adab berbicara dan mendengar

8
At Tahadduts wa Al-Istima’ Mendengar dan berbicara adalah media komunikasi. Ada saatya kita harus berbicara dan ada saatnya kita harus mendengar. Allah swt. menciptakan umat manusia dengan dua telinga dan satu mulut agar mereka lebih banyak mendengar daripada berbicara. Berbicaralah sedikit saja tetapi mengena, berkualitas dan bermakna, daripada berbicara panjang lebar tidak jelas manfaatnya. Adab mendengar dan berbicara sangat penting untuk efisiensi dan efektifitas bermusyawarah dan berdiskusi. Dalam berdakwah, sebelum kita berbicara maka kita harus medengar terlebih dahulu realitas dan masalah-masalah lapangan. Dalam realitanya, mendengar tidak harus dengan telinga, tetapi berarti melihat data dan memperhatikan keluh kesah serta saran orang lain. Pada akhirnya, ketrampilan mendengar dan berbicara sangat penting dalam berdakwah dan bergaul dengan orang lain. Pendahuluan Islam adalah diin al-adab atau agama yang mengajarkan norma-norma luhur dan suci bagi umat manusia. Seorang ukmin yang menjadikan drinya sebagai kendali diri dalam berbuat dan berbicara, akan menikmati saat diamnya, sementara orang pun merasa sejuk berdekatan dengannya. Ketika ia berbicara, misalnya kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat orang yang mendengarnya sadar dan terbimbing kepada kebaikan dan kebenaran. Demikian juga tatkala ia berbuat sesuatu, maka perbuatannya selalu baik, memeri manfaat dan dan dapat menjadi keteladanan bagi yang lain. Mukmin seperti ini adalah mukmin yang memiliki sifat-sifat yang dekat kepada Rasulullah saw. yang mulia, 1

Upload: gita-nur-istiqomah

Post on 21-Jun-2015

278 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Mendengar dan berbicara adalah media komunikasi. Ada saatya kita harus berbicara dan ada saatnya kita harus mendengar. Allah swt. menciptakan umat manusia dengan dua telinga dan satu mulut agar mereka lebih banyak mendengar daripada berbicara. Berbicaralah sedikit saja tetapi mengena, berkualitas dan bermakna, daripada berbicara panjang lebar tidak jelas manfaatnya.

TRANSCRIPT

Page 1: Adab Berbicara dan Mendengar

At Tahadduts wa Al-Istima’

Mendengar dan berbicara adalah media komunikasi. Ada saatya kita harus

berbicara dan ada saatnya kita harus mendengar. Allah swt. menciptakan umat

manusia dengan dua telinga dan satu mulut agar mereka lebih banyak

mendengar daripada berbicara. Berbicaralah sedikit saja tetapi mengena,

berkualitas dan bermakna, daripada berbicara panjang lebar tidak jelas

manfaatnya.

Adab mendengar dan berbicara sangat penting untuk efisiensi dan efektifitas

bermusyawarah dan berdiskusi. Dalam berdakwah, sebelum kita berbicara maka

kita harus medengar terlebih dahulu realitas dan masalah-masalah lapangan.

Dalam realitanya, mendengar tidak harus dengan telinga, tetapi berarti melihat

data dan memperhatikan keluh kesah serta saran orang lain. Pada akhirnya,

ketrampilan mendengar dan berbicara sangat penting dalam berdakwah dan

bergaul dengan orang lain.

Pendahuluan

Islam adalah diin al-adab atau agama yang mengajarkan norma-norma luhur dan

suci bagi umat manusia. Seorang ukmin yang menjadikan drinya sebagai kendali

diri dalam berbuat dan berbicara, akan menikmati saat diamnya, sementara

orang pun merasa sejuk berdekatan dengannya.

Ketika ia berbicara, misalnya kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat

orang yang mendengarnya sadar dan terbimbing kepada kebaikan dan

kebenaran. Demikian juga tatkala ia berbuat sesuatu, maka perbuatannya selalu

baik, memeri manfaat dan dan dapat menjadi keteladanan bagi yang lain.

Mukmin seperti ini adalah mukmin yang memiliki sifat-sifat yang dekat kepada

Rasulullah saw. yang mulia, dimana diamnya adalah fikir, ucapannya adalah

dzikir dan amalnya adalah keteladanan.

ADAB AT-TAHADDUTS

1. Berbicara yang jelas, mudah difahami oleh setiap pendengar.

Dari `Aisyah ra. Berkata:

1

Page 2: Adab Berbicara dan Mendengar

Adalah ucapan Rasulullah saw. selalu jelas maksudnya dan dipahami oleh

setiap orang yang mendengarkannya. (HR. Abu Dawud)

Dari `Aisyah ra. juga berkata: “Bahwa Rasulullah saw. pernah berbicara,

sekiranya ada yang menghitung ucapannya pasti terhitung.” Dan dalam

riwayat lain: “Beliau tidak mengeluarkan ucapan sebagaimana kalian

berbicara.” (HR. Bukhari-Muslim).

2. Berbicara dengan ungkapan yang simpel dan tidak mencari-cari bahasa

yang tinggi, sehingga kalimat yang diucapkan tidak memiliki makna yang

sulit atau tidak bisa dimengerti.

Khalid bin Ahmad -rahimahullah- pernah ditanya suatu masalah, beliau

tidak segera menjawab. Maka penanya bertanya, “Apakah pertanyaan ini

tidak ada jawabannya dalam pandangan tadi?” Beliau berkata, “Anda

sebenarnya telah mengetahui masalah yang Anda tanyakan berikut

jawabannya, tetapi saya ingin memberi jawaban yang lebih mudah lagi

Anda pahami.”

3. Tidak diulang-ulang kecuali untuk member tekanan makan, karena

“Sebaik-baik ucapan adalah yang singkat dan membawa arti, dan

seburuk-buruk ucapan adalah yang panjang dan membosankan.”

Abdullah bin Mas’ud ra. memberi nasehat kepada masyarakatnya setiap

hari Kamis. Ada seseorang yang berkata, “Wahai Abu Abdir Rahman, saya

berharap engkau member asehat kepada kami setiap hari.” Beliau

berkata, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya yang menghalangiku untuk itu

karena aku tidak suka membuat kalian bosan.” Selanjutnya ia berkata,

“Aku selalu memilih waktu untuk kalian dalam memeri nasehat,

sebagaimana Nabi saw. memilih waktu untuk kami dalam member

nasehat karena khawatir membuat jenuh atas kami.” (Muttafaq `alaih)

Dari `Ammar bin Yasir ra. berkata, Aku mnedengar Rasulullah saw.

bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya

khutbah, merupakan bukti kemantapan pemahamannya. Maka

panjangkan shalat dan pendekkan khutbah!” (HR. Muslim)

4. Ucapan harus bagus, tidak kotor dan munkar (jahat).

Rasulullah saw. bersabda:

“Setiap ucapan anak Adam mencelakakannya, bukan menguntungkan,

kecuali perintah untuk kebaikan, mencegah kemungkaran dan dzikrullah.”

2

Page 3: Adab Berbicara dan Mendengar

Agar ucapan kita selalu bagus dan menambah pahalaserta tidak

menambah dosa, maka kita harus menjaga hal-hal berikut:

a. Setiap pembicaraan kita agar selalu membawa unsur perintah

shadaqah, atau berbuat baik, atau perdamaian bagi manusia. Allah

ta’ala berfirman:

“Tiada kebaikan dalam banyak pertemuan mereka, kecuali orang yang

memerintahkan shadaqah, atau kebaikan, atau perdamaian bagi

manusia. Dan barangsiapa melakukan hal itu untuk ,mencari ridha

Allah, maka niscaya Kami memberinya pahala yang besar. (QS. An-

Nisa’:114)”

b. Meninggalkan pembicaraan yang bukan kepentingan kita untuk

membicarakannya.

Rasulullah saw. bersabda, “Di antara bagusnya seseorang adalah, ia

tinggalkan sesuatu yang tidak ia ada kepentingan dengannya.” (HR.

Turmudzi)

c. Menjauhi ucapan yang sia-sia dan tidak bermanfaat.

Allah berfirman, Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman.

Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya selalu khusyu’. Dan orang-

orang yang dari hal yang tidak berguna mereka selalu berpaling. (QS.

Al-Mu’minun:1-3)

Rasulullah saw. bersabda, sungguh seorang hamba ketika

mengucapkan suatu ucapan, tidak lain hanya untuk membuat orang

lain tertawa, ia bisa jatuh di neraka lebih jauh antara langit dan bumi.

(HR. Baihaqi)

d. Menyebar-luaskan salam.

Rasulullah saw. bersabda,

“Wahai manusia sebar-luaskan salam, sambunglah silaturrahim,

berikan makanan, dan shalatlah malam ketika manusia tertidur niscaya

kalian akan masuk surge dengan selamat.” (HR. Turmudzi)

e. Menahan diri dari ucapan jahat yang tidak membawa kemaslahatan.

Allah swt. berfirman, Janganlah berdebat dengan Ahli Kitab kecuali

dengan cara yang baik, kecuali dengan orang yang zhalim di antara

mereka. (QS. Al-Ankabut:46)

Dalam hadits Aisyah ra. dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,

Sesungguhnya sejahat-jahat manusia kedudukannya di sisi Allah pada

3

Page 4: Adab Berbicara dan Mendengar

hari Kiamat adalah orang yang ditinggalkan masyarakatnya karena

menghindari ucapan jahatnya. (HR. Bukhari)

f. Bersabar dalam berdialog dengan orang-orang bodoh (jahil). Hal ini

tidak berarti menerima kehinaan, akan tetapi bisa menahan diri di

hadapan faktor-faktor yang memancing emosi dan mencegah diri dari

marah, sukarela atau pun terpaksa.

Allah swt. berfirman, Dan hamba-hamba Allah yang Maha Rahman

mereka itu berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Dan apabila

diajak bicara oleh orang-orang yang bodoh (jahil) mereka berkata,

‘selamat.’ (QS. Al-Furqan:63)

Dan Allah memerintahkan kepada Nabi Musa dan Harun as, Pergilah

kalian kepada Fir’aun sesungguhnya dia itu melampaui batas. Maka

katakanlah kepadanya perkataan yang lembut.

Dari Abu Huraiarh ra., ia berkata bahwa ketika Rasulullah saw. sedang

duduk bersama para sahabatnya, ada seseorang mencaci Abu Bakar

ra. dan menyakitinya, tetapi Abu Bakar tetap diam. Lalu ia

mneyakitinya yang kedua kali dan Abu Bakar pun tetap diam.

Kemudian ia menyakitinya yang ketiga kali, maka Abu Bakar membela

diri. Ketika itulah Rasulullah saw. bangkit meninggalkan manjlis. Abu

Bakar bertanya, “Apakah negkau mendapati suatu dosa atas diriku,

wahai Rasulullah?”

Rasulullah saw. menjawab, Ada malaikat turun dari langit mendustakan

orang itu terhadap apa yang ia ucapkan kepadamu. Namun ketika

kamu membela diri, setan pun dating, maka aku tidak mau duduk di

sini ketika setan dating. (HR Abu Dawud)

g. Menjauhi perdebatan, baik dalam kebenaran maupun dalam kebatilan,

karena hal itu akan menimbulkan keinginan mencari menang dalam

diri dan lebih suka berapologi daripada menampakkan kebenaran.

Rasulullah saw. bersabda,

“Tidakkah suatu kaum tersesat settelah berpegang kepada kebenaran

kecuali mereka diberi kegemaran berdebat.” (HR Turmudzi, Ibnu Majah

dan Ahmad)

Rasul saw. bersabda, “Aku pemimpin sebuah rumah di dalam surga

bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia yang benar.

Dan aku pemimpin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang

meninggalkan dusta meskipun bercanda. Dan aku pemimpin sebuah

4

Page 5: Adab Berbicara dan Mendengar

rumah di puncak surga bagi orang yang akhlaknya baik.” (HR Abu

Dawud)

h. Menjauhi tempat-tempat kejahatan. Yaitu tempat dilakukannya

kemungkaran atau dibicarakan di dalamnya ucapan yang menghina

atau melecehkan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Allah swt.

berfirman,

“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan

ayat-ayat Kami maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka

membicarakan yang lain. Dan jika syetan menjadikan kamu lupa (akan

larangan ini) maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang

zhalim sesudah teringat larangan itu.” (QS. Al-An’am:68)

Dan Allah swt. berfirman, Celakalah bagi setiap pengumpat dan

pencela (QS. Al-Humazah:1)

Rasulullah saw. bersabda,

“Tidaklah pantas seorang mukmin pencaci maki, pelaknat, suka

berkata keji, dan suka berkata jorok.”

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada kata keji dalam sesuatu kecuali

ia akan merusaknya. Dan tidaklah ada sifat malu dalam sesuatu

melainkan ia akan menghiasinya.” (HR Turmudzi)

ADAMUL ISTIMA’

1. Diam dan mendengarkan sehingga ucapan tidak bercampur baur dan sulit

dipahami.

Allah swt. berfirman,

“Dan apabila dibacakan Al Qur’an maka dengarkanlah baik-baik dan

perhatikan lah dengan tenang agar kalian mendapatkan rahmat.” (QS. Al-

A’raf:204)

Dari Jair bin Abdullah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda

kepadanya di Haji Wada’, “Perintahkan manusia untuk tenang.” Kemudian

beliau bersabda,

“Janganlah kalian kembali sesudahku menjadi orang0orang kafir, sebagian

kalian memenggal leher yang lain.” (Muttafaq `alaih)

Dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw. member wasiat kepada Abu

Dzar ra. Beliau saw. bersabda,

“Hendaklah kamu berakhlaq mulia dan banyak diam, karena demi Dzat

Yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada perhiasan bagi seluruh makhluk

5

Page 6: Adab Berbicara dan Mendengar

yang serupa dengan keduanya.” (HR Ibnu Abid Dunya, Bazzar, Thabrani

dan Abu Ya’la)

Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, “Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-

Nya, tidak ada sesuatu di atas bumi yang lebih perlu untukdtahan lama

selain lidah.” (HR Turmudzi)

2. Tidak memenggal ucapan orang lain karena tergesa-gesa atau ingin

menguasai kendali forum. Sehingga keinginan Rasulullah saw.

untuksegera menghafal Qur’an, dilarang oleh Allah dalam firman-Nya:

“Dan janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an

karena kamu hendak cepat-cepat menguasainya.” (QS. Al-Qiyamah:16)

3. Menghadapkan wajah kepada pembicara dan tidak berpaling darinya atau

membuat orang lain berpaling darinya, selama dalma rangka taat kepada

Allah, meskipun ucapan kurang membawa daya tarik atau bahasanya

kurang indah dan kurang lancer.

Rasulullah saw. bersabda,

“Janganlah kamu meremehkan suatu kebajikan, meskipun sekedar wajah

berseri ketika engkau bertemu saudaramu.” (HR Muslim)

4. Tidak menampakkan sikap berbeda karena ucapan saudara kita, meskipun

kita sudah lebih tahu, selama pembicara tidak bersalah dalam berbicara.

Rasulullah saw. pernah meminta Ibnu Mas’ud ra. untuk membacakan Al-

Quran kepadanya, maka ia menjawab, “Aku membaca untuk Anda padhal

ia turun kepada Anda?” Beliau menjawab, Aku sungguh senang

mendengar Al-Quran itu dari orang lain.

Imam Ahmad bin Hambal pernah mendengarkan nasihat Al_Muhasibi,

sampai beliau memperhatikannnya dengan tenang dan akhirnya beliau

menangis sampai basah jenggotnya.

5. Tidak menampakkan kepada para hadirin bahwa kamu adalah orang yang

lebih `alim dibandingkan si pembicara, karena hal itu akan menyebabkan

kamu bersikap sombong (takabbbur). Rasulullah saw. besabda,

“Kesombongan adalah sikap angkuh kepada kebenaran dan meremehkan

orang lain.”

6