3.1.lumpur pemboran baroe

120
BAB III PERENCANAAN RATE OF PENETRATION Dalam suatu operasi pemboran, cepat lambatnya Rate of Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari pencampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur yang terjadi dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam, yaitu untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang diinginkan. Sifat-sifat lumpur harus disesuaikan dengan kondisi lapisan yang ditembus. Karena sifat lapisa-lapisan atau formasi yang akan ditembus dan dilalui oleh lumpur bervariasi, maka kita selalu mengubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur, baik lumpur yang mau masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang baru keluar dari lubang sumur. 3.1. Komponen Lumpur Pemboran Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Lalu dengan

Upload: victor-pandapotan-nainggolan

Post on 28-Dec-2015

120 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

dsad

TRANSCRIPT

Page 1: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

BAB III

PERENCANAAN RATE OF PENETRATION

Dalam suatu operasi pemboran, cepat lambatnya Rate of

Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari

pencampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar

agar lumpur yang terjadi dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam, yaitu

untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur mempunyai

kekentalan tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair

yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang

diinginkan. Sifat-sifat lumpur harus disesuaikan dengan kondisi lapisan yang

ditembus.

Karena sifat lapisa-lapisan atau formasi yang akan ditembus dan dilalui

oleh lumpur bervariasi, maka kita selalu mengubah sifat lumpur dengan

menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu

diukur, baik lumpur yang mau masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang baru

keluar dari lubang sumur.

3.1. Komponen Lumpur Pemboran

Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat

serpih pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran lumpur mulai

digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia ditambahkan dan

akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap

bertahan.

Lumpur pemboran memiliki beberapa komponen-komponen yang terbagi

menjadi tiga fasa dasar, yaitu : air, padat dan kimia. Proporsi dari masing-masing

fasa tersebut memberikan berbagai variasi sifat-sifat lumpur, sehingga komponen-

komponennya merupakan faktor kunci dalam mengontrol fungsi lumpur

pemboran. Dimana formulasi komponen yang akan digunakan untuk lumpur

tegantung pada daerah operasi dan tipe formasi yang akan ditembus.

Page 2: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.1.1. Fasa Cair

Fasa cair diidentikan dengan air, yang merupakan fasa kontinyu dari fresh

water maupun salt water, tergantung pada tersedianya air yang akan digunakan di

lapangan. Fungsi utama dari fasa kontinyu cair adalah memberikan inisial

viskositas yang selanjutnya dapat dimodifikasi untuk mendapatkan sifat rheologi

lumpur yang diinginkan. Pada kondisi standard, yaitu pada 14.7 psi dan 60 °F,

viskositas air sama dengan 1.1 cp.

Fasa cair dari lumpur pemboran merupakan fase dasar dari lumpur yang

mana dapat berupa air atau minyak atau pun keduanya yang disebut dengan

emulsi. Emulsi ini dapat terdiri dari dua jenis yaitu emulsi minyak didalam air

atau emulsi air didalam minyak. Fasa cair lumpur pemboran meliputi :

1. Air

Lebih dari 75% Lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi

menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin, sedangkan air asin sendiri dapat

dibagi menjadi dua, air asin jenuh dan air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air

hal ini tentu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah

didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

2. Emulsi.

Invert emulsions adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai

komposisi minyak 50-70% (sebagai fasa continyu) dan air 30-50% (sebagai

fasa discontinyu) emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Water in oil Emulsion

dan Oil in water emulsion.

o Oil in Water Emulsion.

Disini air merupakan fasa yang kontinyu dan minyak sebagai fasa yang

terelmusi. Air bisa mencapai 70% volume sedangkan minyak sekitar 30%

volume.

o Water in Oil Emulsion.

Disini yang merupakan fasa kontinyu adalah minyak sedangkan fasa yang

terelmusi air. Minyak bisa mencapai sekitar 50-70% volume sedangkan air

30-50% volume.

Page 3: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3. Minyak.

Kalau fasa cair ini berupa minyak, maka minyak yang digunakan merupakan

minyak yang diolah (refined oil). Minyak disini harus mempunyai sifat:

- Aniline Number yang tinggi.

Aniline number merupakan suatu angka yang menunjukkan kemampuan

untuk melarutkan karet. Makin tinggi aniline number suatu minyak maka

kemampuan melarutkan karet makin kecil. Dalam operasi pemboran

banyak peralatan yang dilewati Lumpur berupa karet, seperti pada pompa

Lumpur, packer, plug untuk penyemenan dan lain-lain.

- Flash Point yang tinggi.

Flash Point adalah suatu angka yang menunjukkan dimana minyak akan

menyala. Makin rendah flash point suatu minyak, maka penyalaan akan

cepat terjadi, atau minyak makin cepat terbakar.

- Pour Point yang rendah

Pour Point adalah suatu angka yang menunjukkan pada temperature

berapa minyak akan membeku. Jadi kita tidak menginginkan Lumpur yang

cepat membeku.

- Molekul minyak yang stabil, dengan kata lain tidak mudah terpecah-pecah.

- Mempunyai bau serta fluorencensi yang berbeda dengan minyak mentah

(crude oil). Kalau tidak demikian maka akan sulit nanti untuk menyelidiki

apakah minyak berasal dari formasi yang dicari atau berasal dari bahan

dasar dari lumpur.

Viskositas air merupakan fungsi dari temperatur, tekanan dan konsentrasi

larutan garam. Dengan meningkatnya temperatur, maka volume akan

mengembang dengan ditandai friksi molekul yang rendah sehingga terjadi resisten

alirannya kecil, viskositas air menurun. Efek temperatur terhadap viskositas air

dapat dilihat pada Gambar 3.1. dibawah ini. Sedangkan air jika mendapatkan

tekanan, maka kenaikan resitansi aliran, akibat berkurangnya volume total, dapat

diabaikan. Secara umum pengaruh temperatur dan tekanan pada fasa kontinyu cair

sangat kecil sehingga normal diabaikan. Sedangkan viskositas air asin naik selain

Page 4: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

dipengaruhi temperatur dan tekanan, juga dipengaruhi oleh kenaikan konsentrasi

garam, dimana biasanya viskositasnya lebih besar 1.7 kali dari fresh water pada

temperatur yang sama.

Gambar 3.1.Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Air4)

Fungsi kedua fasa cair adalah sebagai suspensi reactive colloidal solid,

seperti bentonite, dan inert solid, seperti barite. Air juga bekerja sebagai media

transfer hydraulic horsepower dari permukaan untuk bit yang berada di bawah

lubang sumur, disebut sebagai fungsi ketiga fasa cair yang dikenal dengan istilah

jetting action. Air juga berfungsi sebagai penyerap (absorbing) panas massif yang

terjadi di borehole selama proses pemboran. Selain itu juga sebagai media pelarut

semua kondisi kimiawi yang ditambahkan dalam lumpur pemboran, terutama sifat

pH dan salinitas air sangat berpengaruh terhadap efektifitas kimia yang

ditambahkan.

Page 5: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Beberapa fungsi lumpur pemboran merupakan fungsi dari air sebagai fasa

cair. Seleksi dari tipe fasa cair yang digunakan untuk mengontrol lumpur adalah

sebagai berikut :

1. Ketersediaan air (availability).

Ketersediaan air sangat tergantung pada lokasi, seperti keberadaan fresh water

yang berlimpah pada suatu daerah yang tidak tersedia di daerah yang lainnya.

Misalnya pada pemboran offshore, air asin sangat sering sekali digunakan

untuk menggantikan fresh water, karena memerlukan biaya dan peralatan

yang banyak jika menggunakan fresh water.

2. Tipe formasi geologi.

Karena beberapa tipr formasi yang dibor sangat sensitive terhadap fresh water,

maka jika penggunaan fresh water masih terus digunakan akan menyebabkan

kerusakan formasi dan memperbesar kerusakan lubang sumur. Filtrate fresh

water juga menyebabkan partikel clay mengalami swelling dan bermigrasi

sehingga dapat mengurangi permeabilitas permanent.

3. Tipe kimiawi.

Kelarutan dan efektifitas kimiawi merupakan ukuran uatama untuk

mempetimbangkan efisiensi mud conditioning. Salinitas dan pH dari fasa

kontinyu cair yang berpengaruh besar tehadap kelarutan kimiawi mud

conditioning.

4. Tipe sebagai media data-collecting.

Beberapa peralatan logging umumnya bereferensi pada fasa kontinyu cair

lumpur sebagai media operasi, seperti SP dan elektrik log. Akurasi dari hasil

yang didapatkan adalah fungsi dari salinitas dan temperatur, sehingga kehati-

hatian dalam menyeleksi fasa kontinyu cair sangat penting.

Kriteria seleksi diatas harus berhati-hati dalam mempertimbangkan agar

tidak saling mengganggu. Faktor keekonomian merupakan faktor yang paling

memainkan peranan seleksi air dalam tipe lumpur.

Page 6: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.1.2. Fasa Solid

Fasa solid merupakan fasa padatan yang ditambahkan dalam lumpur yang

berfungsi untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur

mempunyai kekentalan tertentu. Secara garis besar, berdasarkan daya

kerekatifannya terhadap komponen-komponen dalam lumpur dan kondisi

formasinya, fasa solid lumpur pemboran dikelompokkan menjadi dua, yaitu : inert

solid dan reactive solid.

3.1.2.1. Inert Solid

Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi

dengan fasa cair lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran inert solid berguna

untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan

tekanan dari formasi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang di

bor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non-swelling, dan

padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur dan perlu

dibuang secepat mungkin (biasanya menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa

dll).

Dengan alasan bahwa berat clay ditambah air dalam lumpur pemboran

dianggap kurang mampu untuk menahan dan mengontrol tekanan formasi, maka

berat material yang terkandung dalam lumpur harus ditambah untuk memperoleh

berat lumpur yang diinginkan. Material pemberat adalah material yang secara

kimiawi memilki berat jenis atau densitas cukup untuk mengimbangi tekanan

hidrostatik yang berkembang. Beberapa material pemberat inert solid harus

memberikan harga berat jenis yang tinggi dan memiliki watabilitas terhadap air.

Material pemberat yang digunakan dalam lumpur harus water-wet sesuai dengan

suspensi fasa kontinyunya. Lapisan film tebal yang terbentuk pada permukaan

water-wet, seperti barite, akan meningkatkan daya melumasi (lubricant) lumpur.

Penambahan material pemberat juga meningkatkan volume total lumpur

yang merupakan fungsi berat jenis material tertentu. Berkembangnya volume

total, hasil dari penambahan berat jenis lumpur yang besar, akan memerlukan

penanganan lumpur di permukaan sehingga perhitungan dalam penambahan

Page 7: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

material pemberat merupakan prioritas permulaan yang harus diperhatikan. Inert

solid yang memberikan kontribusi terhadap kandungan padatan dalam lumpur

akan sangat berpengaruh terhadap sifatsifat lumpur pemboran.

Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam Lumpur

bor adalah :

- Barite (BaSO4).

Keuntungan menggunakan barite adalah murah harganya, barit jenis 4,2

bersih, tidak reaktif mengadung impurities silica sedikit, berwarna putih

dan mempunyai kekerasan 2,5-3,5 skala mohs.

- Oksida Besi (Fe2O3).

Mempunyai sifat yang kurang sempurna bila dibanding dengan barit,

karena barasif dan berwarna merah, selain itu biaya transportasi dan

pengolahan selama proses pembuatannya mahal.

- Calcium Carbonat (CaCO3).

Digunakan terutama pada oil base mud dan mengakibatkan settling ratenya

rendah, mempunyai berat jenis 2,7 dan dapat diperoleh dari kulit kerang

atau shell yang dihaluskan kemudian dicuci dan dikeringkan.

- Galena (PbS).

Pada formasi yang mempunyai tekanan abnormal umumnya menggunakan

galena, karena mempunyai berat jenis yang lebih besar yaitu 6,8 sehingga

diharapkan dapat untuk mengimbangi tekanan normal formasi.

3.1.2.2. Reactive Solid

Reactive solid atau fasa padatan yang bereaksi dengan sekelilingnya

membentuk koloid yang merupakan suspensi yang reaktif terdispersi dalam fasa

kontinyu (sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran clay yang berukuran 10-

20 Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air). Dalam hal ini clay akan

menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan meningkatkan densitas,

viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss. Mud engineer biasanya

membagi clay yang digunakan ntuk lumpur menjadi tiga, yaitu : montmorillonite,

kaolinite dan illite. Montmorillinite yang paling sering digunakan karena

Page 8: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

kemampuannya yang mudah swelling menghasilkan clay yang homogenous

bercampur dengan fresh water. Dalam literature pemboran manual,

montmorillonite direferensikan dengan bentonite, karena bentonite identik dengan

clay montmorillonite. Montmorillonite merupakan material berbentuk seperti plat

atau lempengan tipis dengan ukuran partikelnya lebih kecil dari 0.1 mikron.

Semakin kecil ukuran partikelnya, maka semakin luas bidang kontak antara

partikel solid dengan media cairannya, sehingga interconnected properties (sifat

saling berhubungan) dengan medianya besar, maka reaktifitasnya menjadi lebih

tinggi terhadap fasa cair lumpur pemboran. Seperti yang dijelaskan oleh Roger,

bentonite merupakan koloid yang sangat reaktif yang mempengaruhi sifat fisik

dan kimiawi lumpur pemboran. Sedangkan clay attapulgite, yang dapat swelling

dalam air asin, biasanya digunakan dalam kondisi lumpur salt water.

Clay yang merupakan reactive solid dapat didefinisikan sebagai padatan

yang diameternya kurang lebih 2 mikron yang mampu menyerap air sehingga

mempunyai kemampuan swelling. Kemampuan swelling ini dipengaruhi oleh

gaya differensial yang bekerja pada partikel clay, yang merupakan hasil dari gaya

tolak-menolak antara ion-ion sejenis dan gaya tarik-menarik antara ion-ion tak

sejenis di permukaan plat clay. Distribusi gaya-gaya tersebut ditentukan oleh sifat

water-base mud yang dikontrol oleh jenis elektrolit yang terlarut dan derjat pH

pada fasa gas, yaitu dengan menambahkan zat-zat additive lumpur pemboran.

Kemampuan bentonite untuk hidrasi kemudian terdispersi akan mengurangi

keberadaan elektrolit dalam air. Seperti yang ditunjukkan oleh Baroid, ketika

bentonite ditambahkan fresh water terjadi empat kondisi kesetimbangan antara

bentonite dengan air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2., yaitu:

aggregation (penggumpalan), flocculation, dispersion (menyebar), dan

deflocculation.

Page 9: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Gambar 3.2.Kondisi Kesetimbangan antara Clay Montmorillonite dengan Partikel Air4)

Lantaran bentonite kurang begitu mampu menghidrasi pada kondisi

dimana air mengandung elektrolit yang tinggi, maka clay jenis lainnya harus

digunakan untuk memberikan sifat rheologi lumpur. Larutan elektrolit

menghambat pertukaran antara ion-ion positif dengan negatif pada fasa gas. Clay

attapulgate dipakai sebagai pengganti bentonite untuk memperbaiki sifat rheologi

lumpur saat menemui air dengan kandungan elektrolit yang tinggi. Jenis clay ini

berbeda dengan bentonite dalam hal bentuk partikel-partikelnya, yang kecil

silindris dan menyerupai jarum daripada menyerupai plat. Viskositas yang

dibentuk attapulgite sepenuhnya tergantung pada pertalian jalinan dari partikel-

partikel menyerupai jarum tersebut. Pada permukaan formasi yang porous

deposisi partikel tersebut akan mencegah pergerakan air.

Karena dari beberapa jenis clay difungsikan untuk memberikan sifat

rheologi lumpur, maka yield point clay mutlak diketahui untuk melakukan

klasifikasi dan kualitas lumpur. Yield point clay didefinisikan sebagai sejumlah

berat dalam barrel dari lumpur yang memiliki viskositas tertentu, biasanya

memilki standard sebesar 15 cp, yang dibutuhkan oleh satu ton clay (bbl mud/ton

clay). Penambahan clay akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga

menaikkan harga yield pointnya. Umumnya clay digolongkan menjadi tiga, yaitu :

high-yield clay (Na-montmorillonite, attapulgate dan asbestos), medium-yield

Page 10: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

clay (Ca-montmorillonite) dan low-yield clay (dry lake clay). Berdasarkan

standard yang dipakai, high-yield bernilai 45 bbl mud/ton clay atau lebih besar

dari 15 cp, medium-yield bernilai 20-40 bbl mud/ton claya dan low-yield bernilai

20 bbl mud/ ton clay. Persamaan berikut akan memudahkan dalam menentukan

yield point :

.......................................(3.1.)

dimana :

Wtf = berat fraksi clay dalam lumpur.

m = berat jenis lumpur, lb/cuft.

Secara terperinci spesifikasi bentonite sebagai berikut :

Tabel 3.1.Spesifikasi Bentonite dari API

Requirement API Standard 13A

Viscometer Dial Reading at 600

RPM

Yield Point, lb/100ft2

Filteate

Wet screen analysis Residu on US

Sieve No 200

Moisture

Yield

30 cp minimum

3X plastic viscosity maximum

13.5 ml maximum

2.5 % maximum

10 % maximum as shipped from

point of manufacture

91.8 bbl of 15 cp mud per ton of dry

bentonite

3.1.3 Fasa Kimia

Lumpur secara konvensional terdiri dari dua komponen fasa seperti yang

telah disebutkan diatas, namun hingga sekarang telah dibuatkan formulasi secara

Page 11: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

kimawi dengan tujuan-tujuan tertentu, yang terdiri dari organic dan inorganic.

Fasa kimia ini lazim dikenal dengan zat-zat additive untuk lumpur pemboran.

Didalam lumpur pemboran selain terdiri atas komponen pokok lumpur, maka ada

material tambahan yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat lumpur

agar sesuai dengan keadaan formasi yang dihadapi selama operasi pemboran.

Berikut ini akan disebutkan beberapa bahan kimia tersebut, yaitu untuk tujuan :

menaikan berat jenis lumpur menaikkan filtration loss, dan lain-lain.

1. Bahan menaikkan berat jenis adalah sebagai berikut :

- Barite (BaSO4).

Mempunyai specific gravity antara 4,25-4,35. Biasanya digunakan untuk

operasi pemboran yang melewati zona gas yang bertekanan tinggi yang

dangkal.

- Galena (PbS).

Mempunyai specific gravity antara 6,7-7,0 fungsi utamanya adalah untuk

usaha mematikan sumur apabila tekanan dari formasi yang besar.

- Calcium Carbonat (CaCO3).

Mempunyai specific gravity sebesar 2,75 material ini digunakan untuk

lumur jenis oil base mud. Calsium carbonate biasanya dipergunakan untuk

operasi pemboran yang dalam.

2. Bahan untuk menaikkan visikositas sebagai berikut :

- Wyoming bentonite, merupakan matrial tambahan berfungsi utnuk

menaikkan viscositas Lumpur jenis fresh water mud, dimana tiap

penambahan material ini kedalam air sebanyak 20 lb/bbl akan dapat

memberikan viscositas sebesar kurang lebih 36 detik marsh funnel.

- Attapulgite, merupakan clay yang berfungsi untuk menaikkan viscositas

pada Lumpur jenis salt water base mud.

- Extra high yield bentonite

- High yielding clay

3. Bahan-bahan untuk menurunkan viscositas antara lain :

- Calsium ligno sulfonat, sangat baik untuk dipersant pada calcium treated

muds ataupun lime treated muds.

Page 12: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

- Phosphat, dipakai sebagai thinner pada low pH muds dimana temperature

tidak lebih dari 1800 F, karena pada suhu tersebut phosphate akan pecah

menjadi orthophosphate dan sering juga dipakai untuk keadaan Lumpur

yang terkontaminasi dengan semen.

- SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat), mempunyai pH kurang lebih 4,

fungsinya utnuk memperbaiki keadaan Lumpur yang terkontaminasi

dengan semen serta dapat digunakan untuk menurunkan viscositas lumpur.

- Quebracho, dengan penambahan 2% dari volume Lumpur dapat

memperbaiki lapisan dan menurunkanviscositas Lumpur.

- Bahan penurun viscositas yang lainnya antara lain : Chrome ligno

sulfonate, Processed lignite, Alkaline .

4. Bahan-bahan untuk menurunkan filtration loss

- Pregelatinized starch – Sodium poly crylate

- Sodium carboxymethyl cellulose

5. Bahan untuk mengatasi lost sirkulasi

- Mica, merupakan matrial mica yang tidak mengikis peralatan dan

mempunyai bentuk yang kasar

- Kwik seal, matrial yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya Lumpur

pada formasi porous

- Mill-plug, merupakan matrial yang berbentuk butir yang mempunyai

strength yang sangat tinggi yang berfungsi untuk menutup formasi yang

pecah.

- Bahan material loss yang lain seperti : fiber, wood fiber, Ground walnut

hull.

6. Bahan-bahan chemical additive

- Gypsum (CaSO4), berupa material kering yang halus dipakai untuk

persiapan pembuatan gypsum base mud.

- Sodium Bicarbonat (NaHCO3), material yang berfungsi menyingkirkan

atau mereduksir ion calcium dari Lumpur yang mempunyai pH 9, terutama

yang terkontaminasi oleh semen.

Page 13: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

- Caustic Soda (NaOH), mempunyai kadar alcohol yang tinggi dan

berfungsi mengontrol pH pada water base muds.

- Soda Ash, adalah material kering yang dipergunakan untuk mengendapkan

ion Ca++ pada water base muds.

7. Corrosion Control additive.

- Noxygen, berfungsi sebagai katalisator sodium sulfide yang berupa

tepung, digunakan untuk membersihkan oksigen yang dapat menimbulkan

korosi. Material ini biasanya dipakai secara menerus dalam operasi

pemboran.

- Noxygen L, mempunyai fungsi sebagai pembersih oksigen yang terdapat

dalam Lumpur, adapun bentuk dari noxygen ini berupa larutan dengan

konsentrasi 11,2 lb/bbl ammonium bisulfide.

8. Detergen additive

Additive ini berfungsi untuk membersihkan endapan-endapan shale pada bit

atau “balling up”, baik untuk Lumpur yang menggunakan bahan dasar air

tawar maupun air asin.

Contohnya : DD Compound dengan pemakaian normal antara 2-3 gallon tiap

100 barrel.

9. Bahan-bahan untuk emulsifier

Elmusifier adalah fasa kimia untuk emulsi minyak dan air. Antara lain:

- Mogco Mul (buatan agcobar)

- Trimulso (buatan Baroid)

- Atlasol (buatan Mil White)

- Imco-Ceox (buatan IMC)

10. Bahan-bahan sebagai Flocculant.

Flocculan adalah fasa kimia yang berfungsi untuk mempercepat pengendapan

serbuk bor.

Fasa kimia tersebut adalah :

- Floxit (buatan agcobar)

- Baroflac (buatan Baroid)

- Separan (buatan Mil White)

Page 14: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

- Imco floe (buatan IMC)

3.2. Sifat Fisik Lumpur Pemboran

Komposisi dari lumpur pemboran akan menentukan sifat-sifat fisik dan

performance dari lumpur itu sendiri. Tiga sifat fisik dasar yang sangat penting

dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran adalah densitas,

viskositas dan gel strength lumpur pemboran. Sifat-sifat tersebut memerlukan

perhatian dalam pemonitoran dan pengontrolan untuk menjaga fungsi-fungsi

tertentu dalam operasi pemboran.

3.2.1. Densitas

Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai

perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap

pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi pemboran

densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh

performance atau kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan

terhadap formasi yang dibor.

Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan

pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi

memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang relatif

terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas

lumpur dapat dilakukan dengan jalan penambahan zat-zat aditif yang umum

dipakai untuk memperbesar harga densitas antara lain yaitu : barite (SG = 4.3),

limestone (SG = 3.0), galena (SG = 7.0) dan bijih besi (SG = 7.0). sedangkan

untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur pada umumnya dipakai

aditif seperti air dan minyak. Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan

jalan pengurangan kadar padatan lumpur di pemukaan. Penambahan densitas

lumpur dilakukan pada satu siklus sirkulasi viscositasnya harus kecil karena

dengan penambahan berat lumpur ini akan terjadi kenaikan viscositas. Densitas

lumpur dipengaruhi oleh temperatur, densitas akan tururn jika temperaturnya naik.

Page 15: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Satuan densitas dapat pula dinyatakan dalam gradient tekanan dengan satuan-

satuan yang umum dipakai adalah :

o Pounds per gallon, ppg lb/gallon

o Pounds per cubic feet lb/cuft

o Psi per 100 feet depth psi/1000ft

o Specific gravity (SG)

Tiga jenis denistas lumpur yang biasa digunakan dalam perhitungan

lumpur yaitu : static, equivalent circulating dan annular. Static atau densitas

permukaan ditentukan pada kondisi permukaan dengan peralatan mud balance.

Sedangkan densitas equivalent circulating mengacu pada berat kolom lumpur

pada saat disirkulasi. Densitas ini pada kedalaman tertentu merupakan fungsi

kehilangan tekanan di annular yang berkaitan dengan faktor circulation rate dan

kondisi lubang lumpur. Perhitungan densitas equivalent circulating sebagai

berikut :

......(3.2)

Densitas quivalent circulating biasanya akan lebih besar 1 – 1.5 lb/gal

daripada densitas static, tergantung dari besarnya annular pressure drop. Densitas

annular merupakan total tekanan actual bottomhole pada formasi yang dibor.

Densitas annular memiliki harga paling besar dibandingkan dua densitas lainnya,

khususnya ketika laju pemboran tinggi dan kedalaman sumur yang mengandung

cutting yang tinggi. Densitas annular didefinisikan sebagai berikut :

..............................................(3.3)

Perbedaan jenis lumpur pemboran memiliki range dalam penggunaan

densitas yang merupakan fungsi densitas dasar lumpur dan sifat gelstrenght pada

pencampuran mixture lumpur. Gel stenght mempunyai hubungan secara langsung

dengan kemampuan fluida dalam menahan berat material dan cutting pemboran

ketika sirkulasi dihentikan.

Page 16: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Besarnya densitas akan menentukan tekanan hidrostatik kolom lumpur

pemboran seperti ditunjukkan pada persamaan berikut :

.................................................................(3.4)

..................................................................(3.5)

dimana :

Pm = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi.

m = densitas lumpur, ppg.

D = Depth, ft.

Dan

...................................................................(3.6)

karena densitas air tawar adalah konstan, yaitu 8.33 ppg maka persamaan diatas

dapat berubah menjadi :

........................................................................(3.7)

Pengontrolan densitas lumpur pemboran tergantung pada maksud tujuan

jenis lumpur tersebuat akan digunakan dalam operasi pemboran.

3.2.2. Viskositas

Viskositas didefinisikan sebagai tahanan lumpur pemboran untuk mengalir

saat dipompakan yakni perbandingan tegangan (shear stress) dengan regangan

(shear strain) yang diukur dengan Marsh funnel atau rational viscometer.

Viskositas merupakan sifat penting bagi lumpur karena berpangaruh terhadap

efisiensi kemampuan pengangkatan. Karena cutting maupun material lainnya

secara kontinyu terproduksi bersama dengan lumpur selama operasi pemboran

sehingga diharapkan sesampainya di permukaan dapat dibersihkan sebelum

disirkulasikan kembali dengan perlatan mud screen, desanding devices,

centrifugal concentrator dan sebagainya yang sengaja dipasang untuk

membersihkan solid dalam lumpur.

Page 17: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Viskositas juga melibatkan perhitungan kehilangan tekanan (pressure

drop) di annulus pada aliran laminar dengan menggunakan persamaan Bingham.

Viskositas merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu :

1. viskositas lumpur dasar.

2. ukuran, bentuk dan jumlah partikel solid per unit volume.

3. gaya antar partikel.

4. derajat emulsifikasi oil in water atau water in oil dan kestabilan emulsi.

Temperatur berpengaruh terhadap viskositas lumpur dasarnya, yaitu :

minyak, air atau keduanya. Disebabkan spasi ruang antar molekul kecil sedangkan

kohesi molekul sangat kuat, maka dengan adanya kenaikan temperatur, kohesi

molekul menurun sehingga menurunkan viskositas lumpur. Temperatur sangat

berpengaruh terhadap viskositas minyak dibandingkan dengan air yang memiliki

viskositas lebig rendah dari minyak.

Besaran area kontak antara partikel solud dengan fasa cair mempengaruhi

plastic viskositas akibat friksi mekanik. Plastik viskositas meningkat dengan

naiknya daerah permukaan yang dibasahi fasa cair. Total daerah yang dibasahi

meningkat dengan penurunan ukuran partikel, meningkatnya jumlah partikel solid

per satuan volume, dan perubahan bentuk partikel dari membulat menjadi flat.

Viskositas lumpur pemboran yang terlalu tinggi menyebabkan :

o Penetration rate menurun kerana viskositas yang tinggi memilki kohesi

partikel yang kuat sehingga menghalangi efektifitas penembusan oleh bit.

o Pressure loss karena sebagian distribusi tekanan digunakan untuk

memompakan dan menentang resistansi lumpur.

o Lumpur sukar melepaskan gas, cutting dan pasir dalam sirkulasi di

permuakaan.

o Beban pompa bertambah dengan bertambahnya luas kontak dengan

partikel sehingga efek friksi dan resistansi lumpur menjadi sangat besar.

Sebaliknya viskositas yang terlalu kecil dapat menimbulkan :

o Pengangkatan cutting menjadi tidak efektif karena lifting capacity partikel-

partikel lumpur terlau kecil untuk menahan berat cutting.

o Terjadinya flokulasi padatan.

Page 18: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Treatment lumpur yang dilakukan untuk mengontrol viskositas lumpur

pemboran dilakukan dengan penambahan zat-zat aditif. Untuk mempertinggi

viskositas lumpur, zat-zat aditif yang digunakan antara lain : bentonite pada water

base mud dan asphalt pada oil base mud. Sedangkan untuk menurunkan viskositas

lumpur pemboran digunakan zat-zat aditif seperti air atau thinner yang berfungsi

untuk mengencerkan lumpur.

3.2.3. Gel Strength

Gel strength merupakan sifat statik lumpur pemboran yang merupakan

suatu bentuk padatan dalam lumpur yang sirkulasinya dihentikan. Faktor

penyebab terbentuknya gel strength yaitu adanya gaya tarik-menarik dari partikel-

partikel plat clay sewaktu tidak ada sirkulasi. Gel strength didefinisikan sebagai

gaya dalam gram yang diperlukan untuk memecah standard gel menjadi lumpur.

Sistem satauan yang umum yang digunakan untuk gel strength adalah :

o Gram dyne/cm2, gr dyne/cm2.

o Gram pound/sgft, gr lb/ft2.

Komponen-komponen pembentuk atau komponen aktif pembentuk lumpur

yang dapat menyebabkan gel strength antara lain : clay, shale dan bentonite yang

sudah memilki gaya tarik-menarik partikel platnya. Dalam suatu operasi

pemboran, gel strength dikontrol agar mendapatkan suatu performance lumpur

yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Untuk

standarisasi pengukuran gel strength dilakukan dua kali, yaitu pda initial time

yaitu 0 menit atau tepat pada saat setelah sirkulasi lumpur dihentikan dan yang

kedua yaitu setelah 10 menit sirkulasi dihentikan. Hubungan gel dengan

thixotropic, yaitu sifat adanya gejala gel yang pecah dan menjadi lumpur

pemboran kembali, kondisi ini bersifat reversible.

Untuk mengetahui gel strength dalam lumpur pemboran dapat dipakai

persamaan sebagai berikut :

........................................................................................(3.8)

dimana :

Page 19: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

G = gel strength pada waktu T, gr lb/sgft.

G’ = gel strength maksimum, gr lb/sgft.

T = waktu, menit.

K = konstanta rate.

Adapun fungsi gel strength dalam lumpur adalah untuk menahan cutting

dan material solid dalam suspensi serta melepaskannya di permukaanya, sehingga

gel strength merupakan faktor penting dalam mekanisme pengangkatan cutting.

Ketidaknormalan yang relatif besar dari harga gel strength akan

mengganggu jalannya operasi pemboran, karena menyebabkan masalah-masalah

seperti :

o Terganggu pompa untuk memulai sirkulasi karena membutuhkan tenaga

pompa yang besar.

o Kecenderungan dari lumpur untuk lost circulation.

o Pelepasan cutting, material solid dan pasir ke permukaan akan tidak efektif

lagi sehingga dapat mempertinggi abrasifitas lumpur terhadap peralatan di

permukaan, seperti pompa lumpur.

o Filtration loss merupakan kehilangan fasa cair lumpur yang masuk ke

formasi permeable yang diukur dengan peralatan standard filter press

yang merupakan hasil pada kondisi statik (sirkulasi dihentikan).

3.3. Sifat Kimia Lumpur Pemboran

Sifat kimia lumpur pemboran merupakan tingkat reaktifitas lumpur

terhadap kondisi formasi yang ditembus, terutama berkaitan dengan kandungan

kimiawi partikel-partikelnya. Seperti sifat fisik lumpur, sifat kimia juga sangat

menentukan fungsi lumpur, karena performance lumpur dapat berubah dengan

adanya pengaruh dari efek kimia partikelnya. Perubahan sifat kimia yang tidak

sesuai maksud tujuan pemboran akan menyulitkan pengontrolan lumpur sehingga

treatment terhadap sifat kimia harus selalu diperhatikan selama sirkulasi

dilakukan. Semua sifat kimia diharapkan mempu memberikan keuntungan yang

menunjang fungsi lumpur pemboran.

Page 20: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.3.1. Padatan

Terdapatnya padatan atau solid dalam lumpur pemboran dalam jumlah

yang besar dapat mengakibatkan korosi dan abrasi pada peralatan pemboran

seperti pompa lumpur, drillstring, casing dan sebagainya. Sebagai contoh padatan

yang sering dijumpai adalah pasir, yang mana kadar pasir dalam lumpur dihitung

dengan alat yang disebut sand screen set. Set terdiri dari 200 meshsive dengan

diameter 2.5 inc yang dilengkapi dengan sebuah corong untuk memasang saringan

(screen) serta sebuah gelas yang disebut dengan glass measuring tube. Kadar pasir

dinyatakan dalam persentase yang dapat diamati pada dasar gelas pengukur yang

mempunyai pembagian skala dari 0 – 20% volume. Sehingga dalam pengukuran

harus dipastikan bahwa kadar pasir dari total volume lumpur lebih kecil dari 20%

agar tidak menimbulkan problem kepasiran yang mengganggu rate produksi dan

merusakkan peralatan pemboran. Kadar pasir tidak boleh terlalu tinggi karena

dapat menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya :

o Padatan memiliki sifat yang abrasive atau mengikis, oleh karena peralatan

yang disirkulasi akan terkikis ketika dilalui padatan solid lumpur.

o Padatan dapat menyebabkan berat jenis lumpur akan naik dan hal ini

menyebabkan kerja dari pompa lumpur akan semakin berat.

3.3.2. pH

pH sebagai salah satu sifat kimia lumpur pemboran merupakan penting di

dalam treatment pada suatu operasi pemboran. Untuk mengukur pH suatu lumpur

ada dua cara, yaitu :

1. Modified colorimetric method dengan menggunakan paper strip.

2. Electrometric method dengan menggunakan glass electrode.

Paper strip method tak dapat dipercaya apabila konsentrasi garam dari

contoh sangat tinggi, sedangkan electrometic method akan mempunyai kesalahan

besar untuk larutan yang mengandung ion Na dalam konsentrasi yang tinggi,

selain itu duperlukan koreksi temperatur yang harus dilakukan dengan

pengukuran pH secara electrometric.

Page 21: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Konsentrasi ion hidrogen lumpur pemboran lebih tepatnya digambarkan

sebagai harga pH yang menunjukkan harga konsentrasi antara 1 – 14. Harga

tersebut mengindikasikan kondisi asam dan basa lumpur, jika harga pH lebih kecil

dari 7 menunjukkan bahwa lumpur asam, berharga 7 berarti lumpur netral,

sedangkan jika lebih dari 7 menunjukkan lumpur basa. Berkaitan dengan harga

pH, sifat lumpur pemboran, terutama viskositasnya juga dipengaruhi oleh oleh

sifat ini, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. berikut ini :

Gambar 3.3.Pengaruh pH terhadap Viskositas Lumpur20)

Page 22: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Dengan meningkatnya ion hidrogen , maka derajat keasaman larutan

dikatan juga akan meningkat, sehingga pengukuran konsentrasi hidrogen

merupakan fungsi ukuran solusi keasamaan suatu lumpur. Kadar pH dalam suatu

larutan berbanding terbalik dengan harga logaritma konsentrasi ion hidrogen

dalam gram mol per liter.

...................................................................................(3.8)

Jika larutan netral maka konsentrasi dan berharga sama yaitu sebesar

. Substitusi harga konsentrasi untuk pH netral dapat dimasukkan

dalam persamaan .

Kadar lumpur pemboran yang digunakan biasanya jarang sekali berada

dibawah 6, atau dengan kata lain beberapa lumpur, khususnya tipe starch,

biasanya dihandle pada kondisi alkalin dengan kadar pH antara 11.5 – 12.2 di

lapangan.

3.3.3. Kesadahan

Kesadahan lumpur pemboran dilakukan dengan menyelidiki ion Ca dalam

lumpur, dimana kesadahan total lumpur adalah keadaan dimana berlaku sebagai

total hardness. Dengan keadaan demikian lumpur mengandung ion Ca dan Mg

yang terlalu banyak dalam air dapat diidentikan dengan sabun, jika sabun tidak

berlarut dalam air maka air tersebut mengandung garam kalsium dan garam

magnesium (air sadah). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadahan total lumpur

yaitu terkontaminasinya lumpur dengan Ca dan Mg sebagai berikut :

o Pemboran memasuki formasi anhidrat gipsum.

o Penambahan hard make up water.

o Persenyawaan dengan partikel yang mengandung Ca.

o Influks air formasi memiliki kandungan Ca yang tinggi.

Apabila kesdahan lumur tinggi maka akan mengakibatkan yield point

rendah, terjadinya water loss yang tinggi dan gel strength rate yang terlalu besar

Page 23: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

sehingga untuk mengatasinya memerlukan banyak bentonite untuk membentuk

gel lumpur yang memadai.

3.3.4. Alkalinitas

Alkalinitas atau keasamana lumpur ditempatkan dengan harga pH-nya,

akan tetapi karakteristik lumpur dapat berfluktuasi meskipun pH-nya tetap.

Berdasarkan pengalaman diketahui ada korelasi antara sumber alkalinitas di dalam

lumpur terhadap sifat-sifat lumpur yang bersangkutan.

o Jika sumbernya hanya bersal dari OH-, menunjukkan lumpur stabil dan

kondisinya baik.

o Jika sumbernya berasal dari OH- dan CO-23, menunjukkan lumpur stabil

dan kondisinya baik.

o Jika sumbernya hanya berasal dari CO-23, menandakan lumpur tidak stabil

tetapi masih bisa dikontrol.

o Jika sumbernya berasal dari CO-23 dan HCO-

3, berarti lumpur tidak stabil

dan sulit untuk dikontrol.

o Jika sumbernya hanya berasal dari HCO-3, kondisi dari lumpur sangat jelek

dan sulit untuk dikontrol.

3.3.5. Salinitas

Penentuan salinitas (kadar Cl) dalam lumpur diperlukan terutama jika

pemboran melalui daerah yang mana garam dapat terkontaminasi dengan fluida

pemboran yaitu daerah yang terdapat kubah-kubah garam. Jika terjadi kandungan

chlor melebihi 6000 ppm sebaiknya program penggunaan lumpur diubah sesuai

dengan keasaan. Kandungan Cl yang terlalu besar juga mempengaruhi dalam

operasi logging karena harus diadakan koreksi untuk menginterpretasi

loggingnya. Kandungan Cl di dalam lumpur dibedakan menjadi dua, yaitu :

o Salt mud jika kandungan Cl antara 10000 – 31500 ppm.

o Saturated salt mud jika kandungan Cl 315000 ppm.

Penentuan kandungan Cl adalah sebagai berikut : (dalam ppm) (cc AgNO3

x 1000 : cc filtrat (apabila dalam larutan standart). 1 cc = 1 mg Cl atau 4.7910

Page 24: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

gr/ltr AgNO3 (0.0282 N AgNO3). Pengaruh ion chlor terhadap sifat-sifat lumpur

bor adalah mengakibatkan filtrate loss besar, mud cake tebal, akibat yang lain

suspensi padatan sukar dicapai karena fluktuasi oleh clay, seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 3.4. berikut ini :

Gambar 3.4.Pengaruh Konsentrasi NaCl terhadap Apparent Viscosity Lumpur4)

Cara penanggulangan kerusakan lumpur yang diakibatkan oleh ion chlor

antara lain adalah :

o Jika mud cake terlalu tebal dan filtration loss terlalu besar dapat diperbaiki

dengan menambah organic koloid.

o Jika pH dibawa dibawah 8, maka perlu preserfatif untuk menahan

fermentasi starch.

o Jika padatan sukar dicapai karena fluktuasi oleh clay suspensi dapat

diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite.

3.4. Jenis Lumpur Pemboran

Page 25: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Penamaan lumpur pemboran yang diberikan oleh Zaba dan Doherty

(1970) merupakan klasifikasikan berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

1. Water Base Drilling Mud

2. Oil Base Drilling Mud

3. Emulsion Drilling Mud

4. Gasseous Drilling Mud

Gasseous drilling mud masih belum umum digunakan sangat sulit dalam

penggunaan dan perawatannya.

3.4.1. Water Base Mud

Bila bahan dasar lumpur adalah air maka lumpur disebut dengan water

base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar mauouan air asin. Lumpur

yang mempunyai bahan dasarnya air disebut dengan Fresh Water Mud dan jika

bahan dasarnya adalah air asin lumpur tersebut disebut Salt Water Mud.

3.4.1.1. Fresh Water Mud

Fresh water muds adalah lumpur yang fase cairannya adalah air tawar

dengan (kalau ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat

garam). Fresh water mud dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :

o Spud Mud

Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas bagi conductor

casing. Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang

dipermukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan biasanya sedikit dan

dapat dibuat dari air dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay air tawar yang

lain (yield 35-50 bbl/ton). Tambahan clay atau bentonite perlu dilakukan

untuk menaikkan viscositas dan gel streght bila membor pada zone-zone loss.

Kadang-kadang perlu lost circulation material. Density yang diperlukan harus

kecil.

o Natural Mud

Page 26: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Natural mud dibentuk dalam bentuk pecahan-pecahan cutting dalam fase air.

Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe

lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada

surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran

sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini di treated

dengan zat-zat kimia dan additive-additive koloidal. Beratnya sekitar 9.1 –

10.2 ppg, dan viscositasnya 35-40 detik.

o Bentonite – Treated Mud

Lumpur jenis ini mencakup hampir semua jenis lumpur air tawar. Bentonite

adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid

inorganis untuk mengurangi filter loss dan mengurangi ketebalan mud cake.

Bentonite juga menaikkan viscositas dan gel strength yang dapat dikontrol

dengan thinner.

o Phospate –Ttreated Mud

Mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas dan gel strength.

Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi clay cooid

padat sehingga densitas lumpur cukup besar tetapi viscositas dan gel

strengthnya rendah. Ia mengurangi filter loss dan mud cake dapat tipis.

Tannim biasa ditambahkan bersama-sama polyphospate untuk pengontrolan

lumpur.

Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan

akan kehilangan efeknya sebagai thinner (polyphonspate akan rusak pada

kedalaman 10.000 ft dan temperatur 160-180 oF, karena berubah ke

orthophospate yang malah menyebabkan terjadinya flokulasi). Phospate mud

juga sulit dikontrol pada densitas lumpur tinggi (yang sering berhubungan

dengan pemboran dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas

lumpur dapat dijadikan 9-11 ppg. Polyphospate mud juga menggumpal jika

terkena kontaminasi NaCl, Calcium sulfate dan kontaminasi semen dalam

jumlah cukup banyak.

o Organic Colloid Treated Mud

Page 27: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau Carboxy Methyl Cellulose

pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitif terhadap flokulasi

seperti clay, maka kontrol filtratnya pada lumpur yang terkontaminasi dapat

dilakukan dengan organic colloid ini baik untuk mengurangi filtration loss

pada fresh water mud. Dalam kebanyakan lumpur penurunan filter loss lebih

banyak dilakukan dengan organic colloid daripada inorganic.

o “Red” Mud

Red mud mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan dari treatment

dengan cautic dan guobracho (merah tua). Istilah ini tetap digunakan

walaupun nama-nama colloid yang dipakai mungkin menyebabkan warna abu-

abu kehitaman. Umumnya istilah ini digunakan untuk lignin-lignin tertentu

dan hunic thinner selain untuk tannim di atas.

Suatu jenis lumpur lain ini adalah alkaline tannate treatment dengan

penambahan polyphospate untuk lumpur-lumpur dengan pH di bawah 10.

perbandingan alkaline, organic dan polyphospate dapat diatur dengan

kebutuhan setempat. Alkaline-tannate treated mud mempunyai range pH 8-11.

Alkaline-tannate dengan pH kurang dari 10 terhadap flokulasi karena

kontaminasi garam. Dengan menaikkan pH maka sukar untuk flokulasi. Untuk

pH lebih dari 11.5, pregelatinized starch dapat digunakan tanpa bahaya

fermentasi. Di bawah pH ini, preservative harus digunakan untuk mencegah

fermentasi (meragi) pada fresh water mud. Jika diperlukan densitas lumpur

yang tinggi lebih murah bila digunakan treatment yang menghasilkan calcium

treated mud dengan pH 12 atau lebih

o Calcium Mud

Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa

ditambah dengan slaked lime (kapur mati), semen plaster (CaSO4) dipasaran

atau CaCl2, tetapi dapat pula karena pemboran semen, anhydite dan gypsum.

a. Lime Treatted Mud

Page 28: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Komposisi lumpur ini terdiri dari cautic soda, organic dispersant,

lime dan fluid loss additive. Lumpur ini menghasilkan viscositas dan

gel strength yang rendah, baik digunakan untuk pemboran dalam serta

untuk memperoleh densitas yang besar. Tetapi lumpur ini mempunyai

kecenderungan untuk memadat pada temperatur tinggi, sehingga tidak

boleh tertinggal dalam annulus casing dan tubing pada saat dilakukan

penyeleseaian sumur (well completion). Maka diperlukan zat kimia

tertentu untuk mengurangi efek dari padatan lumpur tersebut.

b. Gypsum Treated Mud

Digunakan untuk membor formasi gypsum dan anhydrite, terutama

bila formasinya inter bedded (selang-seling antara garam dan shale).

Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar)

dengan plaster (CaSO4) sebelum formasi anhydite dan gypsum di bor.

viscositas dan gel strength yang berhubungan dengan formasi ini dapat

dibatasi, yaitu dengan mengontrol rate penambahan plaster. Setelah

clay di lumpur bereaksi dengan ion Ca, tak akan terjadi pengentalan

lebih lanjut pada pemboran gypsum dan garam. Filter loss pada

penggunaan gypsum treated mud ini dapat dikontrol dengan organic

colloid dan karena pH-nya rendah, preservative harus ditambahkan

untuk mencegah fermentasi. Suatu modifikasi dari gypsum treated

mud yaitu dengan penggunaan chrome lignosulfonate deflocullant

yang memberikan kontrol pada karakteristik flate gel pada lumpur

tersebut. Lumpur gypsum chrome lignosulfonate ini mempunyai sifat

yang sama baik dengan lime treated mud, karena itu dapat digunakan

pada daerah yang sama baik dengan lime treated mud. Penggunaan

non-ionic surfactant dalam gypsum chhrome lignosulfonate mud

menghasilkan pengontrolan yang lebih baik pada filter loss dan low

propertiesnya. Selain toleransinya yang besar terhadap kontaminasi

garam.

c. Calcium Salt

Page 29: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Selain hydrate salt dan gypsum telah digunakan tetapi tidak

meluas, juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent

untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba

(OH)2 telah digunakan.

3.4.1.2. Salt Water Mud

Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (salt dome) atau salt

stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran garam yang

terbor. Filtrate lossnya besar dan mud cakenya tebal bila tidak ditambah organic

colloid. PH lumpur dibawah 8, karena itu perlu dipresentative untuk mencegah

fermentasi starch. Jika slat mudnya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermntasi

terhalang oleh basa. Suspensi ini dapat diperbaiki dengan penggunaan antapulgate

sebagai pengganti bentonite.

o Unsaturated Salt Water Mud

Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang

jenuh kegaramannya (unsaturated salt water mud). Kegaraman (salinity)

lumpur ini ditandai dengan :

1. Filtrate loss besar kecuali ditereated dengan organic colloid

2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali ditreated dengan thinner.

3. Suspensi yang tinggi kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic

colloid

Lumpur ini biasa mengalami “foaming”, yaitu berbusa (gas

menggelembung) yang bisa diredusir dengan :

1. Menambah soluble surface active agent

2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength

Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated seperti pada sea water

ini.

o Saturated Salt Water Mud

Page 30: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat

pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water mud

dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam dirongga-rongga yang

terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dicegah

dengan penjenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya.

Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk

pengenceran dan pengaturan volume.

Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud

menyebabkan tidak perlunya memasang casing di atas salt beds (farmasi

garam). Filtrate lossnya bisa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic

colloid. Saturated salt water mud dapat dibuat berdensitas lebih dari 19 ppg.

Dengan menambahkan organic colloid agar filtration lossnya kecil, lumpur ini

bisa untuk membor formasi dibawah salt beds, walaupun restivitinya yang

rendah buruk untuk electical log. Gabungan dari non-ionic surfactant

menyebabkan pengontrolan filtrasi dan flow propertiesnya lebih mudah dan

murah, terutama pada densitas tinggi.

Saturated salt water mud dapat pula dibuat dari fresh water atau brine

mud. Jika dari fresh water mud maka paling tidak separoh dari lumpur harus

dibuang, diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan penambahan

lebih kurang 125 Ibs garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki pengontrolan

filtration loss, suatu organic colloid dan presentative dapat ditambahkan.

Jika lumpur dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh) sekitar 20

Ib/bbl attapulgite ditambahkan bersama dengan organic colloid dan mungkin

presentative. Densitas lumpur ini 103 ppg dan akan naik sekitar 11 ppg selama

pemboran berlangsung.

Pemeliharaannya jenis lumpur ini, termasuk penambahan air asin untuk

mengurangi viscositas, attapulgite untuk menambah viscositas, gel dan filtrasi

dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution atau sedikit

lime (kapur).

Page 31: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

o Sodium Silicate Mud

Fasa cair Na-Silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na

silicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran

heaving shale, tetapi telah terdesak penggunaannya oleh lime treated mud,

gypsum lignosilfonate, shale control dan surfactant muds (lumpur yang diberi

DAS dan DME) yang lebih baik, murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.

3.4.2. Oil in Water Emulsion Mud

Untuk lumpur jenis ini minyak merupakan fase tersebar (emulsi) dan air

sebagai fasa contiou. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dasar

dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisis yang

dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake

dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrate loss berkurang, filter cake

menjadi tipis dan torque putaran drillstring benyak berkurang. Keuntungannya

adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate baik, pengurangan korosi pada

drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viscositas dan tekanan pompa

boleh/dapat dikurangi, water loss turun, mud cake turun (mud cake tipis) dan

mengurangi bailling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string.

Viscositas dan gel lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak

sebagai thinner.

Umumnya oil in water emultion mud dapat bereaksi dengan penambahan

zat dan adanya kontaminasi sama seperti lumpur aslinya. Semua minyak (crude)

dapat digunakan, tetapi lebih baik bila digunakan minyak refinery (refinery oil)

yang mempunyai sifat-sifat sbb :

1. Uncracked (tidak perpecah-pecah molekulnya) supaya stabil

2. Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api

3. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusakan karet-karet

dipompa/circulation system

4. Pour point rendah, agar bisa digunakan untuk bermacam-macam

temperatur

Page 32: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Keuntungan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorecensinya lain

dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna untuk

pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak di pemboran

tersebut. Adanya karet-laret yang rusak dapat dicegah dengan penggunaan karet

sintesis

3.4.2.1. Fresh Water in Water Emulsion Mud.

Fresh water oil in water emultion mud adalah lumpur yang mengandung

NaCl sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emultion ini dibuat dengan

menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan

sejumlah minyak yang biasanya 5-25% volume. Jenis emulsifier bukan sabun

lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung larutan

Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam hal efesiensi. Emulsifikasi minyak

dapat bertambah dengan agitasi (diaduk) dan penjagaannya secara periodic

ditambahkan minyak dan emulsifier.

Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier secara

periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung persentase clay yang

tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah

kenaikan viscositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya

pengontrolan maka lumpur ini disukai orang.

3.4.2.2. Salt Water Oil in Water Emulsion Mud

Salt water oil in water absorption mud mengandung paling sedikit 60.000

ppm NaCl dalam fasa cairnya. Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agent-

organik. Lumpur ini biasanya mempunyai pH dibawah 9, dan cocok untuk

digunakan pada daerah dimana perlu dibor garam massive atau lapisan-lapisan

garam. Emulsi ini mempunyai keuntungan-keuntungan seperti juga pada fresh

water emultion : pertama densitasnya kecil, kedua filtration loss sedikit dan mud

cake tipis dan lubrikasi lebih baik. Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk

foaming yang bisa dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.

Page 33: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Maintenance lumpur ini sama dengan salt mud biasa kecuali perlunya menambah

emulsifier, minyak dan surface active defoamer (anti foam).

3.4.5. Oil Base and Oil Base Emulsion Mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya

diatur agar kadar airnya rendah (3 - 5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif

terhadap kontaminant. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek

negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viscositas, menaikan gel

strength, mengurangi efek kontaminan air dan mengandung filtare loss, perlu

ditambahkan zat-zat kimia.

Fungsi oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah

minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik

terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (juga untuk kompletion mud).

Fungsi terbesar adalah pada completion dan work over sumur. Kegunaan lain

adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit, mempermudah pemasangan

casing dan liner.

Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk

menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan

bahaya api berkurang. Oil base emultion dan lumpur oil base mempunyai minya

sebagai fasa kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion

mud mempunyai faedah yang sama seperti oil base mud, yaitu filtratnya minyak

dan karena menghidratkan shale/clay yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan

oil base mud bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan

kontaminasi). Air yang teremulsi dapat antara 15 - 50% volume, tergantung

density dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam pemboran). Karena air

merupakan bagian dari lumpur ini, maka lumpur-lumpur ini mempunyai sifat-sifat

lain dari oil base mud yaitu ia dapat mengurangi bahaya api , toleran terhadap air,

dan pengontrolan flow propertisnya dapat seperti pada water base mud.

3.4.5. Gaseous Drilling Fluid

Page 34: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering dengan

gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor.

Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya

formasi air dapat menyebabkan bit bailing (bit dilapisi cutting/padatan-padatan)

dan pipe sticking yang merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak

membenarkan digunakannya cara ini, tapi sebaliknya formasi dengan tekanan

kecil cocok dengan cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan

yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zone-

zone dengan tekanan rendah.

Telah dibuktikan dengan data-data dari lapangan dan laboratorium, bahwa

udara dan gas merupakan drilling fluid yang lebih baik dari pada cairan seperti

lumpur, daam hal penetration rate, mupun dalam menanggulangi lost circulation

dan untuk well completion. Penetration rate dapat naik, terutama disebabkan oleh

tidak adanya kolom lumpur yang besar pada formasi yang mana menyebabkan

formasi menjadi liat dan sulit dibor, selain itu penggunaan udara menyebabkan

formasi mudah menjadi pecah serta cutting mudah dibersihkan, hanya cara ini

tidak dapat digunakan pada pemboran wild cat atau eksplorasi. Suatu cara

pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud drilling dimana

sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi lumpur untuk

memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation zone), mempercepat

pemboran dan mengurangi biaya pemboran.

3.5. Fungsi Lumpur Pemboran

Meskipun hingga sat ini sangat banyak diperoleh berbagai merek lumpur

pemboran yang dikomersilkan untuk tujuan pemboran dalam berbagai kondisi,

fungsi utama lumpur adalah sebagai fluida yang berperan untuk keberhasilan

suatu program penyelesaian sumur. Sifat-sifat lumpur pemboran harus dapat

memberikan keamanan dan rate pemboran serta mampu mencapai komplesi

sumur dengan kapasitas produksi maksimum. Penggunaan lumpur dikontrol oleh

sifat-sifat yang sering dijumpai di lapangan yang akan menjadi obyek untuk

Page 35: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

proyek pemboran dengan pertimbangan tersedianya biaya yang akan dianggarkan

untuk penggunaan dan perawatan lumpur. Dimana pengeluaran harus sesuai

dengan perencanaan dan efisien jika dilakukan penggunaan lumpur dengan fungsi

yang dibutuhkan. Dengan penilaian demikian dapat diperoleh faktor yang harus

dicapai agar fungsi lumpur dapat berjalan secara optimal.

Walaupun semua lumpur memiliki fungsi yang sama, sifat-sifat lumpur

sangat dipengaruhi oleh pertimbangan untuk memfasilitasi keperluan rate,

keamanan dan program penyelesaian suatu sumur. Fungsi lumpur meliputi :

o Mengangkat cutting ke permukaan

o Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring

o Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake

o Mengontrol tekanan formasi

o Membawa cutting cutting dan material pemberat pada susupensi jika sirkulasi

lumpur dihentikan sementara

o Melepaskan cutting dan pasir di permukaan

o Menahan sebagian berat drillpipe dan casing

o Mengurangi efek negative pada formasi

o Mendapatkan informasi dari mud logging

o Media logging

Diharapkan semua fungsi lumpur diatas dapat berjalan sesuai dengan yang

tujuan pemboran dan kondisi formasi yang akan dibor, karena program pemboran

dikatakan berhasil jika fungsi lumpur bisa memberikan hasil optimum dan dapat

mengatasi segala kendala selama proses pemboran.

3.5.1. Mengangkat cutting ke permukaan

Salah satu yang sangat penting dan mempunyai fungsi utama lumpur

pemboran adalah mengangkat cutting dari lubang sumur ke permukaan. Lumpur

yang mengalir keluar dari nozzle bit yang ditekan oleh tenaga jet akan

memebersihkan permukaan lubang dan membawa cutting ke atas ke permukaan.

Meskipun gaya gravitasi cenderung menarik cutting kembali ke bawah (slip

Page 36: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

velocity), jika kecepatan dari volume lumpur dan annular velocity yang

mendorong ke arah atas mencukupi atau lebih besar terhadap slip velocity maka

cutting akan dapat diangkat ke permukaan oleh lumpur. Slip velocity harus lebih

kecil dari rata-rata annular velocity yang merupakan gungsi dari ukuran borehole

dan kondisi pump output dari drillpipe dan drillcollar. Annular velocity

merupakan perbandingan antara pump output (bbl/min) dibagi annular volume

(bbl).

Efisiensi pengangkat cutting yang merupakan fungsi kapasitas lumpur

dalam mengangkat ke permukaan tergantung beberapa faktor, antara lain:

1. Densitas lumpur pemboran.

Penambahan densitas lumpur akan menaikkan gaya buoyance acting, dimana

setiap partikel-partikel lumpur mempunyai arah yang berlawanan dengan gaya

gravitasi. Sehingga kapasitas angkat lumpur akan terbantu mendorong dan

membawa cutting ke permukaan oleh gaya buoyance.

2. Viskositas dan gel strength.

Sejumlah lumpur yang mempunyai viskositas dan gel strength rendah akan

memberikan kenaikkan persen partikel pada annular velocity dan waktu

sirkulasi yang sama, karena pada percobaan yang dilakukan oleh Bruce dan

William lumpur dengan viskositas dan gel strength rendah, yang hanya

mempunyai kapasitas pengangkatan kecil (partikel-partikelnya tidak terikat

dengan kuat dan berukuran medium), hanya mampu membawa cutting yang

relatif kecil jika dibandingkan dengan viskositas dan gel strength yang besar.

3. Distribusi velocity di annulus.

Kapasitas mengangkat cutting yang besar dapat dicapai dengan aliran

turbulent daripada aliran laminar untuk lumpur yang memiliki viskositas

rendah. Hal ini disebabkan karena efek turbulensi lumpur yang cenderung

meminimalisasi cutting yang terselip di ruang dekat pipa atau dinding lubang

sumur dengan gerakan aliran bergelombangnya dan ditransportasikan ke

permukaan.

Page 37: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

4. Efek torsi terhadap kapasitas lumpur pengangkat.

Rotasi drillpipe selama pemboran berpengaruh terhadap kapasitas

pengangkatan lumpur yang memiliki lairan laminar maupun turbulent. Rotasi

drillpipe berkaitan dengan tanaga putar aliran viscous, yang mana dapat

menjadi panghalang terhadap pengangkatan cutting. Efek torsi (tenaga putar)

akan menyebabkan partikel yang tipis untuk cenderung berputar berbalik

turun ke bawah akibat variasi velocity lumpur

5. Dimensi partikel.

Desain bit menentukan ukuran dan bentuk cutting yang dihasilkan. Besarnya

fisik cutting akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas pangangkatan oleh

lumpur. Partikel yang memiliki katebalan diameter yang besar cenderung sulir

diangkat dari wellbore, karena partikel tersebut akan balik turun ke dasar

sumur dengan berat yang relatif besar.

3.5.2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring

Dengan pertimbangan bahwa sejumlah panas terjadi selama perputaran bit

dan drillstring yang dihasilkan oleh friksi pada bit dan beberapa titik dimana

drillstring berhubungan dengan dinding formasi. Dinding formasi hanya sebagian

kecil saja mampu menyerap panas karena keterbatasan secara fisik. Sedangkan

kontak panas terbesar terjadi di sepanjang titik-titik sirkulasi lumpur hingga ke

permukaan.

Sifat lubricant (pelumas) lumpur dengan membentuk dinding film yang

tipis (mud cake) akan menjadi sangat penting karena pertimbangan penghematan

waktu dan biaya perawatan peralatan pemboran yaitu dengan mereduksi

kerusakan premature akibat panas friksi. Resistansi friksi oleh bit dalam

pemboran dan drillstring dalam berputar menentang bagian lubang sumur, jika

tanpa adanya lumpur, akan memberikan efek bit menjadi cepat terbakar dan

tumpul dan drillpipe menjadi abrasi. Dengan adanya lumpur mereduksi faktor

friksi pada bit dan drillpipe, juga menyerap panas yang terjadi. Resistansi film

lumpur juga dapat mengurangi beban friksi saat pipa dicabut. Semua lumpur yang

Page 38: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

disirkulasikan merupakan lumpur yang mempunyai kriteria resitan terhadap panas

dan cukup mampu melumasi untuk mendinginkan bit dan drillstring.

3.5.3. Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake

Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis dipermukaan

formasi yang permeable (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan

menyebabkan tertahannya aliran fluida masuk ke formasi selanjutnya, adanya

aliran yang masuk yaitu cairan dan padatan yang akan menyebabkan padatan

tersebut tersaring atau tertinggal yang disebut sebagai mud cake. Cairan yang

masuk kedalam formasi disebut filtrate.

Jika formasi terdapat belahan (cracked, fissured) dan bergua-gua

(cavernous) dengan tekanan overburden yang terjadi, maka menyebabkan volume

lumpur dan padatan akan terinvasi dari lubang sumur ke area sekitar formasi, ini

disebut sebagai lost circulation, dimana permeabilitas formasi terlalu besar untuk

suspensi lumpur yang masuk. Sedangkan jika permeabilitas formasi terlalu kecil

untuk suspensi padatan lumpur, hanya sebagian fluida saja yang lolos hilang

masuk disekitar dinding formasi, disebut dengan filtration loss. Sehingga dengan

mengontrol sifat-sifat lumpur, dampak negatif yang disebabkan adanya hilangnya

fluida dapat diatasi dengan membuat mud cake pada dinding lubang bor. Mud

cake dikehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak terlalu

dipersempit dan cairan yang tak banyak yang hilang. Sifat wall building ini dapat

diperbaiki dengan penambahan :

a. Sifat koloid drilling mud dengan bentonite

b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam Lumpur,

misalnya, starch, CMC dan cypan, yang mana mengurangi filter loss dan

memperkuat mud cake.

3.5.4. Mengontrol tekanan formasi

Pada formasi yang permeable, fluida yang berada disekitarnya akan

mendapat tekanan sebagai fungsi kedalaman sumur. Sehingga diperlukan lumpur

Page 39: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

pemboran dengan densitas yang memadai untuk mengatasi tekanan formasi dan

juga untuk menahan influks fluida agar tidak menghambur ke dalam lubang

sumur. Disini lumpur harus mampu memberikan suatu tekanan hidrostatik yang

cukup untuk mengimbangi tekanan formasi. Kondisi pemboran overbalanced

dilakukan apabila tekanan yang terjadi disebabkan oleh takanan kolom lumpur

melebihi tekanan formasinya. Sedangkan pemboran underbalanced biasanya

dilakukan untuk mendiskripsikan tekanan yang terjadi disebabkan oleh tekanan

kolom lumpur terlalu kecil untuk menahan tekanan formasinya.

Tekanan formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Pada

tekanan yang normal, air dan padatan pemboran telah cukup untuk Manahan

tekanan formasi ini. Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal (subnormal),

beberapa sumur dibor menggunakan lumpur dengan densitas sekitar 9.5 ppg,

densitas lumpur diperkecil agar lumpur tidak hilang masuk ke formasi. Sebaliknya

untuk tekanan lebih besar dari normal (abnormal), sumur biasanya dibor

menggunakan lumpur dengan densitas sekitar 18 ppg dengan menambahkan barite

untuk memperberat lumpur. Suatu situasi memerlukan lumpur berdensitas besar

untuk kedalaman dangkal dengan tekanan formasi yang tinggi dan mengandung

gas, dan kemungkinan terjadi kebocoran casing sehingga menyebabkan tekanan

diatas normal. Lumpur dengan densitas yang memadai diharapkan mampu

menahan tekanan formasi selama proses pemboran untu mencegah terjadinya

blowout. Untuk itu perlu diperhitungakn keperluan tekanan kolom lumpur agar

bisa mengimbangi tekanan formasi, yaitu dengan memakai persamaan :

...............................................................................(3.9)

dimana :

Pm = tekanan static lumpur, psi.

dm = densitas lumpur, ppg.

D = kedalaman, ft.

Perlu diketahui, bahwa tekanan pada formasi yang diakibatkan oleh fluida

pada saat mengalir (rumus diatas untuk keadaan static) adalah tekanan yang

dihitung dengan rumus diatas ditambah dengan pressure loss (kehilangan tekanan)

pada annulus diatas formasi yang bersangkutan.

Page 40: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.5.5. Membawa cutting cutting dan material pemberat pada susupensi jika

sirkulasi lumpur dihentikan sementara

Salah satu hal terpenting dalam pemilihan lumpur yang baik adalah

kemampuannya untuk menahan dan membawa cutting dan material-material

pemberat lainnya saat sirkulai diberhentikan untuk sementara waktu. Selama

proses pemboran sirkulasi bisa diberhentikan hingga beberapa kali. Dalam

pemboran sumur yang dalam, penggantian bit memakan waktu beberapa jam saja.

Jika padatan pada saat itu tidak diperhatikan, maka pengendapannya akan

mengalami sirkulasi lagi (recirculation) dan akan menempel di sekitar bit yang

dapat menyebabkan stuck.

Agar lumpur memilki kemampuan mengangkat, lumpur harus memiliki

sifat thixotropic saat lumpur tidak bergerak dan lumpur menjadi fluida kembali

saat mengalami pergerakan. Sifat thixotropic ini disebabkan oleh kontak tepi

permukaan dari formasi (edge-to-surface contact), yaitu gaya tarik antara tepi dari

permukaan-permukaan dari perikel clay yang larut dalam lumpur, karena

permukaan plate clay didominasi oleh kandungan ion negatif sedangkan bagian

tepi memiliki kandungan ion positif. Sifat thixotropic dipengaruhi oleh perubahan

kandungan padatan dan penambahan material-material kimiawi yang ada dalam

lumpur. Pada pemakaian lumpur berat dimana mengandung partikel clay per unit

volume yang besar, gaya teriknya menjadi sangat kuat pula, maka struktur kontak

tepi permukaan dari partikel clay akan menopang seluruh berat cutting dan

material yang dibawa oleh lumpur selama proses sirkulasi diberhentikan

sementara.

3.5.6. Melepaskan cutting dan pasir di permukaan

Kemampuan Lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan

tergantung drai gel strength. Dengan cairan menjadi gel, tekanan terhadap gerakan

cutting ke bawah dapat dipertinggi. Cutting perlu ditahan agar tidak turun

kebawah, karena bila ia mengendap dibawah bisa menyebabkan akumulasi cutting

dan pipa akan terjepit. Selain itu akan memperberat rotasi permulaan dan juga

Page 41: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

mempercepat kerja pompa ntuk memulai sirkulasi kembali. Tetapi gel syang

terlalu besar akan berakibat buruk juga, karena akan menahan pembuangan

cutting dipermukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander atau

shale saker dapat membantu pengambilan cutting atau pasir dari Lumpur

permukaan. Patut ditambahkan, bahwa pasir jarus dibuang dari aliran Lumpur,

karena sifatnya yang sangat abrasive pada pompa, fitting dan bit. Untuk ini

biasanya kadar pasir maksimal yang boleh adalah 2%.

3.5.7. Menahan sebagian berat drillpipe dan casing

Drillstring dan casing di borehole akan mengalami gaya buoyance yang

mendorong keatas harus sebanding dengan berat yang dipindahkan oleh lumpur.

Perhitungan tersebut mendasari pertimbangan untuk mereduksi beban peralatan

dan struktur yang harus ditopang. Gaya buoyance meningkat dengan

bertambahnya densitas lumpur dan mereduksi tegangan akibat beban drillstring

dan casing pada kedalaman sumur.

3.5.8. Mengurangi efek negatif pada caving formasi

Pada zona permeable, impermeable cake dibentuk pada permukaan

dinding lubang sumur saat pemboran. Lapisan ini biasanya disebut dengan mud

cake yang merupakan hasil invasi inisial dari fasa liquid lumpur pemboran ke

dalam zona permeable dan meninggalkan lapisan padatan, biasanya berupa plate

clay, pada permukaan formasi. Dengan meningkatnya invasi dan lamanya waktu,

ketebalan mud cake juga akan bertambah hingga menghasilkan impermeable cake

yang kasar membatasi invasi liquid lumpur. Mud cake juga membantu

menguatkan dinding lubang sumur sehingga dapat mencegah terjadinya caving

pada formasi.

Caving formasi merupakan hasil dari perubahan faktor hidrasi dari shale

yang rentan oleh pengaruh air sehingga permukaan formasi mengembang dan

mudah rapuh akibat proses hidrasi dengan akibat lebih lanjut menyebabkan

terjadinya filtration loss. Lapisan vertikal pada dinding sumur cenderung akan

mudah runtuh dan terjatuh dalam lubang dasar sumur jika diberikan tekanan yang

Page 42: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

besar atau terdapat perbedaan densitas yang cukup besar antara formasi dengan

lumpur pemboran. Dalam kasus ini densitas lumpur harus dinaikkan dari satu

hingga beberapa pound per gallon. Gel strength lumpur juga sebaiknya dinaikkan

untuk menguatkan dan memberikan efek plastering di sepanjang permukaan

dinding yang mudah rapuh atau runtuh. Mud cake juga bisa dinaikkan dengan

menambahkan koloid atau dengan treatment kimiawi yang lainnya.

Sifat lumpur yang dapat membentuk mud cake sangat bermanfaat, karena

dapat mereduksi filtration loss akibat caving formasi lebih lanjut. Namun jika

ketebalan mud cake terlalu tebal akan menyebabkan kesulitan dalam menurunkan

atau mencabut drillstring dan atau run casing. Keberadaan mud cake yang terlalu

tebal juga menyebabkan mengurangi efektifitas sidewall coring.

3.5.9. Mendapatkan informasi dari mud logging

Kebanyakan praktek di lapangan yang modern mempercayakan elektrik

logging untuk menentukan porositas, permeabilitas dan kandungan fluida dari

formasi yang dibor. Untuk mendapatkan log dan interpretation yang baik, akan

sangat tergantung pada sifat dan komposisi lumpur pemboran. Penggunaan

spesifik densitas lumpur seringkali diperlukan untuk pengetahuan terhadap

pengaruhnya pada log. Jika lumpur pemboran sekiranya kurang acceptable

sebagai dasar penentuan logging yang baik, maka coring dapat digunakan untuk

evaluasi formasi. Namun biaya coring akan menjadi sangat mahal dibandingkan

total biaya pada penggunaan mud logging untuk pemboran suatu sumur.

Penggunaan oil-base mud dalam sekali waktu akan mengalami kesulitan

dalam mendapatkan logging yang baik karena kebocoran konduktifitas lumpur.

Namun hal itu tidak berlangsung lama, sekarang lumpu pemboran yang tersedia

tidak hanya tergantung pada konduktifitas lumpur. Informasi yang diperoleh dari

analisa lumpur pemboran bersifat seketika itu juga (instantaneous), misalnya

hadirnya oil dalam water-base mud (oil show) di permukaan mengindikasikan

penetrasi menembus zona produktif. Adanya overpressure formasi pada

kedalaman pemboran yang dalam didapatkan juga dari berkurangnya weight

Page 43: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

lumpur analisa checking flowline lumpur di permukaan. Mud gas juga berguna

untuk mengindikasikan aliran gas masuk dalam wellbore jika permeabilitas

formasi sangat rendah, tergantung pada lingkunagan geologi dan pemboran yang

dilakukan.

3.5.10. Media logging

Pada penentuan adanya minyak atau gas serta juga zona-zona air dan juga

untuk korelasi dan maksud-maksud lain, diadakan logging (memasukkan sejenis

alat antara lain alat listrik atau gamma ray / neutron) seperti misalnya electric

logging, yang mana memerlukan media penghantar arus listrik di lubang bor.

3.6. Kontaminasi Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan sejak digunakannya

teknik rotary drilling dalam operasi pemboran lapangan minyak, dengan maksud

untuk mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu pemeliharaan dan

pengontrolan sifat-sifat lumpur menjadi mutlak dilakukan agar sesuai dengan

yang diinginkan.

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah

adanya material-material yang tidak dikehendaki (kontaminan) yang masuk ke

dalam lumpur ketika operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering

sekali terjadi adalah sebagai berikut :

3.6.1. Kontaminasi Sodium Klorida

Kontaminasi ini terjadi ketika pemboran menembus kubah garam (salt

dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam cukup

tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk ke dalam

sistem lumpur. Kontaminasi garam merupakan hasil dari penambahan beberapa

variasi garam kedalam lumpur pemboran selama operasi pemboran formasi,

komplesi atau workover.

Page 44: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Biasanya garam terlarut dibedakan menjadi dalam dua kelompok, yaitu

monovalent dan divalent. Pada umumnya garam monovalent yang terjadi berupa

sodium chloride (NaCl), dengan sedikit mengalami pengembangan, menjadi

potassium chloride (KCl). Sedangkan garam divalent merupakan hasil

kontaminasi calcium sulfate (CaSO4), calcium hydroxide (CaOH2), calcium

chloride (CaCl2), magnesium sulafate (MgSO4) dan magnesium chloride(MgCl2).

Akibat adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur

seperti viscositas, yield point, gel strength dan filtration loss. Kadang-kadang

penurunan pH dapat pula terjadi dengan kehadiran garam dalam sistem lumpur.

Aliran air garam kemungkinan dapat dideteksi dengan adanya peningkatan pit

volume, peningkatan kandungan ion klorida dan berkurangnya tekanan pompa.

Formasi evaporit juga akan mendukung terjadi kontaminasi sodium klorida

dalam lumpur pemboran yang biasanya ditemukan pada beberapa area produksi

minyak dan gas. Garam yang ada pada formasi evaporit dibentuk oleh proses

penguapan (evaporation) air dari laut zaman dahulu. Water-base mud secara cepat

akan melarutkan kandungan air garam dari formasi ini. Sedangkan kubah garam

(salt dome) merupakan sumber utama sodium klorida, dimana kontaminasi garam

akan berkembang secara drastis jika lumpur pemboran menemui formasi kubah

garam tersebut. Karena larutan garam lebih halus dibandingkan batuan disekitar,

sehingga drillability oleh bit lebih mudah, maka adanya kenaikan laju penetrasi

mengindikasikan pemboran menembus lapisan kubah garam.

3.6.2. Kontaminasi Gipsum

Gipsum dapat masuk ke dalam lumpur saat pemboran menembus formasi

gipsum, lapisan gipsum yang terdapat pada formasi shale atau limestone.

Kontaminasi gipsum merupakan hasil pemboran terhadap lapisan yang memilki

ketebalan dari hanya beberapa inch hingga 800 ft ketebalan. Gipsum mempunyai

nama kimia calcium sulfate (CaSO4) yang bereaksi dengan kristalisasi air. Secara

geologis, gipsum terbentuk pada formasi lingkungan laut dalam, kemudian

mengalami kristalisasi dengan kandungan yang kaya akan larutan calcium sulfate.

Dari beberapa kasus gipsum ditemukan dalam lapisan yang tipis yang menembus

Page 45: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

lapisan limestone yang tebal, sehingga akan sangat sulit untuk menentukan

ketebalan gipsum secara pasti. Dalam kasus yang lainnya, gipsum dengan jumlah

yang cukup besar mampu mengkontaminasi lumpur pemboran secara kontinyu.

Efek kontaminasi gipsum disebabkan oleh ion-ion calcium dan sulfate

dalam jumlah yang cukup besar. Gipsum yang mengandung ion calcium

berflokulasi dengan sodium bentonite dalam suspensi lumpur dengan melakukan

reaksi pertukaran ion positif dan negatif. Flokulasi bentonite menghasilkan

kenaikan water loss dari lumpur. Permulaan water loss lumpur pemboran berkisar

8 cc, namun setelah 24 jam water loss bisa mencapai 25 sampai 75 cc jika lumpur

tidak dijaga dengan baik.

Akibat adanya gipsum dalam jumlah cukup banyak dalam lumpur, maka

akan merubah sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti viscositas plastic, yield

point, gel stragth dan luid loss. Sistem lumpur pemboran yang digunakan untuk

pemboran formasi gipsum tergantung pada jumlah dan frekuensi kontaminasi.

Water-clay mud dapat digunakan untuk menjaga kondisi pemboran meskipun

biayanya menjadi berlebih jika menemui section yang sangat tebal atau secara

konstan memakan waktu yang sangat lama. Treatment water-clay mud seperti

halnya abu soda atau barium carbonate didesain untuk melarutkan calcium, agar

calcium tidak mengendap dalam larutan.

3.6.3. Kontaminasi Semen

Kontaminasi ini lebih disebabkan oleh kegitan yang dilakukan oleh

engineer saat dilakukan pemboran melalui proses penyemenan casing, squeezing

pipe, plugging back operation dan lain-lain. Karena kontaminasi ini lebih

disebabkan oleh kegiatan teknis pemboran, maka kuantitas dan lokasi semen yang

dibor telah diketahui. Jumlah kontaminasi tidak dapat ditentukan secara pasti

karena sebagai fungsi kondisi dari semen yang digunakan.

Ketika semen tercampur dengan senyawa air dalam jumlah proporsi yang

besar, calcium silica yang terkandung dalam semen akan mengeras menjadi

padatan yang keras. Lapisan formasi yang dibentuk oleh limestone dengan jumlah

tertentu, akan memberikan semen reaksi alkalin yang tinggi, sehingga pada saat

Page 46: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

semen ditambahkan terjadi dua reaksi pertukaran ion antara semen dengan lumpur

pemboran. Salah satu pengaruhnya adalah kuantitas ion calcium dalam semen

yang besar terhadap partikel bentonite dalam lumpur akan menyebabkan

viskositas dan gel strength lumpur naik, juga dapat menyebabkan water loss

tergantung dari persen konversi pertukaran ion material yang bersangkutan.

Pengaruh lainnya adalah terjadinya efek hydroxyl radical yang meningkatkan

harga pH lumpur.

Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan yang kurang

sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, flost collar, dan

casing shoe. Kontaminasi semen pada lumpur dapat terjadi saat dilakukan

penyemenan atau setelah dilakukan penyemenan selama proses pemboran. Dalam

penyemenan, jika porsi lumpur secara langsung tejadi kontak dengan semen,

maka kontaminasi tersebut dianggap yang paling jelek. Ada sebagian kontaminasi

juga terjadi terhadap sisa semen yang masih tertinggal pada dinding permukaan

drillstring atau casing selama operasi penyemenan. Jika semen didesain untuk

menghasilkan suspensi mass yang keras, maka bit pada pemboran untuk plugging

akan menembus dan memecahkan semen sehingga menghasilkan cutting yang

keras yang hanya bisa disaring di permukaan dengan shale shaker. Sedangkan jika

semen yang dibor adalah lunak dan ditembus dengan mudah, maka bit dan aliran

lumpur menggerus (regrinding) menghasilkan partikel-partikel halus dalam

jumlah yang besar larut mengkontaminasi lumpur pemboran. Kontaminasi semen

akan mengubah viscositas, yield point, gel strength, fluida loss, dan pH lumpur.

Selain kontaminasi-kontaminasi yang telah disebutkan, bentuk

kontaminasi yang lainnya yang dapat terjadi selama operasi pemboran, yaitu :

a. Kontaminasi “hard water” atau kontaminasi oleh air yang mengandung ion

calsium dan magnesium cukup tinggi

b. Kontaminasi carbon dioxide

c. Kontaminasi hidrogen sulfida

d. Kontaminasi oxygen

Page 47: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.7. Hidrasi Bentonite

Clay bentonite terdiri dari tumpukan-tumpukan lapisan parallel seperti

lembaran plat. Lembaran bentonite yang tipis tapi memanjang dan cukup lebar

jika ditumpukkan satu dengan yang lainnya akan menghasilkan lapisan yang tebal.

Jarak antara masing-masing lembaran plat yang saling berdekatan tersebut sangat

kecil sekali, yang dinyatakan dalam A° sama dengan 1 X 10-8 cm, seperti

montmorillonite terutama bentonite pada udara kering sekitar 9.8 A° terhadap

sodium (Na) dan sekitar 11.8 – 12.1 A° terhadap calcium (Ca) atau magnesium

(Mg).

Ion-ion Na mempunyai energi hidrasi yang rendah untuk mengadsorbsi air

dibandingkan dengan ion-ion Ca. Ketika ion Na dan Ca terjadi kontak dengan

udara luar akan menyebabkan kenaikan kelembaban hingga akhirnya bercampur

dengan udara, sehingga jarak plat meningkat sesuai dengan lapisan yang

diadsorbsi oleh air. Tahap awal mekanisme absorsi adalah hidrasi pertukaran ion.

Bentonite dapat menghidrasi dalam air dengan ukuran yang bervariasi

Besarnya hidrasi dari beberapa variasi kation partikel bentonite berkaitan dengan

jarak yang ada dari kation permukaannya. Dimana pertukaran kation dengan kuat

diadsorbsi oleh kalsium (Ca) dan hidrogen yang cenderung menarik kation yang

berdekatan membentuk plat-plat clay yang menyerap air dengan jarak spasi

mencapai 15 – 17 A°. Sedangkan untuk pertukaran kation yang tidak bisa

bercampur (disassociated), seperti sodium (Na), akan menambah jarak spasi antar

plat hingga mencapai 17 – 40 A°, terutama pada kondisi aqueous, yang dibatasi

oleh shear halus seolah masing-masing plat melayang satu sama lainnya. Seperti

yang ditunjukkan oleh Gambar 3.5, mengilustrasikan proporsi umum hidrasi plat-

plat bentonite kalsium yang menyisakan gaya VanDer Walls yang lemah dengan

diselipi air antar permukaan plat-platnya. Sedangkan hidrasi plat-plat bentonite

sodium memberikan jarak efektif spasi yang besar seolah mengambang sebagai

efek lapisan air diantara masing-masing platnya untuk membentuk kesetimbangan

pertukaran kation oleh partikel clay.

Page 48: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa partikel clay ini bisa terdiri dari satu

macam lapisan atau sampai tak terhingga, yang saling menumpuk menyerupai

deck kartu-kartu yang diikat bersama-sama dalam suatu gaya residual. Ketika

tersuspensi dalam air, clay akan memperlihatkan bermacam-macam derajat

swelling-nya. Molekul bentonite terdiri dari tiga layer, yaitu : sebuah layer

alumina dan layer silica yang berbeda di atas dan layer alumunia berada di bawah.

Gambar 3.5.Hidrasi Bentonite20)

Plat (lempeng) bentonite bermuatan negatif dan mempunyai kation-kation

yang berlawanan dan bergabung denganya. Jika kation-kation yang berlawanan

dan bergabung dengannya. Jika kation-kation ini adalah sodium (Na), maka clay

Page 49: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

tersebut Sodium Montmorilloint dan jika kalsium maka disebut Calsium

Montmorillonite.

Kosekuensi adanya adsorbsi air dalam kuantitas yang besar pada kasus

yang telah terjadi, menunjukkan terjadinya disperse partikel yang menyebabkan

penyerapan dan penyusutan volume air karena disperse clay sehingga

mengakibatkan viskositas naik.

Bila suspensi air dan clay dari hasil pengadukan yang sempurna sesuai

dengan prosedur, maka terdapat tiga ikatan plat-plat pada permukaan clay, yaitu :

o Tepi terhadap tepi

o Muka terhadap tepi

o Muka terhadap muka

Mata rantai dari partikel-partikel ini akan terbentuk secara serentak atau

hanya terdapat satu jenis mata rantai yang akan menguasai proses tersebut.

Berdasarkan cara pengembangan lempeng (lihat Gambar 3.2), terdapat empat cara

yang berbeda :

1. Dispersi

2. Aggregasi

3. Flokulasi

4. Deflokulasi.

3.7.1. Dispersi

Lempengan-lempengan yang terssuspensi di dalam larutan dalam keadaan

tersebar merata dan tidak terdapat ikatan antara permukaan maupun tepi dari

lempengan-lempengan.

Karena jumla dari partikel yang tersuspensi besar, maka akan

mengakibatkan kenaikan pada viscositas dan gel strength. Biasanya lempengan-

lempengan clay teragregasi sebelum terhindrasi dan setelah terjadi hidrasi diaduk,

keadaan ini berubah menjadi terdispersi.

Derajat terdispersinya tergantung kandungan elektrolit dalam fasa cair,

waktu, temperatur, ion-ion yang dapat saling dipertukarkan serta konsentrasi clay.

Page 50: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.7.2. Flokulasi

Bila lempengan clay bergabung satu dengan lainnya dimana di dalam

sistem akan terdapat ikatan muka dengan tepi lempeng, tepi dengan tepi lempeng

yang tidak tersebar secara merata di dalam fasa cairannya. Flokulasi akan

mengahasilkan clay yang akan mengumpal sehingga akan menghasilkan gel yang

berlebihan.

3.7.3. Aggregasi

Aggregasi terjadi bila antara muka dengan muka atau tepi dengan tepi

lempeng clay saling berkaitan satu dengan lainnya dan tersebar di dalam fasa

cairnya.

3.7.4. Deflokulasi

Deflokulasi terjadi bila dalam larutan yang terflokulasi terjadi pemusatan

ikatan antara muka dengan tepi, yaitu dengan penambahan thinner ke dalam

3.8. Pengontrolan Lumpur Pemboran.

Faktor yang penting dalam melakukan pemboran sumur adalah mengotrol

komposisi dan kondisi dari Lumpur bor tersebut. Perencanaan casing, laju

pemboran dan completion seluruhnya dipengaruhi oleh Lumpur secara langsung.

Pengaturan dari Lumpur adalah salah satu tenggung jawab yang penting dari

seorang pengawas pemboran.

Untuk mempermudah pengertian, maka ada tiga sifat pokok yang harus

diketahui yaitu : berat, viscositas dan water loss dari lumpur.

3.8.1. Densitas Lumpur

Lumpur pemboran sebagai benda cair mempunyai berat jenis. Berat jenis

suatu benda adalah berat benda dibagi volumenya, pada temperature dan tekanan

tertentu. Satuan (dimensi) yang dipakai : kg/l ; gr/cc ; lb/gal dsb. Berat jenis

Lumpur pemboran diukur dengan alat timbangan Lumpur (mud balance), yaitu

Page 51: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

semacam alat penimbang yang disatu ujungnya berskala dan ujungyang lainnya

terdapat mangkok tempat Lumpur yang akan ditentukan “densitynya”.

Kalibrasi alat tersebut dapat dilakukan dengan air biasa harus menunjukan

angka 8,33 lb/gal (ppg), 62,4 lb/cuft, 1 spesific gravity dan 433 psi/1000ft.

Berat jenis Lumpur harus dikontrolagar dapat memberikan tekanan

hidrostatik yang cukup untuk mencegah masuknya cairan formasi ke dalam lbang

bor, tetapi tekanan tersebut jangan terlalu besar sehingga menyebabkan formasi

pecah dan Lumpur hilang ke dalam formasi. Oleh karena itu berat jenis Lumpur

pemboran perlu direncanakan sebaik-baiknya dan disesuaikan dengan keadaan

tekanan formasi.

Tekanan hidrostatik Lumpur di dasar lubang adalah fungsi dari berat jenis

Lumpur itu sendri, dan dapat dirumuskan:

, kg/cc...........................................................................(3.10)

Dimana :

Ph = tekanan hidrostatik lumpur

W = berat jenis Lumpur, gr/cc

H = kedalaman, meter

Tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang akan mempengaruhi

kemampatan formasi di bawahnya yang akan dibor. Makin besar ρL , lapisan

akan makin mampat sehingga merupakan hambatan tambahan terhadap

kemampuan pahat untuk mengkoreknya, sehingga kemajuan pahat akan makin

lambat.

Hubungan antara kecepatan pemboran dengan tekanan hidrostatik lumpur

di dasar lubang dapat dilihat pada grafik Gambar 3.6. Dari gambar tersebut dapat

dilihat, bahwa makin besar pH kecepatan atau laju pemboran semakin kecil,

denagn demikian untuk mencapai laju pemboran yang lebih cepat, dapat begitu

saja menurunkan berat jenis, tetapi hal ini harus mengingat akan kemungkinan-

kemunkinan yang dapat terjadi. API telah memberikan suatu perkiraan untuk

menentukan berat jenis lumpur pembora agar tidak terjadi suatu kesuliatan, yaitu

Page 52: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

menambahkan batas faktor keselamatan sebesar = 0.012 kg/cm untuk tiap meter

kedalaman.

Gambar 3.6.Hubungan Tekanan Hidrostatik Lumpur terhadap Laju Pemboran11)

Di lapangan pengukuran berat jens lumpur diukur dengan menggunakan

suatu alat yang disebut Mud Balance, bagian-bagian ari mud balance adalah

sebagai berikut :

- mangkok berserta tutupnya (cup)

- lengan bersekala (blance arm)

- anak timbangan (rider)

- gelas pengatur \ level (level gelas)

- penyangga ( base and fulcrum)

Page 53: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Untuk jelasya tentang bagian-bagian dari mud balance lihat gambar berikut :

Gambar 3.7.Mud Balance4)

Prosedur pengukuran berat jenis adalah sebagai berikut :

1. Isi mangkok sampai penuh dan tutup.

Pastikan bahwa ada lumpur yang keluar dari lubang penutup, supaya pasti

dalam mangkok benar-benar penuh berisi lumpur.

2. Tutup lubang pada magkok dengan jari, cuci lumpuryang ada pada

penutup dan lengan mud balance. Ini agar lumpur yang ditimbang betul-

betul yang berada pada mangkok.

3. Letakkan diatas penyangga, atur rider agar posisi lengan betul-betul

horisontal.

4. Baca berat jenis lumpur yang ditunjukka oelh rider.

Pada lengan bersekala dapat terbaca berat jenis dalam satuan ppg, ataupun dalam

satuan gr/cc. Juga ada yang menyatakan SG dari lumpur.

Page 54: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.8.2 Viskositas Lumpur

Viskositas suatu cairan adalah ukuran tahanan dalamnya terhadap aliran

suatu gerakan. Viskositas dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara

“shear stress”(tekanan pengeser) dan “shear rate” (laju pengggeseran). Untuk

cariran yang termasuk Newtonian seperti air, perbandingan “shear rate” dan

“Shear stress” ini sebanding dan konstan, sedangkan lumpur pemboran adalah

termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dan shear rate

tidak konstan disebut viscositas semu (apparent viscocity) serta memberikan

hubunga variasi yang luas. Gambar dibawah ini memperlihatkan perbedaan

cariran newtonian dan non-newtonian. Selanjutnya pembahasan mengenai cairan

tersebut akan dibahas tersediri.

Gambar 3.8.Cairan Newtonian dan Non-Newtonian4)

Tujuan dari pengenalan viscositas lumpur ini adalah untuk :

1. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang dianulus.

2. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai untuk membawa

padatan formasi.

Page 55: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3. Membantu mengontrol ”swab pressure“ dan ”surge pressure“.

Pertimbangan-pertimbangan yang tak langsung adalah sebagai berikut :

1. Laju pemboran adalah besar dengan kadar padatan yang rendah,

atau lumpur yang encer

2. Lumpur dapat dikentalkan untuk memperkecil erosi pada formasi

shale yang tidak kompak, karena bentuk aliran turbulen dengan

lumpur yang encer dapat mengakibatkan erosi lbang sehingga

terjadi pembesaran lubang.

Dalam pemboran viscositas dai lumpur naik, hal ini dikarenakan oleh:

o Flokulasi

Pada flokulasi gaya tarik menarik antara partikel-partikel clay terlalu besar

dan akan menggumpal, dengan terjebaknya air bebas oleh partikel-partikel

claysehingga sistim kekurangan air bebas menyebabkan viscositas naik.

Penggumpalan tadi bisa diakibatkan kenaikan jumlah partikel-partikel padat

(jarak antara plat-plat lebih kecil) atau karena kontaminasi (anhydrit, gypsum,

garam yang menetralisir gaya tolak menolak antara muatan-muatan negatif

dipermukaan clay). Dalam hal kontaminasi dengan ion Ca2+ digunakan soda

abu (Na2CO3) untuk pengobatan. Sedangkan pada kontaminasi dengan garam

(NaCl) dipergunakan pengenceran dengandipersant stelah dinaikkan pH nya

denga caustic.

o Terlalu Banyaknya Padatan

Untuk ini hanya pengenceran yang efektif untuk mencegah penurunan

viscositas.

Peralatan yang dipergunakan untuk mengukur viscositas adalah sebagai

berikut :

1. Marsh Funnel

Viscositas yang diukur dengan menggunkan Marsh Funnel adalah

viscositas elatif. Dimana dibandingkan dengan viscositas lumpur dengan

viscositas ai tawar. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengukur

viscositas dengan cara Marsh Funnel adalah sebagai berikut :

- corong

Page 56: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

- cangkir

- stopwacth

mud dimasukkan kedalam corong sebanyak 1500 cc, dan tutup ujung

corong dengan jari. Masukkan kedalam cangkir sambil menghidupkan

stopwacth. Setelah volume lumpur didalam cangkir mencapai946 cc

dicatat sebagai viscositas dari lumpur. Satuanyang digunakan adlah detik.

Peralatan yang digunkan tersebut perlu dikalibrasi denga

menggunakan air tawar. Bila dengan cara yang sama dengan mengukur

viscositas lumpur didapatkan viscositasnya 26 detik = 0,5 detik,

dinyatakan bahwa alat baik. Kalau lebih maka kemungkinan saringan yang

ada pada corng terseumbat. Dalam operasi pemboran viscositas lumpur

yang baik berkisar antara 36-45 detik Marsh Funnel.

Gambar 3.9.Marsh Funnel20)

2. Fann VG Meter

Page 57: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Fann VG Meter maupun Stromer Viscometer merupakan alat yang

digunakan untuk mengukur viscositas plastic dari lumpur bor. Prinsipnya

adalah beberapa torsi yang dihasilkan bila lumpur diaduk dengan

kecepatan tertentu.

Masukkan lumpur kedalam tbung, rotor sleeve ditenggelamkan

dalam lumpur, putar sleeve sebesar 600 rpm sampai jarum pembacaan

menunjukkan angka yang konstan, dan dicatat angkanya. Kemudian

lakukan pula untuk putaran 300 rpm selisih pembacaan dengan putaran

600 rpm dan 300 rpm merupakan viscositas plastic dari lumpur.

Gambar 3.10.Fan V-G Meter4)

Diwaktu lumpur bersikulasi yang berperan adalah viscositasnya.

Sedangkan diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gelstrenght.

Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak ada sirkulasi, hal

ini disebabkan oleh gaya tarik menarik antara partikel-partikel padatan lumpur.

Gaya mengagar inilah yang disebut dengan gelstrenght.

Page 58: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Diwaktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai

gelstrenght yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar

jangan turun. Akan tetapi kalau gelstrenght terlalu tinggi akan menyebabkan

terlalu berat kerja lumpur untuk memulai sirkulasi kembali.

Walau pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh

memompakan lumpur dengan daya yang besar karena formasi bisa pecah.

Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggatian bit. Agar formasi tidak pecah

didasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan secara bertahap, dan sebelum

melakukan sirkulasi rotary table diputar lebh dahulu untuk memecah gel. Tahap

yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut :

Turunkan rangkaian spertiga kedalaman, lakukan sirkulasi dengan memutar rotay

table terlebih dahulu. Kemudian lakukan hal u\yang sama untuk dua pertiga

kedalaman. Yang terakhir lakukan hal yang sama bila bit sudah mencapai hampir

ke dasar lubang. Biasanya dengan cara tersebut gel sudah pecah dan tenaga yang

diperlukan untuk sirkulasi kembali darilumpur tidak begitu besar, dan formasi

tidak pecah. Gelstrenght dapat diukur dengan menggunakan Stromer Viscometer,

dengan cara sebagai berikut:

- Masukkan lumpur kedalam tabung, aduk dengan kecepatan tinggi selama

sepuluh detik.

- Diamkan selama 10 detik, aduk lagi dengan kecepatan 300 rpm, awasi

kenaikan pembacaan sampai jarum bergetar secara konstan.

- Pembacaan merupakan gelstrenght lumpur untuk 0 menit dengan satuan

lb/100 ft2.

- Aduk lagi lumpur dan diamkan selama 10 menit

- Putar lagi sleeve 300 rpm, dan lakukan pembacaan seperti diatas, dan

laporkan sebagai gelstrenght 10 menit.

Dengan menggunakan shearometer, gelstrenght lumpur dapat juga ditentukan.

3.8.2.1. Pengaturan Viscositas

Viscositas dari lumpur dapat diatur secara efisien dan cermat dengan cara

kerja sebagai berikut :

Page 59: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

- Pengukuran viscositas dilakukan secara berulang kali.

- Strenght diamati berulang kali.

- Pengukuran pH atau alkalinitas dalam batas tertentu.

- Padatan yang dikandung lumpur diukur berulang kali.

- Kandungan chloride dan calcium siukur untuk menjaga terjadinya

kontaminasi.

Untuk memahami pembuatan lumpur dibuat dengan viscositas standard

sebesar 1.5 cp. Perubahan secara bertahap dengan konsentrasi clay sampai

mencapai suatu harga konsentrasi titik kritis dengan penambahan padatan.

Gambar 3.11.Hubungan Viskositas terhadap Variasi Tipe Lumpur Clay4)

Page 60: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Diatas titik kritis, penambahan padatan akan menghasilkan viscositas yang tinggi.

Dengan penambahan air maka viscostas akan turun. Konsentarsi titik padatan

seperti terlihat pada Gambar 3.11. tergantung dari type padatannya. Dalam hal

yang umum, padatan clay dari formasi yang dibor dapat dibandingkan dengan

kurva pada gambar tersebut.

Ciri khas pengontrolan viscositas ini tergantung pada kondisi daerah yang

bersangkutan, dimana formasi clay menghidrat atau mengembang akibat adaya

air, maka viscositas turun secara kontinyu yang pengencerannya dengan

menggunakan air. Dalam daerah dimana formasinya tidak menghidrat, maka perlu

adanya penambahan bentonite.

o Pengontrolan Viscositas Lumpur di Lapangan.

Langkah pertama pada pemboran adalah mempelajari lumpur dari gel dan

air. Kecenderungan yang terjadi adalah kemungkinan-kemungkinan dari

pelbagai sistem setelah periode waktu tertentu, dapat terjadi flokulasi

(pengentalan lumpur), untuk ini diperlukan dispersant seperti Quebracho.

Pada flokulasi, gaya tarik antar partikel-partikel clay sangat besar dan ini

akan menyebabkan terjadinya penggumpalan-penggumpalan clay dengan

terjebaknya air oleh partikel-partikel clay sehingga sistem akan kekurangan air

bebas, maka viscositas menjadi naik. Penggumpalan ini terjadi karena

kenaikan jumlah partikel-partikel padat (jarak antaraplat partikel lebih kecil)

atau karena kontaminasi (anhydrit, gypsum, semen, garam yang menetralisir

gaya tolak menolak antara muatan negatif dari clay). Dengan penambahan zat-

zat kimia, hal tersebut dapat diatasi tanpa mengakibatkan terjadinya

penggumpalan serta terbentuknya viscositas yang tinggi.

Dalam hal terjadinya kontaminasi dengan ion Ca2+ digunakan soda abu

(Na2CO3) untuk treating atau pengobatan, sedangkan pada kontaminasi dengan

garam (NaCl), digunakan pengenceran, lalu dengan dipersant setelah

dinaikkan pH-nya dengan caustic.

o Pengontrolan Lumpur yang dibuat tidak di lapangan.

Persoalan dalam hal ini adalah mempertahakan viscositas yang telah

dihasilkan. Ini dilakukan denan cara penambahan clay atau alkalinity (gel)

Page 61: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

secara teratur dalam air tawar, serta dengan cara pemakaian garam type gel

dalam saturasi salt water mud atau kandungan garam yang tinggi. Konsentrasi

garam yang diperlukan dari fresh water bentonite menjadi salt gel tidak

dilakukan begitu saja, karena ini tergantung dari type garam-garamnya

(calcium, sodium, potasium atau aram yang lain).

Berdasarkan biaya, maka diadakan prosedure yang lain untuk digunakan

agar viscositas dan water loss daat dipertahankan viscositas yan tinggi dapat

digunakan untuk :

- Memberikan perbaikan serbuk bor bagi geologist.

- Mengurangi gangguan pada lubang bor melalui pembersihan cutting

Untuk itulah viscositas yang tinggi dipertahankan. Meskipun demikian,

kecepatan dianullus dapat dipertahankan lebih dari 120 rpm, maka viscositas

yang rendah cukup baik untuk digunakan.

Kerugian-kerugian yang timbul akibat viscositas yang tingi dari lumpu

pemboran adalah :

- biaya lumpur menjadi tinggi.

- kecepatan pemboran turun.

- bertambahnya pressure drop.

- bertambahnya pressure surges bila drill pipe bergerak.

- bertambahnya efek swabbing.

- dapat menimbulkan gugurnya formasi bila cassing bergerak yang

diakibatkan terjadinya lost of return bila dilakukan penyemenan.

Tentang aspek yang bagaimana penambahan pressure drop dapat mengkibatkan

kerugian-kerugian dengan analisa tersebut.

Anggaplah digunaka n hydraulic horse power, sehingga pembersihan

lubang bor oleh lumpur dapat berjalan dengan normal apabila kecepatan dianulus

cukup memadai atau jika mungkin dapat dilakukan dengan penambahan

viscositas, maka rate volume harus berkurang. Ini berarti bahwa penambahan

kapasitas dari lumpur berkurang karena kecilnya kecepatan dan naikknya

viscositas (selama viscositas naik maka kecepatan berkurang).

Page 62: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Sedangkan viscositas lumpur yang rendah dapat mengakibatkan :

1. Pengangkatan cutting tidak baik.

2. Material-material pemberat dai lumpur diendapkan.

3.8.2.2. Pemilihan Viscositas Lumpur.

Pemilihan viscositas lumpur dalah merupakan faktor yang terpeting.

Dalam beberapa daerah atau lapangan, pemakaian air sebagai lumpur masih

dimungkinkan. Dalam bayak hal pengangkatan dengan viscositas yang berbeda-

beda sering dilakukan. Sebagai contoh pengukuran viscositas dengan corong

memerlukan waktu 50 detik, untuk berat lumpur yang normal ini adalah tinggi,

tetapi untuk kelompok yang lain dianggap rendah. Pengukura viscositas dengan

Funnel Visocentimeter dengan menggunakan air sebagai lumpur akan

memerlukan waktu 26,5 detik. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran selama 50

detik untuk kelompok tersebut adalah tinggi. Sebagai patokan untuk viscositas

yang rendah berada disekitar 36 detik. Untuk viskositas yang sedang adalah

berkisar antara 30 – 46 detik, lebih besar dari harga ini adalah tinggi.

3.8.3. Efek Invasi Lumpur Pemboran

Operasi pemboran biasa dilakukan dengan menggunakan lumpur

pemboran, pengontrolan tekanan lumpur (hydrostatic pressure) sering dilakukan

sepanjang kedalaman pemboran dan menyesuaikan dengan perubahan tekanan

formasi dan jenis batuan yang ditembus mata bor (bit). Oleh karena itu, biasanya

fluida pemboran dibuat sedemikian rupa agar dapat memberikan tekanan

hidrostatik yang sedikit lebih besar dan tekanan formasi, tekanan yang lebih ini

diperlukan untuk menahan endapan lumpur pada dinding lubang bor agar jangan

terlalu banyak cairan dan fluida pengebor masuk (invasi) ke dalam formasi atau

terjadi dehidrasi dari fluida pemboran.

Jika tekanan lumpur lebih besar dari tekanan formasi (ph > pf),

menyebabkan partikel dan filtrat akan menginvasi ke formasi produktif. Selain itu

dapat juga disebabkan oleh rate penetrasi yang lebih besar dari sirkulasi lumpur,

sehingga menyebabkan sebagian cutting akan tergilas kembali oleh bit dan

Page 63: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

menginvasi ke formasi. Cairan yang menginvasi ke formasi pada dinding lubang

pemboran akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat itu antara lain sebagai

berikut :

o Dinding lubang akan mudah runtuh atau lepas.

Jika formasi yang dimasuki oleh zat cair yang masuk tersebut adalah air, maka

ikatan antara partikel formasi akan melemah sehingga dinding lubang

cenderung untuk runtuh.

o Menyalahi interpretasi dari logging.

Elektrik logging atau resistivity log mengukur resistifitas dari formasi dan

cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut, sehingga jika

filtration loss terlalu tinggi maka yang akan dihitung adalah resistifitas flitrat

lumpur iru bukan formasi atau fluida formasinya.

o Water blocking.

Filtrat yang berupa air akan menghambat atau menghalangi aliran minyak dari

formasi ke dalam lubang sumur kalau filtrat dari lumpur banyak.

o Differential sticking.

Bersamaan dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan

tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi dengan berat jenis lumpur

yang besar, maka drill collar akan cenderung terjepit karena mud cake akan

menahan drill collar yang terbenam dalam mud cake serta lumpur akan

menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang bor.

o Cahanneling pada semen.

Di waktu penyemenan, mud cake yang terlalu tebal kalau tidak dikikis akan

menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik, juga

mud cake akan mempengaruhi keperluan volume semen dalam annulus karena

sebagian space semen dikurangi oleh mud cake.

Oleh sebab itu filtration loss perlu diperhatikan dengan selalu mengadakan

pengukuran dan pengontrolan tentang filtration loss dan mud cake lumpur

pemboran. Untuk mencegah filtration loss dan mud cake yang terlalu tebal yang

Page 64: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

dapat menimbilkan problem, maka dibatasi filtration loss maksimal 6.5 cc dan

tebal mud cake maksimal 2 mm.

Invasi fuida pemboran keformasi disebabkan oleh :

o Ukuran rongga pori yang lebih besar dari ukuran partikel yang menginvasi.

o Adanya perekahan alamiah dari reservoir.

o Partikel-partikel kecil dari lumpur pemboran dan cutting.

o Laju pemboran yang rendah dapat menyebabkan kerusakan mudcake sehingga

terjadi invasi fluida ke formasi.

o Densitas fluida pemboran yang tinggi menyebabkan tekanan overbalance yang

tinggi.

o Permeabilitas formasi yang besar sehingga memungkinkan invasi partikel

padatan ataupun filtrat kedalam formasi.

o Tekanan differensial (beda tekanan antara formasi dan tekanan hidrostatik

pada lubang bor).

o Komposisi lumpur pemboran yang digunakan.

3.8.3.1. Mekanisme Invasi Lumpur Pemboran

Dalam sistem lumpur pemboran, invasi lumpur pemboran kedalam formasi

dibagi menjadi dua komponen utama, yaitu : mud filtrat dan solid parikel.

Kedua komponen ini berperan dalam pembentukan kualitas mudcake yang

terbentuk pada dinding sumur dan memberikan tingkat perubahan kondisi sekitar

zona produktif atau dikenal sebagai kerusakan formasi.

Masuknya filtrat lumpur pemboran ke dalam formasi yang tidak

mengandung clay (clean sand) tidak menimbulkan masalah rumit, karena pada

clean sand filtrat lumpur pemboran akan didesak lagi keluar oleh minyak pada

waktu sumur diproduksi. Tetapi masalah akan timbul jika formasi mengandung

clay, dirty sand. Dimana filtrat lumpur pemboran tidak bisa diatasi oleh minyak

yang diproduksikan.

Invasi mud filtrat dibagi dalam dua fasa, yaitu :

Page 65: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

3.8.3.1.1. Dynamic Filtration

Filtrasi dinamik adalah filtrasi yang terjadi pada saat adanya sirkulasi

lumpur pemboran dan berputarnya rangkaian batang bor (drill string). Filtrasi ini

merupakan invasi filtrat lumpur paling besar yaitu sekitar 70 - 90 persen dari

volume filtratnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi filtrasi dinamik, yaitu :

o Kecepatan filtrasi

o Jenis lumpur yang digunakan

o Tekanan filtrasi

o Vicositas dan temperatur.

Selama sirkulasi lumpur pemboran dan rotasi drill string berlangsung,

lumpur bor dalam keadaan dinamis. Dimana dalam keadaan demikian akan

merusak sifat gel strength lumpur dan mengikis lapisan transisi pada shear

strength rendah antara mud cake dengan lumpur,perhatikan Gambar 3.12.

Dari Gambar 3.12. terlihat, makin tebal filtrate cake, maka filtrasi yang

melalui zona transisi menurun sampai mencapai keadaan seimbang antara

hydrodinamic shear strength dengan mud cake yang terjadi di annulus. Hal ini

menyebabkan pengendapan dan pengikisan menjadi seimbang sampai ukuran mud

cake mencapai ketebalan yang konstan.

Ferguson dan Klotz melakukan percobaan untuk mengetahui kapasitas

filtrasi dinamik dengan menggunakan empat tipe lumpur bor yaitu : bentonite –

barytes mud, oil base mud, limestarch mud, dan oil emulsion mud. Kapasitas

filtrasi dinamik merupakan fungsi dari API filter loss dari tiap-tiap lumpur bor.

Filtrasi dinamik dari emulsion mud lebih besar daripada jenis lumpur lainnya.

Tetapi emulsion mud hanya mempunyai API filter loss 4 ml atau mendekati filter

loss lime starch mud dan lebih kecil daripada filter loss bentonite mud.

Untuk emulsion mud, lime starch dan oil base mud kapasitas

keseimbangan (equilibrium capacity) filternya bertambah dengan bertambahnya

kecepatan lumpur. Untuk bentonite mud, filtrasinya diukur dengan sirkulasi

lumpur pada kecepatan sirkulasi lumpur dengan kecepatan antara 2,25 – 3,5 ft/sc

bertambahnya kecepatan sirkulasi gradien tekanan filtrasi sampai pada lapisan

Page 66: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

transisi akan mendekati gradien hidrodinamik dimana mud cakenya akan

bertambah tebal.

Ketebalan filter cake akan tetap bila kecepatan lumpur tinggi dan

menghasilkan kapasitas filtrasi konstan, emulsion mud mempunyai filtrasi yang

besar pada kecepatan sirkulasi lumpur yang sama untuk jenis lumpur tersebut,

sedangkan kapasitas filtrasi terkecil dimiliki lumpur oil base mud.

Gambar 3.12.

Profil Invasi Lumpur Pemboran4)

3.8.3.1.2. Static Filtration

Page 67: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Filtrasi statik adalah filtrasi dimana tidak adanya sirkulasi lumpur

pemboran dan drill string tidak berotasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi

filtrasi statik, antara lain:

o Jenis lumpur yang dipakai

o Tekanan filtrasi

o Vicositas dan temperatur lumpur.

Pada filtrasi statik, mud cake dapat terbentuk secara sempurna, akibatnya

invasi filtrat lumpur lebih kecil dibandingkan dengan filtrasi dinamik.

Lumpur bentonite mempunyai filtration dinamic > filtration static, dimana

kecepatan sirkulasi lumpur sangat besar pengaruhnya terhadap filtrasi lumpur bor.

Glenn, Slusser & Huitt melakukan penelitian untuk menghitung volume filtrasi

sehingga perhitungannya lebih baik dari yang dikemukakan Ferguson dan Klotz,

dimana digambarkan dua proses filtrasi sekaligus (fltrasi sinamik dan statik).

3.8.3.2. Pengukuran Volume Filtrat Lumpur

Volume filtrat lumpur berkaitan dengan rate filtration yang sangat

bergantung pada komposisi lumpur yang digunakan, temparatur dan besarnya

tekanan yang digunakan.

Volume filtration diukur dalam suatu filter cell pada temperatur

permukaan dan pada perbedaan tekanan sebesar 120 psi. Hasil dari pengukuran ini

adalah sebagai dasar perbandingan antara lumpur-lumpur yang berbeda atau

dengan kata lain hasilnya hanyalah bersifat kuantitatif. Volume filtrat dapat

dihitung dengan menggunakan rumus :

.........................................................................................(3.11)

dimana :

V = volume filtrat, cc.

t = waktu, menit.

C = konstanta yang sebanding dengan filtration loss.

Page 68: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Jadi volume filtrat adalah sebanding dengan akar dari waktu yang dalam

hal ini mempunyai pengertian bahwa proses filtration lumpur pemboran

memerlukan waktu untuk invasi.

Untuk pengukuran di laboratorium, volume filtration loss diukur dengan

Standard Filtration Loss, dimana lumpur ditempatkan dalam suatu tabung dan

dasarnya berpenyaring kertas tertentu dan diatas lumpur diberi tekanan udara

(gas). Untuk itu baik volume filtrat maupun tebal mud cake dilaporkan dalam

percobaan API Filtration Rate (statis) dalam cc filtrat/30 menit pada perbedaan

tekanan sebesar 100 psi. Mud cake biasanya diukur dalam satuan sepertiga puluh

inchi.

Pengukuran diatas sebenarnya bersifat kondisi statis, yang diberlaku jika

sirkulasi dan pemboran dihentikan yang tentunya lain dengan kondisi bila ada

sirkulasi dan pemboran di-run dimana bit menghancurkan mud cake yang terjadi.

Fluid loss sebagai volume filtrat melalui suatu filter secara lebih akurat dapat

dicari dengan rumus :

...........................................................................(3.12)

dimana :

V = volume filtrat, cc.

C = konstanta sebanding dengan filtration loss.

P = tekanan pendorong (driving pressure), psi.

ro = konstanta yang dipengaruhi oleh tekanan pengalihan filtation per

menit berat solids dalam filter cake.

b = konstanta kompresibilitas filter cake (b = 0 untuk imcompressible

filter cake).

t = waktu filtration, menit.

w = berat dari bahan padat per menit volume dari filtrate yang

dihasilkan.

b = viskositas cairan filtrat, cp.

Persamaan diatas menyatakan bahwa filtrat sebanding denganakar pangkat dua

dari waktu filtrasinya dan tebal mud cake sebanding dengan fluid loss. Namun

Page 69: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

dalam prakteknya ternyata bahwa untuk volume filtrat lumpur, persamaan

menjadi lebih sederhana, berlaku hubungan :

.....................................................................................(3.13)

dimana :

V1, V2 = volume filtration pada waktu t1 dan t2, cc.

t1, t2 = waktu test filtration, menit.

Rumus diatas berlaku sebelum terbentuknya mud cake, telah ada semprotan dan

spurt dan hal ini tidak dihitung bila temperatur kedua test sama. Bila temperatur

test tidak sama, maka perlu koreksi sebagai berikut :

...................................................................................(3.14)

dimana :

1, 2 = viskositas cairan pada temperatur t1 dan t2

Outmans membuat suatu persamaan empiris untuk dynamic filtration loss

yang menggambarkan volume filtration losssetelah mud cake mencapai ketebalan

tertentu (kesetimbangan dalam ketebalan, yaitu :

..............................................................................(3.15)

dimana :

V = volume filtration lumpur, cc.

K = permeabilitas filter cake (diukur dari static fluid loss), mD.

L = viskositas cairan filtrat, cp.

f = koefisien geseran antara partikel padat dengan filter cake,

ditentukan secara empiris.

d = ketebalan lapisan permukaan filter cake setelah tercapai

kesetimbangan (konstan).

= shear force (tenaga geser).

Sedangkan shear force (psi) ditentukan dengan persamaan :

Page 70: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

.............................................................(3.16)

dimana :

Y = yield point, lb/ft2.

v = kecepatan aliran fluida, ft per second.

p = plastic viscosity, cp.

D = diameter saluran, inc.

Filter loss yang besar adalah buruk sekali efeknya terhadap formasi

maupun lumpurnya, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage,

terutama pada pengurangan permeabilitas efektif minyak atau gas, dan lumpur

akan banyak kehilangan cairannya. Filter loss yang besar dalam lumpur dapat

dicegah dengan penambahan :

o Koloid (bentonite).

o Srarch, CMC-Driscose.

o Minyak (buruk terhadap dynamic loss).

o Q-Broxin (baik untuk dynamic maupun static loss).

3.8.3.3. Pengaruh Komposisi Kimia Filtrat Lumpur

Selalu ditemukannya invasi mud filtrat saat pemboran adalah fenomena

alamiah. Filtrat yang terinvasi ini sangat mempengaruhi pori-pori dan

permeabilitas formasi, karena pada umumnya batuan formasi mengandung

lempung (clay). Clay sifatnya hiperaktif terhadap air tawar (fresh water).

Dari matriks seperti clay, kalsit dan fine sand, ditinjau dari lokasi clay di

dalam bantuan sedimen diperoleh dua cara yaitu :

1. Pengisian rongga (pore filling) dimana butir-butir lempung mengisi rongga

pori.

2. Melapisi butiran (pore lining) dimana lempung melekat atau menutupi

butiran.

Page 71: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Chingilarian mengelompokkan clay menurut sifat fisik seperti pada tabel

III-2 dari keempat jenis clay, hanya montmorillonite yang memiliki kemampuan

mengembang jika kontak dengan air khususnya fresh water. Sedangkan

monmorillonite clay atau disebut juga bentonit terbagi menjadi dua jenis, yaitu

Na-bentonite dan Ca-bentonite. Sodium (Na)-bentonite jauh lebih baik bila

dibandingkan dengan Ca-montmorillonite, karena mampu mengembang sampai 8

kali bila dicampur dengan air.

Tabel III-2.

Sifat Fisik Beberapa Jenis Clay4)

JenisLuas Permukaan (surface

area) (m2/gram)

RentangCation Exchange Capacity (CEC)

MontmorilloniteIlliteKaoliniteChlorite

8211322-

80 – 15010 – 403 – 1510 – 40

Kemampuan mengembang (swelling) yang besar diantara tipe lempung yang

lainnya, Montmorillonite clay akan membentuk suatu larutan dengan viscositas

yang cukup besar, hal ini penting untuk pembersihan dasar.

Fresh water sebagai fasa kontinyu dalam water base mud, invasi mud

filtrat menyebabkan lempung mengembang di dalam pori batuan sehingga pori-

pori batuan mengalami clay blocking.

Telah dijelaskan sebelumnya, jika dengan fresh water akan bereaksi.

Untuk ini maka diperlukan pengertian dan lempung. Lempung (clay) adalah

material dan tanah dengan ukuran colloid yang mengembang bila basah dan

bersifat mengabsorbsi terhadap air. Oleh karena itu disebut “hydrophilic”.

Page 72: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Sedangkan perbedaan clay dengan shale adalah kalau clay bersifat hydrophilic

sedangkan shale bersifat hydrophobic yang kurang bisa menghidrat. Bentuk

partikel lempung adalah mirip timbunan dan plat-plat datar yang tipis yang

bentuknya menyerupai mika.

Plat-plat ini terdiri atas lapisan molekul yang terikat satu di atas lainnya.

Kisi-kisinya terikat secara kovaleri dan sulit terputuskan. Untuk berbagai kation

Na dan Ca atau ion-ion lainnya terikat lemah diantara plat-plat tersebut. Ikatan

antar ion terjadi karena adanya gaya Van Der Wall yang begitu lemah dan mudah

berputar sehingga menyebabkan molekul-molekul air masuk ke dalam ruang antar

plat-plat. Hal ini menyebabkan partikel-partikel clay akan terdispersi bila bertemu

dengan air. Proses ini menyebabkan terhidrasi dan mengembang pada clay. Air

yang terperangkat di antara plat-plat, begitu terikat akan mengandung sebagian

besar dari total air yang ditahan oleh sistem colloid clay. Banyaknya air yang

diserap oleh pertikel clay tergantung pada sifat-sifat ikatan ionnya. Na adalah

kation monovalen oleh karena itu, ion-ion ini terikat begitu lemah pada batas-

batas permukaan sehingga memungkinkan masuknya air lebih banyak bila ikatan

lebih kuat seperti ikatan divaleri pada kalsium.

3.8.3.4. Pengaruh Padatan Lumpur Pemboran

Invasi filtrat lumpur ke dalam formasi membawa pula partikel-partikel

padatan lumpur pemboran ke formasi produktif. Adanya partikel-partikel padatan

dalam lumpur pemboran dapat menimbulkan penyumbatan dalam pori-pori batuan

dan sangat mempengaruhi permeabilitasnya.

Partikel-partikel padat bisa berasal dan weighting materials clay, fluid

loss-control materials, drilled solids, cement particles.

Untuk dapat masuk ke dalam pori-pori batuan, partikel-partikel padatan

harus mempunyai ukuran butir lebih kecil daripada pori-pori batuan. Radius

invasi solids particle lebih dekat daripada radius invasi mud filtrate, menurut

Krueger & Vogel menyebutkan, bahwa invasi partikel padatan lumpur mencapai

12 inchi atau lebih dalam dan core batuan yang mempunyai permeabilitas 350 -

550 md dalam waktu 5 hari. Selain itu formation damage akan turun pada jarak

Page 73: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

yang jauh dan lubang bor (Glenn dan Slusser, 1957). Lumpur bor yang

mengandung partikel padatan berukuran sama dengan ukuran pori-poni batuan

pasir akan membentuk bridging yang lebih cepat.

Bridge mulai terbentuk, ketika dua partikel yang besar-besar akan lebih

dulu masuk dalam waktu yang sama dan memberikan tempat antara yang satu

dengan yang lainnya. Kemudian partikel lebih kecil akan menutup ruang yang

terdapat diantara partikel-partikel yang lebih besar, sehingga partikel yang besar-

besar akan tertutup.

Jika ukuran partikel padatan sama dengan pori-pori batuan, maka akan

berjalan terus sampai semua ruang pori batuan yang ada menjadi lebih kecil untuk

dapat ditembus oleh padatan. Dalam keadaan seperti ini hanya mud filtrate yang

mampu melewati mud cake. Secara teori jika partikel-partikel berukuran kecil

lebih banyak mengisi runf pori batuan, maka ruang pada filter cake menjadi lebih

kecil, sekalipun molekul seperti air akan dapat menembusnya.

3.8.3.5. Mengurangi Pengaruh-pengaruh Filtrat Lumpur

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan adanya volume

filtration loss yang besar menimbulkan kerugian, misalnya formation damage,

timbulnya mud cake yang terlalu tebal dan sebagainya. Untuk mengatasinya,

maka diusahakan bagaimana caranya agar pengaruh-pengaruh yang timbul akibat

adanya filtration loss dapat dicegah.

Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya

bagi suatu operasi pemboran, maka dapatlah dilakukan cara untuk mengurangi

filtration loss tersebut, yaitu dengan melakukan pengaturan tekanan. Tetapi

dikawatirkan jika dilakukan akan menyebabkan penurunan laju produksi dan

gangguan pada performance reservoir, sehingga selain mengatur tekanan,

pengontrolan filtration loss dapat dilakukan dengan pengaturan komposisi

kimianya.

Dalam pengaturan ini, invasi lumpur yang masuk dalam formasi produksi

dapat menyebabkan produktifitas menurun, sehingga diperlukan adanya

pengaturan terhadap laju filtrasi, maka perlu :

Page 74: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

o Membatasi jumlah cairan yang masuk ke dalam formasi.

o Laju filtrasi dapat mempengaruhi ketebalan serta sifat-sifat mud cake.

Untuk suatu sistem lumpur yang terdispersi dapat dihasilkan laju filtrasi

minimum. Sebagai contoh, suatu sistem lumpur yang mengalami flokulasi

mungkin dapat mempunyai filtration loss yang tinggi, karena kandungan padatan

tidak terdispersi secara aman, ini dapat mengakibatkan terjadinya filter cake yang

kurang baik. Mengurangi filter loss dapat dilakukan dengan penambahan air yang

berfungsi sebagai thinner. Dengan menggunakan disperse yang baik, maka

filtration loss dapat dikurangi.

Metode lain adalah dengan menambahkan zat-zat kimia yang dapat

dilakukan dengan baik oleh dispersi solids secara sempurna. Suatu pengecualian

adalah Ferro Chrome Lignosulfonate (lebih umum disebut Q-borxin). Thinners ini

digunakan untuk mengontrol filtration loss dalam lumpur yang mengandung

kalsium konsentrasi tinggi yang dapat dilarutkan. Bentonite dapat juga

mengurangi filtration loss yang dilakukan dengan menaikkan viscositas lumpur.

Suatu metode yang dianggap sebagai metode standard untuk mengurangi

laju filtrasi adalah dengan menggunakan emulsi minyak dalam lumpur. Umumnya

dengan menggunakan 10% minyak telah cukup memberikan efek penurunan

filtrarion loss sebanyak 25 – 40%, yang tergantung pada sistem lumpurnya.

Material lain yang sering digunakan adalah Guargan dan Surfactant. Bahan ini

banyak dijumpai dalam bentuk asli yaitu koloidal. Dan sering digunakan dalam

lumpur-lumpur yang tidak mengandung koloid, hal ini cukup memuaskan.

3.9. Pemeliharaan Lumpur Pemboran

Maksud dari pemeliharaan lumpur pemboran adalah mempertahankan

lumpur dengan baik sesuai dengan fungsinya dalam operasi pemboran agar

diperoleh produksi minyak yang optimal tanpa mengalami hambatan-hambatan,

oleh karena itu perbaikan tidak harus menunggu lumpur mengalami kerusakan

atau tidak berfungsi secara maksimal.

Page 75: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Perawatan disini tidak harus emnggunakan metode tertentu, karena

biasanya zona-zona pemboran mempunyai pengaruh yang berlainan satu dengan

yang lainnya. Salah satu cara adalah melakukan kontrol lumpur, sehingga secara

ilmiah yang dikombinasikan dengan pengatahuan dari pengalaman diharapkan

dapat mengatasi gejala-gejala adanya perubahan-perubahan sifat lumpur

pemboran. Hal tersebut perlu diperhatikan karena perubahan-perubahan sifat

lumpur dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang sangat merugikan, baik

yang berasal dari pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi ditembus

maupun dari pengaruh proses-proses pemboran.

Biasanya lumpur pemboran sering dipengaruhi oleh lapisan-lapisan batuan

formasi yang pda saat itu dibor. Beberapa contoh langkah yang dapat dijadikan

pedoman untuk merawat lumpur pada suatu daerah yang sudah pernah dilakukan

pengeboran adalah sebagai berikut :

o Memasukkan additif pengencer lumpur pemboran pada waktu akan

menembus lapisan kapur.

o Memasukkan additif pengental lumpur pemboran jika akan menembus

lapisan tanah liat.

o Memasukkan caustic soda kedalam lumpur pemboran jika akan menembus

lapisan tanah liat.

o Memasukkan additif untuk mengurangi filtration loss pada waktu membor

lapisan yang mengandung minyak.

Intinya jika suatu pemboran akan menembus suatu lapisan formasi tertentu, maka

lumpur pemboran sebaiknya dikontrol dengan menambahkan zat-zat additif sesuai

dengan fungsi lumpur yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi lapangan yang

akan dobor agar tidak terjadi kerusakan akibat kesalahan perencanaan lumpur

pemboran untuk suatu formasi tertentu, berikut beberapa additif sesuai dengan

fungsinya yang berkaitan dengan sifat-sifat lumpur pemboran.

Page 76: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Tabel III-3.Bahan-bahan Additif Lumpur Pemboran25)

BAHAN ADITIF FUNGSIBentonit Menaikkan viskositas.Barite Menaikkan berat jenis.Sodium Acid Pyrophosphate Menghambat kecepatan pengendapan

bahan-bahan padat dari lumpur.Caustic Soda (larutan alkali) Menstabilkan dan mengatur lumpur

pemboran. – menaikkan pH alkalinitas.Lignosulfonate; Quebracho Mengencerkan dan mengatur filtrasi

lumpur pemboran.Polyacrylates (CMC) Polimer organik yang beratGypsum Mengatur dan menstabilkan lumpur

pemboran.Garam Sodium Chlorida Dipakai dalam pengeboran lapisan-lapisan

garam.Minyak (emulsi) Mencegah kesulitan-kesulitan pelumasan

pada temperatur yang tinggi, pipa sticking, pengelupasan shale dan mencegah pembasahan lapisan yang pekat terhadap air.

Jika terjadi hal-hal bersifat mendadak (accidental) dan tidak terduga

sebelumya serta mengakibatkan perubahan sifat pada lumpur pemboran maka

lumpur lumpur harus segera diberikan treatment dengan tepat agar lumpur tidak

rusak sama sekali sehingga diperlukan biaya besar, misalnya :

o Lumpur pemboran yang terkena pengaruh kapur akan mendadak

mengental dan harus dilakukan treatment dengan memeberikan additif

pengencer.

o Lumpur yang terkena pengaruh semen akan terjadi penggumpalan harus

segera diberikan additif natrium bicarbonate.

o Lumpur yang terkena pengaruh air akan menjadi encer dan merusak air

tapisan, maka harus dilakukan treatment dengan additif pengental emulsi

minyak.

Page 77: 3.1.Lumpur Pemboran Baroe

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam treatment lumpur pemboran antara lain

sebagai berikut :

o Bentonite biasa dimasukkan langsung kedalam lumpur pemboran sedikit

demi sedikit.

o Minyak (emulsi) dimasukkan terlebih dahulu kedalam bak lumpur.

o Calgon harus dihancurkan dan dilarutkan dahulu dalam air, kemudian

sedikit demi sedikit kedalam lumpur di bak.

o CMC dimasukkan kedalam lumpur dalam bak lumpur dengan takaran

tertentu.

o Myrtan dihancurkan dahulu dalam larutan NaOH, kemudian dimasukkan

kedalam bak lumpur.

o Calcium carbonat dapat rusak oleh asam sehingga harus diketahui bahwa

lumpur tidak asam.

o Bahan-bahan seperti : sodium axid phyrophospate dan sodium hexa

methaphospate, sodium tetraphospate dan sodium phyrophospate tidak

stabil pada temperatur yang tinggi.

o Additif yang tahan terhadap temperatur yang tinggi adalah minyak lignite

yang dimasukkan bersama-sama caustic soda.

o Memasukkan additif selama sirkulasi dan diaduk terus-menerus dengan

lumpur yang ada pada bak lumpur, dimana hal ini dimaksudkan agar

pengaruh dari additif yang ditambahkan tersebut merata.

Pengendalian additif saat persiapan dan selama operasi pemboran berlangsung

harus terus dilakukan.