shalat tahiyatul masjid

13
Shalat Tahiyatul Masjid Tahiyyatul Masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua Roka'at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak setiap orang yang akan masuk ke masjid By Lilik Ibadurohman 9 November 2013 8 13094 9 Shalat tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap saat, ketika seseorang masuk masjid danbermaksud duduk di dalamnya. Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i & Ahmad bin Hambal, yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, & Ibnu Al-Utsaimin –rahimahumullah.

Upload: abdullahahmadalqadahi

Post on 10-Feb-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Shalat Tahiyatul Masjid

Shalat Tahiyatul MasjidTahiyyatul Masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua Roka'at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak setiap orang yang akan masuk ke masjid

By Lilik Ibadurohman 9 November 2013 8  13094  9

Shalat tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap saat, ketika seseorang masuk masjid danbermaksud duduk di dalamnya. Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i & Ahmad bin Hambal, yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, & Ibnu Al-Utsaimin –rahimahumullah.

Dalam hadis yang diriwayatkanoleh Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,

Page 2: Shalat Tahiyatul Masjid

يجلس أن قبل ركعتين فليركع المسجد أحدكم دخل إذا

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Al-Bukhari no. 537 & Muslim no. 714)

Jabir bin Abdillah –radhiyallahu ‘anhu– berkata,

. , فجلس يخطب م وسل عليه ه الل صلى ه الل ورسول الجمعة يوم الغطفاني سليك جاء : ! : الجمعة يوم أحدكم جاء إذا قال ثم فيهما وتجوز ركعتين فاركع قم سليك يا له فقال

فيهما وليتجوز ركعتين فليركع يخطب واإلمام

Artinya,“Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia pun duduk. Maka beliau langsung bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan.” (HR. Al-Bukhari no. 49 dan Muslim no. 875)

Para ulama sepakat tentang disyariatkannya shalat 2 rakaat bagi siapa saja yang masuk masjid & mau duduk di dalamnya. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya. Mayoritas ulama berpendapat shalat Tahiyatul Masjid adalah sunnah & sebagian berpendapat wajib. Yang jelas tidak sepantasnya seorang muslim meninggalkan syariat ini.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat tahiyatul masjid adalah sunnah karena ada indikasi lain yang menyoal pada status hukum sunnah dan tidak wajib. Di antaranya,

Pertama, hadis Abdullah bin Busr,

: وسلم عليه الله صلى والنبي الناس رقاب تخطى رجال أن والنسائي داود أبي حديث : آذيت فقد أجلس له فقال يخطب

Artinya,“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang melangkahi pundak-pundak manusia sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkhutbah, maka beliau berkata,“Duduklah, sungguh

Page 3: Shalat Tahiyatul Masjid

engkau telah menyakiti mereka.” (Shahih, HR Abu Dawud (1118), di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani)

Kedua, hadis Thalhah bin Ubaidullah radhiyallahu Anhu, beliau berkata,

دوي نسمع أس الر ثائر نجد أهل من م وسل عليه الله صلى الله رسول إلى رجل جاءيسأل هو فإذا م وسل عليه ه الل صلى ه الل رسول من دنا ى حت يقول ما نفقه وال صوتهيلة والل اليوم في صلوات خمس م وسل عليه الله صلى الله رسول فقال اإلسالم عن

تطوع أن إال ال قال غيرهن علي هل فقال

Artinya, “Seorang laki-laki dari penduduk Nejd yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,‘Islam adalah shalat lima waktu siang dan malam.‘ Dia bertanya lagi,‘Apakah saya masih mempunyai kewajiban selain-Nya? ‘ Beliau menjawab, ‘Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunnah.” (HR. Bukhari (46), Muslim (11/76))

Ketiga, hadis AbuWaqid Al Laitsi radhiyallahu Anhu, beliau berkata,

المسجد في جالس هو بينما م وسل عليه ه الل صلى ه الل رسول أن يثي الل واقد أبي عنوذهب م وسل عليه ه الل صلى ه الل رسول إلى اثنان فأقبل نفر ثالثة أقبل إذ معه اس والن

في فرجة فرأى أحدهما فأما م وسل عليه ه الل صلى ه الل رسول على فوقفا قال واحدرسول فرغ فلما ذاهبا فأدبر الث الث وأما خلفهم فجلس اآلخر وأما فيها فجلس الحلقة

ه الل إلى فأوى أحدهم أما الثة الث فر الن عن أخبركم أال قال وسلم عليه الله صلى ه اللعنه ه الل فأعرض فأعرض اآلخر وأما منه ه الل فاستحيا فاستحيا اآلخر وأما ه الل فآواه

Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus duduk bersama Nabishallallahu ‘alaihi wasallam dimana satu diantaranya nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (di depan), sedang yang kedua duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai bermajelis, Beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi?”Adapun salah seorang diantara mereka, dia meminta

Page 4: Shalat Tahiyatul Masjid

perlindungan kepada Allah, maka Allah lindungi dia. Yang kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun berpaling darinya.”(HR. Bukhari (66) Muslim(2176))

Pengertian Shalat Tahiyatul Masjid

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Tahiyyatul Masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua Roka’at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak setiap orang yang akan masuk ke masjid, sebagaimana dalil-dalil yang telah disebutkan.” (Fathul Bari: 2/407)

Siapa Yang Dikecualikan Untuk Tidak Mengerjakan Shalat Tahiyatul Masjid?

Ibnu Hajar juga berkata, “Dikecualikan bagi khotib masjid, yang akan masuk ke masjid untuk shalat, dan berkhutbah di hari jum’at, maka seorang khotib tidak perlu melakukan shalat Tahiyatul Masjid. Dikecualikan juga bagi pengurus masjid, karena ia diberi amanah untuk senantiasa keluar masuk masjid, jika setiap keluar masuk di perintahkan untuk shalat tahiyatul masjid, tentu hal itu akan memberatkan baginya. Sebagaimana pula tidak disunnahkan bagi seseorang yang masuk ke masjid sedangkan imam telah menegakkan shalat fardhu atau telah selesai dikumandangkan iqamat, karena sesungguhnya shalat fardhu telah cukup walaupun tidak shalat tahiyatul Masjid.” (Subulus Salam: 1’/320)

Namun sebagian Ulama’ berpendapat disunnahkan melakukan tahiyatul Masjid setiap kali masuk ke Masjid. Hal ini sebagaimana pendapat imam Nawawi, dan ini pendapat yang dipilih oleh ibnu Taimiyyah, dan Ahmad bin Hambal. (Al-Majmu’: 4/75)

Imam Syaukani rahimahullah berpendapat, “Bahwa shalat Tahiyatul Masjid disyari’atkan, meskipun berkali-kali masuk ke masjid, sebagaimana secara ekplisit dinyatakan dalam hadits. (Nailul Authar: 3/70)

Tahiyatul masjid tergolong sebagai penghormatan terhadap masjid. Hal itu sepadan denganungkapan salam ketika masuk ke

Page 5: Shalat Tahiyatul Masjid

suatu tempat, sebagaimana seorang yang memberi salam kepada sahabatnya ketika bertemu.

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebagian yang lain mengilustrasikan dengan memberi salam kepada pemilik masjid (Allah subhanahu wata’ala). Karena maksud dilakukannya tahiyatul masjid adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada masjid, sebab seseorang yang masuk ke rumah orang lain, yang diberi salam adalah pemiliknya bukan rumahnya. (Hasyiyah Ibnul Qasim: 2/252)

Beberapa Masalah/Hukum Yang Berkaitan Dengan Shalat Tahiyatul Masjid

Masalah Pertama:

Disyari’atkannya untuk shalat Tahiyatul Masjid di setiap waktu (tidak ada waktu yang terlarang), karena ia termasuk shalat yang berkaitan dengan sebab (yaitu karena masuk ke masjid). Inilah pendapat yang dipilih oleh Syeikhul islam ibnu Thaimiyyah, majduddin Abul Barakat, Ibnul Jauzi, dan yang lain. (Al-inshof : 2/802, Al-Muharrar : 1/86, Nailul Authar : 3/62, Fatawa li ibni Thaimiyyah : 23/219)

Pendapat ini juga dipilih oleh Syeikh Muhammad bin Utsaimin (Syarah Mumthi’ ” (4/179)) dan juga Syeikh Ibnu Baz dalam kitab fatawa.

Masalahan Kedua:

Waktu/pelaksanaan shalat Tahiyatul Masjid adalah ketika masuk ke masjid dan sebelum duduk. Adapun jika ia sengaja duduk, maka tidak di syari’atkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid. Hal itu dikarenakan telah kehilangan kesempatan (yaitu ketika masuk masjid dan sebelum duduk). (Ahkam Tahiyatul Masjid, 5)

Masalah Ketiga:

Adapun jikalau ia masuk masjid dan langsung duduk karena tidak tahu atau lupa dan belum mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid, maka ia tetap disyari’atkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid, karena orang yang diberi uzur (karena lupa atau tidak

Page 6: Shalat Tahiyatul Masjid

tahu) tidak hilang kesempatan untuk megerjakan shalat tahiyatul masjid, dengan syarat jarak antara duduk dengan waktunya tidak terlalu lama. (Fathul Bari, 2/408)

Masalah Keempat:

Apabila ada orang yang masuk ke Masjid sedangkan azan dikumandangkan, maka yang sesuai syari’at adalah menjawab adzan dan menunda sebentar untuk shalat Tahiyatul Masjid, karena saat itu menjawab adzan lebih penting. Kecuali kalau ia masuk ke masjid pada hari jum’at, sedangkan adzan untuk khutbah tengah dikumandangkan, maka dalam kondisi seperti ini mendahulukan shalat tahiyatul masjid daripada menjawab azan (agar bisa mendengarkan khutbah). Karena mendengarkan khutbah lebih penting.” (Al-Inshaf, 1/427)

Masalah Kelima:

Apabila ada orang yang masuk ke masjid sedangkan imam saat itu sedang berkhutbah, maka tetap disunnahkan untuk mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid, dan hendaknya meringankannya/mempercepatnya (Al-Fatawa li Ibni Taimiyyah, 23/219). Hal ini sebagaimana dalam hadits Nabi, “Maka janganlah ia duduk kecuali telah mengerjakan dua raka’at” (HR Bukhari (1163) dan Muslim (714)). Begitu pula dalam hadits yang lain,´“Hendaklah ia kerjakan dua raka’at, dan hendaklah meringankanya.” (HR Bukhari (931), Muslim (875)). Jika seorang khatib hampir selesai khutbah, dan menurut dugaan kuat jika ia mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid akan ketinggalan shalat wajib (shalat jum’at), maka hendaknya ia berdiri untuk mengerjakan shalat jum’at, dan setelah selesai shalat Jumat hendaknya ia jangan sampai langsung duduk tanpa mengerjakan shalat tahiyatul masjid.

Masalah Keenam:

Penghormatan di Masjidil Haram adalah Thawaf, hal ini sebagaimana dikemukakan Jumhur Fuqaha’. Imam Nawawi berkata, “Shalat Tahiyyatul Masjidil untuk Masjidil Haram adalah Thawaf, yang dikhususkan bagi pendatang. Adapun orang yang Muqim/menetap disitu maka hukumnya sama seperti masjid-masjid yang lain (yaitu disunnahkan shalat Tahiyatul Masjid)” (Fathul Bari: 2/412)

Page 7: Shalat Tahiyatul Masjid

Namun sebagai catatan, hadits yang dijadikan rujukan dalam masalah ini adalah hadits yang tidak shahih/benar. Bahkan tidak ada asalnya dari Nabi. Lafaz hadits tersebut adalah:

الطواف البيت تحية

“Tahiyat bagi Al-Bait (Ka’bah) adalah thawaf,” (Lihat Adh-Dhaifah no. 1012 karya Al-Albani –rahimahullah-),

Jadi kesimpulannya shalat Tahiyatul Masjid berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Sehingga orang yang masuk masjidil haram tetap dianjurkan baginya untuk melakukan tahiyatul masjid jika dia ingin duduk.

Masalah Ketujuh:

Shalat qabliyah dapat menggantikan tahiyatul masjid, karena maksud dari shalat tahiyatul masjid adalah agar orang yang masuk masjid memulai dengan shalat, sedangkan ia telah melaksanakan shalat sunnah rawatib. Jika ia berniat shalat sunnah rawatib sekaligus shalat tahiyatul masjid atau berniat shalat fardhu maka ia telah mendapat pahala secara bersamaan. (Kasyful Qana’: 1/423)

Masalah Kedelapan:

Adapun seorang imam, maka cukup baginya untuk mendirikan shalat fardhu tanpa shalat Tahiyatul Masjid. Hal itu dikarenakan imam datang di akhir dan kedatangannya dijadikan sebagai tanda untuk mengumandangkan iqamat. (Subulus Salam: 1329)

Adapun jikalau imam telah datang sejak awal waktu, maka tetap disyari’atkan bagi imam untuk mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid, sebagaimana makmum. Hal itu sebagaimana keumuman dalil, “Jika salah seorang dari kalian masuk ke Masjid, maka janganlah duduk sehingga ia shalat dua raka’at terlebih dahulu.” (HR Bukhari (444), Muslim (764))

Mengenai shalat di tanah lapang (seperti shalat ied, istisqa’), maka tidak disyari’atkan untuk mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid, (Al-Fawakihul Adidah : 1/99)

Page 8: Shalat Tahiyatul Masjid

Namun sebagian ulama’ ada yang membolehkan shalat tahiyatul Masjid di tanah lapang karena di tinjau dari segi hukumnya sama seperti shalat berjama’ah di dalam masjid. (Al-inshaf: 1/246). Namun yang lebih rajih insya Allah pendapat yang pertama, karena berbeda dari sisi tempatnya dan juga dzahirnya hadits : “Jika salah seorang dari kalian masuk ke Masjid…. (HR Bukhari dan Muslim)

Masalah Kesembilan:

Tidak dipungkiri bahwa shalat tahiyatul masjid berlaku utk siapa saja, laki-laki & perempuan yang hendak melakukan shalat berjama’ah di masjid. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib Jum’at, dimana tak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi –shallallahu Alaihi wassalam- shalat tahiyatul masjid sebelum beliau khutbah. Akan tetapi beliau datang & langsung naik ke mimbar (Al-Majmu’: 4/448).

Hikmah dari Shalat Tahiyatul Masjid

Hikmah dari mengerjakan Shalat Tahiyatul Masjid adalah sebagai penghormatan terhadap Masjid, sebagaimana seseorang masuk ke rumahnya dengan mengawali ucapan salam, dan juga sebagaimana seseorang yang mengucapkan salam kepada sahabatnya disaat keduanya bertemu.

Semoga Allah memberi pertolongan kepada kita agar kita senantiasa dimudahkan dalam memahami agama Islam yang benar, dan dimudahkan dalam mengamalkannya dan mendakwahkannya.

أجمعين وصحبه وآله محمد نبينا على والسالم والصالة

 

Referensi:

Ahkam Tahiyyatul Masjid, karya Muhammad bin Shalih Al-Khuzaim

Ahkam Tahiyatul Masjid fil Fiqh Islami, karya Adil Mubarok Al-Muthirat

Page 9: Shalat Tahiyatul Masjid

Penulis : Lilik Ibadurrohman

Morajaah: Ust. Muhsan Syarafudin, Lc, M.H.I

Masuk Masjid Ketika Adzan Jum’at DikumandangkanDiposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 00.02 Label: Fiqh

Tanya : Assalaamu’alaikum. Beberapa kali saya berangkat ke masjid untuk mengerjakan shalat Jum’at dan tiba di sana ketika adzan sedang dikumandangkan. Manakah yang lebih utama bagi saya, berdiri mendengarkan dan menjawab adzan terlebih dahulu baru mengerjakan shalat tahiyyatul-masjid ataukah langsung mengerjakan tahiyyatul masjid dengan konsekuensi saya tidak kehilangan kesempatan menjawab adzan ?.

Jawab : Wa’alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakaatuh.Yang lebih utama Anda lakukan adalah langsung mengerjakan shalat tahiyyatul-masjid[1] agar tidak kehilangan kesempatan mendengarkan khutbah Jum’at. Hal itu dikarenakan menjawab adzan hukumnya sunnah[2], sedangkan mendengarkan khuthbah Jum’at adalah wajib[3]. Yang wajib mesti didahulukan daripada yang sunnah. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 13081434/22062013 – 00.15].

[1]      Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

إذا دخل أحدكم المسجد فليركع ركعتين قبل أن يجلس

“Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, hendaklah ia shalat dua raka’at sebelum duduk” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 444 & 1167, Muslim no. 714, Abu Daawud no. 467, dan yang lainnya].

Page 10: Shalat Tahiyatul Masjid

[2]      Inilah pendapat yang raajih dari dua pendapat yang beredar di kalangan ulama. Inilah pendapat yang dipegang jumhur ulama.

Ulama Hanafiyyah dan sebagian Maalikiyyah berpendapat wajibnya mendengarkan dan menjawab adzan dengan dalil :

داء فقولوا مثل ما يقول المؤذن م قال: " إذا سمعتم الن ه صلى الله عليه وسل " عن أبي سعيد الخدري، أن رسول الل

Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila kalian mendengar adzan, maka katakanlah semisal apa yang dikatakan muadzdzin” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 611, Muslim no. 383, Abu Daawud no. 522, dan yang lainnya].

Dalam hadits di atas ada perintah untuk menjawab adzan, dan perintah asalnya mengkonsekuensikan kewajiban.

Juga atsar berikut :

" عن عبد الله، قال: " من الجفاء أن تسمع المؤذن ثم ال تقول مثل ما يقول

Dari ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : “Termasuk kasarnya tabiat adalah engkau mendehgar muadzdzin, namun engkau tidak mengatakan (menjawab) apa yang ia katakan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/228 (2/384) no. 2383].

Pendalilan di atas dijawab sebagai berikut :

Perintah itu asalnya memang mengkonsekuensikan kewajiban selama tidak ada dalil yang memalingkannya dari hukum asal tersebut (menjadi sunnah). Dan di sini, ada dalil yang memalingkannya, yaitu :

م يغير إذا طلع الفجر، وكان يستمع األذان، فإن سمع أذانا، ه صلى الله عليه وسل عن أنس بن مالك، قال: " كان رسول اللم: على الفطرة، ثم قال: ه صلى الله عليه وسل ه أكبر، فقال رسول الل ه أكبر، الل أمسك، وإال أغار، فسمع رجال، يقول: اللار فنظروا، فإذا هو م: خرجت من الن ه صلى الله عليه وسل ه، فقال رسول الل ه، أشهد أن ال إله إال الل أشهد أن ال إله إال الل

" راعي معزى

Dari Anas bin Maalik, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah hendak menyerang satu daerah ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar suara adzan maka beliau menahan diri. Namun jika beliau tidak mendengar, maka beliau menyerang. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun mendengar seorang laki-laki berkata (mengumandangkan adzan) : Allaahu akbar Allaahu akbar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Di atas fithrah”. Kemudian ia (muadzdzin) berkata : “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu an laa ilaaha illallaah”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ia keluar dari api neraka”. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat siapakah laki-laki itu, dan ternyata ia seorang penggembala kambing [Diriwayatkan oleh Muslim no. 382, At-Tirmidziy no. 1618, Abu Daawud no. 2634, dan yang lainnya].

Dalam hadits ini, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab dengan kalimat semisal yang diucapkan muadzdzin.

ى يخرج عمر، فإذا خرج عمر ون يوم الجمعة حت هم كانوا في زمان عمر بن الخطاب يصل ، أن عن ثعلبة بن أبي مالك القرظيا م من نون، وقام عمر يخطب أنصتنا فلم يتكل نون. قال ثعلبة: جلسنا نتحدث فإذا سكت المؤذ وجلس على المنبر وأذن المؤذ

.أحد

Dari Tsa’labah bin Abi Maalik Al-Quradhiy : Bahwasannya orang-orang (para shahabat dantaabi’iin) di jaman ‘Umar bin Al-Khaththaab mengerjakan shalat sunnah hingga ‘Umar keluar. Ketika ‘Umar keluar dan duduk di atas mimbar, muadzdzin mengumandangkan adzan. Tsa’labah berkata : “Kami duduk dan berbincang-bincang. Apabila muadzdzin telah diam (selesai) dan ‘Umar berdiri untuk berkhuthbah, kami pun diam dan tidak ada seorang pun di antara kami yang berbicara” [Diriwayatkan oleh Maalik 1/446 no. 247; shahih].

Page 11: Shalat Tahiyatul Masjid

Atsar ini menunjukkan bahwa para shahabat dan taabi’iin dulu tidak menganggap mendengarkan dan menjawab adzan sebagai kewajiban, karena mereka berbincang-bincang saat dikumandangkannya adzan. Mereka baru berhenti saat adzan telah selesai dan khaathib mulai berkhuthbah.

Adapun atsar  Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu yang di atas adalah lemah karena keterputusan antara Al-Musayyib bin Raafi’ dengan Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu [Jaami’ut-Tahshiil no. 768].

[3]      Dalilnya adalah :

Allah ta’ala berfirman :

كم ترحمون وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعل

“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” [QS. Al-A’raaf : 204].

جل ال يزال يتباعد م قال: " احضروا الذكر، وادنوا من اإلمام فإن الر ه صلى الله عليه وسل عن سمرة بن جندب، أن نبي اللة وإن دخلها ر في الجن ى يؤخ " حت

Dari Samurah bin Jundab : Bahwasannya Nabiyullah ashallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Hadirilah adz-dzikr (khuthbah) dan mendekatlah kepada imam. Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang senantiasa menjauhkan diri darinya, hingga ia pun diakhirkan menuju surga walaupun ia (ditakdirkan) memasukinya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1108, Ahmad 5/10, dan yang lainnya; hasan].

م قال: إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة، واإلمام يخطب، فقد لغيت بي صلى الله عليه وسل عن أبي هريرة، عن الن

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Apabila engkau berkata kepada saudaramu : ‘diamlah’ pada hari Jum’at saat imam sedang berkhutbah, maka engkau telah berbuat sia-sia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 934, Muslim no. 851, Abu Daawud no. 1112, dan yang lainnya].

Hadits ini menunjukkan wajibnya menghadiri khuthbah dan diam untuk mendengarkannya.Wallaahu a’lam.