iksan dalam al qur'an
Post on 17-Jan-2017
35 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target
seluruh hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok
yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak
mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk
menduduki posisi terhormat di mata Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi Wasallam pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga
seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlak yang mulia.
Al-Fairuzabadi berkata: ‘Ihsan adalah tingkatan ibadah yang paling tinggi,
karena ia adalah inti keimanan, ruhnya, sekaligus kesempurnaannya. Dan semua
tingkatan lainnya terkandung di dalam ihsan. Allah Swt. berfirman: “Tidak ada
Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahmân: 60). Ihsan di dalam
niat, yaitu membersihkan niat dari segala tujuan duniawi, menguatkannya dengan
tekad yang tidak pernah menurun, dan mensucikannya dari segala kotoran yang
dapat merusak niatnya. Sedangkan ihsan dalam prilaku, yaitu memelihara prilaku
dengan penuh semangat serta menjaganya agar tidak melenceng.1
Latar belakang terbuatnya makalah ini karena banyaknya seorang muslim
yang memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, yang
seharusnya dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari
keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman,
Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah Salallahu ‘Alaihi
Wassallam.
1 Ahmad Musthafa Mutawali, Juz Kedua, Cet, Pertama, Tarbiyah Al-Aulâd fî al-Islâm,(Qâhirah: Dâr Ibn al-Jauizi, 1426 H/ 2005 M), hlm. 16.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dengan uraian latar belakang diatas penulis hendak menyajikan
makalah yang berkisar pada permasalahan hadis sahih, hasan dhaif dan maudhu’
yang bertitik tolak pada permasalahan, sebagai berikut:
1.2.1 Apa definisi ihsan?
1.2.2 Bagaimana konsep ihsan dalam Al-Qur’an?
1.2.3 Bagaimana tingkatan ihsan?
1.2.4 Bagaimana wujud atau aspek ihsan?
1.2.5 Bagaimana macam-macam ihsan?
1.2.6 Bagaimana keutamaan ihsan?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu untuk mengetahui:
1.3.1 Apa definisi ihsan.
1.3.2 Bagaimana konsep ihsan dalam Al-Qur’an.
1.3.3 Bagaimana tingkatan ihsan.
1.3.4 Bagaimana wujud atau aspek ihsan.
1.3.5 Bagaimana macam-macam ihsan.
1.3.6 Bagaimana keutamaan ihsan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
IKHSAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
2.1 DEFINISI IKHSAN
Ihsan (ناسحI) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan”
atau “terbaik.” Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang
menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu
membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa
sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan berasal dari kata husn, yang artinya menunjuk pada kualitas sesuatu yang baik dan indah. Dictionary menyatakan bahwa kata husn, dalam pengertian yang umum, bermakna setiap kualitas yang positif (kebajikan, kejujuran, indah, ramah, menyenangkan, selaras, dll). Selain itu, dalam terminologi agama islam, ihsan berarti seseorang menyembah Allah seolah-olah ia melihatNya, dan jika ia tidak mampu membayangkan malihatNya, maka orang tersebut mambayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya. Dengan kata lain ikhlas dalam beribadah atau ikhlas dalam melaksanakan islam dan iman. Jadi ihsan menunjukkan satu kondisi kejiwaan manusia, berupa penghayatan bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah. Perasaan ini akan melahirkan sikap hati-hati waspada dan terkendalinya suasana jiwa.Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat
kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk
tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah
dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.
Kata husn sering disamakan dengan kata khayr. Namun perlu diketahui bahwa husn adalah kebaikan yang tidak dapat
3
dilepaskan dari keindahan dan sifat sifat yang memikat, sementara itu khayr merupakan suatu kebaikan yang memberikan kegunaan konkrit, sekalipun sesuatu tersebut tidak indah dan tidak bersifat memikat. Jadi bisa dikatakan bahwa husn lebih dari sekedar khair (baik).
Ihsan secara ringkas adalah ketulusan dari kehendak dari intelegensi, ia adalah keterikatan total kita kepada kebenaran dan kepatuhan sepenuhnya kepada hukum, yang berarti bahwa kita disatu pihak mengenal kebenaran sepenuhnya bukan hanya sebagian, dan dipihak lain mematuhi hukum dengan seluruh keberadaan kita yang terdalam dan tidak hanya dengan setengah-setengah dan pura-pura.2 Islam dibangun di atas tiga landasan
utama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya
tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan
harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian.
Orang yang Muhsin dia adalah seseorang yang dapat melihat al-Haq/Allah
yang bersifatkan dengan sifat seorang hamba, maka hamba melihat-Nya berada
dibalik sifat-sifatnya dengan tanpa perbedaan, dengan penuh keyakinan. Maka ia
tidaklah melihat al haqiqah dengan haqiqah. Karena Allah ta’ala yang
memperlihatkan sifat padanya dengan sifatnya.” Di 3mana dalam pengertian di
atas mereka telah menjadikan makna muraqabah / perasaan diri terhadap
pengawasan Allah dengan penglihatan kepada Allah yang sebenarnya di segala
hal.4
2.2 KONSEP IHSAN DALAM AL-QUR’AN
Dalam Al-Qur`an, terdapat seratus enam puluh enam (166) ayat yang
berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu
2Muhfathurrahman. Word press. Com /2012 /09 /09 /ihsan3 (Lihat Istilah Al Kasani hal 53).4 (Lihat Lathaaif I’lam, 1/178).
4
makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ihsan ini, hingga mendapat
porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an.
Ihsan berasal dari kata حسن yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah احسان, yang artinya kebaikan. Allah Subhanahu Wa
Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.........”
(Al-Isra’: 7)
...
.... dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Ihsan adalah
mashdar dari يحسن :yang memiliki dua makna أحسن
1. Kata Ahsana itu bersifat transitif dengan sendirinya. Seperti ucapan: أحسنت artinya كذا adalah نته aku) حس membaguskannya) dan aku) كملته menyempurnakannya).
يراك ه فإن تراه تكن لم فإن تراه ك كأن الله تعبد أن اإلحسان“Ihsan yaitu kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR. Muslim, Kitab Iman 1/37)
Makna ini kembali kepada membaguskan ibadah dan menyempurnakannya;
melaksanakan ibadah sebagaimana yang dicintai oleh Allah dalam bentuk yang
5
paling sempurna, dengan merasakan muraqabah Allah didalamnya, menghadirkan
keagungan-Nya disaat memulai hingga mengakhirinya.
2. Makna kedua adalah bersifat transitif dengan huruf jarr seperti (إلى) ucapan
فالن إلى artinya saya telah menyampaikan kebaikan atau manfaat أحسنت
kepadanya. Jadi maknanya adalah menyampaikan berbagai macam manfaat kepada
makhluk, masuk kedalam makna ini berbuat baik (ihsan) kepada hewan
Adapun yang dimaksud ihsan bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada
Allah adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah shalallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadist Jibril :
“’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102).5
Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai ihsan yaitu ‘Engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu.’ Itulah pengertian ihsan dan
rukunnya.
Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa ihsan
mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan
dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah
maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi
oleh-Nya. Sedangkan ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-
hak mereka. Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah.
Yang hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil
dalam bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan
tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu
5 Lihat Syarh Tsalaatsatil Ushuul 95-96, Syaikh Muhammad bin Sholeh al ‘Utsaimin.
6
bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat
jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.6
2.3 TINGKATAN IHSAN
Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzahullah menmberikan penjelasan bahwa
inti yang dimaksud dengan ihsan adalah membaguskan amal. Batasan minimal
seseorang dapat dikatakan telah melakukan ihsan di dalam beribadah kepada
Allah yaitu apabila di dalam memperbagus amalannya niatnya ikhlas yaitu
semata-mata mengharap pahala-Nya dan sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam. Inilah kadar ihsan yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap
muslim yang akan membuat keislamannya menjadi sah. Adapun kadar ihsan yang
mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah memiliki dua tingkatan,
yaitu :
2.3.1 Tingkatan Muroqobah
Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan
oleh Allah dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam (jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu). Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu
memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin bahwa Allah melihatnya. Tingkatan
inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Apabila seseorang mengerjakan
shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia
memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana Allah firmankan dalam
surat Yunus,
........
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…” (QS. Yunus: 61)
6 Lihat Bahjatu Qulubil Abraar 168-169, Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di.
7
2.3.2 Tingkatan Musyahadah
Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa
memeperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan
sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi (‘Kamu menyembah Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya).Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada
Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan
di sini bukanlah melihat dzat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak
sebagaimana keyakinan orang-orang sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan
musyahadah adalah melihat dzat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang
dimaksud adalah memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan
pengaruh sifat-sifat Allah bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki
ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan
semua tanda kekuasaan Allah pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah
tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan.7
2.4 WUJUD ATAU ASPEK DALAM IHSAN
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan
dalam ihsan
a. Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua
jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar,
yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak
akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan
ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-
Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya,
karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan
sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.
7Lihat Syarh Arba’in an Nawawiyah penjelasan hadist ke 2, Syaikh Sholeh Alu Syaikh.
8
b. Muamalah
Ihsan dijelaskan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. pada surah An-Nisaa’ ayat
36, yang berbunyi sebagai berikut,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
c. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan
muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia
telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits
yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka
sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah
menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan
dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang “yang diperoleh dari
hasil maksimal ibadahnya” maka kita akan menemukannya dalam muamalah
kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia,
lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah mengatakan dalam sebuah hadits, “Aku
diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”
2.5 MACAM-MACAM IHSAN
9
Dilihat dari macam-macamnya, setidak-tidaknya ada tiga macam ihsan,
yaitu ihsan kepada Allah, ihsan kepada manusia dan ihsan kepada segala sesuatu.
Dilihat dari macam-macamnya, setidak-tidaknya ada tiga macam ihsan, yaitu
ihsan kepada Allah, ihsan kepada manusia dan ihsan kepada segala sesuatu.
2.5.1 Ihsan kepada Allah
Ihsan kepada Allah adalah berbuat baik bahkan yang terbaik dalam
mengabdi kepada Allah. Dalam hal ini, ketika beribadah kepada Allah terutama
ketika shalat, ia benar-benar merasakan seakan-akan berhadapan dan melihat
Allah. ikap ihsan kepada Allah adalah sikap yang khusyu dalam beribadah, dan
merasakan Allah begitu dekat dengannya, sehingga ia merasakan selalu dalam
pengawasan Allah Swt.
2.5.2 Ihsan Kepada Manusia
Ihsan kepada manusia adalah berbuat baik kepada orang lain dengan niat
yang tulus, tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Sikap ihsan ini pernah
dicontohkan oleh Nabi Saw di masa hidupnya hingga menjelang wafatnya. Sikap
ihsan kepada sesama manusia adalah bersikap lembut dan kasih sayang kepada
orang lain, meski orang lain tersebut pernah memperlakukan dirinya dengan tidak
baik. Mengenai sikap ihsan kepada manusia ini, Nabi Saw pernah bersabda:
إلى : » تحسن أن اإلحسان ما إن وسلم عليه الله صلى النبي قال
إليك « أحسن من إلى تحسن أن اإلحسان ليس ، إليك أساء من
( حاتم( أبي ابن تفسيرNabi Saw bersabda: “sesungguhnya ihsan itu adalah engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat buruk kepadamu. Dan tidaklah disebut ihsan jika engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu (Tafsir Ibn Abi Hatim, Vol.54 hal.119)
10
Allah suka kepada manusia yang bisa bersikap ihsan kepada sesama manusia,
lebih-lebih jika sikap ihsan itu dilakukan terhadap kedua orang tuanya. Secara
khusus Allah memerintahkannya dengan firmanNya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS. Al Isra, 23)
Betapa mulianya berbuat ihsan kepada kedua orang tua hingga Nabi Saw
bersabda:
الوالدين سخط في ه الل وسخط الوالدين رضى في ه الل رضىRidha Allah tergantung kepada ridha kedua orang tua dan murka Allah tergantung kepada murka kedua orang tua (HR. Al-Tirmidzi. Ibn Hibban dan al-Hakim mensahihkannya).
Di sini Allah dan RasulNya menegaskan bahwa Allah menyukai orang-
orang yang berbuat ihsan kepada sesama manusia, terutama kepada kedua orang
tuanya.
2.5.3 Ihsan kepada hewan dan lainnya
Selain ihsan kepada Allah dan sesama manusia, kita juga diperintahkan
untuk berbuat ihsan kepada yang lain, seperti ihsan kepada hewan dan alam di
sekitarnya. Ihsan di sini adalah berbuat sesuatu dengan cara yang baik, santun dan
penuh kasih sayang. Nabi Saw bersabda:
11
فاحسنو قتلتم فاذا شيء كل على االحسان عليكم كتب الله انالذبحة فاحسنو ذبحتم اذا و القتلة
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berbuat baik (ihsan) pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik…” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits tersebut kita diwajibkan berbuat ihsan dalam segala hal.
Jika ihsan kepada Allah dilakukan dengan melakukan ibadah yang khusyu,
merasakan adanya kedekatan dengan Allah, sehingga seakan-akan sedang
beraudensi dengan Allah, dan ihsan kepada manusia dengan berbuat kasih sayang
kepada sesama tanpa pamrih, tulus dan ikhlas meski pernah diperlakukan tidak
baik, maka ihsan kepada yang lain termasuk kepada hewan adalah dengan cara
yang santun dan kasih sayang. Misalnya saat mau menyembelih hewan, maka cara
bersikap ihsan kepadanya adalah dengan mempersiapkan pisau yang tajam
sehingga tidak terlalu menyakitkan saat menyembelihnya.
2.6 KEUTAMAAN IHSAN
2.6.1 Allah SWT. Beserta Orang-Orang Yang Berbuat Ihsan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. An Nahl: 128).
Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang
bertakwa kepada Allah, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi
segala yang haram. Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah kebersamaan yang
khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan
petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan Allah yang umum
(yakni pengilmuan Allah). Makna dari firman Allah ( dan orang-orang yang
berbuat ihsan) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat
12
dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat Allah dengan petunjuk
yang telah dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.8
Dalam ayat lain Allah berfirman,
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan.” (Al Baqarah:195)
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa ihsan
pada ayat ini mecakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada
pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya ihsan dengan harta,
kemuliaan, pertolongan, perbuatan memerintahkan yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan
perbuatan ihasan lain yang diperintahkan oleh Allah. Termasuk di
dalamnya juga adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah. Hal ini
sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu..
2.6.2 Memperoleh Ampunan Allah SWT
“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar”.
Untuk ayat,
بالغيب هم رب يخشون ذين ال إن
8 Lihat Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul hal.41, Syaikh Sholeh al Fauzan.
13
Terdapat penafsiran lainnya dari para ulama. Intinya, ada empat penafsiran mengenai ayat ini:
1. “Mereka takut pada Allah, namun mereka tidak melihat-Nya”. Inilah pendapat mayoritas ulama.
2. “Mereka sangat takut akan siksa Allah walaupun mereka tidak melihat-Nya”. Inilah pendapat Maqotil.
3. “Mereka takut pada Allah ketika tidak ada satu pun yang menyaksikan mereka”. Inilah pendapat Az Zujaj.
4. “Mereka takut pada Allah jika mereka bersendirian (tidak tampak di hadapan manusia) sebagaimana mereka takut jika mereka berada di hadapan manusia”. Inilah pendapat Abu Sulaiman Ad Dimasyqi.
Tafsiran ketiga telah dijelaskan pada point sebelumnya. Tafsiran ketiga ini
hampir sama dengan tafsiran keempat. Sedangkan tafsiran pertama dan kedua
hampir sama. Untuk tafsiran pertama inilah yang kita sering lihat pada terjemahan
Al Qur’an (termasuk terjemahan DEPAG RI) sebagaimana pendapat jumhur
(mayoritas) ulama. Sehingga biasanya ayat tersebut diartikan:
بالغيب هم رب يخشون ذين ال إن“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka.” (QS. Al Mulk: 12)
2.6.3 Pahala Surga dan Melihat Wajah Allah SWT
Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-
orang yang Allah terangkan dalam firman-Nya:
“Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ta’ala)” (QS Yunus: 26) Allah akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.9
Allah Ta’ala juga berfirman:
9 Taisiirul Kariimir Rahmaan tafsir surat al Baqarah 195, Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di.
14
“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan (kebaikan) diantaramu pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 29)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam Al-Qur`an, terdapat seratus enam puluh enam (166) ayat yang
berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu
makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ihsan ini, hingga mendapat
porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Ihsan berasal dari kata حسن yang
artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah احسان, yang
15
artinya kebaikan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an
mengenai hal ini.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.........”
(Al-Isra’: 7)
...
.... dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ihsan adalah mashdar dari يحسن :yang memiliki dua makna أحسن
1. Kata Ahsana itu bersifat transitif dengan sendirinya. Seperti ucapan: أحسنت artinya كذا adalah نته aku) حس membaguskannya) dan aku) كملته menyempurnakannya).
2. Makna kedua adalah bersifat transitif dengan huruf jarr (إلى) seperti ucapan
فالن إلى artinya أحسنت saya telah menyampaikan kebaikan atau manfaat kepadanya. Jadi maknanya adalah menyampaikan berbagai macam manfaat kepada makhluk, masuk kedalam makna ini berbuat baik (ihsan) kepada hewan
. Adapun kadar ihsan yang mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah
kepada Allah memiliki dua tingkatan, yaitu Tingkatan Muroqobah dan Tingkatan
Musyahadah.
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan
dalam ihsan yaitu: ibadah, muamalah dan akhlak
Dilihat dari macam-macamnya, setidak-tidaknya ada tiga macam ihsan,
yaitu ihsan kepada Allah, ihsan kepada manusia dan ihsan kepada segala sesuatu.
a. Ihsan kepada Allah,
b. Ihsan kepada manusia,
16
c. Ihsan kepada hewan dan lainnya,
Keutamaan Ihsan
a. Allah SWT. Beserta Orang-Orang Yang Berbuat Ihsan
b. Memperoleh Ampunan Allah SWT
c. Pahala Surga dan Melihat Wajah Allah SWT
3.2 SARAN
Semoga makalah ini bermanfaat buat para pembaca. Karya ini masih jauh
dari kesempurnaan. Olehnya itu penulis mengharap kritik dan saran pembaca.
Demikian, Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman as Sa’di.Taisiirul Kariimir Rahmaan tafsir surat al Baqarah 195,
Syaikh
Ali Rifan dkk, Indonesia Hari Esok, Obsesi Pers, Purwokerto, 2012.
Bahjatu Qulubil Abraar 168-169, Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di.
Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul hal.41, Syaikh Sholeh al Fauzan.
Muhfathurrahman. Word press. Com /2012 /09 /09 /ihsan
Ngainun Naim, Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta,
2011.
17
Syarh Arba’in an Nawawiyah penjelasan hadist ke 2, Syaikh Sholeh Alu Syaikh.
Syarh Tsalaatsatil Ushuul 95-96, Syaikh Muhammad bin Sholeh al ‘Utsaimin.
18
top related