abc
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
LAPORAN SEMINAR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A
DENGAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
DI RUANG DEWA RUCI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG
DISUSUN OLEH:
Desi Candra Dewi P.17420113007
Destaria Utami R P.17420113008
Dewi Fajarwati P P.17420113009
Dhinar Retno P P.17420113010
Erminia Maia P P.17420113011
Fery Setianingsih P.17420113012
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN MASALAH
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
DI RUANG DEWA RUCI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG
Yang akan diseminarkan pada
Hari / Tanggal : Jum’at, 31 Juli 2015
Waktu : 08.00 WIB s.d selesai
Tempat : Aula RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Disetujui oleh:
PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK
Dr. Rr. Sri Endang Pujiastuti, SKM.,MNS Slamet Sudiyanto, SKM, S.Kep
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Seminar yang berjudul:
“Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A Dengan Gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Ruang
Dewa Ruci RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang”. Laporan seminar ini disusun dengan
maksud untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan Jiwa Program Studi D-III
Keperawatan Semarang.
Penulis menyadari bhwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, laporan
ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh krena itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Rr. Sri Endang Pujiastuti, SKM., MNS, selaku dosen pembimbing akademikyang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan dan inspirasi dalam bimbingan.
2. Slamet Sudiyanto, SKM, S.Kep selaku pembimbing klinik yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan dan
inspirasi dalam bimbingan.
3. Kedua orang tua yang selalu memberi doa, dukungan dan kasih sayangnya
4. Teman-teman khususnya kelas 2A1 yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril serta
spiritualnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penlisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis membuka saran demi kemajuan laporan kasus selanjutnya dan semoga laporan
seminar ini bermanfaat bagi sema pihak.
Semarang, 10 Juli 2015
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................................1
Lembar Pengesahan...............................................................................................................2
Kata Pengantar.......................................................................................................................3
Daftar Isi................................................................................................................................4
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...........................................................................................................5
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................6
C. Manfaat Penulisan......................................................................................................6
BAB II Laporan Pendahuluan
A. Pengertian...................................................................................................................8
B. Penyebab....................................................................................................................8
C. Manifestasi Klinis......................................................................................................12
D. Pohon Masalah ..........................................................................................................12
E. Penatalaksanaan.........................................................................................................12
F. Diagnosa.....................................................................................................................14
G. Asuhan Keperawatan.................................................................................................14
H. Daftar Pustaka............................................................................................................20
BAB III Laporan Kasus
A. Pengkajian..................................................................................................................21
B. Analisa Data...............................................................................................................28
C. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................32
D. Rencana Tindakan Keperawatan................................................................................29
E. Catatan Keperawatan.................................................................................................34
F. Catatan perkembangan...............................................................................................37
BAB IV Pembahasan.............................................................................................................38
BAB V Penutup
A. Simpulan....................................................................................................................40
B. Saran...........................................................................................................................40
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial danekonomis. Pada masa
globalisasi saat ini banyak tuntutan yangmenjadikan stressor dalam kehidupan. Setressor
yang dihadapi seseorang harus diikuti dengan kemampuan koping yang konstruktif,
dikarenakan seseorang yang mengalami kegagalan dalam memberikan koping yangtidak
sesuai dengan tekanan yang dialami, mengakibatkan individu mengalami berbagai macam
gangguan mental, stressor yang seringdijumpai saat ini yaitu kondisi lingkungan sosial
yang semakin keras dandiperberat dengan tingkat kemiskinan yang menekan dapat
menjadipenyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguankejiwaan
(Yosep, 2007).
Manusia membutuhkan individu lain untuk dapat menyelesaikan tuntutan-tuntutan
hidupnya, sehingga setiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan
sosial pada berbagai tingkat hubungan, yaitu dari hubungan intim sampai dengan
hubungan saling ketergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam
menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Individu tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh
karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan (Stuart,
2007).
Seseorang apabila tidak dapat menyesuaikan diri ataumempertahankan diri serta
tidak dapat membina hubungan interpersonal yang memuaskan akibat tuntutan hidup
yang tinggi maka dia dapat mengalami gangguan jiwa, gejala gangguan jiwa yang
mencakup mulaidari gangguan kecemasan, depresi, panik, harga diri rendah, isolasi social
hingga gangguan jiwa yang berat yaitu tindakan bunuh diri.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan di masyarakat adalah isolasi sosial:
menarik diri. Menarik diri adalah suatu keadaan seseorang yang kesulitan berinteraksi
dengan orang lain secara langsung bersifat sementara atau menetap. Menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993).
5
Menurut Clinton dan Nelson dalam Yosep, 2007 bahwa perawat jiwa berperan
fungsi dan bertanggung jawab dalam meningkatkan kesehatan jiwa, berdasarkan hal
tersebut, penulis tertarik mengambil kasus “Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Isolasi Sosial: Menarik Diri”.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan seminar ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk melaporkan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah utama isolasi
sosial.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan, mengelompokkan dan melaporkan hasil pengkajian
pada pasien dengan masalah utama isolasi sosial.
b. Mampu menyusun dan melaporkan diagnosa keperawatan pada pasien
denganisolasi sosial : menarik diri.
c. Dapat menyusun dan melaporkan hasil perencanaan keperawatan dan
menetukan kriteria hasil dalam mengatasi masalah menarik diri pada pasien
d. Dapat melakukan dan melaporkan dokumentasi dari implementasi yang telah
dilaksanaknakan pada pasien dengan isolasi sosial : menarik diri.
e. Dapat mengevaluasi dan melaporkan hasil evaluasi tindakan keperawatan
yang dilakukan.
f. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial :menarik diri.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, khususnya dalam pemberian
pelayanan asuhan keperawatan pada kloien dengan isolasi sosial
b. Pendidikan
Sebagai tambahan refrensi dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada
mata ajar keperawatan jiwa.
6
2. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan
a. Mendapatkan gambaran nyata tentang pasien dengan masalah isolasi sosial :
menarik diri.
b. Menyusun Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah isolasi sosial :
menarik diri.
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan
lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan
tidak bisa berbagi pikirannya dan perasaannya .
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap
negatif dan mengancam dirinya.
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain .
Menurut Depkes RI penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan
melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara
langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial atau menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan.
B. Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga
dapat mencederai diri.
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri
8
a. Faktor Psikologis
Gangguan dalam pencapaian perkembangan dari masa bayi sampai dewasa akan
menjadi pencetus seseorang, sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik
diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya
menarik diri.
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak,
akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini
sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan
di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan
rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-Kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau
terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang
tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang
diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak,
karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
9
4) Masa Dewasa
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain.
Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan.
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau
peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain
akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
Sikap bermusuhan/hostilitas
Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicarananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur
sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak
diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
Ekspresi emosi yang tinggi
b. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
10
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini .
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorangmenarik diri.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressorantara lain :
a. Stressor Sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalammembina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitasunit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasankemampuan
untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah denganorang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhikebutuhannya hal ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi bahkan dapatmenimbulkan seseorang mengalami gangguan
hubungan (menarik diri)
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untukberbagai pikiran
dan perasaan yang mengganggu pengembanganhubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dankesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulitberkomunikasi dengan orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan denganorang lain
akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibatpada gangguan
berhubungan dengan orang lain
d. Stressor fisik
11
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorangmenarik diri
dari orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malusehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain
C. Manifestasis Klinis
Menurut Budi Anna Keliat, tanda dan gejala ditemui seperti:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8. Posisi janin saat tidur.
D. Pohon Masalah
E. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan
12
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Isolasi sosial: Menarik diri
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson).
Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa
adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
3. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik
digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian
temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
13
Tujuan khusus ECT pasien isolasi sosial yakni untuk menghilangkan memori sesaat
bahwa pasien tersebut mengalami harga diri rendah yang mengakibatkan dirinya
menjadi isolasi sosial.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
2. Isolasi sosial: menarik diri
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
G. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
- Data obyektif :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri.
- Data subyektif
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa –
apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri
- Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak
diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang
lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
- Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat, ya atau tidak.
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
- Data obyektif :
Klien tampak sedang mendengar / melihat sesuatu, senyum sendiri, mulut
komat-kamit.
- Data subyektif :
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara / melihat sesuatu, terutama
kalau sedang melamun, menjelang tidur.
b) Rencana Tindakan Keperawatan
14
Tanggal/
jam
Diagnosa Tujuan Intervensi
Isolasi
sosial:
menarik
diri
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 kali tatap
muka dapat
berinteraksi dengan
orang lain baik secara
individu maupun
secara berkelompok
dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya
2. Dapat
menyebutkan
penyebab isolasi
sosial.
SP 1 Pasien : Membina hubungan
saling percaya, membantu pasien
mengenal penyebab isolasi sosial,
membantu pasien mengenal manfaat
berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
1.1 Bina hubungan saling percaya
dengan:
Beri salam setiap berinteraksi
Perkenalkan nama, nama
panggilan perawat, dan
tujuan perawat berkenalan
Tanyakan dan panggil nama
kesukaan klien
Tunjukan sikap jujur dan
menepati jani setiap
berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
Buat kontak interaksi yang
jelas
Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasan
klien
2.1 Tanyakan pada klien tentang :
Orang yang tinggal serumah
atau sekamar dengan klien
Orang yang paling dekat
dengan klien di ruang
perawatan
Apa yang membuat klien
15
3. Dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan
dengan orang lain
dan kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain.
4. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan berkenalan
perawat
dekat dengan orang itu
Orang yang tidak dekat
dengan klien dirumah
Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri atau tidak
mau bergaul dengan orang lain
2.3 Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkakpkan perasaan
3.1 Tanyakan pada pasien tentang :
Manfaat berhubungan sosial.
Kerugian menarik diri
3.2 Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
3.3 Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan
perasaannya
4.1 Observasi perilaku klien saat
berhubungan sosial
4.2 Beri motivasi dan bantu klien
untuk berkenalan atau
berkomunikasi dengan perawat
SP 2 Pasien : mengajarkan klien
berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama)
16
5. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan berkenalan
perawat lain
6. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan klien lain
5.1 Observasi perilaku klien saat
berhubungan sosial
5.2 Beri motivasi dan bantu klien
untuk berkenalan atau
berkomunikasi dengan perawat
lain
5.3 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi
5.4 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan yang telah
dibuat
5.5 Beri pujian tentang kemampuan
klien memperluaspergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan
SP 3 Pasien : mengajarkan interaksi
secara bertahap (berkenalan dengan
orang kedua, dan seterusnya)
6.1 Observasi perilaku klien saat
berhubungan sosial
6.2 Beri motivasi dan bantu klien
untuk berkenalan atau
berkomunikasi dengan klien lain
6.3 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi
6.4 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan yang telah
dibuat
6.5 Beri pujian tentang kemampuan
17
1. Keluarga dapat
mengetahui
tentang masalah
isolasi sosial,
penyebab, dan cara
merawat klien
dengan isolasi
sosial
2. Keluarga dapat
mempratikkan
cara merawat
klien isolasi
sosial langsung
dihadapan klien
3. Keluarga dapat
klien memperluaspergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan
6.6 Libatkan klien dalam terapi
aktivitas kelompok
SP 1 Keluarga : memberikan
pendidikan keluarga mengenai masalah
isos, penyebab isos, dan cara merawat
klien isos
1.1 Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
1.2 Jelaskan pengertian , tanda, dan
gejala isolasi sosial yang dialami
klien beserta proses terjadinya
1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien
isolasi sosial
SP 2 Keluarga : melatih keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien
isos langsung dihadapan klien
2.1 Latih keluarga mempratikkan
cara merawat klien dengan isolasi
sosial
2.2 Latih keluarga melakukan cara
merawat langsung pada klien isos
SP 3 Keluarga : membuat
perencanaan pulang bersama keuarga
3.1 Bantu keluarga membuat jadwal
aktivitas dirumah termasuk
minum obat
18
membuat jadwal
perencanaan
pulang
3.2 Jelaskan tindak lanjut klien
setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: ECG
19
Stuart, GW dan Laraia, MT. (2005). Principles and Practice of Phychiatric Nursing (5th ed).
St Louis: Mosby.
Sitorus, R. (2005). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat.
Jakarta: ECG, Penerbit buku kedokteran.
Santosa, Budi. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta : Prima
Medika.
Rasmun. (2009). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga.
Jakarta : Sagung Seto.
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : TIM
BAB III
TINJAUAN KASUS
20
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Inisial Klien : Sdr. A
b. Umur : 15 tahun
c. Alamat : Mranggen, Demak
d. Status Perkawinan : Belum Menikah
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : Tamat SD
g. Pekerjaan : Tidak bekerja
h. Tanggal Masuk : 23 Juni 2015
i. Tanggal Pengkajian : 6 Juli 2015
j. Diagnosa Medis : Skizofrenia Katatonik
k. No RM : RMJ-098094
2. Identitas Pennaggungjawab
a. Nama : Tn. S
b. Umur : 56 tahun
c. Alamat : Mranggen, Demak
d. Pekerjaan :Buruh
e. Hubungan dengan Klien : Ayah
3. Alasan Masuk
Klien diantar oleh keluarga di UGD RSJD Dr. Amino Gondohutomo pada tanggal 23
Juni 2015 dengan alasan sudah ±3 bulan klien sering berdiam diri, tak mau bicara,
tak mau beraktivitas, tak mau bersosialisasi dan suka keluyuran tanpa tujuan yang
jelas.
4. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
21
Pada tahun 2014, klien pernah dirawat di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang
dengan alasan masuk suka berdiam diri dan tak mau bicara. Klien saat itu masuk
dengan faktor predisposisi:
a. Biologis, klien sebelumnya belum pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu, klien tidak pernah mengalami trauma fisik, penganiayaan fisik, seksual,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Keluarga klien tidak ada
yang memiliki riwayat gangguan jiwa
b. Psikologis, klien tidak pernah menyaksikan peristiwa penganiayaan fisik,
seksual, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dalam pola asuh
keluarga, klien merasa kurang mendapatkan kasih sayang karena kedua
orangtuanya sibuk bekerja. Klien pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan dimasa lalunya, yakni saat di Sekolah Dasar, klien sering di
ejek bodoh dan culun oleh teman-temannya karena klien tidak naik kelas
selama 2 tahun.
c. Sosio-kultural, klien berada dilingkungan yang sering mengejek dirinya
sehingga menyebabkan klien jarang bergaul dengan teman sekolahnya.
Sedangkan faktor presipitasinya, pada tahun 2014, ketika klien mengikuti tes
uji coba persiapan Ujian Nasional Sekolah Dasar, klien selalu mendapatkan nilai
dibawah standar kelulusan, sejak saat itu klien merasa dirinya gagal.
Setelah keluar dari rumah sakit, klien hanya kontrol sekali dan tidak rutin
minum obat. Pada tahun 2015, klien kembali dirawat di RSJD Dr Amino
Gondohutomo Semarang dengan alasan masuk ±3 bulan klien mengurung diri di
dalam kamar dan tak mau melakukan aktivitas apapun. Dengan faktor predisposisi:
a. Biologis, klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu pada tahun 2014,
klien tidak pernah mengalami trauma fisik, penganiayaan fisik, seksual,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Keluarga klien tidak ada
yang memiliki riwayat gangguan jiwa
b. Psikologis, klien tidak pernah menyaksikan peristiwa penganiayaan fisik,
seksual, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dalam pola asuh
keluarga, klien merasa kurang mendapatkan kasih sayang karena kedua
orangtuanya sibuk bekerja. Klien pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan dimasa lalunya, yakni tidak ada seorangpun teman sebaya nya
yang mau mendekati klien karena klien pernah dirawat di RSJ.
22
c. Sosio-kultural, klien berada dilingkungan yang sering mengejek dan
mengucilkan dirinya.
Sedangkan faktor presipitasinya, pada tahun 2015, klien mendaftarkan diri ke
sekolah-sekolah yang diminatinya, namun klien tidak diterima disekolah satupun
yang diharapkannya karena nilai yang tidak menucukupi, klien hanya kontrol sekali
dan tidak rutin minum obat, hal ini disebabkan karena klien yang tidak mau untuk
berobat. Sejak saat itu, klien mulai suka berdiam diri dikamar dan bermain game,
tidak mau bicara, tidak mau sekolah, tidak mau bekerja, tidak mau beraktivitas dan
bersosialisasi.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : baik
b. Vital sign :
TD = 110/70 mmHg
N = 78x/ menit
S = 36,50C
RR = 20x/ menit
c. Pemeriksaan fisik:
Kepala
Rambut : rambut pendek, penyebaran merata, warna rambut hitam,
tidak mudah rontok, kulit kepala tidak kotor
Wajah
Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak tampak ikterik, tidak
memakai alat bantu pengelihatan
Hidung : rongga hidng tampak bersih, tidak ada polip
Mulut : tidak ada stomatitis, terdapat karies gigi, warna bibir agak
gelap dan lembab
Telinga : daun telinga simetris antara kanan dan kiri, tidak ada
gangguan penengaran, tidak ada serumen
Leher : tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
Thoraks
Inspeksi : napas teratur, RR = 20x/ menit
Palpasi : tidak terjadi penumpukkan cairan dan massa pada rongga paru
kanan dan kiri ketika dilakukan vocal fremitus
23
Perkusi : terdengar suara sonor diseluruh permukaan paru
Auskultasi : tidak terdengar bunyi tambahan ronchi maupun wheezing
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : letak jantung dalam batas normal bersuara redup
Auskultasi : terdengar suara bunyi jantung S1-S2
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : suara gerakan peristaltik 14x/ menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : terdengar suara timpani
Ekstermitas atas dan bawah : tidak tampak adanya lesi maupun oedema
6. Pengkajian Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
: Meninggal
: Laki – laki
: Perempuan
: Menikah
: Keturunan
: Tinggal Serumah
: Klien
Klien merupakan anak keempat dari empat bersaudara, klien berjenis kelamin
laki-laki, tinggal serumah dengan ayah, ibu dan kakak ketiganya. Kakak pertama
24
dan kedua klien telah menikah. Tidak ada faktor keturunan gangguan jiwa dari
silsilah keluarga Sdr A.
b. Konsep diri
Gambaran diri : Klien mengatakan dirinya menyukai seluruh bagian
tubuhnya
Identitas diri : Klien merupakan seorang anak dan menerima kondratnya
sebagai seorang laki-laki
Peran : Klien merasa tidak mampu berperan sebagai anak dalam lingkungan
keluarganya, karena dirinya merasa membebani kedua orangtuanya
Ideal diri : Klien ingin diterima di sekolah yang diharapkannya
Harga diri : Klien mengatakan malu dengan keadaannya yang tidak diterima
disekolah-sekolah yang diharapkannya
c. Hubungan Sosial
Sebelum masuk rumah sakit, klien mengatakan dekat dengan ayahnya, klien
jarang bergaul dengan teman sekolahnya. Hambatan dalam bernhubungan dengan
orang lain, klien tampak seorang yang pendiam dan suka menyendiri.
Saat di rumah sakit, klien tidak memiliki teman dekat, lebih sering tiduran
ditempat tidur dan jarang mengobrol dengan orang lain karena malas. Hambatan
selama di Rumah Sakit klien sering diejek “patung” oleh pasien lain karena klien
sering menyendiri dan tidak mau berbicara.
d. Nilai, keyakinan dan spiritual
Klien beragam a Islam, meskipun Islam klien jarang menjalankan ibadah shalat
dan berdoa tetapi klien mengatakan akan berusaha beribadah dengan teratur.
7. Status Mental
a. Penampilan
Dilihat dari cara berpakaian dan penampilan klien cukup rapi
b. Pembicaraan
Klien sering meghindar ketika diajak ngobrol oleh perawat, menjawab singkat,
tidak mau memulai pembicaraan, klien bicara pelan dan lambat, intonasi cukup
jelas, klien menjawab pertanyaan secara rasional.
c. Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, sering berdiam diri dan klien tampak sering tidur dengan
posisi seperti janin.
25
d. Alam perasaan
Klien mengatakan sangat sedih karena selama dirawat dirumah sakit, klien
berpisah dari keluarganya.
e. Afek dan emosi
Afek datar pada klien yakni tidak ada perubahan roman muka saat diberi
stimulus menyenangkan maupun menyedihkan.
f. Interaksi dalam wawancara
Klien tampak kooperatif, namun klien selalu menunduk ketika diajak berbicara,
jarang sekali menatap mata perawat yang sedang mengajaknya berbicara.
g. Persepsi sensori
Sebelum masuk ke rumah sakit,pada bulan Mei klien mengatakan mendengar
suara-suara tanpa adanya wujud yang mengatakan dirinya bodoh, saat ia sendiri.
Namun setelah itu klien tidak lagi mendengar suara-suara tersebut.
h. Proses pikir
Pembicaraan sampai pada tujuan dan tidak terbelit-belit
i. Isi pikir
Klien tidak memiliki waham agama, somatik, kebesaran, curiga, nihilistik dan
obsesi
j. Tingkat kesadaran dan orientasi
Klien tampak bingung dan tidak mengalami disorientasi orang, waktu dan tempat
k. Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka pendek, panjang dan
sekarang. Klien masih mampu mengingat kejadian terakhir dan lebih dari satu
bulan hal ini dibuktikan dengan klien mengatakan mampu mengingat kejadian
bahwa klien tidak diterima disekolah-sekolah yang diinginkannya pada bulan
Juli 2014, memori jangka pendeknya klien mampu menyebutkan kegiatan yang
dilakukan dari bangun tidur dipagi hari.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berhitung sederhana, tingkat konsentrasi klien kurang, klien
mudah teralihkan
m. Kemampuan penilaian
Klien dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain,
misalnya pasien diberi pilihan untuk mendahulukan makan atau mandi.
26
n. Daya tilik diri
Klien menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa
8. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Pasien mampu makan sendiri 3 kali sehari. Pasien juga mampu membersihkan
alat – alat makannya dan menempatkan kembali secara mandiri.
b. BAB/ BAK
Pasien mampu BAB dan BAK di toilet dengan frekuensi BAB 1 kali sehari dan
BAK 4 kali sehari.
c. Mandi
Pasien mampu mandi 2 kali sehari dan menggosok diri setelah makan.
d. Berpakaian
Pasien mampu memakai pakaian dengan rapi dan sesuai.
e. Istirahat dan tidur
Pasien mampu tidur selama 2 jam pada siang hari pukul 13.00 sampai 15.00,
dan tidur selama 8 jam pada malam hari pukul 22.00 sampai 05.00
f. Penggunaan obat
Pasien mau minum obat yang diberikan perawat selama di rumah sakit
g. Pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kurang mengerti tentang penyakit jiwa dan kurang bisa
menggunakan kopingnya.
h. Aktivitas didalam dan diluar rumah
Pasien jarang melakukan aktivitas didalam rumah dan juga tidak pernah
mengikuti kegiatan diluar rumah.
9. Mekanisme Koping
Bila ada masalah, klien suka untuk menyendiri dan tidak mau berkumpul dengan
orang lain, klien jarang bergaul dengan temannya, klien merasa tidak ada keuntungan
berhubungan dengan oranglain. Apabla ada masalah, klien jarang menceritakan
kepada orang lain termasuk pada kedua orangtuanya dan lebih menyukai untuk main
game dikamar dan tidak keluar rumah.
10. Aspek Medis
27
a. Diagnosa medis
Skizofrenia katatonik
b. Terapi yang diberikan
Seroquel 2x100mg
Kalxetin 1x20mg
Merlopam 1x2mg (malam)
B. Analisa Data
Tanggal/
jam
Data Fokus Diagnosis Paraf
Selasa,
07 Juli
2014
09:00
DS :
Klien mengatakan malu dengan keadaannya
yang tidak diterima disekolah-sekolah yang
diharapkan dan dulunya klien sering diejek
bodoh dan culun oleh teman-temannya, serta
klien merasa dirinya membebani kedua
orangtuanya
DO :
Klien selalu menunduk ketika diajak
berbicara, jarang sekali menatap mata
perawat yang sedang mengajaknya
berbicara.
Gangguan konsep
diri : Harga diri
rendah
Selasa,
07 Juli
2014
09:00
DS :
Klien mengatakan tidak memiliki teman
dekat dan jarang mengobrol dengan orang
lain karena malas.
DO :
klien sering menyendiri dan tidak mau
berbicara. Klien menghindar ketika diajak
bicara ngobrol perawat, menjawab singkat,
afek datar, tidak mau memulai pembicaraan,
klien bicara pelan dan lambat, intonasi
Isolasi sosial:
menarik diri
28
cukup jelas, klien menjawab secara rasional.
Klien tampak lesu dan klien lebih sering
tiduran ditempat tidur dan tidur seperti janin.
Selasa,
07 Juli
2014
09:00
DS : Klien mengatakan mendengar suara-
suara tanpa adanya wujud yang mengatakan
dirinya bodoh, saat ia sendiri, pada bulan
Mei sebelum ia masuk rumah sakit.
Resiko tinggi
perubahan persepsi
sensori : halusinasi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tanggal/
jam
Diagnosa Tujuan Intervensi
Selasa
07/07/15
09.00
wib
Isolasi
sosial:
menarik
diri
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 kali tatap
muka dapat
berinteraksi dengan
orang lain baik secara
individu maupun
secara berkelompok
dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya
SP 1 Pasien : Membina hubungan
saling percaya, membantu pasien
mengenal penyebab isolasi sosial,
membantu pasien mengenal manfaat
berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
1.2 Bina hubungan saling percaya
dengan:
Beri salam setiap berinteraksi
Perkenalkan nama, nama
panggilan perawat, dan
tujuan perawat berkenalan
Tanyakan dan panggil nama
kesukaan klien
Tunjukan sikap jujur dan
menepati jani setiap
berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
29
2. Dapat
menyebutkan
penyebab isolasi
sosial.
3. Dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan
dengan orang lain
Buat kontak interaksi yang
jelas
Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasan
klien
2.1 Tanyakan pada klien tentang :
Orang yang tinggal serumah
atau sekamar dengan klien
Orang yang paling dekat
dengan klien di ruang
perawatan
Apa yang membuat klien
dekat dengan orang itu
Orang yang tidak dekat
dengan klien dirumah
Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri atau tidak
mau bergaul dengan orang lain
2.3 Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkakpkan perasaan
3.1 Tanyakan pada pasien tentang :
Manfaat berhubungan sosial.
Kerugian menarik diri
3.2 Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
30
dan kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain.
4. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan berkenalan
perawat
5. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan berkenalan
perawat lain
3.3 Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan
perasaannya
4.1 Observasi perilaku klien saat
berhubungan sosial
4.2 Beri motivasi dan bantu klien
untuk berkenalan atau
berkomunikasi dengan perawat
SP 2 Pasien : mengajarkan klien
berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama)
5.1 Observasi perilaku klien saat
berhubungan sosial
5.2 Beri motivasi dan bantu klien
untuk berkenalan atau
berkomunikasi dengan perawat
lain
5.3 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi
5.4 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan yang telah
dibuat
5.5 Beri pujian tentang kemampuan
klien memperluaspergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan
SP 3 Pasien : mengajarkan interaksi
secara bertahap (berkenalan dengan
31
6. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
dengan klien lain
1. Keluarga dapat
mengetahui
tentang masalah
isolasi sosial,
penyebab, dan
cara merawat klien
dengan isolasi
sosial
orang kedua, dan seterusnya)
6.1 Observasi perilaku klien saat
berhubungan sosial
6.2 Beri motivasi dan bantu klien
untuk berkenalan atau
berkomunikasi dengan klien lain
6.3 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien
bersosialisasi
6.4 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan yang telah
dibuat
6.5 Beri pujian tentang kemampuan
klien memperluaspergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan
6.6 Libatkan klien dalam terapi
aktivitas kelompok
SP 1 Keluarga : memberikan
pendidikan keluarga mengenai masalah
isos, penyebab isos, dan cara merawat
klien isos
1.1 Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
1.2 Jelaskan pengertian , tanda, dan
gejala isolasi sosial yang dialami
klien beserta proses terjadinya
1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien
isolasi sosial
32
2. Keluarga dapat
mempratikkan
cara merawat
klien isolasi
sosial langsung
dihadapan klien
3. Keluarga dapat
membuat jadwal
perencanaan
pulang
SP 2 Keluarga : melatih keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien
isos langsung dihadapan klien
2.1 Latih keluarga mempratikkan
cara merawat klien dengan isolasi
sosial
2.2 Latih keluarga melakukan cara
merawat langsung pada klien isos
SP 3 Keluarga : membuat
perencanaan pulang bersama keuarga
3.4 Bantu keluarga membuat jadwal
aktivitas dirumah termasuk
minum obat
3.5 Jelaskan tindak lanjut klien
setelah pulang
E. Catatan Keperawatan
Tanggal/
jam
Diagnosis Implementasi Evaluasi
Selasa
07/07/15
09.30
Isolasi
sosial:
menarik
SP 1 Pasien:
1. Membina hubungan
saling percaya
S :
“ Nama saya S A, dari Demak”
“ Saya sudah latihan
33
diri 2. Mendiskusikan
dengan klien
penyebab menarik diri
3. Mendiskusikan
dengan klien tentang
manfaat hubungan
sosial dan kerugian
menarik diri
4. Memberi pujian
terhadap kemampuan
klien mengungkapkan
perasaanya
5. Mengajarkan klien
tentang cara
berkenalan
berkenalan dengan mbaknya ”
O :
- Kontak mata kurang
- Kepala menunduk
- Klien mau latihan
berkenalan dan
mempratikkan
A :
klien mampu berlatih
berkenalan dengan baik
Pp :
- Pantau latihan klien,
berkenalan 1x sehari
- Lanjutkan SP 2, berkenalan
dengan 1 orang.
Pk :
- Anjurkan klien melakukan
latihan berkenalan 1x
sehari.
Rabu
08/07/15
10.00
SP 2 Pasien:
1. Mengvalidasi latihan
cara berkenalan,
dilakukan atau tidak
2. Mengajarkan pasien
berinteraksi/berkenala
n dengan orang
pertama (perawat lain)
S :
“ Saya mau berkenalan dengan
M”
O:
- Kontak mata kurang
- Kepala menunduk
- Berbicara pelan
- Klien berkenalan dengan
klien yang M
34
A :
klien mampu berlatih
berkenalan dengan orang
pertama (perawat lain) dengan
baik
Pp :
- Pantau latihan berkenalan
klien dengan klien yang lain
1x sehari
- Lanjutkan sp 3, berkenalan
dengan dua orang
Pk :
- Anjurkan klien melakukan
berkenalan dengan klien
yang lain 1x sehari atau
lebih
Kamis
09/07/20
15
10.00
SP 3 Pasien:
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien
2. Mengobservasi
perilaku klien
tentantang hubungan
sosial
3. Melatih klien untuk
berinteraksi dengan
orang kedua
4. Mendiskusikan jadwal
harian yang
dilakkuakan untuk
S :
“ Saya sudah berkenalan
dengan perawat D, dan S “
O :
- Kontak mata kurang
- Kepala menunduk
- Bicara pelan
- Klien mampu berkenalan
dengan perawat D dan klien
S
A :
35
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi
5. Mendiskusikan
tentang perasaanya
setelah berhubungan
dengan orang lain
Klien mampu berkenalan
dengan perawat D dan klien S
dengan baik
Pp:
- Pantau latihan klien
berkenalan 2x atau lebih
sehari.
- Pertahankan status
kesehatan klien
Pk :
- Anjurkan klien berkenalan
dengan klien yang lain
sesuai cara yang telah
diajarkan, minimal 1x
sehari
.
F. Catatan perkembangan
Tanggal / jam Diagnosa Catatan Perkembangan
10 Juli 2015
10.00 WIB
Isolasi sosial : menarik diri S :
“ saya sudah berkenalan dengan
perawat A, dan M”.
36
“ saya kadang bicara sama M”
O :
- Klien sering mneyendiri di
kamar
- Menghindar jika didekati
- Sudah mau berkenalan dengan
perawat A, dan klien M
- Klien mau berbicara dengan
klien M sedikit
- Pandangan mata menunduk
A :
Klien mampu berkenalan dengan
perawat A dan klien M dengan baik,
dan mampu bercakap- cakap sedikit
Pp:
- Pantau latihan klien berkenalan 2x
atau lebih sehari.
- Pertahankan status kesehatan klien
Pk :
- Anjurkan klien berkenalan dengan
klien yang lain sesuai cara yang telah
diajarkan, minimal 1x sehari
BAB IV
PEMBAHASAN
Terjadi kesesuaian antara kasus dengan teori baik data fokus, masalah keperawatan
yang muncul maupun implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan.
Menurut teori, pengertian isolasi sosial adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari
37
interaksi dengan lingkungan sosial atau orang lain, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Sedangkan pada kasus nyata yang kami temui dirumahsakit, bahwa Sdr A yang merupakan
salah satu pasien dengan isolasi sosial sering menghindar ketika hendak diajak berbicara oleh
perawat, klien sering menjawab singkat pertanyaan yang dilontarkan oleh perawat dan tidak
mau memulai pembicaraan. Dari hasil pengamatan tersebut tampak sekali apabila Sdr A
menghindari interaksi dengan lingkungan sosial atau orang lain.
Menurut teori, salah satu penyebab seseorang menarik diri adalah harga diri yang
rendah yakni perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri dan
orang lain, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri yang kurang. Teori ini sangat sesuai dengan kasus nyata yang kami
alami, sejak di Sekolah Dasar, Sdr A sering di ejek bodoh dan culun oleh teman-temannya
karena dirinya tidak naik kelas selama 2 tahun. Setelah lulus SD, klien mendaftarkan diri ke
sekolah-sekolah yang diminatinya, namun klien tidak diterima disekolah satupun yang
diharapkannya karena nilai yang tidak menucukupi. Klien mengatakan malu dengan
keadaannya yang tidak diterima disekolah-sekolah yang diharapkan. Sejak saat itu, klien
mulai suka berdiam diri dikamar dan hanya bermain game, tidak mau bicara, tidak mau
sekolah, tidak mau bekerja, tidak mau beraktivitas dan bersosialisasi.
Dari pengalaman Sdr A, tampak koping klien tidak efektif, hal inilah yang
menyebabkan klien mengalami masalah di konsep diri (harga dirinya). Apabila seseorang
yang merasa harga dirinya rendah dan orang tersebut masih belum bisa menyesuaikan diri
serta tidak dapat membina hubungan interpersonal yang memuaskan mengakibatkan orang
tersebut akan mengalami gangguan isolasi sosial yakni menarik diri dari lingkungan, sama
halnya dengan Sdr A, karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, klien
memilih suka berdiam diri dikamar.
Menurut Budi Anna Keliat, tanda dan gejala yang sering ditemui seseorang yang
mengalami isolasi sosial antara lain apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menghindar dari
orang lain (menyendiri), komunikasi kurang/tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat, tidak ada kontak mata, klien sering menunduk, berdiam diri di
kamar/klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dan
posisi janin saat tidur. Sedangkan perbedaan tanda gejala Sdr A yang kami temui dengan
teori yang ada yakni klien masih mau bercakap-cakap dengan perawat meskipun sebelumnya
38
klien menghindar ketika hendak diajak berbicara, klien berbicara pelan dan lambat,
intonasinya jelas dan singkat.
Pohon masalah yang terdapat diteori tidak berbeda jauh dengan yang terjadi
dirumahsakit, awalnya Sdr A mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah, karena
koping Sdr A yang kurang efektif menjadikan klien menarik diri dari lingkungan atau isolasi
sosial. Pada bulan Mei, sebelum klien dirawat dirumahsakit klien mengatakan mendengar
suara-suara tanpa adanya wujud yang mengatakan dirinya bodoh. Namun saat dikaji pada
bulan Juli, klien sudah tidak mendengar suara-suara tersebut. Dari pengalaman yang terjadi
oleh Sdr A, klien berpotensi resiko tinggi perubahan persepsi sensori: halusinasi.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan kasus di atas, maka kami dapat mengambil
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
39
Isolasi sosial merupakan masalah utama yang menimbulkan masalah-masalah
keperawatan jiwa lainnya misalnya halusinasi atau defisit perawatan diri. Selain
kliendengan isolasi sosial umumnya membutuhkan waktu yang cukup panjang dan
kesabaran perawat untuk menumbuhkan kepercayaan diri klien.
Berdasarkan hasil kasus kelolaan kami, perkembangan klien saat ini adalah
klien sudah mampu berinteraksi dengan orang lain.
B. Saran
a. Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan isolasi sosial di harapkan
mahasiswa melakukan kontak singkat tapi sering dan harus meningkatkan sikap
sabar kepada klien
b. Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri terlebih dahulu sebelum berinteraksi
dengan klien
c. Dalam membuat perencanaan pertimbangkan kemampuan klien dalam mencapai
pembahasan yang diharapkan
d. Lebih ditingkatkan komunikasi terapeutik.
40