bab iv penafsiran wahbah az-zuhaili terhadap ayat-ayat ...repository.uinbanten.ac.id/4497/6/siap bab...
Post on 09-Nov-2020
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
111
BAB IV
PENAFSIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI TERHADAP
AYAT-AYAT GHAFLAH DAN SAHWAN
A. Ayat-ayat Ghaflah dan Sahwan Berdasarkan
Makkiyyah dan Madaniyyah
Ayat Makkiyyah ialah ayat-ayat yang diturunkan sebelum
Rasulallah Saw hijrah ke Madinah meskipun tidak turun di
Mekkah, sedangkan ayat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang
turunkan sesudah Rasulallah Saw hijrah ke Madinah meskipun
tidak turun di Madinah.1 Adapun ayat-ayat ghaflah dalam
Alquran terdapat 35 ayat dalam 21 surat, sedangkan ayat-ayat
sahwan atau kata yang seasal dengannya yaitu sāhūn terdapat 2
ayat dalam 2 surat. Berikut ayat-ayat Alquran tentang ghaflah dan
sahwan yang sesuai pada turunnnya suatu ayat atau surat yang
berdasarkan pada periode Makkiyyah dan Madaniyyah adalah
sebagai berikut :
1 Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran, (Bandung : CV
PUSTAKA SETIA, 2009), p. 114
112
1. Ayat-ayat Ghaflah dan Sahwan Makkiyyah
Ayat-ayat ghaflah pada pembahasan ini tidak turun pada
periode Mekkah I, akan tetapi turun pada periode Mekkah II dan
periode Mekkah III, sedangkan ayat-ayat sahwan hanya terdapat
pada periode Mekkah I saja, yaitu sebagai berikut.
a. Periode Mekkah I
Ayat-ayat sahwan pada pembahasan ini hanya terdapat 2
surat yang menjelaskan tentang sahwan yaitu QS.al-Żāriyāt ayat
11 dan QS. Al-Mā‟ūn ayat 5.2 Ayat tersebut keduanya merupakan
surat Makkiyyah yang turun pada periode Mekkah I. Ayat-ayat
Alquran yang turun pada periode Mekkah I dapat dilihat bahwa
ayat-ayatnya semuanya pendek-pendek bahkan sangat ringkas. Di
dalamnya banyak terdapat sumpah dengan kenyataan-kenyataan
alam ini. Lafadz-lafadz insya‟ di dalamnya semunya bernada
panas dan lafadz-lafadznya hampir-hampir bersajak dan ayat-
ayatnya kadang-kadang bernada keras dan menakutkan.3
2Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran,….. p. 67
3 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur‟an
(„Ulum al-Qur‟an) : Membahas Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Alquran,
(Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009), p. 84
113
Seperti pada QS.al-Żāriyāt ayat 11 ini Wahbah az-Zuhaili
menafsirkan makna sahwan tersebut yaitu tentang ancaman bagi
orang-orang kufur yang lalai terhadap janji dan ancaman Allah
berupa pelaknatan dan pengutukan disebabkan mereka berada
dalam kebodohan dan kelalaian terhadap Allah SWT dan Nabi
Muhammad Saw. Dan makna sahwan pada QS.Al-Mā‟ūn ayat 5
juga berupa ancaman terhadap orang yang melalaikan waktu
shalat serta pengaruh shalat dalam kehidupannya, yang
mengakibatkan mereka terjerumus ke dalam kelompok orang-
orang yang mendustakan agama.
b. Periode Mekkah II
Pada ayat-ayat Makkiyyah tentang ghaflah yang terdapat
pada QS.Al-Kahfi ayat 28, QS.Maryam ayat 39, QS.Al-Anbiyā‟
ayat 1, 97, QS.Al-Mu‟minūn ayat 17, QS. Al-Naml ayat 93,
QS.Yāsin ayat 6, dan QS.Qaf ayat 224 merupakan periode
Mekkah kedua. Di mana periode Mekkah II ini merupakan
kelanjutan dari periode Mekkah I, baik dalam keadaan pendeknya
maupun dalam kandungannya, yaitu perumpamaan-perumpamaan
4Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran,….. p. 67
114
dan perbandingan-perbandingan. Akan tetapi sebagian surat
periode kedua ini bentuknya panjang-panjang, demikan pula ayat-
ayatnya. Segala yang diperhatikan dalam periode Mekkah I, baik
dalam keadaan alam dan kehidupan manusia, diperhatikan juga
dalam periode Mekkah II dengan di luaskan dan di jelaskan.
Dakwah islamiyah dilakukan dengan jalan menanam ketakutan
dalam hati para muslimin terhadap azab-azab yang mereka derita
dan mengemukakan kebesaran-kebesaran Tuhan, adanya wahyu,
adanya hari kiamat, adanya hari bangkit, adanya pahala dan siksa,
serta menggambarkan kepada mereka surga dan neraka sambil
mengingatkan mereka terhadap nikmat-nikmat Allah yang ada di
jagat raya yang luas ini dan pada diri mereka sendiri.5
c. Periode Mekkah III
Adapun ayat-ayat Makkiyyah tentang ghaflah yang
terdapat pada QS.Al-An‟ām ayat 131, 132, 156, QS. Al-A„arāf
ayat 136, 146, 172, 179, 205, QS. Yūnus ayat 7, 29, 92, QS.Hūd
ayat 123, QS.Yūsuf ayat 3, 13, QS.Ibrāhim ayat 42, QS.Al-Naḥl
ayat 108, QS.Al-Qaṣaṣ ayat 15, QS.Al-Rūm ayat 7, QS.Al-
5 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur‟an
(„Ulum al-Qur‟an)…… p. 93-94
115
Aḥqāf ayat 5.6 Merupakan periode Mekkah ketiga. Surat-surat
yang turun pada periode Mekkah III mempunyai ciri-ciri yang
berbeda dari yang sudah-sudah, yaitu surat dan ayatnya panjang-
panjang, sebagiannya dimulai dengan huruf-huruf potong, sedang
isi di dalamnya dihadapkan kepada segenap manusia bukan
kepada penduduk Mekkah saja. Di dalamnya di peringatkan
supaya manusia taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Di dalamnya
diseru manusia untuk berbuat ihsan, beramal shaleh, dan yang
lain sebagainya.7
2. Ayat-ayat Ghaflah Madaniyyah
Semenjak dari pemulaan masa-masa Madaniyyah sampai
ke akhirnya. Kesukaran ini tidak ditemui lagi di dalam periode-
periode Madaniyyah. Hal ini disebabkan telah adanya alat-alat
menulis di Madinah setelah berkembangnya Islam. Dapatlah kita
menyetujui pendapat ahli tahqiq bahwa ayat-ayat Madaniyyah
terbagi menjadi tiga periode, yaitu periode Madaniyyah pertama,
kedua dan ketiga. Adapun ayat-ayat ghaflah Madaniyah sebagai
6Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran,….. p. 66-67
7Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur‟an
(„Ulum al-Qur‟an)……p. 110
116
berikut, QS. Al-Baqarah ayat 74, 85, 140, 144, 149, QS.Ali Imrān
ayat 99, QS.Al-Nisā ayat 102, ayat-ayat tersebut termasuk ke
dalam periode Madaniyyah I, sedangkan QS.Al-Nūr ayat 23
termasuk ke dalam periode Madaniyyah II.8
Dari ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah berdasarkan
periodenya diatas dapat diambil kesimpulan bahwa makna
ghaflah dalam ayat Makiyyah, baik periode I, II, dan III secara
garis besar dinisbatkan kepada orang-orang kafir yang pada
umumnya berkonotasi kelalaian terhadap kehidupan akhirat,
tanda-tanda kekuasaan Allah, dan lalai terhadap mendayagunakan
potensi-potensi dalam dirinya, khususnya nikmat akal dan
inderawi. Sedangkan ghaflah dalam ayat Madaniyyah periode I,
merupakan sebuah penegasan bahwa Allah SWT tidak pernah
lengah atau lalai terhadap apa yang dilakukan oleh manusia.
Akan tetapi makna ghaflah pada QS. Al-Nūr ayat 23 yang
termasuk ke dalam periode Madaniyyah II mengandung arti lalai
yang positif, yaitu wanita beriman yang telah bersuami yang lalai
8Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur‟an
(„Ulum al-Qur‟an)……. P. 111
117
(tidak menduga atau terlintas di dalam benak mereka keinginan
untuk berbuat keji/hina).
Adapun makna sāhūn yang terdapat 2 ayat dalam 2 surat
termasuk kategori ayat Makkiyyah yang turun pada periode I,
yang keduanya bermakna ancaman.
B. Penafsiran Ayat-ayat Ghaflah dan Sahwan Menurut
Wahbah Mustofa Al-Zuhaili
Dari semua ayat-ayat ghaflah dan sahwan atau kata lain
yang seasal dengannya diatas, penulis akan mengklasifikasi
beberapa ayat ghaflah dan sahwan yang berkaitan dengan sifat
manusia di dalam Alquran beserta penjelasan dan tafsiran
Wahbah az-Zuhaili mengenai ayat tersebut, adapun ayat-ayatnya
sebagai berikut:
1. Ayat-ayat Ghaflah
a. Ghaflah Terhadap Kehidupan Akhirat/Hari
Pembalasan
1) Firman Allah dalam QS. Al-anbiyā‟ ayat 1
118
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan
mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling
(daripadanya).”(QS. Al-anbiyā‟:1)
Relevansi surah ini dengan surah sebelumnya (Surah
Ṭāhā) dapat dilihat dari dua sisi berikut:
Pertama, Pertanda bahwa batas waktu azab dan harapan
yang dinanti-nanti sudah dekat. Kedua, peringatan agar tak
terpedaya oleh dunia dan perintah beramal untuk akhirat.
Dekatnya hari kiamat seharusnya menuntut kita untuk berpaling
dari gemerlapnya kehidupan dunia karena dunia pada hakikatnya
sudah mendekati kesirnaan. Permulaan Surah Al-anbiyā‟ diawali
dengan ayat yang menakutkan, dan peringatan tentang dekatnya
hari kiamat, sementara manusia lalai terhadap arti hisab dan
hukuman. Di dalamnya, Allah SWT menerangkan bahwa,
meskipun hari kiamat dan hisab (perhitungan amal perbuatan)
sudah dekat, tetapi manusia masih saja lalai terhadapnya,
mengabaikan Alquran, dan tidak sudi mendengarkan dan
merenungkannya.9
9Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9, (Damsyik: Daar al-Fikr,
2009), P. 5-6
119
Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki dari sahabat
Rasulullah Saw yang membangun sebuah tembok. Lalu ada
sahabat lain yang lewat di dekat orang tersebut pada saat surah ini
diturunkan. Sahabat yang membangun tembok itu berkata
kepadanya, “Ayat Alquran apa yang turun hari ini?” sahabat yang
ditanya menjawab, “Telah turun ayat (surah Al-anbiyā‟ ayat 1)
mendengar jawaban itu, sahabat yang membangun tembok pun
segera mengakhiri pekerjaannya dan berkata, “Sungguh, aku
tidak akan membangun apa-apa lagi karena hisab telah dekat”.10
Dalam kalimat ( ) Wahbah Az-Zuhaili
mengartikan bahwa mereka digambarkan dengan keadaan
(alghaflatu) dan (al-’irāḍu). Kata alghaflatu aslinya bermakna
tidak mengingat sesuatu, maksudnya disini sikap acuh tak acuh
dan berpaling. Sementara kata al-’irāḍu artinya berpaling dari
sesuatu, tetapi maksudnya disini adalah berpaling dari bersiap
diri menghadapi hisab dengan beriman.11
Meski hari Kiamat
10
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9, .... P. 10 11
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9, (Damsyik: Daar al-
Fikr, 2009), P. 10
120
sudah dekat, sayang manusia masih tetap dalam keadaan lalai
dan berpaling (al-Ghaflah dan al-’irāḍu).
Wahbah az-Zuhaili menafsirkan al-Ghaflah adalah lalai
terhadap hisab dan tidak mau memikirkan kesudahan yang pasti.
Padahal, akal mereka tentu menghendaki sebuah kesadaran
bahwa pasti ada ganjaran bagi orang yang berbuat baik dan bagi
orang yang berbuat jahat. Sedangkan, al-’irāḍu yaitu terlalu
tenggelam dalam sikap jauh dari Alquran, mengabaikan ayat-
ayatnya, dan tidak beriman kepada Allah SWT meskipun sudah
dalam kondisi sadar dari al-Ghaflah dan al-Jahālah
(kebodohan).12
Allah SWT memperingatkan dekatnya hari kiamat dengan
firman-Nya tersebut, “telah dekat kepada manusia hari
menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam
kelalaian lagi berpaling (daripadanya)”. Mereka enggan
membekali diri untuk menghadapi hisab. Mereka tak mau
memikirkan akhirat dengan cara bersegera untuk beriman.
12
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9,…., p. 16
121
Yang dimaksud dengan kata “annās” menurut pandangan
Ibnu Abbas r.a adalah orang-orang musyrik para pengingkar
adanya ba’ṡ (hari dibangkitkan kembali). Ini sekaligus
mengisyaratkan bahwa ba’ṡ adalah sebuah keniscayaan yang tak
diragukan lagi.
Zahirnya, redaksi ayat tersebut bersifat umum mencakup
seluruh manusia meskipun yang diisyaratkan pada waktu itu
memang kaum kafir Quraisy dengan indikator ayat-ayat
berikutnya. Oleh karena itu, ayat ini bersifat mengendalikan
ambisi-ambisi serta mendorong manusia agar segera beriman.
Barangsiapa mengetahui hari kiamat telah dekat, ia akan
bersegera untuk bertobat dan tidak lagi mempedulikan dunia.
Setiap yang akan datang itu dekat dan kematian tidak bisa
dimungkiri kedatangannya. Kematian setiap orang adalah kiamat
baginya.Begitulah, hari kiamat bisa dikatakan dekat jika dilihat
dari konteks masa yang telah lalu. Ar-razi mengatakan, “yang
dimaksud dengan manusia disini haruslah orang yang berhak
122
dihisab, yaitu mukallaf, bukan orang yang tidak berhak
atasnya.”13
Dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan telah
dekatnya hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah Saw dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
دب ثناأح قدا حد ثناانفضيم وان حد ب ا ثناأبىحازو سهي ثناسهم حد حد ب
رضي سعد رسىل رأيت قال عنه الل صهى الل بإصبعيه قال وسهى عهيه الل
بهايبعثت تهي وانتي هكذابانىسطى ال اعةكهاتي وانس
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Miqdam
Telah menceritakan kepada kami Al Fudlail bin Sulaiman Telah
menceritakan kepada kami Abu Hazim Telah menceritakan
kepada kami Sahl bin Sa'dari radliallahu 'anhu, ia berkata; Aku
pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata
sambil memberi isyarat dengan kedua jarinya seperti ini -yakni
dengan jari tengah dan jari telunjuk-: "Sesungguhnya aku di utus,
sementara kedatangan hari kiamat adalah sebagaimana jarak
antara kedua jari ini (jarak selisih antara jari tengah dan
telunjuk)." (HR. BUKHARI - 4555) 14
13
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9,…., p. 12 14
Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist
123
Kemudian Allah SWT menuturkan bukti yang
mengindikasikan kelalaian manusia tersebut (pada ayat 2) “Tidak
datang kepada orang-orang kafir Quraisy dan mereka yang serupa
dengannya bagian dari Alquran yang baru diturunkan, dengan
proses penurunan yang gradual, surah demi surah dan ayat demi
ayat. Sesuai dengan momentum dan kejadian yang ada.
Melainkan mereka mendengarnya, tetapi mereka mengabaikan,
mengejek, dan mengolok-olok. Hati dan pikiran mereka tak sudi
merenungi dan memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Ini merupakan satu kecaman yang tegas terhadap orang-orang
kafir sekaligus teguran bagi orang-orang seperti mereka agar
berhenti dari sikap menyia-nyiakan manfaat yang sebenarnya
akan membuat mereka bahagia di dunia dan di akhirat.15
2) Firman Allah dalam QS. Al-Anbiyā‟ ayat 97
15
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9,…., P. 13
124
“dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari
berbangkit), Maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang
yang kafir. (mereka berkata): "Aduhai, celakalah Kami,
Sesungguhnya Kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan
Kami adalah orang-orang yang zalim".
Ayat diatas menjelaskan bagaimana penyesalan orang-
orang yang kafir akibat tidak mengindahkan dan lalai pada
peringatan hari kebangkitan dan hisab, bahkan mendustakannnya,
yang ayat sebelumnya membahas dan menerangkan bahwa kaum
kafir telah dibinasakan dengan azab yang berat di dunia sehingga
menemui kemusnahan sampai hari kiamat kelak. Diantara tanda-
tanda hari kiamat adalah runtuhnya tembok Ya‟juj dan Ma‟juj.
Sedangkan ayat diatas sungguh mereka mengalami penyesalan
yang hebat hingga mereka pun berkata, “Duh, celakalah kami.”
Kata alwailu maknanya adalah kebinasaan. Seakan mereka
berkata, “Ketika di dunia kami adalah orang-orang yang lalai,
tidak mengetahui bahwa hal ini ternyata benar adanya, bahwa
ba’ṡ (hari kebangkitan), kembali kepada Allah SWT, hisab, dan
balasan adalah nyata. Bahkan, sebenarnya kami adalah orang-
orang yang menzalimi diri kami sendiri karena kami telah
125
menyebabkan diri kami terkena azab.”Ini adalah sebuah
pengakuan yang sangat jelas bahwa mereka telah menzalimi diri
mereka sendiri saat pengakuan sudah tidak berguna lagi bagi
mereka.16
Kemudian Allah SWT menegaskan tentang ba’ṡ dan
balasan dengan firman-Nya “waktarobalwa‟dul haqqu”
Juga tentang apa yang dialami oleh orang-
orang kafir berupa berbagai kengerian dan kejadian luar biasa
yang membuat mata mereka terbelalak hampir-hampir tidak
berkedip disebabkan kedahsyatan hari itu, seraya berkata “Duh
binasalah kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
berbuat zalim dengan berbuat kemaksiatan, kami menempatkan
ibadah tidak pada tempat yang semestinya.”17
Sesungguhnya Allah SWT tidak lengah dari apa yang
diperbuat oleh orang-orang yang zalim itu, dan akan
16
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9,…., p. 141 17
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 9,…., P.143
126
mengazabnya nanti pada hari kiamat, seperti firman-Nya dalam
surah Ibrāhīm ayat 42 :
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa
Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai
hari yang pada waktu itu mata (mereka)
terbelalak.”(QS.Ibrāhīm: 42).
Janganlah mengira bahwa Allah SWT menunda azab
mereka itu berarti bahwa Allah lalai terhadap mereka,
mengabaikan mereka begitu saja, dan tidak menghukum mereka
atas perbuatan mereka. Tidak, tetapi Allah SWT menghitung dan
mencatat perbuatan mereka. Hukuman bagi mereka pasti akan
datang. Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa Dia
menunda hukuman orang-orang yang zalim itu sampai suatu hari
yang sangat mengerikan, dimana hari itu adalah hari ketika mata
mereka terbelalak. Maksudnya, Allah SWT memberi mereka
penangguhan dan penundaan hukuman sampai hari kiamat,
sampai-sampai pada hari itu mata mereka terbelalak tanpa
127
berkedip sedikitpun, karena perasaan kaget bercampur takut yang
begitu luar biasa.18
Gambaran tersebut terjadi pada saat proses
hisab. Karena Allah SWT menyebutkan gambaran tersebut
langsung setelah penyebutan hari itu sebagai hari terjadinya
hisab.19
3) Firman Allah dalam QS. Maryam ayat 39
“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan,
(yaitu) ketika segala perkara telah diputus.dan mereka dalam
kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.”
Ayat sebelumnya menceritakan kekuatan pendengaran
orang-orang kafir dan tajamnya pandangan mereka pada hari
kiamat untuk dihisab dan diberikan balasan. Pada hari kiamat
pendengaran orang-orang zalim dan kafir sangat kuat dan
pandangan mereka sangat tajam, sebenarnya mereka juga
mengetahui kebenaran ketika di akhirat, akan tetapi ketika di
dunia mereka dalam keadaan tuli, bisu, dan buta dari kebenaran.
18
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 7,…., P.295 19
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 7,…., P.436-437
128
Mereka tidak mendengar, tidak melihat dan tidak berakal. Ketika
didunia mereka diminta untuk mengikuti petunjuk tetapi mereka
tidak melakukannya, namun mereka menjadi taat di saat ketaatan
tidak lagi berguna.20
Dalam ayat diatas Allah SWT kemudian memerintahkan
nabi-Nya agar memperingatkan mereka (orang-orang musyrik).
Dia berfirman kepada Nabi Muhammad Saw “Wahai rasul
berilah peringatan kepada orang-orang musyrik dan yang
lainnya tentang akan datangnya hari ketika mereka semua
menyesal.” Pada hari itu, orang-orang jahat akan menyesal karena
merasa kurang banyak melakukan kebaikan. Pada hari itu mereka
selesai dihisab, buku catatan amal dilipat, para penghuni surga
dipisahkan dari penghuni neraka sehingga penghuni surga masuk
ke surga dan penghuni neraka masuk ke neraka. Saat ini, ketika di
dunia, mereka lalai dengan apa yang diperingatkan kepada
mereka pada hari penyesalan. Mereka lalai dengan apa yang akan
mereka dapatkan dan lalai dengan kengerian yang akan mereka
20
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 8,…., P.376
129
rasakan pada hari itu karena mereka memang tidak beriman
dengan adanya hari Kiamat, hisab dan pembalasan.21
4) Firman Allah dalam QS. Qāf ayat 22
“Sesungguhnya kamu berada dalam Keadaan lalai dari (hal) ini,
Maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi)
matamu, Maka penglihatanmu pada hari itu Amat tajam.”
Setelah Allah SWT mengemukakan berbagai bukti nyata
yang terdapat pada penjuru alam dan diri makhluk bahwa ba‟ṡ
adalah suatu hal yang sangat mungkin, selanjutnya Allah SWT
memulai penegasan mengenai penciptaan manusia yang
menunjukkan cakupan pengetahuan-Nya dan keagungan kuasa-
Nya untuk menciptakan manusia pada kali pertama dan
mengembalikannya. Kemudian Allah SWT menginformasikan
bahwa dengan kematian, hakikat akan tersingkap nyata. Juga,
informasi mengenai dua malaikat yang pada hari kiamat
menggiring setiap diri menuju al-Mahsyar dan memberikan
21
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 8,…., P.437
130
kesaksian, serta diangkatnya tirai kelalaian yang menutupi
penglihatan manusia, lalu ia mengetahui keadaan hari
kebangkitan kembali dan digiringnya umat manusia menuju al-
Maḥsyar.22
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan ayat diatas bahwa ketika
itu, dikatakan kepada manusia, dikatakan kepada orang kafir, atau
kepada orang yang taat atau yang durhaka, “Ketika di dunia
kalian lalai terhadap keadaan dan hari ini. Lalu kami singkapkan
penutup yang ada pada dirimu yang menghalangi dan memisah
antara kamu dan berbagai perkara akhirat, sehingga pada hari ini
penglihatanmu sangat tajam yang membuatmu bisa melihat apa
yang sebelumnya tersembunyi dari dirimu dan tidak bisa kamu
lihat dalam kehidupanmu”. Sebab, masing-masing orang pada
hari Kiamat mengetahui nasibnya serta menangkap sesuatu yang
sebelumnya ia ingkari ketika di dunia.23
Dikatakan kepada manusia, baik yang taat maupun yang
membangkang pada hari Kiamat, “Wahai manusia, kamu
sebelumnya benar-benar lalai terhadap akhir kesudahan segala
22
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 13,…., p.629 23
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 13,…., p.629-630
131
urusan. Pada hari ini, kamu tersadar dan melihat yang
sebelumnya tidak kamu lihat berupa berbagai hakikat. Juga,
sesuatu yang sebelumnya ketika di dunia kamu tidak
mempercayainya dan mencoba merenungkannya seperti beriman
kepada Allah SWT tanpa menyekutukannya, mempercayai rasul-
Nya, ba’ṡ, ḥasyr, dan hisab.24
5) Firman Allah dalam QS. Ar-Rūm ayat 7
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan
dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
Pada ayat sebelumnya Allah SWT memberi kabar
gembira kepada kaum Mukmin dengan kemenangan romawi
(golongan ahli Kitab yang memiliki kedekatan batin dengan
kaum mukmin karena kesamaan dalam keimanan kepada Allah
SWT dan hari akhirat) atas Persia ( pemeluk agama Majusi dan
penyembah berhala dan tidak percaya sedikitpun kepada kitab-
kitab samawi juga kepada Allah SWT dan hari akhirat) adalah
sebuah janji yang benar dari Allah SWT, serta berita yang tepat,
24
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 13,…., p.521
132
Allah SWT tidak pernah mengingkari janji-Nya sehingga berita
tersebut pasti akan terjadi. Akan tetapi, mayoritas manusia, yaitu
orang-orang kafir tidak mengetahui janji Allah SWT.25
Menurut Wahbah az-Zuhaili ayat diatas maksudnya yaitu
mayoritas manusia memiliki ilmu zahir tentang dunia dan ilmu-
ilmu materi seperti pengaturan hidup, cara mendapatkan harta
dan usaha berupa perdagangan, perkebunan, industri dan lainnya.
Akan tetapi, mereka lalai dalam masalah agama dan akhirat,
seakan-akan mereka orang-orang yang tidak berpikir dan
merenung, tidak melihat ke masa depan dan nasib yang akan
menunggu mereka, yaitu berupa kenikmatan yang kekal, jika
mereka beriman dan beramal saleh, atau azab yang hina jika
mereka kafir dan melanggar perintah Allah SWT mereka ini
selamanya tidak mengetahui hal-hal yang berguna di akhirat
kelak. Ilmu mereka hanya terbatas pada dunia. Bahkan mereka
tidak mengetahui hakikat dari dunia ini, namun yang mereka
ketahui hanya kulitnya saja, yaitu yang berupa kelezatan dan
permainan. Mereka tidak mengetahui intinya yang berupa
25
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 11,…., p. 53
133
kesulitan dan kesusahan. Intinya mereka lalai terhadap kehidupan
akhirat.26
b. Ghaflah Terhadap Ayat-ayat Allah (tanda kekuasaan)
1) Firman Allah dalam QS. Al-A‟rāf ayat 146
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan
dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda
kekuasaan-Ku.merekajika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka
tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang
membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya,
tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka
mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari
padanya.”
Ayat-ayat ini berbicara tentang tabiat atau perilaku orang-
orang yang sombong, baik di masa dahulu maupun di masa
sekarang. Dipalingkannya orang-orang yang sombong dari
memahami dalil-dalil kebesaran Allah dan akibat dari
26
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 11,…., p. 53
134
kesombongan dan kekafiran mereka. Setelah Allah SWT
menjelaskan pada ayat-ayat yang lalu bahwa apa yang menimpa
Fir‟aun berupa kebinasaan disebabkan kesombongan dan
kezalimannya. Allah menyebutkan keengganan kaum Quraisy
untuk beriman juga disebabkan oleh sikap sombong mereka. Ini
menunjukkan bahwa penyebab berpalingnya manusia dari
keimanan dan berada dalam kekafiran adalah kesombongan.
Kesombongan biasanya menghalangi seseorang untuk merenungi
kebenaran, membuatnya mendustakan kebenaran, dan
menjadikannya lengah dari ayat-ayat Allah yang menunjukkan
kebesaran-Nya.27
Allah SWT mengatakan bahwa “aku akan menghalangi
hati orang-orang yang sombong dan enggan menaatiku dan
orang-orang yang sombong terhadap manusia tanpa haq dari
memahami dalil-dalil yang yang menunjukkan kebesaran dan
syariat-Ku. Firman Allah SWT :
27
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., p. 96
135
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai
kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu
mengetahui bahwa Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran),
Allah memalingkan hati mereka dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik”.(QS. aṣ-Ṣaff: 5)
Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “Ayat-ayatku” disini adalah bukti-bukti dan penjelasan-
penjelasan. Ini merupakan firman yang mencakup seluruh umat
dan personal, seperti Fira‟un dan kaumnya, yang dihalangi oleh
Allah SWT dari memahami ayat-ayat yang dibawa Musa. Boleh
jadi, mereka memahami beberapa ayat-ayatnya namun mereka
mengingkarinya karena sombong, merasa tinggi, dan angkuh,
seperti kaum Fir‟aun. Firman Allah SWT :
136
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan
kesombongannya. Padahal hati mereka meyakini
(kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-
orang yang berbuat kebinasaan” (QS. an-Naml:14)
Kaum kafir Quraisy, juga dihalangi oleh kekafiran untuk
memerhatikan ayat-ayat Allah meskipun mereka sebenarnya
yakin dengan kebenaran Nabi Muhammad Saw. Diantara sifat
orang-orang yang sombong adalah pertama, mereka tidak
beriman dengan ayat apapun yang menunjukkan dan
memperlihatkan kebenaran, karena ayat-ayat itu tidak akan
berguna, kecuali untuk orang yang memang siap untuk
memahaminya dan menerima kebenaran.28
Kedua, mereka menjauh dari jalan petunjuk dan
kebenaran, padahal itu adalah jalan yang dimudahkan dan
membawa kepada keselamatan. Apabila mereka melihat jalan
yang lurus, mereka tidak mau melewatinya, bahkan mereka
melewati jalan yang lain. Hal ini mereka lakukan dengan sengaja
karena sifat mereka yang membangkangkan. Boleh jadi, sebagian
28
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., p. 96
137
mereka melakukannya karena kebodohan. Namun, kedua
kelompok ini dihukum sama.29
Ketiga, ketika tampak jalan kesesatan dan kerusakan,
mereka segera mengejar jalan tersebut karena jalan tersebut sudah
dihiasi oleh hawa nafsu mereka yang selalu memerintahkan untuk
berbuat buruk. Kelompok ketiga ini lebih buruk dari kelompok-
kelompok sebelumnya.
Kemudian, Allah SWT menjelaskan sebab mereka
mendapat balasan, yaitu pendustaan mereka terhadap ayat-ayat
Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya dan kelengahan
mereka untuk memikirkan ayat-ayat tersebut serta berpalingnya
mereka untuk mengamalkannya. Secara global, kondisi orang-
orang yang sombong bisa digambarkan bahwa Allah SWT tidak
menjadikan mereka tercipta sebagai orang-orang yang kafir atau
sesat, dan Allah juga tidak pernah menggiring mereka kepada hal
tersebut. Akan tetapi, semua itu terjadi karena pilihan mereka
sendiri ketika mereka mendustakan ayat-ayat Allah.30
29
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., p. 97 30
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., p. 97
138
2) Firman Allah dalam QS. Yūnus ayat 7
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak
percaya akan) Pertemuan dengan Kami, dan merasa puas
dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan
kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat
Kami,”
Setelah Allah SWT menegaskan dalil-dalil atas penetapan
adanya Tuhan dan keberadaan-Nya, penetapan adanya ba‟ṡ dan
pembalasan atas amal perbuatan di hari penghitungan, Allah
menyebutkan keadaan orang-orang yang kafir dan menentang
dalil-dalil wujud dan keesaan-Nya dan keadaan orang-orang yang
beriman yang telah berbuat amal saleh, kemudian Allah SWT
menjelaskan balasan bagi masing-masing kedua kelompok
(Mukmin dan kafir).31
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharap dan
tidak menginginkan pertemuan dengan Allah di akhirat nanti
untuk dihisab dan diberi balasan atas perbuatan, karena
keingkaran mereka terhadap hari kebangkitan, mereka lebih
31
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 6,…., p. 121
139
senang dengan kehidupan dunia ketimbang akhirat. Karena
kealpaan mereka akan akhirat, mereka tentram dan nyaman hidup
di dunia mengikuti syahwat, kenikmatan dan keindahan dunia.
Mereka lupa akan ayat-ayat Allah baik yang kauniyah ataupun
syar‟iyyah, tidak mau berpikir tentang ayat-ayat Allah yang
kauniyah, dan juga tidak mau menjalankan ayat-ayat Allah yang
syar‟iyyah. Mereka yang disebutkan itu, tempat kembali dan
tinggalnya adalah neraka, sebagai balasan atas apa yang mereka
kerjakan di dunia berupa dosa dan kekufuran mereka kepada
Allah dan rasul-Nya serta kepada hari akhir.
Adanya penghubungan
menuntut adanya pengertian yang berbeda, entah karena
perbedaan dua sifat itu atau karena perbedaan dua kelompok itu,
dan yang dimaksudkan dengan kelompok pertama adalah orang-
orang yang mengingkari hari kebangkitan yang mereka tidak
menginginkan kecuali kehidupan dunia. Mereka adalah kelompok
materialism dan atheis, dan yang dimaksudkan dengan kelompok
kedua adalah orang-orang yang terlena dengan kehidupan dunia
140
dan tidak berpikir tentang akhirat dan tidak menyiapkan
bekalnya. Inilah balasan kelompok orang yang kafir, mereka akan
merasakan kesusahan. Adapun balasan bagi kelompok yang
Mukmin, mereka akan merasakan kebahagiaan karena mereka
mengerjakan amal saleh dan tidak melupakan ayat-ayat Allah
SWT.32
c. Ghaflah Dalam Mendayagunakan Potensi-potensi
Dalam Diri Manusia
1) Firman Allah dalam QS. Al-A‟rāf ayat 179
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-
ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Pada ayat-ayat yang lalu Allah mengisahkan kepada orang
musyrik dan Yahudi tentang orang yang berilmu dan beragama
32
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 6,…., P.121
141
tapi tidak mengamalkan ilmunya, bahkan memilih jalan setan dan
kehinaan, maka pada ayat ini Allah menggambarkan bahwa
orang-orang yang sesat dan lalai itu seperti binatang yang tidak
menggunakan akal dan hati nuraninya untuk memahami ayat
Allah SWT.33
Allah SWT menjelaskan apa yang disampaikan-Nya
tentang orang-orang yang mendapatkan kesesatan. Dia berfirman
artinya, Allah SWT bersumpah bahwa dia
menciptakan kebanyakan dari kalangan jin dan manusia
melakukan amal perbuatan yang membuat mereka berhak masuk
neraka Jahannam. Dia berfirman ketika menjelaskan nasib
mereka di hari kiamat nanti dalam QS.Hūd: 105. 34
Faktor yang membuat ahli neraka pantas masuk ke neraka
jahannam adalah mereka tidak menggunakan akal mereka secara
baik untuk bisa mengantarkan mereka kepada hakikat keimanan,
memahami dengan benar hakikat kenikmatan dan kebahagiaan
33
Tafsir Kementrian Agama RI, Alquran & Tafsirnya, juz 7-9,
(Jakarta: Widya Cahaya, 2011), P. 527 34
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., p. 178
142
dunia dan akhirat karena kebaikan terdapat dalam hal-hal yang
Allah perintahkan dan keburukan terdapat dalam hal-hal yang
dilarang Allah SWT sedangkan pandangan mereka bertumpu
hanya kepada yang lahiriah saja, sebagaimana firman Allah
SWT:
“mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai.” (QS. Ar-Rūm:7)
Mereka benar-benar masih tidak bisa memahami hakikat-
hakikat tersebut. Hal ini karena mereka tidak bisa memanfaatkan
hati mereka, tidak memahami makna dari pahala, dan tidak takut
terhadap siksa. Mereka juga tidak melihat dengan menggunakan
penglihatan mereka untuk menghayati, menadaburi, dan
mendalami ayat-ayat Allah SWT di alam dan di Alquran yang
dapat menunjukkan mereka kepada jalan yang mendatangkan
kebahagiaan pada mereka. Mereka juga tidak mendengarkan
dengan telinga mereka untuk menadaburi dan menghayati ayat-
ayat Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi-Nya. Mereka
juga tidak mau mendengarkan sejarah tentang umat-umat
143
terdahulu dan bagaimana akhir dari kehidupan mereka
disebabkan mereka berpaling dari petunjuk Allah dan rasul-rasul-
Nya.35
Penafian pendengaran dan penglihatan dari mereka bukan
berarti penafian mereka dapat mendengar dan melihat secara
jasmani. Namun yang dimaksud adalah pendegaran dan
penglihatan mereka terhalang untuk melihat petunjuk dan
mendengar berbagai nasihat.
Ini sama seperti firman Allah SWT dalam ayat lain yaitu :
“Dan Apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa
banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan
sedangkan mereka sendiri berjalan di tempat-tempat kediaman
mereka itu.Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah).Maka Apakah mereka tidak
mendengarkan?dan Apakah mereka tidak memperhatikan,
bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke
bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu
35
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., p. 178
144
tanaman yang daripadanya Makan hewan ternak mereka dan
mereka sendiri. Maka Apakah mereka tidak
memperhatikan?”(QS. As-sajadah: 26-27)
Mereka itulah orang-orang yang disifati sebagaimana
disebutkan dalam ayat diatas bahwa akal dan pancaindra mereka
tidak berfungsi, hal ini sama seperti binatang ternak (sapi, unta,
dan kambing) yang ada dalam pikiran mereka hanyalah makan,
minum, dan menikmati kesenangan hidup duniawi saja. Bahkan
mereka lebih sesat lagi dari itu, karena binatang ternak saja
biasanya mengejar segala yang bermanfaat baginya dan
menghindar dari segala yang akan membahayakannya dan tidak
berlebihan dalam makan dan minum.
Sementara itu, orang-orang tersebut menjerumuskan diri
mereka ke dalam neraka karena kebangkangan mereka. Mereka
juga selalu berlebihan dalam semua bentuk kesenangan dan tidak
memahami makna pahala. Binatang ternak tidak memiliki
kemampuan untuk mencapai berbagai bentuk keutamaan dan
kemuliaan, sementara manusia diberikan kemampuan untuk
mencapai hal tersebut.36
36
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., P.179
145
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar lalai dari
ayat-ayat Allah SWT dan lalai dalam menggunakan perasaan dan
akal mereka untuk tujuan-tujuan diciptakannya perasaan dan akal,
yang seharusnya memanfaatkan objek-objek pendengaran dan
penglihatan yang bisa mengantarkan kepada kebaikan. Mereka
itulah orang-orang bodoh yang tidak melihat arah masa depan.
Mereka hanya berkutat pada kehidupan semata. Mereka
mengabaikan sesuatu yang bisa membuat mereka kekal dalam
kenikmatan kehidupan akhirat. Inilah yang dimaksud dengan
kelalaian mereka, yaitu ketika mereka tidak mau menghayati dan
menadaburi serta masa bodoh dengan surga dan neraka.37
2) Firman Allah dalam QS. An-Naḥl ayat 108
“Mereka Itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan
penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka Itulah
orang-orang yang lalai.”
37
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 5,…., P. 179
146
Dalam ayat-ayat sebelumnya, Allah SWT memberikan
ancaman keras kepada orang-orang kafir yang mengarang
kebohongan terhadap Nabi Muhammad Saw dan menuduh beliau
dengan berbagai tuduhan yang keji. Seperti menyebut beliau
sebagai pendusta dan mengarang kebohongan, bahwa apa yang
beliau bawa berasal dari perkataan manusia bukan dari sisi Allah
SWT. Selanjutnya disini, Allah SWT menyambungnya dengan
pembicaraan tentang orang yang kafir dengan lisannya saja,
bukan dengan hatinya disebabkan ketakutan dan pemaksaan yang
dialami, serta tentang orang yang kafir dengan lisan dan hatinya
sekaligus.38
Barangsiapa yang melapangkan dadanya untuk kafir serta
merasa senang dan nyaman dengan kekafiran setelah ia beriman,
ia akan mendapatkan murka dan laknat Allah SWT, dan di
akhirat ia memperoleh azab yang keras. Itu karena ia telah
mengetahui keimanan, namun ia berpaling darinya. Juga, karena
ia terlalu mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat sehingga
ia pun berani murtad. Allah SWT tidak menunjuki hatinya dan
38
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 7,…., p. 563
147
tidak meneguhkannya diatas agama yang hakiki. Allah SWT pun
mengunci mata hatinya, sehingga ia pun termasuk golongan
orang-orang yang lalai dari apa yang diinginkan, dan termasuk
orang-orang yang tidak memahami apa yang sebenarnya
bermanfaat bagi mereka. Pendengaran dan penglihatannya
ditutup karena ia tidak manfaatkan sebagaimana mestinya
sehingga pendengaran dan penglihatannya tidak berguna
baginya.39
Wahbah az-Zuhaili menafirkan ayat diatas yaitu orang-
orang yang murtad atau kafir setelah beriman adalah orang-orang
yang Allah SWT mengunci mata hati, pendengaran, dan
penglihatan mereka. Sehingga mereka tidak mau beriman, tidak
mendengar firman Allah SWT, serta tidak melihat dan merenungi
dalil-dalil dan bukti-bukti. Mereka itulah orang-orang yang
lengkap kelalaiannya, tidak ada orang yang lebih lalai dari
mereka. Karena lalai memperhatikan akibat-akibat adalah puncak
tertinggi kelalaian.40
39
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 7,…., p. 564 40
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 7,…., p. 485
148
2. Ayat-ayat Sahwan
a. Sahwan dalam Mengingkari Adanya Yaumul ḥasyr
“(Yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan dan
kelalaian”.(QS.al- Żāriyāt: 11)
Dalam bagian akhir surah Qāf, Allah SWT menjelaskan
bahwa orang-orang musyrik tetap keras kepala dan kukuh
mengingkari adanya yaumul ḥasyr, sekalipun telah dipaparkan
kepada mereka bukti-bukti yang nyata, kuat, dan tidak
terbantahkan. Oleh karenanya, setelah itu tidak ada lagi yang
harus dilakukan selain mempertegas dakwah dengan sumpah.
Oleh karena itu, permulaan surah ini, diawali dengan sumpah.
Allah SWT bersumpah dengan langit yang memiliki konstruksi
bangunan yang kukuh, solid, indah, elok, dan sempurna. Hal itu,
sekali lagi untuk mempertegas bahwa orang-orang musyrik
benar-benar berada dalam kerancuan dan kontradiksi dalam
memandang Allah SWT, Rasulullah Saw, Alquran, ba’ṡ, dan
149
ḥasyr.41
Indikasi pada surah ini yaitu sumpah untuk menegaskan
terjadinya ba‟ṡ.
Sesungguhnya kalian wahai kaum kafir Quraisy sungguh
benar-benar berada dalam kerancuan, kontradiktif, dan
inkonsistensi dalam perkataan dan pandangan kalian mengenai
Alquran dan Rasulullah Saw. Pandangan dan penilaian kalian itu
sering berubah-ubah, rancu, dan kontradiktif. Terkadang kalian
mengatakan bahwa Alquran adalah syair dan Rasulullah adalah
seorang penyair, atau Alquran adalah sihir dan Rasulullah Saw
adalah tukang sihir, atau Alquran adalah perdukunan, mitos,
legenda, serta dongeng dan Rasulullah Saw adalah seorang
dukun. Bahkan kalian juga mengatakan bahwa Rasulullah Saw
adalah orang gila.42
Menyangkut diri Rasulullah Saw, mereka pada suatu
waktu mengatakan bahwa beliau adalah orang gila, namun pada
kesempatan yang lain, mereka mengatakan bahwa beliau adalah
penyihir, padahal seorang penyihir mestilah orang yang berakal.
Sedangkan menyangkut ba’ṡ dan ḥasyr, mereka mengatakan
41
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 14,…., P.9 42
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 14,…., P.10
150
bahwa istilah ḥasyr tidak ada dan tidak ada pula kehidupan
setelah kematian. Namun pada waktu yang bersamaan, mereka
mengklaim bahwa berhala-berhala yang mereka sembah dan
puja-puja adalah para pemberi syafaat kepada mereka di sisi
Allah SWT kelak pada hari kiamat. Dan masih banyak lagi sikap
dan pandangan-pandangan mereka lainnya yang rancu dan
kontradiktif.43
Sesungguhnya orang yang dipalingkan dari Alquran dan
dari keimanan, tidak lain adalah orang yang mendustakan dan
tidak mempercayainya. Orang yang tertipu dan terkelabuhi tidak
lain adalah orang yang kebingungan dan tenggelam oleh
kebodohan dan kelalaian. Karena pada dasarnya, apa yang
mereka katakan adalah perkataan batil. Orang yang terpalingkan
Karena hal-hal tersebut adalah orang yang benar-benar
dipalingkan dari keimanan kepada Rasulullah Saw. Semua
perkataan mereka adalah perkataan yang rancu dan kontradiktif
karena seorang penyair, penyihir, atau dukun tentulah orang yang
43
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 14,…., P.12
151
memiliki akal, kecerdasan dan kecerdikan. Adapun orang gila, ia
adalah orang yang tidak memiliki akal sama sekali.44
Wahbah az-Zuhaili menafsirkan ayat diatas bahwa
terlaknatlah dan sungguh hina orang-orang yang gemar berdusta,
yaitu orang-orang yang memiliki pandangan dan perkataan yang
rancu, serta meragukan janji dan ancaman Allah SWT. mereka
adalah orang-orang yang berada dalam kebodohan yang
menenggelamkan mereka, tenggelam dalam kekufuran dan
keragu-raguan hingga lalai dari apa yang diperintahkan kepada
mereka dan dari apa yang akan mereka hadapi kelak. Asal
kalimat ini adalah sebagai doa yang tidak baik (kutukan) atas
mereka, yaitu doa agar mereka binasa dan hancur, seperti pada
ayat 17 surat „Abasa, Allah SWT berfirman:
“Celakalah manusia!Alangkah kufurnya dia!” (QS.
„Abasa:17)
Dengan kata lain, makna kalimat ini secara tekstual atau
harfiyah adalah mendoakan semoga terbunuh, binasa dan hancur.
44
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 14,…., P.10
152
Kemudian kata ini digunakan juga sebagai pelaknatan dan
pengutukan.45
b. Sahwan dalam Ibadah (Melalaikan Shalat)
“(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”(QS. Al-Mā‟ūn:
5)
Surah ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya dari
tiga aspek:
1. Dalam surah sebelumnya, Allah SWT mencela orang-
orang yang mengkufuri nikmat Allah yang telah diberi
makan oleh Allah. Di surah ini, Allah mencela orang-
orang yang enggan memberi makan kalangan fakir
miskin.
2. Dalam surah sebelumnya, Allah SWT memerintahkan
untuk beribadah hanya kepada-Nya. Di dalam surah ini,
Allah mencela orang-orang yang lalai terhadap shalat
mereka dan mereka pun melarang untuk mengerjakan
shalat.
45
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir,Jilid 14,…., p. 11
153
3. Dalam surah sebelumnya Allah SWT menghitung
kenikmatan yang telah dianugrahkan kepada kaum
Quraisy. Meskipun telah mendapatkan banyak
kenikmatan, kaum Quraisy tetap mengingkari hari
kebangkitan dan tidak mempercayai adanya balasan di
akhirat. Sementara itu, di dalam surah ini, Allah
mengancam mereka dengan siksaan karena telah
mengingkari adanya balasan di akhirat kelak.46
Indikasi pada surah ini yaitu orang kafir yang
mengingkari balasan akhirat, karena di awal surah berbicara
tentang celaan atas orang yang mendustakan hari pembalasan dan
perhitungan amal di akhirat, dan orang munafik yang
memamerkan amalnya serta balasan bagi keduanya. Surah al-
Mā‟ūn menjelaskan sifat-sifat manusia yang buruk yang
membawa mereka ke dalam kesengsaraan.
Ibnu mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai
firman Allah SWT “fawailul muṣallin” dia berkata, “Ayat ini
turun mengenai kaum munafik. Mereka memamerkan (riya)
46
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., p. 818-819
154
shalat mereka kepada kaum mukminin jika ada. Mereka
meninggalkan shalat jika tidak ada kaum mukminin. Demikian
juga kaum munafik enggan meminjamkan sesuatu kepada orang
lain.”
Celakalah orang-orang munafik yang terkadang
memamerkan shalat dan orang-orang yang melalaikan shalat,
tidak perhatian, tidak mengharapkan pahala jika menunaikan
shalat dan tidak takut siksa jika meninggalkan shalat. Mereka
melalaikan shalat hingga habis waktunya. Jika mereka berkumpul
dengan kaum mukminin, mereka menunaikan shalat karena ingin
memamerkannya. Akan tetapi, jika mereka tidak bersama kaum
mukminin, mereka tidak menunaikan shalat.47
Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak berfirman
“fīṣalatihim sāhūn”, lupa ketika menunaikan shalat dimaafkan,
sebab hal itu bukan merupakan kesengajaan. Akan tetapi, Allah
SWT berfirman “anṣalatihim sāhūn” yaitu mengakhirkan shalat
dari waktu yang ditentukan atau menunaikannya dengan sedikit
perhatian. Padahal, sifat malas untuk shalat dan mengulur-ulur
47
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 15,....., P. 822
155
waktunya adalah sifat orang-orang munafik. Itu sebagaimana
firman Allah SWT48
:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka.dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya
(dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS. An-Nisā‟:142)
Maksudnya, bahwa orang-orang munafik melakukan
perbuatan tipu daya. Mereka menampakan keimanan dan
menyembunyikan kekufuran, menampakan kebaikan dan ketaatan
dan menyembunyikan kefasikan dan kemaksiatan.49
Meremehkan
dalam urusan shalat dan meninggalkannya serta bersikap pamer
di dalamnya adalah salah satu sifatnya orang-orang munafik.50
Boleh menggunakan lafal “almuṣalin” untuk
menunjukkan arti orang-orang yang meninggalkan shalat. Hal itu
disebabkan orang-orang yang meninggalkan shalat termasuk
48
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 823 49
Muhammad Yusuf „Abdu, Jangan Jadi Munafik!, ,......P.231 50
Muhammad Yusuf „Abdu, Jangan Jadi Munafik!,…., P.237
156
orang-orang yang diberi taklif untuk melaksanakan kewajiban
shalat.51
Sementara itu as-sahwu fi aṣ-ṣalah (lalai dalam shalat)
merupakan perkara yang tidak disengaja sehingga bukan
merupakan taklif. Di dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa
Nabi Saw juga pernah lalai di dalam shalat. Dan disyari‟atkan
untuk melakukan sujud sahwi bagi orang yang lalai di dalam
shalat. Demikian pula para sahabat pun pernah lalai dalam
shalat.52
Sesungguhnya orang-orang yang melalaikan shalat,
mereka adalah orang-orang yang melaksanakan shalat mereka
dengan riya di hadapan manusia. Mereka meriyakan kepada
manusia akan segala amal baik yang mereka lakukan agar
manusia memuji mereka.53
Hakikat riya adalah mencari sesuatu
yang bersifat duniawi dengan beribadah dan mencari tempat di
hati manusia. Menampakkan perbuatan shalat dan sedekah, atau
memperbagus pelaksanaan shalat karena ingin dilihat oleh
manusia termasuk ke dalam macam-macam riya.54
51
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 823 52
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 825 53
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 823 54
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 825
157
Celakalah bagi orang yang melakukan tiga perkara;
melalaikan shalat, berbuat riya dan enggan untuk meminjamkan
barang-barang yang sudah lumrah atau biasa dipinjamkan.55
Orang-orang munafik telah mengumpulkan ketiga sifat tersebut;
meninggalkan shalat, riya, dan bakhil mengeluarkan harta.56
Perbedaan antara orang munafik dan orang riya adalah,
orang munafik menampakkan keimanan dan menyembunyikan
kekufuran, sedangkan orang riya menampakkan sesuatu yang
tidak ada di dalam hatinya, seperti sikap yang lebih khusyu agar
orang yang melihatnya meyakini bahwa dia adalah orang yang
taat beragama.57
Orang-orang munafik tersebut tidak beribadah
kepada Tuhan mereka dengan baik. Mereka juga tidak berbuat
baik kepada manusia hingga enggan untuk meminjamkan barang-
barang yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain tanpa mengurangi
wujud barang itu sendiri dan mengembalikannya lagi secara utuh.
Dengan sikap pelit yang demikian, orang-orang munafik itu akan
55
Barang yang biasa dipinjam oleh manusia antara lain, seperti timba,
kapak, beliung, periuk, dan barang-barang rumah, serta sesuatu yang biasanya
mudah diminta, seperti air dan garam. Orang-orang yang enggan untuk
meminjamkan barang-barang tersebut biasanya akan dicap pelit dan tidak
berbudi luhur. Lihat Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15, hal 688 56
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P.824 57
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 825
158
lebih enggan untuk mengeluarkan zakat dan ibadah-ibadah
lainnya.58
Meskipun sifat-sifat ini sangat jelas ada pada diri orang
munafik, tidak dapat dipungkiri sesungguhnya sebagiannya
terkadang juga ada pada diri orang Muslim yang taat. Saat
sebagian sifat tersebut ada pada diri orang Muslim yang taat, dia
akan menerima sedikit celaan, seperti jika meninggalkan shalat
dan enggan memberikan barang yang berguna. Hal ini merupakan
sikap tercela dan menodai harga diri jika dilakukan tidak dalam
keadaan terpaksa.
Dalam dua ayat yang berisi tentang melalaikan shalat dan
mencegah al-Mā‟ūn59
terdapat sebuah isyarat, sesungguhnya
shalat bagi Allah SWT dan al-Maa‟uun bagi seluruh makhluk
atau seluruh manusia. Barang siapa meninggalkan shalat, dia
tidak menghormati perintah Allah. Barang siapa yang mencegah
al-Mā‟ūn, dia tidak menaruh rasa kasih sayang kepada makhluk
Allah. Ini merupakan perbuatan yang sangat buruk sekali.
58
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 824 59
Al-Maa‟uun adalah nama untuk setiap barang yang biasa dipinjam
oleh manusia.
159
Diantara sifat dan keburukan orang yang mendustakan
hari pembalasan di akhirat adalah menghardik, mengusir,
menzalimi, serta tidak memberikan hak kepada anak yatim.
Termasuk juga tidak melakukan kebaikan dan tidak
menganjurkan atau tidak memerintahkan untuk memberi makan
orang-orang fakir dan miskin.60
Jadi maksudnya adalah, Allah
SWT menyifati orang-orang munafik di dalam surah ini dengan
empat sifat; bakhil, meninggalkan shalat, riya, serta mencegah
zakat dan kebaikan.61
C. Analisis Penulis Terhadap Pemahaman Ayat-Ayat
Ghaflah dan Sahwan
Berdasarkan penafsiran diatas, analisis penulis mengenai
ayat-ayat ghaflah dan sahwan yaitu, bahwa ternyata makna
sahwan atau kata yang seasal dengannya yaitu kata sāhūn yang
hanya terdapat dua ayat dalam dua surah yaitu pada surah aż-
Żāriyāt ayat 11 dan Al-Mā‟ūn ayat 5, dari kedua ayat tersebut
menunjukan subjek dan makna yang berbeda. Pada surah aż-
Żāriyāt ayat 11 subjeknya yaitu orang kafir, dan maknanya yaitu
60
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 824 61
Wahbah Az-zuhaili, Tafsir al-Munir , Jilid 15,…., P. 826
160
orang-orang yang berada dalam kebodohan yang
menenggelamkan mereka, tenggelam dalam kekufuran dan
keragu-raguan hingga lalai dari apa yang diperintahkan kepada
mereka, dan dari apa yang akan mereka hadapi kelak yaitu hari
kebangkitan (ba’ṡ). Sedangkan pada surah Al-Mā‟ūn ayat 5
subjeknya yaitu orang munafik, dan maknanya yaitu ancaman
untuk orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktu yang
ditentukan atau menunaikannya dengan sedikit perhatian
maksudnya lalai terhadap esensi dan tujuan shalat. Celakalah bagi
orang yang melakukan tiga perkara; melalaikan shalat, berbuat
riya dan enggan untuk meminjamkan barang-barang yang sudah
lumrah atau biasa dipinjamkan. Orang-orang munafik telah
mengumpulkan ketiga sifat tersebut; meninggalkan shalat, riya,
dan bakhil mengeluarkan harta.
Wahbah az-Zuhaili ketika menafsirkan suratal-Mā‟ū nayat
5, yaitu lalai tidak hanya dari sisi melaksanakan shalat yaitu
habisnya waktu shalat, akan tetapi lebih kepada pengaruh shalat
dalam kehidupan. Yang berdampak terhadap kurangnya
kepedulian terhadap sesama (fakir miskin) yang mengakibatkan
161
mereka terjerumus kepada kelompok orang-orang yang
mendustakan agama. Sedangkan ketika menafsirkan surat al-
Żāriyā tayat 11, yaitu lalai karena meragukan janji dan ancaman
Allah SWT. dan mereka berada dalam kesesatan dan kekufuran.
Sedangkan ghaflah yaitu lalai atau lupa yang sudah tidak
bisa lagi diingatkan oleh apapun, mereka terlalu cinta pada dunia
dan tidak percaya adanya hari kebangkitan bahkan diperingatkan
dengan tanda-tanda kekuasaan Allah pun mereka bersikap acuh
tak acuh tidak segera mempersiapkan diri dengan segera beriman
dan lebih parahnya lagi mereka berpaling dan tidak mau
memikirkan kehidupan sesudahnya. Makna ghaflah dari 35 kata
jadiannya hampir semua ayat berbicara mengenai orang kafir.
Dan dari penafsiran ayat diatas semuanya berbicara tentang
orang-orang kafir yang mengingkari ba‟ṡ, ayat-ayat Allah serta
tidak mendayagunakan potensi sebagai manusia untuk
mengimani Allah dan rasulnya. Jadi subjek dari ayat ghaflah
yaitu orang kafir.
Menurut Wahbah al-Zuhaili kata alghaflatu aslinya
bermakna tidak mengingat sesuatu, maksudnya disini sikap acuh
162
tak acuh dan berpaling. Yang dimaksud adalah lalai terhadap
hisab dan tidak mau memikirkan kesudahan yang pasti. Padahal,
akal mereka tentu menghendaki sebuah kesadaran bahwa pasti
ada ganjaran bagi orang yang berbuat baik dan bagi orang yang
berbuat jahat.
Hemat penulis bahwasanya setelah menganalisis makna
ghaflah dengan sahwan ditemukan adanya keterkaitan dari
keduanya yang ditinjau dari makna sahwan yang ada pada surat
al-Żāriyā tayat 11 yang merupakan lalai akan perkara akhirat dan
makna sahwan pada surah al-Mā‟ūn ayat 5 yaitu lalai terhadap
shalat bukan hanya lalai dari mengakhirkannya dari waktu yang
ditentukan akan tetapi lebih kepada pengaruhnya pada kehidupan
yang akan mengakibatkan sikap bakhil sehingga enggan untuk
mengeluarkan zakat dan ibadah-ibadah lainnya yang akan
mengantarkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang
mendustakan agama dan melupakan akhirat, itulah akibat lalai
dari shalat yang dikerjakannya.
Adapun objek dari kedua term tersebut yaitu, term
ghaflah dan sahwan menunjukan dua objek, yaitu lalai dari
163
ibadah shalat dan lalai terhadap hari pembalasan bahkan
mengingkarinya.
top related