75339859-makalah-pernikahan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang paling utama yang diciptakan oleh Allah SWT
di muka bumi ini untuk memakmurkan, memelihara, mengelolah, memanfaatkan dan
menyelenggarakan kehidupan di muka bumi ini dalam rangka pengapdian kepada
Allah SWT itu tidak putus, maka manusia dibekali keinginan terhadap lawan jenis
dan saling membutuhkan untuk menumpahkan rasa kasih sayang sekaligus sebagai
realisasi penyaluran kebutuhan biologisnya.
Perkawinan merupakan jalan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia
dan sejahtera yang diridhoi dan diberkahi oleh Allah SWT. Perkawinan juga
merupakan sunnah Rasulullah SAW, dimana sebagai umatnya kita harus mengikuti.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di ambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian perkawinan menurut islam ?
2. Bagaimana tujuan perkawinan ?
3. Bagaimana hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga ?
I.3. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka penulisan ini mempunyai
tujuan sebagai berikut :
1. untuk mengetahui peranan perkawinan dalam kehidupan
2. untuk mengetahui tujuan dari pernikahan
3. untuk mengetahui hikmah pernikahan
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Nikah Menurut Islam
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar dari pernikahan
adalah nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa
Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syari’at, nikah itu
berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan pergaulan antara keduanya
dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah
tangga) bahagia, sakinah, mawaddah, dan rahmah yang diridhai oleh Allah SWT, dan
dilangsungkan menurut ketentuan syari’at-syari’at Islam.
Nikah termasuk kepada contoh perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW atau sunah rasul. Dalam hal ini, disebutkan dalam hadis Rasulullah
SAW yang atinya, “Dari Anas bin Malik r.a., bahwasanya Nabi SAW memuji Allah
SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, ‘Akan tetapi aku sholat, tidur, berpuasa,
makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka dengan perbuatanku,
maka dia bukanlah dari golonganku.’” (H.R. Bukhari dan Muslim)
II.2. Hukum-Hukum Nikah
1. Jaiz Atau Mubah
Perkawinan hukum asalnya adalah mubah (boleh). Pada prinsipnya, setiap
manusia yang telah memiliki persyaratan untuk menikah, dibolehkan untuk
menikahi seseorang yang menjadi pilihannya. Hal ini didasarkan atas firman
Allah SWT.
�اَع� َب َو�ُر� �َل�َث� َو�ُث �ى َن َم�ْث اِء� �َس� الَن َم�َن� �ْم �ُك ل َط�اَب� َم�ا ُك�ُح�وا َف�اْن �اَم�ى �َت َي ال َف�ي �ْق َس�ُط�وا ُت �ّل� َأ �ْم ِخ�ْف َت �ْن َو�ِإ
�وا �ُع�ول ُت �ّل� َأ �ى �ْد ْن َأ �َك� َذ�ل �ْم �ُك َم�اْن �ْي َأ �ْت �ُك َم�َل َم�ا َو� َأ َف�و�اِح�َد�ًة2 �وا �ُع َد�ل ُت �ّل� َأ �ْم ْف َت ِخ� �ْن َف�ِإ
2
“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak
perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-
wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian
khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau
budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat
untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (Q.S. An-Nisa, 4: 3)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi,
Rasulullah SAW bersabda, “Ada empat hal yang merupakan ajaran para rasul,
yaitu memiliki rasa malu, memakai wangi-wangian, bersiwak, dan menikah.”
2. SUNAH
Perkawinan hukumnya sunah bagi mereka yang telah mampu dan
berkeinginan untuk menikah. Perkawinan yang dilakukannya mendapat pahala
dari Allah SWT. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW. dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh semua ahli hadis, yang artinya:
“Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mampu serta
berkeinginan untuk menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya
perkawinan itu dapat menundukkan pandangan mata terhadap orang yang
tidak halal dilihat dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan
barangsiapa yang tidak mampu menikah, hendaklah dia berpuasa. Karena
dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang”.
3. WAJIB
Perkawinan yang dilakukan seseorang yang sudah memiliki kemampuan,
baik secara materi maupun mental hukumnya wajib. Jika ia menangguhkannya,
justru dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kesesatan.
3
4. MAKRUH
Perkawinan menjadi makruh hukumnya apabila dilakukan oleh orang-
orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu melangsungkan perkawinan
dan belum mampu member nafkah kepada istri dan anak-anaknya kelak.
Kepada mereka dianjurkan untuk berpuasa.
5. HARAM
Perkawinan menjadi haram hukumnya apabila dilakukan oleh seorang yang
bertujuan tidak baik dan bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi
dalam perkawinannya atau bisa juga untuk menyakiti hati seseorang.
Perkawinan dengan motivasi yang demikian dilarang oleh ajaran Islam dan
sangat bertentangan dengan tujuan mulia dari perkawinan itu sendiri.
Tujuan perkawinan adalah sebagai firman Allah SWT dalam Al-Quran
Surat Ar-Rum, 30: 21
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya. Dan dijadikan di antara kamu rasa kasih sayang, sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (QS.
Ar-Rum : 21)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah
terciptanya ketentraman dan munculnya rasa dan kasih sayang di antara suami
dan istri. Termasuk ke dalam perkawinan yang diharamkan ialah perkawinan
yang dilakukan dengan maksud menganiaya dan mengambil harta orang. Hal
ini disebabkan niat perkawinan tersebut bukan karena Allah SWT., tetapi hanya
karena harta atau materi.
4
II.3. Syarat Dan Rukun Nikah
Suatu pernikahan tidak sah apabila tidak memenuhi syarat-syarat dan rukunnya.
Syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum, sementara rukun
merupakan unsur pokok yang mesti dipenuhi.
1. SYARAT NIKAH
Secara rinci, syarat-syarat pernikahan dalam islam adalah sebagai berikut:
Adanya persetujuan antara kedua calon mempelai
Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin dari kedua orang tuanya
Antara kedua calon mempelai tidak ada larangan untuk menikah
Masing-masing tidak terkait tali perkawinan, kecuali bagi calon mempelai
laki-laki bila mendapat izin dari pengadilan (atas persetujuan isterinya)
Kedua calon pengantin tidak pernah terjadi dua kali perceraian
Telah lepas dari masa iddah atau jangka waktu tunggu karena putusnya
perkawinan.
2. RUKUN NIKAH
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus
dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam, yakni
sebagai berikut:
Ada calon suami, dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa (19
tahun), beragama islam, tidak dipaksa/terpaksa, tidak sedang dalam ihram
haji atau umrah, dan bukan mahram calon istrinya.
Ada calon istri, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur (16 tahun),
bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam keadaan haji atau
umrah.
5
Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai wanita dengan
mempelai laki-laki atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah SAW
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam yang empat kecuali An-Nasa’I
dan disahkan oleh Abu ‘Awamah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim yang
arinya:
“Dari Aisyah r.a. ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah bersabda , “Siapa
pun perempuan yang menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah
pernikahannya.’”
Ada dua orang saksi, dengan syarat beragama Islam, laki-laki, balig
(dewasa), dan berakal sehat, dapat melihat, dapat berbicara, adil, dan
tidak sedang ihram haji atau umrah.
Ada akad nikah yakni ucapan ijab kabul. Ijab adalah ucapan wali (dari
pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki.
Sedangkan Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sabagai tanda
penerimaan. Suami wajib memberikan mas kawin (mahar) kepada
istrinya, karena merupakan syarat nikah, tetapi mengucapkannya dalam
akad nikah hukumnya sunah. Suruhan untuk memberikan mas kawin
terdapat dalam Al-Qur’an:
“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan….” (Q.S.An-Nisa, 4: 4)
6
II.4. Orang-Orang Yang Berhak Menikahkan (Wali Nikah)
Dalam pernikahan yang islami adanya wali nikah itu merupakan suatu
kewajiban. Oleh karena itu, sebelum kita mempelajari orang-orang yang menjadi wali
nikah, maka kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
wali nikah. Adapun syarat-syarat untuk menjadi wali nikah adalah sebagai berikut:
a. Beragama Islam, orang yang tidak beragama Islamtidak sah menjadi wali
nikah, seperti dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali ‘Imran ayat
28 yang artinya:
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barangsiapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).”
b. Laki-laki
c. Balig dan berakal
d. Merdeka dan bukan hamba sahaya
e. Bersifat adil
f. Tidak sedang ihram, haji atau umrah
Setelah kita mengetahui syarat-syarat untuk menjadi wali nikah, maka baru kita
mempelajari pembagian atau orang-orang yang berhak menjadi wali, yaitu sebagai
berikut:
1. WALI NASAB
Wali nasab adalah wali yang mempunyai pertalian darah dengan
mempelai wanita yang akan dinikahkan.
Adapun urutan wali nasab adalah sebagai berikut :
Ayah
Kakek ( keatas)
Saudara laki-laki ( kakak / adik ) seayah seibu ( kebawah)
Saudara laki-laki ( kakak / adik ) se ayah ( kebawah)
7
Anak Saudara laki-laki ( kakak / adik ) se ayah se ibu
Anak saudara laki-laki ( kakak / adik ) se ayah
Uwak / paman (saudara laki-laki ayah) se ayah se ibu
Uwak / paman (saudara laki-laki ayah) se ayah
Anaknya uwak paman (saudara laki-laki ayah) se ayah se ibu
Anaknya Uwak / paman (saudara laki-laki ayah) se ayah
dst.
2. WALI HAKIM
Wali hakim yaitu kepala Negara yang beragama Islam. Di Negara
Indonesia wewenang presiden sebagai ahli hakim dilimpahkan kepada
pembantunya, yaitu Menteri Agama. Kemudian Menteri Agama mengangkat
pembantunya unuk bertindak sebagai ahli hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan
Agama Islam yang berada disetiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai
wali nikah, jika wali nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi tugasnya.
8
II.5. Pernikahan Yang Diharamkan
Dalam syari’at Islam pernikahan yang dilarang dapat dikategorikan kepada dua
kelompok:
1. Larangan Untuk Selama-lamanya Bagi Seorang Laki-Laki dengan
Perempuan
a) Hubungan pertalian darah terdekat:
Dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari keturunan ayah
atau ibu tanpa batas
Dalam garis menyamping lurus ke atas dan lurus ke bawah dari
keturuna ayah atau ibu tanpa batas
b) Hubungan persusuan:
Ibu susuan, anak susuan, saudara sesusuan, keponakan sesusuan, bibi
susuannya.
c) Hubungan persemendaan:
Ibu tiri, menantu/ cucu menantu, Ibu mertua/ nenek mertua, anak tiri/
cucu tirinya.
2. Larangan Untuk Sementara Waktu
a) Talak Bain Kubra
Larangan ini tidak berlaku lagi, apabila isteri yang telah ditalak tersebut telah
dinikahi dengan sah oleh laki-laki lain dan telah mengadakan hubungan,
kemudian diceraikan dan telah habis pula masa iddahnya dari laki-laki
tersebut.
b) Permaduan
Seorang laki-laki dilarang memperisterikan dua orang perempuan bersaudara
dalam waktu ysng bersamaan, contohnya dua orang perempuan kakak
beradik, saudara perempuan dari ibu isterinya atau saudara perempuan dari
bapak isterinya.
9
c) Jumlah Poligami
Pernikahan dari seorang laki-laki yang telah memiliki empat orang isteri yang
akan melakukan pernikahan untuk calon isteri ke-lima akan menjadi batal
(karena hokum).
d) Masih Bersuami/ dalam Iddah
Seorang laki-laki dilarang menikahi seorang perempuan yang masih dalam
ikatan pernikahan dan seorang perempuan yang masih dalam masa iddahnya.
e) Perbedaan Agama
Seorang laki-laki muslim dilarang menikahi perempuan non-muslim dan
demikian pula sebaliknya. Namun demikian, seoranglaki-laki muslim
dibolehkan menikah dengan perempuan ahli kitab yang beragama Yahudi atau
Nasrani.
f) Ihram
Laki-laki ataupun perempuan yang sedang melakukan ihram haji atau umrah
dilarang melangsungkan akad nikah, karena tidak sah atau batal menurut
hukum.
10
II.6. Hikmah Pernikahan
Fuqaha (ulama fikih) menjelaskan tentang hikmah-hikmah pernikahan yang
islami, antara lain:
Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang diridhai Allah (cara yang
islami), dan menghindari cara yang dimurkai Allah seperti perzinaan atau
homoseks (gay atau lesbian). Pemenuhan kebutuhan seksual dengan cara
yang diridhai Allah tentu akan mendatangkan banyak manfaat (Q.S. Ar-
Rum, 30: 21). Sedangkan pemenuhan seksual dengan cara yang dimurkai
Allah tentu akan mendatangkan bencana.
Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridhai Allah untuk
memperoleh anak serta mengembangkan keturunan secara sah. Rasulullah
bersabda, “Nikahilah wanita yang bisa memberikan keturunan yang
banyak karena saya akan bangga, sebagai nabi yang memiliki umat yang
banyak dibandingkan nabi-nabi yang lain di akherat kelak.” (H.R.
Ahmad bin Hanbali)
Melalui pernikahan, suami-istri dapat memupuk rasa tanggung jawab
membaginya dalam rangka memelihara, mengasuh dan mendidik anak-
anaknya, sehingga memberikan motivasi yang kuat untuk
membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Bila
dalam suatu rumah tangga, suami dan istri telah melaksanakan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya, tentu rumah tangganya akan
menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (damai
sejahtera, saling mnegasihi, dan menyayangi).
Menjalin hubungan silaturrahmi antara keluarga suami dengan keluarga
istri, sehingga sesame mereka salinh menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan serta tidak tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.
11
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Manusia adalah makhluk yang paling utama yang diciptakan oleh Allah SWT
di muka bumi ini untuk memakmurkan, memelihara, mengelolah, memanfaatkan dan
menyelenggarakan kehidupan di muka bumi ini dalam rangka pengapdian kepada
Allah SWT itu tidak putus, maka manusia dibekali keinginan terhadap lawan jenis
dan saling membutuhkan untuk menumpahkan rasa kasih sayang sekaligus sebagai
realisasi penyaluran kebutuhan biologisnya.
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar dari pernikahan
adalah nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa
Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syari’at, nikah itu
berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan pergaulan antara keduanya
dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah
tangga) bahagia, sakinah, mawaddah, dan rahmah yang diridhai oleh Allah SWT, dan
dilangsungkan menurut ketentuan syari’at-syari’at Islam.
Nikah termasuk kepada contoh perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW atau sunah rasul. Dalam hal ini, disebutkan dalam hadis Rasulullah
SAW yang atinya, “Dari Anas bin Malik r.a., bahwasanya Nabi SAW memuji Allah
SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, ‘Akan tetapi aku sholat, tidur, berpuasa,
makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka dengan perbuatanku,
maka dia bukanlah dari golonganku.’” (H.R. Bukhari dan Muslim)
12
DAFTAR PUSTAKA
Nasrul H.S, dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam Bernuansa Soft Skills Untuk
Perguruan Tinggi. Padang: UNP Press
http://www.google.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan
13
MAKALAH
PERNIKAHAN
Disusun oleh :
Nama : Ana Munawati Dewi
NPM : 0620073212
Kelas : Pagi B
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2012
14
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehinggga dengan limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “
PERNIKAHAN”.
Sholawat dan salam penulis mohonkan kepada ALLAH SWT.semoga tetap di
limpahkan kepada Nabi MUHAMMAD SAW, yang telah membawa umatnya dari
alam kebodohan sampai ke alam serba berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hasan Bisri selaku dosen
pengampu yang telah menuntun penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini, di masa yang akan datang dan bermanfaat bagi kita
semua.
PENULIS
15ii
DAFTAR ISI
Halam Judul........................................................................................ i
Kata Pengantar................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
I.1 Latar Belakang.............................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah......................................................... 2
I.3 Tujuan Penulisan........................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 3
II.1 Pengertian Nikah Menurut Islam.................................. 3
II.2 Hukum-Hukum Nikah................................................... 3
II.3 Syarat Dan Rukun Nikah............................................... 7
II.4 Orang-Orang Yang Berhak Menikahkan (Wali Nikah) 10
II.5 Pernikahan Yang Diharamkan...................................... 12
II.6 Hikmah Pernikahan.......................................................
BAB IIIPENUTUP.............................................................................. 12
III.1 Kesimpulan.................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
16iii