tinjauan pustaka bppv

23
BAB I PENDAHULUAN Vertigo menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh.Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun.Penyebab terbanyak vertigo adalah masalah pada organ vestibular telinga dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan Neurotologi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana 17%-20 % pasien mengeluh vertigo. 1,2,3 Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal. 1,2,3,4,5 Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam salah satu kanul semisirkular yang akan merespon ke saraf. 1 Diagnosis BPPV ditinjau dari anamnesis, gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis. 1,5 Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. 5 Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan 1

Upload: adityakurnianto

Post on 08-Jul-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

word

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo menduduki peringkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala

(migrain) dan low back pain. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada

sistem keseimbangan tubuh.Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik,

vaskular, atau autoimun.Penyebab terbanyak vertigo adalah masalah pada organ vestibular

telinga dalam.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan

Neurotologi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana

17%-20 % pasien mengeluh vertigo.1,2,3 Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan

serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan

karakteristik nistagmus paroksimal.1,2,3,4,5 Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan

ketika material berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam

salah satu kanul semisirkular yang akan merespon ke saraf.1 Diagnosis BPPV ditinjau dari

anamnesis, gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis.1,5

Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup serta

mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien.5 Penatalaksanaan BPPV secara garis

besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai

manuver didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver

secara baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.1,5

Didalam tinjauan pustaka ini akan membahas secara umum mengenai BPPV dari

mendiagnosis hingga penatalaksanaan

1

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan klinis yang sering

terjadi dengan karakteristik serangan vertigo tipe perifer, berulang dan singkat, sering

berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur melihat keatas kemudian memutar

kepala.1,2

Epidemiologi

BPPV adalah salah satu penyebab vertigo dengan prevalensi 2,4% dalam kehidupan

seseorang. Studi yang dilakukan oleh Barton 2011, prevalensi akan meningkat setiap

tahunnya berkaitan dengan meningkatnya usia sebesar 7 kali pada seseorang yang berusia

diatas usia 60 tahun dibandingkan dengan usia 18 – 39 tahun, dalam penelitian tersebut juga

disebutkan bahwa pada wanita lebih sering daripada laki-laki dikelompok semua umur.3,4

Etiologi3

BPPV terjadi saat otokonia terperangkap dalam endolimf labirin vestibular, dan

masuk dalam salah satu kanalis semisirkularis.

1. Idiopatik

Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya

2. Simptomatik

Pasca trauma, pasca-labirintis virus, insufisiensi vertebrobasilaris, Meniere, pasca

operasi, ototoksisitas dan mastoiditis kronik.

Anatomi dan Fisiologi 1,4,5

Aparatus vestibularis merupakan komponen khusus dalam telinga dalam yang

memberikan informasi tentang sensasi keseimbangan serta koordinasi gerakan-gerakan

kepala, gerakan mata dan postur tubuh. Bagian versibular dari membrane labirin terdiri dari 3

kanalis semisirkularis yaitu; anterior, posterior dan horizontal. Labirin juga terdiri dari dua

struktur otolit yaitu utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linear termasuk

2

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

pengaruh gravitasi. Kupula adalah sensor gerakan dari kanalis semisirkularis dan diaktivasi

oleh aliran endolimf.

Makula dalam utrikulus diduga merupakan sumber partikel-partikel kalsium yang

menyebabkan BPPV. Partikel ini terdiri dari kristal kalsium karbonat (otokonia) suatu

bentukan dalam matrik gelatinosa. Kristal kalisum karbonat memiliki densitas 2x lipat dari

endolimf sehingga berespon terhadap perubahan gravitasi dan gerakan akselerasi yang lain.1

Patofisiologi 1,3

Terdapat hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu:

1. Hipotesis Kupulitiasis

Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang

terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula

kanalis semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Penyebab terlepasnya

debris dari macula belum diketahui secara pasti diduga terjadi karena pasca trauma

atau infeksi. Penderita BPPV usia tua diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia

dan osteoporosis sehingga debris mudah terlepas sehingga menimbulkan serangan

BPPV yang berulang.

Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung,

seperti tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,

kupula bergerak secara centrifugal, dan menimbulkan nistagmus dan keluhan vertigo.

Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan

adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.

Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk

ke kadal endolimf, hal ini yang menyebabkan timbulnya fatique, yaitu berkurangnya

atau menghilangnya nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanaisme kompensasi

sentral.

Nistagmus tersebut timbul secara paroxysmal pada bidang kanalis posterior telinga

yang berada pada posisi bawah, dengan arah komponen cepat ke atas.

2. Hipotesis Kanalitiasis

Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis)

menyebabkan endolimf bergerak dan akan menstimulasi ampula dalam kanal

sehingga menyebabkan vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampularis yang

tereksitasi di dalam kanal yang berhubungan langsung dengan muskulus ekstra

3

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

okuler. Setiap kanal yang dipengaruhi oleh kanalitiasis mempunyai karakteristik

nistagmus.

Tabel 1. Karakteristik nisagmus masing-masing kanal akibat otokonia

Kanal Direction of Paroxysmal Positional (fixed phase)

Kanal Posterior

Kanal Horizontal

Kanal Anterior

Upbeating torsional top pole beating toward downward ear

Horizontal geotropic direction changing (right beating in head

right position, left beating in head left position) or

Horizontal apogeotropic direction changing (left beating in

head right position, right beating in head left position)

Downbeating possibly with a slight torsional component

Gejala

Pasien dengan BPPV mengeluh terjadinya episode vertigo yang singkat (<1 menit)

yang muncul saat kepala dalam posisi tipikal, biasanya dengan leher ekstensi. Beberapa

gerakan yang dapat memicu timbulnya BPPV adalah berguling diatas tempat tidur, gerak

berbaring atau bangun dari duduk/tiduran, kepala menengadah atau menunduk.

Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 10-30 detik. vertigo

pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai mual kadang-kadang muntah serta di dapatkan

nistagmus. Setelah rasa berputar menghilang pasien bisa merasa melayang dan diikuti

disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.

Gambar 1.

Nistagmus yang diobservasi pada kasus BPPV sisi kanan dengan posisi telinga kanan di bawah.Anak panah menunjukkan arah gerakan predominan (fase cepat): Torsional dengan arah ke telinga kanan disertai komponen kecil ke kranial.Pola nistagmus ini merupakan hasil dari eksitasi kanalis semisirkularis posterior kanan

4

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Beberapa faktor predisposisi BPPV adalah : usia, trauma kepala, penyakit telinga

dalam, migren dan anestesi umum. Faktor predisposisi ini bekerja secara kombinasi.

Diagnosis 3,6,7

Diagnosis BPPV ditegakkan secara klinis berdasarkan:

1. Anamnesis: adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada

perubahan posisi kepala atau badan, lamanya kurang dari 30 detik, dapat disertai

rasa mual dan kadang-kadang muntah.

2. Pemeriksaan fisik: pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan, sedangkan yang

simptomatik dapat ditemukan kelainan neurologi fokal atau kelainan sistemik.

3. Test Dix Hallpike

Tets dilakukan sebagai berikut:

a. Sebelumnya pasien diberikan penjelasan dulu mengenai prosedur pemeriksaan

supaya tidak tegang.

b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa

c. Mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin selama pemeriksaan, pada posisi

duduk kepala menengok kekiri atau kekanan, lalu dengan cepat badan pasien

dibaringkan sehingga kepala tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat

adanya nistagmus dan keluhan vertigo, pertahankan posisi tersebut selama 10

– 15 detik, setelah itu dengan cepat didudukkan kembali. Berikutnya manuver

tersebut diulang dengan kepala menengok ke sisi lain. Untuk melihat adanya

fatique manuver diulang 2-3 kali.

Interpretasi Tes Dix Hallpike

a. Normal; tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-

kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi

adanya beberapa detik nistagmus.

b. Abnormal; timbulnya nistagmus positional yang pada BPPV mempunyai 4

ciri, yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo

lamanya sama dengan nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap

manuver diulang.

5

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Tabel 2. Test Dix Hallfike untuk nistagmus posisional 4

Tanda Gangguan vestibuler perifer Gangg. Batang otak/fossa post

Periode laten 2 – 20dtk Tidak ada

Durasi nisttagmus < 30 detik 30 detik

Fatigabilitas Ada Tidak ada

Direksi nistagmus pada satu posisi kepala

Satu direksi (satu arah) Direksi bisa berubah

Intensitas vertigo Berat ringan

Posisi kepala Sebuah posisi kepala tunggal yang kritikal

Lebih dari satu posisi

Contoh klinis VPB Neuroma akustika, iskemia vertebrobasiler, multiple slerosis

Tabel 3. Kriteria diagnosis untuk vertigo vestibular dan BPPV4

Vertigo Vestibular (salah satu kriteria ini harus ada)

1. Vertigo rotasional spontan

2. Vertigo positional

3. Recurrent dizziness dengan mual, dan osilopsia atau imbalans.

BPPV ( A – D harus ada)

a. Vertigo vestibular recuren

b. Durasi serangan selalu kurang dari 1 menit

c. Gejala bisa diprovokasi oleh perubahan posisi kepala:

- Dari duduk ke terlentang

- Miring ke kanan atau ke kiri saat telentang

- Atau minimal 2 manuver dibawah ini:

Merebahkan kepala

Dari telentang lalu duduk

Membungkuk ke depan

d. Tidak disebabkan penyakit lain

Diagnosis Banding6

Tabel 4. Diagnosis Banding BPPV

Gangguan otologi Gangguan Neurologi Keadaan lain

6

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Penyakit meniereNeuritis vestibularisLibirintitisSuperior canal dehischence syndromeVertigo pasca trauma

Migraine associated dizzinesinsufisiensi vertebrobasilerpenyakit demielinisasilesi SSP

Kecemasan, gangguan panik vertigoserfikogenik, efek samping obat, hipotensi postural

Terapi 1,3,4,7

Komunikasi dan informasi

Pada BPPV, gejala yang timbul hebat sehingga pasien menjadi cemas dan khawatir

akan adanya penyakIt yang berat seperti stroke atau tumor otak. Dengan demikian perlu

diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik,

dapat hilang spontan setelah beberapa waktu, walaupun kadang-kadang dapat berlangsung

lama dan sewaktu-waktu dapat kambuh lagi.

Medikamentosa 1,3,4,7

Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan, namun apabila terjadi disekuilibrium

pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk mempercepat kompensasi. Pemakaian

jangka panjang akan menurunkan kompensasi sentral

1. Antihistamin: betahistin, dimenhidrinat, diphenhidramin

2. Antagonis kalsium: Flunarizin, Cinnarizin

3. Benzodiazepin ( penenang minor): diazepam, lorazepam

4. Antikolinergik: skopolamin, atropin

5. Monoaminergik: amfetamin, efedrin

6. Fenotiozin: proklorperazin

7. Butirofenon: haloperidol, droperidol

Terapi BPPV kanal posterior

1. Manuver Epley

2. Prosedur Semont

3. Manuver Lampert Roll

7

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Manuver Epley

Keterangan gambar

Langkah 1 dan 2 identik dengan manuver Dix- Hallpike. pasien dipertahankan dengan posisi

kepala menggantung di sisi kanan selama 20-30 detik.

Langkah 3. kepala diputar 90 derajat ke depan selama 20-30 detik

langkah 4. memutar kepala ke sisi lain sebesar 90 derajat sehingga kepala mendekati posisi

menunduk selama 20-30 detik

Langkah 5. pasien diangkat ke posisi duduk. Gerakan otolit di dalam labirin digambarkan

pada setiap langkah, yang menunjukkan bagaimana otokonia bergerak dari kanalis

semisirkularis menuju vestibulum

8

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Prosedur Semont

Keterangan gambar

Langkah 1: kepala penderita diputar 45 derajat ke sisi kiri kemudian pasien secara cepat

berbaring ke sisi kanan

Langkah 2 : setelah mempertahankan selama 30 detik pada posisi awal ini kemudian pasien

melakukan gerakan yang sama ke posisi berlawanan. cara ini berlawanan dengan latihan

Brand Darrof yang berhenti sejenak pada saat penderita duduk dan kemudian memutar kepala

bersama badan pada saat perubahan posisi.

9

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Manuver Lampert Roll

Manuver Lampert 360 (Barbeque) derajat roll untuk pengobatan BPPV kanal horizontal.

Posisi kepala pasien dengan telinga menempel kemudian kepala diputar 90 derajat kedepan.

Keterangan gambar.

Manuver Lampert 360 (Barbeque) digunakan untuk mengobati BPPV kanal horisontal.

Ketika kepala pasien diposisikan dengan telinga yang sakit ke bawah , kepala kemudian

berbalik cepat 90 derajat ke arah sisi yang tidak sakit (menghadap ke atas). Serangkaian

manuver 90 derajat berubah ke arah sisi tidak sakit kemudian dilakukan secara berurutan

sampai pasien telah berubah 360 derajat dan kembali ke posisi awal telinga sakit dibawah.

Dari posisi tersebut, pasien dirubah posisi ke atas kemudian dibawa ke posisi duduk.

Perubahan posisi kepala berturut-turut dapat dilakukan dalam interval 15-20 detik bahkan

10

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

ketika nystagmus terus terjadi. Interval yang lebih lama, tetapi dapat menyebabkan pasien

merasa mual, dan interval yang lebih pendek tampaknya tidak mengurangi efektivitas

pengobatan.

Latihan di rumah

Metode Brand Darroff

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan

kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30

detik, setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik baringkan dengan cepat kesisi lain,

pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini selama 3 kali pada

pagi, siang dan malam hari dan masing-masing diulang 5 kali, serta dilakukan selama 2

minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.

Terapi Bedah

Pada sebagian kecil penderita BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan

terapi konservatif bisa dilakukan operasi neurektomi atau canal plugging. Tindakan operatif

tersebut bisa menimbulkan komplikasi berupa tuli sensorineural pada 10% kasus.

11

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Prognosis

Secara umum kekambuhan BPPV setelah keberhasilan terapi berkisar 40 – 50%

dalam pengawasan 5 tahun.

II. HIPERTENSI

Definisi

Menurut guidelines JNC VII, pasien dengan peningkatan tekanan darah digolongkan pada 3

tingkatan: prehipertensi (120-139/80-89), hipertensi stage 1 (140-159/90-99) dan  hipertensi

stage 2 (>160/100). Tekanan darah normal pada dewasa adalah <120/80.8

Hipertensi emergensi (krisis) dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah mencapai

>180/120 dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ yang terlibat

diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.

Sedangkan hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah mencapai >180/120 namun

tanpa disertai adanya keterlibatan kerusakan organ.9

Etiologi & Pathofisiologi

Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau komplikasi dari

hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance terapi hipertensi pada pasien

dengan hipertensi kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi. Faktor

yang menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup dimengerti.

Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi vaskuler

sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi. Dalam

homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur tekanan

12

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan

vaskuler. Disamping itu peran renin – angitensin sistem juga sangat berpengaruh dalam

terjadinya hipertensi emergensi.8,9

Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon vasodilatasi

endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan darah. Keadaan ini

akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi vaskuler yang menetap.

Diagnosis 8,9

Membedakan antara hipertensi emegensi (adanya organ damage) dan urgensi (tanpa organ

damage) merupakan langkah yang krusial dalam menentukan penanganan. Langkah diagnosis

dapat diawali dengan histori/anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan pemeriksaan

penunjang.

Pada anamnesis harus didapatkan keterangan riwayat hipertensinya; kapan pasien pertama

kali mengalami tekanan darah tinggi; rata-rata tekanan darah; ada tidaknya tanda-tanda

kerusakan organ semisal renal dan cerebrovaskuler; obat anti-hipertensi yang diminum dan

kepatuhannya; konsumsi obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah

(simpatomimetik, NSAID, herbal, cocaine, methamphetamine, ephedra).

Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan organ dapat ditanyakan nyeri dada (MI, aorta

diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri punggung (diseksi aorta), nyeri kepala

(cerebrovaskuler), pandangang yang kabut (papiledema), dan tanda-tanda stroke seperti

kelemahan anggota gerak atau penerunan kesadaran.

Pada pemeriksaan fisik pengukuran tensi dilakukan pada kedua lengan dengan posisi pasien

supinasi dan berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri dan kanan >20 mmHg dapat

dicurigai disesksi aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan

cardiovaskuler dengan mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang mengarah pada

insufisiensi aorta mendukung untuk kecurigaan diseksi aorta. Mitral regurgitasi dapat muncul

akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat juga tanda-tanda gagal jantung. Rongki basah pada

pemeriksaan pulmo mengarah pada edema pulmo. Delirium atau flapping tremor mengarah

pada hipertensi encepalopathi.

13

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin; kimia

darah (profil ginjal, lipid), ECG, foto thoraks, urin rutin, dan CT scan.

Penanganan 8,9

Dalam penanganan pasien datang dengan hipertensi emergensi atau urgensi adalah seberapa

capat dan target tekanan darah berapa yang akan dilakukan.

I.  Hipertensi Urgensi

Prinsipnya, hipertensi urgensi dapat ditangani dengan anti-hipertensi oral dengan perawatan

rawat jalan. Namun keadaan ini sulit untuk memonitor tekanan darah setelah pemberian obat.

Obat yang diberikan dimulai dari dosis yang rendah untuk menghindari terjadinya hipotensi

mendadak terutama pada pasien dengan resiko komplikasi hipotensi tinggi seperti geriatri,

penyakit vaskuler perifer dan atherosclerosis cardiovaskuler dan penyakit intrakranial. Target

inisial penurunan tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari dengan konvensional terapi

oral.

Beberapa pilihan obat:

1. ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian dosis oral inisial 25 mg, onset aksi mulai

dalam 15 – 30 menit dan maksimum aksi antara 30 – 90 menit. Kemudian jika tekanan

darah belum turun dosis dilanjutkan 50 mg – 100 mg pada 90 – 120 menit kemudian.

2. Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemeberian 30 mg, dan dapat

diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah tercapai. Onset aksi dimulai ½ – 2 jam.

3. Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200 mg, dan diulang

3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 1 – 2 jam.

4. Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.1 – 0.2 mg dosis loading dilanjutkan

0.05 – 0.1 mg setiap jam sampai target tekanan darah tercapai. Dosis maksimum 0.7 mg.

II.     Hipertensi Emergensi

14

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Prinsip penanganan hipertensi emergensi ditentukan pada organ mana yang terlibat.

Penanganan dilakukan dengan pemeberian obat-obatan secara parenteral. Ideal rate

penurunan tekanan darah masih belum cukup jelas. Penurunan mean arterial pressure 10%

pada 1 jam awal dan 15% dalam 2 – 3 jam berikutnya direkomendasikan

Neurologic emergency. Keadaan neurologic emergency yang tersering adalah hipertensi

ensepalopathi, intracerebral hemorhagic, dan acute ischemic stroke. Pada acute stroke target

penurunan tekanan darah masih kontroversial. Hipertensi pada intracerebral bleeding

direkomendasikan oleh American Heart Association diberikan penanganan jika tekanan darah

lebih dari 180/105 mmHg.

Pasien dengan ischemic stroke membutuhkan

tekanan sistemik yang cukup untuk mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena

itu tekanan darah harus dimonitor ketat dalam 1 – 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik

menetap pada 220 mmHg diberikan penanganan.

Cardiac emergency. Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac emergency diantaranya

acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary edema, dan aortic dissection. Pasien

dengan temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat diberikan nitroglycerin, jika tanpa

heart failure bisa ditambahkan beta blocker (labetalol, esmolol) untuk menurunkan tekanan

darah.

15

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA BPPV

Pasien dengan aortic dissection, IV beta blocker harus diberikan pertama, diikuti dengan

vasodilating agent, dan IV nitroprusside. Target tekanan darah  kurang dari 120 mmHg dalam

20 menit.

Penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV diuretics dilanjutkan IV ACE inhibitor

(enalaprilat) dan nitroglycerin. Sodium nitroprusside dapat digunakan jika obat diatas tidak

cukup menurunkan tekanan darah.

Hyperadrenergic states. Pasien dengan kelebihan cathecholamine pada seting

pheochromocytoma, cocaine atau over dosis amphetamine, monoamine oxidase inhibitor-

induced hipertensi atau clonidine withdrawal syndrome dapat bermanifestasi hipertensi krisis

sindrom.

Pheochromocytoma, kotrol tekanan darah inisial dapat diberikan Sodium Nitroprusside atau

IV phentolamine. Beta blockers bisa diberikan tapi tidak boleh dipakai tunggal sampai alfa

blokade tercapai.

Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal penanganan terbaik adalah dengan dilanjutkan

pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan diatas. Benzodiazepine merupakan agen

pertama untuk penanganan intoksikasi cocaine.

Kidney failure.  Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab maupun akibat dari

hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria, mikroskopik hematuria,

oliguria dan anuria. Penanganan yang optimal masih kontroversial. Walaupun IV

nitroprusside sering digunakan, namun dapat mengakibatkan keracunan cyanida atau

thiocyanate.

Parenteral fenoldopam mesylate lebih menjanjikan hasil yang baik dan lebih safety.

Penggunaannya mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida atau thiocyanate.8,9

16