulit, selaput lendir, termasuk selaput lendir mulut dan mata. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitif (alergi) terhadap obat atau virus tertentu.9

III. EtiologiPenyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi, penyakit graft versus host, neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimoksazol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif.1Sindrom Stevens Johnson adalah penyakit kulit yang potensial menyebabkan kematian yang biasanya diakibatkan reaksi obat. Penyakit lain yan bekaitan dengan obat yakni penyakit Toksik Epidermal Nekrolisis. Kedua penyakit itu sangat menyakitkan dan mematikan. Pada banyak kasus, penyakit ini banyak disebabkan oleh reaksi obat, dan salah satu obat yang diketahui akhir-akhir ini yang dapat menimbulkan penyakit tersebut adalah obat golongan cox-2 inhibitor Bextra (valdecoxib).Obat dan penyakit keganasan adalah penyebab tersering sindrom ini pada orang dewasa dan lansia. Pada kasus pediatrik, sindrom ini lebih banyak berkaitan akibat infeksi dibanding penyakit keganasan ataupun reaksi obat. Pada pasien dengan sindrom ini ditemukan 2/3 nya dengan riwayat penggunaan obat sulfa dan penisilin, dan lebih dari setengahnya berkaitan dengan infeksi pernafasan bagian atas.2Etiologi dapat dibagi atas:1) Akibat penyakit infeksiPenyakit infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan sindrom ini meliputi• Viral: herpes simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch fever, influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV), mononucleosis infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and enteroviruses diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak.• Bakteri: termasuk kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella tularensis, Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire, Vibrio parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia tularemia and salmonella typhoid.• Jamur: termasuk coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis.• Protozoa: malaria and trichomoniasis.

2) Reaksi penggunaan obatPenggunaan obat paling sering pada anak yang berkaitan dengan timbulnya sindrom ini adalah sebagai berikut:• Carbamazepine (Tegretol – pengobatan anti kejang)• Cotrimoxazole (Septra, Bactrim dan berbagai nama generik dari trimethoprim-sulfazoxazole). Ini adalah golongan sulfa antibiotik yang digunakan untuk mengatasi infeksi saluran kemih dan mencegah infeksi pada telinga• Sulfadoxine dan pyrimethamine, digunakan sebagai pengobatan malaria dan pada anak dipakai pada pasien dengan penyakit immunodefisiensi.4

Khasnya, penyakit ini muncul dalam waktu satu sampai dua minggu setelah mengkonsumsi obat (bila obat tersebut sebagai penyebabnya). Beberapa orang tua sering menganggap anaknya mengalami flu biasa, karena sejak anak-anak telah mengalami infeksi saluran nafas atas yang tidak khas. Demam, sakit tenggorokan, menggigil, sakit kepala, dan ngilu pada persendian dapat terjadinya.. Kemudian dengan tiba-tiba diikuti dengan erupsi kulit yang luas pada sebagian besar kulit yang tampak sebagai bercak merah kehitaman (disebabkan oleh perdarahan mikroskopik di

dalam kulit - purpura), melepuh yang kemudian ruptur meninggalkan jaringan nekrotik sentral.5Antibiotik LainnyaSulfonamid Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs- Ibuprofen- Oxyphenbutazone- Naproxen- Diclofenac Sodium- IndomethacinBeta-Lactams- Penicillins- Ciprofloxacin Anti Konvulsan- Phenytoin Sodium- Carbamazepine- PhenobarbitalAminoglycoside- Gentamycin Diuretik- Furosemide- MethazolamideTetracycline- Doxycycline Topical Ocular Medications- Scopolamine- Tropicamide- Sulfonamide

Pada akhir tahun 2002 US Food and Drug Administration (FDA) and the manufacturer Pharmacia mencatat bahwa sindrom ini ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor valdecoxib sebelumnya.3) Penyakit keganasan,yakni pada beberapa karsinoma, leukemia, leomioma dan limfoma4) Penyakit jaringan ikat, lupus eritematosus5) Physical stimuli pada beberapa Sindrom Stevens Johnson dapat terjadi akibat stimulus physical stimuli, seperti terapi radiasi atau cahaya ultraviolet.6) Immunisasi: yakni pada imunisasi seperti. measles, hepatitis B, serum kuda, vaksin difteri, pertusis, polio, campak.7) Cuaca, Sindrom ini pada anak-anak sering terjadi sewaktu awal musim semi dan musim dingin. idiopatik. Terjadi pada 25-50% kasus.

Pada kasus lain ditemukan sindrom ini berkaitan dengan terapi dimercaptopropane-1-sulfonate (DMPS), yakni pada pengobatan pada seorang anak 11 tahun dengan yang telah terekspos tepung merkuri secara kronik dan asimtomatik, pada anak tersebut terdeteksi adanya merkuri pada urin 24 jam dengan konsentrasi 37 microgram/L (seharusnya nilai rujukannya Sindrom Stevens Johnson, tetapi dari penelitian yang dilakukan, sindrom ini lebih banyak diderita oleh laki-laki. Hasil ini juga dipertegas oleh penelitian yang di lakukan di Amerika serikat yang menyebutkan bahwa Sindrom Stevens Johnson diderita 7 per 1 juta jiwa pada usia kurang dari 20 tahun dan 9.4 per 1 juta jiwa pada usia lebih dari 60 tahun. Resiko terendah terletak pada usia 20 sampai 64 tahun yakni berkisar 4.6 per 1 juta jiwa per tahun. Kondisi ini berlaku pada setiap ras.5Sindrom Stevens Johnson dapat mengenai berbagai kelompok umur. Bagaimanapun, penyakit ini

sering mengenai kelompok usia lanjut dikarenakan pada usia ini orang lebih banyak mengkonsumsi lebih banyak obat berkaitan dengan penyakit yang diderita sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit ini. Pasien dengan AIDS juga semakin tinggi resikonya terkena sindrom ini. Dengan semakin tingginya resiko Sindrom Stevens Johnson pada kelompok ini, perlu diwaspadai berbagai tanda dan gejala penyakit kulit yang terjadi, sehingga dapat segera terdeteksi onset Sindrom Stevens Johnson.Insiden Stevens-Johnson Sindrom (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksik (NET) diperkirakan 2-3 % perjuta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat, umumnya terdapat pada dewasa. Di bagian kami setiap tahun terdapat kira-kira 12 pasien, umumnya juga pada dewasa. Hal tersebut brhubungan dengan kausa SSJ yang biasanya disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut.1

V. PatogenesisAda dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi humoral. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme. 2,3,4,81. Mekanisme ImunologisReaksi Hipersensitivitas Tipe I (Reaksi anafilaksis)Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek, misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok. 2,4,9

Gambar Reaksi Hipersensitivitas Tipe I (Reaksi anafilaksis)Reaksi Hipersensitivitas Tipe II (Reaksi Autotoksis)Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis. 2,4,9 Reaksi ini terjadi karena dibentuk antibody jenis IgG dan IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Antibody tersebut dapat mensensitisasi sel K sebagai efektor antibody dependent cell cytotoxicity (ADCC) atau mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis. Manifestasi klinis berupa kelainan darah seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia, granulositopenia. Nefritis intersisial dapat juga merupakan reaksi alergi tipe ini. 9Reaksi Hipersensitivitas Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. 2,4,9Terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi disini biasanya jenis IgG. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan

ke tempat tersebut akan merusak jaringan di sekitarnya.9Manifestasi klinis reaksi tipe ini dapat berupa :• Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme, yang sering disertai pruritus• Demam• Kelainan sendi, artralgia, dan efusi sendi• Limfadenopati• Lain-lain : kejang perut, mual, neuritis optik, glomerulonefritis, SLE, gejala vaskulitis lainnya.Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen. 2,4,9

Gambar Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)Reaksi ini timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan oleh antigen. Reaksi terjadi karena respon sel Th1 yang sudah disensitisasi terhadap antigen tertentu. Dalam hal ini tidak ada peran antibodi. Akibat sensitisasi tersebut sel Th1 melepaskan limfokin antara lain MIF, MAF. Makrofag yang diaktifkan melepas berbagai mediator (sitokin, enzim, dsb) sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan.Manifestasi klinis reaksi tipe ini dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk, infiltrat paru, dan efusi pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini adalah nitrofurantoin. Nefritis intersisial, ensefalomielitis, dan hepatitis dapat juga merupakan manifestasi reaksi alergi obat. Namun demikian dermatitis merupakan manifestasi yang paling sering.2. Mekanisme Non ImunologisReaksi “Pseudo-allergic” menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-dependent. Salah satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan kontras media. Teori yang ada menyatakan bahwa ada satu atau lebih mekanisme yang terlibat; pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung, aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim asam arachidonat sel.2,4,9Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi anti kanker. Penggunaan obat-obatan tertentu secara progresif ditimbun di bawah kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti hiperpigmentasi generalisata diffuse.2,4,93. Unknown MechanismsSelain dua mekanisme diatas, masih terdapat mekanisme lain yang belum dapat dijelaskan.3 Patogenesisnya masih belum jelas. Perkiraan disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi alergi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada organ, terbentuknya kompleks an¬tigen-antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Aki¬batnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi alergi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi oleh suatu antigen berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga ter¬jadi reaksi radang 2,4,9

VI. Manifestasi KlinisGejala bervariasi ringan sampai berat. Pada yang berat penderita dapat mengalami koma.

Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi 39-400C, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat. Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 ta¬hun ke bawah. Pada sindrom ini terlihat adanya trias ke¬lainan berupa: kelainan kulit, kelainan solaput lendir di orifisium , kelainan mata. 1,2,5,8a. Kelainan kulitKelainan kulit terdiri atas eritema (kemerahan pada kulit), vesikel (gelembung berisi cairan), dan bula(seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata. 1,5,8

http//www.emedicine.com80emergimages756148-756523-1148.jpgb. Kelainan selaput lendir di orifisiumKelainan selaput lendir di orifisium Yang tersering adalah di selaput lendir mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%), di lubang hidung dan anus jarang. Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat membentuk pseudomembran. Kelainan yang tampak di bibir adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas. Keadaan ini dapat menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas. 1,5,8c. Kelainan mataKelainan mata merupakan 80% di an¬tara semua kasus, konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, edema kelopak mata dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun. Selain itu juga dapat be-rupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus komea, iritis, dan iridosiklitis. 1,5,8,

http//farm2.static.flickr.com13861367447752_108a1cfddc.jpgv=0Di samping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis. Gejala prodro¬mal tak spesifik, dapat berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan di sekitar lubang badan (mulut, alat genital, anus) berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan. Kelainan pada selaput lendir, mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik. 1,3,6

VII. DiagnosisDasar diagnosis sindroma steven johnson adalah: 21. Anamnesis yang teliti mengenai:a. Obat-obatan yang dipakaib. Kelainan kulit, mucosa mulut dan mata yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat.d. Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.

2. Kelainan kulit yang ditemukan:a. Distribusi menyeluruh dan simetrisb. Bentuk kelainan yang timbulc. Adanya lesi berbentuk ruam atau eritema pada kulitPenegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari jenis lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis mengenai cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian obat dengan onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya hal ini sulit untuk dievaluasi, terutama pada penderita yang mengkonsumsi obat yang mempunyai waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi reaksi obat yang bersifat persisten.Rangkuman penilaian yang harus dilakukanKarakteristik klinis Tipe lesi primerDistribusi dan jumlah lesiKeterlibatan membran mukosaTanda dan gejala yang timbul: demam, pruritus, perbesaran limfonodusFaktor kronologis Catat semua obat yang dipakai pasien dan waktu pertama pemakaiannyaWaktu ketika timbulnya erupsiInterval waktu saat pemberian obat dengan munculnya erupsi kulitRespon terhadap penghentian agen yang dicurigai menjadi penyebabRespon saat dilakukan pemaparan kembaliLiteratur Data yang dikumpulkan oleh perusahaan obatDaftar pemakaian obat dengan peringatanBibliografi obatSumber: Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One. 2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333-352

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik. 1,2,6,8

VIII. Diagnosis BandingSebagai diagnosis banding utama ialah Nekrolisis Epidermal Toksik (N.E.T.) yang khas di sini adalah epidermis terlepas dari dasar (epidermolisis). Penyakit ini sangat mirip dengan sindrom Stevens-Johnson. Pada N.E.T terdapat epidermolisis yang menyeluruh yang tidak terdapat pada sindrom Stevens-Johnson. Perbedaan lain biasanya keadaan umum pada N.E.T lebih buruk. Pemfigus: biasanya ada akantolisis dan tes Nikolski positif. Variola hemoragika: efloresensi kulit berupa vesikel/bula dalam stadium yang sama (monomorof). 1,2,3,8Persaman antara Sindrom Stevens Johnson dan Toksik Epidermal Nekrolisis :• Merupakan efek samping dari penggunaan obat-obatan

• Sangat nyeri seperti terbakar pada lesi yang mengenai kulit dan membran mukosa• Pada banyak kasus diawali dengan gejala mirip flu dan demam tinggi menyebabkan kulit terkelupas• Lesi mengenai mata meliputi konjungtivitis berat, edema palpebra, konjungtiva melepuh, ruptur kornea, dan perforasi kornea.3Penyakit lain yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosa banding antara lain : Luka bakar kimia Thermal Dermatitis, Exfoliative Erythema Multiforme Staphylococcal Scalded Skin Sindrom Toxic Shock Sindrom Acute generalized exanthematic pustulosis Pemphigus

IX. Penatalaksanaan8Terapi suportif merupakan tatalaksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat.Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.8Untuk mengatasi infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa. Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per oral.Antihistamin diberikan bila perlu saja, khususnya bila ada rasa gatal. Antihistamin yang dapat diberikan adalah setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal. Sedangkan untuk Feniramin hidrogen maleat (Avil) dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari.Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progresivitas penyakit SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari). Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burowi. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement. Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik. Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera dihentikan atau diatasi.

Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat dalam manajemen SSJ.8

X. KomplikasiKomplikasi yang tersering ialah bronko¬pneumonia, yang didapati sejumlah 16% di an¬tara seluruh kasus yang datang berobat di bagian kami. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan dan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Dapat pula terjadi kebutaan. 1,3,4Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada Sindrom Stevens Johnson antara lain : Infeksi kulit sekunder (sellulitis)Ini merupakan infeksi akut pada kulit yang dapat mengancam kehidupan, termasuk meningitis yakni infeksi membran dan cairan otak dan medulla spinalis dan sepsis. SepsisSepsis terjadi ketika terjadinya keadaan bakterinemia akibat infeksi masif yang masuk kedalam aliran darah dan menyebar keseluruh tubuh. Sepsis sangat cepat berkembang dan mengancam kehidupan disebakan syok dan gagal organ. Masalah pada MataRuam yang disebabkan oleh Sindrom Stevens Johnson dapat mengakibatkan perdangan pada mata. Pada kasus sedang, hanya menyebabkan iritasi dan mata kering. Pada kasus berat, penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang luas berupa ulkus kornea, anterior uveitis, panophthalmitis, dan pembentukan parut di mata yang mengakibatkan kebutaan Kerusakan organ dalamStevens Johnson sindrom dapat menimbulkan lesi pada organ dalam yang mengakibatkan inflamasi pada paru (pneumonitis), perubahan mukosa tracheobronchial yang kemudian dapat menyebabkan gagal nafas, striktur esophagus, inflamasi pada jantung (myocarditis), inflamasi ginjal (nefritis), renal tubular nekrosis, parut pada penis dan stenosis vagina dan hepar (hepatitis). Kerusakan kulit yang permanenKetika kulit tumbuh pada masa penyembuhan setelah terkena Sindrom Stevens Johnson, kulit tersebut dapat tumbuh abnormal seperti permukaan yang tidak rata dan pigmentasi abnormal. Parut juga dapat timbul pada kulit. Penyakit ini juga dapat menimbulkan masalah pada rambut (kehilangan rambut, botak) dan kuku tangan dan kaki yang tumbuh tidak normal.4

XI. PrognosisPada kasus yang tidak berat prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15%. Pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai, prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.1,3,4Biasanya lesi akan mengalami penyembuhan dalam 1-2 minggu, kecuali terjadi infeksi sekunder. Sebagian besar pasien sembuh tanpa mengalami sekuele. Sekuele yang serius dapat terjadi berupa gagal nafas, gagal ginjal dan kebutaan.Prognosis cukup memuaskan pada penanganan yang cepat dan tepat. Bila terdapat purpura yang luas dan leucopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan kematian.4

Penatalaksanaan di berbagai Negara pada manifestasi sistemik yang diakibat kan oleh Sindrom Stevens Johnson adalah penanganan supportif. Pasien dengan penyakit ini di rawat di unit penanganan luka bakar disebabkan pasien ini telah kehilangan fungsi proteksi dari kulit. Tingkat mortalitas Sindrom Stevens Johnson yang sangat parah paling tinggi mencapai 27% pada pasien yang telah dirawat di unit khusus yang menangani luka bakar . Penyebab kematian disebabkan oleh septikemia, gagal nafas dan gagal ginjal. Tingkat kematian pasien dengan sindrom in mencapai 3%. Prognosis sangat baik pada Eritema Multiforme minor.9

XII. PencegahanSangat sukar mencegah serangan awal penyakit ini dikarenakan kita tidak dapat mengetahui secara pasti apa saja yang dapat menimbulkan penyakit ini. Bagaimanapun, apabila seseorang pernah mengalami sindrom ini sekali saja, dan ini diketahui penyebabnya oleh karena obat, dengan demikian hindari obat tersebut dan obat lain dari kelas yang sama untuk mencegah timbulnya serangan ulangan.Bila penyebabnya dikarenakan oleh virus herpes, maka diperlukan profilaksis antiviral setiap harinya. Rekurensi sindroma ini biasanya lebih berat dari serangan awalnya yang dapat berakibat fatal.4,7

Gaya hidup dan cara pengobatan di rumahJika pasien diketahui pernah mengalami sindrom ini, perhatikan hal sebagai berikut : Harus mengetahui apa yang menimbulkan penyakit tersebutJika pada kasus dikarenakan pemakaian obat-obatan, pelajari nama obat dan obat-obat yang dapat menimbulkan atau berkaitan dengan terjadinya reaksi yang sama Beritahukan setiap pelayanan kesehatan mengenai penyakit yang di alamiBeritahukan setiap unit pelayanan kesehatan bahwasannya pernah menderita Stevens Johnson Sindrom. Dan bila penyakit tersebut disebabkan oleh obat-obatan, beritahukan nama obat-obatnya.4

XIII. PENUTUPSindrom Stevens Johnson merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis.Etiologi Sindrom Stevens Johnson sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens Johnson diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit kolagen, keganasan, kehamilan). Patogenesi Sindrom Stevens Johnson sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.Setelah itu akan timbul lesi di kulit, mukosa dan mata.

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.Pada umumnya penderita Sindrom Stevens Johnson datang dengan keadan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :• Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.• Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.• Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.• Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.• Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.• Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.• Lesi mulut diberi kenalog in orabase.• Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

DAFTAR PUSTAKA1. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. p:139-1422. Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed. Pharmaceutical Press. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at: http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf3. Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In: American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access on: June 3, 2007. Available at: www.aafp.org/afp4. http://ummusalma.wordpress.com/2007/02/17/sindrom-steven-johnson/#more-345. Steven J Parrillo, sindrom-steven-johnson http://www.emedicine.com /emerg/topic 555.htm6. Staff mayo clinic, Stevenss-Johnson syndrome, dikutip dari http://www. mayoclinic.com/health/Stevenss-johnson-syndrome/DS00940, April 10, 20077. htpp://www.alergianak.blogspot.com/Sindrom steven johnson/children alergy center.htm

8. www.dokter-unhas.org | Sebuah Rumah Singgah Maya Untuk SEMUA Dokter UNHAS/sindrom steven johnson9. Staff mayo clinic, Stevenss-Johnson syndrome, dikutip dari http://www. mayoclinic.com/health/Stevenss-johnson-syndrome/DS00940, April 10, 200710. Staff Rumah Sakit Penyakit infeksi-Prof.Dr.Suroso, Stevenss-Johnson syndrome dikuti d dari http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=50, revisi 2 maret 2007

top related