tinjauan yuridis terhadap pelaksanaan sistem kontrak...

158
Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Sistem Kontrak Bagi Hasil Dalam Industri Perminyakan, 2008. USU Repository © 2009 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI PERMINYAKAN SKRIPSI Oleh RENI MAHKITA SILALAHI 020200128 Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata Dagang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Upload: doanliem

Post on 06-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Sistem Kontrak Bagi Hasil Dalam Industri Perminyakan, 2008. USU Repository © 2009

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI PERMINYAKAN

SKRIPSI

Oleh

RENI MAHKITA SILALAHI

020200128

Departemen Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

2

”TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI PERMINYAKAN”

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam memperoleh

gelar sarjana Hukum

Oleh

RENI MAHKITA SILALAHI

020200128

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

3

”TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI PERMINYAKAN”

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Hukum

Disetujui Ketua Departemen Hukum Perdata Dagang

Prof. Dr. Tan Kamello,SH,MS NIP.131764556

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS Zulkifli Sembiring, SH NIP.131764556 NIP.131796148

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan 2008

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

4

ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK

BAGI HASIL DALAM INDUSTRI PERMINYAKAN

Kenaikan harga minyak mentah semenjak tahun 2002 hingga pada awal tahun 2006 telah ikut membebani Indonesia. Kondisi eksternal yang berkembang nampaknya mendorong kenaikan harga-minyak Cadangan sumber daya alam hidrokarbon Indonesia yang cukup besar, tidaklah tidak terbatas. Catatan mengenai sisa cadangan dan produksi tahunan menunjukan penurunan untuk minyak dan kenaikan untuk gas. Kebutuhan bahan bakar cair (BBM) dapat dikatakan tidak menurun dan kebutuhan gas naik setelah pemerintah memperlakukan harga BBM pada harga pasar dunia. Apa Hubungannya antara Kontrak bagi hasil (PSC) dengan harga minyak?, tentu ada, tergantung dilihat dari perspektif apa. Jika diperhatikan, pada saat harga minyak naik, biasanya yang punya lahan (negara atau host country) merasa perlu mengenakan tambahan pajak buat kontrak tor, karena (menganggap) untungnya kontraktor “kebanyakan”. Sebaliknya dari sisi kontraktror, tentu akan berusaha menunjukkan bahwa mereka”nggak untung-untung amat”karena biaya juga naik. Tentu tidak ada yang dapat disalahkan, semuanya punya pendapat. Dari sejarahnya ada 3 (tiga) bentuk kontrak perminyakan yaitu Konsesi, Perjanjian Karya dan Kontrak Bagi Hasil. Yang menjadi masalah adalah bagaimana pelaksanaan dan ketentuan kontrak bagi hasil itu di Indonesia setelah undang-undang No.22 tahun 2001 diterapkan dan permasalahan yang muncul setelah undang-undang tersebut diberlakukan. Penelitian ini dilakukan di Propinsi Sumatera Utara Yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera Utara. Penelitian bersifat deskriptif analitis dan spesifikasi penelitian yang dipergunakan yaitu penelitian studi kasus. Cara penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara lansung kepada bagian Divisi Minyak dan Gas Bumi dan juga dengan mempelajari undang-undang serta buku-buku yang berkaitan dengan dunia perminyakan. Penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan terhadap ketentuan kontrak bagi hasil dalam industri perminyakan setelah undang-undang No.22 tahun 2001 diterapkan di Indonesia. Fungsi Pertamina diganti oleh BPMIGAS. Jika ditinjau dari segi Hukum Perdata maka pelaksanaan kontrak bagi hasil itu tetap belum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Pasal 1338 KUH Perdata), yaitu perjanjian telah ditentukan oleh badan pelaksana sedangkan badan usaha atau badan usaha hanya diharuskan mempelajari isi kontrak. Prinsip pembagian hasil produksi tetap 85% untuk negara dan 15 % untuk kontraktor dan jika ada keuntungan (profit sharing) setiap tahunnya BPMIGAS mendapat 37,5 % dan untuk kontraktor sebesar 62,5%. Keterampilan dan teknologi serta resiko dan keuangan disediakan oleh Kontraktor, badan pelaksana yang mengaturnya. Permasalahan yang muncul setelah undang-undang No.22 tahun 2001diterapkan yaitu pada pengaturannya apabila tidak ada diatur dalam kontrak bagi hasil maka perlu disesuaikan (disinkronkan) agar tidak tumpang tindih. Seperti masalah perpajakan, biaya produksi, pembagian keuntungan dan rencana kerja serta dana bagi hasil dan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepda Tuhan Yang Maha Esa dan

Putra-NYA yang tunggal Yesus Kristus, atas berkat dan rahmat-NYAlah Penulis

beroleh kekuatan untuk menjalani suka dan duka dimasa perkuliahan hingga

penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini berjudul "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Sistem

Kontrak Bagi Hasil Dalam Industri Perminyakan” (Study Kasus Dinas

Pertambangan dan Energi Di Prop.Sumatera Utara) Adapun skripsi ini dibuat

sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis telah mengerahkan segala potensi dan kekuatan untuk

menyelesaikan skripsi ini, namun Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari

sempurna oleh karena itu kiranya Penulis mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan sekaligus juga sebagai Dosen Pembimbing I Penulis.

4. Bapak Zulkifli Sembiring, SH selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

6

selalu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum selaku Dosen wali Penulis yang selama

ini telah memberikan motivasi kepada Penulis dalam kegiatan akademik.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen dan Staff Pegawai Fakultas Hukum USU

7. Bapak Ir. Sumintarto selaku Kepala Divisi Dinas Pertambangan dan Energi

Prop. Sumatera Utara .

8. Bapak Ir. Drs. Yahya P. Pulungan selaku Kepala Tata Usaha Di Dinas

Pertambangan dan Energi.

9. Seluruh Staff Pegawai Dinas Pertambangan dan Energi Prop. Sumatera Utara

yang telah berpartispasi dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada Orang tua tercinta Charles. MP Silalahi dan Romauli br Hutahaean,

terimaksih atas doa, dana, pengertian dan kasih sayang yang tak terhingga

kepada Penulis, semoga Tuhan memberkati.

11. Kepada saudara-saudariku tercinta Rina Dameria Shiomi Silalahi. Amd,

Daniel Yamato Silalahi, Roni Maryanti Silalahi. Spd, Rini Sonyta Silalahi,

Rani Chien Silalahi, David Yamato Silalahi, Ramos Roshima Silalahi.

12. My Big Family.

13. Kumpulan Marga muda-mudi Silahisabungan boru dohot bere sekota Duri

14. Kepada kepala dan guru-guru di SMU Cendana Mandau Duri dan Teman-

teman semasa SMU kapan jumpa lagi.

15. Kepada Teman-teman se-GMKI teruslah berkarya

16. Kepada Teman-teman stambuk 02 yang pernah mengisi hari-hari Penulis

selama masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

7

Akhir kata Penulis berharap skripsi ini berguna bagi semua pihak dan para

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya. Akhir kata

apapun yang kamu kerjakan dan lakukan, perbuatlah itu Tuhanmu agar apa yang

kamu kerjakan adalah selalu yang terbaik dalam hidupmu.

Medan, 2 Juni 2008 Penulis

RENI MAHKITA SILALAHI

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

8

DAFTAR ISI

INTISARI .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... v

DAFTAR TABEL/BAGAN .................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Permasalahan ............................... 1

B. Perumusan Masalah................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... 7

D. Keaslian Penelitian ................................................... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ............................................. 10

F. Metode Penulisan ....................................................... 15

G. Metode Penulisan .................................................... 15

H. Sistematika Penulisan ............................................. 17

BAB II : TINJAUAN TERHADAP KONTRAK PADA

UMUMNYA ................................................................... 19

A. Pengertian Kontrak Secara Umum ......................... 19

1. Asas-asas dalam Hukum Kontrak..................... 20

2. Bentuk Kontrak ................................................... 26

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

9

3. Jenis-jenis Kontrak ............................................. 28

4. Syarat sahnya Kontrak ....................................... 30

5. Berakhir dan Hapusnya Kontrak ...................... 34

B. Tinjauan Terhadap Kontrak Bagi Hasil.................. 35

1. Pengertian dan Latar Belakang Timbulnya

Kontrak Bagi Hasil ............................................ 35

2. Landasan Hukum dan Prosedur Sistem

Kontrak Bagi Hasil ........................................... 45

3. Bentuk dan Substansi Kontrak Bagi Hasil ...... 49

4. Jangka Waktu dan Pola Penyelesaian

Sengketa Kontrak Bagi Hasil ........................ 50

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI

PERMINYAKAN DI INDONESIA. ......................... 52

A. Sejarah Timbulnya Industri Peminyakan di

Indonesia ................................................................. 52

B. Sumber Hukum Perjanjian Pengelolaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di

Indonesia ................................................................ 66

C. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan

Hilir Minyak dan Gas Bumi. ................................. 67

D. Variable yang berpengaruh Terhadap

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

10

Pembagian Hasil dalam Kontrak Bagi Hasil

Migas ....................................................................... 70

E. Gambaran Umum Tentang Dana Bagi hasil

Migas ....................................................................... 78

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SISTEM

KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI

PERMINYAKAN ........................................................... 89

A. Pelaksanaan Sistem kontrak Bagi Hasil Dalam

Industri Perminyakan Ditinjau dari Segi

Peraturan Yang Berlaku ....................................... 89

B. Ketentuan Kontrak Bagi Hasil Di Indonesia

Menurut Undang-undang No.22 Tahun 2001 .... 99

C. Permasalahan Yang Muncul Setelah UU No. 22

Tahun 2001 Diterapkan dalam Kontrak Bagi

Hasil di Bidang Migas.......................................... 136

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN141

A. Kesimpulan ............................................................... 141

B. Saran .......................................................................... 143

DAFTAR KEPUSTAKAAN ................................................................ 145

LAMPIRAN

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

11

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Komponen Cost Recovery Kegiatan Usaha Hulu Migas ……………

79

2. Dana Bagi Hasil (DBH) di bidang Perikanan dan Minyak Bumi …….

84

4. Bidang-bidang program dan Community Development ……………..

135

DAFTAR BAGAN

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

12

Nomor Judul Halaman

1. Rumus yang dipakai dalam menentukan Harga Minyak di

Pasaran ……………………………………………………………………72

2. Keterangan tentang Proses Lifting ……………………………………77

3. Tentang Prinsip yang Dianut dalam Prinsip Dana

Bagi Hasil Migas................…………………………………………………80

4. Bagan yang menerangkan tentang Jenis Dana Bagi

Hasil yang Berasal dari SDA (Sumber Daya Alam)

…………………….83

5. Proses Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Migas ……

85

6. Mekanisme Perhitungan Dana Bagi Hasil Migas ……………………

86

7. Alur Dana Penerimaan Migas bagian (1)

…………………………….88

8. Sambungan Alur Penerimaan Migas bagian (2) …………………….

89

9. Pola Kontrak Kerjasama di bidang Minyak dan Gas ……………

95

10. Tentang Binis dan Aktifitas Migas ……………………………………

96

11. Contoh Objek PBB Migas

…………………………………………….136

DAFTAR LAMPIRAN

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

13

1. Tabel Production Sharing Contract Pertamina.

2. Production Sharing Contract Dengan Pihak BPMIGAS

3. Surat Pengantar Riset dari Kampus Fakultas Hukum USU Medan

4. Surat Tanda Penerimaan Riset dari Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi

Sumatera Utara

5. Surat Tanda Selesai Riset Dari Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi

Sumatera Utara.

BAB I

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

14

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Penulis memilih judul “Tinjauan Yuridis terhadap Sistem Kontrak Bagi

Hasil dalam Industri Perminyakan” sebagai bahan penulisan skripsi ada beberapa

alasan. Yang pertama karena Penulis merasa tertarik mendalami pengetahuan

tentang kontrak, yang kedua karena masalah kontrak bagi hasil masih sangat

jarang dibahas terutama dalam bidang perminyakan dan bahannya pun terbatas,

yang ketiga karena masalah perminyakan merupakan masalah kelangsungan hidup

bangsa dan menyangkut sumber kekayaan alam Indonesia yang digali dan diolah.

Hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 setelah

Amandemen yang isinya: 1

1 Sumber: ”UUD 1945” Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) setelah Amandamen. Fokus media.

Ayat (2) : Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang

menguasai hajat hidup dikuasai oleh Negara.

Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat

Indonesia.

Bahan galian seperti emas, perak, tembaga minyak dan gas bumi batubara

dan lain-lain dikuasai oleh Negara. Negaralah yang mempunyai wewenang untuk

mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan dan penguasaannya dan

digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

15

Menurut Bagir Manan pengertian dikuasai oleh Negara atau HPN sebagai

berikut :2

1. Penguasaan semacam pemilikan oleh Negara, artinya Negara melalui

Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk

menentukan hak, wewenang atasnya termasuk di sini bumi, air dan

kekayaan yang terkandung di dalamnya.

2. Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan

3. Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan Negara untuk usaha-

usaha tertentu.

Dalam pengusahaan bahan galian (tambang), Pemerintah dapat

melaksanakan sendiri dan atau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk

melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan

sendiri oleh instansi Pemerintah.

Apabila usaha pertambangan dilaksanakan kontraktor, kedudukan

Pemerintah adalah memberi izin berupa kuasa pertambangan, kontrak karya,

perjanjian karya, penguasaan pertambangan batubara dan kontrak bagi hasil.

Perusahaan tambang (institusi) yang diberikan izin oleh Pemerintah untuk

mengusahakan bahan tambang adalah instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh

Menteri, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan dengan modal

bersama antar Negara dan daerah, koperasi, badan atau perseorangan swasta,

2 . Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Cetakan I, Yogyakarta, UII Press, 2008, Hal 18

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

16

perusahaan dengan modal bersama antar Negara dan/atau daerah dengan koperasi

dan/atau badan/perseorangan swasta, pertambangan rakyat.

Dari semua institusi di atas perusahaan yang paling menonjol untuk

mengusahakan bahan galian, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya berasal dari

asing maupun patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik.

Dominannya perusahaan asing dikarenakan perusahaan itu mempunyai modal

yang besar dan telah berpengalaman di dalam mengelola bahan galian, baik bahan

mineral minyak dan gas bumi maupun batubara.

Prinsip kontrak bagi hasil merupakan prinsip yang mengatur pembagian

hasil yang diperoleh dari eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi antara

badan pelaksana dan badan usaha/badan usaha tetap.

Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract / PSC) juga diberikan

untuk mencari dan mengembangkan cadangan hidrokarbon di area tertentu

sebelum berproduksi secara komersial. Kontrak bagi hasil berlaku untuk beberapa

tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung penemuan minyak dan gas

dalam jumlah komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya

periode ini dapat diperpanjang melalui perjanjian antara Kontraktor dan

BPMIGAS. Kontraktor pada umumnya diwajibkan untuk menyerahkan kembali

persentase tertentu dari area kontrak pada tanggal tertentu, kecuali jika area

tersebut terkait dengan permukaan lapangan dimana telah ditemukan minyak dan

gas.3

Hak penguasaan Negara yang dinyatakan dalam Pasal 33 UUD 1945

3 . http://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak Bagi Hasil

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

17

memposisikan Negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat.

Fungsi Negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya,

melepaskan suatu bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi, swasta

harus disertai dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat

khusus dan tujuan mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tetap dapat

dikendalikan Negara.

Pelaksanaan dari Pasal 33 UUD 1945 kemudian diatur dalam berbagai

undang-undang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan minyak dan gas

bumi, yang dimulai dengan undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1940 tentang

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, undang-undang Nomor 8 Tahun 1971

tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Kedua undang-

undang ini kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi setelah undang-undang Nomor

22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Digunakannya istilah Production Sharing Contract (PSC) untuk kontrak

bagi hasil sebagai judul kontrak adalah untuk mempertegas bahwa bentuk kontrak

kerjasama yang dimaksud untuk disepakati dan dilaksanakan oleh BPMIGAS dan

Kontraktor adalah Production Sharing Contract (PSC), mengingat UU Nomor 22

Tahun 2001 dalam Pasal 1 butir 19 menyebutkan bahwa Production Sharing

Contract merupakan salah satu bentuk kontrak kerjasama yang diakui oleh

undang-undang ini dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih

menguntungkan bagi Negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.

Kontrak PSC ini muncul karena ketidakpuasan terhadap kontrak-kontrak

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

18

sebelumnya seperti kontrak konsesi dan kontrak karya yang banyak membawa

kerugian bagi Negara. Alasan sehingga diterbitkannya undang-undang tentang

kontrak bagi hasil terdapat di dalam Pasal 6 (enam) UU Nomor 22 Tahun 2001

yaitu, hak milik terhadap sumber daya alam (SDA) tetap ditangan Pemerintah

sampai pada titik penyerahan, pengendalian manajemen operasi ada ditangan

badan pelaksana (BPMIGAS) dan modal serta resiko seluruhnya ditanggung oleh

badan usaha atau badan usaha tetap.

Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan

jenis usaha bersifat tetap atau terus-menerus didirikan sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan badan usaha tetap adalah badan usaha

yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan RI yang

melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib

mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.

Perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya peralihan hak antara

Pertamina dan BPMIGAS adalah untuk kepentingan Negara dan agar lebih

memudahkan pengawasan terhadap pertambangan minyak di Indonesia

Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh kontrak

perminyakan terhadap fluktuasi harga minyak. Sebelumnya, perlu diingat kembali

model-model kontrak perminyakan yang ada, yaitu konsesi (royalty tax),

Production Sharing Contract (PSC) dan Service Contract.4

4. Benny Lubiantara, Vienna Austria, Fleksibilitas Kontrak Perminyakan, 22 Januari 2007 (www.google.com)

PSC sendiri

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

19

belakangan berkembang dengan macam macam features, khususnya cara-cara

pembagian profit oil split dan seberapa fleksibel kontrak tersebut terhadap naik

turunnnya harga minyak dan bagaimana pula para analis perminyakan

memprediksi harga minyak yang berubah-ubah setiap saat. Permasalahan ini

sangat menarik bagi Penulis terutama tentang pelaksanaannya yang akan Penulis

tinjau dari segi peraturan yang berlaku di Indonesia dan paling tidak pembaca

dapat menerima gambaran tentang kontrak perminyakan dan mengapa

berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak yang melanda Indonesia saat ini. .

Tinjauan Penulis, yaitu dari aspek keperdataan, yang selanjutnya Penulis

rumuskan dalam judul Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Sistem Kontrak

Bagi Hasil dalam Industri Perminyakan (Studi Kasus Dinas Pertambangan dan

Energi Provinsi Sumatera Utara)

B. PERUMUSAN MASALAH

Beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan judul dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kontrak bagi hasil dalam industri perminyakan

ditinjau dari segi peraturan yang berlaku?

2. Bagaimana Ketentuan Kontrak Bagi Hasil di Indonesia menurut Undang-

undang No. 22 Tahun 2001.

3. Permasalahan yang muncul setelah Undang-undang No. 21 Tahun 2001

diterapkan dalam kontrak bagi hasil di bidang migas?

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

20

C. TUJUAN PENELITIAN & MANFAAT PENELITIAN

Tujuan pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem kontrak bagi hasil dalam industri

perminyakan secara umum.

2. Untuk mengetahui bagaimana Kontrak Bagi Hasil (PSC) di Indonesia menurut

Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

3. Untuk mengetahui permasalahan yang muncul setelah UU Nomor 22 Tahun

2001 diterapkan di Indonesia.

Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap

pengembangan Ilmu Hukum Perdata umumnya dan Hukum Perjanjian

khususnya dalam kontrak bagi hasil pertambangan minyak dan gas bumi.

2. Secara Institusional

Melalui penelitian Penulis berharap dapat menambah wawasan pembaca

dalam mencermati permasalahan yang muncul dalam masyarakat serta

membuka cakrawala pemikiran terhadap kontrak perminyakan yang selama ini

tidak biasa dibicarakan oleh masyarakat

3. Secara Praktis.

1) Diharapkan penelitian ini dapat membantu Pemerintah dalam menentukan

kebijakan di masa mendatang dalam pelaksanaan kontrak bagi hasil

minyak dan gas bumi.

2) Kepada perusahaan asing agar dapat memperoleh masukan dan

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

21

menyesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

3) Kepada masyarakat agar tidak buta mengenai pelaksanaan dalam bidang

kontrak bagi hasil bidang perminyakan.

D. KEASLIAN PENELITIAN

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, baik dari Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara mengenai judul kontrak bagi hasil, yaitu:

1. Siska Rahman, dengan judul Skripsi “Peranan Contract Production Sharing

dalam Industri Minyak dan Gas Bumi.” (Studi Kasus BPMIGAS). Adapun

yang menjadi permasalahannya adalah mengenai peranan kontrak bagi hasil

dalam industri minyak dan gas bumi, bahwa terdapat tiga (3) peranan

penting yang dimiliki oleh industri minyak dan gas bumi dalam

pembangunan nasional, yaitu sebagai sumber energi nasional, sebagai

penyumbang devisa terbesar, sebagai bahan baku industri khususnya industri

petrokimia dan apabila terjadi sengketa antara Pertamina dengan kontraktor

dalam Contract Production Sharing diselesaikan melalui arbirase.

2. Rudi Karmawan, dengan judul Skripsi ”Contract Production Sharing antara

Telkom Witel I dengan Pengusaha Wartel.” (Studi Kasus Wartel di

Kotamadya Medan), dengan kesimpulan bahwa penerapan ketentuan tentang

bank garansi ditentukan secara bersama oleh PT. Telkom dengan pengelola

wartel, yang pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan Hukum Perdata.

Namun kenyataannya, ditentukan secara sepihak oleh PT. Telkom. Dalam

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

22

hal ini, PT. Telkom telah menghilangkan unsur pertama yang tertuang dalam

Pasal 1320 KUH Perdata sebagai hukum sah tidaknya suatu perjanjian, yaitu

kesepakatan kedua belah pihak.

3. Mardalena Hanifah, dengan judul Tesis “Pelaksanan Perjanjian Bagi Hasil

antara Pertamina dengan PT. Caltex Pasific Indonesia di Pekanbaru,

Provinsi Riau.” Adapun yang menjadi permasalahannya adalah pelaksanaan

perjanjian Bagi Hasil antara Pertamina dengan PT. Caltex Pasific Indonesia

dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil antara Pertamina

dengan PT. Caltex Pasific Indonesia. Isi atau bentuk kontrak telah

ditentukan Pertamina. Para pihak mengenyampingkan Pasal 1338 KUH

Perdata tentang kebebasan berkontrak untuk menentukan isi perjanjian dan

dalam pelaksanaannya dikemukakan kendala berupa masalah pembebasan

tanah, pemberlakuan Undang-undang No. 44 Prp Tahun 1960 tentang

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta pemutusan sepihak terhadap

daerah CPP (Coastal Plains Pekanbaru).

4. Asmaul Husna TR, dengan judul Tesis “Pelaksanaan Contract Production

Sharing antara Exxon Mobil Oil Indonesia, Inc. dengan PT. Pertamina

(Persero) di point “A” Aron Lhoukson Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

yang bertujuan untuk menegetahui pelaksanaan Contract Production

Sharing Oil Indonesia Inc. Pertamina (Persero) dan manfaat pelaksanaan

kontrak tersebut terhadap pendapatan daerah dalam mewujudkan otonomi

khusus Nangroe Aceh Darussalam dan hambatan-hambatan dalam

pelaksanaan kontrak.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

23

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengertian kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) tentang

pertambangan secara khusus dan terperinci tidak ditemui, baik dalam KUH

Perdata maupun dalam undang-undang. Namun Production Sharing Contract

merupakan model yang dikembangkan dari konsep perjanjian bagi hasil yang

dikenal dalam Hukum Adat, yaitu seorang yang berhak atas tanah yang karena

suatu sebab tidak dapat mengerjakan sendiri, tetapi ingin tetap mendapatkan

hasilnya, maka memperkenankan orang lain untuk menyelenggarakan usaha

pertanian atas tanah yang dimilikinya dan hasilnya dibagi antara mereka

berdasarkan persetujuan. Konsep perjanjian bagi hasil yang dikenal dalam Hukum

Adat tersebut telah dikodifikasi dalam UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang

Perjanjian Bagi Hasil, Pasal 1 huruf c, yang berbunyi :

Perjanjian bagi hasil ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak yang dalam undang-undang ini disebut ”Penggarap” berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.

Konsep inilah yang dikemudian dikembangkan menjadi Production

Sharing Contract (perjanjian bagi hasil) untuk pertambangan minyak dan gas

bumi. Dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1971,

maka pada tahun 1994 diundangkan PP Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat-

syarat Pedoman Kerjasama Perjanjian Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, yang

menyebutkan tentang pengertian perjanjian bagi hasil, yaitu pada Pasal 1 yang

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

24

berbunyi: ”Perjanjian bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara Pertamina dan

Kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas

bumi berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.

Pengertian Production Sharing Contract (perjanjian bagi hasil) menurut

para ahli :

Sutadi menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil merupakan bentuk

kerjasama dengan pihak asing di bidang minyak dan gas bumi yang harus

menjabarkan prinsip-prinsip pengusahaan minyak dan gas bumi sesuai dengan

penggarisan konstitusi dan peraturan perundangan-undangan yang ada.5

Subekti mendefenisikan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada

seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk untuk

melaksanakan sesuatu hal dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua

orang tersebut yang dinamakan : ”Perikatan”

6

Sumantoro mendefenisikan Production Sharing Contract sebagai

kerjasama dengan sistem bagi hasil antara perusahaan Negara dengan perusahaan

asing yang sifatnya kontrak. Apabila kontrak telah habis, maka mesin-mesin yang

dibawa pihak asing tetap tinggal di Indonesia. Kerjasama dalam bentuk ini

merupakan suatu kredit luar negeri dimana pembayarannya dilakukan dengan cara

bagi hasil terhadap produksi yang telah dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

7

Sedangkan Abdul Kadir Muhammad memuat beberapa unsur yang termuat

5. Sutadi Pudjo Utomo, 1990 , Bentuk-bentuk Insentif dalam Contract Production Sharing,

Warta Caltex No. 21, Hal.11. 6. Joni Ermizon, Hukum Bisnis di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2002, Hal. 176. 7 . Sumantoro, 1990, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Rajawali Press, Jakarta, Hal. 215.

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

25

dalam suatu perjanjian, yaitu :

a. Ada pihak-pihak

Pihak yang terlihat dalam perjanjian minimal dua orang, yang terdiri dari

subyek hukum. Subyek hukum tersebut dapat manusia kodrati dan dapat pula

badan hukum (rechtperson). Dalam hal perkara manusia, maka orang tersebut

harus telah dewasa dan cakap.

b. Ada persetujuan antara para pihak

Para pihak sebelum melaksanakan perjanjian harus diberikan kebebasan

untuk mengadakan tawar-menawar (bargaining) atau konsensus dalam suatu

perjanjian.

c. Ada tujuan yang ingin dicapai

Suatu perjanjian haruslah mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu

yang ingin dicapai, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kebiasaan yang diakui

masyarakat dan kesusilaan.

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan

Dalam suatu pihak, perjanjian para pihak mempunyai hak dan kewajiban

satu sama lain. Satu pihak berhak menuntut pelaksanaan prestasi dan di pihak lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasi, dan begitu sebaliknya.

e. Ada syarat- syarat tertentu

Setiap perjanjian yang dibuat dan disepakati para pihak merupakan

undang-undang bagi mereka yang membuat. Agar suatu perjanjian dapat

dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, maka perjanjian tersebuat memenuhi

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

26

syarat- syarat tersebut. 8 Sudarsono mengartikan kontrak dengan perjanjian

tertulis antara dua pihak dalam perdagangan, sewa menyewa. Persetujuan yang

bersanksi hukum antar dua atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan

perikatan. 9

a. Suatu persetujuan (suatu penawaran dan penerimaan dari penawaran itu)

Dari keseluruhan defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrak

sedikitnya mempunyai satu janji atau dibuat, baik secara tertulis (written) maupun

secara lisan (oral).

Jhon D. Donnel dan James Barnes menyimpulkan bahwa setelah

bertahun-tahun pengadilan Hukum Adat mengembangkan sejumlah syarat-syarat

bahwa suatu perjanjian harus memenuhi sebelum perjanjian itu dianggap sebagai

kontrak, yaitu :

b. Dengan sukarela berbuat

c. Masing-masing pihak mempunyai kapasitas untuk membuat kontrak

d. Didukung oleh pertimbangan (dengan beberapa pengecualian)

e. Melakukan seperangkat tindakan-tindakan hukum.

Kontrak yang dibuat secara lisan akan sulit dijadikan alat bukti, kecuali ada

saksi-saksi yang memberikan adanya peristiwa perjanjian tersebut. Perjanjian

bukan hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya,

namun juga untuk segala sesuatu menurut sifat perjanjian, dikehendaki oleh

8 . Ibid. Hal 178-179 9 . Sudarsono, Kamus Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hal 182.

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

27

kepatuhan, kebiasaan atau undang-undang.10

Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum berkewajiban untuk

mengawasi dan menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dengan

kepentingan masyarakat. Prinsip kebebasan berkontrak dianut oleh hukum positif

kita sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1338 ayat (1) dan diberlakukan

secara luas dalam praktek hukum di Indonesia dan bahkan prinsip ini menjadi

begitu penting karena digunakan sebagai prinsip kunci dalam mengembangkan

berbagai jenis perjanjian yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum dan

praktek hukum di Indonesia, seperti : Perjanjian Patungan, Perjanjian Bantuan

Teknis, Perjanjian Lisensi, Perjanjian Penggabungan (Merger), Perjanjian Bagi

Hasil (Production Sharing Contract) dan sebagainya. Jenis-jenis perjanjian

tersebut baru dikenal luas setelah diperkenalkannya Undang-undang No.1 Tahun

1967 tentang Penanaman Modal Asing yang mengundang investor asing ke

Indonesia.

11

Penulisan ini bersifat penelitian yang deskriptif analitis dengan

menggunakan pendekatan yuridis normatif di bidang kontrak bagi hasil. Sifat

penelitian deskriptif adalah bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat

suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan

penyebaran suatu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu

F. METODE PENULISAN

10 Sholeh Soeadi, Vademecum Hukum Perdata dan Hukum Pidana, Penerbit PT.Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2000, Hal 113 11. Erman Rajagukguk, Permasalahan Kontrak Bisnis Internasional, Makalah disampaikan

pada Seminar Permasalahan Kontrak Bisnis Internasional, Surabaya 7 Juni 1997, hal 4

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

28

gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.12

1. Bahan Hukum Primer terdiri dari : Peraturan Perundang-undangan yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu Undang-undang Nomor 22

Selain pendekatan yuridis normatif, juga diperhatikan pendekatan yuridis

empiris. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui penerapan peraturan

perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi terutama setelah

keluarnya undang-undang tentang yang baru di bidang minyak dan gas bumi,

yaitu undang-undang yang baru di bidang minyak dan gas bumi, yaitu Undang-

undang No. 22 Tahun 2001 dan Buku III KUH Perdata yang ada kaitannya

dengan pelaksanaan kontrak bagi hasil di bidang perminyakan dengan spesifikasi

penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa penelitian studi

kasus.

Sesuai dengan judul skripsi yaitu : Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan

Sistem Kontrak Bagi Hasil dalam Industri Perminyakan, maka lokasi penelitian

ditujukan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara.

Alasan dipilihnya lokasi penelitian ini karena domisili lembaga tersebut di

Provinsi Sumatera Utara dekat dengan tempat Penulis menimba ilmu di Fakultas

Hukum USU.

Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah bahan dasar penelitian

hukum normatif dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas bahan hukum

primer, sekunder, dan tertier, yaitu :

12 . Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada akhir abad ke-20 Penerbit Alumni bandung, 1994, Hal 1

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

29

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP Nomor 35 Tahun 1994 tentang

Syarat-syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas

Bumi, PP Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana

Perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, UU Nomor 55 Tahun 2005

tentang Dana Perimbangan dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti, yaitu buku-buku di bidang Perdata, khususnya hukum kontrak

dan Contract Production Sharing.

3. Bahan Hukum Tertier, yaitu dokumen-dokumen tentang kontrak bagi hasil

Pemerintah, dalam hal ini BPMIGAS, yaitu kontrak sebelum UU Nomor 22

Tahun 2001 yang dibuat oleh Pertamina dan setelah Undang-undang No.22

Tahun 2001 yang dikelola oleh BPMIGAS

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini ditulis dalam lima bab, pada setiap babnya terbagi lagi kedalam

sub bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan cerminan dari seluruh isi skripsi, latar belakang,

perumusan masalah, apa yang menjadi permasalahan, keaslian

penelitian diikuti dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

kepustakaan metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi.

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

30

BAB II : BENTUK DAN PENGERTIAN KONTRAK

Dalam bab ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yang pertama kontrak

ditinjau secara umum asas-asas dalam hukum kontrak, jenis-jenis

kontrak, syarat sahnya kontrak dan pada bagian keduanya membahas

tentang pengertian dan latar belakang timbulnya sistem kontrak bagi

hasil, landasan hukum dan prosedur sistem kontrak bagi hasil, bentuk

dan substansi kontrak bagi hasil, jangka waktu dan pola penyelesaian

sengketa kontrak bagi hasil

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI PERMINYAKAN

DI INDONESIA

Dalam bab ini dibahas sejarah industri perminyakan yang ada di

Indonesia, sumber hukum perjanjian pengelolaan dan pertambangan

migas di Indonesia, badan pelaksana kegiatan hulu dan hilir migas di

Indonesia dan variable yang mempengaruhi dalam pembagian hasil

migas dan gambaran umum tentang dana bagi hasil migas.

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM

KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI

PERMINYAKAN.

Dalam bab ini dibahas pelaksanaan sistem kontrak bagi hasil dalam

industri perminyakan, tinjauan yuridis terhadap ketentuan kontrak bagi

hasil di Indonesia, dan permasalahan yang muncul setelah UU

No.22/2001 diberlakukan dalam pelaksanan kontrak bagi hasil.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

31

Bab ini adalah bab terakhir dari penulisan skripsi yang isinya

kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya, sekaligus

pemberian saran sebagai buah pikiran penulis terhadap bab-bab

sebelumnya.

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

32

BAB II

TINJAUAN TERHADAP KONTRAK PADA UMUMNYA

A. Pengertian Kontrak Secara Umum

Hidup di dalam zaman dimana manusia semakin tidak tergantung dari

jarak, tempat dan juga dari perbedaan waktu. Sejak manusia memulai kegiatan

ekonomi dengan perdagangan barter, banyak sekali yang telah berkembang dan

terjadi dalam transaksi antarmanusia maupun antarbadan hukum, mau tidak mau

manusia membuat dan melibatkan diri dalam suatu perjanjian yang semakin

banyak mengambil bentuk sebagai kontrak atau perjanjian tertulis.13

Kata kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu ”Contract” yang artinya

Kontrak Perjanjian.

14 Dalam KUH Perdata, pengertian kontrak dalam hal ini

adalah perjanjian sebagai suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu atau lebih ( Pasal 1313 KUH Perdata).15

Asas kebebasan berkontrak ini diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata

yang bunyinya sebagai berikut: ”Semua persetujuan yang dibuat secara sah

Di dalam kontrak terdapat asas kebebasan berkontrak atau yang dikenal

juga dengan Freedom of Contract yang memberi kebebasan para pihak untuk

menuangkan hal-hal yang ingin diperjanjikan dan juga untuk menuangkan hal-hal

yang tidak dikehendaki dalam perjanjian.

13. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan untuk Merancang Kontrak, Penerbit PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001, Hal 1. 14. Jhon, M Echols dan Hassan Shadilly, Kamus Inggris Indonesia, Penerbit PT. Gramedia,

Jakarta,1997, Hal 144. 15. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, Hal 4

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

33

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas

kebebasan berkontrak ini bukan berarti kebebasan tak terbatas atau absolute, tetapi

kebebasan yang relatif. Hal yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan

UU, ketertiban umum dan kebiasaan.

Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum berkewajiban untuk

mengawasi dan menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dengan

kepentingan masyarakat. Prinsip kebebasan berkontrak dianut oleh hukum positif

kita sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1338 ayat (1) dan diberlakukan

secara luas dalam praktek hukum di Indonesia dan bahkan prinsip ini menjadi

begitu penting karena digunakan sebagai prinsip kunci dalam mengembangkan

berbagai jenis perjanjian yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum dan

praktek hukum di Indonesia

1. Asas-Asas dalam Kontrak

Joni Ermizon mengemukakan 16 prinsip atau asas perjanjian yang menjadi

dasar penyusunan kontrak, yaitu:16

16. Joni Ermizon, Opcit, Hal 184-193

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dikenal dengan istilah Open System atau

Freedom of Contract. Para pihak berhak menentukan apa saja, yaitu keinginan

diperjanjikan dan sekaligus untuk menentukan apa saja yang tidak dikehendaki

untuk dicantumkan dalam perjanjian, namun tidak berarti tidak tanpa batas. Azas

kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

34

b. Asas Konsensualisme

Asas ini dikenal dengan prinsip penawaran dan penerimaan (Offer and

Acceptance) di antara para pihak. Suatu tawaran harus memenuhi beberapa

persyaratan yaitu:

a. Tawaran tersebut harus pasti dan jelas

b. Tawaran tersebut haruslah dilakukan secara serius

c. Tawaran tersebut haruslah dikomunikasikan

Suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensual atau persesuaian

kehendak antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat,

maka perjanjian tidak akan ada.

c. Asas Kebiasaan

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara

tegas dalam peraturan perundang-undangan, yang prudensi, dan sebagainya.

Tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat umum.

Dalam KUH Perdata, azas ini diatur secara tegas dalam dua pasal, yaitu Pasal

1339 KUH Perdata dan Pasal 1347 KUH Perdata.

d. Asas Kepercayaan

Para pihak harus menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak, bahwa

satu sama lain akan memenuhi janji. Janji yang disepakati atau prestasinya

dikemudian hari (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).

e. Asas Kekuatan Mengikat

Setiap perjanjian yang telah disepakati dan telah memenuhi ketentuan

perundang-undangan, kebiasaan, kepatuhan, akan mengikat para pihak (Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata).

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

35

f. Asas Persamaan Hukum

Pada dasarnya, para pihak diberikan kedudukan dan mempunyai

kedudukan yang sama, diberikan hak dan mempunyai hak-hak yang sama dan

diberikan kewajiban serta akan mempunyai kewajiban sebagaimana sesuai dengan

yang diperjanjikan.

g. Asas Peralihan Resiko

Dalam penyusunan kontrak peralihan resiko dapat dicantumkan dalam

perjanjian karena dalam pelaksanaan perjanjian kemungkinan terjadi hal-hal yang

timbul di luar perkiraan para pihak akan terjadi atau timbul.

Dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya suatu resiko atas kerugian yang

timbul yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tersebut seperti jual-beli, tukar-

menukar, sewa-menyewa, dan sebagainya tanpa perlu memperjanjikan dalam

perjanjian yang bersangkutan.

h. Asas Ganti Kerugian

Asas atau prinsip ganti rugi selalu dianut dalam setiap janji hukum. Setiap

pihak yang d0irugikan berhak menuntut ganti rugi atas tidak dipenuhinya atau

dilanggarnya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam perjanjian oleh pihak lain.

Ganti rugi atau Pinitive Damages dalam sistem Hukum Anglo-Saxon, pencatatan

istilah tersebut dalam suatu perjanjian akan dapat menimbulkan masalah bila tidak

dijelaskan secara rinci.

Dalam KUH Perdata, asas ganti rugi diatur dalam Pasal 1365 yang

menentukan bahwa : “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian tersebut.”

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

36

Dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut, terdapat 4 (empat) unsur

yaitu:

1. Karena adanya perbuatan melawan hukum (Onrecht Maltgedaad)

2. Harus ada kesalahan

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan

4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian

i. Asas Kepatuhan

Asas kepatuhan ini sangat erat kaitannya dengan isi perjanjian yang

disepakati para pihak. Secara tegas, asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH

Perdata, yang berbunyi : “Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatuhan, kebiasaan

atau undang-undang.”

j. Asas Sistem Terbuka (Casis Where Is)

Dalam suatu kontrak perlu diperhatikan azas keterbukaan, yaitu hal-hal

yang diutarakan harus menjadi bahan pertimbangan bagi pembeli di dalam

rencana menutup transaksi tersebut, termasuk di dalam menentukan beberapa

harga yang wajar yang ditawarkan.

k. Asas Kewajaran (Fairness)

Dalam penyusunan suatu kontrak, asas kewajaran harus dipenuhi yang

menentukan bahwa perjanjian harus dibuat dengan mengindahkan dan

memperhatikan kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak dalam perjanjian

secara wajar.

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

37

l. Asas Ketetapan Waktu

Setiap perjanjian apapun bentuknya harus ada batas waktu berakhirnya

yang merupakan kepastian penyelesaian prestasi. Asas ini sangat penting dalam

kontrak. Kontrak tersebut misalnya, kontrak-kontrak yang berkaitan dengan

proyek keuangan, bahwa setiap kegiatan yang telah diperjanjikan harus

diselesaikan pada tepat waktu yang telah diperjanjikan.

m. Asas Kerahasiaan (Confidentially)

Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat hanya untuk kepentingan kedua

belah pihak. Oleh karena itu, para pihak diwajibkan untuk kepentingan kedua

belah pihak, menjaga kerahasiaan daripada ketentuan. Ketentuan dan contoh-

contoh data yang berkaitan di dalam perjanjian dan tidak dibenarkan untuk

menyebarluaskan atau memberitahukan kepada pihak ketiga. Namun, biasanya

juga diatur tentang pengecualian-pengecualian, yaitu suatu pihak dapat

memberikan data tersebut kepada pihak lain.

n. Asas Keadaan Darurat

Baik kontrak internasional maupun nasional, selalu mencantumkan isi

penting, apabila terjadi hal-hal diluar kemampuan merugikan atau diakibatkan

oleh kejadian alam. Namun, dalam praktek ada juga apabila adanya perubahan

kebijaksanaan Pemerintah dimasukkan sebagai suatu keadaan darurat.

o. Asas Pilihan Hukum

Asas ini berlaku bagi kontrak internasional yang mempunyai aspek

tradisional, yaitu para pihak berbeda kewarganegaraan dan memilih sistem hukum

yang berbeda. Dalam penyusunan konrak internasional, pilihan hukum (Choice of

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

38

Law) menjadi penting karena tidak semua pihak asing merasa senang bahwa

perjanjiannya diatur dan ditafsirkan menurut hukum Indonesia. Untuk

menentukan hukum mana yang berlaku, ada beberapa teori lama yang dapat

digunakan, yaitu lex loci solution atau the proper law of the contract atau ajaran

tentang aanknopigspunten. Selain itu ada berbagai bentuk pilihan hukum, yaitu:

1. Pilihan hukum secara tegas

Yaitu, para pihak mengemukakan kehendak mereka secara tegas dan jelas

tentang hukum mana yang menguasai kontrak-kontrak mereka apakah hukum

Negara A atau Negara B atau Konvensi Internasional.

2. Pilihan hukum secara diam-diam

Bentuk pilihan hukum ini biasanya dapat dilihat dari maksud para pihak

melalui sikap mereka dalam bentuk isi kontrak yang mereka adakan dan/atau

setuju

3. Pilihan hukum yang dianggap

Dalam hal ini, adanya anggapan (presumption luris) hakim telah terjadi suatu

pilihan hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka.

4. Pilihan hukum secara hypotetisch

Pada dasarnya, para pihak tidak ada kemauan untuk memilih hukum mana,

maka hakimlah yang melakukan pilihan hukum tersebut. Hakim bekerja

dengan suatu fictie.

p. Asas Penyelesaian Perselisihan

Setiap perjanjian atau kontrak tertulis harus ditegaskan bagaimana

penyelesaian perselisihan di antara para pihak. Biasanya dalam praktek dagang,

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

39

penyelesaian sengketa dagang lebih banyak diselesaikan melalui lembaga non-

litigasi, yaitu Arbitrase karena keputusan arbitrase sifatnya final dan binding,

yaitu tidak bisa dimintakan banding ke pengadilan. Selain itu, biaya lebih murah

dan waktunya lebih singkat dibandingkan penyelesaian sengketa melalui

pengadilan.

2. Bentuk-bentuk Kontrak

Dalam kontrak dikenal ada 3 (tiga) bentuk kontrak, yaitu: 17

1. Standart Contract atau Perjanjian Baku

Adalah perjanjian yang hampir seluruh klausalnya dibukukan dan dibuat

dalam bentuk formulir. Dengan kata lain, Perjanjian Baku tujuan utama Standart

Contract. Ditujukan untuk kelancaran proses perjanjian dengan mengutamakan

efisiensi, ekonomis dan praktis. Tujuan khususnya, yaitu untuk kepentingan satu

pihak, untuk melindungi kemungkinan kerugian akibat perbuatan debitur serta

menjamin kepastian hukum.

2. Kontrak Bebas

Dasar hukum kebebasan berkontrak ini, yaitu Pasal 1338 KUH Perdata.

Namun, mengingat KUH Perdata Pasal 1338 ayat (3) mengenai asas keadilan dan

KUH Perdata Pasal 1339 tentang asas kepatutan, kebiasaan serta undang-undang,

maka pada prinsipnya, kebebasan berkontrak itu masih harus memperhatikan asas

kepatutan, kebiasaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

17. Syahmin, Ak, Hukum Kontrak Bisnis Internasional, Jakarta, PT, Raja Grafindo Persada, 2006, Hal 42-43.

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

40

3. Kontrak tertulis dan tidak tertulis

Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam

bentuk tulisan. Sementara itu, perjanjian lisan ialah suatu perjanjian yang dibuat

oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan lisan para pihak).

Ada 3 (tiga) bentuk Perjanjian tertulis, yaitu :18

a. Perjanjian di bawah tangan

Yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian itu

hanya mengikat para pihak yang membuat perjanjian, tetapi tidak mempunyai

kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut

disangkal pihak ketiga, para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu

berkewajiban mengutamakan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan

bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat

dibenarkan.

b. Perjanjian dengan saksi Notaris untuk melegalisasi tanda tangan para pihak.

Fungsi kesaksian Notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk

melegalisasi kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesulitan tersebut

tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Namun, pihak yang

menyangkal harus membuktikan penyangkalannya.

18. Ibid, Hal 22-23.

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

41

c. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh Notaris dalam bentuk akta

Notariel.

Akta Notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang

berwenang, seperti Notaris, Camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen ini

merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun

pihak ketiga.

3. Jenis-jenis Kontrak

Selanjutnya, mengenai jenis kontrak, secara umum suatu kontrak, baik

dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis terbagi atas beberapa jenis, antara

lain:19

1. Perjanjian Timbal-balik

Adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah

pihak, misalnya perjanjian jual-beli, dan sewa-menyewa.

2. Perjanjian Cuma-cuma

Adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja,

misalnya Perjanjian Ibah.

3. Perjanjian atas Beban

Adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat

kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya

menurut hukum.

19. Ibid, Hal 47- 48

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

42

4. Perjanjian Bernama

Adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang diatur dan diberi

nama dan pembentukan undang-undang. Perjanjian bernama diatur dalam Bab V

sampai Bab XVIII KUH Perdata.

5. Perjanjian Tidak Bernama

Adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHP Perdata, namun terdapat

di masyarakat. Timbulnya perjanjian jenis ini berdasarkan pada asas kebebasan

berkontrak, misalnya perjanjian sewa beli, perjanjian keagenan, perjanjian

distributor, perjanjian pembiayaan, sewa guna usaha/leasing, anjak piutang, modal

ventura, kontrak kredit, dan lain sebagainya.

6. Perjanjian Campuran

Yaitu perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya

perjanjian kerja sama pendirian pabrik pupuk dan diikuti dengan perjanjian jual

beli mesin pupuk serta perjanjian pembentukan teknik (Technical Assistance

Contract).

7. Perjanjian Kebendaan

Yaitu perjanjian hak atas benda dialihkan (Transfer of Title A) atau

diserahkan kepada pihak lain.

8. Perjanjian Konsensualisme

Yaitu perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah terjadi persesuaian

kehendak untuk mengadakan perikatan menurut ketentuan Pasal 1320 KUH

Perdata. Perjanjian ini mempunyai kekuatan mengikat. Namun di dalam KUH

Perdata, ada juga perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan

batang perjanjian. Yang demikian dinamakan perjanjian riel.

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

43

9. Perjanjian yang sifatnya istimewa, yaitu sebagai berikut :

a. Perjanjian Liberatoir

Yakni perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang

ada, misalnya pembebasan utang. (Pasal 1438 KUH Perdata).

b. Perjanjian Pembuktian

Yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah

yang berlaku di antara mereka

c. Perjanjian Publik

Yaitu perjanjian sebagian atas seluruhnya yang dikuasai oleh hukum

publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa pemerintah.

4. Syarat Sahnya Kontrak

Mengenai syarat sahnya kontrak diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,

yang menyebutkan untuk sahnya persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (Consensus)

2. Kecakapan untuk membuat perikatan (Capacity)

3. Suatu hal tertetu (Certainty of Term/ Subject Matter)

4. Suatu sebab yang halal (Consideration/Legal Causa)

ad.1 . Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Maksud dari kata sepakat adalah bahwa kedua belah pihak yang

mengadakan perjanjian telah setuju atau sepakat mengenai hal-hal pokok dari

kontrak. Ada unsur Penawaran dan Penerimaan (Offer and Acceptance) dari para

pihak yang kemudian dituangkan dalam kontrak yang dibuat secara tertulis.

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

44

ad.2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Orang-orang yang dianggap cakap (kompeten) dalam membuat suatu

perjanjian atau kontrak adalah semua orang yang telah dewasa.

Orang yang dianggap sudah dewasa dan cakap dalam membuat perjanjian

oleh Pasal 1330 KUH Perdata adalah:

1. Sudah genap berusia 21 tahun

2. Sudah kawin dan kemudian bercerai meskipun belum genap berumur 21

tahun

Ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi sejak dikeluarkannya UU Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menetapkan bahwa umur dewasa adalah 18

tahun atau sudah pernah kawin. Umur dewasa 21 tahun dikuatkan oleh Mahkamah

Agung RI dalam putusannya No. 477 k/sip 1976 tanggal 13 Oktober 1976.

ad.3. Suatu hal tertentu

Arti dari suatu hal tertentu ialah suatu hal yang telah diperjanjikan dalam

suatu kontrak mengenai suatu hal atau barang yang jelas. Beberapa persyaratan

yang ditentukan oleh undang-undang (dalam hal ini KUH Perdata) terhadap objek

tertentu dari kontrak, khususnya jika objek kontrak tersebut berupa barang adalah

sebagai berikut :

1. Barang yang merupakan objek kontrak tersebut haruslah barang yang dapat

diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)

2. Pada saat kontrak dibuat, minimal barang tersebut sudah dapat ditentukan

jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata)

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

45

3. Jumlah barang tersebut boleh tidak tertentu, asal saja jumlah tersebut

kemudian dapat ditentukan atau dihitung (Pasal 1333 ayat (2) KUH Perdata)

4. Barang tersebut dapat juga barang yang baru akan ada di kemudian hari

(Pasal 1334 ayat (1) KUH Perdata.20

ad.4 .Suatu sebab yang halal

Maksud dari suatu sebab yang halal adalah isi daripada kontrak itu sendiri

yang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban

umum. Contoh kontrak dengan kuasa yang tidak legal :

1. Kontrak untuk bercerai

2. Kontrak yang mengandung unsur judi

Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata terdapat dua syarat, yaitu :

1. Syarat subjektif yang terdiri dari :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

2. Syarat objektif terdiri dari :

a. Suatu hal tertentu

b. Suatu sebab yang halal

Apabila salah satu atau dua syarat subjektif tidak dipenuhi, maka kontrak

tersebut dapat diminta kebatalannya oleh pihak yang tidak cakap. Selama Hakim

belum membatalkan kontrak tersebut atas permintaan salah satu pihak tersebut,

maka kontrak tersebut tetap mengikat. Jika salah satu atau kedua syarat objektif

tidak dipenuhi, maka kontrak tersebut batal demi hukum atau dengan kata lain,

kontrak tersebut dianggap tidak pernah ada.

20. Munir Fuady, Opcit Hal 72

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

46

Adapun perbedaan dari kontrak yang batal demi hukum adalah:21

1. Kontrak yang dapat dibatalkan adalah kontrak yang sah, mengikat para

pihak dan dapat dilaksanakan sampai kontrak tersebut dibatalkan.

2. Kontrak yang batal demi hukum masih dimungkinkan untuk dikonversi atau

diubah menjadi kontrak yang sah. Dilihat dari syarat-syarat sahnya kontrak

atau perjanjian ini, maka Asser membedakan bagian perjanjian, yaitu bagian

inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan bagian inti (non wezenlijk

oorseel. Bagian inti ini disebutkan bagian essensilia, bagian non inti terdiri

dari naturalia dan aksidentalia.

1. Essensilia

Bagian ini merupakan sifat yang harus menentukan atau menyebabkan

perjanjian ini tercipta (Constructive Oordeel) seperti persetujuan antara

para pihak dan objek perjanjian.

2. Naturalia

Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian, sehingga secara

diam-diam melekat pada perjanjian seperti menjamin tidak ada cacat

dalam benda yang dijual (Vrijwaring).

3. Aksidentalia

Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal

secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan

mengenai domisili para pihak.22

21. Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasan,

Penerbit Alumni, Bandung, 1993,Hal 99 22 . Ibid, hal 10

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

47

5. Berakhirnya dan Hapusnya Kontrak

Setiap kontrak/perjanjian yang dibuat apapun nama, bentuk dan jenisnya

tentu harus mempunyai batas waktu berakhirnya, mengenai cara dan faktor-faktor

yang merupakan penyebab berakhirnya atau hapusnya persetujuan itu menurut

hukum.23

1. Pembayaran (dapat dilakukan di tempat yang ditetapkan dalan kontrak, atau

di tempat barang berada)

Ada sepuluh cara hapusnya perjanjian, yaitu :

2. Penawaran pembayaran turut diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

atau sistem konsinyasi 24

3. Pembaruan utang (dengan cara novasi objektif dan novasi subjektif)

4. Perjumpaan utang atau kompensasi (dapat terjadi antara dua utang yang

keduanya berpokok pada sejumlah utang atau barang yang habis pakai dari

jenis yang sama)25

5. Percampuran utang (jika kreditur dan debiturnya satu orang demi hukum

suatu percampuran utang itu utang-piutang itu menjadi hapus)

26

6. Pembebasan utang (Pasal 1348 dan Pasal 1439 KUH Perdata)

7. Batal/pembatalan (Pasal 1449 KUH Perdata menetapkan bahwa perikatan

yang dibuat secara paksa terdapat unsur kekhilafan atau penipuan

menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya)

23 . Terdapat dalam Pasal 1381, KUH Perdata Indonesia 24. Sistem Konsinyasi ini diatur dalam Pasal 1383 s/d 1409 KUH Perdata Indonesia 25 Terdapat dalam Pasal 1425 s/d 1435 KUH Perdata Indonesia 26. Terdapat dalam Pasal 1436 KUH Perdata Indonesia

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

48

8. Berlakunya status syarat pembatalan

9. Lewat waktu/ kadaluwarsa (menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata)

apabila batas waktu yang disepakati terlampaui, kontrak tersebut berakhir.

B. TINJAUAN TERHADAP KONTRAK BAGI HASIL

1. Pengertian dan Latar Belakang Timbulnya Sistem Kontrak Bagi Hasil.

Kontrak bagi hasil merupakan terjemahan dari istilah Production Sharing

Contract (PSC). Pasal 1 angka 19 Undang–undang No. 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi menyebutkan :

”Kontrak Kerjasama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan ekploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” 27

“Production sharing contract Means an aggreement Entered Into Drafter....by the goverment of Indis with any person for the association or

Menurut Pasal (1) angka (1) PP Nomor 35 Tahun 1994, Kontrak

Production Sharing adalah kerjasama antara Pertamina dan Kontraktor untuk

melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan

prinsip pembagian hasil produksi.

Di dalam Made 1 huruf 1 The Petroleum Tax Code 1997, kontrak bagi

hasil digambarkan sebagai berikut :

27 Pasal ini tidak khusus menjelaskan pengertian kontrak bagi hasil (PSC) tetapi difokuskan kepada konsep teoretis kerjasama di bidang minyak dan gas bumi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu Contract Production Sharing dan kontrak-kontrak lainnya, unsur kontrak kerjasama ini, yaitu : 1. Dapat dilakukan dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil atau bentuk lainnya 2. Bidang kegiatannya yaitu eksplorasi dan eksploitasi 3. Syaratnya harus menguntungkan Negara 4. Penggunaannya untuk kemakmuran rakyat (Lihat : Salim HS, Opcit Hal 257)

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

49

participation of the goverment of India or any person authorized by any business consisting propecting for or production of petroleum and natural gas.”

Kontrak Bagi Hasil merupakan perjanjian bagi hasil di bidang minyak dan

gas bumi dan para pihaknya adalah Pertamina dan Kontraktor. Sementara itu,

dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2001 para pihaknya adalah badan pelaksana

dengan badan usaha atau usaha tetap. Dengan demikian, defenisi Contract

Production Sharing adalah : “ Perjanjian atau kontrak yang dibuat antara badan

pelaksana dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk melakukan kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi di bidang minyak dan gas bumi” , dengan prinsip bagi

hasil :

1. Adanya perjanjian atau kontrak

2. Adanya subjek hukum atau badan pelaksana dengan badan usaha atau bentuk

usaha tetap

3. Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, dimana

eksplorasi bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi

untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi

di wilayah kerja yang ditentukan, sedangkan eksploitasi bertujuan untuk

menghasilkan minyak dan gas bumi.

4. Kegiatan di bidang minyak dan gas

5. Adanya prinsip bagi hasil

Prinsip bagi hasil merupakan prinsip-prinsip yang mengatur pembagian

hasil yang diperoleh dari eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas bumi antara

badan pelaksana dengan badan usaha tetap. Pembagian hasil ini dirundingkan

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

50

antara kedua belah pihak dan biasanya dituangkan dalam Contract Production

Sharing (Kontrak Bagi Hasil).

Sedangkan Sutadi mengartikan Contract Production Sharing dengan

perjanjian bagi hasil adalah bentuk kerjasama dengan pihak asing di bidang

minyak dan gas bumi sesuai dengan penggarisan konstitusi dan peraturan

perundang-undangan yang ada.28

1. Kendali manajemen dipegang oleh perusahaan Negara

Kontrak di bidang minyak dan gas bumi telah dimulai sejak zaman Hindia

Belanda sampai dengan saat ini. Peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang minyak dan gas bumi pada zaman Hindia Belanda adalah Indische Mijn

Wet (IMW). Undang-undang ini diundangkan pada tahun 1989 sejak

diundangkannya Indische Mijn Wet (IMW). Pemerintah Hindia Belanda

menyatakan penguasaan mereka atas mineral dan logam Indonesia. Perbaikan

kebijakan di bidang pertambangan dilakukan, antara lain pada tahun 1910 dan

1918. Pada tahun 1906 telah ditetapkan Monordorantie (Ordonansi

Pertambangan).

Konsep Contract Production Sharing dimunculkan pertama kali pada

tahun 1960 di Venezuela oleh Ibnu Sutowo. Pada tahun 1966, Ibnu Sutowo telah

menawarkan substansi isi kontrak bagi hasil kepada para kontraktor asing. Isinya

adalah sebagai berikut :

2. Kontrak akan didasarkan pada pembagian keuntungan

28. Sutadi Pudjoutomo, Bentuk-bentuk Insentif dalam Kontrak Production Sharing “Warta

Caltex No.21 Hal 11.

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

51

3. Kontraktor akan menanggung resiko pra produksi dan bila minyak ditemukan

penggantian biaya dibatasi sampai maksimum 40% pertahun dari minyak yang

dihasilkan

4. Sisa 60% dari produksi (lebih dari biaya pelunasan adalah dibawah 40%

maksimum akan dibagi dengan komposisi 65% untuk perusahaan Negara dan

35% untuk kontraktor

5. Hak atas semua peralatannya yang dibeli kontraktor akan dipindahkan kepada

perusahaan Negara begitu peralatan itu masuk ke Indonesia dari biaya akan

ditutup dengan formula 40%.

Kemudian, konsep ini dituangkan dalam Pasal 12 UU Nomor 8 Tahun

1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Dalam ketentuan

itu ditentukan bahwa Perusahaan dapat mengadakan kejasama dengan pihak lain

dalam bentuk Production Sharing.

Konsep Contract Production Sharing ternyata mendapat sambutan yang

baik dari para kontraktor asing, sehingga pada tahun 1966-1975 sebanyak 55

perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia berdasarkan prinsip bagi hasil.

Prinsip bagi hasil kini telah dikuatkan oleh UU Nomor 22 Tahun 2001

Tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi, ditentukan bahwa para pihak yang terkait dalam Contract

Production Sharing (Kontrak Bagi Hasil) adalah badan pelaksana dengan badan

usaha atau bentuk usaha tetap, bukan lagi Pertamina. Sementara itu, status

Pertamina saat ini adalah sebagai Perusahaan Perseroan (Persero).

Sistem yang pernah berlaku dalam pertambangan minyak dan gas bumi

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

52

dari zaman pemerintahan Belanda sampai dengan saat ini (2007) adalah sebagai

berikut:

1. Sistem Konsensi atau lazim disebut Kontrak 5A (berlaku pada zaman

Pemerintahan Hindia Belanda)

Sistem Konsensi merupakan sistem dimana dalam pengelolaan minyak dan

gas bumi kepada perusahaan pertambangan diberikan kuasa pertambangan dan

hak untuk menguasai hak atas tanah. Jadi, hak-hak yang dinikmati oleh

perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi adalah:

a. Kuasa pertambangan

b. Hak atas tanah

2. Perjanjian Karya (berlaku pada tahun 1960-1963)

Dalam sistem ini, perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi hanya

diberi hak kuasa pertambangan saja, tidak meliputi hak atas tanah. Demikian pula

sebaliknya, pemegang hak atas tanah wajib mengizinkan pemegang kuasa

pertambangan untuk melaksanakan tugas yang bersangkutan dengan tanah

miliknya dengan menerima ganti kerugian.

3. Contract Production Sharing (tahun 1964 sampai dengan 2007)

Prinsip yang diatur dalam kontrak ini adalah pembagian hasil minyak dan

gas bumi antara badan pelaksana dengan badan usaha tetap sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak. Konsep bagi hasil ini mulai dilaksanakan di

Indonesia sejak 1964 yang dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1960,

tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi yaitu UU Nomor 8 Tahun 1971

tentang Pertamina.

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

53

Kontrak Bagi Hasil (PSC) telah mengalami beberapa generasi-generasi

kontrak. Kontrak Bagi Hasil dapat dibagi menjadi empat generasi yaitu :29

Masing - masing generasi mempunyai prinsip-prinsip yang berbeda antara

satu dengan yang lainnya. Prinsip- prinsip itu sebagai berikut :

a. Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi I (1964-1977)

b. Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987)

c. Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi III (1988-2002)

(Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, 2002

d. Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi IV (2002-2007)

30

1. Manajemen operasi berada di tangan Pertamina

a. Prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi I (1904-1977)

Kontrak ini merupakan bentuk awal Kontrak Production pada tahun

1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak di dunia, sehingga pemerintah

menetapkan kebijaksanaan bahwa sejak tahun 1974. Kontraktor wajib

melaksanakan pembayaran tambahan kepada Pemerintah. Prinsip-prinsip

Production Sharing (KPS) Generasi I adalah sebagai berikut:

2. Kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan

3. Kontraktor akan memperoleh kembali seluruh biaya operasinya dengan

ketentuan 40% setiap tahun

4. Dari 60% dibagi menjadi:

- Pertamina 60%

29 Salim HS, Opcit, hal 273 30. Ibid, Hal 272-277

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

54

- Kontraktor 35%

5. Pertamina membayar pajak pendapatan kontraktor kepada Pemerintah

6. Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk

dalam negeri secara proporsional

(Maksimum 25% bagiannya) dan harga US$ 0,20 Barel

7. Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh kontraktor menjadi milik

Pertamina

8. Interest kontraktor ditawarkan kepada perusahaan negara Indonesia setelah

dinyatakan komersial

9. Sejak tahun 1974 dengan tahun 1977, kontraktor diwajibkan memberikan

tambahan pembayaran kepada Pemerintah.

b. Prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987)

Pada tahun 1976, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS Rulling,

yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operating Income KPS

(yang sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina) merupakan

pembayaran pajak Pertamina dan Kontraktor) dianggap sebagai pembayaran

royalti, sehingga disarankan kontraktor membayar pajak secara langsung kepada

Pemerintah. Disamping itu, perlu diterapkan Generally Accept Accounting

Procedure (GAP) dimana pembatasan pengembalian biaya operasi (Cost

Recovery Celling) 40% tahun dihapuskan untuk KPS yang berproduksi dilakukan

amandemen.

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

55

Prinsip-prinsip pokok sistem kontrak bagi hasil (KPS) Generasi II (1978-

1987) disajikan sebagai berikut :

a. Tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang diperhitungkan oleh

kontraktor.

b. Setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi minyak 55,91% untuk

Pertamina, 34,09% untuk Kontraktor, sedangkan gas 31,80% untuk Pertamina,

68,20% untuk Kontraktor.

c. Kontraktor membayar pajak 50% secara langsung kepada Pemerintah

d. Kontraktor mendapat insentif, yaitu harga ekspor penuh minyak mentah

Domestic Market Obligation (DMO) setelah lima tahun pertama produksi.

c. Prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi III (1988-2002)

Pada tahun 1984, Pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan

pajak baru untuk Kontrak Production Sharing (KPS) dengan tarif 48%. Namun,

peraturan tersebut baru dapat diterapkan terhadap kontrak bagi hasil yang

ditandatangani pada tahun 1988 karena dalam perundang-undangan yang

dilakukan, pihak Kontraktor masih mempunyai kecenderungan untuk

menggunakan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian, pembagian

hasil berubah menjadi minyak 71,15% untuk Pertamina, 28,85 % untuk

Kontraktor, gas 42,31% untuk Pertamina, 57,69% untuk Kontraktor. Setelah

dikurangi pajak, maka komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak

sebagai berikut :

a. Minyak 65% untuk Pertamina, 15% untuk kontraktor

b. Gas 70% untuk Pertamina, dan 30% untuk kontraktor

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

56

d. Prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi IV (2002-2007)

Momentum dimulainya Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi IV,

yaitu pada saat diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi. Struktur dan prinsip bagi hasil dalam undang-undang ini berbeda

dengan undang-undang yang lama. Pada undang-undang yang lama, yang menjadi

para pihak adalah Pertamina dan Kontraktor. Sedangkan dalam undang-undang

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi, maka yang menjadi para

pihaknya adalah badan pelaksana dengan badan usaha.

Badan pelaksana ini terpisah dengan Pertamina. Badan pelaksana ini telah

terbentuk pada bulan Agustus 2002 dengan nama Badan Pelaksana Hulu Minyak

dan Gas Bumi (BP Migas), yang dikepalai oleh Kardaya Warnika.31

Di dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tidak diatur secara khusus

tentang komposisi pembagian hasil antara badan pelaksana dengan badan usaha

tetap. Pembagian ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan yang lebih rendah

serta dituangkan di dalam Kontrak Production Sharing (KPS). Apabila kita

mengacu kepada Pasal 66 ayat (20) UU Nomor 22 Tahun 2001, maka jelas di

dalam pasal ini disebutkan bahwa segala peraturan pelaksanaan dari undang-

undang tidak diatur secara khusus tentang komposisi pembagian hasil antara

badan pelaksana dengan badan usaha tetap. Pembagian ini akan diatur lebih lanjut

didalam peraturan yang lebih rendah serta dituangkan dalam Kontrak Production

Sharing (KPS). Apabila kita mengacu pada Pasal 66 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun

1971 tentang Pertamina masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau

31 Sumber: dari Wikipwdia Indonesia (www.google.com).

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

57

belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Di

dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat

dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi ditentukan

bahwa yang menetapkan pembagian hasil itu adalah Menteri Pertambangan dan

Energi. Apabila digunakan ukuran pada Generasi III, pembagian hasilnya adalah

sebagai berikut :

a. Minyak : 85% untuk Badan Pelaksana dan 15% untuk Badan Usaha atau

Badan Usaha Tetap.

b. Gas : 70% untuk Badan Pelaksana dan 30% untuk Badan Tetap.

Dalam undang-undang ini juga diatur tentang penyerahan pembagian hak

Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri

paling banyak 25% (Pasal 22 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi). Setiap generasi Kontrak Production Sharing ternyata memiliki pembagian

hasil yang berbeda antara Pertamina dengan Kontraktor. Perbedaan ini dapat

dilihat berikut ini :

1. Pada Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi I (1904-1977), pembagian

hasil untuk minyak 60% dibagi menjadi 65% dan kontraktor 35%.

2. Pada Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987) setelah

dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi minyak 65,915 untuk

Pertamina, 34,09% untuk Kontraktor, sementara gas 31,80% untuk Pertamina,

68,20% untuk Kontraktor.

3. Pada Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi III (1998-2002) komposisi

pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak, antara lain:

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

58

a. Minyak 65% untuk Pertamina, 15% untuk Kontraktor

b. Gas 70% untuk Pertamina dan 30% untuk Kontraktor

4. Prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi IV (2002-2007)

Komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah :

a. Minyak 85% untuk Badan Pelaksana, 155% untuk Badan Usaha dan atau

Badan Usaha Tetap

b. Gas 70% untuk Badan Pelaksana, dan 30% untuk Badan Usaha dan atau

Badan Usaha Tetap 32

1. Undang-undang No.14 PP Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan

Gas Bumi

2. Landasan Hukum dan Prosedur Sistem Kontrak Bagi Hasil

Landasan hukum yang mengatur tentang kontrak bagi hasil di bidang

pertambangan minyak bisa kita lihat melalui peraturan perundang-undangan

berikut ini:

2. Undang-undang No.15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang No. 2 Thn 1962 tentang Kewajiban Perusahaan

Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri

3. Undang-undang No.8 Thn 1971 tentang Pertamina yaitu Undang-undang

No.10 Tahun 1974, tentang Perubahan Undang-undang No. 8 Tahun 1971

tentang Pertamina

4. Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

32. Salim HS, Opcit, Hal 275-277.

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

59

5. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1982 tentang Kewajiban dan Tatacara

Penyetoran Pendapatan Pemerintah dan Hasil Operasi Pertamina sendiri dan

Kontrak Production Sharing

6. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman

Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi

Setelah UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

diberlakukan, Undang-undang No. 44 Tahun 1960 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kewajiban

Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Undang-undang No. 8

Tahun 1971 tentang Pertamina, UU Nomor 10 Tahun 1974 tentang Perubahan UU

Nomor 8 Tahun 1971 Pertamina tidak berlaku lagi, namun peraturan-peraturan

pelaksanaan dari keempat undang-undang tersebut tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi,

pada dasarnya kontrak kerjasama dibidang minyak dan gas bumi dapat dibedakan

menjadi 2 (dua) macam yaitu :

a. Kontrak Bagi Hasil

b. Bentuk kerjasama lainnya

Di dalam praktiknya, bentuk kerjasama lain antara Pertamina dan

perusahaan dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam yaitu :

1. Perjanjian Karya, yaitu kerjasama antara perusahaan Negara minyak dan

eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi

2. Technical Assistance Contract atau disebut juga perjanjian bantuan teknik

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

60

merupakan kerjasama antara Pertamina dengan perusahaan swasta dalam

rangka merehabilitasi sumur-sumur atau lapangan minyak yang ditinggalkan

dalam kuasa pertambangan pertamina

3. Kontrak Enchaced Oil Recovery (EOR), yaitu kerjasama antara Pertamina

dengan perusahaan swasta dalam rangka meningkatkan produksi minyak

pada sumur dan lapangan minyak yang masih dioperasikan pertamina dan

sudah mengalami penurunan produksi dengan menggunakan teknologi

tinggi meliputi secondary dan tertiary recovery

4. Kontrak Operasi Bersama (KOB), yaitu kerjasama antara Pertamina dan

perusahaan swasta dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi panas bumi

untuk pembangkit tenaga listrik 33

Di samping itu masih ada kerjasama lainnya, yaitu kerjasama bidang migas

hilir. Kerjasama ini dilakukan antara Pertamina dengan perusahaan swasta. Objek

kerja sama di bidang hilir, yaitu usaha pemurnian dan pengolahan minyak dan gas

bumi. Kontrak bagi hasil merupakan kontrak yang utama, sedangkan kontrak

lainnya merupakan pengembangan dari kontrak bagi hasil.

Kegiatan di bidang minyak dan gas bumi dapat dibagi 2 (dua) macam,

yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hilir

merupakan kegiatan yang berintikan atau kegiatan yang bertumpu pada kegiatan

usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga (Pasal 1 angka

(10) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi). Kegiatan usaha

33. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Data dan Informasi Minyak dan Gas Bumi, Jakarta, 2000, hal 104-112.

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

61

hilir dilaksanakan dengan izin usaha. Izin usaha ini diberikan kepada badan usaha

untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan atau niaga.

Tujuan pemberian izin usaha ini adalah untuk memperoleh keuntungan

atau laba. Kegiatan usaha hulu merupakan kegiatan usaha yang berintikan atau

bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan usaha hulu

dituangkan dalam kontrak bagi hasil. Prosedur yang ditempuh untuk dapat

melakukan usaha hulu, adalah sebagai berikut :34

Di dalam kontrak bagi hasil, memuat tiga persyaratan pokok, yaitu :

a. Hanya dapat dilakukan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap

b. Kegiatan usaha ini didasarkan pada kontrak bagi hasil

c. Tujuan penuangan berbagai kewajiban dalam persyaratan kontrak adalah

untuk mempermudah pengendalian kegiatan usaha hulu dan didasarkan juga

pada peraturan perundang-undangan lainnya

d. Setiap kontrak kerjasama yang telah ditandatangani kedua belah pihak,

salinan kontraknya dikirim kepada DPR RI, khususnya pada komisi yang

membidangi minyak dan gas bumi

35

a. Kepemilikan sumber daya tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik

penyerahan

b. Pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana.

c. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung badan usaha atau badan usaha

tetap.

34. Salim, HS, Opcit, Hal 281-282 35. Ibid, Hal 282

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

62

3. Bentuk dan Substansi Kontrak Production Sharing.

Bentuk kontrak bagi hasil berbentuk tertulis. Kontrak itu dalam bentuk akta

di bawah tangan, yaitu dibuat antara badan pelaksana dengan badan usaha

dan/atau badan usaha tetap. Sementara itu, substansi yang harus dimuat dalam

kontrak bagi hasil telah ditentukan dalam Pasal 11 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Kontrak bagi hasil wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok

antara lain :36

13. Pelaporan yang diperlukan

1. Penerimaan Negara

2. Wilayah kerja dan pengembaliannya

3. Kewajiban pengeluaran dana

4. Perpindahan pemilikan hasil produksi minyak dan gas bumi

5. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak

6. Penyelesaian perselisihan

7. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan

dalam negeri

8. Berakhirnya kontrak

9. Kewajiban pasca operasi pertambangan

10. Keselamatan dan kesehatan kerja

11. Pengelolaan lingkungan hidup

12. Pengalihan dan kewajiban

36 . Ibid, Hal 283-284

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

63

14. Rencana pengembangan lapangan

15. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri

16. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat

17. Pengutamaan tenaga kerja Indonesia.

4. Jangka Waktu Kontrak Bagi Hasil

Jangka waktu kontrak bagi hasil telah ditentukan dalam Pasal 14 sampai

dengan Pasal 15 Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi. Jangka waktu kontrak tersebut paling lama 30 (tiga puluh tahun) sejak

ditandatanganinya. Jangka waktu itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20

(dua puluh tahun). Jangka waktu itu terdiri dari jangka waktu eksploitasi dan

eksplorasi.

Eksplorasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh

informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh

perkirakan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.

Jangka waktu kegiatan eksplorasi dilaksanakan enam tahun dan dapat

diperpanjang hanya satu kali periode yang dilaksanakan paling lama empat tahun.

Jadi, total jangka waktu eksplorasi adalah selama sepuluh tahun. Eksploitasi

adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan

gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan yang terdiri dari pengeboran dan

penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan

pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan

serta kegiatan lain yang mendukung. Jangka waktu kegiatan eksplorasi pertama

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

64

selama 25 (dua puluh lima tahun) ditambah dengan perpanjangan selama dua

puluh tahun. Jadi, total jangka waktu kegiatan eksplorasi selama 45 (empat puluh

lima tahun).37

37 Salim HS, Ibid, Hal 296

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

65

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG INDUSTRI PERMINYAKAN DI INDONESIA

A. Sejarah Singkat Industri Perminyakan di Indonesia

III. A.1. Pada Masa Pra Kemerdekaan.

Ditahun 1880-an, penduduk Telaga Tunggal secara tidak sengaja

menemukan rembesan minyak yang menggenangi telaga dan menghitami rawa-

rawa. Masa itu, Kesultanan Langkat sudah dikenal dunia sebagai penghasil

tembakau terbaik, sehingga temuan yang tak disengaja itu cepat tercium para

pengusaha tembakau asal Belanda.

Adalah Jans Zijlker pada tahun 1883 mulai mencoba melakukan

pengeboran di beberapa tempat yang berdekatan dengan lokasi rembesan minyak

(oil sheep). Diluar dugaan, minyak mentah (crude oil) yang keluar dari bumi

Tanjung Katung ini memiliki kualitas sangat baik, sehingga dilakukan

pembentukan badan usaha baru agar dapat diproduksi secara komersial. Kerajaan

Belanda turun tangan untuk memenuhi kebutuhan dana yang tidak sedikit,

sekaligus meminta konsensi kepada Sultan Langkat. Konsesi itu bernama Konsesi

Telaga Said. Pada tahun-tahun, berikutnya Zijlker terus melakukan pemboran di

beberapa lokasi di Langkat, sehingga ditemukannya lapangan minyak yang cukup

besar di Telaga Tunggal pada tahun 1885. Penemuannya ini merupakan tonggak

sejarah industri perminyakan dunia kala itu.

Sebenarnya berdasarkan data, pencarian minyak dan gas bumi di Indonesia

telah dimulai pada abad ke-19 tepatnya pada tahun 1871, yaitu dengan

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

66

dilakukannya pemboran di beberapa titik sumur di daerah Majalengka-Jawa Barat

oleh seorang pengusaha berkebangsaan Belanda bernama Jan Reerink, namun

belum berhasil menemukan cadangan minyak bumi seperti yang diharapkan.

Walau demikian, pada tahun-tahun berikutnya pencarian minyak bumi tetap

menarik perhatian para pengusaha Belanda lainnya.

Lapangan Ledok dan Cepu di Jawa Tengah ditemukan pada tahun 1901

penemuan lapangan ini sekaligus diikuti dengan pembangunan kilang minyak di

Cepu untuk mengolah minyak mentah dari lapangan-lapangan minyak tersebut,

yang sekaligus merupakan kilang minyak pertama di Indonesia.

Pada tanggal 16 Juni 1890, berdirilah Koninklijke Nederlansche Petroleum

Company (KNPC) yang berpusat di Pangkalan Brandan. Selain mengeksploitasi

minyak mentah dari lapangan-lapangan minyak di Langkat, KNPC juga mengolah

dan sekaligus memasarkan produknya. Dengan manajemen yang baik, usaha

KNPC yang juga dikenal dengan sebutan Royal Ducth Petroleum Company pada

tahun 1892 berhasil membangun kilang minyak di Pangkalan Brandan beserta

fasilitas penunjang lainnya.

Pada tahun 1894, di Balikpapan Kalimantan Timur juga dibangun kilang

minyak oleh Shell Transport and Trading Co milik Marcus Samuel pengusaha

berkebangsaan Inggris. Penemuan demi penemuan mendorong Pemerintah Hindia

Belanda mulai mengatur pemberian konsesi kepada pengusaha berdasarkan

undang-undang untuk mengalihkan kewenangan yang sebelumnya dimiliki oleh

para raja dan sultan. Pada tahun 1899, Undang-undang Pertambangan Hindia

Belanda (Indische Mijn Wet) selesai dibuat dan kemudian diundangkan. Undang-

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

67

undang Pertambangan ini merupakan awal dari kolonialisme Belanda atas

sumber-sumber daya alam strategis. Para raja dan sultan yang tidak setuju atas

kebijakan pemerintah Hindia Belanda ini tidak memperoleh bagian keuntungan.

Jadi Undang-Undang Pertambangan ini bersifat memaksa para penguasa pribumi

untuk tunduk pada kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Pada Tanggal 24 Februari 1907, KNPC yang lebih mendominasi sektor

hulu dan shell Transport and Trading Co, yang menguasai pemasaran dan

kegiatan hilir sepakat merger, dengan komposisi saham 60% : 40%, dan

selanjutnya diubah menjadi namanya menjadi The Royal Ducth Shell Group, yang

kini lebih dikenal dengan sebutan SHELL, perusahaan raksasa dengan logo

bergambar fosil kerang laut.38

Walaupun pada saat itu Shell telah menguasai produksi dan pengolahan

minyak di Indonesia, akan tetapi di bidang pemasaran, khususnya di Timur Jauh,

mereka masih harus menghadapi persaingan yang ketat dengan Standard Oil.

Standard Oil telah masuk ke pasar Timur jauh sebelum Shell masuk ke kawasan

tersebut. Persaingan antara Shell dan Standard Oil ini mewarnai perkembangan

industri minyak di Indonesia dalam beberapa dekade berikutnya.

39

Pada tahun 1912, Standard Oil mulai beroperasi di Indonesia dan

mendirikan anak perusahaannya yang didirikan berdasarkan hukum Hindia

Belanda dengan nama Nederlansche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM)

dengan membeli izin eksplorasi yang masih berlaku untuk lapangan Talang Akar,

Pendopo, Sumatera Selatan.

38. Energi Antanusa, Telaga Said Tonggak Sejarah Perminyakan,Edisi 04 Tahun II, Januari

2008 Hal 19 39 . Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Penerbit Djambatan Jakarta 2000.Hal 14

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

68

Di tahun 1904, Indische Mijn Wet dirubah lagi setelah juga dirubah pada

Thn 1900. Perubahan tersebut merefleksikan kondisi persaingan yang ketat antara

Shell dan Standard Oil dalam perebutan kekuasaan di industri perminyakan di

Indonesia dengan dihentikannya pemberian konsesi minyak baru.

Pada tahun 1936, Standard of California menjalin aliansi strategis

internasional dengan Texas Company (Texaco) dengan menggabung hampir

seluruh aset mereka di Asia. Melalui jalinan kerjasama tersebut, kepemilikan atas

NPPM dibagi dua, antara dua raksasa minyak Amerika tersebut dan NPPM

menjadi bagian dari group besar yang bernama California Texas Oil Company

(Caltex)

Caltex memulai pengeboran eksplorasinya pada pertengahan tahun 1939 di

daerah Sebanga, sekitar 65 km di Utara Pekanbaru. Pengeboran tersebut

menunjukkan hasil positif, daerah terebut mengandung minyak. Di Duri, Caltex

juga menemukan minyak akan tetapi prioritas tetap Sebanga

Ketika Caltex bersiap melakukan pengeboran lanjutan baik untuk

eksplorasi maupun pengembangan, unit pengeboran telah dimobilisasi. Pada saat

yang bersamaan, invasi Jepang mulai masuk ke Sumatera. Invasi Jepang tersebut

menghentikan semua rencana pengembangan Caltex atas penemuan minyaknya

dan Jepanglah yang kemudian melanjutkannya. Unit pengeboran yang telah

dimobilisasi tersebut kemudian dipergunakan Jepang untuk melakukan

pengeboran.40

Menjelang Perang Dunia ke-II, Industri Minyak di Indonesia praktis

40. Ibid, Hal 14-18

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

69

dikuasai oleh Shell dan SPVM. Pada waktu itu, Caltex belum mulai berproduksi

daerah Operasi Shell mulai dari Sumatera Utara meluas sampai ke Irian Jaya

kecuali daerah Sumatera Tengah. Sedangkan SPVM beroperasi hanya di daerah

Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Penyerbuan Jepang berlangsung sangat

cepat sehingga mereka berhasil menduduki instalasi dan fasilitas perminyakan

yang ada dan menempatkan operasi perminyakan yang dikuasai dibawah

komando militer.

Dengan pengetahuan dan pengalaman perminyakan yang kurang memadai,

Jepang mencoba untuk meneruskan operasi perminyakan yang masih ada,

sementara yang telah hancur direhabilitasi sedapat mungkin. Untuk itu, potensi

tenaga kerja Indonesia yang dahulunya pernah bekerja di perminyakan dikerahkan

semaksimal mungkin. Dalam kondisi sedemikian rupa, Jepang terpaksa harus

mendidik dan meningkatkan keahlian tenaga kerja Indonesia dengan mendirikan

dua lembaga pendidikan dan pelatihan. Terlepas dari kualitas yang dihasilkan,

pelatihan tersebut merupakan langkah besar dalam peningkatan dan

pengembangan sumber daya manusia di industri perminyakan di Indonesia.41

Kondisi industri minyak pada saat itu mengalami masa-masa yang sangat

sulit. Kapasitas produksi menurun tajam sebagai akibat pembumihangusan

fasilitas perminyakan dan lambatnya proses rehabilitasi.

42

Kepergian Belanda yang membawa serta teknologi, pengetahuan dan skill

tidak dapat digantikan oleh Jepang yang kurang memahami seluk beluk operasi

41 Ibid, Hal 19- 20 42. Salim. HS, Ibid, Hal 21

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

70

perminyakan, sehingga tenaga perminyakan Indonesia dipaksa oleh keadaan untuk

mengambil peran yang berarti. Hal ini berakibat positif bagi peningkatan skill

tenaga perminyakan di Indonesia saat itu. Pelajaran dan pengalaman yang didapat

telah menumbuhkan percaya diri dan meningkatkan semangat untuk merdeka,

termasuk untuk merdeka dalam mengelola sumber kekayaan alam negeri

sendiri.43

Proklamasi diartikan secara politis dan kemerdekaan untuk mengelola dan

menggunakan sumber daya alam minyak dan gas bumi sebesar-besarnya untuk

kemamuran rakyat. Tujuan ini diformulasikan ke dalam Pasal 33 ayat (3) UUD

1945 (sesudah Amandemen UUD 1945).

III.A.2. Periode 1945-1971

44

Perebutan di sektor minyak dan gas bumi di Indonesia digerakkan oleh

Laskar Minyak yang terhimpun dalam Himpunan Tenaga Laskar Minyak yang

memiliki pengalaman di bidang perminyakan pada masa pendudukan Belanda dan

Jepang. Meskipun Indonesia telah merdeka, namun Jepang tidak mau

menyerahkan kekuasaan dan operasi lapangan minyak kepada Indonesia, sehingga

Laskar Minyak harus berjuang untuk mengambilalihnya. Di saat yang bersamaan,

pasukan sekutu mulai masuk ke Indonesia dan ingin merebut kekuasaan Jepang

atas Indonesia. Hal ini membuat situasi menjadi semakin kacau.

45

Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI)

43. Loccit.. 44. Siska Rahman, Peranan Kontrak Production Sharing dalam Industri Minyak dan Gas

Bumi (Studi Kasus BPMIGAS), Skripsi Medan FH-USU. 45. Rudi M Simamora, Opcit Hal 22 46 . Ibid, Hal 22-23

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

71

adalah perusahaan minyak nasional yang pertama. Tugasnya adalah melanjutkan

pengoperasian minyak nasional yang pertama. PTMNRI berubah namanya

menjadi PT. Tambang Sumatera Utara (PT. TMSU) pada tahun 1954.

Di Sumatera Selatan, terjadi penyerahan lapangan minyak dengan sukarela

dan tanpa perlawanan fisik karena perwakilan Pemerintah pusat Indonesia untuk

daerah Sumatera Selatan berhasil menyakinkan Jepang. Kemudian, untuk

pengoperasiannya dibentuklah Perusahaan Minyak Republik Indonesia

(PERMIRI).46

Rencana penyatuan ini tidak sempat dilaksanakan karena bentuk Negara

dirubah kembali menjadi bentuk Negara kesatuan. Pemerintah yang baru

menunjuk Soemitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perdagangan dan Industri

yang menangani pula sektor minyak dan gas bumi. Ekonom yang berpendidikan

barat ini mengarahkan kebijaksanaannya untuk menarik investor ke Indonesia.

Pemerintah juga mendirikan perusahaan di Jawa Tengah, yaitu Perusahaan

Tambang Minyak Nasional (PTMN). PTMN memilik tugas untuk menjalankan

operasi perminyakan didaerah Kawengan, Ngelobo, Semanggi, Ledok, Cepu dan

lapangan minyak di Bongas, Jawa Barat. Daerah-daerah ini merupakan bekas

lapangan minyak Shell.

Perubahan strategi perjuangan dari evolusi ke rehabilitasi dan konsolidasi

ditandai dengan adanya pengakuan kedaulatan. Bentuk negara kesatuan berubah

menjadi serikat sehingga dirancang “Rencana Penyatuan” oleh Ir. Anondo yang

menempatkan sektor minyak dan gas bumi di bawah kendali Pemerintah pusat.

47. Ibid, hal 25

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

72

Dalam pelaksanaannya, program ini mengalami banyak benturan dengan

pendekatan yang diambil oleh Somemitro Djojodihadikusumo.

Pada bulan Agustus 1951, DPR memberikan perhatian yang serius

terhadap sektor minyak dan gas bumi. Mr. Mohammad Hasan, sebagai Ketua

Komisi Perdagangan dan Industri melakukan penelitian dan sampai pada

kesimpulan, yaitu :

1. Diyakini penuh dengan berbagai alasan yang kuat, bahwa ladang-ladang

minyak di Sumatera Utara dapat dinasionalisasi dengan pembayaran ganti rugi

yang sedemikian rupa

2. Indonesia tidak mendapatkan pembagian yang setimpal atas operasi

perusahaan minyak asing menurut perjanjian konsesi dan peraturan perjanjian

yang berlaku47

Setelah konsesi Mr. Mohammad Hassan disebarluaskan ke publik, antara

Mr. Mohammad Hassan dan manajemen perusahaan minyak asing diadakan

pembicaraan. Pihak perusahaan asing menawarkan pembagian keuntungan 50%-

50% yang kemudian dijawab Mr. Mohammad Hassan tentang siapa yang akan

menanggung biaya operasi. Kemudian, Mr. Mohammad Hassan mengusulkan

agar pembagian 50%-50% diambil dari hasil produksi, tanpa ikut serta dalam

pembiayaan operasi. Hasil pembicaraan inilah yang menjadi platform

pembicaraan dalam regenoisasi Konsesi Stanvac, Caltex dan Shell.

Akhir dari negoisasi panjang yang berlansung lebih dari 2 tahun, akhirnya

pada Maret 1954, Pemerintah dan Stanvac mencapai kata sepakat untuk

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

73

memperbaharui Konsesi Stanvac dengan ketentuan sebagai berikut :48

1. Stanvac akan menginvestasikan dana sebesar US$ 70-80 juta yang diambil

dari dana luar negeri

2. Untuk memfasilitasi penanaman modal tersebut, kepada Stanvac diberikan

pembebasan bea masuk untuk semua impor barang modal.

3. Penerapan perpajakan yang akhirnya menghasilkan pembagian keuntungan

50%-50%

4. Upaya Indonesiasi karyawan akan dilakukan sebesar mungkin

5. Jangka waktu konsesi untuk 4 tahun

Sebagaimana direncanakan pada tahun 1960, lahirlah UU Nomor 44 Prp

Tahun 1960 yang mengamanatkan pengusahaan pertambangan minyak dan gas

bumi hanya dilaksanakan oleh perusahaan Negara. Selanjutnya, Pasal enam (6)

undang-undang tersebut menetapkan apabila diperlukan Menteri dapat menunjuk

pihak lain sebagai konraktor untuk perusahaan Negara guna melaksanakan

pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh perusahaan

negara. Maksudnya supaya semua pemegang konsesi pertambangan minyak yang

lama, yaitu Shell, Stanvac dan Caltex beralih menjadi kontraktor perusahaan

Negara.49

Dalam implementasinya, tentunya hal tersebut tidak mudah dan mendapat

tantangan dari ketiga perusahaan tersebut. Setelah melalui perundingan yang

panjang, akhirnya disepakati juga persetujuan kontrak karya. Ketiga perusahaan

48 . Ibid, hal 26 49 . Siska Rahman, Opcit, Hal 56

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

74

tersebut sejak itu menjadi berubah statusnya menjadi kontraktor dan perusahaan

dari perusahaan Negara. Shell kontraktornya PN. PERMINA dan Caltex

kontraktornya PN. PERTAMIN.50

Pada tanggal 1 Januari 1959, NV NIAM yang kepemilikannya 50%

Pemerintah dan 50% Shell dirubah namanya menjadi PT. Pertambangan Minyak

di Indonesia (PT. Permindo). Ketika PT Permindo berakhir, maka dibentuklah

Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia (PN. PERTAMIN) untuk

menggantikan PT. PERMINDO berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 1961.

Salah satu kesepakatan penting lainnya dalam kontrak karya diatas adalah

disetujuinya penjualan semua fasilitas pengolahan minyak bumi dan semua harta

benda ketiga perusahaan tersebut sepanjang mengenai pemasaran dan distribusi

dalam negeri dalam waktu dengan harga dan cara tertentu.

Penandatanganan kontrak karya merupakan tonggak sejarah penting dalam

meletakkan posisi Negara (Perusahaan Negara) pada posisi yang lebih dominan

terhadap perusahaan asing yang dengan kontrak karya mereka hanya menjadi

kontraktor dari perusahaan Negara yang sebelumnya posisi mereka sebagai

pemilik mineral interest, Negara hanya menjadi penonton. Mineral Interest

kembali menjadi milik bangsa Indonesia setelah lepas dari genggaman sejak

diundangkannya Indische Mijn Wet 1899.

51

Di Sumatera, pada tanggal 10 Desember 1957 PT. TMSU juga dirubah

menjadi PT. Perusahaan Minyak Nasional (PT. PERMINA). Kemudian sejak

tanggal 1 Juli 1961, berdasarkan PP Nomor 198 Tahun 1961, PT. PERMINA

50 Rudi M Simamora, Opcit, h 51. Ibid, Hal 27- 28

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

75

dirubah menjadi PN. PERMINA untuk menyesuaikan dengan ketentuan UU

Nomor 19 Prp Tahun 1960 dan UU Nomor 44 Prp Tahun 1960.

Di bidang pemasaran, pada tanggal 10 Desember 1957 ditandatangani

kontrak penjualan minyak mentah dengan Refining Associates of Canada Ltd.

(REFICAN) dan merupakan kontrak penjualan minyak mentah Indonesia pertama

yang pengapalan ekspor perdananya dilakukan pada tanggal 24 Mei 1958.

Dalam bidang perlengkapan, mesin-mesin material dan bantuan teknis PT.

PERMINA telah mengadakan kerjasama dengan Kobayashi Group sebuah

konsorsium perusahaan Jepang secara kredit dan PT. PERMINA membayar

kembali dalam bentuk minyak mentah.52

Pada tanggal 4 Januari 1968, berdasarkan SK Menteri Urusan Minyak dan

Gas Bumi No.16/M/Migas/66, PN PERMIGAN dibubarkan. Seluruh asset

perusahaan diserahkan kepada Negara, dalam hal ini kepada Departemen Urusan

Minyak dan Gas Bumi Negara. Selanjutnya, lapangan dan pabrik pemurnian yang

ada di Cepu dimanfaatkan sebagai pusat pendidikan yang kemudian dikenal

dengan Akademi Minyak dan Gas Bumi (AKAMIGAS). Sedangkan fasilitas

Dalam rangka meningkatkan

kemampuan armada perkapalan, bulan Agustus 1959 PT. PERMINA membeli

dari CALTEX dua tanker jenis Shallow Draft masing-masing berukuran tiga (3)

ribu DWT dengan cara Bare Boat Hire Purchase.

Dengan demikian, maka pada pertengahan tahun 1960-an, seluruh asset

perminyakan gas bumi yang sedang beroperasi atau belum, namun sudah terikat

suatu perjanjian pertambangan telah kembali dikuasai oleh Pemerintah yang

mengelolanya dilakukan melalui tiga perusahaan, yaitu PN. PERTAMIN, PN.

PERMINA, PN. PERMIGAN.

52. Ibid, Hal 29

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

76

pemasaran diserahkan kepada PN. PERTAMIN dan fasilitas perusahaan

diserahkan kepada PN. PERMINA.

Puncak dari konsolidasi antara perusahaan-perusahaan Negara yang terlibat

dalam pengelolaan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia adalah dengan

dileburnya PN. PERTAMIN dan PN. PERMINA menjadi satu perusahaan yang

terintegrasi melalui wadah Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi Nasional (PN. PERTAMINA) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27

Tahun 1968.

Mengingat perkembangan dan kemajuan yang dicapai PN. PERTAMINA,

maka dipandang perlu untuk memberikan landasan kerja baru yang lebih baik

guna meningkatkan kemampuan dan hasil usaha selanjutnya. Untuk itu, pada

tanggal 15 September 1971 didirikanlah Perusahaan Pertambangan Minyak dan

Gas Bumi Negara (PERTAMINA) dengan berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1971,

jadilah Pertamina adalah satu-satunya perusahaan di Indonesia yang didirikan

berdasarkan undang-undang hingga saat ini.53

Maksud didirikannya Pertamina adalah untuk meningkatkan produktivitas,

efektivitas dan efesiensi operasi perminyakan nasional.

III.A.3. Periode 1971–sekarang

54 Pertamina menjalankan

perannya sebagai real player yang baik dalam Industri minyak dan gas bumi

secara nasional dan internasional. Pemberlakuan kontrak bagi hasil mengalami

pertumbuhan pesat karena beberapa faktor yaitu :55

53 Ibid, Hal 30. 54 . loccit 55 . Rudi. M. Simamora, Opcit, hal 32

a. Intensitasnya hubungan dengan para kontraktor

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

77

b. Sifat hubungan dengan para kontraktor

c. Kerjasama dengan orang asing yang menghasilkan teknologi muktahir

d. Kepercayaan kontraktor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia

dengan cara penandatanganan kontrak bagi hasil

Kesuksesan besar Pertamina adalah pada tahun 1971 adalah menemukan

Lapangan Gas Arun dan Lapangan Badak pada tahun 1972. Kedua lapangan ini

memiliki kandungan gas yang optimal untuk pembangunan proyek pengembangan

Gas alam yang diolah menjadi Liquified Natural Gas (LNG) dan Liquified

Petoleum Gas (LPG). 56

Badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan

pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. Fungsi badan

pelaksana ini adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar

pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik Negara dapat

memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi Negara untuk sebesar-

Kontrak bagi hasil hanya diberikan kepada kegiatan usaha hulu. Kegiatan

usaha hulu ini meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Sebelum berlakunya UU

Nomor 22 Tahun 2001, para pihak yang terkait dalam kontrak bagi hasil adalah

Pertamina dan Kontraktor. Kontraktor itu dapat berasal dari kontraktor dalam

negeri dan luar negeri. Dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 2001, para pihak

yang terkait dalam kontrak bagi hasil, yaitu Negara yang diwakili oleh badan

pelaksana sedangkan pihak kedua atau kontraktornya adalah badan usaha dan atau

badan usaha tetap.

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

78

besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002

tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.57

Tugas badan pelaksana diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Jo. Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun

2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Tugas badan pelaksana, yaitu :

58

1. Memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal

penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama

2. Melaksanakan penandatangan kontrak kerjasama

3. Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang

pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kepada Menteri

untuk mendapatkan persetujuan

4. Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain yang

tercantum pada angka 3 di atas

5. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran

6. Melaksanakan pengawasan dan melaporkan kepada menteri mengenai

pelaksanaan kontrak kerja sama

7. Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Negara yang

dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara

57. Salim. HS, Hukum Pertambangan, Opcit, Hal 245. 58. Ibid, Hal 245-246

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

79

B. Sumber Hukum Perjanjian Minyak dan Gas Bumi di Indonesia.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang minyak dan gas

bumi, dapat dilihat pada berbagai peraturan perundang-undangan ,yaitu :59

1. Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2004 tentang

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2004 tentang

Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi

4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1982 tentang Kewajiban dan Tatacara

Penyetoran Pendapatan Pemerintah dari Hasil operasi Pertamina sendiri dan

Kontrak Production Sharing.

5. Peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan

Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

6. Keputusan Presiden No. 42 Tahun 1989 tentang Kerjasama Pertamina dengan

Badan Usaha Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

C. Badan Pelaksana Usaha Hulu dan Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Jenis kegiatan usaha minyak dan gas bumi dibagi menjadi 2 (dua) macam,

yaitu Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir. Kegiatan Usaha Hulu

mencakup Eksplorasi dan Eksploitasi60 dan Kegiatan Usaha Hilir mencakup

Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga.61

Kegiatan usaha hulu memakai rezim kontrak sedangkan kegiatan usaha

59. Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Pempropsu. 60. Salim.HS, Hukum Pertambangan, Opcit hal 238 61 . Ibid, Hal 241.

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

80

hilir menggunakan rezim perizinan. Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan

dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama yang merupakan kontrak bagi hasil

atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang

hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 62

Kedudukan badan pelaksana merupakan badan hukum milik Negara.

Badan hukum milik Negara mempunyai status sebagai subjek hukum milik

Negara dan juga merupakan subjek Hukum Perdata dan merupakan institusi yang

tidak mencari keuntungan serta dikelola secara professional.

Ketentuan hukum yang mengatur tentang badan pelaksana adalah Pasal 1

angka 23, Pasal 44 sampai dengan Pasal 45 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk

melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu dibidang minyak dan gas bumi

(Pasal 1 angka 23 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi).

63

62. Undang-undang No.22 Tahun 2001, Pasal 1 angka 19 63 . Ibid, Hal 245

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

(BPMIGAS) adalah lembaga yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia pada

tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak

Kerjasama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan

pemasaran migas Indonesia.

Dengan didirikannya lembaga ini melalui UU Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP Nomor 42 Tahun 2002 tentang

BPMIGAS, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan kontrak kerja sama

yang sebelumnya dikerjakan oleh Pertamina, selanjutnya ditangani langsung oleh

BPMIGAS sebagai wakil pemerintah.

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

81

Wewenang

Dalam menjalankan tugas, BPMIGAS memiliki wewenang : 64

1. Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS

2. Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS 3. Mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS 4. Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik Negara 5. Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang

diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terdiri dari perusahaan luar dan

dalam negeri, serta joint-venture antara perusahaan luar dan dalam negeri. Daftar

ini selalu berkembang, mengikuti dari tender konsesi yang dilakukan oleh BP

Migas setiap tahunnya.65

Badan Pengatur diatur di dalam Pasal 1 angka 24, Pasal 8 ayat (4), Pasal

46 sampai dengan Pasal 49 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi. Badan pengatur adalah suatu badan yang dibentuk melakukan pengaturan

dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak

dan gas bumi pada kegiatan usaha hilir (Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

66

1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian

bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi melalui pipa. Ketentuan ini

dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat konsumen terhadap

kelansungan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak di seluruh

Fungsi Badan Pengatur adalah sebagai berikut :

64 . Sumber dari: Wikipedia berbahasa Indonesia (www.google.com) 65 Http:/www.bpmigas.com/ Organisasi.asp 66 Salim, HS, Hukum Pertambangan, Opcit, Hal 247

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

82

Indonesia.

2. Melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi bahan bakar minyak

dan gas bumi yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah

Negara Kesatuan RI

3. Meningkatkan pemanfaatan gas bumi di seluruh Indonesia

Tugas badan pengatur meliputi pengaturan dan penetapan mengenai :67

2. Pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar minyak terutama ditujukan untuk daerah-daerah tertentu atau daerah terpencil yang mekanisme pasarnya belum dapat berjalan, sehingga fasilitas pengangkutan dan penyimpanan yang ada perlu diatur untuk dapat dimanfaatkan agar tercapai kondisi optimal dan tercapai harga yang serendah mungkin

1. Ketersediaan distribusi dan bahan bakar minyak dan Cadangan bahan bakar minyak nasional

3. Tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa 4. Harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, rumah tangga

adalah setiap konsumen yang memanfaatkan gas bumi untuk keperluan rumah tangga

5. Pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi diatur oleh Badan Pengatur 6. Pengawasan dalam bidang-bidang pada angka 1 sampai dengan 6 A. Variable yang Berpengaruh terhadap Pembagian Hasil dalam Kontrak

Bagi Hasil Migas Ada 3 (tiga) yang mempengaruhi pembagian hasil dalam bidang migas

yaitu :68

1. Harga Migas

Bertambah tinggi harga migas bertambah besar bagian negara dan bagian

bersih kontraktor.

67 Ibid,Hal 248 68 Bambang Yuwono, Kepala Dinas Akuntansi Revenue BPMIGAS, Variable yang

Berpengaruh Terhadap Pembagian Hasil dalam Production Sharing Contract. Makalah ([email protected]).

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

83

2. Lifting

Bertambah besar Volume Lifting bertambah besar bagian negara dan bagian

bersih kontraktor.

3. Cost Recovery

Bertambah besar Cost Recovery bertambah berkurang bagian negara dan

bagian bersih kontraktor.

Keterangan :

III.D.1. Harga Migas

Bagan 1

Rumus Yang Dipakai Untuk Menentukan Harga Minyak Di Pasaran

Sumber : Rinto Pudyantoro (Sub Dinas Penerimaan Negara Dinas Akuntansi

Revenue- Divisi Operasi Finansial-BPMIGAS)

ICP (Indonesian Crude Pice) = Harga Minyak Mentah Indonesia

Old (cara Lama), rumusnya = 20 % APPI + 40% RIM + 40 % Platt

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

84

New (cara baru), rumusnya = 5 % RIM + 40 % Platt

APPI adalah Asian Petroleum Price Index

RIM adalah Para Pihak yang turut menentukan harga minyak, yaitu :

1. Producer, perusahaan yang produksi dan ekspor minyak mentah

2. Equity Holder - Perusahaan yang punya interest atau share lapangan minyak

(tapi bukan sebagai operator)

3. Oil Trader - Perusahaan yang kerjaannya beli dan jual minyak mentah di pasar

internasional

4. Oil Refiner – Perusahaan yang beli minyak mentah untuk diolah lebih lanjut

jadi petroleum products

PLATT : adalah patokan formula rata-rata harga minyak yang dijual di pasar

Singapura (mean of platts Singapore/ MOPS). plus alfa. Faktor alfa

adalah margin keuntungan plus biaya distribusi yang dikantongi

Pertamina. Alfa dihitung berdasarkan persentase dari MOPS. Semakin

tinggi harga MOPS, semakin besar pula alfa. 69

Berat jenis rendah : 0,65-0,75

Harga minyak ditentukan oleh berat jenisnya (specific grafity/derajat api)

di dalam kandungan minyak itu sendiri yang dapat diketahui setelah mengadakan

penelitian terlebih dahulu, dengan ketentuan semakin berat, berat jenisnya maka

harganya semakin murah dan begitu juga sebaliknya semakin ringan berat jenis

murah maka harganya semakin mahal.

Beberapa berat jenis minyak mentah di Indonesia, yaitu:

69. Sumber Benny Lubiantara,”PSC vs Non Cost recovery”, 30 Januari 2006 (www.google.com)

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

85

Berat jenis ringan : < 0,8

Berat jenis berat : > 0,8

Mengapa dikatakan berat karena ada kandungan jenis yang berat di

dalamnya, seperti:

1. Sulphur

2. Aspaltic

3. Parafin

Rumus Berat Jenis Minyak :

0,8 / 0,81 /

gr c SpGrgr c

=

Berat (Inpurities) banyak didalam kondisi jenis yang berat tadi, tetapi semua

jenis minyak mengandung tiga hal diatas (sulphur, aspaltic, parafin) hanya tingkat

kadarnya yang berbeda, semakin sedikit semakin baik/bagus dan hanya bisa

ditentukan melalui pengukuran berat jenis. 70

Adapun jenis minyak ada beberapa macam :

71

1. Arjuna

2. N.W Corner

3. Cinta

4. Widuri

5. Tanggulangin

6. Pangerungan

7. Madura

8. Mudi 70 Sumber: Wawancara dengan Divisi Minyak dan Gas Bumi Dinas Pertambangan dan

Energi Provinsi Sumatera Utara (Ir. Sumintarto) 71 B. Ceceliana, Perhitungan Realisasi Alokasi Lifting Minyak Mentah, 2007, BPMIGAS,

(Makalah)

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

86

9. Sukowati

10. Cepu

11. Jati Barang

12. Arun Cond.

13. NSC

14. Arbei

15. SLC

16. Duri

17. Lajang

18. Lirik (Ex.Stanvac)

19. Situ Panjang

20. Lalang

21. Belida

22. Sembilang

23. Belanak 24. Kerapu 25. Jambi 26. Ramba 27. Tempino 28. Mengoepeh 29. Geragai/Makmur 30. Geragai Cond 31. Bangko 32. Pendopo 33. KPS 34. Tap (Ex Stanvac) 35. Air Hitam 36. Makra 37. Rawa 38. Bentayan 39. Rimau/Tabuan

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

87

40. Air sedang 41. Pagerungan Ko 42. Tanjung 43. Bunyu 44. Mamburungan 45. Pam Sng2Mix 46. Badak 47. BRC 48. Sangatta 49. Handil Mix 50. Senipah Kona 51. Bekapai 52. Attaka 53. Tiaka 54. Lemun (bula)

55. Oseil (HSFO)

56. Naphta

57. Walto Mix

58. Klamono

59. Meslu

60. Anoa

61. Camar

62. Oyong

63. Pangkah

64. Westseno

65. Senipah.

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

88

III.D.2. Lifting (Hasil/ Nilai produksi)

Dalam Kamus Bahasa Inggris, Lifting artinya “Daya angkat.”72

Pengangkutan adalah kegiatan :

. Lifting ini

termasuk kedalam Kegiatan Usaha Hilir yang bertumpu pada kegiatan usaha

pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga. 73

a. Pemindahan minyak bumi dan gas bumi, dan atau hasil olahannya

b. Dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan

c. Termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi

Jadi, dapat disimpulkan Lifting adalah Nilai produksi minyak mentah hasil

olahan yang dapa diangkat/diangkut melalui laut (lifting dengan kapal) dan

melalui pipa (lifting pipa) untuk disimpan di tempat yang telah ditentukan yang

diperuntukkan untuk kepentingan niaga, pembelian, penjualan, ekspor dan import.

Bagan 2 Keterangan tentang Proses Lifting

Sumber: Rinto Pudyantoro (Sub Din Penerimaan Negara Dinas

Akuntansi Revenue-Divisi Operasi Finansial)

72 Lihat: Kamus Ingriss-Indonesia (An English Dictionary) oleh Jhon M.Echolsbon & Hassan

Shadilly, Penerbit PT.Gramedia Jakarta, Cetakan XXIV, agustus 2000. 73 Terdapat di dalam Pasal 1 angka 10, Pasal 5, pasal 7, dan Pasal 25 UU Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi.

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

89

III. D.3. Cost Recovery

Adalah jumlah penggantian biaya operasi oleh Pemerintah/BPMIGAS

kepada kontraktor sesuai perjanjian74 dihitung berdasarkan referensi atas harga

minyak yang berlaku di Indonesia dan harga gas aktual. Setelah kontraktor

memulihkan semua biaya yang dikeluarkan, Pemerintah berhak memperoleh

pembagian tertentu dari hasil produksi minyak bumi dan gas alam yang tersisa,

selanjutnya kontraktor memperoleh sisanya sebagai bagian ekuitas (laba).75

Pengembalian biaya dalam cost recovery hanya diperbolehkan dari wilayah

kerja yang bersangkutan dan tidak diperkenankan melakukan konsolidasi biaya

dan pajak antara satu wilayah kerja dengan wilayah kerja lainnya Contoh:

Komponen Cost Recovery tahun 2005-2006.

Dalam sistem kontrak bagi hasil semua biaya yang dikeluarkan oleh

kontraktor, apabila berhasil menemukan dan memproduksi minyak, akan

dikembalikan kepada kontraktor. Mekanisme ini dilakukan sebelum hasil

produksi dapat dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor. Pengembalian biaya ini

disebut sebagai cost recovery . Besar kecil cost recovery akan mempengaruhi

besar/kecilnya bagian Pemerintah maupun Kontraktor.

Biaya yang dibebankan kepada cost recovery terdiri dari biaya-biaya non

kapital tahun berjalan dari kegiatan eksplorasi, pengembangan, operasi produksi,

dan biaya administrasi/umum; biaya deperesiasi tahun berjalan, depresiasi tahun

dari sebelumnya, dan unrecovered cost (pengembalian biaya yang tertunda).

76

74 . Sumber : BPK RI, Premier Oil Natuna Sea Block A, (www.google.com)

75 Dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia (www.google.com) 76 Sumber: www.google.com ( File://E:/ Untitled Document htm.page 1 of 3 )

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

90

Tabel 1 Komponen Cost Recovery Kegiatan Usaha Hulu Migas

No Items 2005 2006 1 Biaya Operasi tahun Berjalan 5,622 5,439 -Eksplorasi 495 451 -Pengembangan 1.428 1.315 -Produksi 2.994 3.048 -General & Admin 705 625

2 Depresiasi Tahun Berjalan 1.420 1.720 3 Depresiasi Tahun

Sebelumnya 206 403

4 Unrecovered Cost 285 253 Total Cost Recovery 7.533 7.815 Cost Recovery Pertamina EP 1.864 1.893 Cost Recovery KKKS

lainnya 5.669 5.922

Sumber :

DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Menurut Drs

Pramudjo, M.Soc. (Direktur Dana Perimbangan, Departemen Keuangan RI),

secara normatif terdapat 2 (dua) pengertian Dana Bagi hasil (DBH) yang satu

sama lain saling melengkapi, yaitu :

www.google.com

Keterangan :

Tabel di atas menerangkan tentang komponen-komponen yang terdapat di

dalam Cost Recovery Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Semakin

besar Cost Recovery yang berarti biaya produksi besar yang mempengaruhi

bagian Pemerintah dan Kontraktor.

E. Gambaran Umum Tentang Dana Bagi hasil Migas (DBH)

77

77 Energi Antarnusa : Opcit hal 22-23.

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

91

1. Setelah rangkaian kalimat tersebut masih ditambah dengan frase untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

2. Ditambahkan dengan frase dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.

Secara harafiah, DBH sudah jelas adalah dana bagi hasil baik untuk migas

maupun sumber daya alam lain (SDA) lainnya adalah sama – dana bagi hasil.78

PRINSIPDBH

BY ORIGIN

REALISASI

¦ BERDASARKAN PRINSIP DAERAH PENGHASIL : DAERAH PENGHASIL MENDAPATKAN PORSI LEBIH BESAR

¦ DAERAH LAIN MENDAPATKAN BAGIAN PEMERATAAN DENGAN PORSI TERTENTU

PRINSIP

¦ PENYALURAN DBH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN NEGARA

Bagan 3

Tentang Prinsip yang dianut oleh Dana Bagi Hasil Migas

Sumber : B.Ceceliana,Workshop Revitalisasi perhitungan bidang migas, Pekanbaru 23November 2007, Direktorat Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI

Pengertian dana bagi hasil dicerminkan dari frase “Yang dialokasikan

kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu”. Prinsipnya adalah

memperhatikan daerah penghasil atau by origin, bahwa daerah yang menghasilkan

SDA atau daerah penghasil mendapatkan porsi yang lebih besar daripada daerah

yang bukan penghasil dan pembagiannya berdasarkan realisasi penerimaan dari

78 Energi Antar Nusa, Depkeu Menjawab, Edisi 04 Tahun II, Januari 2008 Hal 22-23.

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

92

sektor SDA (Sumber Daya Alam) yang disetorkan oleh kontraktor. 79

79 Ibid, Hal 22-23

Dalam Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, DBH adalah

salah satu instrumen dana perimbangan dalam rangka perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah agar bersama-sama dengan

dana perimbangan yang lain dapat diguanakan oleh daerah untuk mendanai

sebagian kewenangan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat kepada

Pemerintahan Daerah (Money Follows Fuction).

Dana Bagi Hasil (DBH) dimaksudkan untuk mengurangi “Vertical

Imbalance” kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

maupun “Horizontal Imbalance” (kesenjangan antar daerah).

“Vertical Imbalance” diwujudkan dengan pembagian porsi yang wajar

antara pemerintah pusat dengan daerah penghasil, sedangkan “Horizontal

Imbalance” diwujudkan dengan pembagian secara merata bagi daerah bukan

penghasil yang berada di dalam wilayah provinsi yang sama dengan daerah

penghasil.

Pembagian dengan porsi Pemerintah yang lebih besar dari daerah karena

Pemerintah harus mendanai kewajiban dan kewenangan yang lebih besar yang

tidak dapat dilimpahkan kepada daerah, antara lain disektor pertahanan, sektor

keamanan, sektor keuangan dan moneter (antara lain membayar utang dalam dan

luar negeri), termasuk sektor hukum dan peradilan, dan sektor agama.

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

93

Prinsip-Prinsip Dana Bagi Hasil SDA Migas

b. Pelaksanaan Dana Bagi Hasil SDA Migas dilakukan berdasarkan realisasi

c. Dana yang dibagihasilkan adalah Penerimaan Negara dari wilayah daerah

yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya

sesuai peraturan perundangan (penerimaan negara bukan pajak).80

Dasar Hukum DBH (Dana Bagi Hasil)

1. UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

2. UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintahan Pusat dan Daerah

3. PP Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan

4. UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

5. Aturan-aturan Pelaksanann UU Nomor 8 Tahun 1971 Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara.81

80. B. Ceceliana, disampaikan dalam DBH SDA Migas ”Workshop Revitalisasi Perhitungan

PNBP Bidang Migas Pekanbaru , 23 November 2007,Direktorat Dana Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI

81. B. Ceceliana, Ibid, Slide 10 (Presentasi)

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

94

Bagan 4 Bagan yang menerangkan Tentang Jenis Dana Bagi Hasil Yang berasal Dari

Sumber Daya Alam

DBH SDA

KEHUTANAN

PERTUM

PERIKANAN

MINYAK BUMI

GAS BUMI

PANAS BUMI

JENIS DBH SDA

IHPH

PSDH

DRLANDRENT

ROYALTYPPP

PHP

SBP

IT & IP

Sumber : B.Ceceliana,Workshop Revitalisasi Perhitungan Bidang Migas,

Pekanbaru 23 November 2007, Direktorat Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI

Keterangan :

Dana Bagi Hasil (DBH) berasal dari Sumber Daya Alam Indonesia. Ada 6 jenis

sumber dana bagi hasil yaitu berasal dari Kehutanan, Pertambangan, Perikanan,

Minyak Bumi, Gas Bumi.82

Istilah-istilah untuk Dana Bagi Hasil dalam tabel yaitu :

83

a. IIUPH : Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan

b. PSDH : Provisi Sumber Daya Hutan

c. DR : Dana Reboisasi

d. LANDRENT : Iuran Tetap (Landrent)

e. ROYALTI : Iuran Eksplorasi & Eksploitasi (Royalti)

f. PPP : Pungutan Perusahaan Perikanan

g. PHP : Pungutan Hasil Perikanan

h. SBP : Setoran Bagian Pemerintah

i. IT & IP : Iuran Tetap & Iuran Produksi

82 DBH SDA Migas, Ibid, Slide 5 83 DBH SDA Migas, Ibid, Slide 6

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

95

Tabel 5 Contoh Tabel DBH dibidang Perikanan dan Minyak Bumi

CONTINUED

NO COMPONENTS % UNTUK DAERAH

PROPORTION

PROV KAB/KOTA PENGHASIL

KAB/KOTA LAIN DALAM PROV YG

SAMA *)

3. PERIKANAN **) 80%4. MINYAK BUMI

A. DARI KAB/KOTA PENGHASIL 15,5%

15% 3% 6% 6%0,5% ***) 0,1% 0,2% 0,2%

B. DARI PROVINSI PENGHASIL 15,5%

15% 5% - 10%0,5% ***) 0,17% - 0,33%

*) DIBAGI RATA**) DIBAGI RATA KEPADA DAERAH SELURUH INDONESIA***) HASIL DIMANFAATKAN UNTUK PENDIDIKAN DASAR

Sumber : B.Ceceliana,Workshop Revitalisasi Perhitungan Bidang Migas, Pekanbaru 23 November 2007, Direktorat Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI

Keterangan :

Dana Bagi Hasil yang berasal dari Minyak Bumi berasal dari

Kabupaten/Kota penghasil sebanyak 15,5 % dan dari Provinsi Penghasil sebanyak

15,5%. Dari setiap komponen dibagi-bagi lagi untuk daerah 0.5 %, provinsi

0,17%, dan kabupaten kota lain dalam propinsi yang sama 0,2%.

Penyaluran DBH Migas Tahun 2008 berdasarkan kesepakatan panja DPR :

1. Penyaluran DBH SDA MIGAS dilaksanakan secara Triwulanan

2. Penyaluran DBH SDA MIGAS Triwulan I dan II masing-masing sebesar

20% dari Paqu perkiraan alokasi

3. Penyaluran DBH SDA MIGAS sebagaimana di atas selanjutnya

diperhitungkan dengan realisasi penerimaan DBH SDA MIGAS Triwulan II

dan Triwulan IV.84

84 DBH SDA Migas, Ibid Slide 2.

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

96

Bagan 5 Bagan Proses Kerja Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Migas

Sumber : Direktorat Dana Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan

Departemen Keuangan RI (BPMIGAS) Keterangan :

Sesuai dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang baru, tupoksi dari

pelaksanaan perhitungan DBH SDA Migas dibagi menjadi 2 (dua) proses, yaitu

sebagimana terlihat pada gambaran.

Untuk proses perhitungan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)

dilaksanakan oleh Ditjen Anggaran c.q. (sejajar) Direktorat PNBP yang

menanganinya. Dit. PNBP mengumpulkan data dari instansi terkait, yaitu :85

1. Lifting dari BPMIGAS

2. Data bagian negara dari BPMIGAS

3. Komponen pengurang yaitu:

a. PPN dari BPMIGAS berupa tagihan reimbursemen dari KKKS yang sudah

diverifikasi dan disetujui untuk reimburse.

85. Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Prop Sumatera Utara (Divisi Operasi Finansial

(BPMIGAS),”Bagi Hasil Migas” Pekanbaru 23 November 2007).

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

97

b. PBB Migas diperoleh dari permintaan pembayaran PBB Migas kepada

Ditjen Anggaran ke daerah oleh Ditjen Pajak

c. PDRD sebagaimana tagihan DPRD dari masing-masing daerah kepada

Ditjen Anggaran yang telah diverifikasi dan disetujui

Berdasarkan data-data dimaksud, Ditjen Anggaran c.q (sejajar) Ditjen

PNBP menghitung PNBP permasing-masing KKSS, yang selanjutnya

disampaikan ke Ditjen Perimbangan Keuangan untuk dihitung jumlah DBH SDA

Migasnya.

Bagan 6

Mekanisme Perhitungan Dana Bagi Hasil Migas

Sumber : Agus Cahyono Adi, Ka.Sub Dit.Penerimaan Negara, Metoda dan

Tata Cara Pencatatan Lifting dan DBH SDA Migas, Pekanbaru, 2007 (Dep.Energi dan Sumber Daya Mineral-Dirjen Migas)

Keterangan :

Bagan ini menjelaskan tentang bagaimana cara menghitung bagian negara

dari SDA Migas yang berasal dari KKKS ( Kontraktor Kontrak Kerja sama ).

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

98

Dimulai dari Lifting Migas yang dijual hingga diperoleh gross revenue.

Selanjutnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh KKKS dalam

rangka mencari sampai dengan memperoleh hasil migas tersebut, diperoleh Net

Operating Income atau NOI. Hasil NOI tersebut kemudian dihitung berdasarkan

presentase sebagaimana disepakati dalam kontrak, yaitu seperti dalam contoh,

untuk minyak 28,8462% bagian kontraktor dan sisanya sebesar 71,1598%

merupakan hak dari Pemerintah.

Dalam prakteknya, jumlah presentase tersebut dihitung dengan

memperimbangkan tarif pajak yang berlaku. Seperti contoh ini, tarif pajak yang

digunakan adalah 48%, sehingga apabila kita menginginkan net split sebesar 85%

untuk Pemerintah dan 15% untuk Kontraktor, maka metode penghitungannya

adalah dengan cara meng-gross up dari nilai tersebut.

Contoh :

Apabila kontraktor setelah membayar pajak sebesar 48 % hanya menerima

15 %, maka bagian kontraktor sebelum dikurangi pajak adalah sebesar 15 %

dibagi (100%-48%) atau 15% / 52 % menjadi sebesar 28,8462%. Dengan

demikian, sisanya sebesar 100%-28,8462% atau sebesar 71,1598 % merupakan

milik Pemerintah.

Selanjutnya, dalam rangka menghitung PNBP-nya, mengingat jumlah yang

terkandung dalam presentase tersebut masih terkandung didalamnya pajak-pajak

yang harus dikeluarkan seperti PBB, PPN dan PDRD. Setelah dikurangi

komponen pajak, baru diperoleh PNBP SDA Migas yang selanjutnya akan

dibagihasilkan ke masing-masing daerah.86

86 Ibid, Slide 10 dan 11

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

99

Bagan 7 Alur Dana Penerimaan Migas bagian (1)

Sumber : Direktorat Dana Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI (BPMIGAS)

Keterangan :

Bagan di atas menerangkan bagaimana jalannya/alur dana penerimaan

migas sampai pada Pemerintah dan daerah. Hasil penjualan dibagi dua antara

Pemerintah dan Kontraktor setelah dikurangi Biaya Produksi (Cost Recovery)

setelah dikurangi kemudian dibagi dua dan Kontraktor diwajibkan menyetor Pph

Migas kedalam APBN.

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

100

Bagan 8 Sambungan Alur Penerimaan Migas bagian (2)

Sumber : Direktorat Dana Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI (BPMIGAS)

Keterangan :

Yang termasuk bagian Pemerintah dalam bagan di atas adalah :

1. PPB Migas (masuk ke dalam kas daerah penghasil dan non penghasil)

2. PDRD Migas (masuk ke dalam kas daerah penghasil)

3. Fee Hulu ( bagian Kontraktor dan BPMIGAS)

4. Pajak lain (PPN, dll)

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

101

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SISTEM KONTRAK BAGI HASIL DALAM INDUSTRI PERMINYAKAN

A. Pelaksanaan Sistem Kontrak Bagi Hasil dalam Industri Perminyakan Ditinjau dari Segi Peraturan yang Berlaku

Pada prinsipnya, badan hukum atau perorangan yang ingin memperoleh

kuasa pertambangan, maka harus memenuhi syarat-syarat dan prosedur yang

berlaku yang berlaku. Diatur didalam Pasal 13, Pasal 15 dan Pasal 17 Peraturan

Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 dengan ketentuan sebagai berikut:87

1. Untuk satu wilayah kuasa pertambangan harus diajukan satu permintaan

tersendiri.

2. Lapangan-lapangan yang terpisah tidak dapat diminta sebagai satu wilayah

kuasa pertambangan.

Didalam lampiran Keputusan Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor

1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas

Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, telah ditentukan permohonan izin

kuasa pertambangan. Masing-masing pertambangan mempunyai syarat yang

berbeda :

1. Persyaratan kuasa pertambangan penyelidikan umum .

Permohonan kuasa pertambangan penyelidikan umum dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu permohonan baru dan perpanjangan kuasa

pertambangan. Persyaratan kuasa pertambangan penyelidikan untuk permohonan

baru, yaitu:

87 . Salim HS, Opcit, Hal 70-76

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

102

a. Surat permohonan

b. Peta Wilayah

c. Akta pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya

menyebutkan berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan oleh

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

d. Tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan

e. Laporan keuangan bagi perusahaan baru dan laporan keuangan tahun terakhir

yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi perusahaan lama.

2. Persyaratan Kuasa Pertambangan Eksplorasi

Kuasa pertambangan eksplorasi dapat dibedakan menjadi tiga macam,

yaitu permohonan baru, peningkatan kuasa pertambangan eksplorasi bukan

peningkatan dan perpanjangan. Persyaratan permohonan kuasa pertambangan

eksplorasi yang baru yaitu

a. Surat permohonan

b. Peta wilayah

c. Akta pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya

menyebutkan berusaha di bidang pertambangan dan telah disahkan oleh

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

d. Tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan

e. Laporan keuangan bagi perusahan baru dan laporan keuangan tahun terakhir

yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi perusahaan lama.

Page 103: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

103

3. Kuasa Pertambangan eksploitasi

Kuasa pertambangan eksploiasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Peningkatan kuasa pertambangan eksplorasi

b. Pertambangan eksplorasi baru

c. Perpanjangan kuasa pertambangan eksploitasi

Adapun syaratnya sebagai berikut :

a. Surat permohonan

b. Peta wilayah

c. Laporan lengkap eksplorasi

d. Laporan studi kelayakan

e. Dokumen AMDAL atau UKL-UPL

f. Tanda bukti pembayaran iuran tetap

g. Laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan

h. Rencana kerja dan biaya.

i. Akta pendirian perusahaan yang salah satru dari maksud dan tujuannya

menyebutkan berusaha dibidang pertambangan dan telah disahkan

insatansi yang berwenang.

4. Kuasa pertambangan pengolahan dan pemurnian serta perpanjangannya

(mandiri/bagi yang tidak mempunyai kuasa pertambangan eksploitasi). Syarat-

syarat untuk memperoleh kuasa pertambangan pengolahan dan pemurnian

serta perpanjangannya, yaitu:

a. Surat Permohonan

b. Rencana teknis pengolahan dan pemurnian

Page 104: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

104

c. Dokumen AMDAL, atau UKL_UPL

d. Perjanjian jual beli dengan pemegang kuasa pertambangan eksploitasi

e. Laporan kegiatan pengolahan dan pemurnian yang telah dilakukan (untuk

perpanjangan)

Kontrak dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan, yang dulunya dibuat

antara PT. Pertamina (Persero) dengan Kontraktor. Namun, setelah Undang-

undang No. 22 Tahun 2001 keluar, terjadi peralihan hak dari Pertamina kepada

Badan Pelaksana (BPMIGAS) sebagai wakil Pemerintah dan Pertamina dianggap

sama dengan Kontraktor dan BPMIGAS bertanggung jawab atas manajemen yang

diatur dalam perjanjian.

Asas hukum yang harus diketahui dalam membuat suatu kontrak adalah :

1. Asas Kebebasan Berkontrak (Pasal 1338 KUH Perdata)

2. Asas Konsensualiatas (Pasal 1320 KUH Perdata).

Apabila dihubungkan dengan kontrak yang dibuat antara badan pelaksana

dengan kontraktor, isi kontrak ditentukan oleh badan pelaksana dan pihak

kontraktor diberi kesempatan mempelajari kontrak. Pasal 1320 KUH Perdata,

yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya sudah jelas ada kesepakatan

dalam kontrak bagi hasil antara Pertamina dengan pihak kontraktor terbukti

dengan ditandatangani kontrak tersebut.

Dalam Pasal 1338 KUH Perdata ditegaskan adanya kebebasan untuk

menentukan isi kontrak ini dianggap tidak sesuai karena badan pelaksana sudah

terlebih dahulu menentukan isi kontrak. Secara formil hal ini tidaklah menjadi

masalah sebab apa yang disyaratkan dalam Pasal 1320 yaitu kesepakatan telah

Page 105: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

105

terpenuhi. Ketentuan ini tidak akan memperbesar penyimpangan jika dihubungkan

dengan Pasal 1338 KUH Perdata sepanjang pihak kontraktor tidak menderita

kerugian pada perusahaannya. Jadi jelas, para pihak telah mengenyampingkan

Pasal 1338 KUH Perdata tentang kebebasan berkontrak khususnya kebebasan

untuk menentukan isi kontrak.

Kontraktor menyepakati Kontrak Bagi Hasil (PSC) dengan badan

pelaksana dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi dengan mempertaruhkan

resiko sesuai dengan kesepakatan Kontrak Bagi Hasil (PSC). Dalam usaha

eksplorasi dan pengembangan deposit perminyakan pada prinsipnya, kontraktor

mempunyai hak tagihan dalam bentuk bagian produksi minyak mentah yang

dihasilkan selama jangka waktu kontrak yang tentunya dengan mengadakan

negosiasi terlebih dahulu. Dengan tujuan mengumpulkan informasi sebanyak

mungkin dan menampung hal-hal yang dapat dituangkan kedalam kontrak.

Ketentuan PSC dimaksudkan Pemerintah untuk memanfaatkan modal asing

dengan jalan penanaman modal. Dengan alasan pertimbangan dalam potensi-

potensi modal, teknologi dan keahlian yang tersedia dari luar negeri yang dapat

digunakan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia

yang akan digunakan dalam bidang-bidang atau sektor-sektor yang dalam waktu

dekat belum dapat dilaksanakan dengan modal Indonesia.

Seperti yang dimaksud dalam Pasal enam (6) Peraturan Pemerintah No.35

Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil

Minyak dan Gas Bumi, yang berbunyi: “Terhadap Kontrak Bagi Hasil

sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini berlaku Hukum

Page 106: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

106

Indonesia.”

Dengan demikian, sesuai uraian di atas dalam pelaksanaan kewajiban dan

hak para pihak dalam PSC tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan

Indonesia, antara lain ketentuan perpajakan, tenaga kerja, lingkungan hidup,

ketentuan pertambangan, dan sebagainya.

Bagan 9

Pola Kontrak Kerjasama di Bidang Minyak dan Gas

Sumber : Rinto Pudyantoro Sub.Din Penerimaan Negara, Dinas Akuntansi

Revenue-Divisi Operasi Finansial (BP MIGAS)

Penentuan hukum yang berlaku dalam Kontrak Bagi Produksi (PSC)

menganut asas Pilihan Hukum, yakni:

1. Asas Lex Loci Contractus

Menurut teori klasik Lex Loci Contractus, hukum yang berlaku bagi suatu

kontrak Internasional adalah hukum di tempat perjanjian atau kontrak

dibuat.88

88. Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia Jilid II, Bagian 2 (Buku 8)

Page 107: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

107

2. Asas Lex Loci Solution

Sebagai variasi terhadap teori Lex Loci Contractus dikemukakan adanya teori

Lex Loci Solution. Menurut teori ini, hukum yang berlaku bagi suatu kontrak

adalah tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan. Dalam praktek hukum

Internasional umumnya diakui bahwa sebagai peristiwa tertentu dipastikan

oleh hukum yang berlaku pada tempat pelaksanaan kontrak 89

Bagan 11 Tentang Bisnis Migas dan Aktifitas Migas

Sumber : Rinto Pudyantoro Sub.Din Penerimaan Negara, Dinas

Akuntansi Revenue-Divisi Operasi Finansial (BP MIGAS)

Keterangan :

Bagan di atas menerangkan bagaimana bisnis dan aktivitas minyak dan gas

(Migas) berlangsung dan dilalui mulai dari beberapa tahap. Mulai dari eksplorasi

dan eksploitasi (kegiatan usaha hulu) sampai pada kegiatan usaha hilir (Shipping

dan Pipeline, Export) setelah di ekspor sampai ke refinery, kemudian dibagi dua

Alumni, Bandung, 1983, hal 13. 89. Ibid Hal 17

Page 108: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

108

(Industri dan Depo). Dari Depo disalurkan ke SPBU dan diangkut melalui

trasportasi untuk disalurkan ke pengangkutan umum (darat, laut dan udara)

Berikut ini adalah pengaturan hak dan kewajiban para pihak yang

dirumuskan secara jelas dalam Kontrak Bagi Hasil (PSC) yang sekarang

dinamakan juga dengan istilah Kontrak Bagi Produksi, terdapat dalam Pasal lima

(5) Kontrak Bagi Hasil antara Badan Pelaksana (BPMIGAS) dan Kontraktor.

Kewajiban Kontraktor :90

1. Menyediakan semua dana dan membeli atau menyewa semua peralatan dengan menggunakan valuta asing sesuai dengan rencana kerja.

2. Menyediakan semua bantuan teknis, termasuk tenaga kerja asing yang pembayarannya menggunakan valuta asing.

3. Menyediakan dana-dana lain seperti dana untuk pembayaran kepada pihak ke-3 negara asing, yang melaksanakan jasa-jasa sebagai kontraktor.

4. Bertanggung jawab untuk penyiapan dan pelaksanaan rencana kerja. 5. Melakukan pemeriksaan dasar terhadap lingkungan awal aktivitas kontraktor 6. Melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi sistem ekologi, navigasi

dan perikanan, juga mencegah terjadinya polusi di area perairan sesuai dengan rencana kerja

7. Setelah kontrak berakhir atau putus atau setelah penyisihan sebagian wilayah kerja atau ditinggalkannya suatu lapangan, kontraktor wajib memindahkan seluruh peralatan sesuai dengan aturan BPMIGAS dan melakukan pemulihan lingkungan dari area tersebut

8. Mempersiapkan dan melaksanakan rencana-rencana dan program-program pendidikan untuk pendidikan dan latihan untuk pekerja Indonesia pada segala klasifikasi pekerjaan sepanjang berhubungan dengan operasi perminyakan.

9. Setelah produksi dimulai kontraktor berkewajiban untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri Indonesia.

Hak Kontraktor : 1. Berhak untuk menjual, mengalihkan, menyerahkan atau melepaskan dengan

cara lain atas seluruh atau sebagian dari hak dan interest atas kontrak ini kepada pihak ketiga yang bukan afiliasi dengan persetujuan tertulis dari BPMIGAS dan harus dikabulkannya secepatnya, kemudian pihak yang menerima pengalihan hak dan keuntungan (assignee) tidak boleh memegang lebih dari satu (1) TAC atau PSC, kecuali selama 3 tahun pertama kontrak.

90 . Production Sharing Contract dengan Pihak BPMIGAS

Page 109: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

109

Kontraktor harus memiliki participating intrest yang dominan dibanding pihak lain dan berperan sebagai operator atas pelaksanaan kontrak ini.

2. Tetap memiliki kontrol semua peralatan yang disewa dengan mata uang asing dan dibawa ke Indonesia dan punya hak untuk mengekspor kembali.

3. Mempunyai hak setiap waktu untuk keluar masuk dari dan ke wilayah kerja ke tempat fasilitas ditempatkan.

4. Mempunyai hak untuk mempergunakan dan mengakses melalui BPMIGAS dan Pemerintah Indonesia terhadap semua informasi yang bersifat geologi, geophisika, pengeboran sumur produksi, informasi dan lainnya.

5. Mempunyai hak selama jangka waktu kontrak untuk mengambil dengan bebas, menjual dan mengekspor minyak mentah yang menjadi bagian kontraktor dan menahan hasil penjualannya diluar negeri.

Kewajiban Badan Pelaksana (BPMIGAS) :

1. Bertanggung jawab atas manajemen dan operasi, dan membantu pelaksanaan program kerja kontraktor

2. Membebaskan kontraktor dari bea ekspor, yang dibawa masuk oleh Kontraktor sepanjang diperlukan selama operasi perminyakan.

Hak Badan Pelaksana (BPMIGAS) :

1. Berhak atas perolehan minyak 2. Berhak atas data asli yang dihasilkan dari operasi minyak dengan ketentuan

data, tidak boleh mengumumkan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan kontraktor

3. Selama tidak menggangu operasional, maka kontraktor berhak untuk menyetujui permohonan penggunaan assetnya oleh pihak ke-3 (tiga).

Pelaksanaan perjanjian adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban

yang telah diperjanjikan badan pelaksana dan kontraktor supaya kontrak itu

mencapai tujuannya. Tujuan tidak akan terwujud tanpa ada pelaksanaan kontrak.

Masing-masing pihak harus melaksanakan kontrak dengan sempurna dan tepat

megenai apa-apa yang telah disetujui untuk dilakukan.

Dari uraian diatas, terlihat kewajiban yang banyak ada pada pihak

kontraktor, seperti Kontraktor yang menyediakan peralatan, BPMIGAS dapat

Page 110: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

110

menggunakannya dan bila berakhir kontrak, semua peralatan menjadi milik

BPMIGAS. Hal ini dapat dianalisis, yaitu tingginya kedudukan dari badan

pelaksana (BPMIGAS) sebagai pemegang manajemen kuasa pertambangan,

walaupun kontrak telah dibuat dengan kesepakatan para pihak.

Syarat-syarat kontraktor menurut Pasal 3 PP No. 35 Tahun 1994 tentang

Syarat-syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi

adalah sebagai berikut :

a. Calon kontraktor memiliki dan menyampaikan laporan keuangan, prestasi

perusahaan, kemampuan teknis operasional dan penilaian kerja perusahaan

b. Calon kontraktor sanggup membayar bonus produksi dan bonus lainnya

kepada Pertamina

c. Calon kontraktor memiliki kantor perwakilan di Indonesia

Kontraktor dalam melaksanakan kegiatan kontrak bagi hasil harus

menjamin kepentingan nasional, tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan

perusahaan semata dan memperhatikan kebijakan pemerintah Indonesia dalam

pengembangan serta pelestarian lingkungan.

B. Ketentuan Kontrak Bagi Hasil Di Indonesia Menurut Undang-undang

No.22 Tahun 2001 Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) yang dipergunakan oleh

BP MIGAS dianalisa dan dievaluasi dengan pembagian muatan sebagai berikut:91

1. General (Umum)

2. Title of Contract ( Judul Kontrak)

91 . Undang-undang No. 22 Tahun 2001

Page 111: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

111

3. Scope (Ruang Lingkup)

4. Defenition & Duration Contract (Defenisi & Jangka Waktu Kontrak)

5. Parties of Contract (Para Pihak dalam Kontrak)

6. Work Program and Budget (Program Kerja dan Pengeluaran)

7. Areas of Work & Relinguishment (Wilayah kerja & pengembalian wilayah

kerja)

8. Rights and Obligation of the parties (Hak dan Kewajiban Para Pihak)

9. Cost Recovery/Profit sharing (Biaya Produksi/ Pembagian Keuntungan)

10. Title to oil (Hak atas Migas)

11. Title to equipment & abandonment (Hak atas Peralatan dan Abandonment)

12. Settlement of dispute & Governing Law (Penyelesaian Perselisihan)

13. Employment (Tenaga Kerja)

14. Environment & Community Development (Lingkungan & pengembangan

Masyarakat)

15. Taxation (Pajak)

Dari pembagian muatan Kontrak bagi hasil (PSC) diatas akan

dianalisa/dikaji beberapa poin yang penting yang sangat menentukan dalam

pelaksanaan kontrak, yaitu :

B.1. General (Bagian Umum)

Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 telah menetapkan bahwa kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya merupakan milik negara dan digunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan alam yang

Page 112: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

112

termaksud adalah minyak bumi. Mengingat bahwa minyak dan gas bumi

merupakan sumber daya alam strategis yang tidak diperbaharui (unrenewable) dan

merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan salah

satu sumber devisa bagi negara, maka minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara

dan pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat.

Pelaksanaan dari Pasal 33 UUD 1945 ini kemudian dituangkan dalam

berbagai undang-undang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan minyak

dan gas bumi. Dimulai dengan UU No.44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi. UU No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi Negara. Kedua undang-undang ini kemudian dinyatakan

tidak berlaku lagi setelah UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas

bumi dikeluarkan.

Ketidakberlakuan kedua undang-undang sebelumnya dikarenakan sudah

tidak sesuai dengan keadaan masa sekarang, serta tidak mengakomodasi

kepentingan negara secara baik UU No.22 Tahun 2001 dibuat dengan tujuan

mengubah hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha

pertambangan minyak dan gas bumi. Diharapkan pelaksanaan kegiatan ini bersifat

mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efesien dan berwawasan pelestarian

lingkungan.

Konsekuensi yuridis dari diterbitkannya UU No. 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan gas bumi ini adalah perubahan pengaturan di bidang pelaksanaan

pertambangan minyak dan gas bumi, antara lain defenisi, para pelaku, peranan

Page 113: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

113

dan kepentingan negara sangat diharapkan dalam perubahan peraturan Perundang-

undangan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi lebih mendahulukan

kepentingan negara daripada kepentingan kontraktor semata. Untuk menganalisa

apakah peraturan mengenai pertambangan minyak dan gas bumi telah

mengakomodasi kepentingan negara, akan ditelusuri melalui kajian UU No.22

Tahun 2001, UU No.44 Prp Tahun 1960 dan UU No.8 Tahun 1971.

Sebagai konkretisasi dari pengaturan tersebut, juga akan dianalisa melalui

penelusuran kontrak PSC sebelum dan sesudah berlakunya UU No. 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Analisa kepentingan negara dalam

pertambangan minyak dan gas bumi untuk kontrak PSC berdasarkan pengaturan

perundang-undangan ditekankan pada beberapa hal, yakni; Judul kontrak,

defenisi, ruang lingkup, dan para pihak dalam kontrak.

B.2. Title of Contract (Judul Kontrak). Judul Kontrak yang digunakan dalam kontrak pertambangan minyak dan

gas bumi setelah berlakunya UU No.22 Tahun 2001 adalah :

“PRODUCTION SHARING CONTRACT

Between

BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS

BUMI (BPMIGAS)

and

PT.. (Contractor’s Name)

BPMIGAS sebagai pihak pertama kemudian dijelaskan di bawah judul

kontrak ini sebagai suatu badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan

Page 114: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

114

Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Hulu

Minyak dan Gas Bumi Jucto UU Nomor 22 Tahun 2001.

Hanya BPMIGAS yang berhak menandatangani kontrak PSC ini,

berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Pemerintah. Pemerintah Indonesia

dalam hal Pertambangan minyak dan gas bumi memiliki Authorty to Mine, dan

untuk melaksanakan otoritas tersebut, atas nama Pemerintah Indonesia,

BPMIGAS menunjuk perusahaan mana yang telah memenuhi persyaratan untuk

menjadi Kontraktor production sharing Contract. Nama perusahaan dari

Kontraktor disebut sebagai Pihak Kedua

Digunakannya istilah Production Sharing Contract sebagai judul kontrak

adalah untuk mempertegas bahwa bentuk kontrak kerjasama yang dimaksud untuk

disepakati dan dilaksanakan oleh BPMIGAS dan Kontraktor adalah Pro

ml;duction Sharing Contract (PSC). Hal ini untuk membedakannya dengan bentuk

kontrak kerjasama lainnya, mengingat UU No.22 Tahun 2001 dalam Pasal 1 Butir

19 menyebutkan bahwa Production Sharing Contract merupakan salah satu

bentuk kontrak kerjasama yang diakui oleh undang-undang ini dalam kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Pasal 6 UU No.22 Tahun 2001 menyebutkan Persyaratan yang harus

dipenuhi demi diterbitkannya kontrak bagi hasil adalah :

1. Kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan Pemerintah sampai pada titik

penyerahan

2. Pengendalian manajemen operasi ada di tangan badan pelaksana

3. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung oleh badan usaha atau bentuk usaha

Page 115: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

115

tetap.

Kontrak kerjasama dan Production Sharing Contract (PSC) pada dasarnya

istilah yang secara substantif dan politis yang berbeda. Kontrak kerjasama dapat

juga digunakan untuk merujuk pada kontrak konsesi dan kontrak karya yang

dipergunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam kegiatan Pertambangan minyak

dan gas bumi sebelum konsep PSC dilahirkan. Kelahiran PSC itu sendiri

dilatarbelakangi akan ketidakpuasan terhadap kedua konsep kontrak konsesi

maupun kontrak karya yang pada kenyataanya membawa negara Indonesia pada

kerugian besar. Keuntungan yang jauh lebih besar hanya didapatkan oleh

penerima konsesi maupun Kontraktor untuk kontrak karya. Dengan penggunaaan

kerjasama PSC, sangat diharapkan kepentingan negara lebih didahulukan. Dalam

hal ini, PSC menganut asas Prorata, yakni kepentingan rakyat di dalam negeri

akan minyak dan gas bumi lebih diutamakan.

Namun UU Nomor 22 Tahun 2001 tidak menyebutkan secara jelas bentuk

kerjasama lainnya selain kontrak bagi hasil. Pasal 1 Butir 19 UU Nomor 22 Tahun

2001 ini hanya menyebutkan bahwa kontrak kerja sama merupakan kontrak bagi

hasil (Production Sharing Contract) dan bentuk kontrak kerja sama lain dalam

eksplorasi dan eksploitasi.

Satu hal yang yang dapat dikemukakan berkaitan dengan istilah production

sharing contract adalah bahwa dalam bahasa Indonesia belum ada padanan yang

baku untuk istilah production sharing contract. Oleh karena itu disarankan untuk

menggunakan istilah ”Perjanjian / Kontrak Bagi Produksi”. Penggunaan istilah

production sharing contract yang terdapat dalam undang-undang No. 22 Tahun

Page 116: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

116

2001 dianggap kurang sesuai. Kontrak bagi hasil dan kontrak bagi produksi pada

dasarnya merupakan dua hal yang berbeda.

Judul Kontrak PSC yang digunakan sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001

adalah :

“PRODUCTION SHARING CONTRACT”

Between

PERUSAHAAN PERTAMBANGAN

MINYAK DAN GAS BUMI NEGARA

(PERTAMINA)

and

(Nama dari KONTRAKTOR perusahaan asing)

Penggunaan istilah Kontrak PSC sebelum berlakunya UU No.22 Tahun

2001 berlaku didasarkan pada UU No.44 Prp tahun 1960, yang

memperkenankannya dibuat suatu kontrak kerjasama lain selain dari kontrak

karya. Pengaturan lebih jelas tentang production sharing contract dimuat dalam

UU No.8 Tahun 1971 tentang Pertamina.

B.3. Scope(Ruang Lingkup)

Menurut UU No.22 Tahun 2001, suatu Kontrak PSC yang ditandatangani

oleh para pihak harus memuat ketentuan-ketentuan pokok yang telah digariskan

dalam UU ini, yaitu:

a. Penerimaan negara

b. Wilayah kerja dan pengembaliannya

c. Kewajiban pengeluaran dana

d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan gas bumi

Page 117: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

117

e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak

f. Penyelesaian perselisihan

g. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan

dalam negeri

h. Berakhirnya kontrak

i. Kewajiban pasca operasi pertambangan

j. Keselamatan dan kesehatan kerja

k. Pengelolaan lingkungan hidup

l. Pengalihan hak dan kewajiban

m. Pelaporan yang diperlukan

n. Rencana pengembangan lapangan

o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri

p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat

q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

B.4. Defenisi dan Jangka Waktu Kontrak (Defenition and Duration Contract)

Defenisi

Defenisi yang digunakan dalam kontrak PSC baru mengadopsi defenisi

yang digunakan oleh Pasal 1 UU No.22 Tahun 2001 sebagai landasan

hukum,dalam pengadopsian defenisi tersebut terdapat beberapa penyesuaian

istilah yang lebih bersifat teknis. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya

kesalahpahaman dalam penafsiran isi kontrak bagi hasil (PSC) tersebut.

Page 118: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

118

Terdapat didalam Section I Scope and Defenition 1.2 kata-kata tersebut yaitu :

a. Affilliated Company or Affilliate

Perusahaan afiliasi artinya perusahaan atau badan hukum yang mengontrol

atau dikontrol oleh salah satu pihak yang terlibat perjanjian ini dalam

perusahaan atau perseroan lain yang mengontrol/dikontrol oleh sebuah

perusahaan atau badan hukum yang mengontrol/dikontrol oleh sebuah

perusahaan atau badan hukum yang mengontrol salah satu pihak yang terlibat

kontrak ini. Kontrak berarti kepemilikan oleh sebuah perusahaan badan

hukum sekurang-kurangnya 50% saham dengan hak suara atau hak untuk

mengontrol kepentingan bila perusahaan bukan badan hukum.

b. Barrel

Artinya jumlah atau unit dari minyak 42 gallon U$ pada tempeatur 60 derajat

farenheit.

c. Barrel of Oil Equivalent

Barrel padanan minyak ( Boe) yang artinya enam ribu ( 6,000) kaki standar

kubik dari gas-alam berdasarkan pada gas itu mempunyai daya kalori

sebanyak ( 1,000) unit yang berkenaan dengan ukuran panas Britania kaki

percubic ( BTU/ft)

d. Budget of Operating Cost

Biaya-biaya produksi artinya pengeluaran pembuatan dan kewajiban yang

timbul dalam melaksanakan operasi pertambangan minyak yang ditentukan

berdasarkan prosedur akuntansi yang ditentukan disini.

Page 119: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

119

e. Calendar Year or Year

Tahun kalender artinya suatu periode dari 12 bulan yang diambil sesuai

dengan kalender.

f. Contract Area

Areal kontrak maksudnya sebuah daerah yang diwilayah menurut undang-

undang pertambangan Indonesia yang meliputi kewenangan untuk

menambang yang merupakan subjek dari kontrak.

g. Crude Oil

Minyak mentah adalah mineral minyak mentah, aspal dan semua jenis

hidrokarbon yang berbentuk padat maupun cair, dalam bentuk alami atau yang

diperoleh dengan cara pengentalan dan pemurnian dari gas alam

h. Effective Date

Waktu efektif artinya tanggal berakhirnya perjanjian bagi hasil antara badan

pelaksana dan kontraktor.

i. Force Majeure

Keadaan memaksa artinya menunda atau kekurangan dalam pekerjaan

pelaksanaan kontrak ini yang disebabkan oleh keadaan diluar kekuasaan dan

tanpa kesalahan atau kelaalian kontraktor atau Pertamina yang dapat

membawa pengaruh ekonomis atau pelanjutan pelaksana kontrak termasuk

waktu efektif.

j. Foreign Exchange

Nilai tukar uang luar negeri artinya suatu sistem keuangan yang berbeda

Page 120: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

120

dengan nilai uang Republik Indonesia tetapi dapat diterima oleh Pertamina

dan Pemerintah Republik Indonesia serta Kontraktor.

k. GOI

Artinya pusat pemerintahan Indonesia yang diwakili oleh departemen yang

berwenang dalam sektor minyak dan gas bumi.

l. Grids

Artinya Panggangan berarti graticula bagian yang digambarkan oleh

meredians garis bujur ( refernces garis bujur Greenwich dan paralles garis

lintang ( referen garis katulistiwa)

m. Indonesia Income Tax Law

Artinya hukum pajak pendapatan Indonesia berarti kode pajak yang

mencakup semua peraturan pokok mulai dari tanggal/date waktu efektif yang

ditentukan

n. Natural Gas

Gas alam artinya hidrokarbon-hidrokarbon yang berwujud gas termasuk

mineral gas yang basah dan kering.

o. Operating Costs.

Biaya-biaya operasi artinya pengeluaran pembuatan dan kewajiban yang

timbul dalam melaksanakan operasi penambangan minyak yang ditentukan

berdasarkan prosedur akuntansi yang ditentukan disini.

p. Petroleum

Minyak bumi adalah mineral minyak dan gas yang kemudian disebut sebagai

minyak mentah dan gas alam seperti yang diuraikan dalam UU

Page 121: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

121

No.44/Prp/1960.

q. Petroleum Operations

Operasi perminyakan adalah semua bentuk eksplorasi, pengembangan,

pemurnian, produksi, transportasi dan operasi pemasaran yang diberi

kewenangan dan dinyatakan oleh kontrak ini.

r. Point of Export

Artinya titik eksport berarti suatu pernyataan yang memerinci operasi

perminyakan untuk dilaksanakan di area kontrak seperti terpampang pada

bagian IV

s. Work program

Program Kerja artinya sebuah daftar pembagian operasi-operasi

penambangan minyak bumi yang terdapat dalam areal kontrak.

Jangka Waktu Kontrak

Beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai

kegiatan usaha hulu yang terkait dengan batasan waktu yang perlu diperhatikan

dalam kontrak kerja sama antara lain diatur sebagai berikut : jangka waktu

kontrak kerja sama adalah paling lama 30 tahun dengan kemungkinan untuk dapat

diperpanjang paling lama 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan

a. Jangka waktu Kontrak terdiri atas 2 tahap:

- Tahap Eksplorasi : 6 tahun ditambah perpanjangan satu kali untuk waktu 4

tahun (jadi berkisar antara 6 sampai dengan 10 tahun).

- Tahap Produksi (eksploitasi) dimulai sejak wilayah kerja dinyatakan

komersial, berlansung sampai dengan akhir jangka waktu kontrak

Page 122: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

122

b. Jangka waktu paling lama 5 tahun sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi

merupakan batasan waktu dimana Kontraktor diwajibkan untuk

mengembalikan seluruh wilayah kerja kepada menteri jika Kontraktor tidak

melaksanakan kegiatannya setelah mendapatkan persetujuan pengembangan

lapangan yang pertama dalam suatu wilayah kerja (Pasal 17 UU No.22 Tahun

2001).

c. Jangka waktu paling lama 180 hari setelah tanggal efektif berlakunya kontrak,

merupakan batasan waktu bagi Kontraktor untuk memulai kegiatannya 92

d. Jangka waktu paling cepat 10 tahun dan paling lambat 20 tahun sebelum

berakhirnya kontrak kerja sama, merupakan batasan waktu untuk mengajukan

permohonan jangka waktu kontrak. Kecuali kontraktor yang bersangkutan

telah terikat dengan kesepakatan jual beli gas bumi, sehingga pengajuan

perpanjangan dapat lebih cepat dilakukan.

93

e. Dasar hukum : Pasal 30 (a) dan 28 (5) PP No.35/2004.

Berakhirnya Kontrak

Beberapa sebab berakhirnya kontrak PSC adalah:

a. Kontrak kerja sama (KKKS) berakhir karena jangka waktunya berakhir atau

kontrak kerja sama tersebut tidak diperpanjang.

b. Usulan BP MIGAS kepada Menteri:

1. Apabila Kontraktor tidak memulai kegiatannya dalam jangka waktu paling 92 (Pasal 30 (1) PP No.35 Tahun 2004). 93 Laporan Akhir Kajian PSC (Kerjasama Biro Hukum Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral Republik Indonesia dengan Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Page 123: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

123

lama 180 hari setelah tanggal efektif berlakunya kontrak kerja sama 94

2. Apabila Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya

sesuai dengan kontrak kerja samanya dan peraturan perundangan yang

berlaku.

95

UU No.22 Tahun 2001 mengandung perubahan yang penting dalam hal

pengaturan otoritas yang berwenang mewakili negara Indonesia. Melalui undang-

undang ini, otoritas yang berwenang adalah badan pelaksana. Badan pelaksana

(BP) adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengendalian

kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas Bumi.

c. Alasan pengakhiran lainnya sebagaimana disepakati oleh para pihak dan diatur

dalam PSC, misalnya tidak ditemukannya cadangan minyak dan gas bumi

yang dapat diproduksi secara komersil.

d. Hal-hal yang harus dipenuhi oleh Kontraktor serta situasi tertentu yang

menimbulkan hak/opsi bagi kontraktor untuk mengajukan perpanjangan

jangka waktu dalam PSC harus jelas

B.5. Pihak-Pihak Dalam Kontrak (Parties of contract)

1. Para Pihak Dalam Kontrak PSC Baru Setelah Keberlakuan UU No. 22 Tahun

2001.

a. Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS)

96

94 Pasal 30 (2) PP No.35 Tahun 2004 95 Pasal 32 PP No.35 Tahun 2004 96 Pasal 1 Butir 23 UU No.21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Selanjutnya mengenai

badan pelaksana ini diatur dalam PP No.42 Tahun 2002. Adapun fungsi dari

Page 124: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

124

badan pelaksana untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar

pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi negara dapat memberi

manfaat dan penerimaan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 97

a. Memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal

penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama.

Sebagai badan

hukum milik negara yang berwenang, BPMIGAS memiliki tugas sebagai berikut :

b. Melaksanakan penandatangan kontrak kerja sama

c. Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama

kali akan diproduksi dalam suatu wilayah kerja kepada Menteri untuk

mendapatkan persetujuan

d. Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan

e. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran

f. Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai

pelaksanaan kontrak kerja sama.

g. Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat

memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Selain bertindak sebagai pihak dalam kontrak PSC, BPMIGAS juga

melaksanakan fungsinya sebagai pengawas atas pelaksananaan kegiatan usaha

hulu berdasarkan kontrak kerja sama yang dilaksanakan oleh badan pelaksana

(BP).

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) UU No.22

Tahun 2001 ini meliputi:

97 Pasal 44 ayat 2 UU. No.22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Page 125: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

125

a. Konservasi sumber daya dan cadangan minyak dan gas bumi

b. Pengelolaan minyak dan gas bumi

c. Penerapan kaidah keteknikan yang baik

d. Jenis dan mutu hasil olahan minyak dan gas bumi

e. Alokasi dan distribusi bahan bakar minyak dan bahan baku

f. Keselamatan dan kesehatan kerja

g. Pengelolaan lingkungan hidup

h. Pemanfaatan barang dan jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan

rancang bangun dalam negeri

i. Pengunaan tenaga kerja asing

j. Pengembangan tenaga kerja Indonesia

k. Pengembangan lingkungan masyarakat setempat

l. Penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi minyak dan gas bumi

m. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi

sepanjang menyangkut kepentingan umum.

Pengalihan wewenang Pertamina kepada BPMIGAS dalam rangka

pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, termasuk di dalamnya

pembuatan dan pelaksanaan production sharing contract dipertegas dalam Pasal

63 UU No.22 Tahun 2001.

b. Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

Pasal 11 UU No.22 Tahun 2001 menyebutkan badan usaha atau bentuk

usaha tetap yang dapat melaksanakan kegiatan usaha hulu melalui kontrak PSC.

Badan usaha atau bentuk usaha tetap ini tidak harus perusahaan asing. Sepanjang

Page 126: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

126

badan usaha atau bentuk usaha tetap ini memenuhi persyaratan yang digariskan

oleh UU No.22 tahun 2001 ini, maka mereka berhak menjadi pihak Kontraktor

dalam kontrak PSC

2. Para Pihak dalam Kontrak PSC Lama

1. PERTAMINA

Kuasa Pertambangan berada ditangan Pemerintah Indonesia, namun

didelegasikan kepada Perusahaan Negara, dalam hal ini Pertamina. Wewenang

Pertamina untuk pembuatan dan pelaksanaan Production Sharing Contract

berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971.

2. KONTRAKTOR (Perusahaan asing).

Sebelum UU No.22 Tahun 2001 yang bertindak sebagai Kontraktor adalah

perusahaan asing. Dipercayainya perusahaan asing sebagai Kontraktor karena

industri pertambangan merupakan industri sangat berat baik dari segi teknologi,

peralatan dan sumberdaya sebagai perencananya serta modal.

Dengan berlakunya UU No.22 Tahun 2001 dan PP No. 42 tahun 2002,

wewenang Pertamina sebagai pihak pembina dan pengawas bagi Kontraktor untuk

perjanjian kerjasama PSC dengan resmi beralih kepada badan pelaksana.

Dari ketentuan yang diatur dalam UU No.22 Tahun 2001 ada beberapa hal

yang menarik perhatian untuk dicermati:

Sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001, Hak Pertambangan dikuasai

oleh Pemerintah atas nama negara dan didelegasikan kepada Perusahaan Negara

(Pertamina). Setelah berlakunya UU No.22 tahun 2001, Hak pertambangan

didelegasikan kepada BPMIGAS. Dengan demikian, economic right yang

Page 127: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

127

sebelumnya kepada Pertamina, saat ini diberikan kepada badan pelaksana migas.

Sebelumnya penguasa pertambangan adalah Pertamina yang berbentuk

badan usaha (BU) atau korporasi. Saat ini pengelola diserahkan kepada badan

pelaksana migas yang berbentuk badan hukum. Dengan demikian, apabila terjadi

suatu tuntutan hukum dimasa sekarang yang bertanggung jawab adalah negara,

bukan Pertamina.

Dalam hal production sharing contract, sebelum UU No.22 tahun 2001

berlaku, kedudukan Kontraktor berada di bawah Pertamina sebagai perusahaan

yang dikontrak. Saat ini, setelah UU No.22 Tahun 2001 berlaku, kedudukan

Kontraktor sejajar dengan BPMIGAS. Kedudukan yang sejajar antara Kontraktor

dan BPMIGAS berakibat pada perubahan kedudukan hukum di antara para pihak.

Berkaitan dengan badan usaha, yang dapat menjadi pihak Kontraktor juga

mengalami perubahan. Sebelum UU No.22 Tahun 2001 berlaku, yang berhak

menjadi pihak Kontraktor adalah perusahaan asing. Setelah undang-undang ini

berlaku, badan usaha baik asing maupun nasional dapat menjadi pihak Kontraktor

sepanjang badan usaha tersebut memenuhi persyaratan yang digariskan untuk

pembuatan kontrak PSC. Dengan diberikannya kesempatan kepada badan usaha

tetap milik nasional untuk menjadi pihak Kontraktor maka pemerintah telah

memberikan mereka kesempatan untuk membuktikan diri bahwa mereka mampu

menyumbangkan kontribusi bagi peningkatan perekonomian negara.

Berkaitan dengan penerimaan negara dari hasil pengelolaan kontrak PSC,

sebelum UU No.22 Tahun 2001 berlaku, Pertamina mendapatkan hasil dari

kontrak PSC tersebut. Sekarang penerimaan tersebut digunakan oleh badan

Page 128: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

128

pengelola migas.

Sebelumnya semua ketentuan perpajakan dan bea masuk diatur dalam UU

No.8 Tahun 1970, sekarang ketentuan tentang perpajakan dan bea masuk diatur

menurut masing-masing undang-undang. Sebelumnya kepastian hukum dan

kepastian operasi lebih jelas dan tegas tetapi undang-undang baru menimbulkan

keraguan bagi para Kontraktor. Keraguan yang melanda investor tentunya

memiliki dampak terhadap penurunan investasi. Penurunan investasi di bidang

kegiatan pertambangan minyak dan gas akan mengakibatkan penurunan produksi

minyak. Penurunan produksi minyak tentunya berakibat pada penurunan

peneriman negara dari sektor minyak dan gas bumi sejak UU No.22 Tahun 2001

ini berlaku.

Dengan adanya undang-undang migas, iklim investasi migas dinilai

menjadi tidak kondusif. Undang-undang migas telah memberi beban bagi investor

saat mencari cadangan baru (kegiatan eksplorasi) karena sudah diwajibkan

membayar berbagai pajak dan pungutan selama periode eksplorasi.

UU No.22 Thn 2001 ini pada dasarnya mengandung perubahan yang cukup

signifikan, yaitu undang-undang ini mengatur kewajiban usaha hulu untuk

memasok kebutuhan minyak dan gas bumi domestik. Namun pengaturan di

anggap masih jauh dari cukup. Hal ini dikarenakan Pasal 22 undang-undang ini

menyebutkan bahwa badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan

paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak

bumi dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Page 129: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

129

B.6. Work Program and Budget

(Program Kerja dan Rencana Anggaran Belanja)

Work Program yang diatur dalam PSC harus mengacu pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam uindang-undang Migas

dan PP No.35 tidak mendapat pengaturan secara tegas. Namun dalam PP No.35

Tahun 1994 disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) bahwa “Sebelum dimulai tahun

takwim, Kontraktor wajib menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran

belanja yang diperlukan dalam usaha eksplorasi dan esploitasi kepada Pertamina

untuk mendapatkan persetujuannya”. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa Pertamina

melakukan pengawasan atas pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran

belanja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) .

Kontraktor wajib melaksanakan usaha eksplorasi selambat-lambatnya 180

hari setelah PSC efektif. Sedangkan ayat (2)-nya menyebutkan bahwa apabila

Kontraktor tidak menjalankan kewajibannya dalam ayat (1) tersebut, Pertamina

wajib melaporkannya kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari sejak

berakhirnya jangka waktu 180 hari tersebut.

B.7. Areas Of Work & Relinguishment

Wilayah Kerja (Areas of Work)

Berbeda dengan peraturan sebelum tahun 2001 yang tidak memberikan

pembatasan dalam kaitan dengan wilayah kerja (baik ukuran maupun jumlah total

blok yang dimohonkan), berdasarkan undang-undang No.22 Tahun 2001 dan

peraturan pelaksanaannya, setiap Kontraktor hanya akan diberikan satu wilayah

Page 130: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

130

kerja. Dalam hal Kontraktor mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus

dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja (Pasal 13 ayat (1)

UU No.22 Tahun 2001 Jo Pasal 7 (1) PP No.35 Tahun 2004).

Latar belakang pemikiran dari pembatasan ini dijelaskan dalam penjelasan

terhadap Pasal 13 (ayat 1) yaitu:

- Menghindari dilakukannya konsolidasi pembebanan dan atau pengembalian

biaya eksplorasi dan eksploitasi dari suatu wilayah kerja dengan wilayah kerja

yang lain, dan

- Mencegah ketidakjelasan pembagian penerimaan antara Pemerintah dengan

masing-masing pemerintah daerah yang terkait dengan wilayah kerja yang

dimaksud.

Bagi calon investor (baik asing maupun domestik), pembatasan ini

mengakibatkan perlunya dibentuk beberapa badan hukum jika kegiatan akan

dilakukan dalam beberapa wilayah kerja, dan beberapa kontrak kerja sama harus

ditandatangani meskipun wilayah kerjanya saling berbatasan.

Penawaran wilayah kerja kepada badan usaha dan bentuk usaha tetap

dilakukan oleh Menteri berkoordinasi dengan BPMIGAS. Penawaran dilakukan

secara lelang atau penawaran lansung.

Meskipun lelang yang sama juga diberikan kepada PT. Pertamina untuk

mengajukan permohonan mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu, namun ada

pembatasan ditetapkan berkaitan dengan status hukum dari PT. Pertamina (yaitu

sepanjang 100% dimiliki negara) serta tidak dapat mengajukan permohonan untuk

wilayah kerja yang telah ditawarkan .

Page 131: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

131

Relinquishment/exclusion (Pelepasan/Penyisihan) Wilayah Kerja

Ketentuan tentang relinguishment diatur dalam Pasal 16 UU No.22 Tahun

2001 (mandatory relinguishment), yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP

No.35 Tahun 2004. Dan Pasal 7 PP No.35 Tahun 2004 menegaskan kembali

pengaturan mengenai mandatory relinquishment dan sekaligus mengatur

mengenai Voluntary relinquishment.

Terdapat 2 relinquishment dalam Kontrak Bagi Hasil :

a. Mandatory relinquishment

b. Voluntary relinquishment

Mandatory relinquishment/exclusion

Landasan Yuridis

Pasal 16 UU No.22 Tahun 2001 , mengatur sebagai berikut :

“ Badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap wajib mengembalikan sebagian

Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri.”

Pasal 7 (1) PP No.35 Tahun 2004 menegaskan kembali kewajiban ini dengan

rumusan sebagai berikut :

“ KONTRAKTOR wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara

bertahap atau seluruhnya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana, sesuai

dengan Kontrak Kerja Sama.”

Dari kedua ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi Kontraktor

ditetapkan kewajiban untuk melepasakan bagian dari wilayah kerja dengan luas

yang disepakati/ditentukan dalam PSC setelah suatu jangka waktu tertentu selama

tahap eksplorasi awal. Tujuan dari pada kewajiban ini adalah agar bagian dari

dan/atau seluruh wilayah kerja yang tidak dimanfaatkan dapat ditawarkan kepada

Page 132: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

132

pihak lain sebagai wilayah kerja yang baru. Dengan demikian, Pemerintah dapat

memperoleh bagi hasil yang optimal dari pemanfaatan potensi sumber daya alam

dari suatu wilayah .

Didalam UU No.22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya tidak

dimuat pengaturan yang rinci mengenai pelaksanaan dari relinguishment ini.

Pelaksanaan hal ini diserahkan kepada kesepakatan para pihak untuk ditentukan

dalam PSC.

Dari Pasal 7 (1) PP No.35 Tahun 2004 tersebut di atas jelas bahwa

relinguishment dari bagian wilayah kerja yang wajib dilakukan oleh Kontraktor

ditetapkan dalam kontrak kerja sama. Dengan demikian para pihak secara

kontraktual mempunyai wewenang untuk menentukan luas bagian atau prosentase

dari luas wilayah kerja yang harus dilepaskan dan kapan pelepasan itu harus

dilaksanakan.

Dalam PSC ketentuan mengenai relinquishment ini dapat dilihat dalam

section III. Ada Beberapa ketentuan Pengaturan dalam PSC (Kontrak Bagi Hasil)

baru yang berbeda dengan ketentuan dalam PSC Lama. Ada pengaturan yang

menjadi lebih ketat dan ada yang meringankan Kontraktor.

Dalam salah satu PSC Lama, Section II, mandatory relinguishment

dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

- Pada atau sebelum berakhirnya periode 3 (tiga) tahun yang pertama sejak

Effective Date, wajib melepaskan 25% dari wilayah kerja awal

- Pada atau sebelum berakhirnya tahun ke-6 dari periode kontrak (contract

year), wajib melepaskan tambahan wilayah seluas 25 % dari total luas wilayah

Page 133: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

133

kerja awal.

- Pada atau sebelum berakhirnya tahun ke-10 dari contract year, wajib

melepaskan tambahan wilayah, sehingga wilayah yang dipertahankan oleh

Kontraktor tidak akan lebih dari 20% dari total luas wilayah kerja awal.

Mandatory relinquishment dilakukan dalam jangka waktu 6 (enam) sampai

dengan 10 (sepuluh) tahun, yaitu selama jangka waktu eksplorasi .

PSC baru memperlihatkan adanya perubahan, terutama berkaitan dengan

periode atau waktu/jadwal tahap-tahap tersebut direalisasi, namun tetap dalam

periode pelaksanaan eksplorasi awal. Tahap-tahap relinquishment dalam PSC baru

yang bersangkutan hanya dikaitkan dengan tahun ke-3 dan tahun ke-6 periode

kontrak. Tidak secara jelas mencakup kemungkinan adanya perpanjangan periode

tahap eksplorasi. Batasan bagi wilayah kerja yang dipertahankan, tetap tidak lebih

dari 20% dari total luas wilayah kerja awal.

Ketentuan dalam section III, clause 3.2 yang mengaitkan kewajiban

pelepasan wilayah kerja dengan tanggung jawab Kontraktor untuk menyiapkan

program kerja dengan tanggung jawab Kontraktor untuk menyiapkan program

kerja (work program) untuk periode 3 (tiga) tahun pertama, juga menetapkan

ketentuan bahwa kelalaian untuk menyiapkan program kerja dalam jangka waktu

yang ditentukan hanya akan mengakibatkan adanya pemberitahuan dari pihak

BPMIGAS untuk segera memenuhi tanggung jawab tersebut. Ketentuan ini

berbeda dengan apa yang diatur dalam PSC generasi sebelumnya yang

menetapkan bahwa Kontraktor diwajibkan melepaskan lagi sebagian wilayah

kerja

Page 134: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

134

Voluntary relinguisment/exclusion

Landasan Yuridis

Pasal 7 (2) PP No.35 tahun 2004 menetapkan sebagai berikut :

“ Selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontaktor dapat mengembalikan sebagian atau seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri melalui Badan Pelaksana sebelum jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir”

Meski Voluntary relinquishment menjadi hak dari Kontraktor namun

realisasinya setelah Kontraktor terlebih dahulu memenuhi seluruh komitmen

eksplorasi dan kewajiban lain berdasarkan kontrak kerja sama

Ketentuan dalam PSC

Pelaksanan voluntary relinguishment diatur dalam clause 3.6 dan clause

3.7. Baik PSC lama maupun PSC baru menetapkan waktu untuk realisasi dari hak

Kontraktor ini yaitu sebelum akhir tahun kontrak ke-2 dan pada tahun kontrak

berikutnya, dan hal ini harus diberitahukan secara tertulis kepada BPMIGAS 30

hari sebelumnya. Bentuk dan ukuran dari masing-masing bagian wilayah kerja

yang akan dilepaskan ditetapkan berdasarkan hasil konsultasi antara Kontraktor

dan BPMIGAS.

B.8. Pengalihan Hak dan Kewajiban (Participating Interest)

Karena didalam bab tiga (3) telah dibahas mengenai hak dan kewajiban

para pihak (Rights and Obligation of The Parties) maka dalam bab 4 (empat ini)

yang dibahas mengenai Pengalihan hak dan kewajiban para pihak (Participating

Interest) dalam kontrak bagi hasil yang juga merupakan bagian dari substansi

Page 135: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

135

kontrak..

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu, yang mencakup eksplorasi dan

eksploitasi, hak-hak dan kewajiban para pihak dalam PSC perlu/harus diatur

secara jelas dan disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengalihan, penyerahan dan pemindahtanganan (selanjutnya disebut

pengalihan) hak dan kewajiban Kontraktor, baik sebagian maupun seluruhnya

(participating interest) dapat dilakukan Kontraktor kepada :

(a) Pihak lain, setelah mendapat persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan

badan pelaksana:

(b) Perusahaan Non-afiliasi atau kepada perusahaan selain mitra kerja dalam

wilayah kerja yang sama. Dalam hal ini Menteri dapat minta kepada

Kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional.

Jika tidak ada perusahaan nasional yang berminat, Kontraktor dapat

menawarkannya kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan “Perusahaan

Nasional” adalah BUMN, BUMD, Koperasi, Usaha Kecil dan perusahaan

swasta nasional yang keseluruhan sahamnya dimiliki WNI. Namun Kontraktor

tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya secara mayoritas

kepada pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

pertama masa eksplorasi.

Disamping pihak-pihak yang disebut di atas, Pasal 34 PP No.35 Tahun

2004 secara khusus juga menetapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

sebagai pihak yang dapat menerima pengalihan, dimana Kontraktor diwajibkan

menawarkan 10% participating interest kepada BUMD, sejak disetujuinya rencana

Page 136: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

136

pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu wilayah

kerja. Pernyataan kesanggupan dari BUMD untuk menerima penawaran ini harus

disampaikan BUMD dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal penawaran.

Dengan lewatnya waktu untuk memberikan pernyataan kesanggupan ini oleh

BUMD, maka Kontraktor diwajibkan menawarkan kepada perusahaan nasional.

Jika tidak ada perusahaan nasional yang menyatakan minat dalam jangka waktu

60 hari sejak tanggal penawaran maka penawaran dinyatakan tertutup.

B.9. Cost Recovery/Profit Sharing

Masalah cost recovery dan profit sharing dalam PSC mengacu pada

undang-undang migas dan peraturan pemerintah tentang kegiatan usaha hulu

minyak dan gas bumi.

Pasal 56 PP No. 35 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :

1. Pengeluaran biaya investasi dan operasi dari kontrak bagi hasil wajib

mendapatkan persetujuan badan pelaksana.

2. Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk

melakukan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan

finansial (Authorization Financial Expenditure) yang telah disetujui oleh

badan pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.

Bila diperhatikan ketentuan Pasal (6) PSC antara BPMIGAS dan

Kontraktor

Page 137: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

137

Maka ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian :98

1. Tidak diatur ketentuan dimana BPMIGAS memberi persetujuan tentang

pengeluaran biaya investasi dan operasi .

2. Pengembalian biaya investasi dan operasi diatur secara rinci dalam PSC

yang tidak diatur secara dalam Peraturan Pemerintah

3. Tidak ada pengaturan dalam Pasal (6) yang mengharuskan biaya-biaya

yang dikeluarkan adalah sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta

otorisasi pembelanjaan finansial.

B.10. Title to Oil ( Hak atas Migas)

Aspek filosofis terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UU No.22 Thn 2001 yaitu:

a. Semua sumber daya alam berupa migas sebagai sumber daya alam strategis

tak terbarukan yang terkandung didalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia adalah kekayaan negara/nasional yang dikuasai oleh negara, harus

dimuat dalam setiap PSC, yang akan menjadi landasan berpijak bagi

kerjasama diantara para pihak dalam kontrak.

b. Ketentuan PSC tidak memberikan hak atas migas kepada Kontraktor, kecuali

hak untuk mengambil bagian dari produksi, sebagai kompensasi atas resiko-

resiko dan jasa-jasa yang telah diberikan oleh Kontraktor dalam pelaksanan

kegiatan usaha hulu berdasarkan PSC dengan badan pelaksana (BPMIGAS)

c. Kepemilikan Sumber daya alam dalam tetap ditangan Pemerintah sampai pada

titik penyerahan

98 . Lihat Pasal 6 Production Sharing Contract dengan Pihak BPMIGAS (Setelah UU 22/2001)

Page 138: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

138

d. Pembayaran dalam bentuk hal produksi dilakukan pada titik penyerahan (point

of eksport).

B.11. Title to Equipment & Abandonment (hak atas Peralatan dan

Abandonment)

Diatur dalam Pasal 78 - 81 PP No.35 Thn 2004 dan Pasal 78 ayat (1) Jo.78

ayat (4) PP No.35 Thn 2004 :

- Seluruh barang dan peralatan yang secara lansung digunakan dalam kegiatan

usaha hulu yang dibeli kontraktor menjadi milik/kekayaan negara yang

pembinaannya dilakukan oleh Penerintah dan dikelola oleh badan pelaksana.

- Kontraktor dapat mempergunakan barang dan peralatan tersebut selama

berlakunya PSC

Secara garis besar peralatan dibagi dalam 2 (dua) kategori

1. Peralatan yang dibeli (Purchased equipment)

2. Peralatan yang disewa (Leased equipment)

B.12. Settlement of Dispute & Governing Law

1. Arbitrase yang dilakukan bersifat ad hoc bukan permanen

2. Hukum acara yang digunakan adalah ICC (International Chamber of

Commerce) sehingga perlu dilakukan kajian mendalam apakah hukum acara

ICC bisa digunakan di tempat arbitrase yang ditunjuk, bila Singapura sebagai

tempat berabitrase.

3. Dalam PP No.35 tahun 2004 penyelesaian sengketa kontrak tidak diatur.

4. Didalam Kontrak PSC BPMIGAS disebutkan bahwa penyelesaian sengketa

Page 139: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

139

diselesaikan melalui arbitrase. (Akan tetapi tidak disebutkan secara tegas

dimana arbitrase dilakukan, kecuali kata-kata di tempat yang disepakati

bersama. Hal ini perlu dihindari mengingat para pihak bisa saja tidak sepakat

tempat arbitrasenya. Sebaiknya arbitrase dilakukan di Indonesia dan bila tidak

disetujui dan diinginkan di luar negeri maka di negara yang tidak terlalu jauh

dari Indonesia, seperti Singapura.

B.13. Employment (Ketenagakerjaan)

Pengaturan mengenai tenaga kerja di dalam UU No.22 Tahun 2001 dan

peraturan pelaksanaannya didasarkan pada prinsip pengutamaan penggunaan

tenaga kerja Indonesia. Masalah ketenagakerjaan ini diatur dalam Pasal 82 sampai

dengan Pasal 85 PP No.35 Tahun 2004, yang memuat syarat-syarat untuk

penggunaan tenaga kerja Indonesia maupun tenaga asing.

Sebelum tahun 2001, ketentuan tentang ketenagakerjaan juga diatur dalam

PP No.35 Tahun 1994.

Dalam PSC, baik dalam PSC lama maupun PSC baru masalah

ketenagakerjaan ini diatur dalam Section XII dengan judul “Employment And

Training of Indonesian Personnel.”

Prinsip pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia sebagaimana

yang diwajibkan kepada kontraktor dalam Pasal 82 PP No.35 Tahun 2004,

diformulasikan dalam Section XII dari PSC, khususnya Clause 12.1 sebagai

kesepakatan atau persetujuan Kontraktor (“contractor aggrees…”) untuk

memperkerjakan karayawan/personil Indonesia yang berkualitas.

Page 140: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

140

Program pendidikan dan pelatihan untuk kedudukan buruh dan staff

termasuk administrasi dan manajemen eksekutif, juga menjadi tanggung jawab

Kontraktor tidak hanya untuk tenaga kerja Indonesia dalam rangka PSC tapi juga

untuk personil dari Pemerintah maupun BPMIGAS

Biaya untuk pendidikan dan pelatihan karyawan sendiri menjadi bagian

dari biaya operasi (Operating Cost), sedangkan untuk personil Pemerintah dan

BPMIGAS berdasarkan kesepakatan bersama.

Kontraktor juga diwajibkan untuk menjamin dan menaati ketentuan

keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Didalam PSC tidak terdapat ketentuan yang rinci mengenai penggunaan

tenaga kerja asing, meskipun hal ini dimungkinkan bagi Kontraktor berdasarkan

peraturan yang berlaku. Penggunaan tenaga kerja asing, dapat dilihat dalam

ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak. Didalam Clause

5.2.2 PSC Baru ditentukan bahwa Kontraktor akan menyediakan “technical aid,

including foreign personnel, required foer the performance of the work program”

Pasal 82 (2) PP No.35 Tahun 2004 menetapkan bahwa syarat bagi tenaga

kerja asing yang akan dipekerjakan, yaitu untuk jabatan dan keahlian tertentu

yang belum dapat dipenuhi tenaga kerja WNI sesuai dengan kompetisi jabatan

yang dipersyaratkan.

Dengan demikian berdasarkan peraturan yang berlaku, Kontraktor

diberikan hak untuk menentukan tenaga kerja yang dibutuhkannya sepanjang

memberikan prioritas kepada tenaga kerja asing hanya untuk jabatan dan keahlian

tertentu.

Page 141: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

141

Dalam pelaksanaan hak Kontraktor ini, peraturan perundangan di bidang

ketenagakerjaan perlu diperhatikan.

Prosedur perijinan tenaga kerja asing dilakukan dengan menggunakan

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja (RPTK), untuk keperluan memperoleh ijin

kerja serta persyaratan lain menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Sebelum berlakunya UU No.22 Tahun 2001, masalah ketenagakerjaan

mengacu kepada PP No.35 Tahun 1994 yang memuat syarat-syarat dan pedoman

yang harus dituangkan dalam suatu kontrak, yang pada masa itu judul kontrak

dikenal sebagai kontrak bagi hasil migas.

Berdasarkan PP No.35 Tahun 1994 ini, hak Kontrataktor untuk

mempekerjakan tenaga kerja dibatasi dengan ketentuan untuk mendapatkan

persetujuan dari Pertamina. Tenaga kerja Indonesia yang dipekerjakan oleh

Kontraktor dalam rangka PSC mempunyai status pegawai Pertamina. Untuk

tenaga kerja asing diperlukan persetujuan dari Menteri yang lapangan tugasnya

dalam bidang migas.

Kini tidak lagi dipersyaratkan untuk meminta persetujuan dari instansi lain,

selain daripada instansi di bidang ketenagakerjaan.

B.14. Environment & Community Development

Environment

1 Salah satu azas penyelenggaraan Migas di Indonesia adalah berwawasan

lingkungan

2 Dilakukan oleh departemen terkait dalam hal ini adalah Kementrian

Page 142: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

142

lingkungan hidup

3 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 Jo Keputusan Menteri Lingkungan

hidup No.17 Tahun 2001 Usaha Migas adalah salah satu usaha yang

memerlukan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL)

4 Ketentuan yang terkait dengan kewajiban menjaga lingkungan laut dari

pencemaran dan perusakan dan untuk mencegah adanya gangguan pada

pelayaran antara lain :

- UU No.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran

- PP No.51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan

- PP No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian pencemaran dan/atau

perusakan laut.

Ketentuan yang terdapat dalam PSC hendaknya tidak boleh bertentangan

dengan ketentuan dalam Konvensi-konvensi yang telah diratifikasi dan yang akan

diratikasi di Indonesia. Konvensi-konvensi tersebut antara lain:

1. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969

2. Protocol of 1992 to Amend International Convention on Civil Liability for Oil

Pollution Damage 1969.

3. The International Convention for The Prevention of Pollution from Ships

1973 dan Protocol to The Internasional Convention for The Prevention of

Pollution from Ships 1973

4. United Nations Conventions On The Law of The Sea 1982 (UNCLOS)

5. Convention On The Prevention of Marine Pollution by Dumping of Waste and

Other Matters

Page 143: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

143

6. Protocol 1996 to The Convention on The Prevention of Marine pollution by

Dumping of Waste anf Other Matters

7. Convention on oil Pollution Preparedness Response and Cooperation (OPRC)

Community Development (Perlindungan Terhadap Kepentingan Masyarakat)

Kontraktor harus bisa menjamin tidak dirugikannya hak masyarakat, baik

atas tanahnya maupun atas pengelolaan/pengembangan lingkungan dimana

kegiatan dilaksanakan (Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004)

Pengembangan masyarakat oleh kontraktor kontrak kerjasama (KKKS)

dilaksanakan dengan:

1. Sistematis dan terencana

2. Tidak mengambil alih peran Pemerintah

3. Membawa perbaikan sosial ekonomi dan kualitas kehidupan masyarakat

4. Membangun keharmonisan/kemitraan hubungan seluruh aspek stakeholder

Alasan penting mengapa perusahaan melakukan kegiatan pengembangan

masyarakat adalah karena adanya izin lokal dan untuk mengatur dan menciptakan

strategi kedepan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.

Misi dan Visi Community Development (CD)

Misi : Mendukung kelancaran kegiatan kontraktor KKS dan mendukung program

pemerintah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat melalui program

kemitraan.

Visi : Meningkatkan produktifitas masyarakat dan kemampuan sosial ekonomi

masyarakat dan kemampuan sosial ekonomi masyarakat secara mandiri di

Page 144: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

144

wilayah operasi kontraktor KKS dengan memberdayakan potensi daerah.

Landasan Hukum:

1. Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

- Pasal 11 ayat (3)

Kotrak kerja sama sebagaima dimaksud dalam ayat satu (1) wajib memuat

paling sedkit ketentuan-ketentuan pokok, pengembangan masyarakat

sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.

- Pasal 40 butir 5

Badan usaha (bu) atau bentuk usaha tetap (but) yang melaksanakan kegiatan

usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut

bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat

setempat

2. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002, tentang badan pelaksana kegiatan

usaha hulu minyak dan gas bumi.

3. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi.

- Pasal 74

Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya ikut bertanggungjawab dalam

mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

Tanggungjawab Kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan

masyarakat adalah keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfatkan

potensi kemampuan masyarakat setempat antara lain dengan cara mempekerjakan

tenaga dalam jumlah dan kwalitas tertentu sesuai dengan kompetensi yang

Page 145: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

145

dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta

keharmonisan antara kontraktor dengan masyarakat di sekitarnya.

- Pasal 76

Kegiatan pengembangan dan masyarakat setempat oleh Kontraktor di

lakukan dengan berkoordinasi dengan Pemerintah daerah.

Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di utamakan untuk masyarakat di sekitar

daerah dimana eksploitasi dilaksanakan

- Pasal 77

Pelaksanaan keikutsertaan Kontraktor dalam pengembangan lingkungan

dan masyarakat stempat sebagaimana di maksud dalam Pasal 74 ayat (10) di

berikan dalam bentuk natura berupa sarana dan prasarana fisik, atau

pemberdayaan usaha dan tenaga kerja setempat.

Prioritas Pelaksanaan Pelaksanaan Community Development

1. Masyarakat yang terkena dampak lansung kegiatan operasi Kontraktor KKS

(sesuai dengan kajian studi AMDAL).

2. Masyarakat yang terkena dampak tidak lansung kegiatan operasi (sesuai

dengan kajian studi AMDAL)99

99 .Sumber : Dinas Hupmas BPMIGAS (Community Development dalam Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi)

Page 146: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

146

Tabel 4 Bidang-Bidang Program dalam Community Development

BIDANG BIDANG PROGRAM

Ekonomi Membantu pemerintah untuk memberdayakanmasyarakat dalam usaha meningkatkan ekonomi.

Pendidikan dan Memberikan beasiswa, membantu kelengkapan saranakebudayaan dan prasarana pendidikan, olahraga dan kegiatan budaya.

Kesehatan Mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

Fasilitas Sosial Mendukung pembangunan sarana dan prasarana sosialdan Fasilitas Umum di daerah operasi.

Lingkungan Mendukung program peningkatan kesadaranlingkungan.

Bidang Aktivitas

Sumber : Dinas Hupmas BPMIGAS (Community Development dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi)

B.15. Pajak (Taxation)

Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan /atau bangunan. Bumi adalah

permukaan bumi dan bagian tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi

meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan

adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah

dan/atau perairan.

Defenisi PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan

berdasarkan ketentuan undang-undang No12 Tahun 1985 Std UU No 12 /1994.

Konsideran Bumi dan Bangunan memberikan keuntungan/ kedudukan sosial

ekonomi yang lebih baik bagi orang/badan yang mempunyai suatu hak atasnya

atau memperoleh manfaat daripadanya, wajar bila diwajibkan memberikan

Page 147: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

147

sebagian dari manfaat/kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui

pajak.

Bagan 12 Contoh Objek PBB Migas

Sumber: P Adriel, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2007

Hal ini secara jelas diatur dalam PSC dan berdasarkan undang-undang

migas diberi dua alternatif pemberlakuan peraturan perundang-undangan bidang

pajak.

a. Pertama adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan

perudangan saat PSC berlaku efektif.

b. Kedua adalah peraturan perundangan-undangan yang berlaku adalah peraturan

perundangan pada saat PSC dijalankan. Artinya bila ada amandemen maka

perturan perundang-undangan itulah yang berlaku. Dalam PSC dianut yang

kedua. Ada baiknya untuk memperjelas maka dibuat kata-kata “ ……as

amended”.

Page 148: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

148

C. Permasalahan Yang Muncul Setelah UU No.22 Tahun 2001 Diterapkan dalam Kontrak Bagi Hasil di bidang Migas.

Minyak dan gas bumi (Migas), diyakini banyak kalangan sebagai komoditi

tulang punggung ekonomi Indonesia hingga kini. Dilihat dari angka-angka, migas

memang berkontribusi paling tinggi dibanding sektor lain pada pendapatan.

Adapun masalah masalah strategis yang sering muncul dalam Pelaksanaan

kontrak bagi hasil (PSC) ini adalah sebagai berikut :

1. Masalah Cost Recovery (Biaya Produksi)

2. Masalah Profit Sharing (Pembagian Keuntungan)

3. Masalah Settlement of Dispute & Governing Law

4. Masalah Perpajakan (Taxation)

5. Masalah Work Program (Rencana Kerja)

6. Masalah DBH (Dana Bagi Hasil ) Migas.

Masalah Cost Recovery (Biaya Produksi)

Dalam PP No.35 tahun 1994 disebutkan dalam Pasal 13 ayat (1) bahwa

Kontraktor wajib menyediakan dana untuk investasi dan menanggung semua

biaya operasi. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa, “Kontraktor menerima kembali

biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang diperhitungkan dari

hasil produksi komersial.

Dalam PP No.35 Tahun 2004 disebutkan dalam Pasal 56 bahwa :

“Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial (Authorization Financial Expenditure) yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.”

Page 149: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

149

Dimana dalam Kontrak Bagi hasil (PSC) terdapat dalam Pasal (6) enam

yaitu:

1. Tidak diatur ketentuan dimana BPMIGAS memberi persetujuan tentang

pengeluaran biaya investasi dan operasi

2. Pengembalian biaya investasi dan operasi diatur secara rinci dalam kontrak

bagi hasil (PSC) yang tidak diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah.

3. Tidak ada pengaturan dalam Pasal 6 yang mengharuskan biaya-biaya yang

dikeluarkan adalah sesuai dengan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi

pembelanjaan finansial.

Masalah Profit Sharing (Pembagian Keuntungan)

Dalam PP No.35 Tahun 2004 Pasal 54 menyebutkan bahwa ketentuan

mengenai penetapan besarnya bagian negara, pungutan negara, dan bonus-bonus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) serta tata cara penyetorannya

diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri.

Dalam kontrak bagi hasil (PSC) BPMIGAS tidak terdapat ketentuan

Participating Interest sharenya sedangkan dalam kontrak PSC Pertamina ada

Participating Interest sharenya.

Dan satu lagi dalam Kontrak PSC BPMIGAS ditentukan rasio Profit

Sharing setiap tahunnya sebesar 37,5% untuk BPMIGAS dan untuk Kontraktor

sebesar 62,5%

Page 150: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

150

Masalah Settlement of Dispute & Governing Law

1 Dalam PP No.35 tahun 2004 penyelesaian sengketa kontrak tidak diatur.

2 Didalam Kontrak PSC BPMIGAS disebutkan bahwa penyelesaian sengketa

diselesaikan melalui arbitrase, tetapi tidak disebutkan secara tegas dimana

arbitrase dilakukan, kecuali kata-kata di tempat yang disepakati bersama. Hal

ini perlu dihindari mengingat para pihak bisa saja tidak sepakat tempat

arbitrasenya. Sebaiknya arbitrase dilakukan di Indonesia dan bila tidak

disetujui dan diinginkan di luar negeri maka di negara yang tidak terlalu jauh

dari Indonesia, seperti Singapura.

Masalah Perpajakan (Taxation)

Dalam PP No.35 Tahun 2004 disebutkan dalam Pasal 53; Yaitu Kontraktor

dapat memilih ketentuan kewajiban membayar pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a dengan pilihan sebagai berikut :

a. Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani; atau

b. Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

yang berlaku.

Dalam undang-undang migas terdapat dua alternatif pemberlakuan

peraturan perundang-undangan bidang pajak, yaitu :

a. Pertama adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan

perundang-undangan saat PSC berlaku efektif;

b. Kedua adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan

Page 151: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

151

perundang-undangan pada saat PSC dijalankankan. Artinya bila ada

amandemen maka peraturan perundang-undangan itulah yang berlaku. 100

a. Penetapan porsi yang wajar untuk masing-masing pihak yang telah disepakati

dalam peraturan perundangan-undangan

Masalah DBH (Dana Bagi Hasil) Migas

Adanya Pendapat bahwa terjadi perhitungan yang tidak transparan dalam

DBH Migas (minyak dan gas). Transparansi lebih relevan dihubungkan dengan

keterbukaan dalam perhitungan yang ditandai dengan keterbukaan dalam

perhitungan, yang ditandai dengan :

b. Kewajiban untuk melaksanakan rekonsiliasi untuk menghitung penerimaan

dari setoran SDA antara pemerintah pusat dengan daerah sebelum maupun

sesudah melakukan pembagian dana

c. Data setoran disediakan oleh institusi yang berwenang, yaitu pihak yang

menerima dan menatausahakan setoran (yang mewakili fungsi kas negara),

pihak yang akan menerima pembagian (pemerintah pusat dan daerah) dan data

dari pihak yang melaksanakan setoran. Hasil perhitungan DBH SDA adalah

obyek audit oleh BPK dan Inspektorat Jenderal Departemen keuangan.

100 . Presentasi Kontrak Baru PSC, Hotel Tiara Medan 7 September 2006 ( Sumber Dinas Pertambangan dan Energi Prop. Sumatera Utara)

Page 152: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

152

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada bagian terakhir ini Penulis akan memberikan beberapa kesimpulan

dan saran. Kesimpulan-kesimpulan tersebut merupakan jawaban masalah-masalah

yang telah didentifikasikan sebelumnya, maka didapat beberapa kesimpulan yaitu:

1. Telah terjadi peralihan hak dalam hal otoritas yang berwenang mewakili

Negara Indonesia dari Pertamina kepada Badan Pelaksana (BP) yang dibentuk

melalui Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan sistem kerjasama

yang dipakai adalah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract).

Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) disingkat dengan PSC

adalah salah satu bentuk kerjasama yang dipakai oleh badan pelaksana

(BPMIGAS) dan Kontraktornya yaitu badan usaha dan badan usaha tetap

untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi

berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi 85% untuk negara dan 15 %

untuk kontraktor. Dengan manajemen operasional ada di tangan BPMIGAS.

Kontraktor menyediakan semua kebutuhan operasional baik teknologi, baik

modal, keahlian, peralatan dan teknologi yang digunakan untuk pencarian

minyak sampai kepada berakhirnya kontrak semua peralatan yang digunakan

Kontraktor dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi menjadi tanggung jawab

Pemerintah.

Page 153: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

153

2. Kontrak bagi hasil mengalami perubahan terhadap isi dan materinya setelah

diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi yaitu : pertama terjadinya peralihan hak otoritas sebagai wakil negara

dalam penguasaan pertambangan dari Pertamina kepada BPMIGAS (Badan

Pelaksana Minyak dan Gas Bumi), kedua perubahan terhadap judul Kontrak

Bagi Hasil Minyak dan Gas, ketiga para pihak dalam kontrak pada PSC lama

yaitu Pertamina dan Kontraktor setelah undang-undang No.22 tahun 2001

yaitu Badan Pelaksana dan Badan usaha dan atau Bentuk Usaha tetap,

keempat dalam hal wilayah kerja Sebelum tahun 2001 tidak diberikan

pembatasan dengan wilayah kerja baik ukuran maupun total blok yang

dimohonkan, setelah tahun 2001 Kontraktor hanya diberikan satu wilayah

kerja apabila Kontraktor hendak mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus

dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja, kelima telah

diatur secara rinci tentang pelepasan wilayah kerja sedangkan sebelum tahun

2001 tidak. Keenam dalam masalah perpajakan diatur secara jelas dalam PSC

dan UU migas memberi dua alternatif pemberlakuan undang-undang pajak

pada saat PSC berlaku efektif atau pada saat PSC dijalankan dan PSC

menganut bentuk yang kedua, ketujuh masalah tenaga kerja, sebelum

berlakunya UU No.22 tahun 2001 masalah ketenagakerjaan mengacu kepada

PP No.35 Tahun 1994 dengan ketentuan harus dapat izin dari Pertamina

setelah tahun 2001 tidak lagi diharuskan demikian Kontraktor tidak dibatasi.

Page 154: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

154

3. Adapun permasalahan yang sering muncul dalam Kontrak Bagi Hasil adalah

masalah Cost Recovery (biaya produksi) yang belum diatur persetujuannya

oleh pemerintah yang mengharuskan BPMIGAS mengeluarkan biaya investasi

dan biaya operasi untuk Kontraktor. Pembagian keuntungan (Profit Sharing),

rasio Profit Sharing setiap tahunnya sebesar 37,5% untuk BPMIGAS dan

untuk Kontraktor sebesar 62,5% yang pengaturannya ada dalam Peraturan

Pemerintah rasionya dalam PSC (tidak jelas aturannya). Tempat

dilaksanakannya arbitrase apabila terjadi perselisihan tidak ditentukan secara

tegas dalam PSC. Terdapat dua aturan dalam perpajakan. Mengikuti ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat

kontrak kerja sama ditandatangani; atau mengikuti ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Adanya

permasalahan dalam dana bagi hasil migas yang tidak transparan terutama

dalam perhitungan agar pembagian antara pusat dan daerah dapat disesuaikan.

B. Saran

Untuk mewujudkan cita-cita pengusahaan minyak dan gas bumi bagi

kemakmuran rakyat maka :

1. Sebaiknya Pemerintah turut menentukan formula profit sharing sehingga

keuntungan yang akan diperolehnya jelas dan tidak mendasarkan kepada

penawaran dari kontraktor. Dengan demikian, penawaran rasio profit sharing

oleh Kontraktor akan disesuaikan dengan formula profit sharing yang

ditentukan Pemerintah.

Page 155: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

155

2. Perlunya disediakan tenaga-tenaga Indonesia yang terlatih dan mampu

mengerjakan kegiatan perminyakan dengan menggunakan teknologi tinggi.

3. Perlu ditingkatkan pemerataan hasil pembangunan dari pembagian minyak

dan gas bumi ini sehingga dapat dirasakan hasilnya oleh rakyat.

4. BPMIGAS selaku wakil pemerintah dalam majemen kuasa pertambangan

perlu memperhatikan peran daerah dalam pertambangan terutama dalam

bidang pengawasan.

Page 156: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

156

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Buku:

1. Echols, Jhon M, dan Hassan Shadilly, 2000, Kamus Inggris Indonesia (An

english Dictionary) Cetakan XXIV, Penerbit : PT. Gramedia Jakarta 2. Emirjon, Joni, 2002, Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta : Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 3. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga, 2005, Jakarta, Penerbit: Balai Pustaka. 4. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Data dan Informasi Minyak dan Gas

Bumi, 2000, Jakarta. 5. Fuady, Munir, 2000, Hukum Kontrak Bandung, Penerbit : PT.Citra Aditya

Bandung 6. Gautama , Sudargo,1983, Hukum perdata International Indonesia Jilid II,

Bagian 2, buku 8, Penerbit : Alumni Bandung 7. H.S.Salim, 2005, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta : PT.Raja

Grafindo Persada. 8. Kamus Istilah Menurut Peraturan perundang-undangan RI 1945-1998, 1999,

Jakarta, Penerbit : PT. Tata Nusa 9. Saleng, Abrar.H.2004, Hukum Pertambangan Cetakan I, Yogyakarta: Penerbit

: UII Press 10. Simamora, M. Rudi, 2000, Hukum Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: Penerbit

Djambatan. 11. Soeady, Sholeh, 2000, Vademecum Hukum Perdata dan Hukum Pidana,

Jakarta: CV, Novindo Pustaka Mandiri. 12. Syahmin.AK, 2006. Hukum Kontrak Bisnis Internasional, Jakarta, Penerbit :

PT. RajaGrafindo Persada. 13. Sudarsono,1999, Kamus Hukum, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Page 157: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

157

B. Majalah, Makalah, Skripsi, Tesis

1. Energi AntarNusa, Edisi 04 Tahun II, Januari 2008. 2. Utomo, Sutadi Pudjo,1990, ”Bentuk-bentuk Insentif dalam Kontrak 3. Production Sharing, ” Warta Caltex No.21 4. Ceceliana, B, 23 November 2007, Workshop Revitalisasi Perhitungan

Bidang Migas, Makalah, Direktorat Perimbangan Dirjen Perimbangan Keuangan Republik Indonesia Pekanbaru.

5. Pudyantoro, Rinto, 4-6 September 2007, Bagi Hasil Migas, Surabaya,

Makalah. 6. Analisa Production Sharing Contract (PSC) Kerjasama Biro Hukum

Departemen, Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dengan Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) Fakultas Hukum UI

7. Cahyono Adi, Agus, 2007, Metoda dan Tata Cara Pencatatan lifting dan

Dana Bagi Hasil SDA Migas, Makalah, BPMIGAS 8. Raja gukguk, Erman,1997, Permasalahan Kontrak Bisnis Internasional,

Surabaya :”Makalah disampaikan Pada Seminar Permasalahan Kontrak Bisnis Internasional.”Surabaya.

C. Peraturan Perundangan & Internet 1. UUD 1945 Setelah Amandemen, 2004, Jakarta, Penerbit: Fokusmedia 2. KUH Perdata 3. Undang-undang No.22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, 2002,

Bandung: Penerbit Citra Umbara 4. Undang-undang No.35 Tahun 1994 Tentang Syarat-Syarat dan Pedoman

Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi 5. Undang-undang No.42 Tahun 2002 Tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi. 6. Peraturan Pemerintah republik Indonesia No.35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan

Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Page 158: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM KONTRAK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12150/1/09E02079.pdf · Reni Mahkita Silalahi : Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

158

8. Peraturan pemerintah RI No.36 Tahun 2004 Tahun 2004 Tentang kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

9.

www.google.com