syair johan suntingan teks serta analisis …

15
SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN SIMBOLIK DALAM TEKS Lira Widayat Sulastri, 0906641472 Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia [email protected] ABSTRAK Naskah Melayu tersebar di seluruh Indonesia. Pada umumnya, naskah Melayu menggunakan aksara yang sebagian masyarakat di Indonesia kurang memahaminya sehingga pelestarian dan perawatan naskah Melayu kurang diperhatikan oleh masyarakat. Salah satu cara agar naskah Melayu dapat dilestarikan adalah dengan mengalihaksarakan naskah Melayu menjadi edisi teks yang dapat dibaca dan dipelajari lebih lanjut. Salah satu naskah Melayu yang dialihaksarakan adalah „Syair Johan‟. „Syair Johan‟ terdapat di Perpustakaan Nasi onal Republik Indonesia. „Syair Johan‟ memiliki bagian penutup syair yang merupakan sebuah inovasi dalam penulisan bentuk puisi lama. „Syair Johan‟ berisi percintaan antara Johan dan Siti yang disimbolkan sebagai Kumbang dan turi. Oleh karena itu, „Syair Johan‟ dapat dikategorikan dalam dua jenis syair yaitu syair romantis dan simbolik. Kata kunci: Syair Johan, Struktur, Romantis, Simbolik ABSTRACT Malay Manuscripts scattered throughout Indonesia. In general, Malay manuscript was written with foreign script. The public are not known about Malay manuscript because they do not understand about foreign script. One of method in order to public understand and they conserve and tend with Malay manuscript is make translation of Malay manuscript. One of Malay manuscript that translated is „Syair Johan‟. „Syair Johan‟ is found in National Library of Republic Indonesia. „Syair Johan‟ has closing part that form with innovation of writing poetry. „Syair Johan‟ is narrating about Johan and Siti who making love. Johan and Siti are symbolized with Kumbang and turi. Therefore, „Syair Johan‟ can be including in two kind of poem which is romantic and symbolic. Key words: Syair Johan, Structure, Romantic, Symbolic. Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

SYAIR JOHAN

SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS STRUKTUR, ROMANTIS, DAN

SIMBOLIK DALAM TEKS

Lira Widayat Sulastri, 0906641472

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Naskah Melayu tersebar di seluruh Indonesia. Pada umumnya, naskah Melayu menggunakan

aksara yang sebagian masyarakat di Indonesia kurang memahaminya sehingga pelestarian dan

perawatan naskah Melayu kurang diperhatikan oleh masyarakat. Salah satu cara agar naskah

Melayu dapat dilestarikan adalah dengan mengalihaksarakan naskah Melayu menjadi edisi

teks yang dapat dibaca dan dipelajari lebih lanjut. Salah satu naskah Melayu yang

dialihaksarakan adalah „Syair Johan‟. „Syair Johan‟ terdapat di Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia. „Syair Johan‟ memiliki bagian penutup syair yang merupakan sebuah

inovasi dalam penulisan bentuk puisi lama. „Syair Johan‟ berisi percintaan antara Johan dan

Siti yang disimbolkan sebagai Kumbang dan turi. Oleh karena itu, „Syair Johan‟ dapat

dikategorikan dalam dua jenis syair yaitu syair romantis dan simbolik.

Kata kunci: Syair Johan, Struktur, Romantis, Simbolik

ABSTRACT

Malay Manuscripts scattered throughout Indonesia. In general, Malay manuscript was written

with foreign script. The public are not known about Malay manuscript because they do not

understand about foreign script. One of method in order to public understand and they

conserve and tend with Malay manuscript is make translation of Malay manuscript. One of

Malay manuscript that translated is „Syair Johan‟. „Syair Johan‟ is found in National Library

of Republic Indonesia. „Syair Johan‟ has closing part that form with innovation of writing

poetry. „Syair Johan‟ is narrating about Johan and Siti who making love. Johan and Siti are

symbolized with Kumbang and turi. Therefore, „Syair Johan‟ can be including in two kind of

poem which is romantic and symbolic.

Key words: Syair Johan, Structure, Romantic, Symbolic.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 2: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Pendahuluan

Naskah Nusantara tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Bahasa yang terdapat

dalam naskah pun tidak sama, banyak naskah Nusantara yang menggunakan bahasa daerah

tertentu. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai katalog naskah yang tersebar di beberapa

perpustakaan universitas atau perpustakaan daerah. Misalnya, Katalog Induk Naskah-naskah

Nusantara Sulawesi Selatan, Katalog Naskah Buton : Koleksi Abdul Mulku Zahari, atau

Katalog Naskah Ambon. Oleh karena itu, jumlah naskah Nusantara dapat diperkirakan.

Di Indonesia, Perpustakaan Nasional menjadi perpustakaan yang paling banyak

menyimpan naskah daerah. Menurut Noegraha pada buku Sri Rujiati Mulyadi (1994: 5-6),

yang berjudul Kodikologi Melayu di Indonesia, mencatat bahwa kekayaan Perpustakaan

Nasional mencapai 9.626 naskah, yang antara lain tertulis dalam bahasa-bahasa Aceh, Bali,

Batak, Bugis, Makassar, Jawa, Jawa Kuna, Madura, Melayu, Sunda dan Ternate.

Naskah Nusantara tidak hanya terdapat di Indonesia. Berbagai negara juga memiliki

naskah yang berasal dari Indonesia dengan bahasa daerah atau Melayu. Salah satu negara

yang memiliki naskah Melayu Indonesia adalah Belanda, khususnya di Perpustakaan

Universitas Leiden. Hal tersebut dapat dibuktikan dari katalog-katalog yang dibuat oleh van

Ronkel yang berjudul Maleische en Minangkabausche Handschriften dan Teuku Iskandar

yang berjudul Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in The

Netherland.

Jumlah naskah Melayu yang cukup banyak membuat setiap naskah memiliki fungsi

yang berbeda-beda. Berdasarkan fungsinya, naskah Melayu dapat digunakan untuk berbagai

tujuan. Umumnya, naskah Melayu berisi hasil sastra. Naskah dapat juga digunakan sebagai

media untuk kepentingan diplomatis pemerintahan Belanda, dalam bentuk surat

Dilihat dari bentuknya, naskah dapat ditemukan dalam bentuk prosa dan puisi. Dalam

bentuk prosa, umunya naskah berjudul hikayat, misalnya Hikayat Panji Semirang (Liaw

Yock Fang, 2011: 160). Sementara dalam bentuk puisi, pada umumnya naskah disebut sesuai

dengan isinya, misalnya „Syair Johan‟. Syair adalah sejenis puisi lama yang memiliki rima

dalam setiap baitnya. Syair terdiri atas empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang

sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata (Liaw Yock Fang, 2011:

562).

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 3: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Salah satu kumpulan syair berbahasa Melayu adalah syair Kumbang dan Nyamuk dan

syair-syair lainnya yang terdapat di koleksi van Der Wall di Perpustakaan Nasional dengan

kode naskah W 240. Di dalam kumpulan syair ini terdapat lima syair yang berbeda, antara

lain, „Syair Nyamuk dan Lalat‟, „Syair Johan‟, „Syair Haj II‟, „Syair Kumbang dan Melati‟,

„Syair Bayan Budiman‟, dan „Syair Injil‟. Dari kelima syair tersebut, penulis sudah mencari

tahu hanya Syair Johan (W 240b) saja yang belum diteliti.

Dalam buku Kumpulan Naskah Syair Simbolik, Syair Johan ini disebut dengan “Syair

Burung Johan”, sedangkan dalam naskah tertulis Inilah Syair Johan (انيلسيررجوهان). Untuk

selanjutnya Syair Johan akan disebut dengan SJ. SJ ditulis dalam aksara Jawi. Secara umum,

kondisi naskah masih baik, walaupun kertas SJ ini sedikit rapuh, tulisannya dalam kondisi

baik dan mudah dibaca. SJ terdiri atas 13 halaman dan setiap halaman terdiri atas 19 baris.

Oleh karena masih tertulis dalam aksara Jawi, penulis hendak membuka teks tersebut agar

dapat dibaca.

Naskah SJ sangat menarik untuk diteliti karena dari kumpulan syair Kumbang dan

Nyamuk dan syair-syair lainnya hanya naskah SJ saja yang belum ditransliterasi. Syair

Kumbang dan Melati serta syair lainnya yang terdapat dalam kumpulan syair—kecuali SJ—

sudah banyak yang membahasnya. Bahkan beberapa sudah sejak lama diterbitkan oleh Pusat

Bahasa pada tahun 1978.

Pembahasan mengenai syair antara lain dilakukan oleh Jumsari Jusuf dalam buku

Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama (1978). Dalam buku tersebut, terdapat

pembahasan mengenai „Syair Bayan Budiman‟, „Syair Kumbang dan Melati‟, dan „Syair

Nyamuk dan Lalat‟. Dalam buku Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama,

„Syair Bayan Budiman‟ „Syair Kumbang dan Melati‟, dan „Syair Nyamuk dan Lalat‟

dibandingkan dengan naskah „Syair Bayan Budiman‟„Syair Kumbang dan Melati‟, dan „Syair

Nyamuk dan Lalat‟ lainnya dengan kode naskah yang berbeda yaitu W 239.

Pembahasan lain mengenai kumpulan syair Kumbang dan Nyamuk dan syair-syair

lainnya terdapat dalam skripsi yang ditulis oleh Yeri Nurita. Yeri Nurita pernah meneliti

„Syair Bayan Budiman‟ pada tahun 1991 dalam bentuk skripsi. Yeri Nurita memakai „Syair

Bayan Budiman‟ berkode naskah W 240 sebagai pembanding. Perbandingan yang dilakukan

Yeri Nurita tidak jauh berbeda dengan perbandingan yang terdapat dalam buku Antologi Syair

Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Dalam skripsinya, Yeri Nurita menyebutkan bahwa

teks „Syair Bayan Budiman‟ yang terdapat dalam naskah W 239 dan W 240 adalah teks yang

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 4: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

sama, namun teks „Syair Bayan Budiman‟ dalam naskah W 240 tidak lengkap. Dalam naskah

W 240 terdapat 15 bait yang tidak ada sehingga cerita menjadi tidak utuh.

Pembahasan lainnya yang juga berbentuk skripsi, ditulis oleh Rudi Kurniawan (1993)

yang meneliti „Syair Nyamuk dan Lalat‟. Kurniawan memakai „Syair Nyamuk dan Lalat‟

berkode naskah W 240 sebagai pembanding untuk dibandingkan dengan „Syair Nyamuk dan

Lalat‟ berkode naskah W 239. Menurut Kurniawan, teks „Syair Nyamuk dan Lalat‟ dalam

naskah W 239 dan W 240 adalah teks yang sama, namun dalam naskah W 240 terdapat empat

belas bait dan dua baris hilang.

Hasil penelitian yang paling baru adalah hasil penelitian Kramadibrata (2011) yang

meneliti „Syair Injil‟. Penelitian tersebut dipublikasikan dalam buku Teks, Naskah, dan

Kelisanan Nusantara Festschrift untuk Prof. Achadiati Ikram. Dalam penelitian tersebut,

Dewaki Kramadibrata menggali lebih dalam mengenai „Syair Injil‟. „Syair Injil‟ merupakan

syair yang menceritakan kisah Nabi Isa. Dalam tulisannya, Dewaki Kramadibrata hanya

menyajikan tulisan awal dan alih aksara dari „Syair Injil‟ tersebut.

Struktur dari SJ sama seperti struktur syair pada umumnya. Terdiri atas empat baris,

bersanjak a-a-a-a, dan memiliki suku kata sembilan sampai dua belas suku kata (Liaw Yock

Fang, 2011: 562). Namun, SJ memiliki bagian penutup yang kemungkinan jarang ditemui

dalam syair-syair lainnya. Pada bagian penutup SJ, penyalin menyajikan pesan yang memiliki

bentuk yang berbeda dengan syair atau pantun. Hal ini merupakan salah satu kekhasan dari SJ

yang dapat diteliti lebih lanjut.

Dilihat dari beberapa jenis syair, SJ merupakan salah satu syair yang dapat

dikategorikan dalam dua jenis syair. Liaw Yock Fang (2011: 566) membagi syair atas

beberapa jenis syair, antara lain, syair panji, syair romantis, syair kiasan, syair sejarah dan

syair agama. Menurut pengkategorian Liaw Yock Fang tersebut, SJ dapat dikategorikan

sebagai syair romantis dan sebagai syair simbolik sekaligus. Hal tersebut merupakan salah

satu keunikan SJ karena SJ memiliki cerita romantis tragis dan penyalin menceritakan kisah

romantis tragis tersebut dengan menggunakan simbol untuk menggambarkan seseorang atau

suatu hal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, naskah SJ W 240b perlu dialihaksarakan

sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang lebih luas. Selain itu, naskah SJ juga perlu

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 5: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

dianalisis lebih lanjut mengenai struktur dan pengkategorian syair sesuai khazanah sastra

Melayu Klasik.

Dalam menyunting naskah SJ, penulis menggunakan metode edisi kritis. Metode edisi

kritis adalah metode yang mengubah beberapa bagian dari teks naskah sehingga mudah

dibaca oleh masyarakat luas. “Kritis” berarti bahwa penyunting itu mengidentifikasi sendiri

bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar (Robson,

1994:25).

Deskripsi Naskah SJ

Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, baik yang ada di

Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia. Penulis menggunakan beberapa katalog dari

dalam dan luar negeri. Penulis menemukan bahwa SJ merupakan naskah yang lebih dari satu

naskah. Dalam Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript in The

Netherlands yang disusun oleh Teuku Iskandar pada tahun 1999, penulis menemukan naskah

yang berjudul sama, yaitu Syair DJohan dengan kode naskah 1538. Kl. 158 disimpan di

Perpustakaan Universitas Leiden.

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan naskah SJ yang berada di

Perpustakaan Nasional, Jakarta yang berkode naskah W 240. Dalam buku Antologi Syair

Simbolik Sastra Indonesia Lama, Naskah W 240 terdiri dari 6 ceritera: „Syair Nyamuk dan

Lalat‟ (halaman 1-41), „Syair Burung Johan’ (halaman 41—53), „Syair Haji‟ (halaman 53—

83), „Syair Kumbang dan Melati‟ (halaman 83—96), „Syair Bayan Budiman‟ (halaman 96—

120), „Syair Injil‟ (halaman 120—140) (Jusuf, 1978:16).

Judul syair berdasarkan tulisan pada naskah adalah “Inilah Syair Johan” (lihat gambar

pada halaman berikutnya). Hal ini membuat penulis merasa perlu untuk menelusuri lebih

lanjut asal mula mengapa SJ disebut dengan „Syair Burung Johan‟. Setelah melakukan

beberapa penelitian di beberapa katalog, penulis menemukan SJ disebut dengan „Syair

Burung Johan‟ terdapat di Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departeman

Pendidikan dan Kebudayaan yang disusun oleh Amir Sutaarga, dkk. (1972: 244)

SJ merupakan salah satu bagian dari kumpulan syair yang berjudul Syair Kumbang

dan Nyamuk. Kumpulan syair ini terdiri atas enam syair yang ditulis secara bersambung.

Keenam syair ini hanya dipisahkan oleh judul pada setiap bagian awal syair. Dalam

kumpulan syair tersebut, SJ terdiri atas 13 halaman dengan jumlah baris rata-rata 19 baris.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 6: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

SJ menggunakan bahasa Melayu dengan aksara Jawi. Setiap katanya dituliskan dengan

tinta hitam. Hanya satu kata yang dituliskan dengan tinta merah, yaitu kata pertama. Kata

yang menggunakan tinta merah tipis, sedangkan semua penulisan kata yang menggunakan

tinta hitam tebal dan mudah dibaca. Ukuran hurufnya pun tidak terlalu kecil dan tidak terlalu

besar, rata-rata berukuran 1 cm. Judul berada di tengah halaman yang kurang lebih berjarak

7,5 cm dari tepi kertas. Baris isi berjarak 2,2 cm dari tepi kertas.

Kondisi kertas dalam naskah cukup baik. Walaupun sudah kecokelat-cokelatan, kertas

belum patah atau rapuh. Beberapa bagian kertas sudah berlubang kecil karena dimakan rayap,

tetapi tidak robek. Sebagian besar lembaran sudah terlepas dari kurasnya sehingga sulit untuk

menentukan jumlah kuras walaupun masih ada satu hingga dua kuras yang masih utuh.

Penulis syair dan pemerolehan naskah tidak dicantumkan dalam naskah. Selain itu,

tahun dan tanggal tidak diketahui secara pasti. Dalam buku Surat-surat Raja Ali Haji Kepada

van de Wall yang ditulis oleh Jan van der Putten dan Al Azhar (2007: 6—13), tertulis sedikit

kisah mengenai van de Wall. Van de Wall merupakan tokoh yang sangat berperan dalam

pengumpulan naskah berbahasa Melayu di Nusantara. Awalnya, van de Wall hanya menyusun

tata bahasa Melayu, kamus Melayu-Belanda sebagai desakan dari pemerintah Belanda untuk

pengembangan kosakata baku untuk pendidikan.

Dalam proses menyusun tata bahasa dan kamus, van de Wall meminta bantuan Raja

Ali Haji di Riau. Saat itu, di Riau terdapat istilah „tradisi istana Melayu‟ yaitu, naskah-naskah

yang ada disalin kembali oleh kerabat raja atau orang suruhan raja. Pada awalnya, naskah-

naskah tersebut tidak dituliskan tanggal dan penyalinnya, namun pada abad kesembilan belas,

para penulis dan penyalin mulai menandatangani karyanya sampai pada akhirnya membuat

suatu kolofon yang berisi tanggal dan nama penyalin. Jika dilihat dari koleksinya, naskah ini

dikoleksi oleh van de Wall sehingga kemungkinan besar naskah ini berasal dari Riau sekitar

abad kesembilan belas ketika penulis dan penyalinan di Riau sedang berkembang (Jan van

der Putten dan Al Azhar, 2007: 6—13).

Ringkasan Cerita Syair Johan

Syair Johan bermula dengan memperkenalkan tokoh yang bernama Johan. Johan

digambarkan menyukai Siti dan bercumbu dengannya. Siti adalah seorang anak baginda yang

mempunyai dayang. Siti dan Johan dipisahkan dan tidak diperbolehkan bercumbu oleh

dayang. Hal ini membuat Johan sangat sedih. Johan pun pergi ke sebuah taman. Di taman

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 7: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

tersebut terdapat pusaran yang mengeluarkan tujuh rencana. Di tengah pusaran itu, Johan

berdiri dan seiring dengan suara tujuh rencana, Johan berubah menjadi Kumbang. Kumbang

mengeluarkan dengung yang sangat keras sampai istana. Seiring dengan dengung itu,

Kumbang berubah kembali menjadi Johan yang tampan. Siti mendengar dengung kumbang,

lalu mengirim dayang ke taman untuk menyampaikan pesan kepada Johan. Siti dan Johan

tidak dapat bertemu lagi. Johan harus merelakan Siti, tetapi Johan berjanji untuk tidak lagi

menikah selain dengan Siti.

Analisis Struktur Syair Johan

Syair merupakan salah satu jenis puisi lama. Syair memiliki beberapa ciri khas. Liaw

Yock Fang, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik menyebutkan

beberapa ciri syair menurut A. Teeuw. Syair terdiri atas empat baris, setiap baris mengandung

empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas sembilan sampai dua belas suku kata. Aturan

sanjak akhir ialah a-a-a-a dan sanjak dalam hampir tidak ada (Liaw Yock Fang, 2011: 562-

563).

SJ dapat disebut dengan syair sesuai dengan ciri yang disebutkan oleh Liaw Yock

Fang. Setiap bait SJ memiliki empat baris. Selain itu, setiap baris memiliki empat kata dan

terdiri atas sembilan sampai dua belas suku kata. Aturan sanjak dalam SJ adalah a-a-a-a.

Dalam SJ, ternyata terdapat ketidaksesuaian dalam penulisan. SJ memiliki bait yang

tidak berjumlah empat baris karena ada kesalahan penulisan, yaitu ditografi. Menurut Robson,

ditografi adalah sebuah suku kata atau bahkan sebuah kata yang kecil diulang secara tidak

hati-hati (Robson, 1994: 19). Ditografi terjadi karena ada perpindahan halaman. Hal ini terjadi

pada bait ke-62. Karena kesalahan ini, pada bait ke-62 terdiri atas 6 baris. Baris pertama dan

baris kedua terulang pada baris ketiga dan keempat.

62. Siti Sekanta sangatlah rawan,

Hatinya tidak berketahuan// bersyairkan,

[Siti Sekanta sangatlah rawan,

Hatinya tidak berketahuan],

Bersyairkan kepada laila jembawan,

Menyuruh mengambil buah-buahan

Pada bait ke-62 ini, kemungkinan kesalahan penyalinan terjadi karena adanya

perpindahan halaman. Kata alihan menjadi acuan dalam melihat adanya kesalahan penyalinan

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 8: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

tersebut. Pada bait ke-62 ini terdapat kata alihan bersyairkan, sedangkan pada halaman

berikutnya yang tertulis bukan kata bersyairkan melainkan kata Siti Sekanta. Kesalahan

penyalinan ini membuat bait ke-62 berisi enam baris sehingga tidak sesuai dengan ciri yang

disebut oleh Liaw Yock Fang.

Syair dan pantun merupakan hal yang serupa, tetapi tidak sama. Persamaan syair dan

pantun terdapat dalam iramanya (Liaw Yock Fang, 2011: 565). Dalam SJ terdapat keunikan

yang ditulis oleh penyalin yang berhubungan dengan pantun. Pada akhir syair, terdapat bagian

yang tidak sesuai dengan ciri-ciri syair namun sesuai dengan cirri-ciri pantun. Hal tersebut

terdapat pada bait 96 sampai bait 109. Walaupun beberapa bait tidak juga memiliki ciri-ciri

seperti pantun, dapat dilihat secara keseluruhan bahwa pada bait-bait tertentu di bait 96

sampai 109, terdapat ciri pantun.

Pantun ialah puisi empat atau kuatren yang berima silang (Braginsky, 1998: 225).

Keunikan dari SJ adalah SJ memiliki bagian penutup yang mirip dengan pantun tetapi tidak

berima silang. Bagian tersebut bukan bagian dari isi cerita Johan, melainkan memiliki bagian

tersendiri dengan pesan tersendiri. Penulis menduga, bagian tersebut merupakan sebuah lagu

yang ditulis oleh penyalin sebagai penutup syair. Berikut ini merupakan bait pertama dari

bagian penutup SJ yang diduga merupakan sebuah pesan atau lagu.

Pada bait tersebut, terlihat ciri-ciri pantun yaitu a-b-a-b. Namun, baris pertama dan

kedua bukanlah sebuah sampiran, dan bait ketiga dan keempat bukanlah sebuah isi. Oleh

sebab itu, penulis menduga bagian penutup ini bukan bagian dari syair dan bukan pula pantun,

melainkan sebuah pesan yang ditulis secara bebas. Hal ini berbeda dengan bentuk bait SJ

yang lainnya. Selain itu, beberapa bait juga tidak berima a-b-a-b seperti halnya pantun.

Berikut ini merupakan contoh bait yang tidak berima a-b-a-b seperti pantun atau berima a-a-a-

a seperti syair.

Dalam tesisnya, Tanojo (1993: 98) membahas mengenai penyimpangan yang terjadi

dalam syair yang ditulis oleh penyair peranakan Cina, Tan Teng Kie sekitar tahun 1890—

1898. Karya Tan Teng Kie yang dibahas antara lain Sjair Djalanan Kreta Api, Sair dari Hal

Datengnya Poetra Makoeta Kerajaan Roes di Betawi dan Pegihnya, Syair Sekalian Binatang

di Hoetan, dan Syair Kembang. Berdasarkan strukturnya, karya-karya tersebut dianggap tidak

sesuai dengan konvensi. Penyimpangan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai korupsi,

melainkan sebuah eksperimen dalam penulisan puisi yang berusaha menggabungkan dua

macam bentuk puisi lama, yaitu syair dan pantun.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 9: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Penyimpangan tersebut bukanlah suatu kesalahan yang dibuat secara disengaja atau

tidak disengaja oleh penyair. Penyimpangan tersebut merupakan suatu inovasi baru yang

diciptakan oleh penyair. Penyimpangan ini terjadi bukan karena penyair tidak mengetahui

tentang konvensi penulisan puisi melainkan sebuah eksperimen yang akhirnya menjadi

inovasi. Inovasi atau eksperimen yang dibuat oleh penyair ini membentuk suatu warna baru

dalam penulisan puisi.

Analisis SJ sebagai Syair Romantis

Penulis menggunakan pengkategorian syair menurut Liaw Yock Fang dalam bukunya

yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik (2011: 566—603). Menurut Liaw Yock

Fang, syair dapat dibagi ke dalam lima golongan, yaitu: Syair panji, Syair romantis, Syair

kiasan, Syair sejarah, Syair agama.

Syair romantis adalah syair yang paling digemari. Hal ini tidak mengherankan karena

sebagian besar syair romantis menguraikan tema yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat,

penglipur lara dan hikayat. Kisah percintaannya diambil dari tokoh kerajaan dengan rakyat

biasa. Contoh yang diberikan Liaw Yock Fang adalah Syair Sinyor Kosta dan Syair Tajul

Muluk.

Berdasarkan isi atau jalan cerita, SJ dapat dikategorikan sebagai syair romantis.

Menurut Liaw Yock Fang, syair romantis mengisahkan percintaan antara putra putri raja.

Biasanya percintaan tersebut tidak hanya dengan sesama putra putri raja tetapi dengan rakyat

biasa. Dalam syair romantis, biasanya wanita yang menjadi rakyat biasa sedangkan pria yang

menjadi anggota kerajaan (2011: 572). Dalam SJ, tidak ditemukan percintaan antara wanita

biasa dan pria bangsawan. Namun berdasarkan formulanya, jalan cerita SJ sama seperti yang

dikemukakan oleh Liaw Yock Fang, yaitu kisah percintaan antara anggota kerjaan dengan

rakyat biasa.

Selain berdasarkan jalan ceritanya, SJ dapat dikategorikan dalam syair romantis

berdasarkan kata yang digunakan oleh penyair. SJ dapat dikategorikan sebagai syair romantis

didukung oleh penggunaan bahasa yang dipilih oleh penyalin dalam setiap baitnya. Kata-kata

yang dapat dikategorikan mendukung SJ termasuk syair romantis adalah majelis, merawan,

cumbu, berahi, kasih, mesra, cium, bercinta, cinta, hati, dan jantung hati. Kata-kata tersebut

muncul pada 16 bait dari 95 bait yang menceritakan kisah cinta Johan dan Siti. Bait-bait yang

menggunakan kata-kata yang mendukung SJ termasuk dalam syair romantis antara lain bait 2,

6, 10, 11, 28, 61, 79, 94, dan 95.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 10: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Beberapa adegan yang ditulis penyalin merupakan adegan romantis antara Johan dan

Siti. Dalam bait 10 dan 11 terdapat beberapa kata yang digunakan penyalin untuk

menggambarkan Johan merayu dan memuji Siti. Kata tersebut adalah majelis. Dalam Kamus

A Malay-English Dictionary yang disusun oleh R. J. Wilkinson, majelis mempunyai makna

„elok, cantik‟ (1932: 120). Kata majelis terdapat juga pada bait ke-2, 4, 6, dan 85. Selain

penggunaan kata majelis, pada bait 11 baris keempat penyalin menggunakan kalimat yang

romantis, yaitu puhunkan kasih dengan mesra. Kalimat ini biasanya digunakan oleh pasangan

kekasih.

Berdasarkan isi cerita dan kata-kata pendukung yang terdapat dalam teks, SJ

merupakan syair yang romantis. SJ menggambarkan kisah cinta antara rakyat biasa dan

anggota kerajaan, yaitu Johan dan Siti. Mereka menjalin cinta dan saling merayu. Pada

akhirnya, kisah percintaan mereka harus berakhir karena dipisahkan oleh keluarga Siti yang

merupakan keluarga kerajaan. Selain itu, penyalin memilih kata-kata pendukung yang juga

menggambarkan kisah cinta Johan dan Siti yaitu, majelis, merawan, cumbu, berahi, kasih,

mesra, cium, bercinta, cinta, hati, dan jantung hati. Kata-kata tersebut mempunyai arti yang

dapat dikairkan dengan sifat keromantisan.

Analisis SJ Sebagai Syair Simbolik

Dalam penjelasan mengenai jenis-jenis syair, syair simbolik atau kiasan adalah

syair yang mengisahkan percintaan antara ikan, burung, bunga atau buah-buahan. Menurut

Overbeck melalui Liaw Yock Fang, menyebutkan bahwa syair jenis ini biasanya mengandung

kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Misalnya Syair Burung Pungguk menyindir

seorang pemuda yang ingin mempersunting seorang gadis yang lebih tinggi kedudukannya

(Liaw Yock Fang, 2011: 587).

Berdasarkan pengertian dalam buku Liaw Yock Fang, jalan cerita SJ menyindir

seorang pemuda biasa—bahkan seorang taruna muda—yang mencintai putri raja. Sindiran

tersebut tergambarkan dari Johan yang mencintai dan mengingini Siti sebagai istrinya. Namun

karena kedudukannya, Johan tidak dapat menjadikan Siti sebagai istrinya. Sindiran tersebut

ditujukan kepada orang-orang yang masih memandang status sosial dalam hal percintaan.

SJ merupakan syair simbolik karena menceritakan kisah percintaan antara Kumbang—

Johan—dan turi—Siti. Pada bagian tengah cerita, Johan mengubah dirinya menjadi Kumbang

dan penyalin melambangkan Siti dengan kata turi.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 11: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Pada bait ke-44, Johan mengubah dirinya menjadi seekor Kumbang setelah bertapa

dan muncul dengungan dan pusaran. Perubahan Johan menjadi Kumbang tidak terlihat secara

jelas karena penyalin tiba-tiba memasukkan tokoh kumbang dalam ceritanya. Tokoh

Kumbang masuk dalam cerita pertama kali pada bait ke-44.

Pada bait inilah, Johan yang sebelumnya digambarkan bersemayam dalam putaran,

seiring dengan bunyi tujuh rencana berubah menjadi Kumbang. Walaupun perubahan Johan

menjadi Kumbang tidak terlihat dengan jelas, perubahan Kumbang menjadi Johan

tergambarkan dengan jelas. Perubahan Kumbang menjadi Johan kembali terdapat pada bait

ke-49 sampai 51.

Pada bait ke-49, Kumbang hinggap pada Siti sambil menari. Kumbang pun

menghampiri Siti dan seketika Kumbang pergi. Selanjutnya, pada bait ke-50, digambarkan

Kumbang pergi ke balik tirai kelambu ratna. Kemungkinan tirai kelambu ratna ini terdapat di

taman ketika Johan bersemayan dalam putaran sebelum berubah menjadi Kumbang. Di balik

tirai kelambu ratna inilah Kumbang berubah kembali menjadi Johan. Hal tersebut dipertegas

pada bait ke-51. Johan kembali dengan selamat.

Dalam SJ, penyalin menggunakan kata kiasan dalam menggambarkan Siti. Banyak

kata yang mempunyai arti nama tumbuhan atau pohon. Salah satunya merupakan julukan bagi

Siti. Hal tersebut terlihat dalam bait ke-52. Pada bait ke-52 ini penyalin menggunakan kata

turi sebagai simbol untuk menggambarkan Siti. Dalam Kamus A Malay-English Dictionary

yang disusun oleh R. J. Wilkinson, kata turi berarti rumput yang indah. Penulis

memperkirakaan, penyalin menggunakan kata turi untuk menggambarkan Siti yang elok atau

indah. Selain berdasarkan jalan ceritanya, kata-kata yang dipilih oleh penyalin dapat

mendukung SJ sebagai syair simbolik. Hal tersebut terdapat pada beberapa bait yang

menyebutkan simbol tumbuhan.

Penyebutan simbol tumbuhan juga disebutkan pada bait ke-12 sebagai berikut. Siti

tersenyum seraya berkata, Manis seperti delima dinatah, Bersenda gurau mada(h)

berserta,Laki-laki mulutnya dusta

Pada bait ini, penyalin menggunakan tumbuhan delima sebagai simbol. Kata tersebut

digunakan Siti setelah Johan merayunya. Kata delima dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi 3 (2001: 248) memiliki arti „tumbuhan perdu dengan cabang rendah dan berduri jarang,

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 12: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

buahnya berkulit kekuning-kuningan sampai merah tua, dan dapat di makan‟. Kata delima

pada bait ini, mempunyai arti bahwa laki-laki berbicara manis seperti delima dan tidak dapat

dipercaya karena penuh dengan dusta. Laki-laki di sini dimaksud untuk Johan.

Berdasarkan isi cerita dan kata-kata pendukung yang terdapat dalam teks, SJ dapat

dikategorikan ke dalam syair simbolik. Hal itu dapat dilihat dari isi cerita SJ yang

menggambarkan percintaan antara hewan dan tumbuhan. Dalam SJ, Kumbang disimbolkan

sebagai tokoh Johan dan turi disimbolkan sebagai tokoh Siti. Selain menggambarkan

percintaan tersebut, yaitu antara Kumbang dan turi, SJ juga memperlihatkan ciri syair

simbolik lainnya yaitu sindiran. Dalam SJ terdapat sindiran pemuda yang menginginkan

menikah dengan putri raja. Hal ini menyindir seseorang yang memandang status sosial dalam

percintaan. Dalam teks SJ, juga terdapat kata-kata pendukung yang dapat membuat SJ

termasuk syair simbolik yaitu rambun, seroja, dan delima.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis struktur, struktur SJ sebenarnya sama dengan struktur syair pada

umumnya, penulisan pada halaman yang dibagi dua dan mempunyai sanjak a-a-a-a. Namun,

SJ salah satu syair yang unik dengan menyertakan pesan pada akhir syair yang mirip dengan

pantun namun bukan pantun. Bagian pesan ini kadang-kadang bersanjak a-b-a-b seperti

pantun. Namun sebagian besar tidak bersanjak, melainkan ditulis secara bebas. Bagian pesan

ini tidak ada hubungan dengan kisah Johan atau pun Siti. Hal itu terdapat pada bait ke-96

sampai bait ke-109.

Pada bait ke-62, SJ mengalami kesalahan penyalinan yaitu, ditografi. Kesalahan

penyalinan ini menyebabkan struktur bait pada naskah tidak genap, yaitu kurang dua baris.

Selain itu, kesalahan penyalinan ini membuat sanjak setelah bait ke-62 menjadi tidak sesuai.

Hal tersebut menyebabkan penulis membuat rekonstruksi dalam penyuntingan sehingga bait

menjadi genap dan dapat dibaca dengan dengan sanjak yang sesuai.

Isi teks SJ merupakan sebuah kisah antara Johan dan Siti yang saling mencintai namun

terpisahkan karena ditentang oleh keluarga Siti. SJ disebut sebagai syair romantis karena SJ

mengisahkan percintaan dari dua kalangan yang berbeda yaitu anggota kerajaan dan rakyat

biasa. Beberapa adegan digambar secara romantis oleh penyalin. Penyalin menggunakan

beberapa kata yang romantis untuk mendukung isi cerita misalnya kata majelis—yang

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 13: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

bermakna „elok‟ atau „cantik‟. Selain kata majelis, penyalin juga mengunakan cumbuan,

merawan, cium, cinta, dan birahi sebagai pendukung cerita romantis.

Keunikan syair ini adalah penyalin juga menggunakan simbol-simbol. Dalam cerita,

Johan berubah menjadi Kumbang dan menghampiri Siti yang disimbolkan dengan turi yang

menyimbolkan sesuatu yang indah. Selain Kumbang dan Turi, penyalin juga menggunakan

kata rambun, seroja dan delima untuk melambang suatu keadaan. Hal ini menjadikan SJ tidak

hanya dapat dikategorikan sebagai syair romantis, tetapi dapat juga dikategorikan sebagai

syair simbolik.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 14: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Daftar Pustaka

Naskah

Kumpulan Syair Kumbang dan Nyamuk. ‘Syair Johan‟. W240b . Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia.

Katalogus

Iskandar, Teuku. 1999. Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran Manuscript

in The Netherlands. Jakarta: Libra.

Sutaarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departeman

Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia.

T. E. Behrend. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4. PNRI. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Van Ronkel, PH. S. 1921. Maleische en Minangkabausche Handschriften. Leiden: E. J Brill.

Kamus

Iskandar, Teuku. 1970. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Kementrian Pelajar.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

3. Jakarta: Balai Pustaka.

Wilkinson, R. J. 1932. A Malay English Dictionary. London: Salavopaulus and Kinderlis, Art

Printers Mytiline, Greece.

Buku

Braginsky. 1998. Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ikram, Achdiati. 2002. Katalog Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Jan Van der Putten & Al-Azhar. 2006. Terjemahan: Aswandi Syahri. Di Dalam Berkekalan

Persahabatan Surat-surat Raja Ali Haji. Jakarta: KPG.

Jumsari Jusuf. 1978. Antologi Syair Simbolik dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Ditjen.

Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kramadibrata, Dewaki, dkk. Ed. 2011. Katalog Naskah Ambon. Depok: Yanasa.

Kurniawan Rudi. 1993. “Syair Nyamuk dan Lalat, Sebuah Suntingan Naskah Disertai Telaah

Tema, Amanat, dan Simbolik”. Skripsi, Sarjana. Fakultas Sastra: Universitas

Indonesia.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013

Page 15: SYAIR JOHAN SUNTINGAN TEKS SERTA ANALISIS …

Liaw Yock Fang. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Mulyadi, Sri Rujiati. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. Jakarta: Fakultas Sastra

Universitas Indonesia.

Nurita, Yeri. 1991. “Syair Bayan Budiman, Sebuah Suntingan Naskah Disertai Tinjauan

Tema dan Amanat”. Skripsi. Sarjana. Fakultas Sastra: Universitas Indonesia.

Pujiastuti, Titik, Tommy Christommy. 2011. Teks Naskah dan Kelisanan Nusantara. Depok:

Yayasan Pernaskahan Nusantara.

Tanojo, Edwina Satmoko. 1993. Dari DJalanan Kereta Api sampai Kembang Suatu Studi

atas Syair-syair Tan Teng Kie. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

T.E Behrend. 2003. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Sulawesi Selatan. Makassar:

Arsip Nasional RI.

Robson, S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Terj. Kentjanawati Gunawan.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Universitas Leiden.

Syair Johan..., Lira Widayat Sulastri, FIB UI, 2013