agama budha

64
KATA PENGANTAR Puji serta rasa syukur penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabby yang senantiasa dan tanpa henti- hentinya mengalirkan kasih sayang serta segala ni'mat- Nya kepada kita semua, terkhusus kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah kuliah .......... Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangat jauh sekali untuk dikatakan sempurna, oleh karena itu penyusun sangat terbuka akan kritik serta saran yang membangun, sehingga penyusun dapat mengerjakan makalah yang lebih baik dikemudian hari. Akhirnya, penyusun hanya bisa berharap, mudah- mudahan makalah ini dapat bermanfaat serta berguna bagi siapa saja, khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi yang membacanya. Bandung, Januari 2008 Penyusun

Upload: kafkafirdaus

Post on 27-Jun-2015

189 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: agama budha

KATA PENGANTAR

Puji serta rasa syukur penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabby yang

senantiasa dan tanpa henti-hentinya mengalirkan kasih sayang serta segala ni'mat-

Nya kepada kita semua, terkhusus kepada penyusun, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan penyusunan makalah kuliah ..........

Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangat jauh sekali untuk

dikatakan sempurna, oleh karena itu penyusun sangat terbuka akan kritik serta

saran yang membangun, sehingga penyusun dapat mengerjakan makalah yang

lebih baik dikemudian hari.

Akhirnya, penyusun hanya bisa berharap, mudah-mudahan makalah ini

dapat bermanfaat serta berguna bagi siapa saja, khususnya bagi penyusun dan

umumnya bagi yang membacanya.

Bandung, Januari 2008

Penyusun

Page 2: agama budha

BAB I

PENDAHULUAN

Beragama merupakan sebuah insting (fitrah, red) yang dimilki oleh setiap

manusia, ketika zaman dahulu kala, ketika peradaban manusia belum ada,

manusia menyakini akan adanya suatu dzat yang melebihi manusia, mereka

menyadari bahwa mereka lahir, hidup lalu meninggal dunia.

Manusia pada waktu itu (dahulu kala) menyakini akan adanya sesuatu

yang diluar daya nalar mereka, namun akal tidak dapat membantu lebih manusia

untuk mencari sesuatu tersebut, akhirnya daya nalar mulai bermain-main untuk

mencari sesuatu yang berada diatas daya serta kekuatan manusia tersebut.

Inilah yang menjadi landasan manusia beragama. Manusia pada zaman

dahulu begitu mudahnya menyakini bahwa benda-benda (keramat) adalah tuhan

mereka (dinamisme) dan sebagian lain meyakini akan adanya suatu makhluk kasat

mata (roh) yang menjadi tuhan mereka (animisme)

Manusia pada zaman dulu begitu di nina bobokan dengan ajaran yang

mereka temukan, bahkan sangat sulit untuk mengembalikan ajaran mereka pada

fitrah yang sebenarnya, ini dapat kita lihat dari kehidupan sekarang, meskipun

jalan kebenaran yang tampak sudah benar, namun masih ada orang yang meyakini

akan ajaran nenek moyang mereka (animisme dan dinamisme)

Page 3: agama budha

BAB II

PEMBAHASAN

Agama Buddha

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal

sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Pencetusnya ialah

Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-

pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi,

dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat

pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena

dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-

pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku

yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau

tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan

psikologi).

Sejarah Agama Buddha

Gautama Buddha dilahirkan dengan nama Siddhārtha Gautama

(Sansekerta: Siddhattha Gotama; Pali: "keturunan Gotama yang tujuannya

tercapai"), dia kemudian menjadi sang Buddha (secara harafiah: orang yang telah

Page 4: agama budha

mencapai Penerangan Sempurna). Dia juga dikenal sebagai Shakyamuni atau

Sakyamuni ('orang bijak dari kaum Sakya') dan sebagai sang Tathagata.

Ayah dari Pangeran Siddharta adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari

Suku Sakya dan ibunya adalah Sri Ratu Maha Maya Dewi. Ibunda Ratu

meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Sejak saat itu maka

yang merawat Pangeran Siddharta adalah Maha Pajapati, yaitu bibinya yang juga

menjadi isteri Raja Suddhodana.

Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 Sebelum Masehi di Taman

Lumbini. Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan

bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi

Seorang Buddha. Hanya pertapa Kondanna yang dengan pasti meramalkan bahwa

Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri

Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada

yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Para pertapa itu menjelaskan agar Sang

Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan menjadi

pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah: 1. Orang tua, 2.

Orang sakit, 3. Orang mati, dan 4. Seorang pertapa.

Kata-kata pertapa Asita membuat Baginda tidak tenang siang dan malam,

karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi

pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak

pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati

hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari

Page 5: agama budha

kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian. Sehingga

Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi. Dalam Usia 7 tahun Pangeran

Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Tetapi Pangeran

Siddharta kurang berminat dengan pelajaran tersebut. Pangeran Siddharta

mendiami tiga istana, yaitu istana musim semi, musim hujan dan pancaroba.

Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi.

Sejak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran adalah seorang anak yang

cerdas dan sangat pandai, ia selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-

dayang yang masih muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah.

Pada usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang

dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara. Pada akhirnya Sang

Pangeran melihat empat peristiwa yang selalu diusahakan agar tidak berada di

dalam penglihatannya, setelah kejadian itu Pangeran Siddharta tampak murung

dan kecewa melihat kenyataan hidup yang penuh dengan derita ini.

Suatu hari Pangeran Siddharta meminta ijin untuk berjalan di luar istana

bermaksud untuk berburu dengan kusirnya Canna. Pada perjalanan tersebut,

beliau melihat seseorang yang terbaring di tanah dengan badan yang sangat kurus

dan menderita, beliaupun bertanya kepada kusirnya “kenapakah orang itu,

kusirnya menjawab bahwa dia adalah orang yang sedang sakit dan setiap orang

pasti akan mengalaminya,” setelah mendengar jawaban kusirnya tersebut

pangeran sidharta pun merenung. Pada kesempatannya berburu yang kedua sang

pangeran menemukan seorang yang sudah bungkuk, kepalanya tertunduk ke tanah

Page 6: agama budha

sambil memegang tongkat dalam keadaan tangannya bergetar, beliaupun bertanya

kembali ke pada kusirnya kenapakah orang ini, kusirnya menjawab dia adalah

orang yang telah tua dan Tuanpun akan mengalaminya di dalam kehidupan Tuan,

setelah mendengar keterangan kusirnya pangeranpun kembali merenung. Pada

kesempatannya berburu yang ketiga pangeran melewati kerumunan orang yang

sedang mengusung jenazah, beliaupun kembali bertanya kepada kusirnya

kenapakah orang ini, kusirnyapun menjawab dia adalah orang yang telah

meninggal, dan setiap orang akan mengalaminya. Setelah mendengar pernyataan

kusirnya pangeran Sidhartapun menjadi sedih dan kembali merenung. Pada

ksempatannya yang keempat pangeran melihat seorang wanita menggendong

anaknya yang masih kecil, sedang anaknya yang agak besar mengirinya dari

belakang, dari wajah wanita tersebut terlihat kepedihan akan hidup yang

dialaminya, dia berjalan kesana-kemari sambil menjulurkan tangannya meminta-

minta kepada setiap orang yang ditemuinya untuk memberinya makanan. Pada

kesempatan inipun pangeran kembali bertanya, kenapakah dengan orang ini,

kusirnyapun kembali menjawab bahwa wanita tersebut adalah orang yang miskin

dan sengsara, sedangkan dia adalah termasuk kasta sudra, yaitu kasta yang amat

rendah kedudukannya. Mendengar penjelasan tersebut dan merenungkan

pengalaman-pengalaman yang dialaminya dalam perjalanan bersama kusirnya

tersebut pangeran Sidharta menjadi sedih yang sangat mendalam, dan terus

merenungkannya di istananya. Walaupun keadaan di istana sangat menyenangkan

dan kebutuhan pangeran sangat mencukupi, hal-hal tersebut tidak dapat

mengobati kesedihan dan kebimbangan yang dialami sang pangeran, dan keadaan

Page 7: agama budha

tersebutpun semakin berlarut-larut. Sehingga Pangeran Siddharta dalam

kesedihannya menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau

semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lebih-lebih mereka yang

minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu

dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini ! ".

Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan

memberikan semua jawaban tersebut. Ketika pangeran Sidharta berjalan keluar

istana untuk pergi bersama kusirnya ke pasar, beliau melihat seorang muni

(pendeta), berpakaian lusuh dan sedang meminta-minta, walaupun kehidupan

muni tersebut menurut pangeran sangat menderita beliau melihat bahwa dari

pancaran wajahnya, bahwa dia dalam menjalani kehidupannya sangat tabah dan

tenang. Pangeran berkata dalam hatinya, ”mungkinkah ini contoh yang harus

kuikuti dalam mencapai kebenaran dan menyelami sebab penderitaan manusia.”

Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29

tahun, pada saat itu pangeran telah bulat tekadnya untuk meninggalkan istana dan

hidup sebagai pengembara dan menjadi seorang pertapa, sedangkan pada saat

tersebut istrinya sedang mengandung. Sang raja merasa bahwa dengan kecintaan

sang pangeran kepada anaknya, raja berdoa agar sang pangeran dapat

mengundurkan niatnya untuk mengembara. Tetapi, sang pangeranpun

memutuskan sebelum tumbuh kecintaan terhadap istri dan anaknya semakin kuat

ia harus segera pergi secepatnya. Tepat pada saat putra tunggalnya Rahula lahir.

Pada suatu malam, Pangeran Siddharta meninggalkan istananya dengan ditemani

Page 8: agama budha

oleh kusirnya Canna. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung

dengan menjalani hidup sebagai pertapa.

Setelah pangeran merasa cukup jauh dengan kerajaan kapilawastu,

pangeran dengan dibantu kusirnya Cannah segera memotong rambut dan

janggutnya. Setelah itu pangeran mengganti pakaian yang dibawanya dengan

pakaian seorang pengembara yang ditemuinya. Setelah hal tersebut tampaklah

tampang pangeran yang seorang bangsawan telah berubah, dan jelas seperti

seorang biksu.

Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan

pertapaan dari pertapa Bhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari

dua pertapa lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramaputra.

Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum

ditemukan jawaban yang diinginkannya. Pendeta Alara Kalama dan Udraka

Ramaputra mengatakan kepada pertapa Gautama untuk mencapai pencerahan

sempurna, beliau harus mempelajari kitab Weda dengan penuh hikmah. Setelah

berlangsung cukup lama, pertapa Gautama masih tidak dapat menemukan

jawaban mengapa sang Brahma membuat manusia menderita, sakit, tua dan mati.

Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu, ia

tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna.

Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya, dalam

perjalanan tersebut beliau bertemu lima orang pertapa. Para pendeta tersebut

mengatakan untuk mendapat pencerahan sempurna manusia harus menyucikan

Page 9: agama budha

rohnya, yaitu dengan cara menyiksa tubuh. Setelah mendengar pernyataan

tersebut pertapa Gautamapun pergi ke Magada untuk melaksanakan bertapa

menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi sungai Nairanjana yang mengalir dekat

hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun

di hutan Uruwela, Pertapa Gautama masih belum juga dapat memahami hakekat

dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.

Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang

tua sedang menasehati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana

dengan mengatakan, " Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin

tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara

kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah.

Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu."

Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan

untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang

telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa

Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk

susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut

jiwanya. Ketika kekuatan tubuhnya kembali, ia berjalan menemui teman-temanya

yang masih bertapa, dan mengatakan kepada mereka bahwa ia akan meninggalkan

mereka, karena pertapaan yang dilakukannya tersebut tidak akan pernah berhasil

dalam pencapaian menuju pencerahan sempurna. Hal tersebut malah akan

memadamkan cahaya pikiran, dan tujuan yang didambakannya tidak akan

mungkin didapatkan dengan cara seperti itu.

Page 10: agama budha

Setelah cukup lama setelah pertapaaan menyiksa dirinya, pertapa Gautama

namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan

samadhinya di bawah pohon Bodhi (Asetta) di hutan Gaya, sambil berprasetya,

"Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh

berserakan , tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai

Pencerahan Sempurna." Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa

Gautama, hampir saja Beliau putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda

yang dahsyat itu. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang

teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini

terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Sekarang pertapa Gautama menjadi terang dan jernih, secerah sinar fajar

yang menyingsing di ufuk timur. Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan

Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada

saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika Beliau berusia 35 tahun

(menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12,

menurut kalender Lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat

mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Beliau memancarkan enam sinar

Buddha (Buddharasmi) dengan warna-warni Biru yang berarti bhakti; Kuning

mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; Merah yang berarti kasih

sayang dan welas-asih; Putih mengandung arti suci; Jingga berarti giat; dan

campuran ke-lima sinar tersebut.

Page 11: agama budha

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar

kesempurnaan yang antara lain : Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni,

Tathagata ('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha

Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang

mendampingi Beliau di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha

yang mendengarkan khotbah pertama (Dharmacakra Pravartana/Dhammacakka

Pavattana), dimana Beliau menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang

ditemukanNya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya

yang menjelaskan Empat Kebenaran Mulia.

Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh

lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih

sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun, dimana Beliau mengetahui

bahwa tiga bulan lagi Beliau akan Parinibbana.

Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di antara dua pohon Sala di

Kusinagara, memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswanya, lalu

Parinibbana (versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2

kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM). Khotbah Buddha Gautama

terakhir mengandung arti yang sangat dalam bagi siswa-siswaNya, yang antara

lain :

• Percaya pada diri sendiri dalam mengembangkan Ajaran Sang Buddha.

• Jadikanlah Ajaran Sang Buddha (Dharma) sebagai pencerahan hidup.

Page 12: agama budha

• Segala sesuatu tidak ada yang kekal abadi.

Tujuan dari Ajaran Sang Buddha (Dharma) ialah untuk mengendalikan pikiran.

Pikiran dapat menjadikan seseorang menjadi Buddha, namun pikiran dapat

pula menjadikan seseorang menjadi binatang.

Hendaknya saling menghormati satu dengan yang lain dan dapat

menghindarkan diri dari segala macam perselisihan.

Bilamana melalaikan Ajaran Sang Buddha, dapat berarti belum pernah

berjumpa dengan Sang Buddha.

Mara (setan) dan keinginan nafsu duniawi senantiasa mencari kesempatan

untuk menipu umat manusia.

Kematian hanyalah musnahnya badan jasmani.

Buddha yang sejati bukan badan jasmani manusia, tetapi Pencerahan

Sempurna.

Kebijaksanaan Sempurna yang lahir dari Pencerahan Sempurna akan

hidup selamanya di dalam Kebenaran.

Hanya mereka yang mengerti, yang menghayati dan mengamalkan

Dharma yang akan melihat Sang Buddha.

Ajaran yang diberikan oleh Sang Buddha tidak ada yang dirahasiakan,

ditutup-tutupi ataupun diselubungi.

Page 13: agama budha

Sang Buddha bersabda, "Dengarkan baik baik, wahai para bhikkhu, Aku

sampaikan padamu: Akan membusuklah semua benda benda yang terbentuk,

berjuanglah dengan penuh kesadaran!" (Digha Nikaya II, 156)

Sejarah Perkembangan Agama Buddha

Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari

lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama

tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara

berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan

Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses

perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua

Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran

dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran

tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya

ditandai dengan masa pasang dan surut.

Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari

klan Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan

pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal

sebelah selatan. Beliau juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang

bijak dari kaum Sakya").

Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan

ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha),

Page 14: agama budha

Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan

bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat

dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada

artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa

juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan tengah (majhima patipada ?). Jalan

tengah ini merupakan sebuah kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang

terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.

Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah meninggalkan

posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, ia mencapai

Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau hanya

"Buddha" saja, sebuah kata Sansekerta yang berarti "ia yang sadar" (dari kata

budh+ta).

Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah

mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan

ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.

Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan

ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun

selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang sekarang

hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab Mahayana,

sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru.

Page 15: agama budha

Tahap awal agama Buddha

Sebelum disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada abad ke-3 SM,

agama Buddha kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan sejarah

peristiwa-peristiwa yang membentuk agama ini tidaklah banyak tercatat. Dua

konsili (sidang umum) pembentukan dikatakan pernah terjadi, meski pengetahuan

kita akan ini berdasarkan catatan-catatan dari kemudian hari. Konsili-konsili (juga

disebut pasamuhan agung) ini berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin

Buddhis, dan beberapa perpecahan dalam gerakan Buddha.

Konsili Buddha Pertama (abad ke-5 SM)

Konsili pertama Buddha diadakan tidak lama setelah Buddha wafat di bawah

perlindungan raja Ajatasattu dari Kekaisaran Magadha, dan dikepalai oleh seorang

rahib bernama Mahakassapa, di Rajagaha(sekarang disebut Rajgir). Tujuan konsili

ini adalah untuk menetapkan kutipan-kutipan Buddha (sutta (Buddha)) dan

mengkodifikasikan hukum-hukum monastik (vinaya): Ananda, salah seorang

murid utama Buddha dan saudara sepupunya, diundang untuk meresitasikan

ajaran-ajaran Buddha, dan Upali, seorang murid lainnya, meresitasikan hukum-

hukum vinaya. Ini kemudian menjadi dasar kanon Pali, yang telah menjadi teks

rujukan dasar pada seluruh masa sejarah agama Buddha.

Konsili Kedua Buddha (383 SM)

Page 16: agama budha

Konsili kedua Buddha diadakan oleh raja Kalasoka di Vaisali, mengikuti konflik-

konflik antara mazhab tradisionalis dan gerakan-gerakan yang lebih liberal dan

menyebut diri mereka sendiri kaum Mahasanghika.

Mazhab-mazhab tradisional menganggap Buddha adalah seorang manusia biasa

yang mencapai pencerahan, yang juga bisa dicapai oleh para bhiksu yang mentaati

peraturan monastik dan mempraktekkan ajaran Buddha demi mengatasi samsara

dan mencapai arhat. Namun kaum Mahasanghika yang ingin memisahkan diri,

menganggap ini terlalu individualistis dan egois. Mereka menganggap bahwa

tujuan untuk menjadi arhat tidak cukup, dan menyatakan bahwa tujuan yang sejati

adalah mencapai status Buddha penuh, dalam arti membuka jalan paham

Mahayana yang kelak muncul. Mereka menjadi pendukung peraturan monastik

yang lebih longgar dan lebih menarik bagi sebagian besar kaum rohaniawan dan

kaum awam (itulah makanya nama mereka berarti kumpulan "besar" atau

"mayoritas").

Konsili ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika. Mereka

meninggalkan sidang dan bertahan selama beberapa abad di Indian barat laut dan

Asia Tengah menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang ditemukan dekat Oxus dan

bertarikh abad pertama.

Dakwah Asoka (+/- 260 SM)

Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya (273–232 SM) masuk agama Buddha

setelah menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa) di India timur secara

Page 17: agama budha

berdarah. Karena menyesali perbuatannya yang keji, sang maharaja ini lalu

memutuskan untuk meninggalkan kekerasan dan menyebarkan ajaran Buddha

dengan membangun stupa-stupa dan pilar-pilar di mana ia menghimbau untuk

menghormati segala makhluk hidup dan mengajak orang-orang untuk mentaati

Dharma. Asoka juga membangun jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di

seluruh negeri.

Periode ini menandai penyebaran agama Buddha di luar India. Menurut prasasti

dan pilar yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam Asoka), utusan dikirimkan ke

pelbagai negara untuk menyebarkan agama Buddha, sampai sejauh kerajaan-

kerajaan Yunani di barat dan terutama di kerajaan Baktria-Yunani yang

merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan besar mereka juga sampai di daerah

Laut Tengah menurut prasasti-prasasti Asoka.

Konsili Buddha Ketiga (+/- 250 SM)

Maharaja Asoka memprakarsai Konsili Buddha ketiga sekitar tahun 250 SM di

Pataliputra (sekarang Patna). Konsili ini dipimpin oleh rahib Moggaliputta.

Tujuan konsili adalah rekonsiliasi mazhab-mazhab Buddha yang berbeda-beda,

memurnikan gerakan Buddha, terutama dari faksi-faksi oportunistik yang tertarik

dengan perlindungan kerajaan dan organisasi pengiriman misionaris-misionaris

Buddha ke dunia yang dikenal.

Kanon Pali (Tipitaka, atau Tripitaka dalam bahasa Sansekerta, dan secara harafiah

berarti "Tiga Keranjang"), yang memuat teks-teks rujukan tradisional Buddha dan

Page 18: agama budha

dianggap diturunkan langsung dari sang Buddha, diresmikan penggunaannya saat

itu. Tipitaka terdiri dari doktrin (Sutra Pitaka), peraturan monastik (Vinaya Pitaka)

dan ditambah dengan kumpulan filsafat (Abhidharma Pitaka).

Usaha-usaha Asoka untuk memurnikan agama Buddha juga mengakibatkan

pengucilan gerakan-gerakan lain yang muncul. Terutama, setelah tahun 250 SM,

kaum Sarvastidin (yang telah ditolak konsili ketiga, menurut tradisi Theravada)

dan kaum Dharmaguptaka menjadi berpengaruh di India barat laut dan Asia

Tengah, sampai masa Kekaisaran Kushan pada abad-abad pertama Masehi. Para

pengikut Dharmaguptaka memiliki ciri khas kepercayaan mereka bahwa sang

Buddha berada di atas dan terpisah dari anggota komunitas Buddha lainnya.

Sedangkan kaum Sarvastivadin percaya bahwa masa lampau, masa kini dan masa

depan terjadi pada saat yang sama.

Dunia Helenistik

Beberapa prasati Piagam Asoka menulis tentang usaha-usaha yang telah

dilaksanakan oleh Asoka untuk mempromosikan agama Buddha di dunia

Helenistik (Yunani), yang kala itu berkesinambungan tanpa putus dari India

sampai Yunani. Piagam-piagam Asoka menunjukkan pengertian yang mendalam

mengenai sistem politik di wilayah-wilayah Helenistik: tempat dan lokasi raja-raja

Yunani penting disebutkan, dan mereka disebut sebagai penerima dakwah agama

Buddha: Antiokhus II Theos dari Kerajaan Seleukus (261–246 SM), Ptolemeus II

Filadelfos dari Mesir (285–247 SM), Antigonus Gonatas dari Makedonia (276–

Page 19: agama budha

239 SM), Magas dari Kirene (288–258 SM), dan Alexander dari Epirus (272–255

SM).

Penyebaran agama Buddha semasa pemerintahan maharaja Asoka (260–218 SM).

"Penaklukan Dharma telah dilaksanakan dengan berhasil, pada perbatasan

dan bahkan enam ratus yojana (6.400 kilometer) jauhnya, di mana sang

raja Yunani Antiochos memerintah, di sana di mana empat raja bernama

Ptolemeus, Antigonos, Magas dan Alexander bertakhta, dan juga di

sebelah selatan di antara kaum Chola, Pandya, dan sejauh Tamraparni."

(Piagam Asoka, Piagam Batu ke-13, S. Dhammika)

Kemudian, menurut beberapa sumber dalam bahasa Pali, beberapa utusan Asoka

adalah bhiksu-bhiksu Yunani, yang menunjukkan eratnya pertukaran agama

antara kedua budaya ini:

"Ketika sang thera (sesepuh) Moggaliputta, sang pencerah agama sang

Penakluk (Asoka) telah menyelesaikan Konsili (ke-3) […], beliau

mengirimkan thera-thera, yang satu kemari yang lain ke sana: […] dan ke

Aparantaka (negeri-negeri barat yang biasanya merujuk Gujarat dan

Page 20: agama budha

Sindhu), beliau mengirimkan seorang Yunani (Yona) bernama

Dhammarakkhita". (Mahavamsa XII).

Tidaklah jelas seberapa jauh interaksi ini berpengaruh, tetapi beberapa pakar

mengatakan bahwa sampai tingkat tertentu ada sinkretisme antara falsafah Yunani

dan ajaran Buddha di tanah-tanah Helenik kala itu. Mereka terutama menunjukkan

keberadaan komunitas Buddha di Dunia Helenistik kala itu, terutama di

Alexandria (disebut oleh Clemens dari Alexandria), dan keberadaan sebuah ordo-

monastik pra-Kristen bernama Therapeutae (kemungkinan diambil dari kata Pali

"Theraputta"), yang kemungkinan "mengambil ilham dari ajaran-ajaran dan

penerapan ilmu tapa-samadi Buddha" (Robert Lissen).

Koin raja Yahudi, Raja Alexander Yaneus (103-76 SM), dengan sebuah cakra berisikan delapan ruji.

Mulai dari tahun 100 SM, simbol "bintang di tengah mahkota", juga secara

alternatif disebut "cakra berruji delapan" dan kemungkinan dipengaruhi desain

Dharmacakra Buddha, mulai muncul di koin-koin raja Yahudi, Raja Alexander

Yaneus (103-76 SM). Alexander Yaneus dihubungkan dengan sekte falsafi

Yunani, kaum Saduki dan dengan ordo monastik Essenes, yang merupakan cikal-

bakal agama Kristen. Penggambaran cakra atau roda berruji delapan ini

dilanjutkan oleh jandanya, Ratu Alexandra, sampai orang Romawi menginvasi

Yudea pada 63 SM.

Page 21: agama budha

Batu-batu nisan Buddha dari era Ptolemeus juga ditemukan di kota Alexandria,

dengan hiasan Dharmacakra (Tarn, "The Greeks in Bactria and India"). Dalam

mengkomentari keberadaan orang-orang Buddha di Alexandria, beberapa pakar

menyatakan bahwa “Kelak pada tempat ini juga beberapa pusat agama Kristen

yang paling aktif didirikan” (Robert Linssen "Zen living").

Ekspansi ke Asia

Di daerah-daerah sebelah timur anak benua Hindia (sekarang Myanmar), Budaya

India banyak mempengaruhi sukubangsa Mon. Dikatakan suku Mon mulai masuk

agama Buddha sekitar tahun 200 SM berkat dakwah maharaja Asoka dari India,

sebelum perpecahan antara aliran Mahayana dan Hinayana. Candi-candi Buddha

Mon awal, seperti Peikthano di Myanmar tengah, ditarikh berasal dari abad

pertama sampai abad ke-5 Masehi.

Penggambaran suku Mon mengenai (Dharmacakra), seni dari Dvaravati, +/-abad ke-8.

Seni Buddha suku Mon terutama dipengaruhi seni India kaum Gupta dan periode

pasca Gupta. Gaya manneris mereka menyebar di Asia Tenggara mengikuti

ekspansi kerajaan Mon antara abad ke-5 dan abad ke-8. Aliran Theravada meluas

Page 22: agama budha

di bagian utara Asia Tenggara di bawah pengaruh Mon, sampai diganti secara

bertahap dengan aliran Mahayana sejak abad ke-6.

Agama Buddha konon dibawa ke Sri Lanka oleh putra Asoka Mahinda dan enam

kawannya semasa abad ke-2 SM. Mereka berhasil menarik Raja Devanampiva

Tissa dan banyak anggota bangsawan masuk agama Buddha. Inilah waktunya

kapan wihara Mahavihara, pusat aliran Ortodoks Singhala, dibangunt. Kanon Pali

dimulai ditulis di Sri Lanka semasa kekuasaan Raja Vittagamani (memerintah 29–

17 SM), dan tradisi Theravada berkembang di sana. Beberapa komentator agama

Buddha juga bermukim di sana seperti Buddhaghosa (abad ke-4 sampai ke-5).

Meski aliran Mahayana kemudian mendapatkan pengaruh kala itu, akhirnya aliran

Theravada yang berjaya dan Sri Lanka akhirnya menjadi benteng terakhir aliran

Theravada, dari mana aliran ini akan disebarkan lagi ke Asia Tenggara mulai abad

ke-11.

Ada pula sebuah legenda, yang tidak didukung langsung oleh bukti-bukti piagam,

bahwa Asoka pernah mengirim seorang misionaris ke utara, melalui pegunungan

Himalaya, menuju ke Khotan di dataran rendah Tarim, kala itu tanah sebuah

bangsa Indo-Eropa, bangsa Tokharia.

Penindasan oleh dinasti Sungga (abad ke-2 sampai abad ke-1 SM)

Dinasti Sungga (185–73 SM) didirikan pada tahun 185 SM, kurang lebih 50 tahun

setelah mangkatnya maharaja Asoka. Setelah membunuh Raja Brhadrata (raja

terakhir dinasti Maurya), hulubalang tentara Pusyamitra Sunga naik takhta. Ia

Page 23: agama budha

adalah seorang Brahmana ortodoks, dan Sunga dikenal karena kebencian dan

penindasannya terhadap kaum-kaum Buddha. Dicatat ia telah "merusak wihara

dan membunuh para bhiksu" (Divyavadana, pp. 429–434): 84.000 stupa Buddha

yang telah dibangun Asoka dirusak (R. Thaper), dan 100 keping koin emas

ditawarkan untuk setiap kepala bhiksu Buddha (Indian Historical Quarterly Vol.

XXII, halaman 81 dst. dikutip di Hars.407). Sejumlah besar wihara Buddha

diubah menjadi kuil Hindu, seperti di Nalanda, Bodhgaya, Sarnath, dan Mathura.

Interaksi Buddha-Yunani (abad ke-2 sampai abad pertama Masehi)

Drakhma perak Menander I (berkuasa +/- 160–135 SM).

Obv: huruf Yunani, BASILEOS SOTHROS MENANDROY secara harafiah "Raja Penyelamat Menander".

Di wilayah-wilayah barat Anak benua India, kerajaan-kerajaan Yunani yang

bertetangga sudah ada di Baktria (sekarang di Afghanistan utara) semenjak

penaklukan oleh Alexander yang Agung pada sekitar 326 SM: pertama-tama

kaum Seleukus dari kurang lebih tahun 323 SM, lalu Kerajaan Baktria-Yunani

dari kurang lebih tahun 250 SM.

Page 24: agama budha

Arca Buddha-Yunani, salah satu penggambaran Buddha, abad pertama sampai abad ke-2 Masehi, Gandhara.

Raja Baktria-Yunani Demetrius I dari Baktria, menginvasi India pada tahun 180

SM dan sampai sejauh Pataliputra. Kemudian sebuah Kerajaan Yunani-India

didirikan yang akan lestari di India bagian utara sampai akhir abad pertama SM.

Agama Buddha berkembang di bawah naungan raja-raja Yunani-India, dan pernah

diutarakan bahwa maksud mereka menginvasi India adalah untuk menunjukkan

dukungan mereka terhadap Kekaisaran Maurya dan melindungi para penganut

Buddha dari penindasan kaum Sungga (185–73 SM).

Salah seorang raja Yunani-India yang termasyhur adalah Raja Menander I (yang

berkuasa dari +/- 160–135 SM). Kelihatannya beliau masuk agama Buddha dan

digambarkan dalam tradisi Mahayana sebagai salah satu sponsor agama ini, sama

dengan maharaja Asoka atau seorang raja Kushan dari masa yang akan datang,

raja Kaniska. Koin-koin Menander memuat tulisan "Raja Penyelamat" dalam

bahasa Yunani, dan "Maharaja Dharma" dalam aksara Kharosti. Pertukaran

budaya secara langsung ditunjukkan dalam dialog Milinda Panha antara raja

Yunani Menander I dan sang bhiksu Nagasena pada sekitar tahun 160 SM.

Setelah mangkatnya, maka demi menghormatinya, abu pembakarannya diklaim

Page 25: agama budha

oleh kota-kota yang dikuasainya dan ditaruh di stupa-stupa tempat pemujaannya,

mirip dengan sang Buddha Gautama (Plutarkhus, Praec. reip. ger. 28, 6).

Interaksi antara budaya Yunani dan Buddha kemungkinan memiliki pengaruh

dalam perkembangan aliran Mahayana, sementara kepercayaan ini

mengembangkan pendekatan falsafinya yang canggih dan perlakuan Buddha yang

mirip dengan Dewa-Dewa Yunani. Kira-kira juga kala seperti ini pelukisan

Buddha secara antropomorfis dilakukan, seringkali dalam bentuk gaya seni

Buddha-Yunani

Berkembangnya aliran Mahayana (Abad Pertama SM-Abad ke-2)

Koin emas Kekaisaran Kushan memperlihatkan maharaja Kanishka I (~100–126 Masehi) dengan sebuah

lukisan Helenistik Buddha, dan kata "Boddo" dalam huruf Yunani.

Berkembangnya agama Buddha Mahayana dari abad ke-1 SM diiringi dengan

perubahan kompleks politik di India barat laut. Kerajaan-kerajaan Yunani-India

ini secara bertahap dikalahkan dan diasimilasi oleh kaum nomad Indo-Eropa yang

berasal dari Asia Tengah, yaitu kaum Schytia India, dan lalu kaum Yuezhi, yang

mendirikan Kekaisaran Kushan dari kira-kira tahun 12 SM.

Kaum Kushan menunjang agama Buddha dan konsili keempat Buddha kemudian

dibuka oleh maharaja Kanishka, pada kira-kira tahun 100 Masehi di Jalandhar

Page 26: agama budha

atau di Kashmir. Peristiwa ini seringkali diasosiasikan dengan munculnya aliran

Mahayana secara resmi dan pecahnya aliran ini dengan aliran Theravada. Mazhab

Theravada tidak mengakui keabsahan konsili ini dan seringkali menyebutnya

"konsili rahib bidaah".

Konon Kanishka mengumpulkan 500 bhiksu di Kashmir, yang dikepalai oleh

Vasumitra, untuk menyunting Tripitaka dan memberikan komentar. Maka konon

pada konsili ini telah dihasilkan 300.000 bait dan lebih dari 9 juta dalil-dalil.

Karya ini memerlukan waktu 12 tahun untuk diselesaikan.

Konsili ini tidak berdasarkan kanon Pali yang asli (Tipitaka). Sebaliknya,

sekelompok teks-teks suci diabsahkan dan juga prinsip-prinsip dasar doktrin

Mahayana disusun. Teks-teks suci yang baru ini, biasanya dalam bahasa Gandhari

dan aksara Kharosthi kemudian ditulis ulang dalam bahasa Sansekerta yang sudah

menjadi bahasa klasik. Bagi banyak pakar hal ini merupakan titik balik penting

dalam penyebaran pemikiran Buddha.

Wujud baru Buddhisme ini ditandai dengan pelakuan Buddha yang mirip

dilakukan bagaikan Dewa atau bahkan Tuhan. Gagasan yang berada di

belakangnya ialah bahwa semua makhluk hidup memiliki alam dasar Buddha dan

seyogyanya bercita-cita meraih "Kebuddhaan". Ada pula sinkretisme keagamaan

terjadi karena pengaruh banyak kebudayaan yang berada di India bagian barat laut

dan Kekaisaran Kushan.

Page 27: agama budha

Penyebaran Mahayana (Abad pertama sampai abad ke-10 Masehi)

Penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama - abad ke-10 Masehi.

Dari saat itu dan dalam kurun waktu beberapa abad, Mahayana berkembang dan

menyebar ke arah timur. Dari India ke Asia Tenggara, lalu juga ke utara ke Asia

Tengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya Jepang pada tahun 538.

Kelahiran kembali Theravada (abad ke-11 sampai sekarang)

Penyebaran aliran Buddha Theravada dari abad ke-11.

Mulai abad ke-11, hancurnya agama Buddha di anak benua India oleh serbuan

Islam menyebabkan kemunduran aliran Mahayana di Asia Tenggara. Rute daratan

lewat anak benua India menjadi bahaya, maka arah perjalanan laut langsung di

Page 28: agama budha

antara Timur Tengah lewat Sri Lanka dan ke China terjadi, menyebabkan

dipeluknya aliran Theravada Pali kanon, lalu diperkenalkan ke daerah sekitarnya

sekitar abad ke-11 dari Sri Lanka.

Raja Anawrahta (1044–1077), pendiri sejarah kekaisaran Birma, mempersatukan

negara dan memeluk aliran Theravada. Ini memulai membangun ribuan candi

Budha Pagan, ibu kota, di antara abad ke-11 dan abad ke-13. Sekitar 2.000 di

antaranya masih berdiri. Kekuasaan orang Birma surut dengan kenaikan orang

Thai, dan dengan ditaklukannya ibu kota Pagan oleh orang Mongolia pada 1287,

tetapi aliran Buddha Theravada masih merupakan kepercayaan utama rakyat

Myanmar sampai hari ini.

Kepercayaan Theravada juga dipeluk oleh kerajaan etnik Thai Sukhothai sekitar

1260. Theravada lebih jauh menjadi kuat selama masa Ayutthaya (abad ke-14

sampai abad ke-18), menjadi bagian integral masyarakat Thai. Di daratan Asia

Tenggara, Theravada terus menyebar ke Laos dan Kamboja pada abad ke-13.

Tetapi, mulai abad ke-14, di daerah-daerah ujung pesisir dan kepulauan Asia

Tenggara, pengaruh Islam ternyata lebih kuat, mengembang ke dalam Malaysia,

Indonesia, dan kebanyakan pulau hingga ke selatan Filipina.

Konsep Ketuhanan

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama

Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta

Page 29: agama budha

diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke

sorga ciptaan Tuhan yang kekal.

Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang

Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu,

apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang

Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat

bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab

yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang

Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada

kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,

pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta

Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam

agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah "Atthi

Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu Yang Tidak

Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal

ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak

dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa

pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka

manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran

kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Page 30: agama budha

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Mahaesa ini, kita dapat melihat bahwa

konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep

Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang

Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang

mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep

Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang

menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan

konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci

Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep

Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula.

Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama

lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi

dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau

Kebebasan.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai

kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh

manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu

pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi

yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai.

Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu

Page 31: agama budha

melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran

& realitas sebenar-benarnya.

Aliran Dalam Agama Buddha

Buddha Mahayana

Lotus Sutra merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana.

Tokoh Kuan Yin yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya

"Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis

beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan

kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut.

Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan

tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan

berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di

Tiongkok sebagai seorang dewi.

Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran

utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha

aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka

terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses

reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita

di bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu

saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha

Page 32: agama budha

akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana

kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman

Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.

Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan

kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah

mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah

yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.

Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di

bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan

sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya

merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad

"committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat

membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci

Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut

"spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

Buddha Theravada

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal

sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia

Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar,

Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer

pula di Singapura dan Australia.

Page 33: agama budha

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada.

Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan

atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.

Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam

Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga

tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad

ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama

Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) ,

sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-

2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti

Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of

Reason).

Sejarah Aliran Buddha Theravada

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama

Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian

diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2

bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu

yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha.

Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah

menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan,

Page 34: agama budha

di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma

dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran

lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai

terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan

minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa

adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal

dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang

mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok

Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan

Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu

yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula

Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh

sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke

Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha

Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

Kitab Suci

Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci

Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama

Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa

Page 35: agama budha

Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau

"keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena

terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan

Tipitaka (Pali).

Ajaran Buddha Theravada

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Arya, meliputi:

Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula

Dukkha),

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya

Dukkha),

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang

Menuju Terhentinya Dukkha).

Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan

mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan

menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).

Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama sebagai Buddha

sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui

pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.

Page 36: agama budha

Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai

Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan

(Buddhahood).

Hari Raya Agama Buddha Dan Tempat Ibadah

Tempat ibadah agama Buddha disebut vihara, Penganut Buddha merayakan Hari

Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran

Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Pencerahan

Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha mangkat mencapai

Nibbana/Nirwana.

.

BAB III

KESIMPULAN

Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri/metta) dan Kasih Sayang

(karuna) yang diwujudkan oleh sabda Buddha Gautama, " Penderitaanmu adalah

penderitaanku, dan kegembiraanmu adalah kegembiraanku." Manusia adalah

pancaran dari semangat Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang dapat menuntunnya

kepada Pencerahan Sempurna.

Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan

selalu abadi, dimana telah ada dan memancar sejak manusia pertama kalinya

terlahir dalam lingkaran hidup roda samsara yang disebabkan oleh ketidaktahuan

Page 37: agama budha

atau kebodohan-batinnya. Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan

melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dimiliki oleh manusia.

Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, Beliau telah

mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang

yang tidak terbatas, yaitu :

Berusaha menolong semua makhluk.

Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.

Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.

Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.

Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan

kepada semua makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tindakan yang

diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan pikiran, yaitu

Tubuh (kaya) : pembunuhan, pencurian, perbuatan jinah.

Ucapan (vak] : penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar,

percakapan tiada manfaat.

Pikiran (citta) : kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.

Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha adalah cinta kasih untuk

kebahagiaan semua makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan

mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Bagaikan hujan yang

jatuh tanpa membeda-bedakan, demikianlah Cinta Kasih seorang Buddha. Akan

tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin

gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih

Sayangnya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berjalan di atas jalan

Page 38: agama budha

yang benar dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai

Pencerahan Sempurna. Sang Buddha adalah ayah dalam kasih sayang dan ibu

dalam cinta kasih.

Sebagai Buddha yang abadi, Beliau telah mengenal semua orang dan dengan

menggunakan berbagai cara Beliau telah berusaha untuk meringankan penderitaan

semua makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun

Beliau tidak pernah mau mengatakan bahwa dunia ini asli atau palsu, baik atau

buruk. Beliau hanya menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana adanya.

Buddha Gautama mengajarkan agar setiap orang memelihara akar kebijaksanaan

sesuai dengan watak, perbuatan dan kepercayaan masing-masing. Beliau tidak

saja mengajarkan melalui ucapan, akan tetapi juga melalui perbuatan. Meskipun

bentuk fisik tubuhNya tidak ada akhirnya, namun dalam mengajar umat manusia

yang mendambakan hidup abadi, Beliau menggunakan jalan pembebasan dari

kelahiran dan kematian untuk membangunkan perhatian mereka. Seorang Buddha

memiliki sifat luhur antara lain :

Bertingkah laku baik

Berpandangan hidup luhur

Memiliki kebijaksanaan sempurna

Memiliki kepandaian mengajar yang tiada bandingnya

Memiliki cara menuntun dan membimbing manusia dalam mengamalkan

Dharma.

Buddha Gautama memelihara semangatnya yang selalu tenang dan damai dengan

melaksanakan meditasi. Sang Buddha membersihkan pikiran mereka dari

Page 39: agama budha

kekotoran bathin dan menganugerahkan mereka kegembiraan dengan semangat

tunggal yang sempurna. Jangkauan pikiran Sang Buddha melampaui jangkauan

pikiran manusia biasa. Dengan kebijaksanaan yang sempurna, Buddha Gautama

dapat menghindarkan diri dari sikap-sikap ekstrim dan prasangka, serta memiliki

kesederhanaan. Oleh karena itu Beliau dapat mengetahui dan mengerti pikiran dan

perasaan semua orang dan dapat melihat yang ada dan yang terjadi di dunia dalam

sekejap, sehingga mendapatkan julukan seorang yang telah Mencapai Pencerahan

Sempurna (Sammasam-Buddha) dan Yang Maha Tahu (Sugata).

Pengabdian Buddha Gautama telah membuat diriNya mampu mengatasi berbagai

masalah didalam berbagai kesempatan yang pada hakekatnya adalah Dharma-

kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang

Buddha. Sang Buddha adalah pelambang dari kesucian, yang tersuci dari semua

yang suci. Karena itu, Sang Buddha adalah Raja Dharma yang agung. Beliau

dapat berkhotbah kepada semua orang, kapanpun dikehendakiNya. Sang Buddha

mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh

karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak mau memperhatikan dan

mendengarkan khotbahnya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbahnya, yang

dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Agung Sang Buddha

akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya

karena mengandalkan kepintarannya sendiri.

Buddha Gautama berkata, " Hanya dengan jalan melalui kepercayaan,

keyakinanlah, mereka akan dapat mengikuti ajaranKu. Karena itu setiap orang

Page 40: agama budha

hendaknya mau mendengarkan ajaranKu, kemudian menghayati dan

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari."

DAFTAR PUSTAKA

Agus Hakim, Perbandingan Agama, CV. Diponegoro, Bandung, 2004

"http://id.wikipedia.org/wiki/Siddhartha_Gautama" 2006

Damien Keown, Kamus Buddhisme, Oxford University Press, 2003

Richard Foltz, Ajaran jalan sutra, St. Martin’s Griffin, New York, 1999

Sir Charles Eliot, Ajaran Buddha Jepang, ISBN 0710309678

Sir Charles Eliot, Sketsa Sejarah Hindu dan Buddha, ISBN 8121510937

Peta Sejarah Peradaban, Times Books Limited, London, 1991

John Boardman, Penyebaran benda-benda purbakala, Princeton University

Page 41: agama budha

Press, 1994

http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_agama_Buddha

TUGAS MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi

Tugas Mata Kuliah Perbandingan Agama

Dosen : Drs Yadi

Ketua : Engkos Kosasih

NIM.80650054

Anggota : Aisyah

NIM. 80650053

Nina Marlina

Page 42: agama budha

NIM. 80650052

Mulyaningsih

NIM. 80650051

Yuyun Wahyuningsih

NIM. 80660144

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARAUNINUS

2008