totipotensi sel

7
1 TOTIPOTENSI SEL Adnan (Biologi FMIPA, UNM) 2008 Hampir semua sel di dalam tubuh suatu organisme mempunyai ekuivalensi genomik. Artinya bahwa semua sel tersebut mempunyai gen yang sama. Bagaimana aktivitas gen-gen tersebut selama berlangsungnya diferensiasi sel ? Apakah gen-gen tersebut diaktifkan secara terus menerus atau sebaliknya? Mengapa sebuah sel yang dikultur mampu membentuk satu organisme yang utuh? Sejumlah bukti-bukti ilmiah telah ditunjukkan oleh para peneliti melalui kultur sel. F.C Steward dan Cornell pada tahun 1950 membuktikan bahwa sel-sel akar wortel yang diisolasi, kemudian ditumbuhkan dalam medium kultur secara aseptik pada akhirnya mampu membentuk satu tumbuhan untuh. Kemampuan sel-sel untuk membentuk semua bagian tubuh satu organisme untuh disebut totipoten. Sifat totipoten pada dasarnya merupakan sifat yang dijumpai pada zigot, dimana sebuah zigot mampu membentuk semua bagian tubuh dari suatu organisme. Gambar 1. Kultur sel wortel Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa sel-sel floem dari akar wortel memiliki kemampuan untuk membentuk satu tumbuhan utuh. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut memiliki sifat totipoten. A. Pengontrolan Aktivitas Gen Setiap sel menerima kelengkapan informasi genetic yang sama selama berlangsungnya pembelahan sel. Hal tersebut sangat penting agar sel, jaringan atau organ berkembang pada jalur yang sesuai dengan nasib akhirnya. Pemanfaatan sejumlah informasi berkaitan dengan pengaktifan gen. Pengaktifan gen harus dalam urutan yang tepat untuk setiap sel. Hal ini menjadi dasar diferensiasi sel. Dikenal berbagai macam differensiasi, yaitu differensiasi kimiawi, diferensiasi seluler, diferensiasi histology dan diferensiasi fuingsional.

Upload: adnan-gassing

Post on 04-Jul-2015

561 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

TOTIPOTENSI SEL Adnan (Biologi FMIPA, UNM)

2008

Hampir semua sel di dalam tubuh suatu organisme mempunyai ekuivalensi genomik. Artinya bahwa semua sel tersebut mempunyai gen yang sama. Bagaimana aktivitas gen-gen tersebut selama berlangsungnya diferensiasi sel ? Apakah gen-gen tersebut diaktifkan secara terus menerus atau sebaliknya? Mengapa sebuah sel yang dikultur mampu membentuk satu organisme yang utuh? Sejumlah bukti-bukti ilmiah telah ditunjukkan oleh para peneliti melalui kultur sel. F.C Steward dan Cornell pada tahun 1950 membuktikan bahwa sel-sel akar wortel yang diisolasi, kemudian ditumbuhkan dalam medium kultur secara aseptik pada akhirnya mampu membentuk satu tumbuhan untuh. Kemampuan sel-sel untuk membentuk semua bagian tubuh satu organisme untuh disebut totipoten. Sifat totipoten pada dasarnya merupakan sifat yang dijumpai pada zigot, dimana sebuah zigot mampu membentuk semua bagian tubuh dari suatu organisme.

Gambar 1. Kultur sel wortel Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa sel-sel floem dari akar wortel memiliki kemampuan untuk membentuk satu tumbuhan utuh. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut memiliki sifat totipoten.

A. Pengontrolan Aktivitas Gen

Setiap sel menerima kelengkapan informasi genetic yang sama selama berlangsungnya pembelahan sel. Hal tersebut sangat penting agar sel, jaringan atau organ berkembang pada jalur yang sesuai dengan nasib akhirnya. Pemanfaatan sejumlah informasi berkaitan dengan pengaktifan gen. Pengaktifan gen harus dalam urutan yang tepat untuk setiap sel. Hal ini menjadi dasar diferensiasi sel. Dikenal berbagai macam differensiasi, yaitu differensiasi kimiawi, diferensiasi seluler, diferensiasi histology dan diferensiasi fuingsional.

2

Tipe-tipe sel yang berbeda mensintesa seperangkat protein yang berbeda. Tipe-tipe sel yang berbeda pada suatu organisme multiseluler menjadi berbeda satu dengan yang lain, karena sel-sel ini mensintesa dan mengakumulasikan seperangkat protein yang berbeda. Tapi bagaimana protein berbeda diperlukan untuk menghasilkan dua sel yang berbeda seperti sel floem dan sel parenkim ?

Tipe-tipe sel yang berbeda mentranskripsi seperangkat gen yang berbeda. Perbedaan diantara tipe sel yang berbeda tergantung pada protein utama yang dibuat, yang ditentukan pada tingkat pengontrolan sintesa protein. Terdapat lima pengontrolan dalam pembentukan protein dari DNA :

1. Pengontrolan transkripsi berfungsi mengontrol bagaimana dan kapan suatu gen ditranskripsikan

2. Pengontrolan prosesing, mengontrol bagaimana transkrip RNA diproses 3. Pengontrolan transpor, memilih m-RNA lengkap yang mana dalam inti sel akan

dikeluarkan ke sitoplasma. 4. Pengontrolan translasi, memilih m-RNA dalam sitoplasma yang ditranslasi oleh

ribosom 5. Pengontrolan degradasi m-RNA, menstabilkan m-RNA tertentu dalam

sitoplasama.

Menurut Jacob dan Monad ada tiga tipe gen yang berperan dalam pengendalian kerja gen, yaitu gen regulator (R) gen operator (O), dan gen struktural (S) Gen regulator memberi kode untuk memproduksi suatu protein repressor. Protein repressor memiliki kemampuan untuk berikatan dengan gen operator. Gen operator mengontrol fungsi gen structural. Gen struktural bekerja menghasilkan mRNA dan selanjutnya m RNA menghasilkan protein.

Bila repressor terikat pada gen operator, maka gen operator tertutup atau off, akibatnya RNA polymerase tidak dapat melaksanakan transkripsi mRNA. Bila repressor berikatan dengan metabolit-metabolit sitoplasma, repressor tidak dapat berikatan dengan gen operator, dengan demikian proses transkripsi dapat berlangsung dan pada akhirnya dihasilkan protein.

Gambar 2. Model pengontrolan gen menurut Jacob dan Monad

3

Belakangan diketahui bahwa produk suatu gen dapat menginisiasi aksi gen lain dan seterusnya, namun demikian produk suatu gen juga dapat berperan menghambat aktivitas gen yang lain. Dengan cara ini, gen-gen yang terdapat di dalam suatu sel pada tahap perkembangan yang berbeda dapat aktif secara berbeda.

B. Lingkungan Mikro Berpengaruh Terhadap Aktivitas Gen

Walaupun semua sel di dalam sel somatik memiliki gen yang sama, namun aktivitas gen tidak berlangsung secara serentak. Gen-gen di dalam sel aktif secara berbeda selama tahap perkembangannya. Aktivitas gen yang berbeda pada setiap tahap perkembangan, menyebabkan produk-produk gen menjadi berbeda. Produk gen yang berbeda menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang berbeda. Lingkungan mikro yang berbeda menyebabkan pola aktivitas gen menjadi berbeda. Artinya pada lingkungan tertentu hanya gen-gen tertentu saja yang aktif atau dalam keadaan “on” sedangkan gen-gen yang lain berada dalam keadaan tidak aktif atau “off”. Jadi walaupun sel-sel telah terdiferensiasi, namun gen-gen yang terkandung di dalam sebuah sel yang tidak dieskpresikan tidak hilang, namun berada dalam keadaan tidak aktif. Bila pada suatu waktu, sel-sel tersebut ditempatkan pada lingkungan yang berbeda, gen-gen yang tadinya berada dalam keadaan tidak aktif dapat diaktifkan kembali, dan sebaliknya gen-gen yang tadinya berada dalam keadaan aktif dapat menjadi tidak aktif.

.

Gambar 2. Pola aktivitas gen yang dikontrol oleh lingkungan mikro

Gambar 3. Pola aktivitas gen

4

Gambar dua sel nomor satu di atas menunjukkan bahwa molekul-molekul spesifik “n” yang ada di lingkungan sel dapat memasuki sel dan melintasi sitoplasma atau kemungkinan berinteraksi dengan molekul-molekul yang ada di dalam sitoplasma, dan selanjutnya memasuki inti sel. Satu atau lebih molekul “n” merangsang gen “dn” untuk mensintesis molekul “rn” yang spesifik, seperti mRNA. Molekul ‘n” yang lain dapat menekan aktivitas gen “ds” yang mensintesis keratin yang khas pada kulit. Molekul “rn” yang merupakan kopian gen memasuki sitoplasma dan mensintesis molekul protein spesifik “pn” dari prekuersor molekul “p”. Protein “pn” merupakan protein khas pada sel saraf. Molekul “pn” selanjutnya dapat menjadi promoter aktivitas gen “dn” atau menekan gen “ds”. Molekul “pn “yang baru disintesis dapat mengubah jenis dan kualitas produk y yang dilepaskan oleh sel ke lingkungannya. Dengan cara ini sel-sel mulai mengontrol lingkungan mikronya dan selanjutnya mengalami differensiasi. Pada sel nomor dua, aktivitas gen yang berbeda pada lingkungan mikro yang berbeda menghasilkan sel kulit. Ilustrasi pada gambar dua di atas menunjukkan dua buah sel yang ditempatkan pada lingkungan mikro yang berbeda, menyebabkan arah differensiasinya menjadi berbeda. Sel pertama berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel yang kedua berdifferensiasi menjadi sel kulit. C. Differensiasi Seluler

Sel merupakan sistim kompartemen yang sangat kompleks, di mana di dalamnya berlangsung aktivitas metabolisme dengan sistim pengontrolan yang sangat terkoordinasi antara satu sel dengan sel lainnya. Hal tersebut dimungkinkan berlangsung, sebab sel pada organisme multiseluler mengalami spesialisasi struktural dan fungsional. Selama proses perkembangan, pola aktivitas fungsional sel mengalami pergeseran melalui serangkaian proses differensiasi, baik secara biokimiawi, genetik maupun differensiasi secara struktural dan fungsional. Hasil differensiasi sel mengarah kepada spesialisasi sehingga sel-sel dapat melaksanakan beberapa fungsi yang spesifik dengan efisiensi yang jauh lebih besar. Perubahan-perubahan morfologi selama differensiasi sel disertai dengan perubahan-perubahan biokimiawi melalui proses sintesis sejumlah komponen-komponen organik sel, misalnya sintesis satu atau beberapa jenis protein tertentu pada setiap sel yang mengalami differensiasi. Perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada sel yang telah mengalami differensiasi dapat berupa perubahan dari segi fungsi, struktur internal, ukuran, kepekaan, motilitas, dan aktivitas mitosis (Tabel 1).

5

Tabel 1. Beberapa karakter sel yang berubah setelah mengalami differensiasi

Karakteristik Jenis Perubahan

Sebelum Differensiasi Setelah Differensiasi

Fungsi Bentuk Struktur internal Ukuran Kepekaan Motilitas Aktivitas mitosis Jumlah produk sel Tipe produk sel Metabolisme Lingkungan mikro Jumlah sel Arsitektur jaringan Kemampuan umum

Umum Sederhana Sederhana

Lebih seragam Tinggi Tinggi Tinggi Sedikit Umum Umum

Sederhana Sedikit

Sederhana Besar

Spesifik Kompleks Kompleks Bervariasi

Kurang Kurang Kurang Banyak Spesifik Spesifik

Kompleks Banyak

Kompleks Sederhana

Pada sel yang telah berdifferensiasi, sifat totipotensinya relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan sel yang belum berdifferensiasi. Oleh sebab itu, pada sejumlah kasus menunjukkan bahwa sel yang telah terdifrensiasi bilaman dikultur pada suatu medium tertentu, maka sel-sel tersebut dapat mengalami rediferensiasi sehingga menjadi sel-sel yang belum berdiferensiasi, misalnya pembentukan sel kalus dari sel-sel floem pada akar wortel. Sel-sel kalus ini kembali memiliki potensi untuk membentuk satu individu yang utuh. Hal ini merupakan dasar yang penting dalam pelaksanaan kultur jaringan, khususnya pada tumbuhan. Pada hewan, gen-gen pada sel yang telah terdiferensiasi dapat diaktifkan kembali bila mana disimpan pada tempat yang sesuai. Sebuah contoh yang telah terjadi adalah sel-sel epitel usus pada katak (xenopus) merupakan sel-sel yang telah terdiferensiasi (lihat Gambar 3). Artinya potensi sel-sel tersebut untuk membentuk satu katak dewasa sudah sulit, karena sejumlah gen-gen yang diperlukan berada dalam keadaan off., namun bila inti dari sel epitel ditransplantasikan ke sel telur yang telah dihilangkan intinya, maka gen-gen pada inti tersebut kembali diaktifkan, dan gabungan antara inti sel epitel dengan sitoplasma sel telur tersebut dapat berkembang menjadi katak.

6

Gambar 3. Transplantasi inti pada katak xenopus

7

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., Reece, J.B., dan Mitchell, L. G. 2002. Biologi Jilid I. Erlangga. Jakarta. Carlson, R.M. 1988. Pattens Foundation of Embryology. Mc. Graw Hill Books. New

York.

Gilbert, S.F. 1985. Development Biology. Sinauer Ass. Publ. Sunderland. Massacussetts.

Spratt, N. T. 1971. Development Biology. Wadsworth Publ Co. Belmont, california.