89519449-referar-ileus

28
Bab I Pendahuluan Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus halus. Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh

Upload: erwin-charisma-pasang

Post on 17-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

not mine

TRANSCRIPT

  • Bab I

    Pendahuluan

    Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat

    kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.

    Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya

    pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi,

    obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan

    kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.

    Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut

    yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering

    disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis.

    Keduanya membutuhkan tindakan operatif.

    Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya

    memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus

    halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,

    nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada

    dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.

    Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti

    volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks

    karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk

    menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan

    letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah

    operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang

    menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus

    halus.

    Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini

    sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan

    sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat

    berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus

    yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh

  • dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti

    mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang ditangani secara

    konservatif

  • Bab II

    Pembahasan

    II. 1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan Bagian Bawah

    Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3

    bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.

    Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian

    proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus. Sistem pencernaan bagian bawah terdiri

    dari :

    1. Intestinum minor (Usus halus)

    - Duodenum (usus 12 jari)

    - Jejunum

    - Ileum (usus penyerapan)

    2.Intestinum mayor (Usus besar)

    Sekum (usus buntu)

    - Appendix (umbai cacing)

    Kolon

    - Kolon asendens (kanan)

    - Kolon transversum

    - Kolon desendens (kiri)

    - Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

    Rektum

  • Anus

    Lapisan usus halus dibagi kedalam empat lapisan:

    Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,

    hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat

    lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.

    Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis

    usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.

    Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang

    terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan

    saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.

    Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara

    tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah

    mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.

    Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.

    Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun

    dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-

    masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..

    Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan

    membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:

    Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan

    valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10

    mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat

    pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.

    Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4

    atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm

    (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai

    beludru.

  • Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada

    permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak

    sebagai brush border pada mikroskop cahaya.

    Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar

    2.00 cm. Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan

    absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu menigkat seribu kali lipat.

    Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan

    tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus

    besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia

    bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal

    yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan

    berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di

    sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus

    dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn (kelenjar intestinal) terletak lebih

    dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.

    Vaskularisasi

    Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri

    seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum

    adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan

    separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang

    arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum

    ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang

    terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentericus

    superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

    Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan

    (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)

    kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri

    (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal

    rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.

  • Persarafan

    Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus

    mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal

    dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior.

    Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan

    simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan

    nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang

    menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan

    muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.

    Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter

    eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens

    dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf

    mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan

    saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior

    dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon

    transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan

    pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus

    inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan

    penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan

    perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

    II.1.1 Intestinum minor (Usus Halus)

    Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam

    keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileo-kolika,tempat

    bersambung dengan usus besar terletak diantara daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar.

    Fungsi utama intestinum minor adalah sebagai tempat utama digesti dan absorpsi yang

    dimulai dari spincter pilory sampai katup ileocecal dengan pembagian sebagai berikut :

    Duodenum

  • Jejunum

    Ileum: Plaques Peyer/ limponodi di lapisan mukosa dan submukosa dimana terjadi

    absorpsi sari-sari makanan

    Spincter Illeocecal sambungan antara ileum dan usus besar/ intestinum crassum

    Dinding usus halus menghasilkan getah usus halus (enzim) yang bersifat basa, yaitu :

    - Enterokinase yaitu berfungsi untuk mengubah enzim tripsonogen menjadi tripsin dan

    erepsinogen menjadi erepsin.

    - Erepsin yaitu berfungsi untuk mengubah pepton menjadi asam amino.

    - Disakarase yaitu berfungsi untuk mengubah disakarida menjadi monosakarida.

    Macamnya sukrase berfungsi untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

    Maltase berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa dan glukosa. Lactase berfungsi

    untuk mengubah laktosa menjadi galaktosa dan glukosa.

    - Lipase usus berfungsi untuk memecahkan lemak menjadi asam lemak dan

    gliserin/gliserol.

    Adapun fungsi usus halus yang lain adalah mencerna dan mengabsorpsi chyime dari

    lambung.isinya yang cair dijalankan oleh serangkaian peristaltik yang cepat,setiap gerakan

    lamanya satu second dan antara dua gerakan ada istirahat beberapa detik. Terdapat juga jenis

    gerakan lain seperti berikut:

    - Gerakan segmental adalah gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus satu dari

    yang lain karena diikat oleh gerakan konstriksi serabut sirkuler

    - Gerakan pendulum atau ayunan menyebabkan isi usus bercampur.

    II.1.1.1 Usus dua belas jari (duodenum)

    Secara anatomis letak usus dua belas jari setelah lambung,menghubungkan ke jejunum

    dan merupakan tempat bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu. Fungsi dari usus

    12 jari adalah menyalurkan makanan ke usus halus. Panjang usus halus kurang lebih 25

  • cm,berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri,pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada

    bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir,yang membukit disebut papila vateri. Pada

    papila vateri bermuara saluran empedu(duktus koledokus) ,dan saluran pankreas(duktus

    pankreatikus).

    II.1.1.2 Jejunum

    Jejunum terletak diantara usus dua belas jari(duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

    Panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter dan 1-2 meter adalah bagian jejunum.Jejunum

    merupakan tempat pencernaan terakhir Hasil pencernaan berupa pemecahan karbohidrat menjadi

    monosakarida & disakarida, protein menjadi asam amino, lemak menjadi asam lemak & gliserol,

    sedangkan vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan melainkan langsung diserap.

    II.1.1.3 Usus Penyerapan (Ileum)

    Merupakan bagian terakhir dari usus halus dengan panjang sekitar 2-4 m dan terletak

    setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Fungsi utamanya adalalah

    sebgai tempat penyerapanzat-zat makanan yang sudah dipecah. Usus penyerapan emiliki pH

    antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam

    empedu.

    II.1.2 Intestimum Mayor (Usus besar)

    Secara anatomi usus besar atau kolon terletak antara usus buntu dan rektum. Fungsi

    utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :

    - Kolon asendens (kanan)

    - Kolon transversum

    - Kolon desendens (kiri)

    - Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

  • Fungsi utama usus besar adalah tempat air diserap kembali, tempat mengubah sisa hasil

    pencernaan makanan dari usus halus menjadi kotoran padat dengan peran sellulosa, serta

    terdapat bakteri yang bekerja pada sisa makanan yang tidak diserap.

    Dinding usus besar terdiri dari beberapa lapisan, yaitu :

    Tunica mucosa, tidak memiliki vili intestinalis dan terdiri dari:

    Epitel ,berbentuk silindris selapis dengan sel piala.

    Lamina propria, hampir seluruhnya berisi dangan limphaticus yang tersusun berderet-

    deret sekeliling lumen.

    Lamina muskularis mucosa,sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid dan kadang-

    kadang terputus-putus.

    Tunica sub mucosa

    Tunica muscularis

    Tunica serosa

    II.1.2.1 Sekum (usus buntu)

    Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah suatu

    kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.

    Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora

    memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang

    sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai.

    II.1.2.2 Apendix (ubai cacing)

    Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu yang terbentuk dari

    caecum pada tahap embrio. Pada orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi

  • bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Fungsi appendiks berkaitan dengan sisitem kekebalan tubuh,

    yaitu menghasilkan Immunoglobulin A (IgA). IgA merupakan salah satu immunoglobulin

    (antibodi) yang sangat efektif melindungi tubuh dari infeksi kuman penyakit.Fungsi lain juga

    menghasilkan vitamin K.

    II.1.2.3 Rektum dan Anus

    Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang

    berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi

    sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan

    di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.

    Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari

    tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.

    Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Otot sphincter terdiri dari :

    Sphincter ani interus

    Sphincter levator ani

    Sphincter ani eksternus

    II.2 Ileus Paralitik

    Etiologi

    Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti

    pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis,

    perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi,

    sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit

    (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang

    mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus

  • halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam)

    dan kolon (48-72 jam).(2)

    Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus

    mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya

    tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.

    Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling

    umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari

    pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas

    sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat

    disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi

    intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-

    abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi

    reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus

    terbuka.

    Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus merasa

    tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan

    katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan medis

    karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)

    Beberapa penyebab terjadinya ileus:

    Pembedahan perut (laparatomy)

    1. Hipokalemia

    2. Hiponatremia

    3. Hipomagnesemia

    4. Hipermagensemia

    si, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

  • 1. Intrathorak

    1. Pneumonia

    2. Lower lobus tulang rusuk patah

    3. Infark miokard

    2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )

    3. Rongga perut

    1. Radang usus buntu

    2. Divertikulitis

    3. Nefrolisiasis

    4. Kolesistitis

    5. Pankreatitis

    6. Perforasi ulkus duodenum

    Iskemia usus

    1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia

    1. Patah tulang rusuk

    2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

    1. Narkotika

    2. Fenotiazin

    3. Diltiazem atau verapamil

    4. Clozapine

    5. Obat Anticholinergic

    Patofisiologi

    Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf

    simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan

    banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem

    simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui

  • pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia

    merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin

    pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis

    dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.

    Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan

    menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak

    semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa

    neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,

    kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

    Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur

    refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks

    terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks

    panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.

    Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga

    mempromosikan perkembangan ileus.

    Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang

    tercantum dibawah ini:

    Kausa Ileus Paralitik

    Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi

    persarafan splanknikus, pankreatitis.

    Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi DM,

    penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple

    Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.

    Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.

    Iskemia Usus.

  • Neurogenik

    - Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi

    abdominal.

    - Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter

    asetilkolin.

    Hormonal

    Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama

    sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan

    monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam

    meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus

    halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan

    substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga

    menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana

    hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat

    pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi

    pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.

    Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki

    fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari

    getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap

    asam lemak dan asam amino.

    Inflamasi

    - Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).

    - prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.

    Farmakologi

    Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus

    mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat

    gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.

    - Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos

    usus.

  • Manifestasi Klinik

    Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang

    disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan.

    Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali

    normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.

    Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal distention),

    anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan

    perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung

    pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak

    disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani

    dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.

    Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak

    ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila

    penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran

    peritonitis.

    Diagnosa

    Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu

    bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus

    halus atau besar.

    Anamnesa

    Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan

    dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa

    tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

    Pemeriksaan fisik

    - Inspeksi

    Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan

    turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya

  • distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak

    terlihat gerakan peristaltik.

    - Palpasi

    Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri

    tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan

    pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.

    - Perkusi

    Hipertimpani

    - Auskultasi

    Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

    Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.

    Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,

    glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

    Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level

    ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada

    ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan

    pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan

    mempergunakan kontras.

    Penatalaksanaan

    Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa

    dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer

    dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.(1)

    Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon

    dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.(3)

    Beberapa obat-obatan jenis penyekat

    simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak

    konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga

    rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya

    diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa

    obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat

  • untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus

    paralitik karena obat-obatan.(1)

    Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak

    berespon setelah pengobatan konservatif.(3)

    1. Konservatif

    Penderita dirawat di rumah sakit.

    Penderita dipuasakan

    Kontrol status airway, breathing and circulation.

    Dekompresi dengan nasogastric tube.

    Intravenous fluids and electrolyte

    Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

    2. Farmakologis

    Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

    Analgesik apabila nyeri.

    Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

    Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

    Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

    3. Operatif

    Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.

    Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder

    atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah

    yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

    o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

    o Reseksi usus dengan anastomosis

    o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

  • Diagnosis banding

    Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

    Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom

    Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.

    Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi

    Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari usus

    besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik. Beberapa

    teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua

    kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja,

    sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam

    klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat tidur

    dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma. Agen farmakologis,

    aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi

    kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular,

    miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik

    dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang

    berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.

    Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa sakit, namun

    pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari foto polos abdomen

    mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar, seperti

    yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi

    mekanik.

  • Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan besar dilatasi kolon,

    terutama kolon kanan dan sekum.

    Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter caecum

    melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien berkembang

    menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

    Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi

    ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas usus.

    Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi.

    Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi dalam

    waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit

    dengan pengawasan jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin

    harus diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan

    terakhir.

    Obstruksi Mekanik

    Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia, intususepsi ,

    benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal.

    Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang kurus,

    gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada

    tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien

    mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal

  • kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami

    strangulasi dan perforasi.

    Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan endoskopi

    menggunakan kontras.

    Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Perhatikan tidak adanya

    gas usus sepanjang usus besar.

    Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi mekanis.

    Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.

    Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi

    Gejala sakit perut,

    kembung, mual,

    muntah, konstipasi

    nyeri kram perut,

    konstipasi, obstipasi, mual,

    muntah, anoreksia

    nyeri kram perut,

    konstipasi, obstipasi, mual,

    muntah, anoreksia

  • Temuan

    Pemeriksaan

    Fisik

    Silent abdomen,

    kembung, timpani

    Borborygmi, timpani,

    gelombang peristaltik,

    bising usus hiperaktif atau

    hipoaktif, distensi, nyeri

    terlokalisasi

    Borborygmi, timpani,

    gelombang peristaltik,

    bising usus hiperaktif ayau

    hipoaktif, distensi, nyeri

    terlokalisasi

    Gambaran

    Radiografi

    dilatasi usus kecil

    dan besar,

    diafragma

    meninggi

    dilatasi usus besar yang

    terlokalisir, diafragma

    meninggi

    Bow-shaped loops in ladder

    pattern, berkurangnya gas

    kolon di distal, diafragma

    agak tinggi, air fluid level.

    Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

    Macam

    ileus

    Nyeri Usus Distensi Muntah

    borborigmi

    Bising usus Ketegangan

    abdomen

    Obstruksi

    simple

    tinggi

    ++

    (kolik)

    + +++ Meningkat -

    Obstruksi

    simple

    rendah

    +++

    (Kolik)

    +++ +

    Lambat,

    fekal

    Meningkat -

    Obstruksi

    strangulasi

    ++++

    (terus-

    menerus,

    terlokalisir)

    ++ +++ Tak tentu

    biasanya

    meningkat

    +

    Paralitik + ++++ + Menurun -

    Oklusi

    vaskuler

    +++++ +++ +++ Menurun +

  • Prognosis

    Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil

    dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.

    Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi

    menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat

    tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

    II.3 Ileus Mekanik

    Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)

    Definisi

    Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau

    gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus

    Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka

    kejadian tersering.

    Klasifikasi

    Lokasi Obstruksi

    Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

    Letak Tengah : Ileum Terminal

    Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

    Stadium

    Parsial : menyumbat lumen sebagian

    Simple/Komplit: menyumbat lumen total

    Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

  • Etiologi

    i. Penyempitan lumen usus

    Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.

    Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.

    Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.

    ii. Adhesi

    iii. Invaginasi

    iv. Volvulus

    v. Malformasi Usus

    Gambar 1. Bermacam penyebab ileus obstruktif.

  • Patofisiologi

    Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan

    neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah

    yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps.

    Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema

    dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan

    progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko

    dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

    Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia

    inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari

    obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada

    dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.

    Diagnosis

    Pada anamnesis dapat ditemukan pada pasien :

    Nyeri (Kolik)

    Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus

    Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.

    Muntah

    Stenosis Pilorus : Encer dan asam

    Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

    Obstruksi kolon : onset muntah lama.

    Perut Kembung (distensi)

    Konstipasi

    Tidak ada defekasi

    Tidak ada flatus

    Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan

    adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar

    berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus

  • serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset

    yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.

    Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :

    Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :

    Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya suara usus

    local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.

    Adanya obstruksi ditandai dengan :

    Inspeksi

    Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan

    skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen

    berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.

    Auskultasi

    Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan

    peristaltik melemah sampai hilang.

    Perkusi

    Hipertimpani

    Palpasi

    Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

    Rectal Toucher

    - Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

    - Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

    - Feses yang mengeras : skibala

    - Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

    - Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

    - Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

    Pemeriksaan penunjang

    Foto Polos Abdomen:

  • Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level.

    Penggunaan kontras dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema

    diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

    Penatalaksanaan

    Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera setelah

    keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi

    tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi pipa lambung. Tindak

    bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada

    perbaikan pada pengobatan konservatif.

    Komplikasi

    Nekrosis usus

    Perforasi usus

    Sepsis

    Syok-dehidrasi

    Abses

    Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

    Pneumonia aspirasi dari proses muntah

    Gangguan elektrolit

    II.4 Ileus Vaskuler

    Etiologi

    Terjadi akibat adanya sumbatan pada cabang-cabang arteri vena mesentrika superior, arteri vena

    mesentrika inferior oleh thrombus dan embolus sehingga terjadi : gangren hekrose

    nekroseis perforasi cepat terjadi toksemia. Terjadinya ileus vaskuler juga dihubungkan

    dengan penderita infark miokard dan atrium fibrilasi.

  • Komplikasi

    1. Trombus yang hebat vasa yang tersumbat pecah perdarahan

    2. Keluarnya lendir, darah per anus

    Penanganan

    1. Tidak ada tindakan konservatif (karena terjadinya lambat maka diagnose ditegakkan

    setelah muncul gejala hebat)

    2. Tindakan operatif : Dilakukan laparotomi, bila ada perdarahan diatasi dengan reseksi

    segmen usus dengan mesentriumnya lalu dilakukan end to end anastomose.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar

    Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.

    Hal: 181-192.

    2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,

    W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last

    Updated, June 29, 2004.

    3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,

    and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.

    4. Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah

    Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S.,

    Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.

    5. Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction).

    EBSCO Publishing, 2005.

    6. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,

    McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.

    7. Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus,

    apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:

    Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.