ahli sunnah wal jamaah

9
AHLI SUNNAH WAL JAMAAH Jalan Golongan Yang Selamat Istilah golongan yang selamat yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-firqatu an-najiyah ( تاج انفسقت ان) muncul berdasarkan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yakni: فسقت سبع ار عهصاز افخسقج ان ، از ان ف سبع ت انجاحدة ف فسقت ، ف سبع إحدد عه افخسقج ان ع أيخ نخفخسقد بفس انر ، از ان ف سبع إحد ت انجاحدة ف ف ت انجاحدة ف فسقت ، ف سبع د ر هاعتى انج : ى ؟ قال ي لا زس ماز ، ق ان ف سبع خ رyang bermakna: “Yahudi telah berpecah-belah menjadi 71 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh di Neraka, dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh satu di Neraka, dan demi yang jiwaku di tangan-Nya sungguh ummatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh dua di Neraka, dikatakan “Wahai Rasul ALLAH siapa mereka itu?”, beliau berkata: “Mereka adalah al-Jama'ah.”.” (HR Ahmad, shahih) Kata “ فسقت” bermakna golongan, kelompok dari hasil berpecah, sedangkan “ تاج ” bermakna selamat. Dalam konteks hadis di atas adalah selamat dari Neraka dan dimasukkan Surga. Dari hadis tersebut muncul pertanyaan siapa mereka itu? Lafadz hadis tersebut menunjukkan yang selamat disebut “ اعتانج” yang juga secara bahasa bermakna golongan dari hasil berkumpul. Dalam hadis ini tentu saja tidak bermaksud makna bahasa tapi makna syar'i, sebab jika itu bermakna bahasa maka hadis itu tidak berarti apa-apa. Pertanyaan berikutnya adalah siapa al-Jama'ah yang dimaksud? Untuk menjawab ini harus diteliti makna dan maksud al-Jama'ah dan al-Firqah dan perintah untuk berjama'ah atau berkumpul disertai larang berfirqah atau berpecah belah di dalam al-Quran dan as-Sunnah: { ت: ا: يساآل ع( }ا ُ سه قَ فَ ح َ اً ع ِ َ جِ ه ِ مْ بَ حِ ا ب ُ ِ صَ خْ اعَ 301 ) قال سبحا: { ْ ِ ا ي ُ فَ هَ خْ اخَ ا ُ سه قَ فَ حَ ِ ر ه انَ ا ك ُ ُ كَ ح َ اُ ىُ َ اءَ ا جَ يِ دْ عَ بت: ا: يساآل ع( } ُ اثَْ َ بْ ن301 ). “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ...” (QS Ali Imran: 103), “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai- berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. ...” (QS Ali Imran:105). Dua ayat tersebut jelas-jelas memerintahkan bersatu (jama'ah) dan melarang perpecahan (firqah). Sedangkan dalam as-Sunnah: ((تهخت جااث ياث ياعت فزق انجفا نطاعت اس ي خسي)) “Barangsiapa keluar dari ketaatan (pada amir) dan memisahkan diri (berpecah) dari al-jama'ah kemudian mati maka mati dalam keadaan mati jahiliyah” (HR Muslim dari Abu Hurarirah). (( أبعدر ا ي احد يع انطا انشاعت فإهصو انجت فهحت انجحب أزاد بي)) “Barangsiapa menghendaki surga yang terbaik dan ternyaman hendaknya melazimi al-jama'ah

Upload: bachiksyes

Post on 27-Apr-2017

225 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ahli Sunnah Wal Jamaah

AHLI SUNNAH WAL JAMAAH

Jalan Golongan Yang Selamat

Istilah golongan yang selamat yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-firqatu an-najiyah (

:muncul berdasarkan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yakni ( انفسقت اناجت

افخسقج اند عه إحد سبع فسقت ، فاحدة ف انجت سبع ف اناز ، افخسقج انصاز عه ار سبع فسقت

ه رالد سبع فسقت ، فاحدة ف انجت فاحدة ف انجت إحد سبع ف اناز ، انر فس بد نخفخسق أيخ ع

رخ سبع ف اناز ، قم ا زسل هللا ي ى ؟ قال : ى انجاعت

yang bermakna:

“Yahudi telah berpecah-belah menjadi 71 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh di

Neraka, dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, maka satu di Surga dan tujuh

puluh satu di Neraka, dan demi yang jiwaku di tangan-Nya sungguh ummatku akan berpecah

belah menjadi 73 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh dua di Neraka, dikatakan

“Wahai Rasul ALLAH siapa mereka itu?”, beliau berkata: “Mereka adalah al-Jama'ah.”.” (HR

Ahmad, shahih)

Kata “ فسقت ” bermakna golongan, kelompok dari hasil berpecah, sedangkan “ اجت ” bermakna

selamat. Dalam konteks hadis di atas adalah selamat dari Neraka dan dimasukkan Surga.

Dari hadis tersebut muncul pertanyaan siapa mereka itu? Lafadz hadis tersebut menunjukkan

yang selamat disebut “ انجاعت” yang juga secara bahasa bermakna golongan dari hasil

berkumpul. Dalam hadis ini tentu saja tidak bermaksud makna bahasa tapi makna syar'i, sebab

jika itu bermakna bahasa maka hadis itu tidak berarti apa-apa. Pertanyaan berikutnya adalah

siapa al-Jama'ah yang dimaksud?

Untuk menjawab ini harus diteliti makna dan maksud al-Jama'ah dan al-Firqah dan perintah

untuk berjama'ah atau berkumpul disertai larang berfirqah atau berpecah belah di dalam al-Quran

dan as-Sunnah:

قا{ )آل عسا: ي ات: } ال حفسه عا ج ا بحبم هللاه اعخص 301 } :قال سبحا ( اخخهفا ي قا حفسه ال حكا كانهر اث{ )آل عسا: ي ات: بعد يا جاءى ا 301نب ).

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai

berai, ...” (QS Ali Imran: 103), “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-

berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. ...” (QS Ali

Imran:105).

Dua ayat tersebut jelas-jelas memerintahkan bersatu (jama'ah) dan melarang perpecahan (firqah).

Sedangkan dalam as-Sunnah:

((ي خسس ي انطاعت فازق انجاعت فاث ياث يخت جاهت))

“Barangsiapa keluar dari ketaatan (pada amir) dan memisahkan diri (berpecah) dari al-jama'ah

kemudian mati maka mati dalam keadaan mati jahiliyah” (HR Muslim dari Abu Hurarirah).

((ي أزاد بحبحت انجت فههصو انجاعت فإ انشطا يع اناحد ي االر أبعد))

“Barangsiapa menghendaki surga yang terbaik dan ternyaman hendaknya melazimi al-jama'ah

Page 2: Ahli Sunnah Wal Jamaah

karena syaitan bersama satu orang dan dia lebih jauh dari dua orang.” (HR at-Tirmidzi dari

'Umar bin al-Khattab, hasan shahih gharib dan disebutkan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).

((انجاعت زحت انفسقت عراب))

“Jama'ah itu rahmat sedangkan furqah (perpecahan) itu 'adzab” (HR Ibnu Abi 'Ashim dalam as-

Sunnah dan dihasankan oleh al-Albani dalam takhrijnya, Shahih al-Jami' dan yang lain)

Hadis-hadis ini senada dengan ayat-ayat al-Quran yang telah disebutkan tentang kewajiban

melazimi al-Jama'ah dan menjauhi furqah (perpecahan). Kemudian apa makna al-Jama'ah?

Apabila dibawa pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat maka makna al-

Jama'ah tentu saja berpegang kepada Islam yang murni yakni al-Quran dan as-Sunnah, karena

jelas Nabi dan para shahabat termasuk dari al-Jama'ah yang dimaksud dalam ayat-ayat al-Quran

dan riwayat-riwayat dalam as-Sunnah tersebut, sehingga orang-orang yang menyelesihi mereka

adalah firqah sebagai konsekuensi logis meninggalkan al-Jama'ah yakni Nabi dan para shahabat.

Para 'ulama mempunyai pendapat yang bervariasi tapi tidak saling bertentangan, di mana

menurut asy-Syathibi bisa dirangkum dalam lima pendapat, yaitu:

1. as-Sawadu al-A'dzam ( انساد اعظى ) yakni maksudnya adalah kelompok terbesar dari orang-

orang muslim. Mereka itulah yang dimaskud al-Jama'ah yakni al-Firqatu an-Najiyah (golongan

yang selamat). Maka pemahaman Islam yang mereka pegang adalah benar yang menyelisihi

mereka mati dalam keadaan mati jahiliyah baik menyelesihi pemahaman agama mereka ataupun

menyelisihi imam mereka. Sehingga yang dimaksud as-Sawadu al-A'dzam adalah orang-rang

yang berpegang teguh dengan syari'ah yang benar. Pendapat ini adalah pendapat Abu Mas'ud al-

Anshari dan Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhuma. Ketika terbunuhnya khalifah 'Utsman radhiallahu

'anhu maka Abu Mas'ud ditanya tentang fitnah maka beliau menjawab: “Tetaplah engkau dengan

al-Jama'ah, sesungguhnya ALLAH tidaklah mengumpulkan ummat Muhammad shallallahu

'alaihi wa sallam di atas kesesatan ...”. Ibnu Mas'ud berkata: “ Tetaplah kalian mendengar dan

ta'at, karena itu adalah tali ALLAH yang Dia perintahkan (untuk memegang teguh) …” beliau

juga berkata: “ Sesungguhnya yang kalian benci di dalam jama'ah lebih baik dari pada yang

kalian sukai di dalam perpecahan ...”.

2. Jama'ah imam-imam 'ulama mujtahidin, maka barang siapa keluar dari apa yang telah

disepakati 'ulama ummat ini mati dalam keadaan mati jahiliyah. Karena 'ulama ummat ini lah

yang dimaksud dalam hadis shahih : ((إ هللا ن جع أيخ عه ضالنت)) yakni “Sesungguhnya ALLAH

tidak akan mengumpulkan ummatku di atas kesesatan.” hadis ini dishahihkan al-Albani dalam

Shahih al-Jami'. Pendapat ini mengkhususkan 'ulama mujtahidin dari as-Sawadu al-A'dzam

ummat ini. Pendapat ini dikatakan oleh: 'Abdullah bin al-Mubarak, Ishaq bin Rahawaihi dan

sekelompok ulama salaf. Ibnu al-Mubarak pernah ditanya: “Siapakah al-Jama'ah yang sepatunya

diikuti?” Beliau berkata:” Abu Bakar dan 'Umar.” beliau terus menyebutkan sampai ke

Muhammad bin Tsabit dan al-Husain bin Waqid. Maka dikatakan pada beliau: “ Mereka sudah

mati, siapakah yang masih hidup dari Jama'atu al-Muslimin hari ini?” maka dijawab: “ Abu

Page 3: Ahli Sunnah Wal Jamaah

Hamzah as-Sukari adalah jama'ah.” Abu Hamzah ini adalah Muhammad bin Maimun al-

Marwazi, mendengar dari Abu Hanifah. Oleh karena itu barang siapa beramal menyelesihi para

ulama mujtahid ini akan mati dalam keadaan jahiliyah.

3. Para Sahabat secara khusus, karena mereka yang telah berhasil menegakkan agama ini secara

keseluruhan dan meraka adalah orang-orang yang tidak akan bersepakat di atas kesesatan. 'Umar

bin 'Abdil Aziz berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Wulatu al-amri (Khalifah-

khalifah) sesudahnya telah memberikan tuntunan (sunnah). Mengambil tuntunan itu adalah

pembenaran terhadap Kitab ALLAH (al-Quran), penyempurnaan ketaatan kepada ALLAH,

kekuatan di atas agama ALLAH. Tidak seorangpun boleh mengganti dan mengubahnya dan

tidak pula melihat apapun yang menyelesihinya. Barang siapa mengambil petunjuk dengan

tuntunan itu akan mendapat petunjuk barang mengambil pertolongan berdasar tuntunan itu maka

akan ditolong (oleh ALLAH), barang siapa menyelisihnya berarti mengikuti jalan selain jalan

orang-orang beriman dan ALLAH akan membiarkan dia dalam kesesatannya dan memasukkan

dia ke neraka Jahannam dan itulah sejelek-jelak tempat kembali.” Riwayat ini disampaikan oleh

al-Imam Malik dan beliau takjub dan menyetujuinya. Pendapat ini sesuai dengan riwayat lain

dari hadis perpecahan ummat tersebut yakni lafadz pengganti al-Jama'ah yaitu: (( يا أا عه

yang bermakna “Apa yang aku dan shahabatku di atasnya ...” hadis dengan lafadz ini ((أصحاب

diriwayatkan at-Tirmidzi dalam sunannya dan dihasankan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi.

Lafadz ini menerangkan makna al-Jama'ah yang tidak lain dasarnya adalah tuntunan yang

dipegang dan difahami para shahabat radhiallahu 'anhum.

4. Jama'atu ahli al-Islam jika mereka berkumpul di atas suatu perkara maka wajib atas yang lain

untuk mengikuti mereka. Berkaitan dengan in al-Imam asy-Syafi'i berkata:

-yang bermakna “al انجاعت ال حك فا غفهت ع يع كخاب ال ست ال قاض، إا حك انغفهت ف انفسقت

Jama'ah tidak mungkin di dalamnya lalai dari makna Kitab (al-Quran) dan Sunnah tidak pula

qiyas, kelalaian hanya terjadi pada firqah (sempalan).” Beliau bermaksud bahwa jama'ah kaum

muslimin adalah orang-orang yang berkumpul dalam satu perkara, karena berkumpulnya mereka

terhadap satu perkara menunjukkan kalau perkara itu shahih karena Nabi shallallahu 'alaihi wa

sallam mengkhabarkan bahwa ummat ini tidak akan bersepakat dalan kesesatan, sedangkan

perpecahan dan perselisihan adalah hasil dari kelalalaian (terhadap al-Quran dan as-Sunnah) dan

tidak masuk ke makna al-Jama'ah.

5. Jama'ah kaum muslimin jika bersepakat pada satu amir (pemimpin), maka Nabi shallallahu

'alaihi wa sallam memerintahkan untuk melazimi dan menetapi jama'ah tersebut dan melarang

berpecah serta meninggalkan jama'ah ini. Ini adalah pendapat al-Imam ath-Thabari. Sesuai hadis

: (( نفسق جاعخى فاضسبا عق كائا ي كاي جاء إن أيخ )) yang bermakna: “Barangsiapa datang ke

ummatku untuk memecah-belah jama'ah mereka maka penggallah lehernya apapun yang terjadi.”

Kelima makna al-Jama'ah bisa dirangkum bahwa al-Jama'ah kembali kepada berkumpul dan

bersatunya kaum muslimin atas seorang imam yang sesuai al-Quran dan as-Sunnah, sehingga

bersatunya manusia di atas selain as-Sunnah di luar makna al-Jama'ah dalam hadis tersebut,

sebagaimana orang-orang Khawarij yang keluar dari ketaatan al-Imam 'Ali bin Abi Thalib

radhiallahu 'anhu dan juga pemahaman para shahabat terhadap al-Quran dan as-Sunnah.

Golongan yang selamat yang dimaksud adalah al-Jama'ah disertai dengan ittiba' sunnah sehingga

dinamai Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah. Mereka adalah golongan yang dijanjikan oleh Nabi

shallallahu 'alaihi wa salla dengan keselamatan di antara golongan-golongan yang ada. Prinsip

mereka adalah ittiba' (mengikuti) sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam aqidah,

Page 4: Ahli Sunnah Wal Jamaah

ibadah, akhlak dan selalu melazimi jama'ah kaum muslimin jika ada, jika tidak ada mereka tetap

berpegang pada sunnah dan meninggalkan seluruh golongan yang ada.

Ibnu Abi Syamah berkata: “Ketika datang perintah melazimi jama'ah maka yang dimaksud

adalah melazimi kebenaran dan megikutinya walaupun orang yang berpegang pada kebenaran

jumlahnya sedikit sedangkan yang menyelesihinya berjumlah banyak, karena kebenaran itulah

yang dipegang oleh jama'ah pertama pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan begitu

juga pada zaman para shahabat radhiallahu 'anhum, tidak dipedulikan banyaknya orang-orang

yang berpegang pada kebathilan setelah mereka.

'Amru bin Maimun yang pernah melazimi Mu'adz bin Jabal dan kemudian 'Abdullah bin Mas'ud

pernah mendengar Ibnu Mas'ud berkata: “Tetaplah kalian bersama al-Jama'ah ...”, sehingga

datang suatu zaman diakhirnya shalat dari waktunya maka Ibnu Mas'ud memerintahkan shalat

tepat pada waktunya di rumah dan berjama'ah bersama “al-jama'ah” sebagai tambahan

(nafilah/sunnah). Maka 'Amru mempertanyakan saran Ibnu Mas'ud ini. Maka Ibnu Mas'ud

bertanya:”Apakah engkau mengetahui makna al-Jama'ah?”. 'Amru menjawab: “Tidak.”

Ibnu Mas'ud berkata:” Sesungguhnya mayoritas al-Jama'ah itulah yang telah meninggalkan al-

Jama'ah yang sesungguhnya, sesungguhnya al-Jama'ah itu adalah apa yang sesuai kebenaran

walaupun Engkau sendirian!”

Nu'aim bin Hammad berkata:” Yaitu jika al-Jama'ah sudah rusak maka tetaplah Engkau dengan

apa yang di atasnya al-Jama'ah sebelum rusak, walaupun dirimu sendirian maka Engkau adalah

al-Jama'ah pada saat itu.” Ini adalah ucapan yang luar biasa jelas, sebab kebenaran tidak dilihat

dari banyaknya pengikut akan tetapi dilihat dari sejauh mana iltizam dan melazimi agama

ALLAH Ta'ala, tidak dilihat dari banyak atau sedikitnya.

Kemudian kadang-kadang mereka yakni para Shahabat dan juga orang-orang generasi awal yang

mengikuti mereka berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah yakni Islam yang murni sering

disebut dengan istilah salaf. Apa makna dan maksud salaf di sini?

Istilah “سهف " secara bahasa adalah bentuk plural atau jamak dari “ سانف " yang bermakna orang

yang mendahului, sehingga salaf bermakna kumpulan orang-orang yang telah mendahului,

sebagaimana kata salaf dalam al-Quran:

{ { )انصخسف: يزال نخس 15فجعهاى سهفا ).

“dan Kami jadikan mereka sebagai 'salaf' dan contoh bagi orang-orang yang datang kemudian.”

Kata 'salaf' di ayat tersebut adalah para pendahulu sebagai pelajaran untuk diambil 'ibrahnya.

Makna salaf secara istilah terdapat beberapa pendapat:

Pertama, salaf adalah para shahabat saja, ini pendapat para pensyarah kita ar-Risalah oleh Ibnu

Abi Zaid al-Qairawani.

Kedua, salaf adalah para shahabat dan tabi'in, ini pendapat Abu Hamid al-Ghazzali.

Ketiga, salaf adalah para shahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in, yakni tiga generasi yang ditetapkan

oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan kebaikan dalam hadis 'Imran bin Hushain yakni:

. "خس أيخ قس، رى انر هى، رى انر هى"

Page 5: Ahli Sunnah Wal Jamaah

“ Sebaik-baik ummatku adalah generasiku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.”

(HR al-Bukhari)

Pendapat ini dipegang banyak 'ulama seperti asy-Syaukani, as-Safarini, Ibnu Taimiyah, dan yang

lain. Sebagian 'ulama seperti al-Imam al-Ajuri memasukkan generasi sesudahnya seperti al-

Imam Ahmad, al-Imam asy-Syafi'i, Ishaq, Abu 'Ubaid dan lainnya yakni aqran mereka ('ulama

sezaman dan seumuran mereka) ke dalam istilah salaf.

Tentu saja salaf yang dimaksud bukan hanya pembatasan masa atau generasi akan tetapi kembali

ke makna al-Jama'ah yakni ahlu as-sunnah wa al-jama'ah di mana salaf yang dimaksud adalah

generasi shahabat, tab'in, tabi'ut tabi'in yang berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah, sebab

munculnya bid'ah Khawarij dan Rafidhah masih di masa tiga generasi tersebut. Kenapa dibatasi

hanya tiga generasi awal, sebab setelah itu jumlah firqah dan kelompok-kelompok menyimpang

mulai banyak dan leluasa di antaranya pada zaman al-Imam Ahmad di mana mu'tazilah berhasil

mempengaruhi kekuasaan yaknik khalifah untuk menyebarkan faham al-Quran makhluk kepada

ummat Islam dengan paksa. Sehingga madzhab atau pemahaman salaf itu tidak lain pemahaman

al-Jama'ah yakni pemahaman golongan yang selamat.

Al-Imam as-Safarini berkata:” Maksud dari madzhab as-salaf yaitu apa yang para shahabat yang

mulia di atasnya dan juga para tabi'in (pengikut shahabat dengan cara yang baik), pengikut

tabi'in, para imam agama ini yang diakui ke-imamannya dan perhatiannya kepada agama ini, dan

manusia menerima ucapan-ucapan mereka sebagai pengganti para salaf, bukan orang yang dicap

dengan bid'ah atau terkenal dengan gelar yang tidak diridhai seperti Khawarij, Rafidhah,

Qadariyah, Murjiah, Jabriyah, Jahmiyah, Mu'tazilah, Karramiyah dan semacamnya.” Dan masih

banyak lagi ucapan-ucapan para 'ulama yang senada dengan beliau yang tidak cukup disebutkan

dalam tulisan yang singkat ini.

Ada beberapa sebutan lain dari al-Jama'ah sebagai golongan yang selamat selain nama ahlu as-

sunnah wa al-jama'ah dan salaf, yakni ahlu al-hadis dan ath-tha'ifah al-manshurah.

Makna yang dimaksud “ أم انحدذ " bukanlah para pakar hadis baik sisi riwayat atau dirayah saja

tapi yang dimaksud adalah orang-orang yang menempuh jalan orang-orang shalih dan mengikuti

jejak para salaf di mana mereka mempunyai perhatian khusus dengan hadis-hadis Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam mengumpulkan, menjaga, meriwayatkan, memahami

dan mengamalkan dzahir dan bathin, maka dengan itu mereka menjadi orang-orang yang paling

melazimi sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak mendahului sunnah-sunnah

dengan akal, hawa nafsu atau membuat bid'ah apapun keadaannya.

Makna istilah ahli hadis telah mengalami perubahan dari zaman ke zaman, akan tetapi makna

ahli hadis yang dimaksud bukanlah makna ahli hadis zaman sekarang yang berarti sekelompuk

ilmuwan atau ulama yang bergelut di bidang hadis riwayat dan dirayat akan tetapi makna ahli

hadis harus dikembalikan ke makna munculnya istilah ini sebagai nama lain dari al-Jama'ah atau

dengan kata lain istilah ahli hadis harus dikembalikan dalam pembahasan 'aqidah dengan

merujuk kepada kitab-kitab 'aqidah salaf seperti “Aqidatu as-Salaf Ashabi al-Hadits” oleh Abu

'Utsman ash-Shabuni, juga “I'tiqad Aimmati al-Hadits” oleh Abu Bakar al-Isma'ili dan

semacamnya bukan merujuk kepada kitab-kitab musthalah al-hadits. Sebab tidak mungkin hanya

Page 6: Ahli Sunnah Wal Jamaah

sekedar pakar dalam ilmu hadis menyebabkan seseorang menjadi golongan yang selamat.

Apabila dikembalikan dalam pembahasan 'aqidah maka istilah ahlu as-sunnah akan sama dengan

ahlu al-hadits. Akan tetapi jika dikembalikan pembahasan ilmu musthalah hadis maka ahlu as-

sunnah berbeda dengan ahlu al-hadits.

Ibnu ash-Shalah ditanya tentang perbedaan antara as-sunnah dengan al-hadits tentang perkataan

sebagian 'ulama tentang al-Imam Malik bahwa beliau mengumpulkan antara as-sunnah dengan

al-hadits (yakni ahlu as-sunnah sekaligus ahlu al-hadits), maka beliau menjawab: “ As-sunnah

adalah lawan dari al-bid'ah, kadang-kadang seseorang termasuk ahlu al-hadits tapi dia ahlu al-

bid'ah sedangkan Malik mengumpulkan dua sunnah, yakni beliau sangat mengetahui sunnah

(yakni hadits) dan ber'aqidah sunnah (yakni madzhab (aqidah) nya adalah madzhab yagn ahlu al-

haq bukan bid'ah ).”

Mereka disebut ahlu al-hadits karena mereka pembawa sunnah dan orang yang paling dekat

kepada sunnah, dan mereka adalah pewaris Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan penukil

sunnah-nya, ahlu al-bid'ah di antara mereka sangat sedikit, sebagian besar dari mereka adalah

mengikuti atau ittiba' bukan ibtida' yakni berbuat bid'ah.

Sehingga jika disebut ahlu al-hadits dalam kitab-kitab 'aqidah maka yang dimaksud adalah ahlu

al-hadits dalam riwayat dan dirayah dan ittiba', tidak hanya sekedar mendengar, menulis dan

meriwayatkan hadits tanpa ittiba'. Sehingga maksud ahlu al-hadits adalah ahlu as-sunnah secara

muthlaq khususnya dalam kitab-kitab 'aqidah dari para salaf.

Sedangkan penamaan yang lain yakni “ انطائفت انصزة " yang bermakna “Golongan yang

ditolong”. Penamaan ini berasal dari hadits:

حخ أحى أيس هللا ى ظاس )) س خ ظا أيه ((ال حصال طائفت ي

“Akan selalu ada segolongan dari ummatku yang selalu tegak (di atas kebenaran) sehingga

datang kepada mereka perintah ALLAH dan mereka tetap tegak (di atas kebenaran). (HR al-

Bukhari)

خرنى حخ حقو انساعت )) ى ي خ يصز، ال ضس أيه ((ال حصال طائفت ي

“Akan selalu ada segolongan dari ummatku yang ditolong, tidak memudharatkan mereka orang-

orang yang menjatuhkan mereka sehingga tegaklah hari kiamat.” (HR at-Tirmidzi, beliau berkata

hasan shahih, dan dishahihkan al-Albani)

Para salaf telah menjelaskan maksud gelar ini (thaifah manshurah), 'Abdullah bin al-Mubarak

berkata: ”Mereka menurutku adalah ashabu al-hadits.” Maksud ashabu al-hadits adalah ahlu al-

hadits yakni ahlu as-sunnah.

Yazid bin Harun berkata: “Jika mereka bukan ashabu al-hadits maka saya tidak tahu siapa lagi

mereka itu.”

'Ali bin al-Madini berkata: “Mereka adalah ashabu al-hadits.”

al-Imam Ahmad berkata: “Jika golongan yang ditolong ini bukan ashabu al-hadits maka saya

tidak tahu lagi siapa mereka itu.”

Page 7: Ahli Sunnah Wal Jamaah

al-Bukhari berkata: “Mereka adalah ahlu al-'ilmi ('ulama).”

dalam riwayat lain dari al-Khatib al-Baghdadi, al-Bukhari berkata: “Mereka ashabu al-hadits”,

tentu saja ini tidak bertentangan sebab ahlu al-hadits termasuk ahlu al-'ilmi ('ulama).

Ahmad bin Sinan berkata: “Mereka ahlu al-'ilmi dan ashabu al-atsar.” Ahlu al-atsar yang

dimaksud sama dengan ahlu al-hadits.

Kenapa ahlu al-hadits adalah golongan yang paling berhak mendapat pertolongan dan

kemenangan dari ALLAH? Sebab mereka menolong sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam,

mengamalkannya, dan membelanya sehingga mereka orang yang paling layak mendapat gelar

“thaifah manshurah” sebagaimana kata Abu 'Abdillah al-Hakim: “ Sungguh Ahmad bin Hambal

sangat tepat dalam tafsir khabar ini bahwa ath-Thaifah al-Manshurah yang diangkat dari mereka

pengkhianatan sampai hari kiamat adalah ashabu al-hadits …”

Maksud ahlu al-hadits di sini adalah ahlu as-sunnah sebagaimana telah dijelaskan.

al-Qadhi 'Iyadh berkata: “Sesungguhnya Ahmad bermaksud (dari ashabu al-hadits) adalah ahlu

as-sunnah wa al-jama'ah dan siapapyn yang beraqidah dengan madzhab ahlu al-hadits.”

Sehingga jelas sekali bahwa ahlu al-hadits menurut tafsir para salaf terhadap ath-Thaifah al-

Manshurah adalah Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah, merekalah golongan yang ditolong, oleh

karena itu banyak didapatkan dalam kitab-kitab 'aqidah pemutlakan nama ath-Thaifah al-

Manshurah atas nama Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah.

Meskipun dalam beberapa riwayat disebut letak golongan yang ditolong ini di daerah Syam,

tidak berarti membatasi hanya di Syam saja akan tetapi dalam suatu masa mereka ini yakni

golongan yang ditolong ini ada di Syam di mana pada masa yang lain bisa di Hijaz maupu di

Mesir atau tempat-tempat lain, ALLAH a'lam.

Metode penerimaan ilmu agama.

Sumber ilmu mereka baik dalam 'aqidah, 'ibadah, mu'amalah, akhlak dan seluruh cabang-cabang

syari'ah adalah hanya dari al-Quran dan as-Sunnah.

Menurut ahlu as-sunnah tidak ada yang maksum kecuali Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

semua perkataan siapapun boleh diambil atau ditinggalkan kecuali perkataan Nabi shallallahu

'alaihi wa sallam. Perkataan imam-imam mereka mengikuti perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa

sallam bukan sebaliknya.

Oleh karena itu tampak pada diri mereka iltizam dan selalu mengikuti sunnah sebagaimana

jama'ah pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yakni para shahabat radhiallahu 'anhum

dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka. Mereka tidak menerima ijtihad atau

pendapat apapun kecuali setelah ditimbang dengan al-Quran dan as-Sunnah serta ijma' salaf.

Ahlu as-sunnah wa al-jama'ah tidaklah bersikap kecuali dengan ilmu dan akhlak para as-salafu

ash-shalih dan orang-orang yang mengambi dari mereka dan melazimi jama'ah mereka. Hal itu

disebabkan karena para shahabat radhiallahu 'anhum belajar tafsir al-Quran dan al-Hadits dari

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka mengajarkan kepada para tabi'in dan mereka

tidak pernah sama sekali mendahului ALLAH dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak

Page 8: Ahli Sunnah Wal Jamaah

dengan pendapat, tidak pula perasaan, tidak pula akal, tidak pula yang lainnya.

ALLAH telah memuji mereka dalam al-Quran:

ى } ع هللاه زض احهبعى بإحسا انهر اصاز اجس ان ي ن ه ا ابق انسه أعده نى جهاث حجس زضا ع فا از خاند ش انعظى{ )انخبت: ححخا ا 300أبدا ذنك انف )

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin

dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan

merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir

sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang

besar.”

Maka ALLAH menjadikan pengikut mereka dengan baik mendapat ridha dan surga-Nya. Maka

barang siapa mengikuti as-sabiqun al-awwalun maka termasuk golongan mereka dan mereka

adalah sebaik-baik manusia setelah para nabi karena ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wa

sallam adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk manusia dan para shahabat pada

hakikatnya adalah sebaik-baik ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ahlu as-Sunnah adalah ahlu at-tawassuth wa al-i'tidal (ummat pertengahan dan moderat)

Ummat Islam adalah sebaik-baik ummat sebagaimana firman ALLAH ta‟ala:

} س أيه خى خ 330ت أخسجج نههاض( }آل عسا: ي ات: ك )

“Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk manusia” (QS: Ali Imran:110)

mereka juga ummat pertengahan sebagaimana firman-Nya:

} سطا( }انبقسة: ي ات: ت كرنك جعهاكى أيه 341 .(

Ummat Islam adalah sebaik-baik ummat dari seluruh ummat agama lain sehingga Ahlu as-

Sunnah wa al-Jama‟ah adalah sebaik-baik ummat dari ummat Islam karena kebaikan ummat

Islam adalah karena mereke berpegang dan mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah sedangkan

Ahlus as-Sunnah adalah golongan yang paling berpegang kepada al-Quran dan as-Sunnah

sebagaimana para shahabat radhiallahu „anhum sehingga merekalah sebaik-baik golongan dari

ummat Islam.

Sifat pertengahan Ahlu as-Sunnah tampak pada ciri-ciri dan sifat mereka yakni:

Pertengahan dalam bab sifat-sifat ALLAH Ta‟ala di antara orang-orang yang menta‟thilnya

(menolak) seperti Jahmiyah dan orang-orang yang menyerupakannya dengan sifat makhluk

(tamtsil).

Pertengahan dalam bab perbuatan hamba-hamba-Nya di antara Jabriyah (menganggap hamba-

hamba-Nya dipaksa tanpa kehendak sama sekali) dan Qadariyah (menolak adanya takdir).

Pertengahan dalam bab janji dan ancaman ALLAH Ta‟ala di antara Murji‟ah dengan Khawarij

serta Mu‟tazilah.

Pertengahan dalam bab sikap terhadap para shahabat di antara orang-orang yang berlebihan

dengan beberapa shahabat dengan orang-orang mengkafirkan mereka.

Pertengahan dalam bab „aql da naql.

Selain sifat-sifat tersebut, maka Ahlu-as-Sunnah mempunyai ciri-ciri berupak akhlak mulia

seperti bersabar terhadap musibah, bersyukur ketika diberi kelapangan, ridha ketika dengan

takdir yang buruk. Mengajak menyempurnakan ibadah dan akhlak yang mulia. Amar ma‟ruf dan

nahi munkar juga merupakan ciri-ciri khas Ahlu as-Sunnah wa al-Jama‟ah.

Page 9: Ahli Sunnah Wal Jamaah

Pembahasan rinci sifat-sifat tersebut ada dalam kitab-kitab „aqidah, „ibadah dan akhlak yang

ditulis oleh para ulama Ahlu as-Sunnah dari zaman ke zaman.

ALLAH a‟lam

Posted by Noor Akhmad S at 7:00 AM

Labels: Islam