studi pengaruh penambahan sorbitol ...digilib.unila.ac.id/29886/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
STUDI PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITASENZIM SELULASE DARI Rhizopus oryzae
(Skripsi)
Oleh
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2017
Diani Iska Miranti
ABSTRACTSTUDY THE EFFECT OF ADDITION SORBITOL TOWARD STABILITY
OF CELLULASE ENZYME FROM Rhizopus oryzae
By
Diani Iska Miranti
This research aims to study the effect of addition sorbitol toward stability celluloseenzyme from Rhizopus oryzae. To approach this aims, the enzyme has been doneto produce, to isolate and to purify. The purification of cellulose enzyme wasdone by fractination using the ammonium sulfat and dialysis. The purified enzymewas mixed by sorbitol. Determination of the cellulose enzyme activity performedby the method of Mandels, while the measurement of protein concentrationperformed by the method of Lowry.
The results showed that the purified enzyme has specific activity 9.18 U/mg,increased 4.03 times than the native enzyme. The test of thermal stability of theenzyme at temperature 50°C for 60 minutes has ki = 0.02 min-1; t1/2 = 34.65 minand ΔGi = 99.7 kJ mol-1. The test of thermal stability of the enzyme mixed bysorbitol 0.5; 1.0; and 1.5 M at temperature 50°C for 60 minutes each has t1/2 = 49.5min, ki = 0.014 min-1 and ΔGi = 100. kJ mol-1;t1/2= 24.75 min, ki = 0.028 min-1 and ΔGi = 101.8 kJ mol-1; t1/2 = 22.35 min,ki = 0.031 min-1 and ΔGi = 100.8 kJ mol-1.
The results showed that the purified enzyme has Km and Vmax values74.02 mg/mL substrate and 6.57 μmol/mL.min, and the enzyme mixed by sorbitol0.5; 1.0; and 1.5 M each has 24.89 mg/mL substrate and 0.92 μmol/mL.min;18.39 mg/mL substrate and 0.82 μmol/mL.min; 14.83 mg/mL substrate and 0.42μmol/mL.min.
Although the optimum of pH and temperature of the mixed enzyme by sorbitol didnot changed, at pH 7 and at temperature 60oC but the thermal stability ofmodified enzyme was increased and showed by the decrease in the value of kiin accordance with the increase half life and ΔGi.
Key word: Cellulase enzyme, sorbitol, Rhizopus oryzae
ABSTRAK
STUDI PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAPSTABILITAS ENZIM SELULASE DARI Rhizopus oryzae
Oleh
Diani Iska Miranti
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan sorbitol terhadapstabilitas enzim selulase dari Rhizopus oryzae. Untuk mencapai tujuan tersebutdilakukan produksi, isolasi, dan pemurnian enzim. Pemurnian enzim selulase dilakukandengan menggunakan fraksinasi dengan ammonium sulfat dan dialisis. Enzim hasilpemurnian kemudian ditambahkan sorbitol dengan konsentrasi 0,5 M; 1,0 M; dan 1,5 M.Penentuan aktivitas enzim selulase dilakukan dengan metode Mandels sedangkanpengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Lowry.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim hasil pemurnian memiliki aktivitas spesifiksebesar 9,18 U/mg, meningkat 4,03 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim. Uji stabilitastermal enzim hasil pemurnian pada suhu 50oC selama 60 menit memiliki ki = 0,02 menit-1
;t1/2 = 34,65 menit; dan ∆Gi = 99,7 kJmol-1. Uji stabilitas termal enzim setelahpenambahan sorbitol 0,5; 1,0; dan 1,5 M pada suhu 50oC selama 60 menit memilikiberturut-turut t1/2 = 49,5 menit, ki = 0,014 menit-1 dan ∆Gi = 100 kJmol-1; t1/2 = 24,75menit, ki = 0,028 menit-1 dan ∆Gi = 101,8 kJmol-1; t1/2 = 22,35 menit, ki = 0,031 menit-1
dan ∆Gi = 100,8 kJmol-1.
Enzim hasil pemurnian memiliki nilai Km dan Vmaks berturut-turut sebesar 74,02mg/mL substrat dan 6,57 μmol/mL.menit, sedangkan enzim setelah peambahan sorbitol0,5; 1,0; dan 1,5 M memiliki nilai Km dan Vmaks berturut-turut sebesar 24,89 mg/mLsubstrat dan 0,92 μmol/mL.menit; 18,39 mg/mL substrat dan 0,82 μmol/mL.menit;14,83 mg/mL substrat dan 0,42 μmol/mL.menit.
Walaupun suhu optimum dan pH optimum enzim setelah penambahan sorbitol tidakmengalami perubahan, yakni tetap pada pH 7 dan suhu 60oC tetapi terjadi peningkatanstabilitas termal karena adanya penurunan nilai ki serta peningkatan waktu paruh dan∆Gi.
Kata Kunci: Enzim selulase, sorbitol, Rhizopus oryzae.
STUDI PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITASENZIM SELULASE DARI Rhizopus oryzae
Oleh
Diani Iska Miranti
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 30
Desember 1994, sebagai bungsu dari dua bersudara
putri dari Bapak Ujang Juhaeni dan Ibu Sumiyati.
Jenjang pendidikan diawali dengan SDN 1 Cikembar
yang dimulai pada tahun 2000 hingga tahun 2006.
Setelahnya, penulis melanjutkan ke jenjang SMPN 1
Cikembar yang diawali tahun 2007 hingga tahun 2009.
Pada tahun 2009, pendidikan dilanjutkan ke SMAN 1
Cibadak dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis diterima
sebagai Mahasiswa Jurusn Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
di Universitas Lampung.
Pada tahun 2015, penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Bujung Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat dan pada tahun 2015 penulis telah
melaksanakan Praktik Kerja Lapngan (PKL) di Laboratorium Biokimia Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia
untuk Jurusan Biologi tahun ajaran 2015-2016.
Dalam bidang organisasi, Penulis terdaftar sebagai Kader Muda Himpunan
Mahasiswa Kimia (KAMI) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam periode
2012-2013, sebagai sekretaris Biro penerbitan Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMAKI) periode 2014-2015.
MOTTO
LAKUKAN, JALANI, TANGGUNG JAWAB
KERJA IKHLAS, KERAS, TUNTAS, DAN CERDAS
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akanmendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar danbertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli
‘Imrân/3 : 186]
Karya Tulis ini sebagai sebuah persembahan yang juga sebagaisuatu pembuktian untukmu
Ayahanda
UJANG JUHAENI
“Pah, neng bisa mewujudkan mimpi yang dulunya dianggap tak mungkin”
SANWACANA
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Studi
Pengaruh Penambahan Sorbitol Terhadap Stabilitas Enzim Selulase dari
Rhizopus oryzae” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan.
Namun, dengan kehendak Allah SWT maka skripsi ini terselesaikan. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yandri AS M.S., selaku pembimbing utama yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan,
semangat, kritik dan saran kepada penulis dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan penelitian serta dalam penulisan skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini
terselesaikan dengan baik.
3. Ibu Nurhasanah M.Si selaku pembahas yang telah memberikan semangat, kritik,
saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan
baik.
4. Bapak Andi Setiawan Ph.D., selaku Pembimbing Akademik atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan informasi yang bermanfaat
kepada penulis.
5. Prof. Sutopo Hadi, selaku dekan FMIPA Universitas Lampung yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.
8. Papa Ujang Juhaeni dan Mama Sumiyati tercinta yang telah memberikan
kasih sayang, do’a, dukungan, semangat dan motivasi serta menantikan
keberhasilanku.
9. Ibu Erni dan Ayah Sudarinto yang senantiasa mengawal semangat dan kerja
keras penulis dan menyelesaikan pendidikan ini.
10. Yandri’s Research Group Fifi, Thira, Anay, Mia, Maya, Abang Atun, Fika, Mba
Putri Julita Jahara, bu Arum, mba Surtini S. Si. Terimakasih atas kerjasama,
motivasi dan keceriaannya.
11. Kesayangan-kesayangan yang tak henti menyemangatiku, memberikan saran
serta membagi bahagia dan kesedihannya selama 4 tahun ini yaitu “Cupu Squad”
Meta Fosfi Berliyana S. Si dan Wiwin Esti Sarwita S. Si.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012, terimakasih atas kebersamaannya
dalam menuntut ilmu menggapai impian juga canda-tawa-bahagia yang selalu
kita hadirkan. Biokimgroup’s: Ayu Imani, Rijal.
Organikgroup’s: Radius. Fisikgroup’s: Ruliana Juni Anita S. Si Analitikgroup’s:
Febita, Kardus, Ubay, dan Debi.
13. Keluarga Besar Bimbingan Belajar Sony Sugema dan Smart Global Education
Om Rizky, Nadiyah, Mba Lily, Kak Lia, Mba Widi, Upin, Miss Syifa dan Miss
Novi yang selalu memberikan semangat pantang menyerah.
14. Teman-teman KKN kelurahan Pagar Alam Tulang Bawang Barat. Terimakasih
sudah menjadi pendatang yang sangat berkesan. Semoga persaudaraan ini tetap
terjaga.
15. Kakak dan adik tingkat penulis : 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2012,
2013, 2014, dan 2015, 2016.
16. Yang terselalu ada Yunizar Bagus Dewanto S. Pi.
17. Teman-teman Komunitas Jendela Macipam, Rengga, Mba Septi, Kak Opik, Mba
Ayu yang selalu sedia candaan saat terpuruk dan merasa hilang semangat.
Semoga segala bentuk bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan
pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, Desember 2017
Penulis,
Diani Iska Miranti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL……………………………………………………... vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………... vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………… 1
B. Tujuan……………………………………………………. 3
C. Manfaat Penelitian………………………………………... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Enzim………………………………………………………….. 4
1. Struktur Enzim………………………………………… 42. Fungsi Enzim………………………………………….. 73. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim………… 8
a. Substansi Protein dalam Enzim………………... 8b. Kondisi Lingkungan Optimal………………….. 9c. Inhibitor………………………………………… 11
B. Enzim Selulase………………………………………………….12
C. Rhizopus oryzae……………………………………………… 16
D. Inokulasi……………………………………………………….. 18
E. Isolasi…………………………………………………………... 22
F. Sorbitol………………………………………………………….22
G. Uji Aktivitas…………………………………………………… 23
iv
III. METODE PENELITIAN…………………………………... 25
A. Waktu dan Tempat…………………………………………….. 25
B. Alat dan Bahan………………………………………………… 25
C. Prosedur Penelitian…………………………………………….. 26
1. Penentuan kondisi optimum Rhizopus oryzae untuk
memperoleh enzim selulase………………………...……. 26
2. Produksi dan isolasi enzim selulase……………………… 27
3. Pemurnian enzim selulase…………………………...……. 27
4. Uji aktivitas enzim selulase………………………………. 27
5. Penentuan kadar protein enzim selulase…………………. 28
6. Penambahan sorbitol……………………………………… 29
7. Karakterisasi enzim selulase……………………………… 29
a. Penentuan pH dan suhu optimum……………………. 30b. Penentuan data kinetika enzim………………………. 30c. Uji stabilitas enzim…………………………………. 30d. Penentuan waktu paruh, konstanta laju inaktivasi dan
perubahan energi akibat denaturasi…………………… 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………… 33
A. Penentuan Waktu dan pH Optimum Produksi Enzim Selulase 33
B. Pemurnian Enzim Selulase…………………………………... 35
C. Karakterisasi Enzim Selulase………………………………… 40
1. Penentuan pH optimum enzim selulase sebelum dansetelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M dan 1,5 M…… 40
2. Penentuan suhu optimum enzim selulase sebelum dansetelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M dan 1,5 M…… 42
3. Penentuan km dan vmaks enzim selulase sebelum dansetelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M dan 1,5 M…… 43
D. Uji Stabilitas Termal Enzim Selulase Sebelum dan SetelahPenambahan Sorbitol 0,5 M; 1,0 M dan 1,5 M……………… 451. Penentuan konstanta laju inaktivasi, waktu paruh dan
perubahan energi akibat denaturasi……………………… 47
V. SIMPULAN DAN SARAN………………………………… 49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………................ 51
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pemurnian enzim selulase dari Rhizopus oryzae……………………….. 39
2. Penentuan data ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim selulase tanpasorbitol pada suhu 50oC………………………………………………… 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Grafik hubungan antara laju reaksi dan energi bebas............ 5
2. Situs aktif enzim…………………........................................ 6
3. Enzim mengikat substrat sebagai katalis............................... 7
4. Struktur nonprotein enzim..................................................... 9
5. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim................................ 10
6. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim................................... 11
7. Penghambatan enzim oleh inhibitor........................................ 12
8. Sporangium Rhizopus oryzae................................................. 17
9. Struktur Sorbitol……….….................................................... 23
10. Diagram alir………..…...…………………………………… 32
11. Kurva hubungan antara waktu, pH, dan aktivitas unit.…...... 34
12. Kurva hubungan waktu, pH, dan kadar protein……………… 35
13. Aktivitas unit enzim hasil fraksinasi pada beberapa pola 0-100% 36
14. Kadar protein enzim hasil fraksinasi pada beberapa pola 0-100% 37
15. Aktivitas unit enzim hasil fraksinasi pola 0-10% dan 10-95%… 37
16. Kadar protein enzim hasil fraksinasi pola 0-10% dan 10-95%…. 38
17. Perbandingan aktivitas unit setiap pemurnian……………………. 39
viii
18. Karakterisasi pH sebelum dan setelah penambahan sorbitol………… 40
19. Karakterisasi suhu sebelum dan setelah penambahan sorbitol………. 42
20. Karakterisasi Km dan Vmaks sebelum dan setelah penambahan sorbitol.. 44
21. Grafik hubungan aktivitas sisa tanpa sorbitol dan setelah penambahansorbitol 0,5; 1,0; dan 1,5 M terhadap waktu………………………….. 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hubungan antara aktivitas unit enzim selulase pada variasi pH awalmedia fermentasi dan waktu inkubasi……………………………….. 56
2. Hubungan antara aktivitas unit enzim selulase sebelum dansesudah pemurnian ………………………………………………….. 57
3. Hubungan antara pH, suhu dengan aktivitas enzim selulasetanpa sorbitol……………………………………………………….. 58
4. Hubungan antara pH dengan aktivitas sisa (%) enzim selulasesebelum dan setelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M; dan 1,5M... 59
5. Hubungan antara suhu dengan aktivitas sisa (%) enzim selulasesebelum dan setelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M; dan 1,5 M..... 60
6. Data untuk penentuan Km, Vmaks enzim selulase sebelum penambahansorbitol 0,5 M; 1,0 M; dan 1,5 M………………………………………. 61
7. Data untuk penentuan Km, Vmaks enzim selulase setelah penambahansorbitol 0,5 M; 1,0 M; dan 1,5 M berdasarkan persamaan LineweaverBurk…………….................................................................................. 62
8. Hubungan antara Aktivitas unit enzim selulase tanpa sorbitol danSetelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M dan 1,5 M selamainaktivasi termal pada suhu 50oC……………………………………… 63
9. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim selulase setelahpenambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M dan 1,5 M selama inaktivasitermal pada suhu 50oC…………………………………………… 65
10. Data penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzimSelulase tanpa sorbitol pada suhu 50oC………………………… 64
11. Perhitungan ΔGi enzim selulase hasil pemurnian……………….. 66
ix
12. Perhitungan ΔGi enzim selulase dengan penambahan sorbitol 0,5 M…….. 67
13. Perhitungan ΔGi enzim selulase dengan penambahan sorbitol 1,0 M…….. 68
14. Perhitungan ΔGi enzim selulase dengan penambahan sorbitol 1,5 M……… 69
15. Kurva Standar Glukosa………………………………………………… ….. 70
16. Kurva Standar BSA………………………………………………………… 71
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi enzim dalam mempercepat reaksi memberikan manfaat dalam bidang
industri karena menghemat waktu dan biaya. Enzim merupakan unit protein
fungsional yang berperan mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel dan
reaksi-reaksi lain dalam tubuh. Spesifikasi enzim terhadap substratnya sangat
tinggi dalam mempercepat reaksi kimia tanpa produk samping (Beguin, 1994).
Salah satu enzim yang banyak diaplikasikan dalam dunia industri adalah enzim
selulase yang di antaranya terdapat dalam industri pakan ternak, tekstil, air
limbah, pembuatan bir dan anggur (Zaldivar et al., 2001).
Enzim selulase mampu menguraikan selulosa dengan cara memutus ikatan β-1,4-
glikosida menghasilkan oligosakarida turunan selulosa untuk diubah menjadi
glukosa. Mikroorganisme yang terlibat dalam penguraian selulosa beragam antara
lain jamur, dan bakteri. Dari penelitian yang berkesinambungan ada beberapa
jamur yang menghasilkan enzim selulase diantaranya adalah Rhizophus oryzae, R.
oligosphorus, Fusarium soloni, Aspergillus niger, A. oryzae, Penicillium sp. dan
Trichoderma sp. (Murashima et al., 2002).
2
Rhizopus oryzae merupakan jamur yang banyak digunakan dalam pembuatan
tempe, namun data menyatakan R. oryzae menghasilkan pula enzim selulase
(Coughlan, 1983). Enzim selulase umumnya diaplikasikan dalam dunia industri,
terutama dalam industri pakan ternak, tekstil, air limbah, pembuatan bir dan
anggur. Enzim yang digunakan dalam industri harus memenuhi syarat tertentu
terutama pada kondisi suhu dan pH yang ekstrim, sedangkan pada umumnya
enzim hanya bekerja pada kondisi fisiologis dan tidak pada kondisi ekstrim
(Suhartono, 1989). Syarat tersebut dapat terpenuhi dengan cara mengisolasi enzim
langsung dari organisme yang hidup dalam keadaan ekstrim (Weagen, 1984) atau
dengan teknik imobilisasi, modifikasi kimia, rekayasa molekuler dan penambahan
zat aditif. Penggunaan zat aditif lebih banyak digunakan karena relatif lebih
mudah dan biayanya relatif lebih murah (Suhartono, 1993)
Pada penelitian ini, dilakukan penambahan zat aditif yakni sorbitol untuk menguji
stabilitas enzim selulase. Pada dasarnya enzim merupakan senyawa yang tidak
stabil sehingga dilakukan penambahan sorbitol yang merupakan zat aditif dan
memiliki kemampuan untuk meningkatkan stabilitas enzim selulase dari bakteri
Bacillus Subtillis ITBCCB148 sebesar 39% dibandingkan tanpa penambahan
sorbitol (Riawati, 2012). Sorbitol mampu mempertahankan hidrasi air dan
menjaga konformasi protein agar tidak terbuka, sehingga aktivitas enzim dapat
lebih stabil pada kondisi ekstrim (Suhartono, 1989).
Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari pengaruh penambahan sorbitol
terhadap stabilitas enzim selulase dari Rhizopus oryzae.
3
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh enzim selulase dari jamur Rhizopus Oryzae dengan aktivitas
dan tingkat kemurnian yang tinggi.
2. Mempelajari pengaruh penambahan sorbitol terhadap stabilitas enzim
selulase dari Rhizopus oryzae.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah:
1. Enzim selulase yang mempunyai kemurnian dan aktivitas yang tinggi,
dapat digunakan untuk konversi enzimatis selulosa menjadi glukosa secara
optimal.
2. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan sorbitol terhadap
stabilitas enzim selulase dari Rhizopus oryzae..
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Enzim
Definisi enzim adalah protein yang menurunkan energi aktivasi (EA) suatu reaksi
kimia. Enzim mengurangi energi aktivasi melalui berbagai mekanisme. Enzim
dapat juga bertindak sebagai katalis biologis (enzim tersebut mempercepat reaksi
tanpa turut mengalami perubahan). Dengan tidak adanya enzim dalam suatu reaksi
kimia, suatu energi aktivasi tidak dapat diatasi pada suhu sel yang normal. Hal ini
akan menyebabkan reaksi kimia berjalan sangat lambat sehingga sel dapat mati
sebelum reaksi kimia menghasilkan energi dan molekul yang dibutuhkan. Setiap
sel membuat dan menghasilkan banyak jenis enzim yang masing masing
mengatalisasi reaksi yang berlainan dan sangat spesifik. Oleh karena itu, enzim
memiliki bentuk yang spesifik yang secara khusus mengikat satu set molekul
tertentu. Dalam mempelajari tentang enzim, kita perlu mengetahui tentang
substrat. Substrat adalah reaktan yang diolah pada reaksi yang dikatalisasi oleh
enzim (Ahern and Klibanov, 1987).
5
1. Struktur Enzim
Struktur enzim memiliki kesamaan dengan struktur protein. Namun, enzim
memiliki kelebihan yakni mampu menurunkan energi aktivasi sehingga dapat
mempercepat jalannya reaksi. Enzim mampu mempercepat reaksi karena
dapat menurunkan energi pengaktifan, yang penggambarannya dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hubungan antara laju reaksi dan energi bebas (Deutscher, 1990)
Terdapat 4 macam struktur enzim yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan
struktur kuartener (Montgomery, 1993) yaitu:
a. Struktur primer adalah rangkaian asam amino pada rantai
polipeptida yang menyusun enzim.
b. Struktur sekunder terbentuk dari ikatan kimia yang lemah seperti
pada ikatan hidrogen yang terbentuk di antara atom-atom di
sepanjang tulang punggung (backbone) rantai polipeptida. Struktur
sekunder enzim merupakan interaksi lokal yang menghasilkan pola
6
tiga dimensi berulang. Contoh struktur enzim sekunder adalah alfa
heliks dan lembaran berlipat-beta.
c. Struktur tersier melibatkan interaksi jarak jauh di antara rantai sisi
asam amino. Struktur enzim tersier membentuk globular protein
yang sangat akurat.
d. Struktur kuartener enzim berhubungan dengan interaksi antara dua
atau lebih subunit polipeptida yang berbeda atau sama pada sebuah
protein fungsional.
Dalam mempelajari struktur enzim, dikenal adanya situs aktif (active site).
Pengertian situs aktif adalah daerah terbatas dalam enzim yang merupakan
tempat satu atau banyak substrat berikatan dan tempat reaksi enzimatik
berlangsung. Suatu situs aktif enzim dapat berupa suatu kantung di dalam
molekul enzim yang penggambarannya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Situs aktif enzim (Montgomerry, 1993)
Substrat adalah molekul organik yang berada dalam kondisi siap/segera
bereaksi, karena telah mengandung promotor. Keberadaan katalis akan
mempercepat reaksi substrat menuju molekul produk, melalui reaksi kimiawi
dengan energi aktivasi rendah yang membentuk senyawa intermediet.
Walaupun demikian, tanpa katalis, sebuah substrat akan bereaksi menuju
7
sebuah produk, segera setelah energi aktivasi reaksi kimia yang diarahkan
oleh suatu promotor tercapai (Montgomerry, 1993).
2. Fungsi Enzim
Enzim memiliki fungsi dasar yaitu menurunkan energi aktivasi sehingga
reaksi dapat berlangsung dalam suhu atau kondisi normal. Dengan kata lain
enzim berfungsi sebagai unsur katalitik atau sebagai katalisator dalam suatu
reaksi. Dalam pengikatan substrat oleh enzim dalam melakukan katalisis
sebuah reaksi dapat dilihat tahapannya pada Gambar 3.
Gambar 3. Enzim mengikat substrat sebagai katalis (Healy, 1999)
a. Substrat berikatan dengan enzim. Substrat atau banyak substrat berikatan
pada situs aktif (active site) untuk membentuk kompleks substrat-enzim.
b. Terinduksi hingga pas (induced fit). Enzim yang berikatan dengan substrat
menginduksi (mengikuti perubahan bentuk enzim) sehingga substrat lebih
pas pada tempat yang lebih sempit di bagian situs aktif (induced fit).
Induced fit dapat didefinisikan sebagai perubahan enzim yang reversibel.
c. Katalisis. Saat terjadinya katalisis dalam reaksi, substrat atau banyak
substrat berubah dengan cara yang spesifik, contoh dengan modifikasi
kimiawi, pembelahan (cleavage) atau penggabungan substrat yang berlipat
8
ganda. Pada langkah katalisis ini, terdapat dua macam jenis yaitu turnover
number (pergantian jumlah) dan bidirectional (dua arah). Pergantian jumlah
yaitu katalisis terjadi sangat cepat sehingga satu molekul enzim dapat
mengubah lebih dari 1000 molekul substrat per detik. Sedangkan dua arah
yaitu enzim yang sama mengkatalisis reaksi tertentu dalam dua arah ke
depan atau sebaliknya.
d. Langkah terakhirnya adalah produk dilepaskan. Terjadinya pelepasan
produk reaksi dari situs aktif, dan enzim tetap dalam bentuk aslinya. Enzim
selanjutnya dapat meninggalkan situs aktif dan digunakan kembali dengan
substrat yang baru (Healy, 1999).
3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
Dalam melakukan aktivitas dan fungsi enzim, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Secara garis besar terdapat 3 faktor utama yang
mempengaruhi aktivitas enzim yaitu substansi nonprotein, kondisi lingkungan
optimal dan inhibitor. Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
(Kuchel and Gregory, 2002) :
a. Substansi protein dalam enzim
Dalam banyak reaksi yang menggunakan enzim, diperlukan adanya
substansi nonprotein untuk melakukan aktivitas enzim yang seharusnya.
Substansi nonprotein ini memulai reaksi melalui ikatan molekul enzim
dengan cara yang spesifik. Secara khusus terdapat 5 bagian enzim, yaitu :
1. Koenzim yang merupakan substansi organik seperti vitamin,
koenzim A, heme, dan biotin.
9
2. Kofaktor yaitu substansi anorganik seperti atom logam seng,
besi, tembaga.
3. Kelompok prostetik yaitu tempat kofaktor enzim dapat berikatan
dengan efektif yang merupakan bagian protein enzim.
4. Holoenzim adalah bagian protein dan nonprotein enzim yang ada
bersamaan.
5. Apoenzim merupakan bagian protein enzim.
Penggambaran struktur nonprotein enzim dapat dilihat melalui Gambar 4.
Gambar 4. Struktur nonprotein enzim (Goddette et al., 1993)
b. Kondisi Lingkungan Optimal
Setiap enzim memiliki kondisi lingkungan yang optimal yang akan
mengoptimalkan konformasi enzim yang aktif. Hingga saat ini diketahui
dua poin yang dibutuhkan dalam kondisi lingkungan optimal yaitu
pengaturan suhu dan pengaturan pH.
Suhu memiliki dua pengaruh utama yaitu pengaruh terhadap reaksi serta
terjadinya denaturasi. Pengaruh terhadap reaksi yaitu untuk enzim pada
umumnya semakin adanya peningkatan pada suhu maka akan terjadi
peningkatan kecepatan reaksi, molekul bergerak lebih cepat dikarenakan
kenaikan suhu sehingga akan banyak berinteraksi. Penurunan suhu
10
tentunya akan berakibat sebaliknya. Ketika suhu mencapai serta
melampaui batas tertentu, maka akan terjadi denaturasi. Definisi
denaturasi adalah perubahan permanen yang menginaktivasi enzim. Saat
terjadi denaturasi, ikatan kimia terputus dan enzim kehilangan bentuk
spesifiknya (Dryer, 1993).
Hubungan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kerja enzim dengan
suhu dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim (Zaldivar et al., 2001)
pH adalah ukuran kadar ion H atau OH pada lingkungan. Apabila pH lingkungan
terlalu asam atau basa dapat menyebabkan denaturasi enzim. Umumnya, pH
optimum enzim adalah dalam pH netral (pH 7).
Gambar 6. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim (Armstrong, 1983)
11
c. Inhibitor
Pengertian inhibitor adalah molekul yang berikatan secara selektif pada enzim
dan menghambat aktivitas enzim. Enzim dapat berikatan dengan inhibitor
secara reversibel ataupun ireversibel. Ada dua macam inhibitor yaitu inhibitor
kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif memiliki bentuk
seperti substrat normal dan bersaing dengan substrat normal tersebut untuk
berikatan dengan situs aktif enzim. Oleh karena itu, pengikatan inhibitor
memblokade situs aktif terhadap substrat. Apabila inhibitor bersifat reversibel
dapat diatasi dengan menambahkan konsentrasi substrat.
Inhibitor kompetitif mengikat bagian enzim yang lain selain situs aktif.
Pengikatan inhibitor ini dapat mengubah bentuk situs aktif enzim sehingga
tidak dapat mengikat substrat, yang tahapan sederhananya dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Penghambatan enzim oleh inhibitor (Deustcer, 1990)
12
B. Enzim Selulase
Selulase adalah enzim terinduksi yang disintesis oleh mikroorganisme selama
ditumbuhkan dalam medium selulosa. Selulase termasuk sistem multienzim yang
terdiri dari tiga komponen. Untuk menghidrolisis selulosa yang tidak larut atau
selulosa kristal diperlukan kerja sinergis dari ketiga komponen enzim tersebut.
Adapun ketiga komponen enzim tersebut yaitu:
1) Ekso-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor C1.
Faktor ini diperlukan untuk menghidrolisis selulosa dalam bentuk kristal
2) Endo-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor Cx.
Faktor ini diperlukan untuk menghidrolisis ikatan β-(1,4)-glukosida
(selulosa amorf).
3) β-(1,4)-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.
(Muchtadi et al, 1992).
Kerja enzim selulase dihambat dengan adanya glukanolakton dan logam-logam
berat seperti tembaga dan merkuri, tetapi penghambatan dengan logam berat ini
dapat dinetralisir dengan penambahan sistein, sehingga aktivitas enzim akan
kembali normal. Penghambatan oleh glukanolakton lebih banyak terjadi pada
substrat selobiosa dan oligosakarida lain yang lebih sederhana, dan lebih kecil
pengaruhnya pada substrat selulosa (Smith, 1989).
Sintesa enzim selulase dihambat dengan adanya glukosa dan gula-gula lain yang
mudah dimetabolisme dalam media pertumbuhan dan hal ini dikenal sebagai
13
represi katabolit. Mekanisme sintesis yang dilakukan oleh enzim selulase yang
diatur oleh induksi dan represi katabolit, sebagai berikut (Page, 1989):
1) Selobiosa dan glukosa merupakan hasil hidrolisa selulosa yang
dilakukan oleh enzim selulase yang jumlahnya sangat sedikit. Selobiosa
kemudian berperan sebagai sumber karbon dan juga sebagai induser.
2) Dengan sistem transpor aktif selobiosa masuk ke dalam sel melalui
membran sel. Enzim glukosidase yang terikat pada membran sel kemudian
menghidrolisa selobiosa menjadi glukosa. Enzim glukosidase ini juga
dibentuk sebagai respon adanya laktosa, soforosa atau induser lain di
dalam media pertumbuhan.
3) Setelah selobiosa masuk ke dalam sel, selobiosa ini menjadi induser
yang aktif dan bereaksi dengan protein represor membuat represor inaktif
menjadi induksi. Kemungkinan lain, induser yang potensial itu dapat
dihidrolisa oleh enzim glukosidase intraseluler yang menyebabkan
akumulasi glukosa sehingga merepresi sintesa enzim selulase.
4) Induksi pada sintesa selulase terjadi bila represor telah diinaktifkan oleh
induser aktif dan kemudian diteruskan dengan proses transkripsi dan
translasi.
5) Selulase yang baru saja disintesa sebagai respon dari adanya induser,
untuk sementara masih terikat pada membran sel. Pelepasan selulase
melewati membran sel diatur oleh suatu mekanisme pelepasan yang
spesifik, mungkin oleh enzim protease asam bersifat intraseluler. Kondisi
14
pH rendah mempermudah pelepasan enzim selulase, sedangkan pada pH
tinggi pelepasan enzim selulase keluar sel akan terhambat.
6) Enzim selulase yang baru saja dilepaskan keluar sel akan menghidrolisa
selulosa menjadi glukosa atau selobiosa. Jumlah enzim selulase yang
dikeluarkan mempengaruhi jumlah glukosa dan selobiosa kemudian
menyokong pertumbuhan sel dan juga berperan dalam mekanisme induksi-
represi.
7) Glukosidase intraseluler menghidrolisis sebagian dari selobiosa
intraseluler menjadi glukosa.
8) Kadar glukosa intraseluler yang tinggi akan menghambat aktivitas
enzim glukosidase intraseluler.
9) Pada mikroorganisme yang mampu memproduksi enzim selulase
intraseluler sebagai respon pada terjadinya akumulasi glukosa intraselular,
akan terjadi proses oksidasi glukosa oleh glukooksidase menghasilkan
produk berupa glukanolakton dan asam glukonat.
10) Glukonolakton akan menghambat kerja enzim glukooksidase sehingga
aktifitasnya akan menurun dan akibatnya respon terhadap sintesa juga
akan berkurang.
11) Konsentrasi glukosa intraseluler mempengaruhi sintesa enzim selulase
dengan mekanisme represi.
Induser terhadap sintesa enzim selulase pada mikroorganisme yaitu selulosa,
selobiosa, dan laktosa, semuanya dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh
15
mikroorganisme itu sendiri. Pembentukan selulase secara berkelanjutan
dipengaruhi oleh penyediaan induser aktif secara berkelanjutan pula sehingga
untuk menjadi produsen selulase yang berkelanjutan perlu digunakan induser yang
tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan juga mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap protein repressor (Stahl, 1999).
Enzim selulase memiliki aplikasi yang luas dan potensial dalam bidang makanan,
pakan ternak, tekstil, bahan bakar, industri kimia, industri pulp dan kertas,
pengolahan limbah, industri farmasi, produksi protoplas, dan teknik genetik
(Illanes, 1999).
C. Rhizopus oryzae
Morfologi dan klasifikasi Rhizopus oryzae adalah:
Kingdom : Fungi
Divisio : Zygomycota
Class : Zygomycetes
Ordo : Mucorales
Familia : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Species : Rhizopus oryzae
Sifat-sifat jamur Rhizopus oryzae yaitu:
● Koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu;
● Stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan;
16
● Sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau
dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora);
● Rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada posisi yang sama dengan
sporangiofora;
● Sporangia globus atau sub globus dengan dinding berspinulosa (duri-duri
pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitam bila telah masak;
● Kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau sedikit kasar;
● Spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder;
● Suhu optimal untuk pertumbuhan 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C
Penggambaran Rhizopus oryzae dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Sporangium Rhizopus oryzae (Lemos et al., 2000)
17
Rhizopus oryzae memiliki beberapa kegunaan dalam kehidupan sehari-hari,
diantaranya adalah:
1. Rhizopus oryzae sebagai bahan pangan dan penghasil enzim
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe. Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak
menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Jamur Rhizopus
oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi
trigliserida dan asam amino. Selain selulase, jamur Rhizopus oryzae mampu
menghasilkan protease (Margiono, 1992).
2. Rhizopus oryzae sebagai starter
Jamur sering digunakan sebagai starter dalam pembuatan berbagai jenis
keju. Agar tumbuh pada susu, kultur starter harus mampu untuk
memfermentasikan laktosa, menghasilkan asam amino dari proses
proteolisis (Vielle and Zeikus, 1996).
Peran utama jamur dalam pembuatan keju adalah mempertajam cita rasa dan
aroma, serta sedikit memodifikasi penampakan tekstur tahu keju
(Suhartono, 1989). Adapun tempat hidup Rhizopus oryzae adalah di darat, di
tanah yang lembab atau sisa organisme mati. Rhizopus oryzae tumbuh baik
pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH
8,4 sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk
pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air untuk jamur lebih sedikit
18
dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air, jumlah nutrien dalam
bahan juga dibutuhkan oleh jamur.
Ciri-ciri R. oryzae secara umum, antara lain adalah:
1. Hifa tidak bersekat (senositik)
2. Hidup sebagai saprotrof, yaitu dengan menguraikan senyawa
organik.
D. Inokulasi
Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan
memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri
(inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya
dengan medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi.
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan (Judoamidjojo, 1989) sebelum
melakukan teknik penanaman bakteri (inokulasi) yaitu :
1. Menyiapkan ruangan
Ruang tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril
agar tidak terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan dalam
labotarium pembuataan serum vaksin dan sebagainya. Inokulasi dapat
dilakukan dalam sebuah kotak kaca udara yang dalam kotak tersebut
dilewatkan saringan melalui suatu jalan agar terkena sinar ultraviolet
(Laminar Air Flow).
19
2. Pemindahan dengan jarum ose
Ujung kawat inokulasi sebaiknya dari platina atau nikel yang ujungnya
boleh lurus juga boleh berupa bolongan yang diameternya 1-3mm. Dalam
melakukuan penanaman mikroorganisme kawat ini terlebih dahulu
dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup dilewatkan nyala api saja
setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam nyala api.
Adapun metode yang digunakan untuk mengisolasi biakan murni :
a. Metode gores
Teknik ini lebih menguntungkan jika ditinjau dari sudut ekonomi dan
waktu, tetapi memerlukan keterampilan-keterampilan yang diperoleh
dengan latihan. Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni
yang terpisah. Inokulum digoreskan di permukaan media agar nutrien
dalam cawan petri dengan jarum pindah (lup inokulasi). Di antara garis-
garis goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat
tumbuh menjadi koloni.
Cara penggoresan dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk
lempeng. Bila dilakukan dengan baik teknik inilah yang paling praktis.
Dalam pengerjaannya terkadang berbeda pada masing-masing
laboratorium tapi tujuannya sama yaitu untuk membuat goresan
sebanyak mungkin pada lempeng medium pembiakan.
20
b. Metode tebar
Setetes inokolum diletakkan dalam sebuah medium agar nutrien dalam
cawan petri dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan
steril. Inokulasi itu disebarkan dalam medium batang yang sama agar
dapat digunakan untuk menginokulasikan pinggan kedua agar dapat
menjamin penyebaran bakteri yang merata dengan baik. Pada
beberapa pinggan akan muncul koloni koloni yang terpisah-pisah.
c. Metode tuang
Inokulasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Dasar
melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme
sehingga pada suatu saat hanya ditemukan satu sel di dalam tabung
(Boyer, 1993).
d. Metode tusuk
Metode tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan atau menusukan
ujung jarum ose yang di dalamnya terdapat inokolum, kemudian
dimasukkan ke dalam media (Boyer, 1993).
Perbedaan Inokulasi Jamur dan Bakteri adalah :
1. Inokulasi jamur menggunakan jarum ose bentuk batang. Hifa yang
berbentuk seperti benang mudah diambil dengan jarum ose batang dan
mudah sekali tumbuh di dalam suatu media.
21
2. Inokulasi bakteri menggunakan jarum ose bentuk bulat. Pada ujung jarum
ose yang berbentuk bulat, bakteri akan dapat terambil dalam jumlah yang
relatif banyak (Chaplin and Bucke, 1990).
E. Isolasi
Isolasi adalah suatu usaha atau cara memisahkan senyawa yang bercampur
sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan
mengandung ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder.
Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami dapat mengisolasi senyawa
metabolit sekunder, karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kandungan senyawa dari tumbuhan untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu
senyawa yang lebih dominan dari salah satu usaha isolasi senyawa tertentu maka
dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi
tersebut, selanjutnya pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar
dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar
(Pelczar dan Chan, 2007).
F. Sorbitol
Nama “sorbitol” berasal dari Sorbus, nama ilmiah untuk sejenis genus dari
tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan-tumbuhan bergenus sorbus inilah yang
menghasilkan sorbitol. Tumbuhan lain yang juga menghasilkan sorbitol adalah
rumput laut dan buah-buahan seperti plum. Selain dari bahan alam, sorbitol juga
bisa dibuat secara sintetis. Sorbitol masuk dalam kelas senyawa yang disebut
poliol. Poliol adalah alkohol yang memiliki beberapa ikatan hidroksil (-OH)
dalam strukturnya. Molekul sorbitol terdiri dari enam rantai atom karbon dengan
22
satu hidroksil melekat pada setiap atom karbon. Sorbitol bisa larut dalam air.
Larutan sorbitol memiliki rasa manis dan tekstur mirip sirup. Tingkat rasa manis
sorbitol kira-kira setengah dari manis gula tebu (Poedjiadi, 1994). Sorbitol sebagai
zat aditif dalam penelitian ini dapat dilihat struktur Fischernya pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur Sorbitol (Hart et al., 2003)
Nama IUPAC Sorbitol ialah (2S,3R,4R,5R)-Heksana 1,2,3,4,5,6-heksol. Nama
lainnya adalah: D-Sorbitol dan D-Glusitol.
Sobitol memiliki sifat fisika dan kimia sebagai berikut:
Rumus molekul: C6H14O6
Berat molekul: 182,17 gr/mol
Densitas: 1,489 gr/cm3
Titik leleh: 95 °C
Titik didih: 296 °C
23
G. Uji Aktivitas
1. Metode Mandels
Pengujian aktivitas selulase dilakukan dengan metode Mandels (Mandels et al.,
1976), yaitu berdasarkan pembentukan produk glukosa serta CMC (Carboxy
Methyl Selulase) sebagai substratnya. Semakin tinggi absorbansi sampelnya
semakin baik aktivitasnya.
2. Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana
metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I).
Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Cioceltau, kompleks
fosfomolibdat-fosfotungstat, menghasilkan heteropolimolibdenum biru akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang
memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu triptofan dan
tirosin-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada
metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas
deteksinya berkisar pada konsentrasi 0,01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih
banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry et al., 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode
Lowry ini diantaranya adalah: buffer, asam nuklet, dan gula/karbohidrat, deterjen,
gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida,
24
fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium dan kalsium. Interferensi agen-
agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat
dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi
dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan
protein.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 - Januari 2017 bertempat di
Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, jarum ose,
autoclave model S-90 SN, Laminar Air Flow CURMA model 9005-FL, Neraca
Analitik Airsworth AA-160, Incubator Precisterm JP Selecta, Shaker Incubator
Environ Shaker Lab-Line, Sentrifuga model 225 Fischer Scientific dan model
Labor 50-WIFUG-Lab, Lemari Pendingin, mikropipet Effendorf, Penangas
Precisterm JP Selecta, Magnetic Stirrer STUART, termometer, batang pengaduk,
spatula, dan Spektrofotometer UV-Vis Carry-100 Agilent Technologies serta
bahan-bahan yang digunakan antara lain MgSO4.7H2O, CaCl2.5H2O, Urea,
Akuades, Alkohol, DNS (Dinitrosalisilic Acid), NaOH, Fenol, Na2SO3, Na(K)
Tartarat, Na2CO3, reagen follin
26
ciaocelteau, Na2HPO4, NaH2PO4, serta biakan jamur Rhizopus oryzae yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi dan Teknik Kimia, Teknologi
Bioproses Institut Teknologi Bandung.
C. Prosedur penelitian
1. Penentuan kondisi optimum Rhizopus oryzae untuk memproduksi enzimselulase
a. Pembuatan media inokulum dan fermentasi
Media inokulum dan fermentasi yang digunakan terdiri dari (NH4)2SO4 0,14 %;
KH2PO4 0,2 %; MgSO4 0,02 %; CaCl2..5H2O 0,03 %; Urea 0,03 %; Pepton 0,2 %;
Yeast 0,2 %; KCl 0,03 %; CMC 0,1 % yang dilarutkan dengan 100 mL buffer
fosfat pH 5; 6; dan 7 ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian disterilkan pada suhu
121oC, tekanan 1 atm, selama ±15 menit dalam autoklaf.
b. Inokulasi Rhizopus oryzae
Sebanyak 3 ose Rhizopus oryzae dari media agar miring dipindahkan ke dalam
100 mL media inokulum secara aseptis lalu dikocok dalam shaker incubator
dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35oC selama 24 jam.
c. Penentuan pH optimum media fermentasi
Penentuan pH optimum media fermentasi ditentukan dengan cara mengatur pH
awal media fermentasi dengan variasi 5; 6; dan 7 menggunakan buffer fosfat 0,1
M. Selanjutnya dipindahkan 2 % media inokulum dari jumlah media fermentasi
sebanyak 400 mL, media fermentasi secara aseptis dan dikocok dalam shaker
incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35oC. Lalu diuji aktivitas enzim
selulase dengan metode Mandels pada interval waktu tertentu
27
2. Produksi dan isolasi enzim selulase
a. Produksi enzim selulase
Produksi enzim selulase dilakukan pada kondisi optimum yang diperoleh
pada kerja praktik yang telah dilakukan yaitu pada pH 6 dan waktu
fermentasi selama 72 jam.
b. Isolasi Enzim Selulase
Setelah media fermentasi yang berisi Rhizopus oryzae dikocok
menggunakan shaker incubator pada suhu 35oC. Selanjutnya dipisahkan
enzim selulase dari komponen sel lainnya menggunakan sentrifuga dengan
kecepatan putaran 5000 rpm, pada suhu 4oC selama 20 menit. Filtrat yang
diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim selulase yang selanjutnya diuji
aktivitasnya dengan metode Mandels dan kadar proteinnya menggunakan
metode Lowry.
3. Pemurnian enzim selulase
Sebelum dipekatkan, ekstrak kasar enzim selulase hasil isolasi ditempatkan dalam
gelas kimia dan ditutup dengan kain kasa, kemudian dibekukan di dalam lemari
pendingin. Ekstrak kasar enzim selulase yang telah beku selanjutnya diendapkan
dengan menggunakan ammonium sulfat dan dilanjutkan dengan tahap dialisis
sehingga enzim semakin bertambah volumenya hingga mencapai kurang lebih dua
kali lipat volume sebelumnya.
28
4. Uji aktivitas enzim selulase
a. Pembuatan pereaksi untuk pengujian aktivitas enzim selulase metodeMandels
Ke dalam labu ukur 100 mL, dimasukkan 1% DNS (dinitrosalisilic acid),
1 % NaOH, 0,2 % fenol, 0,05 % Na2SO3 dan 1 mL Na(K)- tartarat 40 %.
Kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades hingga tanda batas.
b. Pengujian aktivitas enzim selulase metode Mandels
Metode ini berdasarkan glukosa yang terbentuk (Mandels et al.,1976). Se-
banyak 0,25 mL enzim dan 0,25 mL larutan CMC 1 % (dalam bufer fosfat
pH 5) dicampur lalu diinkubasi selama 60 menit pada suhu 50oC.
Kemudian ditambahkan 1 mL pereaksi DNS (dinitrosalisilic acid)
dididihkan selama 10 menit pada suhu 100oC dan didinginkan. Setelah
dingin, campuran ditambahkan 1,5 mL akuades dan diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm.
Kadar glukosa yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan kurva
standar glukosa.
5. Penentuan kadar protein enzim selulase
a. Pembuatan pereaksi untuk penentuan kadar protein enzim selulasemetode Lowry
Pereaksi A : 2 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH 0,1 N.
Pereaksi B : 5 mL larutan CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke dalam 5 mL
larutan Na(K)-tartarat 1 %.
Pereaksi C : 2 mL pereaksi B ditambah 100 mL pereaksi A.
Pereaksi D : reagen follin ciocelteau diencerkan dengan akuades 1:1.
29
Larutan standar : larutan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan kadar 0; 20;
40; 60; 80; 100; 120; dan 140 ppm.
b. Penentuan kadar protein enzim selulase melalui metode Lowry
Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry (Lowry et al.,
1951). Penentuan kadar protein ini bertujuan untuk mengatur aktivitas
spesifik dari protein enzim selulase. Sebanyak 0,1 mL enzim selulase
ditambah dengan 0,9 mL akuades. Lalu direaksikan dengan 5 mL pereaksi
C, diaduk rata dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang. Setelah itu,
ditambahkan dengan cepat 0,5 mL pereaksi D dan diaduk dengan
sempurna, didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Untuk kontrol, 0,1
mL enzim diganti dengan 0,1 mL akuades. Selanjutnya perlakuannya sama
seperti sampel. Serapannya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada λ 750 nm. Untuk menentukan kadar protein enzim digunakan kurva
standar BSA (Bovine Serum Albumin).
6. Penambahan sorbitol
Larutan sorbitol dengan variasi konsentrasi 0,5 M;1,0 M; dan 1,5 M masing-
masing ditambahkan ke dalam enzim hasil pemurnian dengan perbandingan 1:1.
7. Karakterisasi enzim (sebelum dan setelah penambahan sorbitol)
Karakterisasi sebelum dan setelah penambahan sorbitol meliputi: penentuan pH
dan suhu optimum, penentuan data kinetika (KM dan Vmaks), serta penentuan
kestabilan terhadap suhu dan pH.
30
a. Penentuan pH dan suhu optimum
1. Penentuan pH optimum
Untuk mengetahui pH optimum enzim sebelum dan sesudah
penambahan sorbitol digunakan buffer fosfat 0,1 M dengan variasi pH
sebagai berikut: 5; 5,5; 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8. Suhunya tetap dijaga pada
50oC, kemudian dilanjutkan dengan pengujian aktivitas enzim dengan
metode Mandels.
2. Penentuan suhu optimum
Untuk mengetahui suhu optimum kerja enzim dilakukan dengan variasi
suhu yaitu 45; 50; 55; 60; 65; 70; 75 dan 80. pH tetap dijaga pada pH
optimum. Selanjutnya diuji aktivitas menggunakan metode Mandels.
b. Penentuan data kinetika enzim
Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (VMAKS) enzim
sebelum dan setelah penambahan sorbitol ditentukan dari kurva Lineweaver-
Bark. Kurva ini dibuat dengan menguji aktivitas enzim selulase dengan variasi
konsentrasi substrat 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; 1,25% dalam buffer fosfat pada pH
6 dan suhu 50oC selama 60 menit. Selanjutnya diuji aktivitas dengan metode
Mandels.
c. Uji stabilitas termal
Pengukuran stabilitas termal enzim dilakukan dengan mengukur aktivitas sisa
enzim sesudah diinkubasi selama periode waktu 100 menit pada pH 6. Caranya
adalah dengan mengukur aktivitas enzim setelah proses pemanasan setiap
interval waktu 10 menit. Aktivitas awal enzim (tanpa pemanasan) diberi nilai
100%.
31
Aktivitas Sisa = 100 %d. Penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju inaktivasi (ki) dan
perubahan energi akibat denaturasi (ΔGi)
Penentuan nilai ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim selulase sebelum dan
setelah penambahan sorbitol dilakukan dengan persamaan kinetika inaktivasi
orde 1 (Kazan et al., 1997):, dengan persamaan:
Ln (Ei/Eo)= -ki t
Sedangkan untuk perubahan energi akibat denaturasi (ΔGi) enzim sebelum dan
setelah penambahan sorbitol dilakukan menggunakan persamaan (Kazen et al.,
1997):
ΔGi = - R T ln (ki h/kB T)
Keterangan:
R = Konstanta gas (8,315 J K-1 mol-1)
T = Suhu absolut (K)
ki = konstanta laju inaktivasi termal
h = konstanta Planck (6,63 x 10-34 J det)
kB = konstanta Boltzmann (1,381x10-23 J K-1)
Secara keseluruhan, penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang
ditunjukkan oleh Gambar 10.
32
78
Gambar 10. Diagram alir Penelitian
Pemurnian enzim:1. Pengendapan dengan ammonium sulfat2. Dialisis
Uji aktivitas enzimselulase
Enzim hasil pemurnian
Pengujianstabilitas termal
Penambahan sorbitol
Enzim setelah penambahan sorbitol
Penentuan pH dansuhu optimum
Penentuan Km dan Vmaks
PRODUKSI ENZIM
EKSTRAK KASAR ENZIM
Uji Aktivitas Enzim selulase
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Waktu dan pH optimum produksi enzim selulase dari Rhizopus oryzae
adalah pada waktu 72 jam dan pada pH 6.
2. Enzim hasil pemurnian memiliki aktivitas spesifik sebesar 9,18 U/mg,
meningkat 4,03 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim.
3. Enzim hsil pemurnian dan setelah penambahan sorbitol 0,5; 1,0; dan
1,5 M memiliki pH optimum 7 dan suhu optimum 60o C.
4. Uji stabilitas termal enzim hasil pemurnian memiliki masing-masing
berturut-turut ki = 1,5227 menit-1; t1/2 = 32,77 menit; dan ∆Gi = 89,03
kJmol-1.
5. Uji stabilitas enzim setelah penambahan sorbitol 0,5 M; 1,0 M; dan 1,5
M pada pH dan suhu optimum selama 60 menit memiliki berturut-turut
t1/2 = 49,96 menit, ki = 1,50 menit-1, dan ∆Gi = 89,25 kJmol-1; t1/2 =
71,8 menit, ki = 1,44 menit-1 dan ∆Gi = 89,36 kJmol-1; t1/2 = 58,2 menit,
ki = 1,38 menit-1 dan ∆G i = 89,47 kJmol-1 yang menunjukkan bahwa
50
waktu paruh enzim setelah penambahan sorbitol meningkat 1,17 –
1,4 kali dari enzim selulase sebelum penambahan sorbitol.
6. Hasil karakterisasi Km, dan Vmaks enzim selulase menunjukkan
sebelum dan setelah penambahan sorbitol pada pH dan suhu
optimum adalah nilai Km dan Vmaks tanpa sorbitol sebesar 74,017
mg/mL substrat dan 6,5665 µmol/mL.menit, sedangkan nilai Km
dan Vmaks setelah penambahan sorbitol sebagai berikut: sorbitol 0,5
M Km = 24,89 mg/mL, Vmaks = 0,9176 µmol/mL.menit; sorbitol 1,0
M Km= 18,387 mg/mL substrat, Vmaks= 0,8169 µmol/mL.menit;
dan sorbitol 1,5 M Km= 14,83 mg/mL substrat, Vmaks= 0,4195
µmol/mL.menit yang menunjukkan bahwa harga Km dan Vmaks
untuk enzim setelah penambahan sorbitol mengalami penurunan.
7. Enzim selulase yang didapatkan dari jamur Rhizopus oryzae
memiliki aktivitas yang lebih rendah daripada yang didapatkan
bakteri Bacillus Subtilis ITBCCB148 dengan perbandingan
aktivitas 6:17.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, disarankan untuk metode
penelitian selanjutnya agar mencari metode pemurnian enzim yang lain
sehingga diperoleh kemurnian enzim yang lebih tinggi, dan agar
digunakan pula metode pengujian enzim yang lain agar hasil yang
didapatkan lebih variatif.
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, T.J. and A.M Klibanov. 1987. Why Do Enzyme Irreversibly Inactive AtHigh Temperature. Biotec. I. Microbial Genetic Engineering and EnzymeTechnology. Gustav Fischer. Stuttgart. New York. P. 131-136.
Armstrong, F. B. 1983. Biochemistry Second Edition, Oxford University Press.135-139, 142-143.
Beguin, P. and J. P. Aubert. 1994. The biological degradation of cellulose. FEMSMicrobiology Reviews. 13: 25-58.
Boyer, R. F. 1993. Modern Experimental Biochemistry. Benjamin CummingPublishing Company. Redwood City, California. 41-43, 48-49.
Chaplin, M. F. and C. Bucke. 1990. Enzym Technology, Cambridge UniversityPress. Cambridge, Great Britain. 264.
Coughlan, M. 1983. Cellulase: Production Properties and Application.Biochem. Soc. Trans. 15. 405-406.
Deutscher, M. P. 1990. Methods in Enzymology : Guide to Protein Purification.Acamic Press, inc. California.
Dryer, R. L. 1993. Biokimia Jilid 1. UGM Press. Yogyakarta. 180-181.
Goddette, D. W., T. Christianson, B. F. Laddin, M. Lau, J. R. Mielendz, C. Paech,R. B. Reynolds, S. S. Yang, and C. R Wilson. 1993. Strategy andImplementation of a System of Protein Engineering. J. Biotechol. 28: 41-54.
52
Harbone, 1987. Metode Fitokimia. ITB Press. Bandung. 27-29.
Hart, H., E. Lessie, dan J. David. 2003. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta. 53-56.
Healy, M. G., R. O Bustos, and C. R. Romo. 1999. Stabilization of Trypsin-LikeEnzymes from Antarctic Krill: Effect of Polyols, Polysaccharida andProteins. J. Chem. Technol. Biotechnol., 65: 200.
Illanes, A. 1999. Stability of Biocatalysts. Review Article. EJB Electronic Journalof Biotechnology. Universitas Catolica de Valparaiso. Chile. 2(1).
Judoamidjojo, M. 1989. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press. Jakarta. 128-132.
Kazan, D., H. Ertan and A. Erarslan. 1997. Stabilization of Escherichia colipenicillin G acylase agains thermal inactivation by cross linking withdextran dialdehyde polymers. Applied. Microbial Biotechnol. 48. 191-197.
Kuchel, P. W. dan B. R. Gregory. 2002. Biokimia. Erlangga. Jakarta. 55-56.
Lowry, O. H., N. J. Rosebrough, A. L. Farr, and R. J. Randall. 1951. ProteinMeasurement With The Folin Phenol reagent. J. Biol. Chem. 193 : 265-267.
Lemos, S. L. J., E. P. S. Bon, M. D. F. E. Santana, and N. P. Junior. 2000.Thermal stability of xylanase produced by Aspergillus awamori. BrazilianJournal of Microbiology. 31. 206-211.
Madigan, M. 2005. Brock Biology of Microorganism. Pretince Hall.
Mandels, M., A. Raymond, and R. Charles. 1976. Measurement of saccharifyingcellulose. Biotech. & Bioeng. Symp. 6. John Wiley & Sons Inc.
Margiono. 1992. Molekuler Genetika Mikroba. UGM Press. Yogyakarta. 213-311.
Montgomery, R. 1993. Biokimia Berorientasi Kasus. UGM Press. Yogyakarta.181-182.
53
Muchtadi D., N. S. Palupi, dan M. Astawan. 1992. Enzim dan Industri Pangan .PAU. IPB. Bogor.
Murashima, K., T. Nishimura, Y. Nakamura, J. Koga, T. Moriya, N. Sumida, T.Yaguci and T. Kono. 2002. Purification and characterization fromRhizopus oryzae. Enzim Microb. Technol. 30: 318-326.
Noriko, M. K., K. Miok, and K. Tada. 1999. Stabilization of L. Ascorbic acidsuperoxide dismutase and catalase. Bios. Biotehnol. Biochem. 63, 54-57.
Page, D. S. 1989. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 111-115.
Palczar, M. J. and E. C. S. Chan, 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press.Jakarta. 180, 318, 330-331.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI. Jakarta. 155, 158-160.
Scopes, R. K. 1982. Protein Purification. Springer Verlag. New York. 33-35.
Riawati, S. 2012. Studi Pengaruh Penambahan Gliserol dan Sorbitol TerhadapStabilitas Enzim Selulase dari Bacillus subtillis ITBCCB148. (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Smith, J. E. 1989. Prinsip Bioteknologi. Diterjemahkan oleh Sumo, U.F.,Sumantri, B. dan Subono.PT. Gramedia. Jakarta. 31-44.
Soemitro, S. 2005. Pengaruh modifikasi kimia selektif terhadap kestabilanamylase dari Saccaromycopsis fibuligera. 3: 259-273.
Stahl, S. (1999), Thermophilic Microorganisms: The Biological Background forThermophily and Thermoresistance of Enzymes in Thermostability ofEnzymes (Gupta, M.N. editor), Springer Verlag.
Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan danKebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar UniversitasBioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
54
Suhartono, M. T. 1993. Telaah Formulasi Aditif dalam Peningkatan Sumber DayaSimpan Protease Bacillus sp. Laporan Penelitian IPB. Bogor,
Vielle, C. and J. G. Zeikus. 1996. Thermozymes : Identifying MolecularDeterminant of Protein Structural and Fuctional Stability. Tibtech., 14(6):183-189.
Weagen E. S. 1984. Strategies for increasing the stability of enzymes, in enzymeengineering. The New York Academy of Science, New York. 7:1-19.
Winarni, 1997. Teknik Fermentasi. ITS Press. Surabaya. 13-23.
Zaldivar, J., J. Nielsen, and L. Olsson, 2001. Fuel ethanol production fromlignuccelulose; a challenge for methabolic engineering and processintegration. Applied Microbiology and Biotechnology. 56: 17-34.