widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · terimakasih kami...

145

Upload: votuong

Post on 07-Apr-2019

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan
Page 2: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

_________________________________________________________

BUKU AJAR

QUALITY OF WORK LIFE DAN ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR SEBUAH KAJIAN EMPIRIS

___________________________________________________________

Disusun oleh : Dr. Adya Hermawati, SE.,MM Dr. Nasharuddin Mas, SE., MM Diterbitkan Oleh : Badan Penerbitan Universitas Widyagama Malang 2016

Hak cipta dilindungi undang undang. dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman, dan lain lain tanpa ijin tertulis dari penerbit.

ISBN 9786027354043

Page 3: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang kiranya patut

penulis ucapkan, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan

buku ajar ini. Dalam buku ajar ini kami menjelaskan mengenai Quality Of Work Life Dan

Organizational Citizenship Behavior Sebuah Kajian Empiris. Buku ajar ini ini dibuat

dalam rangka memperdalam pemahaman kususnya dalam matakuliah Manajemen Sumber

Daya Manusia dan Perilaku Organisasi.

Kami menyadari, dalam buku ajar ini masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan

terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu,

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan

buku ajar ini di waktu yang akan datang.

Terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua yaitu H. Lutjito Hadiwardoyo dan Sri

Moerni, Suami tercinta Misranto serta kedua anak kami Abimanyu Tuwuh Sembhodo dan

Nalini Mahastuti Panunjul. Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di

Universitas Widyagama Malang serta seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan

buku ajar ini.

Semoga buku ajar ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca pada

umumnya.Demikian pengantar dari penulis semoga paparan dalam buku ini bisa diambil

manfaatnya.

Malang, OKTOBER 2016 Penulis

Page 4: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

DAFTAR ISI

BAB I : QUALITY OF WORK LIFE (QWL) 1 1.1. Tinjauan Teoritis Qualty Of Work Life 1 1.2. Pengertian Quality Of Work Life 10 1.3. Konsep Quality Of Work Life 18 1.4. Faktor-Faktor Kualitas Kehidupan Kerja ( Quality Of Work Life) 23 1.5. Aspek Kontribusi Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) 33 1.6. Hubungan Quality Of Work Life Dengan Semangat Kerja 42 1.7. Quality Of Work Life Implementasi Pada 53 1.8. Wujud Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) 57 1.9. Anteseden Kualitas Kehidupan Kerja (Qwl) 60 1.10. Bentuk-Bentuk Program Kualitas Kehidupan Kerja 64 Bab II : ORGANIZATION CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 71 2.1. Pengertian Organization Citizeship Behavior 71 2.2. Dimensi-Dimensi Organization Citizenship Behavior 77 2.3. Manfaat Organization Citizenship Behavior 81 2.4. Definisi OCB 85 2.5. Faktor Yang Mempengaruhi OCB 88 2.6. Hasil Empirik Implementasi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Service Quality 90 BAB III : KINERJA DAN PENILAIAN KINERJA 98 3.1. Pengertian Penilaian Kinerja 99 3.2. Tujuan Penilaian Kinerja 102 3.3. Kriteria Penyelia (Penilai) 105 3.4. Kegunaan Penilaian Kinerja 106 3.5. Faktor-Faktor Yang Menghambat Dalam Penilaian Kinerja 108 3.6. Jenis-Jenis Penilaian Kinerja 114 3.7. Aspek-Aspek Yang Dinilai 115 3.8. Metode Penilaian Kinerja 116 3.9. Aplikasi Penilaian Kinerja Individu Dengan Pendektan MBO 125 3.10.Program Penilaian Kerja 127 3.11.Perusahaan Mendapatkan Sukses Melalui Penilaian Kinerja 128 3.12.Sumber Kesalahan Dalam Penilaian Kinerja 129 3.13.Teknik Penyuluhan Dan Panduan Untuk Wawancara Penilaian Kinerja 130 3.14.Umpan Balik Untuk Fungsi Sdm 131 3.15.Instrumen Pengukur Kinerja Karyawan Secara Kelompok 133 DAFTAR PUSTAKA

Page 5: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

1

BAB I QUALITY OF WORK LIFE (QWL)

1.1. TINJAUAN TEORITIS QUALITY OF WORK LIFE

Kualitas kehidupan kerja/quality of work life (QWL) yang selanjutnya

disingkat QWL saja dalam penelitian ini mulai diperbincangkan dalam dunia kerja

sejak dekade tujuh pu!uhan. Pada saat itu QWL diartikan secara sempit sebagai

teknik manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, perkayaan pekerjaan

(job enrichement), suatu pendekatan untuk bernegosiasi dengan serikat pekerja,

upaya manajemen untuk memelihara kebugaran mental karyawan, hubungan

industrial yang serasi, manajemen yang partisipatif dan sebagai salah satu

bentuk intervensi pengembangan organisasional (French end Cecil, 1990 dalam

Arifin, 1999).

Perkembangan selanjutnya QWL merupakan cara pandang manajemen

tentang manusia, pekerja dan organisasi. Unsur-unsur QWL tersebut ialah:

kepedulian manajemen tentang dampak pekerjaan pada manusia, efektifitas

organisasi serta pentingnya para karyawan dalam pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut pekerjaan, karier,

penghasilan dan nasib mereka dalam pekerjaan. Sangat penting untuk diketahui

bahwa QWL tidak terbatas pada isi suatu pekerjaan, akan tetapi memanusiakan

lingkungan kerja dengan mengakui dan menghargai harkat dan martabat sebagai

manusia (Arifin, 1999).

Menurut Morin M. E dan Morin W. (2003) kualitas kehidupan kerja (QWL)

merupakan bangunan konsep multidimensional yang menawarkan kepuasan

dalam kehidupan kerja dan keseimbangan dalam pekerjaan dan kehidupan,

dimana hal ini tercermin dalam perasaan memiliki kelompok kerja, rasa menjadi

diri sendiri, rasa mendapat penghargaan dan dihormati. QWL berhubungan

dengan pekerjaan itu sendiri yang menyangkut desain syarat pekerjaan,

lingkungan kerja, proses pengambilan keputusan dan pengawasan perilaku,

Page 6: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

2

kondisi kerja serta keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi

karyawan.

Pegawai di pasar tenaga kerja sekarang ini mempunyai harapan yang

meningkat tentang iklim kerja yang lebih atraktif dan mengakomodasikan

kebutuhan profesional dan personal pegawai. Untuk mewujudkannya pihak

organisasi atau manajemen harus rnengembangkan lingkungan kehidupan kerja

yang berkualitas (Anderson dan Pulich, 2000).

Menurut David dan Edward (dalam Nurtjahjani, 2001), kualitas kehidupan kerja

diartikan :

Merupakan reaksi individu terhadap pekerjaan atau konsekuensi

pribadi dari pengalaman kerja

Merupakan pendekatan yang fokusnya terhadap individu dibanding

hasil organisasi

Merupakan kumpulan metode untuk meningkatkan lingkungan kerja

dan membuat lingkungan tersebut lebih produktif

Merupakan perkembangan mengenai alam kerja dan hubungan kerja

terhadap organisasi, syarat-syarat manajemen partisipatif dan

demokrasi industrial sebagai intinya.

Merupakan suatu konsep untuk mengatasi persaingan luar negeri.

masalah kualitas tingkat produktifitas rendah don sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, kualitas kehidupan kerja merupakan

suatu metode atau program yang dilakukan organisasi untuk meningkatkan

lingkungan kerja dan membuat .lingkungan tersebut lebih produktif, dan reaksi

individu terhadap pekerjaan sebagai akibat dari penerapan metode dan

pengembangan yang ada da1am organisasi tersebut.

Untuk menunjukkan kualitas kehidupan kerja menu rut Torrington dan

Huat (1994), pegawai seharusnya diikutkan berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan yang rnempengaruhi mereka. Pegawai seharusnya diberikan cukup

Page 7: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

3

informasi tentang tujuan organisasi, prestasi dan masalah yang dihadapi.

Luthans (1995) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja sebagai berikut :

Perhatian mengenai pengaruh pekerjaan manusia terhadap keefektifan

organisasi

Pandangan mengenai partisipasi dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah dalam organisasi.

Tujuan yang diharapkan adalah untuk merubah iklim pekerjaan sehingga sumber

daya manusia, teknologi yang digunakan dan Iingkungan organisasional dapat

mengarahkan pada pencapaian kualitas kehidupan kerja organisasi yang Iebih

baik.

Menurut Cascio (1992) terdapat dua earn untuk mengetahui kualitas

kehidupan kerja, yaitu:

1. Kualitas kehidupan kerja ditunjukkan sebagai suatu set tentang kondisi

obyektif dan praktek organisasional, seperti: peningkatan

pengembangan pekerjaan, keterlibatan pegawai, dan kondisi pekerjaan

yang aman

2. Kualitas kehidupan kerja ditunjukkan sebagai persep9i pegawai bahwa

mereka merasa aman, relatif merasa puas, dan mampu untuk tumbuh

dan berkembang sebagai mana layaknya manusia.

Muchiri dan Darokah (2000) menyatakan kualitas kehidupan kerja dalam bentuk

persepsi pegawai tentang kondisi fisik dan psikologis mereka dalam melakukan

pekerjaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kualitas kehidupan kerja (QWL), menunjukkan pada suatu kondisi obyektif dan

praktek organisasional dan dapat juga ditunjukkan sebagai persepsi dan reaksi

pegawai tentang kondisi fisik dan psikologi mereka terhadap pekerjaan yang

mereka lakukan, yang ditunjukkan dengan rasa aman, puas dan mampu tumbuh

dan berkembang sebagai mana layaknya manusia.

Page 8: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

4

Konsep dari kepuasan individu dinyatakan dalam kualitas kehidupan kerja.

Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya perjuangan

terhadap manusia dalam lingkungan kerja. Dengan demikian peran pentingnya

kualitas kehidupan kerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara

teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik

(Luthans, 1995).

Dalam rangka rnencapai kualitas kehidupan kerja yang baik, menurut

Cherrington (1994), dapat dilakukan program-program kualitas kehidupan kerja,

yaitu:

1. Self- directed work teams, yang terdiri dari kelompok kecil pekerja,

antara 15-20 orang yang bertanggung jawab untuk menciptakan

variasi dalam pekerjaan. Kelompok ini sering disebut sebagai

autonomous work team.

2. Quality circles dan tolal Quality Management. Quality circles terdiri

dari kelompok-kelompok pekerja yang secara periodik bertemu untuk

mendiskusikan metode untuk meningkatkan produktifitas. Dalam

Robbins (2001), lingkaran kualitas merupakan kelompok kerja yang

bertemu secant teratur untuk membahas masalah-masalah kualitas

mereka, menyelidiki sebab-sebab, merekomendasikan penyelesaian

dan mengambil tindakan korektif. Sedangkan TQM merupakan suatu

filsafat manajemen yang didorong oleh pencapaian kepuasan

pelanggan secara konstan lewat perbaikan berkesinambungan dari

semua proses organisasi.

3. Representation on the board of directors. Anggotanya dipilih oleh

lingkungan kerjanya untuk mewakili kepentingan pekerja dan

berpartisipasi pada dewan direktur.

4. Labor - management committees. Diciptakan untuk mengurangi

konflik dan menciptakan iklim yang kooperatif, di mana komite harus

hati-hati dalam turut campur tangan dalam proses bargaining kolektif.

Page 9: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

5

Tujuannya adalah untuk membantu pihak manajemen dan serikat

kerja untuk menyelesaikan konflik.

5. Humor in the workplace. Dilakukan dengan menciptakan suasana

kerja yang penuh humor. Penciptaan suasana yang penuh humor

tersebut akan rneningkatkan aspek psikologi yang positif dan

berdampak pada body and mind manusia. Humor merupakan alat

yang digunakan untuk memotivasi pegawai, merangsang kreatifitas,

dan meningkatkan performa pekerjaan.

Health Care Organization (Anderson dan Pulich, 2000), menerapkan

program kualitas kehidupan kerja pada:

1. Job redesign

Dalam rangka merespon kebutuhan organisasi dan kebutuhan pegawai, perlu

dilakukan pendesainan ulang pekerjaan. Pegawai mengharapkan bekerja

dalam lingkungan di mana pekerjaan tersebut menarik, menantang, dan

memberikan perhatian. Sasaran dari pendesainan ulang pekerjaan ini adalah

untuk melibatkan pegawai dalam mendefinisikan tugas atau peranan mereka,

yang dapat memberikan keuntungan bagi organisasi dan pegawai itu sendiri

sasaran Iain adalah memungkinkan penggunaan tim yang diberikan otonomi.

Setiap pegawai diharapkan mampu dan mempunyai tanggung jawab

terhadap pekerjaan mereka dan memperhatikan keberadaan pegawai yang

lain.

2. Alternative Work Arrangement, terdiri dari:

Flexible scheduling / skedul yang fleksibel

Job sharing membagi pekerjaan; dilakukan dengan mengijinkan 2

individu untuk bekerja dalam waktu yang penuh. Masing-masing

dapat bekerja separuh waktu atau bagaimana mengaturnya,

sepanjang pekerjaannya memenuhi 40 jam seminggu.

Postponing full- time retirement / menunda pensiun penuh;

Page 10: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

6

dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk bekerja paruh

waktu atau dengan kebijakan yang lain.

Telecommuting. dilakukan dengan memanfaatkan teknologi dan

komunikasi modern dalam organisasi.

3. Professional Growth and Development.

Dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk tumbuh

dan mengembangkan diri, baik itu dengan memberikan kesempatan untuk

mengikuti pendidikan dan latihan atau dengan mendesain program

pengembangan karir yang disesuaikan dengan kebutuhan profesional dan

kebutuhan pegawai.

Program-program kualitas kerja tersebut dapat dilakukan dalam rangka

menciptakan kualitas kehidupan kerja organisasi yang baik, yang dapat

disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi. Dengan diterapkannya

program kualitas kehidupan kerja diharapkan dapat :

1. Meningkatkan atau menciptakan organisasi yang lebih demokratik dimam

semua anggota organisasi mempunyai kesempatan untuk memberikan suan

terhadap keputusan yang mempengaruhi mereka partisipasi yang

demokratis di tempat kerja

2. Membagikan imbalan finansial secara adil

3. Meningkatkan keamanan kerja, dengan meningkatkan vitalitas

organisasional dan menegakkan hak-hak pegawai

4. Meningkatkan perkembangan personel dengan menciptakan kondisi yang

mengarahkan untuk tumbuh dan berkembang (Cherrington, 1994).

Menurut Luthans (1995) dalam Nurtjahjani (2001), menyatakan bahwa

konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan

terhadap manusia dalam Iingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting

dari kualitas kerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan

manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik.

Page 11: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

7

Wayne (1992) dalam Arifin (1999) mengungkapkan bahwa terdapat dua

pandangan mengenai maksud kualitas kehidupan kerja. Pertama, mengatakan

bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari

tujuan organisasi, seperti: perkayaan kerja, penyeliaan yang demokratis,

keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman. Kedua, menyatakan bahwa

kualitas kehidupan kerja/QWL adalah persepsi-persepsi karyawan bahwa mereka

ingin merasa aman, secara relatif merasa puas, dan mendapat kesempatan

mampu untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia.

Menurut David dan Edward da/am Nurtjahjani (2001), kualitas kehidupan kerja

diartikan dengan:

Merupakan reaksi individu terhadap pekerjaan atau konsekwensi pribadi

dari pengalaman kerja.

Merupakan pendekatan yang fokusya terhadap individu dibanding hasil

organisasi.

Merupakan kumpulan metode untuk meningkatkan lingkungan kerja dan

membuat Iingkungan tersebut lebih produktif

Merupakan perkembangan mengenai alam kerja dan hubungan kerja

dengan organisasi, syarat-syarat manajemen partisipatif dan demokrasi

industrial sebagai intinya

Merupakan konsep untuk mengatasi persaingan luar negeri, masalah

kualitas, tingkat produktifitas rendah dan sebagainya.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, maka dapat dikatakan bahwa kualitas

kehidupan kerja merupakan suatu metode atau program yang dilakukan

organisasi untuk meningkatkan Iingkungan kerja dan membuat lingkungan

tersebut lebih produklif, serta reaksi individu terhadap pekerjaan sebagai akibat

dari penerapan metode dan pengembangan yang ada dalam organisasi tersebut.

Siagian (1995) berpendapat bahwa kualitas kehidupan kerja/QWL memiliki

makna sebagai berikut:

QWL merupakan program yang kompetitif dengan mempertimbangkan

Page 12: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

8

berbagai kebutuhan dan tuntutan karyawan

QWL memperhitungkan luntutan peraturan perundang-undangan seperti

ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan yang diskriminatif.

perlakuan karyawan dengan cara-cara yang manusiawi dan ketentuan

tentang sislem imbalan upah minimum.

QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan

berbagai perannya memperjuangkan kepentingan para karyawan termasuk

dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian

perburuan berdasarkan berbagai ketentuan normatif dan berlaku di suatu

wilayah negara tertentu.

QWL menekankan pentingnya manajemen manusiawi. yang pada

hakikatnya berarti penampilan manajemen yang demokratis termasuk

penyelian yang simpatik

Dalam peningkatan QWL porkayaan pekerjaan merupakan bagian integral

yang penting

QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial dari

pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan

yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.

Graham (1991) dalam Nurtjahjani (2001) mengatakan bahwa QWL

menunjukkan suatu Iingkungan kerja yang diinginkan atau tidak diinginkan oleh

karyawan. Tujuan utamanya adalah mengembangkan para pekerja yang bagus

dan berlanjut pada produktifitas yang lebih baik. Perbaikan QWL adalah langkah

maju dari pola manajemen tradisional berdasarkan pengetahuan manajemen di

mana hal tersebut lebih difokuskan pada spesialisasi dan efisiensi QWL yang

rendah akan mengakibatkan tingginya labor turn over serta banyaknya

ketidakadilan dalam bekerja. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk

meningkatkan kualitas kerja, sebagai berikut:

1. Mengubah pola organisasi untuk lingkungan yang menyenangkan bagi

karyawan

Page 13: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

9

2. Memberikan imbalan dengan lebih, sehingga situasi akan menjadi lebih baik

3. Mekanisasi dan otomatisasi rutinitas pekerjaan dihindari agar karyawan

merasa nyaman dalam pekerjaannya

4. Mengubah pola kerja untuk menimbulkan semangat kerja

5. Mengembangkan pendekatan kemanusiaan.

Kelima cara ini dimaksudkan agar karyawan memiliki tanggung jawab

terhadap pekejaan yang lebih besar, mendapatkan kesempatan untuk tumbuh

dan berkembang sesuai dengan prestasi kerja. QWL menghasilkan lebih banyak

pekerjaan dengan sentuhan kemanusiaan dengan tujuan memenuhi kebutuhan

dasar yang karyawan perlukan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kualitas kehidupan kerja (QWL) menunjukkan pad a suatu kondisi obyektif dan

praktek organisasional serta dapat juga ditunjukkan sebagai persepsi dan reaksi

pegawai tentang kondisi fisik dan psikis mereka terhadap pekerjaan yang mereka

lakukan, yang ditunjukkan dengan rasa aman. puas dan mampu tumbuh

Kualitas kehidupan kerja/quality of work life (QWL) yang selanjutnya

disingkat QWL mulai diperbincangkan dalam dunia kerja sejak dekade tujuh

pu!uhan. Pada saat itu QWL diartikan secara sempit sebagai teknik manajemen

yang mencakup gugus kendali mutu, perkayaan pekerjaan (job enrichement),

suatu pendekatan untuk bernegosiasi dengan serikat pekerja, upaya manajemen

untuk memelihara kebugaran mental karyawan, hubungan industrial yang serasi,

manajemen yang partisipatif dan sebagai salah satu bentuk intervensi

pengembangan organisasional (French end Cecil, 1990 dalam Arifin, 2006).

Perkembangan selanjutnya QWL merupakan cara pandang manajemen

tentang manusia, pekerja dan organisasi. Unsur-unsur QWL tersebut ialah:

kepedulian manajemen tentang dampak pekerjaan pada manusia, efektifitas

organisasi serta pentingnya para karyawan dalam pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut pekerjaan, karier,

penghasilan dan nasib mereka dalam pekerjaan. Sangat penting untuk diketahui

Page 14: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

10

bahwa QWL tidak terbatas pada isi suatu pekerjaan, akan tetapi memanusiakan

lingkungan kerja dengan mengakui dan menghargai harkat dan martabat sebagai

manusia (Arifin, 2006).

Menurut Morin M. E dan Morin W. (2003) kualitas kehidupan kerja (QWL)

merupakan bangunan konsep multidimensional yang menawarkan kepuasan

dalam kehidupan kerja dan keseimbangan dalam pekerjaan dan kehidupan,

dimana hal ini tercermin dalam perasaan memiliki kelompok kerja, rasa menjadi

diri sendiri, rasa mendapat penghargaan dan dihormati. QWL berhubungan

dengan pekerjaan itu sendiri yang menyangkut desain syarat pekerjaan,

lingkungan kerja, proses pengambilan keputusan dan pengawasan perilaku,

kondisi kerja serta keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi

karyawan.

1.2. PENGERTIAN QUALITY OF WORK LIFE ( KUALITAS KEHIDUPAN

KERJA)

Pegawai di pasar tenaga kerja sekarang ini mempunyai harapan yang

meningkat tentang iklim kerja yang lebih atraktif dan mengakomodasikan

kebutuhan profesional dan personal pegawai. Untuk mewujudkannya pihak

organisasi atau manajemen harus mengembangkan lingkungan kehidupan kerja

yang berkualitas (Anderson dan Pulich, 2000). Menurut David dan Edward

(dalam Nurtjahjani, 2007), kualitas kehidupan kerja/quality of work life yang

selanjutnya disingkat QWL saja dalam penelitian ini diartikan :

Merupakan reaksi individu terhadap pekerjaan atau konsekuensi pribadi

dari pengalaman kerja

Merupakan pendekatan yang fokusnya terhadap individu dibanding hasil

organisasi

Merupakan kumpulan metode untuk meningkatkan lingkungan kerja dan

membuat lingkungan tersebut lebih produktif

Merupakan perkembangan mengenai alam kerja dan hubungan kerja

Page 15: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

11

terhadap organisasi, syarat-syarat manajemen partisipatif dan demokrasi

industrial sebagai intinya.

Merupakan suatu konsep untuk mengatasi persaingan luar negeri.

masalah kualitas tingkat produktifitas rendah don sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, kualitas kehidupan kerja merupakan

suatu metode atau program yang dilakukan organisasi untuk meningkatkan

lingkungan kerja dan membuat .lingkungan tersebut lebih produktif, dan reaksi

individu terhadap pekerjaan sebagai akibat dari penerapan metode dan

pengembangan yang ada dalam organisasi tersebut.

Untuk menunjukkan kualitas kehidupan kerja menurut Torrington dan

Huat (1994), pegawai seharusnya diikutkan berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan yang mempengaruhi mereka. Pegawai seharusnya diberikan cukup

informasi tentang tujuan organisasi, prestasi dan masalah yang dihadapi.

Luthans (1995) mendefinisikan kualitas kehidupan kerja sebagai berikut :

Perhatian mengenai pengaruh pekerjaan manusia terhadap keefektifan

organisasi

Pandangan mengenai partisipasi dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah dalam organisasi.

Tujuan yang diharapkan adalah untuk merubah iklim pekerjaan sehingga sumber

daya manusia, teknologi yang digunakan, dan lingkungan organisasional dapat

mengarahkan pada pencapaian kualitas kehidupan kerja organisasi yang lebih

baik.

Menurut Cascio (1992) terdapat dua cara untuk mengetahui kualitas

kehidupan kerja, yaitu:

1. Kualitas kehidupan kerja ditunjukkan sebagai suatu set tentang kondisi

obyektif dan praktek organisasional, seperti: peningkatan pengembangan

pekerjaan, keterlibatan pegawai, dan kondisi pekerjaan yang aman

2. Kualitas kehidupan kerja ditunjukkan sebagai persepi pegawai bahwa mereka

merasa aman, relatif merasa puas, dan mampu untuk tumbuh dan

Page 16: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

12

berkembang sebagai mana layaknya manusia.

Muchiri dan Darokah (2000) menyatakan kualitas kehidupan kerja dalam

bentuk persepsi pegawai tentang kondisi fisik dan psikologis mereka dalam

melakukan pekerjaan.

Kualitas kehidupan kerja seringkali diartikan secara berbeda. Berikut ini

pengertian kualitas kehidupan kerja dari beberapa sumber :

1. Kualitas kehidupan kerja merupakan filosofi manajemen yang bertujuan

meningkatkan martabat karyawan, memperkenalkan perubahan budaya,

memberikan kesempatan pertumbuhan dan pengembangan ( Gibson,

2003 )

2. Kualitas kehidupan kerja merupakan suatu ukuran karakteristik

organisasional yang mampu menarik dan mempertahankan sumberdaya

manusia dengan kinerja tinggi ( www. Itodi. Com).

3. Kualitas kehidupan kerja merupakan teknik manajemen yang mencakup

gugus kendali mutu, job enrichment, suatu pendekatan untuk

bernegosiasi dengan karyawan, hubungan industrial yang serasi,

manajemen partisipatif dan bentuk pengembangan organisasional

(French, 1990 ).

4. Kualitas kehidupan kerja menyangkut persepsi karyawan bahwa mereka

ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan memperoleh

kesempatan pertumbuhan ( Wayne, 1992 )

5. Kualitas kehidupan kerja berfokus pada pentingnya penghargaan kepada

sumberdaya manusia di lingkungan kerja ( Luthan, 1995 ).

Dari pengertian – pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas

kehidupan kerja pada dasarnya merupakan praktik manajemen yang bertujuan

menciptakan budaya kerja yang mampu memotivasi setiap karyawan untuk

dapat mengembangkan diri dan memberikan kontribusi optimal bagi pencapaian

sasaran organisasi. Dalam kondisi organisasi saat ini, pengelolaan kontribusi

karyawan merupakan isu penting. Karyawan akan memberikan kontribusi yang

Page 17: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

13

lebih besar apabila mereka merasa memiliki kebebasan dalam menyampaikan

ide dan merasa mampu menjalin hubungan timbal balik dengan perusahaan.

Pada akhirnya faktor sumberdaya manusia sangat menentukan kesuksesan dan

keunggulan kompetitif organisasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kualitas kehidupan kerja (QWL), menunjukkan pada suatu kondisi obyektif dan

praktek organisasional dan dapat juga ditunjukkan sebagai persepsi dan reaksi

pegawai tentang kondisi fisik dan psikologi mereka terhadap pekerjaan yang

mereka lakukan, yang ditunjukkan dengan rasa aman, puas dan mampu tumbuh

dan berkembang sebagai mana layaknya manusia. Dengan demikian peran

pentingnya kualitas kehidupan kerja adalah mengubah iklim kerja agar

organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan

kerja yang lebih baik (Luthans, 1995).

Dalam rangka rnencapai kualitas kehidupan kerja yang baik, menurut

Cherrington (1994), dapat dilakukan program-program kualitas kehidupan kerja,

yaitu:

1. Self- directed work teams, yang terdiri dari kelompok kecil pekerja,

antara 15-20 orang yang bertanggung jawab untuk menciptakan

variasi dalam pekerjaan. Kelompok ini sering disebut sebagai

autonomous work team.

2. Quality circles dan tolal Quality Management. Quality circles terdiri

dari kelompok-kelompok pekerja yang secara periodik bertemu untuk

mendiskusikan metode untuk meningkatkan produktifitas. Dalam

Robbins (2001), lingkaran kualitas merupakan kelompok kerja yang

bertemu secara teratur untuk membahas masalah-masalah kualitas

mereka, menyelidiki sebab-sebab, merekomendasikan penyelesaian

dan mengambil tindakan korektif. Sedangkan TQM merupakan suatu

filsafat manajemen yang didorong oleh pencapaian kepuasan

pelanggan secara konstan lewat perbaikan berkesinambungan dari

Page 18: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

14

semua proses organisasi.

3. Representation on the board of directors. Anggotanya dipilih oleh

lingkungan kerjanya untuk mewakili kepentingan pekerja dan

berpartisipasi pada dewan direktur.

4. Labor - management committees. Diciptakan untuk mengurangi

konflik dan menciptakan iklim yang kooperatif, di mana komite harus

hati-hati dalam turut campur tangan dalam proses bargaining kolektif.

Tujuannya adalah untuk membantu pihak manajemen dan serikat

kerja untuk menyelesaikan konflik.

5. Humor in the workplace. Dilakukan dengan menciptakan suasana

kerja yang penuh humor. Penciptaan suasana yang penuh humor

tersebut akan rneningkatkan aspek psikologi yang positif dan

berdampak pada body and mind manusia. Humor merupakan alat

yang digunakan untuk memotivasi pegawai, merangsang kreatifitas,

dan meningkatkan performa pekerjaan.

Health Care Organization (Anderson dan Pulich, 2000), menerapkan

program kualitas kehidupan kerja pada:

1. Job redesign

Dalam rangka merespon kebutuhan organisasi dan kebutuhan pegawai, perlu

dilakukan pendesainan ulang pekerjaan. Pegawai mengharapkan bekerja

dalam lingkungan di mana pekerjaan tersebut menarik, menantang, dan

memberikan perhatian. Sasaran dari pendesainan ulang pekerjaan ini adalah

untuk melibatkan pegawai dalam mendefinisikan tugas atau peranan mereka,

yang dapat memberikan keuntungan bagi organisasi dan pegawai itu sendiri

sasaran Iain adalah memungkinkan penggunaan tim yang diberikan otonomi.

Setiap pegawai diharapkan mampu dan mempunyai tanggung jawab

terhadap pekerjaan mereka dan memperhatikan keberadaan pegawai yang

lain.

2. Alternative Work Arrangement, terdiri dari:

Page 19: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

15

Flexible scheduling / skedul yang fleksibel

Job sharing membagi pekerjaan; dilakukan dengan mengijinkan 2 individu

untuk bekerja dalam waktu yang penuh. Masing-masing dapat bekerja

separuh waktu atau bagaimana mengaturnya, sepanjang pekerjaannya

memenuhi 40 jam seminggu.

Postponing full- time retirement / menunda pensiun penuh; dilakukan

dengan memberikan kesempatan untuk bekerja paruh waktu atau

dengan kebijakan yang lain.

Telecommuting. dilakukan dengan memanfaatkan teknologi dan

komunikasi modern dalam organisasi.

3. Professional Growth and Development.

Dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk tumbuh

dan mengembangkan diri, baik itu dengan memberikan kesempatan untuk

mengikuti pendidikan dan latihan atau dengan mendesain program

pengembangan karir yang disesuaikan dengan kebutuhan profesional dan

kebutuhan pegawai.

Program-program kualitas kerja tersebut dapat dilakukan dalam rangka

menciptakan kualitas kehidupan kerja organisasi yang baik, yang dapat

disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.

Dengan diterapkannya program kualitas kehidupan kerja diharapkan

dapat :

1. Meningkatkan atau menciptakan organisasi yang lebih demokratis

dimana semua anggota organisasi mempunyai kesempatan untuk

memberikan suan terhadap keputusan yang mempengaruhi mereka

partisipasi yang demokratis di tempat kerja

2. Membagikan imbalan finansial secara adil

3. Meningkatkan keamanan kerja, dengan meningkatkan vitalitas

organisasional dan menegakkan hak-hak pegawai

4. Meningkatkan perkembangan personel dengan menciptakan kondisi

Page 20: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

16

yang mengarahkan untuk tumbuh dan berkembang (Cherrington, 1994).

Menurut Luthans (1995) dalam Nurtjahjani (2007), menyatakan bahwa

konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan

terhadap manusia dalam Iingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting

dari kualitas kerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan

manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik.

Wayne (1992) dalam Arifin (2006) mengungkapkan bahwa terdapat dua

pandangan mengenai maksud kualitas kehidupan kerja. Pertama, mengatakan

bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari

tujuan organisasi, seperti: perkayaan kerja, penyeliaan yang demokratis,

keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman. Kedua, menyatakan bahwa

kualitas kehidupan kerja/QWL adalah persepsi-persepsi karyawan bahwa mereka

ingin merasa aman, secara relatif merasa puas, dan mendapat kesempatan

mampu untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia.

Menurut David dan Edward da/am Nurtjahjani (2007), kualitas kehidupan

kerja diartikan dengan:

Merupakan reaksi individu terhadap pekerjaan atau konsekwensi pribadi

dari pengalaman kerja.

Merupakan pendekatan yang fokusya terhadap individu dibanding hasil

organisasi.

Merupakan kumpulan metode untuk meningkatkan lingkungan kerja dan

membuat Iingkungan tersebut lebih produktif

Merupakan perkembangan mengenai alam kerja dan hubungan kerja

dengan organisasi, syarat-syarat manajemen partisipatif dan demokrasi

industrial sebagai intinya

Merupakan konsep untuk mengatasi persaingan luar negeri, masalah

kualitas, tingkat produktifitas rendah dan sebagainya.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, maka dapat dikatakan bahwa kualitas

kehidupan kerja merupakan suatu metode atau program yang dilakukan

Page 21: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

17

organisasi untuk meningkatkan lingkungan kehidupan kerja dan membuat

lingkungan tersebut lebih produktif, serta reaksi individu terhadap pekerjaan

sebagai akibat dari penerapan metode dan pengembangan yang ada dalam

organisasi tersebut.

Siagian (1995) berpendapat bahwa kualitas kehidupan kerja /QWL memiliki

makna sebagai berikut:

QWL merupakan program yang kompetitif dengan mempertimbangkan

berbagai kebutuhan dan tuntutan karyawan

QWL memperhitungkan luntutan peraturan perundang-undangan seperti

ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan yang diskriminatif.

perlakuan karyawan dengan cara-cara yang manusiawi dan ketentuan

tentang sislem imbalan upah minimum.

QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan

berbagai perannya memperjuangkan kepentingan para karyawan

termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian

pertikaian perburuan berdasarkan berbagai ketentuan normatif dan

berlaku di suatu wilayah negara tertentu.

QWL menekankan pentingnya manajemen manusiawi. yang pada

hakikatnya berarti penampilan manajemen yang demokratis termasuk

penyelian yang simpatik

Dalam peningkatan QWL porkayaan pekerjaan merupakan bagian integral

yang penting

QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial dari

pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan

yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.

Graham (1991) dalam Nurtjahjani (2007) mengatakan bahwa QWL

menunjukkan suatu Iingkungan kerja yang diinginkan atau tidak diinginkan oleh

karyawan. Tujuan utamanya adalah mengembangkan para pekerja yang bagus

dan berlanjut pada produktifitas yang lebih baik. Perbaikan QWL adalah langkah

Page 22: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

18

maju dari pola manajemen tradisional berdasarkan pengetahuan manajemen di

mana hal tersebut lebih difokuskan pada spesialisasi dan efisiensi QWL yang

rendah akan mengakibatkan tingginya labor turn over serta banyaknya

ketidakadilan dalam bekerja. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk

meningkatkan kualitas kerja, sebagai berikut:

1. Mengubah pola organisasi untuk lingkungan yang menyenangkan bagi

karyawan

2. Memberikan imbalan dengan lebih, sehingga situasi akan menjadi lebih baik

3. Mekanisasi dan otomatisasi rutinitas pekerjaan dihindari agar karyawan

merasa nyaman dalam pekerjaannya

4. Mengubah pola kerja untuk menimbulkan semangat kerja

5. Mengembangkan pendekatan kemanusiaan.

Kelima cara ini dimaksudkan agar karyawan memiliki tanggung jawab

terhadap pekejaan yang lebih besar, mendapatkan kesempatan untuk tumbuh

dan berkembang sesuai dengan prestasi kerja. QWL menghasilkan lebih banyak

pekerjaan dengan sentuhan kemanusiaan dengan tujuan memenuhi kebutuhan

dasar yang diperlukan karyawan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kualitas kehidupan kerja (QWL) menunjukkan pada suatu kondisi obyektif dan

praktek organisasional serta dapat juga ditunjukkan sebagai persepsi dan reaksi

pegawai tentang kondisi fisik dan psikis mereka terhadap pekerjaan yang mereka

lakukan, yang ditunjukkan dengan rasa aman. puas dan mampu tumbuh

berkembang sebagaimana layaknya manusia.

1.3. KONSEP QUALITY OF WORK LIFE

David & Edward (1983) dalam Arifin (1999:75) mendefinisikan ” Quality of

Work Life sebagai cara berfikir mengenai orang, kerja dan organisasi”. Dengan

lebih rinci, elemen dari Quality of Work Life terdiri atas :

Page 23: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

19

1. Perhatian mengenai pengaruh kerja terhadap manusia sebagaimana

terhadap efetifitas organisasi.

2. Pandangan mengenai partisipasi untuk pengambilan keputusan dan

pemecahan.

Permasalahan dalam organisasi, bahwa Quality of Work Life merupakan

pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan pada peningkatan

kualitas kerja. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan barang

atau jasa yang dipasarkan dan cara memberikan pelayanan yang selalu terus

menerus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga barang dan jasa

yang dihasilkan mampu bersaing dan merebut pasar. “Program Quality of Work

Life pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan

menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja yang tinggi.

Quality of Work Life mencakup aktifitas-aktifitas yang ada di dalam perushaan,

yang diarahkan untuk meningkatkan suatu kondisi kehidupan kerja yang dapat

membangkitkan semangat para pekerja dalam melaksanakan tugas mencapai

sasaran perusahaan.

Pengertian Quality of Work Life menurut Nawawi (2001:67) adalah

“Program yang mencakup cara untuk meningkatkan kulitas kehidupan dengan

menciptakan pekerjaan yang lebih baik”. Berbagai faktor perlu dipenuhi dalam

menciptakan program Quality of Work Life, antara lain restrukturisasi kerja,

system imbalan, lingkungan kerja, partisipasi kerja, kebanggaan, pengembangan

karier, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja dan lain sebagainya.

Harmoni dalam tata hubungan antar manusia baik antar sesame pekerja maupun

hubungan antara atasan dengan bawahan juga menjadi hal penting untuk

dimiliki perusahaan (Umar, 2001:35). Untuk mencapai tujuan perushaan di

butuhkan pekerja yang bekerja dengan motivasi yang tinggi, yaitu yang merasa

senang mendapat kepuasan dalam pekerjaannya.

Page 24: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

20

Salah satu indikasi pekerja mempunyai semangat yang tinggi dalam bekerja

adalah yang bersangkutan selalu berusaha mencapai hasil yang lebih baik dalam

rangka pencapaian tujuan perusahaan.

Quality of Work Life mencoba untuk memperbaiki kualitas kehidupan

para pekerja, tidak dibatasi pada perubahan konteks suatu pekerjaan tapi juga

termasuk memanusiakan lingkungan kerja untuk memperbaiki martabat dan

harga diri pekerja (Harvey & Brown, 1992 dalam Arifin, 1999:90). Dalam kaitan

dengan penciptaan martabat manusia, Quality of Work Life menciptakan

lingkungan dan iklim kerja yang memanusiakan manusia, sehingga manusia lebih

dilihat pada harkat dan martabat kemanusiaannya, bukan hanya sebagai alat,

inilah yang merupakan peran penting dalam penciptaan Quality of Work Life.

Menurut Nawawi (2001:76) bahwa “setiap organisasi atau perusahaan

harus mampu menciptakan kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life)

dalam perusahaan agar sumber daya manusia dilingkungannya menjadi

kompetitif.” Dengan terciptanya lingkungan kerja yang kompetitif maka secara

keseluruhan organisasi akan menjadi kompetitif pula dalam mewujudkan

exsistensinya. Fokus usaha-usaha Quality of Work Life bukan hanya pada

bagaimana orang dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam arti

peningkatan produktifitas belaka, melainkan juga bagaimana pekerjaan dapat

menyebabkan pekerja menjadi lebih baik dalam hal pemenuhan kesejahteraan

maupun martabat mereka. Menurut Gitosudarmo (2000:40) sasaran utama

Quality of Work Life terdiri dari 4 unsur yaitu :

1. Program Quality of Work Life menciptakan organisasi yang lebih

demokratis dimana setiap orang memiliki suara terhadap sesuatu yang

mempengaruhi kehidupannya.

2. Mencoba memberikan andil imbalan financial dari organisasi sehingga

setiap orang mendapatkan manfaat dari kerjasama yang lebih besar,

produktifitas lebih tinggi dan meningkatkan profitabilitas

Page 25: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

21

3. Mencoba mancari cara untuk menciptakan keamanan kerja yang lebih

besar dengan meningkatkan daya hidup organisasi dan lebih

meningkatkan hak pekerja.

4. Mencoba meningkatkan pengembangan individu dengan menciptakan

kondisi yang mendukung terhadap pertumbuhan pribadi.

Konsep Quality of Work Life mengungkapkan pentingnya penghargaan

terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting

program Quality of Work Life adalah mengubah iklim kerja organisasi secara

teknis dan manusiawi dapat membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang

lebih baik. Peningkatan kalitas kerja ini diperlukan untuk menciptakan kepuasan

kerja sebagi pemicu semangat kerja. Syarat-syarat untuk meningkatkan kualitas

kerja adalah sebagai berikut :

1. Kompensasi yang mewadai dan wajar

2. Kondisi yang aman dan sehat

3. Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemapuan

manusia

4. Kesempatan untuk pertumbuhan berlanjut dan ketentraman

5. Ikut merasa memiliki dan bertanggung jawab termasuk dalam suatu

kelompok

6. Hak-hak karyawan tidak terabaikan

7. Kerja dan ruang kerja keseluruhan memadai

8. Relevansi sosial kehiduapan kerja

Selanjutnya, Nawawi (2001:56) mengemukakan 3 aspek kualitas kehidupan kerja,

sebagai berikut :

1. Restrukturisasi kerja

2. System imbalan

3. Lingkungan kerja

Page 26: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

22

Tak jauh dari berbagai teori dan pendapat para ahli manajemen sumber

daya manusia diatas, penelitian ini menganalisis hubungan 3 faktor Quality of

Work Life sebagai variabel bebas yakni restrukturisasi kerja, sistem imbalan dan

lingkungan kerja terhadap semangat kerja sebagai variabel terikat dan dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1 Restrukturisasi kerja

Restrukturisasi kerja menyangkut perbaikan metode atau sistem kerja,

konsep baru yang dapat menciptaan pekerjaan yang lebih tertantang

untuk dapat meningkatkan kualitas kehidupan kerja. Gitosudarmo

(2000:38) mengemukakan pengertian kualitas kehidupan kerja ini

sebagai ” program kualitas lingkungan kerja umumnya berkaitan dengan

berbagai perubahan metode kerja tradisionil, program pemerkayaan

pekerjaan dan berbagi macam pola kerja

2 Sistem imbalan

Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai

balas jasa untuk kerja mereka”. Seirama dengan itu, Simamora

(1999:24) ”kompensasi merupakan apa yang diterima oleh karyawan

sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. ”Nawawi (2001:60)

mengemukakan bahwa ”kompensasi bagi organisasi merupakan

penghargaan atau ganjaran pendapatan pekerja yang telah memberikan

kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan disebut

bekerja.

3 Lingkungan kerja

Lingkungan kerja mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan hal

yang dapat membahaykan pekerja dan lingkungan secara fisik, misalnya

aspek keselamatan kerja, kemananan kerja, keselamatan lingkungan

dan kesehatan kerja, setiap pekerja memerlukan lingkungan kerja yang

aman dan nyaman, untuk itu perusahaan berkewajiban memenuhi hal

tersebut.

Page 27: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

23

1.4. FAKTOR-FAKTOR KUALITAS KEHIDUPAN KERJA ( QUALITY OF WORK LIFE)

Konsep dari kepuasan individu dinyatakan dalam kualitas kehidupan

kerja (Luthans, 1995). Kepuasan kerja sendiri menunjukkan sikap pegawai

terhadap pekerjaannya. Luthans (1995) menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah: upah/gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi,

supervisi, kelompok-kelompok kerja, kondisi dalam bekerja. Dengan adanya

kepuasan. kerja tersebut akan meningkatkan produktifitas, mengurangi

turnover, mengurangi absensi, mengurangi kecelakaan kerja, sedikit terjadi

keluhan, kesehatan fisik dan mental baik, bekerja lebih cepat. Hal- hal seperti

inilah yang diharapkan organisasi, dengan pemberian motivasi akan

memberikan kepuasan dan akhirnya diharapkan dapat menciptakan kualitas

kehidupan kerja organisasi secara keseluruhan.

Komponen - komponen kualitas kehidupan kerja menurut Cascio (1992),

terdiri dari :

1. Upah/gaji

2. Tunjangan (tunjangan kesehatan, pengunduran diri/ pensiun)

3. Keamanan pekerjaan

4. Alternative Work Schedules

5. Tekanan kerja

6. Partisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan

mereka

7. Demokrasi di tempat kerja

8. Profit sharing / Pembagian laba

9. Hak pensiun

10. Program perusahaan yang didesain untuk meningkatkan keselamatan

pegawai

Page 28: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

24

11. The 4- day workweek (empat hari kerja seminggu)

Menurut Walton (dalam Nurtjahjani, 2007), faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja (QWL)

organisasi, meliputi :

1. Imbalan yang didesain untuk proses dan hasilnya

2. Program-program keuntungan/ tunjangan: pensiun yang cukup dan

kompetitif asuransi kesehatan

3. Lingkungan yang aman dan sehat

4. Jaminan kerja: kontinuitas pekerjaan sehingga pekerja terjamin masa

depannya

5. Struktur untuk identifikasi dan pemecahan masalah baik teori/ model

6. Pertumbuhan dan perkembangan

7. Partisipasi dalam pemecahan masalah

8. integrasi sosial

9. Demokrasi di tempat kerja

10. Ruang kehidupan total; keseimbangan antara kehidupan kerja dengan

kehidupan manusia

Davis dan Werther (1996) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja

dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:

1. Supervisi

2. Kondisi dalam bekerja

3. Upah/gaji

4. Tunjangan

5. Desain pekerjaan

Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan oleh seorang pimpinan atau manajer

organisasi dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan kerja pegawai .

Menurut David dan Edward (dalam Nurtjahjani, 2007), terdapat 4 tipe

kegiatan kualitas kehidupan kerja yaitu :

1. Berpartisipasi dalam pemecahan masalah

Page 29: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

25

2. Restrukturisasi kerja, yang mencakup pengayaan kerja., penggunaan

kelompok-kelompok kerja, terutama prosedurnya dalam

pengembangan para pekerja baru dan keterlibatan yang tinggi

3. Sistem imbalan yang inovatif

4. Memperbaiki lingkungan kerja

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, variabel kualitas kehidupan

kerja dalam penelitian ini, dikelompokkan 4, yaitu:

1. Imbalan

Organisasi menggunakan berbagai imbalan untuk menarik dan

mempertahankan orang-orang dan memotivasi mereka agar mencapai tujuan

pribadi mereka dan tujuan organisasi. Imbalan yang diberikan dapat berupa

imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik tidak diwujudkan

langsung dalam bentuk materi, dan merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri,

yang mencakup adanya rasa penyelesaian terhadap suatu tugas, prestasi,

otonomi, dan pertumbuhan (Gibson, 1989).' Imbalan intrinsik dinilai di dalam

dan dari mereka sendiri, melekat pad a aktifitas itu sendiri, dan pemberiannya

tidak tergantung pada kehadiran atau tindakan dan orang lain atau hal-hal Jain

(Simamora, 2001). Sedangkan imbalan ekstrinsik berasal dari pekerjaan-

pekerjaan atau imbalan yang' secara eksternal dihasilkan oleh seseorang atau

sesuatu yang lainnya, yang dapat berupa imbalan finansial: gaji/ upah,

tunjangan; dan imbalan antar pribadi : adanya pengakuan dan penghargaan.

Pemberian imbalan akan dapat mempengaruhi kepuasan kerja, jika

imbalan tersebut adil dan memadai. Imbalan dikatakan adil dan memadai

apabila imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya

memungkinkan penerimanya memuaskan berbagai kebutuhan sesuai dengan

standart hidup' karyawan dan sesuai dengan standart penggajian yang berlaku di

pasaran kerja (Marwansah dan Mukaram, 2000).

Imbalan dapat dikatakan adil dapat dinilai dari 3 dimensi:

1. Keadilan internal, diartikan sebagai tingkat gaji yang pantas/patut dengan

Page 30: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

26

nilai pekerjaan internal bagi perusahaan. Merupakan fungsi dari status

relatif sebuah pekerjaan di dalam organisasi, nilai ekonomi hasil

pekerjaan, atau status sosial sebuah pekerjaan, seperti kekuasaan,

pengaruh dan statusnya di dalam hirarki organisasi.

2. Keadilan eksternal, yakni apakah gaji yang dibayarkan oleh sebuah

organisasi adil jika dibandingkan dengan tingkat upah yang dibayarkan

organisasi lain sejenis.

3. Keadilan individual, yakni imbalan yang diterima seseorang dikatakan

adil, jika dibanding dengan yang diterima oleh orang lain yang

mengerjakan pekerjaan yang sana atau sejenis, ( Marwansnh dan

Mukaram, 2000).

Agar imbalan tersebut adil harus rnemenuhi ketiga dimensi keadilan tersebut.

Untuk mengkaji apakah pegawai akan merasa puas dengan imbalan yang

diberikan organisasi, Lawler (dalam Gibson, 1989) menyatakan kesimpulannya :

1. Kepuasan dari imbalan adalah fungsi dari banyak imbalan yang diterima

dan berapa banyak menurut perasaan individu yang bersangkutan harus

diterima. jadi individu akan merasa puas apabila imbalan yang diterima

sesuai dengan

a. harapan.

2. Perasaan individu tentang kepuasan dipengaruhi oleh pembanding apa

yang terjadi pada orang lain. Orang cenderung membandingkan us aha,

keahlian, senioritas dan prestasi kerja dengan orang lain, dan

membandingkannya dengan imbalan yang diterima.

3. Kepuasan dipengaruhi oleh rasa puas pegawai dengan imbalan intrinsik

dan ekstrinsik.

4. Orang berbeda dalam imbalan yang mereka inginkan dan segi pentingnya

imbalan yang berbeda untuk mereka. Individu berbeda tentang imbalan

yang mereka sukai atau mereka inginkan. Sebenarnya, imbalan yang

disukai pun berbeda dalam beberapa hal tergantung pada karier

Page 31: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

27

seseorang, umur, dan situasi yang berbeda.

5. Beberapa imbalan ekstrinsik memuaskan karena imbalan tersebut

mengarah pada imbalan yang lain.

Dalam rangka mengembangkan dan mendistribusikan imbalan, para

manajer harus memperhatikan beberapa pertimbangan penting, yaitu:

1. Imbalan yang diberikan harus cukup memuaskan kebutuhan dasar

manusia

2. Individu cenderung membandingkan imbalan mereka dengan imbalan

orang lain, oleh karena itu pemberian imbalan harus memperhatikan

aspek keadilan

3. Dalam mendistribusikan imbalan harus memperhitungkan perbedaan

individual (Gibson, 1989).

Di samping itu yang perlu diperhatikan lagi dalam memberikan imbalan

kepada pegawai (Braid dalam Timpe, 1991) adalah: 1). Imbalan tersebut harus

dapat bersaing. Tingkat gaji dan tunjangan harus cukup tinggi agar menarik

orang yang kompeten. 2) Imbalan tersebut harus rasional. Gaji pegawai harus

sebanding dengan performa yang diukur dari pekerjaan dan dapat dibandingkan

dengan gaji di perusahaan lain untuk pekerjaan yang serupa. Perhatian harus

juga dicurahkan kepada tingkat performa pekerjaan dan lamanya bekerja. 3).

Imbalan tersebut harus berdasarkan performa. Supaya efektif, program

kompensasi harus dapat membangkitkan dan memberi penghargaan bagi

performa yang meningkat..

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa imbalan yang

diharapkan pegawai dan dapat memotivasi kerja mereka adalah imbalan yang

diberikan harus adil dan memadai / layak, memuaskan, harus dapat bersaing

bernilai tinggi, harus rasional, dan harus berdasarkan performa. Oleh karena itu

organisasi harus mempunyai sistem imbalan yang baik. Dalam memberikan

imbalan tidak hanya berupa imbalan finansial saja, imbalan yang berupa non

Page 32: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

28

finansial dan hubungan antar pribadi juga harus diperhatikan, dan menempatkan

imbalan tersebut dalam setiap strategi organisasi sehingga dapat memotivasi

pegawai.

2. Lingkungan Kerja

Pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi

maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik. Beberapa. studi

mengenai kondisi kerja menyatakan bahwa karyawan menyenangi lingkungan

kerja yang tidak berbahaya atau merepotkan, temperatur, cahaya dan faktor-

faktor lingkungan lain seharusnya tidak terlalu ekstrim (terlalu banyak atau

terlalu sedikit) (Robbins, 2001). Nitisemito (2000), menjelaskan bahwa

lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang

dapat mempengaruhi dirinya dalam ll1cnjalankan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya, misalnya: kebersihan, musik, cahaya.

Lingkungan kerja sangat penting untuk diperhatikan oleh pihak

manajemen.

Pekerja tidak akan dapat bekerja dengan efektif apabila tidak didukung oleh

lingkungan kerja yang memuaskan. Meskipun lingkungan kerja il).i tidak secara

langsung melaksanakan proses kegiatan, namun lingkungan kerja akan

mempunyai pengaruh langsung terhadap pegawai yang bekerja dalam suatu

perusahaan.

Lingkungan kerja yang buruk akan mempengaruhi pekerja, produktifitas

kerja menjadi menurun, karena pekerja merasa terganggu dalam pekerjaannya,

sehingga tidak dapat mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap

pekerjaan. Oleh karena itu, tugas pimpinan perusahaan adalah untuk mengatur

keadaan lingkungan kerja pegawai agar diperoleh tingkat produktifitas yang

maksimal (Reksohadiprojo, 2000). Lebih lanjut dalam menciptakan lingkungan

kerja yang baik perlu adanya pengaturan lingkungan kerja yang meliputi:

pengaturan penerangan tempat kerja, pengontrolan terhadap suara yang gaduh,

pengontrolan udara, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan

Page 33: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

29

keselamatan kerja.

Terdapat beberapa faktor yang dapat dimasukkan dalam lingkungan kerja

serta besar pengaruhnya terhadap kepuasan dan kegairahan kerja, menurut

Nitisemito (2000) terdiri dari: penerangan ruangan kerja, kebersihan tempat

kerja, pertukaran udara yang sehat, musik, keamanan tempat kerja maupun

lingkungan kerja dari kebisingan.

Menurut Smith et.al (dalam Rooswidjajani, 2001) menyatakan bahwa

terdapat 5 dimensi yang berhubungan dengan lingkungan di tempat kerja yang

menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:

1. Pekerjaan: tugas pekerjaan yang dianggap menarik dan memberi peluang

2. untuk belajar dan menerima tanggung jawab

3. Gaji upah yang diterima

4. Peluang-peluang promosi untuk mencapai kemajuan dalam jabatan

5. Supervisor

6. Rekan kerja

Jadi yang menyangkut lingkungan kerja tidak hanya lingkungan fisik yang

ada, tapi juga segala sesuatu yang ada di tempat kerja yang akan rnempengaruhi

pegawai dalam melakukan pekerjaan mereka. Hal-hal yang dapat

mempengaruhi Iingkungan kerja tersebut dapat rneliputi: sikap pimpinan

terhadap pegawai, sikap ternan sekerja, keamanan kerja, dan tempat kerja itu

sendiri.

Pegawai sangat peduli dengan Iingkungan yang baik untuk kenyamanan

dan kemudahan dalam melakukan pekerjaan. Adanya. peraturan atau kebijakan,

kondisi keadaan tempat kerja, perlengkapan, keamanan, rekan sekerja, dan

pimpinan akan turut menentukan suasana dalam lingkungan pekerjaan. Dengan

lingkungan kerja yang baik akan mendorong motivasi dan kepuasan kerja

pegawai dan akan memperbaiki kualitas kehidupan kerja secara keseluruhan.

3. Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja mengukur derajat sejauh mana seseorang memihak

Page 34: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

30

secara psikologis pada pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya yang

dipersepsikan adalah penting untuk harga dirinya. Karyawan dengan tingkat

keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang

dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu, yang akhirnya akan

mengakibatkan tingkat absensi yang lebih rendah dan tingkat turnover yang

rendah pula (Robbins, 2001 ).

Menurut Parker (1990) keterlibatan kerja bisa. dipandang dan 3 aspek,

yaitu (1). Alasan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, baik berupa

uang, upah clan sebagainya, (2). Tujuan pekerjaan tersebut, (3). Sikap terhadap

pekerjaan, baik berupa kecenderungan untuk melaksanakan identifikasi diri

terhadap pekerjaan ataupun kecenderungan untuk merenggangkan diri.

Keterlibatan kerja dapat diketahui dari persepsi karyawan bahwa dirinya merasa

dilibatkan dalam pekerjaan sehingga menyebabkan sebagian perhatiannya

berpusat pad a pekerjaannya dan merasa bahwa pekerjaannya adalah

merupakan bagian yang sangat penting dalam hidupnya.

Karyawan dikatakan memiliki tingkat keterlibatan kerja yang tinggi bila

mereka (Eiioy, dalam Nurtjahjani, 2001): aktif berpartisipasi dalam pekerjaan

mereka, memandang pekerjaan sebagai pusat perhatian hidup, memandang

bagaimana pekerjaan mereka dan seberapa baik hasil kerja sebagai bagian dari

konsep pribadi. Karyawan yang berada dalam tingkat pekerjaan yang tinggi

cenderung untuk melibatkan diri secara mendalam dalam pekerjaannya. Selain

itu ada beberapa perilaku yang diidentifikasi menyertai kerja yang tinggi yaitu :

menghabiskan waktu dengan bekerja lebih lama, memikirkan pekerjaan

sekalipun tidak sedang bekerja, merasa kecewa bila telah gagal dalam

melakukan suatu pekerjaan, dan merasa malu bila melakukan kesalahan dalam

bekerja.

Menurut Davis (1996), keterlibatan kerja itu sama dengan partisipasi

kerja. Partisipasi kerja merupakan keterlibatan emosi dan mental karyawan

dalam situasi kelompok yang menggiatkan mereka untuk menyumbang pada

Page 35: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

31

tujuan kelompok serta bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Tiga aspek

dalam partisipasi kerja tersebut adalah :

a. Keterlibatan emosi dan mental karyawan

Berpartisipasi berarti melibatkan emosi dan mental daripada kegiatan

fisik. Keterlibatan psikologis karyawan yang lebih besar terlihat. Karyawan

yang mempunyai partisipasi kerja yang tinggi akan nampak dalam

perilakunya yaitu aktifitas kerja yang kreatif dan semangat kerja yang

tinggi.

b. Motivasi untuk menyumbang

Dalam berpartisipasi, motivasi untuk menyumbangkan ide-ide kreatif dan

membangun merupakan aspek yang sangat penting. Karyawan perlu

diberikan kesempatan untuk merealisasikan ide, inisiatif dan

kreatifitasnya dalam mencapai tujuan organisasi.

c. Penerimaan tanggung jawab

Partisipasi kerja menuntut karyawan untuk mampu menerima tanggung

jawab dalam kegiatan kelompok. Partisipasi merupakan proses sosial yang

melibatkan diri karyawan dalam organisasi untuk mencapai keberhasilan.

Karyawan yang dapat menerima tanggung jawab dalam aktifitas kelompok

mereka akan dapat bekerja sama dalam satu kerja. Kesatuan dalam tim

merupakan kunci keberhasilan dalam bekerja.

Yang mendasari keterlibatan kerja adalah adanya keterlibatan secara

emosi dan mental yang diwujudkan adanya kreatifitas kerja dan semangat kerja

yang tinggi; pegawai mempunyai motivasi untuk menyumbangkan ide/ inisiatif

dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka; pegawai merasakan

penerimaan tanggung jawab terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Dengan adanya keterlibatan kerja tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kualitas kehidupan kerja pegawai dan organisasi secara keseluruhan.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi para pegawai. pihak organisasi

atau manajemen dapat melakukan usaha-usaha sebagaimana dikemukakan oleh

Page 36: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

32

Walter (dalam Parker, t 990):

1. Memelihara dan meningkatkan interest para pegawai, hal ini dapat

berupa usaha untuk melibatkan pegawai dalam fungsi manajemen atau

campur tangan Iangsung dari para pegawai untuk mengubah keputusan

pihak manajer yang dirasakan merugikan kepentingan mereka

2. Demokrasi di dalam organisasi. Demokrasi bertujuan mendistribusikan

kekuasaan dalam organisasi secara lebih merata. di samping itu untuk

mengatasi konflik yang terjadi

3. Mengurangi kerenggangan dan meningkatkan keterlibatan pribadi yang

lebih ditekankan pada peningkatan kualitas hidup atau kesejahteraan

pegawai dengan jalan memanusiakan pekerjaan. Untuk meningkatkan

keterlibatan, sebaiknya pegawai diikutsertakan dalam fungsi manajerial

4. Mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi,

dimana manusia dianggap penting dalam organisasi dan partisipasi

pegawai dianggap sebagai sumbangan bagi peningkatan efisiensi

5. Himbauan untuk membentuk sikap kerja sama untuk mengurangi konflik

6. Menumbuhkan tanggung jawab sosial terhadap organisasi

4. Pertumbuhan dan Pengembangan

Seseorang yang sedang mengalami pertumbuhan merasakan

perkembangan. Dengan rnengembangkan kemampuan, kesanggupan / keahlian,

seseorang akan mampu memaksimalkan atau paling tidak: memuaskan potensi

keahliannya. Sebagian orang senang kecewa terhadap tugas dan organisasi

mereka, jika mereka tidak diijinkan atau tidak didorong untuk mengembangkan

keahlian mereka (Gibson, 1989).

Pengembangan pegawai diberikan untuk memberikan kesempatan belajar

untuk mengembangkan diri dan untuk mempersiapkan pekerja agar mampu

memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya. Pegawai dapat tumbuh

dan mengembangkan diri dengan mengikuti program pendidikan dan pelatihan

ataupun mengikuti kesempatan untuk promosi ataupun kesempatan untuk

Page 37: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

33

mempelajari hal-hal / pengetahuan baru.

Dalam rangka memberikan kesempatan untuk tumbuh dan

berkembangnya pegawai, organisasi juga dapat mendesain program

pengembangan karier yang disesuaikan dengan kebutuhan profesional. dan

kebutuhan personal pegawai, yang

memfokuskan pada mobilitas karier yang ada pada organisasi (Anderson dan

Pulich, 2000).

Program pengembangan karier akan efektif apabila didukung oleh semua

pihak. Marwansah dan Mukaram (2000) menyatakan pihak yang ikut

menentukan efektivitas program pengembangan karier terdiri dari: 1). Adanya

komitmen dari pihak manajemen untuk mendukung program ini melalui

kebijakan yang jelas dan alokasi sumber daya untuk melaksanakan program

tersebut. 2). Para profesional SDM, bertanggung jawab untuk

mengimplementasikan program dengan menyediakan informasi, alat dan

pedoman yang diperlukan dan bertindak sebagai penghubung dengan

manajemen puncak. 3). Para atasan langsung berkewajiban untuk memberikan

dukungan, nasehat/saran dan umpan balik. 4). Penyelia. Seseorang pekerja

dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya dukungan organisasi terhadap

karier mereka. 5). Pekerja secara individual bertanggung jawab untuk

mengembangkan kariemya. Dengan adanya dukungan dari semua pihak dan

adanya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang tersebut diharapkan dapat

meningkatkan motivasi individu untuk melakukan tugas/ pekerjaannya, yang

akhirnya akan meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi.

1.5. ASPEK KONTRIBUSI KUALITAS KEHIDUPAN KERJA (QWL) PEGAWAI

1. Imbalan

Organisasi menggunakan berbagai imbalan untuk menarik dan

mempertahankan orang-orang dan memotivasi mereka agar mencapai tujuan

pribadi mereka dan tujuan organisasi. Imbalan yang diberikan dapat berupa

Page 38: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

34

imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik tidak diwujudkan

langsung dalam bentuk materi, dan merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri,

yang mencakup adanya rasa penyelesaian terhadap suatu tugas, prestasi,

otonomi, dan pertumbuhan (Gibson, 1989).' Imbalan intrinsik dinilai di dalam

dan dari mereka sendiri, melekat pad a aktifitas itu sendiri, dan pemberiannya

tidak tergantung pad a kehadiran atau tindakan dan orang lain atau hal-hal Jain

(Simamora, 2001). Sedangkan imbalan ekstrinsik berasal dari pekerjaan-

pekerjaan atau imbalan yang' secara eksternal dihasilkan oleh seseorang atau

sesuatu yang lainnya, yang dapat berupa imbalan finansial: gaji/ upah,

tunjangan; dan imbalan antar pribadi : adanya pengakuan dan penghargaan.

Pemberian imbalan akan dapat mempengaruhi kepuasan kerja, jika

imbalan tersebut adil dan memadai. Imbalan dikatakan adil dan memadai

apabila imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya

memungkinkan penerimanya memuaskan berbagai kebutuhan sesuai dengan

standart hidup' karyawan dan sesuai dengan standart penggajian yang berlaku di

pasaran kerja (Marwansah dan Mukaram, 2000). Imbalan dapat dikatakan adil

dapat dinilai dari 3 dimensi:

1. Keadilan internal, diartikan sebagai tingkat gaji yang pantas/patut dengan

nilai pekerjaan internal bagi perusahaan. Merupakan fungsi dari status

relatif sebuah pekerjaan di dalam organisasi, nilai ekonomi hasil

pekerjaan, atau status sosial sebuah pekerjaan, seperti kekuasaan,

pengaruh dan statusnya di dalam hirarki organisasi.

2. Keadilan eksternal, yakni apakah gaji yang dibayarkan oleh sebuah

organisasi adil jika dibandingkan dengan tingkat upah yang dibayarkan

organisasi lain sejenis.

3. Keadilan individual, yakni imbalan yang diterima seseorang dikatakan adil,

jika dibanding dengan yang diterima oleh orang lain yang mengerjakan

pekerjaan yang sana atau sejenis, ( Marwansnh dan Mukaram, 2000).

Page 39: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

35

Untuk mengkaji apakah pegawai akan merasa puas dengan imbalan yang

diberikan organisasi, Lawler (dalam Gibson, 1989) menyatakan kesimpulannya :

1. Kepuasan dari imbalan adalah fungsi dari banyak imbalan yang diterima

dan berapa banyak menurut perasaan individu yang bersangkutan harus

diterima. jadi individu akan merasa puas apabila imbalan yang diterima

sesuai dengan

harapan.

2. Perasaan individu tentang kepuasan dipengaruhi oleh pembanding apa

yang terjadi pada orang lain. Orang cenderung membandingkan us aha,

keahlian, senioritas dan prestasi kerja dengan orang lain, dan

membandingkannya dengan imbalan yang diterima.

3. Kepuasan dipengaruhi oleh rasa puas pegawai dengan imbalan intrinsik

dan ekstrinsik.

4. Orang berbeda dalam imbalan yang mereka inginkan dan segi pentingnya

imbalan yang berbeda untuk mereka. Individu berbeda tentang imbalan

yang mereka sukai atau mereka inginkan. Sebenarnya, imbalan yang

disukai pun berbeda dalam beberapa hal tergantung pada karier

seseorang, umur, dan situasi yang berbeda.

5. Beberapa imbalan ekstrinsik memuaskan karena imbalan tersebut

mengarah pada imbalan yang lain.

Dalam rangka mengembangkan dan mendistribusikan imbalan, para

manajer harus memperhatikan beberapa pertimbangan penting, yaitu:

1. Imbalan yang diberikan harus cukup memuaskan kebutuhan dasar

manusia

2. Individu cenderung membandingkan imbalan mereka dengan imbalan

orang lain, oleh karena itu pemberian imbalan harus memperhatikan

aspek keadilan

3. Dalam mendistribusikan imbalan harus memperhitungkan perbedaan

individual (Gibson, 1989).

Page 40: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

36

Di samping itu yang perlu diperhatikan lagi dalam memberikan imbalan

kepada pegawai (Braid dalam Timpe, 1991) adalah: 1). Imbalan tersebut harus

dapat bersaing. Tingkat gaji dan tunjangan harus cukup tinggi agar menarik

orang yang kompeten. 2) Imbalan tersebut harus rasional. Gaji pegawai harus

sebanding dengan performa yang diukur dari pekerjaan dan dapat dibandingkan

dengan gaji di perusahaan lain untuk pekerjaan yang serupa. Perhatian harus

juga dicurahkan kepada tingkat performa pekerjaan dan lamanya bekerja. 3).

Imbalan tersebut harus berdasarkan performa. Supaya efektif, program

kompensasi harus dapat membangkitkan dan memberi penghargaan bagi

performa yang meningkat..

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa imbalan yang

diharapkan pegawai dan dapat memotivasi kerja mereka adalah imbalan yang

diberikan harus adil dan memadai / layak, memuaskan, hams dapat bersaing

bernilai tinggi, harus rasional, dan hams berdasarkan performa. Oleh karena itu

organisasi harus mempunyai sistem imbalan yang baik. Dalam memberikan

imbalan tidak hanya berupa imbalan finansial saja, imbalan yang berupa non

finansial dan hubungan antar pribadi juga harus diperhatikan, dan menempatkan

imbalan tersebut dalam setiap strategi organisasi sehingga dapat memotivasi

pegawai.

2 . Lingkungan Kerja

Pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi

maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik. Beberapa. studi

mengenai kondisi kerja menyatakan bahwa karyawan menyenangi lingkungan

kerja yang tidak berbahaya atau merepotkan, temperatur, cahaya dan faktor-

faktor lingkungan lain seharusnya tidak terlalu ekstrim (terlalu banyak atau

terlalu sedikit) (Robbins, 2001). Nitisemito (2000), menjelaskan bahwa

lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang

dapat mempengaruhi dirinya dalam ll1cnjalankan tugas-tugas yang dibebankan

Page 41: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

37

kepadanya, misalnya: kebersihan, musik, cahaya.

Lingkungan kerja sangat penting untuk diperhatikan oleh pihak

manajemen.

Pekerja tidak akan dapat bekerja dengan efektif apabila tidak didukung oleh

lingkungan kerja yang memuaskan. Meskipun lingkungan kerja il).i tidak secara

langsung melaksanakan proses kegiatan, namun lingkungan kerja akan

mempunyai pengaruh langsung terhadap pegawai yang bekerja dalam suatu

perusahaan.

Lingkungan kerja yang buruk akan mempengaruhi pekerja, produktifitas

kerja menjadi menurun, karena pekerja merasa terganggu dalam pekerjaannya,

sehingga tidak dapat mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap

pekerjaan. Oleh karena itu, tugas pimpinan perusahaan adalah untuk mengatur

keadaan lingkungan kerja pegawai agar diperoleh tingkat produktifitas yang

maksimal (Reksohadiprojo, 2000). Lebih lanjut dalam menciptakan lingkungan

kerja yang baik perlu adanya pengaturan lingkungan kerja yang meliputi:

pengaturan penerangan tempat kerja, pengontrolan terhadap suara yang gaduh,

pengontrolan udara, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan

keselamatan kerja.

Terdapat beberapa faktor yang dapat dimasukkan dalam lingkungan kerja

serta besar pengaruhnya terhadap kepuasan dan kegairahan kerja, menurut

Nitisemito (2000) terdiri dari: penerangan ruangan kerja, kebersihan tempat

kerja, pertukaran udara yang sehat, musik, keamanan tempat kerja maupun

lingkungan kerja dari kebisingan.

Menurut Smith et.al (dalam Rooswidjajani, 2001) menyatakan bahwa

terdapat 5 dimensi yang berhubungan dengan lingkungan di tempat kerja yang

menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:

I. Pekerjaan: tugas pekerjaan yang dianggap menarik dan memberi peluang

untuk belajar dan menerima tanggung jawab

2. Gaji upah yang diterima

Page 42: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

38

3. Peluang-peluang promosi untuk mencapai kemajuan dalam jabatan

4. Supervisor

5. Rekan kerja

Jadi yang menyangkut lingkungan kerja tidak hanya lingkungan fisik yang

ada, tapi juga segala sesuatu yang ada di tempat kerja yang akan rnempengaruhi

pegawai dalam melakukan pekerjaan mereka. Hal-hal yang dapat

mempengaruhi Iingkungan kerja tersebut dapat rneliputi: sikap pimpinan

terhadap pegawai, sikap ternan sekerja, keamanan kerja, dan tempat kerja itu

sendiri.

Pegawai sangat peduli dengan Iingkungan yang baik untuk kenyamanan

dan kemudahan dalam melakukan pekerjaan. Adanya. peraturan atau kebijakan,

kondisi keadaan tempat kerja, perlengkapan, keamanan, rekan sekerja, dan

pimpinan akan turut menentukan suasana dalam lingkungan pekerjaan. Dengan

lingkungan kerja yang baik akan mendorong motivasi dan kepuasan kerja

pegawai dan akan memperbaiki kualitas kehidupan kerja secara keseluruhan.

3. Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja mengukur derajat sejauh mana seseorang memihak

secara psikologis pada pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya yang

dipersepsikan adalah penting untuk harga dirinya. Karyawan dengan tingkat

keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang

dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu, yang akhirnya akan

mengakibatkan tingkat absensi yang lebih rendah dan tingkat turnover yang

rendah pula (Robbins, 2001 ).

Menurut Parker (1990) keterlibatan kerja bisa. dipandang dan 3 aspek,

yaitu (1). Alasan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, baik berupa

uang, upah clan sebagainya, (2). Tujuan pekerjaan tersebut, (3). Sikap terhadap

pekerjaan, baik berupa kecenderungan untuk melaksanakan identifikasi diri

terhadap pekerjaan ataupun kecenderungan untuk merenggangkan diri.

Page 43: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

39

Keterlibatan kerja dapat diketahui dari persepsi karyawan bahwa dirinya merasa

dilibatkan dalam pekerjaan sehingga menyebabkan sebagian perhatiannya

berpusat pad a pekerjaannya dan merasa bahwa pekerjaannya adalah

merupakan bagian yang sangat penting dalam hidupnya.

Karyawan dikatakan memiliki tingkat keterlibatan kerja yang tinggi bila

mereka (Eiioy, dalam Nurtjahjani, 2001): aktif berpartisipasi dalam pekerjaan

mereka, memandang pekerjaan sebagai pusat perhatian hidup, memandang

bagaimana pekerjaan mereka dan seberapa baik hasil kerja sebagai bagian dari

konsep pribadi. Karyawan yang berada dalam tingkat pekerjaan yang tinggi

cenderung untuk melibatkan diri secara mendalam dalam pekerjaannya. Selain

itu ada beberapa perilaku yang diidentifikasi menyertai kerja yang tinggi yaitu :

menghabiskan waktu dengan bekerja lebih lama, memikirkan pekerjaan

sekalipun tidak sedang bekerja, merasa kecewa bila telah gagal dalam

melakukan suatu pekerjaan, dan merasa malu bila melakukan kesalahan dalam

bekerja.

Menurut Davis (1996), keterlibatan kerja itu sama dengan partisipasi

kerja. Partisipasi kerja merupakan keterlibatan emosi dan mental karyawan

dalam situasi kelompok yang menggiatkan mereka untuk menyumbang pada

tujuan kelompok serta bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Tiga aspek

dalam partisipasi kerja tersebut adalah :

a. Keterlibatan emosi dan mental karyawan

Berpartisipasi berarti melibatkan emosi dan mental daripada kegiatan fisik.

Keterlibatan psikologis karyawan yang lebih besar terlihat. Karyawan yang

mempunyai partisipasi kerja yang tinggi akan nampak dalam perilakunya

yaitu aktifitas kerja yang kreatif dan semangat kerja yang tinggi.

b. Motivasi untuk menyumbang

Dalam berpartisipasi, motivasi untuk menyumbangkan ide-ide kreatif dan

membangun merupakan aspek yang sangat penting. Karyawan perlu

diberikan kesempatan untuk merealisasikan ide, inisiatif dan kreatifitasnya

Page 44: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

40

dalam mencapai tujuan organisasi.

c. Penerimaan tanggung jawab

Partisipasi kerja menuntut karyawan untuk mampu menerima tanggung

jawab dalam kegiatan kelompok. Partisipasi merupakan proses sosial yang

melibatkan diri karyawan dalam organisasi untuk mencapai keberhasilan.

Karyawan yang dapat menerima tanggung jawab dalam aktifitas kelompok

mereka akan dapat bekerja sama dalam satu kerja. Kesatuan dalam tim

merupakan kunci keberhasilan dalam bekerja.

Yang mendasari keterlibatan kerja adalah adanya keterlibatan secara

emosi dan mental yang diwujudkan adanya kreatifitas kerja dan semangat kerja

yang tinggi; pegawai mempunyai motivasi untuk menyumbangkan ide/ inisiatif

dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka; pegawai merasakan

penerimaan tanggung jawab terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Dengan adanya keterlibatan kerja tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kualitas kehidupan kerja pegawai dan organisasi secara keseluruhan.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi para pegawai. pihak organisasi

atau manajemen dapat melakukan usaha-usaha sebagaimana dikemukakan oleh

Walter (dalam Parker, t 990):

1. Memelihara dan meningkatkan interest para pegawai, hal ini dapat

berupa usaha untuk melibatkan pegawai dalam fungsi manajemen atau

campur tangan Iangsung dari para pegawai untuk mengubah keputusan

pihak manajer yang dirasakan merugikan kepentingan mereka

2. Demokrasi di dalam organisasi. Demokrasi bertujuan mendistribusikan

kekuasaan dalam organisasi secara lebih merata. di samping itu untuk

mengatasi konflik yang terjadi

3. Mengurangi kerenggangan dan meningkatkan keterlibatan pribadi yang

lebih ditekankan pada peningkatan kualitas hidup atau kesejahteraan

pegawai dengan jalan memanusiakan pekerjaan. Untuk meningkatkan

keterlibatan, sebaiknya pegawai diikutsertakan dalam fungsi manajerial

Page 45: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

41

4. Mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi,

dimana manusia dianggap penting dalam organisasi dan partisipasi

pegawai dianggap sebagai sumbangan bagi peningkatan efisiensi

5. Himbauan untuk membentuk sikap kerja sama untuk mengurangi konflik

6. Menumbuhkan tanggung jawab sosial terhadap organisasi

4. Pertumbuhan dan Pengembangan

Seseorang yang sedang mengalami pertumbuhan merasakan

perkembangan. Dengan rnengembangkan kemampuan, kesanggupan / keahlian,

seseorang akan mampu memaksimalkan atau paling tidak: memuaskan potensi

keahliannya. Sebagian orang senang kecewa terhadap tugas dan organisasi

mereka, jika mereka tidak diijinkan atau tidak didorong untuk mengembangkan

keahlian mereka (Gibson, 1989).

Pengembangan pegawai diberikan untuk memberikan kesempatan belajar

untuk mengembangkan diri dan untuk mempersiapkan pekerja agar mampu

memikul tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya. Pegawai dapat tumbuh

dan mengembangkan diri dengan mengikuti program pendidikan dan pelatihan

ataupun mengikuti kesempatan untuk promosi ataupun kesempatan untuk

mempelajari hal-hal / pengetahuan baru.

Dalam rangka memberikan kesempatan untuk tumbuh dan

berkembangnya pegawai, organisasi juga dapat mendesain program

pengembangan karier yang disesuaikan dengan kebutuhan profesional. dan

kebutuhan personal pegawai, yang

memfokuskan pada mobilitas karier yang ada pad a organisasi (Anderson dan

Pulich, 2000).

Program pengembangan karier akan efektif apabila didukung oleh semua

pihak. Marwansah dan Mukaram (2000) menyatakan pihak yang ikut

menentukan efektivitas program pengembangan karier terdiri dari: 1). Adanya

komitmen dari pihak manajemen untuk mendukung program ini melalui

Page 46: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

42

kebijakan yang jelas dan alokasi sumber daya untuk melaksanakan program

tersebut. 2). Para profesional SDM, bertanggung jawab untuk

mengimplementasikan program dengan menyediakan informasi, alat dan

pedoman yang diperlukan dan bertindak sebagai penghubung dengan

manajemen puncak. 3). Para atasan langsung berkewajiban untuk memberikan

dukungan, nasehat/saran dan umpan balik. 4). Penyelia. Seseorang pekerja

dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya dukungan organisasi terhadap

karier mereka. 5). Pekerja secara individual bertanggung jawab untuk

mengembangkan kariemya. Dengan adanya dukungan dari semua pihak dan

adanya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang tersebut diharapkan dapat

meningkatkan motivasi individu untuk melakukan tugas/ pekerjaannya, yang

akhirnya akan meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi.

1.6. HUBUNGAN QUALITY OF WORK LIFE DENGAN SEMANGAT KERJA

Semangat kerja merupakan kondisi mental yang berpengaruh terhadap

usaha untuk melakukan pekerjaan secara lebih giat, atas rasa percaya diri dan

motivasi yang kuat untuk dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat dan lebih

baik (Bruce, 2007). Sesuai dengan kondisi mental yang sifatnya situasional,

semangat kerja juga merupakan suatu potensi yang terus bergerak, tidak stabil

maka perlu dibangun secara terkonsep dan berkesinambungan. Usaha-usaha

yang diarahkan pada peningkatan semangat kerja di SMU Nurul Iman diwujudkan

melalui program-program peningkatan kualitas SDM yang diikuti dengan

peningkatan kesejateraan dan efesiensi sumber daya yang dimiliki, baik efisiensi

internal maupun eksternal, efisiensi internal diwujudkan melalui optimalisasi

pengunaan sarana prasarana dengan cara-cara inofativ, kreatif dan efektif, Usaha

peningkatan efisinsi external misalnya dilakukan dengan cara peningkatan

teknologi tepat guna.

Penelitian diawali dengan observasi awal untuk mendeteksi berbagai

kendala dan hambatan serta tantangan yang dihadapi Yayasan Nurul Iman,

Page 47: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

43

hingga ditemukan indikasi beberapa factor Quality of Work Life yang diduga

berpengaruh terhadap semangat kerja yakni restrukturisasi kerja system imbalan

dan lingkungan kerja. Restrukturisasi kerja dimaksudkan sebagai pengaturan dan

penetapan system kerja dalam segala aspeknya agar secara konsisten memberi

kesempatan bagi pekerja untuk lebih berkembang, professional dan

bersemangat dalam bekerja (Arifin, 1999:56). Restrukturisasi kerja mencakup

pengayaan kerja, penggunaan kelompok-kelompok kerja yang otonom, atau

redisain dari system-sistem teknis (re-engineering) yang lengkap dan

penyesuaian-penyesuaian regulasi maupun struktur organisasi (restructuring).

Sistem imbalan merupakan faktor utama dari motivasi, usaha, kinerja dan

semangat kerja (Arifin,1999:78). Sistem imbalan mempengaruhi barbagai tingkah

laku, memiliki pengaruh secara internal dan external dalam organisasi. Pengaruh

internal dapat meningkatkan prestasi keraj, mengurangi absensi, dan

memelihara para pekerja yang ahli, sedangkan pengaruh external dapat menarik

sejumlah tenaga kerja yang ahli dari luar

Berbagai hal yang tercakup dalam faktor Quality of Work Life dapat

mempengaruhi semangat kerja Nawawi (2003:76), diantaranya :

a. Kepuasan kerja terhadap tugas yang diembannya

b. Kesempatan berkarier

c. Tidak merasa tertekan bahkan mencintai pekerjaannya

d. Kepuasan ekonomi dan materi yang memadai sebagai imbalan yang dirasakan

wajar dan adil terhadap jerih payah yang diberikan kepada organisasi.

e. Ketenangan mental kerena ada jaminan hukum, jaminan kesehatan dan hari

tua

f. Hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan

g. Suasana atau iklim yang bersahabat dengan anggota lainnya

h. Rasa kebersamaan dan kemanfaatan dalam organisasi.

Page 48: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

44

Selanjutnya faktor-faktor Quality of Work Life yang terdiri dari

restrukturisasi kerja, system imbalan dan lingkungan kerja tersebut diatas perlu

diuji signifkansi pengaruhnya terhadap semangat kerja, yang akan bermanfaat

bagi pengembangan Yayasan Nurul Iman khususnya manajemen kinerja guru

maupun manadi referensi bagi peneliti lainnya yang memerlukan. Kerangaka

konsep disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

GAMBAR :KERANGKA KONSEPTUAL VARIABEL QWL

TINJAUAN EMPIRIS QWL

Penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu, yang

berkaitan dengan topik yang akan diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh

Campbell dan Bealy (dalam Nurtjahjani, 2001), menemukan Komponen-

Komponen untuk Menganalisis Kualitas Kehidupan Kerja Organisasi, yang

meliputi: struktur tugas, imbalan, prestasi, pelatihan dan pengembangan,

keterbukaan (transparansi) dan ketertutupan, kemampuan dan resiko, status dan

semangat, kemampuan dan umpan balik organisasi.

RESTRUKTURISASI

KERJA

SISTEM

IMBALAN

LINGKUNGAN

KERJA

SEMANGAT

KERJA

Variabel Bebas QWL Variabel terikat

Page 49: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

45

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Grech (dalam Nurtjahjani,

2001), mengenai Pemberian Motivasi Pemimpin terhadap Kualitas Kehidupan

Kerja yang terdiri dari mengiksertakan karyawan dalam pengambilan keputusan,

memerlukan umpan balik, pemberian reward atas keberhasilan, membuat

pekerjaan berharga akan dapat mempengaruhi tersebut berharga bagi karyawan

akan dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja.

Widyasari (1994) melakukan penelitian dengan judul: Analisis

Perbedaan Kegiatan Kualitas Kehidupan Karyawan Perusahaan Rokok di Kota

Malang. Variabel penelitian tersebut terdiri dan jaminan kerja, berpartisipasi

dalam pemecahan masalah, lingkungan kerja yang baik, demokrasi di tempat

kerja. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa jaminan kerja,

berpartisipasi dalam pemecahan masalah, lingkungan kerja yang baik, demokrasi

di tempat kerja terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kualitas kehidupan

kerja karyawan. Sedangkan yang memberikan kontribusi yang paling penting

bagi kualitas kehidupan karyawan adalah jaminan kerja.

Nursani (1998), melakukan penelitian dengan judul tesisnya: Analisa

Motivasi Kerja dalam Menciptakan Kualitas Kehidupan Kerja di Lembaga

Keuangan Bank Swasta di Kota Malang. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan yang signifikan antara kategori faktor

dalam menciptakan kualitas kehidupan kerja yang dipersepsikan karyawan, (2)

dari beberapa faktor integrasi sosial, pertumbuhan dan perkembangan,

demokrasi di tempat kerja, programprogram keuntungan; terdapat satu variabel

yaitu integrasi sosial yang memberikan kontribusi penting dalam menciptakan

kualitas kehidupan kerja.

Subagyo(1999) melakukan penelitian dengan judul Analisis Aspek Kerja

yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja dan Pengaruhnya terhadap Produktivitas

Kerja Perawat RSUD Ngudi Waluyo-Wlingi Blitar. Aspek kerja sebagai variabel

bebasnya yang digunakan terdiri dan gaji, pekerjaan, promosi, penyelia, rekan

kerja. Variabel moderatornya adalah kepuasan kerja, sedangkan variabel

Page 50: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

46

terikatnya adalah hasil kerja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

variabe1 dan aspek kerja yang rneliputi gaji, pekerjaan, promosi, penyelia,

rekan kerja secara bersama-sama mal1plll1 secara parsial mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja, dan tingkat kepuasan kerja

berpengaruh signifikan terhadap hasil kerja. Namun berdasarkan analisis

parsial, variabel rekan sekerja yang mempunyai pengaruh yang dominan

terhadap kepuasan kerja perawat.

Warsito (2001), dengan penelitiannya yang berjudul: Pengaruh Imbalan

dan Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja ( Studi pada Pegawai di

Perusahaan Daerah Air Minum Pemerintah Daerah Malang). Variabel bebas

yang digunakan terdiri dari imbalan material, imbalan non material,

penerangan, sistem ventilasi, tingkat ketenangan kerja; sedangkan variabel

bebasnya adalah kepuasan kerja pegawai. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara imbalan material dan

imbalan non material secara simultan terhadap kepuasan kerja. Ada pengaruh

yang signifikan antara variabel penerangan, sistem ventilasi dan tingkat

ketenangan kerja secara simultan terhadap kepuasan pegawai. Atau dengan

kata lain ada pengaruh yang signifikan baik secara parsial maupun secara

bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

Zainnuri (2001), melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Penerapan

Gugus Kendali Mutu terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Telekomunikasi (Kajian

tentang Gugus Kendali Mutu pada PT Telkom Kantor Daerah Telekomunikasi

Malang). Variabel bebas yang digunakan untuk konsep gugus kendali mutu

adalah: pelibatan dan pemberdayaan karyawan, kerjasama tim, kepemimpinan;

sedangkan variabel terikatnya adalah kualitas pelayanan jasa. Hasil penelitian

tersebut rnenunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan . antara

pelibatan dan pemberdayaan karyawan, kerjasama tim, kepemimpinan terhadap

kualitas pelayanan jasa, Jadi terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel

bebas terhadap variabel terikat. Dari variabel bebas tersebut yang mempunyai

Page 51: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

47

pengaruh paling dominan adalah variabel pelibatan dan pemberdayaan

karyawan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurtjahjani (2001), dengan judul

penelitiannya: Analisis Perbedaan Tipe dari Kegiatan Kualitas Kehidupan Kerja

Tenaga Edukatif di Politeknik Negeri Malang. Tipe dari kegiatan kualitas

kehidupan kerja tersebut terdiri dari berpartisipasi dalam pemecahan masalah,

restrukturisasi kerja, sistem imbalan yang inovatif, dan memperbaiki lingkungan

kerja. Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan: (l) hasil analisis varian

menunjukkan bahwa keempat faktor motivasional (berpartisipasi dalam

pemecahan masalah, restrukturisasi kerja, sistem imbalan yang inovatif, dan

memperbaiki lingkungan kerja ), menunjukkan ada perbedaan yang signifikan

antara 4 kategori tersebut. (2) dari keempat faktor motivasional tersebut yang

memberikan kontribusi yang paling penting dalam menciptakan kualitas

kehidupan kerja adalah restrukturisasi kerja.

Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan terdahulu

tersebut, dangan berusaha mengembangkannya, mengenal variabel-variabel

yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja (QWL) dosen, yang terdiri dari

imbalan, lingkungan kerja, keterlibatan kerja dan pertumbuhan dan

pengembangan. Variabel- variabel yang digunakan tersebut akan lebih

dikernbangkan pada indikator dan item-item penelitian yang digunakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Chatman and Jehn (1994) yang berjudul

Assessing The Relationship Between Industry Characteristics and Organizational

Culture: How Different Can You be? Penelitian ini menggunakan dimensi budaya

meliputi: inovasi dan resiko, perhatian pada rincian, orientasi hasil, orientasi

orang, orientasi tim, keagresifan dan stabilitas. Hasilnya adalah terdapat

hubungan antara teknologi dan pertumbuhan budaya organisasi dengan

karakteristik industri yang dikonsepkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kotter den Heskett (1987) dalam Cheki Yio

(1996) tentang Budaya Perusahaan dan Kinerja, dimana budaya perusahaan

Page 52: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

48

sebagai variabel bebas dan kinerja sebagai variabel terikatnya. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja karyawan perusahaan, serta penting dalam menentukan sukses

tidaknya perusahaan di masa yang akan datang.

Penelitian yang dilakukan oleh Rizal (1997) yang berjudul Pengaruh

Budaya Perusahaan terhadap Komitmen Karyawan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa budaya perusahaan yang meliputi variabel inisiatif dan

toleransi tindakan resiko, arah dan sasaran. integrasi dan pola komunikasi.

dukungan dan pengawasan manajemen, identitas, sistem imbalan dan toleransi

terhadap konflik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen

karyawan.

Sedangkan variabel toleransi terhadap konflik berpengaruh signifikan secara

parsial.

Penelitian yang dilakukan oleh Muluk (1999) tentang Budaya Organisasi

dan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja, menunjukkan bahwa budaya

organisasi yang meliputi variabel asumsi keterkaitan lingkungan organisasi,

asumsi hakikat aktifitas manusia dan asumsi hakikat hubungan manusia

berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Secara parsial diketahui bahwa asumsi

keterkaitan lingkungan organisasi, asumsi hakikat realitas dan kebenaran, asumsi

sifat manusia dan asumsi hubungan manusia berpengaruh terhadap kerja

karyawan. variabel asumsi hakikat hubungan manusia memiliki pengaruh yang

dominan dibandingkan dengan variabel lainnya.

Hasil penelitian Goodman A. E., Zammuto F. R dan Gifford D. B (2001)

tentang The Competing Value Framework: Understanding the Impact of

Organizational Culture on the Quality of Work Life. Yang meneliti hubungan

antar budaya organisasi dengan beberapa variabel penting yang menyangkut

pekerjaan karyawan tujuh rumah sakit dengan total responden 276

orang. Penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai budaya kelompok

berhubungan positif dengan komitmen, organisasi, keterlibatan kerja,

Page 53: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

49

pemberdayaan, dan kepuasan kerja, sedangkan untuk keinginan pindah kerja

berhubungan negatif, di mana variabel ini adalah sebagai indikator dari kualitas

kehidupan kerja (QWL).

Sementara untuk budaya organisasi yang hirarkis berhubungan negatif dengan

variabel komitmen organisasi, keterlibatan kerja, pemberdayaan, kepuasan

kerja serta berhubungan positif dengan keinginan karyawan untuk pindah kerja.

Kirkman dan Shapiro (2001) yang melakukan penelitian tentang The

Impact of Cultural Value on Job Satisfaction and Organizational Commitment in

Self-Managing Work Team: The Mediating Role of Employee Resistance.

Penelitian ini menggunakan 461 responden yang merupakan anggota tim di 4

negara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa resistensi menjadi mediator

dalam hubungan antara nilai-nilai budaya dengan perilaku kerja, baik secara

simultan maupun secara parsial, hal ini tergantung dari tipe resistensi (pada tim

a/au pengelola) dan budayanya.

Hasil penelitian Hamida (2001) tentang Analisis Pengaruh Budaya

Organisasi terhadap Kepuasan Kerja, menunjukkan bahwa budaya organisasi

berpengaruh signifikan terdapat kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini pada

awalnya menggunakan 13 variabel budaya organisasi syari'ah, namun setelah

diekstraksi menjadi tiga variabel, yaitu: (1) pandangan organisasi terhadap

manusia dan kegiatannya, (2) keterkaitan organisasi dengan lingkungan, (3)

pandangan organisasi terhadap hakekat realitas dan kebenaran.

Penelitian Gifford D. B, Zammuto and Goodman (2002) yang berjudul The

Relationship Between Hospital Unit Culture and Nurses' Quality of Work life.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh

yang kuat pada faktor-faktor kualitas kehidupan kerja, sedangkan nilai budaya

hubungan kemanusiaan berpengaruh positif pada komitmen organisasi,

keterlibatan kerja, pemberdayaan, kepuasan kerja dan berhubungan negatif

pada keinginan pindah kerja.

Page 54: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

50

Astuti (2003) yang meneliti mengenai Pengaruh Budaya Organisasi

terhadap Komitmen Karyawan pada UPDT Pendapatan Daerah Kediri,

menemukan bahwa variabel budaya organisasi yang meliputi inisiatif dan

toleransi terhadap resiko, arah dan sasaran, integrasi dan pola komunikasi,

dukungan dan pengawasan manajemen, imbalan serta toleransi terhadap konflik

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat komitmen karyawan.

Variabel imbalan memiliki pengaruh yang dominan dibandingkan dengan

variabel bebas lainnya secara parsial.

Penelitian yang dilakukan oleh Lund B. D. (2003) tentang Organizational

Culture and Job Satisfaction. Lund menemukan kepuasan kerja berhubungan

positif dengan budaya suku (clan) dan budaya adhokarasi serta berhubungan

negatif pada budaya pasar dan budaya hirarki. Penelitian ini terdiri dari dua

variabel yaitu budaya organisasi dan kepuasan kerja, dimana budaya organisasi

terdiri dari : budaya suku (clan), pasar (market), adhokrasi dan hirarki. Adapun

untuk kepuasan kerja diukur dengan tingkat kepuasan dengan pekerjaan, teman

kerja, pengawasan (supervision), jumlah gaji dan Kesempatan promosi.

Sedangkan metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

diskriminan.

Untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada tabel 1 di bawah ini sebagai

ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu.

TABEL 1. RINGKASAN HASIL-HASIL PENELITIAN TERDAHULU

No Judul Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat

Hasil

1. Assessing The Relationship Between Industry Characteristics and Organizational Culture : How Different Can You Be?

Jennifer A. Chatman dan Karen A. Jehn 1994

Inovasi dan resiko, perhatian paoa rincian, orientasi hasiI, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan,

dan stabilitas

Teknologi, pertumbuhan budaya

organisasi

Menunjukkan adanya hubungan antara variabel dalam teknologi dan pertumbuhan budaya organlsasi dengan karakteristik industri yang dikonsepkan

Page 55: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

51

2. Corporate Culture and Performance

John P. Kotter dan James D. Heskett 1987 dalam Cheki 1996

Budaya organisasi

Kinerja Perusahaan

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang Signifikan terhadap komitmen perusahaan serta sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan di masa mendatang

3. Pengaruh Budaya Perusahaan terhadap Komitmen Karyawan (Studi pada RLN Cabang Malang)

John Rizal 1999

inisiatif dan resiko, arah dan sasarana, integrasi dan pola komunikasi, dukungan dan pengawasan manajemen, identitas, sistem imbalan dan toleransi terhadap

konflik

Komitmen Karyawan

Variabel budaya perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen karyawan, sedangkan variabel toleransi terhadap konflik berpengaruh signifikan secara parsial

4. Budaya Organisasi dan pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja

M. R. Khairul Muluk 1999

Asumsi keterkaitan lingkungan organisasi. Asumsi hakikat realitas dan kebenaran, Asumsi hakikat sifat manusia, Asumsi hakikat aktivitas manusia, Asumsi hakikat hubungan manusia

Kepuasan kerja

Secara simultan variable budaya organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan kerja, sedangkan secara parsial variabel asumsi hakikat realitas dan kebenaran, asumsi hakikat realitas dan kebenaran, asumsi hubungan manusia berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Asumsi aktivitas manusia tidak berpengaru8h terhadap Kepuasan kerja. Adapun yang memiliki pengaruh dominan adalah asumsi hakikat hubungan manusia.

5. The Competing Value Framwork : Understanding the Impact of Organizational Culture on the

Eric A. Goodman Raymond F. Zammuto dan Blair D. Gifford 2001

Budaya organisasi Kualitas kehidupan kerja (quality of work life) yang terdiri : komitmen organisasi,

Busaya kelompok memiliki pengaruh yang positif terhadap komitmen organisasi, keterlibatan kerja, pemberdayaan dan Kepuasan kerja. Sedangkan dengan pindah kerja berhubungan negatif. Budaya hirarki

Page 56: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

52

Quality of Work Life

keterlibatan kerja, pemberdayaan dan keinginan untuk pindah kerja

memiliki hubungan positif dengan keinginan pindah kerja dan negatif dengan yanglainnya. Pada intinya orientasi budaya yang berbeda akan memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap kualitas kehidupan.

6. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja

Siti Hamida 2001

Pandangan organisasi terhadap manusia dan kegiatannya, keterkaitan organisasi dengan lingkungan, pandangan organisasi terhadap hakikat realitas dan kebenaran

Kepuasan kerja

Budaya organisasi berpengaruh secara significant baik secara simultan maupun parsial terhadap kepuasan kerja

7. The Impact of Cultural Value on Job Satisfaction and Organizational Commitment in Self Managing Work Teams : The Mediating Role of Employee Resistance

Bradley K. Kirkman dan Debra L. Shafiro 2001

Nilai-nilai budaya (dimensi budaya Hofstede)

Perilaku kerja (Y) (kepuasan kerja dan komitmen organisasi) resistensi terhadap tim, resistensi self-management (Z)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empat nilai budaya secara significant berhubungan dengan kedua tipe resistensi. Nilai budaya secara significant berhubungan dengan komitmen organisasi, sedangkan budaya kolektif dan orientasi pekerjaan berhubungan dengan kepuasan kerja. Kedua tipe resistensi berhubungan dengan komitmen organisasi dan kepuasan kerja.

8. The Relationship Between Hospital Unit Culture and Quality of Work Life

Blair D. Gifford Raymond F. Zammuto dan Eric A. Goodman 2002

Budaya organisasi Kualitas kehidupan kerja(QWL) yang diukur melalui : komitmen organisasi, kepuasan kerja, keterlibatan kerja, pemberdayaan dan

Budaya organisasi pengaruh yuang kuat terhadap kualitas kehidupan kerja perawat. Budaya human relation berhubungan positif pada komitmen organisasi, keterlibatan kerja, pemberdayaan dan kepuasan kerja. Sedangkan keinginan untuk pindah kerja berhubungan negatif

Page 57: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

53

keinginan untuk pindah kerja

9. Pengaruh Budaya terhadap Komitmen Karyawan

Rini Astuti 2003

Budaya organisasi yang meliputi : inisiatif dan toleransi terhadap resiko, arahan dan sasaran, integrasi dan pola komunikasi, dukungan dan pengawasan manajemen, imbalan dan toleransi terhadap konflik

Komitmen karyawan

Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen karyawan. Variabel imbalan memiliki pengaruh yang dominan pengaruh yang dominan dibandingkan kainnya

10 Organizational Culture and Job Satisfaction

Saulatram B. Lund 2003

Budaya organisasi yang meliputi : Budaya suku, pasar, adhokrasi dan hirarki

Kepuasan kerja yang meliputi : tingkat kepuasan dengan pekerjaan, teman kerja pengawasan, jumlah gaji dan kesempatan promosi

Kepuasan kerja berhubungan positif dengan budaya suku dan adhokrasi. Sedangkan untuk budaya pasar dan hirarki berhubungan negatif

1.7. QUALITY OF WORK LIFE IMPLEMENTASI PADA PEGAWAI

Konsep dari kepuasan individu dinyatakan dalam kualitas kehidupan

kerja (Luthans, 1995). Kepuasan kerja sendiri menunjukkan sikap pegawai

terhadap pekerjaannya. Menurut Spector (1997) aspek-aspek kepuasan kerja

terdiri dari penghargaan, komunikasi, rekan kerja, tunjangan, kondisi pekerjaan,

pekerjaan sendiri, organisasi, kebijakan dan prosedur organisasi, upah/ gaji,

pertumbuhan personel, kesempatan promosi, pengakuan, keamanan,

supervisor.

Luthans (1995) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja adalah: upah/gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi, kelompok-

Page 58: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

54

kelompok kerja, kondisi dalam bekerja. Dengan adanya kepuasan. kerja tersebut

akan meningkatkan produktifitas, mengurangi turnover, mengurangi absensi,

mengurangi kecelakaan kerja, sedikit terjadi keluhan, kesehatan fisik dan mental

baik, bekerja lebih cepat. Hal- hal seperti inilah yang diharapkan organisasi,

dengan pemberian motivasi akan memberikan kepuasan dan akhirnya

diharapkan dapat menciptakan kualitas kehidupan kerja organisasi secara

keseluruhan.

Komponen - komponen kualitas kehidupan kerja menurut Cascio (1992),

terdiri dari :

1. Upah/gaji

2. Tunjangan (tunjangan kesehatan, pengunduran diri/ pensiun)

3. Keamanan pekerjaan

4. Alternative Work Schedules

5. Tekanan kerja

6. Partisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi

pekerjaan mereka

7. Demokrasi di tempat kerja

8. Profit sharing / Pembagian laba

9. Hak pensiun

10. Program perusahaan yang didesain untuk meningkatkan keselamatan

pegawai

11. The 4- day workweek (empat hari kerja seminggu)

Menurut Walton (dalam Nurtjahjani, 2001), faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja (QWL)

organisasi, meliputi :

1. Imbalan yang didesain untuk proses dan hasilnya

2. Program-program keuntungan/ tunjangan: pensiun yang cukup dan

kompetitif asuransi kesehatan

3. Lingkungan yang aman dan sehat

Page 59: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

55

4. Jaminan kerja: kontinuitas pekerjaan sehingga pekerja terjamin masa

depannya

5. Struktur untuk identifikasi dan pemecahan masalah baik teori/ model,

proses pelatihan dan pesertanya

6. Pertumbuhan dan perkembangan

7. Partisipasi dalam pemecahan masalah

8. integrasi sosial

9. Demokrasi di tempat kerja

10. Ruang kehidupan total; keseimbangan antara kehidupan kerja dengan

kehidupan manusia

Davis dan Werther (1996) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja

dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:

1. Supervisi

2. Kondisi dalam bekerja

3. Upah/gaji

4. Tunjangan

5. Desain pekerjaan

Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan oleh seorang pimpinan atau manajer

organisasi da1am rangka meningkatkan kualitas kehidupan kerja pegawai .

Menurut David dan Edward (dalam Nurtjahjani, 2001), terdapat 4 tipe kegiatan

kualitas kehidupan kerja yaitu :

1. Berpartisipasi dalam pemecahan masalah

2. Restrukturisasi kerja, yang mencakup pengayaan kerja., penggunaan

kelompok-kelompok kerja, terutama prosedurnya dalam

pengembangan para pekerja baru dan keterlibatan yang tinggi

3. Sistem imbalan yang inovatif

4. Memperbaiki lingkungan kerja

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dalam penelitian ini variabel- variabel

yang mempengaruhi kualitas kehidupan kerja dosen dikelompokkan dalam 4

Page 60: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

56

variabel, yaitu:

I. Imbalan

2. Menciptakan lingkungan kerja

3. Adanya keterlibatan kerja

4. Pertumbuhan dan pengembangan

Komponen-komponen tersebut akan lebih dikembangkan dalam indikator dan

item- item yang digunakan.

Departemen sumber daya manusia mempunyai pengaruh baik langsung

maupun tidak langsung pada motivasi pekerja dan kepuasan kerja. Dalam rangka

memperbaiki kualitas kehidupan kerja, memerlukan dukungan manajemen,

terutama manajemen puncak. Organisasi dapat melakukan usaha meningkatkan

kualitas kehidupan kerja dengan suatu tindakan yang sistematis dengan

memberi kesempatan yang Iebih besar pada pekerja untuk mempengaruhi cara

mereka dalam melakukan tugasnya dan sumbangan yang dapat diberikan pada

keefektifan organisasi. Menurut Cascio (1992), wujud dan kualitas kehidupan

kerja adalah:

1. Perkembangan pekerjaan dan aktualisasi diri

2. Meningkatkan motivasi

3. Performance (kualitas dan kuantitas) kerja yang lebih baik

4. Sedikit keluar masuk kerja

5. Sedikit absen

6. Mengurangi waktu bermalas-malasan

7. Meningkat kepuasan

Dengan kualitas kehidupan kerja yang merupakan suatu kondisi obyektif

dan praktek organisasional yang diterapkan oleh organisasi, melalui imbalan

yang adil dan memuaskan, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung,

adanya keterlibatan kerja yang tinggi dari pegawai, adanya kesempatan

pertumbuhan dan pengembangan akan mewujudkan kualitas kehidupan kerja

(QWL) pegawai yang baik, yang diwujudkan: adanya perkembangan pekerjaan

Page 61: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

57

dan aktualisasi diri, meningkatnya motivasi, performance (kualitas dan

kuantitas) kerja yang lebih baik, sedikit keluar masuk kerja, sedikit absen,

mengurangi waktu bermalas-malasan, dan meningkatnya kepuasan.

Dalam penelitian ini wujud dari kualitas kehidupan kerja (QWL) dosen

yang akan diteliti dikelompokkan menjadi:

1. Motivasi kerja, yang meliputi:

Adanya keterlibatan kerja

Berkurangnya stress/ tekanan

13crkcmbnngnya pekerjaan dan aktualisasi diri

Pengurangan absensi

2. Kepuasan kerja

kepuasan terhadap imbalan

kepuasan terhadap lingkungan kerja

kepuasan terhadap keterlibatan kerja

kepuasan terhadap kesempatan perturnbuhan dan

pengembangan 3. Performance (kualitas dan kuantitas) kerja

kualitas: mutu pekerjaan yang ditunjukkan dan frekuensi

kesalahan

kuantitas: kesesuaian jumlah pekerjaan dengan target

1.8. WUJUD KUALITAS KEHIDUPAN KERJA (QWL)

Menurut Arifin (1999) terdapat empat hal pokok berhubungan dengan

wujud dari kualitas kehidupan kerja, yaitu:

1. Berpartisipasi dalam Pemecahan Masalah

Karyawan dilibatkan dalam aktifitas organisasi dalam berbagai tingkatan.

Keterlibatan kerja mengukur sejauh mana seseorang memihak pada

pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya yang dipersepsikan penting

bagi harga. dirinya. Keterlibatan karyawan berarti mengijinkan para karyawan

berpertisipasi delem keputusan-keputusan organisasi. Pihak manajemen

Page 62: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

58

dalam hal ini membagi tanggung jawab dengan karyawan dalam pengambilan

keputusan. Melalui proses pembagian pengambilan keputusan, rasa

mempercayai antara karyawan dan manajemen berkembang. Dengan ini

maka karyawan memperoleh QWL yang lebih tinggi. Kemudian QWL yang

lebih tinggi cenderung menggerakkan tingkat komitmen yang lebih tinggi

terhadap organisas serta kinerja yang lebih tinggi.

2. Restrukturisasi Kerja

Restrukturisasi kerja mencakup perkayaan karyawan, penggunaan kelompok

kerja yang otonom atau didesain dari sistem-sistem teknls yang lengkap dan

penetapan kerja, terut:3ma prosedurnya dalam pengembangan para

karyawan baru dengan keterlibatan yang tinggi. Dalam hal ini QWL

mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan kerja seseorang, terdapat

kemungkinan untuk mengembangkan kemampuannya dan tersedia

kesempatan menggunakan keterampilan atau pengetahuan baru yang

dimilikinya.

3. Sistem Imbalan yang Inovatlf

Imbalan organisasi mempengaruhi berbagai tingkah laku, dimana memiliki

pengaruh secara internal dan eksternal. Internal artinya meningkatkan

prestasi kerja, mengurangi absensi, dan memelihara para karyawan yang ahli.

Eksternal artinya menarik sejumlah tenaga kerja yang ahli. Di sisi lain imbalan

yang diberikan haruslah mencerminkan keadilan, namun tetap layak. adil dan

memadai.

4. Memperbaiki Lingkungan Kerja

Karyawan sangat peduli akan Iingkungan kerja, baik untuk kenyamanan

pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Berbagai

studi mengenai kondisi kerja, menyatakan bahwa karyawan menyenangi

lingkungan kerja yang tidak berbahaya, suhu, cahaya dan faktor-faktor

lingkungan lain, yaitu hubungan antar rekan kerja (Robbin, 1996). Selain

faktor-faktor diatas kepuasan kerja seseorang jLlga dipengaruhi oleh

Page 63: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

59

kepuasan faktor keluarga, tekanan pekerjaan dan konflik keluarga-pekerjaan.

Allen W.L. dan Eastman J .L. (1997) mengungkapkan wujud dari kualitas

kehidupan kerja pada organisasi dengan budaya yang mengedepankan

keunggulan (culture for excellence) adalah sebagai berikut:

o Keseimbangan (baIance). Para karyawan memiliki keseimbangan antara

pekerjaan dengan kehidupan pribadinya.

o Beban Kerja (workload). Beban kerja karyawan diatur oleh mereka send;ri

bersama kelompok kerjanya sampai pekerjaan itu selesai

o Sumber daya (resources). Para karyawan memiliki sumber daya yang

cukup, seperti komputer dan yang lainnya yang mendukung pekerjaannya

secara efektif.

Perbedaan (diversity). Para pekerja diperlakukan secara adil, dari memiliki

kesempatan yang sama dengan tidak membedakan suku, gender dan

keyakinan.

Menurut Cascio (1992) dalam Ruhana (2003), wujud dari kualitas

kehidupan kerja/QWL adalah: (I) Perkembangan pekerjaan dan aktualisasi diri,

(2) Meningkatkan motivasi, (3) Penampilan (kualitas dan kuantitas) kerja yang

lebih baik, (4) Sedikitnya karyawan yang keluar masuk kerja, (5) Tingkat absensi

rendah, (6) Mengurangi waktu bermalas-malasan dari (7) Meningkatkan

kepuasan.

Gifford, Zammuto and Goodman (2002) dalam penelitiannya tentang

hubungan budaya organisasi dengan kualitas kehidupan kerja perawat

menyatakan bahwa wujud dari QWL perawat adalah: (1) Komitmen organisasi,

(2) Kepuasan Kerja, (3) Pemberdayaan, (4) Keterlibatan kerja, dan (5) keinginan

untuk pindah kerja.

Penilaian ini menggunakan tingkat komitmen organisasi dan kepuasan

kerja, pemberdayaan karyawan dalam mengukur tingkat kualitas kehidupan

Page 64: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

60

kerja/QWL karyawan didasarkan pada pendapat Gifferd D. B, Zammuto and

Goodman (2002) dalam jurnalnya yang berjudul The Relationship Between

Hospital Unit Culture and Nurses' Quality of Work Life, sedangkan untuk indeks

kualitas fisik diambil dari buku karanngan Todaro yang diterjemahkan oleh Agus

Subekti dengan judul Ekonomi untuk Negara Berkembang, dimana dalam hal ini

keempatnya dijadikan indikator dari variabel terikat (kualitas kehidupan

kerja/QWL). Lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini :

Kualitas kehidupan kerja/QWL karyawan

1. Komitmen organisasi, artinya kesetiaan, kebanggaan dan kemauan

bekerja keras dari karyawan dalam organisasi.

2. Kepuasan kerja, artinya adanya kesempatan berkembangnya pekerjaan

dan Aktualisasi diri, serta adanya keterlibatan dan kesempatan untuk

tumbuh (Gifford, Zammuto and Goodman, 2002).

3. Indeks kualitas hidup fisik, hal ini meliputi kualitas kehidupan, pendidikan

dan kesehatan karyawan dalam organisasi (Todaro, 1994).

4. Pemberdayaan, meliputi pelibatan dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah, adanya transfer tanggung jawab dari pimpinan,

keleluasaan dalam bekerja serta tidak adanya perbedaan status dalam

bekerja (Gifford, Zammuto and Goodman, 2000).

1.9. ANTESEDEN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA (QWL) PEGAWAI

Departemen sumber daya manusia mempunyai pengaruh baik langsung

maupun tidak langsung pada motivasi pekerja dan kepuasan kerja. Dalam rangka

memperbaiki kualitas kehidupan kerja, memerlukan dukungan manajemen,

terutama manajemen puncak. Organisasi dapat melakukan usaha meningkatkan

kualitas kehidupan kerja dengan suatu tindakan yang sistematis dengan

memberi kesempatan yang lebih besar pada pekerja untuk mempengaruhi cara

mereka dalam melakukan tugasnya dan sumbangan yang dapat diberikan pada

keefektifan organisasi. Menurut Cascio (1992), wujud dan kualitas kehidupan

Page 65: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

61

kerja adalah:

1. Perkembangan pekerjaan dan aktualisasi diri

2. Meningkatkan motivasi

3. Performance (kualitas dan kuantitas) kerja yang lebih baik

4. Sedikit keluar masuk kerja

5. Sedikit absen

6. Mengurangi waktu bermalas-malasan

7. Meningkat kepuasan

Dengan kualitas kehidupan kerja yang merupakan suatu kondisi obyektif

dan praktek organisasional yang diterapkan oleh organisasi, melalui imbalan

yang adil dan memuaskan, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung,

adanya keterlibatan kerja yang tinggi dari pegawai, adanya kesempatan

pertumbuhan dan pengembangan akan mewujudkan kualitas kehidupan kerja

(QWL) pegawai yang baik, yang diwujudkan: adanya perkembangan pekerjaan

dan aktualisasi diri, meningkatnya motivasi, performance (kualitas dan

kuantitas) kerja yang lebih baik, sedikit keluar masuk kerja, sedikit absen,

mengurangi waktu bermalas-malasan, dan meningkatnya kepuasan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa wujud dari kualitas kehidupan kerja

(QWL) dikelompokkan menjadi:

1. Motivasi kerja, yang meliputi:

Adanya keterlibatan kerja

Berkurangnya stress/ tekanan

Berkembangnya pekerjaan dan aktualisasi diri

Pengurangan absensi

2. Kepuasan kerja

kepuasan terhadap imbalan

kepuasan terhadap lingkungan kerja

kepuasan terhadap keterlibatan kerja

Page 66: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

62

kepuasan terhadap kesempatan perturnbuhan dan pengembangan

3. Performance (kualitas dan kuantitas) kerja

kualitas: mutu pekerjaan yang ditunjukkan dan frekuensi kesalahan

kuantitas: kesesuaian jumlah pekerjaan dengan target

Menurut Arifin (2006) terdapat empat hal pokok berhubungan dengan

wujud dari kualitas kehidupan kerja, yaitu:

1. Berpartisipasi dalam Pemecahan Masalah

Karyawan dilibatkan dalam aktifitas organisasi dalam berbagai tingkatan.

Keterlibatan kerja mengukur sejauh mana seseorang memihak pada

pekerjaannya dan menganggap tingkat kinerjanya yang dipersepsikan penting

bagi harga. dirinya. Keterlibatan karyawan berarti mengijinkan para karyawan

berpertisipasi delem keputusan-keputusan organisasi. Pihak manajemen

dalam hal ini membagi tanggung jawab dengan karyawan dalam pengambilan

keputusan. Melalui proses pembagian pengambilan keputusan, rasa

mempercayai antara karyawan dan manajemen berkembang. Dengan ini

maka karyawan memperoleh QWL yang lebih tinggi. Kemudian QWL yang

lebih tinggi cenderung menggerakkan tingkat komitmen yang lebih tinggi

terhadap organisas serta kinerja yang lebih tinggi.

2. Restrukturisasi Kerja

Restrukturisasi kerja mencakup perkayaan karyawan, penggunaan kelompok

kerja yang otonom atau didesain dari sistem-sistem teknls yang lengkap dan

penetapan kerja, terut:3ma prosedurnya dalam pengembangan para

karyawan baru dengan keterlibatan yang tinggi. Dalam hal ini QWL

mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan kerja seseorang, terdapat

kemungkinan untuk mengembangkan kemampuannya dan tersedia

kesempatan menggunakan keterampilan atau pengetahuan baru yang

dimilikinya.

Page 67: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

63

3. Sistem Imbalan yang Inovatlf

Imbalan organisasi mempengaruhi berbagai tingkah laku, dimana memiliki

pengaruh secara internal dan eksternal. Internal artinya meningkatkan

prestasi kerja, mengurangi absensi, dan memelihara para karyawan yang ahli.

Eksternal artinya menarik sejumlah tenaga kerja yang ahli. Di sisi lain imbalan

yang diberikan haruslah mencerminkan keadilan, namun tetap layak. adil dan

memadai.

4 Memperbaiki Lingkungan Kerja

Karyawan sangat peduli akan Iingkungan kerja, baik untuk kenyamanan

pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Berbagai

studi mengenai kondisi kerja, menyatakan bahwa karyawan menyenangi

lingkungan kerja yang tidak berbahaya, suhu, cahaya dan faktor-faktor

lingkungan lain, yaitu hubungan antar rekan kerja (Robbin, 1996). Selain

faktor-faktor diatas kepuasan kerja seseorang jLlga dipengaruhi oleh

kepuasan faktor keluarga, tekanan pekerjaan dan konflik keluarga-pekerjaan.

Allen W.L. dan Eastman J .L. (1997) mengungkapkan wujud dari kualitas

kehidupan kerja pada organisasi dengan budaya yang mengedepankan

keunggulan (culture for excellence) adalah sebagai berikut:

Keseimbangan (baIance). Para karyawan memiliki keseimbangan antara

pekerjaan dengan kehidupan pribadinya.

Beban Kerja (workload). Beban kerja karyawan diatur oleh mereka send;ri

bersama kelompok kerjanya sampai pekerjaan itu selesai

Sumber daya (resources). Para karyawan memiliki sumber daya yang

cukup, seperti komputer dan yang lainnya yang mendukung pekerjaannya

secara efektif.

Perbedaan (diversity). Para pekerja diperlakukan secara adil, dari memiliki

kesempatan yang sama dengan tidak membedakan suku, gender dan

keyakinan.

Menurut Cascio (1992) dalam Ruhana (2003), wujud dari kualitas

Page 68: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

64

kehidupan kerja/QWL adalah: (I) Perkembangan pekerjaan dan aktualisasi diri,

(2) Meningkatkan motivasi, (3) Penampilan (kualitas dan kuantitas) kerja yang

lebih baik, (4) Sedikitnya karyawan yang keluar masuk kerja, (5) Tingkat absensi

rendah, (6) Mengurangi waktu bermalas-malasan dari (7) Meningkatkan

kepuasan.

Gifford, Zammuto and Goodman (2002) dalam penelitiannya tentang

hubungan budaya organisasi dengan kualitas kehidupan kerja perawat

menyatakan bahwa wujud dari QWL perawat adalah: (1) Komitmen organisasi,

(2) Kepuasan Kerja, (3) Pemberdayaan, (4) Keterlibatan kerja, dan (5) keinginan

untuk pindah kerja.

Penilaian ini menggunakan tingkat komitmen organisasi dan kepuasan

kerja, pemberdayaan karyawan dalam mengukur tingkat kualitas kehidupan

kerja/QWL karyawan didasarkan pada pendapat Gifferd D. B, Zammuto and

Goodman (2002) dalam jurnalnya yang berjudul The Relationship Between

Hospital Unit Culture and Nurses' Quality of Work Life.

1.10. BENTUK-BENTUK PROGRAM KUALITAS KEHIDUPAN KERJA

Pada prinsipnya kualitas kehidupan kerja perlu diciptakan oleh organisasi

untuk memberikan keseimbangan pada karyawan dalam melaksanakan

pekerjaan dan kehidupan pribadi. Program kualitas kehidupan kerja ini dilakukan

karena beberapa alasan yaitu : organisasi memiliki tujuan untuk memikat,

memotivasi dan mempertahankan karyawan yang memiliki kompetensi sesuai

harapan. Selain itu sebagian karyawan dalam organisasi seringkali harus bekerja

melebihi jam kerja dan hari kerja, sehingga mereka membutuhkan waktu kerja

yang fleksibel untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan pribadi.

Bentuk – bentuk program kualitas kehidupan kerja yang dapat

dikembangkan dalam perusahaan antara lain : program redesain pekerjaan,

program benefit yang fleksibel, program pelatihan dan pengembangan serta

komunikasi yang harmonis di lingkungan kerja (tim mitra bestari et.al, 2005).

Page 69: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

65

1. Program Redesain Pekerjaan,

Mendesain pekerjaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya

pengurangan jam kerja, pengurangan beban kerja dan waktu kerja yang fleksibel.

Pengurangan jam kerja, dengan program ini karyawan dapat memperoleh

manfaat dengan memberikan kebijakan paruh waktu atau pembagian pekerjaan

(job sharing ). Pembagian pekerjaan dapat dilakukan apabila satu posisi jabatan

dilakukan oleh dua karyawan sehingga mereka dapat membagi tanggung

jawabnya.

Pengurangan beban kerja, program ini memungkinkan karyawan untuk

mengurangi skedul kerja pada saat tertentu seperti ketika karyawan menempuh

pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, ketika ada keluarga sakit dan

sebagainya. Waktu kerja yang fleksibel, dengan program ini karyawan diberi

keleluasaan untuk menentukan kapan harus memulai dan mengakhiri jam

kerjamereka, sehingga masing–masing orang dapat berbeda.

2. Program Benefit.

Berbagai bentuk program benefit karyawan yang diselenggarakan oleh

perusahaan atau organisasi dapat dikelompokkan dalam lima kelompok seperti :

asuransi sosial, asuransi kelompok, retirement, menggaji untuk waktu tidak

bekerja dan family friendly policies ( tim mitra bestari et.al, 2005 ).

Asuransi sosial merupakan program benefit karyawan yang di dalamnya

meliputi program keamanan sosial, asuransi pengangguran dan kompensasi

karyawan. Keamanan sosial adalah program benefit karyawan yang bersifat

resmi, dalam pengertian penyelenggaraan program ini diatur dengan peraturan

resmi pemerintah sehingga membatasi gerak pemimpin organisasi dalam

pengelolaannya. Asuransi pengangguran adalah program benefit karyawan yang

ditujukan untuk mengganti penghasilan yang hilang, membantu mencari

pekerjaan baru, atau untuk menjaga stabilitas masalah ketenagakerjaan dalam

organisasi. Sedangkan kompensasi karyawan adalah program yang ditujukan

untuk melindungi setiap tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya atau

Page 70: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

66

tanggung jawabnya. Bentuknya adalah disability income yang merupakan

kompensasi dengan tujuan untuk meringankan beban tenaga kerja yang tidak

mampu secara ekonomi, program perawatan kesehatan, benefit kematian, serta

pelayanan rehabilitasi yang ditujukan untuk memberikan perawatan fisik dan

mental karyawan.

Asuransi kelompok adalah suatu bentuk program benefit karyawan yang

ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada sekelompok tenaga kerja. Jadi

program ini tidak berlaku untuk semua tenaga kerja, hanya mereka yang menjadi

anggota kelompok saja yang bisa memanfaatkan jenis asuransi ini

penyelenggaraan program ini tidak diatur resmi oleh pemerintah sehingga

memberi kebebasan para pimpinan organisasi dalam mengelolanya. Jenis

asuransi ini adalah asuransi kesehatan.

Retirement merupakan program benefit karyawan yang ditujukan untuk

melindungi tenaga kerja pasca pensiun. Program ini tidak resmi sehingga

memberi kebebasan bagi para pengelolanya.jenis dari program pensiun meliputi

benefit karyawan dan defined contribution dimana tidak ada ketetapan tentang

besar kompensasi yang diterima ketika karyawan pensiun, tetapi menetapkan

jumlah potongan penghasilan perbulan untuk masa pensiun nanti.

Menggaji untuk waktu tidak bekerja merupakan salah satu program

benefit karyawan yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas jangka

panjang. Program ini menuntut organisasi memberikan kompensasi kepada

tenaga kerja meskipun mereka tidak bekerja atau tidak masuk kerja dengan cara

menggaji waktu istirahat atau hari tidak bekerja. Dalam jangka panjang

penyelenggaraan program ini akan berdampak pada peningkatan citra karyawan

dan masyarakat terhadap organisasi, yang pada akhirnya dapat membangun

kepercayaan masyarakat sehingga aktivitas yang dilakukan akan direspon positif

oleh mereka. Beberapa jenis program ini adalah jam istirahat, liburan, cuti, absen

dan berbagai kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan

pada saat jam kerja seperti rekreasi pada jam kerja dan olahraga pada jam kerja.

Page 71: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

67

Family friendly policies merupakan program benefit karyawan yang

ditujukan untuk membantu tenaga kerja dengan jalan meringankan penyelesaian

konflik antara masalah kerja dan bukan kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja.

Menurut Abbott, dkk (1998), program family friendly policies yang dilaksanakan

oleh perusahaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan kerja, dapat pula

mengurangi tingkat absensi karyawan serta dapat menurunkan tingkat turnover

karyawan. Sedangkan menurut Boyar,dkk (2003), pemahaman tentang work-

family conflict (WFC) sangat potensial untuk mendatangkan benefit bagi

organisasi dan karyawan. Work-family conflict (WFC) dapat mengakibatkan

dampak yang negatif terhadap organisasi, keluarga serta pribadi. Sehingga usaha

untuk mengurangi WFC melalui berbagai kebijakan dan prosedur sangat

mendukung terciptanya keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga yang pada

akhirnya dapat meminimalkan terjadinya konflik antara pekerjaan dan rumah

tangga. Selain itu work stressor seperti konflik peran pekerjaan dan beban

pekerjaan yang terlalu berat juga potensial untuk mempengaruhi perilaku keluar

dari pekerjaan ( withdrawal behavior ). Sehingga manajer harus membuat

kebijakan yang dapat mengurangi konflik peran pekerjaan dan beban kerja yang

terlalu berat untuk mengurangi work-family conflict dan pada akhirnya dapat

mengurangi turnover karyawan.

3. Program Pelatihan dan Pengembangan.

Goldstein dan Buxton ( 1992) mengemukakan tiga kebutuhan pelatihan

dan pengembangan, yaitu analisis organisasi (organization analysis), analisis

pekerjaan dan tugas (job of task analysis) dan analisis pegawai (person analysis).

Analisis organisasi dilakukan untuk menganalisis tujuan organisasi, sumberdaya

yang ada dan lingkungan organisasi yang sesuai dengan kenyataan. Wexley dan

Lathan (1991) mengemukakan bahwa dalam menganalisis organisasi perlu

diperhatikan “where is training and development needed and where is it likely to

be successful within an organization ?” Hal ini dapat dilakukan dengan cara

Page 72: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

68

mengadakan survei kepada karyawan dalam hal kepuasan kerja, persepsi dan

sikap pegawai dalam administrasi. Di samping itu analisis organisasi dapat

menggunakan informasi - informasi seperti turn over, absensi, kartu pelatihan,

daftar kemajuan pegawai dan data perencanaan sumberdaya manusia. Analisis

pekerjaan dan tugas merupakan dasar untuk mengembangkan program

pelatihan. Analisis pekerjaan dimaksudkan untuk membantu pegawai dalam

menyelesaikan pekerjaan yang dihadapi.

Analisis pegawai difokuskan pada identifikasi kebutuhan pelatihan bagi

setiap karyawan sesuai bidang pekerjaannya. Analisis ini dapat dilakukan secara

individual maupun kelompok. Sedangkan metode pelatihan menurut Desler (

1997 ) ada beberapa teknik pelatihan, yaitu : on the job training, job instruction

training, pembelajaran terprogram, pelatihan simulasi serta evaluasi program

pelatihan dan pengembangan.

Menurut Amstrong Jr.(1997), pelatihan ( training ) lebih berfokus pada

peningkatan skill karyawan. Sedangkan pengembangan lebih difokuskan pada

peningkatan pengetahuan karyawan secara individu. Lebih lanjut dikatakan

bahwa pembelajaran, praktek dan teknik – teknik dari efektivitas delegasi adalah

aktivitas pelatihan yang sangat penting.untuk membantu eksekutif secara akurat

dapat mengakses perilaku saat ini adalah aktivitas pengembangan dimana dapat

membantu untuk bekerja lebih baik dan merubah perilaku. Jadi kata kuncinya

adalah penentuan secara akurat tipe perilaku yang sangat perlu untuk dirubah

dan kemudian mendesain program untuk meresponnya. Aspek lain yang

merupakan issue bagi manajemen dan eksekutif dalam pelatihan dan

pengembangan adalah penilaian ( assesment ). Dalam hal ini adalah

mengidentifikasi dan mendeskripsikan kekuatan dan kelemahan eksekutif.

4. Komunikasi Efektif dalam Lingkungan Kerja.

Menurut Sudarmo dan Sudita ( 2000 ), komunikasi diidentifikasikan

sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima

baik lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi. Pentingnya

Page 73: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

69

komunikasi dalam hubungannya dengan pekerjaan ditunjukkan oleh banyaknya

waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam pekerjaan. Komunikasi

ibaratnya merupakan darah organisasi yang menghubungkan bagian – bagian

yang terpisah dalam organisasi.

Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua bagian dan aktivitas di dalam

organisasi. Oleh karena kompleksnya proses komunikasi, permasalahan dapat

muncul pada tingkat individu, kelompok maupun organisasi. Beberapa hambatan

yang utama dari komunikasi yang efektif yaitu masalah penafsiran terhadap

suatu pesan, manipulasi informasi, tekanan waktu,mendengar secara efektif,

masalah bahasa, perbedaan kerangka acuan dan beban komunikasi yang

berlebihan.

Komunikasi yang efektif dan harmonis tergantung pada kualitas dari

proses komunikasi baik pada tingkat individu maupun pada tingkat organisasi.

Memperbaiki komunikasi dalam organisasi berkaitan dengan melakukan proses

yang akurat mulai dari penyampaian pesan, penguraian dan umpan balik pada

tingkat komunikasi antar pribadi dan pada tingkat organisasi, menciptakan dan

memonitor saluran komunikasi yang tepat.beberapa cara dapat dilakukan untuk

meningkatkan efektivitas komunikasi diantaranya meningkatkan umpan balik,

emphaty, pengulangan, penggunaan bahasa yang sederhana, penentuan waktu

yang efektif dan pengaturan arus informasi.

Menurut Miftah Toha ( 2001 ), komunikasi sangat berperan dalam suatu

organisasi, dan organisasi itu sendiri merupakan kumpulan orang – orang yang

selalu membutuhkan komunikasi dengan sesamanya. Untuk membedakan

komunikasi organisasi dengan komunikasi yang ada diluar organisasi adalah

dengan melihat struktur hirarki yang merupakan karakteristik dari setiap

organisasi. Perilaku orang – orang yang berada di luar organisasi dalam

berkomunikasi tidaklah mengikat karena tidak ada struktur hirarki.

Page 74: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

70

Komunikasi dalam organisasi, tentunya ada komunikasi pribadi antara

orang – orang dalam organisasi. Komunikasi antar pribadi ini berorientasi pada

perilaku, sehingga penekanannya pada proses penyampaian informasi dari satu

orang ke orang lain. Komunikasi antar pribadi ini dapat berjalan dengan efektif

apabila ada lima hal yaitu : keterbukaan, emphaty, dukungan kepositifan dan

kesamaan.

Menurut Whether dan Davis (1993) (dalam Safrizal, 2004). , kepuasan

akan kualitas kehidupan kerja (The quality of work life - QWL) dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu :

Supervisi

Kondisi Kerja

Gaji, Tujangan

Desain Pekerjangan

Riggio (2000) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja ditentukan

oleh kompensasi yang diterima karyawan, kesempatan untuk berpartisipasi

dalam organisasi, keamanan kerja, desain kerja dan kualitas interaksi antar

anggota organisasi. Kualitas kehidupan kerja merupakan suatu tingkat dimana

anggota dari suatu organisasi mampu memuaskan kebutuhan pribadi yang

penting melalui pengalamannya dalam melakukan pekerjaan pada organisasi

tersebut (dalam Safrizal, 2004).

Page 75: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

71

BAB II ORGANIZATION CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)

2.1. PENGERTIAN ORGANIZATION CITIZESHIP BEHAVIOR

Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku individu

yang ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu

sistem kerja yang formal, dan yang secara agregat mampu meningkatkan

efektivitas fungsi organisasi (Organ, 1988). Organisasi pada umumnya percaya

bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang

setinggi-tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi

kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja

organisasi secara keseluruhan.

Kinerja yang baik menuntut perilaku sesuai guru yang diharapkan oleh

organisasi. Perilaku yang menjadi tuntutan organisasi saat ini adalah tidak hanya

perilaku in-role, tetapi juga perilaku extra-role. Perilaku extra-role ini disebut juga

dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB merupakan istilah yang

digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku guru sehingga dia dapat disebut

sebagai anggota yang baik (Sloat,1999). Perilaku ini cenderung melihat seseorang

(guru) sebagai makhluk sosial (menjadi anggota organisasi), dibandingkan

sebagai makhluk individual yang mementingkan diri sendiri.

Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan untuk memiliki

empati kepada orang lain dan lingkungannya dan menyelaraskan nilai-nilai yang

dianutnya. Dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk menjaga dan

meningkatkan interaksi sosial yang lebih baik. Terlebih lagi, untuk melakukan

segala sesuatu yang baik manusia tidak selalu digerakkan oleh hal-hal yang

menguntungkan dirinya, misalnya seseorang mau membantu orang lain jika ada

imbalan tertentu.

Jika guru dalam organisasi memiliki OCB, maka usaha untuk

mengendalikan guru menurun, karena guru dapat mengendalikan perilakunya

sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya.

Page 76: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

72

Borman dan Motowidlo (1993) menyatakan bahwa OCB dapat meningkatkan

kinerja organisasi (organizational performance) karena perilaku ini merupakan

“pelumas” dari mesin sosial dalam organisasi, dengan kata lain dengan adanya

perilaku ini maka interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi

lancar, mengurangi terjadinya perselisihan, dan meningkatkan efisiensi.

Perilaku ini muncul karena perasaan sebagai anggota organisasi dan

merasa puas apabila dapat melakukan suatu yang lebih kepada organisasi.

Perasaan sebagai anggota dan puas bila melakukan suatu yang lebih hanya

terjadi jika guru memiliki persepsi yang positif terhadap organisasinya. OCB

merupakan tindakan seseorang di luar kewajibannya, tidak memperhatikan

kepentingan diri sendiri (Sloat, 1999), tidak membutuhkan deskripsi pekerjaan

(job description) dan sistem imbalan formal, bersifat sukarela dalam bekerjasama

dengan teman sekerja dan menerima perintah secara khusus tanpa keluhan

(Organ dan Konovski, 1989).

OCB memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan komunitasnya,

transformasi sumber daya, keinovasian dan keadaptasian (Organ, 1988) serta

kinerja organisasi secara keseluruhan (Netemeyer, dkk., 1997) termasuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengerahan sumber daya langka, waktu

dan pemecahan masalah di antara unit-unit kerja dengan cara kolektif dan

interdependensi.

Kemudian juga akan mempengaruhi keputusan kompensasi, promosi dan

pelatihan serta memiliki efek yang penting terhadap kinerja keuangan

(MacKenzie, dkk., 1998; Motowidlo dan Van Scotter, 1994). Selain itu OCB akan

menerangkan proporsi halo effect dalam penilaian kinerja (Organ, 1988) dan

merupakan determinan bagi program manajemen sumber daya manusia dalam

mengawasi, memelihara, dan meningkatkan sikap kerja (Organ dan Ryan, 1995)

yang akumulasinya akan berpengaruh pada kesehatan psikologi, produktivitas

dan daya pikir pekerja (Vandenberg dan Lance, 1992).

Page 77: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

73

Perilaku tersebut tidak akan mendapat imbalan langsung atau sanksi baik

dilakukan atau tidak, namun sikap konstruktif yang ditunjukkan karyawan melalui

OCB akan memberikan penilaian positif atasan seperti penugasan dan promosi

(Bateman dan Organ, 1983). Eisenberger (1990) mengungkapkan bahwa perilaku

ini berkembang sejalan dengan seberapa besar perhatian organisasi pada tingkat

kesejahteraan guru dan penghargaan organisasi terhadap kontribusi mereka.

Persepsi guru yang baik terhadap dukungan organisasional (Perceived

Organizational Support/POS) kepada kualitas kehidupan kerja mereka akan

menimbulkan rasa “hutang budi” dalam diri mereka pada organisasi sehingga

mereka akan merasa memiliki kewajiban untuk membayarnya. Kualitas interaksi

atasan-bawahan juga diyakini sebagai prediktor organizational citizenship

behavior (OCB). Miner (1988) mengemukakan bahwa interaksi atasan-bawahan

yang berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatnya

kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja guru. Riggio (1990) menyatakan bahwa

apabila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan

berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan

merasakan bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi.

Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya

sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh

atasan mereka. Sebelum Organ mengintroduksi Konsep OCB menciptakan

gelombang perubahan besar dalam bidang perilaku organisasi Garg dan

Rastogi,(2006). Konsep ini mengarahkan organisasi menjadi lebih inovatif,

fleksibel, produktif, dan responsive (Garg dan Rastogi, 2006; Koberg dan Boss,

2005).

Organizational Citizenship Behavior didefinisikan sebagai perilaku

karyawan yang positif terhadap rekan kerjanya dalam rangka mencapai tujuan

organisasi.

a. Altruism

Kerjasama tim. (OCB 1) dan Tanggap akan kebutuhan atasan. (OCB 2)

Page 78: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

74

a. Conscientiousness

Disiplin dalam bekerja. (OCB 3) dan Waktu kerja efisien. (OCB 4)

b. Sportmanship

Tidak mengeluh dalam bekerja. (OCB 5) dan Menyelesaikan masalah.

(OCB 6)

c. Courtessy

Menjaga citra perusahaan. (OCB 7) dan Berkontribusi besar (0CB 8)

d. Civic Virtue

Profesional dalam menggunakan asset. (OCB 9) dan Peduli sistem. (OCB

10)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) diartikan sebagai perilaku-

perilaku dari para pekerja yang melebihi yang disyaratkan oleh peran formalnya

serta tidak secara langsung dan eksplisit diakui oleh sistem kompensasi/reward

yang resmi/formal, dan karenanya memfasilitasi fungsi organisasi (Organ, 1998).

OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain,

menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan

prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan”

dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial positif,

konstruktif dan bermakna membantu (Aldag dan Rescjhe, 1997).

Organ (1998) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas,

tidak terkait langsung atau ekplisit dengan sistem reward dan biasa

meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat bahwa OCB

merupakan perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa

ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk

kontrak atau rekompensasi.

Dari berbagai definisi mengenai OCB yang telah dikemukakan diatas maka

dapat diambil beberapa pokok pemikiran sebagai berikut :

Page 79: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

75

1. OCB merupakan perilaku atau tindakan yang bebas, yang bersifat sukarela,

bukan merupakan tindakan yang terpaksa, tidak untuk kepentingan diri sendiri

melainkan untuk kepentingan organisasi

2. OCB merupakan perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan

performance, tidak diperintahkan secara formal

3. OCB tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem

reward yang formal.

Lebih lanjut Alison (2001) mengemukakan bahwa terdapt lima dimensi

primer dari OCB, yaitu :

1. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada

tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasional organisasi

2. Civic virtue, yaitu perilaku yang menunjukkan partisipasi sukarela dan

dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun

sosial alamiah

3. Consencientiousness, yaitu perilaku yang berisikan tentang kinerja dari

prasyarat peran yang melebihi standart minimum

4. Courtesy, yaitu perilaku berbuat baik kepada orang lain dalam mengatasi

permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan

5. Sportsmanship, yaitu berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu-isu

yang merusak meskipun merasa jengkel.

Beberapa pengukuran tentang OCB seseorang telah dikembangkan. Skala

Morison (1995) merupakan salah satu pengukuran yang sudah disempurnakan

dan memiliki kemampuan psikometrik yang baik (Aldag dan Resckhe, 1997).

Skala ini mengukur kelima dimensi OCB sebagai berikut :

1. Dimensi 1 : Altruism

a. Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat

b. Membantu orang lain yang pekerjaannya overload

c. Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta

d. Membantu mengerjakan tugas orang lain saat mereka tidak masuk

Page 80: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

76

e. Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan masalah

pekerjaan

f. Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta

2. Dimensi 2 : Civic virtue

a. Menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian maupun perubahan dalam

organisasi

b. Mengikuti perubahan dan perkembangan dalam organisasi

c. Membaca dan mengikuti pengumuman organisasi

d. Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik bagi organisasi

3. Dimensi 3 : Consencientiousness

a. Tiba lebih awal, sehingga siap bekerja pada saat jadwal dimulai

b. Tepat waktu setiap hari

c. Berbicara seperlunya dalam percakapan di telepon

d. Tidak menghabiskan waktu pembicaraan diluar pekerjaan

e. Datang segera bila dibutuhkan

f. Tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6 hari

4. Dimensi 4 : Courtesy

a. Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image

organisasi

b. Memberikan perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang dianggap

penting

c. Membantu mengatur kebersamaan secara departemental

5. Dimensi 5 : Sportsmanship

a. Kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh atau menahan diri dari

aktivitas-aktivitas

mengeluh dan mengumpat

b. Tidak mencari dan menemukan kesalahan dalam organisasi

c. Tidak membesar-besarkan permasalahan diluar proporsinya.

Page 81: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

77

Tampaknya, para ahli tertarik pada masalah OCB karena perilaku tersebut

dianggap sangat penting/vital terhadap fungsi organisasi. Anggapan ini terutama

didasarkan atas karya dari Katz (1964), yang menyatakan bahwa organisasi

bergantung pada kontribusi dari para karyawan yang bekerja melebihi apa yang

semestinya dituntut oleh tugas agar berfungsi secara efektif. Namun demikian,

bertolak belakang dengan berbagai kajian yang mengkaji tentang variabel

antecedent dari OCB, hanya sedikit para ahli yang telah melakukan investigasi

tentang hubungan antara citizenship behavior dengan kinerja organisasi. Lebih

lanjut, hanya sedikit karya teoritis yang ada yang menjelaskan mengapa OCB

sangat esensial terhadap efektifitas fungsi organisasi, atau bagaimana OCB pada

akhirnya bisa berhubungan dengan kinerja organisasi (organizational

performance). Dengan demikian, sementara peneliti menyatakan bahwa

citizenship behavior meningkatkan efektifitas organisasi karena ia memperlancar

mesin dari organisasi, namun basis teoritis yang mendasari pernyataan tersebut

masih sangat lemah.

2.2. DIMENSI-DIMENSI ORGANIZATION CITIZENSHIP BEHAVIOR

Beberapa penelitian menemukan bukti bahwa OCB berhubungan dengan

perilaku etikal, dan juga menyangkut esensi dari performa kerja individual. Dua

dimensi OCB yang penting menurut Williams dan Anderson (1991) dikenal

sebagai OCB-Individual (OCBI, altruism, mendahulukan kepentingan orang lain)

yang segera memberikan manfaat khusus individual dan secara tidak langsung

melalui kontribusi terhadap organisasi (misalnya membantu rekan yang tidak

masuk bekerja, memberikan perhatian secara pribadi kepada pekerja lain) dan

OCB-Organizational (OCBO, compliance, kerelaan) yang memberikan manfaat

terhadap organisasi secara umum (misalnya memberikan nasihat kepada

karyawan yang mangkir bekerja).

Dimensi yang paling sering digunakan untuk mengonseptualisasi OCB

adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ (1988). Menurut

Page 82: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

78

Podsakoff studi dari Katz pada tahun 1964 tentang perilaku inovatif dan

spontanitas mempengaruhi penelitian-penelitian OCB saat ini sehingga dimensi-

dimensi dari OCB terkait dengan dimensi dari studi yang dilakukan oleh Katz

(Hannah, 2006). Katz menyebutkan ada lima dimensi, yaitu:

1. Cooperating with others,

2. Protecting the organization,

3. Volunteering constructive ideas,

4. Self-training, dan

5. Maintaining a favorable attitude toward the company.

Podsakoff ada tujuh jenis atau dimensi OCB yang pernah digunakan oleh

para peneliti (Hannah, 2006). Ketujuh dimensi tersebut meliputi:

1. Perilaku menolong (helping behavior), merupakan bentuk perilaku

sukarela individu untuk menolong individu lain atau mencegah

terjadinya permasalahan yang terkait dengan pekerjaan (workrelated

problem). Organ (1983) membagi dimensi ini dalam dua kategori

yaitu altruism dan courtesy,

2. Sportsmanship, didefinisikan kemauan atau keinginan untuk

menerima (toleransi) terhadap ketidaknyamanan yang muncul dan

imposition of work without complaining,

3. Organizational loyalty, merupakan bentuk perilaku loyalitas individu

terhadap organisasi seperti menampilkan image positif tentang

organisasi, membela organisasi dari ancaman eksternal, mendukung

dan membela tujuan organisasi,

4. Organizational compliance, merupakan bentuk perilaku individu yang

mematuhi segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi

meskipun tidak ada pihak yang mengawasi,

5. Individual initiative, merupakan bentuk self-motivation individu

dalam melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui

Page 83: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

79

standar/level yang ditetapkan. Organ (1983) menamakan dimensi ini

sebagai conscientiousness dan mengatakan bahwa dimensi ini sulit

dibedakan dengan kinerja in-role,

6. Civic virtue, merupakan bentuk komitmen kepada organisasi secara

makro atau keseluruhan seperti menghadiri pertemuan,

menyampaikan pendapat atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan

organisasi,

7. Self-development. George dan Brief mendefinisikan dimensi ini

sebagai bentuk perilaku individu yang sukarela meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sendiri seperti

mengikuti kursus, pelatihan, seminar atau mengikuti perkembangan

terbaru dari bidang yang ia kuasai (Podsakoff, 2000).

Sementara ada empat faktor yang mendorong munculnya OCB dalam diri

karyawan. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik

tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional dan perilaku pemimpin (Podsakoff,

2000). Karakteristik individu ini meliputi persepsi keadilan, kepuasan kerja,

komitmen organisasional dan persepsi dukungan pimpinan, karakteristik tugas

meliputi kejelasan atau ambiguitas peran, sementara karakteristik organisasional

meliputi struktur organisasi, dan model kepemimpinan.

Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-

masingnya bersifat unik, yaitu:

1. Altruism, kesediaan untuk menolong rekan kerja dalam menyelesaikan

pekerjaannya dalam situasi yang tidak biasa,

2. Civic virtue, menyangkut dukungan pekerja atas fungsi-fungsi

administratif dalam organisasi,

3. Conscientiousness, menggambarkan pekerja yang melaksanakan tugas

dan tanggung jawab lebih dari apa yang diharapkan,

Page 84: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

80

4. Courtesy, perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan dengan

pekerjaan yang dihadapi orang lain,

5. Sportsmanship, menggambarkan pekerja yang lebih menekankan untuk

memandang aspek-aspek positif dibanding aspek-aspek negative dari

organisasi, sportsmanship menggambarkan sportivitas seorang pekerja

terhadap organisasi.

Dalam pengukuran ini menggunakan skala Morison dalam Dwi (2007)

yang dapat dijadikan sebagai kisi-kisi instrumen yang dijelaskan sebagai berikut:

Kategori 1 Altruism meliputi:

1. Perilaku membantu orang tertentu,

2. Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat,

3. Membantu orang lain yang pekerjaannya overload,

4. Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta,

5. Membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat mereka tidak masuk

6. Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan

permasalahan-permasalahan pekerjaan,

7. Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta,

8. Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki

permasalahan,

9. Membantu pelanggan dan para tamu jika mereka memiliki permasalahan,

Kategori 2 Consceintiousness meliputi:

1. Kehadiran, kepatuhan terhadap aturan dan sebagainya,

2. Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai,

3. Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada musim ataupun lalu lintas dan

sebagainya,

4. Berbicara seperlunya dalam percakapan ditelepon,

5. Tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan,

6. Datang segera jika dibutuhkan,

Page 85: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

81

7. Tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6 hari,

Kategori 3 Civic Virtue meliputi:

1. Kemauan untuk bertoleransi tapa mengeluh,

2. Menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat,

3. Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi,

4. Tidak mengeluh tentang segala sesuatu,

5. Tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya.

Kategori 4 Cortesy meliputi:

1. Keterlibatan dalam fungsi –fungsi yang membantu organisasi,

2. Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image

organisasi,

3. Memberikan perhatian terhadap pertemuan yang dianggap penting,

4. Membantu mengatur kebersamaan secara departemental,

Kategori 5 Sportmanship meliputi:

1. Menyimpan informasi tentang kejadian atau perubahan dalam organisasi,

2. Mengikuti perubahan dan perkembangan dalam organisasi,

3. Membaca dan mengikuti pengumuman organisasi,

4. Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi.

2.3. MANFAAT ORGANIZATION CITIZENSHIP BEHAVIOR

1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat

penyelesaian

tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan

produktivitas rekan

tersebut,

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang

ditunjukkan

Page 86: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

82

karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke

seluruh unit kerja

atau kelompok.

2. OCB meningkatkan produktivitas manajer

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan

membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik

yang berharga dari karyawan tersebut, untuk meningkatkan

efektivitas unit kerja,

b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik

dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari

krisis manajemen.

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi

secara

keseluruhan

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan

masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu

melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai

waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat

perencanaan,

b. Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi

hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer

sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab

yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak

waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang

lebih penting,

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam

pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu

organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut,

Page 87: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

83

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan

sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu

banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil

karyawan.

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk

memelihara fungsi kelompok

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan

semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness)

kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak

perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan

fungsi kelompok

b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap

rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok,

sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik

manajemen berkurang

5. OEB dapat menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan

kelompok kerja

a. Menampilkan perilaku eivie virtue (seperti menghadiri dan

berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan

membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang

akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan

efisiensi kelompok,

b. Menampilkan perilaku eourtesy (misalnya saling memberi

informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain)

akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan

waktu dan tenaga untuk diselesaikan.

6. OEB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan

mempertahankan karyawan terbaik

Page 88: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

84

1. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta

perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga

akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi

menarik dan mempertahankan karyawan yang baik,

2. Memberi eontoh pada karyawan lain dengan menampilkan

perilaku sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena

permasalahan-permasalahan keeil) akan menumbuhkan loyalitas

dan komitmen pada organisasi.

7. OEB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

1. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau

yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas

(dengan eara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja,

2. Karyawan yang eonseientiuous eenderung mempertahankan

tingkat kinerja yang tinggi seeara konsisten, sehingga mengurangi

variabilitas pada kinerja unit kerja.

8. OEB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan

perubahan lingkungan

1. Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar dengan

sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di

lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons

perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi

dengan eepat,

2. Karyawan yang seeara aktif hadir dan berpartisipasi pada

pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu

menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh

organisasi,

3. Karyawan yang menampilkan perilaku eonseientiousness

(misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan

mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan

Page 89: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

85

organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di

lingkungannya

2.4. DEFINISI OCB

Dewasa ini banyak kajian baru dan menarik di bidang sumber daya

manusia. Manusia dijadikan sebagai subjek dan juga objek dalam penelitian-

penelitian SDM untuk mencari hal-hal baru yang dapat dijadikan sebagai sumber

peningkatan kemampuan manusia itu sendiri. Salah satu aspek baru yang

diungkap tentang manusia adalah OCB (Organizational Citizenship Behavior /

perilaku kewargaan karyawan).

Menurut Aldag dan Resckhe, (1997), Organizational Citizenship Behavior

merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja.

OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku suka menolong orang

lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan

dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai

tambah karyawan yang merupakan salah satru bentuk perilaku prososial, yaitu

perilaku social yang positif, konstruktif dan bermakna membantu.

Organ mendefiniskan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan

secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan bisa meningkatkan

fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat bahwa Organizational Citizenship

Behavior (OCB) ditemukan sebagai alternative penkelasan pada hipotesis

“kepuasan berdasarkan performance”.

Organ mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas

(discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan

dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan

fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut

tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan, yang secara jelas

dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan

personal (Podsakoff, dkk, 2000).

Page 90: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

86

Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB dapat mempengaruhi keefektifan

organisasi karena beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu

meningkatkan produktivitas rekan kerja. Kedua, OCB dapat membantu

meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga, OCB dapat membantu

mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan

produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan

sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan. Kelima,

OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas

koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.

Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan

dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa

organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB dapat

meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Dan terakhir, OCB dapat

meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-

perubahan lingkungan bisnisnya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational

Citizenship Behavior (OCB) merupakan :

1. Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa

terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi

2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan

tidak diperintah secara formal

3. Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra

peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam

bentuk uang.

Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diajukan

oleh Organ yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB (Allison, dkk,

2001) :

Page 91: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

87

1. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan

pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi

organisasional

2. Civic Virtue, menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap

fungsi-fungsi organisasi baik secara professional maupun social alamiah.

3. Conscinetiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang

melebihi standar minimum

4. Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan

dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.

5. Sportmanship, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu yang

merusak meskipun merasa jengkel.

Permasalahan utama yang muncul adalah bahwa penelitian di bidang ini

lebih lanjut hanya terfokus pada substantive validity, ketimbang construct

validity (Schwab, dalam Podsakoff, dkk, 2000). Karenanya, penelitian-penelitian

empiris di bidang ini lebih menekankan hubungan dan pengaruh OCB terhadap

konstruk-konstruk lainnya, ketimbang konseptualisasi dan pendefinisian konstruk

OCB itu sendiri.

Berkaitan dengan hal tersebut, operasionalisasi dimensi-dimensi OCB di

kalangan peneliti menjadi sangat beragam. Podsakoff dkk. (2000) misalnya,

mengajukan 5 dimensi OCB, yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship,

courtesy, dan civic virtue. Sementara Van Dyne dkk, (1994),

mengkonseptualisasikan 3 dimensi OCB yang diadopsi dari literatur-literatur

politik klasik dan modern, yaitu Obedience, loyalty, dan Participation.

Perbedaan konseptualisasi terhadap satu konstruk ini menurut Podsakoff

dkk. (2000), dapat menimbulkan bahaya-bahaya yang cukup serius, di antaranya

dapat mengakibatkan pertentangan-pertentangan konotasi konseptual bagi

orang-orang yang berbeda.

Page 92: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

88

Sementara, literatur-literatur OCB mengindikasikan bahwa dimensi-dimensi yang

berbeda-beda tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan konsep. Dengan kata

lain, terjadi pelabelan (penamaan) yang berbeda-beda terhadap dimensi yang

sama, yang pada gilirannya, mengakibatkan penggunaan-penggunaan ukuran

yang tumpang tindih.

2.5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OCB

Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan

lebih dari sekedar tugas biasa mereka yang yang akan memberikan kinerja yang

melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti sekarang ini, dimana

tugas semakin sering dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas sangatlah penting,

organisasi menjadi sangat membutuhkan karyawan yang mampu menampilkan

perilaku kewargaan organisasi yang baik, seperti membantu individu lain dalam

tim, memajukan diri untuk melakukan pekerjaan esktra, menghindari konflik

yang tidakperlu, menghormati semangat dan isi peraturan, serta dengan besar

hati mentoleransi kerugian dan gangguan terkait dengan pekerjaan yang terjadi.

Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi

organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau

meningkatnya OCB. Konovsky dan Organ, (1996); Organ et al, (2006); Organ dan

Ryan, (1995);. Podsakoff et al, (2000) mengkategorikan faktor yang

mempengaruhi OCB terdiri dari perbedaan individu; sikap pada pekerjaan sikap

dan variabel kontekstual.

1. Perbedaan individu termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu.

Beberapa perbedaan individu yang telah diperiksa sebagai prekursor

untuk OCB meliputi: kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan),

kemampuan, pengalaman, pelatihan, pengetahuan, ketidakpedulian

dengan penghargaan, dan kebutuhan untuk otonomi (Podsakoff et al.,

2000); Motivation (Folger, 1993), kepribadian (Smith et al., 1983; Van

Page 93: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

89

Dyne et al., 1994; Organ and Lingl, 1995; Holmes et al., 2002), kebutuhan

(Schnake, 1991), dan Nilai individu (Burton, 2003)

2. Sikap kerja adalah emosi dan kognisi yang berdasarkan persepsi individu

terhadap lingkungan kerja. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi

OCB antara lain : Komitmen organisasi (O’Reilly and Chatman, 1986;

Eisenberger et al., 1990; Organ, 1990; Truckenbrodt, 2000), persepsi

kepemimpinan dan dukungan organisasi, (Farh et al., 1990; Niehoff and

Moorman, 1993; Smith et al., 1983; Van Dyne et al., 1994; Podsakoff et

al., 2000), person organization fit (de Lara, 2008), Kepuasan kerja (Smith

et al., 1983; Bateman and Organ, 1983; Moorman, 1993; Murphy et al.,

2002), Psychological contract (Coyle-Shapiro, 2002; Turnley et al., 2003),

persepsi keadilan Perception of fairness (Moorman et al., 1993; Tepper

and Taylor, 2003) and justice and organizational justice (Moorman, 1991;

Sheppard et al., 1992; Eskew, 1993; Tansky, 1993; Skarlicki and Latham,

1996).

3. Faktor-faktor kontekstual adalah pengaruh eksternal yang berasal dari

pekerjaan, bekerja kelompok, organisasi, atau lingkungan. Variabel

Kontekstual meliputi: karakteristik tugas (Farh et al., 1990; Niehoff and

Moorman, 1993; Smith et al., 1983; Van Dyne et al., 1994), sikap pada

pekerjaan (Moorman, 1991; Niehoff and Moorman, 1993; Organ and

Ryan, 1995; Organ, 1988; Podsakoff et al., 1990; Podsakoff et al., 1993;

Schnake, 1991; Schnake et al., 1995; Smith et al., 1983), gaya

kepemimpinan (Podsakoff et al., 1990; Farh et al., 1990; Wayne and

Green, 1993; Podsakoff et al., 1996; Schnake et al., 1993; Truckenbrodt,

2000), Karakteristik kelompok, organisasi budaya organisasi (Organ et al,

2006. Podsakoff et al, 2000), profesionalisme (Cohen dan Kol, 2004), dan

Page 94: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

90

harapan peran sosial (Danzis dan Stode-Romero, 2009, dalam Mayfield

dan Taber, 2009).

2.6. HASIL EMPIRIK IMPLEMENTASI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA SERVICE QUALITY

Membangun sumber daya manusia yang tangguh merupakan tanggung

jawab besar yang tidak ada habisnya, mulai dari usia pra sekolah, sekolah dasar,

sekolah menengah, kemudian pendidikan tinggi level sarjana. Jenjang pendidikan

tinggi hingga level sarjana saja tidak cukup untuk dapat membuat sumber daya

manusia Indonesia mampu bersaing di era global (Ramli, 2008). Pendidikan

tersebut harus terus berlanjut hingga jenjang pendidikan pasca sarjana baik pada

level strata dua (magister) hingga strata tiga (doktoral). Sampai pada tingkatan

strata tiga, pendidikan tinggi telah memegang tiga level strata pendidikan

penting dari seluruh proses pendidikan sumber daya manusia di Indonesia. Dari

seluruh proses penciptaan sumber daya manusia tersebut andil perguruan tinggi

sangat besar.

Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sampai

dengan Agustus 2007 menyatakan ada 2320 Perguruan Tinggi di seluruh

Indonesia yang terbagi menjadi 2238 PTS dan 82 PTN. Sementara dari data

Kopertis VII di Jawa Timur sendiri terdapat 262 Perguruan Tinggi yang terdiri dari

50 Akademi, 13 Institut, 7 Politeknik, 122 Sekolah Tinggi, dan 70 Universitas.

Data tersebut menunjukkan bahwa sektor jasa dalam bidang

penyelenggaraan pendidikan tinggi berada pada tingkat persaingan yang cukup

ketat. Pihak penyelenggara menghadapi tantangan untuk dapat bertahan dalam

persaingan serta dapat mengembangkan pasarnya. Bagaimana mereka

menciptakan suatu sistem internal yang solid serta bagaimana mereka

memperlakukan setiap pelanggannya (mahasiswa) untuk dapat mencapai tingkat

kepuasan yang memberikan potensi terhadap pengembangan organisasi yang

secara keseluruhan.

Page 95: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

91

Ada dua unsur penting penyedia jasa yang menjadi ujung tombak bagi

industri jasa pendidikan untuk dapat memberikan pelayanan jasa yang prima

yaitu pertama adalah tenaga edukasi dan kedua adalah tenaga administrasi.

Meningkatkan kualitas tenaga edukasi adalah suatu keniscayaan bagi industri

perguruan tinggi untuk dapat bersaing dan direspon oleh pasar (Prabasmoro,

2008).

Ujung tombak kedua adalah tenaga administrasi atau tata usaha, dimana

tenaga administrasi memegang peranan kunci dalam proses pelayanan pada

mahasiswa. Misal dalam proses pengurusan kartu tanda mahasiswa (KTM), kartu

rencana studi (KRS), kartu hasil studi (KHS) dan proses-proses lain yang

berhubungan dengan administrasi perkuliahan. Kualitas layanan (service quality)

dari tenaga administrasi akan sangat mempengaruhi kepuasan dari mahasiswa.

Layanan yang baik akan meningkatkan kepuasan dan mempengaruhi tingkat

competitive advantage perguruan tinggi untuk dapat memenangkan persaingan.

Adalah sebuah keharusan bagi pelaku industri jasa perguruan tinggi untuk dapat

menjamin service quality yang baik dalam persaingan dengan penyedia jasa

lainnya (Yap and Sweeney, 2007).

Banyak factor untuk mencapai service quality yang baik bagi penyedia

jasa adalah dengan menumbuhkan ketulusan, perasaan senang hati dan

timbulnya suatu budaya dimana karyawan akan bekerja sama saling tolong

menolong demi memberikan yang terbaik kepada pelanggan. (Olorunniwo, et al.,

2006). Sikap perilaku karyawan yang dilakukan dengan sukarela, tulus, senang

hati tanpa harus diperintah dan dikendalikan oleh perusahaan dalam

memberikan pelayanan dengan baik yang menurut Organ et al. (2006) dikenal

dengan istilah organizational citizenship behavior (OCB).

Banyak penelitian yang telah membahas tentang pentingnya hubungan

antara OCB terhadap service quality antara lain: penelitian Bienstock, et al.

(2003), Yoon and Suh (2003) , Hui et.al. (2001), Bell (2004), Castro et al. (2004);

menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara OCB dengan service quality. Inti

Page 96: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

92

dasar dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor yang dapat

mendukung untuk karyawan melakukan service quality yang baik adalah dengan

mempunyai perilaku OCB.

Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi

organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau

meningkatnya OCB. Menurut Siders et.al. (2001) meningkatnya perilaku OCB

dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri

karyawan (internal) seperti moral, rasa puas, sikap positif, dsb sedangkan faktor

yang berasal dari luar karyawan (eksternal) seperti sistem manajemen, sistem

kepeminpinan, budaya perusahaan.

Ada tiga faktor internal penting yang mempengaruhi OCB yaitu moral

karyawan, Organ and Ryan, (1995), Jaqueline (2002); komitmen karyawan

Podsakof (1996) dalam Organ et al. (2006), Yan Dyne & Ang (1998); serta

motivasi, (Bienstock, et al., 2003), Jones dan Schaubroeck (2004). Penelitian ini

akan berusaha menjawab masalah faktor yang mendorong karyawan melakukan

pelayanan dengan focus pada tiga aspek yaitu moral, komitmen dan motivasi

sebagai variabel eksogen yang berpengaruh pada OCB sebagai variabel endogen.

Penggabungan semua variabel tersebut merupakan gabungan dari beberapa

disiplin ilmu baik dalam bidang sumber daya manusia, marketing dan variabel

filsafat perilaku yaitu moral.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah,

maka rumusan penelitian ini ditetapkan sebagai berikut Apakah moral,

komitmen, dan motivasi karyawan berpengaruh positif terhadap Organizational

Citizenship Behavior? dan kemudian apakah Organizational Citizenship Behavior

berpengaruh positif terhadap kualitas jasa ?

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya,

maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh moral, komitmen,

dan motivasi karyawan terhadap Organizational Citizenship Behavior. Kemudian

Page 97: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

93

dilanjutkan dengan mengkaji pengaruh Organizational Citizenship Behavior

terhadap kualitas jasa.

Pengertian moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang berarti

kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral memuat ajaran atau ketentuan baik dan

buruk suatu tindakan ya dilakukan dengan sengaja. Dapat diartikan bahwa moral

merupakan kewajiban-kewajiban susila seseorang terhadap masyarakat atau

dalam konteks penelitian ini terhdap organisasi. Sasaran dari moral adalah

keserasian atau keselarasan perbuatan-perbuatan manusia dengan aturan-

aturan yang mengenai perbuatan-perbuatan manusia itu sendiri (Salam, 2000).

Ada dua perbedaan mendasar antara penerapan moralitas dari dua aliran

utama, yaitu moralitas teoritis dan moralitas terapan. Tujuan moralitas teoritis

adalah untuk menyusun hukum umum moralitas, sedangkan moralitas terapan

bertujuan untuk menyelidiki bagaimana hukum tersebut diterapkan pada situasi

umum yang beragam yang ditemukan dalam hidup. (Abdullah, 1986:150).

Menurut Salam (2000:47) terdapat tiga unsur dari tanggung jawab moral

yaitu:

1. Kesadaran

Sadar berarti mengerti, mengetahui, dapat memperhitungkan arti guna

sampai pada soal akibat dari suatu dari perbuatan atau pekerjaan yang

dihadapi. Seseorang dapat dikatakan sadar bila ia sadar sepenuhnya tentang

perbuatannya.

2. Kecintaan

Rasa cinta atau suka menimbulkan kepatuhan, kerelaan dan kesediaan untuk

berkorban. Bila tidak ada kesadaran maka tidak mungkin seseorang memilih

kecintaan.

3. Keberanian

Perasaan berani dalam konteks ini adalah perasaan yang didorong oleh rasa

iklhas tanpa ada perasaan ragu-ragu dan takut terhadap segala macam

rintangan yang timbul.

Page 98: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

94

Menurut Stevens et al. (1978 dalam Morris, 2004) konsep komitmen

organisasi dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu pendekatan pertukaran

dan pendekatan psikologi. Pendekatan pertukaran memiliki beberapa

kelemahan yaitu pengukuran komitmen karyawan diukur dari keinginannya

untuk meninggalkan perusahaan dan bekerja pada perusahaan lainnya.

Kelemahan kedua yaitu pendekatan transaksi ini kurangnya dasar bukti-bukti

empirik karena selama ini penelitian lebih difokuskan pada pencarian

anteseden variabel ini.

Pendekatan psikologi dikonsepkan perrtama kali oleh Porter dan Smith.

Menurut Porter dan Smith, komitmen adalah orientasi aktif dan positif

terhadap organisasi. Berdasarkan pendapat ini komitmen meliputi 3 komponen

orientasi yaitu identifikasi tujuan dan nilai-nilai organsasi, keterlibatan yang

tinggi dalam lingkungan kerja dan kesetiaan pada organisasi. Meyer and Allen

(1997) membagi komitmen menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Komitmen afektif

Komitmen afektif mengacu pada emosi yang melekat pada dairi karyawan

untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi. Karyawan

dengan komitmen afektif yang kuat cenderung secara terus menerus akan

setia pada organisasi karena memang begitu keinginan mereka yang

sebenarnya ada dalam hati mereka.

2. Komitmen normatif

Komitmen normatif mengacu pada refleksi perasaannya akan kewajibannya

untuk menjadi karyawan perusahaan. Karyawan dengan komitmen normatif

yang tinggi merasa bahwa mereka memang seharusnya tetap bekerja pada

organisasi tempat mereka bekerja sekarang.

3. Komitmen berkelanjutan

Komitmen yang berkelanjutan mengacu kepada kesadaran karyawan yang

berkaitan dengan akibat meninggalkan organisasi.

Page 99: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

95

Lebih lanjut, motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk

beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan

penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan

yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dengan demikian,

motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang

melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

Robbins (2001:162) mengatakan bahwa teori kebutuhan Mc Clelland

terfokus pada tiga kebutuhan yaitu:

1. Kebutuhan akan prestasi: Dorongan untuk mengungguli, berprestasi

sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

2. Kebutuhan akan kekuasaan: Kebutuhan untuk membuat orang lain

berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan

berperilaku demikian.

3. Kebutuhan akan afiliasi: Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah

dan akrab.

Definisi ditawarkan oleh Organ (1999), organizational citizenship behavior

merupakan perilaku karyawan perusahaan yang ditujukan untuk meningkatkan

efektifitas kinerja perusahaan tanpa mengabaikan tujuan produktifitas

individual karyawan.

Dimensi OCB menurut Organ et al. (2006) adalah sebagai berikut :

a. Altruism

Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami

kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam

organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada

memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang

ditanggungnya.

Page 100: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

96

b. Conscientiousness

Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan

perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas

karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari

panggilan tugas

c. Sportmanship

Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal

dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang yang

mempunyai tingkatan yang tinggi dalam spotmanship akan meningkatkan

iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja

sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang

lebih menyenangkan.

d. Courtessy

Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah –

masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang

yang menghargai dan memperhatikan orang lain.

e. Civic Virtue

Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi

(mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk

merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur – prosedur organisasi

dapat diperbaiki, dan melindungi sumber – sumber yang dimiliki oleh

organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan

organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang

ditekuni.

Payne (1993:6) dan Kotler (2000) berpendapat bahwa jasa adalah suatu

aktivitas yang memiliki elemen tidak berwujud (intangibility), dan melibatkan

interaksi antara konsumen atau properti milik konsumen, dan tidak

menghasilkan perpindahan kepemilikan.

Page 101: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

97

Menurut Zeithaml (dalam Gaspersz, 1997:15) yang termasuk dalam

atribut-atribut kualitas jasa adalah :

1. Responsiveness

Atribut ini mengacu pada daya tanggap konsumen. Seringkali atribut ini

berkaitan erat dengan tanggung jawab dan keinginan karyawan dalam

upaya penyampaian jasa yang baik serta membantu pelanggan yang

menghadapi kesulitan berkaitan dengan jasa yang dikonsumsi tersebut.

2. Tangibles

Atribut ini berkaitan erat dengan elemen fisik atau produk fisik yang

memfasilitasi penyampaian jasa. Termasuk dalam atribut ini adalah,

peralatan, seragam karyawan, fasilitas fisik lainnya.

3. Assurance

Atribut ini mengacu pada kepastian artinya seberapa besar penyedia jasa

mampu menumbuhkan rasa percaya dan yakin pelanggan akan kualitas

jasanya.

4. Reliability

Atribut ini mengacu pada kemampuan penyedia jasa dalam

menyampaikan jasa yang dijanjikannya secara akurat dan minim dari

kesalahan-kesalahan.

5. Emphaty

Atribut ini berhubungan erat dengan hubungan karyawan dan pelanggan.

Sejauh mana karyawan perhatian dan peduli pada pelanggan perusahaan.

Page 102: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

98

BAB III

KINERJA DAN PENILAIAN KINERJA

Perusahaan dapat berkembang merupakan keinginan setiap individu yang

berada di dalam perusahaan tersebut, sehingga diharapkan dengan perkembangan

tersebut perusahaan mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Karena itu

tujuan yang diharapkan oleh perusahaan dapat tercapai dengan baik. Kemajuan

perusahaan dipengaruhi oleh faktor faktor lingkungan yang bersifat internal dan

eksternal. Sejauhmana tujuan perusahaan telah tercapai dapat dilihat dari seberapa

besar perusahaan memenuhi tuntutan lingkungannya. Memenuhi tuntutan

lingkungan berarti dapat memanfaatkan kesempatan dan atau mengatasi tantangan

atau ancaman dari lingkungan perusahaan tersebut. Perusahaan harus mampu

melakukan berbagai kegiatan dalam rangka menghadapi atau memenuhi tuntutan

dan perubahan perubahan di lingkungan perusahaan.

Pembinaan dan pengembangan karyawan baru ataupun lama dalam

perusahaan adalah salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan

perubahan dengan perkembangan karyawan. Karena itu perlu dilakukan penilaian

atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh karyawan atau disebut dengan

penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja.

Prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari

masing-masing individu. Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal,

perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada saat yang sama

pekerja memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi

tindakan tindakan mereka pada masa yang akan datang, oleh karena itu, penilaian

seharusnya menggambarkan kinerja karyawan.

Hasil penilaian kinerja dapat menunjukan apakah SDM telah memenuhi

tuntutan yang dikehendaki perusahaan, baik dilihat dari sisi kualitas maupun

kuantitas. Informasi dalam penilaian kinerja karyawan merupakan refleksi dari

berkembang atau tidaknya perusahaan.

Bagi perusahaan, penilaian kinerja karyawan merupakan salah satu tugas

manajer yang penting dalam perusahaan. Diakui bahwa banyak kesulitan

penilaian kinerja yang dialami dalam menangani secara memadai, karena tidak

Page 103: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

99

mudah untuk menilai kinerja seorang karyawan secara akurat. Sifat maupun cara

penilaian kinerja terhadap karyawan banyak tergantung pada bagaimana SDM

dipandang dan diperlakukan di dalam perusahaan tersebut. Jika perusahaan hanya

berpegang pada asumsi bahwa orang tidak akan bekerja kecuali jika mereka

diawasi dan dikendalika dengan ketat, ia cenderung menerapkan cara penilaian

yang bersifat rahasia. Dan biasanya penilaian bersifat tidak obyektif. Oleh karena

itu, laporan tentang kinerja karyawan merupakan laporan yang bersifat rahasia

pula. Sebalikya jika perusahaan mempunyai pandangan bahwa setiap individu

akan bekerja sesuai dengan potensinya dan kekuatan-kekuatannya dan bahwa

kemampuan-kemampuan manusia dapat ditambah/ dikembangkan, perusahaan

akan mengusahakan suatu sistem penilaian yang berusaha mengenali,

memperjelas, mengembangkan dan memanfaatkan potensi dan kemampuan

kemampuan para karyawan.

Pada umumnya sistem penilaian kinerja karyawab masih digunakan sebagai

instrumen untuk mengendalikan perilaku karyawan, membuat keputusan-

keputusan yang berkaitan dengan kenaikan gaji, pemberian bonus, promosi dan

penempatan karyawan pada posisi yang sesuai serta mengetahui kebutuhan

pelatihan dan pengembangan karyawan yang bersangkutan. Pemahaman seperti

diatas kurang sehat bila dilihat pelaksanaannya yang bersifat sepihak rahasia dan

kurangbersifat menegmbangkan. Seharusnya penilaian kinerja tidak saja

mengevaluasi kinerja karyawan, tetapi juga mengembangkan dan memotivasi

karyawan. Sebaiknya karyawan yang dinilai harus mengetahui bidang prestasi

yang dinilai, diberi kesempatan untuk menilai dirinya sendiri. Bahkan

mempertemukan hasil penilaiannya itu dengan penyeliannya. Di sini terjadi proses

tawar menawar dan komunikasi kedua belajh pihak untuk mencapai saling

keterbukaan dan saling pengertian bidang-bidang yang sudah cukup dan bidang-

bidang yang masih perlu dikembangkan.

3.1. PENGERTIAN PENILAIAN KINERJA

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk

menyelesaikam tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya. Memilki drajat

kesediaaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesedian dan keterampilan

seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman

Page 104: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

100

yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi

kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja

karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk

mencapai tujuannya.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan

adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilaian

kinerja adalah kecakapan, kemampuan karyawab dalam melaksanakan suatu pekerjaan

atau tugas yang dievaluasi dengan menggunkan tolak ukur tertentu secara objektif dan

dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja perusahaan yang

dicerminkan oleh kinerja karyawan atau dengan kata lain, kinerja merupakan hasil kerja

konkret yang dapat diamati dan dapat diukur.

Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang

digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan

pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidak hadiran. Dengan demikian,

penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung

jawabnya. Di dalam dunia usaha yang berkompetisi secara global, perusahaan

memerlukan kinerja tinggi. Pada saat yang bersamaan, karyawan memerlukan umpan

balik atas hasil kerja mereka sebagai panduan bagi perilaku mereka di masa yang akan

datang. Para pekerja juga ingin mendapatkan umpan balik bersifat positif atas berbagai

hal yang telah mereka lakukan dengan baik, walupun kenyataannya hasil penilaian

prestasi tersebut masih lebih banyak berupa koreksi / kritik.

Dalam praktiknya, istilah penilaian kinerja ( performance appraisal dan evaluasi

kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan

karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Penilaian kinerja digunakan

perusahaan untuk menilai kinerja karyawan atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.

Penilaian kinerja dilakukan dengan benar akan bermanfaat bagi karyawan, manager

departemen SDM, dan pada kahirnya bagi perusahaan sendiri, dalam praktiknya penilaian

kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada di dalam perusahaan, disamping faktor

lain di luar perusahaan.

Apabila penilaian kinerja dilakukan dengan benar, para karyawan, ara penyelia,

departemen SDM dan akhirnya perusahaan akan diuntungkan dengan adanya kepastian

bahwa upaya upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategi perusahaan.

Page 105: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

101

Selain itu, penilaian kinerja diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk

mengendalikan karyawan. Perlu kita ketahui sebagai karyawan, mereka menginginkan

adanya kesempatan promosi, memperoleh kenaikan gaji, upah, insentif, kompensasi, juga

menginginkan terciptanya lingkungan kerja yang baik, menginginkan ditempatkan pada

posisi yang prestise, ingin mutasi ketempat-tempat pilihan mereka serta menginginkan

pekerjaan-pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan sebesar-besarnya, dan seterusnya.

Oleh karena itu, apabila orang akan memperoleh apa yang diinginkan, orang tersebut

harus memberikan apa yang diinginkan oleh atasan mereka atau perusahaan mereka.

Dari beberapa pengertian diatas terdapat perbedaan mendasar tentang penilaian

kinerja. Ada pengertian yang mengatakan memposisikan karyawan pada pihak subordinat

dan dikendalikan, sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan dianggap sebagai faktor

produksi yang harus dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan pada pengertian bahwa

karyawan sebagai aset utama perusahaan, karyawan harus dipelihara dengan baik dan

diberi kesempatan berkembang.

Sebagai karyawan tentunya menginginkan adanya umpan balik mengenai prestasi

mereka sebagai suatu tuntutan untuk perilaku di kemudian hari. Tuntutan ini terutama

diinginkan oleh para karyawan baru yang sedang berusaha memahami tugas dan

melaksanakan kewajiban dilingkungan kerja mereka. Sementara itu para supervisor atau

manager memerlukan penilaian prestasi kerja untuk menentukan apa yang harus

dilakukan. Kinerja karyawan merekan bandingkan dengan standar-standar yang telah

ditentukan sehingga dengan demikian mereka dapat menuntut hasil – hasil yang

diinginkan serta mengambil tindakan –tindakan korektif terhadap kinerja yang kurang.

Instrumen penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview kinerja, peringkat

kinerja, penilaian kinerja, penilaian karyawan dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga

dapat diketahui mana karyawan yang mampu melaksanakan pekerjaan secara baik,

efesien, efektif dan produktif sesuai dengan tujuan perusahaan.

Sementara itu , departmen SDM dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari

penilaian kinerja karyawan. Pola yang dapat dilihat dari hasil hasil penilaian kinerja

memberikan umpan balik tentang keberhasilan rekruitmen, seleksi karyawan, penempatan

karyawan, pelatihan dan lain-lain yang berkaitan dengan kegiatan SDM. Penilaian-

penilaian informal sehari-hari yang dilakukan para supervisor atau manager atas

karyawan karyawan mereka biasanya belum cukup, sehingga mereka memerlukan

penilaian-penilaian yang formal dan sistematis untuk dapat membantu para manager atau

Page 106: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

102

departmen SDM mengambil keputusan untuk penggajian, upah,penempatan karyawan,

dan keputusan lainnya.

Sebagai contoh hasil studi terhadap 115 perusahaan di jakarta, sebanyak

85% menggunakan penilaian formal untuk memabantu proses :

- Peningkatan kinerja 77,7%

- Umpan balik 85,0%

- Keputusan penempatan 33,7%

- Mengukur potensi 57,4%

- Kenaikan gaji 90,1%

- Dokumentasi 30,2%

3.2. TUJUAN PENILAIAN KINERJA

Suatu peruhaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan

pokok, yaitu : (1) manager memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja

karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang

SDM di masa yang akan datang; dan (2) manager memerlukan alat yang

memungkinkan untuk membantu karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan

pekerjaaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan

karier dan memperkuat kualitas hubungan antar manager yang bersangkutan

dengan karyawannya.

Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk :

1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi : (a) identifikasi kebutuhan

pelatihan, (b) umpan balik kinerja, (c) menentukan transfer dan penugasan,

dan (d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.

2. Pengambilan keputusan administratif , yang meliputi : (a) keputusan untuk

menentukan gaji,promosm mempertahankan atau memberhentikan

karyawan, (b) pengakuan kinerja karyawan, (c) pemutusan hubungan kerja

dan 9d0 mengidentifikasi yang buruk.

3. Keperluan perusahaan, yang meliputi : (a) perencanaan SDM,

memnentukan kebutuhan pelatihan, (c) evaluasi pencapaian tujuan

perusahaan, (d) informasi untuk identifikasi tujuan, (e) evaluasi terhadap

Page 107: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

103

sistem SDM, dan (f) penguatan terhadap kebutuhan pengembangan

perusahaan.

4. Dokumentasi, yang meliputi : (a) kriteria untuk validasi penelitian, (b)

dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan (c) membantu untuk

memenuhi persyaratan hukum.

Berdasarkan uraian diatas, tujuan penilaian kerja atau prestasi kinerja

karyawan pada dasarnya meliputi :

1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selam ini

2. Pemberian imbalan yang searasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji

berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.

3. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan

4. Untuk pembela antar karyawan yang satu dengan yang lain

5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam:

a. Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi

pekerjaan

b. Promosi, kenaikan jabatan

c. Training atau pelatihan

6. Meningkatkan motivasi kerja.

7. Meningkatkan etos kerja

8. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi

tentang kemajuan kerja mereka

9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk

memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier

selanjutnya.

10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan / efektifitas.

11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan

keputusan perencanaan suksesi

12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk

mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

13. Sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan gaji-upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.

Page 108: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

104

14. Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi

maupun pekerjaan

15. Sebagi alat untuk menjaga tingkat kinerja

16. Sebagai alatuntuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil

inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja

17. Untuk mengethui efektifitas kebijakan SDM seperti seleksi, rekruitmen,

pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling

ketergantungan si antara fungsi-fungsi SDM

18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja

menjadi baik

19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan

20. Pemutusan hubungan kerja, pemeberian sangsi ataupun hadiah.

Pada dasarnya dari sisi praktiknya yang lazim dilakukan di setiap

perusahaan tujuan penilaian kinerja karyawan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu

Praktiknya masih banyak perusahaan yangmenerapkan penilaian kinerja

yang berorientasi pada masa lampau, hall ini disebabkan kurangnya

pengertian tentang manfaat penilaian kinerja sebagai sarana untuk

menhgetahui potensi karyawan. Tujuan penilaian kinerja yang berorientasi

pada masa lalu ini adalah :

a. Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai

instrumen untuk memberikan ganjaran, hukuman, dan ancaman.

b. Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi

c. Menempatkan karyawana gar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu.

2. Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan apabila dirancang

secara tepat sistem penilaian ini dapat :

a. Membantu tiap karyawan untuk semakin banyak mengerti tentang

perannya dan mengetahui secara jelas fungsi fungsinya

b. Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan mengerti

kekuatan – kekuatan dan kelemahan-kelemahan sendiri yang

dikakitkan denga peran fungsi dalam perusahaan.

Page 109: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

105

c. Menambahkan adanya kebersamaan antara masing masingkaryawan

dengan penyelia sehiangga tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan

merasa senang bekerja sekaligus mau membrikan kontribusi sebanyak

banyaknya pada prusahaan.

d. Merupakan instrumen untuk memberikan peluang bagi karyawan

untuk mawas diri dan evaluasi diri serta menetapkan sasaran pribadi

sehingga terjadi pengembangan yang direncanakan dan dimonitori

sendiri.

e. Membantu mepersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada

jenjang yang lebih tinggi dengan cara terus menerus meningkatkan

perilaku dan kualitas bagi posis – posisi yang tingktnya lebih tinggi.

f. Membantu dalam berbagai keputusan SDM dengan memberikan data

tiap karyawan secara berkala.

3.3. KRITERIA PENYELIA (PENILAI)

1. Yang dapat berfungsi sebagai penilai dalam penilaian kinerja ialah :

a. Atasan (atasan langsung, atasan tidak langsung)

b. Bawahan langsung (jika karyawan yang dinilai mempunyai bawahan

langsung)

2. Pada umumnya karyawan hanya dinilai oleh atasannya (baik oleh atasan

langsung maupun tidak langsung). Penilaian oleh rekan dan oleh bawahan

hampir tidak pernah dilaksanakan kecuali untuk keperluan riset.

3. Karyawan berada dalam keadaan yang sangat tergantung kepada

atasannya, jika penilaian kinerja hanya dilakukan oleh atasan langsungnya.

Atasan dapat berlaku seolah-olah sebagai dewa yang menentukan nasib

karyawannya.

4. Untuk menghindari atau meringankan keadaan ketergantungan tersebut

dilakukan beberapa usaha lain dengan mengadakan penilaian kinerja yang

terbuka (penilaian atasan dibicarakan dengan karyawan yang dinilai) atau

dengan menambah jumlah atasan yang menilai kinerja karyawan (biasanya

atasan dari atasan langsung berfungsi sebagai penilai kedua)

Page 110: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

106

3.4. KEGUNAAN PENILAIAN KINERJA

Kegunaan penilaian kinerja ditinjau dari berbagai prespektif pengembangan

perusahaan, khususnya menajemen SDM yaitu :

Dokumentasi, untuk memperoleh data yang pasti, sistematik, dam faktual

dalam penentuan nilai suatu pekerjaan.

1. Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang

objektif dan rasional degan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan

karyawan.

2. Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan yang bermanfaat bagi

karyawan, manager dan spesalis personil dalam bentuk kegiatan untuk

meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan

3. Penyesuaian kompensasi. Penilaian kinerja membantu pengambil

keputusan dalam penyesuaian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu

dinaikkan upahnya-bonus atau kompensasi lainnya. Banyak perusahaan

mengabulkan sebagian atau semua dari bonus dan peningkatan upah

mereka atas penilaian kinerja.

4. Keputusan penempatan. Membantu dalam promosi, keputusan

penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya

didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi

adalah penghargaan untuk kerja yang lalu.

5. Pelatihan dan pengembangan. Kinerja buruk mengindikasikan adanya

suatu kebutuhan untuk latihan. Demikain juga, kinerja baik dapat

mencerminkan adanya potensi yangbelum digunakan dan harus

dikembangkan

6. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penilaian kinerja

dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan

karier karyawan, penyusunan program pengembangan karier yang tepat

dapat menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan

perusahaan.

7. Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan

kekuatan atau kelemahan dalam prosedur staffing depatmen SDM

Page 111: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

107

8. Defisiensi proses penempatan karyawan. Prestasi kerja yang baik atau

jelek mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur

penempatan karyawan di depatmen SDM

9. Ketidak akuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan

di dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem

informasi manajeman SDM. Pemakaian informasi yang tidak akurat dapat

mengakibatkan proses rekruitmen, pelatihan atau pengambilan keputusan

tidak sesuai.

10. Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin

merupakan suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat.

Melalui penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan ini.

Artinya, jika uraian pekerjaan tidak tepat, apalagi tidak lengkap,

wewenang dan tanggungjawab tidak seimbang, jalur pertanggung jawaban

kabur dan berbagai kelemahan lainnya akan berakibat pada prestasi kerja

yangkurang memuaskan.

11. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kerja yang akurat terkait dengan

pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak

bersifat diskriminatif.

12. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja

diperngaruhi oleh faktor di luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga,

keuangan, kesehatan atau hal lain seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak

dapat diatasi karyawan bersangkutan, departemen SDM mengkin mampu

menyediakan bantuan.

13. Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja. Departemen SDM

biasanya mengembangkan penilaian kinerja bagi karyawan di semua

departemen. Elemen elemen pokok sistem penilaian ini mencangkup

kriteria yang ada hubungan dengan pelaksanaan kerja dan ukuran-ukuran

kriteria.

14. Umpan balik ke SDM. Kinerja baik atau jelek di seluruh perusahaan,

mengindikasikan seberapa baik departmen SDM berfungsi. Perusahaan

tidak cukup hanya mempunyai sistem penilaian ; tetapi sistem tersebut

harus efektif, diterima dan dapat digunakan denganbaik. Dengan kondisi

Page 112: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

108

seperti itu, penilaian kinerja dapat mengidentifikasi apa yang diperlukan

untuk meningkatkan kualitas SDM yang berhubungan dengan, analisis

pekerjaan dan desain, perencanaan SDM, struktur karyawan, orientasi dan

penempatan, pelatihan dan pengembangan perencanaan karier.

3.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT DALAM PENILAIAN

KINERJA

Penyelia sering tidak berhasil untuk meredam emosi dalam menilai

prestasi kerja karyawan, hal ni menyebabkan penilaian menjadi bias. Bias

adalah distorsi pengukuran yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai

akibat ukuran-ukuran yang digunakan bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias

yang umum terjadi adalah :

1. Kendala hukum / legal

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal.

Apapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM

harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan

penempatan mungkin ditentang sebab melanggar hukum ketenagakerjaan

atau hukum lainnya. Keputusan yang tidak tepat mungkin dapat terjadi

kasus pemecatan yang diakibatkan kelalaian. Kelalaian juga dapat muncul

ketika keputusan pemberhentian sementara, penurunan pangkat atau

kegagalan dalam promosi. Oleh karena itu, setiap keputusan hendaknya

objektif dan sesuai dengan hukum. Setiap terjadi kesalahan dalam

pengambilan keputusan yang berdampak pada aspek hukum dapat

berakibat negatif bagi perusahaan, sehingga kemungkinan banyak

karyawan melakukan penuntutan perkara terkait dengan hasil penilaian

kinerja. Diantaranya, seperti perbedaan jenis kelamin, ras bangsa dan

diskriminasi umur dalam pemutusan hubungan kerja, promosi, dan

pemberhentian sementara.

2. Bias oleh penilaian (penyelia)

Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang

terjadinya bias. Bentujk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah :

a. Hallo effect. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai

(penyelia) mempengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif

Page 113: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

109

maupun negatif. Sebagai contoh seorang penilai bisa saja secara

pribadi tidak menyenangi karyawan tertentu, terlepas dari faktor-faktor

penyebab ketidak senangannya itu. dalam hal demikian, kecendrungan

penilai adalah membarikan penilaian negatif terhadap orang yang tidak

disenanginya itu, padahal sebenarnya apabila dinilai secara objektif ,

karyawan yang dinilai seharusnya memperoleh penilaian positif.

Sebaliknya juga tidak mustahil terjadi. Seorang bawahan yang secara

pribadi disenangi oleh penilai memperoleh penilaian positif meskipun

sesungguhnya prestasi kerjanya rendah.

Sebaliknya jika seorang penyelia menyukai seorang karyawan, sifat

tersbut dapat mempengaruhi penilaian kinerja karyawan yang sedang

dinilai. Masalah ini dapat meingankan atau memberatkan ketika

penilai harus menilai kepribadian teman mereka, atau orang –orang

yang tidak disukainya.

b. Kesalahan kecenderungan terpusat. Beberpaa penilai tidak suka

menempatkan karyawan ke posisi ekstrim dalam arti ada karyawan

yang dinilai sangat positif atau sangat negatif. Penilaian demikian

sering dihindari karena penilai harus menjelaskan kepada departemen

SDM mengenai alasan dari penilaian seperti itu. Artinya, agar tidak

harus menjelaskan sistem peringkat yang digunakannya, para penilai

cenderung mengambil jalan tengah, yaitu dengan memberikan nilai

yang agak merata bagi para karyawan yang dinilainya. Dapat

dipastikan bahwa cara penilaian demikian sangat tidak objektif, karena

yang berprestasi tinggi akan merasa diperlakukan tidak adil dan

dirugikan, sedangkan yang berprestasi rendah memperoleh

penghargaan yang tidak wajar.

c. Bias ini Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras. Bias karena terlalu

lunak terjadi ketikan penilai cenderung begitu mudah dalam

mnegevaluasi kinerja karyawan. Penilai melihat semua kinerja

karyawannya bagus dan menilai dengan baik. Bias karena terlalu keras

adalah kebalikannya, diakibatkan oleh penilai yang terlalu ketat dalam

mengevaluasi mereka. Kadang-kadang bias ini disebabkan penilai

Page 114: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

110

ingin orang lain untuk berpikir bahwa dia adalah seorang “hakim” bagi

penilaian kinerja. Sifat terlalu dan bersikap terlalu kers biasanya terjadi

jika standar kinerja yang digunakan tidak jelas.

d. Bias karena penyimpangan lintas budaya. Setiap penilai mempunyai

harapan tentang tingkah laku manusia yang didasarkan pada kulturnya.

Ketika seorang penilai diharuskan untuk menilai dari karyawan yang

berbeda kulturnya, mereka mungkin menerapkan budayanya terhadap

karyawan tersebut. Sebagai contoh, umumnya masyarakat di asia

memperlakukan orang yang lebih tua dengan rasa hormat lebih besar

dan mendapatkan penghargaan lebih tinggi dibandingkan kultur

budaya barat. Jika seorang pekerja muda diminta untuk menilai

bawahannya yang lebih tua, nilai budaya hormat dan harga diri

mungkin menimbulkan bias pnilaian. Dengan keanekaragaman budaya

yang lebih besar dan mobilitas karyawan ke berbagai negara

(internasional), sumber potensial penyimpangan ini menjadi lebih

besar.

e. Prasangka pribadi. Sikap tidak suka seorang penilai terhadap

sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang

karyawan. Misalnya, seorang penyelia memberikan nilai yang rendah

kepada karyawan wanita yang ternyata berprestai dalam melaksanakan

pekerjaan tertentu yang secara tradisionaldipandang sebagai pkerjaan

pria. Atau seorang yang meskipun prestasi kerjanyasangat memuaskan,

mendapat penilaian negatif hanya karna karyawan yang bersangkutan

berprilaku yang berbeda dari prilaku yang dibenarkan oleh kultur

dimana penyelia dibesarkan. Misalnya, karyawan “A” yang berasal

dari daerah tertentu dimana sikap terus terang dibenarkan oleh kultur

sosial dinilai negatif oleh penyelia “B” yang kebetulan berasal dari

masyarakat dimana sikap terus terang dipandang sebagai sikap kurang

baik.

Meskipun demikian, spesialis SDM perlu memberi perlu memberi

perhatian dalam membuat pola tanpa adanya unsr prasangka.

Page 115: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

111

Prasangka akan mengabaikan penilaian efektif dan dapat melanggar

hukum anti diskriminasi.

f. Pengaruh kesan terakhir. Ketika penilai diharuskan menilai kinerja

karyawan pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempersiapkan

dengan tindakan karyawan pada saat ini yang sebetulnya tidak

berhubungan dengan kinerja masa lalu. Jadi kinerja karyawan dinilai

berdasarkan penampilan karyawan saat sekarang yang masih diingat

oleh penilai.

3. Mengurangi bias penilaian

Bias penilaian dapat dikurangi melalui standar penilaian dinyatakan

secara jelas, pelatihan, umpan balikm dan pemilihan teknik penilaian

kinerja yang sesuai. Pelatihan untuk penilai perlu melibatkan tiga hal

berikut :

a. Penyimpangan dan penyebab mereka harus diterangkan

b. Peran penilaian kinerja dalam pengambilan keputusan terhadap

karyawan harus diterangkan untuk menjaga kenetralan dan objektifitas.

c. Dengan bantuan departmen SDM menemukan dan menggunakan

teknik penilaian yang dipandang paling tepat, baik yang berorientasi

pada prestasi kerja dimasa lalu maupun yang ditujukan kepada

kepentingan perusahaan di masa depan. Jika ukuran subjektif

digunakan, para penilai harus menggunakannya sebagai bagian dari

pelatihan mereka. Sebagai contoh, peletihan di ruang kelas di mana

pelatih memper tunjukan kepada para pekerja dan situasinya melalui

monitor video, sehingga kesalahan dalam melakukan penilaian dapat

segera dikoreksi, hal ini sebagai pelatihan bagi para penilai.

Selain faktor-faktor diatas yang menyebabkan terjadinya bias dalam

penilaian kinerja, dalam praktikanya pendekatan penilaian harus dapat

mengidentifikasi standar kinerja, mengukur kriteria, dan kemudian memberi

umpan balik kepada karyawan dan departmen SDM. Jika standar kinerja atau

ukuran tidak terkait dengan pekerjaan, evaluasi tidak akurat dan akhirnya akan

terjadi bias tang merugikan hubungan para manager dengan karyawan dan

memperkecil kesempatan kerja yang sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam

Page 116: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

112

perilaku SDM tidak mungkin terjadi dan departmen tidak akan mempunyai

catatan kaurat dalam sistem informasinya, sehingga dasar keputusan mulai

rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.

Departmen SDM pada umumnya merancang dan mengurus sistem penilaian

kinerja perusahaan sehingga menjamin adanya keseragaman. Walaupun

departmen SDM dapat mengembangkan pendekatan yang berbeda untuk para

manager, profesional,para karyawan, atau kelompok lain,; namun keseragaman di

masing masing kelompok diperlukan untuk memastikan hasil yang dapat

dibandingkan. Departmen SDM sendiri mungkin saja jarang mengevaluasi

kinerjanya sendiri secara aktual.

Penilaian dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui kinerja yang

lemah; hasil yang baik dan bisa di terima, juga harus diidentifikasi sehingga dapat

di pakai untuk penilaian lainnya. Untuk itu dalam penilaian kinerja perlu

memiliki:

1. Standar kerja

Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan seberapa

jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif, standar perlu

berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari tiap pekerjaan. Hal tersebut

dapat diuraikan dari analisis pekerjaan dengan menganalisis hubungannya

dengan kinerja karyawan saat sekarang. Untuk menjaga akuntabilitas

karyawan, harus ada peraturan-peraturan tertulis dan diberitahukan kepada

karyawan sebelum dilakukan evaluasi. Idealnya, penilaian setiap kinerja

karyawan harus didasarkan pada kinerja nyata dari unsur yang kritis yang

diidentifikasi melalui analisis pekerjaan

2. Ukuran kerja

Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran standar kinerja yangdapat

diandalkan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian

yang kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga hendaknya

dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama untuk

mencapai kesimpulan sama tentang kinerja sehingga dapat menambah

reliabilitas sistem penilaian.

Page 117: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

113

Sistem penilaian prestasi kinerja yang baik sangat tergantung pada persiapan

yang benar-benar baik dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Praktis. Keterkaitan langsung dnegan pekerjaan seseorang adalah bahwa

penilaian ditunjukan pada prilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan

menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.

Kejelasan standar. Standar adalah merupakan tolok ukur seorang dalam

melaksanakan pekerjaanya. Agar memperoleh nilai tinggi, standar itu harus

pula mempunyai nilai kompetitif, dalam arti bahwa dalam penerapannya

harus dapat berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja

seseorang karyawan denga karyawan lain yang melakukan pekerjaan yang

sama.

Kriteria Objektif. Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-ukuran

yang memenuhi persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan

memberikan informasi tentang prilaku kritikal yang menentukan

keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian efektifnya

suatu penilaian kinerja maka instrumen penilaian kinerja, tersebut harus

memenuhi syarat-syarat, yaitu :

1. Reliability, ukuran kinerja harus konsisten. Mungkin yang paling

penting adalah konsistensi suatu ukuran kinerja. Jika ada dua penilai

mengevaluasi pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hal

serupa menyangkut hasil mutu pekerja.

2. Relevance, ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output rill dari

suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin.

3. Sensitivity, berapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan

antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan tersebut harus

dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja.

4. Practiciality, kriteria harus dapat diukur, dan kekurangan pengumpulan

data tidak perlu mengganggu atau tidak in-efisien.

Contoh : perusahaan telepon yang melayani pelanggan, disini penyel;ia

harus mengamati masing-masing perilaku operator:

Penggunaan prosedur baku perusahaan, seperti sifat tanang, menerapkan

tarif dasar untuk panggilan telepon, dan berpedoman aturan perusahaan;

Page 118: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

114

Cara telepon yang menyenangkan, berbicara dengan jelas dan berperilaku

sopan santun.

Ketelitian menyampaikan telepon, penempatan operator yang teliti dalam

meneruskan permintaan nomor telepon dengan akurat.

Selanjutnya perlu dilakukan pengamatan terhadap elemen-elemen kinerja

ini, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, Pengamatan langsung

dilakukan ketika penilai benar-benar melihat kinerja itu. Pengamatan tidak

langsung terjadi ketika penilai dapat mengevaluasi dari berbagai catatan dan

laporan. Selain itu, penilai dapat menilai, misalnya kinerja operator telepon,

dengan mencoba secara diam diam menelpon operator dan kemudioan menilai

perilakunya.

3.6. JENIS-JENIS PENILAIAN KINERJA

1. Penilaian hanya oleh atasan.

Cepat dan langsung

Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan

pribadi.

2. Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama sama

membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.

Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya

sendiri

Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.

3. Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu

untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung membuat keputusan

akhir.

Penilaian gabungan yang masuk akal dna wajar

4. Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola sebelumnya

kecuali bahwa manager yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil

keputusan akhir; hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas

Memperluas pertimbangan yang ekstrim

Memperlemah integritas manager yang bertanggung jawab.

Page 119: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

115

5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti pada kelompok

staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau

departmen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen.

Membawa satu pikiran yang tetap ke dalam satu penilaian lintas sektor

yang besar.

6. Penilaian oleh bawahan dan sejawat

Mungkin terlalu subjektif

Mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang

lain.

3.7. ASPEK ASPEK YANG DINILAI

Dari hasil studi lazer dan wiksrom (1977) terhadap formulir penilaian kinerja

125 perusahaan yang ada di USA. Faktor yang paling umum muncul di 61

perusahaan adalah, pengetahuaan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif,

kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat

diandalkan, perencanaan, komunikasi, intelegensi (kecerdasan), pemecahan

masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.

Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokan menjadi :

1. Kemampuan tekni, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,

teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta

pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

perusahaan dan penyesuaian bidang ,gerak dari unit masing-masing ke dalam

bidang oprasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya

individual tersebut memahami yugas , fungsi serta tanggung jawabnya sebagai

seorang karyawan.

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk

bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi,

dan lain-lain.

Page 120: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

116

3.8. METODE PENILAIAN KINERJA

Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat diguakan dengan

pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam praktiknmya

tidak ada satupun teknik yang semourna. Pasti ada saja keunggulan dan

kelemahannya. Hal penting adalah bagaimana cara meminimalkan masalah

masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan.

1. Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu

Ada beberapa metode untuk menilai prestasi kinerja di waktu lalu, dan hampir

semua teknik tersebut merupak suatu uapaya untuk meminimumkan sebagai

masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan-pendekatan ini. Dengan

mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh

umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa

mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik teknik penilaian ini

meliputi:

a. Skala peringkat (Rating Scale)

Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam

penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu

penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-

skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

Penilaian didasarkan pada pendapat para penilai, dan seringkali kriterianya

tidak berkaitan langsung dengan hasil kerja. Pada umumnya penilai diberi

formulir, yang berisi sejumlah sifat dan ciri-ciri hasil kerja yang harus diisi

seperti kemandirian, inisiatif, sikap, kerjasama dan seterusnya. Penilaian

pada umumnya diisi oleh atasan yangmemutuskan pendapat penilai diberi

nilai nilai kuantitatif (bobot) yang mencerminkan nilai rata-rata untuk

kemudian dihitung dan dibandingkan. Jumlah bobot yang diraih mungkin

akan mempengaruhi kenaikan gaji, jadi banyaknya bobot yang sama

mempengaruhi kenaikan presentase lainnya. Bentuk skala penilaian ini

dapat disajikan dalam berbagai bentuk, contoh ukuran skala peringkat

(lihat gambar 11.2)

Page 121: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

117

Selain contoh pada gambar 11. 2 sebagai ukurannya dapat juga dipakai :

Sebutan (sangat baik, baik, cukup, sedang, kurang)

Untuk perilakunya dapat digunakan model ini

Could be expected to be friendly and tacful

and to agree to reline a coat for a customer

who wants a new coat because the lining had

worn out in “only” two years. Could be expected to courteously

Exchange a pair of gloves that are too small Could be expected to be quite abrupt

with coustumer who want to exchange merchandise

for a different color ar style Could be expected to tell a cutomer the a “six-week-old” order could not be changed

even though the merchandise had actually been order only two weeks previosly.

Keuntungan dari metode ini dalah biayanya yang murah dalam

penggunaan dan pengembangannya, penilai membutuhkan sedikit pelatihan atau

waktu untuk menyempurnakan formulir yang ada, dan metode ini bisa digunakan

banyak karyawan.

Kelemahan dari metode ini juga ada. Penyimpangan, dalam hal ini

prasangka penilai biasanya akan tampak pada subjektivitasnya dalam metode ini.

Kriteria yang spesifik mungkin dihilangkan .untuk membuat formulir dapat

digunakan untuk berbagai jenis pekerjaan. Contoh, pemeliharaan peralatan

mungkin dihilangkan karena hanya dikerjakan sebagian kecil karyawan, walaupun

dari beberapa karyawan merupakan bagian yang penting dari pekerjaannya.

Penghilangan ini cendrung membatasi umpan balik yang spesifik pula. Penilaian

yang deskriptif ini dipengaruhi oleh penafsiran dan prasangka individu. Ketika

kriteria hasil kerja yang spesifk sulit untuk diidentifikasi, penilaian didasarkan

pada kepribadian individu yang tentunya tidak relevan, yang pada akhirnya

melemahkan arti dari penilaian itu sendiri.

b. Daftar Pertanyaan (Cheklist)

Penilaian berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang

menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan

tertentu. Penilai tunggal memilih kata atau pertanyaan yang

menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Selain itu,

Page 122: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

118

Ini meletakkan tanggung jawab utama dalam melakuka penilaian pasa para ahli

penilaian yang bertugas di bagian SDM. Artinya, ahli penilai itu turut ke lapangan

melakukan penilaian atas prestasi kerja para karyawan. Hasil penilaian yang

dilakukan kemudin disampaikan kepada dua pihak, yaitu kepada atasan langsung

karyawan yang dinilai untuk diteliti , diubah atau disetujui dan kepada karyawan

yang bersangkut sediri untuk dibicarakan, baik yang menyangkut segi –segi

penilaian yang bersifat positif maupun yang negatif, Pada kesempatan itulah

dijelaskakan kepada karyawan yang dinilai tentang langkah – langkahapa yang

perlu diambilnya dalam rangka pengembangan karier. Langkah tersebut dapat

berupa peningkatan prestasi kerja yang sudh bak, tetap dapat pula pengambilan

langkah mengatasi kelemahan yang terdapat dalam diri karyawan tersebut. Yang

dipandang sebagai kelebihan metode ini ialah bahwa objektivitas lebh terjamin

karea penilaian dilakukan oleh para ahli penilaian dan juga karena tidak

terpengaruh oleh hallo effect. Namun, kelemahan metode ini peru dipahami pula.

Seperti yang terlihat pada dua hal berikut :

Penilai, meskipun seorang ahli, tetap tidak bebas dari „bias‟ tertentu,

Bagi perushaan besar menjadi mahal karena harus mendatangkan ahli

penilai ke tempat pelaksana tugas

h. Tes dan observasi prestasi kerja (performance test and observation)

karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan penilaian prestasi dapat

didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrampilan, berupa tes tertulis dan

peragaan, syaratnya tes harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya). Untuk

jenis – jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya,

karyawan yang dinilai, diuji kemampuannya baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut bebagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang tellah ditetapkan dan harus ditaati atau melalu uji praktik

yang langsung diamati oleh penilai. Misalnya, seorang sekretaris diharuskan

mengikuti ujian tertulis yang menguji pengetahuannya tentang tugas, wewenang,

dan tanggung jawabnya sebagai sekretaris.

Kelebihan metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi

kerja dengan tugas pekerjaan seseorang. Kelebihan lainnya ialah bahwa prinsip

standardisasi dapat dipegang teguh. Hanya saja metode ini memerlukan biaya

yang tidak sedikit, bukan hanya dalam penyediaan alat tes seperti simulator yang

diperlukan, tetapi juga untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi. Mungkin

ada yang berpendapat bahwa biaya yang diperukanuntuk menyelenggarakan tes

dan observasi ini tidak sebesar yang diduga banyak karea alat – alat yang

diperlukan untuk menyelenggarakan tes. Pandangan ini ada benarnya , meskipun

biaya ekstra untuk mendatangkan para ahli penilai tetap tidak terelakkan dan oleh

kaeanya harus diperhitungkan.

Page 123: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

119

i. pendekatan evaluasi komparatif ( comparative evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian

dipandang bermanfaat untuk manaemen sumber daya manusia dengan lebih

rasional dan efektif. Alasannya ialah bahwa denan perbandingan tersebut dapat

disusun peringkat kayawan dilihat dari sudut prestasi kerjanya.

Tiga metode yang biasa digunakan dari sekian banyak metode dalam penerapan

pendekatan komparatif adalah sebagai berikut :

Metode Peringkat

Metode ini berarti seorang atau beberapa penilai menentukan peringkat

bagi sejumlah karyawannya. Kelebihan metode ini ialah segera terlihat

klsifikasi para karyawan yang dinilai dari sudut pandang prestasi kerjanya.

Kelemahannya, yang pertama peringkat yangdibuat tidak memberikan

gambaran yang jelas tentang makna peringkat tersebut. Ynag tergmbar

hanyalaha bahwa karyawan yang menduduki peringkat pertama „lebih

baik‟ dari karywan yang menduduki peringkat kedua. Demikian juga

seterusnya pada peringkat – peringkat lain. Kelemahan kedua terletak

pada kenyataanbahwa subjektivitas penilai sulit dihindari seerti yang telah

dikemukakakn, yaitu penilaian didasarkan oada suka dan tidak suka karena

perilaku kryawan tertentu, positif atau negatif. Metode ini sering

digunakan karena kelemahannya bisa teratasi dengan menunjukkan

beberapa orang penilai yang terdiri dari para ptugas dari bagian SDM .

Artinya, Semua hasil penilain ole beberapa orang yang turut memberikan

penilaian itu dijumlah dan diambil rataratanya sehigga dengan demikian

diharapkan penilaian menjadi objektif.

Distribusi Terkendali

Suatu metode penilaian dimana penilai menggolongkan karyawan yang

diniai ke dalam klasifikasi yang berbeda – beda berdasarkan berbagai

faktor kritikal yang berlainan seperti prestasi kerja. Ketaatan, disiplin,

pengendalian biaya, dan lain sebaginya. Penggolongan tersebut kemudian

dinyatakan dalam presentase.

Misalnya, Jika ada 20 Orang karyawan yang sedang diniliai prestasi

kerjanya sebagai keseluruhan, penggolongan dapat terlihat pada gambar

11.5

Page 124: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

120

Presentase Kategori Nama Karyawan

10% Sangat Baik Andria dan Arifiandy

20% Baik Diana,Novitria, Lisa dan Reza

30% Sedang Yudith,Yudistira,Yuyun,Yulia

Yulis,yusuf, yulias &yuni

20% Cukup Marwan,marni,mawar & Mirna

10% kurang Agus dan amir

Gambar 11.5. Penilaian Distribusi Kendali

Sebagaimana halnya dengan metose peringkat , kelemahan metode ini

terletak pada tidak jelasnya perbedaan antara satu golongan dengan

golongan yang lain. Sebaliknya, kebaikan metode ini ialah tersedianya

berbagai klasifikasi seingga kcenderungan menyamaratakan prestasi kerja

karyawan yang dinilai, sikap penilai yang terlalu „lemah‟ atau terlalu

„keras‟ dpat dihindari.

Metode Alokasi Angka

Metode ini yang terjadi ialah ahwa penilai memberi nilai dalam bentuk

angka kepada semua karyawan yang diniliai. Karyawan yang

mendapatkan nilai tertinggi berarti dipandang „terbaik‟ dan yang paling

rendah dinilaipaling tidakmampu bekera. Jumlah nilai bagi semua

karyawan ditentukan oleh departemen SDM. Misalnya jumlah 100 yang

„didistribusikan‟ pada sepuluh orang karyawan, sehingga terlihat penilaian

sebagai berikut :

Page 125: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

121

No Urut Karyawan Angka Nama Karyawan

1 20 Firmansyah

2 16 Firdaus

3 14 Farhan

4 12 Farid

5 10 Fuad

6 9 Fina

7 5 Fanny

8 5 Ferdinand

9 4 Faiza

Dan seterusnya

Gambar 11.6 Metode Alokasi Angka

2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan

Merod penilaian berorentiasi masa depan menggunakan asumsi

bahwa karyawan tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan

tergantung pada penyelia, tetapi karyawan dilibatkan dalam proses

penilaian. Karyawan mengambil peran penting bersama – sama dengan

penyelia dalam menetapkan tujuan – tujuan strategi perusahaan.

Kesadaran ini adalah kekuata besar bagi karyawan untuk selalu

mengembangkan diri. Inilah yang membedakan perusahaan modern

dengan yang lainnya dlaam memandang karyawan (SDM).

a. Penilaian Dir sendiri ( Self Appraisal )

Penilaian diri sendiri dalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan

sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal

kekuatan – kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu

mengidentifikasi aspek aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada

masa yang akan datang. Kemdian berdasarkan informasi – informasi

karyawan daa mengidentifikasi aspek aspek oerilaku yang peru

diperbaiki. Salah satukebaikan dari metode ini adalah dapat mncegak

terjadinya perilaku membenaran diri ( sdefensive behavior) Metode ini

disebut pendekatan masa depan.

Contoh Kasus : Bank Pemerintah

Di bank pemerintah sebagai oerusahaan terbesar di bidang indurstri

perbankan dalam merancang bangunan, perencanaan sistem kinerja

melibatkan karyawan dala suatu proses penilaian diri sendiri. Proses

Page 126: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

122

dimulai dengan penyelia yag memberitahukan kepadakaryawan

tentang tujuan perusahaan; Kemudian Kryawan mendaatkan lembar

kerja dimana mereka mencatat mengenai pekerjaan tersebut. Karyawan

melengkapi lembar kerja dengan mengisi butir yag berhubungan

dengan pekerjaannya tingkat kesuliatan, dan usulan unuk

penyempurnaan,

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran ( Management By Objective )

MBO yang berarti manajemen berasarkan sasaran artinya adaah satu

bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama sama

menetapkan tujuan tujuan atau sasaran – sasaran pelaksanaan kerja di

wajtu yang akan datang. Penilaian kinerja berdasarkan metode ini

merupakan suatu alternatif untuk mengatasi kelemahan – kelemahn

dari bentuk penilian kinerja lainnya. Metode ini sebagai sebuah prgram

dimana mnajemen yang melibatkan karyawan dalam pengambilan

keputusan ntuk menentukan sasaran –sasaran yang hendak dicapainya,

yang dapat dilakukan melalui prosedur; atasan menginformasikan

tujuan yang akan dicapau unit kerjanya yang merupaan terjemahan

dari tujuan yang lebih ats, dan tentunya dngan tantangan - tantangan

yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. Proses

penilaian kinerja berdasarkan metode ini dapat dilihat pada gambar

MBO sebagai Metode penilaian prestasi kerja pada masa yang aka

datang. Sebgaimana terlihat pada contoh Penilaian Prestasi Kerja dan

Potensi Karyawan pada bank Arif Permata Gambar 11.11.

Kelebihan Metode Ini adalah :

1) Dengan mendorong setiap indivisu karyawan menentukan sendiri

sasaran yang spesifik dan menantang. MBO memiliki potensi

memotivasi karyawan di samping sebagai basis penilaian

karyawan.

2) Karyawan mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dirinya

dan apa yang mereka capai jika mereka ingin dinilai positif oleh

atasanya

3) Sangat Mudah bagi penyelia untuk melakukan penilaian dengan

objektif karena kriterianya jelas yakni berorentiasi pada hasil.

4) Penentuan tujuan secara sistematis.

Page 127: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

123

Kelemahan Metode ini :

1) MBO tidak efektif dalam lingkungan dimana manajemen tidak

mempercayai karywan – karyawanya.

2) Titik berat MBO hanya terhadap hasil – hasil saja dapat mencegah

kepada kuangnya perhatian pada bagaimana hasil – hasil tersebut

dicapai

3) MBO sulit untuk membndingkan tingkat kinerja dari indvidu yang

berbeda, karena oenilaian berdasarkan sasaran – sasaran

pribadinya.

4) Banyaknya wajtu yang dicurahkan untuk menerapkan metode ini.

Penilaian kinerja dan prestasi karyawan seperti telihat pada gambar

11.1 akan memotivasi karyawan untuk bekerja dan berprestasi lebih

baik mengingat :

1) Bagi Karyawan yang

Mendapat predikat istimewa, secara otomatis akan

mendapatkan knaikan pangkat setngkat ebih tinggi pada

tahun berikutnya serta memperoleh kenaikn gaji pokok

sebesar 150%. Karena predikat istimewa artinya mendapat

skor 3

Mendapatkan predikat baik minimal berturut- turut selama

3 tahun terakhir dapat diusulkan untuk kenaikan pangkat

setingkat lebih tinggi pada tahun berikutnya serta

memperoleh kenaikan gaji sebesar 100.

Mendapat predikat lebih baik berturut turut selama 2 tahun

terakhir secara otomatis akan mendapatkan

kenaikanpangkat setingkat lebih tinggi pada tahun

berikutnya serta mendapatkan gaji pokok 125%.

2) Kecuali bagi karyawan yang

Mendapatkann predikat cukup , tidak dapat diusulan untuk

mendapatkan kenaikan pangkat, tetapi mendapatkan

kenaikn gaji pokok sebesar 50%.

Mendapatkan predikat kurang , tidak memperoleh kenaikan

gaji pokok.

Page 128: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

124

Mendapatkan predika kurang lebih dari 2 tahun , dilakukan

penurunan pangkat

c. Penilaian Secara Psikologis

Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dlakukan oleh

para ahli psikologis untuk mengetahui potensi seseorang yang

berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan

intelektual, motivasi dan lain lain yang bersifat psikologis. Akurasi

penilaian tergantung ketrampilan psikolog. Pendekatan ini lamban da

mahal sehigga biasanya hanya digunakan bagi kepentingan –

kepentingan tingkat eksekutif saja.

d. Pusat penilaian ( Assessment Center )

Assessment center atau pusat penilaian adalah penilaian yang

dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh

sejumlh penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan

tanggung jawab yang lebih besar. Dasar teknik ini berupa serangkaian

latihan situasional di mana para calon untuk promosi. Teknik ini

bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi orang yang cocok bagi suatu

jenis da tingkat pekerjaan (2) Menentukan kebutuhan pelatihan dan

pengembangan, dan (3) untuk mengidentifiasi orang yang akan

dipromosikan pada jabatan tertentu.

Proses pelaksanaannya dilakukan dengan interview mendalam, tes

psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi

terbuka dan mensimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan

keputusan dan suatu masla untuk mengetahui kekuatan – kekuatan ,

kelemahan – kelemahan dan potensi seseorang. Assesment center

biasanya dilaksanakan di suatu empat yang terpisah dari tempat kerja

dan membutuhkan waktu yang lama dan tentu saja biaya yang besar.

Sebagai contoh penilaian manajemen berdasarkan sasarn ( MBO )

dapat dilihat gambar berikut ini :

Page 129: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

125

3.9. APLIKASI PENILAIAN KINERJA INDIVIDU DENGAN

PENDEKTAN MBO

MBO sebagai suatu filosofi dalam manajemen yang pertama kali

digunakan pleh peter adrucker pada tahun 1954 untuk menilai kinerja

karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yangg

tela ditetakan melali konsultasi dengan atasan mereka.

Usaha perbaikan kinerja berdasarkan MBO dipusatkan pada

pencapaian tujuan yang akan mereka perlihatkan di dlam kaitannya dengan

tugas – tugas mereka. MBO sebagai suatu sistem strategis merupakan

siklus yang dimua dengan penentuan tujuann semula dari perusahaan it

sendiri, seperti yang dapat dilihat pada gambar halaman berikut ini :

Dari gambar 1.9 daoat dijelaskan langkah – langkah MBO, sebagi

berikut :

Page 130: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

126

1. Penyusunan Tujuan perusahaan , penetapan rencana perusahaan

secara menyeluruh.

2. Penyuunan tujuan departemen, setekah mengetahui tujuan

perusahaan maka tujuan tersebut akan dibagi perdepartemen.

Manajer dan supervisor menentukan tujua untuk deartemennya

masing –masing,

3. Diskusi tujuan indiidual dala departemen kepada seluruh karyawan

dan meinta karyawan untuk menyusun tujuan masing – masing.

4. Menetapkan hasil yang diharakan (penyusunan tujuan persorangan

) manajer karyawan tersebut menyusun sasaran prestasi jangka

pendek.

5. Peninjauan prestasi dan pengukuran hasil. Dalam langka ini mnajer

membandingkan anatara prestasi kerja yang sesungguhnya dicapai

karyawan dengan hasil yag diharpakan.

Page 131: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

127

6. Umpan balik Mnaajer mengadakan pertemuan peninjauan prestasi

kerja secara berkala dengan bawahan untuk mendiskusikn dan

mngevauasi kemajuan bawahan dalam upaya mencapai hasil yang

diharapkan.

3.10. PROGRAM PENILAIAN KERJA

Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam program penilaian kinerja

yang menekankan pelaksanaan penilaian itu sendiri baik menyangkut tujuan

unstrumen, wajtu pelaksanaan dan feed back.

1. Tujuan penilain, tujuan penilaian harus ditetapkan sebab hal ini akan

menjadi acuan dari program penilaian

2. Instrumen penilaian Hal ini penting yang berhubungan dengan instrumen –

instrumen di antaranya :

a. Teknik yang digunakan apakag rating scale , checklist, penilaian

sendiri atau MBO harus sesuai dengan tujuan penilaian.

b. Kualitas instrumen yang dicirikan : validity (kesahihan), reliability

(dapat dipercaya) dan practicibility (kepraktisan

3. Standar Penilaian , Harus ditetapkan dahulu untuk acuan penskoran dan

mengurangi ketidakpuasan orang yang dinilai.

4. Siapa yang menilai, Penilai bisa atasan langsung, diri sendiri, karyawan

dan atsan, psikolog dsb.

5. Siapa yang dinilai yang dinilai adalah karyawan , apakah dia karywn di

lini produksi, dosen, back officer, front officer, apakah untuk posisi

eksekutif atau operator komputer , telepon. Menuntut oenikaian yang

berbeda

6. Kapan harus menilai, Jawa yang paling banyak digunakan adlah setngah

tahun, sebaiknya penilaian dirancang sedemikian rup untuk menghindari

penyelia harus menilai 20-40 karyawan secara bersma – sama.Tekanan dan

tugas lain akan membuat seperti ini tidak efektif.

7. Pelatihan bagi penilai (penyelia)hal ini dimaksud agar penilai dapa

terhindar kesalahan –kesalahan.

8. Feed back dan implikasi. Bagi karyawan hendaknya menjadikan hasil

penilaian untuk lebih memperbaiki prestasi kerj mereka. Sedangkan bagi

perusahaan hasil enilaian berfungsi sebagai quality control informasi

dalam proses pengambilan keputusan strategis. Bagaimanapun juga proses

Page 132: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

128

penilaian ini kurang memounyai nilai bila para karywan tidak menerma

umpan balik mengenai kinerja mereka. Oleh karena itu , bagian kritis

proses peilaian adalah wawancaa penilaian.

Dalam wawancara penilaian , Penilai bisa mmberikan beberapa

pendekatan :

a. Tell and Sell approach mereview prestasi kerja karyawan dan mencoba

untuk meyakinkan karyawan untuk berprestasi lebih baik.

b. Tell and listen approach, memungkinkan karyawan untuk menjelaskan

berbagai alasan, latar belakang dan perasaan defensif mengenai

prestasi kerja.

c. Problem Solving Approach mengidentifikasi msalah – masalah yang

menggngu prestasi kerja karyawan. Solusinya melalui latihan,

cosching atau conselling, serta upaya upaya dilakukan untuk

memecahkan penyimpangan pemyimppangan.

3.11. PERUSAHAAN MENDAPATKAN SUKSES MELALUI PENILAIAN

KINERJA

Sistem yang harus dipilih untuk suatu program penialaian kinerja harus

dapat menjamin keadilan. Kriteria yang digunakan untuk menilai seorang

karyawan harus jelas berhubungan dan terkait dengan persyaratan jabatannya.

Suatu sistem penilaian kinerja yang objektif sangat membantu perusahaan

dalam hal – hal sebagai berikut :

1. Menghilangkan strandar – standar yang berbeda antara para manajer.

Misalnya seorang manajer sangat menghargai karyawan yang fleksibel dan

kooperatif dan menilai mereka sangat tinggi. Sebaliknya, seorang manajer

lain mungkin tidak akan terlalu menghargai people skill semacam itu.

2. Menghilangkan kecenderungan untuk meniai karyawan berdasarkan

kepribadian mereka. Apabila tiap manajer menilai karyawan mereka

berdasarkan standar spesifik yang sama, penilaian mereka akan terfokus

pada hal – hal yang terkait pada performa karywan, bukan pada

pertimbangan apakah karyawan tersebut mereka sukai atau tidak.

3. Memotivasi karyawan dengan penilaian inerja. Karyawan tahu bahwa

penilaian kinerja adalah dasar/basis untuk keputusan di bidang promosi

dan penggajian.

Page 133: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

129

4. Menciptakan karyawan yang produktif. Dengan digunakannya standar

penilaian yang objektif dan dapat diukur , para manajer dijamin akan

menilai dan menghargai karyawa berdasarkan ketrampilan mereka yang

mendukung tercapainya sasaran perusahaan.

3.12. SUMBER KESALAHAN DALAM PENILAIAN KINERJA

1. Kesalahan – kesalahan dalam penilaian kinerja dapat bersumber dari :

a. Bentuk penilaian kinerja yang dipakai

b. Penilain (penyelia)

2. Dapat pula terjadi dalam bentuk penilaian kinerja ditemukan aspek –aspek

yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan keberhasilan seorng

karyawan.

3. Hal lain yang dapat timbul dalam penilaian kinerja adalah jika aspek aspek

yang harus dinilai tidak jelas batasannya (definisinya) atau berdwiarti

(ambiguous) .

4. Kesalahan – kesalahan yang ditibulkan karena penilaian dapat dibedakan

menjadi :

a. Kesalahan hallo (hallo eror) : penilaian dalam menilai aspek – aspek

yang terdapat dalam formulir penilaian kinerja dipengaruhi oleh satu

aspek yang diangggap meonjol dan yang telah dinilai oleh penilai.

b. Kesalahan konsta (constant error) ; kesalahan yang dilakukan oeh

penilai secara konstan setiap kali menilai orag lain. Ada tiga macam

kesalahan konstan yaitu :

1) Adanya kevenderungan untk memberikan nilai yang terkumpul

sekitar nilai tengah.

2) Kecenderungan untuk memberikan nilai terlalu mahal

3) Kecenderungan untuk memberikan nilai terlalu murah

c. Berbagai prasangka misanya prasangka terhadap karyawan yang msa

kerjanya telah lama, prasangka kesukuan , agama, jenis kelamin,

pendidikan dan sebagainya.

Page 134: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

130

3.13. TEKNIK PENYULUHAN DAN PANDUAN UNTUK WAWANCARA

PENILAIAN KINERJA

Sebelum penilaian kinerja dilaksanakan , sebaiknya disosialisasikan

melalui penyuluhan kepada seluruh karyawan yang disertai dengan penjelasan,

pelasanaan penilaian kerja dapat dilakukan dengan tahapan – tahapan sebagai

berikut :

1. Rencanakan Wawancara

a. Pikirkan secara matang apa yang kan dikemukakan dan kesimoulan

yang ingin dicapai.

b. Miliki data penting mengenai pengalaman masa lalu karyawan,

pendidikan riwayat kerja dan data lain yang terkait.

c. Tentukan dalam benak anda hal –hal yang merupakan kelemahan dan

kelebihannya.

d. Telaah apa kekurangan anda yang mungkin telah ikut menyebabkan

kienarjanya kurang yang seharusnya memuaskan.

2. Beritahu karyawan akan dimulai proses penilaian kinerja

3. Perlihatkan hubungan yang bersahabat

4. Jelaskan tujuan dari wawancara

a. Pilih nada yang positif

b. Beri penyulhan untuk perbaikan

5. Ketauhi bidang bidang yang perlu perbaikan

a. Pusatkan perhatian pada bidang kinerjanya yang sesuai gilirannya.

b. Bila perlu bantu menjelaskan ulang bidang pekerjaannya

6. Bahas kemungkinan – kemungkinan

a. Pisahkan masing –masing bidag perbaikan menurut gilirannya

b. Bantu karyawan tersebut memutuskan pilihan mana yang akan dia

tindak lanjuti

7. Menyeakati rencana perbaikan pribadi

Page 135: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

131

a. Karyawan harus mentiapakan satu program dan jadwal yang akan

menjelaskan secara rinci kegiatan tertent

b. Minta karyawan untuk menulis suatu rencana yang mengkhususkan

apa yang dia lakukanserta kapan dia melakukannya.

c. Anda harus memiliki salinan

8. Tekankan aspek aspek positif kinerja karyawan

9. Beritahukan kepada karyawan bahwa evaluasi ini untuk menngkkan

kinerja karyawan, bukan untuk membicarakan disiplin/tidak disiplin.

10. Sampaikan hasil kinerja secara pribadi, hindari sebisa mungkin adanya

interupsi/

11. Ulangi review kinerja secara formal sedikitnya setiap tahun dan lebih

sering untuk karyawan baru atau yang kurang baik.

12. Sampaikan kritik secara spesifik dan jelas, bukan yang umum atau samar –

samar.

13. Pusatkan kritik pada kinerja bukan pada kepribadian karyawan

14. Bersikap teang dan jangan beragumen dengan karyawan yang sedang

dievaluasi

15. Identifikasi tindakan spesifik kryawan sehingga dpat meningkat kinerja

16. Tekankan bhwa penilai bersedia membntu karyawan untu meningkatkan

kinerj.

17. Tindak lanjuti aspek dari rencana perbaikan pribadi yang sudah disepakati

18. Akhiri penilaian kinerja dengan menekankan aspek positif mengenai

kinerja karyawan.

3.14. . UMPAN BALIK UNTUK FUNGSI SDM

Proses penilaian prestasi juga menyediakan pengertian yang mendalam ke

dalam efektivitas fungsi SDM. Gambar 11.10 meringkas konsep utama

manajemen SDM, dimaan penilai prestasi bertindak sebagai “penguji

penegndalian mutu” jka proses penilaian menunjukkan bahwa kinerja yang lemh

terdapat dimana – mana, banyak karyawan dikeluarkan dari keputusan

penempatan internal.

Page 136: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

132

Banyaknya kinerja yang tidak tercapa menandakan adanya kesalahan di

dalam fungsi manajemen SDM . Kadang – kadang fungsi SDM mengejar sasaran

yang salah, sistem penilaian itu sendiri mungkin slah karena embatasan

manajemen, tndr prestasi salah atau ukuran, ata tidak ada umpan bali bersifat

membangun.

Page 137: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

133

3.15. INSTRUMEN PENGUKUR KINERJA KARYAWAN SECARA

KELOMPOK

1. Petunjuk pengisian bagi karyawan :

a. Dimohon kesediaan Anda untuk membaca dengan cermat butir –

butir pernyataan yang terdapat lembaran berikut ini, kemudian

pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat/

seusai dengan Ada alami,

b. Instrumen ini semata mata untuk tujuan penelitian, sehingga anda

tidak peru mencantumkan nama ataupun identitas lainnya.

c. Apa pun jawaban anda akan dijamin kerahasiaanya

d. Apa pun jawaban Anda akan membantu kami dalam upaya untuk

lebih meningkatkan kualitas kinerja perusahaan dan kinerja

karyawan.

e. Apabila anda ingin mengubag pilihan yang telah anda tandai

berilah tanda silang (x) pada piihan semua, dan kemudian berikan

lingkaran lagi pada pilihan yang baru.

2. Penting untuk masing –masing depatemen

a. Instrumen ini akan lebih bermanfaat bila daam tabulasinya hanya

pada karyawan yang levelnya sama.

b. Instrumen ini sebaiknya anda berikan kepada semua keryawan ,

atau kalau karyawan pada perusahaan anda diatas 100 sebaiknya

dilakukan dengan simple rabdom sampling,

c. Ciptakan suasana tenag, bersahabatdan jauhkan responden dari

teknan ataupun ancaman ketika mereka menjjawab.

d. Masing – masing butir jawaban diberi bobot nilai : (a) = 5 ; (b) =

4 ; (c) =3 ; (d) = 2, dan (e) = 1

e. Setelah instrumen pegukuran ini dijawab ole responden , lalu di

tabulasi dan bila hasil tabulasi menunjukkan rata – rata skor

diatas 4 artinya kinerja karyawan telah baik.

f. Namun bila rata rata skor dibawah 3 perlu dtelti leboh lanjut

penyebabnya.

Page 138: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

134

g. Kaji secara mendalam denga melibatkan semua pihak yang terkait

dengan kinerj karyawan karena akan berdampak pda kinerja

perusahaan.

h. Sebaiknya setiap periode instrumen ini diperbaharui sesuai

dengan perkembangan , dengan mengacu dan merujuk pada teori

– teori baru, sehingga terhindar dari kepentingan pribadi.

Page 139: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

135

Page 140: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

136

Page 141: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

137

DAFTAR PUSTAKA

Adler, N.J. (2001) Global leadership: Women leaders. In M. Mendenhall, T. Kuhlmann, &

G.Stahl, Developing Global Business Leaders: Policies, Processes, and Innovations.

Westport, CT: Quorum Books: 73-97.

Alotaibi (2001) ”Antecedents of Organizational Citizenship Behavior: A Study of Public

Personnel in Kuwait.”

Avolio, B. J. dan Bass, B. M. 1996. Multifactor Leadership Questionnaire, Manual

and Sampler Set.Third Edition, Mind Garden, Inc.

Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1997). Improving organizational effectiveness through

transformational leadership.Thousand Oaks, CA: Sage. behavior International Journal of

Service Industry Management Vol. 17 No. 1, 2006 pp.23-50 Emerald Group Publishing

Limited 0956-4233 DOI 10.1108/09564230610651561.

Behavior: Its Nature, Antecedents, and Consequences, First Edition, SAGE Publications

Bernadin and Russel,. 1993. Human Resources Management, An Experiential Approach. By

McGraw-Hill, Inc. Newyork, USA

Beukema, L. 1987; ''Kwaliteit Van De Arbeidstijdverkorting [Quality of reduction of working

hours]. Groningen: Karstapel". In: Suzanne, E.J. Arts, Ada Kerkstra, Jouke Van Der Zee,

and Huda Huyer Abu Saad, (eds.) (2001). Quality of Working Life and Workload in Home

Help Services: A Review of the Literature and a Proposal for a Research Model.

Scandinavian Journal of Caring Society, 15. pp. 12-24.

Biswas, S. dan Varma, A. 2006. ”Psychological Climate and Individual Performance in India:

Test of a Mediated Model.”Employee RelationVol. 29.No. 6, pp. 664 – 676.

Bono, J.E., dan Judge, T.A. 2003. ”Self-Concordance at Work: Toward Understanding the

Motivational Effects of Transformational Leaders.”Academy of Management

Journal.Vol.

46. No. 05, pp. 554 - 571.

Clark, C. 1990. Social Processes in Work Groups: A model of the Effect of Involvement,

Credibility, and Goal Linkage on Training Success.Unpublished Doctoral Dissertation

Research, University ofTennessee, Knoxville.

Cohen, A. and. Gattiker. 2003. “Rewards and Organizational Commitment Across

Structural Characteristics: a Meta-analysis,” Journal of Business and Psychology, Vol. 9,

Page 142: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

138

No. 2. Cole,D.C. et al., 2005 Quality of Work Life Indicators in Canadian Health care

organization: atool forhealthy, health care workplace ? Occupational Medicine, vol. 55,

n.l,p.54-59

Dartu, 2007. Kinerja Pelayanan Koperasi.Majalah Koperasi Vol. XX, No. 69, h. 37 – 48.

Dorfman, P., Javidan, M., Hanges, P., Dastmalchain, A. & House, R. (2012) GLOBE: A twenty-

year journey into the intriguing world of culture and leadership. Journal of

World Business, 47(4). Accessed at: http://dx.doi.org/10.1016/j.jwb.2012.01.004

Eastman,K.K. 1994. ”In The Eyes of The Beholder: ”An Attributional Approach to Ingratiation

and Organizational Citizenship Behavior.” Academy of Management Journal Vol. 37, No.

5, pp. 1379-1391.

Efraty,D., dan Wolfe, D.M.1988.”The Effect of Organizational Identification on Employee

Affective and Performance Responses.”Journal of Business and Psychology.Vol. 3.No. 1.

pp. 105-112.

Fuller, Stone, R.S. 2011. business volume of an organization, the solution pursued by,

employe performance. Joernal of Economic Social Sciences.Vol. 29, No.7. pp.4808-

5456.

Hampton, R., Dubinsky, A. dan Skinner, S.1986. ”A Model of Sales Supervisor Leadership

Behaviour and Retail Salespeople’s Job-related Outcomes”, Journal of Academy of

Marketing Science.Vol. 14. No 5, pp. 24-36.

Hayward (2005) berjudul ”Relationship Between Employee Performance, Leadership

and Emotional Intelligence in a South African Parastatal Organisation

Hermawati, Adya. 2011. Quality of Work Life, Kepercayaan Organisasional dan Kepuasan Kerja

Memediasi Psycological empowerment terhadap Komitmen Orgnaisasi pada

Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Timur. Disertasi. Fakultas Ekonomi. Universtias

Brawijaya. Malang

Hermawati, Adya. 2013. Effect of Empowerment on Quality of Work Life, Organizational Trust

and Organizational Commitment at Private higher Education Institution in East

Java. European Journal of Scientific Research, Vol 115 No 2, 2013.

Hermawati, Adya. 2014a. QWL and Organizational Trust Related to Job Satisfaction and

Organizational Commitment at Privete Higher Education Institution in Malang-

Indonesia, Journal of Basic and Applied Scientific Research, 4(2), March 2014.

Page 143: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

139

Hermawati, Adya. 2015a. The Mediation Effect of Quality of Work Life and Job Involvement in

Relationship of Transglobal Leadership to Employee Performance, Case Study in

Sharia Bank in East Java, Indonesia. Journal of Research in Business and

Management, Vol 3 Issue 5, May 2015, ISSN (Online) 2347-3002.

Holt, K. &Seki, K. (2012) Global Leadership: A Developmental Shift for Everyone.

Hsu, Yu Ru. 2012. ”Mediating Roles of Intrinsic Motivation andSelf-efficacy in the

Relationships between PerceivedPerson-job Fit and Work Outcomes.”African Journal of

Hunt, J.G., dan Liesbscher, V.K.C.1973. ”Leadership Preference, Leadership Behavior, and

Employee Satisfaction. ”Organizational Behavior and Human Performance.Vol. 9. No. 1,

pp. 59-77.

Husnawati (2006) berjudul ”Analisis Pengaruh Kualitas kehidupan Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan dengan Komitmen dan Kepuasan Kerja Sebagai Interverning Variabel”

Inc., California, USA.

Izzati, S.S. 2011. ”Bagaimana Koperasi Menghadapi Era Globalisasi.”

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/bagaimana-koperasi-di-

indonesia- menghadapi-era-globalisasi/ (Diakses 2 Januari 2012)

Jewell, L.N., & Siegall, M. 1990. Psikologi Industri/Organisasi Modern, Terjemahan Hadyana

Pudjaatmaka & Meitasari, Edisi, Jakarta : Penerbit Arcan

Kacmar, K. M., Carlson, D. S., dan Brymer, R. A. 1999. ”Antecedents and Consequences of

Organizational Commitment: A Comparison of Two Scales.”Educational

andPsychological Measurement.Vol. 59. No. 6, pp. 976-995.

Kanungo, R.N. 1982.”Measurement of Job and Work Involvement.”Journal of Applied

Psychology Vol.67. No. 5.pp. 119-138. Leaders. New York: Routledge

Loke, J.C.F. 2001.”Leadership Behaviours: Effects on Job Satisfaction, Productivity and

Organizational Commitment.”Journal of Nursing Management.Vol . 9. No. 4, pp. 191-205.

Loyd, Bernard. 2001. ”Positioning for Peformance: Reshaping Co-ops for Success in the 21st

Century”, makalah dalam Farmer Co-operative Conference Las Vegas, McKinsey &

Company

Luthans, Fred. 2005. Organizational Behavior. Irwin/Mc Graw-Hill, Tenth Edition.

Mohsan Faizan., Nawaz, Muhammad, et al (2011). Impact of Job Involvement on

Organizational Citizenship Behavior (OCB) and In -Role Job Performance: A Study on

Page 144: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

140

Banking Sector of Pakistan. European Joernal of Social Sciences.Vol. 24, No.4.

pp.498-500.

Nadle & Lawler E. E., LLL. 1982. "Strategies for Improving the Quality of Work Life".

American Psychologist, 37, pp.486-693.

Organ, Dennis W., Philip M. Podsakoff, Scott B. MacKenzie, (2006), Organizational

CitizenshipBehavior: Its Nature, Antecedents, and Consequences, First Edition, SAGE

Publications Inc., California, USA.

organizational service orientation, contact employee job satisfaction and citizenship

Padsakoff, P.M. Maekenzie, S.B. and Bommer, W.H. 1996. Trasformational leadership as

determinants of employee satisfaction, commitment, trust and organizational citizenship

behaviours, Journal Management, 22 (2) : 259 – 298

Parolini, J. L. (2004). Effective servant leadership: A model incorporating ervant leadership

and the competing values framework. Proceedings of the Servant Leadership Research

Roundtable. Retrieved October 5, 2004, from

Porter, L. W., Lawler, E.E. 1968. Managerial Attitudes and Performance Homewood, I L; Irwin.

psychological empowerment on job performance: The mediating effects of

organizational citizenship behavior", International Journal of Hospitality Management

31, PP.180 -190

Rilley dan Roberts (1978), O’Rilley, C.A. III dan Chatman, J. 1986.”Organizational

Commitment and Psychological Attachment: The Effects of Compliance,

Identification, and Internalization on Prosocial Behavior.”Journal of Applied

PsychologyVol. 71.No.

2.pp. 492-499.

Robbins, Stephen P. 2006, Perilaku Organisasi, edisi kesepuluh ; alih bahasa Benyamin Molan,

edisi bahasa Indonesia; PT Mancanan Jaya Cemerlang, Indonesia.

Sari, A.R., dan Ja’far, M. S. 2010. ”The Impact of Target Setting on Managerial Motivation and

Performance.” Simposium Nasional Akuntansi XIII.Universitas Jendral Soedirman

Purwokerto.

Savery, L.K. and Luks, J.A. 2001. The Relationship Between Empowerment, Job S atisfaction

and Reported Streess Levels: Some Australian Evidence, Journal Leadership and

Organization Development 22/3(2001) 97-104

Page 145: widyagama.orgwidyagama.org/pustaka/repo/files/original/00e65dc667b3827b7ff0b... · Terimakasih kami sampaikan juga kepada semua kolega di ... pelanggan secara konstan lewat perbaikan

141

Sharkey New York : McGraw-Hill, 2012. Winning with transglobal leadership: how to find and

develop top global talent to build world-class organizations. Summary. vol. 34, no. 3

(3 parts), part 1 (November 2012), New York : McGraw-Hill, c2012

Shukui dan Xiaomin. 2001. The Impact of Transformational Leadership on Organizatonal

Citizenship Behavior and Organizatonal : A met Analytical Explanation, 378-345.

Smith, C.A., Organ, D.W., and Near, J.P. 1983. Organizational Citizenship Behavior

Solimun, 2013. Penguatan Metodologi Penelitian General Structural Component Analysis –

GSCA. Disampaikan pada Diklat Program Doktor Ilmu Administrasi Bisnis FIA

Universitas Brawijaya Tanggal 27 Juli 2013, Malang.

Subandi, S. 2008. ”Strategi Koperasi dalam Menghadapi Iklim Usaha yang Kurang

Kondusif.”InfokopNo. 16, hal. 102 -125.

Subyakto. 1996. ”Prospek Perkembangan Koperasi Indonesia.” Jurnal Ekonomi Rakyat No. 13.

No. 7.h. 25– 33. teams? Management Decision Vol. 46 No.6, 2008 pp. 933-947..

Tett, R.P. & Meyer, J.P. 1993. Job Satisfaction, Organizational Commitment, Turnover intention

: Path analysis based on Meta analysis Finding,” Personel Pshychology , Sumer 1993, Page

259-293

Thomas, K. W. & Velthouse, B. A. 1990. Cognitive elements ofempowerment. An

interpretive model of intrinsic task motivation. Academy of Management Review, 15,

666–681.

Wayne, Cascio F. 1992. Managing Human Resource, Produktivity Quality of Work Life,

Profits,2rd ed, Mc-Graw Hill

Werther, W.B and Davis,K. 1996. Human Resources and Personal Management. Fifth

Edition.New York: McGraw-Hill, Inc