ujian pengendalian biologis (eka nurriza khairunnisa)

Upload: eka

Post on 07-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

123

TRANSCRIPT

Nama : Eka Nurriza Khairunnisa

Nim : 20012681418004

SOAL UJIANSoal 1.

Gambar disamping ini, merupakan gejala dari salah satu penyakit yang muncul akibat serangan mikroorganisme.

a. Tuliskan penyebab penyakitnya.

b. Bagaimana mekanisme kerja (mode of action) dalam mematikan larva serangga tersebut

c. Bagaimana penyakit ini bisa berkembang. Tuliskan pendapat anda berdasarkan dukungan pustaka.

Jawaban :

a. Penyebab penyakit pada gambar di atas adalah bakteri Bacillus thuringiensis. Karena terlihat pada bagian perut yang terdapat usus mengalami pembusukan. Pembusukan pada ulat biasanya merupakan gejala dari ulat yang terinfeksi bakteri.

b. Mode of action Bacillus thuringiensis.

Gambar 1. Mode of Action Bacillus thuringiensis

Kristal paraspora bukan bahan aktif insektisida, tapi suatu protoksin, yang merupakan prekursor toksin yang aktif. Bt hanya efektif jika dimakan oleh serangga spesifik, yaitu: Memiliki usus dengan pH basa (7.5-8). Memiliki struktur membran usus yang spesifik yang diperlukan untuk mengikat toksin. Memiliki enzim protease di dalam usus. Serangga target , harus pada masa perkembangan yang tepat dan bakteri yang dimakan harus dalam jumlah yang cukup. Ketika Bt ditelan oleh serangga target, spora bakteri memakan tumbuhan alami yang ada di dalam usus ( mengeluarkan kristal protein toksin ( merusak dinding usus ( sehingga menyebabkan kondisi usus yang bocor. Toksin aktif mengikat mengikat reseptor protein pada membran sel epitel usus serangga. Kemudian toksin membentuk suatu jalur ion antara sitoplasma sel dengan lingkungan luar, yang menyebabkan kehilangan ATP sel dan serangga mati. Serangga yang terinfeksi berhenti makan, dan akhirnya mati karena kombinasi efek kelaparan, kerusakan jaringan, dan infeksi usus bagian dalam oleh patogen lain, seperti bakteri dan jamur. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam atau beberapa mingguc. Penyakit busuk pada ulat itu dapat berkembang karena masyarakat semakin tahu akan bahayanya pestisida sintetis. Ulat yang merupakan salah satu hama yang mengganggu tanaman pertanian haruslah dibasmi, namun tidak dengan cara yang merusak lingkungan dan juga berdampak pada kesehatan manusia. Salah satu penemuan yang cukup efektif untuk membasmi serangga pengganggu namun aman bagi organisme yang lain terutama manusia adalah penggunaan bakteriBacillus thuringiensisdalam pertanian. Penggunaan bakteri ini telah dikenal di Amerika Serikat sejak awal tahun 1960-an. Namun di Indonesia bakteri ini belum umum digunakan karena belum dikenal luas di kalangan petani, terutama petani tradisional. (Panji, 2014). Bt telah dikenal sebagai biokontrol agen sejak tahun 1950-an. Bakteri ini tersebar di berbagai tempat pada hampir semua penjuru dunia. Pertama kali dijumpai di Jepang pada tahun 1901yang membunuh ulat sutera di tempat pemeliharaan. Sepuluh tahun kemudian, di Jerman ditemukan strain baru dari Bt pada larva yang menyerang biji-bijian (serealia) di gudang penyimpanan. Karena strain berikutnya ditemukan di Propinsi Thuringen, maka bakteri ini disebut Bacillus thuringiensis, yaitu nama yang di berikan pada famili bakteri yang memproduksi kristal paraspora yang bersifat insektisidal. Semula bakteri ini hanya diketahui menyerang larva dari serangga kelas Lepidopter.Bacillus thuringiensistermasuk kedalam golongan bakteri gram-positif yang berbentuk batang dengan ukuran lebar 1,0-1,2 mikron dan panjang 3-5 mikron, temasuk patogen fakultatif, dan dapat membentuk suatu rantai yang terdiri dari 5-6 sel dan berwarna merah ungu (Madigan, 2009). Secara alami, bakteri ini terdapat di dalam tanah, pada serangga, maupun pada permukaan tanaman atau di daun tanaman konifer. Oleh karena ituB. thuringiensisbiasanya disemprotkan pada permukaan tanaman yang menjadi makanan serangga pengganggu. Serangga yang memakan daun, bunga, atau buah yang telah disemprot akan mati setelah beberapa waktu karena keracunan dan infeksi. Serangga muda/immature lebih rentan terhadap serangan racun Bt dibandingkan dengan serangga dewasa. sampai kemudian ditemu-kan bahwa bakteri ini juga menyerang Diptera dan Coleoptera. Bakteri ini sampai sekarang terus menerus digunakan karena dinilai efektif dalam mengendalikan hama serangga. Seperti dalam pengendalian vektor menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis yang toksik terhadap larva nyamuk dan hasilnya sangat efektif serta tidak menimbulkan kerugian pada manusia maupun hewan. Bacillus thuringiensis memproduksi toksin yang menghancurkan sel-sel epitel inang sehingga inang mati (Wakhyulianto, 2005).Daftar pustaka:

Madigan, Michael T., Martiko, John M., Dunlap, Paul V. Clark & David P. Brock: Biology of Micoorganisms. 12thed. 2009. San Francisso : Pearson Benjamin CummingsPanji, 2014. Peran Bacillus thuringiensis Sebagai Agen Pembasmi Serangga.http://www.edubio.info/2014/09/peran-bacillus-thuringiensis-sebagai.html. 2014. Diakses 23 September 2015 Wakhyulianto.Oktober 2005. Uji Daya Bunuh Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. F. Olahraga, IKM. UNNES.Soal 2.

Tanaman transgenic atau juga dikenal dengan genetically modified organism merupakan salah satu loncatan dalam peningkatan produksi pangan dunia. Setujukan anda dengan pernyataan tsb. Jelaskan argument anda dengan dukungan sumber pustaka(minimal 3).Jawaban :

2. Saya setuju dengan argumen di atas ketika argumen di atas hanya tertuju pada peningkatan produksi pangan, karena benar dengan menggunakan teknologi tersebut produksi pangan bisa meningkat dengan dilakukannya rekayasa genetika sesuai dengan yang kita inginkan. Namun saya tidak setuju dengan penggunaannya sebagai sarana dalam meningkatkan produksi pangan kita karena banyak damapak buruk yang ditimbulkan dari teknologi ini. Menurut saya perkembangan teknologi pangan haruslah disesuaikan dengan jumlah masyarakat yang semakin meningkat. Ketika kita menggunakan tanaman transgenik sebagai salah satu teknologi guna meningkatkan produksi pangan dunia, maka akan ada dua sisi yang pro dan yang kontra. Hal ini disebabkan oleh tanaman transgenik yang mempunyai kelemahan dan kekuragan. Secara teori, rekayasa genetika merupakan upaya manusia yang dengan sengaja mengubah, memodifikasi, dan/atau menambahkan susunan suatu gen dengan material baru pada suatu organisme untuk mendapatkan turunan sesuai dengan yang diinginkan manusia (Suryanegara, 2011). Sehingga teknologi ini mampu menciptakan tanaman sesuai dengan apa yang manusia inginkan. Seperti contohnya kapas tanpa biji, jagung bertongkol 2, semangka tanpa biji. Selain itu Tanaman transgenik hasil rekayasa genetika ini juga dipercaya mempunyai sifat-sifat unggul diantaranya memiliki produktivitas yang lebih tinggi, tahan terhadap hama, toleran terhadap herbisida, dan mengandung kualitas nutrisi yang lebih baik (Karmana, 2009). Selain itu, kompas Edisi Januari 2000 memuat prakiraan keuntungan penggunaan tanaman transgenik sebagai berikut: 1). Panen tinggi : Tanaman hasil rekayasa genetik dapat membantu memperbaiki jumlah dan kualitas panen di lahan marjinal seperti tanah asam dan tandus, 2).Perbaikan nutrisi : Produk tanaman, kedelai misalnya, bisa dimodifikasi mengandung lebih banyak protein, zat besi, untuk mengatasi anemia. Baru-baru ini, ilmuwan Eropa berhasil memasukkan vitamin A pada padi, 3).Perbaikan kesehatan : Vaksin di dalam produk tanaman akan mempermudah pencapaian sasaran dan cakupan, 4). Sedikit bahan kimia : Tanaman rekayasa genetik yang sudah dibuat tahan hama dan gulma misalnya, tidak memerlu-kan lagi pestisida dan herbisida. Seiring dengan semakin berkembangnya aplikasi tanaman hasil rekayasa genetika, banyak kalangan yang menyambut positif dan mendukung penerapan teknologi ini sebagai komoditi pangan yang menjanjikan, namun tak sedikit pula yang menentangnya. Kebanyakan masyarakat yang kontra ialah mereka merasa khawatir terutama menyangkut masalah jaminan kesehatan dan efeknya terhadap keseimbangan lingkungan, sehingga pemanfaatan teknologi ini masih menjadi polemik apakah dapat dijadikan solusi mengatasi kelaparan atau justru menjadi polusi yang membawa kerusakan dan bencana. Dari segi kesehatan, tanaman transgenik disinyalir dapat menyebabkan keracunan bagi manusia. Hasil ujiskin prick-test menunjukkan kedelai transgenik tersebut positif sebagai alergen (Karmana, 2009). Dampak negatif tanaman rekayasa genetika bagi lingkungan yang sangat merusak yakni hilangnya keanekaragaman hayati. Ini dapat terjadi salah satunya melalui polusi gen. Tanaman transgenik dikhawatirkan dapat mengancam pertumbuhan varietas asli tanaman dengan menyebarkan serbuk sarinya sehingga terjadi persilangan atau pertukaran gen dengan tanaman asli yang mengakibatkan tanaman berubah menjadi tanaman transgenik seluruhnya atau dengan kata lain terjadi penularan sifat ermutasinya pada tanaman non transgenik (Cahyadi dalam Karmana 2009). Tidak hanya keanekaragaman hayati tanaman, keanekaragaman hayati hewan pun mengalami ancaman serupa. Ini ditunjukkan dari hasil uji laboratorium pada tanaman transgenik yang mempunyai gen resisten pestisida, yakni jagung Bt, serbuk sari jagung Bt yang ditaburkan pada daunmilkweedmenyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu monarch (Danaus plexippus) (Losey et al., 1999).Kompas edisi Januari 2000, memperkirakan resiko kerugian akibat penggunaan tanaman transgenik yang disitir dari Asiaweek sebagai sumbernya sebagai berikut: 1). Timbulnya alergi baru : Manipulasi genetik sering memanfaatkan protein dari organisme yang tidak pernah dimakan. Padahal diketahui banyak penyebab alergi berasal dari protein, 2). Resistensi antibiotik : Gen yang resisten terhadap antibiotik yang sering digunakan sebagai penanda untuk menyeleksi sel-sel transgenik, mungkin saja pindah ke manusia atau organisme lain yang bisa menimbulkan masalah kesehatan, 3). Virus baru : Gen virus pada tanaman untuk membuatnya tahan terhadap serangan virus, bisa saja bergabung dengan mikroba baru yang menginfeksi tumbuhan itu, sehingga bisa menghasilkan hibrid baru yang lebih ganas, 4). Gulma baru : Pada lingkungan yang lebih luas, mungkin saja gen tahan herbisida yang diintroduksi ke tanaman pindah melalui serbuk sari yang menyerbuki gulma sekitarnya. Muncullah gulma super yang sulit ditangani dan menghancurkan ekosistem, 5).Hama resisten : Pemaparan terus- menerus dari tanaman yang bisa menghasilkan pestisida sendiri bisa menyebabkan hama menjadi kebal dan membuat racun pestisida itu akhirnya tidak efektif.

Kesimpulannya, Teknologi tanaman transgenik akan di nilai baik jika dilihat dari meningkatnya hasil pangan dan dengan adanya tanaman-tanaman dengan sifat yang di inginkan oleh manusia. Namun ketika melihat kelemahan dari teknologi ini yang berdampak pada kesehatan dan sebagai salah satu faktor terjadinya bencano ekologis, maka teknologi ini akan dinilai tidak baik. Maka kita sebagai konsumen, harus cermat dan cerdas dalam menanggapi hal ini. Kalau saya boleh memilih, maka saya akan lebih memilih mengkonsumsi tanaman yang tidak tersentuh oleh teknologi ini. Karena dampak dari tanaman ini yang akan sifatnya jangka panjang bagi kesehatan kita. Daftar Pustaka :Karmana, I Wayan (2009) Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek Perkembangannya,GaneC Swara3(2): 12-21.

Kompas, 2000. Menyelamatkan Bumi dari Serbuan Transgenik.

Losey, J.E., Rayor, L.S. & Carter, M.E. (1999). Transgenic pollen harms monarch larvae.Nature, 399, 214.

Suryanegara, I Wayan (2011) Optimisme dan Pesimisme Rekayasa Genetika,http://wayansuryanegara.blogspot.com/2011/12/optimisme-dan-pesimimsi-rekayasa.html,Soal 3.

Tuliskan salah satu contoh bioinsektisida komersiil, tuliskan bagaiman proses pembuatan, jenis hama sasaran, cara kerja dalam mematikan hama sasaran, dan hal lain yang perlu dijelaskan. Tuliskan sumber pustaka (minimal 3) yang anda gunakan untuk mendukung pendapat anda Jawaban :

Salah satu Bioinsektisida yang telah di komersilkan atau telah di gunakan secara masal adalah bioinsektisida bakteri Bacillus thuringiensis. Bt yang dikomersialkan dalam bentuk spora yang membentuk inklusi bodi. Inklusi bodi ini mengandung kristal protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa phase stationary. Produk ini digunakan sebanyak 10-50 g per acre atau 1020 molekul per acre. Potensi toksisitasnya berlipat kali dibandingkan dengan pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan dengan sintetik pyrethroid.Serangga sasaran :

Ulat dan ngengatCara Kerja :

B. thuringiensis adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang bersifat membunuh serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya (Hofte dan Whiteley, 1989). Kristal protein yang bersifat insektisidal ini sering dise-but dengan -endotoksin. Kristal ini sebenarnya hanya merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus se-rangga akan berubah menjadi poli-peptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat insektisi-dal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena ada-nya aktivitas proteolisis dalam system pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membran di sa-luran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan os-motik terganggu, sel menjadi beng-kak dan pecah dan menyebabkan matinya serangga (Hofte dan Whiteley, 1989).Bahan dan alat untuk mengembangkanBacillus thuringiensis(Gerbang pertanian, 2012) :

1. Starter menggunakan bioinsektisida Dipel 10 gram

2. Limbah cair tahu 10 liter

3. Onggok tapioka 5 kg

4. Kapur 1 sendok makan

5. Ember

6. Pengaduk

7. Air steril 1 liter

Cara Pembuatan (Gerbang pertanian, 2012):1. Campurkan 10 liter limbah tahu cair, 5 kg onggok tapioka dan 1 sendok makan kapur

2. Rebus hingga mendidih dan diamkan sampai dingin (sebagai media).

3. Larutkan 10 gram bubuk Dipel dalam 1 liter air steril (sebagai starter)

4. Campurkan larutan Dipel tersebut dengan media yang telah dingin tadi

5. Inkubasikan dalam suhu kamar selama 3 hari

6. Rebus semua bahan tersebut dengan panas maksimal 50C hingga menjadi bubuk.

Cara penggunaan biakan Dipel (Gerbang pertanian, 2012) :1. Larutkan 1 gram bubuk biakan Dipel tersebut dalam 1 liter air (14 gr dalam 1 tangki semprot).

2. Semprotkan secara merata pada permukaan daun dan batang tanaman kalau bisa pada sore hari.

3. Untuk hasil yang maksimal sebaiknya dicampur dengan perekat.

4. Menurut informasi kekuatan biakanBacillus thuringiensistersebut tidak kalah dengan Dipel yang kita beli dari kios pertanian bahkan kekuatan toksisitasnya bisa 27 kali dibanding Dipel.

Aplikasi di lapangan :

Hasil dari penelitian di lapang menunjukkan adanya variasi tetapi umumnya menyatakan hasil yang positif terhadap hama di lapang seperti Plodia interpunctella, Spodoptera littoralis, Helicoverpa armigera, Lepidoptera decimlineata, dan lain sebagainya. Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan pema-kaian microbial spray di lapang an-tara lain distribusi spora yang tidak merata, laju konsumsi serangga/ larva, variasi larutan spora dalam tanki, ukuran droplet, dan sebagai-nya (Dent, 1993). Aplikasi Bt di la-pang dapat dilakukan dengan ber-bagai cara seperti menggunakan knapsack sprayers, hand-bait, dustblower, dan kapal terbang.Daftar Pustaka :Dent, D.R. 1993. The use of Bacilllus thuringiensis as insecticide. In Jones, D.G. (Ed.). Exploition of Microorganisms. Chapman and Hall, p. 19-44Hofte, H. and H.R. Whiteley. 1989. Insecticidal crystal proteins of Bacillus thuringiensis. Microbiol. Rev. 53: 42-255.Gerbang pertanian, 2012. Teknologi sederhana mengembangkan Bacillus thuringiensis. http://www.gerbangpertanian.com/2012/11/teknologi-sederhana-mengembangkan.html. Diakses tanggal, 23 September 2015

Soal 4.

Bioinsecticides do not persist long in the environment, unlike synthetic pesticides. They also have shorter shelf lives and are effective in small quantities, safer to humans and animals compared to synthetic insecticides, and very specific, often affecting only a single species of insect. However, bioinsecticides also have some disadvantages. They work slowly and the timing of their application is relatively critical. Setujukah sdr. dengan isi paragraph tersebut diatas. Tuliskan argument anda. Jawaban :

4. Saya sangat setuju dengan pernyataan diatas. Bioinsektisida memang memiliki banyak kelebihan seperti tak tahan lama di lingkungan sehingga tidak meninggalkan residu yang berkepanjangan, bahan-bahan pembuat bioinsektisida ini relatif murah bahkan dalam kaitannya dengan program penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan pun, biopestisida merupakan salah satu komponen teknologi yang direkomendasikan oleh banyak ahli. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan biopestisida berasal dari bahan hidup seperti tumbuh-tumbuhan (empon-empon, jarak, jengkol, biji srikaya, tembakau, nimbi, dll) dan mikroba (cendawan, bakteri, virus dan protozoa). Yang paling penting dan utama ialah bioinsektisida aman bagi manusia, dan tidak meninggalkan residu yang berdampak panjang bagi kesehatan manusia. Namun diantara kelebihan yang ada bioinsektisida bekerja lamban atau butuh waktu yang lama dalam proses pengendalian serangga hama. Sehingga pada kenyataan di lapangan, para petani lebih memilih insektisida buatan , karena mereka menginginkan tingkat kematian (mortalitas) yang tinggi bahkan tidak menyisahkan sedikitpun hama pengganggu serta dalam waktu yang sangat cepat tanpa memikirkan dampak pada aspek kesehatan maupun ekologis. Disinila peran para ilmuan dan peneliti dalam memberikan informasi lebih serta membantu para petani dalam mengaplikasikan bioinsektisida pada saat mengendalikan serangga hama.