89519449-referar-ileus
DESCRIPTION
not mineTRANSCRIPT
-
Bab I
Pendahuluan
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat
kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya
pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi,
obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering
disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis.
Keduanya membutuhkan tindakan operatif.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya
memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus
halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada
dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti
volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks
karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk
menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan
letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah
operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus
halus.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini
sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan
sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat
berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus
yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh
-
dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti
mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang ditangani secara
konservatif
-
Bab II
Pembahasan
II. 1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Bagian Bawah
Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3
bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.
Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian
proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus. Sistem pencernaan bagian bawah terdiri
dari :
1. Intestinum minor (Usus halus)
- Duodenum (usus 12 jari)
- Jejunum
- Ileum (usus penyerapan)
2.Intestinum mayor (Usus besar)
Sekum (usus buntu)
- Appendix (umbai cacing)
Kolon
- Kolon asendens (kanan)
- Kolon transversum
- Kolon desendens (kiri)
- Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Rektum
-
Anus
Lapisan usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat
lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis
usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan
saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.
Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun
dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10
mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm
(dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai
beludru.
-
Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.00 cm. Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan
absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu menigkat seribu kali lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan
tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus
besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia
bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal
yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus
dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn (kelenjar intestinal) terletak lebih
dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
Vaskularisasi
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri
seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum
adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan
separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum
ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang
terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentericus
superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)
kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.
-
Persarafan
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal
dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior.
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan
nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter
eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens
dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf
mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior
dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon
transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan
pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus
inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan
perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.
II.1.1 Intestinum minor (Usus Halus)
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileo-kolika,tempat
bersambung dengan usus besar terletak diantara daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar.
Fungsi utama intestinum minor adalah sebagai tempat utama digesti dan absorpsi yang
dimulai dari spincter pilory sampai katup ileocecal dengan pembagian sebagai berikut :
Duodenum
-
Jejunum
Ileum: Plaques Peyer/ limponodi di lapisan mukosa dan submukosa dimana terjadi
absorpsi sari-sari makanan
Spincter Illeocecal sambungan antara ileum dan usus besar/ intestinum crassum
Dinding usus halus menghasilkan getah usus halus (enzim) yang bersifat basa, yaitu :
- Enterokinase yaitu berfungsi untuk mengubah enzim tripsonogen menjadi tripsin dan
erepsinogen menjadi erepsin.
- Erepsin yaitu berfungsi untuk mengubah pepton menjadi asam amino.
- Disakarase yaitu berfungsi untuk mengubah disakarida menjadi monosakarida.
Macamnya sukrase berfungsi untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Maltase berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa dan glukosa. Lactase berfungsi
untuk mengubah laktosa menjadi galaktosa dan glukosa.
- Lipase usus berfungsi untuk memecahkan lemak menjadi asam lemak dan
gliserin/gliserol.
Adapun fungsi usus halus yang lain adalah mencerna dan mengabsorpsi chyime dari
lambung.isinya yang cair dijalankan oleh serangkaian peristaltik yang cepat,setiap gerakan
lamanya satu second dan antara dua gerakan ada istirahat beberapa detik. Terdapat juga jenis
gerakan lain seperti berikut:
- Gerakan segmental adalah gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus satu dari
yang lain karena diikat oleh gerakan konstriksi serabut sirkuler
- Gerakan pendulum atau ayunan menyebabkan isi usus bercampur.
II.1.1.1 Usus dua belas jari (duodenum)
Secara anatomis letak usus dua belas jari setelah lambung,menghubungkan ke jejunum
dan merupakan tempat bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu. Fungsi dari usus
12 jari adalah menyalurkan makanan ke usus halus. Panjang usus halus kurang lebih 25
-
cm,berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri,pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada
bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir,yang membukit disebut papila vateri. Pada
papila vateri bermuara saluran empedu(duktus koledokus) ,dan saluran pankreas(duktus
pankreatikus).
II.1.1.2 Jejunum
Jejunum terletak diantara usus dua belas jari(duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter dan 1-2 meter adalah bagian jejunum.Jejunum
merupakan tempat pencernaan terakhir Hasil pencernaan berupa pemecahan karbohidrat menjadi
monosakarida & disakarida, protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak & gliserol,
sedangkan vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan melainkan langsung diserap.
II.1.1.3 Usus Penyerapan (Ileum)
Merupakan bagian terakhir dari usus halus dengan panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Fungsi utamanya adalalah
sebgai tempat penyerapanzat-zat makanan yang sudah dipecah. Usus penyerapan emiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.
II.1.2 Intestimum Mayor (Usus besar)
Secara anatomi usus besar atau kolon terletak antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :
- Kolon asendens (kanan)
- Kolon transversum
- Kolon desendens (kiri)
- Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
-
Fungsi utama usus besar adalah tempat air diserap kembali, tempat mengubah sisa hasil
pencernaan makanan dari usus halus menjadi kotoran padat dengan peran sellulosa, serta
terdapat bakteri yang bekerja pada sisa makanan yang tidak diserap.
Dinding usus besar terdiri dari beberapa lapisan, yaitu :
Tunica mucosa, tidak memiliki vili intestinalis dan terdiri dari:
Epitel ,berbentuk silindris selapis dengan sel piala.
Lamina propria, hampir seluruhnya berisi dangan limphaticus yang tersusun berderet-
deret sekeliling lumen.
Lamina muskularis mucosa,sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid dan kadang-
kadang terputus-putus.
Tunica sub mucosa
Tunica muscularis
Tunica serosa
II.1.2.1 Sekum (usus buntu)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai.
II.1.2.2 Apendix (ubai cacing)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu yang terbentuk dari
caecum pada tahap embrio. Pada orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi
-
bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Fungsi appendiks berkaitan dengan sisitem kekebalan tubuh,
yaitu menghasilkan Immunoglobulin A (IgA). IgA merupakan salah satu immunoglobulin
(antibodi) yang sangat efektif melindungi tubuh dari infeksi kuman penyakit.Fungsi lain juga
menghasilkan vitamin K.
II.1.2.3 Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Otot sphincter terdiri dari :
Sphincter ani interus
Sphincter levator ani
Sphincter ani eksternus
II.2 Ileus Paralitik
Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,
perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi,
sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus
-
halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam)
dan kolon (48-72 jam).(2)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya
tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling
umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari
pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas
sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat
disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-
abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi
reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus
terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa
tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan
katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan medis
karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
Pembedahan perut (laparatomy)
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
si, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
-
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic
Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem
simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui
-
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin
pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur
refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks
terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks
panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga
mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini:
Kausa Ileus Paralitik
Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi
persarafan splanknikus, pankreatitis.
Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi DM,
penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.
Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.
Iskemia Usus.
-
Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama
sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan
substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki
fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari
getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap
asam lemak dan asam amino.
Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos
usus.
-
Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan.
Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali
normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal distention),
anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan
perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung
pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak
disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.
Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.
Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan
dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa
tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
-
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak
terlihat gerakan peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.
Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level
ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada
ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan
pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.
Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer
dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1)
Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon
dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.(3)
Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak
konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa
obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat
-
untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan.(1)
Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak
berespon setelah pengobatan konservatif.(3)
1. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder
atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
o Reseksi usus dengan anastomosis
o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
-
Diagnosis banding
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom
Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari usus
besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik. Beberapa
teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua
kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja,
sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam
klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat tidur
dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma. Agen farmakologis,
aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi
kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular,
miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik
dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang
berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit, namun
pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos abdomen
mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar, seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi
mekanik.
-
Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan besar dilatasi kolon,
terutama kolon kanan dan sekum.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum
melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien berkembang
menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.
Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.
Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi dalam
waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit
dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin
harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan
terakhir.
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,
benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.
Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang kurus,
gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada
tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal
-
kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami
strangulasi dan perforasi.
Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan endoskopi
menggunakan kontras.
Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Perhatikan tidak adanya
gas usus sepanjang usus besar.
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi mekanis.
Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.
Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi
Gejala sakit perut,
kembung, mual,
muntah, konstipasi
nyeri kram perut,
konstipasi, obstipasi, mual,
muntah, anoreksia
nyeri kram perut,
konstipasi, obstipasi, mual,
muntah, anoreksia
-
Temuan
Pemeriksaan
Fisik
Silent abdomen,
kembung, timpani
Borborygmi, timpani,
gelombang peristaltik,
bising usus hiperaktif atau
hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi
Borborygmi, timpani,
gelombang peristaltik,
bising usus hiperaktif ayau
hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi
Gambaran
Radiografi
dilatasi usus kecil
dan besar,
diafragma
meninggi
dilatasi usus besar yang
terlokalisir, diafragma
meninggi
Bow-shaped loops in ladder
pattern, berkurangnya gas
kolon di distal, diafragma
agak tinggi, air fluid level.
Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.
Macam
ileus
Nyeri Usus Distensi Muntah
borborigmi
Bising usus Ketegangan
abdomen
Obstruksi
simple
tinggi
++
(kolik)
+ +++ Meningkat -
Obstruksi
simple
rendah
+++
(Kolik)
+++ +
Lambat,
fekal
Meningkat -
Obstruksi
strangulasi
++++
(terus-
menerus,
terlokalisir)
++ +++ Tak tentu
biasanya
meningkat
+
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi
vaskuler
+++++ +++ +++ Menurun +
-
Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil
dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.
Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi
menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat
tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
II.3 Ileus Mekanik
Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)
Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau
gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus
Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka
kejadian tersering.
Klasifikasi
Lokasi Obstruksi
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
Letak Tengah : Ileum Terminal
Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
Stadium
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
-
Etiologi
i. Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v. Malformasi Usus
Gambar 1. Bermacam penyebab ileus obstruktif.
-
Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah
yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps.
Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema
dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia
inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari
obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
Diagnosis
Pada anamnesis dapat ditemukan pada pasien :
Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan
adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar
berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus
-
serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset
yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :
Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya suara usus
local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.
Adanya obstruksi ditandai dengan :
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Pemeriksaan penunjang
Foto Polos Abdomen:
-
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera setelah
keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi
tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi pipa lambung. Tindak
bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada
perbaikan pada pengobatan konservatif.
Komplikasi
Nekrosis usus
Perforasi usus
Sepsis
Syok-dehidrasi
Abses
Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
Pneumonia aspirasi dari proses muntah
Gangguan elektrolit
II.4 Ileus Vaskuler
Etiologi
Terjadi akibat adanya sumbatan pada cabang-cabang arteri vena mesentrika superior, arteri vena
mesentrika inferior oleh thrombus dan embolus sehingga terjadi : gangren hekrose
nekroseis perforasi cepat terjadi toksemia. Terjadinya ileus vaskuler juga dihubungkan
dengan penderita infark miokard dan atrium fibrilasi.
-
Komplikasi
1. Trombus yang hebat vasa yang tersumbat pecah perdarahan
2. Keluarnya lendir, darah per anus
Penanganan
1. Tidak ada tindakan konservatif (karena terjadinya lambat maka diagnose ditegakkan
setelah muncul gejala hebat)
2. Tindakan operatif : Dilakukan laparotomi, bila ada perdarahan diatasi dengan reseksi
segmen usus dengan mesentriumnya lalu dilakukan end to end anastomose.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192.
2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,
W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last
Updated, June 29, 2004.
3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,
and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
4. Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah
Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S.,
Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
5. Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction).
EBSCO Publishing, 2005.
6. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
7. Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus,
apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.