06530008 retina hafimi kautsar

Upload: tha-tha-vytha

Post on 18-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tgft

TRANSCRIPT

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Alga

    Alga adalah biota laut yang umumnya tumbuh melekat pada substrat

    tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati tetapi hanya

    menyerupai batang yang disebut thallus. Alga tumbuh dengan mendekatkan

    dirinya pada karang lumpur, pasir, batu dan tumbuhan lain secara spesifik

    (Anggadiredja, dkk, 2006).

    Alga merah merupakan salah satu hasil perikanan yang penting di

    Indonesia. Alga merah mempunyai nilai ekonomi tinggi dibandingkan jenis alga

    yang lain karena mengandung karaginan dan agar. Jenis-jenis alga merah antara

    lain Gracilaria gigas, Gracilaria salicornia, Gracillaria verrucosa, Amphiroa

    rigida, Hypnea asperi, Eucheuma denticulatum, Eucheuma edule, Kappaphycus

    alvarezii, Eucheuma spinosum, Laurencia elata, Gelidium latifolium, Eucheuma

    cottoni dan lain sebagainya(Anonymous, 2010).

    Alga kelompok merah memiliki pigmen fikoeretrin (phycoerethrin) dan

    fikosianin (phycocyanin) yang struktur dasarnya pirol dan berprotein. Fikoeretrin

    adalah pigmen yang berwarna merah cerah dan memancarkan warna oranye,

    sedangkan fikosianin berwarna biru dan memancarkan warna merah tua. Alga

    merah mempunyai sifat adaptik kromatik, yaitu mempunyai penyesuaian antara

    proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan sehingga pada kenyataan

  • 10

    di alam, alga merah menunjukkan variasi warna lain seperti pirang, violet, merah

    tua, merah muda, cokelat, kuning dan hijau (Atmadja, 2007).

    2.1.1 Euchema cottoni

    Rumput laut secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang terdiri

    dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya di daerah perairan dangkal,

    berpasir, berkarang, jernih dan biasanya menempel pada karang mati, potongan

    kerang dan substrat yang keras lainnya baik terbentuk secara alamiah maupun

    buatan. Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan

    antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan tumbuhan ini mempunyai

    bentuk yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut

    hanyalah thallus (Aslan, 1998). Dawes (1981), menjelaskan sistematika

    klasifikasi Eucheuma cottoni adalah sebagai berikut :

    Divisio : Thallophyta

    Filum : Rhodophyta

    Kelas : Rhodophyceae

    Ordo : Gigarnitales

    Famili : Solieriaceae

    Genus : Eucheuma

    Spesies : Eucheuma cottoni

    Gambar 2.1. Eucheuma cottoni

  • 11

    Ciri-ciri dari Eucheuma cottoni adalah mempunyai thallus kasar, agak pipih dan

    bercabang tidak teratur, yaitu bercabang dua atau tiga, ujung-ujung percabangan ada yang

    runcing dan tumpul dengan permukaan bergerigi, agak kasar dan berbintik-bintik.

    Adapun warna dari rumput laut ini biasanya kuning kecoklatan hingga merah ungu

    (Afrianto dan Liviawati, 1993). Komposisi kimia yang dimiliki rumput laut

    Eucheuma cottoni dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Komposisi kimia Rumput Laut jenis Eucheuma cottoni

    Komponen Kimia Komposisi

    Kadar abu

    Protein

    Lemak

    Serat

    Iodium

    29,97 (%)

    5,91 (%)

    0,28 (%)

    23,89 (%)

    282,93 mg/g

    (Anonimous, 2010)

    2.1.2 Euchema spinosum

    Eucheuma spinosum tumbuh pada tempat-tempat yang sesuai dengan

    persyaratan tumbuhnya, antara lain tumbuh pada perairan yang jernih, dasar

    perairannya berpasir atau berlumpur dan hidupnya menempel pada karang yang

    mati. Persyaratan hidup lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan air. Kadar

    garamnya antara 28-36 %. Dari beberapa persyaratan, yang terpenting adalah

    Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk dapat melakukan

    fotosintesis (Aslan, 1998).

    Bentuk dari tanaman ini tidak mempunyai perbedaan susunan kerangka

    antara akar, batang, dan daun. Keseluruhan tanaman ini merupakan batang yang

  • 12

    dikenal sebagai thallus. Thallus ada yang berbentuk bulat, silindris atau gepeng

    bercabang-cabang. Jumlah setiap percabangan ada yang runcing dan ada yang

    tumpul. Permukaan kulit luar agak kasar, karena mempunyai gerigi dan bintik-

    bintik kasar. Eucheuma spinosum memiliki permukaan licin, berwarna coklat tua,

    hijau coklat, hijau kuning, atau merah ungu. Tingginya dapat mencapai 30 cm.

    Eucheuma spinosum tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa

    cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang

    rimbun dengn ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-

    cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk.

    (Anonymous, 2010).

    Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan untuk menentukan divisi dan

    mencirikan kemungkinan filoginetik antara kelas secara khas digunakan

    komposisi plastida, pigmen, struktur karbohidrat dan komposisi dinding sel.

    Berdasarkan cara di atas maka Eucheuma spinosum termasuk ke dalam

    (Atmaja,2007) :

    Kigdom : Plantae

    Kelas : Rhodophyceae

    Sub kelas : Florideae

    Ordo : Gigartinales

    Famili : Solieriaceae

    Genus : Eucheuma

    Spesies : Eucheuma spinosum

  • 13

    Gambar 2.2 Eucheuma spinosum

    Kandungan kimia dari rumput laut Eucheuma spinosum adalah Iota

    keraginan (65%), protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, air dan abu. Iota

    keraginan merupakan polisakarida tersulfatkan dimana kandungan ester sulfatnya

    adalah 28-35%. Komposisi kimia yang dimiliki rumput laut Eucheuma spinosum

    dapat dilihat pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Komposisi kimia Rumput Laut jenis Eucheuma spinosum

    Komponen Kimia Komposisi

    Kadar air

    Protein

    Lemak

    Karbohidrat

    Abu

    Serat

    Mineral :

    Ca

    Fe

    Cu

    Pb

    Vit B1 (Thiamin)

    Vit B2 (Ribolavin)

    Vit C

    21,90 (%)

    5,12 (%)

    0,13 (%)

    13,38 (%)

    14,21 (%)

    18,10(%)

    52,85 ppm

    0,180 ppm

    0,768 ppm

    -

    0,21 mg/100g

    2,26 mg/100g

    43 mg/100g

    65,75 %

    (Anonimous, 2010)

  • 14

    2.2 Hidrolisis

    Hidrolisis adalah salah satu tahapan dalam pembuatan bioetanol berbahan

    baku lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan

    hemiselulosa menjadi monosakarida yang selanjutnya akan difermentasi menjadi

    etanol (Isroi, 2008).

    Proses hidrolisis enzimatik mirip dengan proses-proses hidrolisis pada

    umumnya yaitu dengan mengganti asam dengan enzim. Hidrolisis enzimatik

    memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain tidak

    terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu

    rendah, pH netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya

    pemeliharaan peralatan yang relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif

    (Taherzadeh dan Karimi, 2007).

    Hidrolisis selulosa secara biologik dapat dilakukan baik menggunakan

    enzim selulase (Vrije dkk., 2002; Raghavendra dkk., 2007 dalam Nadiem 2010)

    maupun mikroorganisme penghasil selulase (Aderemi dkk., 2008 dalam Nadiem

    2010). Hidrolisis selulosa dipengaruhi oleh jenis sumber subsrat (seperti serbuk

    gergaji, jerami padi, sabut sawit) dan ukuran partikel.

    Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam

    gambar berikut (Nadiem,2010) :

  • 15

    Gambar 2.3 Hidrolisis selulosa ( Nadiem, 2010)

    Proses pembuatan bioetanol dari bahan lignoselulosa dalam persamaan

    kimia sederhana adalah sebagai berikut (Scheper, 2007 dalam Kusnadi 2009) :

    Lignoselulosa ------Enzim sellulase--> Selobiosa dan Glukosa (C6H12O6)

    Selobiosa + H2O(aq) ----------------> C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq)

    C6H12O6 (aq) --------------> C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g)

    2.3 Selulosa

    Selulosa merupakan molekul glukosa yang dapat membentuk sebuah

    rantai panjang tidak bercabang seperti pada amilosa. Unit-unit glukosa dalam

    selulosa terikat melalui ikatan -1-4 glikosidik (Lehninger, 1982). Struktur

    selulosa tersebut dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

  • 16

    beta(1-4) beta(1-4)

    beta(1-4)

    Gambar2.4 Struktur selulosa (Lehninger, 1982)

    Selulosa ditemukan sebagai dinding sel tumbuhan, tidak larut dalam air,

    ditemukan banyak pada batang, dahan, tangkai, daun, dan hampir semua jaringan

    tumbuhan. Kayu, katun, kapas, bambu, dan serat tumbuhan mengandung selulosa

    sebesar (98%-99%) (Hawab, 2004).

    Selulosa ialah sebagian senyawa organik dengan rumus molekul

    (C6H10O5)n. Selulosa merupakan kandungan utama dalam serat tumbuhan, yang

    berfungsi sebagai komponen struktur tumbuhan. Selulosa ialah polimer rantai

    lurus glukosa yang tersusun atas unit-unit anhydro-1,4-glucose yang dihubungkan

    oleh ikatan 1,4-D-glycosidic (Hidayat, 2005).

    Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil yang

    menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memilki

    gugus-H di kedua ujungnya. Ujung C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai

    selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai (Isroi,

    2009).

    Seperti juga amilosa, selulosa adalah polimer berantai lurus -(1,4)-D-

    glukosa. Perbedaannya dengan amilosa adalah pada jenis ikatan glikosidanya.

    Selulosa bisa dihidrolisis oleh enzim selobiose, yang memiliki cara kerja

  • 17

    menyerupai -amilase, akan memotong dua molekul glukosa dari ujung rantai

    sehingga menghasilkan selobiosa (Winarno, 2002).

    Enzim yang dapat menghirolisis ikatan (1-4) pada selulosa adalah

    selulase. Hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga

    tipe enzim ini, yaitu :

    Endo-1,4--D-glucanase, yang mengurai polimer selulosa secara random

    pada ikatan internal -1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin

    dengan panjang rantai yang bervariasi (Anonimous,2010).

    Exo-1,4--D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari

    ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa

    dan/atau glukosa (Anonimous,2010).

    glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan

    glukosa (Anonimous,2010).

    2.4 Aspergillus niger

    Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan

    mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales

    dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,

    diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam

    glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase,

    amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna

    putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai

  • 18

    hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi

    bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur (Fadli, 2009).

    Taksonomi. A. niger termasuk dalam Aspergillus subgenus Circumdati,

    bagian Nigri termasuk jenis 15 spora hitam

    Gambar 2.5 Aspergillus niger

    Domain : Eukaryota

    Kingdom : Fungi

    Phylum : Ascomycota

    Subphylum : Pezizomycotina

    Class : Eurotiomycetes

    Ordo : Eurotiales

    Family : Trichocomaceae

    Genus : Aspergillus

    Species : Aspergillus niger

    Kapang Aspergillus niger bersifat aerobik, artinya kapang ini

    membutuhkan oksigen bebas maka dalam pembiakannya oksigen bebas maka

    dalam pembiakannya perlu dilakukan aerasi. Dalam pembiakan skala

    laboratorium, oksigen bebas yang dibutuhkan kapang dapat dipenuhi melalui

    penggoyangan media cair melalui shaker (Rahman, 1992).

  • 19

    Kapang aspergillus niger menghasilkan beberapa macam enzim, antara

    lain enzim -amilase, -amilase, selulase, dan pektinase. Enzim ini terdapat dalam

    miselium maupun sporanya. Pada kondisi asam, kapang ini menghasilkan banyak

    miselium sedangkan pada kondisi netral bayak menghasilkan spora (Rahman,

    1992).

    Aspergillus niger mempunyai kemampuan menghasilkan enzim dan

    kapasitas biodegradasi yang tinggi dibanding mikroorganisme yang lain.

    Karbohidrat, protein, lemak, dan mineral merupakan bahan-bahan yang

    mengalami biodegradasi oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul,

    pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel (Rahman, 1992).

    2.5 Kurva Pertumbuhan Aspergillus niger

    Kurva pertumbuhan digunakan untuk mengetahu fase logaritmik.Fase

    logaritmik adalah fase pada saat sel membelah dengan laju konstan, Kurva

    pertumbuhan ini dibuat untuk mengetahui waktu pemanenan yang tepat pada

    tahap produksi enzim, sehingga dapat dihasilkan enzim dalam jumlah maksimal

    dengan aktifitas yang tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

    pembuatan kurva pertumbuhan Aspergillus niger dilakukan dengan menggunakan

    media Potato Dextrose dengan melihat berbagai pertimbangan. Adapun

    pertimbangan yang menguntungkan, yaitu bahw Aspergillus niger akan tumbuh

    dengan baik pada media yang mengandung kadar gula dan garam yang cukup

    tinggi (Pelzcar,1993).

  • 20

    Isolat Aspergillus niger yang telah diremajakan, dipindahkan sebagian

    pada media produksi(media cair), kemudian inkubasi dilakukan dalam shaker.

    Penggunaan shaker bertujuan untuk mempercepat transfer nutrient ke dalam sel,

    untuk mensuplai oksigen bagi aktivitas metabolic sel dan untuk meratakan

    mikroorganisme dalam medium sehingga semua mikroorganisme mendapat

    kesempatan yang sama kontak dengan oksigen.

    Kurva pertumbuhan pada gambar memperlihatkan tahap-tahap yang

    dialami Aspergillus niger selama pertumbuhan menunjukkan empat fase

    pertumbuhan yang berbeda, yaitu (1) fase adaptasi, (2) fase pertumbuhan

    eksponensial, (3) fase stasioner, (4) fase kematian. Masa awal inokulasi sampai 12

    jam fermentasi merupakan fase adaptasi bagi kapang ini. Pada fase ini belum

    terjadi penambahan jumlah sel yang ditandai tetapnya berat kering sel yang

    ditimbang.

    Gambar 2.6 Kurva pertumbuhan Aspergillus niger

  • 21

    Fase berikutnya adalah fase pertumbuhan eksponensial yang terjadi setelah

    12 jam fase adaptasi sampai 72 jam waktu fermentasi. Pada fase ini sel-sel akan

    tumbuh dan membelah secara eksponensial sampai jumlah maksimal, karena

    persediaan nutrient dan oksigen masih cukup tersedia.

    Berdasarkan kurva pada gambar dapat disimpulkan waktu pemanenan

    yang tepat adalah setelah 72 jam fermentasi, yaitu pada akhir fase logaritmik dan

    pada awal fase stasioner. Karena pada fase ini terjadi penimbunan enzim untuk

    mikroba yang ditumbuhkan dalam media cair (Andamari, 2003). Dari kurva

    pertumbuhan Aspergillus niger diatas tampak bahwa waktu inkubasi kapang itu

    mencapai setengah fase logaritma pasa jam ke-42 dan awal stasioner pada jam ke-

    72. Sehingga dapat disimpulkan lama waktu inkubasi inokulum adalah 30 jam dan

    lama inkubasi untuk produksi enzim adalah 72 jam.

    2.6 Enzim Selulase

    Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang

    berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis

    bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim mempercepat reaksi kimiawi tanpa

    pembentukan produk samping dan molekul ini berfungsi didalam larutan encer

    pada keadaan suhu dan pH normal. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena

    panas, asam, basa, pelarut organik atau keadaan-keadaan lain yang dapat

    menyebabkan denaturasi protein (Lehninger, 1990).

    Struktur kimia enzim tergolong protein, karena itu enzim dapat di

    koagulasi oleh panas, alkohol, asam kuat, dan reagen alkaloidal. Jika enzim

  • 22

    mengalami perubahan dalam bentuknya misalnya terjadi denaturasi, maka struktur

    kimianya sebagai protein akan mengalami perombakan. Daya katalitiknya

    menghilang tetapi susunan urutan asam-asam aminonya masih terdapat lengkap

    (Kusnawidjaja, 1983).

    Enzim memiliki berat molekul yang berkisar antara 12.000 sampai lebih

    dari satu juta. Beberapa enzim memerlukan tambahan komponen kimia bagi

    aktivtasnya. Komponen ini disebut kofaktor yang berupa molekul anorganik atau

    ion logam seperti ion Fe2+

    , Mn2+

    , Zn2+

    dan mungkin juga berupa suatu molekul

    organik kompleks yang disebut koenzim (Lehninger, 1990).

    Cara kerja enzim sesungguhnya menyusun ikatan-ikatan yang terbentuk

    selama reaksi berjalan. Enzim dan substratnya mempunyai daya reaksi yang aktif.

    Dengan adanya perubahan atau pergeseran muatan, sudah cukup untuk

    menyebabkan reaksi. Setelah terjadi reaksi dan perubahan zat-zat, maka pusat

    aktivitas ( koenzim ) itu dilepaskan untuk memulai lagi proses-proses reaksi

    tersebut, sehingga terjadilah suatu proses berantai ( Kusnawidjaja, 1983).

    Dua hipotesis tentang mekanisme reaksi enzim dengan substrat yaitu

    hipotesis Lock and Key. Hipotesis Lock and Key menjelaskan bahwa reaksi

    molekul enzim dan substrat terjadi karena ada kesesuaian bentuk dan ruang antara

    substrat dengan sisi aktif enzim. Sedangkan hipotesis yang kedua menerangkan

    reaksi antara molekul enzim dan substrat berlangsung karena adanya induksi oleh

    substrat berlangsung karena adanya induksi oleh substrat terhadap sisi aktif

    enzim, sehingga substrat menjadi sesuai dengan sisi aktif enzim.

  • 23

    Enzim adalah biokatalis yang diproduksi oleh jaringan hidup untuk

    mengkatalisis reaksi-reaksi yang terjadi dalam jaringan. Bila tidak ada enzim,

    reaksi-reaksi dalam jaringan akan berjalan terlalu lambat sehingga tidak dapat

    menopang kehidupan atau reaksi-reaksi tersebut memerlukan kondisi non

    fisiologis. Selulase adalah campuran beberapa enzim yang komposisinya

    bervariasi, bergantung kepada mikroorganisme yang digunakan untuk

    memproduksi serta proses produksinya. Tiga komponen yang telah teridentifikasi

    dalam selulase adalah endoglukanase (endo--1,4-D-glukan-4-glukanohidrolase)

    yang memecah ikatan - 1,4 pada rantai selulosa secara acak, eksoglukanase (-

    1,4-D-glukan-selobiohidrolase) yang memecahkan satuan selobiosa dari ujung

    rantai dan -glukosidase yang memecahkan selobiosa menjadi glukosa

    (Fadli,2009).

    Enzim selulase dapat dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme,

    tetapi hanya sedikit yang dapat menghasilkan selulase dalam jumlah yang cukup

    untuk menghidrolisis seluruh selulosa kristalin. Kebanyakan sistem selulase yang

    dihasilkan oleh jamur selulotik, jumlah -glukosidasenya lebih rendah dari yang

    dibutuhkan untuk hidrolisis selulosa menjadi glukosa secara efisien, sehingga

    produk utama hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa yang merupakan

    inhibitor kuat terhadap endo dan eksoglukanase. Persoalan ini dapat diatasi

    dengan menambahkan - glukosidase dari luar atau memproduksi selulase dengan

    cara mengkombinasikan mikroorganisme yang kemampuan memproduksi endo

    dan eksoglukanasenya kuat seperti Trichoderma reesei dengan mikroorganisme

  • 24

    yang kemampuan memproduksi -glukosidasenya kuat seperti Aspergillus niger

    (Fadli,2009).

    2.7 Penentuan Kadar Glukosa Dengan Metode Nelson-Somogyi

    Metode Nelson Somogyi banyak digunakan dalam penentuan kadar

    glukosa. Metode ini melibatkan dua tahap reaksi, yaitu reaksi antara D-Glukosa

    dengan reagen Nelson yang menghasilkan produk Cu2O berupa endapan merah

    bata, dan reaksi kedua adalah reaksi antara Cu2O dengan reagen arsenomolibdat.

    Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

    Tahap I :

    C6H12O6 + 2 Cu2+

    + 4 OH- C6H11O6HO + Cu2O(s) + 2 H2O ...................... (2.1)

    Tahap II :

    (NH4)6Mo7O24.4 H2O + 3 H2SO4 7 H2MoO4 + 3 (NH4)2SO4 ................... (2.2)

    12 MoO42-

    + AsO43-

    [AsMo12O40]3-

    + 12 H2O ....................................... (2.3)

    [AsMo12V

    O40]3-

    + 4 Cu+ [AsMo4

    VMo8

    VIO40]

    7- + 4 Cu

    2+ ........................ (2.4)

    Reagen arsenomolibdat dibuat dengan cara amonium molibdat

    ditambahkan asam sulfat untuk menghasilkan asam molibdat (H2MoO4) yang

    larut pada kondisi asam berlebih. Asam molibdat bereaksi dengan arsenat

    menghasilkan heteropoli molibdioarsenat ( arsenomolibdat) yang dapat direduksi

    dengan tembaga (I) oksida menghasilkan komplek berwarna biru Molibdenum

    Dan intensitas ini tidak mengalami perubahan dalam 24 jam (Vogel, 1994).

  • 25

    Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan

    menggunakan pereaksi tembaga-arseno-molibdat. Kupri mula-mula direduksi

    menjadi bentuk kupro dengan pemansana larutan gula. Kupro yang terbentuk

    berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arseno-molibdat menjadi

    molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Dengan

    membandingkannya terhadap larutan standar, konsentrasi gula dalam sampel

    dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi

    gula dalam sampel dengan mengukur absorbansi.

    Metode Nelson-Somogyi merupakan yang terbaik bila digunakan

    untuk uji aktivitas enzim karena memberikan respon pewarnaan. Pada saat

    penambahan reagen nelson diperoleh hasil berupa padatan berwarna biru sampai

    biru kehijauan. Semakin tinggi konsentrasi gula, maka warna hijau semakin

    dominan. Untuk melarutkan padatan ditambahkan reagen Arsenomolibdat. Dan

    diperoleh warna larutan semakin biru pekat (Hasanah dkk, 2010).

    2.8 Spektrofotometri

    Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau absorbans

    suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang. Panjang gelombang cahaya UV

    atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-

    molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan

    menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang

    memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap cahaya dalam daerah

    tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah

  • 26

    dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV

    yang lebih pendek( Khopkar,2003).

    Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi berbanding langsung dengan

    tebal kuvet dan konsentrasi larutuan, seperti rumus berikut :

    A= log T

    1 = log

    Io

    I = a.b.c = -log T

    A = Absorbansi

    a = Absorptivitas

    b = Tebal larutan (kuvet)

    c = Konsentrasi larutan (mol/ L)

    T = Transmitan

    Rumus Beer ini dapat dijelaskan bahwa cahaya atau radiasi dengan intensitas Io

    yang melewati bahan setebal b berisi sejumlah n partikel (ion, atom, atau

    molekul) akan mengakibatkan intensitas akan berkurang menjadi I. Berkurangnya

    intensitas radiasi tergantung dari luas penampang (S) yang menyerap partikel,

    dimana luas penampang sebanding dengan jumlah partikel (n) (Hayati, 2007).

    Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan

    menggunakan spektrofotometri terutama untuk senyawa yang semula tidak

    berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa

    tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna (Rohman,

    2007). Seperti pada analisa glukosa menggunakan metode Nelson somogyi, akibat

    dari penambahan reagen larutan menjadi berwarna (Hasanah, 2010).

  • 27

    Pemilihan panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif

    adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan

    dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang dari

    suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu. Panjang gelombang yang

    digunakan dalam penentuan kadar glukosa adalah 540 nm (Nadiem, 2010).

    Terkadang dijumpai keadaan yang mana pemakaian panjang gelombang maksimal

    kurang baik. Hal ini karena misalnya, selain zat yang dianalisis, juga terdapat zat

    lain yang mempunyai absorbansi pada panjang gelombang tersebut. Ada beberapa

    variabel yang dapat mempengaruhi absorbansi yaitu: jenis pelarut, pH larutan,

    suhu, konsentrasi tinggi dan zat pengganggu (Rohman, 2007).

    Dalam pembuatan kurva baku dibuat seri larutan baku dari zat yang akan

    dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan

    berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan

    antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka

    kurva baku berupa garis lurus (Rohman, 2007).

    2.9 Manfaat tumbuhan Dalam Perspektif Islam

    Tumbuhan adalah salah satu benda hidup yang terdapat di alam semesta

    yang dapat melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Dalam

    melangsungkan kehidupan, tumbuhan tidak hanya membutuhkan sinar matahari

    akan tetapi juga membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang Seperti dikutip

    dalam surat Thaha ayat 53 bahwasanya Allah menciptakan bumi dengan berbagai

    macam tumbuh-tumbuhan.

  • 28

    53. Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah

    menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air

    hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-

    tumbuhan yang bermacam-macam (Thaha :53)

    Ayat di atas menjelaskan bahwa air adalah syarat utama terwujudnya

    proses pertumbuhan. Tumbuh dan berkembangnya tumbuhan di muka bumi

    menjadi salah satu bukti adanya kehidupan. Hal ini didukung oleh para ahli yang

    menyimpulkan bahwa air merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi

    kehidupan dan kelangsungan hidup, dan bahkan sebagian ahli mengatakan bahwa

    kehidupan itu adalah air, dan tidak ada satu interaksi kimia pun yang terjadi dalam

    tubuh tanpa melibatkan peran air (Pasya, 2004).

    Air mampu melarutkan banyak bahan daripada udara, tanah dan batu. Air

    hujan yang turun di atas permukaan bumi berguna untuk menumbuhkan tumbuhan

    yang beraneka ragam jenisnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An-Nahl

    ayat 11:

    "Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma,

    anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

    benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan" (Q.S. An-Nahl: 11).

  • 29

    Firman Allah dalam surat An-Nahl mengingatkan kita tentang tanda-tanda

    kekuasaan Allah dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Semua jenis tumbuhan makan

    dan tumbuh dari air, sinar, karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosfor, sulfur,

    kalium, kalsium, magnesium, dan besi. Meskipun unsur makanan sama, dalam

    tanah yang sama, air yang sama, akan tetapi Allah mampu menumbuhkan ribuan

    jenis tumbuhan dan buah-buahan dengan aneka ragam bentuk, warna, bau, dan

    rasa, salah satunya adalah alga. Karena dengan diciptakannya berbagai jenis

    tumbuh-tumbuhan manusia dituntut untuk berfikir mengolah tumbuh-tumbuhan

    tersebut menjadi lebih bermanfaat.

    Allah menciptakan alam semesta untuk manusia adalah agar mau

    bersyukur. Bersyuikur berarti memanfaatkan rahmat-rahmat Allah dengan

    selayaknya, karena pemberian Allah adalah penuh dengan rahmat. Allah

    berfirman dalam Al quran :

    Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,

    korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang

    demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang

    memikirkan (QS. 16 : 11).

    Ayat tersebut menerangkan bahwa, sesungguhnya Allah memepunyai

    tujuan dalam segala penciptaannya, untuk itu manusia harus memikirtkannya,

    karena manusia diberi akal agar dapat memanfaatkan segala penciptaan Tuhan

    (Harun Yahya, 2007).

  • 30

    Ayat lain yang mengingatkan kita tentang kekuasaan Tuhan adalah Firman

    Allah surat Al Anam ayat 99 :

    Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan

    dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari

    tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman

    yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai

    tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan

    pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah

    buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.

    Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi

    orang-orang yang beriman (QS. 06 : 99).

    Kekuasaan Allah dalam tumbuh-tumbuhan terlihat pada modifikasi

    tumbuh-tumbuhan itu sesuai dengan berbagai kondisi lingkungan. Misalnya, ada

    tumbuh-tumbuhan air yang hidup dirawa-rawa, danau, saluran air, got, kiri-kanan

    sungai yang berarus lambat, lahan-lahan yang penuh dengan air, maupun di laut.

    Semua tumbuhan ini dapat menyesuaikan diri dalam kondisi air yang melimpah,

    begitu juga batang dan daunnya, keseluruhan akarnya sangat kurang dan organ

    ventilasinya sangat banyak karena oksigen yang ada dalam air sangat sedikkit

    (Pasya, 2004).

  • 31