tamadun melayu - raja ali haji dan gurindam 12

37
BAB I PENDAHULUAN Gurindam Pasal Pertama Barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa mengenal yang empat, maka ia itulah orang yang ma’rifat Barang siapa mengenal Allah, suruh dan tegahnya tiada ia menyalah. Barang siapa mengenal diri, maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari. Barang siapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang teperdaya. Barang siapa mengenal akhirat, tahulah Ia dunia mudarat. Demikian bunyi gurindam pasal pertama dari gurindam dua belas yang ditulis Raja Ali Haji (1808- 1873) yang merupakan keturunan kedua Raja Haji 1

Upload: aznil-fitri-muhammad

Post on 08-Sep-2015

60 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Tamadun Melayu - Raja Ali Haji Dan Gurindam 12

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUANGurindam Pasal Pertama Barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa mengenal yang empat,

maka ia itulah orang yang marifat

Barang siapa mengenal Allah, suruh dan tegahnya tiada ia menyalah. Barang siapa mengenal diri,

maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.

Barang siapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang teperdaya. Barang siapa mengenal akhirat, tahulah Ia dunia mudarat.

Demikian bunyi gurindam pasal pertama dari gurindam dua belas yang ditulis Raja Ali Haji (1808-1873) yang merupakan keturunan kedua Raja Haji Fisabillah Yang Dipertuan IV dari Kesultanan Lingga-Riau. Lahir di pulau Penyengat Kepulauan Riau (Kepri) dan dikenal sebagai ulama penyair, ahli sejarah, pedagogi pujangga, pencatat dasar-dasar tata bahasa Melayu melalui Pedoman Bahasa, yang kemudian menjadi pijakan Bahasa Indonesia, yang diresmikan dalam Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928.

Kehebatan Raja Ali Haji dalam menafsir kebajikan dalam upaya membangun moral individu pada setiap diri manusia tak perlu diragukan. Ini tergambar utuh dari gurindam dua belas. Sebagaimana Confucius membangun pilar-pilar karakter kebajikan pada masyarakatnya. Beliau terjun langsung ke dunia pendidikan untuk mengajar Ilmu Nahu, Ilmu Sharaf, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Fiqih, dan Ilmu Tasawuf. Dengan kepakaran yang tinggi di berbagai disiplin ilmu itu beliau menjadi seorang ulama besar yang sangat disegani.

Karya gurindam dua belas adalah maha karya Raja Ali Haji yang patut dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di Bumi Melayu Kepulauan Riau. Sebagai pedoman bagi generasi mendatang, karya tersebut perlu ditelaah sebagai pedoman bagi anak bangsa.

Mengamati keberadaan gurindam dua belas yang dibuat 300 tahun silam tersebut, bisa disimpulkan bahwa Melayu adalah bangsa yang berjaya sejak dulu. Kejayaan itu jelas terlihat dari segi budaya, etika, moral, tata krama, dan segala tauladan kehidupan bersosial, beragama dan berbangsa.

Meskipun sebuah karya yang telah ada sejak ratusan tahun lalu, namun kedahsyatan nilai yang terkandung dalam pasal demi pasal dalam gurindam dua belas tak pernah lekang ditelan zaman. Isi dan pesan yang disampaikan selalu relevan dengan perjalanan waktu, bahkan menjadi pedoman yang kokoh bagi masyarakat Melayu hingga kini.

BAB II GURINDAM DUA BELASA. LATAR BELAKANG GURINDAM DUA BELAS1. Riwayat Hidup Raja Ali Haji

Raja Ali Haji dilahirkan di Pulau Penyengat (sekarang masuk wilayah Kepulauan Riau, Indonesia) pada tahun 1808 dari ayah bernama Raja Ahmad (bergelar Engku Haji Tua) dan seorang ibu bernama Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor. Raja Ali Haji adalah cucu dari Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan IV dari Kerajaan Riau-Lingga dan merupakan keturunan bangsawan Bugis. Raja Ali Haji memiliki beberapa saudara laki-laki dan perempuan dari ayah yang sama, yaitu Raja Haji Daud (sulung), Raja Endut alias Raja Umar, Raja Salehah, Raja Cik, Raja Aisyah, Raja Abdullah, Raja Ishak, Raja Muhammad, Raja Abu Bakar, dan Raja Siti (bungsu). Keluarga Raja Ahmad ini termasuk orang-orang yang gemar menulis. Sebagai sastrawan, Raja Ahmad pernah menghasilkan setidaknya tiga buah karya yaitu : Syair Engku Putri, Syair Perang Johor, dan Syair Raksi. Darah sastrawan yang ada pada diri Raja Ahmad tersebut tumbuh dan berkembang lebih besar pada diri Raja Ali Haji.

Sejak kanak-kanak, Raja Ali Haji mendapat pendidikan di lingkungan istana kerajaan Penyengat dari para ulama yang datang dari berbagai negeri untuk mengajarkan Islam. Untuk menambah wawasan, Raja Ali Haji seringkali mengikuti perjalanan ayahnya ke berbagai daerah untuk berdagang, termasuk perjalanan pergi haji. Tahun 1822 ia bersama sang ayah pergi ke Betawi

menjumpai Gubernur Jendral Baron van der Capellen. Saat itu, ia sempat menonton Komidi Holanda di Schouwbrurg (sekarang Gedung Kesenian Jakarta). Tahun 1826, bersama sang ayah ia berniaga ke pulau Jawa dan sempat bertemu dengan Residen Jepara D.W. Punket van Haak. Sekitar tahun 1827, Raja Ali Haji bersama ayahnya menunaikan ibadah haji ke Mekah. Kemudian tinggal di sana selama setahun untuk memperluas pengetahuan agama. Di Mekah, ia sempat belajar beberapa bidang keislaman dan ilmu bahasa Arab pada Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.

Berbekal pengembaraan intelektual dan pengalaman yang telah dilaluinya, Raja Ali Haji tumbuh menjadi pemuda berwawasan luas. Meskipun usianya masih muda, ia sudah dikenal sebagai seorang ulama yang seringkali diminta fatwanya oleh pihak kerajaan. Pada tahun 1845, Raja Ali bin Raja Jafar diangkat menjadi Yamtuan Muda, dan Raja Ali Haji dikukuhkan sebagai penasehat keagamaan negara. Pada tahun 1858, Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Abdullah Mursyid mangkat, maka Raja Ali Haji diberi amanat untuk mengambil alih segala urusan hukum yaitu semua urusan yang menyangkut jurisprudensi Islam. Meskipun ia memiliki posisi penting di pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga, hal itu tak membuat produktivitasnya dalam menulis menjadi surut.

Begitu piawainya ia menulis dan merangkai kata-kata, sehingga hasil karyanya meliputi berbagai bidang bahasan, seperti keagamaan, kesusastraan Melayu, politik, sejarah, filsafat, dan juga hukum. Lewat karya-karya tersebut, Raja Ali Haji membuktikan dirinya tidak hanya sekadar sejarawan, tapi juga seorang ulama, pujangga, dan sastrawan yang memiliki komitmen memelihara nilai keislaman serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakat. Ia dikenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat karyanya Pengetahuan Bahasa yang menjadi standar bahasa Melayu yang kemudian dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia juga dikenal sebagai sejarawan lewat karya monumentalnya berjudul Tuhfat al-Nafis, dan sebagai sastrawan lewat karyanya Gurindam Dua belas.

Raja Ali Haji wafat pada tahun 1873 dan dimakamkan di Pulau Penyengat, tepatnya di kompleks pemakaman Engku Putri Raja Hamida. Untuk melestarikan

karya-karyanya, pada awal tahun 1890, segenap sanak keluarganya mendirikan perkumpulan bernama Rusdyiah Club yang bergerak di bidang pembinaan umat serta penerbitan buku-buku Islami.

2. Pemikiran / Pengaruh Raja Ali HajiSebagai sosok ulama dan kalangan elit kerajaan, pemikiran Raja Ali Haji lebih banyak berkisar pada upaya restorasi kerajaan dan tradisi Melayu pada masa itu. Pemikiran tersebut, sebagian besar tertuang dalam berbagai karyanya. Dalam Tuhfat al-Nafis, disebutkan bahwa suasana Melayu telah memasuki masa modern dan kolonialisme, dimana masyarakat Melayu tengah menghadapi perubahan- perubahan di bidang sosial dan budaya. Maka Raja Ali Haji tampil sebagai seorang askar kerajaan untuk menjaga keberlangsungan tradisi dan budaya Melayu. Pemikiran Raja Ali Haji dinyatakan melalui himbauan moral yang ditujukan kepada elit kerajaan yang berkuasa, agar melaksanakan kekuasaan mereka berdasarkan nilai dan norma islami.

Dalam Tsamarat al-Muhimmah, Raja Ali Haji juga menegaskan bahwa prasyarat untuk menjadi seorang raja dan elit kekuasaan, yaitu : harus beriman, cakap, adil, bijaksana, serta syarat-syarat lain yang menjadi kriteria konsep penguasa ideal. Baginya, kerajaan merupakan sistem politik yang tepat untuk membangun masyarakat Melayu. Oleh karena itu, kedudukan raja sangat penting dalam pembentukan kehidupan sosial-keagamaan kerajaan dan masyarakat.

Bahkan pada salah satu pembahasannya, ia mengetengahkan kritik pedas terhadap perilaku politik raja-raja Melayu yang dinilai telah menyimpang dari nilai-nilai Islam. Dalam hal ini, ia menunjuk pada konflik politik antara Sultan Mahmud dan Raja Indra Bungsu, yang berujung pada terjadinya kerusuhan pada tahun 1787. Menurut Raja Ali Haji, kasus ini merupakan bukti bahwa ajaran Islam, khususnya pengendalian hawa nafsu, telah terabaikan dalam kehidupan politik raja-raja Melayu. Dalam pemikiran-pemikiran yang dilontarkan, Raja Ali Haji berusaha membangun kembali supremasi politik kerajaan Melayu sebagai satu bangunan sosial-politik bagi masyarakat Melayu. Pemikiran Raja Ali Haji tersebut banyak berpengaruh pada masyarakat Melayu, khususnya para seniman

dan budayawan di daerah Sumatera, Jawa, Malaysia, Singapura, Brunei, bahkan sampai ke Belanda.

3. Karya-karya Raja Ali HajiSebagai sosok ulama, pujangga, sejarawan dan budayawan, Raja Ali Haji telah banyak melahirkan karya berupa naskah dan cetakan dalam huruf Arab, antara lain :

a. Bustan al-Katibin Li al-Subyan al-Mutaallimin, Yayasan Kebudayaan

Indera Sakti Pulau Penyengat, (tahun 1983)

b. Kitab Pengetahuan Bahasa, diterbitkan oleh Al-Mathba at Al- Ahmadiyah/Al-Ahmadiah Press, Singapura (tahun 1345 AH).

c. Syiar Hoekoem Nikah

d. Syair Siti Shianah Shahib al-Ulum wa al-Amanah, Yayasan Kebudayaan

Indera Sakti Pulau Penyengat (tahun 1983)

e. Gurindam Dua belas dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh E.

Netscher De Twaalf Spreukgedichten, diterbitkan oleh Tijdschrift van het

Bataviaasch Genootschap II, Batavia (tahun 1854)

f. Muqaddimah Fi Intizam al-Wazaif al-Mulk, diterbitkan oleh Pejabat

Kerajaan Lingga (tahun 1304 AH)

g. Tsamarat al-Muhimmah, diterbitkan oleh Pejabat Kerajaan Lingga (tahun

1304 AH)

h. Sinar Gemala Mestika Alam, diterbitkan oleh Mathba at Al-Riauwiyah, Pulau Penyengat (tahun 1313 AH)

i. Silsilah Melayu dan Bugis, diterbitkan oleh Al-Imam, Singapura (tahun

1911)

j. Suluh Pegawai, diterbitkan oleh Mathba at Al-Ahmadiah, Singapura

(tahun 1342 AH)

k. Siti Shianah, diterbitkan oleh Mahtha at Al-Ahmadiah/Al-Ahmadiah

Press, Singapura (tahun 1923)

l. Tuhfat Al-Nafis, diterjemahkan oleh R.O Winstedt dan diterbitkan oleh

The Malayan Branch of Royal Asiatic Society, Singapura (tahun 1932)

m. Syair Abdul Muluk, Singapura.

Selain karya-karya tersebut di atas, Raja Ali Haji juga memiliki karya yang dicetak dalam huruf Latin, antara lain :

a. E. Netscher, De twaalf spreukgedichten; Een Maleisch gedicht door Radja Ali Hasji van Riouw, uitgegeven en van de vertaling en aanteekeningen voorzien, Tijdschbrift voor indische Taal-, Land-en Volkenkunde 2 : 11-

32 (tahun 1854)

b. Bustanu al-Katibin, diterjemahkan oleh H. Von de Wall, Boekbeoordeling door H von de Wall: Kitab Perkeboenan bagi kanak-kanak jang hendak menoentoet berladjar akan dija, Tjidschrift voor Indische Taal-, Landen Volekenkunde (tahun 1870)

c. Tuhfat Al-Nafis, diterjemahkan oleh Encik Munir bin Ali, Malaysian

Publication Ltd., Singapura (tahun 1965)

d. The Precious Gift (Tuhfat al-Nafis), diterjemahkan oleh Virginia Matheson & Barbara Watson Andaya, Oxford University Press, Kuala Lumpur (tahun 1982)

e. Tuhfat Al-Nafis: Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji, diterjemahkan oleh

Virginia Matheson, Fajar Bakti, Petaling Jaya (tahun 1982)

f. Gurindam Dua belas, dalam Abdul Hadi W.M., Sastra Sufi; Sebuah

Antologi, Pustaka Firdaus, Jakarta (tahun 1985)

g. Kitab Pengetahuan Bahasa, diterjemahkan oleh R. Hamzah Yunus, Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pekanbaru (tahun 198-1987)

h. Syair Abdul Muluk, Balai Poestaka, Batavia, (tanpa tahun)

i. Syair Abdul Muluk, diterjemahkan oleh Siti Syamsiar, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Pekanbaru (tahun 1988-1989)

j. Tuhfat al-Nafis, Virginia Matheson Hooker, Dewan Bahasa dan Pustaka

Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur (tahun 1991)

k. Syair Suluh Pegawai, Al-Mathba ah al-Ahmadiyah/al-Ahmadiah Press, Singapura (17 Rabiul Awal 1342 AH/1923)

l. Penyair dan Tuan Puteri, dalam Berkala Sastra Menyimak, terbitan ketiga

28 April 28 Juli, Pekanbaru (tahun 1993).

4. Penghargaan yang diterima Raja Ali HajiRaja Ali Haji dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional, atas karyanya Kitab Pedoman Bahasa yang ditetapkan sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia, dari Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (10

November 2004).

5. Tentang Gurindam Dua belasGurindam dua belas ditulis oleh Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, pada tarikh 23 Rajab 1263 Hijriyah atau 1847 Masehi dalam usia

38 tahun. Karya ini terdiri atas 12 pasal dan dikategorikan sebagai Syiar al-Irsyadi atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridhoi Allah. Selain itu terdapat pula pelajaran dasar Ilmu Tasawuf tentang mengenal yang empat : yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Diterbitkan pada tahun 1854 dalam Tijdschrft van het Bataviaasch Genootschap No. II, Batavia, dengan huruf Arab dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Elisa Netscher.

Gurindam dua belas merupakan salah satu karya monumental Raja Ali Haji. Disebut monumental, karena walaupun ditulis sekitar dua abad yang lalu, kedalaman makna, keindahan bunyi, serta kandungan isinya masih relevan hingga saat ini. Gurindam termasuk salah satu bentuk puisi lama. Menurut Raja Ali Haji, Gurindam adalah perkataan bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangan sahaja, jadilah seperti sajak yang pertama itu syarah dan sajak yang kedua itu seperti jawab. Sementara disebut Gurindam dua belas karena gurindam ini terdiri dari dua belas pasal.

Gurindam dua belas merupakan sari pati dari dua karya Raja Ali Haji, muqaddima fi intizam dan tsamarat al muhimmah (Hasan Junus dkk, 1995: 114). Oleh karena itu, walaupun hanya terdiri dari dua belas pasal, kandungan isi

Gurindam dua belas mencakup ranah yang sangat luas, seperti masalah ketuhanan, keluarga, etika pergaulan, dan kenegaraan.

Raja Ali Haji, selaku seorang muslim yang taat, mengaktualisasikan empat aspek ajaran agamanya itu (syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat ) ke dalam Gurindam dua belas yang terkenal dalam sejarah sastra Melayu Indonesia. Raja Ali Haji menciptakan Gurindam dua belas itu pada hakikatnya merupakan cerminan perasaan, pengalaman, dan pemikirannya dalam hubungannya dengan hidup dan kehidupan manusia di dunia ini. Gurindam dua belas itu dengan sendirinya mengandung intensi Raja Ali Haji yang berupa buah pikiran dan perasaannya, pandangan dan gagasannya, ataupun segenap pengalaman kejiwaannya, yang pada gilirannya karya sastranya itu membuat pembaca yang mampu memahaminya merasa senang dan dengan perasaan yang tidak mengenal jemu senantiasa menjadikannya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan berguna.

Di dalam Gurindam dua belas itu Raja Ali Haji telah mengungkapkan pemikiran dan cita-cita keagamaanya yang pada dasamya sangat erat kaitannya dengan sumber dan muara gurindam sebagai karya sastra, yakni bidang agama yang melingkupi Raja Ali Haji dan masyarakat Me1ayu. Bagi Raja Ali Haji, seseorang sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama apabila dia tidak mengenal dan menghayati yang empat seperti yang diungkapkannya di dalam gurindam pasal yang pertama itu. yakni syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Oleh karcna itu, tidaklah terlalu berlebihan apabila dikatakan bahwa agama Islam bagi Raja Ali Haji merupakan gapura agung bagi karya sastranya, atau merupakan sumber penciptaan gurindamnya dan kepada agamalah gurindamnya itu bermuara. "Pada awal mula, segala sastra adalah religius," demikian kata mangunwijaya (1982), walaupun harus disadari bahwa pengertian agama jangan diidentikkan dengan pengertian religi.

Bagi Raja Ali Haji, dalam perspektif kebudayaan bangsa dan masyarakatnya, agama Islam merupakan simpul pengikat bagi berbagai macam tingkatan sosial dalam pembinaan kebudayaan itu sendiri. Agama (nilai-nilai Islam) yang akan menjaga pranata tradisi Melayu, yang menjaga pranata moral,

dan yang akan mengarahkan pembinaan generasi dengan mengajarkan bermacam kebajikan, kebaikan, dan kebenaran. Bersamaan dengan fungsinya yang konservatif itu, agama (nilai-nilai Islam) bagi Raja Ali Haji juga merupakan faktor yang kreatif dan dinamik, yang merangsang dan memberi makna kehidupan, mempertahankan kemapanan suatu pola kemasyarakatan dan sekaligus sebagai penunjuk jalan bagi umat manusia di tengah rimba belantara kehidupan dunia dengan memberikan harapan akan masa depan. Dengan demikian, jelaslah bahwa agama (nilai-nilai Islam) merupakan dorongan penciptaan gurindam dua belas dan sebagai sumber ilhamnya.

B.ISI GURINDAM DUA BELAS Gurindam IIni gurindam pasal yang pertama: Barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa mengenal yang empat,

maka ia itulah orang yang marifat

Barang siapa mengenal Allah,

suruh dan tegahnya tiada ia menyalah. Barang siapa mengenal diri,

maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari. Barang siapa mengenal dunia,

tahulah ia barang yang teperdaya. Barang siapa mengenal akhirat, tahulah Ia dunia mudarat.

Gurindam IIIni gurindam pasal yang kedua: Barang siapa mengenal yang tersebut, tahulah ia makna takut.

Barang siapa meninggalkan sembahyang,

seperti rumah tiada bertiang. Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua termasa. Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat. Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji.

Gurindam IIIIni gurindam pasal yang ketiga: Apabila terpelihara mata, sedikitlah cita-cita.

Apabila terpelihara kuping,

khabar yang jahat tiadalah damping. Apabila terpelihara lidah,

niscaya dapat daripadanya paedah.

Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan, daripada segala berat dan ringan.

Apabila perut terlalu penuh, keluarlah fiil yang tiada senunuh. Anggota tengah hendaklah ingat,

di situlah banyak orang yang hilang semangat

Hendaklah peliharakan kaki,

daripada berjalan yang membawa rugi.

Gurindam IVIni gurindam pasal yang keempat:Hal kerajaan di dalam tubuh,

jikalau lalim segala anggotapun rubuh. Apabila dengki sudah bertanah,

datanglah daripadanya beberapa anak panah.

Mengumpat dan memuji hendaklah pikir, di situlah banyak orang yang tergelincir. Pekerjaan marah jangan dibela,

nanti hilang akal di kepala.

Jika sedikitpun berbuat bohong,

boleh diumpamakan mulutnya itu pekong. Tanda orang yang amat celaka,

aib dirinya tiada ia sangka. Bakhil jangan diberi singgah, itupun perampok yang amat gagah. Barang siapa yang sudah besar,

janganlah kelakuannya membuat kasar. Barang siapa perkataan kotor,

mulutnya itu umpama ketur. Di mana tahu salah diri,

jika tidak orang lain yang berperi.

Gurindam VIni gurindam pasal yang kelima:Jika hendak mengenai orang berbangsa, lihat kepada budi dan bahasa,

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia, sangat memeliharakan yang sia-sia.

Jika hendak mengenal orang mulia, lihatlah kepada kelakuan dia.

Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu.

Jika hendak mengenal orang yang berakal, di dalam dunia mengambil bekal.

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai, lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Gurindam VIIni gurindam pasal yang keenam:Cahari olehmu akan sahabat, yang boleh dijadikan obat. Cahari olehmu akan guru,

yang boleh tahukan tiap seteru. Cahari olehmu akan isteri,

yang boleh menyerahkan diri. Cahari olehmu akan kawan,

pilih segala orang yang setiawan. Cahari olehmu akan abdi,

yang ada baik sedikit budi,

Gurindam VIIIni Gurindam pasal yang ketujuh:Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan suka, itulah tanda hampirkan duka.

Apabila kita kurang siasat,

itulah tanda pekerjaan hendak sesat. Apabila anak tidak dilatih,

Jika besar bapanya letih. Apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang. Apabila orang yang banyak tidur, sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan khabar, menerimanya itu hendaklah sabar. Apabila mendengar akan aduan,

membicarakannya itu hendaklah cemburuan.

Apabila perkataan yang lemah-lembut, lekaslah segala orang mengikut. Apabila perkataan yang amat kasar, lekaslah orang sekalian gusar.

Apabila pekerjaan yang amat benar, tidak boleh orang berbuat onar.

Gurindam VIIIIni gurindam pasal yang kedelapan: Barang siapa khianat akan dirinya, apalagi kepada lainnya.

Kepada dirinya ia aniaya,

orang itu jangan engkau percaya.

Lidah yang suka membenarkan dirinya, daripada yang lain dapat kesalahannya. Daripada memuji diri hendaklah sabar, biar dan pada orang datangnya khabar. Orang yang suka menampakkan jasa, setengah daripada syirik mengaku kuasa. Kejahatan diri sembunyikan,

kebaikan diri diamkan. Keaiban orang jangan dibuka, keaiban diri hendaklah sangka.

Gurindam IXIni gurindam pasal yang kesembilan:Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan,

bukannya manusia yaituiah syaitan. Kejahatan seorang perempuan tua, itulah iblis punya penggawa.

Kepada segala hamba-hamba raja, di situlah syaitan tempatnya manja. Kebanyakan orang yang muda-muda, di situlah syaitan tempat berkuda.

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan, di situlah syaitan punya jamuan.

Adapun orang tua yang hemat, syaitan tak suka membuat sahabat Jika orang muda kuat berguru, dengan syaitan jadi berseteru.

Gurindam XIni gurindam pasal yang kesepuluh: Dengan bapa jangan durhaka, supaya Allah tidak murka.

Dengan ibu hendaklah hormat, supaya badan dapat selamat. Dengan anak janganlah lalai, supaya boleh naik ke tengah balai.

Dengan isteri dan gundik janganlah alpa, supaya kemaluan jangan menerpa.

Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.

Gurindam XIIni gurindam pasal yang kesebelas:Hendaklah berjasa, kepada yang sebangsa. Hendaklah jadi kepala, buang perangai yang cela.

Hendaklah memegang amanat, buanglah khianat.

Hendak marah, dahulukan hajat. Hendak dimulai, jangan melalui. Hendak ramai, murahkan perangai.

Gurindam XIIIni gurindam pasal yang kedua belas:Raja muafakat dengan menteri, seperti kebun berpagarkan duri. Betul hati kepada raja,

tanda jadi sebarang kerja. Hukum adil atas rakyat, tanda raja beroleh inayat.

Kasihan orang yang berilmu, tanda rahmat atas dirimu.

Hormat akan orang yang pandai, tanda mengenal kasa dan cindai. Ingatkan dirinya mati,

itulah asal berbuat bakti. Akhirat itu terlalu nyata, kepada hati yang tidak buta.

C. MAKNA TIAP PASAL PADA GURINDAM DUA BELASGurindam Dua belas merupakan sari pati dari dua karya Raja Ali Haji, muqaddima fi intizam dan tsamarat al muhimmah (Hasan Junus dkk,1995: 114). Oleh karena itu, walaupun hanya terdiri dari dua belas pasal, kandungan isi Gurindam Dua belas mencakup ranah yang sangat luas, seperti masalah ketuhanan, keluarga, etika pergaulan, dan kenegaraan. Melalui Gurindam Dua

belas, nampaknya Raja Ali Haji hendak membangun sebuah masyarakat Melayu yang berlandaskan nilai-nilai keislaman.

Dalam pasal pertama misalnya, Raja Ali Haji menekankan pentingnya orang agama. Menurutnya, hanya orang-orang beragama yang namanya pantas untuk disebutkan. Orang yang beragama niscaya akan mengetahui dirinya dan mengenal tuhannya, sehingga dia tidak akan terpedaya oleh tipu daya dunia.

Setelah menekankan pentingnya beragama dan bertuhan pada pasal pertama, pada pasal kedua Raja Ali Haji memberikan alasan mengapa hanya orang beragama yang namanya layak untuk disebutkan. Menurutnya, agama mempunyai seperangkat aturan yang akan menuntun manusia menuju kebaikan.

Pada pasal ketiga, Raja Ali Haji menekankan pentingnya menjaga anggota badan. Kemampuan menjaga anggota badan akan membawa manusia mendapatkan kebaikan, dan kelalaian menjaganya akan merugikan. Misalnya orang yang memelihara lidahnya, maka dia akan mendapatkan banyak faedah. Sedangkan orang yang perutnya penuh (makan terus menerus), dari tubuhnya hanya akan keluar barang-barang yang tidak senonoh.

Selanjutnya dalam pasal keempat, Raja Ali Haji berwasiat tentang pentingnya menjaga hati agar terhindar dari sifat-sifat tercela, seperti dzalim, dengki, marah, bakhil, dan lain sebagainya.

Setelah mengajarkan bagaimana menjadi individu yang baik dalam pasal

1-4, pada pasal kelima Raja Ali Haji mengajarkan bagaimana mengenal dan memahami orang lain. Menurut Raja Ali Haji, dengan melihat budi dan bahasa seseorang, kita akan mengetahui bangsa orang tersebut. Jika kita melihat orang yang selalu memelihara yang sia-sia, maka kita akan bertemu dengan orang yang berbahagia. Selain itu, pasal ini juga mengetengahkan bagaimana caranya mengenal orang berilmu, berakal, dan berperangai baik. Dengan kata lain, dengan melihat sikap dan perilaku seseorang, kita akan mengetahui dari jenis apakah orang itu. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga bahasa, sikap dan perilaku kita.

Pasal keenam berisi tentang kriteria sahabat, guru, istri, dan kawan yang harus dicari. Pasal ketujuh berisi himbauan agar senantiasa mawas diri, berbicara

seperlunya, tidak berhura-hura, para orang tua hendaknya melatih anaknya, menjaga prilaku dan lain sebagainya. Demikian juga dengan pasal kedelapan dan kesembilan. Di dalam kedua pasal tersebut, Raja Ali Haji mengingatkan kita agar senantiasa mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan bersikap waspada terhadap orang yang mempunyai kebiasaan buruk.

Gurindam Dua belas pasal kesepuluh berkaitan dengan etika anak kepada orang tuanya, kewajiban orang tua kepada anaknya, dan etika bergaul dalam pertemanan. Untuk menghindari kemurkaan Allah misalnya, anak tidak boleh durhaka kepada bapaknya. Dan agar badan selamat, seoarang anak harus hormat kepada ibunya.

Gurindam Dua belas juga membahas tentang kepemimpinan, sebagaimana termaktub dalam pasal kesebelas. Pasal ini mendorong siapa saja untuk menjadi pemimpin, yaitu pemimpin yang memberikan manfaat kepada yang dipimpinnya (berjasa), beperangai baik (tidak tercela), teguh menjaga amanat (tidak khianat), dan bersikap rasional (hujjah).

Pasal terakhir Gurindam Dua belas mengajarkan tentang etika politik dalam pemerintahan yang meliputi permufakatan dalam membuat kebijakan, menyerahkan pekerjaan kepada ahlinya, keadilan hukum, dan senantiasa menghargai jasa kaum cerdik pandai. Selain itu, pasal ini juga mengingatkan kepada kita bahwa para pemimpin harus senantiasa dikritisi dan ingatkan.

BAB III PENUTUPDemikianlah Raja Ali Haji telah menunjukkan kemampuannya dalam menyerap teks-teks sumber ajaran agama, ajaran Islam, yang kemudian diaktualisasikannya di dalam bait-bait gurindamnya. Raja Ali Haji telah memanfaatkan sebaik-baiknya teks-teks sumber ajaran agamanya itu, digunakannya untuk melaksanakan cita-cita artistiknya dalam kerangka sistem konvensi sastra yang ada, konvensi sastra yang cukup populer dan menguasai masyarakat zamannya, yakni jenis gurindam di samping jenis pantun dan syair, konvensi puisi yang dipertahankan dengan konsisten untuk menjadi dasar ekspresi dan merupakan pelaksanaan pola harapan dari masyarakat pembaca. Dengan membaca dan memahami makna dari gurindam dua belas, Raja Ali Haji mengharapkan agar terbentuknya masyarakat melayu yang agamis dan selalu berpegang teguh pada ajaran Islam, sehingga akan selamat dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKAAhmad, Musa. (2010). Aktualisasi Nilai-nilai Islam dalam Gurindam Dua Belas Karya Raja Ali. [Online]. Tersedia:http://www.wordpress.comMahdini. (2003). Raja dan Kerajaan dalam Kepustakaan Melayu. Riau : Yayasan Pustaka Riau.

-. (2010). Resensi Buku Gurindam Dua Belas dan Syair Sinar Gemala Mestika Alam. [Online]. Tersedia:http://www.rajaalihaji.com-. (2010). Raja Ali Haji. [Online]. Tersedia:http://www.melayuonline.com18