amar putusan mahkamah konstitusi terhadap uuketenagakerjaan

44
Kumpulan Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan Willy Farianto Farianto & Darmanto Law firm LINA Building, 2nd Floor, suite 205A H.R. Rasuna Said, kav B-7 Jakarta-Indonesia 12910 www.fardalaw.com Mobile. 0811157937

Upload: willy-farianto

Post on 16-Apr-2017

558 views

Category:

Law


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Kumpulan Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan

Willy FariantoFarianto & Darmanto Law firm

LINA Building, 2nd Floor, suite 205AH.R. Rasuna Said, kav B-7Jakarta-Indonesia 12910www.fardalaw.comMobile. 0811157937

Page 2: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 012/PUU-I/2003 tentang Kesalahan Berat

Latar belakang kasus : Beberapa ketua organisasi serikat buruh di Indonesia mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 158, 159 dan 160 UUKetenagakerjaan karena dianggap telah melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocent).

Amar putusan : M E N G A D I L I :

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

2. Menyatakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:

• Pasal 158;

• Pasal 159;

• Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat “…. bukan atas pengaduan

pengusaha …”;

• Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “.… kecuali Pasal 158 ayat (1), …”;

• Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1)…”;

• Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1)…”;

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2

Page 3: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

3. Menyatakan Pasal 158; Pasal 159; Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat “…. bukan

atas pengaduan pengusaha …”; Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “…. kecuali Pasal 158

ayat (1) …”; Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1) …”; dan Pasal

186 sepanjang mengenai anak kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) …” Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat;

4. Menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya;

3

Page 4: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Respon Kenmenaker Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 Tentang Kesalahan Berat

Surat Edaran Menakertrans Nomer: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi atas Hak Uji Materil UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terhadap UUD 1945.

Respon Mahkamah Agung Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 Tentang Kesalahan Berat

Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

4

Page 5: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Pengusaha Mediator PHI1.    Menerapkan Pasal 158 seperti sebelum adanya putusan MK, yakni melakukan PHK sepihak tanpa membayarkan pesangon dan penghargaan masa kerja.

2.    Hanya melaporkan tindak pidana yang dilakukan pekerja ke Polisi sedangkan proses ketenagakerjaanya di biarkan atau menunggu putusan pidana.

3.    Melaporkan pekerja terlebih dahulu ke polisi dan apabila di lakukan penahanan setelah 6 (enam) bulan tidak dapat menjalankan pekerjaan atau belum 6 (enam) bulan tetapi telah ada putusan bersalah dari pengadilan pidana maka pengusaha menerbitkan Surat Keputusan PHK sepihak sesuai Pasal 160 UU Ketenagakerjaan.

4.    Tidak melaporkan kesalahan berat pekerja ke polisi akan tetapi langsung melakukan proses PHK sesuai UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (bipartite, mediasi, PHI)

5.    Tidak melaporkan kesalahan berat pekerja ke polisi asalkan pekerja bersedia mengundurkan diri atau diakhiri hubungan kerjanya tanpa pesangon dan penghargaan masa kerja.

6.    Membuat pengakhiran hubungan kerja terlebih dahulu dengan pekerja setelah itu melakukan proses pidana dengan melaporkan kesalahan berat pekerja. 

1.    Menolak melakukan mediasi tanpa memberikan anjuran apabila belum ada putusan pidana.

2.    Melakukan mediasi dan menerbitkan anjuran, apabila dalam proses mediasi pengusaha menyatakan bersedia memberikan kompensasi sebesar 1 x ketentuan pasal 156 ayat (2), (3) & (4) UU Ketenagakerjaan.

3.    Melakukan mediasi dan menerbitkan anjuran untuk mempekerjakan pekerja pada posisi semula atau melakukan pemutusan hubungan kerja dengan memberikan kompensasi pesangon sebesar 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2), penghargaan masa kerja sesuai pasal 156 ayat (3) & (4) UU Ketenagakerjaan.

1.    Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat belum memiliki putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap.

2.    Mengabulkan gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat apabila kesalahan berat diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan pengusaha dapat membuktikanya dalam persidangan.

Dalam hal ini pengadilan akan memberikan hukuman kepada pengusaha untuk membayarkan kompensasi sebesar 1 x ketentuan pasal 156 ayat (2), (3) & (4) UU Ketenagakerjaan. Namun sebagian pengadilan ada yang memutuskan tanpa memberikan hak pesangon dan penghargaan masa kerja.

3.    Mengabulkan gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat meskipun dianggap tidak terbukti. Pada beberapa kasus hakim justru mendasarkan alasan pemutusan hubungan kerja karena efisiensi sebagaimana diatur dalam pasal 164 ayat 3 UU Ketenagakerjaan, dan apabila pengusaha dinilai telah kehilangan kepercayaan dan hubungan kerja menjadi disharmonis maka pengusaha akan dihukum untuk membayarkan pesangon sebesar 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

Penerapan Kesalahan Berat Setelah Putusan MK

5

Page 6: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran Penerapan Kesalahan Berat

Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama tetap mengatur “kesalahan berat” dengan mengganti istilah menjadi:

- Pelanggaran dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja- Pelanggaran lainya, dll

Mengubah istilah pidana dalam kesalahan berat menjadi istilah ketenagakerjaan, misalnya:Mencuri diganti dengan mengeluarkan, memindahkan atau membawa barang

milik perusahaan tanpa melalui prosedur dan ijin atasan, untuk dikuasai atau dimiliki baik sendiri maupun bersama-sama.

Melakukan proses perundingan bipartit, mediasi dan PHI.

Kompensasi dapat diatur dalam PP atau PKB, tanpa Kompensasi atau Nol tetapi dalam penerapanya Kompensasi pelanggaran ini, dalam putusan PHI pada umumnya adalah 1 x pasal 156 ayat (2) (3) & (4) UU No.13 tahun 2003, karena PHI merujuk pada pasal 161 atau di anggap sebagai pelanggaran PP atau PKB.

6

Page 7: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 115/PUU-VII/2009 Tentang Hak Berunding Serikat Pekerja

Latar belakang kasus : Serikat Pekerja BCA Bersatu mengajukan uji materiil terhadap Pasal 120 ayat (1), (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan karena tidak diikutsertakan dalam perundingan PKB PT. Bank Central Asia, Tbk.

M E N G A D I L I

1. Menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

2. Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

7

Page 8: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

3. Menyatakan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4279) konstitusional bersyarat (conditionally constitutional)

sepanjang:

i) frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak

terpenuhi, maka...”, dihapus, sehingga berbunyi, “para serikat pekerja/serikat buruh

membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional

berdasarkan jumlah anggota masing masing serikat pekerja/serikat buruh”, dan

ii) ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat

lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang

berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan

adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat

buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh

yang ada dalam perusahaan”;8

Page 9: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

4. Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat;

5. Menyatakan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

sepanjang:

i) frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak

terpenuhi, maka...”, tidak dihapuskan, dan

9

Page 10: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

ii) ketentuan tersebut tidak dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu

serikat pekerja/serikat buruh, jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili

dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal

tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah

anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam

perusahaan”;

6. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana

mestinya;

7. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

10

Page 11: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Respon Kenmenaker Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tentang Hak Berunding Serikat Pekerja

Permenakertrans No.Per.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan pengesaahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

Pasal 17

Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh:

Permenaker No.28 tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan pengesaahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

Pasal 19

11

Page 12: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan hak berunding Serikat Pekerja

• Pengusaha hanya menerima serikat pekerja yang memenuhi syarat untuk berunding PKB

• Pengusaha menerima semua serikat pekerja di Perusahaan sepanjang ada kesepakatan antar serikat pekerja

• Serikat pekerja menerima serikat pekerja minoritas untuk ikut berunding

• Serikat pekerja menolak serikat pekerja minoritas untuk ikut berunding

• Perselisihan antar serikat pekerja akibat pembagian perwakilan tim perunding tidak sesuai atau akibat serikat pekerja minoritas tidak diikutkan dalam perundingan PKB

12

Page 13: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran penerapan hak berunding Serikat Pekerja

• Pengusaha mengakomodir serikat pekerja yang memenuhi syarat untuk melakukan perundingan PKB kecuali antar serikat pekerja mayoritas dengan minoritas memiliki kesepakatan maka Pengusaha disarankan untuk menerima dalam perundingan

• Memberikan ruang yang cukup bagi serikat pekerja dalam perundingan, artinya tidak harus tim perunding 9 : 9 tetapi dapat fleksibel

• Tidak berpihak kepada salah satu serikat pekerja apabila terjadi perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan terkait hak berunding

13

Page 14: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 37/PUU-IX/2011 Tentang Upah Proses

Latar belakang kasus : Rommel Ginting mengajukan uji materiil terhadap Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan karena upah proses dihentikan sejak putusan pengadilan hubungan industrial.

M E N G A D I L I

Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon;

2. Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) adalah bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai

belum berkekuatan hukum tetap; 14

Page 15: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

3. Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana

mestinya;

15

Page 16: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Respon Mahkamah Agung Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 Tentang Upah Proses

Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

16

Page 17: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan Upah Proses

• Upah proses diartikan komponennya adalah gaji pokok • Upah proses diartikan komponennya adalah gaji pokok dan

tunjangan tetap beserta hak-hak lainnya • Upah proses diartikan secara sempit sebagai upah skorsing • Upah proses dibayarkan untuk maksimal 6 (enam) bulan • Upah proses dibayarkan hanya sampai Putusan PHI atau

tercapainya Perjanjian Bersama • Upah proses dibayarkan sampai dengan putusan berkekuatan

hukum tetap

17

Page 18: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran penerapan upah proses

• Upah proses diartikan komponennya adalah gaji pokok dan tunjangan tetap beserta hak-hak lainnya

• Upah proses wajib dibayarkan apabila Perusahaan melakukan skorsing kepada karyawan

• Upah proses tidak diberikan kepada karyawan yang mangkir, menjalani penahanan dan sakit berkepanjangan

• Upah proses hanya dibayarkan sampai PHI menyatakan putus hubungan kerja beserta kompensasi PHK

• Upah proses harus selalu dibuktikan pembayarannya pada tingkat mediasi maupun persidangan di PHI supaya Pengadilan tidak menghukum pengusaha membayar upah proses

• Memberitahukan penghentian pembayaran upah proses kepada karyawan setelah putusan PHI dengan mendasarkan pada amar putusan Pengadilan dan menyatakan siap untuk membayar upah proses sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap apabila putusan yang lebih tinggi memerintahkan

18

Page 19: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 Tentang Efesiensi

Latar belakang kasus :

Pekerja Hotel Papandayan mengajukan uji materiil terhadap Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan

karena di PHK saat Hotel Papandayan melakukan renovasi.

M E N G A D I L I

Menyatakan:

1. Permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

2. Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau

perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;

3. Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4279) pada frasa “perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara

waktu”;

19

Page 20: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana

mestinya;

5. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya;

20

Page 21: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan efesiensi

• Efesiensi dilakukan untuk mengurangi karyawan meskipun tidak ada kerugian perusahaan dan penutupan perusahaan

• Efesiensi oleh Pengadilan sering dijadikan alasan PHK apabila perusahaan melakukan gugatan PHK tetapi tidak berhasil membuktikan gugatannya

• Pekerja maupun serikat pekerja selalu menolak PHK dengan alasan efesiensi apabila perusahaan tidak tutup permanen

• Efesiensi sering dijadikan alasan PHK karena masalah like and dislike

21

Page 22: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran penerapan efisiensi

• PP atau PKB mengatur alasan PHK karena efisiensi dengan mengubah istilah efisiensi menjadi reorganisasi, restrukturisasi, pengurangan karyawan atau yang lainnya

• Memulai PHK efisiensi dengan menawarkan secara sukarela kepada karyawan

• Menawarkan tambahan kompensasi PHK bagi karyawan yang mengikuti program PHK secara sukarela

• Memiliki dasar atau acuan dari konsultan independen terkait perubahan organisasi, penutupan kantor cabang, pengurangan karyawan dan lainnya

• Melakukan proses perundingan bipartit, mediasi dan PHI.• Membayarkan upah skorsing karyawan yang menolak efisiensi

secara sukarela dan menjalani proses PHK 22

Page 23: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 Tentang Outsourcing

Latar belakang kasus : Pekerja yang berprofesi sebagai pengukur meteran listrik dengan status pekerja outsourcing, ketika pekerja pindah ke perusahaan outsourcing lainnya, masa kerja di perusahaan outsourcing yang lama tidak diakui oleh perusahaan outsourcing yang baru.

M E N G A D I L IMenyatakan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

2. Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk

waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan

adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada,

walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari

perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;23

Page 24: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

3. Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja

untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan

hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya

pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun

terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari

perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;.

5. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya;

24

Page 25: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Respon Kenmenaker Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 Tentang Outsourcing

Permenakertrans Nomer. 19 tahun 2012 tentang Syarat –syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.

Permenakertrans Nomer. 27 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat –syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.

Surat Edaran Menakertran Nomer. SE.04/MEN/VIII/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans Nomer. 19 tahun 2012 tentang Syarat –syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.

25

Page 26: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan outsourcing

• Kegiatan penunjang oleh karyawan outsourcing sering diartikan sebagai kegiatan utama sehingga menimbulkan perselisihan

• Outsourcing sering diartikan hanya untuk pekerjaan sementara padahal dapat dilakukan terus-menerus

• Outsourcing dilakukan tidak mengikuti ketentuan mengenai pemborongan atau penyedia jasa pekerja

26

Page 27: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran penerapan outsourcing

• Pekerjaan yang diserahkan kepada pihak ketiga baik melalui pemborongan atau penyedia jasa pekerja harus merupakan kegiatan penunjang

• Perusahaan harus memiliki alur kegiatan yang telah disahkan oleh asosiasi perusahaan

• Perusahaan pemberi kerja tidak mencampuri hubungan kerja antara karyawan outsourcing dengan vendor

• Memastikan vendor atau perusahaan penerima pekerjaan memenuhi hak karyawan dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemborongan atau penyedia jasa pekerja

27

Page 28: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 58/PUU-IX/2011 Tentang PHK karena Pengusaha tidak membayar upah

Latar belakang kasus :

Pekerja PT. Megahbuana Citramasindo tidak dibayarkan upahnya oleh Pengusaha selama 3 bulan

berturut-turut.

M E N G A D I L I

Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: “Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan

pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam

hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan

berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu”;28

Page 29: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

3. Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang

tidak dimaknai: “Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja

kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak

membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut

atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu”;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana

mestinya;

29

Page 30: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan PHK karena Pengusaha tidak membayar upah

• Karyawan berhak mengajukan PHK apabila pengusaha dalam membayar upah tidak tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih

• Tidak membayar upah bukan berarti sama sekali tidak membayar melainkan tidak tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih dapat dikualifikasikan dengan tidak membayar upah

Saran Perusahaan membayarkan upah karyawan tepat waktu dan teratur

30

Page 31: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 100/PUU-X/2012Tentang Daluarsa Tuntutan Pembayaran Upah

Latar belakang kasus : Ex SATPAM PT. Sandhy Putra Makmur sejak 2 Juli 2009 sampai dengan 11 Juni 2012 tidak dibayarkan kompensasi PHKnya oleh Pengusaha.

M E N G A D I L IMenyatakan:1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

1.1. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.2. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 31

Page 32: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan daluarsa tuntutan pembayaran upah

• Seluruh hak karyawan yang dianggap kurang dapat dituntut tanpa batas, seperti kekurangan upah lembur, kekurangan pembayaran upah minimum, kekurangan pembayaran pensiun atau kompensasi PHK lainnya. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi tidak berlaku surut

• Perhitungan kurang bayar yang terjadi sebelum tahun 2012 hanya dihitung sejak tahun 2010 karena Pasal 96 pada saat itu mengatur daluwarsa hak karyawan selama 2 (dua) tahun dan karena putusan MK tidak berlaku surut maka perhitungan hak diterapkan maksimal terhitung sejak 2010

32

Page 33: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran penerapan daluarsa tuntutan pembayaran upah

• Menghitung hak-hak karyawan sesuai ketentuan normatif (baik yang diatur dalam PK, PP atau PKB maupun Undang-undang)

33

Page 34: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 67/PUU-XI/2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak atas Buruh dalam Hal Perusahaan Pailit atau Dilikuidasi

Latar belakang kasus : Pekerja Pertamina memiliki kekhawatiran apabila Perusahaan pailit atau dilikuidasi, hak-hak pekerja tidak didahulukan

M E N G A D I L IMenyatakan:1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

1.1 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: “pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lrlang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis;

1.2 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lrlang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;3. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya. 34

Page 35: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan pemenuhan hak-hak atas buruh dalam hal Perusahaan pailit atau dilikuidasi

• Hak pekerja dalam hal perusahaan pailit tidak didahulukan karena kekayaan perusahaan digunakan untuk membayar kewajiban hutang kepada pihak lain

• Saran Dalam hak perusahaan pailit, perusahaan untuk pertama kali menyelesaikan hak pekerja berupa kompensasi PHK sesuai ketentuan Pasal 165 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, 3 dan 4

35

Page 36: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 7/PUU-XII/2014 Tentang Frasa “demi hukum” Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan

Latar belakang kasus : Pekerja dari beberapa vendor outsourcing dengan status PKWT melaporkan adanya penyimpangan terhadap PKWT kepada pegawai pengawas hingga keluar nota pemeriksaan yang memerintahkan pada vendor untuk mengangkat para pekerja menjadi PKWTT, namun nota tersebut tidak dijalankan oleh perusahaan vendor.

M E N G A D I L IMenyatakan:1. Mengabulkan permohonan para Pemohon;

1.1 Frasa “demi hukum” pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak

mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan

perundang-undangan;

36

Page 37: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

1.2 Frasa “demi hukum” pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak

mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan

perundang-undangan;1.3 Frasa “demi hukum” pasal 65 ayat (8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:

37

Page 38: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan

2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan;

1.4 Frasa “demi hukum” pasal 65 ayat (8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:3. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak

mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan4. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan

perundang-undangan;

38

Page 39: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

1.5 Frasa “demi hukum” pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:

1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan

2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan;

1.6 Frasa “demi hukum” pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat:

3. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan

4. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan;

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

39

Page 40: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Penerapan frasa “demi hukum” Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan

• “demi hukum” diartikan jika Pengadilan telah menyatakan status hubungan kerja karyawan berubah menjadi karyawan tetap atau karyawan pemberi kerja atau karyawan perusahaan outsourcing

• “demi hukum” diartikan jika Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan telah mengeluarkan nota pemeriksaan yang menyatakan status hubungan kerja karyawan berubah menjadi karyawan tetap atau karyawan pemberi kerja atau karyawan perusahaan outsourcing

• Nota pemeriksaan bersifat final dan mengikat apabila telah dilakukan perundingan bipartit dan disahkan oleh Pengadilan Negeri

• Pengadilan Hubungan Industrial masih menyatakan berwenang memeriksa dan mengadili perselisihan terkait status hubungan kerja meskipun Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan telah menerbitkan nota pemeriksaan

40

Page 41: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Saran penerapan frasa “demi hukum” Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan

• Dalam melakukan kontrak dengan karyawan harus mendasarkan pada jenis dan sifat pekerjaan karena kontrak hanya dapat dilakukan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara/sekali selesai, pekerjaan selesai paling lama 3 (tiga) tahun, musiman, produk baru

• Dalam melakukan penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga, pekerjaan yang diserahkan harus merupakan kegiatan penunjang dan harus didasari dengan perjanjian pemborongan atau penyedia jasa pekerja

• Dalam hal Pegawai Pengawas mengeluarkan nota pemeriksaan maka upaya yang dapat dilakukan adalah menempuh proses penyelesaian hubungan industrial (bipartit, mediasi, PHI)

41

Page 42: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang Menolak Permohonan Uji Materi UU Ketenagakerjaan

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 61/PUU-VIII/2010 terhadap :a. Pasal 1 angka 22 UU 13/2003 sepanjang frasa “karena adanya perselisihan mengenai hak,

perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan” bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945

b. Pasal 88 ayat (3) huruf a UU 13/2003 yang menyatakan ”Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi: a. upah minimum;...” haruslah dimaknai “upah minimum sama dengan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

c. Pasal 90 ayat (2) UU 13/2003 yang menyatakan, “Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan”, memberikan celah kepada pengusaha untuk tidak patuh terhadap hukum

d. Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6) UndangUndang a quo, telah mengabaikan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)

e. Pasal 162 ayat (1) UU 13/2003 yang menyatakan, “Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”, telah menghapuskan penghargaan dan bakti seorang pekerja/buruh atas pengabdiannya kepada perusahaan selama bekerja

f. Pasal 171 UU 13/2003 sepanjang frasa “dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya”, tidak memberikan perlindungan hukum karena telah memberikan batasan bagi pekerja/buruh yang mencari keadilan

42

Page 43: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-X/2012 terhadap Pasal 163 ayat (1) tentangPerbedaan Penafsiran Sepanjang Frasa “Dapat” UU Ketenagakerjaan

3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XI/2013 terhadap Pasal 160 ayat (3) tentangPHK dalam hal pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan

karenadalam proses perkara pidana.

4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XI/2013 terhadap Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal66 tentang Outsoucing.

5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-XII/2014 terhadap Pasal 88 ayat (4) dan Pasal89 ayat (3) tentang Frasa “dengan memperhatikan” mengakibatkan tidak adanya

kepastianhukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.

43

Page 44: Amar putusan mahkamah konstitusi terhadap UUKetenagakerjaan

Faria

nto

& D

arm

anto

Law

Firm

Semoga Bermanfaat

44