sistem surveilans (aldi).docx
Post on 30-Nov-2015
80 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Sistem Surveilans
1. Pengertian
Menurut WHO (2004), surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui
bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus
menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan penanggulangan untuk dapat
mengambil tindakan efektif.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan data kesehatan yang
mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis,
interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan
pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang status kesehatan populasi guna merencanakan, menerapkan, mendeskripsikan, dan
mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang
merugikan kesehatan. Dengan demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu,
dan tersedia dalam bentuk yang dapat digunakan (Timmreck, 2005).
2. Tujuan Surveilans
Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit dalam
masyarakat sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa
(KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat administrasi (Depkes RI,
2004a).
3. Komponen Surveilans
Komponen-komponen kegiatan surveilans menurut Depkes. RI, (2004b) seperti dibawah ini:
1) Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan ada
hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari pengumpulan data epidemiologi
adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang mempunyai resiko terbesar terhadap
serangan penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis dari
penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan yang dapat menyebabkan
berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat penyakit secara keseluruhan; untuk
memastikan sifat dasar suatu wabah, sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh
penyebarannya.
2) Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi,
dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa teks tabel, grafik dan spot
map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan
interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam menghadapi
masalah yang baru.
3) Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan interpretasi data
digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan
ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas sektor yang terkait
sebagai informasi lebih lanjut.
Komponen-komponen dalam pelaksanaan sistem surveilans (WHO,1999) adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena kualitas informasi
yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data yang dikumpulkan. Data yang
dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan.
Oleh karena itu untuk dapat menjalankan surveilans yang baik pengumpulan data harus
dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus.
Tujuan pengumpulan data:
1). Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar terkena
penyakit seperti jenis kelamin, umur, suku, pekerjaan dan lain-lain.
2). Menentukan jenis agent atau penyebab penyakit dan karakteristiknya.
3). Menentukan reservoir infeksinya
4). Memastikan keadaan yang menyebabkan kelangsungan transmisi penyakit.
5). Mencatat kejadian penyakit, terutama pada kejadian luar biasa.
Sumber data yang dikumpulkan barlainan untuk tiap jenis penyakit. Sumber data sistem
surveilans terdiri dari 10 elemen yaitu:
1). Pencatatan kematian
2). Laporan penyakit, merupakan elemen yang terpenting dalam surveilans. Data yang diperlukan :
nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat, diagnosis dan tanggal mulai sakit.
3). Laporan kejadian luar biasa atau wabah.
4). Hasil pemeriksaan laboratorium.
5). Penyelidikan peristiwa penyakit menular.
6). Penyidikan kejadian luar biasa atau wabah.
7). Survey : memerlukan tenaga, biaya dan fasilitas.
8). Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit pada hewan.
9). Data penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin.
10). Data kependudukan dan lingkungan.
b. Pengolahan, analisa dan interpretasi data
Data yang terkumpul segera diolah, dianalisa dan sekaligus diinterpretasikan berdasarkan waktu,
tempat dan orang, kemudian disajikan dalam bentuk teks, tabel, spot map dan lain-lain agar bisa
menjawab masalah-masalah yang ada, sehingga segera dilakukan tindakan yang cepat dan tepat.
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data, dibuat tanggapan dan saran-saran dalam
menentukan tindakan pemecahan masalah yang ada.
c. Penyebarluasan Informasi dan umpan balik.
Hasil analisa dan interpretasi data selain terutama dipakai sendiri oleh unit
kesehatan setempat untuk keperluan penentuan tindak lanjut, juga untuk disebarkluaskan
dengan jalan dilaporkan kepada atasan sehagai infomasi lebih lanjut, dikirimkan sebagai
umpan balik (feed back) kepada unit kesehatan pemberi laporan.
Umpan balik atau pengiriman informasi kembali kepada sumber-sumber data
(pelapor) mengenai arti data yang telah diberikan dan kegunaannya setelah diolah,
merupakan suatu tindakan yang penting, selain tindakan follow up.
4. Aktifitas Inti Surveilans
Aktivitas surveilans kesehatan masyarakat meliputi delapan aktivitas inti (McNabb. et al., 2002),
yaitu:
1) Pendeteksian kasus (case detection): proses mengidentifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan.
Unit sumber data menyediakan data yang diperlukan dalam penyelenggaraan surveilans
epidemiologi termasuk rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit penelitian, unit program-
sektor dan unit statistik lainnya.
2) Pencatatan kasus (registration): proses pencatatan kasus hasil identifikasi peristiwa atau
keadaan kesehatan.
3) Konfirmasi (confirmation): evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi sampai pada hasil
percobaan laboratorium.
4) Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans
epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan
penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat penelitian dan pusat kajian serta
pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi. Pengumpulan data kasus pasien dari
tingkat yang lebih rendah dilaporkan kepada fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti lingkup
daerah atau nasional.
5) Analisis data (data analysis): analisis terhadap data-data dan angka-angka dan menentukan
indikator terhadap tindakan.
6) Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness) kesiapsiagaan dalam menghadapi
wabah/kejadian luar biasa.
7) Respon terencana (response and control): sistem pengawasan kesehatan masyarakat hanya
dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam peringatan dini dan munculnya
masalah dalam kesehatan masyarakat.
8) Umpan balik (feedback): berfungsi penting dari semua sistem pengawasan, alur pesan dan
informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.
5. Kegunaan Surveilans Epidemiologi.
Surveilans epidemiologi mempunyai beberapa kegunaan (Depkes RI, 1997) yaitu:
a. Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa, epidemi dan untuk memastikan tindakan
pengendalian secara berhasil guna yang dapat dilaksanakan.
b. Memantau pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
memperbandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
c. Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan
program.
d. Mengidentifikasi kelompok resiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana
masalah kesehatan sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu, menambah
pemahaman mengenai vektor penyakit, reservoir binatang dan cara serta dinamika penularan
penyakit menular.
6. Syarat-syarat sistem surveilans yang baik.
Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi karakteristik sebagai berikut
(Romaguera, 2000) :
a. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan pengorganisasian sistem.
Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara
pengiriman data, organisasi yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan
analisa data perlu dirancang agar tidak membutuhkan sumber daya yang terlalu besar dan
prosedur yang terlalu rumit.
b. Fleksibilitas (Flexibility).
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-
perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa memerlukan peningkatan
yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.
c. Dapat diterima (Acceptability).
Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi individu,
organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem dengan mereka yang terlibat, temasuk pasien
atau kasus yang terdeteksi dan petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan terhadap
sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian formulir pelaporan
dan ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans dipengaruhi oleh
pentingnya kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas kontribusi mereka yang terlibat
dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar, beban sumber daya yang tersedia,
adanya peraturan dan perundangan yang dijalankan dengan tepat.
d. Sensitivitas (Sensitivity).
Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian kasus-
kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan mengidentifikasi adanya
KLB.
Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :
1). Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan
2). Kemampuan mendiagmosa secara benar dan kemungkinan kasus yang terdiagnosa akan
dilaporkan
3). Keakuratan data yang dilaporkan
e. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang
kenyataannya memang menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif Positif
menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau masalah
kesehatan di masyarakat.
f. Representatif (Representative).
Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara akurat distribusi
kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat. Kualitas data merupakan
karakteristik sistem surveilans yang representatif. Data surveilans tidak sekedar pemecahan
kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri demografik dan infomasi mengenai faktor resiko
yang penting.
g. Tepat Waktu.
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan kecepatan mulai
dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu perlu
dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak meluas
sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai
berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera
maupun untuk perencanaan program dalam jangka panjang. Tekhnologi komputer dapat sebagai
faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu penyediaan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I., 1997 “Pedekatan Epidemiologi dan Dasar-dasar Surveilans”, Pusdiklat :
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b) Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a) Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit.
McNabb, S.J., Chungong, S., Ryan, M., Wuhib, T., Nsubuga, P., Alemu, W., Kulis, V.C. & Rodier G.
(2002) Conceptual Framework of Public Health Survellance and Action and Its Application in
Health Sector Reform. BMC Public Health, Januari 29 2002, 2:2 Available from:
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/2/2, [Diakses tanggal 23 Juli 2009].
Romaguera, A. Raul., German, R.Robert & Klaucke N. Douglas, 2000 Evaluating Public Health
Surveillance in : Teutsch, M. Steven and Churchill, E. R. ed. Principles and Practice of Public
Health Surveillance: New york : Oxford university press pp. 176 – 193.
Timmreck, C.T. (2005) Epidemiologi: Suatu Pengantar, Edisi 2, terjemahan oleh Munaya Fauziah, dkk.
Jakarta: EGC.
WHO, 1999, WHO Recommended Surveillance Standards, The united Kingdom of Great Britain.
WHO. (2004) WHO comprehensive assessment of the National Disease surveilans in Indonesia.
Washington DC
top related