2127862
TRANSCRIPT
muhammad ali gunawan_undiksha2006 1
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD ALI GUNAWAN NIM. : 0629021006 Jurusan : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Mata Kuliah : FILSAFAT ILMU UTS/Tahun : I / 2006 Dosen Pengampu : Dr. I KETUT SUMA, MS.
Soal :
1. Deskripsikanlah secara singkat persamaan dan perbedaan berpikir filsafati dan
berpikir ilmiah. Berikan contoh masing-masing.
2. Jelaskan dan berikan contoh objek formal dan material dalam ilmu dan filsafat.
3. Deskripsikan cirri-ciri yang menonjol pada perkembangan filsafat dan ilmu pada (1)
Sebelum abad 15/16, (2) abad pertengahan, dan (3) Abad Modern, dan tunjukkan
kemajuan-kemajuan yang terjadi dari zaman ke zaman. Uraian hendaknya
dilengkapi dengan tokoh-tokoh ilmu dan filsafat yang berperan besar pada setiap
zaman.
4. Deskripsikanlah sumbangan dunia timur (Islam_Arab, India dan Cina) dalam
perkembangan ilmu di dunia Barat.
5. Bidang telaah filsafat ilmu adalah Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Tunjukkan bahwa ketiga bidang ini terkait satu sama lain, dan berikan contohnya.
6. Tunjukkan dan berikan contoh bahwa metode ilmiah merupakan kombinasi antara
penalaran deduktif dan induktif (antara rasionalisme dan empirisme). Jelaskan
langkah-langkah utama dalam metode ilmiah dan berikan contoh.
7. Jelaskan dan tunjukkan perbedaan dan persamaan Agama, Seni, dan Ilmu ditinjau
dari aspek ontology, epistemology, dan aksiologi.
8. Berikan pendapat dan argumentasi anda apakah ilmu bebas nilai atau terikat nilai.
9. Deskripsikan dengan singkat tanggungjawab sosial ilmuwan dalam pengembangan
ilmu dan berikan contoh.
10. Tulislah uraian singkat masalah aktual yang menyangkut dilema pengembangan
ilmu (ambil misalnya kasus bioteknologi, teknologi nuklir dan lain-lain) uraian
disertai dengan kajian teoretis dan fakta-fakta empiris dan sampaikan pandangan
anda terhadap masalah itu.
Cogito ergo sum Cogito ergo sum Cogito ergo sum Cogito ergo sum Cogito ergo sum Cogito ergo sum Cogito ergo sum Cogito ergo sum
muhammad ali gunawan_undiksha2006 2
Jawaban :
1. Persamaan dan Perbedaan berpikir filsafati dan berpikir ilmiah.
a. Persamaan :
§ Filsafat dan ilmu mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
§ Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang
ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan
sebab-sebabnya.
§ Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan.
§ Keduanya mempunyai metode dan system
§ Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan, seluruhnya
timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang mendasar.
Contoh :
Misalkan, kita berbicara mengenai kasus Poligami yang dilakukan oleh A.A Gym. Awalnya filsafat mencari apa sebutan dari perbuatan kawin lebih dari satu? Bagaimana seharusnya ikatan perkawinan itu dan bagaimana poligami bisa terjadi? Kenapa dan untuk apa poligami? Setelah filsafat memberikan jawabannya mengenai poligami. Maka ilmu mengambil alih, dijelaskanlah masalah poligami melalui teori-teori atau norma-norma atau kaidah-kaidah dan ajaran agama serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu mencari sebab-sebab dan dasar dari sahnya perbuatan poligami, mudharat dan manfaatnya, serta dampak-dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan masyarakat. Sampai pada ditemukannya aturan-aturan baru atau kesepakatan bersama mengenai boleh tidaknya poligami di Indonesia.
b. Perbedaan :
§ Objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala
sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu (pengetahuan
ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada
disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak. Sedangkan
kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
§ Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentaris,
karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas,
mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik,
dan intensif. Di samping itu, objek formal ilmu itu bersifat teknik, yang
muhammad ali gunawan_undiksha2006 3
berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan
realita.
§ Berpikir filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang
menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu
haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu,
nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat
timbul dari nilainya.
§ Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan
pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif,
yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
§ Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam
sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-
sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder
(secondary cause)
Contoh :
“Tayangan SmackDown di Televisi” Filsafat berupaya mempertanyakan lebih mendalam: Apa yang sebenarnya ada dalam otak anak-anak kita di saat mereka melihat tayangan semacam itu? Bagaimana smackdown mempengaruhi perilaku anak-anak/penontonnya? Untuk apa smackdown ditayangkan? Kalau hanya untuk hiburan, apakah tidak ada hiburan lain selain hiburan kekerasan? Pertanyaannya tidak sampai di situ, tapi apakah dengan adanya korban jiwa, Smackdown lantas dilarang untuk disiarkan? Bagaimana dengan mobil yang setiap hari membawa korban? Apakah mobil juga akan dihentikan pemakaiannya karena berbahaya bagi pengguna jalan? Di sisi yang lain, ilmu, khususnya ilmu pertelevisian menanyakan: Apakah smackdown memang berbahaya bagi anak-anak, seberapa besar pengaruhnya? Pertanyaannya kira-kira hanya sampai kepada hal itu saja, ilmu tidak mempertanyakan hal-hal lain diluar itu, karena ilmu sifatnya terbatas (terkotak-kotak)
2. Objek Formal dan Materal Filsafat
Objek formal filsafat tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja,
melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Sedangkan objek materialnya adalah proses-proses yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang benar dan cara/teknik atau sarana yang membantu
dalam mendapatkan pengetahuan yang benar itu, disinilah fungsi logika dan
penalaran begitu berarti.
muhammad ali gunawan_undiksha2006 4
Dengan ontologis berati mempelajari wujud dari sesuatu objek, hubungan antara
objek tadi dengan daya tangkap manusia (pengindraan, perasaan dan pemikiran)
yang membuahkan pengetahuan sebagai objek materialnya.
Dengan epistemologis, berarti bagaimana kemungkinan penimbaan pengetahuan
yang merupakan ilmu, proses-proses, dan faktor pendukungnya, agar memperoleh
pengetahuan yang benar. Selanjutnya dapatlah menemukan tentang hakikat
kebenaran dan kriterianya sebagai objek materialnya.
Dengan aksiologis, berarti dapat menemukan kegunaan ilmu pengetahuan itu,
hubungan antara sistem penggunaannya dengan norma-norma, moral serta
hubungan antara teknik operasional metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional itu sebagai objek materialnya.
Contoh :
Objek formal filsafat itu ada tiga : Apa/what? (ontologi) Tuhan, bagaimana/how
Tuhan itu ada (epistemologi), untuk apa/what for Tuhan ada (aksiologi). Tuhan
dalam hal ini adalah objek material yang tidak berbentuk immaterial. Namun
dengan bantuan logika dan nalar Tuhan/Agama sebagai objek material dapat
terjawab.
Objek Formal dan Material Ilmu Pengetahuan
Objek formal ilmu pengetahuan adalah sudut pandangan ilmu pada umumnya,
artinya bahwa yang dikatakan sebagai objek formal ilmu adalah dari sudut mana
kerja ilmu itu dilihat, apakah dari sudut asas-asasnya, sistematisnya, kaidah-kaidah,
norma-norma atau hukum-hukum berpikir yang harus ditaati agar kita dapat
berpikir benar dan mencapai kebenaran yang dikatakan sebagai ilmu. Sedangkan
objek material ilmu adalah objek yang mempelajari secara langsung pekerjaan akal
dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya denan
realisasi praktis yang sebenarnya.
Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa ilmu secara sistematisnya memiliki tiga objek
formal yaitu : Ilmu pengetahuan Deskriptif, Ilmu Pengetahuan Normatif, dan Ilmu
Pengetahuan Efisiensif. Dan objek materialnya adalah : kosmologis, noologis
(sosial dan budaya).
muhammad ali gunawan_undiksha2006 5
Contoh :
a. Ilmu Paedagogik :
Objek formalnya: normatif; dan objek materialnya : noologis (socio-cultural)
b. Ilmu Ekonomi :
Objek formalnya: efisiensif; dan objek materialnya : noologis prinsipia –
matematis/etis.
c. Ilmu Kedokteran :
Objek formalnya: efisiensif; dan objek materialnya: cosmologis prinsipia –
phisis/ethis
3. Ciri-ciri Filsafat dan Ilmu Sebelum Abad XV dan XVI
Ciri-ciri Filsafat dan Ilmu Abad Pertengahan (XV dan XVI)
a. Pada zaman ini ditandai dengan munculnya renaisans, di mana manusia Barat
mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari
otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam
mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pemikir yang dapat dikemukakan
dalam jawaban ini antara lain : Nicholas Copernicus (1473-1543) dan Francis
Bacon (1561-1626).
b. Corak berpikir filsafati begitu bebas dan terbuka sesuai dengan teori-teori dan
fakta-fakta empiris. Hal ini ditandai dengan gugurnya teori Geosentrisme-nya
ptolomeus oleh teori heliosentrisme. Yang dilanjutkan dengan penemuan-
penemuan lainnya seperti lintasan planet oleh Tycho dan Johannes Keppler
(1571-1630). Teori lintasan peluru, hukum gerak, dan penemuan tata bulan
planet Jupiter oleh Galileo (1546-1642). Pada masa yang bersamaan dengan
Keppler dan Galileo ditemukan Logaritma oleh Napier (1550-1617). Ditemukan
juga Projective Geometri, Desarque (1593-1662)
Ciri-ciri Filsafat dan Ilmu Zaman Modern (Abad XIX dan XX )
a. Daerah tempat filsafat berkembang menjadi lebih luas, termasuk Ameriska dan
Unisoviet memberi sumbangannya.
b. Ilmu Pengetahuan berkembang cepat sekali, terlebih-lebih dalam bidang
geologi, biologi, dan kimia organis.
muhammad ali gunawan_undiksha2006 6
c. Produksi yang dihasilkan mesin-mesin sangat mengubah masyarakat dan
memberikan kepada manusia suatu konsepsi baru tentang kuasa dalam
hubungan dengan alam sekitar.
d. Baik bidang filsafat maupun dibidang politik ada suatu revolusi mendalam
terhadap sistem-sistem tradisional dalam pemikiran, dalam politik dan dalam
ekonomi, yang mengakibatkan adanya serangan-serangan terhadap kepercayaan
dan lembaga-lembaga yang hingga sekarang dipandang tak tergoyahkan.
e. Suatu faktor baru yang tampak pada zaman ini ialah dominasi Jerman secara
intelektual dimulai oleh Kant. Idealisme Jerman setelah Kant dan yang
kemudian, besar sekali pengaruhnya terhadap sejarah filsafat di Jerman.
f. Pada abad ke 17 dikuasai oleh pemikiran Galileo dan Newton, maka pada abad
ke 19 pengaruh Darwin besar sekali.
4. Sumbangan dunia timur dalam perkembangan ilmu di Dunia Barat:
a. Islam (Arab)
Sumbangan para ahli pikir muslim, telah memajukan dunia matematika, fisika,
astronomi, optik, kimia, zoologi, botani dan farmasi. Dengan tidak
meninggalkan tradisi berpikir rasional, sehingga melahirkan para filsuf yang
juga ilmuwan, seperti Al-Khawarizmi, Al-Battani, Al-Razi, Ibnu Sina, dan lain-
lain. tak heran jika H.G. Wells dalam bukunya The Outline of History
menyatakan “Dalam perjalanan sejarahnya maka lewat orang muslimlah dan
bukan lewat kebudayaan latin, dunia modern sekarang ini mendapatkan
kekuatan dan cahayanya” (Jujun S. Surisumantri, 1988 : 114-115).
Penulis-penulis barat pada umumnya berusaha menghilangkan sumbangan
dunia Islam terhadap perkembangan ilmu. Rene Sedillot, umpamanya dalam
bukunya The History of The World, dengan sinis dan penuh prasangka menulis,
“warisan Islam terhadap peradaban manusia adalah pembakaran perpustakaan
dan penebangan hutan tanpa sejengkal tanah pun ditanami” padahal, lewat
terjemahan-terjemahan zaman Islam, maka filsafat Yunani bisa dibaca manusia
sekarang ini. Dan lebih dari itu, para ilmuwan Islamlah yang telah berhasil
memadukan warisan Yunani dan Hindu, sehingga dewasa ini berkembang
menjadi ilmu yang dinikmati umat manusia.
Metode eksperimental era Islam, diperkenalkan di dunia Barat oleh Roger
Bacon (1214-1294), kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah oleh
muhammad ali gunawan_undiksha2006 7
Francis Bacon (1561-1626), singkatnya, metode eksperimental dikembangkan
oleh para ilmuwan muslim dan disosialisasikan oleh Francis Bacon. Bacon juga
menegaskan tujuan ilmu: kegunaan praktis dalam kehidupan (pragmatisme).
“Penyatuan penafsiran teoritis dan kontrol terhadap alam akan menghasilkan
serangkaian penemuan yang dalam beberapa hal mungkin mengatasi kebutuhan
hidup manusia” demikian pandangan Bacon (Haidar Bagir dan Zainal Abidin,
1988 : 11). Dapat dilihat betapa berbedanya pendekatan yang ditawarkan Bacon
dibandingkan tradisi Yunani. Para pemikir Yunani semata-mata merenungkan
alam semesta demi memahami alam. Tak terpikir, bagaimana memanfaatkan
ilmu untuk menciptakan teknologi yang berguna untuk kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh, Bacon berpendapat bahwa untuk menyelidiki alam, manusia harus
menempatkannya pada sebuah posisi di mana alam dipaksa untuk memberikan
jawabannya! Manusia tiadk lagi sebagai Viator Mundi, orang yang berziarah di
dunia ini, tulis Harry Hamersma, melainkan sebagai faber mundi, orang yang
menciptakan dunianya. Ya, manusia tak lagi menempatkan alam sebagai objek
pemikirannya, tetapi lebih jauh lagi, manusia berusaha menciptakan dunia
sebagaimana yang dikehendakinya. Manusia telah menganggap dirinya sebagai
pusat kenyataan. Perkembangan selanjutnya, Galileo (1564-1642) membawa
metode eksperimental dan gagasan-gagasan Bacon ke dalam praktek. Galileo
menggeser pertanyaan mengapa dalam filsafat Yunani, ke bagaimana yang
menekankan eksperimen sebuah pergeseran dari kualitatif ke kuantitatif.
Berbeda dengan Bacon, Rene Descartes (1596-1650) menekankan penggunaan
matematika dalam metode keilmuan. Descartes menyarankan dilakukannnya
metode deduksi-konsekwensi penggunaan matematika- dalam metode keilmuan.
Dua pandangan berbeda ini, dikomentari Ilmuwan Belanda, Hyugens sebagai
berikut :
“Gagasan Bacon dan Descartes, bukannya saling bertentangan, tetapi saling melengkapi. Bacon tak menyadari peran matematika dalam metode keilmuan, sementara Descartes tak tahu potensi eksperimental. Selain itu, Descartes sependapat dengan Bacon tentang tujuan ilmu… menjadi tuan dan pemiliki alam” (Haidar Bagir dan Zainal Abidin, 1986 : 12)
Selanjutnya, Isaac Newton (1642-1727) merupakan pionir yang
menggabungkan metode berpikir deduktif dan induktif dalam penyelidikan
ilmiahnya. Diteruskan oleh Charles Darwin (1809-1882) yang menghasilkan
muhammad ali gunawan_undiksha2006 8
teori evolusi. Dengan diterimanya metode ilmiah sebagai paradigma, maka ilmu
pada abad tujuh belas dan seterusnya mengalami perkembangan pesat. Alfred
N. Whitehead (1948) dalam Science Philosophy menyebutkan, bahwa periode
antara 1870-1880 sebagai titik kulminasi perkembangan ilmu di mana Pasteur,
Darwin dan Clerk-Maxwell berhasil mengembangkan penemuan ilmiahnya.
Juga, dijelaskan William F. O’neil temuan ilmiah yang luar biasa, seperti :
“Teori kuantum, teori umum dan teori khusus relativitas, prinsip Weiner Heisenberg tentang ketidakpastian (uncertainly), perkembangan di bidang genetika dan biologi molekuler, temuan terbaru dalam psikologi fisik (khususnya yang berkaitan dengan rangsangan eletris terhadap saraf otak), serta psikologi behavioral (khususnya teori dorongan dan penguatan), spekulasi-spekulasi terbaru mengenai pemindahan pola-pola elektris holografik dalam otak, fenomena-fenomena yang menghebohkan seperti misalnya ‘lubang-lubang hitam’ (black holes) di angkasa luar, partikel-partikel subatomik yang anti materi aneh, dan sebagian tak terjelaskan”. (William F. O’neil, 2001 : 167).
Perkembangan ini merupakan sesuatu yang wajar, mengingat metode ilmiah
mendasarkan dirinya pada akal sehat (reasonable) lebih-lebih ditunjang dengan
usaha yang terus menerus menyempurnakannya, sebagaimana usaha Thomas S.
Khun dengan “Peran Paradigma dalam Revolusi Sains”-nya, dan Karl Popper
dengan teori klasifikasinya. Keduanya bersama segenap ilmuwan di seluruh
permukaan bumi, bagaikan alat asah penajam untuk pisau metode ilmiah,
sehingga lebih tepat dan cepat menemukan hukum-hukum sebagaimana istilah
Kuntowijoyo – dihamburkan Allah di alam semesta ini, dan ilmu dengan
kemampuan akal manusia menemukan dan menata sebagaimana adanya.
b. India
Ilmu pengetahuan bermula di India, yakni ditemukannya petunjuk penggunaan
angka desimal dalam matematika. Langkah-langkah detail metode ilmiah
digambarkan jauh sebelumnya. Akan tetapi filsafat etika yakni ‘Budha’ (560-
480 S.M) yang begitu diagungkan, dan pada saat yang sama sekolah kedokteran
telah ada. Pada tahun-tahun Budha sendiri, merujuk tradisi, Atreya, seorang ahli
fisika, dari Kasi atau Benares, dan Susruta, di Taksasila atau Taxila, menulis
tentang semua kejadian, yang menunjukkan akar sejarah mulanya ilmu
pengetahuan di India melalui tulisan sansekerta (sanscrit) yang sekarang kita
gunakan. Pada zaman India, telah banyak digambarkan mengenai tata cara
muhammad ali gunawan_undiksha2006 9
pembedahan (operasi), seperti untuk penyakit katarak dan hernia, beberapa
diantaranya memberikan dasar-dasar anatomy, pshiologi dan patologi, dan lebih
dari 700 pengobatan tumbuh-tumbuhan termasuk sebagai catatan. Sejarah
Atreya diabadikan oleh Karaka di Kasmir, kira-kira 150 S.M, dan
menetapkannya sebagai sistem pengobatan Atreya. Yang sampai sekarang
dikenal dengan Agnivesa.
Dengan melihat catatan ini, sulit dikatakan, apakah ilmu kedokteran Hindu atau
Yunani yang lebih tua, atau barangkali kedua-duanya relatif saling
mempengaruhi satu sama lainnya.
Aritmetika India adalah sebuah bukti, yang tidak perlu dijelaskan lagi bahwa
sebelum permulaan abad ke 3 S.M. sistem notasi telah digunakan untuk
mengembangkan skema (urutan) penomoran yang kita pakai hari ini. Yang
mana kemudian, dominasi dunia Arab telah menguasai dunia timur
Mediteranian, mengambil konsep-konsep matematika dan ilmu kedokteran
India dengan belajar dari Yunani dan Romawi. Dan diajarkan kembali pada
Eropa Barat melalui Spanyol dan Konstantinopel. Ini bisa dijabarkan sebagai
sebuah fakta, bahwa ketika skema notasi India digunakan kembali oleh orang
tokoh-tokoh Romawi, sumber mendasar penomoran telah terlupakan dan Dunia
Arab telah memberikan nama yang salah.
c. China
5. Ontologi, menyangkut teori tentang ada (being) sebagai obyek ilmu. Pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan ontologi dengan ontologi diantaranya : obyek
apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berfikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan pengetahuan? Benar-benar
adakah apa yang disebut sebagai realitas objektif (objective reality) yang terpisah
dari subjek? Ataukah, pengetahuan merupakan hasil persentuhan objek (real) dan
(interpretasi) subjek, dan dengan demikian tak sepenuhnya terpisah.
Epistemologi, atau teori pengetahuan (theory of knowledge) menyangkut
kemampuan manusia dalam mencapai objek. Epistemologi mempelajari sifat-sifat
dan cara kerja kemampuan-kemampuan tersebut. Sedangkan cara atau proses ini
muhammad ali gunawan_undiksha2006 10
disebut metode ilmiah. Indera (sense) dan akal (ratio) adalah kemampuan yang
diakui oleh ilmu (science) modern. Gabungan antara kedua kemampuan ini – akal
merefleksikan pengalaman empiris sesuai pandangan Immanuel Kant, yang
membentuk metode ilmiah. Pertanyaan yang timbul berkaitan dengan epistemologi,
diantaranya : bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu
sendiri? Apa kriterianya? Cara/teknik sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan berupa ilmu?
Aksiologi menilai maslahat mudarat pembagian ilmu. Dengan demikian aksiologi
tak terpisahkan dari nilai-nilai (value). Dalam hal ini, maka ilmu dapat
dimanfaatkan sebagai sarana atau alat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup,
dengan tanpa mengorbankan martabat manusia dan merusak kelestarian atau
keseimbangan alam. Pertanyaan-pertanyaan yang sering timbul dengan masalah
aksiologi ini diantaranya : untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah
moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasional
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional.
Untuk membedakan antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang
lainnya maka ketiga aspek tersebut : ontologi, epistemologi, dan aksiologi terkait
satu dengan yang lainnya. Pertanyaan yang dapat diajukan misalnya apa yang dikaji
oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan
tersebut (epistemologi)? Serta, untuk apa pengetahuan itu digunakan (aksiologi)?
Dengan jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut kita dapat membedakan
pengetahuan-pengetahuan yang ada dalam kehidupan manusia. Sehingga kita tidak
terjerembab mempertentangkan antara ilmu, seni dan agama. Serta dapat
meletakkan pada tempatnya masing-masing pemahaman kita tentang ciri-ciri tiap
pengetahuan, membantu kita memanfaatkan setiap pengetahuan dengan benar.
Contoh:
Suatu saat dalam hidup kita, pasti kita pernah melihat hari mendung, awan menebal. Tidak lama setelah itu, turunlah titik air, menyerbu bumi, sampai ditanah mula-mula titik air itu menghilang. Apabila titik air itu menitik dalam waktu cukup lama, terbentuklah arus kecil dipermukaan tanah. Titik air itulah yang kita sebut hujan. Ontologi mempertanyakan: Apa itu hujan? Pengetahuan indera menjawab, hujan
muhammad ali gunawan_undiksha2006 11
adalah titik air yang jatuh ke bumi setelah hari mendung dan awan menebal. Titik air itu sampai di tanah menghilang, menggenang atau mengalir dipermukaan tanah. Sekadar itulah tangkapan pancaindera kita tentang hujan. Epistemologi kemudian melanjutkan pertanyaan kepada : Bagaimana hubungan antara hari mendung, awan menebal dan hujan? Mengapa sampai ke tanah? Mengapa mula-mula titik air itu menghilang? Mengapa kemudian terbentuk arus kecil dipermukaan tanah? Kemana akhirnya arus itu menuju? Pertanyaan ini tidak mampu dijawab oleh pancaindera, karena peristiwa itu tidak langsung diserapnya. Untuk menjawabnya diperlukan penyelidikan, riset dan eskperimen. Data yang terkumpul, dianalisis secara mendasar dan runtut dengan urutan yang dapat dipertanggungjawabkan, kemudian disimpulkan menjadi fakta. Terbentuklah pengetahuan secara ilmiah tentang hujan. Pengetahuan yang bersifat ilmiah atau yang telah dibuktikan dengan metode ilmiah inilah yang disebut ilmu. Sebagaimana dijelaskan dalam Doubleday Pictorial Library of The Growth of Ideas, “ Science: the study of the world according to scientific method, that is, observation in conjuntion with the method of hypotesis and deduction (Ilmu : penelaahan mengenai dunia sesuai dengan metode ilmiah, yakni pengamatan dalam hubungannya dengan metode hipotesis dan deduksi)” (The Liang Gie, 2000 : 192). Jika kemudian timbul pertanyaan Aksiologi: Kenapa dan untuk apa terjadi hujan? Ilmu menjawab, karena hukum alam. Apa hukum alam itu? Hukum alam adalah ketentuan alam atau peristiwa alam yang serba tetap. Apa yang dimaksud dengan ketentuan dan peristiwa alam? Pertanyaan ini tidak dijawab oleh ilmu. Apa yang mau diriset atau dieksperimen? Air yang membentuk siklus itu masih dapat diteliti. Ternyata terdiri atas hidrogen dan oksigen, dengan perbandingan 2 : 1. kenapa keduanya bersenyawa? Ya, itu adalah hukum alam. Terbentur lagi kita kepada pertanyaan, apa itu hukum alam. Ketika ilmu angkat tangan, sampai kepada batas kemampuannya, pertanyaan itu diserahkan kepada filsafat. Filsafat menjawab, hukum alam adalah hukum materi atau zat. Zat adalah hakikat dari segala yang ada. Ia adalah awal dan akhir dari segalanya. Dari pertanyaan-pertanyaan seperti ini, timbullah aliran materialisme atau serba zat, yang merupakan aliran besar filsafat metafisika. Berlawanan dengan aliran besar lainnya spritual atau serba ruh, idealisme atau serba ide. Bahwa hujan diturunkan untuk memakmurkan bumi atau membasahi bumi dari kekeringan. Aksiologi juga menjawab bahwa jika tidak terjadi hujan maka bumi akan panas dan terjadi kebakaran di mana-mana.
6. Metode ilmiah merupakan sintesis antara berpikir rasional dan bertumpu pada data
empiris. Kedua cara berpikir ini tercermin dalam berbagai langkah yang terdapat
dalam proses kegiatan ilmiah. Pada dasarnya pemikiran secara empiris pertama-
tama menyadarkan kita akan adanya suatu masalah. Tidak pernah berpikir sekiranya
kita tidak menyadari adanya masalah yang kita pikirkan. Contoh sederhana : ketika
kita menghadapi masalah bencana lumpur panas Lapindo Berantas, maka timbullah
masalah yang berhubungan dengan hal itu. Mengapa lumpur panas bisa keluar
sebegitu hebatnya sampai menimbulkan korban jiwa dan menenggelamkan
sejumlah desa? Apa yang menyebabkan terjadinya musibah tersebut? Bagaimana
cara untuk menanggulanginya? Munculnya pertanyaan/permasalahan ini, kemudian
muhammad ali gunawan_undiksha2006 12
dicari jawabnya melalui kemampuan analisis terhadap data-data yang ada dan teori-
teori yang mendukungnya. Begitu pun juga dengan masalah-masalah lainnya yang
kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
James B. Conant, menjelaskan langkah metode ilmiah (steps in the scientific
method), sebagai berikut :
“Recognize that an indeterminate situation exists. This is a conflicting or obscure situation demanding inqury, Two, state the problem in specific terms. Three, formulate a working hypothesis. Four, devise a controlled method of investigation by observation … or by exsperimentation or both. Five, gather and record the testimony or ‘raw data’. Six, transform these raw data into a statement having meaning and significance. Seven, arrive at an assertion which appears to be warranted. If the assertion is correct, prediction maybe made from it. Eight, unity the warranted assertion, if it proves to be new knowledge in science, with the body of knowledge already estabished.
(Kenali bahwa suatu situasi yang tak menentu ada. ini merupakan suatu situasi bertentangan atau kabur yang mengharuskan penyelidikan. Dua, nyatakan masalah itu dalam istilah spesifik. Tiga, rumuskan suatu hipotesis kerja. Empat, rancang suatu metode penyelidikan yang terkendalikan dengan jalan pengamatan… atau dengan jalan percobaan ataupun kedua-duanya. Lima, kumpulkan dan catat bahan pembuktian atau ‘data kasar’. Enam, alihkan data kasar ini menjadi suatu pernyataan yang mempunyai makna dan kepentingan. Tujuh, tibalah pada suatu penegasan yang tampak dapat dipertanggungjawabkan. Jikalau penegasan itu betul, ramalan-ramalan dapat dibuat darinya. Delapan, satupadukan penegasan yang dapat dipertanggungjawabkan itu, kalau terbukti merupakan kumpulan pengetahuan yang baru dalam ilmu, dengan kumpulan pengetahuan yang telah mapan” (The Liang Gie, 2000 : 115)
Dari uraian di atas, dapat disusun langkah-langkah utama dalam metode ilmiah
sebagai berikut :
a. Penemuan atau penentuan masalah
Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah dengan
ruang lingkup dan batas-batasnya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas.
Demikian juga batas-batasnya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami
kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan
kerangka masalah.
b. Perumusan kerangka masalah
Merupakan usaha untuk mendeskripsikan masalah dengan lebih jelas. Pada
langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah
tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu kerangka masalah yang
berwujud gejala yang sedang kita telaah.
muhammad ali gunawan_undiksha2006 13
c. Pengajuan hipotesis
Merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara mengenai
hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka
masalah tersebut. Hipotesis ini pada hakikatnya merupakan hasil suatu
penalaran induktif-deduktif, dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah
kita ketahui kebenarannya.
d. Deduksi dari hipotesis
Merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi-hipotesis merupakan
identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang
nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
e. Pembuktian hipotesis
Merupakan usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta sebagaimana telah
disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memang ada dalam dunia empiris
kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh
fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis tidak terbukti, maka hipotesis ini
ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain. Sampai
saat kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
f. Penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah.
Hipotesis yang terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru
dan diterima sebagai bagian dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut
sekarang dapat kita anggap sebagai bagian dari suatu teori ilmiah. Secara luas
teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoretis mengenai suatu
gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untujk penelaahan
selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai
gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai
berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka
mendapatkan teori ilmiah tersebut.
Contoh :
Masalah :
“Terorisme Global dan Pembangunan Sumber Daya Pariwisata di Bali”
muhammad ali gunawan_undiksha2006 14
Perumusan Masalah :
1. Apakah dengan adanya tindakan teror dari sekompok orang dapat mempengaruhi pembangunan sektor pariwisata di Bali?
2. Seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh tindakan teror tersebut terhadap pembangunan sektor pariwisata dan ekonomi di Bali?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan munculnya aksi teror? 4. Upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah Bali dalam
mengeliminir tindakan teror dan memproteksi pembangunan sumber daya pariwisata dari gangguan sejenis?
Pengajuan Hipotesis:
1. Tindakan teror berpengaruh terhadap pembangunan sektor pariwisata di Bali 2. Tindakan teror berpengaruh besar terhadap sektor pariwisata di Bali yang secara
langsung dapat mengurangi pendapatan asli daerah (ekonomi). 3. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya aksi Teror:
a. Faktor Sosial dan Ideologi
- Kecemburuan sosial - Rendahnya rasa kebersamaan (ikatan sosial) antar warga negara dan
antar daerah atau kesenjangan sosial di lingkup nasional - Keinginan untuk terkenal (populer) bagi si pelaku - Bergesernya nilai-nilai pancasila-isme kepada nilai-nilai luar yang
bertentangan dengan budaya lokal.
b. Faktor Politik
- Keinginan untuk berkuasa dan diakui sebagai satu-satunya entitas dalam suatu wilayah kekuasaan negara.
- Terdapat deal-deal politik antara pihak asing dengan kelompok teroris dalam bentuk bantuan material (dana dan sarana).
- Adanya kebencian yang mendalam terhadap pihak asing termasuk Amerika Serikat yang diklaim sebagai teroris internasional.
c. Faktor Agama
- Ajaran agama tidak dipahami secara benar oleh pemeluknya termasuk oleh si pelaku teror.
- Terdapat sikap yang memandang hanya agamanya saja yang paling benar dalam diri si pelaku (Cauvinisme_Panatik buta).
- Perilaku para tamu yang berkunjung tidak sesuai dengan ajaran agama yang ada di daerah.
- Pihak asing kurang memperhatikan keberagaman agama di tanah air yang pada akhirnya terkadang sikap mereka juga tidak mengindahkan atau kurang memahami keberagaman tersebut.
d. Faktor Ekonomi
- Rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat menyebabkan timbulnya sikap-sikap anarkis dan perbuatan terlarang untuk memperoleh kehidupan yang layak.
- Aksi teror menjanjikan santunan yang cukup besar bagi si pelaku (motif ekonomi)
Deduksi dari Hipotesis :
muhammad ali gunawan_undiksha2006 15
1. Beberapa tahun yang lalu (sebelum terjadinya teror), pariwisata di Bali begitu maju dan mampu menghasilkan PAD yang cukup tinggi. Laju pertumbuhan ekonomi berjalan pesat, wilayah-wilayah pariwisata dan sekeliling sangat ramai pengunjung. Namun setelah BOM Bali I dan II, kelihatannya para pengunjung takut berkunjung ke Bali, selain itu juga pemerintah di negara mereka sendiri telah mengeluarkan peringatan (travle warning) yang cukup keras kepada setiap warga negaranya yang akan berkunjung ke Bali.
2. Pengaruh tindakan teror cukup besar terhadap perekonomian di Bali, sampai pada tahun 2006 sekarang ini, banyak hotel-hotel berbintang yang gulung tikar, para pedagang asongan pun tidak lagi terdengar suaranya menjajakan rokok dan permen. Pembangunan di Bali sekarang ini sedikit demi sedikit mengalami stagnasi (macet).
3. Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang melakukan tindakan tertentu :
a. Faktor Ekonomi b. Faktor Politik c. Faktor Agama d. Faktor Sosial
Pembuktian Hipotesis
1. Tindakan teror terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan sektor pariwisata di Bali.
2. Pengaruh yang ditimbulkan sangat besar, karena sektor pariwisata merupakan tulang punggung pembangunan di Bali
3. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan orang melakukan tindakan teror yaitu :
- Rendahnya pemahaman ajaran agama pelaku teror - Mengendornya rasa kebersamaan antar warga negara - Rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat - Lebarnya jurang/gap antara yang miskin dan yang kaya - Lemahnya supremasi hukum - Adanya kontrak-kontrak politik antara teroris dengan negara asing - Lemahnya sistem proteksi dini bagi tindakan teror dan sejenisnya - Polisi dan aparat keamanan selalu datangnya terlambat, dibarengi
dengan kemampuan mereka yang pas-pasan. - Terjadinya rekonstruksi sosial ditingkatan global
7. “Dari seni manusia mengharapkan kegairahan hidup sehingga tidak gersang. Dari
agama menusia mengharapkan bimbingan dan tuntunan hidup, agar manusia tidak tersesat dalam menjalani hidupnya. Sementara filsafat memberikan wawasan hidup yang lebih luas. Sedangkan ilmu dan teknologi memberikan kemudahan dan kesejahteraan hidup” (Rindjin, 1987 : 46). Persamaan antara Agama, Seni dan Ilmu : a. Aspek Ontologi: § Kasadk § akdajd
b. Aspek Epistemologi: c. Aspek Aksiologi:
muhammad ali gunawan_undiksha2006 16
Perbedaan antara Agama, Seni dan Ilmu : d. Aspek Ontologi: § Kasadk § akdajd
e. Aspek Epistemologi: f. Aspek Aksiologi:
8. Ilmu tidak bebas nilai: Ilmu sebagai hasil karya tertinggi manusia (ilmuwan)
adalah sesuatu yang terus dan akan mengikuti pola dan model si pemikirnya
(ilmuwan), ilmu bisa saja menjadi momok yang menakutkan bila disalahgunakan.
Di sinilah keharusan bagi para ilmuwan untuk mampu menilai mana yang baik dan
mana yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan
mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih
merupakan seorang hantu atau serigala yang menakutkan bagi manusia lainnya.
Seperti yang terjadi di Irak, Bali, Afganistan dan lain sebagainya.
Etika keilmuan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis
yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu
pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat
menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang
buruk ke dalam perilaku keilmuannya, sehingga dapat menjadi ilmuwan yang
mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya. Etika normatif menetapkan kaidah-
kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang
bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.
Persoalan ini mengharuskan etika keilmuwan selalu mengacu kepada “elemen-
elemen” kaidah moral, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan
norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan). Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma
moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan
yang baik atau belum. Dengan demikian, penerapan ilmu pengetahuan yang telah
dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori
emansipasi masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan, nilai agama, nilai adat, dan sebagainya. Ini artinya, bahwa ilmu
sudah tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat
luas dan masyarakat akan mengujinya.
9. Tangung Jawab sosial ilmuwan dalam pengembangan ilmu adalah :
muhammad ali gunawan_undiksha2006 17
a. Sebagai homo sapiens manusia mampu untuk berpikir benar, berpenalaran
tinggi dengan daya pikir logis, rasional, kritis, kreatif, dan intuitif dengan solusi
problema yang baik dan benar. Namun demikian terdapat pula segi negatif daya
rasional manusia yaitu manusia mampu juga membuat rasionalisasi, seperti
yang diunggulkan oleh tokoh Sigmund Freud dengan Psycho Analisis-nya.
Manusia dengan rasionalisasi membuat ulah untuk menutupi kesalahannya,
terhadap dirinya dan orang lain dengan cara yang sistematis dan meyakinkan.
Dalih semacam itu bisa saja mempesona manusia apalagi bila didukung oleh
sarana seperti kekuasaan (machtsvorming).
Dalam sejarah kemanusiaan tidak sedikit manusia terkena oleh persepsi Adolf
Hitler dengan motto: “Jerman Uber Alles” Jerman sebagai bangsa Aria adalah
superman dan bangsa Yahudi adalah pengotor ras Aria. Maka bangsa Yahudi
harus dibantai habis-habisan dalam kamp-kamp konsentrasi dengan
pembunuhan massal dengan gas. Keadaan ini juga sekarang mirip dengan
penindasan oleh bangsa Serbia-Kroasia terhadap bangsa Bosnia yang dulunya
bersatu dalam bangsa Yugoslavia di bawah kepemimpinan diktator Yoseph Bros
Tito. Fenomena perang saudara antara bangsa Serbia-Kroasia dengan bangsa
Bosnia telah melahirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang tokoh penjahat
perang yang diminta oleh Mahkamah Internasional di Den Haag untuk diseret
kepengadilan yaitu Jenderal Radovan Karadsic dan Jenderal Ratcko Mladic
karena membantai manusia secara besar-besaran tanpa bersalah. Itulah
gambaran proses rasionalisasi yang keliru atau materi pikiran yang tidak benar.
b. Sikap sosial dan moral dari para ilmuwan adalah konsisten dengan penelaahan
keilmuwannya dalam arti ilmunya itu terbebas dari sistem nilai, ilmu itu sendiri
bersifat netral dan ilmuwanlah yang memberinya nilai. Untuk itu ia dituntut
bersifat imperatif dengan latar belakang pengetahuan yang cukup guna
menempatkan segala sesuatunya sesuai proporsi yang sebenarnya.
c. Daya analisis seorang ilmuwan dapat menciptakan dari objek permasalahan
yang muncul di permukaan. Sebagai contoh ilmuwan Bertrand Russel
mengungkapkan betapa dana yang dipakai untuk produksi senjata akan lebih
bermanfaat bila digunakan untuk mengurangi keadatan penduduk dan
peningkatan distribusi bahan makanan.
d. Bagi ilmuwan proses penemuan ilmiah mempunyai implikasi etis. Itulah
kategori moral sebagai landasan sikap etisnya. Unsur kebenaran telah berfungsi
muhammad ali gunawan_undiksha2006 18
baik sebagai jalan pikirannya maupun seluruh jalan hidupnya. Ia merasa
terpanggil oleh kewajiban sosialnya baik sebagai penganalisis materi kebenaran
maupun sebagai prototipe moral yang baik.
e. Di bidang etika atau filsafat moral, tanggung jawab sosial ilmuwan di samping
memberi informasi juga sebagai penuntun hidup dengan meneladani sikap
objektif, menerima kritik dan pendapat orang lain, terbuka, teguh pada pendirian
(istiqomah), yang dianggapnya memang benar dan kalau perlu mengakui
kesalahan kalau memang bersalah. Tampillah ilmuwan itu dengan kekuatan dan
keberaniannya serta menjadi suri tauladan laksana seorang pedagang. Justru
aspek etika dari hakikat keilmuan kita masih kurang diperhatikan oleh kaum
pedagang dan ilmuwan di mana kita cenderung mendidik anak kita menjadi
cerdas, tanpa dilengkapi dengan pendidikan nilai-nilai moral yang luhur bangsa
kita. Di sinilah agaknya pelajaran etika sebagai conditiosine qua non bagi
pelajar dan mahasiswa.
f. Sendi utama masyarakat modern adalah IPTEK (ilmu pengetahuan dan
teknologi). Pilar penyangga keilmuwan itu sebagai tanggung jawab sosial para
ilmuwan. Di samping IPTEK masih terdapat kebenaran lain sebagai pelengkap
harkat dan martabat manusia (human dignity) yang hakiki. Melalui pendidikan
moral dan takwa sebagai unsur yang tak terlupakan oleh para ilmuwan. Karena
IPTEK tanpa Iman dan Taqwa (IMTAQ) atau agama akan menghancurkan
manusia, sedangkan berbekal Iman dan Taqwa saja kita akan tertinggal jauh
dari masyarakat modern dalam mencapai bangsa dan umat.
Contoh :
Dalam tanggung jawab sosialnya para ilmuwan seperti Andre Sakharove dari Rusia
telah melaksanakan tugas sosialnya dengan menyarankan kepada pemerintahnya
dalam proyek nuklir dan proyek-proyek lainnya yang membahayakan nasib umat
manusia. Walaupun pada akhirnya dia harus mendekam dalam penjara dengan kerja
paksa. Namun, demi rakyat manusia semua itu direlakan.
10. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk
kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu demikian? Disinilah letak
persoalannya. Bagaimana kemudian ilmu pengetahuan dan teknologinya merupakan
berkah dan penyelamat manusia, terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka
muhammad ali gunawan_undiksha2006 19
dan kesengsaraan? Memang dengan jalan mempelajari teknologi seperti pembuatan
bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi
keselematan manusia, tetapi di pihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya,
yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan
malapetaka. Seperti yang terjadi di Bali baru-baru ini dan menciptakan senjata
kuman yang dipakai sebagai alat untuk membunuh sesama manusia.
Seperti apa yang dikeluhkan oleh Albert Einstein ketika menyampaikan
pandangannya dihadapan mahasiswa California Institut of Technology.
“Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Jawabannya yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar menggunakannya secara wajar. Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjegal. Dalam perdamaian, dia menyebabkan hidup kita dikejar waktu dan penuh tak tentu. Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan malah menjadikan manusia budak-budak mesin”. (Jujun S. Sumantri, 1987 : 107). Bagaimana dengan kisah berikut?
“Ayah berapakah kemungkinan matahari terbit esok pagi?” tanya seorang anak sebelum tidur, kapada bapaknya. “Akh, kau ada-ada saja. Sudah pasti, matahari akan terbit lagi besok. Sudahlah tidur saja, sudah larut”. “Tapi bagaimana kalau besok Tuhan tidak menerbitkannya?” sang anak melanjutkan pertanyaannya. “Akh sudahlah, itu sudah ketentuan Tuhan” jawab bapaknya, ingin buru-buru menghentikan keceriwisan anaknya. “Lho, ayah kok sudah tahu apa yang dilakukan Tuhan besok pagi?” tanya sang anak tidak mau mundur. “Aduh nak, kalau tanya jangan yang susah-susah, ayah ngantuk” Kelihatan sang bapak sudah tidak sabar. Ketika sang anak ingin melanjutkan pertanyaan lagi, si bapak terlanjur mendengkur, “Csssss…….Csssss……”.