t e s i s oleh nuning putriani

326
PERTUNJUKAN SAMAN DI BLANGKEJEREN ACEH: ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI NIM: 097037014 PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 2 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

PERTUNJUKAN SAMAN DI BLANGKEJEREN ACEH:

ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Oleh

NUNING PUTRIANI NIM: 097037014

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 2

Universitas Sumatera Utara

Page 2: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

PERTUNJUKAN SAMAN DI BLANGKEJEREN ACEH:

ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh NUNING PUTRIANI

NIM: 097037014

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 2

Universitas Sumatera Utara

Page 3: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Judul Tesis : PERTUNJUKAN SAMAN DI BLANGKEJERENACEH:

ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK

Nama : Nuning Putriani Nomor Pokok : 097037014 Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001

Ketua

Arifninetrirosa, SST, M.A. NIP 196502191994032002

Anggota Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001

Fakultas Ilmu Budaya Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Tanggal lulus:

Universitas Sumatera Utara

Page 4: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Telah diuji pada

Tanggal

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (……………………..)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu., M.Hum. (..…..………………..)

Anggota I : Drs. M. Takari., M.Hum., Ph.D (….… ………………)

Anggota II : Arifninetrirosa., SST, M.A. (...……………………)

Anggota III : Yusnizar Heniwaty., SST, M.Hum. (……………...………)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, 2012

Nuning Putriani NIM 097037014

Universitas Sumatera Utara

Page 6: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

ABSTRACT

This study examines the meaning and the meaning of poetry in motion saman dance, which aims to preserve the saman dance later in the day, and the efforts to adjust to market tastes and desires of the dancers to enrich saman dance movements. The results of this study indicate the development of creativity semangkin motion was carried by the dancers Blangkejeren saman contained in Gayo Lues, in accordance with the times today, So is the meaning of each movement performed by the dancers saman. Movement of the dancers have a lot of changes, not monotony must follow a simple pattern of motion again, but it follows the pattern of motion of the more creative in accordance with the times, and well adapted to poetry and meaning in each text. Assessment results showed saman texts, words or a poem that was sung growing and expanding to suit the theme of the show which was performed at the saman dance is displayed. Saman dance now be shown for entertainment at events that are no longer contains religious elements, but saman dance can be displayed in the context of entertainment that are entertaining. Saman contains text about the theme song of the event, which is the advice or information from the event are made at the time.

Saman dance has been known at the national and international level and can be danced in a place that do not need a place that is not so broad, so it is not so troublesome for the practitioner to disseminate among the people of this dance, and easier for its development, because the pattern of the floor the saman dance is very simple, easily followed by anyone, not complicated, because less sedentary, just wear patterns on the floor, although the saman dance performances in the public as to contain magical movements are energetic and dynamic. Saman dance but also contains some elements of art, which are summarized into a single movement and vocal literature and art form of the matching outfits and support the overall appearance of this saman dance.

Keywords: Saman, Dance, History, Meaning, Music Structure,

Function.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

INTISARI

Penelitian ini mengkaji tentang makna gerak dan makna syair pada tari saman, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian seni tari saman di kemudian hari, dan adanya usaha-usaha untuk penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para penari untuk memperkaya gerakan-gerakan tari saman. Hasil penelitian ini menunjukkan sudah semangkin berkembangnya kreatifitas gerak yang dilakukan oleh penari-penari saman yang terdapat di Blangkejeren di Gayo Lues tersebut, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, Begitu juga dengan makna disetiap gerak yang dilakukan oleh para penari saman. Gerakan penari sudah banyak perubahan, tidak monoton harus mengikuti pola gerak yang sederhana lagi, tetapi sudah mengikuti pola gerak yang lebih kreatif sesuai dengan perkembangan zaman, dan juga disesuaikan dengan syair dan makna disetiap teksnya.

Hasil pengkajian teks saman menunjukkan, kata-kata atau syair yang dinyanyikan sudah semakin berkembang dan meluas yang disesuaikan dengan tema acara yang dipertunjukan pada saat tari saman ini ditempilkan. Tari saman saat ini sudah bisa ditampilkan untuk hiburan pada acara-acara yang sifatnya tidak lagi mengandung unsur keagamaan, tetapi tari saman sudah bisa ditampilkan pada konteks hiburan yang sifatnya menghibur. Teks lagu saman berisikan tentang tema acara tersebut, yang merupakan nasehat-nasehat atau keterangan dari acara yang dibuat pada saat itu. Tari saman telah dikenal di tingkat nasional maupun Internasional dan dapat ditarikan dalam suatu tempat yang tidak begitu memerlukan tempat yang tidak begitu luas, sehingga tidak begitu menyusahkan bagi para pelaksana untuk menyebar luaskan tarian ini di kalangan masyarakat, dan lebih mudah untuk pengembangannya, dikarenakan Pola lantai pada tari saman sangat sederhana, gampang diikuti oleh siapapun , tidak rumit, karena kurang banyak bergerak, hanya memakai pola lantai di tempat, meskipun tari saman secara pertunjukan dikenal publik seperti mengandung magis dengan gerakan-gerakannya yang energik dan dinamis. Namun tari saman juga mengandung beberapa unsur seni yang dirangkum menjadi satu gerak suara vokal dan sastra serta seni rupa berupa perangkat pakaian yang serasi dan mendukung secara keseluruhan penampilan tari saman ini.

Kata Kunci : Saman, Tari, Sejarah, Makna, Struktur Musik, Fungsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

PRAKATA

Syukur Alhamdullillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tesis ini dengan baik. Berikutnya selawat dan salam ke pangkuan Nabi

besar Muhammad SAW, yang telah membimbing kita kejalan yang benar.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih

kepada

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).,

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A.,

sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas dan sarana

pembelajaran bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas

Sumatera Utara ini dalam kondisi yang nyaman.

2. Bapak Drs. Irwansyah, M.A., selaku Ketua Program Studi Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara

(USU), selaku Penguji yang telah memberikan masukan dan dorongan sehingga

tesis ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Drs. Torang Naiborhu., M, Hum, selaku Sekretaris Program Studi

Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas

Sumatera Utara (USU), dan juga selaku Penguji yang telah bagitu banyak

memberi masukan dan materi dalam hal teknik penulisan yang benar demi

sempurnanya tesis ini.

4. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Dosen pembimbing

utama, yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya tesis ini

Universitas Sumatera Utara

Page 9: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

serta membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan seni.

5. Ibu Arifninetrirosa., SST, M.A. sebagai pembimbing dua atas masukan dan

saran-saran yang berarti bagi terselesainya tesis ini.

6. Ibu Yusnizar Heniwati., SST., M.Hum. atas semua masukan dan bimbingan

selama proses pembuatan tesis sehingga penulis kaya akan teknik penelitian dan

penulisan tesis ini.

7. Staf bagian Tata Usaha Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU),

yang selama proses pembuatan tesis sehingga mendapatkan informasi yang

berharga dalam penyusunan penelitian ini.

8. Bapak Ir. Abniran Arbika Gayo (Takengon), selaku pengamat Seni Gayo, yang

telah banyak membantu memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam

Penelitian tari saman di Balangkejeren dan Takengon.

9. Bung Munawir Arlotti, dari Lembaga Penelitian Takengon, yang telah begitu

sabar membantu dan menuntun penulis dalam Penelitian tari saman di

Blangkejeren dan Takengon.

10. Seluruh teman-teman guru, Dra, Ernani, Juli Elisa., S.Pd. Hayati Mutmaimah.,

S.Pd, ,Herly Herawati Bangun., SE, Donald Dumex Hutahuruk, Chatrine

Sumiaty Tampubolon., S.Pd Drs. Kamaluddin Galingging., M.Sn, teman-teman

dari TK Commonwealth International Academy/Tumbble Toots Medan, serta

teman-teman dari Komunitas Musik Nusantara, Dimana selama ini telah banyak

mendukung dan memberi semangat kepada saya.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

11. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis

sampaikan kepada keluarga tercinta, terutama kepada, Alm Ayahnda H.

Muhammad. Samin KS, Ibunda Hj, Asmayani Ishak Khan, abangnda Ir. Trisno

Mulyono, kakanda Dra. Sri Mulyani beserta suami Drs. H. Syaiful Amri,

Kakanda Dra. Dewi Trisakti, adinda Ir. Pepy Kurniati beserta suami Drs.

Ahmad Saputra., MM., Dra. Ririt Kurniasih., M.Pd beserta Suami, Kasmudin

Situmorang, Yusnah Kosim., SH beserta suami, Drs. Komis, dan lainnya, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang selama ini telah banyak

membantu penulis baik dalam suka maupun duka.

12. Kepada rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Penciptaan dan

Pengkajian Seni angkatan ke-1 Fakultas Ilmu Budaya, Boho Pardede., S.Sn.

Monang Sianturi., S.Sn. Andi Manurung., S.Sn. Hubari Gulo., S.Sn. Hendrick

Simajuntak., S.Sn. Muhammad Husein., S.Sn. Sanur., S.Sn. Universitas

Sumatera Utara ( USU ), Tahun 2009.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kelemahan dan kekurangan,

untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikannya. Semoga karya ini dapat berguna

bagi yang lainnya. Amin

Medan Penulis

Universitas Sumatera Utara

Page 11: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1 . Nama : Nuning Putriani IDENTITAS DIRI

2. Tempat / Tanggal Lahir : Cot Girek,18-Agustus-1968 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Kewarganegaraan : Indonesia 6. Nomor Telephon : 081361773456 / 77412289 7. Alamat : Prum.Graha Deli Permai Blok B7/9

Johor.Medan 8. Pekerjaan : Kepala Sekolah Commonwealth International Academy /Tumble Toots Medan Dosen Seni Musik dan Tari Universitas Terbuka Medan

1. Sekolah dasar Negri 1 Cot Girek Lulus Tahun 1982 PENDIDIKAN

2. Sekolah Menengah Pertama Lulus Tahun 1985 3. Sekolah Menengah Musik ( SMM ) Lulus Tahun 1989 4. Sarjana Musik Fakultas SENI DAN BAHASA Universitas HKBP Nommensen

Medan Lulus Tahun 2004 5. Akta mengajar IV Bidang Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Lulus Tahun 2006

6. Saat ini sedang kuliah S2, Pascasarjana Penciptaan dan Pengkajian Seni di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara ( USU ).

Tahun 1989 s/d 2000 PENGALAMAN KERJA

• Mengajar bidang studi Musik/Vokal Taman Kanak – Kanak Ar Ridho Tahun 1991 s/d 1995

• Staf pengajar Yamaha Music School Tanjung Karang Bandar Lampung Tahun 1994 s/d 1998

• Mengajar paduan suara Dharma Wanita Kanwil Kehutanan Bandar Lampung • Mengajar paduan suara Dharma Wanita PLN Bandar Lampung • Mengajar paduan Dharma Wanita kantor Pajak Bandar Lampung

Tahun 1995 s/d 1997 • Staf pengajar Sakura Music School T.Karang Bandar Lampung

Tahun 1996 s/d 1998 • Staf pengajar Yayasan Pandidikan Musik Bandar Lampung • Staf pengajar Cresendo Music Bandar Lampung

Tahun 1998 s/d 2002

Universitas Sumatera Utara

Page 12: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

• Guru Bidang Study Biola Alto di SMK Negri 11 (SMM) Medan Tahun 1999 s/d 2006

• Guru KTK di SD Kemala Bhayangkari I Medan, dan sebagai Guru Tetap Tahun 2003 s/d 2006

• Guru KTK dan Musik di TK,SD Perguruan Namira Medan • Mengajar Paduan Suara SMP & SMA Perguruan Al – Azhar Medan

Tahun 2006 s/d 2010 • Guru Bidang Study Seni Budaya di SMA Harapan Mandiri Medan • Pembina Paduan Suara dan Pembina Seni Tari Daerah di SMA Harapan

Mandiri Medan • Tahun 2006 s/d 2010 Sebagai Kepala Sekolah PG/TK Harapan Mandiri Medan

Tahun 2006 s/d 2010 • Guru Bidang Study Seni Budaya di SMA Harapan Mandiri Medan • Pembina Paduan Suara dan Pembina Seni Tari Daerah di SMA Harapan

Mandiri Medan • Tahun 2006 s/d 2010 Sebagai Kepala Sekolah PG/TK Harapan Mandiri Medan • Tahun 2009 s/d 2010 Sebagai Dosen Musik dan Tari di BPTKI ( Badan

Pendidikan Taman Kanak-Kanak Islam) Sumatera Utara. • Tahun 2010 s/d saat ini sebagai Kepala Sekolah Commonwealth International

Academy / Tumble Tots Medan. • Tahun 2010 s/d saat ini sebagai Dosen Seni di Universitas Terbuka. Medan-

Sumatera Utara. PENGALAMAN PROFESI:

1. Pencipta Lagu Anak-Anak 2. Tahun 2008 Menciptakan Lagu Mars PGSI ( Persatuan Guru Swasta Indonesia )

yang sudah di Syahkan di Jakarta, dan sudah di nyanyikan oleh guru-guru Swasta di daerah seluruh Indonesia.

3. Lulus sertifikasi Guru tahun 2008. 4. Tahun 2009 mewakili Propinsi Sumatera Utara pada PORSENI PGRI/IGTKI di

Jakarta pada Lomba Cipta Lagu Anak Tingkat Nasional dan meraih juara Harapan dari 33 Propinsi.

5. Juara 1 Pemilihan Kepala TK Teladan/Berprestasi Kota Medan tahun 2009. 6. Ketua Peranan Wanita di PUAN/PAN Propinsi Sumatera Utara. 7. Ketua Seni dan Olahraga di PGSI Pusat Jakarta, yang membawahi seluruh

Guru-guru Swasta Se-Indonesia. 8. Pemenang Theacher Of The Year 2011 Sumatera Utara. 9. Pengurus ICMI ( Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ) Propinsi Sumatera

Utara 10. Pengurus Komunitas Musik Nusantara Medan-Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

ABSTRACT .................................................................................................... iv

INTISARI ....................................................................................................... v

PRAKATA ...................................................................................................... vi

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... xii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xix

DAFTAR GAMBAR ................. .................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

...........................................................................................................

1.2 Pokok Permasalahan ................................................................... 25

...........................................................................................................

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................. ................. 27

1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................. 27

1.3.2 Manfaat Penelitian ........................................................... 27

1.4 Kerangka Teori ........................................................................... 28

...........................................................................................................

1.4.1 Teori Semiotika ................................................................ 28

1.4.1.1 Semiotik Charles Sanders Peirce ....................... 31

1.4.1.2 Semiotik Ferdinand De Saussure ........................ 35

1.4.1.3 Semiotik Roland Barthes .................................... 38

Universitas Sumatera Utara

Page 14: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1.4.1.4 Semiotik Holliday ............................................... 40

1.4.2 Teori Fungsionalisme ..................................................... 43

1.4.3 Teori Weighted Scale ...................................................... 49

1.5 Metode Penelitian ...................................................................... 49

...........................................................................................................

1.5.1 Studi Kepustakaan ........................................................... 53

1.5.2 Penelitian Lapangan ......................................................... 60

1.5.2.1 Observasi ............................................................. 62

1.5.2.2 Wawancara ........................................................... 62

1.5.2.3 Kerja Laboratorium .............................................. 63

1.6 Lokasi Penelitian ........................................................................ 64

...........................................................................................................

1.7. Sistematika Penulisan ................................................................ 66

BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT GAYO

2.1 Nangro Aceh Darussalam ........................................................... 69

...........................................................................................................

2.2 Masyarakat Aceh ........................................................................ 73

...........................................................................................................

2.3 Keadaan Geografis Blangkejeren ............................................... 76

...........................................................................................................

2.4 Jumlah Penduduk Suku Gayo ..................................................... 78

...........................................................................................................

2.5 Suku Gayo ................................................................................... 79

2.6 Kebudayaan Suku Gayo .............................................................. 83

...........................................................................................................

2.7 Asal-Usul Suku Gayo ................................................................. 84

...........................................................................................................

2.8 Kejurun di Tanah Gayo dan Alas ............................................... 85

...........................................................................................................

Universitas Sumatera Utara

Page 15: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.9 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo ........................................ 89

...........................................................................................................

2.10 Tempat Pemukiman Suku Gayo ................................................ 91

...........................................................................................................

2.11 Unsur-Unsur Kesenian dalam Budaya Gayo ............................ 94

...........................................................................................................

2.12 Sistem Kekerabatan Suku Gayo ............................................... 98

...........................................................................................................

2.13 Struktur Sosial Masyarakat Gayo ............................................. 103

2.14 Upacara Tradisional Suku Gayo ............................................... 107

...........................................................................................................

2.16 Senjata Tradisional Gayo .......................................................... 109

BAB III SEJARAH TARI SAMAN DAN DESKRIPSI TARI SAMAN

3.1 Asal dan Arti Saman .................................................................... 112

...........................................................................................................

3.2 Keberadaan Tari Saman di Aceh ................................................. 115

...........................................................................................................

3.3 Penggunaan dan Fungsi Saman ................................................... 117

...........................................................................................................

3.3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi Saman. ....................... 117

...........................................................................................................

3.3.2 Penggunaan Tari Saman ..................................................... 121

3.3.2.1 Upacara Pesta Kawin ............................................... 122

3.3.2.2 Upacara Pesta Khitan (Sunat Rasul) ........................ 125

3.3.2.3 Upacara Menabalkan Nama Anak ........................... 126

3.3.2.4 Upacara Melepas dan Menyambut Haji ................... 128

...........................................................................................................

3.3.2.5 Upacara Membuka dan Menutup Musabaqah

Tilawati Qur’an ....................................................... 129

Universitas Sumatera Utara

Page 16: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

3.3.2.6 Upacara Khatam Al Qur’An .................................. 130

...........................................................................................................

3.4 Deskripsi Tari Saman ............................................................... 132

3,5 Fungsi Saman ........................................................................... 142

...........................................................................................................

3.5.1 Integrasi Sosiobudaya ........................................................ 142

...........................................................................................................

3.5.2 Kelestarian Budaya ............................................................ 144

...........................................................................................................

3.5.3 Hiburan .............................................................................. 146

...........................................................................................................

3.5.4 Ibadah Agama Islam ........................................................... 147

...........................................................................................................

3.5.5 Ekspresi Emosi .................................................................. 148

3.5.6 Ekspresi Estetika ................................................................ 149

BAB IV PERANAN PENARI SAMAN

4.1 Penari Saman .............................................................................. 151

...........................................................................................................

4.2 Jumlah Penari Saman ................................................................. 151

...........................................................................................................

4.3 Komposisi Penari Saman ............................................................ 152

4.4 Ragam Gerak dan Tata Penyajian Tari Saman ........................... 154

...........................................................................................................

4.4.1 Ragam Gerak ...................................................................... 154

4.4.2 Tata Penyajian Tari Saman ................................................. 156

...........................................................................................................

4.4.2.1 Lagu Pada Tari Saman ........................................... 156

4.4.3 Penyajian Tari Saman Jalu ................................................ 161

4.4.3.1 Saman Jalu ............................................................ 162

4.4.3.2 Teknik Bertanding Saman Jalu ............................. 162

Universitas Sumatera Utara

Page 17: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4.4.3.3 Sistim Bertanding ................................................. 166

4.5 Tempat Pagelaran Tari Saman .................................................... 169

4.6 Musik Iringan Tari Saman .......................................................... 170

4.7 Urutan Lagu Pada Tari Saman .................................................... 171

4.8 Penampilan Tari Saman .............................................................. 172

4.8.1 Tahap 1 (Pesalaman) ......................................................... 172

4.8.2 Tahap II ( (Ulu Ni Lagu) ................................................... 175

4.8.3 Tahap III (Lagu-Lagu) ...................................................... 178

4.8.4 Tahap IV (Penutup) .......................................................... 181

4.9 Pakaian dan Properti Tari Saman .............................................. 184

4.10 Bentuk Penyajian Tari Saman ................................................... 198

4.10.1 Gerak ............................................................................ 198

4.10.2 Gerak Awal .................................................................. 198

4.10.3 Gerak Salawat .............................................................. 199

4.10.4 Gerak Saleum ............................................................... 199

4.10.5 Gerak Kisah Le Laot .................................................... 202

4.10.6 Gerak Kisah Tiwah Ceunangro ................................... 202

4.10.7 Gerak Kisah Hodoiyan ................................................. 203

4.10.8 Gerak Kisah Ekstra Kosong Tanpa Syair .................... 203

4.10.9 Gerak Lanie Keteupok Geuda Keu lakeuretah ............ 203

4.10.10 Gerak Lanie Heuk Katijan Naten-Naten ...................... 204

4.10.11 Gerak Lanie Nangro Aceh Darussalam ....................... 205

4.10.12 Gerak Lanie Terakhir Seb Ube Nyangka ..................... 205

4.10.13 Gerak Salam Penutup .................................................. 206

4.11 Pola Lantai ...................................................................................... 206

4.12 Vocal (Syair) ................................................................................... 207

BAB V KAJIAN MAKNA TEKS PADA LAGU-LAGU SAMAN

5.1 Keberadaan Teks Pada Lagu Saman ............................................ 208

5.2 Logogenik .................................................................................... 209

Universitas Sumatera Utara

Page 18: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

5.3 Kata-Kata Nasehat Keketar ......................................................... 210

5.4 Syair Lagu Muneging ................................................................... 212

5.5 Teks Pada Lagu Salam Ke Penonton ........................................... 215

5.6 Teks Uluni Lagu .......................................................................... 217

5.7 Teks Lagu-Lagu ........................................................................... 220

............................................................................................................

5.8 Teks Lagu Penutup ...................................................................... 224

5.9.1 Teks Lagu Gerak Kisah Le Laot ........................................ 228

5.9.2 Teks Lagu Gerak Kisah Tiwah Ceunangro ........................ 228

5.9.3 Gerak Kisah Hudoiyan ....................................................... 228

5.9.4 Teks Lagu Gerak Kisah Lane Keteupok Geuda Keu

Lakeuretek .......................................................................... 228

5.9.5 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Heuk Katijan Naten-Naten 229

5.9.6 Teks Lagu Gerak Kisah Nangro Aceh Darussalam ........... 229

5.9.7 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Terkahir Seb Ube Nyangku 229

5.9.8 Teks Lagu Gerak Kisah Salam Penutup ............................ 230

BAB VI STRUKTUR MUSIK TARI SAMAN

6.1. Notasi dan Transkripsi Lagu ....................................................... 238

6.2. Proses Pentranskripsian .............................................................. 238

6.3. Sampel Lagu ............................................................................... 239

6.4. Analisis Struktur Melodi Delapan lagu Saman Berdasarkan

Delapan Parameter ...................................................................... 248

6.4.1 Tangga Nada ...................................................................... 248

6.4.2 Nada Dasar ......................................................................... 251

6.4.3 Wilayah Nada .................................................................... 259

6.4.4 Jumlah Nada ...................................................................... 261

6.4.5 Interval ............................................................................... 264

6.4.6 Kantur ................................................................................ 266

Universitas Sumatera Utara

Page 19: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB VII PENUTUP

7.1. Kesimpulan ................................................................................. 267

7.2. Saran ........................................................................................... 269

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 271

LAMPIRAN:

DAFTAR INFORMAN ......................................................................... 276

LAMPIRAN URUTAN DAN RAGAM GERAK TARI SAMAN...... 281

LAMPIRAN FOTO ............................................................................... 300

Universitas Sumatera Utara

Page 20: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Segitiga makna ................................................................................ 32

Tabel 1.2 Pembagian tanda ............................................................................ 33

Tabel 1.3 Hubungan tanda .............................................................................. 34

Tabel 1.4 Tentang tanda ................................................................................... 36

Tabel 1.5 Tentang hubungan tanda ................................................................. 37

Tabel 1.6 Konotasi dan metabahasa ............................................................... 39

Tabel 6.1 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Rengum (Dering) ........ 253

Tabel 6.2 Salam Kupenonton ........................................................................... 254

Tabel 6.3 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Asalni Kudedes ........... 255

Tabel 6.4 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Salam ni Rempelis Mude 256

Tabel 6.5 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu lagu ............................ 257

Tabel 6.6 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Balik berbalik ............. 258

Tabel 6.7 Nada Dasar yang dipergunakan pada Ke Meutiauh Uren ............. 259

Universitas Sumatera Utara

Page 21: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Baju Penari Saman ...................................................................... 186

Gambar 4.2 Bulang teleng atau bulang rek ..................................................... 189

Gambar 4.3 Baju Pokok Bahagian Depan ....................................................... 191

Gambar 4.4 Baju Pokok Bahagian Belakang ................................................... 192

Gambar 4.5 Contoh Upuk Pawak .................................................................... 193

Gambar 4.6 Contoh Suel Naru ........................................................................ 193

Gambar 4.7 Contoh Ikotni Pumu .................................................................... 194

Gambar 4.8 Contoh Tajuk Kepies .................................................................... 195

Universitas Sumatera Utara

Page 22: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

ABSTRACT

This study examines the meaning and the meaning of poetry in motion saman dance, which aims to preserve the saman dance later in the day, and the efforts to adjust to market tastes and desires of the dancers to enrich saman dance movements. The results of this study indicate the development of creativity semangkin motion was carried by the dancers Blangkejeren saman contained in Gayo Lues, in accordance with the times today, So is the meaning of each movement performed by the dancers saman. Movement of the dancers have a lot of changes, not monotony must follow a simple pattern of motion again, but it follows the pattern of motion of the more creative in accordance with the times, and well adapted to poetry and meaning in each text. Assessment results showed saman texts, words or a poem that was sung growing and expanding to suit the theme of the show which was performed at the saman dance is displayed. Saman dance now be shown for entertainment at events that are no longer contains religious elements, but saman dance can be displayed in the context of entertainment that are entertaining. Saman contains text about the theme song of the event, which is the advice or information from the event are made at the time.

Saman dance has been known at the national and international level and can be danced in a place that do not need a place that is not so broad, so it is not so troublesome for the practitioner to disseminate among the people of this dance, and easier for its development, because the pattern of the floor the saman dance is very simple, easily followed by anyone, not complicated, because less sedentary, just wear patterns on the floor, although the saman dance performances in the public as to contain magical movements are energetic and dynamic. Saman dance but also contains some elements of art, which are summarized into a single movement and vocal literature and art form of the matching outfits and support the overall appearance of this saman dance.

Keywords: Saman, Dance, History, Meaning, Music Structure,

Function.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

INTISARI

Penelitian ini mengkaji tentang makna gerak dan makna syair pada tari saman, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian seni tari saman di kemudian hari, dan adanya usaha-usaha untuk penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para penari untuk memperkaya gerakan-gerakan tari saman. Hasil penelitian ini menunjukkan sudah semangkin berkembangnya kreatifitas gerak yang dilakukan oleh penari-penari saman yang terdapat di Blangkejeren di Gayo Lues tersebut, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, Begitu juga dengan makna disetiap gerak yang dilakukan oleh para penari saman. Gerakan penari sudah banyak perubahan, tidak monoton harus mengikuti pola gerak yang sederhana lagi, tetapi sudah mengikuti pola gerak yang lebih kreatif sesuai dengan perkembangan zaman, dan juga disesuaikan dengan syair dan makna disetiap teksnya.

Hasil pengkajian teks saman menunjukkan, kata-kata atau syair yang dinyanyikan sudah semakin berkembang dan meluas yang disesuaikan dengan tema acara yang dipertunjukan pada saat tari saman ini ditempilkan. Tari saman saat ini sudah bisa ditampilkan untuk hiburan pada acara-acara yang sifatnya tidak lagi mengandung unsur keagamaan, tetapi tari saman sudah bisa ditampilkan pada konteks hiburan yang sifatnya menghibur. Teks lagu saman berisikan tentang tema acara tersebut, yang merupakan nasehat-nasehat atau keterangan dari acara yang dibuat pada saat itu. Tari saman telah dikenal di tingkat nasional maupun Internasional dan dapat ditarikan dalam suatu tempat yang tidak begitu memerlukan tempat yang tidak begitu luas, sehingga tidak begitu menyusahkan bagi para pelaksana untuk menyebar luaskan tarian ini di kalangan masyarakat, dan lebih mudah untuk pengembangannya, dikarenakan Pola lantai pada tari saman sangat sederhana, gampang diikuti oleh siapapun , tidak rumit, karena kurang banyak bergerak, hanya memakai pola lantai di tempat, meskipun tari saman secara pertunjukan dikenal publik seperti mengandung magis dengan gerakan-gerakannya yang energik dan dinamis. Namun tari saman juga mengandung beberapa unsur seni yang dirangkum menjadi satu gerak suara vokal dan sastra serta seni rupa berupa perangkat pakaian yang serasi dan mendukung secara keseluruhan penampilan tari saman ini.

Kata Kunci : Saman, Tari, Sejarah, Makna, Struktur Musik, Fungsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama samawiyah yang diturunkan Tuhan ke muka bumi ini untuk

rahmat kepada seluruh alam semesta (rahmatan lil alamin). Islam awalnya dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW., di Jazirah Arab, pada abad ketujuh Masehi kemudian

menyebar hingga ke Persia, India, Eropa (Barat dan Timur), Asia Tengah, Asia

Tenggara, dan kini ke seluruh penjuru dunia. Pada masa sekarang umat Islam di

seluruh dunia berjumlah sekitar 1,4 milyar jiwa yang tersebar di semua negara dan

benua. Islam yang datang ke berbagai penjuru dunia ini, mengalami pembumian

dengan budaya setempat. Artinya ada hal-hal yang sifatnya universal dalam Islam

dikelola dan diberdayakan dengan unsur-unsur kebudayaan setempat. Misalnya di

Turki penutup kepala yang ber-identitas Islam disebut turbus, di Afrika gendang yang

selalu digunakan mengiringi nyanyian keagamaan disebut dengan tar, di China huruf

Arab dibuat komposisinya dengan kaligrafi China (mengikuti ornamentasi huruf

Kanji), di Nusantara ini ada juga kopiah, baju teluk belanga, beduk, ketupat, dan lain-

lainnya yang merupakan ikon, indeks, maupun lambang dari agama Islam di Nusantara.

Nusantara adalah sebuah kesatuan budaya yang merujuk kepada budaya

masyarakat rumpun Melayu di kawasan ini. Istilah Nusantara secara historis

diperkenalkan oleh Patih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit di abad ke-12 ketika ia

mengucapkan Sumpah Palapa, yang menyatakan bahwa ia tidak akan makan buah

palapa sebelum seluruh Nusantara berada di wilayah kekuasaan politik Majapahit, yang

berpusat di Jawa Timur.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Selain itu istilah yang merujuk kepada makna Nusantara adalah Indonesia.

Secara harfiah, Indonesia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari akar kata Indo

yang artinya Hindia dan nesos yang artinya pulau-pulau. Jadi Indonesia maksudnya

adalah pulau-pulau Hindia (jajahan Belanda). Dalam sejarah ilmu pengetahuan sosial,

pencipta awal istilah Indonesia adalah James Richadson Logan tahun 1850, ketika ia

menerbitkan jurnal yang berjudul Journal of the India Archipelago and Eastern Asia,

di Pulau Pinang, Malaya. Jurnal ini terbit dari tahun 1847 sampai 1859. Selain beliau,

tercatat juga dalam sejarah, yang menggunakan istilah ini adalah seorang Inggris yang

bernama Sir William Edward Maxwell tahun 1897. Ia adalah seorang ahli hukum,

pegawai pamongpraja, sekretaris jendral Straits Settlements, kemudian menjabat

sebagai Gubernur Pantai Emas (Goudkust). Ia menggunakan istilah Indonesia dalam

bukunya dengan sebutan The Islands of Indonesia.

Orang yang paling membuat terkenalnya istilah Indonesia adalah Adolf Bastian,

seorang pakar etnologi yang ternama. Dalam bukunya yang bertajuk Indonesian order

die Inseln des Malayeschen Archipels (1884-1849), ia menegaskan arti kepulauan ini.

Dalam tulisan ini ia menyatakan bahwa kepulauan Indonesia yang meliputi suatu

daerah yang sangat luas, termasuk Madagaskar di Barat sampai Formosa di Timur,

sementara Nusantara adalah pusatnya, yang keseluruhannya adalah sebagai satu

kesatuan wilayah budaya. Pengertian istilah ini juga digunakan oleh William Marsden

(1754-1836), seorang gewestelijk secretaris Bengkulen. Sementara itu, Gubernur

Jenderal Jawa di zaman pendudukan Inggris (1811-1816), Sir Stanford Raffles (1781-

1826) dalam bukunya yang bertajuk The History of Java, menyebut juga istilah

Indonesia, dengan pengertian yang sama. Kesatuan kepulauan itu disebut dan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dijelaskan pula oleh John Crawfurd (1783-1868), seorang pembantu Raffles (Takari

2008). Di antara wilayah Indonesia atau Nusantara adalah Nanggroe Aceh Darussalam.

Kemudian di dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam terdapat kawasan Gayo dan

Alas, yang didiami oleh suku Gayo dan Alas. Suku Gayo ini memiliki keseniannya

yang khas yang memberikan identitas kebudayaan Gayo. Kesenian-kesenian Gayo

dihasilkan dari proses inovasi yang berada dalam kebudayaan Gayo itu sendiri dan

akulturasinya dengan kebudayaan luar, terutama peradaban Islam.

Suku Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam

4 daerah yaitu: (1) Gayo Laut, atau disebut dengan Gayo Laut Tawar, yang mendiami

sekitar Danau Laut Tawar. (2) Gayo Deret atau Gayo Linge, yang mendiami daerah

sekitar Linge-Isaq, (3) Gayo Lues yang mendiami daerah sekitar Gayo Lues, dan (4)

Gayo Serbejadi, yang mendiami daerah sekitar Serbejadi–Sembuang Luk. Kawasan ini

pada umumnya termasuk ke dalam daerah Aceh Timur. Sedangkan suku Alas berdiam

di daerah Alas yang berbatasan dengan daerah Gayo Lues.

Suku Gayo mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan

Aceh lainnya. Mereka mempunyai bahasa sendiri, bahasa Gayo. Begitu juga

kesehariannya, pada umumnya mereka memakai bahasa Gayo, meskipun terkadang

mereka juga ada yang memakai bahasa Indonesia. Mereka juga mempunyai adat-

istiadat tersendiri, yang berbeda dengan bahasa dan adat-istiadat Aceh, Karo, Batak,

dan Melayu.

Hubungan suku Gayo dengan suku-suku lainnya di Aceh rapat sekali, karena

suku Gayo masih berada dalam suku daerah yang pernah bernaung di bawah

lingkungan kerajaan Islam, dan kini juga masih satu provinsi. Oleh karena kerajaan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Aceh adalah bercorak kerajaan Islam, sedangkan suku Aceh dan suku Gayo adalah

pemeluk agama Islam pula, sehingga percampuran kedua suku ini rapat sekali. Hal ini

bukan hanya terbatas karena mereka masih dalam satu kerajaan, tetapi lebih karena

hubungan sebagai satu agama. Jadi kehidupan keislaman mereka begitu kuat. Mereka

juga saling mempengaruhi dalam perkembangan kebudayaan masing-masing antara

kedua belah pihak cukup besar, adat-istiadat, dan lain-lain. Namun begitu, penduduk

Aceh lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan penduduk Gayo, sehingga hal itulah

yang membuat pengaruh kebudayaan Aceh lebih besar terhadap suku Gayo, daripada

sebaliknya. Di samping pengaruh Aceh yang sangat kuat pada suku Gayo, pengaruh

suku Melayu juga sangat kuat, terutama dalam bahasa, karena penyebaran,

pengembangan dan pendidikan agama Islam, naskah-naskah buku, tulisan tangan,

surat-menyurat, dan lain-lain, sebahagian besar diberikan dan dilakukan dalam bahasa

Arab-Melayu, di samping dalam bahasa Aceh dan Gayo sendiri.

Secara umum, sejak masuknya agama Islam ke Aceh, kebudayaan Aceh

maupun kebudayaan Gayo lebih cenderung mengarah kepada kebudayaan yang

bernafaskan Islam. Namun demikian, kebudayaan Gayo mempunyai ciri-ciri tersendiri

yang berbeda dengan kebudayaan Aceh umumnya.

Selain itu hubungan suku Gayo dengan Karo dan Batak1

1Suku atau etnik Batak kini wilayah budayanya berada di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Batak ini, biasanya dibagi lagi ke dalam subnya yaitu: Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, dan Mandailing-Angkola. Dalam berbagai tulisan, seperti yang dilakukan Vergouwen (1980) dan Batara Sangti (1979) menyatakan bahwa kesemuanya itu disebut dengan Batak. Namun ada pula yang langsung menyatakan masing-masing sebagai kelompok etnik tersendiri, seperti yang ditulis Wara Sinuhaji (2007) dan juga Z. Pangaduan Lubis (1998). Bagaimanapun masyarakat Batak ini memiliki persamaan dan perbedaan kebudayaan. Persamaan universal di antara mereka adalah pengkategorian manusia berdasarkan hubungan darah dan perkawinan yang disebut dengan dalihan natolu, daliken sitelu, rakut sitelu, yang terdiri dari saudara satu klen yang ditarik dari garis keturunan ayah, kemudian kelompok

lainnya, dapat dilihat

dari persamaan dalam bahasa dan adat-istiadat, terutama sekali dengan suku Karo.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Persamaan antara suku Gayo dan suku Karo dapat di lihat dari pembagian belah-belah

dalam susunan masyarakat Gayo yang terdapat di wilayah Raja Cik Bebesan di daerah

Gayo Laut. Susunan masyarakat di wilayah Raja Cik Bebesan dibagi dalam Belah-

belah Cebere, Melala, Munte, Linge, dan Belah Tebe. Selain itu terdapat pula

persamaan di bidang kesenian, seperti seni tari, seni suara, seni musik, dan lain-lain.

Nama-nama belah di wilayah Raja Cik Bebesan mempunyai persamaan dengan nama-

nama marga di tanah Karo.

Asal-usul suku Gayo sampai sekarang masih terus menjadi wacana budaya yang

tiada hentinya. Belum pernah diadakan penelitian yang mendalam dan sungguh-

sungguh oleh para ahli, tentang asal-usul suku Gayo ini. Seorang sarjana Belanda C.

Snouck Hurgronje pernah meneliti asal-usul suku Gayo. Namun penelitian itu oleh para

ilmuwan dan masyarakat Gayo sendiri dipandang agak bias. Sejauh penelitian penulis,

sampai saat ini masih belum jelas asal-usul dari suku Gayo tersebut. Tulisan Snouck ini

tidak terlepas dari maksud pemerintah Belanda ini, walaupun demikian tulisan Snouck

ini memberikan gambaran yang luas tentang tanah dan penduduk suku Gayo.

Masih sedikit bahan-bahan tertulis mengenai suku Gayo. Belum pula

diketemukan benda-benda bersejarah peninggalan nenek moyang yang bernilai dan

berarti yang dapat dijadikan sebagai bahan bukti sejarah yang meyakinkan tentang asal-

usul suku Gayo. Untuk menelusurinya diperlukan penelitian para ahli untuk membuka

tabir sejarah asal-usul suku Gayo.

kedua adalah pihak pemberi isteri yang disebut hula-hula, mora, dan kalimbubu; dan kelompok ketiga adalah pihak penerima isteri yang disebut pihak boru atau beru, atau anak boru. Secara linguistik pula ada persamaan bahasa antara Batak Toba, Mandailing, dan Angkola. Kemudian juga antara Karo dan Pakpak-Dairi. Simalungun berada di antara dua budaya linguistik tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Di daerah Gayo dan Alas telah berdiri pemerintahan kejurun2

Di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu Kejurun Batu Mbulen yang

berkedudukan di Batu Mbulen dan kedua Kejurun Bambel yang berkedudukan di

Bambel. Kempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu

Kejurun Bukit, Kejurun Linge, Kejurun Siah Utama, dan Kejurun Patiamang

mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh. Demikian juga halnya dengan 2 kejurun di

Tanah Alas, kedua-duanya mendapat pengesahan dari Sultan Aceh, tetapi Kejurun

Bebebsan dan Kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.

yang dibagi

dalam 8 (delapan) daerah kejurun, yaitu 6 (enam) kejurun di daerah tanah Gayo dan 2

(dua) kejurun di daerah Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 (empat)

kejurun yaitu: (1) Kejurun Bukit yang mula-mula berkedudukan di Bebesan, kemudian

dipindahkan ke Kebayakan yang tidak jauh dari Bebesan. (2) Selanjutnya terbentuk

Kejurun Linge yang berkedudukan di daerah Gayo Linge, (3) Kejurun Siah Utama

yang berkedudukan di kampung Nosar di pinggir Danau Laut Tawar; dan (4) berdiri

Kejurun Petiamang yang berkedudukan di Gayo Lues. Lama kemudian setelah

berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri pula kejurun kelima yaitu Kejurun

Bebesan yang berkedudukan di Bebesan di tempat kedudukan Kejurun Bukit semula.

Keenam berdiri Kejurun Abuk di daerah Serbejadi.

Berdirinya Kejurun Bebebsan seperti yang diterangkan di atas, adalah akibat

dari kedatangan orang-orang Batak Karo ke-27 ke Tanah Gayo. Antara Kejurun Bukit

dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan, yang mengakibatkan terjadinya

2Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama untuk daerah di daerah Gayo, yang memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur untuk menentukan hal yang sama. Bagaimanapun istilah ini terdapat dalam masyarakat Karo dan Gayo.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

peperangan antar kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak

Batak 27 dan kekalahan Kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai, akhirnya

kedudukan Kejurun Bukit terpaksa dipindahkan dari Bebebsan ke Kampung

Kebayakan. Sedang di Bebebsan didirikan Raja Cik Bebebsan yang berkedudukan di

Bebebsan yang dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27,

yang menguasai daerah dengan dibagi dua seluruh daerah Kejurun Bukit. Setengah

untuk Kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (pengulu) Bebesan. Raja Cik

Bebebsan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesan sampai

kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).

Sistem pemerintahan yang dimaksud di sini ialah sistem pemerintahan Tanah

Gayo dan Alas di zaman setelah masuknya agama Islam, dan terutama sekali setelah

Tanah Gayo dan Alas menjadi wilayah kerajaan Islam Aceh. Meskipun sistem

pemerintahan dari kerajaan Islam Aceh, mempunyai pola umum yang sama untuk

seluruh wilayahnya, tetapi sistem pemerintahan di Tanah Gayo mempunyai ciri-ciri

tersendiri.

Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan

hukum adat3

3Adat dalam konsep budaya Gayo adalah merupakan keseluruhan norma, tata krama, peraturan, adab, yang menjadi konsensus bersama antara warga yang terjadi di masyarakat Gayo. Adat inilah yang menjadi pemecahan sosial dan budaya jika terjadi permasalah di tengah-tengah masyarakat. Adat juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat seperti masalah waris, hak ulayat, pertanahan, tanaman, tata busana, kepemimpinan, dan semua yang berkait dengan adat

. Kemudian lebih jauh, hukum adat bersumber dan berlandaskan hukum

Islam. Hukum Islam atau syariah, syra’i, atau syarak, berdasar kepada Al-Qur’an dan

Hadits. Hukum adat tidak tertulis, tetapi hukum Islam adalah hukum tertulis,

berdasarkan Qur’an dan Hadits Jadi meskipun hukum adat tidak tertulis, tetapi sumber

dan landasannya adalah hukum tertulis yaitu Qur’an dan Hadits.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Dalam konteks budaya Gayo, jika terjadi perselisihan (pertentangan) antara

hukum adat dengan hukum Islam, maka setelah mendengarkan pendapat imam agama

Islam, hukum adat harus runduk mengikut hukum Islam. Hukum Islam menjadi dasar

hukum adat dalam pelaksanaan hukum di Tanah Gayo.4

Hubungan antara kedua hukum adat dan hukum agama ini adalah jalin-berjalin

yang sangat erat, sebagaimana dilukiskan dalam kata-kata adat Gayo: hukum ikanung

edet, edet ikanung agama (setiap hukum mengandung adat, dan setiap adat

mengandung agama). Hukum adat adalah “anak kandung” dari hukum agama. Dengan

perkataan lain, hukum adat di dalam pemerintahan tradisional Tanah Gayo pada

hakikatnya adalah merupakan pancaran dari hukum Islam.

Daerah Nanggroe Aceh Darusalam dihuni oleh beberapa sub etnik, dan masing-

masing sub etnik memiliki kekhasan sendiri di bidang kebudayaan. Melihat

beragamnya kebudayaan daerah Aceh, maka keadaan itu juga selaras dengan

keberagaman budaya suku-suku bangsa di Indonesia. Daerah Nanggroe Aceh

Darusalam merupakan salah satu provinsi yang mempunyai beragam bentuk tari

tradisional. Salah satu bentuk tari tradisional tersebut adalah tari saman.

Tari saman adalah tari yang hidup, berkembang pada kebudayaan suku Gayo.

Suku Gayo sendiri yakni salah satu etnik yang terdapat pada wilayah daerah Aceh,

sebahagaian besar wilayahnya berada di Kabupaten Aceh Timur, khususnya

Kecamatan Lokop, yang lazim disebut dengan Gayo Lut5

4 Wawancara dengan Pak Syaukani, 13 Desember 2010.

, dan wilayah Kabupaten

5Gayo Lut adalah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan salah satu nama suku (etnik) yang terdapat di daerah Lokop, Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagai sebuah kelompok etnik, mereka ini memiliki bahasa, peradaban, dan kebudayaan yang khas yang membedakannya dengan suku-suku lainnya di Nanggroe Aceh Darussalam, seperti suku Simeuleu, Aneuk Jamee, Tamiang, Aceh Rayeuk, dan lain-lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Aceh Tenggara, khususnya wilayah Blangkejeren,6 yang lazim di sebut Gayo Lues.7

Tari saman berdasarkan fungsinya dapat digolongkan ke dalam jenis tari

hiburan, guna merayakan suatu upacara yang bersifat keramaian. Biasanya tari saman

diadakan pada acara Maulid Nabi Besar Muhammad SAW., perayaan hari Raya Idul

Fitri (halal bilhalal), Hari Raya Idul Adha, perayaan pesta perkawinan, sunatan

Rasul

Namun demikian, tari saman lebih merakyat dan berkembang di Kabupaten Aceh

Tenggara khususnya pada etnik Gayo Lues di Blangkejeren dan Aceh Tengah

(Takengon). Kedua kawasan ini mayoritas merupakan wilayah budaya suku Gayo.

8

Hampir di tiap desa dan kampung yang ada di wilayah Blangkejeren kita jumpai

tari saman. Tari saman telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

masyarakatnya. Penampilan tari saman pada lazimnya dalam bentuk jalu

, atau penabalan nama anak. Selain perayaan di atas, sering juga tari saman

dipertunjukkan pada saat selepas panen padi, sebagai ungkapan kegembiaraan atas hasil

panen berlimpah, sesuai dengan harapan penduduk desa, maka desa tersebut akan

mengundang grup dari desa atau kampung lain untuk menari saman bersama-sama.

9

6Blangkejeren. nama salah satu wilayah kabupaten yang terdapat di Aceh Tenggara, tempat dilakukannya penelitian tari saman ini. Menurut para informan dan masyarakat pendukungnya, tari saman asal-usulnya memang berasal dari daerah Blangkejeren ini. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah Aceh secara difusi, karena wilayah provinsi yang sama, dan sama-sama di bawah pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam di abad pertengahan.

(bertanding)

7Gayo Lues adalah salah satu nama dan kelompok etnik (suku) yang terdapat di daerah Blangkejeren, Aceh Tenggara. Sementara di daerah Nanggroe Aceh Darussalam sendiri terdapat berbagai suku setempat seperti Simeuleu, Aceh Rayeuk, Tamiang, Pidie, Aneuk Jamee, dan lainnya.

8Sunatan Rasul atau biasa disebut khitanan, khatan, atau sirkumsisi adalah sebuah ritus seseorang lelaki atau perempuan yang disunat untuk menandakan seorang muslim. Untuk laki-laki yang dipotong adalah bahagian kulip kulup atau glans penis. Untuk wanita yang dipotong adalah sebahagian prepatoriumnya. Selain umat Islam, yang memiliki tradisi berkhitan adalah umat Yahudi, begitu juga dengan etnik Nias di Sumatera Utara.

9Jalu adalah sebutan untuk pertunjukan Saman yang dilakukan dalam konteks “pertandingan” atau “perlombaan.” Adapun unsur yang dinilai oleh dewan juri (ketua adat) adalah unsur estetika gerak tari, pantun atau syair, dan melodi lagu yang disajikannya. Dalam konteks budaya masyarakat Gayo,

Universitas Sumatera Utara

Page 33: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

antara dua grup atau lebih dari desa atau kampung yang berlainan, yang berlangsung

sehari semalam, bahkan kadang bisa dalam beberapa hari dan beberapa malam. Selain

dalam bentuk jalu, tari saman dapat juga ditampilkan dalam bentuk tunggal (tanpa

lawan). Bagi masyarakat luas, selain etnik Gayo, tarian bentuk tunggal ini lebih dikenal

karena bentuk show biasa, yang sering di gelar di luar wilayah asalnya, seperti

pergelaran di ibu kota, acara negara, bahkan show ke luar negri (Amerika Serikat,

KIAS, dan lain-lainnya).

Seperti telah diuraikan di atas, dahulunya tari saman difungsikan sebagai media

dakwah10 untuk pengembangan agama Islam, media peraturan adat istiadat, yang perlu

diketahui dan dipatuhi oleh masyarakatnya, sebagai bagian dari tata pergaulan

kehidupan masyarakat. Karena itu pada awalnya latihan tari saman diadakan di kolong

meunasah,11

Perkembangan selanjutnya, tari saman difungsikan dalam kegiatan

kemasyarakatan, sebagai pertunjukan hiburan dan tontonan pada acara perkawinan,

yakni tempat beribadah masyarakat Aceh yang berada di kampung-

kampung atau desa-desa di Aceh. Dengan demikian mereka melakukan latihan tari

saman pada saat setelah mereka selesai melakukan shalat ataupun sebelum mereka

melakukan shalat.

dalam jalu saman ini yang terpenting adalah pelestarian budaya dan penguatan identitas, bukan semata-mata menang atau kalahnya kelompok-kelompok saman.

10Dakwah adalah penyampaian ajaran-ajaran Islam dalam berbagai teknik dan metode. Misalnya

ceramah, tausyiyah, memutar kaset dakwah di radio, siaran televisi, penyebaran kaset-kaset vcd atau dvd yang berisi ajaran agama. Dalam ajaran Islam, setiap muslim sebenarnya adalah pendakwah, yakni wajib menyampaikan ayat Allah, walau hanya satu ayat saja.

11 Meunasah adalah terminologi dalam bahasa Aceh yang artinya adalah rumah ibadah umat Islam, yang besar dan jumlah pengunjungnya di bawah mesjid. Dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata langgar atau mushollah. Bedanya dengan mesjid adalah biasanya mesjid dapat menyelenggarakan shalat Jumat, karena ada badan kenaziran mesjid, yang sifatnya organisasional, sedangkan meunasah tidak menyelenggarakan shalat Jumat.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

sunatan Rasul, kekahan12

Perkembangan selanjutnya, tari saman telah berfungsi atau difungsikan dalam

kegiatan kemasyarakatan, sebagai pertunjukan hiburan dan tontonan pada acara

perkawinan, maupun sunatan. Setiap grup tari saman didukung oleh sejumlah penari

saman yang relatif banyak jumlahnya, yaitu antara 15 (lima belas) sampai 30 (tiga

puluh) orang penari. Tari saman akan lebih semarak, bagus dan menarik untuk ditonton

jika jumlah pemainnya cukiup banyak jumlahnya. Namun untuk keperluan yang

sifatnya menekankan kepada pertunjukan saja, yaitu tari saman biasa (tanpa tanding)

seperti untuk mengisi acara-acara hiburan biasa atau show yang biasa di lakukan di luar

negeri, dimana waktu akan dibatasi hanya beberapa menit, maka penari saman akan

berjumlah relatif sedikit. Dalam hal ini penari saman hanya terdiri dari 11 (sebelas)

atau 13 (tiga belas) penari, akan tetapi sebenarnya satu grup penari saman yang baik

seharusnya berjumlah 15 (lima belas) sampai dengan 17 (tujuh belas) penari.

anak, perayaan hari-hari besar Islam, yang biasanya

berlangsung sampai 2 hari 2 malam, bahkan ada yang sampai 3 hari 3 malam dengan

cara bertanding (saman jalu). Perayaan hari Raya Idul Fitri, hari Raya Idul Idha,

menyambut tamu-tamu negara atau tamu penting daerah, dan kegiatan-kegiatan lain

yang bersifat menyemarakkan kegiatan acara tersebut. Fungsi lain dari tari saman

tersebut adalah terjalinnya tali persaudaraan antar grup-grup penari Saman dari

kampung dan desa seberang.

Tari saman sebagai suatu tari tradisional yang pada mulanya terbatas hanya

dimiliki oleh suku Gayo yang berada pada daratan tinggi Gayo Lues, Blang Kejeren

12Kekahan atau akikah adalah pemberian nama pada anak yang baru dilahirkan, sekaligus menyukur rambut anak tersebut, dengan diiringi penyembelihan binatang qurban yang berupa kambing atau domba). Akikah ini adalah salah satu ajaran nabi Muhammad kepada umatnya, agar dalam menyukuri nikmat allah, yaitu dengan diberi-Nya keturunan maka ibu dan ayah sang bayi menyembelih hewan kurban untuk dibagikan kepada fakir miskin, sebagai bentuk solidaritas sosial dalam Islam.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

(Aceh Tenggara), Takengon, sebahagian Aceh Tengah, dan daerah Lokop (Aceh

Timur). Tari ini pada awalnya kurang mendapat perhatian dari masyarakat luas,

dikarenakan terbatasnya komunikasi dan informasi dengan dunia luar. Namun setelah

tari tersebut ditampilkan dalam Pekan Kebudayan Aceh (PKA) II dan peresmian

pembukaan Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta, maka dunia tari Indonesia menjadi

terkejut dengan kehadiran tari saman ini. Karena gerakan-gerakan tari yang di

tampilkan sangat menarik perhatian para penonton, apalagi tari tersebut diiringi hanya

dengan kehadiran dukungan suara yang menurut mereka seperti mengandung magis.

Akibat dari pada kehadiran tari saman tersebut, maka banyak pihak-pihak seniman lain

yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang keaslian tari saman tersebut. Malah

banyak dari para pakar-pakar tari tanah air yang ingin belajar menarikan tari saman

tersebut.

Selain dari unsur tari, pertunjukan saman juga didukung oleh unsur gerak, syair,

melodi, dan ritme yang khas. Syairnya berakar dari tradisi pantun di kawasan Gayo,

yang juga terdiri dari unsur bait, baris, sampiran, dan isi. Selain itu, tema teks saman ini

dapat disesuaikan dengan konteks upacara atau kegiatan yang ingin diiringinya.

Misalnya kalau saman ditampilkan saat hari raya Idul Fitri, maka tema pantunnya

adalah saling maaf memaafkan. Jika digunakan untuk mengiringi upacara khitanan

tentu saja tema teksnya adalah tentang ajaran-ajaran Islam. Begitu juga jika untuk

konteks pertandingan (jalu), maka unsur-unsur keindahan, gaya bahasa, diksi, rima, dan

lain-lainnya menjadi tumpuan utama. Semua ini dilatar belakangi oleh kebudayaan

Gayo dan Aceh yang Islami secara keseluruhan. Aspek teks atau syair saman ini juga

akan menjadi kajian penulis dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Selain itu, seni saman juga menggunakan bentuk-bentuk melodi tertentu untuk

mengiringi gerak tarinya. Melodi-melodi ini menurut pengamatan awal penulis

merupakan paduan dari unsur-unsur tangga nada khas Gayo, maqam dari Timur

Tengah, dan juga tangga nada mayor dan minor Barat. Aspek melodi ini juga menjadi

satu kesatuan dalam pertunjukan saman di dalam kebudayaan Gayo. Melodi yang

disertai dengan pukulan gendang, menjadi intens dan integratif dengan gerak-gerak tari.

Gerak, tari, syair, dan melodi dalam pertunjukan saman pada dasarnya juga

mengekspresikan sistem kepemimpinan dalam agama Islam. Pemimpin syair yang

disebut syeikh akan memulai lagu dan kemudian disahuti oleh para penari yang juga

bertindak sebagai penyanyi khorus sekaligus. Kemudian setiap lagu memiliki break-

break (istirahat untuk peralihan) di tempat-tempat tertentu, terutama sesuai dengan

pertukaran lagu dan gerak tarinya. Dengan demikian, secara etnomusikologis,

penyajian seni saman dilandasi oleh sistem kepemimpinan dalam pertunjukan dengan

menggunakan gaya call and response atau responsorial. Artinya seorang penyanyi

diikuti oleh sekelompok penyanyi lainnya (lihat Malm 1977).13

Untuk menjaga kelestarian seni tari saman tersebut di kemudian hari, akibat dari

perkembangan zaman dan juga untuk menggalakkan adanya usaha-usaha untuk

penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para penari untuk memperkaya

gerakan-gerakan tari saman, maka perlu untuk dilakukan studi terhadap tari saman ini.

Inilah hal-hal yang

menarik penulis untuk melakukan kajian terhadap eksistensi saman di Blengkejeren

Aceh.

13Selain istilah responsorial dalam disiplin etnomusikologi digunakan juga istilah antiphonal (diindonesiakan antifonal) yaitu sebuah terminologi yang dipergunakan untuk mendeskripsikan pertunjukan musik yang dilakukan sekelompok pemusik (penyanyi) disahuti oleh sekelompok pemusik (penyanyi lain). Jadi dalam hal ini ada dua grup yang saling sahut menyahut dalam pertunjukan musik.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Seperti yang penulis lakukan saat ini, sehingga baik gerak dan syair lagu serta urutan-

urutan penampilannya hendaknya mempunyai ketentuan yang jelas dan baku.

Penentuan tari Saman untuk di angkat kedalam satu topik tulisan yang berjudul

Pertunjukan Saman di Blangkejeren Aceh: Analisis Makna Gerak Tari dan Teks,

Fungsi Sosiobudaya, serta Struktur Musik, merupakan salah satu usaha pelestarian tari

saman tersebut dan juga pada beberapa pertimbangan lainnya, antara lain adalah

sebagai berikut.

1. Bahwa tari saman telah dikenal di tingkat nasional maupun Internasional.

2. Pertunjukan tari saman sangat dinamis, magis, serta menuntut gerakan-

gerakan yang energik dengan stamina yang baik.

3. Bahwa tari saman dapat ditarikan dalam suatu tempat yang tidak

memerlukan tempat yang begitu luas, sehingga tidak begitu menyusahkan

bagi bagi para pelaksana untuk menyebarluaskan tarian ini di kalangan

masyarakat, dan lebih mudah untuk pengembangannya.

4. Pola lantai pada tari saman sangat sederhana, mudah diikuti oleh siapapun,

tidak rumit, karena kurang banyak bergerak, hanya memakai pola lantai di

tempat.

5. Tari saman mengandung beberapa unsur seni yang dirangkum menjadi satu

gerak suara vokal dan sastra serta seni rupa berupa perangkat pakaian yang

serasi dan mendukung secara keseluruhan penampilan tari ini.

6. Tari saman ini tidak hanya terbatas pada etnik Gayo yang tersebar di Aceh

Tengah atau di sebahagian Aceh Tenggara (Gayo Lues-Blangkejeren) dan

juga di sebahagian Aceh Timur (Lokop), tetapi sekarang malah telah

Universitas Sumatera Utara

Page 38: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

berkembang luas di tingkat propinsi lainnya, bahkan di luar Nanggroe Aceh

Darusalam (NAD), Nasional dan Internasional.

7. Sesuai dengan program dan kebijaksanaan dalam rangka pelestarian tari

saman maka perlu direncanakan pelatihan untuk tingkat siswa-siswi tingkat

Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) dan Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (SMA).

Secara kesejarahan, tari saman berasal dari nama seorang ulama, bernama

Syekh14 Saman, tarian ini sebagai sarana untuk menanamkan tauhid15 dan hal-hal yang

berhubungan dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Versi lain, kata saman berasal dari

Bahasa Arab, meusaman16 yang berarti delapan. Namun demikian, pada

kenyataannya, saat ini, tari saman ini di mainkan oleh penari laki-laki yang berjumlah

antara 15 sampai 30 orang penari. Sebab tari saman akan lebih semarak dan menarik

untuk ditonton, jika jumlah penarinya banyak. Akan tetapi tari saman ini akan berbeda

jumlah pemainnya, jika tari tersebut ditarikan hanya sebagai pengisi acara-acara

tertentu atau show biasa, jumlah penari saman bisa hanya terdiri dari 15 sampai 17

penari saja. Tari saman termasuk kesenian ratoh duek17

14Syekh adalah sebutan untuk pemain utama pada tari saman. Beliau adalah yang memimpin jalannya pertunjukan saman sambil memimpin membawakan lagu, yang digunakan dalam tari saman.

karena ditarikan dalam posisi

duduk.

15Tauhid adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab, artinya secara umum mengakui kebesaran atau ke-Esaan Allah. Atau sering juga dipadankan dengan kata keimanan. Dalam agama Islam, ada enam yang wajib diimani oleh umat Islam, yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci Al-Qur’an, Nabi-Nabi, qadha dan qadhar, dan hari kiamat.

16Meusaman adalah kata dalam bahasa Gayo yang artinya merujuk kepada angka delapan. 17Ratoh Duek adalah sebuah istilah dalam saman yang artinya merujuk kepada tari yang

ditarikan pada Posisi duduk

Universitas Sumatera Utara

Page 39: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tari saman merupakan sebuah tarian yang mengungkapkan semangat untuk

mengajarkan dan menanamkan aqidah18 dan syariah Islam kepada masyarakat, yang di

ungkapkan melalui gerak dan syair-syair yang indah. Tari ini selain bertujuan sebagai

media dakwah, juga bertujuan untuk menghindari kejenuhan dalam belajar. Dalam

menyusuri asal-usul tari saman, berdasarkan sumber tertulis yang jumlahnya sangat

terbatas dan dari informasi beberapa informan, diungkapkan bahwa asal-usul tari

saman berasal dari suatu jenis permainan rakyat yang bernama pok-ane19, yakni sejenis

permainan yang mengandalkan tepuk tangan kepaha sambil bernyanyi. Seorang ulama

Aceh yang bernama Syekh Saman, dengan cerdik memanfaatkan kesenian yang

“sederhana” ini untuk menanamkan tauhid dan hal-hal yang berhubungan dengan

ketakwaan20 kepada Allah SWT. Ucapan kalimat tauhid “La illaha illalahu“ diucapkan

dengan khidmad, dengan meletakkan tangan di antara paha, maupun menempel pada

dada, secara berangsur-angsur cepat. Ditambah dengan unsur gerak kepala (meratip21

Tari saman lazimnya ditampilkan dalam bentuk satu grup, dua grup, atau lebih,

dahulunya tari saman hanya ditampilkan pada upacara-upacara peringatan hari-hari

besar Islam atau bersejarah pada tingkat kecamatan atau kabupaten atau hanya sebagai

seni pertunjukan hiburan saja, seperti pada upacara adat perkawinan, sunatan Rasul,

),

dari badan, dengan tempo yang berangsur-angsur cepat, sehingga mencapai tempo

dengan kecepatan tinggi (Diskripsi Tari Saman, 1991:5).

18 Aqidah adalah mengakui suatu kebenaran atau keyakinan, ajaran yang harus dijalankan. 19Pok-ane.permainan rakyat yang mengandalkan dan menumpukan gerak tepuk tangan ke paha

sambil bernyanyi. 20Takwa artinya taat pada Tuhan, yaitu dengan mematuhi dan menjalankan segala perintah

Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah. Dalam ajaran Islam ukuran dari orang yang takwa adalah menjaihi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan semua yang diperintahkan Allah.

21 Meratip adalah gerak kepala ke kiri dan ke kanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dan acara-acara hiburan lainnya. Tari saman yang di tampilkan dalam bentuk satu

group ( tanpa lawan) sering di gelar diluar wilayah asalnya, maupun di luar negri, salah

satunya di Negara Amerika tahun 1990 dan tahun 1991 (Kesuma, 1991-1992:8) dan di

negara lainnya. Sedangkan di Daerah Nanggro Aceh Darusalam, tari saman sudah

membudaya di masyarakat. Tari saman ini di samping sebagai sarana hiburan, juga

dapat menjadi sarana pesan kepada anak-anak yang masih dalam pendidikan.

Pada perkembangannya, tari saman disajikan oleh kaum pria, dan pada saat

sekarang sudah dapat dimainkan oleh anak-anak muda remaja atau anak-anak pelajar,

bahkan sudah menjadi bahan pembelajaran kesenian di sekolah-sekolah umum.

Syairnya banyak mengisahkan tentang negara dan tentang hiburan rakyat. Berbeda

dengan tari saman zaman dahulu yang syairnya banyak mengisahkan tentang

keagamaan, karena pada masa itu, orang-orang lebih mendalami tentang agama,

sedangkan masalah budaya kurang diperhatikan, akan tetapi untuk pertunjukan yang

lebih baik dan sempurna haruslah pemain yang berusia dewasa. Apalagi untuk

penampilan saman jalu (bertanding) yang berlangsung dalam rentang waktu yang

sangat lama, otomatis sangat memerlukan kesiapan fisik dan stamina yang kuat dan

prima.

Setiap anggota penari saman umumnya bisa mengaji Al-Qur’an dan menjadi

tengku22. Dalam hal ini tengku juga ulama23

22Tengku, sebutan nama untuk seorang muslim yang menekuni agama (khususnya di Aceh), ada juga Tengku yang merupakan nama gelar kebangsawanan.

, artinya orang alim yang menguasai ilmu,

khususnya pengetahuan tentang agama Islam. Dengan demikian istilah tengku adalah

23Ulama adalah sebutan untuk seorang tokoh keagamaan, yang juga merujuk kepada orang-orang yang menguasai ilmu-ilmu keagamaan. Ulama juga adalah disebut sebagai pewaris Nabi, karena ilmu-ilmu agama Islam diwariskan melalui kaum ulama ini. Di Pulau Jawa golongan kaum ulama disebut dengan istilah santri, berasal dari akar kata kepesantrenan, yaitu tempat kegiatan pendidikan agama, seperti di Tebu Ireng dan lain-lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

suatu institusi lembaga yang di dalamnya terdiri atas beberapa tingkatan sesuai dengan

tingkat kealiman yang dimilikinya. Oleh karena itu saman termasuk seni tari yang

bernafaskan Islam. Namun pemain atau anggota penari saman di daerah Nanggro Aceh

Darusalam sekarang bukan lagi para tengku.

Perkembangan selanjutnya, tari saman telah berfungsi atau difungsikan dalam

berbagai kegiatan kemasyarakatan, misalnya pada acara hiburan atau pada upacara

keagamaan yang bersifat keramaian. Contoh tari saman yang diadakan pada perayaan

agama adalah acara Maulid Nabi Besar Muhamad SAW., (biasanya berlangsung

sampai dua hari dan dua malam), perayaan Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha

dan perayaan perkawinan, sunatan Rasul, syukuran penabalan nama anak, menyambut

tamu-tamu penting, dan lain-lain. Selain perayaan di atas, sering juga tari saman

ditarikan oleh masyarakat pada acara selepas panen padi, sebagai ucapan syukuran dan

kegembiraan yang diadakan dengan mengundang grup dari desa atau kampung lain.

Secara umum urutan penyajian tari saman secara berurut adalah sebagai berikut.

a. Pesalaman (persalaman), yang terdiri dari regnum dan saleum24.

Rengum adalah suara bergumam dari seluruh penari. Tidak jelas kata yang di

kumandangkan, akan tetapi sebenarnya mereka memuji dan membesarkan nama Allah

SWT, dengan lafas mmmm – “illallaahuo”, adalah sambungan dari ucapan “Lailla

haillalhu25

24Peusalaman adalah bermakna sebagai tanda awal mau masuknya lagu pada sebuah pertunjukan saman di kawasan yang penulis teliti. Kemudian istilah regnum maknanya secara etnomusikologis adalah suara bergumam dari para penari. Kemudian istilah saleum adalah salam kepada penonton, sebagai tanda dibukanya acara.

” dan seterusnya. Gerak tari sangat tebatas dan sederhana, kepala menunduk,

25Laillahaillalah.Tiada Tuhan selain Allah. Kata ini selalu juga disebut dengan tahlil, dan merupakan bahagian dari zikir (mengingat Allah) dalam ajaran Islam. Selain tahlil ada juga tahmid, takbir, dan tasbih. Dalam aktivitas tahmid diucapkan kata alhamdulillah (artinya terima kasih Allah), kemudian dalam takbir diucapkan kata Allahu Akbar (artinya Allah Maha Besar), serta dalam tasbih diucapkan kata subhanallah (artinya Maha Suci Allah).

Universitas Sumatera Utara

Page 42: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

tangan menghaturkan sembah. Makna dari gerakan Regnum ini apabila kita kaji adalah

penyerahan diri kepada Allah SWT, konsentrasi penuh dan penyamaan vokal yang

serempak. Selesai Rengum, secara langsung memasuki saleum, dengan ucapan

Assalamualaikum–salam pertama kepada penonton sebagai pembuka pertunjukan acara

tari saman tersebut, kepada pihak-pihak tertentu yang patut dihormati dan di mohon

keizinannya mereka menari Saman (adab dan etika). Pada babakan saleum, gerak mulai

berkembang, gerak tangan, gerak badan, disertai suara nyanyian yang dikumandangkan

pengangkat. Dering,26 jangin,27 redet28 dan saur,29

b. Ulu Ni

silih berganti dalam tempo lambat

dan sedang.

30

26Dering, maknanya secara estetis dalam pertunjukan saman adalah regnum yang segera diikuti oleh semua penari.

Lagu. Secara garis besarnya ulu ni lagu berarti kepala lagu.

Lagu di sini bukan berarti irama atau lagu dari seni musik vokal maupun instrumental.

Lagu diartikan sebagai gerak tari atau lebih tepatnya ragam-ragam gerak tari, walaupun

gerak tari tidak terlepas dari irama lagu, dengan kata lain terjalin persenyawaan yang

kuat antara irama lagu dan gerak tari. Pada babakan ulu ni lagu, gerakan tari Saman

telah mulai bervariasi, kesenyawaan antara gerak tangan, tepukan di dada, dan gerakan

badan serta kepala sudah mulai kelihatan di sini. Akan tetapi gerakan tari saman masih

lambat dan khidmad. Pada saat gerakan akan memasuki tempo cepat, maka seorang

pengangkat (pemain utama) dengan suara melengking memberi aba-aba dengan ucapan

27 Jangin adalah suatu istilah pertunjukan saman untuk menyebutkan pengangkat. 28 Redet adalah satu terminologi yang maknanya merujuk kepada lagu singkat dengan suara

pendek yang dinyanyikan oleh penari pada bahagian tengah. 29Saur adalah sebuah istilah yang maknanya merujuk kepada lagu yang diulang-ulang bersama

penari setelah dinyanyikan oleh penari solo. Dalam kajian etnomusikologis, teknik penyajian pertunjukan seni seperti ini disebut dengan responsorial atau call and response, maknanya seorang penyanyi diikuti secara khorus oleh sekumpulan penyanyi lainnya. Sebaliknya jika sekelompok penyanyi diikuti oleh sekelompok penyanyi lainnya maka disebut dengan antifonal.

30 Uluni lagu maknanya secara estetik pertunjukan adalah kepala lagu.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

syair (inget-inget pongku – male I guncangan31

c. Lagu pada Tari Saman. Lagu pada tari saman sangat penting sekali,

dimana lagu tersebut menandakan pertukaran gerak pada saman. Pada babakan inilah

diperlihatkan kekayaan gerak tari yang terpadu utuh antara kecepatan gerak tangan

yang menghentak dada, paha maupun tepukan tangan, gerakan badan keatas dan ke

bawah secara serentak maupun bersilang (disebut dengan guncang atas dan guncang

rendah, badan miring ke kiri dan miring ke kanan secara serentak, (disebut dengan

singkeh kuwen

artinya ingat – teman-teman akan

diguncang ). Gerakan pada sat ini sudah mulai cepat dan bahkan sangat cepat sekali.

32/ kiri-kanan-kiri), gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar

ke bawah (girik33), berputar ke kiri dan ke kanan, sambil memetik jari (kertek34

Pada babakan inilah puncak gerakan tari saman, dimana para penari di sini di

tuntut harus berkonsentrasi penuh dan para penari harus mempunyai stamina yang

prima. Ini disebabkan selain harus bergerak sangat cepat, harus diselingi oleh suara

nyanyian vokal yang lantang dan keras, yang disebut redet. Dari kecepatan yang tinggi

dan klimaks, tiba-tiba gerak tersebut diperlambat kembali ke tempo awal yang biasa,

yang diawali dari suara vokal pengangkat, yang lambat dan terhenti, seakan-akan

pengangkat memberi aba-aba untuk berhenti sejenak. Begitu juga dengan nyanyian

vokal yang semangkin lama semangkin lambat. Demikian juga dengan gerakan ini

).

31 Inget-inget pongku male I guncangan, artinya ingat teman-teman akan diguncang. 32Singkeh kuwen, artinya gerakan kiri,, kemudian kanan, dan ke kiri lagi. Istilah ini lazim

digunakan dalam konteks latihan dan pertunjukan seni saman di Blangkejeren Aceh. 33Girik adalah sebuah terminologi dalam tari saman di Aceh, yang digunakan untuk

mendeskripsikan dan mempraktikkan gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah, sejajar dengan dada penari.

34Kertek artinya adalah istilah tari saman yang digunakan untuk melakukan gerakan badan berputar Sembilan puluh derajat ke kiri dan ke kanan sambil memetik induk jari dan telunjuk jari tangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

berulang-ulang antara cepat dan berganti lambat, dan bisa tiba-tiba terhenti seketika,

namun semua ini tetap diiringi nyanyian vokal.

d. Uak Ni Keumuh35

e. Lagu Penutup. Pada babak ini, gerakan tari saman kembali ke awal

gerakan, yaitu gerakan sederhana, namun pada saat ini dipentingkan sekali syair

lagunya. Pada bait-baitnya terdapat kata-kata perpisahan, permohonan maaf jika pada

awal pertunjukan saman tadi, ada kata-kata dalam syair pada lagu yang menyinggung

perasaan para tamu yang menyaksikan tari tersebut maupun kepada yang punya

hajatan, jika memang ada sikap dan kata mereka yang salah.

. Secara harfiah berarti gerak, artinya suatu transisi di

mana pada babak ini kesempatan bagi penari untuk mengendorkan ketegangan dan

mengembalikan pernafasan. Iringan nyanyian sederhana dan nada rendah tidak

memaksa, posisi badan duduk bersila, tangan bergerak wajar memukul, menghentak

dada, tepuk tangan, memukul paha, diiringi oleh suara vokal solo oleh pengangkat yang

disebut redet, lalu diikuti oleh penari saman yang lain secara bersama-sama, yang

disebut saur. Apabila kondisi penari telah pulih, maka akan dimulai lagi gerakan cepat

yang diawali oleh aba-aba dari pengangkat dengan ragam gerak yang lain. Perlu dicatat

pada saat gerak menggebu-gebu di puncak (gerakan sangat cepat), iringan vokal

berhenti, jadi hanya terlihat gerakan badan, tangan, dan kepala saja.

Alasan penulis memilih topik ini adalah, pada umumnya dahulu masyarakat

Aceh menikmati pertunjukan tari saman, sebagai penyampaian pesan pada acara-acara

keagamaan, seperti dakwah di desa-desa di daerah Aceh maupun sekitarnya, pada acara

hari-hari besar Islam seperti, memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, Isra’

35Uak Ni Keumuh, artinya adalah transisi gerak saat para penari mengendorkan ketegangan atau melakukan relaksasi setelah begitu banyak mengeluarkan tenaga pada gerakan-gerakan yang sangat membutuhkan tenaga sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Mikraj, Tahun Baru Islam (Muharram), dan hari-hari besar Islam lainnya. Namun pada

saat ini makna dari tari saman itu sendiri telah berubah fungsi hanya sebagai hiburan

yang dapat menghilangkan kejenuhan semata tanpa memperhatikan makna yang

terkandung dalam syair-syair yang disampaikan oleh syekh tari saman, baik masalah

pendidikan, agama, adat istiadat dan moral lainnya, saat ini tari saman sudah bisa

ditampilkan pada acara perkawinan, sunatan, penyambutan tamu, memperingati hari-

hari besar Islam maupun hari-hari besar bangsa Indonesia, seperti hari kemerdekaan

Indonesia, hari pendidikan, dan lain-lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka

penulis tertarik mengadakan penelitian tari saman ini.

Ada beberapa perbedaan yang mendasar dari kedua bentuk penampilan saman

jalu (bertanding) dan show biasa antara lain adalah sebagai berikut.

(a) Pada saman tanpa jalu, pergelaran lebih di utamakan gerak dinamik,

syair lagu dan irama lagu, dengan kata lain penekanannya dititikberatkan pada

keindahan gerakan tarinya. Makna gerak pada saman jalu terletak pada setiap gerakan-

gerakannya yang mengandung arti tertentu, yang terletak pada syair lagunya.

(b) Pada saman jalu, diutamakan keragaman gerak dan kekayaan syair lagu,

yang mengandung nasehat, penerangan bahkan sindiran yang halus (semacam berbalas

pantun) yang harus di imbangi pihak lawan. Penyajian tari saman jalu biasanya

ditampilkan pada acara tertentu, seperti Pekan Seni Aceh atau acara lainnya yang

sifatnya sangat formal dan protokoler. Karena itu pola penyajian saman harus

disesuaikan dengan tuntutan acara tersebut, misalnya ketika grup tersebut akan tampil,

yang biasanya membutuhkan waktu yang terbatas, antara 8 sampai 12 menit, demikian

pula jumlah penari saman yang tampil, jumlah orangnya relatif sedikit. Penari saman

Universitas Sumatera Utara

Page 46: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

tampil hanya dengan satu banjar atau satu syaf36

(c) Saman jalu adalah pergelaran tari saman yang dipertandingkan antara

satu grup saman dengan grup saman yang lainnya, atau pertandingan dari beberapa

grup saman antar kampung, kota dan bahkan antar Provinsi di Nanggro Aceh

Darusalam. Karena itu saman jalu biasanya berlangsung sampai dua hari dua malam,

atau bahkan bisa sampai tiga hari hingga tiga malam (dalam bahasa Gayo disebut roa

lo roa ingi)

, namun begitu, semua penari

pendukung saman harus ada, yakni pengangkat (penari utama), pengapit, penyepit, dan

penupang. Mengingat sifatnya yang formal, dan terbatasnya waktu, maka penyajian

saman dipadatkan.

37. Umumnya yang bertanding adalah grup saman dari desa/kampung, luar

kota atau propinsi lain, yang sengaja diundang oleh yang punya hajat, misalnya dalam

perayaan pesta perkawianan, pesta Sunatan Rasul atau perayaan keagamaan,

memperingatai Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan lain-lain. Penentuan

pemenang ditentukan oleh tim juri yang terdiri dari tokoh-tokoh budayawan setempat

yang memahami benar tentang seluk beluk tari saman, tentang adat istiadat, resam38

Sementara jika pada saman yang biasa ditampilkan pada show atau dalam

konteks hiburan, umumnya pagelaran tari saman lebih diutamakan pada keindahan

gerak dinamik, dan irama lagu, dengan kata lain penekanannya dititikberatkan kepada

dan bahkan tentang agama. Masing-masing grup saman didukung sejumlah 15-25

orang, yang terdiri dari remaja laki-laki.

36Syaf adalah bahasa Aceh yang maknanya adalah yang digunakan untuk meluruskan barisan. Dalam konteks shalat bersama (berjamaah) istilah bersaf juga merujuk pengertian yang sama yaitu baris secara melintang lurus membentuk garis dan kemudian diikuti saf-saf beriktnya. Imam shalat berada di depan.

37Rao lo Roa ingi, artinya adalah tiga hari tiga malam. 38 Resam artinya adalah adat istiadat dalam konteks kebudayaan Aceh. Istilah ini merujuk

kepada aktivitas-aktivitas upacara tradisi Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

keindahan gerakan tarinya. Makna gerak pada saman pertunjukan terletak pada setiap

gerakan-gerakannya yang mengandung arti tertentu, yang terletak pada kekompakan

gerak dan variasi geraknya.

Demikian menariknya keberadaan saman di Blangkejeren Nanggroe Aceh

Darussalam, baik ditinjau dari aspek sosial, budaya, estetika, dan filsafat yang

terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, secara keilmuan, khususnya melalui kajian

seni, saman ini sangat menarik untuk diteliti, didokumentasi, dianalisis, dan tentu saja

dipublikasikan keberadaannya.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah

dalam penelitian ini, yaitu: apa makna gerak tari, makna teks, fungsi sosiobudaya, dan

struktur musik yang disajikan dalam pertunjukan tari saman? Pokok masalah ini perlu

dijelaskan bahwa yang akan dikaji dalam tesis ini adalah empat bidang yaitu: (1) makna

gerak tari saman (2) makna teks saman, (3) fungsi sosiobudaya saman, dan (4) struktur

musik saman. Lebih jauh diperinci lagi makna gerak tari saman meliputi makna

konotatif, denotatif, dan secara keseluruhan mencakup makna budaya yang terkandung

dalam gerak-gerik tari saman. Makna ini akan didasarkan pada pemahaman tentang

terminologi gerak dan struktur gerak yang menjadi dasar maknanya. Kemudian makna

syair (teks) lagu-lagu saman akan dikaji aspek-aspek yang mendukungnya seperti:

makna konotatif, makna denotatif, interyeksi, diksi dan gaya bahasa, jumlah baris dan

bait, ikon, indeks, simbol, frase, dan hal-hal sejenis. Fungsi sosiobudaya saman

mencakup sejauh apa seni ini digunakan oleh masyarakatnya seperti untuk menabalkan

Universitas Sumatera Utara

Page 48: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

nama anak, pesta khitanan, pesta perkawinan, kegiatan-kegiatan keagamaan Islam,

dakwah Islam, dan sejenisnya. Sedangkan fungsi tari saman di antaranya adalah untuk

hiburan, integrasi sosiobudaya, pendidikan, pengabsahan upacara, pelestarian budaya

Gayo dan Islam, dan lain-lainnya.

Selain itu, struktur musik saman yang akan dikaji meliputi aspek dimensi waktu

yang mencakup: tempo, tanda birama, rentak, durasi, motif, frase, siklus, tempo, dan

sejenisnya. Seterusnya adalah aspek dimensi ruang yang mencakup: tangga nada,

wilayah nada, nada dasar, distribusi nada, kantur, formula melodi, distribusi interval,

dan sejenisnya. Inilah yang menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan ini

dalam konteks menyelesaikan salah satu syarat dalam studi magister seni di Program

Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya (FIB),

Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Untuk mengetahui dan memahami makna-makna gerak yang terdapat dalam

pertunjukan saman.

(2) Untuk mengetahui dan memahami makna syair (teks) yang terdapat dalam

pertunjukan saman.

(3) Untuk mengetahui fungsi sosiobudaya saman dalam kebudayaan masyarakat

pendukungnya,

Universitas Sumatera Utara

Page 49: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

(4) Untuk mengetahui struktur musik baik dimensi ruang maupun waktu yang

dipergunakan dalam musik saman.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang di ambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

(1) Menambah referensi tentang kesenian (khususnya saman) bagi lembaga-lembaga

pendidikan (sekolah) sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan

pembelajaran.

(2) Sebagai bahan masukan bagi tim pengajar sendratasik (seni drama, tari, dan

musik), untuk menambah wawsasan seni dan kemudian mengajarkannya kepada

generasi muda Indonesia, khususnya Aceh.

(3) Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa seni tari dan

musik, agar dapat mengetahui penyajian tari dan musik saman sesungguhnya,

termasuk pada konteks hiburan di pesta perkawinan.

(4) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang

berkaitan dengan budaya daerah.

(5) Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain, baik mencakup

teori maupun uraian tentang bentuk penyajian tari saman.

(6) Penelitian ini akan bermanfaat untuk pengembangan seni-seni tradisional yang

dalam konteks dunia kepariwisataan di Nanggroe Aceh Darussalam pada

khususnya dan Indonesia secara umum.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

(7) Penelitian tentang saman ini akan dapat memberikan manfaat tentang

bagaimana masyarakat Gayo membumikan ajaran Islam dalam konteks wilayah

budaya etnik, yang spesifik dan bijaksana (arif).

1.4 Kerangka Teori

Berikut ini akan disajikan beberapa teori yang akan digunakan sebagai alat

untuk membedah berbagai masalah yang berkenaan dengan topik tulisan ini.

1.4.1 Teori Semiotik

Untuk mengkaji makna tari dan syair (teks) dalam pertunjukan saman, penulis

menggunakan teori semiotik. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk

memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol

yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand

de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof

dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang

bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang

berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi

tersendiri.

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri

dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant),

dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan

seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita

untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan

Universitas Sumatera Utara

Page 51: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang

itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu

menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut

indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda

melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Semiotik atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda (sign) serta tanda-

tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan

oleh salah seorang pendiri teori semiotik, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de

Sausurre. Menurutnya semiotik adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda

dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Meskipun kata-kata ini telah

dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John Locke, gagasan semiotik

sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang

berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-

19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya

seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce.

Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukan perhatian

kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai “sesuatu yang

mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu sumbangannya yang besar

bagi semiotik adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe,

yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah tanda

untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah

tanda adanya api) dan (c) simbol, yang berkaitan dengan referentnya dengan cara

Universitas Sumatera Utara

Page 52: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

penemuan (seperti dengan kata-kata atau signal trafik). Ketiga aspek tanda ini penulis

pergunakan untuk mengkaji syair saman.

Untuk membantu kajian makna dalam penelitian ini juga penulis mengkaji

fungsi tari saman, dengan menggunakan teori fungsionalisme. Teori fungsionalisme

adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan pada

saling ketergantungan antara institusi-institusi dan kebiasaan-kebiasaan pada

masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung

oleh fungsi. Institusi-institusi seperti negara, agama, keluarga, aliran dan pasar

terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang kompleks seperti Amerika Serikat,

agama dan keluarga mendukung nilai-nilai yang di ungsikan untuk mendukung aktiviti

politik demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat yang lebih sederhana,

masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung

solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan

kekerabatannya.

Untuk lebih memperinci teori semiotik ini maka penulis mendeskripsikan empat

teori semiotic yang digunakan untuk mengkaji makna tari dan teks saman. Keempat

teori semiotik itu adalah: (1) semiotik Peirce, (2) semiotik Saussure, (3) semiotik

Barthes, dan (4) semiotik Halliday. Penjabarannya adalah sebagai berikut.

1.4.1.1 Semiotik Charles Sanders Peirce

Peirce mengemukakan teori segi tiga makna atau triangle meaning yang terdiri

dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah

sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan

Universitas Sumatera Utara

Page 53: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri.

Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon

(tanda yang muncul dari perwakilan fisik), dan indeks (tanda yang muncul dari

hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan

tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk

tanda (Santosa, 1993:10) dan (Pudentia, 2008:323)

Tabel 1.1: Segitiga Makna

Objek

Representamen Interpretan

Menurut Peirce (Santosa,1993:10) pemahaman akan struktur semiosis menjadi

dasar yang tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

Page 54: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat,

dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya,

seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur

logika, yaitu hubungan penalaran dengan jenis penandanya, hubungan kenyataan

dengan jenis dasarnya, dan hubungan pikiran dengan jenis petandanya seperti yang

tertera dalam bagan 1.2 dan bagan 1.3 berikut.

Tabel 1.2: Pembagian Tanda

Ground/ representamen: tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala umum.

Objek/ referent: yaitu apa yang diacu.

Interpretant: tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima.

Qualisign: terbentuk oleh suatu kualitas yang merupakan suatu tanda, misalnya: “keras” suara sebagai tanda, warna hijau.

Ikon: tanda yang penanda dan petandanya ada kemiripan. Misalnya: foto, peta.

Rheme: tanda suatu kemungkinan atau konsep, yaitu yang memungkinkan menafsirkan berdasarkan pilihan, misalnya: “mata merah” bisa baru menangis, tapi bisa juga yang lain.

Sinsign/tokens: terbentuk melalui realitas fisik. Misalnya : rambu lalu lintas.

Index: hubungan tanda dan objek karena sebab akibat. Misalnya: asap dan api.

Dicent sign: tanda sebagai fakta/ pernyataan deskriptif eksistensi aktual suatu objek, mis : tanda larangan parkir adalah kenyataan tidak boleh parkir.

Legisign: Hukum atau kaidah yang berupa tanda. Setiap tanda konvensional adalah legisign, misalnya: suara wasit dalam pelanggaran.

Symbol: hubungan tanda dan objek karena kesepakatan / suatu tanda yang penanda atau petandanya arbitrer konvensional. Misalnya: bendera, kata-kata.

Argument: tanda suatu aturan, yang langsung memberikan alasan, mis : gelang akar bahar dengan alasan kesehatan.

Sumber: Erni Yunita (2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 55: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 1.3: Hubungan Tanda

Sumber: Erni Yunita (2011)

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang

menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada

dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting

dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda, ketika tanda

itu digunakan orang saat berkomunikasi. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah

trikotomis atau triadik, dan tidak memiliki ciri-ciri struktural sama sekali. Prinsip

dasarnya adalah bahwa tanda bersifat representatif yaitu tanda adalah sesuatu yang

mewakili sesuatu yang lain. Proses pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan

antara tiga titik yaitu Representamen (R), Object (O), dan Interpretant (I). (R) adalah

bagian tanda yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu

Universitas Sumatera Utara

Page 56: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

yang diwakili oleh (O), kemudian (I) adalah bagian dari proses yang menafsikan

hubungan antara (R) dan (O).

Contoh apabila di tepi pantai seseorang melihat bendera merah (R), maka dalam

kognisinya ia merujuk pada “larangan untuk berenang” (O), selanjutnya ia menafsirkan

bahwa “adalah berbahaya untuk berenang di situ” (I). Tanda seperti itu disebut

lambang yakni hubungan antara R dan O bersifat konvensional.

1.4.1.2 Semiotik Ferdinand de Saussure

Teori semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913).

Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier)

dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal

melalui wujud karya arsitektur atau seni rupa. Sedang pertanda dilihat sebagai makna

yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung di dalam

karya arsitektur. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda

berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotik signifikasi adalah

sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan

aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai

tanda tersebut (Culler, 1996:7). Bagan berikut tentang tanda (sign) yang dikemukakan

oleh Ferdinand de Saussure (dalam Djajasudarma, 1993:23).

Universitas Sumatera Utara

Page 57: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 1.4: Tentang Tanda

Signifiant (signifier) “yang menandai” (citra bunyi) misalnya:

pohon [p o h o n]

Signe Signifie (signified) “yang ditandai” (pengertian atau kesan makna

yang ada dalam pikiran).

Contoh:

Hubungan antara signifiant dan signifie bersifat arbitrer atau sembarang saja.

Dengan kata lain, tanda bahasa (signe linguistique atau signe) bersifat arbitrer.

Pengertian pohon tidak ada hubungannya dengan urutan bunyi t-a-n-g-k-a-l di dalam

bahasa Sunda atau w-i-t di dalam bahasa Jawa. Signifiant bersifat linear, unsur-

unsurnya membentuk satu rangkaian (unsur yang satu mengikuti unsur lainnya).

Pohon

tangkal

tangkal

Universitas Sumatera Utara

Page 58: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 1.5: Tentang Hubungan Tanda

---------- signification --------------

Menurut Saussure (Chaer, 2003:348), tanda terdiri dari: (a) bunyi-bunyian dan

gambar, yang disebut signifier atau penanda, dan (b) konsep-konsep dari bunyi-bunyian

dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda

untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda

tersebut. Objek bagi Saussure disebut referent. Hampir serupa dengan Peirce yang

mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya

Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur

tambahan dalam proses penandaan. Contoh, ketika orang menyebut kata “anjing”

(signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan

(signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan,

tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.”

Bahasa merupakan sistem tanda, di mana setiap tanda yang ada terdiri dari dua

bagian yaitu signifier dan signified. Signifier merupakan konsep, ide, atau gagasan.

Sign/symbol

Signifier Signified

Universitas Sumatera Utara

Page 59: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Sementara signified adalah kata-kata atau tulisan yang menyampaikan konsep, ide, atau

gagasan tersebut. Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan, suatu signified tanpa signifier

tidak memiliki arti apa–apa, sebaliknya suatu signifier tanpa signified tidak mungkin

dapat disampaikan. Contohnya manusia yang masih sangat muda yang belum bisa

berbicara dan berjalan merupakan sebuah signifier. Untuk menyampaikan gagasan

dalam signifier tersebut maka digunakan signified “bayi.”

1.4.1.3 Semiotik Roland Barthes

Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya

tersebut Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu

tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung,

dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan

petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan

tidak pasti (Barthes, 2007:82).

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, yang tertarik pada cara

kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna,

tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja

menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Menurut

Saussure (dalam Aminuddin, 1995:168) hubungan antara simbol dan yang disimbolkan

tidak bersifat satu arah. Kata bunga misalnya, bukan hanya memiliki hubungan timbal

balik dengan gambaran yang disebut bunga, tetapi secara asosiatif juga dapat

dihubungkan dengan keindahan, kelembutan, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Konsep mental ini kemudian menjadi perhatian Barthes yang mengembangkan

konsep tanda Saussure dengan menambahkan konsep “relasi.” Relasi yang dimaksud

adalah penghubung penanda (disebut expression “ungkapan” dilambangkan dengan E)

dan petanda (disebut contenu/ content “isi” dilambangkan dengan C). Penanda dan

petanda dihubungkan dengan relasi (R). Gabungan atau kesatuan tingkatan–tingkatan

tersebut dan relasinya itu membentuk satu sistem ERC. Sistem ini terdapat dalam

bentuknya sendiri, dan menjadi unsur sederhana dari sistem atau bentuk kedua yang

membina bentuk yang lebih luas. Oleh Barthes sistem ini dapat dipilah menjadi dua

sudut artikulasi. Konotasi dan denotasi satu sudut, metabahasa dan objek bahasa di

sudut lain, seperti bagan berikut ini (Pudentia, 2008:335).

Tabel 1.6: Konotasi dan Metabahasa

Denotasi \

Objek bahasa

Konotasi

Metabahasa

Contoh : Tempat jin turun berkecimpung

E C

Denotasi Konotasi

E C

E

d

C

d E

d

C

d

E

d

C

d E

C

Jin makhluk halus

Jin berkecimpung

Universitas Sumatera Utara

Page 61: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

E C Objek bahasa

Metabahasa

E C

1.4.1.4 Semiotik Halliday

Teori bahasa fungsional sistemik dikembangkan seorang pakar linguistik

M.A.K Halliday seorang pakar bahasa yang berasal dari Inggris dan kini tinggal di

Australia sebagai guru besar di University of Sydney. Kata sistemik adalah suatu teori

yaitu tentang makna. Bahasa merupakan semiotik sistem (Halliday dkk., 1992:4).

Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis yaitu semiotik denotatif dan semiotik

konotatif. Semiotik denotatif menunjukkan bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang

selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Berbeda dengan semiotik denotatif, semiotik

konotatif hanya memiliki arti tetapi tidak memiliki bentuk.

Dalam pemakaian bahasa sistem semiotik konotatif terdapat dalam hubungan

bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya dan faktor

situasi sebagai semiotik konotatif, pemakaian bahasa menunjukkan bahwa ideologi

tidak memiliki bentuk. Oleh karena itu, semiotik meminjam budaya sebagai bentuk

sehingga ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya direalisasikan oleh konteks

situasi. Selanjutnya konteks situasi meminjam semiotik yang berada dibawahnya yaitu

Jin bermain air /mandi

Jin Bergembira menerima persembahan

Universitas Sumatera Utara

Page 62: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

bahasa. Jadi konteks situasi direalisasikan oleh bahasa yang mencakupi semantik, tata

bahasa dan fonologi.

Bahasa dalam pandangan semiotik sosial menandai jenis pendekatan yang

dilakukan oleh Halliday. Dalam pengertian ini bahwa sebagai semiotik, bahasa terjadi

dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi, berbeda dengan semiotik biasa sebagai semiotik

sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan demikian bahasa dalam

interaksi sosial terdiri dari tiga unsur yaitu arti, bentuk dan ekspresi. Arti (semantic

atau discourse semantics) direalisasikan bentuk (grammar atau lexicogrammar) dan

bentuk ini seterusnya dikodekan oleh ekspresi atau phonology/graphology (Saragih,

2000:1).

Proses semiotik adalah suatu proses pembentukan makna dengan melakukan

pemilihan. Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas semiotik denotatif dan semiotik

konotatif yang memiliki arti dan bentuk. Bahasa merupakan semiotik denotatif dengan

pengertian bahwa semantik sebagai arti direalisasikan oleh lexicogrammar sebagai

bentuk dan selanjutnya lexicogrammar diekspresikan oleh phonology.

Keempat teori tersebut penulis sederhanakan pola-pola atau pokok pikirannya

sebagai berikut.

(a) Peirce menggunakan segitiga makna yang terdiri dari: tanda (sign), object,

dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh

panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan)

kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon,

dan indeks, acuan tanda ini disebut objek (konteks sosial).

Universitas Sumatera Utara

Page 63: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

(b) Saussure membagi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan

pertanda (signified). Penanda adalah wujud fisik yang dapat dikenal melalui wujud

karya arsitektur atau seni rupa. Dalam konteks penelitian ini adalah pakaian, asesori,

warna, motif yang dipakai penari saman, dalam pertunjukan. Sedangkan pertanda

adalah makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nilai yang terkandung

di dalam karya arsitektur atau rupa. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara

penanda dan petanda berdasarkan konvensi, yang biasa disebut dengan signifikasi.

(c) Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu

tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung,

dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan

petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan

tidak pasti.

(d) Halliday mengembangkan semiotik di bidang bahasa. Ia membaqgi dua

semiotik bahasa, yaitu semiotik denotatif, yang mengkaji tanda-tanda bahasa dalam

makna sesungguhnya. Kemudian yang kedua adalah semiotik konotatif yang mengkaji

bahasa dalam makna di luar makna sesungguhnya.

Keempat teori semiotik ini penulis gunakan dalam mengkaji dan memahami

makna yang terdapat di sebalik tarian dan teks pertunjukan saman, khususnya di Blang

Kejeren Aceh.Tentu studi tentang tanda atau makna ini akan melibatkan latar belakang

budaya Gayo yang menghasilkannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1.4.2 Teori Fungsionalisme

Untuk mengkaji fungsi sosiobudaya saman dalam kebudayaan masyarakat

Gayo, khususnya di kawasan penelitian, maka penulis menggunakan teori

fungsionalisme. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam

ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi

(pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi

menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti:

negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.

Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh

seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw

Malinowski (1884-1942). Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga

bangsawan Polandia. Ayahnya adalah guru besar dalam Ilmu Sastra Slavik. Jadi tidak

mengherankan apabila Malinowski memproleh pendidikan yang kelak

memberikannnya suatu karier akademik juga. Tahun 1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti

dan Alam dri Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar membaca

buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik

kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di

Leipzig, Jerman (Koentjaraningrat, 1987:160).

Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis

fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan,

atau a functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap

di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun

1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru

Universitas Sumatera Utara

Page 65: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun

selepas itu (Malinowski 1944).

Bagi Malinowski (T.O. Ihromi 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang

dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur

kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain,

pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola

kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan

bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar

dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur

budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau

beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari

para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi

(melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian,

gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-

kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis

kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.

Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi

secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-

metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai

kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi

sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantap juga.

Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi

(Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 66: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku

manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;

2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat

atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh

warga masyarakat yang bersangkutan;

3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak

untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.

Contohnya unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan

menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam

pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-

bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang manjamin kelangsungan

kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang

kebudayaan, bahwa semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal

yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat.

Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown (1881-1955), seorang

ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada

konsep fungsionalisme. Tetapi berlainan dengan Malinowski, radcliffe-Brown (Ihromi,

2006), mengatakan, bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk

memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur

Universitas Sumatera Utara

Page 67: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

sosial masyarakat. Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari

hubungan-hubungan sosial yang ada.

Radcliffe-Brown (Koentjaraningrat, 1987:175) hanya membuat deskripsi

mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak membuat

bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan mitologi. Dalam

mendekripsi etnografi The Andaman Islander, itu merupakan contoh lain dari suatu

deskripsi terintegrasi secara fungsional, di mana berbagai upacara agama dikaitkan

dengan mitologi atau dongeng-dongeng suci yang bersangkutan, dan di mana pengaruh

dan efeknya terhadap struktur hubungan antara warga dalam suatu komunitas desa

Andaman yang kecil, menjadi tampak jelas.

Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya, dan

dapat dirumuskan mengenai upacara (Koentjaraningrat, 1987), sebagai berikut:

1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen

dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berprilaku sosial

dengan kebutuhan masyarakat;

2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian

mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok orientasi dari

sentimen tersebut;

3. Sentimen itu dalam pikiran individu dalam pikiran individu warga masyarakat

sebagai akibat pengaruh hidup masyarakat;

4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat

diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat tertentu;

Universitas Sumatera Utara

Page 68: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam jiwa

warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam

generasi berikutnya (1922:233-234).

Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi sosial”

untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada soladaritas

sosial dalam masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “… the social function of the

ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from one generation to

another the emotional dispositions on which the society (as it constituted) depends for

its existence.”

Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowski yaitu teori

fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsional struktural, ia

mengatakan, “… bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk

memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahakan struktur

sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat adalah seluruh jaringan dari

hubungan-hubungan sosial yang ada.”

Jadi, menurut penulis, kedua teori fungsional ini memfokuskan fungsi-fungsi

sosial budaya pada apa penyebabnya. Bagi Malinowski penyebab fungsi itu adalah

pada kebutuhan dasar manusia sebagai individu-individu. Sementara menurut

Radcliffe-Brown fungsi itu muncul untuk memenuhi sistem sosial yang telah dibangun

berdasarkan kesepakatan bersama.

Dalam konteks penelitian ini saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo jika

dianalisis dari teori fungsionalnya Malinowski bahwa setiap individu orang Gayo perlu

mengekspresikan perasaan keindahannya melalui seni saman. Berbagai kegiatan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 69: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

budaya Gayo seperti akikah, menambalkan anak, khitanan, perayaan hari besar agama

Islam, menyambut tetamu, festival budaya menggunakan seni saman ini. Jadi faktor

individulah yang paling dominan menurut teori fungsionalnya Malinowski ini. Kalau

menurut teori fungsionalismenya Radcliffe-Brown maka semua aktivitas budaya yang

melibatkan penggunaan seni saman adalah karena memenuhi sistem-sistem sosial yang

dikendalikan secara bersama oleh masyarakat Gayo. Jadi menurut teori fungsionalisme

Radcliffe-Brown, seni saman timbul karena kebutuhan masyarakat secara bersama,

bukan karena individu.

1.4.3 Teori Weighted Scale

Kemudian untuk mengkaji struktur musik yang digunakan dalam pertunjukan

saman ini, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada), seperti yang

ditawarkan oleh Wiliam P. Malm (1977). Teori weighted scale adalah teori yang lazim

digunakkan untuk menganalisis atau mendeskripsikan melodi berdasarkan delapan

unsur melodis yang terdiri dari delapan unsur, yaitu sebagai berikut: (1) tangga nada;

(2) wilayah nada (ambitus); (3) nada dasar (tone center); (4) jumlah nada-nada, (5)

distribusi interval, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadensa, dan (8) kantur.

Demikian kira-kira gambaran umum teori yang akan penulis gunakan nantinya

dalam mengkaji makna gerak tari, makna teks, dan struktur musik yang dipertunjukan

dalam seni saman di Blang Kejeren, Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi yaitu

dengan menggambarkan atau mengamati fakta-fakta yang sedang berlangsung. Teknik

Universitas Sumatera Utara

Page 70: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

pengumpulan data dan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Tekhnik

pengolahan dan analisa data di gunakan metode deskripsi kualitatif yaitu, menguraikan

bagaimana Makna gerak tari Saman pada suatu pertunjukan. Bentuk gerak tari Saman

adalah gerak salawat39 dengan pola hitungan (4x8), saleum 40 dengan pola hitungan

(2x8), gerak kisah dengan pola hitungan (4x8), gerak ekstra dengan pola hitungan

(4x8), gerak penutup dengan pola hitungan (4x8). Dengan demikian, dapat di

simpulkan bahwa gerak tari Saman mempunyai hitungan rata-rata 2x lambat 2x cepat

(4x8). Tari saman sering di tampilkan pada acara seperti Maulid Nabi Besar SAW,

sunat Rasul, Isra Mi’Raj, adat perkawinan, perlombaan dan acara-acara hiburan

lainnya. Dengan jumlah penari 15 sampai 17 orang dan 2 orang Syahi41 (vokal) atau

Aneuk Syekh.42

39Salawat adalah istilah yang merujuk kepada puji-pujian untuk Nabi atau doa kepada Nabi.Contohnya adalah allahuma shali ala saidina Muhammad wa ala ali saidina Muhammad, kama sholaita ala saidina Ibrohim wa ala ali saidina Ibrohim fil alamina inaka hamidul majid.

Sesuai dengan masalah yang di ajukan, maka penulis memakai metode

deskriptif, untuk mengumpulkan informasi mengenai tari Saman yang sebenarnya. Ini

sesuai dengan yang di katakan Arikunto, (2003:309-310), yaitu penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai

status, satu gejala yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian di

lakukan. Adapun pengertian deskriptif menurut Sukardi (2003:15) adalah metode yang

berusaha menggambarkan objek atau subjek yang di teliti sesuai dengan apa adanya.

Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang

di teliti secara tepat.

40Saleum,adalah lagu awal pada tari saman, yang menandakan tari tersebut dimulai, juga bermakna sebagai syair lagu awal.

41Syahi adalah pemain utama dalam tari saman. 42Aneuk Syekh, pemain utama dalam saman yg memberi aba-aba kepada penari lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Menurut Merriam, dalam etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan

metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci di

lapangan. Metode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas, yang

meliputi dasar-dasar teoretis yang menjadi acuan bagi teknik penelitian lapangan.

Teknik menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari,

sedangkan metode mencakupi teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah

sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (Merriam, 1964:39-40).

Selain itu dalam penelitian seni dikenal metode penelitian kualitatif dan

kuantitatif. Penelitian kualitatif pada hakikatnya bertujuan untuk mencari makna-makna

yang terkandung daripada kegiatan atau artefak tertentu. Selanjutnya penelitian

kuantitatif biasanya bertujuan untuk mengukur fenomena yang ada berdasarkan

rentangan-rentangan kuantiti tertentu. Sejauh pengamatan penulis, kajian seni lebih

banyak didekati oleh metode kualitatif. Namun metode kuantitatif juga diperlukan

dalam mengkaji seni. Yang perlu difahami adalah kedua metode digunakan sesuai

untuk membahas permasalahan apa. Misalnya untuk mengkaji seberapa banyak

degradasi jumlah ronggeng Melayu di Sumatera Utara, tentu metode yang sesuai adalah

metode kuantitatif. Sebaliknya untuk mengetahui sejauh mana makna semiotik yang

ingin dikomunikasikan seniman dalam pertunjukan guro-guro aron, tentulah lebih

sesuai didekati dengan metode kualitatif. Dalam konteks penelitian tertentu, bahkan

kedua-dua metode diperlukan.

Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit tentang penelitian kualitatif

sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

QUALITATIVE [sic.] research has a long and distinguished history in human disiplines. In sociology the work of the "Chicago school" in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, ...charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. ...Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disiplines, fields, and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln, 1995:1).

Lebih jauh Nelson menjelaskan mengenai apa itu penelitian kualitatif berikut

keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang diperturunkan

berikut ini.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).

Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian

kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kelompok manusia.

Biasanya manusia di luar kumpulan peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai jenis

disiplin, baik dari ilmu kemanusiaan, sosial, ataupun ilmu alam. Para penelitinya

percaya kepada perspektif naturalistik, serta menginterpretasi untuk mengetahui

pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan dibentuk oleh

berbagai nilai etika posisi politik.

Namun demikian, penelitian seni dengan metode kualitatif juga selalu melibatkan

data-data yang bersifat kuantitatif dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution

Universitas Sumatera Utara

Page 73: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

bahwa setiap penelitian (kualitatif dan kuantitatif) harus direncanakan. Untuk itu

diperlukan desain penelitian. Desain penelitian merupakan rencana tentang cara

pengumpulan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta

serasi dengan tujuan penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a)

populasi sasaran, (b) metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan

data, (e) cara-cara menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya

menggunakan statistik, (g) cara mengambil kesimpulan, dan sebagainya (Nasution,

1982:31).

Edi Sedyawati juga mengungkapkan perlunya tahapan-tahapan dalam

meneliti seni tari. Penelitian seni tari juga dapat kita bagi ke dalam tiga macam atau

tahap, yakni: (1) pengumpulan; (2) penggolongan; dan (3) penganalisisan dan

penulisan. Khusus untuk seni tari, ada satu lagi yang dapat kita sebut sebagai tahap

nomor empat, yaitu pengolahan atau persembahan (Sedyawati, 1984:116).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam rangka kerja studi kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan tari

saman ini, maka sebahagian besar digunakan buku-buku yang secara saintifik

dipandang relevan dan berkait dengan pokok masalah penelitian. Di antara buku-buku

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kantor Wilayah Propinsi Derah

Istimewa Aceh, yang berjudul Diskripsi Tari Saman Propinsi Daerah

istimewa Aceh, tahun 1991/1992, yang di dalamnya terdapat pembahasan

tentang sejarah tari saman dan bentuk-bentuk tari saman. Sejarah tari

Universitas Sumatera Utara

Page 74: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

saman yang dibahas mencakup masa kesultanan Aceh, masa penjajahan

Belanda,, dan masa kemerdekaan yang mempengaruhi perkembangan tari

saman di Aceh.

2. M.H. Gayo yang berjudul Rakyat Gayo di Pedalaman Aceh, yang di

dalamnya terdapat uraian tentang kehidupan suku Gayo dan Kejurun daerah

di Tanah Gayo dan Alas. Buku ini lebih banyak mengupas sisi daerah

geografis dan kebudayaan masyarakat Gayo secara umum.

3. Thantawy R yang berjudul Perkembangan dan Pembinaan Kesenia Gayo,

yang di dalamnya terdapat tentang perkembangan saman. Tulisan ini

berpandukan kepada aspek sejarah.

4. Azhar Munthasir, dkk. yang berjudul Adat Perkawinan Etnis Alas, yang di

dalamnya berisi tentang kebudayaan Aceh dan adat perkawinan etnis Alas.

Adat perkawinan pada suku Alas di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan

hasil akulturasi budaya Alas, Aceh Rayeuk, dan peradaban Islam.

5. Radius dkk. yang berjudul Adat Perkawinan Etnis Singkil, yang berisi

tentang adat istiadat perkawinan pada suku etnis Aceh Singkil. Buku ini

juga berbentuk deskripsi mendalam tentang rangkaian upacara adat

perkawinan masyarakat Aceh di Singkil.

6. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang berjudul Pengetahuan,

Keyakinan, Sikap, dan Prilaku Generasi Muda Berkenaan dengan

Perkawinan Tradisional, di dalam buku ini berisikan tentang pengetahuan

terhadap perkawinan tradisional, dengan beberapa contoh di seluruh

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

7. Muhammad Takari yang berjudul “Mengenal Teori Fungsionalisme”

(2009), dalam tulisan ini berisikan tentang teori-teori fungsi. Dalam tulisan

ini Takari menguraikan berbagai contoh teori fungsi dalam ilmu linguistic,

komunikasi, antropologi, sosiologi, dan etnomusikologi, yang sebenarnya

memiliki berbagai kesamaan, namun cukup diwarnai oleh para pakar teori

ini di bidang-bidang ilmu tersebut.

8. Salman Yoga, yang berjudul Adat Budaya Gayo dalam Lintasan Sejarah,

yang berisikan tentang adat istiadat budaya Gayo. Pengarang buku ini

mendeskripsikan secara umum bagaimana kebudayaan Gayo yang

mencakup bahasa, struktur sosial, sejarah, dan upacara-upacara adat Gayo di

Nanggroe Aceh Darussalam.

9. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan

Daerah Istimewa Aceh yang berjudul Dampak Pengembangan Pariwisata

terhadap Kehidupan Sosial di Daerah Istimewa Aceh, yang berisikan

tentang budaya dan kesenian pariwisata Aceh.

10. Majelis Ulama Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, yang berjudul

“Bagaimana Islam Memandang Kesenian” (1972) yang berisikan tentang

bagaiman agama Islam memandang kesenian dari sudut keagamaan.

11. T.Christomy dan Untung Yuwono yang berjudul Semiotik Budaya, yang

berisikan tentang semiotik budaya, buku ini doterbitkan pada tahun 2004.

12. Alan P. Merriam menulis buku yang berjudul The Anthropology of Music,

yang berisikan tentang ilmu antropologi musik. Di dalam buku ini juga

Universitas Sumatera Utara

Page 76: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dibahas secara mendalam bagaimana guna dan fungsi musik di dalam

kebudayaan manusia di dunia ini.

13. Malinowski yang berjudul “Teori Fungsional dan Struktural”, yang

berisikan tentang teori-teori fungsional dan struktural. Tulisan ini dimuat

dalam buku Teori Antropologi I dengan editor Koentjaraningrat (1991).

14. Mohammad Said menulis buku yang berjudul Aceh Sepanjang Abad (Jilid

I) yang diterbitkan tahun 2007. Buku ini berisikan tentang sejarah rakyat

Aceh sepanjang abad dan perjuangan Rakyat Aceh dalam memperjuangkan

kemerdekaan rakyat Aceh. Pendekatan yang dilakukan Mohammad Said

adalah pendekatan sejarah.

15. Mohammad Said menulis buku yang berjudul Aceh Sepanjang Abad (Jilid

II), buku ini berisikan tentang sejarah rakyat Aceh sepanjang abad dan

perjuangan rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Aceh,

diterbitkan tahun 2007.

16. Sugiyono menulis buku yang berjudul Metode Penelitian Kuantitatif &

Kualitatif dan R & D, buku ini berisikan tentang metode penelitian

kuantitatif dan kualitatif.

17. Abdul Hadjat menulis ensiklopedia yang bertajuk Ensiklopledi Musik dan

Tari Daerah Propinsi Istimewa Aceh. Banda Aceh : Depdikbud Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Buku ini berisikan

tentang Ensiklopledi Musik dan Tari-tarian yang terdapat di Provinsi

Istimewa Aceh, buku ini diterbitkan tahun 1986.

Universitas Sumatera Utara

Page 77: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

18. Hanafiah M. Adnan menulis buku yang bertajuk Cerita Rakyat Tokoh

Utama Mitologi dan Legendaris Daerah Istimewa Aceh. Buku ini

diterbitkan di Banda Aceh oleh Depdikbud Pusat dan Penelitian Sejarah

Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, tahun 1978.

Buku ini berisikan tentang cerita-cerita rakyat Aceh dan legenda yang

berkembang di masyarakat Aceh.

19. Abdullah Adnan. menulis buku yang bertajuk Migrasi dan Kelompok Etnis

di Aceh. Diterbitkan di Banda Aceh oleh Sinar Darussalam No.96/07,

dalam tahun 1996. Buku ini berisikan tentang Migrasi dan kelompok-

kelompok etnik yang terdapat di Aceh.

20. Abdullah Adnan mengarang sebuah buku yang bertajuk Kebudayaan Suku-

Suku Bangsa di Daerah Aceh. Banda Aceh: Lembaga Pengabdian kepada

Masyarakat ( LPM ) Universitas Syiah Kuala. Buku ini berisikan tentang

Kebudayaan dan suku-suku Bangsa yang terdapat di daerah Aceh.

Diterbitkan tahun 1994.

21. Anonim. Kamus Gayo Indonesia, Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. Buku ini berisikan tentang kamus bahasa Gayo.

Diterbitkan tahun 1985.

22. Ahmad Zakaria. Permainan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa

Aceh. Banda Aceh: Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

Kebudayaan Daerah. Buku ini berisikan tentang permainan-permainan

rakyat yang berkembang di masyarakat Aceh dan terdapat di daerah Aceh,

diterbitkan tahun 1980.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

23. Idris. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Propinsi Istimewa Aceh,

Banda Aceh: Depdikbud Dirjenbud Dirjaranitra P2NB. Buku ini berisikan

tentang tentang perlatam-perlatan hiburan dan kesenian tradisional Aceh

yang terdapat di masyarakat Aceh. Diterbitkan pada tahun 1993.

24. Nurdin Fauziah N.M.A. Seni Tari Suara Tradisional Aceh dan Keberadaan

dan Masa Kini, yang diterbitkan oleh satuan Kerja BRR (Badan Rehabilitasi

dan Rekonstruksi) bidang Revitalisasi dan Pengembangan Kebudayaan

Pariwisata Banda Aceh. Buku ini berisikan tentang perkembangan seni tari

di Aceh dan upaya pemungsiannya di masa pasca tsunami. Buku ini

diterbitkan tahun anggaran 2006/2007.

25. Soedarsono, menulis buku yang berjudul Beberapa Masalah Perkembangan

Tari di Indonesia. Diterbitkan di Surakarta tahun 1972. Di dalam buku ini

dideskripsikan tentang masalah perkembangan seni tari di Indonesia secara

umum, dan banyak mengambil contoh-contoh tari di Jawa dan Bali.

26. Soedarsono, yang juga menulis buku yang bertajuk Tari-tari di Indonesia.

Diterbitkan di Jakarta oleh Proyek Pengembangan Media dan Kebudayaan

pada tahun 1977. Dalam buku ini dideskripsikan mengenai tari-tari yang

terdapat di Indonesia dari wilayah Aceh sampai ke Papua.

27. Lailima S. dan H. Ihsan, menulis buku yang bertajuk Tarian di Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Buku ini diterbitkan di Banda Aceh tahun

2004, sebagai dokumentasi oleh Sanggar Tari CutNyak Dhien Meuligoe

Nanggroe Aceh Darussalam. Secara umum buku ini berisikan deskripsi

Universitas Sumatera Utara

Page 79: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

panjang tentang tari-tarian yang ada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

28. Yusmidar menulis buku yang berjudul Mengenal Tari Tradisional Aceh,

yang kemudian diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Banda Aceh, Provinsi

Daerah Istimewa Aceh, tahun 1999. Pada dasarnya buku ini berisikan uraian

mengenai tari-tarian dan jenis-jenisnya yang terdapat di kawasan Provinsi

Daerah Istimewa Aceh.

29. Ali Hasymy menulis buku yang bertajuk Kebudayaan Aceh dalam Sejarah.

Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Benua di Jakarta tahun 1983. Adapun isi

buku ini secara umum adalah uraian mengenai kebudayaan Aceh, filsafat-

filsafatnya, dan sejarah perkembangan kebudayaan Aceh.

30. T.A. Hasan Husein, menulis buku yang bertajuk Upacara Tradisional

Daerah Istimewa Aceh. Buku ini diterbitkan di Banda Aceh oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam rangka Proyek IDKD

Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Buku ini berisikan deskripsi seputar

upacara-upacara yang terdapat di daerah Aceh.

Inilah sebahagian pustaka penting yang menjadi rujukan penulis dalam rangka

mengkaji keberadaan tari saman di Blangkejeren, Nanggroe Aceh Darussalam.

Keberadaan sumber tertulis ini menjadi dasar utama keilmuan penulis dalam rangka

meneliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan multidisiplin dan interdisiplin

ilmu, sebagaimana yang selama ini penulis peroleh dari kuliah di Program Studi

Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara Medan. Selanjutnya penulis melakukan penelitian lapangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan (field work) adalah menjadi focus utama kegiatan penulis

dalam rangka penelitian saman di Blangkejeren Nanggroe Aceh Darussalam ini. Hal ini

dilakukan mengacu kepada disiplin etnomusikologi dan antropologi yang sangat

mementingkan penelitian lapangan. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bandem

dalam konteks kegiatan ilmuwan etnomusikologi di dunia ini. Menurut I Made

Bandem, etnomusikologi merupakan sebuah bidang keilmuan yang topiknya

menantang dan menyenangkan untuk diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang

unik, etnomusikologi mempelajari musik dari sudut pandang sosial dan budaya.

Sebagai disiplin yang amat populer saat ini, etnomusikologi merupakan ilmu

pengetahuan yang relatif muda umurnya. Kendati umurnya baru sekitar satu abad,

namun dalam uraian tentang musik eksotik sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-

raian tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang

yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada

awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise

Halde tahun 1735 dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab oleh Guillaume-

Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai awal perkembangan

etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik oleh Jean-Jaques

Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi

(Bandem, 2001:1-2)

Kerja lapangan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah observasi

dan wawancara. Observasi adalah pengamatan dengan cara sebagai pengamat yang

terlibat dalam kegiatan seni secara langsung. Kemudian wawancara adalah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 81: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

kepada terutama informan kunci untuk mengetahui makna-makna tari saman dalam

konteks kebudayaan Gayo.

1.5.2.1 Observasi

Observasi di gunakan untuk memgetahui secara langsung bentuk penyajian tari

saman. Tari saman merupakan suatu kegiatan yang dilihat langsung dalam aspek

penyajian yaitu gerak, pola lantai, bentuk syair, busana dan tata rias penari saman.

Dalam observasi ini penulis mempersaksikan pertunjukan saman di beberapa peristiwa

budaya, terutama saman jalu (bertanding) dan saman biasa. Pentingnya melakukan

observasi ini adalah untuk melihat langsung pertunjukan dan kemudian melakukan

wawancara. Selepas itu penulis akan menganalisisnya dan melakukan penafsiran-

penafsiran cultural berdasarkan ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh selama ini.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau memperoleh

informasi secara langsung bertatap muka dengan informan, sehingga mendapatkan

gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan

penari, pelatih, dan tokoh tari di Medan maupun di Daerah Aceh Nanggroe

Darussalam. Wawancara dilakukan sesuai dengan format yang telah penulis siapkan

dengan tujuan data-data yang di inginkan akan di uraikan, sehingga mendukung hasil

penelitian. Hal-hal yang akan diwawancarai berkaitan dengan empat pokok masalah,

yaitu (1) makna tari saman pada suatu pertunjukan, yang mencakup makna gerak, pola

lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias tari saman di Nanggroe Aceh Darusalam; (2)

Universitas Sumatera Utara

Page 82: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

makna teks atau lirik saman yang dinyanyikan oleh syekh maupun penari; (3) fungsi

sosial dan budaya saman dalam kebudayaan masyarakatnya; dan (4) struktur musik

saman.

1.5.2.3 Kerja Laboratorium

Setelah pengumpulan data di laksanakan, data penelitian ini diolah dengan

menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, dengan mendeskripsikan makna, gerak, pola

lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias tari saman. Selanjutnya menganalisis makna

syair atau teks yang disajikan oleh syeikh dan penari saman. Analisis teks ini

mencakup makna denotatif, konotatif, diksi, gaya bahasa, dan sejenisnya.

Seterusnya berdasarkan fakta sosial, penulis akan menganalisis guna dan fungsi

seni saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo di Blangkejeren Nenggroe Aceh

Darussalam. Seterusnya, sesuai dengan bidang keilmua penulis yaitu pengkajian seni,

maka tidak lupa penulis akan mengkaji struktur musik yang digunakan untuk

mengiringi tari saman ini. Kemudian tentu saja penulis harus melakukan deskripsi atau

uraian hubungan antara tari dan musik saman.

Sebelum menganalisis tari saman terlebih dahulu penulis mendeskripsikannya,

dengan menggunakan gambar dalam bentuk foto dan dijelaskan dengan kalimat demi

kalimat. Ini dilakukan untuk mempermudah para pembaca mengerti gambaran visual

yang terjadi. Demikian pula untuk mengkaji struktur musik, penulis terlebih dahulu

mentranskripsikannya dalam bentuk visual, yang merupakan pemindahan dimensi

dengar ke dimensi penglihatan. Adapun transkripsi dilakukan dengan pendekatan

transkripsi preskriptif, yaitu menuliskan nada-nada utama, tidak serinci mungkin. Hal

Universitas Sumatera Utara

Page 83: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

ini dilakukan berdasarkan penelitian bahwa kebudayaan musik Aceh umumnya

mengutakan sajian teks atau syair, dengan demikian termasuk budaya musik yang

logogenik.43

1.6 Lokasi Penelitian

Dalam tulisan ini akan di bahas hasil penelitian tentang tari saman yang di

laksanakan di daerah Blang kejeren, Penetilian ini di laksanakan di Desa Blang

Bengkik, kecamatan Sending Jaya Dengan daftar observasi terlampir serta di lengkapi

dengan foto-foto mengenai gerak tari saman, hasil penelitian tersebut dapat di paparkan

sebagai berikut.

Tari saman adalah salah satu bentuk tarian tradisional. Tari saman berasal dari

daerah suku Gayo yang berdiam di Aceh Tengah, Suku Alas di Aceh Tenggara (Blang

Kejeren). Kemudian berkembang di Kabupaten Gayo Lues. Penduduk Kabupaten Gayo

Lues pada umumnya terdiri dari suku Gayo. Semua penduduknya beragama Islam.

Letak daerahnya di sekitar pegunungan Blang Kejeren. Masyarakat di desa ini pada

umumnya bermata pencahariannya adalah sebagai petani, pedagang, dan sebagai

pegawai negri.

43Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sasera dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks disajikan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti yang terdapat pada mantera. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menyelidikinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa ditelusuri melalui pikiran mereka (bandingkan dengan Malm, 1977).

Universitas Sumatera Utara

Page 84: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penelitian ini penulis lakukan di desa Blang Bengkik di Kecamatan Sending

Jaya, Kabupaten Gayo Lues, Komunikasi antara penduduk di sini penulis perhatikan

menggunakan bahasa Gayo dan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan bahasa

komunikasi antar etnis mereka. Masyarakat Blang Bengkik tidak mudah menerima

adat-adat baru dari pendatang luar, karena pada umumnya mereka masih berpijak

kepada adat tradisional daerah mereka. Saat ini upacara-upacara tradisional masih kuat

melekat di kalangan mereka dalam acara adat seperti adat perkawinan, sunat Rosul, dan

memperingati hari-hari besar.

Masyarakat Blang Bengkik tidak hanya menampilkan tari saman, namun berbagai

bentuk kesenian lain seperti tari rateeb meuseukat, tari rapa’i saman, tari laweut, tari

raneup lampuan, tari likok puloh, tari pho, dan tari lainnya. Tari saman di desa ini

merupakan kesenian tradisional yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Blang

Bengkik. Tari ini berpatokan kepada tradisi, karena pada umumnya masyarakat Blang

Bengkik menampilkan tari saman pada acara tertentu, seperti memperingati hari-hari

besar seperti, pada perkawinan, sunat rosul, dan acara hiburan lainnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) para penari dan pemusik tari

saman di Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan; (2) pelatih tari saman di

Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan; (3) tokoh-tokoh tari saman di

Blangkejren, Takengon , Banda Aceh, dan Medan; dan (4) para narasumber di

Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan. Dengan kerja yang sedemikian rupa

ini maka diharapkan tesis ini akan mengikuti standar penelitian yang berlaku di

Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1.7 Sistematika Penulisan

Tesis ini ditulis dalam bentuk bab demi bab. Setiap bab secara saintifik dianggap

memiliki isi yang dekat. Setiap bab akan dibagi menjadi sub-sub bab. Secara

keseluruhan tesis ini di bagi ke dalam tujuh bab, dengan perincian sebagai berikut.

Pada Bab I yang merupakan pendahuluan, akan diisi oleh uraian mengenai latar

belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian (dirinci menjadi

tujuan penelitian serta manfaat penelitian), kerangka teori (yang diuraikan lagi dengan

menggunakan dua teori besar yaitu semiotik dan fungsionalisme--untuk teori semiotik

digunakan empat aliran yaitu semiotik Ferdinand de Saussure, Charles Sanders Peirce,

Roland Barthes, dan Halliday), teori fungsionalisme, metode penelitian (yang diperinci

lagi menjadi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang terdiri dari: observasi dan

wawancara serta kerja laboratorium) , lokasi penelitian, Gambaran Umum Lokasi

Penelitian dan sistematika penulisn.

Bab II adalah etnografi masyarakat Gayo di Balngkejeren. Bab ini terdiri dari

lima belas sub bab, yaitu: Nanggroe Aceh Darussalam, masyarakat Aceh, keadaan

geografis Blangkejeren, jumlah penduduk suku Ach, suku Gayo, kebudayaan suku

Gayo, asal-usul suku Gayo, kejurun di Tanah Gayo dan Alas, sistem pemerintahan di

daerah Gayo, tempat pemukiman suku Gayo, unsut-unsur kesenian dalam budaya

Gayo, sistem kekerabatan suku Gayo, struktur sosial masyarakat Gayo, upacara

tradisional suku Gayo, dan senjata tradisional Gayo.

Bab III diberi berisikan tentang : Sejarah Saman dan Makna Gerak Saman. Bab

ini terdiri dari sub-sub bab asal usul dan arti saman, keberadaan tari saman di Aceh,

penari saman (jumlah penari saman, komposisi penari saman), ragam gerak, tata

Universitas Sumatera Utara

Page 86: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

penyajian tari saman, lagu pada tari saman, penyajian tari saman jalu (, teknik

bertanding saman jalu, sistem bertanding), tempat pagelaran tari saman, musik iringan

tari saman, urutan lagu pada saman, bentuk penyajian tari saman dan maknanya (yang

dibagi menjadi gerak, gerak awal, gerak selawat, gerak saleum, gerak kisah Le Laot,

gerak kisah Tiwah Ceunangro, gerak kisah Hodoiyan, gerak kisah ekstra kosong tanpa

syair, gerak lanie keteupok geudo keu lakeuretah, gerak lanie heuk katijan naten-naten,

gerak lanie Nanggroe Aceh Darussalam, gerak lanie terakhir seb ube nyangka, dan

gerak salam penutup, pakaian dan properti tari saman.

Bab IV adalah berjudul Kajian Makna Teks Lagu-lagu Saman. Bab ini dbangun

oleh sub-sub bab keberadaan teks pada lagu saman, logogenik, kata-kata nasehat

keketar, syair lagu Muneging, teks pada lagu Salam ke Penonton, teks Uluni Lagu, teka

lagu-lagu, dan teks lagu penutup (yang dibagi lagi menjadi teks lagu gerak kisah le laot,

teks lagu gerak kisah tiwah kisah ceunangro, teks gerak kisah hodaiyan, teks lagu

gerak kisah lane keteupok geudo keu lakeuretek, teks lagu gerak kisah lanie heuk

katijan naten-naten, teks lagu gerak kisah Nanggroe Aceh Darussalam, teks lagu gerak

kisah lanie terakhir seb ube nyangku, dan teks lagu gerak kisah salam penutup.

Bab V diberi judul Fungsi Sosiobudaya Saman, yang terdiri dari pengertian

penggunaan dan fungsi saman, penggunaan tari saman, (yang dibagi menjadi upacara

pesta kawin, upacara pesta khitan /sunat Rasul), upacara menabalkan nama anak,

upacara melepas dan menyambut haji, upacara membuka dan menutup musabaqah

tilawatil Qura’an, dan upacara khatam Al-Qur’an), fungsi saman (yang dibagi lagi

menjadi integrasi sosiobudaya, kelestarian budaya, hiburan, ibadah agama Islam,

ekspresi emosi, dan ekspresi estetika.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Bab VI Struktur Musik dan Hubungannya dengan Tari dan Teks, yang dibagi

lagi menjadi notasi dan transkripsi lagu, proses pentranskripsian, sampel lagu, analisis

struktur delapan lagu saman berdasarkan delapan parameter (tangga nada, nada dasar,

wilayah nada, jumlah nada, interval, kantur; hubungan dalam dimensi waktu (meter,

tempo, dan siklus), dan hubungan dalam dimensi ruang.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, bab ini dibagi lagi menjadi kesimpulan dan

beberapa saran dalam konteks penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB II

ETNOGRAFI MASYARAKAT GAYO

2.1 Nanggroe Aceh Darussalam

Wilayah budaya Gayo adalah salah satu wilayah budaya yang masuk ke dalam

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah budaya ini dihuni oleh masyarakat atau

suku Gayo dengan kebudayaannya yang khas. Selain itu, wilayah ini juga menjadi

bahagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang kuat dengan nilai-nilai dan

penerapan syariat Islam, termasuk ekspresinya dalam kesenian Islam, seperti pada tari

saman.

Pada Bab II ini penulis, akan mendeskripsikan aspek etnografis masyarakat

Gayo di Blangkejeren, dalam konteks kebudayaan masyarakat Nanggroe Aceh

Darussalam. Ini berguna untuk memberikan gambaran mendasar tentang kebudayaan

yang melahirkan tarian saman yang penulis kaji ini.

Sejarah terbentuknya Provinsi Aceh (kini Nanggroe Aceh Darussalam) dapat

dijelaskan bahwa pada akhir tahun 1949 dengan Peraturan Wakil Perdana Menteri

Pengganti Peraturan Pemerinah No. 8/Des/Wk.PM/1949 tanggal 17 Desember 1949

Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Utara dan dibentuk menjadi

provinsi tersendiri (Provinsi Aceh yang pertama). Wilayahnya meliputi Keresidenan

Aceh dahulu ditambah dengan sebahagian Kabupaten Langkat yang terletak di luar

daerah negara bagian Sumatera Timur waktu itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Aceh bukan saja nama sebuah provinsi, tapi juga nama salah satu suku bangsa

yang dominan asal daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Suku bangsa ini berdiam di

delapan wilayah kabupaten dan kota madya dari sebelas daerah tingkat dua di Propinsi

Daerah Istimewa Aceh. Wilayah kediaman asal orang Aceh ini adalah Kota Madya

Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Utara,

sebahagian Kabupaten Aceh Barat, sebahagian Aceh Selatan dan kota Madya Sabang.

Asal muasal nama Aceh secara pasti tidak di ketahui. Orang Aceh biasa

menyebut dirinya ureueng Aceh, yang berarti orang Aceh. Dari beberapa literatur

diperoleh informasi asal nama Aceh. Informasi tersebut berupa dongeng dan mitte juga

melalui laporan perjalanan para musafir dan pedagang.

Orang Aceh dikatakan juga orang mante (mantir), mulanya hidup rimba raya

dan berbadan agak kecil dari orang Aceh sekarang. Orang Aceh disebut mante yang

dulunya di perkirakan berhubungan atau pecahan bangsa Monkhemer dari India

Belakang. Selanjutnya diperkirakan asal usul penduduk Aceh adalah orang-orang yang

berdatangan dari India. Andaman dan Nicobar, pulau-pulau debelah Utara Aceh

(Meuraxa, 1974:6)

Sesudah lebih kurang tahun 400 Masehi, orang Arab menamakan daerah Aceh

dengan Rame (Ramni), orang cina menyebut Lan-li, Lanwu-li, Nan-wu-li, dan Nan-

poli, padahal sebutan sebenarnya adalah Lam-murri. Dalam sejarah Melayu disebut

dengan nama Lambri (Lamari). Marcopolo juga menamakannya dengan nama Lamri.

Setelah kedatangan bangsa Eropa (Portugis) nama Lammuri tidak lagi terdengar,

Portugis menyebutnya dengan Achem, Achen, Acen, begitu pula dengan bangsa Italia

orang Arab menyebutnya Achi, Dachen, Dagin, Dachin (Zainuddin, 1961:23).

Universitas Sumatera Utara

Page 90: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Provinsi Aceh ini merupakan bahagian dari Negara Republik Indonesia yang

juga merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

Sebagai gubernur Aceh diangkat Teungku Muhammad Daud Beureuh, yang

sebelumnya adalah Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Dengan

terbentuknya Provinsi Aceh ini, maka disusunlah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

yang dipilih melalui pemilihan umum yang bertingkat dan demokratis, sesuai dengan

Peraturan Daerah No. 3 tahun 1946. Segala sesuatu yang berkenaan dengan keadaan

susunan pemerintahan dan perwakilan provinsi dan kabupaten-kabupaten disesuaikan

menurut Undang-undang No. 22 tahun 1948. Kemudian dalam rangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950 dan

pernyataan bersama tangal 20 Juli 1950, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21

tahun 1950 yang menetapkan bahwa daerah Republik Indonesia Serikat sudah

membentuk negara kesatuan yang terbagi atas 10 provinsi administratif, di antaranya

terdapat Provinsi Sumatera Utara yang meliputi daerah-daerah Keresidenan Aceh,

Sumatera Timur, dan Tapanuli dahulu. Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 5 tahun 1950 dikeluarkan oleh Pemerintah Negara Bagian

Republik Indonesia, dibentuklah Provinsi Sumatera Utara yang otonom yang mulai

berlaku pada tanggal 15 Agustus 1950. Jadi sejak saat itu Aceh menjadi suatu

Keresidenan Administratif yang dikepalai oleh seorang Residen.

Disebabkan oleh peleburan Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara bertentangan

dengan keinginan rakyat Aceh dan sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah

pusat, melalui Undang-undang No. 24 tahun 1956, dibentuklah Provinsi Otonom Aceh

yang kedua, yang kewilayahannya meliputi daerah bekas Keresidenan Aceh dahulu,

Universitas Sumatera Utara

Page 91: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

terlepas dari Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Aceh ini pembentukannya didasarkan

pada undang-undang No. 22 tahun 1948, dan dengan keluarnya Undang-undang Nomor

1 tahun 1957 disesuaikan menjadi Daerah Swantara Tingkat I Aceh. Berhubungan

dengan pembentukan Provinsi Aceh yang baru, maka tanggal 27 Januari 1957,

bertempat di Pendopo Residen Aceh dilantiklah Gubernur Provinsi Aceh, yaitu Ali

Hasymi. Bersamaan itu pula dilakukan serah terima pemerintahan dari Gubernur

Sumatera Utara, Sutan Kumala Pontas kepada Ali Hasymi. Selanjutnya sesuai dengan

tuntutan rakyat Aceh dalam rangka keamanan, pada pertangahn tahun 1959 melalui

Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/missi/1959 tertanggal 26 Mei

1959 ditetapkan bahwa Daerah Swantara Tingkat I Aceh menjadi Daerah Istimewa

Aceh, yang bermakna diakui hak otonomi seluas-luasnya, terutama di bidang

keagamaan, adat, dan pendidikan. Kemudian melalui Perpres No. 6 Tahun 1960 dan

Undang-undang No. 18 tahun 1965 sifat keistimewaan Aceh ditambah lagi yaitu diberi

kedudukan hukum yang lebih kuat. Sampai akhirnya terjadi reformasi sosiopolitik di

Indonesia tahun 1998, yang berdampak kepada situasi di Aceh. Akhirnya pemerintah

Republik Indonesia menjadikan Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD). Kali pertama pula syariat Islam diterapkan di daerah ini, sebagai salah satu

contoh di Indonesia. Bagaimanapun kesadaran tentang syariat ini begitu tinggi dalam

budaya Aceh, yang dipercayai sebagai sebuah solusi krisis sosiobudaya.

Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu provinsi yang mendapat status

otonomi istimewa. Daerah ini terletak di bagian paling utara pulau Sumatera. Di

daerah ini pada abad kesebelas terdapat dua kerajaan Islam tertua di Nusantara yaitu

Samudera Pasai dan Peurlak. Dari daerah ini berlangsung penyebaran agama Islam ke

Universitas Sumatera Utara

Page 92: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

seluruh wilayah Nusantara. Pada saat Sultan Ali Mughayatsyah memerintah Aceh,

tahun 1514-1530, Kerajaan Aceh mencakup wilayah: Pasee, Peurlak Aru, Piedie,

dan Lamno (Pemerintah Daerah Istimewa Aceh 1972:5).

Kerajaan Aceh memiliki tentara yang kuat, maka tak heran daerah Melayu

Pesisir Timur Sumatera Utara sampai Melaka pernah menjadi daerah taklukannya

pada abad keenam belas. Diperkirakan sebagian orang Aceh sudah migrasi ke

Sumatera Timur sejak adanya kontak antara kedua daerah ini, baik melalui

penaklukan, perdagangan, dan penyebaran agama Islam. Ulama dari Sumatera Utara

yang terkenal menjadi bagian dari ulama Kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri

yang berasal dari Pantai Barus Sumatera Utara.

2.2 Masyarakat Aceh

Secara umum, masyarakat Aceh terdiri atas kelompok-kelompok etnik (suku

bangsa), yaitu: (1) Aceh Rayeuk, (2) Gayo, (3) Alas, (4) Tamiang, (5) Kluet, (6)

Aneuk Jamee, dan (7) Semeulue. Keenam kelompok etnik ini masing-masing

mendiami daerah yang mereka anggap sebagai tanah leluhurnya. Daerah kebudayaan

mereka ini adalah: (1) Aceh Rayeuk memiliki wilayah budaya di Utara Aceh, dengan

pusatnya di Banda Aceh atau Kutaraja, (2) etnik Alas berdiam di Kabupaten Aceh

Tenggara dan sekitarnya, (3) etnik Gayo mendiami Kabupaten Aceh Tengah dan

sekitarnya, (4) etnik Kluet mendiami Kabupaten Aceh Selatan dan sekitarnya, (5)

etnik Aneuk Jamee mendiami Kabupaten Aceh Barat dan sekitarnya, (6) etnik

Semeulue mendiami Kabupaten Aceh Utara dan Kepulauan Semeulue dan

sekitarnya, serta (7) etnik Tamiang mendiami Kabupaten Aceh Timur dan sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Etnik Tamiang secara budaya mempergunakan beberapa unsur kebudayaan etnik

Melayu Sumatera Utara, dan bahasa mereka adalah bahasa Melayu (wawancara

dengan Ali Hasymi, 1995).

Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Aceh, yang masuk bahasa

Austronesia. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, diantaranya dialek Peusangan,

Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunangan, Matang, dan Meulaboh, tetapi

yang sering kedengaran adalah dialek Banda. Dialek ini dipakai di Banda Aceh. Dalam

tata bahasanya, bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk kata yang baru,

sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda ‘eu’ kebanyakan dipakai tanda pepet

(bunye). (Keaneka Ragaman Suku dan Budata Di Aceh, 1998:8).

Rumah sebagai tempat tinggal orang Aceh merupakan rumah panggung yang

didirikan setinggi lebih kurang 2,5 – 3 meter di atas tanah, berbentuk empat persegi

panjang atau bujur sangkar, dan memanjang dari Timur ke Barat. Maksud didirikannya

rumah panggung atau rumah tinggi tersebut mempunyai maksud, agar mereka terhindar

dari serangan binatang buas dan adanya bahaya banjir, sehingga penghuni rumah dapat

merasa aman. Sedangkan makna dari arah rumah yang menghadap ke arah Timur dan

Barat, mempunyai makna agar pendatang yang datang ke rumah orang Aceh, merasa

langsung tahu, bahwa ke arah mana kiblatnya jika mereka ingin sholat, tanpa harus

bertanya kepada tuan rumah. Letak seperti ini dipengaruhi setelah kedatangan ajaran

agama Islam ke daerah Aceh.

Rumah orang Aceh umumnya terdiri dari tiga ruangan, ruangan depan disebut

seuramoe rinyeun (serambi depan), kemudian seuramoe teungoh (serambi tengah), dan

yang paling belakang adalah seuramoe likot (serambi belakang). Pada umumnya dapur

Universitas Sumatera Utara

Page 94: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

orangAceh berada pada bagian lain rumah, tetapi kadang-kadang seuramoe likot juga

sekalian dijadikan dapur. Serambi depan dan serambi belakang tidak dibuat kamar-

kamar, namun tetap terbuka. Ruangan tersebut berfungsi sebagai tempat tidur bagi

anak-anak yang belum menikah atau berumah tangga, tempat tidur para tamu dan

tempat tidur selama diadakannya upacara daur hidup. Ruangan tengah merupakan

ruangan inti, yang sering didapati rumah inong (kamar tidur) satu atau dua kamar,

yang dinamakan anjong. Dalam rumah orang aceh, tidak ada ruangan yang disebut

dengan rumah laki-laki.

Ditinjau dari sudut geografisnya, etnik Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, dan

Semeulue tinggal di daerah pesisir pantai, sedangkan suku Gayo dan Alas mendiami

daerah pedalaman Aceh. Letak geografis ini mempengaruhi juga tingkat interaksi

dengan berbagai budaya. Mereka yang tinggal di pesisir pantai cenderung lebih

banyak menerima unsur-unsur budaya lainnya, dibanding mereka yang tinggal di

daerah pedalaman Aceh. Masing-masing etnik ini mempunyai ciri khas

budayanya.

Asal-usul orang Aceh menurut Dada Meuraxa yang termasuk rumpun bangsa

Melayu, terdiri dari suku-suku Mante, Lanun, Sakai, Jakun, Senoi, Semang, dan

lainnya, yang berasal dari pada Tanah Semenanjung Malaysia. Ditinjau secara

etologis mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang pernah hidup di Babilonia

yang disebut Phunisia, dan daerah antara sungai Indus dan Gangga yang disebut

Dravida (Dada Meuraxa, 1974:12).

Hubungan antara Aceh dengan masyarakat Melayu juga terjalin dengan akrab.

Sultan pertama Negeri Deli, yaitu Gocah Pahlawan, adalah kepercayaan Sultan

Universitas Sumatera Utara

Page 95: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Aceh, untuk memerintah Deli. Menurut sumber-sumber Deli Gocah Pahlawan

berasal dari India (Pelzer, 1978:3). Penguasaan wilayah jalur pantai yang terletak

antara Kuala Belawan dan Kuala Percut sebagai jalur yang potensial bagi sumber

ekonomi Deli oleh Gocah Pahlawan, menyebabkan posisi Deli semakin menonjol.

Selain itu, kekuasaan Gocah Pahlawan selaku wakil resmi Aceh didukung oleh

kekuatan tentara Aceh (Ratna, 1990:49).44

2.3 Keadaan Geografis Blangkejeren

Daerah suku Gayo terletak di bagian tengah wilayah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Daerah asal kediaman orang Gayo itu biasa dinamakan Dataran Tinggi

Gayo, dan mereka biasa menyebutnya dengan Tanoh Gayo (Tanah Gayo). Kini daerah

tersebut menjadi bagian dari wilayah beberapa kabupaten, yakni: (a) seluruh wilayah

Kabupaten Aceh Tengah; (b) sebahagian dari wilayah Kabupaten Aceh Tenggara; dan

(c) sebahagian kecil dari wilayah Kabupaten Aceh Timur serta (d) seluruh wilayah

Kabupaten Gayo Lues.

Pada saat ini wilayah kediaman orang Gayo meliputi kabupaten Aceh Tengah,

sebagian dari wilayah kabupaten Aceh Tenggara dan sebagian kecil kabupaten Aceh

Timur. Seluruh wilayah Tanah Gayo ini disatukan oleh sederetan gunung dan bukit

dalam rangkaian Bukit Barisan. Di samping itu, juga disatukan oleh budaya nenek

moyangnyayang diwarisi secara turun temurun. Akan tetapi, mereka dipisahkan oleh

tiadanya sarana penghubung dari waktu yang cukup lama. Lingkungan alam kediaman

44Dalam konteks kesenian Melayu di Sumatera Utara, masyarakat Aceh juga banyak yang terlibat menjadi seniman-seniman Melayu di kawasan ini. Mereka ada pula yang menjadi guru tari dan musik. Atau bahkan sebagai ketua kelompok kesenian Melayu di kawasan Sumatera Utara. Misalnya saja Manchu, H. Jose Rizal Firdaus dan lain-lainnya. Selain itu kesenian Melayu ini didukung pula oleh etnik Melayu Minangkabau yang ada di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

orang Gayo di kabupaten Aceh Tengah berada pada ketinggian antara 400-2.600 meter

di atas permukaan laut, yang 71,6 persen tertutup oleh hutan dan 8,9 persen oleh hutan

pinus mercusi. Ditengah-tengah daerah itu terdapat danau Laut Tawar dengan ukuran

17,5 x 4,5 kilometer, dengan kedalaman sekitar 200 meter (Melalatoa, 1995:276 )

Dataran tinggi Tanah Gayo ini pula ditandai dengan sebuah danau, yaitu danau

Lau Kawar yang mempunyai luas kira-kira 5 x 18 km persegi yang menghampar di

antara sela-sela Bukit Barisan di pinggiran ibu kota Kabupaten Aceh Tengah,

Takengon, yang juga dikelilingi oleh gunung-gunung. Adapun gunung tersebut adalah

gunung: Bur Birah Panyang, Bur ni Entem-entem, Bur ni Pereben, Bur ni Gentala, Bur

ni Pepanyi, Bur ni Telong, Bur ni Gerunte, dan lain-lain.

Kelompok-kelompok masyarakat yang berada dalam wilayah kabupaten

tersebut di atas kebetulan bisa juga disebut sebagai suku Gayo. Masing-masing

bernama Gayo Lut, Gayo Lues dan Gayo Serbejadi. Menurut G.A.J Hazeu (1907)

ketiga sub suku ini adalah penutur tiga logat (dialek) dari bahasa Gayo, dan nama logat

itu sama dengan nama sub kelompok tersebut di atas. Terwujudnya tiga sub kelompok

ini disebabkan antara lain oleh lingkungan alam, yang dalam rentang waktu yang lama

tidak ada prasarana perhubungan dan prasarana komunikasi, sehingga mereka sulit

mengembangkan interaksi dan hubungan. Inilah salah satu sebab sehingga

menimbulkan variasi budaya termasuk logat bahasa ucap. Keadaan alam dan

keterbatasan prasarana komunikasi masih tampak sampai pada masa-masa terakhir ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.4 Jumlah Penduduk Suku Gayo

Data jumlah orang Gayo pada masa terakhir tidak bisa diketahui secara pasti.

Hal ini disebabkan oleh tidak ada sensus yang didasarkan pada latar belakang suku

bangsa. Namun demikian data-data lama diharapkan dapat menjadi gambaran untuk

membuat proyeksi kemasa kini. Tahun 1905 jumlah orang Gayo tercatat hanya 50.000

jiwa. Jumlah ini terinci menjadi 47.543 jiwa yang berdiam di daerah Gayo Lut dan

Gayo Lues, sementara selebihnya yang berjumlah 2.547 jiwa berdiam di daerah

Serbejadi (Paulus.1917). Angka lain dikutip dari sensus penduduk tahun 1930 yang

tercatat sejumlah 50.076 jiwa. Penduduk dengan jumlah tersebut berdiam didaerah di

atas, yang pada waktu itu masing-masing berstatus Onderdistict: Takengon, Gayo Lues,

dan Serbejadi Onderdistick Takingeun (sekarang menjadi nama kota Takengon)

menjadi wilayah Kabupaten Aceh Tengah atau wilayah kediaman orang Gayo Lut.

Data di atas menunjukan bahwa pertambahan penduduk Gayo selama 25 tahun

(1905-1930) hanya bertambah sebanyak 76 jiwa saja. Keadaan tersebut disebabkan

pada masa itu dan masa sebelumnya sering terjadi kelaparan dan penyakit epidemik

sebagaimana ditulis oleh (Loeb, 1972; dalam Melalatoa, 1997). Saat itu masyarakat

Gayo memang belum mengenal pemeliharaan kesehatan yang baik, dan mereka

berpendapat bahwa penyakit epidemi itu terjadi karena gangguan makhluk-makhluk

halus, atau dalam bahasa Gayo disebut juga dengan laya.

Lagi pula sejak kehadiran Belanda ke daerah Gayo pada tahun 1901,

masyarakat Gayo sebahagian besar terus bargerilya di hutan-hutan dan sewaktu-waktu

menyerang Belanda yang dianggap mereka sebagain kafir (kapir). Selama bergerilya itu

Universitas Sumatera Utara

Page 98: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

banyak korban yang berjatuhan dan korban kelaparan karena bahan makanan terbatas

(Melalatoa, 1995).

Pada tahun 1990 kabupaten Aceh Tengah berdasarkan kutipan M.J. Melalatoa

dan kantor Statistik kabupaten Aceh Tengah, tahun 1991, penduduknya berjumlah

199.729 jiwa, di mana jumlah orang Gayo diperkirakan 900. Pada tahun-tahun

belakangan ini jumlah suku Gayo pertumbuhannya sangat pesat dibandingkan suku

Gayo dahulunya.

2.5 Suku Gayo

Suku Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam

4 daerah, yaitu: (1) Gayo laut, atau disebut dengan Gayo laut Tawar, yang mendiami

sekitar danau Laut Tawar. (2) Gayo Deret atau Gayo Linge, yang mendiami daerah

sekitar Linge dan Isaq, (3) Gayo Lues yang mendiami daerah sekitar Gayo Lues, dan

Gayo Serbejadi, yang mendiami daerah sekitar Serbejadi dan Sembuang Lukup,

termasuk ke dalam daerah Aceh Timur. (4) Sedang suku Alas berdiam di daerah Alas

yang berbatasan dengan daerah Gayo Lues.

Pada saat ini Etnik Gayo merupakan masyarakat asli yang mayoritas mendiami

wilayah kabupaten Aceh Tengah, propinsi Daerah Istimewa Aceh. Letak wilayahnya

berada di pedalaman. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara,

sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, dan sebelah Utara berbatasan

dengan kabupaten Aceh Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Aceh

Barat. Keadaan alam yang bergunung-gunung merupakan bagian dari rangkaian Bukit

Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera, tepatnya berada pada garis lintang

Universitas Sumatera Utara

Page 99: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4o12’-4o54’ Lintang Utara dan 96o30’-97o

Krueng Peusangan yang berasal dari danau Laut Tawar mengalir di tengah-

tengah kota Takengon. Suhu udara di Takengon cukup dingin, yaitu rata-rata antara

12

18’ Bujur Timur (Melalatoa, 1972 : 60 ).

Keadaan yang bergunung-gunung, menyebabkan pasar Kota Takengon sebagai ibukota

Kabupaten, keadaan tanahnya tidak rata. Tampak ada yang tinggi tempatnya dan ada

yang rendah. Dipinggiran sebelah Timur kota Takengon terhampar danau Laut Tawar.

oC-13o

Secara administratif kabupaten Aceh Tengah terbagi menjadi 7 buah kecamatan.

Tiap kecamatan terbagi lagi dalam beberapa pemukiman. Beberapa pemukiman dibagi

lagi menjadi beberapa kegecikan. Daerah administratif kegecikan ini kemudian

disamakan dengan nama desa dan nama nama desa itu juga disamakan dengan istilah

kampung.

C. Daerah Aceh Tengah berada pada ketinggian sekitar 1300 meter di atas

permukaan laut, yang merupakan daerah dataran tinggi di Aceh yang disebut dengan

dataran tinggi tanah Gayo. Suhu udara yang sangat dingin biasanya jatuh pada bulan

Agustus sampai dengan bulan Desember, yang diiringi dengan hujan rintik-rintik setiap

harinya. Musim penghujan dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan April.

Musim ini disebut dengan musim Barat, karena anginnya berhembus dari Barat ke

Timur dengan membawa hujan.

Masyarakat etnik Gayo adalah seluruh penduduk Aceh Tengah yang dikurangi

dengan suku bangsa pendatang seperti etnik Aceh, Jawa, Minangkabau dan orang-orang

Cina. Percampuran dengan suku-suku bangsa lain ini banyak terjadi sekitar tahun 1950-

an, dimana pada saat itu terjadi migrasi spontan dari kota-kota lain di Aceh Tengah.

Mereka tertarik dengan pola penghidupan yang lebih baik karena daerah Aceh Tengah

Universitas Sumatera Utara

Page 100: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

sebagai daerah yang subur bagi pertanian, sedangkan Etnik Minangkabau dan orang-

orang Cina pada umumnya bekerja sebagai pedagang.

Mengenai adat istiadat etnik Gayo dapat dibedakan menjadi tiga kelompok adat,

yaitu kelompok adat Cik dari Linge Isaq, kelompok adat Bukit dari Pesisir danau Laut

Tawar dan kelompok adat Blangkejeren dari Kuta Cane. Kelompok adat Blangkejeren

ini sering kali disebut dari kelompok Gayo Alas. Kemudian terjadi pemisahan

masyarakat Gayo Alas menjadi kabupaten sendiri, maka kelompok adat di Aceh Tengah

bagi masyarakat Gayo menjadi dua kelompok, yaitu kelompok adat Cik dan kelompok

adat Bukit.

Sebelum penyerbuan Belanda ke daerah Gayo–Alas tahun 1904, kedua daerah

ini termasuk ke dalam daerah wilayah kerajaan Islam Aceh. Rakyat Gayo–Alas hidup

tenteram sebagai rakyat yang merdeka di lingkungan kerajaan Islam Aceh yang

merdeka. Rakyat Gayo dan Alas sebagaimana rakyat Aceh seluruhnya adalah pemeluk

agama Islam yang taat. Di sebahagian besar perkampungan terdapat mesjid, meunasah,

atau langgar tempat beribadah. Qur’an dan Hadis Nabi diajarkan di mana-mana.

Kebudayaan yang bernafaskan Islam mewarnai seluruh kehidupan masyarakat Gayo

dan Alas.

Penghidupan penduduk Gayo dan Alas sebelum penyerbuan Belanda ke daerah

mereka, pada umunya adalah bercocok tanam. Mereka hidup dari bersawah, berkebun

kopi, tembakau, kebun pisang, tebu dan lain-lain. Dari hasil hutan seperti kayu, rotan,

ijuk, kulit kayu manis, kemenyan, dari peternakan seperti kerbau, sapi, kambing, biri-

biri, dari barang-barang perdagangan seperti cula badak, gading gajah, kulit binatang

dan sebagainya. Industri pada saat itu belum dikenal, kecuali kerajinan tangan seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 101: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

pandai besi untuk membuat pisau, parang, pedang, tombak, dan senjata-senjata perang.

Selain dari itu, terdapat juga kerajinan perak, emas, anyam-anyaman tikar, dan

sebagainya.

Penduduk Suku Gayo Laut, Gayo Lues, dan Alas, terkenal sebagai penanam

tembakau, kopi, dan peternak kerbau di seluruh Aceh, Sumatera Timur, Karo, dan

Tanah Batak. Tembakau Gayo sedap rasanya, halus irisannya, harum baunya, dan

sangat digemari di pasaran nasional dan internasional. Kopi Arabica hanya tumbuh

khusus di daerah Gayo Laut, dan terkenal seluruh Aceh, Sumatera Timur, dan daerah-

daerah lain. Rasanya lebih enak dibandingkan dengan kopi Robusta. Di zaman

kependudukan Belanda kopi Arabica dari Gayo Laut ini dijadikan barang ekspor,

sedang dimasa Indonesia merdeka, kopi Arabica menjadi barang ekspor penting di

samping tembakau dan lain-lain.

Dalam kesehariannya, masyarakat Gayo pada umumnya, selain menggunakan

bahasa Indonesia (melayu), mereka memakai bahasa Aceh, Gayo dan Alas. Bahasa ini

digunakan pada berbagai aktivitas sosial dan budaya masayarakatnya seperti pada

khutbah, pengajian, dan pelajaran agama Islam. Tulisan pelajaran maupun tulisan buku-

buku dilakukan dengan tulisan tangan yang menggunakan huruf Arab, bahasa Melayu,

dan kadang-kadang bahasa Aceh. Huruf Latin belum begitu dikenal pada masa itu.

Namun demikian, rakyat Gayo dan Alas telah mengenal huruf Arab sejak masuknya

Islam ke Tanah Aceh, Gayo dan Alas, melalui ajaran Qur’an dan Hadits Nabi. Oleh

karena itu, banyak rakyat Aceh, Gayo, dan Alas yang buta huruf (Latin). Mereka lebih

bisa membaca tulisan Arab daripada tulisan Latin, pada umumnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.6 Kebudayaan Suku Gayo

Suku Gayo mempunyai kebudayaan sendiri, meskipun kebudayaan tersebut

hampr sama dengan kebudayaan Aceh lainnya. Mereka mempunyai bahasa sendiri,

adat-istiadat sendiri, yang mungkin berbeda dengan bahasa dan adat-istiadat Aceh,

Karo, Batak, dan Melayu. Secara umum, sejak masuknya agama Islam ke Aceh,

kebudayaan Aceh maupun kebudayaan Gayo lebih cenderung mengarah kepada

kebudayaan yang bernafaskan Islam. Namun demikian, kebudayaan Gayo mempunyai

ciri-ciri tersendiri yang agak berbeda dengan kebudayaan Aceh umumnya.

Di samping pengaruh Aceh yang sangat kuat pada suku Gayo, pengaruh suku

Melayu juga di sini sangat kuat, terutama dalam soal bahasa. Hal ini disebabkan karena

penyebaran, pengembangan dan pendidikan agama Islam, naskah-naskah buku, tulisan

tangan, surat-menyurat, dan lain-lain, sebahagian besar diberikan dan dilakukan dalam

bahasa Arab-Melayu, di samping dalam bahasa Aceh, dan Gayo sendiri.

Sedangkan hubungan suku Gayo dengan Karo dan Batak, dapat dilihat dari

persamaan dalam bahasa dan adat-istiadat, terutama karena terdapatnya beberapa

persamaan dalam bahasa dan adat-istiadat, terutama sekali dengan suku Karo.

Persamaan antara suku Gayo dan suku Karo dapat dilihat dari pembagian belah-belah

dalam susunan masyarakat Gayo yang terdapat di wilayah Raja Cik Bebesan di daerah

Gayo Laut. Susunan masyarakat di wilayah Raja Cik Bebesan dibagi dalam Belah-

belah Cebere, Melala, Munte, Linge, dan Belah Tebe. Selain itu terdapat pula

persamaan-persamaan di bidang kesenian, seperti seni tari, seni suara, seni musik, dan

lain-lain. Nama-nama belah di wilayah Raja Cik Bebesan mempunyai persamaan

dengan nama-nama marga di Tanah Karo.

Universitas Sumatera Utara

Page 103: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.7 Asal-usul Suku Gayo

Asal-usul suku Gayo sampai sekarang masih belum jelas. Belum pernah

diadakan penelitian yang mendalam dan sungguh-sungguh oleh para ahli, tentang asal-

usul bangsa Gayo. Seorang sarjana Belanda Dr.C.Snouck Hurgronje pernah meneliti

tentang asal-usul Bangsa Gayo, namun penelitian itu gagal, karena sampai saat ini

masih belum jelas asal-usul dari bangsa Gayo tersebut. Tulisan Dr. C.Snouck Hurgronje

ini tidak terlepas dari maksud pemerintah Belanda ini, walaupun demikian tulisan

Snouck ini mempunyai nilai ilmu pengetahuan yang tinggi tentang tanah dan penduduk

Gayo.

Masih sedikit dan miskin sekali bahan-bahan tertulis mengenai suku bangsa

Gayo. Belum pula diketemukan benda-benda bersejarah peninggalan nenek moyang

yang bernilai dan berarti yang dapat dijadikan sebagai bahan bukti sejarah yang

meyakinkan tentang asal-usul bangsa Gayo. Para ahli yang harus membuka tabir

sejarah asal-usul bangsa Gayo.

2.8 Kejurun di Tanah Gayo dan Alas

Di daerah Gayo dan Alas telah berdiri pemerintahan kejurun45

45Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama untuk daerah di daerah Gayo, yang memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur untuk menentukan hal yang sama. Bagaimanapun istilah ini terdapat dalam masyarakat Karo dan Gayo.

yang dibagi

dalam 8 daerah kejurun, yaitu 6 kejurun di daerah tanah Gayo dan 2 kejurun di daerah

Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 kejurun yaitu: (1) Kejurun Bukit

yang mula-mula berkedudukan di Bebesan, kemudian dipindahkan ke kebayakan yang

tidak jauh dari Bebesan. (2) Selanjutnya terbentuk kejurun Linge yang berkedudukan di

Universitas Sumatera Utara

Page 104: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

daerah Gayo Linge, (3) Kejurun Siah Utama yang berkedudukan di kampung Nosar di

pinggir Danau Laut Tawar; dan (4) berdiri kejurun Petiamang yang berkedudukan di

Gayo Lues. Lama kemudian setelah berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri

pula kejurun kelima yaitu kejurun Bebesan yang berkedudukan di Bebesan di tempat

kedudukan kejurun Bukit semula. Keenam berdiri kejurun Abuk di daerah Serbejadi.

Di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu kejurun Batu Mbulen yang

berkedudukan di Batu Mbulen dan kedua kejurun Bambel yang berkedudukan di

Bambel. Keempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu

kejurun Bukit, kejurun Linge, kejurun Siah Utama dan kejurun Patiamang

mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh. Demikian juga halnya dengan 2 kejurun di

Tanah Alas, kedua-duanya mendapat pengesahan dari Sultan Aceh, tetapi kejurun

Bebesan dan kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.

Berdirinya kejurun Bebesan seperti yang diterangkan di atas, adalah akibat dari

kedatangan orang-orang Batak Karo ke 27 ke Tanah Gayo. Antara kejurun Bukit

dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan, yang mengakibatkan terjadinya

peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di

pihak Batak 27 dan kekalahan kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai,

akhirnya kedudukan kejurun Bukit terpaksa dipindahkan dari Bebesan ke Kampung

Kebayakan. Sedang di Bebesan didirikan Raja Cik Bebesan yang berkedudukan di

Bebesan yang dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27,

yang menguasai daerah-daerah sekitarnya, dan membagi dua daerah kejurun Bukit.

Setengah untuk kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (penghulu) Bebesan. Raja

Universitas Sumatera Utara

Page 105: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Cik Bebesan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesan sampai

kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).

Menurut cerita orang-orang Gayo dahulu, kelompok Cik berasal dari orang-

orang Batak Tapanuli. Orang-orang Batak Tapanuli ini lebih popular disebut dengan

Batak ke 27 seperti asal-usul orang-orang dari kampung Bebesan (Melalatoa, 1971:92).

Pada waktu yang lampau mereka berasal usul dari 27 orang Batak Tapanuli yang

datang ke Aceh Tengah. Menurut cerita, orang-orang Batak Tapanuli ini kebanyakan

dahulu bertempat tinggal dikampung yang sekarang disebut Bebesan. Karena

kedatangan Batak Tapanuli ini ke kampung Bebesan, maka orang-orang Kebayakan

kemudian mengungsi dari kampung Kebayakan. Orang-orang Batak Tapanuli ke 27 ini

sebagian menikmati tinggal di kampung Kebayakan tadi, yang kemudian mereka

menetap di Kampung Bebesan.

Selanjutnya orang-orang Bukit yang berasal dari orang-orang pantai Utara

Aceh, seperti orang-orang dari kampung Kebayakan tadi. Menurut Melalatoa, orang-

orang kampung Bebesan dan orang-orang kampung Kebayakan mempunyai asal-usul

yang sama. Karena kedua-duanya masih mengenal Belah 46

Jika diperhatikan dari segi perbedaan adat istiadat, maka akan tampak pula pada

segi keseniannya, seperti kesenian Didong dan Pacuan Kudanya yang diselenggarakan

hampir setiap tahun, yang pada umumnya bertepatan dengan bulan Agustus untuk

merayakan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertandingan Didong

atau Klen, walaupun

demikian nama-nama belah atau Klen itu tidaklah sama.

46Belah merupakan Klen besar dari pengaruh perkembangan Sedere. Diantara mereka masih merasa dirinya mempunyai satu keturunan yang sama, satu masa lampau yang sama, dan satu sistem sosial yang sama pula.

Universitas Sumatera Utara

Page 106: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dan Pacuan Kuda ini baru dianggap meriah apabila sudah berhadapan antara

kesebelahan Cik yang diwakili oleh kampung Bebesan dengan kesebelasan kampung

Bukit yang diwakili oleh kampung Kebayakan.

Dengan adanya asal-usul yang berbeda antara Cik dan Bukit, maka dapat

diperkirakan bahwa etnik Gayo berasal dari kedua asal-usul tadi, yaitu dari Batak

Tapanuli dan dari Pesisir Aceh bagian Utara. Dalam waktu yang cukup lama migrasi

lokal antara kelompok Cik dan Bukit berlangsung secara Evolutif. Demikian juga dalam

perkawinan campuran antara keduanya sering kali terjadi. Seiring dengan hal tersebut,

maka akulturasi di bidang adat-istiadat dan kehidupan sosial ekonominya mempunyai

pola yang sama pada masyarakat Gayo di Aceh Tengah, walaupun di sana-sini masih

terdapat perbedaan.

Penduduk asli masyarakat Gayo sebagai hasil campuran antara orang-orang Cik

dan Bukit tadi mempunyai gambaran fisik yang sedikit berbeda dengan masyarakat

Aceh lainnya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor

keturunan. Ciri-ciri fisik yang membedakan diantaranya yaitu penduduk asli

mempunyai kulit agak kemerah-merahan, terutama di bagian wajah mereka, wajah

mereka umumnya berwarna merah seperti terkena sinar matahari. Bagian betis kaki

mereka kelihatan tampak membesar. Hal ini mungkin disebabkan oleh seringnya

mereka berjalan kaki naik gunung dan turun gunung. Jika berjalan, dada tampak agak

menonjol kedepan dan pinggul agak kebelakang, seakan-akan siap untuk menempuh

perjalanan yang mendaki. Bagi para wanita, biasanya mereka membawa barang-barang

dari satu tempat ke tempat lain, seperti kayu api, padi, beras dan lain-lainnya, mereka

selalu menggendong dari belakang dengan menggunakan tali jangkat.

Universitas Sumatera Utara

Page 107: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.9 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo

Sistem pemerintahan yang dimaksud disini ialah sistem pemerintahan Tanah

Gayo dan Alas di zaman setelah masuknya agama Islam, dan terutama sekali setelah

Tanah Gayo dan Alas menjadi wilayah kerajaan Islam Aceh. Meskipun sistem

pemerintahan dari kerajaan Islam Aceh, mempunyai pola umum yang sama untuk

seluruh wilayahnya, tetapi sistem pemerintahan di Tanah Gayo mempunyai “ciri-ciri”

tersendiri.

Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan

Hukum Adat, Hukum Adat bersumber dan berlandaskan hukum Islam. Hukum Adat

tidak tertulis. Tetapi hukum Islam adalah hukum tertulis, berdasarkan Qur’an dan

Hadits Nabi. Jadi meskipun hukum adat tidak tertulis, tetapi sumber dan landasannya

adalah hukum tertulis yaitu dari Qur’an dan Hadist Nabi. Keputusan mengenai hukum

adat yang bertentangan dengan hukum Islam, maka setelah mendengarkan pendapat

Imam, hukum adat harus dikesampingkan dan hukum Islam yang harus dilaksanakan.

Hukum Islam adalah kuat terhadap hukum adat dalam pelaksanaan hukum di Tanah

Gayo. Hubungan antara kedua hukum adat dan hukum agama ini adalah jalin berjalin

yang sangat erat, sebagaimana dilukiskan dalam kata-kata adat Gayo “Hukum ikanung

edet, edet ikanung Agama”. Artinya setiap hukum mengandung adat, dan setiap adat

mengandung agama. Hukum adat adalah anak kandung dari hukum agama. Dengan

perkataan lain, hukum adat di dalam pemerintahan Tanah Gayo pada hakikatnya adalah

merupakan “pancaran dari hukum Islam.”

Walaupun demikian sering juga terjadi praktek sengketa antara hukum adat

dengan hukum agama yang kadang-kadang hukum Islam dikesampingkan. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 108: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dapat dapat terjadi dalam hal, apabila sang raja tidak mengerti ajaran agama dan

hukum-hukum Islam atau karena sang raja berlaku sewenang-wenang atau oleh faktor-

faktor lain.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam kata-kata adat Gayo ini menggambarkan

sesuatu pemerintahan berdasarkan hukum adat yang bersumber dari hukum Islam

dengan mengindahkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Suatu prinsip gotong

royong yaitu semacam sistem demokrasi yang dikenal zaman ini.

Sistem kepemimpinan ini terangkum dalam pranata Sarak Opat, yang

mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti tersebut di atas. Masing-masing unsur

ini mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti di atas. Masing-masing unsur ini

mempunyai peranan sendiri. Selain itu, setiap unsur itu bisa mendapat sanksi tertentu

apabila melakukan kesalahan atau penyimpangan peran atas kekeramatannya tadi. Raja

sebagai unsur pimpinan utama mempunyai sifat keramat yang disebut musuket sipet, ini

berarti raja memiliki sifat dan bertindak adil , bijaksana, kasih sayang, suci, dan benar.

Petue (ketua) mempunyai sifat keramat yang disebut musidik sasat, artinya

teliti, peka dan cepat tanggap. Sementara itu imam (pimpinan agama) memiliki sifat

keramat yang disebut muperlu sunet. Ia memiliki kewibawaan dengan memberikan

contoh tauladan kepada anggota masyarakat tentang hal-hal yang wajib, perlu, sunat

untuk dikerjakan sesuai dengan kaidah-kaidah agama . Ia juga mengawasi dan melarang

perbuatan makruh, perbuatan yang menimbulkan mudarat. Demikian pula dengan

unsur kepemimpinan lain yang mempunyai kekeramatan sesuai dengan jabatannya

masing-masing. (Rusdi dkk., 1998:12-15)

Universitas Sumatera Utara

Page 109: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.10 Tempat Pemukiman Suku Gayo

Pola pemukiman etnik gayo biasanya mengelompok di tempat-tempat yang

agak tinggi. Pemukiman etnik Gayo dikelilingi oleh areal persawahan. Kadang-kadang

terdapat pula kebun-kebun kopi, jeruk dan advokat. Diantara mereka ada pula anggota

warganya yang berpindah-pindah tempat dari tempat kediamannya (rumah) ke ladang-

ladang kopi atau sawah. Di ladang kopi atau sawah mereka tinggal disebelah jamur47

(gubuk) sebagai tempat tinggal sementara mereka, selama mereka mengerjakan

perladangan kopi atau persawahan. Hampir tiap-tiap persawahan terdapat satu serak48

Di setiap kampung terdapat sebuah mersah

(tali air) untuk mengisi persawahan mereka. Setelah panen selesai, maka mereka akan

kembali ke kampung mereka masing-masing.

49 (langgar) untuk laki-laki dan

sebuah joyah50 (langgar untuk wanita), sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah atau

tempat berkumpul para warga kampung pada saat-saat tertentu, sedangkan mesjid

selalu terdapat pada tiap-tiap pemukiman. Kadang-kadang ditempat tertentu juga

didirikan pula bebalen51

Pada setiap kampung terdapat umah

, yaitu tempat berteduh atau tempat bersembahyang. Bebalen

ini pada umumnya dibuat pada tempat-tempat yang ada airnya dan berdekatan dengan

jalan, yang terletak jauh dari perkampungan.

52

47 Jamur artinya secara harfiah adalah gubuk.

(rumah). Pada waktu dulu umah ini terdiri

dari beberapa keluarga yang masih satu keturunan, yang dalam bahasa Gayonya disebut

48 Serak, artinya dalam bahasa Indonesia adalah tali air, untuk kepentingan irigasi. 49Mersah, (langgar untuk laki-laki) sebagai tempat beribadah untuk laki-laki. 50Joyah, (langgar untuk wanita) sebagai tempat beribadah untuk kaum wanita. 51Bebalen adalah suatu istilah suku Gayo untuk tempat berteduh atau tempat bersembahyang di

perkampungan. 52Umah Timeruang terdiri terdiri atas beberapa buah bilik, tiap-tiap bilik didiami oleh satu

keluarga batih yang ada pertalian kekerabatan. Gabungan keluarga batih disebut sedere

Universitas Sumatera Utara

Page 110: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

sedere. Tiap-tiap keluarga menempati sebuah bilik tempat tidur dan sebelah bilik dapur.

Bentuk umah Gayo ini relative besar dan memanjang. Rumah seperti ini oleh orang

Gayo disebut umah timeruang. Perkembangan sedere di dalam umah timeruang tidak

dapat disamakan dengan perkembangan warga adat di dalam rumah gadang

Minangkabau (Bachtiar, 1964:54-55). Karena tiap warga adat masyarakat desa

Minangkabau dianggap mempunyai sebuah rumah Gadang. Kegiatan-kegiatan adat

seperti perkawinan, pertemuan dengan keluarga dilaksanakan di dalam rumah gadang,

sedangkan umah timeruang di Gayo didasarkan atas tali perhubungan darah murni,

bukan didasarkan pada kegiatan adat sebagai tempat upacara perkawinan dan

pertemuan dewan keluarga.

Namun saat ini tiap-tiap keluarga batih banyak yang ingin memisahkan diri dari

ikatan umah timeruang dengan cara membangun rumah baru. Akan tetapi, sering kali

mereka juga masih berada di dalam satu kelompok perkampungan dengan sedere-

sederenya dan ada pula yang mendirikan rumah kedalam kelompok perkampungan

yang lain. Dengan demikian, pola perkampungan pada masyarakat Gayo sekarang

tidak lagi di huni oleh suatu belah atau klen. Akan tetapi sudah terjadi percampuran

antara beberapa belah. Percampuran ini juga terdapat dari sistem perkawinan exogam53

Pendirian rumah baru yang dilakukan oleh keluarga batih tadi, tampaknya

cenderung untuk memilih pola perumahan seperti di kota-kota. Rumah mereka tidak

lagi didirikan di atas panggung (tiang), melainkan mereka memilih mendirikan rumah

dengan menggunakan semen sebagai lantai dan dinding-didndingnya terbuat dari

tembok. Dengan adanya rumah-rumah model baru inilah, maka umah timeruang pada

53Exogam adalah suatu istilah pada suku Gayo, yang merupakan adat perkawinan masyarakat Gayo, yang melarang keras diantara mereka kawin dengan belahnya sendiri atau satu belah.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

saat sekarang sudah mulai berkurang di tempat pemukiman masyarakat Gayo, bahkan

di pemukiman yang dekat dengan kota umah timeruang ini sudah sangat jarang sekali

kelihatan.

Antara pemukiman yang satu dengan pemukiman yang lainnya, dihubungkan

oleh jalan yang dapat dilalui oleh kenderaan bermotor dan sepeda. Jalan-jalan yang ada

di kampng-kampung ini pada umumnya, adalah hasil kerja swadaya masyarakat

setempat dan kebanyakan dari jalan-jalan tersebut belumlah diaspal. Oleh karena itu,

mobil-mobil besar seperti truck dilarang oleh mereka untuk melewati jalan-jalan

tersebut, terutama pada saat musim hujan, yang menyebabkan jalanan nantinya akan

menjadi becek dan hancur jika dilalui oleh truck-truck tersebut. Akan tetapi jalan-jalan

yang menghubungkan kota dan ibukota Aceh Tengah dengan Bireuen sudah diaspal

pada saat itu.

Di samping perhubungan melalui darat, orang Gayo di kabupaten Aceh Tengah

juga memanfaatkan perhubungan lewat laut dan danau, untuk menghubungkan kota

Takengon dengan daerah-daerah pesisir danau Laut Tawar seperti Toweran, Blang

Bintang, Nosar dan lain-lain, kebanyakan alat-alat perhubungan ini memakai perahu

bermesin atau yang disebut dengan kapal.

Transportasi dengan perahu ini lebih cepat dari pada berjalan kaki, karena jika

berjalan kaki agak jauh dilalui, terpaksa mengelilingi danau dengan naik gunung turun

gunung yang membatasi antar daerah pemukiman yang satu dengan pemukiman yang

lainnya. Mengenai alat-alat transportasi yang lainnya, seperti mobil atau truck belum

dapat melewati jalan-jalan yang menuju kedaerah-daerah pesisir danau tersebut. (Rusdi

dkk. 1998:81-83).

Universitas Sumatera Utara

Page 112: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

2.11 Unsur-Unsur Kesenian dalam Budaya Gayo

M.J. Melalatoa dalam sebuah penelitian ilmiahnya di tanah Gayo pada tahun

tujuh puluhan mengatakan bahwa masyarakat Gayo tidaklah demikian kaya dengan

variasi perwujutan artistik berupa hasil kebudayaan material, meskipun mereka

mengenal seni arsitektur, ukir, relief, hias, dan perhiasan. Masyarakat Gayo pada

umumnya lebih banyak memiliki dan menyenangi unsur-unsur kesenian sastra, seperti

teka teki, perumpamaan, nyanyian, deklamasi, legenda dan sebagainya, yang bernuansa

sastrawi. Keterangan dan literatur mengenai hasil kebudayaan material tesebut di atas

banyak diungkapkan oleh sejumlah penulis Belanda. Dalam karya dan literatur terakhir,

lebih banyak membicarakan hasil-hasil kesusastraan dan tari-tarian.

Dalam hal seni arsitektur kita dapat melihat beberapa hal yang perlu mendapat

perhatian khusus. Arsitektur rumah atau bahkan bangunan untuk tempat ibadah dan

belajar seperti mersah dan joyah menunjukan adanya suatu bentuk keseragaman dari

segi bangun dan bentuk. Bangunan-bangunan ini didirikan itu didirikan di atas tiang,

sehingga secara keseluruhan tampak seperti panggung. Rumah anggota masyarakat

biasa dengan rumah penguasa adat atau raja (reje atau penghulu) juga tidak terdapat

perbedaan yang terlalu mencolok. Rumah yang berbeda hanyalah rumah time ruang dan

rumah bubung, dan letak perbedaannya hanyalah pada jumlah ruangan yang ada dalam

rumah saja.

Rumah panggung seperti disebutkan di atas pada masa sekarang ini dapat

dikatakan punah dari kehidupan budaya masyarakat Gayo Aceh Tengah. Rumah-rumah

pada masa terakhir sudah merapat ke tanah. Bentuk atapnya sama dengan yang lama,

Universitas Sumatera Utara

Page 113: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

tetapi ada juga berbentuk landai persegi dalam bahasa Gayo disebut bubung time

(Melalatoa 1975).

Ukuran-ukuran yang terdapat pada rumah-rumah arsitektur lama juga terbatas

pada tangga atau pada tiang penyangga bubungan. Menurut catatan M.J. Melalatoa

dalam bukunya Kebudayaan Gayo 1983, seni ukir yang lain terdapat pada alat-alat

rumah tangga yang terbuat dari tanah liat (pottery) yang umumnya berupa wadah,

seperti kendi, labu, kiup, kekaklang, dan lain sebagainya. Seni hias dapat dilihat pada

hasil kerajinan anyaman yang bahannya dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di rawa-

rawa (paya) seperti kertan, benyet, cike, beldem, dan bengkuang. Pakaian mereka,

terutama pakaian kaum wanita terdapat hiasan-hiasan (ragi) yang mempunyai macam-

macam motif, seperti yang terlihat pada upuh-koi, ketawak, beberapa jenis ules.

Dalam seni musik mereka mengenal beberapa alat musik dengan sistem

pemakaian yang berbeda-beda, misalnya teganing, canang, bensi, rebana gegeden,

serune, dan lain-lain. Teganing dibuat dari seruas bambu dengan mencungkil bambu itu

sebagai senar dengan cara memukul-mukul dengan “tongkat” kecil, dari belahan

bambu. Pada saat sisi bambu ini dilakukan yang dipukul-pukul dengan telapak tangan

kiri, dengan fungsi sebagai gendang (gegedem). Canang berarti seperangkat instrumen

yang terdiri dari beberapa buah canang, sebuah memong, sebuah gong, sebuah gegedem

atau rebana yang masing-masing dimainkan oleh satu orang. Instrumen seperti gong,

bensi, serune, sarunai kalle (suling) adalah instrumen tiup. Gamang adalah instrumen

yang didatangkan dari luar, yang kemudian sangat digemari oleh orang-orang kampung,

terutama pemuda-pemuda (bebujang). Instrumen ini tidak lain dari harmonika

(Hurgonje, 1903).

Universitas Sumatera Utara

Page 114: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Unsur kesenian yang paling menonjol dalam masyarakat seni sastra adalah seni

sastra. Seni Satra ini terwujut dalam beberapa bentuk seperti kekitiken, kekeberen, guru

didong, didong sa’er, dan lain-lain. Kekitiken merupakan seni berteka-teki yang

dilakukan oleh anak-anak sebelum tidur. Biasanya dari soal teka-teki ini merupakan

bentuk puisi Gayo yang cukup tua (Ara, 1971:13). Pada masa akhir ini pekerjaan

berteka-teki pengantar tidur itu sudah jarang dilakukan karena sudah diganti dengan

kegiatan belajar.

Kekeberen adalah salah satu bentuk prosa yang disampaikan secara lisan dan

mendapat tempat yang luas dalam masayarakat Gayo di masa silam. Prosa inipun

biasanya dituturkan pada malam hari menjelang tidur dari si penceritanya kepada

pendengarnya, yang umumnya kalangan anak-anak mudanya. Tukang cerita ini

mungkin seorang nenek yang bercerita kepada cucunya menjelang tidur, atau juga

orang tua yang bercerita kepada para anak muda yang sedang berkumpul. Kisah

ceritanya antara lain adalah tentang tema-tema cinta kasih, sinisme, nasehat kepada

anak muda, patuh kepada orang tua, kesombongan, akal bulus, dan lain sebagainya.

(Minosar, 1961:15-17). Semua itu mengandung pesan-pesan yang bersifat pendidikan

kepada anak-anak pendengarnya. Pada masa terakhir ini beberapa cerita rakyat telah

dituliskan baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Gayo (Melalatoa 1969; Kadir

1971; Harun 1971; Djenen 1972; dan lain-lainnya).

Dalam pidato-pidato adat (melengkan) dan berbagai upacara masyarakat gayo

melahirkan rasa seninya dalam bentuk kata-kata yang puitis. Pidato adat ini dilakukan

secara berbalas-balasan oleh para pendengarnya, dan dari sini dapat di nilai para

pemenangnya, hal ini dinilai dari siapa yang mahir dalam menjawab pidato tersebut. Di

Universitas Sumatera Utara

Page 115: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dalam suatu klen atau kampung tidak banyak orang yang mampu melakukan melengkan

ini, sebagai contoh singkat yang masih dalam bahasa Gayo.(Hakim, 1972:15-16,

Salman Yoga S, 1997). Lain halnya lagi dengan guru didong yang biasanya dilakukan

oleh dua orang laki-laki berpantun berbalas-balasan, tetapi sambil menari-nari. Pantun

yang disampaikan itu dilakukan dengan semacam nyanyian. Sebuku (resitasi) adalah

pengungkapan perasaan yang terjalin dalam puisi tertentuyang umumnya hanya

dilakukan oleh seorang perempuan. Puisi sebuku ini ditembangkan dalam menghadapi

kematian (sebuku mate) atau pada saat upacara perkawinan (sebuku mungerje).

2.12 Sistem Kekerabatan Suku Gayo

Masyarakat Gayo menganut sistem keluarga batih, sama seperti yang dianut

oleh masyarakat Aceh pada umumnya. Rumah tangga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-

anak yang belum menikah. Jika seorang anak sudah menikah, ia akan mendirikan

rumah tangganya sendiri sebagai keluarga batih yang baru menikah, untuk sementara

akan menetap pada keluarga batih ayahnya. Ada yang beberapa bulan saja atau sampai

lahir anaknya yang pertama. Akan tetapi, ada pula terkecualiannya yang ditentukan oleh

sistem perkawinan, apakah ia menetap terus dalam keluarga batih pihak laki-laki atau

orang tua perempuan.

Semua kegiatan dalam keluarga batih merupakan tanggung jawab bersama

dalam keluarga. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah turun keume (turun ke

sawah), turun keume artinya, bekerja di kebun dan menanam sayur-sayuran diladang.

Seluruh anggota keluarga batih ikut membantu bekerja sebagai tenaga pelaksana.

Dalam pembagian kerja disesuaikan dengan tingkat kemampuan anggota keluarga

batih. Bagi orang yang sudah tua dan anak-anak mendapatkan tugas pekerjaan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 116: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

lebih ringan, dibandingkan dengan yang muda-muda atau kepala keluarga dalam

keluarga batih tersebut.

Meskipun di daerah Gayo terdapat keluarga batih, namun tidak menutup

kemungkinan adanya keluarga Luas. Keluarga Luas ini menempati sebuah rumah besar

yang disebut dengan umah timeruang. Rumah ini terdiri dari beberapa bilik (kamar),

dan tiap-tiap kamar didiami oleh satu keluarga batih. Tiap-tiap kamar juga dilengkapi

dengan dapur masing-masing. Antara satu keluarga batih dengan keluarga batih lainnya

dalam satu umah timeruang ini, biasanya akan mempunyai pertalian keturunan

(genealogis). Pada awalnya umah timeruang ini adalah milik keluarga batih. Tetapi

setelah keluarga ini menikah, maka ia akan pindah ke dalam kamar tersendiri. Begitulah

seterusnya, setiap ada pernikahan berarti menambah keluarga batih dalam umah

timeruang tersebut, maka di dalam umah timeruang terjadilah keluarga besar yang

disebut dengan sedere.

Dalam bidang mencari mata pencarian hidup tidak menggambarkan kegiatan

sedere, tetapi dilakukan oleh masing-masing keluarga batih, kadang-kadang pada saat

tertentu, suatu kegiatan dilakukan bersama-sama sedere, misalnya melakukan pekerjaan

disawah. Berhubung pekerjaan tersebut membutuhkan banyak tenaga dan

membutuhkan bantuan dari sederenya. Demikian juga dalam menghadapi masalah-

masalah keluarga seperti mengadakan musyawarah untuk menyelenggarakan upacara

perkawinan dan lain-lainnya haruslah melibatkan seluruh sederenya. Mereka selalu

menghadapi dengan pakat sedere. Kegiatan semacam ini sering diucapkan dalam

pepatah-pepatah seperti bulet lagu umut, yang artinya bulat seperti batang pisang, lurus

Universitas Sumatera Utara

Page 117: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

seperti gelas. Maksudnya, untuk mencapai suatu tujuan, setiap kebijaksanaan harus

dilakukan berdasarkan musyawarah tiap anggota keluarga dan sedere-sederenya.

Namun demikian perkembangan sedere tidak mungkin dapat ditampung dalam

umah timeruang karena semangkin banyak terjadi keluarga batih, maka akan

semangkin banyak pula membutuhkan bilik (kamar). Bagi mereka yang tidak

tertampung dalam umah timeruang kemudian memisahkan diri ke tempat lain dengan

mendirikan rumah baru yang kemudian berkembang pula menjadi umah timeruang

seperti tersebut di atas. Walaupun terjadi pemisahan tempat tinggal, tetapi tali keluarga

lainnya masih diikat oleh pertalian sedere dan timbullah klen kecil yang disebut dengan

kuru.

Kuru ini kemudian dapat juga bertempat tinggal di beberapa kampung. Hal ini

dapat terjadi karena adanya perpindahan tempat tinggal di beberapa kampung. Hal ini

dapat terjadi karena adanya perpindahan tempat tinggal dan adanya sistem perkawinan

exogam. Menurut adat masyarakat Gayo perkawinan endogami menjadi larangan atau

pantangan. Dengan demikian, akan memudahkan hubungan genealogis antara satu

kampung dengan kampung lainnya.

Adanya pengaruh perkawinan baru disebabkan oleh perpindahan anggota kuru

dan perkawinan menyebabkan tidak kentara lagi perhubungan darah yang murni pada

suatu kuru, karena proses perkembangan ini masih terjadi terus menerus. Namun

demikian mereka merasa dirinya mempunyai nenek moyang yang sama dan satu sistem

sosial serta ikatan tertorial yang sama. Hasil perkembangan kuru yang demikian masih

terlihat dalam klen besar yang disebut dengan belah (Abdullah, 1994:33). Dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 118: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

demikian, pada masyarakat Gayo timbul bermacam-macam belah, seperti belah jalil,

belah Cik, belah gunung, belah Hakim, belah Bale dan lain-lain.

Perkawinan dalam adat Gayo mempunyai arti yang sangat penting terhadap

sistem kekerabatan. Kawin ango atau jeulen adalah bentuk perkawinan yang

mengharuskan pihak calon suami seakan-akan membeli wanita yang akan dijadikan

istri. Setelah dibeli, maka istri menjadi belah suami. Jika pada suatu ketika terjadi cere

banci (cerai perselisihan), si istri menjadi ulak kemulak (kembali ke belah asalnya).

Mantan istri dapat membawa kembali harta tempah (harta pemberian orang tuanya) dan

demikian pula harta sdekarat (harta dari hasil usaha bersama). Namun jika terjadi cere

kasih (cerai mati), tidak menyebabkan perubahan status (belah) bagi keduanya. Sebagai

contoh misalnya, jika suami meninggal, maka belah suami berkewajiban untuk

mencarikan jodoh mantan istrinya tadi dengan salah seorang kerabat yang terdekat

dengan almarhum suaminya. Apabila yang meninggal itu tidak mempunayi anak, maka

pihak yang ditinggalkan berhak mengembalikan harta tempah kepada belah asal harta

itu. Jika yang meninggal itu ada keturunan, maka harta tempah itu menjadi milik anak

keturunannya.

Selanjutnya mengenai bentuk perkawianan angkap terdapat pula ketentuan-

ketentuan yang harus ditaati. Pihak laki-laki (suami) ditarik ke dalam belah istri.

Perkawinan angkap ini dapat dibedakan menjadi dua macam angkap, yaitu angkap

nasap dan angkap sementara. Pada perkawinan angkap nasap menyebabkan suami

kehilangan belahnya, karena telah ditarik ke dalam belah istrinya. Jika terjadi

perceraian karena cere banci (cerai perselisihan) dalam kawin angkap nasap ini,

menyebabkan terjadinya perubahan status suaminya karena suami harus kembali ke

Universitas Sumatera Utara

Page 119: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

belah asalnya, dan tidak diperbolehkan membawa harta tempah, kecuali harta sekarat.

Namun jika terjadi cere kasih, misalnya istri meninggal, maka mantan suaminya tetap

tinggal dalam belah istrinya. Pada suatu ketika, saat mantan suami tersebut akan

dikawinkan kembali oleh belah istrinya dengan salah seorang anggota kerabat istrinya.

Jika yang meninggal itu adalah suaminya, maka istrinya pada belah asalnya. Namun

jika yang meninggal tersebut mempunyai keturunan, maka harta tempah

peninggalannya jatuh ketangan anak keturunannya. (Keanekaragaman Suku dan

Budaya di Aceh. Rusdi dkk., 1998:86-89).

Kawin angkap sementara pada masyarakat Gayo juga disebut dengan angkap

edet. Seorang suami dalam waktu tertentu menetap dalam belah istrinya sesuai dengan

perjanjian saat dilakukan peminangan. Status sementara itu tetap berlangsung terus

selama suami belum mampu memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan

waktu peminangannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi ini oleh suami disebut unjuk.

Jika terjadi perceraian dalam bentuk cere banci, suami akan kembali kedalam pihak

belahnya, dan harta sekarat akan dibagi-bagi, jika syarat-syarat angkap sementara

telah dipenuhi oleh suami, sedangkan harta tempah, misalnya istri meninggal, maka

suami tidak akan berubah statusnya sampai masa perjanjian angkap selesai. Oleh

karena itu, menjadi kewajiban belah istrinya untuk mengawinkan kemabli dengan salah

seorang kerabatnya.

Kawin kuso kini adalah suatu bentuk perkawinan yang memberi kebebasan

kepada suami istri untuk memilih tempat menetap dalam belah suami atau belah istri.

Bentuk perkawinan kuso kini ini berbeda dengan perkawinan anggo dan angkap yang

Universitas Sumatera Utara

Page 120: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

selalu mempertahankan belah. Bentuk perkawinan ini masih banyak pula terjadi dalam

masyarakat Gayo hingga sekarang (Melalatoa, 1995:281).

Upacara daur hidup (life cycle) merupakan kegiatan sedere dalam bentuk pakat

sedere dengan tujuan agar dapat dicapai suatu kesepakatan dalam melaksanakan setiap

kegiatan bersama. Mengenai bentuk-bentuk upacara daur hidup tersebut dapat

berwujud pada upacara turun mandi bayi (cukur rambut), bereles (sunat rasul). Bagi

anak laki-laki yang berumur 10 tahun ke atas, upacara perkawinan dan kemudian

setelah adanya kematian. Semua kegiatan upacara tersebut merupakan kegiatan sedere.

2.13. Struktur Sosial Masyarakat Gayo

Struktur sosial masyarakat Gayo secara evolutif mengalami perubahan dari

masa kemasa. Sejak zaman dahulu, jauh sebelum Indonesia merdeka, struktur

pemerintahan pada masyarakat Gayo berdasarkan Sarak Opat. Sarak Opat ini

sususnannya terdiri dari (a) penghulu atau reje, (b) Petue (sebagai Hakim), (c) Imem

yang mengurusu soal-soal agama, dan (d) sendere (rakyat), (Abdullah, 1994:33).

Keempat struktur pemerintahan ini mengurus pemerintahannya dalam bidangnya

masing-masing. Unsur reje bertugas mengurusi masalah kesejahteraan rakyat. Reje ini

merupakan memegang kekuasaan yang tertinggi dan bertanggung jawab penuh atas

kelangsungan pemerintahannya. Petue adalah unsur yang banyak berperan dalam

bidang pengadilan. Tugasnya adalah mengadili semua perkara yang terjadi dalam

pemerintahan. Unsur Imem tugasnya adalah mengurus masalah-masalah yang

berhubungan dengan keagamaan. Unsur sendere (rakyat) sebagai pengerahan tenaga

yang terdiri dari seluruh masyarakat di lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 121: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Berdasarkan struktur pemerintahan seperti yang tersebut di atas, maka timbullah

lapisan-lapisan sosial yang terjadi di masyarakat. Lapisan sosial ini tanpa disadari terus

mereka bina, sampai datangnya pemerintahan kolonial Belanda, dan mendapat

pengakuan dari pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu, dan akhirnya, atas dasar

pengalaman ini pulalah, lapisan-lapisan sosial tersebut tumbuh dengan subur, sehingga

timbullah perbedaan-perbedaan yang tajam antara lapisan-lapisan itu di masyarakat

Gayo. Tiap-tiap lapisan secara turun-temurun dapat mewariskan nya kepada

keturunannya. Keturunan reje merupakan lapisan elite dalam masyarakat Gayo dan

sangat dihormati oleh lapisan di bawahnya.

Adanya perbedaan-perbedaan yang tajam ini dapat diketahui dengan

memperhatikan tingkah laku adat di masyarakat. Keturunan reje sebagai tempat yang

teratas mendapat tempat yang berbeda dengan lapisan petue, imem dan sendere

(rakyat). Dalam menghadiri upacara-upacara ataupun pertemuan-pertemuan lainnya,

keturunan reje menempati tempat duduk khusus yang tidak sembarang orang boleh

mendudukinya. Cara berpakaian dan warna pakaiannya juga berbeda dengan

masyarakat Gayo lainnya, keturunan reje selalu lebih cenderung memakai pakaian

berwarna kekuning-kuningan, karena warna tersebut melambangkan warna kebesaran.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, terutama pada sekitar tahun 1950-

an, lapisan-lapisan tersebut menampakkan eksistensinya dalam masyarakat Gayo,

meskipun sudah tidak setajam pada zaman Belanda dahulu. Perbedaan yang masih jelas

antara reje dengan lapisan-lapisan lainnya hanya dari segi panggilan saja. Kepada reje-

reje sering kali dipanggil dengan sebutan nama ampun atau reje. Keturunan reje dalam

kehidupan sehari-harinya sudah bias dapat hidup berdampingan dengan keturunan

Universitas Sumatera Utara

Page 122: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

petue, Imem, dan rakyat biasa lainnya. Proses perubahan ini terjadi mungkin karena

adanya pendidikan formal yang merata bagi seluruh masyarakat pada saat zaman

Belanda tersebut.

Pada tahun 1968 struktur sarak opat mulai timbul lagi di masyarakat Gayo,

walaupun ada beberapa unsur yang sudah berubah. Pola baru sarak opat ini dapat di

lihat pada strata pemerintahan kampung sebagai strata pemerintahan yang paling

bawah. Diantara unsur-unsur tersebut yaitu adanya geucik, Imem, cerdik pandai dan

pemuda, yang masing-masing tidak melahirkan strafikasi sosial yang turun temurun.

Mereka dapat menjabat berdasarkan pada kejujuran, kebijaksanaan, kecakapan,

kewibawaan dan umur.

Pelapisan sosial masyarakatnnya dapat digolongkan menjadi lapisan penguasa,

lapisan pengusaha, lapisan ulama, dan lapisan rakyat. Lapisan penguasa terdiri dari

penguasa pemerintahan dan pegawai-pegawai negri. Seseorang sangat bangga jika

anaknya menjadi seorang penguasa dan pegawai negri pada saat itu. Gaji atau

pendapatan mereka tidak terlalu dipentingkan bagi mereka. Menjadi pegawai negri

berarti menyandang pekerjaan yang mulia bagi masyarakat Gayo di masa itu.

Lapisan pengusaha terdiri dari pengusaha kebun dan ladang. Setelah

kemerdekaan Indonesia, pengusaha kopi muncul sebagai pengusaha besar. Perkebunan

teh Redlong yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada saat itu di kecamatan

Bebesan, dialihkan kepada masyarakat untuk dijadikan kebun kopi. Banyak hutan yang

dibuka untuk memperluas areal perkebunan kopi. Apalagi pada saat itu pasaran kopi di

dunia cukup menguntung bagi masyarakat suku Gayo, bahkan hingga saat ini, pasaran

kopi juga masih menguntungkan bagi masyarakat Gayo. Dengan demikian, penghasilan

Universitas Sumatera Utara

Page 123: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

kopi mereka juga akhirnya dapat menutupi segala kebutuhan hidup masyarakat Gayo,

termasuk biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka.

Seiring dengan munculnya pengusaha di bidang kopi, muncul pula pengusaha

pengusaha di bidang perdagangan. Mereka umumnya sebagai pedagang kopi, pakaian,

dan bahan pangan lainnya. Ada pedagang yang langsung mendatangi kebun-kebun kopi

dan langsung membelinya saat sebelum panen dengan cara menafsir benyaknya buah

yang ada, kemudian setelah panen mereka akan bawa langsung ke pasar atau ada pula

yang melalui proses pengolahan lebih lanjut. Sedangkan pedagang pakaian dan bahan

makanan kebanyakan berada di pasar kabupaten dan kecamatan.

Lapisan ulama merupakan lapisan sosial yang sangat mulia di mata masyarakat

etnik Gayo. Lapisan ini muncul berdasarkan penguasaan ilmu agama Islam yang luas.

Lapisan ulama ini tidak dapat diturunkan kepada anaknya, sebab yang menjadi ulama

ditentukan oleh dasar tingginya ilmu agama yang dikuasainya. Siapa saja berhak

menjadi alim ulama, asal mampu memenuhi syarat-syarat sebagai seorang ulama, yaitu

selain tinggi ilmu agamanya, juga pembawaannya haruslah kelihatan mempunyai

wibawa yang tinggi di mata masyarakat, pandai berdakwah, jujur, bijaksana, rajin dan

harus yang rajin beribadah. Agar menjadi anak yang saleh, maka sejak berumur 6

tahun, anak-anak suku Gayo pada saat itu diharuskan belajar mengaji Al Qur’an, belajar

rukun sembahyang, rukun Islam, rukun Iman dan lain-lainnya yang berhubungan

dengan keagamaan.

Pada waktu dulu banyak anak-anak lelaki Gayo pergi menuntut ilmu agama ke

pesantren-pesantren kenamaan seperti di Padang, Bukit Tinggi, dan bahkan ada pula

yang sampai menyeberang ke pulau Jawa sana, yaitu di pesantren Tebu Ireng, Gontor,

Universitas Sumatera Utara

Page 124: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dan sebagainya. Setelah menamatkan pendidikannya di Pesantren-Pesantren tersebut,

mereka akan kembali ke tanah asalnya dan membawa banyak perubahan pada

masyarakat Gayo, terutama mereka umumnya banyak yang mendirikan sekolah-sekolah

keagamaan di kampung mereka.

Lapisan rakyat merupakan lapisan sosial yang dominan. Mereka kebanyakan

hidup sebagai petani, seperti menanam padi, palawija, buah-buahan dan sebagainya.

Seseorang yang berada di lapisan rakyat ini dapat pula menembus kelapisan di atasnya

seperti pengusaha atau penguasa asal berjuang keras, ulet, dan mampu. Akan tetapi,

untuk membuka lahan perkebunan kopi yang baru agak sulit, karena lahan garapan

untuk itu sudah semangkin sempit. (Rusdi dkk: 1998:88-90).

2.14 Upacara Tradisional Suku Gayo

Upacara tradisioanl yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Gayo selalu

berkaitan dengan mata pencaharian hidup masyarakatnya, adat istiadat dan

agama/kepercayaan suku Gayo. Dalam bidang pertanian upacara biasanya dilakukan

selalu dikaitkan dengan kepercayaan-kepercayaan tertentu. Ketika hendak turun ke

sawah, diadakan kenduri yang disebut dengan ku ulu noih, yaitu upacara yang

dilakukan pada sumber mata air yang dipergunakan untuk pertanian. Upacara tersebut

dipimpin oleh Kejurun Blang. Biasanya disertai dengan kegiatan membersihkan tali air

secara bergotong royong. Pada waktu itu oleh Kejurun Blang, akan diumumkan saat

mulai akan menyemai bibit. Penanaman bibit padi untuk setiap musim tanam selalu di

mulai pada petak sawah milik Kejurun Blang dan kemudian baru akan diikuti oleh

masyarakat lainnya. Selesai panen baru akan di mulai lagi dengan kenduri Lues Blang,

Universitas Sumatera Utara

Page 125: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dan pada saat inilah biasanya terdapat hiburan tari saman dilakukan di tengah-tengah

masyarakat sebagai hiburan rakyat. Acara tersebut dimaksudkan untuk menyatakan rasa

syukur mereka kepada Tuhan Yanag Maha Esa, atas karunia yang telah diberikan Allah

kepada masyarakat suku Gayo.Kenduri ini biasanya mereka lakukan bersamaan dengan

kenduri tulak bele54

Dalam bidang kepercayaan masyrakat etnik Gayo juga mempercayai adanya

kekuatan gaib dan kekuatan sakti. Mengenai wujud dari kekuatan-kekuatan gaib

tersebut dapat dilihat dalam bentuk kegiatan talak bele (menolak bahaya). Jika ada

wabah penyakit yang melanda daerah mereka, maka masyarakat setempat akan

bersama-sama untuk melakukan upacara tolak bele, agar mereka terhindar dari penyakit

tersebut. Upacara ini dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap angker atau

keramat, misalnya dibawah pohon besar atau di tepi Danau Laut Tawar. Upacara ini

dilakukan dengan cara menyediakan sesaji berupa makanan agar balum bidi dan telege

(sumur) Reje Linge tidak mengambil atau menelan orang yang mandi di sungai atau di

danau Laut Tawar tersebut.

, karena menurut anggapan kebanyakan penduduk setelah panen,

biasanya akan banyak berjangkit demam panas pada masyarakat suku Gayo. Dan pada

saat ini kenduri Lues Blang dan tulek bele sudah jarang dilakukan oleh masyarakat

Gayo (Abdullah, 1994 : 32)

Upacara keagamaan pada hari-hari besar Islam juga dirayakan, seperti upacara

Maulid Nabi sebagai upacara bersejarah bagi umat Islam yang dilakukan pada setiap

tahunnya pada bulan Rabiulawal. Dahulu setiap mersah melakukan upacara ini dengan

mengundang tamu-tamu dari mersah lainnya. Bagi mereka yang cukup mampu, selalu

54Tulak bele adalah tolak bala untuk mengusir penyakit dari kampung mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 126: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

membawa hidangan makanan untuk dimakan pada acara tersebut, dan bagi mereka

yang kurang mampu akan melakukan kerjasama dengan rumah-rumah lain untuk sama-

sama membuat sebuah hidangan untuk disajikan pada acara itu juga. Pelaksanaan

upacara selalu dipimpin oleh Imam mersah masing-masing. Setelah upacara selesai,

maka akan disertai dengan zikir sampai selesai, dan pada akhir acara tersebut, tibalah

saatnya untuk makan bersama-sama. Sekarang proses upacara yang besar seperti ini

sudah sangat jarang sekali dilakukan pada masyarakat suku Gayo. Saat ini, mereka

hanya melakukan upacara Maulid Nabi SAW dengan acara sederhana tanpa ada acara

hiburan rakyat lagi, mereka memperingati acara tersebut dengan sangat sederhana,

Begitu juga dengan upacara-upacara lainnya. (Rusdi dkk., 1998:91-92).

2.15 Senjata Tradisional Suku Gayo

Senjata adalah alat yang dibuat oleh manusia untuk keperluannya dalam

menghadapai lingkungan dimana manusia itu berada. Biasanya senjata-senjata itu

dipergunakan dalam rangka membela diri, untuk kepentingan berperang, untuk

kepentingan menyerang lawan dan dalam hubungan berburu hewan di hutan. Adapun

yang di ketengahkan di sini adalah khususnya senjata-senjata yang menyangkut

penggunaannya dalam hubungan antara manusia dengan manusia.

Mengenai macam-macam senjata tradisional yang banyak dipergunakan pada

masyarakat etnik Gayo di antaranya adalah :

1. Mermu adalah sejenis senjata yang mirip dengan parang. Senjata ini juga

merupakan alat penyerang musuh.

2. Laju yaitu sejenis senjata yang menyerupai pedang.

Universitas Sumatera Utara

Page 127: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

3. Cerike yaitu senjata yang menyerupai pisau.

4. Lorah yaitu pisau yang berfungsi selain untuk keperluan rumah tangga, juga

dapat digambarkan sebagai senjata dalam melawan musuh.

5. Pedang Temor adalah sejenis pedang yang dibuat dari kayu nibong, Senjata ini

dipakai untuk melumpuhkan musuh yang tidak mempan terhadap besi (orang

kebal).

6. Tikon Lapan Sagi adalah senjata tradisional yang berasal dari kayu yang dibuat

sedemikian rupa, sehingga bersegi delapan. Pada umumnya terbuat dari kayu

setur, kayu selon dan kayu temor/nibong. Senjata ini dimiliki oleh perorangan

maupun kelompok.

7. Tikon Ruih Tuini adalah senjata yang terbuat dari kayu yang berduri dan yang

awet. Pada umumnya dibuat dari kayu yang banyak durinya.

8. Pating Berpucuk adalah senjata yang terbuat dari tusuk konde atau digunakan

selain sebagai senjata juga sebagai tusuk konde. Jika seorang wanita diserang

lawan/musuhnya, maka untuk melawan lawan musuhnya tersebut, wanita

tersebut akan menggunakan tusuk sanggulnya. Pada umumnya tusuk sanggul

atau Pating Berpucuk ini dibuat dari tembaga.

9. Leming Kapak adalah sejenis lembing yang pada masyarakat Gayo disebut

dengan Kunyur atau lembing yang gagangnya dari Mano (rotan besar). Panjang

keseluruhannya sekitar 2 meter. Ada juga gagang yang terbuat kayu yang diraut

sedemikian rupa. Matanya terbuat dari besi yang cukup tajam dengan ujung

yang sangat lancip. Panjang mata itu sekitar 30 cm atau 35 cm. Jenis senjata ini

pada umumnya digunakan untuk menombak atau mengejar babi dan gajah.

Universitas Sumatera Utara

Page 128: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

10. Ali-ali adalah sejenis senjata yang terbuat dari tali kriting (yang berasal dari

kulit kayu sejenis rami) dan juga kulit kambing. Senjata ini dipegang pada

tangan dengan menggunakan anak pelempar dari batu sebesar genggaman dan

kemudian dilemparkan pada musuh. (Rusli Sufi, 1987:36-39).

Semua uraian tentang kebudayaan suku Gayo di nanggroe Aceh Darussalam

seperti di atas, adalah menjadi dasar utama bagi keberadaan dan perkembangan

kesenian saman di kawasan ini. Saman sangat khas memiliki identitas budaya Gayo,

Aceh, Dunia Melayu, dan Dunia Islam. Kesemua unsur ini diadun dalam kesenian

saman yang mengandung nilai-nilai budaya dan filsafat tersendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB III

SEJARAH SAMAN DAN DESKRIPSI TARI SAMAN

3.1. Asal Usul dan Arti Saman

Sepanjang penelitian yang dapat dihimpun dari berbagai sumber tertulis

maupun sumber informan budayawan yang berdomisili di daerah Blangkejeren,

maupun di luar daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata saman berasal dari nama

seorang ulama yang mengembangkan agama Islam di daerah tersebut yang bernama

syekh saman. Ia memanfaatkan media kesenian dari permainan rakyat setempat sebagai

sarana menanamkan akidah dan syariat Islam dalam bentuk dan versi lain, dari media

dakwah yang biasa.

Banyak orang dan para pengkaji seni tidak tahu apa beda antara saman dengan

seudati yang merujuk kepada genre kesenian yang sama. Namun jika diperhatikan

secara seksama ada perbedaan tipis antara dua istilah itu. Saman merujuk kepada seni

yang dikembangkan oleh syekh saman, sedangkan seudatai maknanya merujuk kepada

jumlah penari. Dalam kaitan ini yang dimaksud adalah tari seudati, yang beranggotakan

penari delapan orang penari. Bahkan di beberapa tempat kata saman untuk maksud

seudati lebih populer. Orang yang melakukan tari ini disebut meusaman.

Seperti halnya asal nama tari ini, dalam hal menyusuri asal tari saman, juga

menemukan kesulitan. Berdasarkan sumber tertulis yang jumlahnya juga sangat

terbatas dan informasi dari beberapa informan, diungkapkan bahwa asal usul tari saman

berasal dari suatu jenis permainan rakyat yang bernama pok-ane, yakni sejenis

permainan yang mengandalkan tepuk tangan ke paha sambil benyanyi. Ucapan kalimat

Universitas Sumatera Utara

Page 130: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

tauhid La illaha illalahu diucapkan dengan khidmad, dengan meletakkan tangan di atas

paha, maupun menempel pada dada, secara berangsur ditambah unsur gerak kepala

(meratip), dari badan, dengan tempo berangsur cepat sehingga mencapai tempo yang

tinggi. Hal ini, terlihat pada awal penampilan tari saman. Penari duduk berlutut tertib

dan hidmad, dengan ucapan mmm – la illala ahuo- adalah pengausan dari dua kalimah

syahadat.

Kalau dilihat dari segi kesejarahan saman, dalam arti kata semenjak kapan tari

saman lahir di Aceh? Atau lebih luasnya di daerah asal tari saman, yaitu Blangkejeren

(Gayo Lues) peneliti tidak menemukan data terpercaya, sumber tertulis berupa makalah

(tulisan Aman Budi), secara sama menyamakan tari saman dengan tari tradisional

lainnya yang ditarikan dalam posisi duduk seperti ratib meusekat di Aceh Barat, tari

meusekat di Aceh Tenggara, tari likok pulo di Aceh Besar, ratoh duek (tari duduk),

yang kelahirannya erat terkait dengan masuk dan berkembangnya agama Islam. Tetapi

yang sukar diketahui adalah, kapan Agama Islam berkembang di Blangkejeren (asal

tari saman). Sebagai daerah pedalaman diperkirakan Islam berkembang di

Blangkejeren adalah setelah kerajaan Islam pertama di Aceh, Kerajaan Samudra Pasai

(Aceh Utara) menyebar ke seluruh wilayah Aceh.

Tari saman sudah ada di Aceh sebelum datangnya penjajahan (sebelum

Merdeka) dengan tahunnya lebih kurang 97 tahun. Tari saman berasal dari suku Gayo

yang berdiam di Aceh Tengah, Suku Alas di Aceh Tenggara (Blang Kejeren), dan Aceh

timur. Tarian ini berkembang hingga ke Kabupaten Nagan Raya (Yusnidar, 1999: 97).

Tari saman berasal dari nama seorang Ulama, yang bernama syekh saman.

Syekh saman memanfaatkan tarian ini sebagai sarana untuk menanamkan tauhid dan

Universitas Sumatera Utara

Page 131: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

hal-hal yang berhubungan dengan ketakwaan kepada Allah SWT.Versi lain, kata

saman berasal dari bahasa Arab, yang berarti delapan (Yusmidar,1999:96 ). Tari saman

dimainkan oleh penari laki-laki yang berjumlah tige belas orang sampai lima belas

orang penari. Tari saman termasuk kesenian ratoh duek, karena ditarikan dalam posisi

duduk dan penarinya harus berjumlah ganjil.

Tari saman lazimnya ditampilkan dalam bentuk satu grup, dua grup atau lebih.

Tari saman dalam bentuk dua grup atau lebih biasanya ditampilkan pada upacara-

upacara peringatan hari-hari besar atau bersejarah pada tingkat kecamatan atau

kabupaten. Tari saman dalam bentuk satu grup biasanya ditampilkan pada upacara adat

perkawinan Sunat Rasul, dan acara-acara hiburan lainnya. Tari saman yang

ditampilkan dalam bentuk satu grup (tanpa lawan) sering digelar di wilayah asalnya,

maupun di luar negeri, salah satunya dinegara Amerika tahun 1990 dan tahun1991

(Kesuma, 1991-1992:8).

Tari saman masuk ke daerah Nanggroe Aceh Darusalam dibawakan oleh Syekh

Abdurrauf Assingkili yang dikenal dengan nama Syiah Kuala. Beliau membawakan tari

saman melalui dakwah yang diperkenalkan pertama sekali pada masyarakat di desa

Alue Siron. Setelah beberapa tahun kemudian, tari saman dikembangkan lagi oleh

penerusnya yaitu, Tengku syekh Habib Syap dan Tengku Syekh Wahab di desa Alue

Siron. Lalu tari saman menyebar ke desa-desa lainnya di sejumlah kecamatan yang ada

di Kecamatan daerah Blangkejeren, yang dikembangkan oleh beberapa syekh, di

antaranya Tengku Syekh Tuwi Labu, Tengku Syekh Baransah, Tengku Syekh Kali Cut,

dan Tengku Syekh Gambang, Tengku Syekh Wahab dengan umurnya yang sudah

mencapai 111 tahun ).

Universitas Sumatera Utara

Page 132: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Setiap anggota penari saman umumnya dulu rata-rata bisa mengaji dan menjadi

Tengku. Dalam hal ini tengku juga ulama, artinya orang alim yang menguasai ilmu

khususnya pengetahuan tentang ilmu agama Islam. Dengan demikian istilah Tengku

adalah suatu institusi lembaga yang di dalamnnya terdiri atas beberapa tingkatan sesuai

dengan tingkat kealiman yqang dimilikinya. Oleh karena itu saman termasuk seni tari

yang bernafaskan Islam.

Namun pemain atau anggota penari saman di daerah Nanggro Aceh

Darusssalam sekarang bukan lagi para tengku. Tari saman sekarang ini sudah

dimainkan oleh anak-anak muda remaja atau anak-anak pelajar, bahkan sudah menjadi

bahan pembelajaran kesenian di sekolah-sekolah. Begitu juga dengan syair lagu tari

saman, sekarang syairnya sudah banyak mengisahkan tentang negara dan tentang

hiburan rakyat. Berbeda dengan tari saman zaman dahulu yang syairnya banyak

mengisahkan tentang keagamaan, karena pada masa dahulu orang-orang lebih

mendalami tentang agama, sedangkan masalah budaya kurang diperhatikan.

3.2 Keberadaan Tari Saman di Aceh

Tari saman adalah tari rakyat yang berkembang pada masyarakat suku Gayo,

yakni salah satu etnik yang terdapat pada wilayah daerah Aceh. Etnik Gayo mendiami

beberapa wilayah daerah di Aceh, seperti wilayah daerah Kabupaten Aceh Tenggara,

khususnya daerah Blangkejeren, yang lazim disebut Gayo Lues, Kabupaten Aceh

Timur, khusus Kecamatan Lokop, yang lazim disebut Gayo Lut, akan tetapi tari saman

lebih merakyat dan berkembang di kabupaten Aceh Tenggara, pada etnik Gayo Lues di

Blang kejeren.

Universitas Sumatera Utara

Page 133: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tari saman dapat digolongkan kedalam jenis tari hiburan, untuk merayakan

suatu upacara yang bersifat keramaian. Biasanya tari saman diadakan pada acara

Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, perayaan Hari Raya Idul Fitri (halal bilhalal),

Hari Raya Idul Adha dan perayaan pesta perkawinan, sunatan Rosul, atau penambalan

nama anak, menyambut tamu kenegaraan, pejabat daerah, menteri, bahkan presiden.

Selain perayaan di atas, sering juga tari saman di pertunjukan pada saat selepas panen

padi, sebagai ungkapan kegembiaraan pada saat hasil panen berlimpah, sesuai dengan

harapan penduduk desa, maka desa tersebut akan mengundang grup dari desa atau

kampung lain untuk menari saman bersama-sama.

Hampir di tiap desa dan kampung yang ada di wilayah Blangkejeren kita jumpai

tari saman, seperti yang penulis dapati pada desa, Blang Bengkik, Senubung Jaya, dan

Kampung Jawa Blangkejeren. Tari saman telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari kehidupan masyarakat Gayo Lues, khususnya di desa Blang Bengkik dan Desa

Kampung Jawa. Di kedua desa ini tari saman sudah sangat menyatu dengan

penduduknya di sana, khususnya para remaja dan kaum lelaki di daerah tersebut.

Hampir rata-rata remaja pria dan lelaki dewasa di sana dapat menarikan dasar tari

saman. Sehingga tari saman di sana, mereka anggap hanya sebagai permainan gerak

saja.

Penampilan tari saman di daerah tersebut pada lazimnya dalam bentuk jalu

(bertanding) antara dua grup atau lebih dari desa atau kampung yang berlainan, yang

berlangsung sehari semalam, bahkan kadang bisa dalam beberapa hari dan beberapa

malam. Selain dalam bentuk jalu, tari saman dapat juga ditampilkan dalam bentuk

tunggal (tanpa lawan). Bagi masyarakat luas, selain masyarakat etnik Gayo, bahkan

Universitas Sumatera Utara

Page 134: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

bentuk tunggal ini lebih dikenal karena bentuk pertunjukan biasa, yang sering digelar di

luar wilayah asalnya, seperti pergelaran di ibu kota, acara negara, bahkan saat ini, tari

saman juga sudah diundang pertunjukan ke luar negeri (Amerika Serikat, KIAS tahun

1990 dan tahun 1991) dan beberapa tahun belakangan ini.

3.3 Penggunaan dan Fungsi Saman

3.3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi Saman

Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah

bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu

rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan

seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan,

terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap

keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu.

Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa

macam human need itu. Dengan pandangan ini seorang peneliti bisa menganalisis dan

menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan

manusia.55

Sejalan dengan pendapat Malinowski, saman di Aceh timbul dan berkembang

karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat

55Lihat Koentjaraningrat (ed.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan institusi-institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).

Universitas Sumatera Utara

Page 135: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gayo pada umumnya. Seni saman timbul, karena masyarakat ingin memuaskan

keinginan nalurinya terhadap keindahan. Namun lebih jauh daripada itu, akan disertai

dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya

dan lainnya.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan

struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-

individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat

fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa

fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam

sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni

atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a particular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).

Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, saman boleh dianggap sebagai

bahagian dari struktur sosial masyarakat Gayo. Seni pertunjukan saman adalah salah

satu bahagian aktivitas yang dapat menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang

pada masanya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat

pengamalnya, yaitu masyarakat Gayo. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai

tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatar belakangi oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 136: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Gayo, misalnya lingkungan yang

heterogen budaya Aceh, jati diri dan kumpulan etnik Gayo, dan masalah-masalah

lainnya.

Soedarsono yang melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan

integratifnya, mereduksi tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) untuk

kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang

dapat menghibur diri, dan (3) sebagai penyajian estetika (1995). Selaras dengan

pendapat Soedarsono saman dalam kebudayaan Gayo mempunyai fungsi sosial,

ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri, dan penyajian estetika.

Kemudian dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba

menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan

pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurut

Merriam bagi para pengkaji fungsi seni dalam masyarakat, adalah penting untuk

membedakan pengertian penggunaan dan fungsi. Para pakar etnomusikologi pada

masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang

penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik

dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai

bahagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun

kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan

perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized

Universitas Sumatera Utara

Page 137: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian

penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam

sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi

bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak boleh menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia

memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk

kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu boleh dianalisis sebagai perwujudan dari

konstinuitas dan kesinambungan keturunan manusia [yaitu untuk memenuhi kehendak

biologis bercinta, kawin dan berumah tangga, dan pada akhirnya menjaga

kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk

mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan dengan

mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual, dan kegiatan-

kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam

kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai

melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat

dilayaninya. Dengan demikian, sejalan dengan pendapat Merriam, maka menurut

penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih

berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

Universitas Sumatera Utara

Page 138: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Berkaitan dengan guna dan fungsi saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo

di Nanggroe Aceh Darussalam, mencakup berbagai aktivitas sosial budaya. Lihat

uraian berikut ini.

3.3.2 Penggunaan Tari Saman

Penggunaan tari saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo di Aceh mencakup

berbagai aktivitas, seperti: dakwah dan syiar Islam, untuk mengiringi upacara-upacara

tradisional Gayo, untuk festival-festival budaya Gayo dan Aceh, untuk mengiringi

acara-acara peresmian, untuk kepentingan pariwisata, memeriahkan Hari Raya Idul

Fitri, Hari Raya Idul Idha, perkawinan, sunatan Rasul, kekahan (akikah) anak,

perayaan hari-hari besar Islam, menyambut tamu-tamu negara atau tamu penting

daerah, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyemarakkan kegiatan acara

tersebut.

Menurut beberapa narasumber yang didapat, tari saman digunakan sebagai

media dakwah untuk pengembangan dan pendalaman ajaran agama Islam, media

peraturan adat istiadat, yang perlu diketahui dan dipatuhi oleh masyarakatnya, sebagai

bagian dari tata pergaulan kehidupan masyarakat. Karena itu pada awalnya, latihan tari

saman diadakan di kolong meunasah56

56Meunasah.Sejenis Mesjid kecil yang dibuat dari kayu.(Berpanggung) yang biasanya terdapat di kampung-kampung dan di desa-desa, khususnya di daerah Aceh.

, yakni tempat beribadah masyarakat Aceh yang

berada di kampung-kampung atau desa-desa di Aceh, dengan demikian mereka

melakukan latihan tari Saman pada saat setelah mereka selesai melakukan sholat

ataupun sebelum mereka melakukan shalat.

Universitas Sumatera Utara

Page 139: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penggunaan saman di Blang Kejeren Aceh mencakup berbagai aktivitas,

seperti: memeriahkan suasana pesta nikah kawin, memeriahkan suasana pesta khitanan,

akikah, menabalkan nama anak, perayaan Idul Fitri, perayaan Idul Adha, festival-

festival budaya, dan lain-lain.

3.3.2.1 Upacara Pesta Kawin

Pada masyarakat Gayo ada tiga bentuk perkawinan yaitu, anggo atau juelen,

kawin ungkap dan kawin kuso kuni. Dalam perkawinan anggo atau juelen pihak suami

seakan-akan membeli wanita yang bakal akan menjadi istrinya, maka si istri dianggap

masuk kedalam belah suaminya. Oleh karena itu anak-anaknya akan mengenal prinsip

patrilineal, karena ia dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk ungkap nasap

dan bentuk ungkap sentaran. Bentuk ungkap nasap adalah suami masuk kedalam belah

keluarga istri, dan jika keluarga istri tidak ada keturunan laki-laki. Maka menantu laki-

laki disebut dengan menurip-nurip peunanaum mate (memelihara semasa hidup dan

menguburkan waktu mertua mati). Oleh karena itu anak-anaknya seakan-akan

menganut matrilineal karena ikut belah ibunya. Sedangkan bentuk perkawinan

sentarau, suami dalam jangka waktu tertentu menetap dalam belah istrinya sesuai

dengan perjanjian pada saat dilakukan penunangan. Keadaan ini berlangsung selama

suami belum melunasi semua persyaratan seperti mas kawin. Status anak dalam

perkawinan ini tetap menganut prinsip keturunan matrilineal.

Bentuk perkawinan yang ketiga adalah bentuk perkawinan kuso-kuni (kesana

kemari). Bentuk perkawinan ini seperti memberikan kebebasan kepada suami istri

untuk memilih tempat menetap, ke belah suami atau ke belah istri. Bentuk perkawinan

inilah yang paling banyak terjadi pada saat ini. Hal ini sering di lakukan oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 140: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

masyarakat Gayo, karena perkawinan tersebut memberikan kebebasan untuk memilih

tempat menetap.

Sehubungan dengan mata pencaharian penduduk Gayo yang bercocok tanam di

sawah, ladang, dan kebun, mereka juga mempunyai tradisi sebagai warisan

kepercayaan yang mereka lakukan secara turun temurun, yaitu upacara agar panen

berhasil, mendapat banyak hujan dan menangkis bahaya yang mengancam mereka,

melakukan upacara kenduri uluh ni wih, kenduri kanji (pada saat berumur satu sampai

dua bulan). Dalam masyarakat Gayo kenduri ini di lakukan pada saat jika datangnya

serangan, misalnya hama tikus, yang dipimpin oleh Kejuruen Belang.

Dalam menggarap sawah, ladang dan kebun sebagian mereka masih

menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan binatang (kuda dan kerbau) sebagai

alat untuk membajak tanah. Membajak tanah ini biasanya di lakukan oleh keluarga baik

ayah, ibu dan anak-anak dan kadangkala di lakukan dengan cara bergotong royong

antara penduduk desa (meujelbang). Mereka juga saling bantu membantu menanami

sawah ladang mereka secara bergantian (manomang) dan bersama-sama pula berganti-

ganti kerja dari sawah ladang yang satu ke sawah ladang yang lain. Untuk memetik

hasil mereka (menuling). Disini selain terlihat sikap tolong menolong ini, terlihat ketika

suatu keluarga hendak mengadakan pesta perkawinan, masyarakat secara sukarela akan

membantu pelaksanaan pesta tersebut hingga selesai, gotong royong ini dalam

masyarakat Gayo disebut dengan mengerji .

Dalam kebudayaan masyarakat Gayo, pernikahan merupakan kegiatan yang

bersifat keagamaan dan adat sekaligus. Pernikahan secara konseptual, adalah

penyatuan jasmani dan rohani antara lelaki dan perempuan yang diabsahkan sama ada

Universitas Sumatera Utara

Page 141: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

oleh agama maupun norma-norma sosial. Dalam kebudayaan masyarakat Gayo Aceh

Darussalam pada upacara nikah kawin ini terdapat beberapa tahapan kegiatan:

peminangan, menyorong tanda, kenduri, pernikahan menurut agama, berinai, peresmian

secara adat, dan menghantar pengantin lelaki bersanding.

Penggunaan seni saman dalam upacara pernikahan adalah pada saat kedua

mempelai duduk di atas pelaminan. Biasanya disertai dengan dipertunjukan seni

barzanji, marhaban, rateeb, dan nasyid.

3.3.2.2 Upacara Pesta Khitan (Sunat Rasul)

Acara berkhitan (sunat Rasul) merupakan salah satu aktivitas dalam peradaban

Islam. Berdasarkan hukum Islam, berkhitan adalah wajib ‘ain—wajib dilakukan oleh

setiap individu muslim, sesuai ajaran Nabi Muhammad. Usia untuk berkhitan tidak ada

ketentuannya, tetapi biasanya untuk anak perempuan dilakukan setelah berusia lebih

setahun, anak lelaki lebih dari tujuh tahun menjelang akil baligh (usia remaja).

Biasanya pada saat anak dikhitan, disertai acara yang berhubungan dengan

adat-istiadat, yaitu kenduri Peusijuk sebagai rasa syukur dan mohon keselamatan

kepada Allah. Dalam budaya Aceh, acara khitanan ini dilaksanakan menurut hari baik

dan bulan baik, biasanya Sya’ban, Syawal, Zulhijjah atau Zulkaidah. Sesuai dengan

penanggalan Islam, berdasarkan pada siklus tahun qamariah (siklus bulan mengedari

bumi),57

57Di dunia ini ada pelbagai sistem kalender yang digunakan oleh manusia. Ada yang mengikut sistem bumi mengedari matahari seeperti kalender Masehi. Ada pula yang mengikut bulan mengelilingi bumi seperti kalender Islam dan Jawa. Ada juga kalender-kalender lain seperti China, Thailand, Batak Toba, Karo, Simalungun dan lainnya.

dimulai dari tahun awal kali Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah

(migrasi sementara) dari Mekah ke Medinah.

Universitas Sumatera Utara

Page 142: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Acara khitan untuk anak lelaki biasanya dilangsungkan dengan meriah. Sehari

sebelum anak dikhitan, ia diarak keliling kampung, didandani seperti layaknya seorang

pengantin, dan ditepung tawari, yaitu aktivitas memercikkan air peusijuk58

Pada hari yang ditentukan, anak tersebut dikhitan. Setelah selesai dikhitan

ditidurkan di sebuah ranjang. Beberapa masa kemudian, didudukkan di pelaminan. Di

depan pelaminan disediakan nasi balai (ketan kuning yang telah dimasak, ayam

panggang dan telur rebus, yang ditempatkan pada kotak-kotak bertingkat). Saat anak

didudukkan di pelaminan inilah biasanya dipersembahkan berbagai-bagai kesenian

Aceh seperti hadrah, silat, nasyid, rateeb, saman dan lain-lainnya. Kesenian hadrah

dan nasyid dianggap sebagai bahagian dari seni Islam. Manakala seni silat pula

dipandang sebagai ketangkasan laskar Aceh dalam melindungi orang-orang yang perlu

dilindunginya. Dengan demikian, seni pertunjukan Aceh tetap dilakukan dalam

aktivitas khitanan ini.

ke tubuh

yang dituju agar selamat. Anak ini ditandu di atas balai-balai (tandu yang dihias) atau

kursi yang dihias. Pada saat prosesi biasanya dipersembahkan seni silat dan hadrah

yang secara konseptual dianggap sebagai pembuka jalan iring-iringan tersebut.

3.3.2.3 Upacara Menabalkan Nama Anak

58Air peusijuk adalah air yang dicampur dengan ramuan-ramuan berupa irisan-irisan kecil daun silinjuhang (kalinjuhang), sepenuh, sedingin, beras dan kunyit. Secara adat, ramuan rinjisan ini dipercayai mengandung kekuatan gaib. Akan mendatangkan keberuntungan bagi mereka yang di peusijuk (diperciki) dalam sebuah upacara. Setiap upacara dalam budaya Acehselalu ada bagian yang disebut tepung tawar, yaitu salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memberi semangat, “obat,” atau menghormati seseorang—seperti akan menunaikan ibadah haji, menabalkan anak, menyambut seorang yang baru kembali yang selama ini dianggap hilang, khitanan, pernikahan dan sejenisnya. Ramuan peusijuk ini biasanya dipergunakan dalam acara tepung tawar tersebut. Dalam konteks Aceh dan Sumatera Utara sekarang, acara tepung tawar dilakukan tidak hanya pada acara ritual masyarakat Aceh, tetapi sudah meluas sampai ke berbagai-bagai upacara tradisional etnik Jawa, Sunda, Mandailing-Angkola, Aceh, Pesisir dan Banjar.

Universitas Sumatera Utara

Page 143: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Sesuai dengan ajaran Islam, seorang anak yang dilahirkan wajib bagi orang tua

yang mampu untuk mengakikahkan dan menabalkan nama. Akikah ini adalah

merupakan sedekah kepada sesama umat, dengan cara memotong kambing. Untuk anak

laki-laki diqurbankan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan diqurbankan

seekor kambing. Kambing yang diqurbankan juga dipilih yang berkualitas baik dan

memenuhi syarat. Adapun harganya pada saat penelitian ini dilakukan berkisar antara

tujuh ratus ribu sampai dua juta rupiah per ekornya. Sesudah dipotong, daging

kambing dimasak dan kemudian dilakukan kenduri menjemput masyarakat sekitar

untuk menikmatinya.

Dalam budaya Gayo upacara mengakekahkan anak ini sekaligus juga disertai

dengan upacara pemberian nama atau menabalkan nama dan kadang juga diiringi

upacara turun tanah. Upacara menabalkan nama adalah memberikan nama yang baik

kepada anak, sedangkan upacara turun tanah adalah menjejakkan anak ke tanah sebagai

awal dari ia hidup dunia ini, yang nantinya akan mandiri dengan takdirnya menjadi

manusia dengan pekerjaan tertentu di dunia ini.

Adapun dalam ajaran Islam dan Gayo, anak mestilah diberi nama mengikut

nama-nama yang baik. Karena bagaimanapun nama yang baik akan menimbulkan

motivasi yang kuat untuk ia menjadi manusia yang baik. Dalam budaya Gayo, nama-

nama itu biasanya mengikut tradisi Gayo dan juga Islam. Sementara itu, upacara turun

tanah adalah suatu simbol bahawa anak itu kelak harus mandiri dengan bekerja sesuai

di bidangnya. Adapun perlengkapan yang digunakan adalah kelapa, uang logam, gula-

gula dan tumpukan tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 144: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Prosesnya adalah pertama dibacakan do’a oleh alim ulama, kemudian anak

kakinya dipijakkan ke tanah, diajari melangkah. Lantas setelah itu uang logam dan

gula-gula diperebutkan kepada anak-anak lain yang hadir. Mengekspresikan

kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah. Pada saat menabalkan anak ini selalu pula

dipergunakan tari dan musik Gayo serta marhaban dan barzanji.

3.3.3.4 Upacara Melepas dan Menyambut Haji

Dalam kebudayaan Gayo di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, setiap orang

yang hendak menunaikan haji selalu ditepung-tawari atau peusijuk. Di rumah calon

haji tersebut dilakukan upacara melepas keberangkatan hajinya. Calon haji ini

biasanya mengundang teman-teman dan sanak saudara serta tetangga dekat untuk

upacara tersebut. Para undangan yang hadir ini biasanya menggunakan busana tradisi

Gayo lengkap dengan songket. Namun calon haji umumnya tidak menggunakan

pakaian busana Gayo, merreka memakai pakaian haji yang serba putih.

Adapun acara utamanya selain peusijuk adalah berupa doa selamat selama

melakukan ibadah haji yang dipimpin oleh seorang ulama. Selain itu persembahan

barzanji dan marhaban tak lupa dilakukan oleh para seniman Islam. Kemudian di

hujung acara para hadirin dipersilahkan untuk menepung tawari calon haji tersebut,

satu per-satu hingga selesai. Biasanya selepas itu para hadirin dipersilahkan untuk

memakan makanan yang telah disediakan oleh tuan rumah, termasuk membawa pulang

pulut kuning yang diberi inti kelapa dan telur rebus.

Setelah calon haji pulang dari Tanah Suci, upacara yang sama juga dilakukan

kepada haji tersebut, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, karena telah

melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga ia selamat selama menunaikan ibadah

Universitas Sumatera Utara

Page 145: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

haji di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah. Ibadah haji ini dilakukan pada bulan

Zulhijjah.

Di Nanggroe Aceh Darussalam dalam konteks ibadah haji ini, biasanya sebelum

melaksanakannya dilakukan manasik haji, yaitu aktivitas latihan ibadah haji. Manasik

haji ini dilakukan oleh pengurus ibadah haji, yang biasanya dipusatkan di tempat

asrama haji di Kota Medan awalnya kini di Kutatraja atau banda Aceh. Para calon

jemaah haji ini sebelum berangkat mengikuti kelompok terbang (kloter) biasanya

diinapkan di Asrama Haji, dengan berbagai-bagai fasilitas penginapan seperti kamar,

makan, minum dan lainnya.

Tidak jarang pula setiap kelompok terbang melakukan upacara tepung tawar

atau peusijuk, agar para jamaah haji dalam kelompok itu diselamatkan Allah dan

dikaruniai haji yang mabrur sebagaimana yang dicita-citakan oleh mereka bersama.

Kemudian pada masanya mereka terbang dengan pesawat terbang yang telah

disediakan oleh pemerintah Indonesia, dan sesampainya di Tanah Suci mereka

melakukan ibadah haji. Kesenian yang dipergunakan saat menghantar calon dan

menyambut haji adalah marhaban dan barzanji kadang juga tari saman. Kesenian ini

secara tekstual memakai kata-kata dalam Kitab Al-Barzanji.

3.3.2.5 Upacara Membuka dan Menutup Musabaqah Tilawatil Qur’An

Selain itu, kesenian juga ditampilkan pada acara membuka dan menutup acara

musabaqah tilawatuil Quran (MTQ). Di Indonesia, aktiviti musabaqah tilawatil

Quran diselenggarakan secara formal di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan

nasional—kadang juga dikirim untuk tingkat internasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 146: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Di Nanggroe Aceh Darussalam, musabaqah tilawatil Quran dilakukan di

peringkat kecamatan. Aktivitas ini dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali.

Kemudian pula di tingkat kabupaten dilakukan pula sekali tiga tahun. Biasanya

aktivitas ini dilakukan secara meriah diikuti oleh para kontingen kecamatan. Begitu

pula di tingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan selama dua atau tiga

tahun sekali.

Untuk tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi, biasanya dipilih para qari

dan qariah dalam berbagai klasifikasi, seperti juara satu, dua, tiga, harapan satu dan

dua, untuk kategori qari dan qariah dewasa, qari dan qariah anak-anak, qari dan qariah

tunanetra, hafiz Quran, dan lainnya. Kemudian secara kewilayahan ditentukan wilayah

mana yang juara umum.

Dalam konteks ini, kesenian yang umum dipergunakan dalam mengiringi

upacara tersebut biasanya adalah seni hadrah, nasyid, barzanji atau marhaban.

Umumnya kesenian ini digunakan sebagai menyelingi para qari dan qariah yang

membaca Al-Quran. Kesenian tersebut dianggap sebagai aktivitas masyarakat Islam di

kawasan ini, yang intinya juga adalah ibadah kepada Allah.

3.3.2.6 Upacara Khatam Al-Qur’an

Dalam kebudayaan Aceh, aktivitas membaca Al-Qur’an adalah hukumnya

wajib ke setiap orang Aceh (dan Gayo) Islam. Di kampung-kampung masyarakat Gayo

secara tradisional setiap anak dimasukkan orang tuanya mengaji kepada guru mengaji

Al-Qur’an yang belajar secara tradisional. Aktivitas mengaji ini biasanya dilakukan

pada malam hari selepas shalat Maghrib atau Isya’ sampai selesai. Mereka pada saat

Universitas Sumatera Utara

Page 147: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

awal mengaji kitab Juz Ama’ atau disebut juga dengan alif-alif. Penyebutan alif-alif ini

karena dalam Kitab Juz Ama’ yang pertama kali adalah mengaji huruf alif, seperti alif

date a, alif bawa i, alif depan u, dibaca a,i, u.

Sesudah khatam Juz Ama’ ini seorang murid melanjutkannya mengaji Al-

Qur’an yang terdiri daripada 30 juz dan 6,666 ayat itu. Setelah selesai mengaji Al-

Qur’an ini yang umumnya memakan masa tahunan, maka dianggaplah ia khatam.

Untuk menandakan khatam Al-Qur’an ini biasanya di setiap makhtab Al-Qur’an

diadakan upacara khatam Al-Qur’an, yang terdiri dari beberapa orang murid.

Orang tua murid yang khatam oleh guru mengaji dianjurkan untuk membuat

nasi balai, bagi upacara khatam Al-Qur’an. Seluruh murid dan hadirin biasanya

menggunakan pakaian muslim dalam upacara ini, termasuk kedua orang tua murid atau

hadirin yang lain misalnya sanak keluarga.

Mereka datang ke rumah guru ngaji, yang kemudian membuka acara ini dengan

pidato, yang temanya adalah tentang apa yang akan dilakukan ini adalah rahmat Allah

bagi para murid di perguruan ini. Kemudian setiap murid yang telah khatam Al-Qur’an

tadi diperkenankan membaca ayat-ayat Al-Qur’an seperti yang diminta oleh guru ngaji,

secara bergantian. Para hadirin akan mendengarkan pembacaan Al-Qur’an ini, dan

setelah selesai guru ngaji membacakan doa, yang intinya adalah bersyukur kepada

Allah, dan semoga mengamalkan isi Al-Qur’an yang telah dikhatamkan oleh para

murid ini. Di hujung acara para hadirin dipersilahkan memakan nasi balai yang telah

disiapkan itu, dan kemudian lebihnya dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

Page 148: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Setelah selesai acara khatam Al-Qur’an ini, maka akan diadakan hiburan

nyanyian-nyanyian berunsurkan ajaran Islam seperti nasyid, marhaban, barzanji, saman

dan lainnya yang dinyanyikan sama ada secara perseorangan ataupun bersama-sama.

3.4 Deskripsi Tari Saman

NAMA

GERAK

HIT URAIAN

GERAK

SYAIR MAKNA GERAK/

POLA LANTAI

FOTO GERAK

1. 2.

Sikap Awal Shalawat

1X8 2X8

Semua penari sudah berada ditengah pentas dengan posisi duduk berlutut, berbanjar/bersyaf, dengan posisi tangan diletakkan diantara kedua paha dan sikap nenutup kedua telapak tangan seperti memberi salam. Penari berkonsentrasi menunggu aba-aba yang dilakukan oleh Syek saman, saat itu Syek saman akan memulai nyanyiannya dengan cara perlahan-lahan dan dengan suara yang lembut, Syek akan memberi salam pembuka kepada penonoton yang menyaksikan pertunjukan saman tersebut. Penari yang ganjil duduk mendangak, sedangkan penari yang genap menunduk dengan membuat gerakan yang sama menepuk tangan

Assalamualaikum kami ucapkan… Pada hadirin kami semua…. Izinkan kami hadir disini…. Untuk menghibur kita disini……. Allah-Allah wamole… Bungong padeee dengon –dengon bi see dengon bismilah Allah lon-Allah lon puphon ratep di

Makna gerak yang terkandung pada gerakan ini adalah, semua penari memohon izin untuk tampil dihadapan para penonton dengan rendah hati dan hati iklhas, mereka akan menunjukan keahlian mereka menari bukan untuk kesombongan, tetapi hanya untuk sekedar menghibur para penonoton dan menyampaikan pesan-pesan keagamaan kepada semua penonton, dan terimalah salam hormat kami, sambil menunduk dan meletakkan topi mereka dihadapan mereka.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna dari gerakan Regnum ini apabila kita kaji adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, konsentrasi penuh dan penyamaan vokal yang serempak.

Universitas Sumatera Utara

Page 149: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

3.

Gerak Saleum

1X8

2X kekanan dan 2X kekiri. Penari yang duduk mendangak keatas menepuk kekanan dan kekiri, sedangkan yang menunduk menepuk kekiri dan kekanan (secara berselang seling ). Gerakan ini dilakukan secara berselang seling/bergantian antara penari yang duduk lalu menunduk dan yang menunduk lalu duduk, semua gerakan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2X8. Pada Saleum pertama ini, semua penari duduk dalam posisi siap seperti sikap awal kemudian pada syair hana cit tuwo teuma oh lheuh nyan yang diucapkan oleh Syahi/Shekh, lalu disahut oleh penari lainnya dengan gerakan. Semua penari menunduk lalu bangun perlahan-lahan sampai duduk kembali ke posisi semula, posisi tangan menutup kedua telapak tangan seperti memberi salam ditaruh sejajar dengan mata pandangan ketangan.

kamoe-dikamoe katreep… Hantom bihuntom bi hantom biasa a.Saleum pertama Assalamualaikum po intan buleun Lon meubri saleum kewareh lingkah Ke bapak-bapak geucik saleum mulaan seureta sajan kewareh lingka Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan Keu bandan rakan yang na di lua

Selesai Rengum, secara langsung memasuki saleum, dengan ucapan Assalamualaikum–salam pertama kepada penonton sebagai pembuka pertunjukan acara tari saman tersebut, kepada pihak-pihak tertentu yang patut dihormati dan di mohon keizinannya mereka menari Saman (adab dan etika). Pada babakan saleum, gerak mulai berkembang, gerak tangan, gerak badan, disertai suara nyanyian yang dikumandangkan pengangkat. Dering, jangin, redet dan saur, silih berganti dalam tempo lambat dan sedang.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna gerak pada gerakan ini adalah, penari dan Syekh saman memberi salam pembukaan awal, menghaturkan salam hormat kepada penonton, jika diizinkan, mereka akan menampilkan tari saman tersebut kehadapan penonton. Dan atas izin Allah mereka hadir disini, diberi keselamatan untuk kita semua, dapat berkumpul ditempat yang berbahagia ini.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Universitas Sumatera Utara

Page 150: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4. 5.

b.Saleum Kedua c.Saleum Ketiga

2X8 2X8

Pada saleum kedua ini, penari yang ganjil menunduk, sedangkan penari yang duduk membuat gerakan seperti orang yang sedang bersalaman. Tangan kanan bersalaman dengan kawan disampingnya, sedangkan tangan kirinya diletakkan didada, yaitu penari yang duduk bersalaman dengan penari yang menunduk (gerakan ini dilakukan secara bergantian, dari mulai gerakan lambat hingga sampai pada gerakan cepat. Pada gerakan saleum ketiga penari membuat gelombang selang 3 (ada yang duduk, ada yang berdiri, dan ada yang menunduk).Pada gerakan ini penari saling bersalaman,tangan kanan bersalaman dengan kawan tangan kiri di dada yaitu penari yang bersalaman dengan penari yang berdiri kekiri dan kekanan, penari yang duduk bersalaman dengan penari yang menunduk berjabat tangan dengan penari, yang mnenunduk kekiri dan kekanan. Pada gerakan ini penari membuat gerakan bergantian atau bergelombang yang duduk lalu

b. saleum kedua Karena saleum Nabi kheun Sunat Jaro tamumat syarat mulia c.Saleum ketiga Ranuep kuneng on tawa bak reudeup ranuep bara jeut ta ujo cuba

Pesalaman adalah bermakna sebagai tanda awal mau masuknya lagu pada sebuah pertunjukan saman di kawasan yang penulis teliti. Kemudian istilah regnum maknanya secara etnomusikologis adalah suara bergumam dari seluruh penari. Kemudian istilah saleum adalah salam kepada penonton, sebagai tanda dibukanya acara. Laillahaillalah.Tiada Tuhan selain Allah. Kata ini selalu juga disebut dengan tahlil, dan merupakan bahagian dari zikir (mengingat Allah) dalam ajaran Islam.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna gerak pada gerakan ini adalah, menggambarkan, masyara-kat Gayo terkenal dengan adat istiadatnnya yang beragam, namun begitu, kebersamaan antar umat beragama tetap terjaga, meskipun di tanah Gayo banyak terdapat suku lain, namun masyarakat Gayo tetap menjalain hidup bermasyarat dengan suku lain, dan menerima adat istiadat suku lain di tengah-tengah masyarakat Gayo itu sendiri.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Universitas Sumatera Utara

Page 151: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

6. 7.

d.Saleum Keempat a.Gerak Kisah Le Laot

2X8 4X8

berdiri, sedangkan yang berdiri gantian menunduk,yang menunduk gantian duduk, semua gerakan ini dilakukan secara bergantian, dari mulai gerakan lambat hingga pada ke gerakan cepat. Sebanyak 2X8. Pada gerakan Saleum keempat ini, semua penari saman tangannya direntangkan dengan gerak likok secara bergelombang selang tiga (ada yang duduk, ada yang berdiri, dan ada yang menunduk) secara bergantian. Pada gerakan ini yang memperhatikan gerak gelombang naik turun, artinya penari yang menunduk lalu berdiri, penari yang berdiri lalu duduk penari yang duduk lalu menunduk, gerakan ini dilakukan secara begantian dan berulang-ulang, sebanyak 2X8. Pada gerakan ini semua penari membuat gerakan tangan kanan didorong lurus kedepan sejajar dada agak serong sebelah kanan.lalu kedua tangan dibawa ke dada dengan hitungan 3 kali ditepuk diatas kepala, badan miring kekiri dan kekanan, lalu kedua tangan

d.Saleum keempat Seulama geudauk nibak teungoh leun Budaya jameun jinoe kamo ba a. Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua Hai rakan lon bakle lalo Budaya droe beu tajaga Hum lahele halah hele lah hum lahele halah Le laot Aron meupulo peuraho wo dua-dua Peuduk rapat peumeen jaroe Cit meunoe

Makna dari Gerakan ini adalah, sebagai mahluk Tuhan, yang kekerabatannya sangat kental dengan rukun keIslamannya,dimanapun kita bertemu, umat Islam diseluruh Aceh ini, kenal tidak kenal, jika bersisihan bertemu, tetap mengucapkan salam dan memberikan tangan untuk selalu bersalaman kepada siapa saja yang mereka ketemukan secara bersisihan. Dan salam juga untuk junjungan kita yang mulia, Nabi Besar Muhammad SAW.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna gerak pada gerakan ini adalah, sebagai manusia, kita tidak boleh sombong dan angkuh kepada siapapun, jadilah diri sendiri, jangan sombong dan angkuh pada siapapun jadilah dirimu sendiri, karena sesungguhnya kita dilahirka di dunia manusia biasa, tidak ada yang patut

Universitas Sumatera Utara

Page 152: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

8.

b. Gerak Kisah Tiwah

6X8

dibawa ke dada lagi, tangan kanan diputar kebelakang lewat kepala, badan miring kekanan, sedangkan tangan kiri ditekuk sejajar dengan dada pada hitungan ke 6, tangan kiri didorong lurus kedepan agak serong ke sebelah kiri tangan kanan ditekuk sejajar dada pandangan ke tangan kiri lalu kedua tangan dibawa ke dada pada hitungan ke 8 ditepuk diatas kepala badan miring kekiri lalu dengan hitungan ke 1-2, kedua tangan menepuk dada pada hitungan ke 3-8, lalu kedua tangan diputar diatas kepala pada saat tangan kanan diputar badan miring kekanan , dan pada saat tangan kiri diputar badan miring kekiri, gerakan ini dialakukan dengan cara berulang-ulang secara bergantian. Dari mulai gerakan lambat, sampai dengan gerakan yang cepat, sebanyak 4X8. Pada gerakan ini, semua penari melakukan gerakan tangan kanan ditepuk dilantai, sedangkan tangan kiri diletakan didada, lalu tangan kiri menepuk lantai tangan kanan didada posisi badan menunduk pada hitungan 3,

budayo bangsa Hum lahele halah hele lah hum lahele halah Le laot Aron meupulo peuraho we dua-dua Hai adek peumeun jaroe Bek tuwoe taboh gaya Hum lahele halah hele lah hum lahele halah b.Kisah tiwah cenanggroe Tiwah ceunanggro bule jih puteh Geulanggang sideh Seunangan Raya Ceunawik cintra hukom motrasi Pinto teu gunei dengan agama Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ube

disombongkan. ●●●●●●●●●●●●●●●●

● ● ● ● ● ● ● ● ● ●

● ● ● ● ● ● ● ●

Makna gerak pada gerakan ini adalah, telah dimulainya suatu kehidupan, keceriaan, menghadapi hidup ini. Kita hidup dimasyarakat, meskipun kita sedih, kita harus bisa bersama-sama berkumpul, untuk membangun desa kita. Karena

Universitas Sumatera Utara

Page 153: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

9.

c.Kisah Hodoiya

2x8

dengan tangan kanan didirikan didepan sejajar dada dengan telapak tangan ditaruh di bawah siku tangan kiri. Posisi badan duduk lagi. Lalu tangan kanan ditaruh diatas paha kiri dan tangan kiri didada lalu tangan kanan di letakkan di paha kiri, dibawa kepaha kanan dan tangan kiri dibawa sedikit agak kesamping di dada gerakan ini dilakukan secara bergantian antara tangan kanan dan tangan kiri, gerakan ini dilakukan sebanyak 4-8 dan 1x8. Kemudian tangan kiri menepuk lantai lalu kedua tangan ditaruh diatas kanan badan, miring ke kanan lalu menepuk 2x diatas kepala dan ditaruh lagi diatas bahu kanan kemudian diputar diatas kepala 2x lalu ditaruh diatas bahu kiri lagi dengan syair Pintoe teu gunei, kedua tangan ditepuk 2x diatas kepala dan badan miring kekiri lalu kedua tangan dibawa ke dada. Pada syair Hele hom hallah kedua

nyangka Malam kajula cuaca pih ka peungeuh Taboh kenelheh sab ube nyangka Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah….) Geulanggang sideh Seunagan Raya Ceunawik cintra hukom motrasi ( ya Allah….) Pinto teu gunci dengan agama Hele hom hallah healleh he ya Allah Budaya Aceh indah han sakri Bak aneuk tari dinthe u lua Bandum rah saban baceut dak meu sie Budaya RI uram jih sama….( ya Allah....) Hele hom hallah heallah he ya Allah…. Kom barang impor dan idiolagi Getanyoe gali dasar Negara Garis-Garis Besar Haluan Negara Undang-Undang Dasar RI sejak Merdeka Hele hom hallah heallah he ya Allah Meukreu seumangat pirak lipat rahmad jeunulang Ngon tulong talong Tuhan untong badan kasampo rena E da greut-greut……….. Hodoiyan-doiyan laen bungong

disekeliling kita ada kehidupan sosial yang harus kita jalankan untuk menampakkan masa depan dan membangun tempat tinggal kita agar kehidupan kita lebih maju dari sebelum-sebelumnya.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna gerak pada

Universitas Sumatera Utara

Page 154: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

10.

n Gerak Ekstra

2x8

tangan ditaruh 1 didada 1 dipaha lalu diputar secara bergantian dan berulang-ulang sebanyak 2x8. Semua penari melakukan gerakan pada syair Meukrue seumangat, penari semua dalam posisi biasa seperti sikap awal kemudian pada syair Hodoiyan penari melakukan gerakan tangan kanan dipaha, tangan kiri didada lalu tangan kiri dibawa ke paha kiri tangan kanan didada, kemudian kedua tangan kanan disilang dipaha kiri badan menunduk lalu sabliknya kedua tangan dibawa kepaha kanan disilang seperti pada saat dipaha kiri kemudian tangan kanan 1 didada 1 di paha lalu diputar secara bergantian sebanyak 3x kemudian pada syair E da greut-greut…tangan kanan diputar didepan sejajar dada sebanyak 3x tangan kiri ditekuk didepan sejajar dada. Semua penari meletakkan gerakan, tangan diletakkan dipaha dengan menyilang lalu menepuk paha 3x kemudian kedua tangan seperti mengipas dada sebanyak 3x lalu ditepuk sekali lalu pergelangan tangan kanan

pade eee Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut…… Lage uronya lah e adoe khendak bak tahan Kamoe dendangkan seni piasan budaya bangsa E da greut-greut…………………. Budaya suku ata endahu tanyoe tingkakan Bek na didalam untong badan budaya lua E u greut-greut…………… Hai generasi muda-mudi Aceh lon saying Tanyo tingkatkan budaya away ata pusaka E da greut-greut… Gerak Ekstra (tanpa Syair)

gerakan ini adalah, mereka masih tetap menggambarkan keceriaan hari mereka, untuk mengajak para penonton pertunjukan ini untuk ikut bergembira bersama mereka sambil bertepuk tangan, meskipun beretepuk tangan yang mereka lakukan bukan hanya bertepuk tangan biasa, karena para penari menggunakan bertepuk tangan dengan tekhnik yang tinggi, memutar-mutar telapak tangan mereka secara cepat dengan serempak dan dengan kecepatan yang luar biasa, diikuti oleh gelengan dan goyangan kelenturan tubuh mereka secara cepat dan serempak.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna gerak yang terkandung disini, meskipun rakyat Aceh bertempat tinggal di beberapa daerah di Aceh ini, mereka akan tetap menjalin tali persaudaraan mereka tetap erat dan terjaga. Walaupun berbeda tempat, namun visi

Universitas Sumatera Utara

Page 155: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

11. 12.

a.Lanie Keutupok Guala b.Lanie Heuk Katijan Naten

2x8 2x8

diputar didepan didepan sejajar dada tangan kiri didada kemudian ditepuk sekali lagi lalu tangan kiri didada lalu tangan kiri didada tangan kanan dipaha kanan lalu ditepuk 2x kemudian tangan seperti mengipas dada tapi secara bergantian kiri dan kanan sebanyak 3x lalu diletakkan kembali kepaha seperti semula. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8 Pada gerakan ini penari yang ganjil duduk dan penari yang duduk dan penari yang genap menunduk dengan membuat gerakan, penari yang duduk menepuk tangan kawan dengan tangan kiri dan tangan kanan antara kawan samping kiri dan kanan. Sedangkan penari yang menunduk satu tangan menepuk lantai satu tangan ditekuk sejajar dada secara bergantian. Gerakan ini dilakukan secara bergantian antara penari yang duduk dan penari yang menunduk dengan gerakan yang sama, gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8. Semua penari membuat gerakan tangan disilang didada lalu tidak

Keutupok guda keu lakeureutah Tupok beubagah misie boh lah boh panta Di ek u manyang bagoe diladisue Rakan lon tan lee jino lon maba Heuk katijan naten-naten Heuk katijan naten-naten-naten Wamon lahiyah -

dan misi rakyat Aceh untuk membangun daerah Aceh Nangro Darussalam tetap sama dan terjalin dengan baik silahturahmi tetap terjaga.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna dari gerakan ini masih menggambarkan kegembiraan, kesenangan karena sudah waktunya kita bersenang-senang dalam menyambut suatu Hajatan atau syukuran. (syukurannya tergantung dengan hajatan ketika acara ini berlangsung), dahulunya adalah kegembiaraan menyambut panen padi yang telah tiba, dan sudah saatnya kita berkumpul dan bersama-sama memanen padi secara bersama-sama, agar tampak ke akrapan diantara sesama penduduk.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna yang terkandung pada gerakan ini adalah,

Universitas Sumatera Utara

Page 156: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

13. 14.

c.Lanie Nangro Aceh f.Lanie Terakhir

2x8 2x8

menyilang pada hitungan ke 3. Kedua tangan kedepan, telapak tangan dibuka lalu telapak tangan menghadap ke penonton atau didirikan sejajar dada, kemudian kedua tangan ditaruh di paha pada hitungan ke enam menyilang.lalu dibawa ke depan, lalu tangan di bawa lagi ke paha, kemudian menepuk lantai, dengan tangan silang, kemudian ditepuk sekali lagi, lalu ditaruh di dada dengan tangan menyilang. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8. Pada gerakan ini penari ganjil duduk dan penari genap menunduk membuat gerakan, penari yang duduk membuat gerak menepuk tangan kekiri dan kekanan. Sedangkan penari yang menunduk, kedua tangannya menepuk lantai kekiri dan kekanan. Gerakan ini dilakukan secara bergantian dan berulang-ulang sebanyak 2x8. Pada Gerak ini, masih kelihatan atraksi gerak tangan penari dengan serempak dan kompak, sambil tetap mengumandangkan syair nyanyian yang berisikan

lahiyoh – lahiyoh malee elallah heut Nangro Aceh tempat lon lahee Bak ujong pantee pulouw Sumatra Dile baro ken lam jaroe kaphe Jinoe hanale Aceh kajaya Nangro Aceh nyoe lepah that meugah Masa perindah Iskandar Muda Nangro nak beok hase meulimpah Nangro meu tuah pusako kaya Orang nge tewah ar beras beras padi Ya hpoya, oi manuk kedidi He menjadi rem rempelis mude Ne inget bes inget Bes Oi kiri sikuen Kiri Ara Salamualaikum, rat bewene Ara kesawa

jadilah seorang yang berjiwa, diam tapi emas, artinya, kita memberi sesuatu kepada orang tidak mampu, tidak perlu dengar kata-kata sesumbar, tetapi berikanlah apa yang ingin kau berikan (sedekah) tanpa orang lain mengetahuinya, kecuali Tuhan yang diatas. Karena Tuhan mengetahui segalanya, Tuhan Maha Tahu dengan amal Ibadah kita.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna dari gerakan ini adalah, tanah Aceh adalah tanah kelahiranku, dimana aku dibesarkan, pulaunya indah diujung Sumatera, kekayaannya melimpah terkenal dimana-mana. Disinilah aku harus membangun daerahku, agar maju dan berkembang karena kekayaan pusakanya terkenal di seluruh dunia.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna dari gerakan ini masih menggambarkan kegembiraan, kesenangan karena sudah waktunya kita bersenang-senang dalam menyambut suatu hajatan atau syukuran.

Universitas Sumatera Utara

Page 157: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

15

Kisah Penutup

1x8

nasehat-nasehat ataupun ajaran keagamaan. Penari yang ganjil duduk, dan penari yang genap menunduk dengan posisi tangan kanan diletakkan dipaha secara menyilang, Tangan kanan dipaha kiri, dan tangan kiri dipaha kanan, diikuti oleh gerakan tangan kanan di dada atas kiri, dan tangan kiri diletakkan di dada atas kanan. Hal ini dilakukan dari mulai gerakan lambat, sedang cepat dan sangat cepat, lalu dihentikan secara tiba-tiba oleh syekh saman dengan suara lengkingan tinggi. Pada gerakan terakhir ini, gerakan tari saman kembali ke awal gerakan, yaitu gerakan sederhana. Semua penari bangun dan perlahan-lahan berdiri dengan posisi tangan menutup atau memberi salam kepada penonton, kemudian bangun sampai berdiri lalu keluar dari pentas.

jamuni kami Ne inget-inget bes yohk Kuguncang male kuguncang Salamualaikum rata bewene Ne inget bes mien yohku Iganta bang tudung Oi Mude kin ulung mude Ipantasan mulo Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ube nyangka Malam kajula cuaca pih ka peungeuh Taboh kenelheh sab ube nyangka

(syukurannya tergantung dengan hajatan ketika acara ini berlangsung), dahulunya adalah kegembiraan menyambut panen padi telah tiba, dan sudah saatnya kita berkumpul dan bersama-sama memanen padi secara serempak, agar tampak ke akrapan diantara sesama penduduk.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Makna geraknya mengandung makna permohonan izin, mereka akan mengundurkan diri dari hadapan penonton. Pada saat ini dipentingkan sekali syair lagunya, dimana pada bait-baitnya terdapat kata-kata perpisahan, permohonan maaf jika pada awal pertunjukan saman tadi, ada kata-kata dalam syair pada lagu yang menyinggung perasaan para tamu yang menyaksikan tari tersebut maupun kepada yang punya hajatan, jika memang ada sikap dan kata mereka yang salah.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Universitas Sumatera Utara

Page 158: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

3.5 Fungsi Saman

Seni saman juga memiliki fungsi dalam konteks sosial dan budaya. Saman ini

hidup karena fungsi-fungsi sosial. Misalnya marhaban dan barzanji hidup karena ia

difungsikan dalam aktivitas-aktivitas sosial, seperti menikah, khitan, menghantar

menyambut haji dan lain-lainnya.

Saman memiliki fungsi-fungsi sebagai: (a) integrasi sosiobudaya, (b)

kelestarian dan stabiliti budaya, (c) pendidikan, (d) hiburan, (e) mengabsahkan berbagai

ibadah dan upacara keagamaan Islam, (f) sebagai sarana dakwah Islam, (g) sebagai

sarana komunikasi, (h) sebagai pencerminan spiritualiti Islam, (i) sebagai pendukung

mata pencaharian dan lain-lainnya.

3.5.1 Integrasi Sosiobudaya

Salah satu fungsi saman adalah untuk integrasi masyarakat Gayo atau yang

lebih luas masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam. Berkenaan dengan fungsi seni

Universitas Sumatera Utara

Page 159: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

sebagai sumbangan untuk integrasi masyarakat, Merriam menjelaskannya seperti yang

diperturunkan berikut ini.

Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity (Merriam, 1964:227).

Mengikuti kata Merriam, salah satu fungsi musik adalah sebagai wahana untuk

berkumpul para anggota masyarakatnya. Musik seperti ini biasanya mengajak para

warga masyarakatnya untuk turut serta beraktivitas. Dalam konteks itu, mereka saling

memerlukan kerjasama dan koordinasi kelompok. Walaupun demikian, Merriam juga

tidak menyatakan bahwa semua musik berfungsi sebagai kontribusi untuk integrasi,

tetapi setiap kelompok masyarakat mempunyai musik seperti yang digambarkannya itu.

Melalui musik ini para anggota masyarakatnya diajak untuk menikmati bersama acara

yang dipertunjukan, dan mengingatkan akan pentingnya mereka sebagai satu kesatuan

kelompok.

Konsep yang dikemukakan Merriam tersebut sangat tepat dalam

menggambarkan salah satu fungsi yang terjadi dalam kesenian saman di Gayo. Dari

serangkaian fungsi saman, menurut penulis, fungsinya yang utama adalah memberi

sumbangan kepada integrasi masyarakat. Masyarakat di Gayo, terdiri dari berbagai

kelompok etnik, ras, dan golongan sosial. Mereka berkelompok-kelompok berasaskan

persamaan-persamaan tersebut. Akibatnya antara kelompok selalu terjadi konflik

sosial, yang terbawa dalam berbagai aktivitas, termasuk kesenian. Namun di sisi lain,

mereka juga menyadari akan bahaya yang diakibatkan apabila konflik-konflik sosial

tersebut tidak diselesaikan hingga pada tahapan harmoni sosial. Oleh karena itu,

Universitas Sumatera Utara

Page 160: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

mereka perlu berintegrasi, yang dilandasi oleh semangat sosial, berbeda-beda dalam

satu kesatuan. Perlunya integrasi itu didukung pula dengan kondisi mereka yang berada

dalam satu negara bangsa, provinsi, yang menginginkan kerjasama sosial dalam

berbagai kegiatan, termasuk kesenian Gayo.

Kesenian saman ternyata mampu memberikan sumbangan bagi terciptanya

integrasi masyarakat Aceh yang heterogen. Saman sebagai salah satu contoh kesenian

yang mengekspresikan budaya etnik yang heterogen. Menurut penulis, sumbangan

kesenian saman tehadap integrasi sosial sangat berkait erat dengan identitas etnik, dan

kelenturan masyarakat Gayo. Selain itu juga didukung oleh faktor keadaan Aceh yang

didukung oleh berbagai kelompok etnik seni saman juga mampu memberi jati diri khas

daerah Gayo. Apabila kondisi integrasi ini terjadi dalam lingkup yang lebih luas, maka

akan terasa kebersamaan dan saling memerlukan antara manusia di dunia ini, sebagai

makhluk sosial.59

3.5.2 Kelestarian Budaya

59Contoh lain fungsi seni yang memberikan sumbangan untuk integrasi masyarakat adalah tarian yang terdapat pada masyarakat Andaman, yang dideskripsikan Radcliffe-Brown seperti berikut:

The Andamanese dance (with its accompanying song) may therefore be described as an activity in which, by virtue of the effect of rhythm and melody, all the members of a community are able harmoniously to cooperate and act in unity ...

The pleasure that the dancer feel irradiates itself over everything arouns him and he is filled with geniality and good-will towards his companions. The sharing with others of an intense pleasure, or rather the sharing in a collective expression of pleasure, must ever incline us to such expansive feelings. ...

In this way the dance produces a condition in which the unity, harmony and concord of the community are at a maximum, and in which they are intensely felt by every member. It is also produce this condition. I would maintain, that is the primary social function of the dance. The well-being, or indeed the existence, of the society depends on the unity and harmony that obtain in it, and the dance, by making that unity intensely felt, is a menas of maintaning it. For the dance affords an opportunity for the direct action of the community upon the individual, and we have seen that it exercises in the individual those sentiments by which the social harmony is maintained (Radcliffe-Brown, 1948:249-252).

Universitas Sumatera Utara

Page 161: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Dalam bukunya, Merriam menjelaskan bahwa tidak semua unsur kebudayaan

memberikan tempat untuk mengekspresikan emosi, hiburan, komunikasi, dan

seterusnya. Musik adalah perwujudan kegiatan untuk mengekspresikan nilai-nilai.

Dengan demikian fungsi musik ini menjadi bahagian dari berbagai ragam pengetahuan

manusia lainnya, seperti sejarah, mite, dan legenda. Berfungsi menyumbang

kesinambungan kebudayaan, yang diperolehi melalui pendidikan, pengawasan terhadap

perilaku yang salah, menekankan kepada kebenaran, dan akhirnya menyumbangkan

stabiliti kebudayaan (Merriam, 1964:225).

Saman di Gayo berfungsi pula memberikan sumbangan untuk kelestarian dan

stabiliti kebudayaan Gayo. Di dalam seni saman terkandung unsur-unsur sejarah, mite,

dan legenda, yang pada saatnya mampu memberikan sumbangan untuk kelestarian

kebudayaan. Melalui seni saman boleh dipelajari perilaku-perilaku yang dipandang

benar dan salah oleh masyarakat pendukungnya. Di dalam saman terkandung nilai-nilai

moral.

Fungsi seni saman di daerah Gayo Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebagai

sarana untuk kelestarian budaya. Bahwa seperti dicontohkan di dalam ajaran agama,

kebudayaan manusia itu bisa saja mati, dan ada juga yang lestari. Contoh berbagai

kebudayaan yang musnah itu adalah: Ad, Tsamud, Madyan, Ur, dan lainnya dan yang

lestari adalah beberapa umat Nabi Nuh, dan tentu saja umat Islam, sejak Nabi Adam

Alaihissalam hingga kini. Melalui seni budaya Gayo Islam, ajaran-ajaran Islam akan

terus lestari mengikuti rentak dimensi ruang dan masa. Bahwa kebudayaan Islam itu

harus diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya agar tidak musnah ditelan zaman.

Seni budaya Islam ini diajarkan melalui berbagai institusi sosial, misalnya pesantren

Universitas Sumatera Utara

Page 162: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

atau makhtab, sekolah umum, kumpulan remaja mesjid, dan lain-lainnya. Generasi

muda haruslah dikawal dan dipandu agar mereka meneruskan dan melestarikan

kebudayaan Islam ini ke generasi-generasi mendatang.

3.5.3 Hiburan

Berkaitan dengan fungsi seni untuk hiburan, Merriam membicangkannya seperti

yang diperturunkan berikut ini.

Music provides an entertainment function in all societies. It needs only to be pointed out that a distinction must be probably be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature of music in Western society, and entertainment combined with other functions. The latter may well be a more prevalent feature of nonliterate societies (Merriam, 1964:223).

Seni saman salah satu fungsinya adalah untuk hiburan dimaksudkan adalah

saman tetap hidup karena salah satu fungsinya adalah untuk hiburan. Kumpulan-

kumpulan pertunjukan biasanya melakukan kegiatannya di kedai-kedai minum, hotel,

atau pentas pertunjukan. Fungsi utamanya dalam konteks ini adalah menghibur

pengunjung. Istilah hiburan di sini, bukanlah bermakna hiburan yang terlepas dari

ajaran Islam. Justru hiburan di sini adalah untuk memenuhi keinginan asas manusia

akan rasa keindahan menerusi berbagai dimensinya. Bahwa manusia secara alamiah,

menyukai keindahan. Setelah menikmati keindahan ia akan terhibur, dan jiwanya terisi

oleh aspek-aspek ruhiyah dan pencerahan (aufklärung). Berbagai contoh keinginan

manusia akan hiburan, dapat kita lihat pada kebudayaan masyarakat tradisi dan modern.

Dengan demikian seni budaya Islam juga mengandungi fungsi sebagai hiburan, yang

berasas kepada fitrahnya dan sebagai salah satu anugerah dan nikmat yang diberikan

oleh Allah.

Universitas Sumatera Utara

Page 163: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

3.5.4 Ibadah Agama Islam

Fungsi saman salah satunya adalah untuk mengabsahkan berbagai ibadah dan

upacara keagamaan Islam. Azan dan iqamat dipergunakan untuk seruan sebagai

masuknya waktu shalat (lima waktu sehari semalam), atau juga untuk shalat-shalat lain

dan menyambut anak atau bayi yang baru lahir. Dalam upacara nikah budaya Gayo

misalnya, barzanji dan marhaban selalu berfungsi untuk mengabsahkan upacara ini,

terutama ketika kedua pengantin duduk bersanding di pelaminan, pada saat ini biasanya

disertai acara peusieujuk. Dalam acara peusiejuk ini biasanya dilakukan pula doa-doa

yang ditujukan kepada Allah agar jalannya acara pernikahan tersebut berhasil dengan

baik, yang diistilahkan dengan doa pembuka. Sehingga doa ini dapat dikategorikan

sebagai pengabsahan acara pernikahan tersebut.

Fungsi seni saman lainnya adalah untuk sarana dakwah atau syiar Islam. Seni

budaya seperti ini biasanya mempergunakan teks-teks yang mentransmisikan ajaran-

ajaran Islam. Ada yang disampaikan menggunakan komunikasi verbal, dan ada pula

yang mengunakan komunikasi non-verbal. Dalam bidang musik, misalnya ada yang

disajikan dalam bentuknya yang eksplisit maupun yang tersamar. Teks-teks dalam seni

Islam seperti ini diekspresikan melalui berbagai genrenya, misalnya pantun, syair,

ghazal, nasyid dan lain-lainnya. Fungsi seni budaya Islam sebagai sarana dakwah ini,

umumnya dipergunakan bersama-sama dengan da’i yang memberikan dakwahnya,

kadang langsung saja dipertunjukkan di depan masa. Selain itu tak kalah pentingnya

Universitas Sumatera Utara

Page 164: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

adalah dakwah Islam pada masa kini juga menggunakan media masa seperti televisi,

radio, internet dan lainnya, termasuk seni saman.

Selain itu, seni saman berfungsi sebagai ekspresi spiritualiti Islam. Bahwa seni

Islam tidak hanya menghargai bentuk, material, dan fisiknya saja. Seni saman terdiri

dari aspek spiritualitas dan fisik sekaligus. Kedua-duanya berjalan selaras dan seiring.

Spiritualitas dalam seni Islam adalah memancarkan hakikat kebenaran dan

kesempurnaan. Bahwa dimensi spiritualitas dalam seni Aceh mencerminkan jiwa

seniman muslim melalui karyanya, didasari oleh nilai-nilai kebenaran yang diarahkan

dan dibimbing oleh Allah sebagai Tuhan semesta alam. Dengan demikian, spiritulitas

dalam seni saman dibimbing oleh hakikat ketuhanan. Nilai-nilai spiritualitas ini

melampaui batas-batas bentuk dan fisik.

3.5.5 Ekspresi Emosi

Fungsi seni saman adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan

ekspresi emosi dalam bidang musik, Merriam menjelaskan sebagai berikut.

An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpres-sible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music (Merriam, 1964:222-223)

Menurut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik

itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi—hal yang tidak bisa

diekspresikan dalam pikiran dan ide, hubungan dari berbagai variasi emosi dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 165: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

musik, kesempatan untuk “mengelarkan amarah” dan kemungkinan-kemungkinan

untuk meredakan atau meniadakan konflik sosial, meledakkan kreativitas itu sendiri

serta meledakkan sekumpulan ekspresi permusuhan. Sangat dimungkinkan, bahwa

berbagai variasi ekspresi emosi yang luas dapat dikaji, tetapi contoh-contoh itu

mengindikasikan secara jelas pentingnya fungsi emosi ini dalam musik.

Dalam perspektif Islam, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa sifat dendam

bersumber dari sifat marah (Al-Syeikh Muhammad Jamaluddin al-Qasimy 2000).

Malah emosi marah pula terhasil dari emosi lain seperti terhina, malu dan iri hati.

Emosi kausal ini lahir disebabkan sebuah gejala utama yaitu ketidak adilan. Demikian

pula fungsi seni saman adalah untuk mengekspresikan berbagai macam emosi, yang

diungkapkan melalui bahasa verbal yang dinyanyikan melalui gerakan-gerakan yang

memukau penonton.

3.5.6 Ekspresi Estetika

Seni identik dengan keindahan dan keindahan identik dengan estetika. Keindahan

dan estetika menjadi sebuah perbincangan yang menarik, terutama dalam

membicarakan berbagai cabang kesenian. Sementara itu, secara sosiokultural, seni

timbul dalam kebudayaan manusia, karena manusia memerlukan pemenuhan keinginan

akan rasa keindahan. Seni dan keindahan ini dalam sejarah perkembangan peradaban

manusia dikaji dalam bidang estetika atau falsafah keindahan. Tampaknya keindahan

dalam bidang seni ini ada yang sifatnya khusus dan ada pula yang mencapai tahap

umum. Selain itu konsep tentang keindahan ini boleh saja berbeda di antara kelompok

manusia, meskipun adakalanya terdapat kesamaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 166: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, estetika adalah sebuah cabang sains yang

kajiannya adalah membahas tentang kesenian. Sains ini telah lama digeluti oleh para

ilmuwan di dunia Barat dan dunia lainnya. Walaupun dalam kajiannya estetika ingin

mencapai tahapan generalisasi, dan akhirnya adalah mengkaji manusia pendukungnya,

namun ada juga nilai-nilai yang terbatas oleh lingkup etnik, ras, atau bangsa. Keaneka

ragaman konsep estetika ini perlu dilihat dan diperhatikan untuk mengkaji bahwa

manusia itu beragam namun ada nilai-nilai universal dalam satu ragam.

Seni saman sebagai sarana dakwah ke-agamaan juga berfungsi sebagai sarana

ekspresi estetika. Dalam seni saman keindahan dikemukakan melalui berntuk-bentuk

gerak tari, tata busana, syair lagu, dan filsafat yang terkandung di dalamnya

Universitas Sumatera Utara

Page 167: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB IV

PERANAN PENARI SAMAN

4.1. Penari Saman

Gerakan tari saman memiliki makna-makna budaya, yang berdasarkan kepada

budaya Gayo, dan juga peradaban Islam. Makna gerak ini mencerminkan pandangan

hidup dan filsafat masyarakat Gayo. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan makna

gerak tari saman dengan pendekatan teori semiotik. Namun sebelumnya sebagai dasar

memahami makna maka terlebih dahulu penulis uraikan penari saman dalam

pertunjukan budayanya.

Tari Saman dimainkan oleh kaum pria, yang berusia remaja (siswa Sekolah

Menengah Atas) dan dewasa. Kemudian juga disajikan oleh usia remaja “tanggung,”

yaitu usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun anak. Golongan anak-anak bisa

memainkan tari saman, akan tetapi untuk pertunjukan yang baik dan sempurna,

haruslah penari saman yang berusia dewasa. Apalagi untuk penampilan saman jalu

(bertanding), yang membutuhkan waktu yang relatif lama untuk latihan, yang

Universitas Sumatera Utara

Page 168: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

berlangsung dalam rentang beberapa waktu untuk membuat gerakan-gerakan yang

kompak dan sulit, sehingga membutuhkan fisik dan stamina yang prima.

4.2 Jumlah Penari Saman

Tiap group tari saman didukung oleh sejumlah penari saman yang relatif

banyak, biasanya antara 15 sampai 30 orang penari. Menurut penjelasan para informan

dan seniman tari saman, tari ini akan lebih semarak bagus dan menarik untuk ditonton

jika jumlah pemainnya banyak jumlahnya. Dalam setiap pertunjukan tari saman yang

biasa (tanpa tanding), seperti untuk mengisi acara-acara hiburan biasa atau show yang

biasa dilakukan di suatu negara, di mana waktu akan dibatasi hanya beberapa menit,

maka penari saman akan berjumlah sedikit. Dalam konteks ini penari saman hanya

terdiri dari 11 atau 13 penari (harus ganjil).

4.3 Komposisi Penari Saman

Dalam pertunjukannya, penari saman terdiri dari tujuh belas penari (tergantung

dari grup masing-masing), yang duduk bersyaf menghadap penonton. Secara skema

susunan penari saman di atas panggung itu adalah sebagai berikut.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Universitas Sumatera Utara

Page 169: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Keterangan: Nomor 9 disebut pengangkat Nomor 8 dan 10 disebut pengapit Nomor 2 s/d 7 disebut penyepit Nomor 11 s/d 16 disebut penyepit Nomor 1 dan 17 disebut penupang

Dari jumlah penari saman di atas, terdapat beberapa penggolongan penari tersebut

menurut adat-istiadat Gayo. Di antaranya adalah: pengangkat, pengapit, penyepit, atau

pengunci, dan penupang.

1. Pengangkat adalah tokoh utama (syekh), titik sentral dalam tari saman, yang

menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun

syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan dari grup lain.

2. Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian

vokal.

3. Penupang adalah penari yang berada pada posisi paling ujung kanan dan paling

ujung kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan

sebagai bagian dari pendukung tari, juga menupang atau penahan keutuhan

posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga tokoh ini disebut penamat kerpe

jejerun (pemegang rumput jejerun). Artinya tugas penupang adalah bertahan

memperkokoh kedudukan dengan memegang rumput jejerun (sejenis rumput

yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sangat sukar dicabut).

4. Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang

diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit

(menghimpit), yakni membuat kerapatan antara penari, sehingga penari

menyatu tanpa jarak antara yang satu dengan yang lainnya, dalam posisi

Universitas Sumatera Utara

Page 170: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

banjar/bersyaf (horizontal), hal ini penting dan menentukan keutuhan dan

keserempakan gerak (Deskripsi Tari Saman,1991:10).

4.4 Ragam Gerak dan Tata Penyajian Tari Saman

4.4.1 Ragam Gerak

Tari saman hanya mengandalkan gerak tangan, badan dan kepala. Keterpaduan

dari ketiga unsur inilah yang melahirkan ragam gerak tari saman. Sementara kaki tetap

terpaku pada tempat duduknya. Karena itu, tari saman hanya memiliki satu pola lantai

saja, yakni pola lantai garis lurus yang sejajar secara horizontal dari pandangan

penonton.

Posisi penari duduk berlutut. Berat badan ditumpukan pada kedua telapak kaki.

Penari bahu-membahu merapat. Pola ruang pada tari saman juga terbatas pada level,

yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi berdiri di

atas lutut, yang merupakan level yang paling tinggi. Sedang level yang paling rendah

adalah apabila penari membungkukkan badan ke depan sampai sekitar 450 derajat, atau

miring ke belakang, sampai sekitar 600

Pada unsur gerak tangan dapat dilihat beberapa macam gerak antara lain adalah

sebagai berikut:

derajat.

o Gerak tangan bertepuk dalam berbagai posisi seperti horizontal, bolak-

balik seperti baling-baling.

o Gerak kedua tangan berimpit dan searah.

o Gerak ujung jari tengah dan jempol (induk jari) seakan mengambil

sesuatu benda ringan, seperti memetik atau menjentik.

Pada unsur gerak badan terlihat antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 171: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

o Singkeh artinya miring ke kiri dan ke kanan,

o Lingang, artinya badan dalam posisi duduk melenggang ke kanan, ke

depan, ke kiri, juga ke belakang,

o Tungkuk artinya membungkuk,

o Langak artinya telentang lebih kurang 60 derajat.

Pada unsur gerak kepala terdapat:

Anguk atau mengangguk dalam tempo lambat dan cepat secara

bergantian.

Girek artinya kepala berputar seperti baling-baling.

Kesenyawaan dari unsur-unsur gerak di atas melahirkan berbagai ragam gerak

yang terdiri dari:

1. Gerak selalu (gerak seadanya) yakni gerak perpaduan tangan dengan gerak

tangan bertepuk sederhana, bolak-balik, dengan posisi badan duduk berlutut,

yang mengayun lembut (ke kanan; ke depan; ke kiri; dan ke belakang), gerak

ini terlihat pada awal penampilan.

2. Gerutup yakni gerak dengan tepukan yang menggebu-gebu, menepuk dada,

maupun hempasan tangan ke paha, dengan posisi badan duduk berlutut atau

berdiri di atas lutut.

3. Guncang atau goncang, yakni gerak yang bergoncang, perpaduan gerak badan

dan tepukan tangan menerpa dada dalam kualitas gerak yang tinggi dan

menggebu-gebu, guncang biasa terjadi pada posisi badan berdiri di atas lutut

(berlutut) yang disebut guncang atas dan dalam posisi duduk yang disebut

guncang renah (rendah).

Universitas Sumatera Utara

Page 172: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4. Surang-saring adalah pola gerak selang-seling atau bergantian baik untuk posisi

atas (ke atas ke bawah), maupun selang-seling ke depan dan ke belakang,

maupun pada gerak singkeh (miring ke kiri dan miring ke kanan). Biasanya ada

kesepakatan menetapkan nomor-nomor penari, misalnya nomor ganjil ke atas

nomor genap kebawah, begitu seterusnya, bergantian dalam tempo ritmis yang

cepat. Baik untuk surang-saring atas, surang-saring kedepan, ke belakang,

maupun surang-saring singkih.

Dari semua ragam gerak tari, peranan tangan sangat dominan pada tari saman.

Semua ragam gerak diwarnai atau dimotori oleh gerak tangan. Di samping unsur gerak,

tangan juga berperan sebagai unsur musik, yang menghasilkan bunyi (tepuk), dikenal

dengan istilah: tepok tunggal (tepuk tunggal) bunyi beraturan dengan pola ritmis. Tepok

tulu (tepuk tiga) dengan pola ritmis: tepok dele, tepuk banyak yakni perpaduan dari

bermacam-macam pola ritmis.

4.4.2 Tata Penyajian Tari Saman

4.4.2.1 Lagu pada Tari Saman

Lagu pada tari saman sangat penting sekali, dimana lagu tersebut menandakan

pertukaran gerak pada saman. Pada babakan inilah diperlihatkan kekayaan gerak tari

yang terpadu utuh antara kecepatan gerak tangan yang menghentak dada, paha

maupun tepukan tangan, gerakan badan keatas dan ke bawah secara serentak maupun

bersilang (disebut dengan guncang atas dan guncang rendah, badan miring kekiri dan

miring kekanan secara serentak, (disebut dengan singkeh kuwen60

60 Singkeh kuwen, artinya kiri kanan kiri.

/ kiri – kanan-kiri),

Universitas Sumatera Utara

Page 173: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah (girik61), berputar

kekiri dan ke kanan, sambil memetik jari (kertek62

Pada babakan inilah puncak gerakan tari saman, para penari di bahagian ini

dituntut harus berkonsentrasi penuh dan para penari harus mempunyai stamina yang

prima, sebab selain harus bergerak sangat cepat, harus diselingi oleh suara nyanyian

vokal yang lantang dan keras, yang disebut redet.

).

Secara umum urutan penyajian tari saman secara berurut adalah seperti uraian

berikut ini.

a. Pesalaman

Persalaman terdiri dari regnum dan saleum63. Rengum adalah suara

bergumam dari seluruh penari. Tidak jelas kata yang di kumandangkan, akan

tetapi sebenarnya mereka memuji dan membesarkan nama Allah SWT, dengan

lafas mmmm – “illallaahuo”, adalah sambungan dari ucapan “Lailla

haillalhu64

61 Girik adalah gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah.

” dan seterusnya. Gerak tari sangat tebatas dan sederhana, kepala

menunduk, tangan menghaturkan sembah. Makna dari gerakan Regnum ini

apabila kita kaji adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, konsentrasi penuh

dan penyamaan vokal yang serempak. Selesai Rengum, secara langsung

memasuki saleum, dengan ucapan Assalamualaikum–salam pertama kepada

penonton sebagai pembuka pertunjukan acara tari saman tersebut, kepada

62 Kertek artinya adalah berputar kekiri dan ke kanan sambil memetik jari. 63Peusalaman adalah bermakna sebagai tanda awal mau masuknya lagu pada sebuah

pertunjukan saman di kawasan yang penulis teliti. Kemudian istilah regnum maknanya secara etnomusikologis adalah suara bergumam dari para penari. Kemudian istilah saleum adalah salam kepada penonton, sebagai tanda dibukanya acara.

64Laillahaillalah.Tiada Tuhan selain Allah. Kata ini selalu juga disebut dengan tahlil, dan merupakan bahagian dari zikir (mengingat Allah) dalam ajaran Islam.

Universitas Sumatera Utara

Page 174: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

pihak-pihak tertentu yang patut dihormati dan di mohon keizinannya mereka

menari Saman (adab dan etika). Pada babakan saleum, gerak mulai

berkembang, gerak tangan, gerak badan, disertai suara nyanyian yang

dikumandangkan pengangkat. Dering,65 jangin,66 redet67 dan saur,68

b. Ulu Ni

silih

berganti dalam tempo lambat dan sedang.

69

Secara garis besarnya ulu ni lagu berarti kepala lagu. Lagu disini bukan

berarti irama/lagu dari seni musik vokal maupun instrumental. Lagu diartikan

sebagai gerak tari atau lebih tepatnya pertukaran ragam-ragam gerak tari,

walaupun gerak tari tidak terlepas dari irama lagu, dengan kata lain terjalin

persenyawaan yang kuat antara irama lagu dan gerak tari. Pada babakan ulu ni

lagu, gerakan tari saman telah mulai bervariasi, kesenyawaan antara gerak

tangan, tepukan di dada, dan gerakan badan serta kepala sudah mulai kelihatan

disini. Akan tetapi gerakan tari saman masih lambat dan hidmat, namun jangin

(pengangkat). Pada saat gerakan akan memasuki tempo cepat, pengangkat

(pemain Utama) dengan suara melengking (syekh) akan memberi aba-aba

dengan ucapan syair (inget-inget pongku – male I guncangan

Lagu

70

65Dering, maknanya secara estetis pertunjukan adalah regnum yang segera diikutin oleh semua penari.

artinya ingat –

66 Jangin adalah suatu istilah pertunjukan saman untuk menyebutkan pengangkat. 67 Redet adalah satu terminologi yang maknanya merujuk kepada lagu singkat dengan suara

pendek yang dinyanyikan oleh penari pada bahagian tengah. 68Saur adalah sebuah istilah lagu yang diulang-ulang bersama penari setelah dinyanyikan oleh

penari solo. Dalam kajian etnomusikologis, teknik penyajian pertunjukan seni seperti ini disebut dengan responsorial atau call and response, seorang penyanyi diikuti secara khorus oleh sekumpulan penyanyi lainnya. Sebaliknya jika sekelompok penyanyi diikuti oleh sekelompok penyanyi lainnya maka disebut dengan antifonal.

69 Uluni lagu adalah kepala lagu. 70 Inget-inget pongku male I guncangan, artinya ingat teman-teman akan diguncang.

Universitas Sumatera Utara

Page 175: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

teman-teman akan di guncang). Gerakan pada saat ini sudah mulai cepat dan

akan sangat cepat sekali.

c. Lagu pada Tari Saman

Lagu pada tari saman sangat penting sekali, dimana lagu tersebut

menandakan pertukaran gerak pada saman. Pada babakan inilah diperlihatkan

kekayaan gerak tari yang terpadu utuh antara kecepatan gerak tangan yang

menghentak dada, paha maupun tepukan tangan, gerakan badan keatas dan ke

bawah secara serentak maupun bersilang, (disebut dengan guncang atas dan

guncang rendah), badan miring kekiri dan miring kekanan secara serentak,

(disebut dengan singkeh kuwen71/ kiri – kanan-kiri), gerakan kepala

menggangguk cepat sambil berputar ke bawah (girik72), berputar kekiri dan ke

kanan, sambil memetik jari (kertek73

Pada babakan inilah puncak gerakan tari saman, dimana para penari

disini di tuntut harus berkonsentrasi penuh dan para penari harus mempunyai

stamina yang prima , sebab selain harus bergerak sangat cepat, harus diselingi

oleh suara nyanyian vokal yang lantang dan keras, yang disebut redet. Dari

kecepatan yang tinggi/klimaks, tiba-tiba gerak tersebut diperlambat kembali ke

tempo awal yang biasa, yang diawali oleh suara vokal pengangkat, yang lambat

dan terhenti, seakan-akan pengangkat memberi aba-aba untuk berhenti sejenak,

begitu juga dengan nyanyian vokal yang semangkin lama semangkin lambat.

Demikian juga dengan gerakan ini berulang-ulang antara cepat dan berganti

).

71 Singkeh kuwen, artinya kiri kanan kiri. 72 Girik adalah gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah. 73 Kertek artinya adalah berputar kekiri dan ke kanan sambil memetik jari.

Universitas Sumatera Utara

Page 176: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

lambat, dan bisa tiba-tiba terhenti seketika, namun semua ini tetap diiringi

nyanyian vokal.

d. Uak Ni Keumuh74

Uak ni keumuh secara harfiah berarti gerak, artinya suatu transisi

perpindahan gerak dari gerak cepat ke lambat, pada babak ini kesempatan bagi

penari untuk mengendorkan ketegangan dan mengembalikan pernafasan.

Iringan nyanyian sederhana dan nada rendah tidak memaksa, posisi badan

duduk bersila, tangan bergerak wajar memukul, menghentak dada, tepuk

tangan, memukul paha, diiringi oleh suara vokal solo oleh pengangkat yang

disebut redet, lalu diikuti oleh penari aaman yang lain secara bersama-sama,

yang disebut saur. Apabila kondisi penari telah pulih, maka akan dimulai lagi

gerakan cepat yang diawali oleh aba-aba dari pengangkat dengan ragam gerak

yang lain. Perlu dicatat pada saat gerak menggebu-gebu di puncak (gerakan

sangat cepat), iringan vokal berhenti, jadi hanya terlihat gerakan badan , tangan

dan kepala saja.

e. Lagu Penutup

Pada babak ini, gerakan tari saman kembali ke awal gerakan, yaitu gerakan

sederhana, namun pada saat ini dipentingkan sekali syair lagunya, pada syair

lagu terdapat makna perpisahan, permohonan maaf jika pada awal pertunjukan

saman tadi, ada kata-kata dalam syair pada lagu yang menyinggung perasaan

para tamu yang menyaksikan tari tersebut maupun kepada yang punya hajatan,

74 Uak Ni Keumuh, artinya adalah transisi gerak saat para penari mengendorkan ketegangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 177: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

jika memang ada sikap dan kata mereka yang salah. Syair lagu penutup itu

misalnya:

Syair Penutup

Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ube nyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh sab ube nyangka

4.4.3 Penyajian Tari Saman Jalu

Tata penyajian saman dapat dibedakan atas dua vokal, yakni tata penyajian

pergelaran tanpa bertanding (show biasa) dan tata penyajian bertanding saman jalu.

Tari saman jalu biasanya ditampilkan pada acara tertentu, seperti resepsi kenegaraan,

Pekan Seni Aceh, misi kesenian ke luar negeri. Atau acara lainnya yang sifatnya sangat

formal dan protokoler. Karena itu, pola penyajian saman harus disesuaikan dengan

tuntutan acara tersebut. Misalnya ketika grup tersebut akan tampil, yang biasanya

membutuhkan waktu yang terbatas, antara 8 sampai 12 menit, demikian pula jumlah

penari saman yang tampil, jumlahnya relatif sedikit orangnya. Penari saman tampil

hanya dengan satu banjar atau satu syaf. Namun begitu, semua para penari pendukung

saman harus ada, yakni pengangkat (penari utama), pengapit, penyepit, dan penupang.

Mengingat sifatnya yang formal, dan terbatasnya waktu, maka penyajian saman

dipadatkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 178: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4.4.3.1 Saman Jalu

Saman jalu adalah pergelaran tari saman yang dipertandingkan antara satu grup

dengan grup yang lainnya. Atau pertandingan dari beberapa grup saman antar

kampung, kota dan bahkan antar Provinsi di Nangro Aceh Darussalam. Karena itu

saman jalu biasanya berlangsung sampai dua hari dua malam, atau bahkan bisa sampai

tiga hari hingga tiga malam (dalam bahasa Gayo disebut roa lo, roa ingi). Umumnya

yang bertanding adalah grup saman dari desa atau kampung, luar kota, atau provinsi

lain, yang sengaja diundang oleh yang punya hajat. Misalnya dalam perayaan pesta

perkawinan, acara pesta sunatan Rasul atau perayaan keagamaan, memperingati Maulid

Nabi besar Muhammad SAW dan lain-lain. Penentuan pemenang ditentukan oleh tim

juri yang terdiri dari tokoh-tokoh budayawan setempat yang memahami benar tentang

seluk beluk tari saman, tentang adat istiadat, resam, dan bahkan tentang agama.

Masing-masing grup saman didukung sejumlah 15 sampai 25 orang, yang terdiri dari

remaja laki-laki.

4.4.3.2. Teknik Pertandingan Saman Jalu

Grup tari saman yang akan bertanding duduk atau berlutut (berlembuku)

berhadapan dengan jarak lebih kurang 1 ½ meter. Namun sebelum saman jalu dimulai,

diadakan upacara keketar. Keketar adalah kata nasehat dari tokoh dan orang tua (si

tetua) yang disegani di dalam masyarakat. Tokoh keketar ini selain karena usianya

yang sudah tua, juga biasanya tokoh keketar ini mempunyai berbagai kelebihan

pengetahuan tentang adat istiadat, agama, bahkan memiliki kemampuan mengamankan

Universitas Sumatera Utara

Page 179: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

grup saman yang bertanding dari perbuatan yang bisa mencelakakan peserta saman

jalu, seperti tidak bisa mengeluarkan suara (benyanyi). Misalnya, hal ini sering terjadi

pada pertandingan saman jalu. Suara peserta tiba-tiba hilang seketika dibuat lawan

bertanding, atau tangan peserta tiba-tiba tidak bisa digerakkan, dan masih ada hal-hal

lain yang sering terjadi pada saat pertandingan ini berlangsung. Semua itu biasanya

dapat ditangani oleh karena adanya tokoh keketar. Biasanya juga sebelum hal ini

terjadi, semua pihak peserta saman jalu akan merasa segan untuk berbuat keji kepada

lawan bertandingnya, jika mereka melihat di pertandingan tersebut hadir seorang

keketar.

Kata-kata nasehat yang disampaikan Keketar yang sering diucapkan adalah

seperti berikut ini.

Su derengku

Si cemak enti amat-amat

Si kemali enti pe-peri

Pulang si cemak we salah amat

Pulang si kemali we salah peri

Utem, uyem, cekeh, beliung

Karung, sentong, serahan ku atas, ne

Artinya:

Saudaraku

Yang kotor jangan di pegang-pegang

Yang pemali jangan diungkap-ungkap

Kalaulah yang kotor salah pegang

Universitas Sumatera Utara

Page 180: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Kalaulah yang pemali terungkap

Kayu api dan tusam, kapak beliung

Karung, sumpit terbeban di batasmu

Setelah tokoh keketar menyampaikan nasehat, saman jalu pun bisa langsung

dimulai dengan segera, yang dipimpin oleh juri yang dapat dipercaya.

Komposisi panggung saman jalu adalah sebagai berikut.

● ●

● ●

● ●

C ● ● C

●A B ●

● ●

● ●

● ●

● ●

A B

a. A. Grup Tari saman Tuan Rumah

B. Grup Tari saman yang diundang

C. Penonton atau anak gadis atau lajang pihak tuan rumah (pengundang)

Sisi penting yang lain, yang berdampak positif dari pertandingan saman jalu

tersebut adalah, terjalinnya tali silahturahmi dan tali persaudaraan yang erat antara

sesama pemain yang bertanding. Persaudaraan yang disebut serinen, adalah sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 181: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

kekerabatan dengan mengangkat orang lain menjadi saudara. Sehingga kedudukan

saudara angkat sama dengan saudara sekandung.

Masing-masing pemain duduk berhadap-hadapan, langsung dalam posisi

bertanding. Setelah itu maka langsung mereka bertanding. Setelah selesai pertandingan

tersebut, maka pihak mumangka (tuan rumah) akan mempersilahkan agar para serinen

ini untuk istirahat di tempat yang telah disediakan, berupa sebuah rumah untuk

beristirahat beberapa hari, mereka mendapat perlakuan istimewa dari mumangka.

Setelah beberapa hari istirahat maka para serinen ini akan kembali pulang ke kampung

atau ke desa mereka, dengan sedikit uang yang diberikan oleh mumangka sebagai bekal

mereka. Dan hal yang sama akan dilakukan serinen di kampung atau desa mereka.

Dengan bangganya mereka akan menceritakan tentang sikap istimewa yang dilakukan

oleh mumangka kepada mereka. Kemudian pada keesokan harinya para serinen

mengumpulkan orang-orang kampung mereka untuk membuat perencanaan untuk

mengundang mumangka yang sudah mengangkat mereka sebagai saudara angkat agar

datang ke kampung mereka sebagai kunjungan balasan. Karena para serinen ingin

memperkenalkan mumangka kepada penduduk kampung saudara mereka dan keluarga

mereka yang lain. Oleh karena itu, tidak heran jika etnik Gayo di Blangkejeren antar

warganya akan terjalin kekerabatan yang akrab dan penuh persaudaraan. Begitu

akrabnya kekerabatan yang lahir dari peristiwa saman jalu ini, sehingga anak-anak

turunannya, tidak tahu kalau hubungan persaudaraan itu, bukan berdasarkan turunan

darah. Akan tetapi ada juga kekerabatan itu hanya berlangsung dalam waktu yang

relative singkat saja, hal ini mudah dipahami, karena sesungguhnya banyak faktor yang

Universitas Sumatera Utara

Page 182: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

terkait yang menjadi pendukung atau kendala, seperti faktor ekonomi, faktor sukarnya

berkomunikasi karena jarak yang memisah.

4.4.3.3. Sistem Bertanding

Sebelum pertandingan saman jalu dimulai, umumnya tari saman akan diawali

oleh penampilan grup penari dari tuan rumah dahulu, yang disebut mumangka (artinya

menyerang). Sedangkan pihak lawan disebut disebut muneging (artinya menerima

serangan). Tekniknya, pihak mumangka melakukan gerak tangan, badan, dan kepala

sambil bernyanyi. Pihak lawan, muneging, dalam waktu yang bersamaan harus dapat

mengikuti gerakan yang dipertunjukan oleh pihak mamangka.

Demikian juga dengan lagu iringan tari yang dinyanyikan oleh grup mumangka,

grup muneging harus bisa mengikuti apa yang dinyanyikan oleh grup mumangka. Jika

gerak yang dilakukan olah mumangka dapat diikuti oleh grup muneging, maka poin

kemenangan ada pada pihak muneging, mereka dianggap sebagai pemenangnya oleh

dewan juri penilainnya. Namun sebaliknya jika gerakan mumangka tidak dapat diikuti

dengan baik oleh grup muneging, maka poin kemenangan akan jatuh pada pihak tuan

rumah, yaitu grup mumangka.

Pertandingan saman jalu ini akan berlangsung selama sekitar 1/2 jam.

Kemudian gentian dari pihak lawan, muneging (tamu), yang akan menghunjukkan

kebolehannya di depan para penonton dan dewan juri akan menunjukan gerakan-

gerakan andalan mereka agar dapat diikuti oleh grup mumangka, dengan gerakan dan

nyanyian lagu yang tentu saja harus berbeda dari yang di pertunjukan oleh grup

mumangka. Begitulah cara pertandingan saman jalu itu dilakukan. Hal ini akan

Universitas Sumatera Utara

Page 183: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

berlangsung selama semalam suntuk, bahkan jika belum selesai pertandingan ini

dilaksanakan, maka akan berlanjut pada keesokan harinya, dari pagi hingga malam

berikutnya. Pertandingan hanya akan berhenti jika waktu makan dan shalat tiba, maka

pertandingan akan dihentikan untuk sementara oleh pihak pengundang, yang pasti

pertandingan akan terus berlangsung sampai para peserta saman jalu habis. Hal yang

sangat menarik dan mengundang para penonton untuk bertahan, selain unsur gerakan

peserta saman jalu yang menurut mereka beragam, yang mengundang decak kagum

penonton (karena atraksi para peserta terkadang berbeda-beda antara satu grup dengan

grup lainnya). Juga bait-bait syair lagu yang dinyanyikan oleh oleh peserta saman jalu

kadang begitu puitis dan bagus. Bahasa yang digunakan oleh peserta begitu menyentuh

perasaan para pendengarnya. Biasanya syair lagunya berisikan tentang nasehat, petuah

maupun kisah keagamaan yang terkadang membuat para penonton terkesan. Meskipun

hal itu dilakukan sambil bernyanyi dengan gerakan yang sangat cepat. Namun

terkadang ada juga syair lagu yang mengandung sindiran halus dan pedas kepada

pemerintah atau lainnya. Mereka akan melontarkan kata-kata tersebut yang kadang

membuat penonton tersenyum, dan hal itu harus di jawab dan diimbangi oleh pihak

lawan, secara terus menerus sampai waktu yang ditentukan oleh dewan juri selesai.

Sementara di belakang saman tuan rumah, mumangka, akan duduk berjejer para

bines (anak gadis) yang memberi semangat para mumangka bertanding, dengan riang

sambil menjerit-jerit memberi semangat sambil mengipas-kipaskan ujung kain mereka,

agar grup Mumangka tuan rumah menang. Biasanya keberadaan para aneuk dara

tersebut akan semangkin membuat lawan atau muneging semangkin emosi dan

bersemangat, yang terkadang bisa membuat mereka tidak mengontrol gerakan mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 184: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

maupun syair lagu yang dinyanyikan oleh syekh mereka. Namun ada juga yang justru

membuat suatu sensasi, dimana dengan kehadiran para bines tersebut, ada yang

membuat pihak lawan terkesan, sehingga terjadinya kerlingan mata yang mempunyai

maksud tertentu, sehingga akan berlanjut ke jenjang perkenalan yang lebih dalam lagi.

Contoh syair lagu yang di nyanyikan oleh pihak lawan (muneging):

I ke penosan, dele waeh jernih

Nguk ke I pilih, kin isi ni lagu

Ke mutauh, uren ari langit

Mu nerima ke dia bumi

Artinya:

Sekiranya di penosan (nama tempat),

banyak air jernih

Bolehkah dipilih untuk mengisi

Sekiranya jatuh hujan dari langit

Apakah bumi bersedia menampung

Maka tuan rumah akan menjawab syair tersebut dengan jawaban:

I ke penampak – an

Geh muh aih jernih

Gera perpilih kin isi ni lagu

Artinya:

Di penampakan ( nama tempat )

Tidak ada air jernih

Tidak bisa dipilih pengisi lagu

Universitas Sumatera Utara

Page 185: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Ungkapan syair pihak lawan (tamu) disimak secara jeli oleh group bines, yaitu

tari tradisional yang ditarikan oleh para bines (gadis remaja), yang tadinya duduk

berbanjar di belakang grup penari saman mumangka (tuan rumah). Kemudian pada

kesempatan pertunjukan itu pulalah, biasanya penari grup Bines juga ditampilkan

sebagai acara selingan, sekitar jam 24.00 WIB tengah malam sampai dengan

pertandingan saman jalu itu dipertandingkan lagi.

4.5 Tempat Pergelaran Tari Saman

Menurut penjelasan para informan pada mulanya tari saman diadakan di

lingkungan meunasah, baik di bawahnya maupun dengan membuat pentas yang disebut

sebagai terampe. Hal ini erat hubungannya dengan fungsi saman sebagai media

dakwah dan sebagai pembinaan dalam keagamaan. Setiap waktu shalat tiba, mereka

semua yang hadir di meunasah tersebut, dapat digiring untuk shalat berjamaah

bersama-sama. Namun perkembangannya dewasa ini, walaupun lingkungan meunasah

tetap menjadi prioritas pertama untuk berkumpul dan dilaksanaknnya latihan saman.

Saat ini penduduk kampung justru memanfaatkan tempat atau lapangan lain seperti

sawah untuk latihan mereka, terutama pada saat setelah selesai panen. Akan tetapi jika

dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW maupun hari Raya Islam, maka tari

saman ini tetap akan dilaksanakan dilingkungan meunasah.

4.6 Musik Iringan Tari Saman

Pada pertunjukannya tari saman tidak menggunakan alat musik sebagai musik

pengiring tari. Sebagai pengiring pada tari saman dipakai 2 materi berikut ini yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 186: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1. Bunyi yang diciptakan oleh para penari saman dari tepukan tangan mereka di

saat menari, penari saman menciptakan sendiri bunyi-bunyian dari tepukan

tangan dan badan mereka dengan pola ritme yang diawali oleh syekh saman,

yang berada duduk di nomor 9.

a. Bunyi dihasilkan oleh tepukan kedua belah tangan. Bunyi tepukan tangan

penari ini ada yang bertempo cepat dan ada yang bertempo sedang.

b. Bunyi pukulan kedua tangan ke dada. Bunyi kedua telapak tangan ke dada

umumnya bertempo cepat.

c. Bunyi tepukan sebelah telapak tangan ke dada. Bunyi ini umumnya

bertempo sedang.

d. Bunyi kertip atau memetik. Bunyi Kertip ini adalah bunyi yang dihasilkan

oleh gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan. Bunyi ini selalu bertempo

sedang.

Bunyi-bunyian tersebut di atas mulai ditampilkan pada tahap kedua, yaitu pada tahap

uluni lagu sampai dengan tahap ke empat, yaitu tahap penutup secara berselang seling.

4.7. Urutan Lagu pada Tari Saman

Kecuali pada bahagian rengum, lagu-lagu yang dipakai pada tari saman tidak

bersifat tetap, baik syair maupun iramanya berubah-ubah menurut tempat, waktu, dan

situasi pertunjukan. Bahkan pada saman jalu, sebahagian syair lagunya diciptakan pada

saat acara berlangsung, yang diciptakan oleh syekh saman atau pengangkat secara

spontanitas, yang mengikuti pihak lawan. Jadi untuk sebuah lagu bisa saja mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 187: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

mempunyai 2 syair lagu atau lebih, yang berbeda bentuk ataupun temanya, tergantung

oleh pihak lawan mereka.

Menurut cara menyanyikannya, lagu-lagu pada tari saman terbagi atas 5 macam:

1. Rengum75

2.

3.

Dering

4.

Redet

5.

Syekh

Saur

4.8 Penampilan Tari Saman

Penampilan tari saman terdiri dari beberapa tahap, sehingga lagu-lagu pada tari

saman pun dibagi-bagi dalam beberapa tahap. Di bawah ini adalah contoh syair-syair

lagu pengiring tari saman yang tema utamanya adalah tentang muda-mudi untuk masa

pertunjukan selama sekitar 10 menit dan berikut tata cara penyajian tari saman :

4.8.1. Tahap I (Persalaman)

Lagu dalam persalaman ini terdiri dari :

a.

75 Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukadimah dari tari saman(yaitu nyanyian setelah sebelumnya keketar berpidato pembukaan). Rengum ini adalah tiruan bunyi, Begitu berakhir syekh saman bernyanyi dalam satu syair kalimat, maka akan disambung langsung oleh para penari saman secara bersamaan dengan kalimat yang terdapat didalamnya. Antara lain berupa puji-pujian kepada Tuhan, kepada seorang tamu yang memang sengaja diundang pada acara tersebut, dan bisa juga kepada benda, atau kepada tumbuh-tumbuhan .

Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukadimah dari tari saman (yaitu

setelah dilakukan sebelumnya keketar pidato pembukaan). Rengum ini

adalah tiruan bunyi. Begitu berakhir langsung disambung secara bersamaan

Universitas Sumatera Utara

Page 188: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

dengan kalimat yang terdapat di dalamnya. Antara lain berupa pujian

kepada seseorang yang diumpamakan, bisa kepada benda, atau kepada

tumbuh-tumbuhan.

Syair selanjutnya bergantung kepada pemuka adat atau tokoh setempat dan

penonton yang menyaksikan pertunjukan tersebut, seterti contoh berikut ini:

Saleum yaitu berisi salam dan hormat serta

mengucapkan kalimat tauhid “lailla haillallah” dan “Assallamualaikum”

tanda pembuka pertunjukan kepada penonton yang hadir.

- Saleum kepada Bapak Geucik

Sallammualaikum Bapak Geucik, we simusidik rakyat jelata

(Assallamualaikum kepada bapak Geucik, dia yang mendidik rakyat jelata)

- Saleum kepada Bapak Imam

Sallammualaikum Bapak Imam, we silebih pehem urusan agama

(Assallamualaikum kepada bapak Imam, dia yang lebih paham urusan Agama)

- Saleum kepada Tamu undangan

Sallammualaikum kujamuni kami, ganti nimatjari bewene rata

(Assallamualaikum kepada para penonton yang hendak menonton kami

menari)

Syair Lagu Persalaman

a. Rengum/Dering76

Hmm laila la aho

Hmm laila la aho

Hoya-hoya…sarre e hala lem hahalla….

76. Dering fungsinya hampir sama dengan Rengum, kalimat lagu yang diikuti oleh penari saman

Universitas Sumatera Utara

Page 189: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Lahoya hele lem helella la enyan-enyan

Ho lam an laho

Artinya:

Aum/Koor Aum

Hmm tiada Tuhan selain Allah

Hmm tiada Tuhan selain Allah

Begitulah-begitulah semua kaum

Bapak begitu pula kaum ibu

Nah itulah-itulah

Tiada Tuhan selain Allah

b. Salam ke penonton

Sallamualaikum kupara penonton

Lailla la aho

Simale munengon kami berseni

Lahoya, sarre e hala lem hahalla

Lahoya hele lem hehelle

Le enyam-enyam

Ho lan an laho

Salamni kami kadang gih meh kona

Lailla la aho

Salam merdeka ibuh kin tutupe

Hiye sigenyan enyan e alah

Nyan e hailallah

Universitas Sumatera Utara

Page 190: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Lailla la aho, ala aho

Artinya:

Salam kepada penonton

Assalamualaikum ya para penonton

Tiada Tuhan selain Allah

Yang hendak melihat kami berseni

Begitu pula semua kaum Bapak

Begitu pula kaum ibu , Nah itulah-itulah

Tiada Tuhan selain Allah

Salam kami mungkin tidak semua kena

Tiada Tuhan selain Allah

Salam merdeka dijadikan penutupnya

Ya itulah, itulah, aduh, Itulah, kecualinAllah

Tiada Tuhan selain Allah,selain Allah……

4.8.2 Tahap II (Ulu Ni Lagu)77

Lagu dalam Uluni Lagu terdiri dari

Ulu Ni Lagu yaitu kepala lagu atau bahagian permulaan dari Uluni Lagu yang

biasanya dinyanyikan dengan lagu “ Asalni Kededes “. Kededes adalah bola

yang dibuat dari 4 helai daun kelapa muda yang dianyam berbentuk bulat. Bola

tersebut adalah merupakan lambang persatuan dari 4 unsur, yaitu :

- Sudere (saudara) yaitu arti lambang dari daun ke 1.

77 . Uluni Lagu adalah Kepala lagu

Universitas Sumatera Utara

Page 191: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

- Urang Tue (Orang Tua) yaitu arti lambang dari daun ke 2.

- Pegawe (Ulama, Imam dll) yaitu arti lambang dari daun ke 3.

- Reje (Raja/Penghulu) yaitu arti lambang dari daun ke 4.

Salam perkenalan dari kelompok penari, yaitu salah seorang dari mereka

(pengangkat), memperkenalkan nama groupnya, asal mereka dan sebagainya.

Syair Uluni Lagu

Asalni Kededes, Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Asalni kededes ari ulung kele keramil Sentan irerempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Inget-ingetbbes yoh ku ine e

Artinya:

Asal Bola daun kelapa

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Universitas Sumatera Utara

Page 192: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Inget-inget awas sayangku aduh ibu

Salam Ni Rampelis mude

Orang nge tewah ari beras beras padi

Ya hipoya, oi manuk kedidi

He menjadi rem rempelis mude

Ne inget bes inget bes

Oi kiri sikuen kiri

Ara Sallamualaikum, rata bewene

Ara kesawah jamuni kami

Ne inget-inget bes yohku

Kuguncang male kuguncang

Sallamualaikum rata bewene

Ne inget bes mien yohku

Iganta bang tudung

Oi Mude kin ulung mude

Ipantasan mulo

Artinya:

Universitas Sumatera Utara

Page 193: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Salam dari Rempelis Mude

(Rempelis Mude Nama Sanggar)

O runduk sudah rebah dari beras-beras padi

Ya, begitulah oi burung kedidi

Hai menjadi Rempelis muda

Oh, ibu inget awas, awas

Oi yang kekiri dikanan kiri

Ada assalamualaikum, rata semuanya

Adakah tiba tamu kami

Oh ibu, ingat-ingat, awas sayangku

Kuguncang akan kuguncang

Assalamualaikum rata semuanya

Oh ibu, ingat awas lagi sayangku digantilah tudung

Oi muda untuk daun muda dipercepat dulu

4.8.3. Tahap III (Lagu-Lagu)

Pada tahap ini ditampilkan beragam lagu yang iramanya disesuaikan dengan

gerak tari. Jumlah lagu yang dinyanyikan bergantung kepada lamanya

pertunjukan.

Le Alah Payahe

He le ala payahe payah kejang

E kejang mufaedah payah musemperne

Eng eke engon ko keseni ruesku

Universitas Sumatera Utara

Page 194: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Senangke atemu kami lagu nini

Ne inget-inget bes mien yoh ku ine

Oho igantin bang tudung uren

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Ine ilingang lingeken mulo

Yoh kukiri sikuen kiri

Tatangan katasan

Enti lale cube die ine

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Jadi bang mulongingku ine

O kejang teduhni ningkah

Ike payah teduhmi kite

Ike gaduh tuker mulo

Artinya:

Aduh payahnya

Hai, aduh payahnya, payah lelah

E, lelalh berfaedah, payah memuaskan

Universitas Sumatera Utara

Page 195: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Sudahkah kau lihat sendi ruasku

Senangkah hatimu kami seperti ini

Oh ibu, ingat-ingat lagi sayangku, oh ibu

Oho, diganti dulu payng hujan

Ditarik. Tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah nanti kembali

Jauh tidakkah nanti bertemu

Oh Ibu, digoyang, digeleng dulu

Hai kekiri, kekanan kiri

Angkatlah lebih tinggi

Jangan lalai cobalah dulu, oh ibu

Ditarik, tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah lagi kembali

Jauh tidakkah lagi bertemu

Cukuplah dulu adikku, oh ibu

Oh, capek berhenti dulu meningkah

Jika payah berhenti dulu kita

Jika letih tukar dulu

Iye balik berbalik

Gelap urum terang uren urum siding

Simunamat punce wae ala aho

Universitas Sumatera Utara

Page 196: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

He nyan e hae ala aho Aho – aho – aho

Iye kubalik berbalik

Gelap urung terang uren urum siding

Simenamat punce wae ala aho

He enyan e hae ala aho,aho - aho– aho

Artinya:

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

4.8.4. Tahap IV (Penutup)

Lagu pada penutup terdiri dari Anakni lagu yang berbeda dari lagu pada Uluni

lagu. Syair pada bahagian penutup biasanya berisi syair-syair tanda perpisahan dari

permintaan maaf kepada hadirin dan penonton yang hadir.

Tema syair pada tari saman pada mula pertamanya adalah tentang dakwah

berisi tentang ajaran agama Islam. Pada perkembangan selanjutnya tema tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 197: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

bertambah dengan tema-tema lainnya seperti tentang pertanian, pembangunan, adat

istiadat, muda-mudi, dan lain-lain.

a. Gere Kusangka

Gere kusangka, aha kenasibku bese

Berumah renampe ehe itepini paya

Berumah renampe ehe itepini paya

Suyeni uluh, nge turuh supue sange

Mago-mago bese aku putetangak mata

Mago-mago bese aku putetangak mata

Teta tetar ahar reringe petepas

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Artinya:

Tidak Kusangka

Tidak kusangka, aha kalau nasibku begini

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Tiangnya bambu, sudah bocor atap dari pimping

Sulit-sulit begitu aku berputih mata

Lantainya belahan bambu, didndingnya pun tepas

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

b. Kemutauh Uren

Universitas Sumatera Utara

Page 198: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

Kemetauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

Kerna langkah ni kami serapah

Berizin mi biak sudere

Kesediken cerak kami salah, Niro maaf kuama ine

Artinya :

Jika turun hujan

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Universitas Sumatera Utara

Page 199: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Di nampan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar pisau tancapkan kedada

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Di nampan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar pisau tancapkan kedada

Karena langkah kami segera bergegas

Mohon izin kepada sanak saudara

Sekiranya ada ucapan kami yang salah

Mohon maaf kepada Ibu Bapak di sini….

4.9. Pakaian dan Properti Tari Saman

Pakaian saman umumnya terbuat dari kain warna hitam, yang diberi ukiran

kerawang Gayo, seperti sapu tangan yang melilit di tangan penari Gayo dan kain hitam

yang terikat di leher penari Gayo semuanya berwarna hitam dengan hiasan benang

emas yang mengandung makna setiap warna yang dijahit pada kain tersebut, hiasan itu

disebut kerawang Gayo Pada dasarnya warna benang untuk kerawang Gayo tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 200: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

terdiri dari empat warna yang mempunyai arti lambang tertentu sesuai dengan sarak

opat Suku gayo seperti berikut ini: warna benang, makna warna, makna hidup, makna

kekuasaan.

1. Warna kuning lambang keangungan, kerajaan.

2. Warna hijau lambang kemakmuran.

3. Warna merah lambang keberanian.

4. Warna putih lambang kesucian.

1. Warna Kuning adalah lambang emas, padi menguning, pagi dan petang Reje (Raja)

yang mengandung makna lambang kekayaan, keangungan dan kerajaan.

2. Warna hijau adalah lambang cinta kemakmuran, yang mengandung makna setia dan

rakyat tumbuh menjadi penurut dan pengikut setia serta berkembangnya tali

persaudaraan yang kental antara satu kampung dengan kampung yang lain.

3. Warna merah adalah lambang keberanian, yang mengandung makna berani melawan

kezaliman, penjajah dan ketidakadilan.

4. Warna putih adalah lambang kesucian, yang mengandung makna kebersihan, keterus

terangan untuk menyampaikan apapun pendapat dari siapapun, Petue (orang yg di

tuakan) menasihati yang salah. Pakaian adalah simbol atau ciri khas suatu daerah.

Atau ciri khas suatu kelompok, dan dari kebiasaan menjadi fenomena dan budaya.

Pakaian tari Saman merupakan ciri khas penari saman yang terdiri dari empat

bahagian, yaitu sebagai berikut:

(a) Bahagian kepala yang disebut bulang atau topi,

(b) Bahagian pakaian yang terdiri dari baju dan hiasan kalung,

(c) Bayani bahagian bawah yakni celana dan sarung, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 201: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

(d) bahagian property yaitu gelang dan cincin.

Gambar 4.1

Baju Penari Saman

Contoh motif kerawang Gayo yang biasa diukir pada pakaian penari saman

mengandung beberapa makna, dengan arti dan lambangnya adalah seperti berikut.

1. Motif selalu mengandung makna lambang kejujuran dan ketulusan hati serta

keikhlasan.

Contoh motif selalu :

2. Motif puter tali mengandung makna lambang persatuan dan kesatuan

Motif Selalu

Motif Sesirung

Motif Pucuk Rebung

Motif Gegaping

Dada Kupang

Motif Leladung

Baju Pokok

Motif Leladu

Motif Mata Itik

Motif Puter

Universitas Sumatera Utara

Page 202: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Contoh motif puter tali :

3. Motif leladu mengandung makna lambang kebersamaan, duduk sama rendah

tegak sama tinggi.

Contoh motif laldu :

4. Motif sesirung mengandung makna lambang saling bantu membantu antara

sikaya dan si miskin serta saling asah, asih dan asuh.

Contoh motif sesirung :

5. Motif pucuk rebung mengandung makna lambang keadilan, tidak berat sebelah

dan dapat melindungi segenap lapisan rakyat.

Contoh motif pucuk rebung :

6. Motif mata itik pada pita kain merah (keseluruhannya disebut ruje rino)

mengandung makna lambang petunjuk ulama tentang ilmu dunia dan akhirat

serta lahir dan batin.

Contoh motif mata itik :

Universitas Sumatera Utara

Page 203: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

7. Motif gegaping mengandung makna lambang ketaatan terhadap Agama dan

mempertahankan adat istiadat serta budaya.

Contoh motif gegaping :

8. Motif tulen niken mengandung makna lambang kewajiban membela diri

sewaktu diserang dengan syarat jangan mengganggu tapi juga tidak ingin

diganggu.

Contoh motif tulen niken :

9. Motif emun berangkat mengandung makna lambang usaha memperbaiki

kehidupan dengan perobahan sistem berdasarkan yang hak dengan yang batil,

serta perpindahan tempat menetap untuk perbaikan kehidupan tersebut.

Contoh motif emun berangkat:

Jenis pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh penari saman ialah sebagai berikut ini:

1. Bulang teleng (bulang kerawang betajuk).

2. Ikotni rongok (sapu tangan rongok).

3. Baju pokok (baju kantong).

Universitas Sumatera Utara

Page 204: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4. Upuh pawak (pawak kerawang).

5. Suel naru.

6. Ikotni pumu (sapu tangan)

7. Dada kupang (kalung).

8. Sensim ketip.

9. Tajuk kepies.

I. Bagian Kepala yang disebut Bulang atau Topi

Bulang teleng (Topi serderhana yang melingkar dikepala) Bulang teleng disebut

juga bulang kerawang Betajuk yaitu topi hias untuk kepala penari. Bahan bulang teleng

ini terdiri dari kain hitam 4 persegi yang diberi ukiran kerawang dan ruje rino. Kain

tersebut dilipat menjadi 3 segi lalu digulung dan dibentuk melingkar sehingga pas di

kepala. Di dekat ujungnya yang berlebih diberi ikatan. Bahagian ujungnya yang

berlebih dipakai dibahagian kiri kepala. Tajuk kepies juga di cucukkan di bahagian kiri

bulang teleng. Dalam perkembangan selanjutnya demi kepraktisan maka bulang teleng

ini sering diganti dengan bulang rekal yaitu lipatan-lipatan kain hitam yang memanjang

dipertemukan ujungnya sehingga berbentuk bulat dan dibahagian hitamnya diberi

kerawang Gayo

Gambar 4.2

Bulang Teleng atau Bulang Rek

Universitas Sumatera Utara

Page 205: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1. Ikotni Rongok disebut juga sapu tangan rongok. Ikotni rongok ini berbentuk

sapu tangan warna merah dengan ukiran kerawang Gayo. Saputangan tersebut

diikatkan dileher setelah dilipat menjadi segitiga serta ujung sudutnya kesebelah

bawah.

2. Baju Pokok disebut juga dengan Baju Kantong, atau juga disebut Baju Lokop

karena asal motif Kerawangnya berasak dari Lokop di Aceh Timur, sedangkan

pola bajunya berasal dari Blangkejeren. Baju tersebut disebut dengan Baju

Kantong, karena pada mulanya baju ini diberi berkantong dibahagian bawah

sebelah kiri yaitu, untuk tempat rokok daun nipah. Kini kantong pada baju

Motif Mata itik Motif Leladu

Motif Sesirung

Motif Mata Itik

Motif Leladu

Motif Sesirung

Universitas Sumatera Utara

Page 206: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

tersebut ditiadakan supaya tidak akan mengganggu gerakan para penari. Ukuran

baju pokok penari ini biasanya pas-pasan dengan badan para penari saman.

Dibahagian depan baju diberi 3 buah bentuk tiang dari motif selalu dan Tulen

Niken. Ketiga buah tiang ini melambangkan ke 3 waktu sembahyang yaitu

Zuhur,Ashyar, dan Magrib. Sedangkan 2 buah tiang pada bahagian belakang

baju melambangkan 2 waktu sembahyang, yaitu Isya dan Subuh. Baju untuk

penari ini pernah juga dibedakan antara Pengangkat, Pengapit dan penari

lainnya. Begitu pula dulu paling bawah baju tersebut diberi Lelayang yaitu,

rantai dengan Umbai-Umbai dari logam putih. Tapi sekarang sering ditiadakan

karena mengganggu gerakan para penari. Baju Pengangkat memakai

Selempang merah 2 buah yang disilangkan di dada dan untuk Pengapit

memakai 2 buah selempang merah sejajar di dada, sedangkan penari-penari

lainnya tanpa selempang.

Gambar 4.3 Contoh Baju Pokok Bahagian Depan

Universitas Sumatera Utara

Page 207: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gambar 4.4 Contoh Baju Pokok Bahagian Belakang

Universitas Sumatera Utara

Page 208: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

3. Upuk Pawak ini disebut juga dengan Pawak Kerawang, yaitu sarung yang di

sarungkan dari pinggang hingga lutut. Upuh Pawak dibuat dari kain hitam yang

diberi ukiran kerrawang dan Ruje Rino pada bahagian bawahnya serta beberapa

buah kain motif tiang sampai keatas dengan memakai Ruje Rino juga.

Gambar 4.5 Contoh Upuk Pawak

4. Suel Naru ialah celana panjang dari kain hitam yang diberi Ruje Rino dan

ukiran Kerawang Gayo pada bahagian ujung bawah kakinya serta diberi bentuk

tiang pada bahagian tengah samping luar (kiri dan kanan).

Universitas Sumatera Utara

Page 209: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gambar 4.6 Contoh Suel Naru

5. Ikotni Pumu ialah sapu tangan berwarna kuning tanpa kerawang. Ikotni Pumu

ini dilipat terlebih dahulu sebelum diikatkan pada pergelangan tangan tangan

dengan ujung sudutnya ke arah jari-jari.

Gambar 4.7 Contoh Ikotni Pumu

Universitas Sumatera Utara

Page 210: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

6. Dada kupang ialah kalung atau Sapu tangan yang dipakai di kalung penari.

7. Mensim ketep ialah sejenis hiasan yang dipakai pada jari penari saman Gayo.

8. Tajuk kepies berasal dari daun sejenis tanaman yang harum baunya, dan hanya

terdapat di hutan-hutan. Karena tanaman ini sekarang sangat langka, maka

sekarang tanaman tersebut diganti dengan daun pandan. Tajuk kepies tersebut

dipasang pada bulang teleng/bulang rekal bahagian kiri sebanyak 5 helai

kecuali untuk pengangkat 7 helai. Bila tajuk kepies tersebut dijalin seperti

bentuk kipas yang disebut kepies jermat. Untuk kepraktisannya kepies ini dapat

dibuat juga dari plastik.

Gambar 4.8 Contoh Tajuk Kepies

9. Gelang dipakai di tangan kiri dan tangan kanan. Biasanya gelang penari ini

terbuat dari logam yang berwarna putih. Namun pada saat ini, terkadang gelang

Universitas Sumatera Utara

Page 211: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

tersebut tidak dipakai lagi oleh para penari saman, dikarenakan bahan tersebut

kini sudah langka didapat oleh mereka namun juga alasan mereka tidak

memakai lagi gelang tersebut, dikarenakan mereka mengganggap agar gerak

tangan mereka lebih gesit dan dinamis. Selain pakaian dan perhiasan yang

tersebut di atas, pada tari saman dikenal pula alat-alat berikut sebagai

perlengkapan pertunjukan tari saman. Ulos use ialah tikar kecil panjang berukir

warna-warni dan bahannya dibuat dari bahan daun bengkuang. Bisanya tikar

inilah yang dipakai sebagai alas duduk para penari saman.

10. Bantal kenunulen saman gunanya sebagai bantal tempat duduk penari yang

diletakkan di atas alas use. Bantal ini terbuat dari sumpit yang dianyam

berwarna-warni dan diisi dengan daun pisang tua, jerami atau dedak serta diberi

daun pandan supaya wangi. Bantal ini biasanya dipakai oleh penari saman jalu

(saman untuk bertanding).

11. Kipas yang dimaksud dengan kipas disini adalah, kipas yang berupa kain

selendang berkerawang yang dipegang oleh para gadis-gadis yang duduk di

belakang penari saman pada saman jalu. Penari saman akan dikipas-kipas oleh

gadis-gadis tersebut apabila si penari mulai berkeringat.

Selain pakaian dan perhiasan yang tersebut di atas, pada tari saman dikenal pula

alat-alat berikut sebagai perlengkapan pertunjukan tari.

1. Ulos Use

Universitas Sumatera Utara

Page 212: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Ulos Use ialah tikar kecil panjang berukir warna-warni dan bahannya dibuat

dari bahan daun bengkuang. Bisanya tikar inilah yang dipakai sebagai alas

duduk para penari Saman.

2. Bantal Kenunulen Saman.

Bantal Kenunulen Saman gunanya sebagai bantal tempat duduk penari yang

diletakkan di atas Alas Use. Bantal ini terbuat dari sumpit yang dianyam

berwarna-warni dan diisi dengan daun pisang tua, jerami atau dedak serta diberi

daun pandan supaya wangi. Bantal ini biasanya dipakai oleh penari Saman

Jalu.( Saman untuk bertanding ).

3. Kipas

Yang dimaksud dengan kipas disini adalah, kipas yang berupa kain selendang

berkerawang yang dipegang oleh para gadis-gadis yang duduk di belakang

penari Saman pada Saman jalu ( Saman Tanding ). Penari Saman akan dikipas-

kipas oleh gadis-gadis tersebut apabila si penari mulai berkeringat.

4.10. Bentuk Penyajian Tari Saman

4.10.1 Gerak

Dalam tari saman pemakaian gerak terfokus pada gerak Maknawi. Gerak

maknawi adalah gerak yang mengandung arti atau mempunyai makna tertentu. Gerak

tersebut biasanya mempunyai ciri khas yang mudah dimengerti oleh penonton. Pada

gerak tari saman ini sedikit mengandung gerak murni (gerak tidak mengandung arti),

gerak ini semata-mata agar tarian kelihatan tampak indah dipandang mata.

Universitas Sumatera Utara

Page 213: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4.10.2 Gerak Awal

Sebelum gerak dimulai, ketujuh belas penari sudah berada di tengah panggung,

dengan duduk berbaris banjar/ber-Syaf dan duduk berlutut posisi badan ditahan dengan

kedua kaki kemudian posisi tangan diletakkan di antara dua paha dengan sikap

menutup kedua telapak tangan seperti memberi salam, sedangkan syekh saman diapit

ditengah-tengah, yaitu delapan di sebelah kiri dan delapan disebelah kanan. Tujuan

syekh saman duduk ditengah, mengandung makna untuk membangkitkan semangat

pada penari yang lain dan sebagai pemberi aba-aba, sedangkan syahi berada disamping

sebelah kiri penari.

4.10.3 Gerak Salawat

Salawat yaitu kalimat menjunjung tinggi nama Allah dan Rosul. Bentuk gerak

ini adalah sebagian penari ada yang duduk dan ada yang menunduk dengan gerakan

kedua tangan menepuk sejajar di depan dada. Posisi badan penari yang duduk

menghadap ke kanan, sedangkan penari yang menunduk posisi badannya miring ke kiri

dengan hitungan 2x8, dua kali lambat dua kali cepat.

Syair Salawat adalah sebagai berikut:

Alllah-Allah wamole……

Bungong pade ee dengon-dengon bi see dengon bismillah

Allah lon-Allah lon-Allah lon puphon………..

Rateup di kamoe-di kamoe katreep……

Hantom bi-hantom bi-hantom biasa….

Universitas Sumatera Utara

Page 214: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4.10.4 Gerak Saleum

a.Saleum Pertama

Ketujuh belas penari berbaris berbanjar/bersyaf duduk berlutut, posisi badan

ditahan dengan kedua kaki sambil berlutut memberi saleum, kedua tangan memberi

salam kepada penonton sikap badan agak sedikit menunduk lalu bangun perlahan-lahan

lalu duduk dengan hitungan 1x8.

Syair yang digunakan adalah :

Assalamualaikum po intan buleuen

Lon meubri saleum kewareh lingka

Ke bapak-bapak geucik saleum mulaam

Seureta sajan kewareh lingka

Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan

Keu bandum rakan yang na di hua

b.Saleum Kedua

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, gerakan bersalaman dengan kawan yaitu tangan kanan

berjabatan dengan tangan kanan kawan, sedangkan tangan kiri di dada, dan posisinya

berselang dua (ada yang duduk dan ada yang menunduk). Penari yang duduk berjabat

tangan dengan penari yang menunduk, kemudian sebaliknya penari yang duduk lalu

menunduk dan penari yang menunduk lalu duduk, gerakan ini dilakukan secara

burulang-ulang sebanyak 2x8.

Syairnya adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 215: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Karena saleum Nabi kheun Sunat

Jaro tamumat syarat mulia

c.Saleum Ketiga

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini sama dengan gerakan saleum kedua, tapi

hanya beda posisinya, yaitu selang tiga (ada yang duduk dan ada yang berdiri, dan ada

yang menunduk). Pada gerak saleum ini penari berjabat tangan dengan kawan yaitu

penari yang berdiri berjabat tangan dengan penari yang berdiri, penari yang duduk

berjabat tangan dengan penari yang duduk, dan penari yang menunduk berjabat tangan

dengan penari yang menunduk. Pada gerakan ini penari membuat gelombang yang

duduk lalu berdiri, yang berdiri lalu menunduk, dan yang menunduk lalu duduk,

gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Ranuep kuneng on tawo bak reudeup

Ranuep baro jeut ta ujo cuba

d.Saleum Keempat

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini tangan direntangkan dengan gerak likok

gelombang selang tiga (ada yang duduk, ada yang berdiri, dan ada yang menunduk).

Pada gerakan ini yang memperhatikan gerak gelombang turun naik artinya penari yang

menunduk lalu berdiri, yang berdiri lalu duduk, dan yang duduk lalu menunduk.

Gerakan ini dilakukan berulang-ulang sebanyak 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 216: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Seulama geuduk nibak teungoh leun

Budaya jameun jinoe kamo ba

4.10.5 Gerak Kisah Le laot

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, posisi kedua tangan ke depan, tangan kanan lurus kedepan

sejajar dada agak serong sebelah kanan, tangan kiri ditekuk sejajar dada dan diikuti

dengan kepala dan arah badan seterusnya kedua tangan ditepuk di atas kepala penari

dua-dua kali hitungan, 2x lambat dan 2x cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua

Hai rakan lon bakle lalo

Budaya droe beu tajaga

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

4.10.6 Gerak Kisah Tiwah Ceunanggro

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari melakukan gerakan, tangan kanan

diletakkan di lantai tangan kiri di dada posisi badan menunduk pandangan ke tangan

kanan dengan hitungan 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah )

Universitas Sumatera Utara

Page 217: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Geulanggang sideh Aceh

Ceunawik cintro hukom motrasi ( ya Allah )

Pinto teu gunci dengan agama

Hele hom hallah heallah he ya Allah

4.10.7 Gerak Kisah Hodoiyan

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari membuat gerakan kedua tangan

menyilang di atas paha kiri dan sikap badan menunduk dengan hitungan 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Meukrue seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong-tulong Tuhan untong badan kasampo rena

E da greut-greut…………

Hodoiyan-doiyan laen bungong pade ee

Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut…………….

4.10.8 Gerak Ekstra Kosong tanpa Syair

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari membuat gerakan tangan disilang

di atas paha, sikap badan tegak, pandangan kedepan, dengan hitungan 2x8. Gerakan ini

tidak menggunakan syair.

4.10.9 Gerak Lanie Keutupok Guda Keu Lakeuretah

Universitas Sumatera Utara

Page 218: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari duduk berselang dua (ada yang

duduk dan ada yang menunduk). Penari yang duduk membuat gerakan satu tangan

bertepuk dengan tangan kawan, satu tangan lagi di dada, sedangkan penari yang

menunduk, satu tangannya diletakkan di lantai, satu tangan lagi di dada, pandangan

kearah mana tangan di bawa. Gerakan ini dilakukan secara bergantian. Hitungan 2x8

lambat 2x8 cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Keutupok guda keu lakeu reutah

Tupok beubagah miseu boh lah boh panta

Si ek u manyang bagoe diladisue

Rakan lon tan lee jino lon maba

4.10.10 Gerak Lanie heuk Katijan Naten-Naten

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari banyak menggerakan kepala,

sedangkan tangan diletakkan antara dua paha dalam posisi duduk, yaitu selang dua (ada

duduk dan ada yang menunduk). Penari yang duduk posisi badannya miring kekiri dan

pandanganya kekiri, sedangkan penari yang menunduk posisi badan miring ke kanan

dan pandangan ke arah kanan. Gerakan ini dilakukan secara bergantian, dengan

hitungan 2x8 secara lambat dan 2x8 secara cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Heuk katijan naten-Naten

Universitas Sumatera Utara

Page 219: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Heuk katijan naten-naten-naten

Wamon lahiyoh-lahiyoh-lahiyoh malee ellalah heut

4.10.11 Gerak Lanie Nangro Aceh Darussalam

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki, kedua tangan disilang didada, pandangan kedepan, sikap

badan tegak. Dengan hitungan 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Nangro Aceh nyoe tempat lon lahe

Bak ujong pantee pulauw Sumatra

Dile baro ken lam jaroe kaphe

Jinoe hanalee Aceh kajaya

4.10.12 Gerak Lanie Terakhir Seb Ube Nyangka

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan

ditahan dengan kedua kaki. Pada gerakan ini, penari melakukan gerakan tepuk tangan

dan tepuk dada dengan posisi duduk berselang dua (sebagian duduk dan sebagian

menunduk). Penari yang duduk menepuk tangan kesamping kiri badan miring kekiri,

pandangan kedepan kiri, sedangakan panari yang menunduk kedua tangan menepuk

lantai badan miring ke kanan pandangan lantai. Gerakan ini dilakukan secara

bergantian dengan hitungan 2x8 secara lambat dan 2x8 secara cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 220: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ubeh nyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh seb ube nyangka

4.10.13 Gerak Salam Penutup

Pada gerak salam penutup ini, Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk

berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, penari memberi salam sambil

menunduk, kemudian bangun perlahan-lahan dengan hitungan 2x8, kemudian keluar

dari pentas. Gerakan ini tidak menggunakan syair.

4.11 Pola Lantai

Tari saman mempunyai pola lantai yang berbentuk lurus. Tari ini di tarikan oleh

kaum laki-laki sebanyak 13 atau 17 orang penari (harus ganjil). Posisi pola lantai dapat

dilihat sebagai berikut :

Gambar 4.9. Komposisi penari Saman

Universitas Sumatera Utara

Page 221: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

4.12 Vokal (Syair)

Penyajian tari saman diiringi oleh syair. Syair dinyanyikan bersama-sama

dalam bahasa daerah bercampur dengan bahasa Arab. Syair lagu dinyanyikan oleh

syekh dan disambut bersama-sama oleh syahi dan penari menjadi iringan langsung

dalam tarian ini. Iringan ini di golongkan ke dalam iringan internal, yaitu iringan yang

berasal dari penari itu sendiri.

Isi syair dalam tari saman adalah memuliakan tamu, karena syair-syair dalam

tari saman bertujuan untuk menghibur, mempererat persatuan dan kesatuan. Syair

dalam tari saman bentuknya tidak teratur. Artinya bersajak bebas. Syair tari saman

terdiri dari Seulawat, Saleum, Kisah, Lanie, dan Penutup. (contoh syair akan penulis

perlihatkan pada lembaran kajian teks pada Bab V)

Universitas Sumatera Utara

Page 222: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB V

KAJIAN MAKNA TEKS LAGU-LAGU SAMAN

5.1 Keberadaan Teks dalam Lagu-lagu Saman

Dalam setiap seni pertujukan saman Gayo di Nanggroe Aceh Darussalam,

terjadi komunikasi di antara seniman dan para penonton, dengan berbagai interpretasi

(penafsiran) terhadap pertunjukan yang terjadi. Kesemua aktivitas komunikasi dalam

peristiwa seni pertunjukan ini berdasarkan kepada pola-pola budaya Gayo, yang hidup

selama berabad-abad.

Termasuk ke dalam komunikasi seni pertunjukan itu mencakup: (a). lirik atau

teks lagu-lagu saman Gayo, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi

verbal dengan bahasa seharian, (b). interaksi atau kata-kata seru untuk memperkuat

suasana pertunjukan, (c). kata-kata pengantar dalam setiap pertunjukan. Komunikasi

lisan dalam seni pertunjukan saman Gayo biasanya menggunakan berbagai gaya bahasa

Universitas Sumatera Utara

Page 223: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

(metafora, aliterasi, perulangan, hiperbola, repetisi, dan sebagainya). Komunikasi lisan

ini juga menjadi bahagian yang terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti

nada, irama, rentak, melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya.

Komunikasi lisan selalu distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah

unsur estetika pertunjukan. Komunikasi lisan ini menggunakan puisi tradisional Gayo.

Teks dalam lagu-lagu saman Gayo, biasanya mengekspresikan tema yang akan

dikomunikasikan oleh pencipta, seniman, kepada para penontonnya, begitu juga dengan

makna gerak yang dipertunjukkan oleh penari saman. Teks ini ada yang sifatnya

eksplisit, yaitu mudah dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu

saman Gayo yang sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat

teks yang bersifat rahasia, diberi gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit).

Oleh karena itu, teks dalam lagu-lagu saman Gayo ini perlu diresapi, dipahami, dan

ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan

Gayo secara umum. Walau bagaimanapun, secara umum teks (lirik) lagu-lagu saman

Gayo, memainkan peran utama dalam budaya Gayo. Sehingga dapat dikatakan bahwa

lagu-lagu Gayo sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam

studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.

5.2 Logogenik

Menurut pengalaman penulis, salah satu aspek yang sangat penting dalam lagu-

lagu atau musik vokal saman Gayo ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol.

Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan lagu-lagu saman

Gayo. Tari saman kesemuanya selalu diiringi lagu. Lagu-lagu saman dalam budaya

Universitas Sumatera Utara

Page 224: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gayo, umumnya berdasarkan kepada aturan-aturan puisi Gayo. Dengan kedudukan

sedemikian rupa, maka penulis bisa mengkategorikan musik saman Gayo sebagai

musik yang logogenik. Artinya bahwa musik Gayo sangat mengutamakan wujud

verbal atau bahasa, dalam pertunjukannya (lihat Malm, 1977). Dengan demikian,

komunikasi lisan dalam musik saman Gayo memegang peranan utama. Komunikasi

lisan ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu,

disertai berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional Gayo.

Dalam Bab V ini, penulis akan mengkaji teks (lirik) dan makna teks dalam

lagu-lagu saman Gayo khususnya dari Blangkejeren Aceh. Kajian ini menggunakan

teori semiotik, kajian mengenai tanda-tanda lagu itu sendiri, seperti kualitas nyanyian,

aktualisasi lagu, dan pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada referensi

lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang mungkin, yang

memfokuskan kepada signifikasi nyanyian dengan objek yang lebih luas.

Sesudah itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang

berhubungan dengan berbagai interpretasinya, yang memfokuskan perhatian kepada

aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir

ini terdiri dari: persepsi musik, pertunjukan, dan intelektualisasi.

5.3 Kata-kata Nasehat Keketar

Dalam setiap pertunjukan kesenian saman di Balngkejeren, Nangroe Aceh

Darussalam, selain lagu-lagu, secara verbal di awal persembahan digunakan kata-kata

nasehat dari keketar (para tetua adat), yang biasanya memiliki ilmu keagamaan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 225: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

saman yang relatif luas dan dalam. Kata-kata nasehat yang disampaikan keketar yang

sering diucapkan adalah sebagai berikut ini.

Su derengku

Si cemak enti amat-amat

Si kemali enti pe-peri

Pulang si cemak we salah amat

Pulang si kemali we salah peri

Utem – uyem, cekeh - beliung

Karung – sentong – serahan ku atas – ne

Artinya:

Saudaraku

Yang kotor jangan di pegang-pegang

Yang pemali jangan diungkap-ungkap

Kalaulah yang kotor salah pegang

Kalaulah yang pemali terungkap

Kayu api dan tusam, kapak beliung

Karung, sumpit, terbeban di atasmu

Dari teks di atas tergambar maknanya dengan jelas, bahwa keketar

mengingatkan para penonton yang “pintar” dan memiliki ilmu-ilmu ghaib agar tidak

mengganggu jalannya pertunjukan dengan diksi kata-kata yang penuh simbol. Su

derengku; Si cemak enti amat-amat ;Si kemali enti pe-peri (Saudaraku; yang kotor

jangan dipegang-pegang, yang pemali jangan diungkap-ungkap). Tiga baris teks di atas

menjelaskan bahwa janganlah melakukan perbuatan dosa dalam konteks pertunjukan

Universitas Sumatera Utara

Page 226: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

ini. Jangan mengganggu jalannya pertunjukan. Kesemua diksi yang menyatakan

kejahatan ini memakai simbol kata yang kotor, yaitu si cemak, si pemali. Si cemak

artinya adalah yang kotor dan si pemali adalah yang dipantangi.

Kata-kata tersebut kemudian di teruskan dengan kalimat-kalimat nasehat atau

memberitahu bahwa Pulang si cemak we salah amat; Pulang si kemali we salah peri;

Utem – uyem, cekeh – beliung; Karung – sentong – serahan ku atas – ne ( Kalaulah

yang kotor salah pegang; Kalaulah yang pemali terungkap; Kayu api dan tusam, kapak

beliung; Karung, sumpit, terbeban di atasmu). Inti dari teks ini mempunyai makna

jangan mengganggu dan berbuat dosa dalam pertunjukan saman ini. Kalau berbuat

dosa juga yakni mengganggu jalannya pertunjukn maka murka Tuhan kepada yang

melakukannya, yang disimbolkan dengan kayu api, tusam, kapak beliung, sumpit,

terbeban di atasmu. Setelah tokoh keketar menyampaikan nasehat, saman Jalupun bisa

langsung di mulai dengan segera, yang dipimpin oleh juri yang dapat dipercaya.

5.4 Syair Lagu Muneging

Dalam tradisi saman yang dipergunakan untuk bertanding, yakni saman jalu,

maka ada “pertarungan syair” antara pihak lawan dan tuan rumah. Di antara contoh

syair lagu yang di nyanyikan oleh pihak lawan (muneging) adalah sebagai berikut.

I ke Penosan, dele waeh jernih

Nguk kei I pilih, kin isi ni lagu

Ke mutauh, uren ari langit

Mu nerima ke dia bumi

Universitas Sumatera Utara

Page 227: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Artinya:

Sekiranya di Penosan (nama tempat), banyak air jernih

Bolehkah dipilih untuk mengisi

Sekiranya jatuh hujan dari langit

Apakah bumi bersedia menampung

Teks yang dinyanyikan pihak lawan seperti tersebut di atas sebenarnya berupa

pertanyaan kepada pihak tuan rumah. Teks I ke Penosan, dele waeh jernih, Nguk ke I

pilih, kin isi ni lagu; Ke mutauh, uren ari langit; Mu nerima ke dia bumi (mempunyai

makna: Sekiranya di Penosan, banyak air jernih, Bolehkah dipilih untuk mengisi,

Sekiranya jatuh hujan dari langit, Apakah bumi bersedia menampung.

Empat lirik teks di atas menunjukkan makna bahwa bagaimana air dan bumi ini

diselesaikan oleh umat manusia di dunia ini. Bahwa alam adalah guru terbaik bagi

pengajaran dalam kehidupan suku Gayo. Di dalam teks ini terkandung makna ajaran

budaya, bahwa peristiwa air dan tanah adalah sesuatu yang alami mengikut hukum

Tuhan. Bumi dan air adalah dua hal yang melengkapi terciptanya dunia ini. Di antara

pelajaran budaya lainnya yang terkandung juga makna teks ini, bahwa jika bumi ini

dirusak, seperti pohon-pohon di hutan ditebang dengan sesuka hati, maka akibatnya

akan terjadi banjir besar, dan dampaknya adalah kepada manusia yang merusak alam

itu sendiri, termasuk mereka yang cinta kepada alam. Inilah makna yang terkandung di

dalam teks lagu saman yang dilakukan oleh pihak lawan (muneging).

Universitas Sumatera Utara

Page 228: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Selanjutnya dengan selesainya pertunjukan teks yang dilantunkan oleh pihak

lawan, maka tuan rumah akan menjawab syair tersebut dengan contoh jawaban sebagai

berikut.

I ke penampak – an

Geh muh aih jernih

Gera perpilih kin isi ni lagu

Artinya :

Di Penampak – an ( nama tempat )

Tidak ada air jernih

Tidak bisa dipilih pengisi lagu

Sekiranya di Penosan (nama tempat),

Banyak air jernih

Bolehkah dipilih untuk mengisi

Sekiranya jatuh hujan dari langit

Apakah bumi bersedia menampung

Kalimat-kalimat di atas yang terdiri dari: I ke penampak – an; Geh muh aih

jernih; Gera perpilih kin isi ni lagu (artinya Di Penampak – an; Tidak ada air jernih;

Tidak bisa dipilih pengisi lagu; Maknanya adalah Sekiranya di Penosan; banyak air

jernih; Bolehkah dipilih untuk mengisi; Sekiranya jatuh hujan dari langit; Apakah bumi

bersedia menampung).

Kata-kata jawaban dari pihak tuan rumah tersebut mengandung makna, bahwa

di Penampa—an sebenarnya tidak ada air bersih. Jika ada air bersih barulah bisa diisi

ke bumi ini. Dan pihak tuan rumah kembali bertanya sekiranya hujan turun dari langit

Universitas Sumatera Utara

Page 229: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

apakah bumi bersedia menampungnya. Makna dari teks ini adalah bahwa tidak semua

tempat terdapat air bersih, tidak semua tempat orang mengikuti hukum yang digariskan

Ilahi, jadi kalau mau bertanding ikutkan hukum Ilahi tersebut.

Di bawah ini adalah contoh syair-syair lagu pengiring tari saman yang tema

utamanya adalah tentang muda-mudi untuk masa pertunjukan selama sekitar 10 menit

dan berikut penotasiannya:

5.5 Teks pada Lagu Salam ke Penonton

Teks lagu salam ke penonton selengkapnya adalah sebagai berikut.

Sallamualaikum para penonton

Lailla la aho

Simale munengon kami berseni

Lahoya, sarre e hala lem hahalla

Lahoya hele lem hehelle

Le enyam-enyam

Ho lan an laho

Salamni kami kadang gih meh kona

Lailla la aho

Salam merdeka ibuh kin tutupe

Hiye sigenyan enyan e alah

Nyan e haillallah

Lailla la aho, ala aho

Artinya:

Universitas Sumatera Utara

Page 230: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Salam kepada penonton

Assallamualaikum ya para penonton

Tiada Tuhan selain Allah

Yang hendak melihat kami berseni

Begitu pula semua kaum Bapak

Begitu pula kaum ibu

Nah itulah-itulah

Tiada Tuhan selain Allah

Salam kami mungkin tidak semua kena

Tiada Tuhan selain Allah

Salam merdeka dijadikan penutupnya

Ya itulah, itulah, aduh

Itulah, kecuali Allah

Tiada Tuhan selain Allah

Selain Allah……

Inti makna yang terkandung di dalam teks tersebut di atas adalah bahwa

masyarakat penonton diajak untuk berkalimah syahadat: Tiada Tuhan Selain Allah dan

Muhammad itu Rasul Allah. Melalui nilai kalimah syuhadah ini, penari saman Gayo

memberikan salam kepada semua penontonnya. Itulah inti ajarannya.

5.6 Teks Uluni Lagu

Universitas Sumatera Utara

Page 231: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Asalni Kededes

Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan irerempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Inget-ingetbbes yoh ku ine e

Artinya:

Asal bola daun kelapa

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Universitas Sumatera Utara

Page 232: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Inget-inget awas sayangku aduh ibu

Kumpulan kata-kata di atas mengandung makna bahwa inilah sebuah

permainan, seperti halnya permainan bola yang terbuat dari daun kelapa. Menjadi

sebuah bola karena dijalin-jalin dan terbuat dari daun kelapa, begitu juga dengan kita

sebagai umat muslim, wajiblah kita menjalin tali persaudaraan sesama muslim

dimananpun berada. Permainan ini melibatkan kaum pria dan wanita. Untuk kaum

wanita diwakili oleh para ibu-ibu. Jadi dalam permainan yang dilakukan lelaki pun

perlu disertai dengan kaum wanita sebagai penyemangat pertandingan.

Salam Ni Rampelis mude

Orang nge tewah ari beras beras padi

Ya hpoya, oi manuk kedidi

He menjadi rem rempelis mude

Ne inget bes inget bes

Oi kiri sikuen kiri

Ara Salamualaikum, rata bewene

Ara kesawah jamuni kami

Ne inget-inget bes yohku

Kuguncang male kuguncang

Universitas Sumatera Utara

Page 233: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Sallamualaikum rata bewene

Ne inget bes mien yohku

Iganta bang tudung

Oi Mude kin ulung mude

Ipantasan mulo

Artinya :

Salam dari Rempelis Mude

(Rempelis Mude Nama Sanggar)

O runduk sudah rebah dari beras-beras padi

Ya……, begitulah oi burung kedidi

Hai menjadi Rempelis muda

Oh, ibu inget awas, awas

Oi yang ke kiri dik anan kiri

Ada assalamualaikum, rata semuanya

Adakah tiba tamu kami

Oh ibu, ingat-ingat, awas sayangku

Kuguncang akan kuguncang

Assalamualaikum rata semuanya

Oh ibu, ingat awas lagi sayangku

Digantilah tudung

Oi muda untuk daun muda

Dipercepat dulu

Universitas Sumatera Utara

Page 234: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Teks lagu saman di atas memperlihatkan kepada para pendengarnya bahwa para

penari saman perlu menjaga keseimbangan gerak kanan, kiri, guncangan badan, dan

seterusnya. Lagu-lagu juga memperlihatkan salam yang biasa dilakukan yaitu

assalamu’alaikum. Makna yang terkandung pada lagu ini adalah dengan kekasih hati

kita menjalani hidup bersama dengan pasangan kita, kita harus saling berbagi rasa,

kaum ibu yang tampak dilibatkan dalam teks lagu ini, memperlihatkan perlunya saling

mengisi antara kaum lelaki dan perempuan di dalam kehidupan ini.

5.7 Teks Lagu-Lagu

a. Teks Lagu Le Alah Payahe

He le ala payahe payah kejang

E kejang mufaedah payah musemperne

Eng eke engon ko keseni ruesku

Senangke atemu kami lagu nini

Ne inget-inget bes mien yoh ku ine

Oho igantin bang tudung uren

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Ine ilingang lingeken mulo

Yoh kukiri sikuen kiri

Tatangan katasan

Universitas Sumatera Utara

Page 235: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Enti lale cube die ine

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Jadi bang mulongingku ine

O kejang teduhni ningkah

Ike payah teduhmi kite

Ike gaduh tuker mulo

Artinya :

Aduh payahnya

Hai, aduh payahnya, payah lelah

E, lelalh berfaedah, payah memuaskan

Sudahkah kau lihat sendi ruasku

Senangkah hatimu kami seperti ini

Oh ibu, ingat-ingat lagi sayangku, oh ibu

Oho, diganti dulu payng hujan

Ditarik. Tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah nanti kembali

Jauh tidakkah nanti bertemu

Oh ibu, digoyang, digeleng dulu

Hai ke kiri, ke kanan kiri

Universitas Sumatera Utara

Page 236: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Angkatlah lebih tinggi

Jangan lalai cobalah dulu, oh ibu

Ditarik, tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah lagi kembali

Jauh tidakkah lagi bertemu

Cukuplah dulu adikku, oh ibu

Oh, capek berhenti dulu meningkah

Jika payah berhenti dulu kita

Jika letih tukar dulu

Sama dengan lagu-lagu di atas, teks lagu ini mengandung makna betapa

sulitnya melakukan gerakan tari saman, ke kanan, ke kiri, berputar, dan seterusnya.

Ada juga diksi yang menggunakan payung hujan, ditarik dan seterusnya. Kata-kata

yang digunakan juga melibatkan kaum hawa, yang diwakili oleh ibu, adikku, dan

seterusnya yang mengisyaratkan dalam pertunjukannya saman perlu didukung oleh

kaum wanita juga.

b.Teks Lagu Balik Berbalik

Iye balik berbalik

Gelap urum terang uren urum siding

Simunamat punce wae ala aho

He nyan e hae ala aho

Aho – aho – aho

Iye kubalik berbalik

Universitas Sumatera Utara

Page 237: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gelap urung terang uren urum siding

Simenamat punce wae ala aho

He enyan e hae ala aho,aho - ah0 – aho

Artinya :

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Kata-kata di atas menggunakan kata-kata yang bermakna saling bertentangan

dalam satu kesatuan, yaitu gelap dan terang, hujan dengan teduh, dan seterusnya.

Kemudian dilanjutkan dengan semua keadaan dan kondisi di dunia ini sebenarnya

Allah lah yang Maha Mengaturnya. Dialah Tuhan semesta alam.

5.8 Teks Lagu Penutup

a. Teks Lagu Gere Kusangka

Gere kusangka, aha kenasibku bese

Universitas Sumatera Utara

Page 238: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Berumah renampe ehe itepini paya

Berumah renampe ehe itepini paya

Suyeni uluh, nge turuh supue sange

Mago-mago bese aku putetangak mata

Mago-mago bese aku putetangak mata

Teta tetar ahar reringe petepas

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Artinya:

Tidak ku sangka, Tidak ku sangka,

Aha kalau nasibku begini

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Tiangnya bambo

Sudah bocor atap dari pimping

Sulit-sulit begitu aku berputih mata

Lantainya belahan bambu, didndingnya pun tepas

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

Teks lagu ini mengandung makna betapa papa dan sengsaranya seseorang itu,

yakni rumahnya rerumputan di tepi rawa, tiang rumahnya terbuat dari bambu, sudah

bocor, dan terbuat dari pimping, namun sudah bocor pula. Tetapi walaupun begitu

Universitas Sumatera Utara

Page 239: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

janganlah menyesal singgah di gubuk buruk aku itu, silahkan datang ke tempat kami

walaupun itu berupa gubuk bambu tetapi hati kami terbuka untuk siapa saja yang

datang, dan rumah buruk ini asri dalam karunia Ilahi.

b.Teks Lagu Kemeuteuh Uren

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

emetauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

Kerna langkah ni kami serapah

Berizin mi biak sudere

Kesediken cerak kami salah

Niro maaf kuama ine

Artinya :

Universitas Sumatera Utara

Page 240: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Jika Turun Hujan

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Di nampaan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar piasu tancapkan ke dada

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Di nampaan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar piasu tancapkan kedada

Karena langkah kami segera bergegas

Mohon izin kepada sanak saudara

Sekiranya ada ucapan kami yang salah

Mohon maaf kepada Ibu Bapak disini….

Syair Salawat adalah sebagai berikut :

a. Teks Lagu Allah-Allah wamole……

Universitas Sumatera Utara

Page 241: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Bungong pade ee dengon-dengon

Bi see dengon bismillah

Allah lon-Allah lon……….

Allah lon puphon………..

Rateup di kamoe-di kamoe katreep……

Hantom bi-hantom bi-hantom biasa….

Teks Lagu saleum yang digunakan adalah :

Assalamualaikum

Po intan buleuen

Lon meubri saleum kewareh lingka

Ke bapak-bapak geucik saleum mulaam

Seureta sajan kewareh lingka

Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan

Keu bandum rakan yang na di hua

Karena saleum Nabi kheun Sunat

Jaro tamumat syarat mulia

Ranuep kuneng on tawo bak reudeup

Ranuep baro jeut ta ujo cuba

Seulama geuduk nibak teungoh leun

Budaya jameun jinoe kamo ba

5.9.1 Teks Lagu Gerak Kisah Le Laot yang digunakan adalah :

Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua

Hai rakan lon bakle lalo

Universitas Sumatera Utara

Page 242: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Budaya droe beu tajaga

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

5.9.2 Teks Lagu Gerak Kisah Tiwah Ceunanggro yang digunakan adalah :

Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah )

Geulanggang sideh Seunagan Raya

Ceunawik cintro hukom motrasi ( ya Allah )

Pinto teu gunci dengan agama

Hele hom hallah heallah he ya Allah

5.9.3 Teks Lagu Gerak Kisah Hodoiyan yang digunakan adalah :

Meukrue seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong-tulong Tuhan untong badan kasampo rena

E da greut-greut…………

Hodoiyan-doiyan laen bungong pade ee

Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut…………….

5.9.4 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Keutupok Guda Keu Lakeuretah yang

digunakan adalah :

Keutupok guda keu lakeureutah

Tupok beubagah miseu boh lah boh panta

DSi ek u manyang bagoe diladisue

Rakan lon tan lee jino lon maba

Universitas Sumatera Utara

Page 243: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

5.9.5 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Heuk Katijan Naten-Naten

yang digunakan adalah :

Heuk katijan naten-Naten

Heuk katijan naten-naten-naten

Wamon lahiyoh-lahiyoh-lahiyoh malee ellalah heut

5.9.6 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Nangro Aceh Darussalam yang digunakan

adalah :

Nangro Aceh nyoe tempat lon lahe

Bak ujong pantee pulauw Sumatra

Dile baro ken lam jaroe kaphe

Jinoe hanalee Aceh kajaya

5.9.7 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Terakhir Seb Ube Nyangka yang digunakan

adalah :

Seb e ube nyangka gaseh saying seb ube hnyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh seb ube nyangka

5.9.8 Teks Lagu Gerak Salam Penutup

Syair tari saman terdiri dari Seulawat, Saleum, Kisah, Lanie, dan Penutup.

Teks lagu Seulawat

Universitas Sumatera Utara

Page 244: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Allah-Allah wamole….

Bungonh pade ee dengon-dengon bi see dengon bismillah

Allah lon-Allah lon Allah lon puphon

Rateup di kamoe-di kamoe katreup…..

Hantom bi-hantom bi-hantom biasa…….

Teks Lagu Saleum

Assalamualaikom po intan buleun

Lon meubri saleum kewareh lingka

Ke bapak-bapak geucik saleum mulaam

Seureta sajan kewareh lingka

Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan

Keu bandum rakan yang na di lua

Karena saleum Nabi kheun Sunai

Jaro tamumat syarat mulia

Ranup kuneng on tawo bak reudeup

Budaya jemeun jinoe kamo ba

Teks Lagu Kisah

Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua

Hai rakan lon bakle lalo

Budaya droe beu tajaga

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

Le laot Aron meupulo peuraho wo dua-dua

Peuduk rapat peumeen jaroe

Universitas Sumatera Utara

Page 245: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Cit meunoe budayo bangsa

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

Le laot Aron meupulo peuraho we dua-dua

Hai adek peumeun jaroe

Bek tuwoe taboh gaya

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah….)

Geulanggang sideh Seunagan Raya

Ceunawik cintra hukom motrasi ( ya Allah….)

Pinto teu gunci dengan agama

Hele hom hallah healleh he ya Allah

Budaya Aceh indah han sakri

Bak aneuk tari dinthe u lua

Bandum rah saban baceut dak meu sie

Budaya RI uram jih sama…. ( ya Allah....)

Hele hom hallah heallah he ya Allah….

Kom barang impor dan idiolagi

Getanyoe gali dasar Negara

Garis-Garis Besar Haluan Negara

Undang-Undang Dasar RI sejak Merdeka

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Meukreu seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong talong Tuhan untong badan kasampo rena

Universitas Sumatera Utara

Page 246: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

E da greut-greut………..

Hodoiyan-doiyan laen bungong pade eee

Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut……

Lage uronya lah e adoe khendak bak tahan

Kamoe dendangkan seni piasan budaya bangsa

E da greut-greut………………….

Budaya suku ata endahu tanyoe tingkakan

Bek na didalam untong badan budaya lua

E u greut-greut……………

Hai generasi muda-mudi Aceh lon saying

Tanyo tingkatkan budaya away ata pusaka

E da greut-greut………………….

Teks Lagu Lanie

Keutupo guda keu lakeureutah

Tupok beubagah misie boh lah boh panta

Di ek u manyang bagoe diladisue

Rakan lon tan lee jino lon maba

Heuk katijan naten-naten

Heuk katijan naten-naten-naten

Wamon lahiyah - lahiyoh – lahiyoh malee elallah heut

Nangro Aceh tempat lon lahee

Bak ujong pantee pulouw Sumatra

Dile baro ken lam jaroe kaphe

Universitas Sumatera Utara

Page 247: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Jinoe hanale Aceh kajaya

Nangro Aceh nyoe lepah that meugah

Masa perindah Iskandar Muda

Nangro nak beok hase meulimpah

Nangro meu tuah pusako kaya

Teks Lagu Penutup

Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ube nyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh sab ube nyangka

Jika syair diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

Teks Lagu Shalawat

Allah-Allah Ya Rabbi

Bunga padi hai dengan-dengan bismillah

Allah saya-Allah saya- Allah saya yang mulia

Ratib di kami – di kami yang lama

Tidak pernah – tidak pernah biasa

Teks Lagu Salam

Assalamualaikum si intan bulan

Saya beri salam kekawan semua

Ke bapak-bapak geucik salam mualaan

Sereta sekalian ke kawan semua

Tak lupa pula setelah itu

Kesemua kawan yang ada di luar

Universitas Sumatera Utara

Page 248: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Karena salam Nabi ucapkan Sunah

Tangan berjabat syarat mulia

Sirih kuning daun payangga pohon dadap

Sirih baru belajar kita uji coba

Selama duduk nibak tengah sawah

Budaya Zaman kini kami bawa

Teks Lagu Kisah Kisah

Air laut berpulau perahu berlayar dau-dau

Hai kawan saya jangan lalai

Budaya kita harus kita jaga

Hom lahele halah heleh lah hum lahele halah

Air laut berpulau perahu berlayar dau-dau

Letak rapa’I memainkan tangan

Memang seperti ini budaya bangsa

Hum lahele hallah hele lah hum lahele halah

Air laut berpulau perahu berlayar dau-dau

Hai adik mainkan tangan

Jangan lupa bergaya

Hum lahele halah hele lah hum lehele halah

Raja wali lambing Negara bulunya…( Ya Allah )

Arena disana Seunagan Raya

Pengait sangkar hukum motrasi

Pintu terkunci dengan Agama

Universitas Sumatera Utara

Page 249: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Budaya Aceh indah sekali

Semua anak tari sudah terkenal diluar

Semua sama sedikit berbeda……………………………… ( Ya Allah )

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Bukan barang impor dan idiologi

Kita gali dasar Negara

Garis-Garis Besar Haluan Negara

Undang-Undang RI sejak merdeka

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Mekrue seumangat pirak lipat rahmat

Dengan pertolongan Tuhan untung badan sudah sempurna

Eda greut-greut……………………….

Hodoiyan hodoiyan lain bunga padi hai

Hodoiyan laheut ambil kesitu greut-greut

Seperti hari ini lah hai adik kehendak sama Tuhan

Kita dendangkan seni piasan Budaya Bangsa

Eda Greut-greut…………….

Budaya suku ata endatu kita tingkatkan

Tak ada didalam untung badab budaya luar

Eda greut-greut……………………

Hai generasi pemuda pemudi Aceh saya sayangi

Kita tingkatkan budaya awal punya pusaka Eda greut-greut……………….

Universitas Sumatera Utara

Page 250: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Teks Lagu Lanie

Ketepuk kuda keretas

Tepuk yang cepat missal buah panta

Naik ketinggi bagaikan kipas

Kawan saya tak ada lagi sekarang

Heuk katijan naten-naten

Heuk katijan naten-naten

Wamon lahiyoh - lahiyoh - lahiyoh malee ellalah heut

Negri Aceh ini tempat saya lahir

Diujung pantai pulau Sumatra

Masa dulu dalam tangan kafir

Sekarang tak ada lagi sudah jaya

Negri Aceh ini sangat megah

Masa pemerintahan Iskandar Muda

Negrinya kecil hasilnya melimpah

Negri yang tuah pusaka kaya

Teks Lagu Penutup

Cukup disini saja kisah kasih saying cukup disini saja

Malam sudah larut cuaca sudah terang

Hanya sekian cukup disini saja

Universitas Sumatera Utara

Page 251: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB VI

STRUKTUR MUSIK TARI SAMAN

6.1 Notasi dan Transkripsi Lagu

Dalam ilmu-ilmu musik (musikologi dan etnomusikologi), dalam rangka

melakukan analisis musik, perlu dilakukan visualisasi bunyi ke dalam bentuk simbol-

simbol bunyi yang disebut notasi. Pekerjaan ini dilakukan untuk mempermudah setiap

orang dalam melakukan analisis musik. Proses visualisasi atau pemindahan dimensi

bunyi musik saman ke dalam bentuk visual ini, penulis pindahkan ke dalam bentuk

notasi balok dalam garis paranada. Garis paranada terdiri dari 4 spasi dan 5 garis,

ditambah garis-garis dan spasi-spasi bantu di atas dan di bawahnya. Kunci dari garis

Universitas Sumatera Utara

Page 252: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

paranada ini adalah kunci G, karena vokal yang disajikan biasa menggunakan tanda

kunci G, atar trebel.

Dalam kerja etnomusikologi, tujuan penggunaan notasi balok, yaitu untuk

mencatat semua karakter-karakter musik, baik secara umum (preskirptif) maupun

secara detail dan mendalam (deskriptif). Kedua jenis notasi ini memiliki keunggulan-

keunggulan dan kelemahan-kelemahan masing-masing. Sebaiknya pemilihan bentuk

notasi ini disesuaikan dengan tujuan menganalisis musik dan transfer pengetahuan

kepada para pembaca dan penganalisis musik lainnya. Dalam suatu komposisi musik,

terdapat dua jenis notasi yang ditawarkan oleh Charles Seeger, yaitu notasi preskriptif

dan deskriptif. Dalam penulisan notasi ini, penulis memilih pendekatan preskriptif

untuk mencatat bunyi yang didengar secara umum saja.

Adapun proses visualisasi bunyi musik ini dalam disiplin etnomusikologi

dinamakan transkripsi. Dengan mentranskripsikan bunyi ke dalam bentuk notasi, maka

setiap orang dapat melihat dan memainkan kembali apa yang ia dengar. Untuk

mempermudah kerja notasi ini, penulis tidak menuliskan semua instrumen yang dipakai

dalam ensambel musik saman Gayo di Blangkejeren Aceh. Penulis hanya

mentranskripsi musik vokal atau nyanyian, yang dalam hal ini sebahagian besar dalam

konteks hiburan maupun pertandingan (saman jalu).

6.2 Proses Pentranskripsian

Untuk mendapatkan transkripsi lagu-lagu saman di Blangkejeren Nanggroe

Aceh Darussalam, ada beberapa langkah yang penulis lakukan, sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 253: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1. Untuk mendapatkan rekaman lagu-lagu saman, penulis merekam langsung lagu-

lagu yang penulis nyanyikan dalam konteks pertunjukan saman, di berbagai

peristiwa seni lokal maupun nasional.

2. Rekaman tersebut didengarkan secara berulang-ulang agar mendapatkan hasil

yang maksimal, dan kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk notasi.

3. Pendekatan transkripsi yang dilakukan adalah pendekatan preskriptif, yaitu

menuliskan perjalanan melodi secara makro dan garis besar saja. Tujuannya

adalah untuk memperlihatkan bagaimana struktural umum lagu-lagu saman

dalam konteks mengiringi tarian saman di Gayo.

4. Melodi lagu-lagu saman ditulis dengan notasi Barat agar dapat lebih mudah

dimengerti, karena dalam notasi Barat tinggi dan rendahnya nada, pola ritme,

dan simbol-simbol, terlihat lebih jelas ditransmisikan kepada para pembaca,

melalui tanda-tanda dalam garis paranada.

6.3 Sampel Lagu

Sejauh pengamatan dan penelitian penulis, sejauh ini lagu-lagu saman dalam

kebudayaan Gayo banyak sekali, karena lagu-lagu tersebut dinyanyikan berdasarkan

tema acara yang akan dipertunjukan oleh penari saman. Namun demikian, di antaranya

yang paling sering disajikan dalam pertunjukan saman adalah delapan lagu. Sebahagian

lagu ini ada yang ditulis dalam notasi angka, dan difotokopi, namun belum dibukukan

atau dikumpulkan. Ada juga yang baru ditulis teksnya saja, ada pula sebahagiannya

ditulis teks dan sedikit notasinya. Oleh karena itu, perlu penulisan atau transkripsi yang

lebih luas dan lengkap, terutama penulis sarankan untuk peneliti selanjutnya. Ke depan

Universitas Sumatera Utara

Page 254: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

niat penulis akan membukukan dan menganalisis lagu-lagu saman ini dalam bentuk

buku. Adapun kedelapan sampel lagu itu adalah sebagai berikut: (1) Rengum atau

Dering; (2) Salam Kupenonton; (3) Asalni Kededes; (4) Salam Ni Rempelis Mude; (5)

Lagu-lagu; (6) Balik Berbalik; (7) Gere Kusangka; dan (8) Ke Mitauh Uren. Hasil

transkripsi dalam notasi balok kedelapan lagu saman itu adalah sebagai berikut.

(Diskripsi Tari Saman, Propinsi Daerah Istimewa Aceh, 199/1992 : 44-53).

Universitas Sumatera Utara

Page 255: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 256: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 257: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 258: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 259: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 260: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 261: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 262: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

6.4 Analisis Struktur Melodi Delapan Lagu Saman Berdasarkan Delapan

Parameter Weighted Scale

Berdasarkan teori weighted scale yang diaplikasikan untuk menganalisis musik,

maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

6.4.1 Tangga Nada

Setelah mentranskripsikan keempat sampel lagu kedalam bentuk notasi, maka

langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.

Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti

yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka

ditemukan tangga nada pada kedelapan lagu saman tersebut.

1. Tangga nada lagu Rengum atau Dering

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

2. Tangga nada lagu Salam Kupenonton

Universitas Sumatera Utara

Page 263: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - 1/2

3. Tangga nada lagu Asalni Kededes

Nada: F – G – A - Bb - C - D - E - F

Laras: 1 – 1 - 1/2 - 1 – 1 – 1 - 1 /2

4. Tangga Nada Lagu Salam ni Rempelis Mude

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

Universitas Sumatera Utara

Page 264: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

5. Tangga Nada Lagu-lagu

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - 1/2

6. Tangga Nada Lagu Balik Berbalik

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - 1/2

7. Tangga Nada Lagu Gere Kusangka

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

Universitas Sumatera Utara

Page 265: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

8. Lagu Ke Nitauh Uren

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

6.4.2 Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar pada keempat lagu ini, penulis menggunakan

tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya

Theory and Method in Etnomusicology (1963: 147), yaitu sebagai berikut.

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering

muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi

musik

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,

meskipun jarang dipakai

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah

komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi

tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai

patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,

Universitas Sumatera Utara

Page 266: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh

dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai

patokan tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas

yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan di atas. Untuk

mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah

pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut.

Dengan melihat tujuh kriteria di atas, maka dapat diuraikan nada dasar pada

keempat sampel lagu di atas.

1. Lagu Rengum/Dering

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Bb dan C

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Bb

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Bb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: Ab

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: G

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Bb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu

Rengum (Dering) adalah nada: Eb = Do. Hal ini ditunjukkan oleh rasa

musikal penulis dimana bagian-bagian lagu yang berakhir dengan nada Eb

menunjukkan bahwa lagu tersebut telah berakhir.

Universitas Sumatera Utara

Page 267: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.1

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Rengum (Dering)

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

Bb - C Bb Bb-Ab G Tidak ada Bb Eb

2. Lagu Salam Kupenonton

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Bb - C - D

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: C dan D

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Bb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: G

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: Eb

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: C - D - Eb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, nada dasar lagu Salam Ku

Penonton adalah nada: Eb = Do. Karena dengan berakhir pada nada Eb,

melodi lagunya terasa telah kembali ke nada terminalnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 268: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.2

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Salam Kupenonton

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

Bb – C - D C - D Bb - G Eb Tidak ada C – D - Eb Eb = Do

3. Lagu Asalni Kudedes

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: D - E - F

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: E

3. Nada awal yang paling sering dipakai: E

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: D

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: E

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu

Asalni Kudedes adalah nada: F = Do. Karena nada ini merupakan nada

terminal, yaitu nada yang memberi kesan bahwa lagu tersebut telah

berakhir.

Universitas Sumatera Utara

Page 269: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.3

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Asalni Kudedes

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

D – E- F E E D Tidak ada E F

4. Lagu Salam Ni Rempelis Mude

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Eb - F - F# – A - C#

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: C#

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Eb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: G

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: C

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Eb - C #

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu Salam

Ni Rempelis Mude adalah nada: Eb = Do yaitu nada yang memberi kesan

musikal bahwa perjalanan melodi lagu telah berakhir dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 270: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.4

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Salam Ni Rempelis Mude

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

Eb-F-F#-A-C# C# Eb - G C Tidak ada Eb – C# Eb

5. Lagu-lagu

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Eb –F - G – Ab

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Eb - A

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Eb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: Eb

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: D

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Eb – Bb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu Lagu-

lagu adalah nada: Eb = Do. Karena nada ini merupakan nada terminal,

yaitu nada yang memberi kesan bahwa lagu tersebut telah berakhir.

Universitas Sumatera Utara

Page 271: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.5

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Lagu-lagu

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6

K7

Eb – F – G - Ab Eb - A Eb - Eb D Tidak ada Eb - Bb Eb = Do

6. Lagu Balik-Berbalik

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Eb – G – Bb - C

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Eb – G –Bb - C

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Eb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: Bb

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: G

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Eb – C

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, nada dasar lagu Bali-

Berbalik adalah nada: Eb = Do yaitu nada yang memberi kesan musikal

bahwa perjalanan melodi lagu telah berakhir dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 272: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.6

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Balik Berbalik

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

Eb – G – Bb - C Eb – G – Bb - C Eb - Bb G Tidak ada Eb – C Eb = Do

8. Lagu Ke Mitauh Uren

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: F – G – Ab - Bb - C

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: F – G

3. Nada awal yang paling sering dipakai: F – G

dan nada akhir yang paling sering dipakai: G – Ab

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: F

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: F – G - Bb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu Ke

Mitauh Uren adalah nada: Eb = Do. yaitu nada yang memberi kesan musikal

bahwa perjalanan melodi lagu telah berakhir dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Page 273: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tabel 6.7

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Ke Mitauh Uren

No Kriteria

Nada

1 2 3 4 5 6 7

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

F–G-Ab- Bb-C F – G F – G/G - Ab F Tidak ada F – G - Bb Eb

Keterangan K1: Nada yang paling sering dipakai K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar K31: Nada awal yang paling sering dipakai K32: Nada akhir yang paling sering dipakai K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan

6.4.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling

rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,

maka diperoleh ambitus suara dari kedelapan lagu saman sebagai berikut.

Wilayah Nada Lagu Rengum (Dering)

G ke C

Universitas Sumatera Utara

Page 274: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Wilayah Nada Lagu Salam Kupenonton

G ke Eb

Wilayah Nada Lagu Asalni Kededes

D ke A

Wilayah Nada Lagu Salam Ni Rempelis Mude

C ke C

Wilayah Nada Lagu Lagu-lagu

D ke Bb

Universitas Sumatera Utara

Page 275: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Wilayah Nada Lagu Balik Berbalik

G ke G

Wilayah Nada Lagu Gere Kusangka

D ke Bb

Wilayah Nada Lagu Ke Mitauh Uren

F ke C

6.4.4 Jumlah Nada

Untuk menentukan jumlah nada-nada kedelapan sampel lagu, terdapat dua cara

yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa

melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan menghitung

durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu

menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 276: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

1. Lagu Rengum (Dering)

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Rengum (Dering) ini adalah :

Nada Eb G Ab Bb C

Jumlah 1 1 7 35 9

2. Lagu Salam Kepenonton

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Salam Kepenonton adalah :

Nada Bb C D G Ab C# Eb

Jumlah 66 44 28 10 32 4 14

3. Lagu Asalni Kededes

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Asalni Kededes adalah :

Nada E D F G A

Jumlah 41 59 5 3 3

4. Lagu Salam Ni Rempelis Mude

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Salam Ni Rempelis Mude adalah :

Nada Eb E D C F G

Jumlah 26 2 3 11 20 12

Ab C# Bb B A F#

18 6 23 4 21 13

Universitas Sumatera Utara

Page 277: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

5. Lagu-lagu

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu-Lagu adalah :

Nada Eb F G Ab Bb D A

Jumlah 54 59 56 23 14 3 5

6. Lagu Balik Berbalik

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Balik Berbalik adalah :

Nada Eb F G Bb C

Jumlah 27 13 16 19 12

7. Lagu Gere Ku Sangka

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Gere Ku Sangka adalah :

Nada Eb F G Ab Bb D

Jumlah 21 27 30 15 24 6

8. Lagu Ke Meutauh Uren

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Ke Meutauh Uren adalah :

Nada F G Ab Bb C

Jumlah 6 35 42 42 17

Universitas Sumatera Utara

Page 278: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

6.4.5 Interval

Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu

dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada

interval disebut “laras” dengan alat ukur “cent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat

dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis interval penulis

lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan

melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval pada kedelapan sampel lagu

di atas adalah, sebagai berikut.

1. Lagu Rengum (Dering)

G ke C ( 2 ½ Laras )

2. Lagu Salam Kupenonton

G k3 Eb ( 4 Laras )

3. Lagu Asalni Kudedes

D ke A ( 3 ½ Laras )

Universitas Sumatera Utara

Page 279: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

4. Lagu Salam Ni Rempelis Mude

C ke C1

5. Lagu Lagu-lagu

(6 Laras )

D ke Bb ( 4 Laras )

6. Lagu Balik Berbalik

G ke G ( 6 Laras )

7. Lagu Gere Ku Sangka

D ke Bb ( 4 Laras ) 8. Lagu Ke Mitauh Uren

F ke C ( 3 ½ Laras )

Universitas Sumatera Utara

Page 280: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

6.4.6 Kantur

Menurut Malm (1977:8) kantur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah

lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:

1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang

rendah ke nada yang tinggi.

2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang

tinggi ke nada yang rendah.

3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan

(melengkung setengah lingkaran).

4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan berjenjang

seperti anak tangga.

5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau

garis melodi yang bergerak datar atau statis.

Dari kelima jenis kantur di atas, maka kantur pada empat sampel lagu adalah:

- (a) Kantur Lagu Rengum (Dering), gabungan pendulous dan terraced.

- (b) Kantur Lagu Salam Kupenonton, gabungan pendulous dan discending.

- (c) Kantur Lagu Asalni Kededes, gabungan statis dan pendulous.

- (d) Kantur Lagu Salam ni Rempelis MJude, gabungaan statis dan pendulous.

- (e) Lagu Lagu-lagu gabungan antara pendulum dan statis.

- (f) Lagu Balik Berbalik gabungan statis dan pendulous.

- (g) Lagu Gere Ku Sangka gabungan pendulous dan terraced.

- (h) Lagu Ke Mitauh Uren gabungan statis dan pendulous

Universitas Sumatera Utara

Page 281: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

BAB VII

P E N U T U P

7.1 Kesimpulan

Setelah diuraikan secara rinci dan panjang lebar, dari Bab I sampai Bab VI,

maka di dalam Bab VII ini penulis akan menarik kesimpulan-kesimpulan, terutama tiga

hal seperti yang dikemukakan dalam pokok permasalahan penelitian ini, yaitu: (1)

makna gerak tari; (2) teks, dan (3) struktur musik. Kesimpulan ini juga menjadi hasil

penelitian yang penulis lakukan dalam mengkaji saman dalam kebudayaan masyarakat

Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam.

(A) Dari sudut makna gerak tari saman, gerak-geraknya mengandung nilai-

nilai filsafat Gayo, yang menjadikan orang Gayo bahagian dari alam dan mengabdikan

diri untuk mengabdi kepada Allah Subhana Wataala. Gerak-gerak tari saman didasari

oleh faham-faham sufisme khususnya tarikat Shamaniah yang berkembang di Aceh dan

Dunia Islam secara lebih universal. Dari segi strukturalnya ada kesatuan sosiobudaya

antara para pemain saman yang terdiri dari pengangkat, pengapit, penupang, dan

penyepit. Keempat unsur penari saman ini mencerminkan kebersamaan sosial budaya

dalam rangka menjabarkan ajaran Islam habluminannas (hubungan antara sesama

manusia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama). Properti penari saman juga

memiliki makna-makna yang khusus berdasarkan konsep budaya Gayo. Makna ini

mencakup makna warna, makna simbolis pakaian, dan lain-lainnya. Motif-motif dalam

pakaian penari saman juga memiliki makna-makna yang semuanya bermuara bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 282: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

manusia adalah bahagian dari alam, ia harus mencintai alam, dan kembali kepadda

alam yang diciptakan oleh Tuhan.

(B) Dari sisi teks, lagu-lagu saman yang disajikan oleh para penyanyi saman

mengungkapkan ajaran-ajaran adat dan budaya Gayo yang telah menyatu dengan

konsep-konsep Islam tentang hidup dan kehidupan ini. Teks dalam lagu-lagu saman

Gayo, biasanya mengekspresikan tema yang akan dikomunikasikan oleh pencipta,

seniman, kepada para penontonnya. Teks ini ada yang sifatnya eksplisit, yaitu mudah

dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu saman Gayo yang

sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat teks yang bersifat

rahasia, diberi gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit). Oleh sebab itu, teks

dalam lagu-lagu saman Gayo ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton

berdasarkan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan Gayo secara umum.

Walau bagaimanapun, secara umum teks (lirik) lagu-lagu saman Gayo, memainkan

peran utama dalam budaya Gayo. Sehingga dapat dikatakan bahwa lagu-lagu Gayo

sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam studi

etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik. Teks dalam pertunjukan saman terdiri

dari kata-kata nasehat keketar, yang penuh makna falsafah dan berserah diri pada

Allah. Kemudiaan ada juga teks saman yang merupakan bentuk-bentuk puisi

tradisional Gayo yang penuh dengan makna perlambangan. Kata-kata yang digunakan

sering merujuk kepada nama-nama tempat dan situasi alam sekitar, dan tentu saja tidak

lupa konteks ajaran agama Islam.

(C) Struktur musik saman umumnya menggunakan tangga-tangga nada

diatonik dan dicampur dengan ciri tangga nada khas Gayo yang mikrotonal. Tempo

Universitas Sumatera Utara

Page 283: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

yang digunakan umumnya sedang sampai cepat sekitar 90 sampai 130 ketukan dasar

per menitnya. Selain itu wilayah nada yang umum digunakan adalah wilayah nada

suara tenor, yang umum menjadi identitas khas musik saman ini, karena penari saman

umumnya adalah kaum lelaki. Formula melodi yang umum digunakan dalam lagu

saman umumnya adalah binari sampai ternari. Musik saman ini karena mengutamakan

sajian teks maka bentuk melodinya umumnya adalah diulang-ulang atau lazim disebut

dengan strofik.

7.2 Saran

Harapan penulis, semoga para seniman di daerah Gayo dapat bersinergi dengan

Pemerintah, melalui Departemen Budaya dan Pariwisata, dalam menggalakkan iklim

seni dan wisata di kawasan ini. Salah satu yang dapat diberdayakan dan dimanfaatkan

untuk kepentingan wisata itu adalah tari saman ini. Mungkin agar kesenian tradisi ini

hidup dan terus berkembang perlu pemungsian yang intens di dalam masyarakat. Untuk

itu Dinas Budaya dan Pariwisata perlu melakukan dokumentasi akademis dan zaintifik,

menyelenggarakan seminar tari saman secara kontinu dan berkala, serta

mempertunjukkan tarian tersebut sesuai dalam fungsinya di masayarakat atau

difungsikan untuk kepentingan dunia wisata.

Pihak perguruan tinggi yang mengelola ilmu seni, seperti Departemen

Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, sendratasik Universitas Negeri Medan,

Universitas Syah Kuala Banda Aceh Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, perlu

bekerjasama mengkaji, meneliti, mendokumentasikan kesenian-kesenian yang ada di

kawasan ini, dan mewacanakan untuk difungsikan dalam masyarakatnya. Dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 284: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

demikian masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya akan sadar budaya, dan

menjadi insan yang seutuhnya, yang diridhohi Allah keberadaannya di dunia ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 285: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

DAFTAR PUSTAKA

Al- Hadi, Syed Alwi Saleh. 1985. Adat Resam dan Adat Istiadat Melayu. Altran ( editor ). 1977. Segi-Segi Budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: LP3ES. Anne Blom, Lynne and L. Tarin Chaplin. 1988. The Moment of Movement: Dance Arikunto, Suharsini. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Asyura, Raja Muhammad. 1995. “Adat-Istiadat Perkawinan Menurut Adat Melayu

Kepulauan Riau (Paper).” TajungPinang. Ayatrohaedi. 1985. Kepribadian Budaya Bangsa (Lokal Genius). Jakarta: Pustaka Jaya. Aziz, Cut Riowati., Samratul-Muhimmati. 1992. “Suntingan Naskah dan Pengkajian

ISI.” Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Depdikbud.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Singkil.2006. Aceh Singkil Dalam Angka Tahun 2006, Singkil: BPS

Baldinger, Wallac S. 1960. The Visual Art. New York : Holt Rinerhart And Winston. Bazalba, Sidi. 1969. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta. Bulan Bintang. Beneditct, Ruth, 1962. Pola-Pola Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Rakyat. Bent, Ian. 1987. Analysis, New York: Macmiian Press. Budhi Santoso,S. 1984. “Upacara Tradisional Kedudukan dan Fungsinya dalam

Kehidupan Masyarakat.” dalam Analisa Kebudayaan, Tahun IV Nomor 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Budi Santoso, S., dkk. (Penyunting). 1986. Masyarakat Melayu dan Kebudayaannya. Pekan Baru: Pemda TK.1 Riau.

Claire Holt, 2000. Melacak Perkembangan Seni Di Indonesia, (terj. Soedarsono). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Deoro, Vincent. 1989. Characteristic of Kinesthetic Perseption, Iowa Williams C.Brown.

Depdikbud RI. 1976. “Petunjuk Pelaksanaan Penelitian dan Upacara Perkawinan.” Jakarta. Pusat Sejarah dan Budaya. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.

Depdikbud. 1997. Kebijakan Teknis Operasional Direktorat Jarahnitra. Jakarta Ditjen Kebudayaan.

Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Doubler, Margareth. 1985. Tari Pengalaman Yang Kreatif. (Terj.T.Kumorohadi) Ellfedt, Lois. 1988. A Primer For Choreografers. New York: Wafeland Pres, Illinois

Pricenton Book Company. Emil Salim.1985. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES Fauziah, Nurdin, NM.A. 2006/2007. “Seni Tari Suara Tradisional Aceh dan

Keberadaan Masa Kini.” Satuan Kerja BRR Revilitasi dan Pengembangan Kebudayaan Pariwisata Banda Aceh

Fischer, H, TH. 1979. Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT.Pembangunan.

Fraser, Diane Lynch. 1988. Playdancing, A Dance Horizons Book, New York: Pricanton Book Company, Pennington, New York.

Universitas Sumatera Utara

Page 286: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gamed, Howerd. 1983. Multiple Intelligences Theory Australia, Adelaide: Press de Oliviera.

Gardner, Howard. 2000. Multiple Intellegence: Teori dalam Praktik, Batam: Binarupa. Geriya, Wayan, 1996. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global,

Bunga Rampai, Upada Sastra, Denpasar. Gilbert, Ann Green. 1992. “Creatif Dances For All Ages.” American Dance

Association, Virginia. Hartoko, Dick. 1983. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius. Hartong. Co Haukin, Alma M. 1988. Creating Trough Dance. Hasan Husein, T.A.Drs. dkk.1984. ’’Upacara Tradisional Daerah Istimewa Aceh,’’

Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek IDKD Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Hasjmy. A. 1983. Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah: Jakarta: Penerbit Benua Aceh Dalam Angka.

Hasjmy.A, 1990. Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah. Jakarta: Penebit Benua. Aceh Dalam Angka

Hawkins, Alma. 1990. Mencipta Lewat Tari, terj.Sumandiyo Hadi, ISI, Yogyakarta. Hoesin, Muehammad. 1978. Adat Aceh, Banda Aceh: Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Howard Nadel, Myron and Contance Nadel Miller. 1978. The Dance Experiemce,

Reading in Dance Appreciation. New York: Universe Book. Http//www.Waspada_co_id Seni & Budaya . Tubuh-Tubuh Visual yang Ornamentik. Humprey, Doris. 1983. Seni Menata Tari. Terj. Sal Murgiyanto, Dewan Kesenian

Jakarta. Improvision. Pittsburgh: Univercity of Pittsburgh Press. IPNB, Kerangka Acuan ( TOR). 1987. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap

Kehidupan Budaya Daerah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan.

Kadir, M,,Daud. 1985. Upacara Tradisional Hidup Daerah Riau. Pekan Baru. Proyek IDKD Depdikbud.

Kayam, Umar. 1998. Seni Tradisi Msyarakat. Jakarta: Sinar Harapan. Kesuma , Asli. dkk. 1991/1992. Deskripsi Tari Saman. Proyek Pembinaan Kesenian

Daerah, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh.

Ki Hadjar Dewantara. 1977. Kebudayaan: Bagian Pertama: Yogyakarta: Pendidikan Majelis Luhur Taman Siswa.

Koentjaraningrat. 1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. ______________. 1980. Metode-Metode Antropologi dalam Penyelidikan Masyarakat

dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. ______________. 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Djambatan. ______________. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: Dian Rakyat. ______________. 1990. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia Pusat Utama. Kuntowijoyo, Dr. 1975. “Pembangunan Pariwisata di Daerah Istimewa Aceh.” Proyek

Pembinaan Kepariwisataan Sekretariatan Wilayah Daerah Istimewa Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Page 287: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

______________. 1977. Pembangunan Pariwisata di Daerah Istimewa Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Departemen Perhubungan Direktorat Jendral Pariwisata.

______________. 1982. Pra Survey Kepariwisataan Daerah Istimewa Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Deoartemen Perhubungan Direktorat Jendral Pariwisata.

______________. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Lailisma.S. & H.Ihsan. 2004. Tarian di Propinsi di Nangro Aceh Darusalam. Suatu

Dokumentasi Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe Propinsi Nangro Aceh Darusalam. Banda Aceh.: Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe.

Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh. 1990. Pedoman Umum Adat Aceh Edisi 1. Banda Aceh: LAKA Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Lindsay, Jennifer. 1991. Klasik, Kitcsh, Kontemporer, sebuah Studi tentang Seni Pertunjukan Jawa, Yogyakarta: Gama Press.

Lumpur: Kementrian Pelajaran Malaysia. M. Jazuli. 1994, Telaah Teoretis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Pres. Muhammad. 1970. “Adat Atjeh.” Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah

Istimewa Aceh. Murgiyanto, Sal. 1983.Koreografi. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi dan Menengah

Depdikbud. Nasrudin Sulaiman, dkk.1992. Aceh Manusia Masyarakat Adat dan Budaya, Banda

Aceh: PDIA. Nilan, Arthur S. 1999. Aspek Manusia dalam Seni Pertunjukan.Bandung : STSI Pedro Alexi dan Dewi Hapianti. 2001. Ayo Menari. Jakarta: Gramedia. Pekerti, Widia, dkk. 1999. Pendidikan Seni Musik/Tari/Drama. Jakarta: Universitas

Terbuka. Pemerintah Kabupaten Singkil. 2004. “Tata Cara Pelaksanaan Adat Perkawinan Aceh

Singkil.” Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Aceh Singkil. Pertunjukan Indonesia.

PPKD. 1994. “Adat Istiadat Daerah Propinsi Istimewa Aceh, Banda Aceh: Proyek P2NB Depdikbud.

Prajikno Bambang. 1994. Model-Model Belajar Tari: Interaktif dan Interaksi Anak Dalam Bergerak. Jakarta: IKIP Jakarta.

Prier, Karl-Edmund SJ. 1996. Ilmu Bentuk Musik, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Pustaka dan Budaya. 1989. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:

Gramedia. Ruslan H.Prawiro, 1966. Kependudukan, Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung:

Alumni. Rusliana, Iyus. 1988. Pendidikan Seni Tari Untuk SMTA. Jakarta: PT. Angkasa Band. Rusliyanto, Iyus. 1983/1984. Seni Tari Untuk KPG. Jakarta: Dharma Karsa Utama. Salam, Aprinus. 1998. Umarkayam dan Jaring-Jaring Semiotika. Jogyakarta: Pustaka

Pelajar. Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: Sinar Harapan.

Sekolah Tinggi Kesenian Wildaktika, Surabaya Smith, Jacqueline. 1986. Komposisi Tari: Sebuah Petunjuk Praktis bagi Guru, Terj. Ben

Suharto, Ikalasti, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

Page 288: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Soedarso, SP. 1991. Perkembangan Kesenian Kita. Ed. Soedarso, Jogyakarta: BP. ISI. Soedarsono, 1974. Dances In Indonesia. Jakarta : Gunung Agung. __________. 1977, Estetika. Yogyakarta: Akademi Seni Tari Yogyakarta. __________. 1978. “Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari.” Diktat Yogyakarta. __________. 1972. “Beberapa Masalah Perkembangan Tari di Indonesia.” Surakarta:

Kertas Kerja pada Seminar Kesenian. __________. 1977. Tari-Tari di Indonesia 1. Jakarta: Proyek Pengembangan Media

dan Kebudayaan. Stein, Leon. 1979. Structur & Style. The Study and Analysis of Musical Form.

Princeton: Summy-Birchard Music. Sudjiman, Panuti. Art Van Zoestt. 1996, Serba Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia. Suedijo. 1987. Aspek Sosial dan Budaya dalam Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta:

PT. Tiara Wacana. _______. 1991/1992. Peta Wisata Aceh Indonesia ( Buklet) Banda Aceh. Dinas

Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Sugiayanto. 2004. Kesenian Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga. Sukardi. 2003. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarsono, 2003. Restorasi Seni Tari dan Transformasi Budaya , Joyakarta : El Kapli. Supriatun. 2004. “Rumah Belajar dalam Apresiasi Seni,” dalam Artista, Nomor 1,

Volume 6, Januari-April 2004, PPG Kesenian, Yogyakarta. Surjanto, A dkk. 1985. Kamus Istilah Pariwisata. Jakarta P3D Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Suryodiningrat, 1980. Babad Lan Merkaring Djoget Djawi. Yogyakarta: Komp

Buning. Susanne K, Langer. 1957. Problem Of Art. New York: Ten Philosofical Lecture. Sutopo, F.X. 1986. “Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari.”

Direktorat Kesenian Depdikbud Jakarta. Sutrisno, Mudji & Verhak, Christ. 1993, Estetika, Filsafat Keindahan, Jogyakarta:

Kanisius. Syamsuddin, T. dkk. 1978. “Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Aceh.”

Jakarta: Depdikbud. Tabrani, Primadi. 1997. Belajar dari Sejarah dan Lingkungan. Bandung: ITB. The Liang Gie, 1976. Garis Besar Estetika: Yogyakiarta: Super Sukses. Thomas Vincent. 1964. Creative in The Art. London: Prentice Hall. Universitas Syiah Kuala, 1983. Propinsi Inventasi daerah Istimewa Aceh. Pemerintah

Daerah Istimewa Aceh bekerja Sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

Van Zest, Art .1993. Semiotika ( terj. Ani Soekawati). Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

Wadjid Anwar, 1980. Filsafat Estetik.,Yogyakarta: Nurcahaya. Widiasarana Indonesia Pusat Penelitian Sejarah Budaya. 1978/1979. “Enkslopedi

Musik dan Tari Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.” Penelitian dan Pencatatan Budaya Daerah.Banda Aceh.

Yusmidar. 1999. “Mengenal Tari Tradisional Aceh.” Aceh: Dinas Pendidikan Banda Aceh Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Zentgraaf, Ac & Gondoever RA. 1985. Van Sumatranf jis Medan Deli Autonobiel ta.

Universitas Sumatera Utara

Page 289: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

__________________. 1981. “Masyarakat Aceh dan Kegiatan Pariwisata” (Brosur) Banda Aceh: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Istimewa Aceh.

__________________. 1983/1984. Inventarissasi Obyek-obyek Pariwisata Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Sekretariat Daerah Istimewa Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Page 290: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Lampiran : DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ir Abniran Arbika Gayo (Al Pakir) Tempat/Tgl Lahir : Bintang .05-Februari-1965 Pekerjaan : Mantan kepala Distrik Aceh Tengah

Bener BRR Nad Nias Kedudukan dalam Sanggar : Pengamat Seni dan fenomena

masyarakat gayo Pendidikan : Matematika Institut Teknologi Bandung Angkatan 1985. Alamat : Jln. Amal 12 Pinangan Takengon

2. Nama : Munawir Arlotti Tempat/Tgl Lahir : Takengon,18-Maret-1984 Pekerjaan : Lembaga Penelitian Aceh Tengah Kedudukan dalam Sanggar : Pengamat Seni/Penulis Alamat : Tingkem, Kecamatan Bukit

3. Nama : Saukani,ST Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 18-April-1982 Pekerjaan : PNS Kedudukan dalam Sanggar : Pelatih/Pembina Alamat : Kampung Jawa,Blangkejeren

4. Nama : Usman Tempat/Tgl Lahir : 38 Tahun Pekerjaan : Tani Kedudukan dalam Sanggar : Syek/Penangkat Alamat : Kampong Jawa,Blangkejeren

5. Nama : M.Amin Tempat/Tgl Lahir : Desa Blang Bengkik.63 Tahun Pekerjaan : Tani Kedudukan dalam Sanggar : Tokoh masyarakat /kepala mukim

secara adat membawahi 6 desa 1 pemukinan Alamat : Desa Blang Bangkis, Sending Jaya

Universitas Sumatera Utara

Page 291: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

6. Nama : Jhon CB Tempat/Tgl Lahir : Kota Panjang, 25-Agustus-1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Syekh Saman/Pengangkat Alamat : Blang Kolak 2 Takengon

7. Nama : Mahmudin Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 06-Agustus-1992 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Pengapit Alamat : Blang Mersah – Takengon

8. Nama : Ali Min Gayo Tempat/Tgl Lahir : Kedawi, 05- Juni-1989 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Penungak Alamat : Blang Kejeren

9. Nama : Gali Gayo Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 18-Juli-1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penungak Alamat : Blangkejeren

10. Nama : SB Sarjef Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe/29-Desember-1970 Pekerjaan : Ivent Organiser/ Felm Maker Kedudukan dalam Sanggar : Pengamat Seni Banda Aceh/Pelatih

tari Ratoeh Duek di Jakarta/ Ketua Bidang Seni Dan Budaya Ikatan Pemuda Mahasiswa Aceh Di Jakarta/Pendiri Sanggar Seniman Aceh.

Alamat : Taman Budaya Banda Aceh

11. Nama : Jamal Abdullah [email protected]

Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh.1972 Pekerjaan : Pemain Rafai Kedudukan dalam Sanggar : Pemain

Alamat : Neusu. Banda Aceh

12. Nama : Rian Aldiansyah

Universitas Sumatera Utara

Page 292: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh.22 November 1989 Pekerjaan : Pemain Saman Banda Aceh Kedudukan dalam Sanggar : Pemain

Alamat : Lampase Kota Banda Aceh

13. Nama : Alamsyahbudin, S.SOS. I Tempat/Tgl Lahir : Lawe beringin Gayo, 8 November

1985 Pekerjaan : Swasta Kedudukan dalam Sanggar : Mantan ketua Sanggar, penari saman

Alamat : Gayo Lues

14. Nama : Subur Dani Tempat/Tgl Lahir : Sigli, Aceh 9 November 1989 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Syahi/aneuk syahi (penyair)

Alamat : Banda Aceh

15. Nama : Ayoub sabah Tempat/Tgl Lahir : Lhoksukon, 5-Mei 1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman Alamat : Blang Kolak 2 Takengon

16. Nama : Udin Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 01-Agustus-1992 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Alamat : Blang Mersah – Takengon

17. Nama : Mahmudin Tempat/Tgl Lahir : Bireun, 07-September-1989 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Penungak Alamat : Blang Kejeren

18. Nama : Irwan Pase Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 16 Juli 1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penungak Alamat : Blangkejeren

19. Nama : Sabirin Murba

Universitas Sumatera Utara

Page 293: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe. 21 Juli 1970 Pekerjaan : Wiraswasta Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Pengapit Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

20. Nama : Jamal Puteh Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh.12 Mei 1972 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman / Penunggak

Alamat : Blang Bengkih- Gayo Lues

21. Nama : Gunawan Arbi Tempat/Tgl Lahir : Takengon,18-Juni-1984 Pekerjaan : Mahaswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

22. Nama : Muhammad Ramli Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 28 Juni 1982 Pekerjaan : Wiraswasta Kedudukan dalam Sanggar : Penari saman/ Penunggak Alamat : Kampung Jawa, Blangkejeren

23. Nama : Zulkipli Tempat/Tgl Lahir : Bireun, 12 Agustus 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren

24. Nama : M.Aminudin Gayo Tempat/Tgl Lahir : Desa Blang Bengkik.09 April 1081 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/ Penunggak Alamat : Desa Blang Bangkis, Sending Jaya

25. Nama : Yoesrizal Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 23 November 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Pengapit Alamat : Blang Kolak 2 Takengon

Universitas Sumatera Utara

Page 294: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

26. Nama : Muhammad Syafi’i Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 17-Agustus-1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Pengapit Alamat : Blang Mersah – Takengon

27. Nama : Wali Gayo Tempat/Tgl Lahir : Takengon 19- Juni-1981 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Penungak Alamat Blang Kejeren

28. Nama : Syamsuar Arbi

Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe. 11 Juli 1970 Pekerjaan : Wiraswasta Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Pengapit Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

29. Nama : Muhamad Daut Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh. 17 November 1972 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman / Penunggak

Alamat : Blang Bengkih- Gayo Lues

30. Nama : Syamsi Gabo Tempat/Tgl Lahir : Takengon,14-Februari-1984 Pekerjaan : Mahaswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

31. Nama : Ali Sabni Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 13 Desember 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/ Penunggak Alamat : Kampung Jawa, Blangkejeren

32. Nama : Ramli Puteh Tempat/Tgl Lahir : Bireun, 28 Oktober 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren

Universitas Sumatera Utara

Page 295: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

LAMPIRAN FOTO INFORMAN Dokumentasi: Nuning Putriani

Penulis bersama Penari Bines (Penari Wanita) ( 2010)

Penulis bersama Penari Bines (Penari Wanita) ( 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 296: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis bersama Penari Bines (Penari Wanita) ( 2010)

Penulis bersama para penari Saman di Desa Blang Bengkih Blangkejeren ( 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 297: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis bersama para penari Saman di Desa Blang Bengkih Blangkejeren ( 2010)

Penulis sedang mewawancarai narasumber tentang Sejarah Gayo Bapak Abdurahman Hasan (Tokoh Masyarakat) di Takengon – Aceh Tengah

(2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 298: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis sedang mewawancarai narasumber tentang Sejarah Gayo Bapak Abdurahman Hasan (Tokoh Masyarakat) di Takengon – Aceh Tengah

(2010)

Penulis sedang mewawancarai narasumber tentang Sejarah Gayo Bapak Ir.Abniran Arbika Gayo (Pengamat Seni Gayo) bersama Bung Munawir Arlotti

(Dari Lembaga Penelitian Takengon) di Takengon – Aceh tengah (2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 299: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis, Ir.Abniran Arbika Gayo, dan Munawir Arlotti Takengon – Aceh Tengah

(2010)

Penulis, Ir.Abniran Arbika Gayo, dan Munawir Arlotti Takengon – Aceh Tengah

(2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 300: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis sedang mewawancarai narasumber (Pelatih Saman) di desa Blang Bengkih – Blangkejeren

(2010)

Penulis sedang mewawancarai narasumber (Tokoh Saman) di desa Blang Bengkih – Blangkejeren

(2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 301: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis sedang berkunjung di Desa Blang Bengkih, wawancara dengan Tokoh Masyarakat, Pelatih Saman, Pemain Saman

di Tempat Penelitian berlangsung (2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 302: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis sedang berkunjung di Desa Blang Bengkih, wawancara dengan Tokoh Masyarakat, Pelatih Saman, Pemain Saman

di Tempat Penelitian berlangsung (2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 303: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis sedang mengadakan Wawancara dengan Pengamat Seni/Pelatih Saman/Ratouh Duek:

Bung SB Sarjef dan Bung Zamal Abdullah di Taman Budaya Banda Aceh (2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 304: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis sedang berkunjung di Desa Blang Bengkih, wawancara dengan Tokoh Masyarakat, Pelatih Saman, Pemain Saman

di Tempat Penelitian berlangsung (2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 305: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Penulis berfoto di Mesjid Raya Banda Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Page 306: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Bapak Saukani Bung MUnawir Arloti

Jhon CB Usman

Universitas Sumatera Utara

Page 307: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Bung SB Sarjef Bung Jamal Abdullah

Bapak Abdurahman Hasan Bapak Ir.Abniran Arbika Gayo

Universitas Sumatera Utara

Page 308: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

URUTAN DAN RAGAM GERAK TARI SAMAN Dokumen Foto : Subur Dani

Gerak Ke 1 (Sikap Awal)

Gerak ke 2 (Shalawat)

Universitas Sumatera Utara

Page 309: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 3 (Gerak Saleum ke 1)

Universitas Sumatera Utara

Page 310: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 4 (Saleum ke 2)

Universitas Sumatera Utara

Page 311: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 5 (Gerak Saleum ke 3)

Gerak ke 6 (Gerak Saleum ke 4)

Universitas Sumatera Utara

Page 312: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 7 (Grerak Kisah Ke Laot)

Universitas Sumatera Utara

Page 313: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 8 (Gerak Kisah Tiwah)

Universitas Sumatera Utara

Page 314: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 9 (Gerak Kisah Hodoiyan)

Universitas Sumatera Utara

Page 315: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 10 (Gerak Ektra tanpa Lagu)

Universitas Sumatera Utara

Page 316: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 317: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 318: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 319: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 11 (Gerak Lanie Keutupok Guala)

Universitas Sumatera Utara

Page 320: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 321: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 12 (Gerak Lanie Heuk Katizan-Naten)

Universitas Sumatera Utara

Page 322: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Universitas Sumatera Utara

Page 323: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 13 (Gerak Lanie Nangro Aceh Darusallam)

Universitas Sumatera Utara

Page 324: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 14 (Gerak Lanie Terakhir)

Universitas Sumatera Utara

Page 325: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Gerak ke 15 (Gerak Kisah Penutup)

Universitas Sumatera Utara

Page 326: T E S I S Oleh NUNING PUTRIANI

Sumber dokumentasi diambil dari : Subur Danny

Universitas Sumatera Utara