tinjauan pustaka ppok

15
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) I. Definisi Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya. 1 PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang- kurangnya dua tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli. 2 II. Epidemiologi Pada tahun 2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian dan peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang menimbulkan kecacatan. 1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial 1

Upload: muthiananda

Post on 09-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case ppok

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka PPOK

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

I. Definisi

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut Global Initiative for

Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit kronik yang ditandai

oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran

udara ini berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif

terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik

berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun

berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang

ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal disertai kerusakan

dinding alveoli.2

II. Epidemiologi

Pada tahun 2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan

bahwa PPOK akan menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian dan

peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit

penting yang menimbulkan kecacatan.1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial

menduduki peringkat ke enam dan merokok merupakan penyebab PPOK

terbanyak di negara berkembang.3

Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya

kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang

sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas.3

III. Etiologi

Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK

adalah4:

− Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.

1

Page 2: Tinjauan Pustaka PPOK

− Faktor exposure : merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi

lingkungan, infeksi bronkopulmoner berulang.

PPOK sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Pasien PPOK

dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan

yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala

harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah

biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi mukosa

trakeobronkial (terutama Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza,

Moraxella catarrhalis), iritasi kronik pada saluran nafas seperti rokok (bronkitis

kronik, polusi debu), defisiensi alpha 1 antitripsin (emfisema) atau obat golongan

sedatif. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Merokok

merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.3

III. Klasifikasi

Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan

WHO:5

Stadium 0

Derajat beresiko PPOK:

− Spirometri normal

− Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium 1

PPOK ringan:

− VEP1/KVP < 70%

− VEP1 > 80% prediksi

Dengan atau tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium II

PPOK sedang:

− VEP1/KVP < 70%

− 30% < VEP < 80% prediksi

(IIA : 50% < VEP1 < 80% prediksi)

(IIB : 30% < VEP1 < 50% prediksi)

Dengan atau tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

2

Page 3: Tinjauan Pustaka PPOK

Stadium III

PPOK berat:

− VEP1/KVP < 70%

− VEP1 < 30% prediksi atau VEP < 50% prediksi + gagal napas

IV. Patogenesis

Pada bronkhitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang

kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal

(emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi

sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan

pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran

nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafan. Lumen saluran nafas kecil

berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat

sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan

oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada bronkiolus

respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat dan

dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga

mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal nafas.1,2

Menurut Hipotesis Elastase-Anti Elastase, di dalam paru terdapat

keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah

terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik

elastase dan elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.

Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada paru antara

lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak

atau oleh adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.6

Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran

udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan

vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.

3

Page 4: Tinjauan Pustaka PPOK

Saluran nafas normal Bronkitis kronis Alveolus normal Emfisema

Gambar 1. Saluran pernafasan pada PPOK dan normal

Saluran nafas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama

ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru.

Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan

jalan nafas ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan

hiperinflasi. Saluran nafas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena

proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran nafas tertutup oleh sekresi mukus

yang terjebak akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.1 Proses pernafasan

normal dibandingkan PPOK terlihat pada gambar 2.

4

Page 5: Tinjauan Pustaka PPOK

Ekspirasi Normal PPOKEkspirasi mudah karena elastic recoil Ekspirasi sulit karena penurunanalveolus normal dan bronkus normal elastic recoil alveolus dan

penyempitan bronkus

Gambar 2. Proses pernafasan normal dan PPOK

V. Gambaran Klinis

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita PPOK diantaranya

adalah batuk kronik dengan dahak (pada bronkitis kronik keadaan ini terjadi setiap

hari selama ≥ 3 bulan dalam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun berturut-turut. Sesak

nafas terutama melakukan aktivitas, perjalanan penyakit kronik dan progresif,

sehingga makin lama keluhan bertambah berat.5

Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala

yang khas seperti :7

Gejala eksaserbasi : sesak nafas bertambah, kadang disertai mengi, batuk

disertai meningkatnya sputum yang lebih purulen

atau berubah warna.

Gejala nonspesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi.

Spirometri : fungsi paru sangat menurun.

VI. Diagnosis

1. Anamnesis

Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang

produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau

gejala, riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit

sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan

perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap

aktivitas.5

5

Page 6: Tinjauan Pustaka PPOK

2. Pemeriksaan Fisik

− Pernafasan pursed lips

− Takipnea

− Dada emfisematous atau barrel chest

− Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater

− Bunyi nafas vesikuler melemah

− Ekspirasi memanjang

− Ronki kering atau wheezing

− Bunyi jantung jauh5

3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:

− FEV1/FVC, 70%

− Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): FEV1 pasca

bronkodilator, 80% prediksi5

4. Laboratorium

− Rutin: peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia

sekunder)

− Khusus : Defisiensi kadar alpha-1 antitripsin (kongenital)7

5. Foto toraks

− Hiperlusen regional dan gambaran bronkovaskuler kasar

− Gambaran jantung mengecil

− Diafragma datar dan lenting (overinflasi)7

6. Analisis gas darah pada:

− Semua pasien dengan VEP1 < 40% presiksi

− Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau gagal jantung kanan.5

7. Kultur dan sensitivitas kuman

Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman

terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika

tidak ada respon terhadap antobiotik yang dipakai sebagai pengobatan

pada permulaan penyakit.4

VII. Penatalaksanaan

6

Page 7: Tinjauan Pustaka PPOK

Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah kebiasaan merokok, infeksi

dan polusi udara. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:8

Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya di sertai dengan Infeksi.

− Infeksi ini biasanya disebabkan oleh H. influenza dan S.

pneumonia, maka digunakan ampisilin 4x0,25-0,5 gr/hari atau

eritromicin 4 x 0,5gr/hari

− Augmentin dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah

H. influenza dan B. catarhalis yang memproduksi beta laktamase

Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksilin, atau

doksisiklin pada pasie yang mengalami eksaserbasi akut terbukti

mempercepat penyembuhan dan mempercepat kenaikan peak flow

rate. Namun hanya 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila

terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka

dianjurkan atibiotik yang lebih kuat.

Terapi Oksigen diberikan jika terdapat kegagalan napas karena

hiperkapsia dan berkurangya sensitivitas terhadap CO2.

Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di

dalamnya golongan beta adrenergic dan antikolinergik. Pada pasien

dapat diberikan salbutamol 5 mg dan ipratropium bromide 250 ug

diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv

secara perlahan.

Terapi jangka panjang dilakukan dengan:8

Antibiotik untuk kemoterapi preventif, ampisilin 4 x 0,25-0,5 gr dapat

menurunkan eksaserbasi akut.

Bronkodilator, tergantung tingkat reversibelitas obstruksi saluran

napas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan

pemeriksaan objektif dari fungsi faal paru.

Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

Mukolitik dan ekspektoran.

Algoritme Penanganan PPOK:9

7

Page 8: Tinjauan Pustaka PPOK

8

Page 9: Tinjauan Pustaka PPOK

VIII. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah:

1. Gagal napas

Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg,

dan pH normal, penatalaksanaan:

− Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2

− Bronkodilator adekuat

− Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu

tidur

− Antioksidan

− Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

9

Page 10: Tinjauan Pustaka PPOK

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

− Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

− Sputum bertambah dan purulen

− Demam

− Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.

Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan

menurunnya kadar limposit darah.

3. Kor pulmonal

Kor pulmonal adalah dilatasi ventrikel kanan jantung sebagai akibat

kelainan ”vaskuler bed” paru, dapat disebabkan karena semakin

terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau

kerusakan paru. Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50

%, dapat disertai gagal jantung kanan.9

Mekanisme terjadinya kor pulmonal:

10

Page 11: Tinjauan Pustaka PPOK

Inhalasi bahan berbahaya↓

Inflamasi↓

Pembengakan bronkus, produksi lendir yg berlebihan↓

Kehilangan rekoil elasti jalan nafas↓

Kolaps bronkiolus (menyebabkan kerusakan dinding alveolus)↓

Permukaan alveolar yg kontak dgn kapiler berkurang↓

Peningkatan ruang rugi (tidak ada pertukaran gas menyebabkankerusakan difusi oksigen)

↓Hipoksemia

↓Gangguan eliminasi karbondioksida

↓Hiperkapnia (menyebabkan asidosis respiratorik)

↓Dinding alveolus terus mengalami kerusakan

↓Kapiler pulmonal mengalami kerusakan

↓Aliran darah pulmonal meningkat

↓Beban ventrikel kanan meningkat

↓Gagal jantung kanan/kor pulmonal

11