keanekaragaman serangga permukaan tanah di kebun …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/dinda...
Post on 15-Jan-2020
45 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 1 (September, 2018)
KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI KEBUN KOPI DESA
BELUMAI KECAMATAN PADANG ULAK TANDING KABUPATEN REJANG LEBONG
Oleh: Dinda Intan Pratiwi1, Destien Atmi Arisandy, M.Pd.
2, Yuli Febrianti, M.Pd.Si.
3
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
2 dan 3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
Jurusan Pendidikan Biologi
Email: dindaintan902@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to determine the types of soil surface insects, abotic factors and index of insect
diversity of soil surface in the Coffee Garden of the Masihai Village, Padang Ulak Tanding District,
Rejang Lebong Regency. The research method used is qualitative descriptive. Data collection
techniques in research conducted observations, observation of samples and documentation. The
results showed that there were 7 types of soil surface insects, namely Hymenoptera, Blattaria,
Araneae, Orthoptera, Diplopoda, Lepidoptera, and Scorpionida. Families namely Formicidae,
Blattellidae, Salticidae, Gryllidae, Lulusidae, Lymantriidae, and Buthidae with 7 species,
Dolichoderus bituberculatus, Blatella sp, Plexippus paykuli, Gryllus assimilis, Lulus sp, Lymantria
marginata, and Lychas mucronatus. The air temperature at the three study locations showed that
during the three days of research station I had a temperature of 22°C-33°C, Station II has a
temperature of 26°C-33°C, and station III has a temperature with a range of 27°C-32°C. Soil
moisture in the three study locations ranged from 20% -80%. The pH of the soil in the three study
locations was in the range of 6-7. Diversity index at station I is 0,785 classified as low diversity,
station II is 1,177 classified as medium diversity, and station III is 0,556 classified as low diversity.
Keywords: Diversity, Soil Surface Insect and Coffee Garden
A. Pendahuluan
Serangga adalah kelompok hewan
dengan jumlah terbanyak di dunia. Lebih
800.000 jenis serangga sudah ditemukan.
Serangga terbagi lagi menjadi kelompok-
kelompok, diantaranya bangsa capung
(Odonata) sebanyak 5.000 jenis serangga,
bangsa belalang (Orthoptera) sebanyak
20.000 jenis, bangsa kupu-kupu dan ngengat
(Lepidoptera) sebanyak 170.000 jenis, bangsa
lalat dan kerabatnya (Diptera) sebanyak
120.000 jenis, bangsa kepik (Hemiptera)
sebanyak 82.000 jenis, bangsa kumbang
(Coleoptera) sebanyak 360.000 jenis, bangsa
semut dan lebah (Hymenoptera) sebanyak 110
jenis (Saktyowati, 2010:1).
Serangga tanah adalah salah satu
kelompok yang sering diabaikan padahal
kehidupan kelompok serangga tanah ini
memiliki hubungan yang sangat bergantung
pada situasi lingkungan sekeliling tempat
hidup. Serangga tanah memiliki potensi yang
tidak ternilai terutama dalam membantu
perombakan bahan organik tanah, juga
menjadi salah satu penyeimbang lingkungan.
Beberapa diantaranya serangga tanah bisa
sebagai untuk indikator tingkat kesuburan
suatu tanah atau kondisi suatu tanah.
(Rachmasari, 2016: 189).
Kehidupan serangga permukaan tanah
tergantung pada tempat tinggalnya karena
padatnya populasi suatu jenis dan keberadaan
hewan tanah ditentukan oleh situasi tempat
tinggalnya tersebut. Keberadaan populasi,
jenis dan aktivitas organisme dalam tanah
tergantung pada faktor lingkungan (abiotik
dan biotik). Faktor lingkungan abiotik yang
mempengaruhi seperti suhu, kadar air, pH dan
kadar organik. Sedangkan faktor biotiknya
misalnya tumbuh-tumbuhan, mikroflora dan
kelompok hewan lain. Jadi dari faktor biotik
dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 2 (September, 2018)
kehadiran suatu serangga permukaan tanah
(Suin, 2012:119). Habitat yang akan
digunakan dalam penilitian ini ialah kebun
kopi di Desa Belumai Kecamatan Padang
Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong.
Serangga umumnya hidup di serasah-
serasah sebagai tempat hidup dan sumber
makanannya. Sisa-sisa tumbuhan membentuk
bahan organik tanah yang bila terurai
seluruhnya akan menjadi humus. Kondisi
seperti ini tentunya dapat menyuburkan tanah
dan baik untuk tanaman terutama kopi
(Hamama, 2017:32).
Dimana kebun kopi yang akan
dijadikan tempat penelitian berada di Desa
Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding,
Kabupaten Rejang Rejang Lebong. Kawasan
kebun kopi belumai ini 30 Ha. Luas area yang
digunakan untuk penelitian adalah 10% dari
luas ±30 hektar jadi luas area yang digunakan
3 hektar (Rachmasari, 2016:191). Lokasi
penelitian dibedakan menjadi stasiun I
tempatnya sedikit nauangan pohon, tanahnya
kering dan gersang, stasiun II tempatnya
sangat rimbun dengan pohon-pohon dan
masih banyak rumput-rumput, stasiun III
tempatnya ini tidak terdapat pohon-pohon
yang menaungi, rerumputan yang tidak ada
dikarenakan sudah disemprot oleh pemilik
kebun kopi tersebut. Berdasarkan
permasalahan di atas maka peneliti perlu
melakukan penelitian keanekaragaman
serangga permukaan tanah di kebun kopi
Belumai di Desa Belumai Kecamatan Padang
Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong.
Adapun tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui jenis-jenis serangga
permukaan tanah, faktor abotik dan indeks
keanekaragaman serangga permukaan tanah
di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan
Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang
Lebong.
B. Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan mulai bulan juli
s.d agustus 2018, bertempat di kebun kopi di
Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak
Tanding Kabupaten Rejang Lebong kemudian
dilanjutkan di Laboratorium STKIP-PGRI
Lubuklinggau untuk mengidentifikasi
serangga.
Bahan yang digunakan antara lain
yaitu: alkohol 70%, roti, gula, detergen. Alat
yang digunakan adalah gelas plastik (dengan
luas permukaan 51,5 cm²), bambu, triplek,
linggis, alat tulis, kertas label, soil tester,
termometer dan mistar. Dalam menentukan
kebun yang akan dijadikan lokasi penelitian
yaitu menggunakan metode random sampling
berdasarkan kepemilikan kopi.
C. Prosedur Penelitian
1. Observasi
Dilaksanakan untuk mengetahui situasi
lokasi penelitian yaitu pada kebun kebun
kopi Desa Belumai Kecamatan Padang
Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong
yang nantinya dapat digunakan sebagai
dasar dalam penentuan metode dan teknik
pengambilan sampel.
2. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3
lokasi penelitian di kebun kebun kopi Desa
Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding.
Dalam menentukan kebun yang akan
dijadikan lokasi penelitian yaitu
menggunakan metode random sampling
berdasarkan kepemilikan kopi. Adapun
kebun kopi yang digunakan dalam
penelitian yaitu kebun petani A, petani B,
dan petani C (Rachmasari, 2016:191).
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Membuat Plot Jebakan
Lokasi penelitian dibagi dalam 3
wilayah, yaitu stasiun I, stasiun II, dan
stasiun III. Selanjutnya membuat 1 jalur
ditengah-tengah dengan panjang 100 x
10 meter kemudian membuat petak
masing-masing stasiun dengan ukuran
plot 10 x 10 meter. Dengan jarak antar
plot 1 m. Dibagi menjadi 10 plot setiap
stasiunnya. Setiap 1 plot terdapat 5
perangkap pitfall trap (Rachmasari,
2016:191).
b. Pengambilan Sampel
Pengamatan terhadap sampel dilakukan
pada kebun kopi Desa belumai
Kecamatan padang ulak tanding
Kabupaten rejang lebong. Pengambilan
sampel dengan menggunakan alat
perangkap yaitu pitfall trap bertujuan
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 3 (September, 2018)
menangkap serangga permukaan tanah
yang berjalan di atas permukaan tanah.
Pitfall trap terbuat dari gelas plastik
diameter 51,5 cm² yang berisi 5 ml
deterjen cair, remah-remah roti dan 5 ml
alkohol 70. Pemasangan alat ini
dimasukkan di dalam tanah dengan
permukaan perangkap pitfall trap rata
dengan permukaan tanah. Pemasangan
perangkap secara diagonal dan
penggunaan lahan dilakukan dengan
selang 3 hari lalu serangga yang
terdapat di pitfall trap yang tertangkap
di kumpulkan dan di dokumentasikan
(Ruslan, 2009:45)
c. Pengukuran Faktor Lingkungan
Pengambilan data faktor lingkungan
dilaksanakan pada pagi hari, siang dan
sore hari.
d. Pemisahan
Gelas jebakan kemudian dikeluarkan
dari dalam tanah, lalu larutan dalam
gelas jebakan disaring. Sehingga hanya
serangga permukaaan tanah saja yang
tertinggal. Serangga permukaan tanah
yang didapat kemudian diletakkan ke
dalam botol sampel yang telah diberi
larutan alkohol 70 (Permana,
2013:45).
e. Pengidentifikasian Penghitungan
Individu
Sampel yang sudah didapat kemudian
dibawa ke di Laboratorium STKIP
PGRI Lubuklinggau untuk diidentifikasi
dengan menggunakan buku identifikasi
Siwi, S tahun 2012. Sampel yang
didapat dilakukan dengan pengamatan
dibawah mikroskop, mencatat
morfologinya dan mencocokkan dengan
kunci determinasi serangga permukaan
tanah (Haneda, 2013:43).
D. Prosedur Analisis Data
Untuk mengetahui indeks
keanekaragaman digunakan rumus Shannon-
Wiener (Leksono, 2007:156).
Keterangan:
H : Indeks keanekaragaman Shannon
Wiener
s : Jumlah spesies dalam komunitas
pi : Proporsi spesies ke- i terhadap
jumlah total
Besarnya nilai H didefinisikan sebagai
berikut:
H1 : Keanekaragaman rendah
H 1-3: Keanekaragaman sedang
H 3 : Keanekaragaman tinggi
E. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil
a. Jenis Serangga Permukaan Tanah
yang ditemukan di Kebun Kopi
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan selama 3 hari didapat
jumlah serangga yang terjebak di pitfall
trap adalah 583 ekor serangga. Adapun
data serangga permukaan tanah yang
ditemui di Kebun Kopi Desa Desa
Belumai Kecamatan Padang Ulak
Tanding Kabupaten Rejang Lebong
dapat di lihat dalam tabel 1.1 berikut
ini:
Tabel 1.1 Kelompok Serangga Permukaan
Tanah Yang Tertangkap Pada Tiga
Stasiun
b. Faktor Abiotik Kebun Kopi Belumai
di Desa Belumai Kecamatan Padang
Ulak Tanding
Keanekaragaman dan
kelimpahan serangga secara umum
ditentukan oleh faktor abiotik. Setiap
jenis serangga mempunyai kesesuaian
terhadap lingkungan tertentu. Oleh
karena itu, faktor fisik lingkungan
sangat mempengaruhi. Hasil
H′ = − (pi ln pi)
𝑠
𝑖=1
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 4 (September, 2018)
pengukuran faktor lingkungan pada
tiga stasiun selama 3 hari dapat dilihat
pada tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2 Pengukuran Suhu Udara, Ph
Tanah dan Kelembaban Tanah
c. Indeks Keanekaragaman Serangga
Permukaan Tanah di Kebun Kopi
Hasil penelitian yang berjudul
Keanekaragaman Serangga Permukaan
Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai
Kecamatan Padang Ulak Tanding
Kabupaten Rejang Lebong
menunjukkan bahwa pada ketiga stasiun
mempunyai keanekaragaman jenis yang
berbeda. Berdasarkan rumus tersebut
Shannon-Wiener maka indeks masing-
masing stasiun dapat dilihat pada tabel
1.3, 1.4, dan 1.5 berikut ini:
Tabel 1.3 Indeks Keanekaragaman
Serangga Permukaan Tanah Stasiun I
Tabel 1.4 Indeks Keanekaragaman
Serangga Permukaan Tanah Stasiun II
Tabel 1.5 Indeks Keanekaragaman
Serangga Permukaan Tanah Stasiun III
2. Pembahasan
a. Jenis Serangga Permukaan Tanah
yang ditemukan di Kebun Kopi
Pada stasiun I keanekaragaman
serangga permukaan tanah yang
terjebak di pitfall trap dan dikumpulkan
selama 3 hari diperoleh sebanyak 175
individu. Keanekaragaman yang
diperoleh stasiun I disebabkan karena
lokasi tersebut tempatnya sedikit
nauangan pohon, tanahnya kering dan
gersang sehingga serangga yang tejebak
hanya sedikit. Dari 175 individu
tersebut yang banyak ditemukan di
pitfall trap yaitu pada saat pagi harinya
karena kebanyakan serangga tersebut
termasuk serangga nokturnal yang
membutuhkan intensitas cahaya rendah
sehingga aktif pada malam hari (Jumar,
2000:94).
Pada stasiun II keanekaragaman
serangga permukaan tanah jauh lebih
banyak dibandingkan stasiun I dan
stasiun III karena serangga yang
terjebak di pitfall trap disebabkan
karena kondisi stasiun II ini sangat
rimbun dengan pohon-pohon, memiliki
kelembaban tanah yang tinggi dan
masih banyak rumput-rumput di sekitar
kebun kopi tersebut sehingga
keanekaragaman serangga permukaan
tanah sangat tinggi. Haneda (2013:44),
komposisi dan kelimpahan serangga
dipengaruhi oleh kelimpahan jenis
tumbuhan baik pohon maupun
tumbuhan bawah. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa kelimpahan tumbuhan
mempengaruhi kelimpahan serangga
pada ketiga stasiun. Serangga
permukaan tanah yang terjebak di pitfall
trap selama 3 hari diperoleh sebanyak
234 individu.
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 5 (September, 2018)
Pada stasiun III keanekaragaman
serangga permukaan tanah yang
terjebak di pitfall trap dan dikumpulkan
selama 3 hari diperoleh sebanyak 174
individu. Keanekaragaman yang
diperoleh stasiun III disebabkan karena
kondisi stasiun III tidak terdapat pohon-
pohon yang menaungi, rerumputan yang
tidak ada dikarenakan sudah disemprot
oleh pemilik kebun kopi tersebut dan
memiliki kelembaban tanah yang
rendah sehingga tidak terlalu banyak
individu dan spesies yang terjebak di
pitfall trap.
a. Ordo Hymenoptera
Menurut Siwi (2012:35), ordo
hymenoptera memiliki ciri-ciri tubuh
padat, abdomen terputus pada
pangkalnya dengan petiolus, antenna
berbentuk siku (jenis semut dan
tawon yang tak bersayap). Ordo
hymenoptera merupakan individu
terbanyak yang ditemukan. Pada
penelitian ini ditemukan satu famili
yaitu famili formicidae yang terdiri
dari satu genus yang ditemukan yaitu
Dolichoderus. Serangga ini terdapat
pada ke III stasiun dan jumlahnya
paling banyak diantara spesies lain.
Pada stasiun I ordo Hymenoptera
yang terjebak di pitfall trap yaitu 141
individu, sedangkan pada stasiun II
ordo hymenoptera yang terjebak di
pitfall trap yaitu 182 individu dan
pada stasiun III ordo hymenoptera
yang terjebak di pitfall trap yaitu 149
individu.
Kelompok famili formicidae
ini terdiri atas keluarga semut-semut
yang banyak ditemukan di
permukaan tanah. Banyaknya
individu yang diperoleh disebabkan
karena jenis ini merupakan jenis
yang hidup secara berkoloni seperti
halnya yang ditemukan pada
penelitian ini yaitu spesies
Dolichoderus bituberculatus
sehingga jumlahnya sangat banyak.
Dengan hidup secara berkoloni
peluang individu dalam kelompok
untuk mempertahankan hidup
semakin meningkat. Jenis spesies ini
menyukai tempat yang teduh dan
lembab (Hamama, 2017:32).
Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan ciri-ciri
sebagai berikut serangga ini memiliki
dua pasang antena yang panjang.
Tubuh bewarna hitam, kepala
pendek, kaki kemerahan. Abdomen
cembung, besar dan oval. Suin
(2012: 105), ciri-ciri Dolichoderus
bituberculatus tubuh hitam dan kaki
kemerahan. Kepala pendek, mata
agak ke depan, dasar antena panjang.
Abdomen cembung, besar dan oval.
Mandibula seperti segetiga dengan
gigi-gigi yang panjang dan kuat.
Semut Dolichoderus
bituberculatus biasanya keluar dari
sarangnya pada waktu pagi dan sore
hari ketika suhu tidak terlalu panas.
Akan tetapi pada siang hari ketika
suhu udara panas, semut akan
bersembunyi pada tempat-tempat
yang terlindungi dari sengatan sinar
matahari secara langsung seperti di
dalam sarang, di balik dedaunan, di
tanah, dan lain-lain (Rizali, 2002:43).
Klasifikasi menurut Suin (2012:105):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Formicidae
Genus : Dolichoderus
Spesies : Dolichoderus
bituberculatus
Gambar 1.1 Dolichoderus bituberculatus
b. Ordo Blattaria
Ordo blattaria merupakan
ketiga terbanyak yang ditemukan.
Pada stasiun I ordo blattaria yang
terjebak di pitfall trap yaitu 7
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 6 (September, 2018)
individu, sedangkan pada stasiun II
ordo blattaria yang terjebak di pitfall
trap yaitu 14 individu, dan pada
stasiun III ordo blattaria yang
terjebak di pitfall trap yaitu 4
individu. Ordo blattaria pada
penelitian ini hanya ditemukan satu
famili saja yaitu famili Blattellidae
yang terdiri dari satu genus yang
ditemukan yaitu Blatella.
Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan ciri-ciri
sebagai berikut bewarna coklat muda
dengan garis-garis, antena 1 pasang,
tidak bersayap dan tungkai 3 pasang.
Hamama (2017:33), kecoa
kebanyakan terdapat di daerah
tropika yang kemudian menyebar ke
daerah dingin, dapat terbang tetapi
mereka juga dapat bergerak dengan
cepat, aktif pada malam hari, ordo
blattaria dari famili Blattellidae
adalah salah satu kelompok besar
dari kecoak-kecoak yang kecil, genus
Blatella bewarna coklat muda dengan
garis-garis longitudinal (membujur).
Klasifikasi menurut Hamama
(2017:33):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Blattaria
Famili : Blattellidae
Genus : Blatella
Spesies : Blatella sp
Gambar 1.2 Blatella sp
c. Ordo Araneae
Secara umum laba-laba
mempunyai warna hitam, coklat tua,
ataupun coklat muda kekuningan.
Tubuh dibagi menjadi dua bagian
yaitu cephalothoraks (gabungan
kepala dan dada) dan abdomen
(perut). Jumlah kaki empat pasang.
Yang betina mempunyai ukuran
tubuh lebih besar dan bewarna lebih
terang. Sedangkan yang jantan,
ukuran tubuh lebih kecil dan
bewarna gelap. Laba-laba termasuk
phylum Arthropoda, kelas Arachnida
dan ordo araneae (Siwi, 2012:208).
Ordo araneae merupakan kedua
terbanyak yang ditemukan. Pada
stasiun I ordo araneae yang terjebak
di pitfall trap yaitu 12 individu,
sedangkan pada stasiun II ordo
araneae yang terjebak di pitfall trap
yaitu 13 individu, dan pada stasiun
III ordo araneae yang terjebak di
pitfall trap yaitu 16 individu. Ordo
araneae pada penelitian ini hanya
ditemukan satu famili saja yaitu
famili salticidae yang terdiri dari satu
genus yang ditemukan yaitu
Plexippus.
Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan ciri-ciri
sebagai berikut kaki bewarna lebih
terang. Siwi (2012:210), famili
salticidae memiliki ciri-ciri dewasa
mempunyai ukuran 5-9 mm. Tubuh
padat, kaki pendek dan kuat.
Kadang-kadang berambut, kadang-
kadang tidak. Kaki bewarna lebih
terang dari tubuh. Mempunyai mata
besar dan menyukai kondisi kering.
Klasifikasi menurut Siwi
(2012:210):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Famili : Salticidae
Genus : Plexippus
Spesies : Plexippus paykuli
Gambar 1.3 Plexippus paykuli
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 7 (September, 2018)
d. Ordo Orthoptera
Jangkrik dapat ditemukan di
bawah batu-batuan, kayu-kayu lapuk,
dinding-dinding tepi sungai dan di
semak-semak belukar serta ada yang
hidup pada lubang-lubang di tanah.
Jangkrik dapat ditemui di hampir
seluruh Indonesia dan hidup dengan
baik pada daerah yang bersuhu
antara 20-32°C dan kelembaban
sekitar 65-80%, bertanah
gembur/berpasir dan memiliki
persediaan tumbuhan semak belukar.
Jangkrik hidup bergerombol dan
bersembunyi dalam lipatan-lipatan
daun kering atau bongkahan tanah.
Jangkrik tidak selalu dapat dijumpai
di alam karena hanya bermunculan
pada bulan-bulan tertentu saja yaitu
pada Juni-Juli dan November-
Desember. Jangkrik sulit ditemui
pada bulan Januari-Mei dan Agustus-
Oktober karena jumlahnya terbatas
dan bukan merupakan musim
jangkrik (Rufipes, 2012:11).
Ordo orthoptera dari famili
Gryllidae merupakan kelima
terbanyak yang ditemukan. Pada
stasiun I ordo orthoptera yang
terjebak di pitfall trap yaitu 6
individu, sedangkan pada stasiun II
ordo orthoptera yang terjebak di
pitfall trap yaitu 7 individu, dan pada
stasiun III ordo orthoptera yang
terjebak di pitfall trap yaitu 2
individu. Ordo orthoptera pada
penelitian ini hanya ditemukan satu
famili saja yaitu famili Gryllidae
yang terdiri dari satu genus yang
ditemukan yaitu Gryllus.
Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan ciri-ciri
sebagai berikut bewarna hitam
kecoklatan, mmeiliki antena panjang
dan halus, tubuhnya panjang sekitar
3 cm dan lebar 1 cm. Siwi (2012:57),
famili Gryllidae memiliki ciri-ciri
hitam kecoklatan, nimpha kuning
pucat dengan garis-garis coklat.
Antena panjang dan halus seperti
rambut. Jenis jantan mempunyai
gambaran cincin di sayap depan,
pada betina mempunyai ovipositor
panjang berbentuk jarum atau
silindris. Dewasa akan hilang
sayapnya setelah menetap di
lingkungan sawah. Hidup di berbagai
habitat baik lingkungan basah
maupun kering, terutama yang
dinaungi rumput-rumput, juga
ditemukan di rumah-rumah, sisa-sisa
tanaman yang masih lembab
(jerami), di pertanaman kopi, teh.
Aktif pada malam hari, famili ini
mampu bergerak dan melompat
dengan cepat dan baik.
Klasifikasi menurut Siwi (2012:57):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Orthoptera
Famili : Gryllidae
Genus : Gryllus
Spesies : Gryllus bimaculatus
Gambar 1.4 Gryllus bimaculatus
e. Ordo Diplopoda
Diplopoda memiliki ciri-ciri
tubuhnya biasanya silindris, ada juga
yang pipih dorsoventral. Selalu
dengan dua pasang kaki pada tiap
segmen tubuhnya, hidup di tanah dan
serasah (Suin, 2012:71). Ordo
diplopoda dari famili lulusidae
merupakan keenam terbanyak yang
ditemukan. Pada stasiun I ordo
diplopoda yang terjebak di pitfall
trap yaitu 3 individu, sedangkan
pada stasiun II ordo diplopoda yang
terjebak di pitfall trap yaitu 10
individu, dan pada stasiun III ordo
diplopoda yang terjebak di pitfall
trap tidak ada. Ordo diplopoda pada
penelitian ini hanya ditemukan satu
famili saja yaitu famili lulusidae
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 8 (September, 2018)
yang terdiri dari satu genus yang
ditemukan yaitu Lulus.
Berdasarkan hasil pengamatan
didapatkan ciri-ciri sebagai berikut
memilki tubuh yang panjang dan
banyak ruas atau bergaris-garis,
bewarna merah kecoklatan. Hasan,
dkk (2014:242), hewan ini dikenal
dengan sebutan kaki seribu atau
keluwing. Hewan ini bersifat
saprofor atau pemakan sisa-sisa
organisme. Tubuhnya memanjang
dengan banyak ruas (metamer).
Memiliki 30 metamer atau lebih, dan
setiap metamer terdapat tungkai yang
berpasangan. Tubuhnya berbentuk
seperti tabung atau sedikit gepeng.
Habitatnya selalu lembab.
Klasifikasi menurut Hasan, dkk
(2014:242):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Myropoda
Ordo : Diplopoda
Famili : Lulusidae
Genus : Lulus
Spesies : Lulus sp
Gambar 1.5 Lulus sp
f. Ordo Lepidoptera
Ordo lepidoptera dari famili
lymantriidae merupakan keempat
terbanyak yang ditemukan. Pada
stasiun I ordo lepidoptera yang
terjebak di pitfall trap yaitu 6
individu, sedangkan pada stasiun II
ordo lepidoptera yang terjebak di
pitfall trap yaitu 7 individu, dan pada
stasiun III ordo lepidoptera yang
terjebak di pitfall trap yaitu 3
individu. Ordo lepidoptera pada
penelitian ini hanya ditemukan satu
famili saja yaitu famili lymantriidae
yang terdiri dari satu genus yang
ditemukan yaitu Lymantria.
Berdasarkan hasil pengamatan
didapatkan ciri-ciri sebagai berikut
bewarna coklat kekuningan, tubuh
lunak dan memiliki bulu. Chapman
(2013), ciri-ciri Lymantria marginata
memiliki tubuh lunak dan berbulu,
memiliki rahang yang kuat dan tajam
untuk mengunyah daun. Biasanya
aktif pada malam hari atau nocturnal.
Menurut Rahmat (2013:13),
lepidoptera dapat dijadikan sebagai
bioindikator diantaranya
yaitu sebagai indikator terhadap
perubahan habitat.
Klasifikasi menurut Chapman
(2013:36):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Lymantriidae
Genus : Lymantria
Spesies : Lymantria marginata
Gambar 1.6 Lymantria marginata
g. Ordo Scorpionida
Ordo scorpionida dari famili
buthidae merupakan spesies yang
paling dikit ditemukan pada III
stasiun dengan jumlah yaitu 1
individu. Ordo scorpionida yang
terjebak di pitfall trap hanya
ditemukan pada stasiun II pada hari
kedua dengan jumlah yaitu 1
individu. Ordo scorpionida pada
penelitian ini hanya ditemukan satu
famili saja yaitu famili buthidae yang
terdiri dari satu genus yang
ditemukan yaitu Lychas.
Berdasarkan hasil pengamatan
didapatkan ciri-ciri sebagai berikut
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 9 (September, 2018)
bewarna kuning agak kecoklatan,
memiliki 2 pencapit. Rohman
(2010:49), famili buthidae dengan
spesies Lychas mucronatus memiliki
ciri-ciri dengan warna dasar kuning
kecoklatan dengan pola kehitaman
pada tubuh, kaki, segmen terakhir
metafosa, menempati empat tipe
karakteristik mikrohabitat yaitu
serasah daun, kayu lapuk, di dalam
tanah dan di bawah batu.
Kalajengking merupakan hewan
yang berukuran kecil berkaki delapan
dengan ekor yang mengandung
racun. Kalajengking umumnya
ditemukan di habitat kering dan
lingkungan yang panas, namun
beberapa spesies ditemukan di hutan.
Kalajengking aktif pada malam hari,
memakan serangga. Pada siang hari
biasanya bersembunyi di bawah batu,
batang kayu atau pohon.
Kalajengking mampu bertahan hidup
dalam berbagai kondisi baik panas
kering maupun dingin hingga beku
tanpa makan dan minum selama
berbulan-bulan. Dengan
memperlambat sistem metabolisme
tubuhnya, kalajengking mampu
hidup lama pada kondisi tak ada
makanan.
Klasifikasi menurut Zhi Yong Di
(2014:5):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Scorpionida
Famili : Buthidae
Genus : Lychas
Spesies : Lychas mucronatus
Gambar 1.7 Lychas mucronatus
b. Faktor Abiotik Kebun Kopi
Belumai di Desa Belumai
Kecamatan Padang Ulak Tanding
Perbedaan jumlah serangga
permukaan tanah yang ditemukan
pada masing-masing stasiun
dipengaruhi oleh faktor habitat dan
juga tingginya keanekearagaman
arthropoda permukaan tanah juga
disebabkan oleh faktor pengukuran
suhu, kelembaban tanah, dan pH tanah
pada saat pengambilan sampel. Setiap
jenis serangga mempunyai kesesuaian
terhadap lingkungan tertentu. Oleh
karena itu, faktor fisik lingkungan
sangat mempengaruhi (Haneda, 2013:
45).
Suhu merupakan salah satu
faktor pembatas dalam pertumbuhan
dan perkembangan serangga. Serangga
permukaan tanah memiliki kisaran
suhu tertentu dimana spesies tersebut
dapat hidup, di luar kisaran suhu
tersebut serangga akan mati
kedinginan atau kepanasan (Rizali,
2002:45). Umumnya kisaran suhu
yang efektif bagi serangga adalah suhu
minimum 15°C, suhu optimum 25°C
dan suhu maksimum 45°C. Kisaran
tersebut sangat baik untuk
perkembangan spesies serangga
permukaan tanah. Suhu udara pada
ketiga lokasi penelitian menunjukkan
bahwa selama tiga hari penelitian
stasiun I memiliki suhu dengan kisaran
220C-33
0C, stasiun II memiliki suhu
dengan kisaran 260C-33
0C, dan stasiun
III memiliki suhu dengan kisaran
270C-32
0C. Hal ini menunjukkan
bahwa suhu udara di lokasi penelitian
merupakan suhu optimum bagi
perkembangan serangga (Kautsar,
2015:134).
Kelembaban tanah pada ketiga
lokasi penelitian berkisar antara 20%-
80%. Kelembaban tanah erat
hubungannya dengan populasi hewan
tanah, karena kondisi tanah yang
kering dapat menyebabkan tubuh
hewan tanah mengalami dehidrasi atau
kehilangan cairan (Kautsar,
2015:134). Kelembaban tersebut
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 10 (September, 2018)
berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup arthropoda permukaan tanah.
Jika kondisi kelembaban terlalu tinggi
maka arthropoda permukaan tanah
dapat mati atau bermigrasi ke tempat
lain. Kelembaban yang rendah akan
merangsang atrhropoda permukaan
tanah untuk bergerak ke tempat yang
memiliki kelembaban optimum,
sehingga memungkinkan terbentuknya
kelompok-kelompok (Eladisa,
2012:134). Oleh karena itu,
kelembaban tanah mempunyai peran
penting dalam menentukan
keanekaragaman arthropoda
permukaan tanah yang terdapat di
kebun kopi desa belumai kecamatan
padang ulak tanding kabupaten rejang
lebong.
Keasaman (pH) tanah
berpengaruh terhadap kehidupan dan
kegiatan hewan tanah, karena hewan
tanah sangat sensitif terhadap pH
tanah. Sehingga pH tanah merupakan
salah satu faktor pembatas. Dari hasil
pengukuran pH tanah di lokasi
penelitian, diketahui bahwa pH tanah
rata-rata bernilai 7 (netral), sehingga
mampu mendukung aktifitas serangga
terestial yang berada pada lingkungan
tersebut (Kautsar, 2015:134).
c. Indeks Keanekaragaman Serangga
Permukaan Tanah di Kebun Kopi Nilai indeks keanekaragaman
juga dipengaruhi oleh kelimpahan
sumber makanan yang tersedia pada
habitat dan kemampuan berkembang
biak serangga. Makanan merupakan
sumber gizi yang diperlukan oleh
serangga untuk bertahan hidup dan
berkembang. Jika makanan tersedia
dengan kualitas yang cocok dan
kuantitas yang cukup, maka populasi
serangga akan naik dengan cepat.
Sebaliknya, jika makanan kurang
maka populasi serangga juga akan
menurun (Jumar, 2000). Populasi
serangga akan semakin meningkat
pada komunitas yang memiliki
kuantitas dan kualitas pakan yang
sesuai dengan kebutuhan serangga
(Kautsar, 2015:133).
Dapat dilihat dari tabel 1.3
bahwa nilai indeks keanekaragaman
arthropoda permukaan tanah yang
diperoleh pada stasiun I diperoleh H
sama dengan 0,785. Jika dicocokkan
dengan penyataan Shannon- Wienner,
maka indeks keanekaragaman
arthropoda permukaan tanah pada
stasiun I tergolong keanekaragaman
rendah. Keanekaragaman yang
diperoleh stasiun I disebabkan karena
lokasi tersebut tempatnya sedikit
naungan pohon, tanahnya kering dan
gersang sehingga serangga yang
tejebak hanya sedikit.
(Leksono, 2007:156).
Sedangkan nilai indeks
keanekaragaman arthropoda
permukaan tanah yang diperoleh pada
stasiun II dapat dilihat dari tabel 1.4
adalah H sama dengan 1,177. Jika
dicocokkan dengan penyataan
Shannon-Wienner, maka indeks
keanekaragaman arthropoda
permukaan tanah pada stasiun II
tergolong keanekaragaman sedang.
Sedangnya keanekaragaman yang
diperoleh stasiun II disebabkan karena
lokasi tersebut terdapat banyak
ditumbuhi oleh tumbuhan
dibandingkan dengan stasiun I dan III,
hal itu yang menyebabkan tingginya
keanekaragaman serangga permukaan
tanah yang ditemukan pada stasiun
tersebut. Selain disebabkan oleh faktor
habitat stasiun II, sedangnya
keanekaragaman serangga permukaan
tanah juga disebabkan oleh faktor
pengukuran suhu, kelembaban tanah,
dan pH tanah pada saat pengambilan
sampel. Suhu saat pengambilan
sampel sama dengan suhu pada stasiun
II berkisar 26-27°C. Suhu tersebut
merupakan suhu yang baik untuk
kehidupan arthropoda permukaan
tanah, sehingga arthropoda semakin
banyak dan lebih mudah untuk
melakukan aktivitas (Suin, 2012:82).
Sedangkan nilai indeks
keanekaragaman serangga permukaan
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 11 (September, 2018)
tanah yang diperoleh pada stasiun III
dapat dilihat dari tabel 4.10 halaman
37 adalah H sama dengan 0,556. Jika
dicocokkan dengan penyataan
Shannon-Wienner, maka indeks
keanekaragaman arthropoda
permukaan tanah pada stasiun III
tergolong keanekaragaman rendah.
Kondisi stasiun III ini tidak terdapat
pohon-pohon yang menaungi,
rerumputan yang tidak ada
dikarenakan sudah disemprot oleh
pemilik kebun kopi tersebut sehingga
tidak terlalu banyak individu dan
spesies yang terjebak di pitfall trap.
Rachmasary (2016:192), bahwa suhu,
pH tanah, kelembaban tanah juga
memiliki pengaruh signifikan terhadap
hidup serangga.
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan pada ketiga
stasiun pengamatan, keanekaragaman
arthropoda permukaan tanah
disimpulkan bahwa, tinggi rendahnya
indeks keankearagaman suatu
komunitas tergantung pada banyaknya
jumlah spesies dan individu masing-
masing spesies. Suatu komunitas
dikatakan memiliki keanekaragaman
tinggi jika komunitas tersebut disusun
oleh banyak spesies dan kelimpahan
spesies yang sama lain atau hampir
sama. Sebaliknya, jika komunitas
tersebut disusun oleh spesies dengan
kelimpahan yang tidak merata atau ada
spesies tertentu dari arthropoda
permukaan tanah yang mendominasi,
maka keanekaragamannya rendah
(Soegianto, 1994:58)
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
keanekaragaman serangga permukaan tanah
di kebun kopi Belumai di Desa Belumai
Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten
Rejang Lebong:
1. Serangga permukaan tanah yang
ditemukan di kebun kopi Desa
Belumai Kecamatan Padang Ulak
Tanding Kabupaten Rejang Lebong
adalah Paraponera clavata, Blatella
sp, Plexippus paykuli, Gryllus
bimaculatus, Lulus sp, Lymantria
marginata, dan Lychas mucronatus.
2. Rata-rata pada suhu udara yang
terdapat pada ketiga stasiun penelitian
adalah 29°C-32°C. Sedangkan rata-
rata pH tanah adalah 6,6-7, dan rata-
rata kelembaban tanah adalah 3-6,3%.
3. Indeks keanekaragaman serangga
permukaan tanah pada stasiun I yaitu
0,785 yang menunjukkan
keanekaragaman jenis yang terdapat di
stasiun I tergolong keanekaragaman
rendah, sedangkan indeks
keanekaragaman serangga permukaan
tanah pada stasiun II yaitu 1,177 yang
menunjukkan keanekaragaman jenis
yang terdapat di stasiun II tergolong
keanekaragaman sedang, dan pada
stasiun III yaitu 0,556 yang berarti
keanekaragaman jenis yang terdapat di
stasiun III tergolong keanekaragaman
rendah.
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 12 (September, 2018)
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, R.F. (2013). The Insect Structure
and Function. Cambridge: University
Press.
Di Yong Zi, dkk. (2014). History Of Study,
Updated Checklist, Distribution And
Key Of Scorpions (Arachnida:
Scorpiones) From China. Jurnal
Zoologi Research. 35 (1) 3-19.
Eladisa G. (2012). Kelimpahan Jenis
Collembola pada Habitat
Vermikomposting. Jurnal Widya
Warta. 01
Hamama, S.F dan Sasmita, I. (2017).
Keanekaragaman Serangga
Permukaan Tanah di Sekitar
Perkebunan Desa Cot Kareung
Kecamatan Indrapuri Kabupaten
Aceh Besar. Jurnal jesbio. (4) 29-34.
Haneda, N. F. Kusmana, C., Kusuma, F.D.
(2013). Keanekaragaman Serangga
di Ekosistem Mangrove. Jurnal
Silvikultur Tropika. 04 (1). 42-46.
Hasan E. Dkk. (2014). Kelimpahan dan
Dominasi Arthropoda Tanah di
Kawasan Hutan Lindung Jailolo. 2
(2). 238-248.
Jumar. (2000). Entomologi Pertanian.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kautsar, M.A, Riyanto dan Huzaifah, S.
Keanekaragaman Jenis Serangga
Nokturnal di Kebun Botani Kampus
Fkip Universitas Sriwijaya Indralaya
dan Sumbagannya Pembelajaran
Biologi di SMA. Jurnal
Pembelajaran Biologi. 2 (2).124-
136.
Leksono. (2007). Ekologi. Malang:
Bayumedia.
Permana. S. R. (2013). Keanekaragaman
Serangga Tanah di Cagar Alam
Manggis Gadungan dan Perkebunan
Kopi Mangli Kecamatan Puncu
Kabupaten Kediri. Diakses dari
http://ethese.uin-
malang.ac.id/3160/1/11620028.pdf.
Rachmasari, O. D. Prihanta. W., Susetyarini,
R. E. (2016). Keanekaragaman
Serangga Permukaan Tanah di
Arborerum Sumber Brantas Batu-
Malang sebagai Dasar Pembuatan
Sumber Belajar Flipchart. 2 (2). 188-
197.
Rufipes, H. (2012). Fauna Indonesia. 11 (2).
10-14.
Saktyowati, D.O. (2010). Keunikan Dunia
Serangga. Jakarta: PT Wadah Ilmu.
Siwi, S. S. (2012). Kunci Determinasi
Serangga. Yogyakarta: Kanisius.
Soegianto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif.
Surabaya: Usaha Nasional.
Suin, N, M. (2012). Ekologi Hewan Tanah.
Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmat, A. (2013). Pelatihan Inventarisasi
dan Monitoring Flora & Arthropoda
(Arthropoda), Bandung
Rizali, A. (2002) Keanekaragaman
Arthropoda pada Lahan Persawahan
Tepian Hutan: Indikator untuk
Kesehatan Lingkungan. Jurnal
Hayati. 9 (2).
Rohman, A.F. Hadi, M dan Tarwotjo, U.
(2010). Populasi Lychas mucronatus
(Scorpiones:Buthidae) di Kampus
Undip Tembalang Semarang. Jurnal
Bioma 12 (2). 49-55.
Ruslan, H. (2009). Komposisi dan
Keanekaragaman Serangga
Permukaan Tanah Pada Habitat
Hutan Homogen dan Heterogen di
Pusat Pendidikan Konservasi Alam
(Ppka) Bodogol, Sukabumi, Jawa
Barat. Jurnal vis vitalis. 02 (1) 43-
53.
top related