seri thiansan -16-pendekar jembel (hiat kut tan sin) txt.txt

Download Seri Thiansan -16-Pendekar Jembel  (Hiat Kut Tan Sin) txt.txt

If you can't read please download the document

Upload: kehicap

Post on 24-Nov-2015

119 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Sunyi-senyap suasana pegunungan, hanya suara pekik kerayang terkadang menyelinap di antara suara kicauan burungmemecah kesunyian itu. Di tengah suasana sunyi itulah adaseorang pemuda sedang mengayunkan langkahnya di lembah

TRANSCRIPT

Pendekar Jembel Hiat Kut Tan SinKarya : Liang Ie ShenSunyi-senyap suasana pegunungan, hanya suara pekik kerayang terkadang menyelinap di antara suara kicauan burungmemecah kesunyian itu. Di tengah suasana sunyi itulah adaseorang pemuda sedang mengayunkan langkahnya di lembahpegunungan. Dia adalah murid terkecil Lui Tjin-tju, ketua Butong-pay, namanya Tjin Goan-ko. Tatkala itu ia lagi menyusurijalanan terjal di lereng gunung Tji-lay-san.Tji-lay-san adalah sebuah gunung ternama di barat-dayapropinsi Soatang, yaitu terletak di selatan kabupaten Thay-an.Jadi menjulang berhadapan dengan gunung Thay (Altai) yangterletak di utara Thay-an,Tji-lay-san itu tidak terlalu tinggi, tapi lantaran tiadasesuatu hasil bumi apapun, juga tidak banyak binatang liar,maka penduduknya pun sangat jarang. Lantaran itulahsepanjang jalan menuju pegunungan Tji-lay-san yang dilaluiTjin Goan-ko, belum pernah ditemuinya seorang pun.Walaupun berjalan seorang diri dan kesepian, tapi di dalamhati Tjin Goan-ko justru terasa sangat hangat. Suara kicauanburung pegunungan itu seakan-akan paduan suara yangmengingatkan dia pada ujar orang kuno bahwa suara burungitu seperti sedang mencari sahabat. Dan perjalanannya keTong-peng-koan kali ini justru adalah kesempatan bagusbaginya untuk berkawan dengan ksatria-ksatria sejagad yangberkumpul di sana.Di tengah suasana kesepian itu Tjin Goan-ko sudahmembayangkan betapa ramainya pesta yang akan dihadirinyaitu. Pikirnya, "Hari ini adalah tanggal sepuluh bulan delapan,setelah melintasi Tji-lay-san, dalam waktu dua hari aku sudahdapat sampai di rumah keluarga Kang. Hari pestanya adalahPek-gwe Tjap-go (tanggal 15 bulan delapan), jadi aku datanglebih dulu tiga hari sebelumnya, entah di sana sudah ada tamulain atau tidak. Kalau tidak ada, wah tentu aku akan merasarikuh, tapi Kang-tayhiap terkenal sangat simpatik, tentu beliautakkan mencela kedatanganku yang kurang layak itu."Kiranya tanggal 15 bulan delapan adalah hari perkawinanputri kesayangan Kang Hay-thian yang termashur itu.Putrinya, yaitu Kang Hiau-hu akan menikah dengan UbunHiong, murid Kang Hay-thian sendiri yang menjadi ahliwarisnyapula. Hari bahagia itu telah ditetapkan pada hari rayaTiong-tjhiu yang baik itu. Sebagai tokoh terkemuka dari duniapersilatan, ketika diketahui akan berita baik itu, dengansendirinya tokoh-tokoh dari aliran lain akan hadir ataumengirim utusan untuk mengucapkan selamat kepadanya.Dan Tjin Goan-ko adalah utusan Bu-tong-pay.Sebenarnya jago-jago Bu-tong-pay tidaklah sedikit, bahkankalau mengingat kedudukan Kang Hay-thian sebagai jagonomor satu pada zaman ini, untuk menghadiri pestapernikahan putrinya itu sepantasnya Bu-tong-pay mestimengirim seorang wakil dari angkatan yang setingkat sebagaitanda penghormatannya kepada Kang Hay-thian, tapi TjinGoan-ko meski cuma murid Lui Tjin-tju yang buncit, namundia mempunyai bakat yang bagus, tinggi ilmu silatnyamalahan di atas segenap Suheng-suhengnya, maka Lui Tjintjupaling sayang padanya dan bermaksud memupuk anakmuda ini. Sebab itulah pada saat Tjin Goan-ko tamat belajardan untuk pertama kalinya keluar lantas diberi tugas sebagaiwakil pribadinya untuk menyampaikan ucapan selamat kepadaKang Hay-thian.Lui Tjin-tju tahu Kang Hay-thian paling suka kepada ksatriamuda, jika murid kesayangannya ini yang diutus ke rumahKang Hay-thian, ia yakin Kang Hay-thian pasti akan menaruhperhatian khusus dan akan merasa senang malah, tak nantiKang Hay-thian akan merasa direndahkan karena ketidakhadiran Lui Tjin-tju sendiri.Tapi lantaran Tjin Goan-ko baru untuk pertama kaliberkelana, orang keluarga Kang juga tidak kenal padanya,maka Lui Tjin-tju sengaja menulis sepucuk surat perkenalandan dibawakan pada Tjin Goan-ko, berikut kartu undanganyang diterima dari Kang Hay-thian itu.Maka pada saat itulah Tjin Goan-ko sedang membayangkansecara muluk-muluk perkenalannya dengan para jagoterkemuka di seluruh dunia.Selagi Tjin Goan-ko merasa gembira sekali di antarahembusan angin, tiba-tiba terendus olehnya bau wangi bungaKui yang harum semerbak. Waktu Goan-ko menoleh,dilihatnya di lereng bukit sana ada sebuah rumah yangdibangun membelakangi bukit dan cukup megah dengangentingnya yang berwarna hijau dan dinding tembok dilaburkemerah-merahan. Terang itu bukan rumah kaum pemburu,tapi pasti rumah keluarga orang berduit. Rupanya di tamanbunga situ tertanam banyak pohon Kui yang sedang mekarbunganya, maka bau wangi sayup-sayup terbawa anginhingga terendus oleh Tjin Goan-ko.Tatkala itu sudah mendekati senja denganpemandangannya yang indah. Diam-diam Tjin Goan-komenimang-nimang, "Hari sudah hampir malam, keluar dari Tjilay-san ini belum tentu akan mendapatkan tempat bermalam,ada baiknya bila aku mohon menumpang kepada tuan rumahitu."Tapi lantas terpikir pula olehnya, "Entah orang macamapakah pemilik rumah itu? Suhu telah berpesan agar berhatihatidalam perjalanannya. Tampaknya memang luar biasakeluarga yang hidup terpencil di pegunungan sunyi ini, manaboleh aku sembarangan minta bermalam di sana. Aku sudahterbiasa tidur di tempat terbuka di atas gunung, jika tidakmenemukan tempat menginap juga tidak menjadi halanganbagiku."Cuma Tjin Goan-ko sesungguhnya sudah amat lelah selamabeberapa hari dalam perjalanan. Ia menghirup napas dalamdalam,hawa sejuk dan bau harum membuat semangatnyamenjadi segar. Setelah mengulet kemalas-malasan, kemudianGoan-ko duduk mengaso di tepi jalan.Tiba-tiba terdengar di dalam taman bunga rumah itu adasuara seorang pemuda sedang berkata, "Asap mengepul lurusdi gurun luas!"Lalu ada suara seorang perempuan muda menanggapipula, "Bola matahari tenggelam di balik sungai panjang!"Selain belajar silat, Tjin Goan-ko juga diberi pelajarankesusastraan oleh Lui Tjin-tju, maka sedikit banyak ia pun bisabersyair. Setelah mendengar ucapan kedua muda-mudi didalam taman itu, Goan-ko menjadi heran mengapa merekatidak bersyair di kamar baca, sebaliknya bersanjak di tamanbunga, pula syair yang diucapkan mereka itu tidak lengkap,melainkan cuma satu dua bait saja.Letak rumah orang itu berada di bawah, sedangkan Goankoduduk di bagian tanjakan yang lebih tinggi sehinggapandangannya dapat mencapai keadaan di dalam tamanbunga itu. Bukan maksudnya hendak mengintip, tapi lantaraningin tahu, tanpa terasa ia memandang ke jurusan datangnyasuara itu.Tadinya kedua muda-mudi itu tertutup oleh semak-semakbunga, tapi kini sudah berada di suatu tempat terbuka didalam taman itu.Kelihatan tangan masing-masing memegang sebatangpedang. Terdengar si pemuda sedang berkata pula, "Jurus'Asap mengepul lurus di gurun luas' yang kau mainkan sudahbetul, hanya tenaganya saja masih kurang kuat. Sebaliknyajurus 'Bola matahari tenggelam di balik sungai' itu yangkurang tepat mainnya, kau harus berlatih lagi. Coba lihatcaraku ini!"Habis berkata, pedangnya bergerak, ia menggores suatulingkaran sehingga menimbulkan cahaya pedang yang gemiTiraikasihWebsite http://kangzusi.com/lapan, tubuh pemuda itu seakan-akan terbungkus di dalamlingkaran sinar pedang.Segera si nona menirukan gerakan pedang si pemuda, akantetapi selalu kurang tepat, lingkarannya kurang bulat. Si nonamenjadi uring-uringan dan ngambek tak mau main lagi."Jangan putus asa, jurus ini aku sendiri hampir sebulanbaru dapat memainkannya dengan baik, kau baru berlatih tigahari sudah tentu belum apa-apa," kata si pemuda."Baiklah, jurus ini boleh kulatih besok pagi, sekarang kauperlihatkan jurus 'Asap mengepul lurus di gurun luas' tadi, akuingin tahu sebab apa tenagaku selalu tidak cukup," pinta sinonaSi pemuda menurut, pedangnya lantas menusuk ke depandengan lurus seperti sambaran panah. Begitu hebatkekuatannya sampai kelopak-kelopak bunga Kui di atas pohonsama rontok bertebaran.Walaupun Tjin Goan-ko tidak berada di dalam taman, tapimelihat rontoknya daun-daun bunga itu ia pun sepertimerasakan betapa hebat menderunya angin senjata. Diamdiamia terkejut, pikirnya, "Ilmu pedang yang dimainkanpemuda ini memang ilmu pedang kelas tinggi, kekuatannyajuga hebat. Entah berasal dari aliran manakah dia?"Dan baru sekarang Goan-ko mengetahui bahwa keduamuda-mudi itu sebenarnya sedang berlatih ilmu pedang,beberapa bait syair kuno yang mereka ucapkan tadi adalahnama-nama jurus ilmu pedang yang mereka mainkan itu.Terdengar si pemuda sedang memberi petunjuk, "Waktupedang ditusukkan ke depan, siku sedikit melengkung, tenagaterhimpun di dalam perut dan siap dikerahkan, dengandemikian kekuatan tusukan tentu akan cukup hebat."Beberapa kali si nona mengulangi jurus ilmu pedangnyadan lambat-laun dapat juga membikin rontok sedikit daunbunga.Dengan tertawa si pemuda memuji, "Bagus, bakatmumemang lebih tinggi daripada diriku, jurus ini sudah bolehbagimu.""Marilah kita coba-coba bergebrak beberapa jurus," ajak sinona. "Nah awas, mulai!"Berbareng pedangnya terus menusuk dengan cepat sambi!mengucapkan satu bait syair."Bagus," seru si pemuda. "Awas serangan balasanku!"Begitulah seketika sinar pedang berhamburan, setiap jurusserangan muda-mudi itu selalu menyesuaikan keadaandengan arti suaru bait syair kuno. Begitu cepat putaranpedang mereka sehingga Tjin Goan-ko merasa silau. Pikirnya,"Pantas Suhu sering memberi pesan bahwa di dunia Kangouwteramat banyak tokoh-tokoh kosen tersembunyi, di mana punterdapat orang pandai. Ilmu pdang pemuda ini entah darigolongan mana, tapi jelas ilmu pedangnya tidak di bawah ilmupedang Bu-tong-pay kami."Berpikir demikian, timbul hasratnya untuk berkenalandengan pemuda itu.Selagi Tjin Goan-ko termenung, terdengar di sebelah sanasi pemuda itu berseru, "Awas serangan!"Berbareng pedangnya lantas menusuk, tapi si nona sempatmenangkis dan balas menyerang satu kali, pedangnyamemotong miring ke depan, akan tetapi rupanya dia kalahkuat tenaganya, ketika pedang si pemuda menyampuk kebawah, "Trang", benturan itu membikin pedang si nonaterpental jatuh.Melihat begitu bagus ilmu pedang si pemuda, hampir sajaTjin Goan-ko bersorak memuji. Syukur dia masih bisamenahan diri, sebelum suaranya tercetus sempat ditelankembali mentah-mentah.Nampak si pemuda itu menjemputkan pedang si nona,katanya dengan mengiring tertawa, "Maaf, aku tak sempatmenahan tenagaku sehingga memukul jatuh pedangmu.Marilah kita coba-coba lagi.""Sudahlah, aku emoh lagi," sahut si nona ngambek."Eh, kita kan cuma latihan saja, mengapa engkau anggapsungguh-sungguh?" ujar si pemuda."Kalau cuma latihan saja, mengapa kau pukul jatuhpedangku?" kata si nona."Mengapa tidak," sahut si pemuda. "Mataku memandangempat penjuru, telingaku mendengar delapan arah. Jika betulada orang lain yang menyaksikan, hm, lihat saja aku akanmenyeret dia keluar ke sini."Mendengar kata-kata yang seakan-akan ditujukankepadanya, tanpa terasa Tjin Goan-ko mengkeret danmenyembunyikan dirinya lebih rapat.Sebenarnya ada hasrat Goan-ko untuk berkenalan denganmuda-mudi itu. Kini setelah mendengar pembicaraan merekaitu baru dia sadar bahwa dirinya memang tidak pantas munculbegitu saja. Maklumlah, orang persilatan umumnya sekali-kalitidak ingin orang luar menyaksikan di kala mereka sedangberlatih ilmu silat perguruannya sendiri. Sebab itu adalahsuatu pantangan besar untuk mengintip orang berlatih.Diam-diam Goan-ko membatin, "Untung mereka tidakmemergoki diriku, jika tidak, tentu akan terjadi hal-hal yangtidak diinginkan. Nanti kalau sudah sampai di rumah Kangtayhiapakan kutanya asal-usul keluarga ini, setelah jelasrasanya masih belum terlambat aku mengikat persahabatandengan mereka."Mestinya Goan-ko ingin menyingkir pergi, tapi kedua mudamudiitu masih di dalam taman, jika Goan-ko bergerak tentuakan ketahuan. Sebab itulah walaupun Goan-ko tiada niatmengintip mereka berlatih, sekarang terpaksa ia harusmengintip terus.Terdengar si pemuda sedang berkata, "Adik Siang, kita kancuma saling belajar saja, memang ilmu pedang ini aku lebihmahir daripada kau, tapi kalau bicara tentang menggunakansenjata rahasia, akulah yang harus belajar padamu. Ehm,betul, kita tidak berlatih pedang lagi, marilah berlatih senjatarahasia saja. Katanya kau punya Bwe-hoa-tjiam (jarumberbentuk bunga Bwe) sangat lihai, coba perlihatkan satujurus sekedar menambah pengalamanku."Dengan dipuji dan diumpak begitu, dari uring-uringan sinona berubah menjadi senang, katanya, "Kau tidak perlumemuji diriku. Kata ayahku, kakekmu adalah jago nomor satudi dunia ini, masakah iimu senjata rahasiamu kalah daripadaaku? Barangkali kau sengaja hendak membikin malu lagipadaku."Goan-ko terkesiap mendengar ucapan nona itu, pikirnya,"Jago nomor satu di dunia ini, bukankah dia adalah Kang-tayhiapyang termashur itu? Dari mana bisa muncul seorang jagonomor satu lagi? Jika kakek pemuda ini adalah Kang-tayhiap,rasanya tidak mungkin, sebab umur Kang-tayhiap baru 40-anlebih, putrinya juga baru akan dikawinkan, darimana dia bisamempunyai seorang cucu keponakan, selamanya juga tidakpernah terdengar beliau punya saudara dari sanak famili lain."Dalam pada itu terdengar si pemuda menjawab dengantertawa, "Soal ilmu silat memang masing-masing mempunyaikeistimewaannya sendiri-sendiri. Seperti ilmu Tiam-hiat dansenjata rahasia keluargamu, biasanya juga sangat dikagumioleh kakekku. Kau jangan rendah hati, kita harus salingbelajar."Semula Tjin Goan-ko mengira kedua muda-mudi itu adalahsaudara perguruan yang sedang berlatih, baru sekarangdiketahui bahwa dugaannya ternyata salah."Baiklah, jika kau berkeras ingin melihat sedikit kepandaianku,tapi kau jangan menertawakan, dan terpaksa akumain sebisanya," kata si nona. Habis itu ia lantas meraupkeluar se-genggam Bwe-hoa-tjiam dan berkata pula sepertimenggumam sendirian, "Cara bagaimana melatihnya? Ya,biarlah aku menjatuhkan kawanan tawon yang menjemukanitu."Di atas pohon Kui di depan si nona kebetulan adasegerombolan tawon madu yang sedang mengisap sari bunga.Mendadak si nona angkat tangannya, terlihat sinar emasgemilapan, sebagian besar kawanan tawon itu lantas jatuhberhamburan."Bagus, kepandaian bagus!" sorak si pemuda. "Setiap ekortawon yang jatuh itu terkena sebuah jarummu. Kepandaian inibenar-benar luar biasa.""Ah, kau terlalu memuji saja," sahut si nona dengantertawa. "Sekarang kau coba!"Melihat kepandaian nona itu, diam-diam Goan-ko terkesiapjuga, hanya saja ia anggap cara si nona rada-rada kejam.Dalam pada itu terdengar si pemuda berkata, "Baiklah, kauingin tahu kepandaianku yang tak berarti, terpaksa akumenurut saja"Habis berkata, mendadak ia berpaling dan tangannya terusdiacungkan ke depan."He, sasaran apa yang kau arah?" tanya si nona. Pada saatitulah Tjin Goan-ko lantas merasa mendesirnya angin, senjatarahasia orang tahu-tahu telah menyambar ke arahnya. Kiranyasi pemuda menggunakan Goan-ko sebagai sasaran senjatarahasianya.Karena tidak menyangka, hampir saja Tjin Goan-kotermakan. Syukurlah pada detik yang menentukan itu iasempat menggunakan tenaga jari yang hebat untukmenyelentik tiga kali, "criug-cring-cring", tiga buah Tau-kutting,paku penembus tulang, kena diselentik jatuh terpental.Namun jari Goan-ko terasa kesakitan juga, padahal jaraknyadengan pemuda tadi ada beberapa puluh meter jauhnya, tapitenaga lemparan senjata rahasia pemuda itu ternyatasedemikian kuat, hal ini benar-benar membuat Tjin Goan-kosangat terperanjat.Setelah menyambitkan senjata rahasia paku tadi,berbareng si pemuda lantas membentak, "Bocah darimana ituberani mengintip latihan kami? Lekas keluar kemari!""Eh, kepandaian bocah ini tampaknya boleh juga," ujar sinona dengan tertawa.Memangnya Goan-ko ada maksud untuk berkenalandengan mereka, cuma kuatir melanggar pantangan peraturanKang-ouw, yaitu mengintip orang yang sedang berlatih, makasejak tadi ia tak berani keluar. Sekarang sesudah konanganmau tak mau ia keluar juga dari tempat persembunyiannya.Segera ia melompat lewat pagar dan memberi salam kepada sipemuda, sapanya, "Sianto adalah Tjin Goan-ko, murid Butong-pay yang kebetulan lewat di sini dan sekali-kali tiada niatsengaja mengintip latihan kalian. Harap saudara sudimemaafkan."Dengan memperkenalkan nama perguruannya, Goan-kotelah mentaati peraturan Kangouw serta sebagai tanda hormatkepada pihak tuan rumah dan terutama untuk menghindarkansalah paham. Maklum, Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay adalahdua aliran terkemuka di dunia persilatan yang umumnyasangat disegani.Tak terduga pemuda itu ternyata dingin-dingin sajamenerima salam Tjin Goan-ko tadi, jawabnya dengan ketus,"Peduli apa kau murid Bu-tong-pay apa bukan. Yang jelas kaumengintip orang lain yang sedang berlatih, inilah tidakpantas."Betapa pun Tjin Goan-ko juga seorang pemuda yang masihberdarah panas dan tahu akan harga diri, terhadap sikappemuda yang congkak itu, ia pun merasa dongkol makadengan kaku ia pun menjawab, "Ilmu pedang saudaramemang hebat, tapi anak murid Bu-tong-pay rasanya masihtidak sampai mencuri belajar ilmu pedang dari golongan lain.""Hm, kalau anak murid Bu-tong-pay lantas mau apa?" jengekpemuda itu. "Baik, biar kucoba-coba ilmu pedang Butong-pay kalian."Habis berkata, pedangnya secepat kilat terus menyambarke depan. Hanya sekali tusuk saja tiga tempat Hiat-to di badanTjin Goan-ko diarahnya.Sudah tentu Goan-ko tidak tinggal diam, pikirnya, "Ah,tidak boleh memalukan nama baik perguruan sendiri."Segera ia pun melolos pedang untuk melayani seranganlawan."Adik Siang, harap kau menyaksikan secara teliti!" seru sipemuda. "Sret" mendadak ia menusuk dengan jurus 'Asapmengepul lurus di gurun luas1, dengan cepat ujungpedangnya menusuk ke muka Tjin Goan-ko, yang diincaradalah matanya.Terkejut dan gusar pula Tjin Goan-ko, gerutunya di dalamhati, "Sekali pun benar aku telah mengintip latihanmu jugatidak seharusnya kau menyerang sekejam ini."Terpaksa Goan-ko mengeluarkan kepandaian andalannya,dengan jurus 'Hong-in-toan-hong' atau memutus awanmemotong puncak, pedangnya menangkis dengan cepatberbareng terus dipuntir. Maka terdengarlah suara menderingnyaring, pedang si pemuda tadi tertangkis pergi, bahkanmenyelonong tiga langkah ke samping.Tiba-tiba si nona tertawa, serunya, "Ya, aku sudahmenyaksikan dengan baik. Kiranya jurus seranganmu 'Asapmengepul lurus di gurun luas' itu dapat dipatahkan dengancara demikian!"Sebenarnya maksud si pemuda ingin pamer ilmupedangnya di hadapan si nona, tak terduga serangannya luputmengenai lawan, sebaliknya ia sendiri malah terdesak mundur.Keruan ia menjadi malu dan dari malu menjadi kalap.Bentaknya, "Baik, biar kau rasakan kelihaianku!"Berbareng pula pedangnya bergerak, dalam sekejap sajaTjin Goan-ko telah terkurung di tengah sinar pedangnya.Nyata pemuda itu menggunakan jurus serangan 'Bolamatahari tenggelam di balik sungai1. Jika serangannyaberhasil, tentu tubuh Tjin Goan-ko akan terpotong menjadidua.Melihat serangan lawan makin lama semakin keji, Goan-komenjadi naik darah juga, pikirnya, "Kalau aku tidak memberisedikit rasa padanya, tentu dia akan menyangka aku takutpadanya."Segera ia pun balas menyerang, ujung pedangnyamenembus lingkaran sinar pedang lawan, dengan jurus'Menyapu melintang enam kali', terdengarlah suara menderingyang nyaring, seketika sinar pedang lawan menjadi buyar.Nyata serangan si pemuda tadi kena dipatahkan pula."Bagaimana, cukup belum?" tanya Goan-ko.Namun pemuda itu menjawab dengan teriakan kalap,"Menang atau kalah belum pasti, mengapa bilang cukup?"Berbareng itu berturut-turut ia menyerang tiga kali secaragencar dan lihai.Untung sebelumnya Tjin Goan-ko sudah mengikuti latihankedua muda-mudi itu dan sudah paham jalan permainanpedangnya itu sehingga tidak sampai terdesak dan kelabakan."Kalau menerima tanpa membalas rasanya kurang hormat!"seru Goan-ko. "Maaf, aku pun akan melancarkan serangan!"Cepat pedangnya bergerak ke kanan dan ke kiri beberapakali, menyusul menusuk ke depan beberapa kali, sekaligus iamenyerang tujuh kali secepat kilat dan tiap jurus serangannyaberbeda.Si nona sampai kesima menyaksikan serangan kilat itu,tanpa terasa ia berseru, "He, Bun-toako, ilmu pedangnyatampaknya lebih cepat daripada permainanmu!"Keruan wajah pemuda itu semakin masam, di bawahserangan Tjin Goan-ko yang gencar ia tidak sempat menjawabkata-kata si nona. Mendadak ia meloncat ke atas, pedangnyaberputar, menyusu terdengar pula suara mendering berulangulang.Nyata serangan berantai Tjin Goan-ko tadi kenaditangkis juga olehnya. Melihat ilmu pedang pemuda itusedemikian hebat, diam-diam Goan-ko merasa kagum juga."Bagus!" puji Goan-ko. Habis ini maksudnya ia hendakmengakhiri pertandingan itu.Tak terduga si pemuda kembali menyerang pula sambilmendengus, "Hm, bagus atau jelek ilmu pedangku tidak perlupenilaianmu. Memangnya Bu-tong-pay kalian paling jempol,toh jurus 'Lian-goan-toat-beng-kiam-hoat' (ilmu pedangberantai pencabut nyawa) masih tak mampu merenggutnyawaku."Begitulah pemuda itu lantas melancarkan serangan pulasecara gencar. Keruan Goan-ko sangat mendongkol, ia anggaporang benar-benar tidak tahu diri, terpaksa ia harusmelabraknya sekuat tenaga.Maka terjadilah pertarungan sengit, begitu kencang pedangmereka sehingga akhirnya mereka seakan-akan terbungkusoleh sinar pedang masing-masing.Menyaksikan itu, akhirnya si nona menjadi kuatir juga,pikirnya, "Dua harimau bertempur akhirnya tentu ada yangterluka. Jika Bun-toako tercidera tentu tidak enak, kalaupemuda she Tjin itu dilukai, ini pun tidak baik. Dia hanyakebetulan melihat kami sedang berlatih, betapa pun tidakperlu dilukai. Apalagi dia adalah murid Bu-tong-pay, jikaterjadi apa-apa tentu akan menimbulkan persengketaan. Akantetapi untuk memisahkan mereka aku sendiri pun tidaksanggup, lantas bagaimana baiknya ini?"Selagi si nona merasa bingung, sekonyong-konyongterdengar "creng" yang nyaring, sinar pedang yangberpancaran tadi mendadak buyar. Kiranya kedua pedangmereka pada suatu jurus telah saling beradu dan sekarangmereka sedang mengadu tenaga-Ketika kedua pedang beradu, segera pemuda she Bun itumenekan sekuatnya. Mestinya Tjin Goan-ko bermaksudmenarik pedangnya dengan cepat. Tapi tiba-tiba terasa suatutenaga kuat menerjang ke atas pedangnya. Sebagai pemudayang juga berdarah panas, Goan-ko tidak mau kalah, jikapedang tetap ditarik kembali jangan-jangan dirinya akandisangka takut. Maka timbul niatnya untuk menjajal Lwekanglawan.Begitulah segera ia pun menyalurkan tenaga dalam untukbalas menyerang. Ketika tenaga dalam kedua belah pihaksudah saling hantam melalui senjata masing-masing, makasukarlah bagi salah satu pihak untuk menyudahi pertandinganLwekang demikian.Hanya sekejap saja kedua pemuda itu sudah sama mandikeringat. Cuma Tjin Goan-ko masih lebih tenang, sebaliknyapemuda she Bun itu tampaknya lebih berabe, hal ini terlihatdari otot-otot hijau yang menonjol di bagian jidatnya.Pertandingan Lwekang tidak dapat disamakan denganpertandingan silat cara lain, sedikit lebih lemah saja tentuakan membahayakan jiwanya. Kini si pemuda she Bun itu barumerasa menyesal dan gelisah, pikirnya, "Jika tahu bocah inimemiliki Lwekang sekuat ini tentu lebih baik aku bertandingpedang saja dengan dia. Sekarang keadaan sudah telanjur,jalan satu-satunya untuk memperoleh kemenangan adalahminta bantuan kepada adik Stan."Saat itu Goan-ko sudah di atas angin, cuma dia harusmencurahkan segenap pikiran dan tenaga untuk melayanipemuda she Bun itu, maka kalau saat itu ada seorang yangmemiliki sedikit kepandaian saja sudah cukup menjatuhkan diadari belakang.Pemuda she Bun itu sudah biasa membual dan soksombong di hadapan si nona. Sekarang ia menjadi serba rikuhuntuk meminta bantuannya. Diam-diam hatinya gelisah danmendongkol pula. Ia menyesalkan si nona yang sudah melihatkeadaannya runyam mengapa masih tinggal diam saja. Karenatiada jalan lain lagi, terpaksa ia memberi kedipan mata kepadasi nona.Meski si nona bukan seorang ahli silat kelas tinggi, tapimenang atau kalah dari suatu pertandingan dapatlahdilihatnya juga. Cuma ia menjadi ragu-ragu, jika dia memberibantuan dan menyerang Tjin Goan-ko dari belakang,akibatnya Goan-ko pasti akan dibunuh oleh Bun-toakonya.Padahal hanya urusan kecil saja seorang murid Bu-tong-payharus terbunuh, betapa pun hal ini terasa tidak sampai hati.Sebaliknya kalau dia tidak memberi bantuan, jangan-janganBun-toako yang akan terluka atau terbunuh. Begitulah denganpedang terhunus ia berdiri terpaku karena ragu-ragu.Goan-ko tidak tahu sikap si gadis yang berdiri dibelakangnya itu, tapi ia melihat isyarat yang diberikan kepadasi nona tadi. Ia pikir dirinya tiada punya permusuhan apa-apadengan mereka, dari kegelisahan pemuda lawannya itu dapatdiketahui keadaannya tentu sudah payah sehingga terpaksaingin bantuan si nona, maka biarlah aku menyudahi sajapertarungan sengit ini.Padahal dengan menyudahi pertarungan secara mendadakitu, Goan-ko sendiri harus menanggung resiko yang tidakkecil, sebab saat itu mereka sedang mengadu tenaga dalam,jika mendadak ia menarik kembali tenaganya itu dan pihaklawan terus menyerangnya secara dahsyat, maka Goan-kosendiri pasti akan celaka. Namun Goan-ko mengukur jiwarendah lawannya dengan jiwa besar seorang ksatria, iaanggap ilmu silat pemuda itu-pun cukup hebat, betapapuntentu orang akan tahu maksud baiknya menyudahipertandingan itu dan rasanya takkan menyerangnya padawaktu dia menarik kembali tenaganya.Tapi nyatanya Tjin Goan-ko salah menduga, sebab apayang dilakukan si pemuda benar-benar terlalu pengecut.Memangnya pemuda she Bun itu sudah merasa dendamlantaran Goan-ko ternyata lebih unggul, sehinggamembuatnya malu di hadapan si nona. Kedua, biar pun sinona sudah melolos pedang, tapi sebegitu jauh masih tidakmaju membantunya, hal ini makin menambah gusarnya. Makaketika Goan-ko mendadak menarik kembali pedangnya, tanpapikir lagi kesempatan itu digunakan untuk menusuk secepatkilat ke depan.Keruan Goan-ko terkejut, tapi dia adalah murid Bu-tongpayyang berbakat, pada detik berbahaya itulah diamemperlihatkan kepandaiannya yang luar biasa. Denganmenggeser langkah, segera ia pun balas menyerang -denganjurus 'Wan-kiong-sia-tiau' atau menarik busur memanah elang.Menurut teori, jurus serangannya ini akan memaksa lawanmau tak mau harus membatalkan serangan untukmenyelamatkan diri lebih dulu. Tak terduga pemuda she Bunitu agaknya sudah nekat. Waktu menyerang dia menggunakansegenap tenaganya tanpa memikirkan segala akibatnya, makatampaknya kedua pihak tentu akan sama-sama kena seranganmasing-masing. Si nona menjadi kuatir, teriaknya, "Ayah!Tolong lekas!" Pada saat itulah terdengar suara, 'cring-cring'dua kali, pada waktu ujung pedang masing-masing hampirmengenai sasarannya, sekonyong-konyong sesosok bayanganorang melayang tiba, secepat kilat kedua batang pedang kenadiselentik sehingga sama-sama terlepas dari cekalan.Sekarang yang amat terkejut adalah Tjin Goan-ko. Betapahebat tenaga dalam orang yang mampu menyelentik pedangmereka hingga terpental itu? Tenaga sehebat ini Goan-koyakin gurunya masih mampu melakukannya, tapi pamangurunya seperti Siong-tjiok Todjin dan lain-lain toh rasanyamasih belum sanggup. Jika pendatang yang belum jelas siapaini bermaksud membuat celaka padanya, maka sukarlahdibayangkan akibatnya. Tapi kalau melihat pedang si pemudashe Bun juga ikut diselentik mencelat, agaknya orang kosen inihanya ingin memisah pertarungan mereka itu dan tiadabermaksud jahat padanya.Waktu Goan-ko berpaling, kiranya orang itu adalah seoranglaki-laki setengah umur berdandan sebagai Susing (kaumpelajar). Tingkah-lakunya sangat lemah lembut Selagi Goan-komelongo heran, Susing setengah umur itu sudah memberisalam padanya dan menyapa, "Saudara cilik ini tentu terkejut.Maafkan anakku yang tidak tahu diri itu, aku ingin mintakanmaaf baginya."Dengan muka merah padam si pemuda she Bun tadi masihingin membela diri, "Ayah, dia.....dia....."Namun Susing setengah tua itu sudah lantasmendampratnya, "Diam! Bagaimana aku mengajarkanpadamu, masakah kau boleh berbuat sekasar ini kepadatamu? Hayo, lekas minta maaf kepada tuan tamu."Goan-ko menjadi rikuh sendiri, lekas ia memberi hormatkepada Susing setengah tua itu dan berkata, "Harap tuanjangan menyalahkan putramu, sebab memang akulah yangsalah.""Ya, dia telah mengintip latihan kami, lantaran itulah akubergebrak dengan dia," timbrung si pemuda she Bun.Tapi Susing setengah umur itu menggeleng-geleng kepaladan mendengus, "Hm, aneh. Orang adalah murid Bu-tong-payyang ternama, hanya beberapa gerakan cakar kucingmacammu ini masakah ada nilainya untuk diintip orang?"Melihat orang itu mengomeli putranya, rasa dongkol TjinGoan-ko lantas lenyap, bahkan timbul perasaan yang tidakenak. Cepat ia menyala, "Ah, ilmu pedang putra tuan sungguhsangat hebat, Tjayhe sangat kagum. Memang salahku karenatanpa sengaja telah mengintip, bahkan menerobos masukkemari, perkenankan Tjayhe mohon maaf kepada tuanrumah."Mendadak Susing setengah umur itu bergelak tertawa.Goan-ko melengak karena tidak tahu apa sebabnya orangtertawa. Tiba-tiba Susing setengah umur itu menuding kebelakang dan berkata, "Hong-toako inilah tuan rumah di sini,aku sendiri juga menjadi tamunya."Waktu Goan-ko memandang ke arah yang ditunjuk,dilihatnya seorang laki-laki berumur 50-an tahun danberjenggot panjang tampak sedang keluar dari pintu bulatsebelah sana Segera si nona tadi berlari memapak orang tuaitu dan menyapa, "Ayah, mengapa baru sekarang engkaudatang. Ai, tadi, tadi hampir saja.....""Aku sudah tahu, anak Siang," kata orang she Hong itu."Sungguh beruntung kita kedatangan tamu dari golongan Butong-pay, benar-benar tamu yang susah di undang. Maaf bilaaku terlambat menyambut."Lekas Goan-ko memberi hormat kepada tuan rumah, lalumohon tanya nama mereka. Maka barulah diketahui bahwatuan rumahnya she Hong bernama Hong Tju-tjiau, putrinya itubernama Hong Biau-siang. Susing setengah umur itu adalahBun To-tjeng dan putranya bernama Bun Seng-tiong."Kedatangan Tjin-siauhiap sungguh sangatmenggembirakan kami," kata Hong Tju-tjiau kemudian."Melihat ilmu pedang Tjin-siauhiap yang hebat tadi, agaknyaadalah ajaran sendiri Lui-iotjianpwe dari peguruan kalian?"Baru sekarang Tjin Goan-ko sadar bahwa waktu dirinyabertarung dengan Bun Seng-Tiong tadi, sebenarnya merekasudah mengintip di balik tembok sana. Kaum angkatan tuamengintip latihan kaum muda bukanlah sesuatu yang tidaksopan. Maka Goan-ko lantas menjawab dengan hormat, "Ya,beliau adalah guruku.""Aha, itulah lebih hebat lagi," seru Hong Tju-tjiau dengantertawa. "Gurumu adalah bintang kejora di dunia persilatanyang sudah lama dikagumi. Syukur sekarang Tjin-siauhiapberkunjung kemari, harap sudi menerima suguhan secawandua cawan arak gunung sekadar memenuhi kewajibankusebagai tuan rumah.""Banyak terima kasih," sahut Goan-ko. "Wanpwe tak beranimenerimanya.""Hari pun sudah gelap, pegunungan ini jau\ dariperkampungan, bila Tjin-siauhiap tidak menolak, biarlah akumenawarkan tempat bermalam bagimu," kata Hong Tju-tjiaupula."Ah, jangan-jangan Tjin-siauhiap masih mendongkollantaran kekurangajaran anakku itu," timbrung Bun To-tjengdengan tertawa. "Tiong-dji, lekas meminta maaf kepada Tjinsiauhiap."Habis berkata, diam-diam ia mengedipi putranya itu. BunSeng-tiong sebenarnya adalah pemuda yang sombong dantidak nanti sudi minta maaf kepada orang lain, tapi sekarangia seperti paham sesuatu, segera ia melangkah maju danmemberi hormat kepada Tjin Goan-ko, katanya, "Harap Tjinhengsudi memaafkan kekasaranku tadi. Betapapun harapengkau sudi tinggal barang dua tiga hari di sini agar Siautesempat minta belajar kepada Tjin-heng."Memangnya sejak mula Tjin Goan-ko ada hasrat buatbersahabat dengan mereka, apalagi ia memang memerlukansuatu tempat untuk bermalam, jika terus menolak rasanyajuga kurang baik, apalagi 'sandiwara' ayah dan anak she Bunitu membuatnya merasa serba salah, maka cepat iamenjawab, "Bun-heng tidak menarik panjang dosaku yangtelah menerobos kemari secara sembrono, hal ini saja sudahmembuat Siaute berterima kasih, apalagi tuan rumah sudi pulamenerima diriku untuk bermalam di sini, jika aku masihmenolak tentu akan berarti tidak menghormati tuan rumah.Ilmu pedang Bun-heng sendiri sangat hebat, ucapan mintabelajar tadi sungguh Siaute sekali-kali tidak beranimenerimanya.""Hahaha, bagus, bagus!" Hong Tju-tjiau bergelak tertawa."Kalian boleh dikata tidak berkelahi tidak menjadi kenal.Tjin-Niauhiap memang harus tinggal beberapa hari di sini agarputriku yang bodoh itu pun sempat belajar lebih banyakdarimu.""Ah, kepandaian kedua Lotjianpwe berpuluh kali lebih tinggidariku, masakah Wanpwe berani terima penilaian setinggi ini?"sahut Goan-ko dengan muka merah. "Kali ini Wanpwe adaurusan harus menuju ke Tong-peng-koan, setelahmengganggu semalam, besok juga Wanpwe harus berangkatke sana. Biarlah nunti pulangnya saja Wanpwe datang lagiuntuk minta petunjuk kepada Lotjianpwe.""Baik, jika demikian aku pun tidak enak untuk menahanengkau," kata Tju-tjiau. "Marilah silakan masuk, sudahwaktunya bersantap, harap Tjin-siauhiap jangan sungkansungkan."Begitulah mereka lantas menyambut Tjin Goan-ko keruangan dalam. Ternyata di situ sudah tersedia mejaperjamuan. Agaknya sebelumnya Hong Tju-tjiau sudahmenyiapkan untuk menjamu tamunya.Melihat keramahan tuan rumah, Goan-ko menjadi sangsi,lapi kemudian ia menjawab kesangsian sendiri, ia pikir orangtentu bukan sungkan padanya, tapi adalah sebagaipenghormatan kepada gurunya sebagai tokoh Bu-tong-payyang umumnya memang disegani di dunia Kangouw.Setelah menyanding meja perjamuan itu, Hong Tju-tjiaudan Bun To-tjeng melayani Tjin Goan-ko dengan sangat baik,berulang-ulang mereka mengajak minum. Mestinya Goan-kosanggup minum beberapa cawan arak, tapi tiba-tiba teringatkepada peringatan gurunya bahwa pergaulan di luaran harusberlaku hati-hati, lebih-lebih jangan suka banyak minum,terutama kalau bertemu orang yang belum dikenal asalusulnyaKarena itu ia lantas menolak suguhan arak itu denganalasan besok pagi-pagi masih harus meneruskan perjalananjauh."Arak ini tidak keras," demikian Hong Tju-tjiau membujukdengan tertawa. "Biar minum beberapa cawan juga takkanmabuk. Bolehlah kuminum dulu sebagai penghormatan, harapTjin siauhiap sudi mengiringi nanti."Habis berkata secawan arak yang dipegangnya itu lantasditenggak habis.Walaupun Tjin Goan-ko kurang luas pengetahuannyatentang peraturan Kangouw, tapi ia pun tahu arti minum lebihdulu pihak tuan rumah itu ialah untuk menunjukkan bahwa didalam arak itu tiada sesuatu yang membahayakan dan dengandemikian untuk menghilangkan rasa curiga Tjin Goan-ko.Apalagi Goan-ko juga cukup mengetahui kepandaian BunTo-tjeng tadi, kepandaian tuan rumah belum diketahui, namundengan kepandaian Bun To-tjeng saja sudah cukup untukmembunuhnya, bila mereka bermaksud jahat kepadanyarasanya juga tidak perlu memasang perangkap dengan arakberbisa.Karena pikiran demikian, Goan-ko anggap bila dirinya masihsangsi lagi, hal ini tentu akan membikin kurang senang pihaktuan rumah. Maka setelah mengucapkan terima kasih,akhirnya ia pun minum habis secawan arak yang disuguhkanitu.Rasa arak itu memang betul tiada sesuatu yang luar biasa,malahan terasa harum segar di dalam perut. "Bagus, arakbagus!" demikian Goan-ko memuji."Eh, tadi Tjin-siauhiap bilang tidak sanggup minum arak,tak tahunya adalah seorang ahli arak malah," kata Bun Totjengdengan tertawa. "Baiklah, biar aku pun menghormatiTjin-siauhiap dengan satu cawan."Lantaran dirinya sudah mengadu cawan dengan Hong Tjutjiau,terpaksa Goan-ko juga minum secawan bersama-samaBun To-tjeng.Menyusul Seng-tiong juga tampil untuk mengajakmenghabiskan secawan, katanya, "Ucapan Hong-lopek tadimemang betul, kalau tidak berkelahi kita takkan kenal. Biarlahsecawan ini anggaplah untuk memberi selamat kepadapersahabatan kita."Diam-diam Goan-ko memperhitungkan, biar minum lagibeberapa cawan rasanya arak itu masih takkanmemabukkannya, maka tanpa pikir ia pun minum lagi secawanbersama Bun Seng tiong.Tiba-tiba Hong Biau-siang berkata, "Arak apakah ini, ayah,sungguh wangi sekali. Biasanya jarang kulihat engkau minumarak ini? Biar aku pun ikut minum secawan.""Hus, anak perempuan tidak boleh minum arak!" sahutHong Tju-tjiau dengan menarik muka.Selamanya Hong Biau-siang tidak pernah diomeli sangayah, apalagi di depan para tamu, keruan mukanya menjadimerah dan tertegun.Dengan tertawa Bun To-tjeng lantas berkata, "Ah, Hongtoakojuga terlalu keras terhadap gadisnya. Sudahlah, ayahmumelarang kau minum, boleh kau menyuguhkan secawan sajakepada Tjin-siauhiap.""Tidak boleh minum ya sudah, memangnya kepingin?"demikian Hong Biau-siang menjadi ngambek, ia tidak jadiminum dan juga tidak menyuguh kepada Goan-ko.Goan-ko menjadi rikuh sendiri, katanya, "Wanpwe tidaksanggup minum terlalu banyak, tiga cawan tadi sudahmelebihi lakaranku. Suguhan nona Hong biarlah anggap sudahkuterima saja.""Lantaran sejak kecil sudah ditinggalkan ibunya sehinggaaku rada memanjakan dia, harap Tjin-siauhiap janganmenertawakannya," kata Hong Tju-tjiau."Sudahlah, marilah kita bicara soal lain saja," sela Bun Totjeng."Eh, Tjin-siauhiap tadi seperti bilang hendak menuju keLong-peng-koan bukan?"Goan-ko mengiakan."Kang-tayhiap, Kang Hay-thian juga tinggal di sana,kaharnya pada tanggal 15 bulan ini akan mengawinkanputrinya, apakah Tjin-siauhiap mengetahui hal ini?" tanya BunTo-tjeng."Wanpwe justru ditugaskan oleh guruku untukmenyampaikan ucapan selamat kepada Kang-tayhiap," jawabGoan-ko."Ya, aku memang sudah menduga demikian," ujar HongTju-tjiau. "Mengingat hubungan baik Bu-tong-pay kaliandengan Kang-tayhiap, jika Lui-taytjiangbun tidak dapat hadirtentu juga akan mengirim murid kesayangannya untukmewakilinya.""Ah, Hong-tjianpwe terlalu memuji saja," sahut Goan-ko."Di dalam Bu-tong-pay kami, Tjayhe cuma seorang muridyang masih hijau, maka guruku sengaja menugaskan Tjayheagar bisa menambah pengalaman.""Ai, Tjin-siauhiap terlalu rendah hati, sungguh sedikit orangmuda yang mau merendah hati seperti kau, terimalah satucawan sebagai penghormatanku," kata Hong Tju-tjiau."Terima kasih, Wanpwe sesungguhnya tidak sanggupminum lagi," sahut Goan-ko.Aneh juga, arak yang dirasakan tawar oleh Goan-ko danrasanya takkan membikin mabuk itu, kini tiba-tiba kepalanyaterasa rada berat, kakinya terasa lemas dan enteng, nyata iatelah tujuh atau delapan bagian terpengaruh minuman kerasitu.Dalam keadaan rada sinting itu, tiba-tiba teringat sesuatuoleh Goan-ko, tanyanya, "Apakah kedua Lotjianpwe jugamenerima undangan keluarga Kang."Tji-lay-san hanya ratusan li jauhnya dari Tong-peng-koan,karena melihat kedua orang itu adalah tokoh-tokoh persilatan,maka Goan-ko mengira tentu pula kenalan Kang Hay-thiansehingga dia mengajukan pertanyaan demikian.Namun Hong Tju-tjiau menjawab dengan tertawa, "Akutinggal menyepi di sini dan jarang bergaul dengan orang luar,meski nama Kang-tayhiap amat termashur, tapi aku takpernah berkunjung padanya. Rasanya Kang-tayhiap jugatakkan tahu orang gunung seperti diriku ini, darimana diadapat mengirim undangan padaku?""Ya, lebih-lebih aku hanya seorang Bu-beng-siau-tjut(prajurit tak bernama, maksudnya keroco) saja, tidak nantiada undangan keluarga Kang kepadaku," sambung Bun Totjeng."Ah, kedua Lotjianpwe adalah orang kosen yang hidupbebas, sungguh harus dihormati. Marilah kusuguhi keduaLotjianpwe secawan," kata Goan-ko. Padahal tadi diamengatakan tidak sanggup minum lagi, tapi sekarang ia justrumengajak minum pula.Melihat wajah Goan-ko merah membara, Biau-siang lantasberkata, "Tampaknya Tjin-siauhiap telah mabuk benar-benar,seluriknya jangan minum lagi."Hong Tju-tjiau melototi putrinya itu dan berkata, "AnakSiung, mengapa kau tak tahu aturan, ayahmu hanyamengajak minum tamu, mana ada orang mencegah tamuyang ingin minum?""Hahaha, aku tidak mabuk, siapa bilang aku mabuk," serutioan-ko tertawa. "Eh, nona Hong, marilah kita habiskansecawan!"Sembari bicara ia terus berbangku dengan memegangicawan araknya, tapi baru jalan dua langkah dengansempoyongan, mendadak ia jatuh terkulai dan tak sadarkandiri lagi."Ayah, dia sudah mabuk begitu dan kau masih ajak diaminum," ujar Biau-siang."Anak Siang, sekarang kau tentu mengetahui mengapa tadidku melarang kau ikut minum," seru Hong Tju-tjiau dengantertawa. "Arak ini bernama Djian-tjhit-tjui (mabuk seribu hari).Orang muda seperti kau, sekali pun mengulum obat penawarjuga akan mabuk walau pun hanya minum secawan saja."Menyusul Hong Tju-tjiau lantas berpaling kepada Bun Toi|cng, katanya, "Namanya Djian-tjhit-tjui, tapi sebenarnyaterlalu dibesarkan khasiatnya. Setelah minum tiga cawan tadibocah ini sedikitnya juga takkan sadar selama tujuh hari tujuhmalam. Dan cara bagaimana kita perlakukan dia, kuserahkansaja kepadamu.""Bun-sioksiok, ayah, untuk apa kalian sengaja membuatnyamabuk?" tanya Hong Biau-siang bingung.Hong Tju-tjiau menjadi mendongkol, omelnya, "Orang tuaedang bicara, kau jangan ikut-ikutan omong!""Urusan ini toh tak dapat membohongi dia," ujar Bun Totjengtertawa, "Malahan mungkin dia diperlukan untuk ikutmeramaikan pekerjaan kita, maka tiada halangannya diadiberitahu.""Baiklah, akan kukatakan padamu," kata Tju-tjiau kepadaputrinya. "Bun-sioksiokmu mempunyai permusuhan turuntemurundengan Kang Hay-thian, pada kesempatan Kang Haythianmengawinkan putrinya, Bun-sioksiokmu bermaksudmembikin geger ke sana. Kebetulan bocah ini kesasar ketempat kita ini, padanya terdapat kartu undangan Kang Haythianyang dapat kita pergunakan. Rasanya bocah ini terpaksaharus dibikin susah untuk sementara.""Jika orang menyebut Tayhiap (pendekar besar) kepadaKang Hay-thian, rasanya dia tentu seorang baik," kata Biausiang."Bun-siok-siok, cara bagaimana kau sampaibermusuhan dengan dia?"Pertanyaan Hong Biau-siang ini membikin Bun To-tjengmenjadi serba susah.Bun To-tjeng ini tak lain tak bukan adalah keponakan BunTing-bik, itu tokoh yang sangat disegani di pulau Bu-beng-to(pulau tak bernama di lautan timur).Bun Ting-bik adalah seorang guru besar ilmu silat, ia sendiritidak punya anak, maka keponakannya itu telah dipungutsebagai putranya sendiri dan diajarkan segenap ilmu silatnya.Lebih 20 tahun yang lalu mereka berdua juga pernahmenjelajahi daerah Tionggoan. Dengan ilmu 'Sam-siang-sinTiraikasihWebsite http://kangzusi.com/kang yang ampuh itu Bun Ting-bik pernah malang melintangdi dunia Kang-ouw. Tapi kemudian ia terbentur Kim Si-ih danberulang-ulang kena dikalahkan.Memangnya Bun Ting-bik bukan manusia baik-baik, setelahmengalami kekalahan, dia kena dipelet dan menjadi cakaralap-alap (kaki tangan) kerajaan Boan-djing. Padapertempuran terakhir di atas Bin-san, ilmu silatnya kenadipunahkan oleh Kim Si-ih, tapi tidak ditamatkan jiwanya.Selama ikut berkelana di Tionggoan, Bun To-tjeng juga ikutmenjadi cakar alap-alap kerajaan Boan, kalau pamannyamengikat permusuhan dengan Kim Sih-ih, maka ia sendiri punmengikat permusuhan mendalam dengan murid Kim Si-ih,yaitu Kang Hay-thian. Soalnya disebabkan dia inginmemperistrikan Auwyang Wan, putri Auwyang Tiong-ho,tatkala mana Auw-lyang Wan sendiri diam-diam jatuh hatikepada Kang Hay-thian dan tidak sudi kawin dengan Bun Totjeng,pada saat upacara pernikahan hendak dilangsungkandia melarikan diri, kebetulan waktu itu Kang Hay-thianmendatangi rumah Auwyang Tiong-ho sehingga terjadipertarungan dimana Bun To-tjeng terpukul hingga luka dalam.Kejadian itu sudah lewat lebih dari 20 tahun, Kang Haythiandan Auwyang Wan sama-sama sudah kawin denganorang lain. Bun To-tjeng juga sudah pulang ke Bu-beng-to dantelah kawin serta punya anak. Namun dendam lama ituselama ini belum pernah dilupakannya (Peristiwa ini ada dalamGeger Dunia Persilatan).Setelah tekun berlatih selama 20 tahun di pulau terpencilitu, akhirnya Bun To-tjeng juga telah berhasil meyakinkanSam-siang-sin-kang. Meski hidup paman dan keponakan inijauh berada di pulau sunyi itu, tapi terhadap keadaan duniapersilatan di Tionggoan, mereka pun sering mendapat beritadan diketahui bahwa suami istri Kim Si-ih sudah lamamengasingkan diri entah kemana. Bahwa ketua Thian-sanpay,Teng Hiau-lan, ketua Siau-Iim-pay Thong-sian Siangdjin,tokoh Go-bi-pay Kim-kong Siangdjin, tokoh-tokoh kelas wahidangkatan tua itu berturut-turut wafat. Setelah mengetahuikabar itu, timbul kembali ambisi Bun To-tjeng yang inginmerajai persilatan. Musuh satu-satunya yang masih adadianggapnya cuma Kang Hay-thian seorang saja, makadengan mengandung maksud menuntut balas segera iamenjelajahi Tionggoan pula bersama putranya yang bernamaDun Seng-tiong itu.Mengenai diri Hong Tju-tjiau, dia adalah satu di antarajago-jago bayangkara kerajaan Boan yang berhasilmenyelamatkan diri dalam pertempuran besar di atas Bin-sanpada 20 tahun yang lalu itu. Ia pernah mendapat petunjukilmu silat dari BunTing-bik, maka boleh dikata telah angkat saudara denganBun To-tjeng.Sesudah menyelamatkan diri, kuatir kalau orang-orang darikalangan persilatan mencari perkara padanya, maka Hong Tjutjiautidak berani menjual diri pula kepada pihak kerajaan, iamengasingkan diri dan tinggal menyepi di pegunungan Tji-laisini. Kedatangan Bun To-tjeng kali ini lantas tinggat dirumahnya.Hong Tju-tjiau pribadi sudah tentu tidak berani main gilakepada Kang Hay-thian, tapi dengan dukungan Bun To-tjengdengan sendirinya nyalinya menjadi besar. Begitulah makakedua orang itu siang dan malam selalu memikirkan carabagaimana bisa membalas sakit hati mereka.Setelah berhasil meyakinkan Sam-siang-sin-kang, sepertijuga pamannya di masa dahulu, ambisi Bun To-tjeng sangatbesar dan menilai diri sendiri teramat tinggi. Namun mau takmau ia masih jeri juga terhadap ahli waris kesayangan Kim Siih,yaitu Kang Hay-thian, ia merasa belum yakin bisamengalahkan Kang Hay-thian. Sebab itulah biar pun siang danmalam mereka ingin lekas dapat menuntut balas, tapi sebegitujauh mereka masih belum berani bertindak, mereka sedangmenantikan kesempatan yang paling menguntungkan.Dan kesempatan yang baik itu kini telah tiba. Tiga hari lagiKang Hay-thian akan mengawinkan putrinya, kebetulan utusanBu-tong-pay yang akan hadir ke sana, yaitu Tjin Goan-ko padasaat yang diharapkan itu justru menerobos ke tempatkediaman Hong Tju-tjiau, maka Bun To-tjeng lantasmemasang perangkap bersama Hong Tju-tjiau, Tjin Goan-koterpancing untuk menceritakan maksud tujuankedatangannya, lalu pemuda itu dibius dengan arak 'Djiantjhit-tjui'. Bun To-tjeng, Hong Tju-tjiau dan Bun Seng-tiongbertiga sebelumnya sudah makan obat penawar sehinggamereka sendiri tidak sampai mabuk.Namun terhadap tipu muslihat itu sedikitpun Hong Biausiangtidak tahu menahu, sebab itulah ia minta ikut minumarak dan membikin perjamuan rada runyam danpertanyaannya juga membikin kikuk Bun To-tjeng.Syukur Hong Tju-tjiau lantas menyela, "Anak Siang, kautidak perlu tanya urusan orang tua. Apa yang dilakukan ayahdan Mim-sioksiok tentu takkan salah."Dasar watak Hong Biau-siang memang aleman dan soknif^in tahu segala, maka dengan mulut menjengkit ia tetapber-tnnyn, "Anak justru ingin tahu, mengapa seorang Tayhiapyang irmtashur itu sampai dimusuhi oleh Bun-sioksiok?""Memang, Kang Hay-thian disebut sebagai Tayhiap, tapiosungguhnya cuma nama kosong saja untuk mengapusi orangyang tidak tahu, padahal sesungguhnya....." kata Bun To-tjengdengan tersenyum."Sesungguhnya apa?" tanya Biau-siang. Bun To-tjengmelirik sekejap kepada Hong Tju-tjiau, lalu menjawab, "Bolehjuga kukatakan padamu. Sesungguhnya Kang Hay-thianadalah pemberontak yang melawan pihak kerajaan.""Melawan kerajaan? Apa sih jeleknya jika begitu?" ujarBiau-siang. "Kemarin dulu aku mendengar pembicaraanbeberapa orang pemburu di atas gunung, katanya pembesarkerajaan mla-rata adalah orang jahat semua, suka memerasrakyat, memungut pajak liar, merampas harta benda rakyatkecil dan macam-macam perbuatan tercela sehingga merekaterpaksa sembunyi di pegunungan dan hidup sebagaipemburu."Kiranya Hong Biau-siang ini dilahirkan sesudah Hong Tjutjiaumengasingkan diri di Tji-lay-san. Lantaran takut dicarioleh kaum ksatria, maka Hong Tju-tjiau tidak pernahmenceritakan asal-usulnya sendiri kepada putrinya itu.Tahun ini Hong Biau-siang baru berumur 19 tahun,selamanya tidak pernah keluar jauh dari rumah. Cuma sifatnyamemang lincah dan suka berkeliaran di lereng gunung.Walaupun Tji-lay-san sangat sedikit penduduknya, tapi adajuga beberapa keluarga pemburu, di bawah gunung ada lebihbanyak keluarga petani, dari mereka Hong Biau-siangmendengar cerita tentang Kang Hay-thian serta perbuatankaum pembesar korup yang menindas rakyat. Cuma ia tidaktahu ayahnya sendiri sebenarnya juga jago bayangkarakerajaan.Maka Bun To-tjeng berkata pula dengan tertawa, "Nonayang baik, kau jangan percaya kepada cerita-cerita rakyatyang bodoh itu. Memang ada juga pembesar negeri yangjahat, tapi banyak pula yang baik. Bukankah kau pernahbersekolah dan membaca bahwa rakyat harus setia kepadajunjungannya, jadi kerajaan yang berkuasa harus dipatuhi,mana boleh dilawan malah?"Memangnya Hong Biau-siang masih hijau, ia menjadibingung mendengar ucapan Bun To-tjeng itu.Lalu Bun To-tjeng berkata pula, "Hong-toako, agaknya kaubelum memberitahukan siapa dirimu kepada Titii (keponakanperempuan). Jika usaha kita sekali ini berhasil, maka tidakperlu lagi kau merahasiakannya kepada putrimu ini."Hong Tju-tjiau mengangguk. Tapi Hong Biau-siang lantasberseru, "Ayah, apa maksud kalian ini? Selamanya ayah bilangdirinya adalah orang persilatan, selain ini apakah adakedudukan lain?""Anak bodoh, sabar dulu, tiga hari lagi ayah tentu akanmemberitahukan padamu dengan jelas," kata Tju-tjiau dengantertawa. "Mulai sekarang kau jangan lagi mengganggupembicaraan orang tua. Bun-hiante, marilah kita bicara urusanpokok saja. Cara bagaimana kita harus menindak bocah ini,"katanya sambil menuding Tjin Goan-ko yang menggeletak taksadar itu."Bocah ini akan tetap merupakan bibit bencana biladibiarkan hidup terus, lebih baik sekali potong mampuskan diasaja," ujar Bun Seng-tiong."Ya, dibunuh saja juga baik," sokong Bun To-tjeng.Segera Hong Biau-siang menimbrung lagi, "Baru saja kalianmemperlakukan dia sebagai tamu terhormat, dia pun tidakberdosa apa-apa, mengapa kalian ingin membunuhnya?""Kau ini tahu apa? Sudah kukatakan jangan menggangguurusan orang tua, kembali kau mengacau lagi," semprot HongTju-tjiau. "Tapi, Bun-hiante, bocah ini adalah murid Bu-tongpay?"Hong Tju-tjiau sendiri memiliki harta benda cukup besar,kuatir akibatnya akan merugikan dia, sedangkan Bun To-tjengdengan enak saja dapat kabur.Bun To-tjeng menjadi kurang senang, tapi ia masihmemerlukan kerjasama dari Hong Tju-tjiau, maka terpaksa iaberlagak tenang, katanya, "Baiklah, jiwanya sementara iniboleh ditunda, sesudah usaha kita berhasil barulah kitarundingkan lagi, toh dia tak mungkin bisa kabur.""Memangnya, sesudah minum 'Djian-tjhit-tjui sedikitnya diaakan mabuk tujuh hari tujuh malam," ujar Hong Tju-tjiaudengan perasaan lega."Anak Tiong, seretlah bocah ini ke dalam kamar, kerjakanapa yang kukatakan," kata Bun To-tjeng kemudian.Bun Seng-tiong mengiakan, segera ia mengangkat tubuhTjin Goan-ko dan menyeretnya ke kamarnya sendiri."Ayah, kepalaku terasa pusing, aku akan pergi tidur saja,"kata Biau-siang."Baiklah, boleh kau pergi tidur saja daripada mengganggudi sini," sahut Hong Tju-tjiau.Sesudah Bun Seng-tiong dan Hong Biau-siang pergi, makatertawalah Bun To-tjeng bersama Hong Tju-tjiau. Kata BunTo-tjeng, "Sungguh tidak nyana pada saat kita pusingmemikirkan pelaksanaan rencana kita, tahu-tahu bocah inimenerobos kemari. Ini benar-benar kesempatan bagus yangdihadiahkan Thian kepada kita.""Cara bagaimana kita harus bertindak, coba Bun-hiantesuka menerangkan," kata Hong Tju-tjiau."Maksudku menyuruh anak Tiong menyaru sebagai bocahini dan kita ikut dia menyelundup ke tempat Kang Hay-thian,kemudian.....""Nanti dulu," sela Tju-tjiau. "Caramu ada kelemahannya,padahal kita hanya punya sehelai kartu undangan.""Kartu undangan ini ditujukan kepada ketua Bu-tong-pay,tapi tidak menentukan bahwa kartu undangan ini hanyaberlaku untuk seorang saja. Padahal anak murid Bu-tongsangat banyak, kita kan dapat memalsu sebagai orang Butong-pay, sebagai pengiring bocah she Tjin ini. Kang Hay-thianterkenal suka bergaul, kalau kita datang menjadi tamunyamasakah dia akan merintangi kita? Sudah tentu, jika orangyang tidak dikenal asal-usulnya memang sulit untuk menyusupke sana. Tapi sekarang kita hadir bersama murid Bu-tong-pay,tentu urusan akan berbeda.""Tapi, tapi kalau di antara tetamu itu ada yang kenal bocahshe Tjin itu, lalu bagaimana?" tanya Tju-tjiau."Ini sudah kupikirkan," jawab To-tjeng. "Pertama, bocahshe Tjin ini baru pertama kali ini mengembara keluar, tokohtokohKangouw yang terkemuka tentu masih jarang yangkenal dia. Maka aku pun yakin di antara tamu-tamu Kang Haithian tentu tiada yang kenal dia. Kedua, dari pamanku akumendapatkan Di-yong-tan (obat rias muka), perawakan anakTiong hampir serupa dengan bocah she Tjin ini, sesudahmenyamar, kecuali gurunya atau orang-orang yangberdekatan dengan dia setiap hari, rasanya juga sukar untukmembedakannya Apalagi tujuan kita harus menyelundup kesana dan tidak perlu tinggal terlalu lama.""Namun aku masih rada kuatir sebab dahulu pernah terjadiperistiwa yang serupa, maka besar kemungkinan Kang Haythiantelah berjaga-jaga sebelumnya" ujar Tju-tjiau."Apa kau maksudkan kejadian putra Yap Tu-hu yangmemalsukan keponakan Kang Hay-thian dahulu itu?" tanyaBun To-tjeng. Meskipun dia tinggal terpencil di lautan, tapisetiba di Tionggoan ia sudah menyelidiki segala seluk belukkeluarga Kang. Sebab itulah ia pun mendapat tahu tentangkejadian Yap Leng-hong yang dipalsukan itu."Ya" sahut Hong Tju-tjiau. "Lantaran sudah mengalamikejadian itu, maka dia tentu penuh waspada Sedangkan istriKang Hay-thian juga seorang wanita yang cerdik dan lihai.""Kau masih belum paham urusan seluruhnya" ujar Bun Totjeng."Tampaknya kedua hal ini memang serupa, tapisebenarnya berbeda dahulu Yap Leng-hong palsu pernahtinggal beberapa tahun lamanya di rumah Kang Hay-thian,sedangkan kita cuma perlu beberapa jam saja menyusup kerumahnya Kedua Tjin Goan-ko ini adalah anak muda angkatanbaru, kita dapat memakai waktu yang tepat dan memasukirumah Kang May-thian beberapa saat sebelum upacaraperkawinan dilangsungkan. Untuk menyambut seorang tamuangkatan muda tentu tidak perlu dilakukan sendiri oleh tuanrumah dan cukup oleh petugas penyambut tamu saja rasanyaKang Hay-thian juga takkan mengundang anak muda ketempat duduk yang utama, ini berarti Kang Hay-thian danistrinya tiada sempat buat bertemu muka dengan Tjin Goan-kopalsu. Jelas keadaan demikian sangat berbeda dengan YapLeng-hong palsu dahulu.""Lalu bagaimana tindakan kita sesudah menyusup kesana?" tanya Tju-tjiau pula."Itu adalah urusanku sendiri," kata Bun To-tjeng. "Mungkinaku belum mampu memenangkan Kang Hay-thian, tapi untukmelayani anak muridnya kuyakin sudah jauh dari cukup. Akudapat menggunakan cara kilat sekaligus membekuk putri danmenantunya untuk dipakai sebagai sandera kau sendiri bolehmenjaga anak Tiong saja, dalam keadaan kacau kalian lantaskabur terlebih dulu."Mendengar dirinya tidak perlu ikut bertempur, diam-diamHong Tju-tjiau merasa lega ia pikir kalau urusan gagal danBun lo-tjeng dijatuhkan Kang Hay-thian, dalam keaadankacau-balau dirinya masih ada kesempatan melarikan diri. Jikausaha membekuk sandera berhasil, maka resiko yangditempuh inipun ada harganya untuk dilakukan."Dan sudah tentu, setelah usaha kita berhasil, tenagakalian ayah dan anak masih sangat diperlukan," kata Bun Totjengpula. "Setahuku, Kang Hay-thian teramat benci olehpihak kerajaan, soalnya dia belum secara terang-teranganmemberontak, ilmu silatnya juga teramat tinggi, makaseketika pihak kerajaan belum bisa mengapa-apakan dia.""Ya, sudah tentu pihak kerajaan ingin sekali bisamembunuh Kang Hay-thian, soalnya ilmu silat Kang Hay-thianmemang luar biasa sehingga tiada orang yang beranimengutik-utik dia, sebab itu pula Kang Hay-thian beranimengadakan pesta besar-besaran. Tapi, betapapun tinggi ilmusilat Kang Hay-thian sekarang, dengan datangnya Bun-hiantesekali ini tentu gelar jago nomor satu tidak akan menjadimiliknya lagi."Bun To-tjeng tertawa senang, katanya, "Ah, Hong-toakoterlalu menilai tinggi diriku. Untuk bicara terus terang, sudahtentu aku tak gentar kepada Kang Hay-thian, tapi kalau satulawan satu, mungkin kalah atau menang juga masih menjaditeka-teki. Cuma saja aku masih berani mengambil resikomenyusup ke rumahnya.""Ya, sudah tentu. Dengan kepandaian Bun-hiante, usahvmu sekali ini pasti akan berhasil dengan gilang gemilang,"Hong Tju-tjiau mengumpak pula."Setelah putri dan menantunya tertawan sebagai sandera,kukira Kang Hay-thian akan menjadi jeri dan tidak berani maingila lagi kepada kerajaan," kata To-tjeng pula. "Dan sesudahberhasil usaha kita menawan musuh, selanjurnya masihdiperlukan bantuanmu. Kau pernah menjadi anggotabayangkara selama sepuluh tahun, tentu kau masih punyateman sejawat di kotaraja. Maka hasil usaha kita ini perlubantuanmu untuk dilaporkan ke sana."Sudah tentu Hong Tju-tjiau paham maksud Bun To-tjengyang kemaruk kedudukan dan kepingin pangkat itu. Jawabnyadengan tertawa, "Untuk ini tidak perlu Bun-laute kemukakanlagi. Sudah tentu kita takkan menyerahkan putri Kang Haythiansecara percuma, pasti akan membicarakan syarat yangseimbang bagimu. Komandan-komandan Gi-lim-kun mungkinseketika tak bisa diganti, tapi untuk menjadi wakil komandankukira masih tidak sukar dicapai.""Hahaha!" Bun To-tjeng tertawa senang. "Jika kelak akumenduduki tempat yang baik, tentu juga aku takkan lupapadamu. Kita ini kan ada rejeki dirasakan bersama, ada rugidipikul berdua.""Aku akan merasa puas bilamana aku dapat kembalikepada jabatanku yang dulu," ujar Tju-tjiau tertawa. "Setelahkekalahan di Bin-san dahulu, aku tidak berani pulang kekotaraja dan menyingkir ke pegunungan sunyi ini. Selama 20-an tahun mi aku tak pernah meninggalkan pegunungan ini,hidupku benar-benar sangat mengesalkan.""Dan sekarang adalah kesempatan bagus yang harus kitakerjakan sebaik-baiknya," kata To-tjeng. "Eh, ada sesuatumasih diperlukan bantuan Titli, dari kata-katanya tadi akumenjadi ragu-ragu, entah dia dapat melakukannya denganbaik atau tidak.""Urusan apa?" tanya Tju-tjiau."Jika kita bertiga berangkat ke tempat Kang Hay-thian itu,maka bocah she Tjin itu harus dijaga oleh Biau-siang Titli.Tugas ini tidaklah sukar, aku hanya kuatir dia mempunyaijalan berpikirnya sendiri dan jangan-jangan dia malah akanmembebaskan bocah itu, jika demikian tentu urusan kita bisarunyam.""Aku akan memperingatkan dia dengan sungguh-sungguh,kau jangan kuatir, betapapun terhadap kata-kataku dia masihtetap patuh," ujar Tju-tjiau.Begitulah pada saat itu juga Hong Biau-siang ternyata tidakkembali ke kamarnya seperti katanya tadi, tapi diam-diam diapergi mengintai apa yang sedang dilakukan Bun Seng-tiong.Entah mengapa, selama berteman beberapa bulan denganBun Seng-tiong, terhadap ilmu silat pemuda itu memang Biausiangsangat kagum, tapi hubungan di antara kedua mudamudiitu seakan-akan terhalang oleh sesuatu yang sukardisebutkan. Kemudian waktu muncul Tjin Goan-ko, setelahdibandingkan, samar-samar Biau-siang merasa pada diri BunSeng-tiong itu ngaknya tidak terdapat jiwa yang besar, tidakpunya kepribadian yang luhur.Sungguh aneh juga, meski Tjin Goan-ko baru pertama kalibertemu dengan dia, tapi Biau-siang sudah menaruh simpatipadanya. Paling tidak ia anggap tingkah laku Tjin Goan-ko itucukup untuk disebut sebagai seorang 'pendekar' yang baik.Kini Biau-siang hendak pergi mengintai Bun Seng-tiong,tapi yang benar ia merasa kuatir kalau-kalau Seng-tiongmencelakai Tjin Goan-ko. Ia merasa simpatik kepada TjinGoan-ko yang tanpa berdosa telah dibikin susah, maka hadkecilnya merasa tidak tentram walau pun dia sendiri tidak ikutdi dalam komplotan keji ayahnya itu.Saat itu Bun Seng-tiong sudah menanggalkan pakaian TjinGoan-ko dan ditukar dengan pakaiannya sendiri. Teringatpada pertandingan di taman siang tadi, diam-diam rasadengkinya timbul pula, terutama bila ingat pujian Hong Biausiangyang diberikan kepada ilmu pedang Tjin Goan-ko itu.Tiba-tiba ia melolos pedang dan diacungkan ke tenggorokanTjin Goan-ko, pikirnya, "Sayang Hong-pepek tidak mau terimausulku, kalau tidak, alangkah baiknya jika sekali tusukkumampuskan bocah ini. Hm, sekarang dia jatuh di bawahcengkeramanku, meski tak kubunuh, asalkan Pi-peh-kut(tulang pundak) bocah ini kubisui patah, tentu segalakepandaian silatnya akan punah. Permusuhan dengan Butong-pay toh sudah terang terjadi, betapapun beras sudahmenjadi nasi, rasanya Hong-pepek juga tak dapatmenyalahkan aku."Sembari mengancam tenggorokan Tjin Goan-ko denganujung pedangnya, tapi Seng-tiong masih ragu-ragu danseketika masih belum berani turun tangan. Ketika mendadakia menjadi nekat dan akan memotong tulang pundak TjinGoan-ko tanpa peduli akibatnya, sekonyong-konyongterdengar jeritan kaget di belakangnya, "He, Seng-tiong, apayang hendak kau lakukan?"Kiranya Hong Biau-siang datang tepat pada waktunya dansempat mencegah perbuatan keji Bun Seng-tiong. WaktuSeng-tiong menoleh, terpaksa ia menyapa dengan tertawakikuk, "O, kiranya kau. Kau membikin kaget saja padaku."Menolehnya Bun Seng-tiong membuat Hong Biau-siangterkejut juga. Kiranya selain Bun Seng-tiong sudah menukarpakaian Tjin Goan-ko, bahkan wajahnya juga sudah diriashampir mirip dengan murid Bu-tong-pay itu, sekilas hampirsaja Biau-siang mengira yang dihadapinya adalah Tjin Goan-kosendiri.Maka dengan mengomel Biau-siang menjawab, "Kaulahyang membikin kaget padaku. Mengapa kau hendakmembunuh dia dan untuk apalagi kau menyamar sebagaidia?""Mana bisa aku hendak membunuh dia? Soalnya kau taditelah memuji dia, maka sekarang aku sengaja menakut-nakutikau saja," sahut Seng-tiong dengan tertawa. "Eh, apakah kaupe-nujui bocah ini? Jika betul biarlah aku membunuhnyasungguh-sungguh.""Ngaco-belo, siapa yang kupenujui? Siapa pun tiada yangkupenujui?" sahut Biau-siang uring-uringan. "Kau bilanghendak menakut-nakuti aku dan pura-pura hendakmembunuhnya. Tapi mengapa kau menyamar seperti diapula? Apa maksudmu?""Coba katakan dulu, mirip tidak penyamaranku ini?" tanyaSeng-tiong tertawa."Selain suara, hakikatnya kau seperti saudara kembarnya.Apakah kau memang hendak memalsukan dia? Untuk apa?"Tiba-tiba Bun Seng-tiong menyengir dan berlagak memberihormat kepada Hong Biau-siang, lalu berkata dengan suarayang dibuat-buat, "Nona Hong, terimalah hormatku ini?"Nyata ia menirukan lagak lagu Tjin Goan-ko."Cis," omel Biau-siang. "Bagaimana, kau belum lagimenjawab pertanyaanku tadi!""Ya, memang betul, aku memang sengaja menyaru sebagaidia," jawab Seng-tiong kemudian. "Bila kau ingin tahu lebihjelas boleh kau tanyakan kepada ayahmu sendiri.""Apakah ayah yang suruh kau berbuat demikian? Aku tidakpercaya.""Kau tidak percaya boleh kau tanyakan pada ayahmusekarang juga. Baiklah, mari kita ke depan sana, agar kautidak selalu kualir aku mencelakai kau punya si dia."Biau-siang menjadi serba salah, pikirnya, "Perbuatanmuyang tidak pantas ini masakah terhitung seorang ksatria?Mengapa ayah menyuruh dia melakukan hal yang demikiansecara sembunyi-sembunyi?"Setelah berpikir sejenak, lalu Hong Biau-siang menjawab,"Sudahlah, kepalaku rada pusing, aku akan pulang ke kamarkusaja. Aku takkan percaya kepada omonganmu."Bun Seng-tiong yakin si nona takkan berani sembrono,maka mereka lantas keluar kamar, pintu kamar digemboklebih dulu. Lalu Seng-tiong berkata, "Baiklah silakan kaumengaso saja. Sebentar nanti kita bicara lagi."Waktu melihat penyamaran Bun Seng-tiong, Tju-tjiaumerasa puas dan memuji akan kepandaiannya itu. Setelahmemberi petunjuk seperlunya kepada sang putra tentangrencana mereka, lalu Bun To-tjeng berkata, "Hendaklah kauberlatih dengan baik, besok juga kita lantas berangkat kesana"Ketika mengetahui Hong Biau-siang akan ditugaskanmenjaga Tjin Goan-ko, diam-diam Bun Seng-tiong merasatidak enak.Rupanya Hong Tju-tjiau dapat melihat sikap Bun Seng-tiongitu, katanya "Apakah kau merasa kuatir meninggalkan merekadi sini?"Kiranya Hong Tju-tjiau sudah ada maksud hendak berbesanandengan Bun To-tjeng. Sebenarnya ia sangat senangmelihat pergaulan Seng-tiong dan Biau-siang kian rapat danmenyangka mereka sudah cocok satu sama lain. Sebab itulahia menyangka Seng-tiong merasa berat meninggalkan Biausiangdi rumah.Tentu saja Seng-tiong tidak dapat mengemukakan isihatinya, terpaksa ia menjawab, "Bukannya aku merasa kuatir.Soalnya kulihat adik Siang seperti belum paham duduknyaperkara dan menaruh simpati kepada bocah she Tjin itu. Akuberpendapat ada lebih baik Hong-lopek menjelaskan kepadaadik Siang bahwa urusan kita ini menyangkut penuntutan sakithati Hong-lopek sendiri, dengan demikian adik Siang tentuakan membantu dengan sepenuh tenaga dan pikiran."Setelah berpikir sejenak, kemudian Tju-tjiau berkata"Baiklah, sekarang juga akan kukatakan padanya."Kamar Hong Biau-siang terletak di bagian paling belakang,untuk ke sana harus melalui kamar Bun Seng-tiong dima-nadisekap Tjin Goan-ko yang tak sadarkan diri itu.Ketika lewat kamar Seng-tiong, tiba-tiba timbul rasa curigaBun To-tjeng. Menurut keyakinannya, orang yang mabuktentu bernapas lebih berat daripada orang biasa. Denganketajaman pnnca indra Bun To-tjeng, dari luar kamarseharusnya ia dapat mendengar suara napas Tjin Goan-ko itu.Tapi sekarang tampaknya di dalam kamar itu sunyi senyaptiada sesuatu suara pun."Entah, bagaimana keadaan bocah itu, marilah kita cobamelongoknya" kata Bun To-tjeng."Kukira dia masih pulas seperti babi mati," ujar Tju-tjiaudengan tertawa.Tak terduga begitu pintu kamar dibuka, keadaan di dalamkamar membuat mereka menjadi melongo kesima.Ternyata daun jendela di sebelah sana tampak terpentang,bau harum arak Djian-tjhit-tjui itu sayup-sayup masih tercium,lapi kamar itu sudah kosong melompong, Tjin Goan-ko sudahtak nampak batang-hidungnya.Cepat Bun To-tjeng melompat keluar, dari atas gununggunungandi tengah taman dipandangnya sekitarnya tapisuasana malam sunyi kelam tiada bayangan seorang pun.Setelah masuk kembali, dengan suara petahan To-tjengmembisiki Hong Tju-m'au, "Cobalah tanya saja kepadaputrimu."Kuatir dan gusar pula Hong Tju-tjiau, katanya "Jika budakitu yang melepaskan bocah she Tjin, sekali hantam tentu akankubinasakan dia.""Hong-toako jangan marah dulu, paling betul ditanyadahulu," ujar To-tjeng.Segera Hong Tju-tjiau mendatangi kamar Hong Biau-siangdan menggedor pintu, serunya, "Anak Siang, sedang apa kaudi dalam kamar? Lekas keluar!""Kepalaku terasa pening dan ingin tidur," sahut Biau-siangdari dalam."Keluar!" bentak Tju-tjiau.Maka terdengar suara kresak-kresek Hong Biau-siang turundari tempat tidur serta mendekati pintu, sejenak kemudianpintu dibuka, mata si nona tampak masih keriyap-keriyapsepat, tanyanya, "Ada apa ayah? Tengah malam buta adakahsesuatu yang harus dirundingkan dengan aku?"Ketika Bun to-tjeng bertiga mengamat-amati keadaankamar, tertampak di dalam kamar itu tiada sesuatu tanda adaorang lain kecuali Hong Biau-siang sendiri.Dengan suara bengis Hong Tju-tjiau lantas bertanya, "Dimanakahbocah she Tjin itu?"Biau-siang melengak, tapi mendadak air mukanya berubah,katanya dengan suara penasaran, "Apa artinya ini, ayah?Bukankah bocah itu telah kalian cekoki hingga mabuk? Hendakmencari dia kan mesti pergi ke kamar Bun-toako?""Di hadapanku kau jangan berlagak pilon," semprot Tjutjiau."Bocah she Tjin itu telah kau lepaskan bukan?"Sungguh penasaran dan mendongkol Hong Biau-siang, tapiterasa juga rasa senang yang tak terkatakan ketikamendengar bahwa Tjin Goan-ko telah kabur. Segera iamenjawab, "Ayah, mengapa lupa bahwa bocah she Tjin itudalam keadaan mabuk, cara bagaimana aku sanggupmembawa dia keluar dan menyembunyikan dia? O, ayah,mengapa ayah menuduh putrimu sendiri tanpa alasan?"Lalu menangislah dia dengan sedih.Diam-diam Tju-tjiau dapat menerima alasan putrinya itu,rasanya dengan kepandaian Biau-siang yang terbatas itutakkan mampu melepaskan Tjin Goan-ko yang dalam keadaantak bisa berkutik itu. Maka ia lantas berkata, "Baiklah,anggaplah aku ang salah paham padamu, kau janganmenangis lagi."Bun Seng-tiong sengaja hendak mencari muka, ia punmendekati Biau-siang dan berkata, "Ya, karena salahku yangtak becus menjaga tawanan sehingga membikin adik Siangyang menderita penasaran."Biau-siang masih terguguk-guguk dan tak menggubriskepada pemuda itu."Baiklah, mari kita coba memeriksa lagi lebih teliti," ajakTju-tjiau. Lalu mereka bertiga pun meninggalkan kamar Biausiang.Lebih dulu Tju-tjiau mendatangi kamar obatnya untukmemeriksa obat pemunah Djian-tjhit-tjui, tapi obat ituternyata tersimpan dengan baik tanpa kurang sedikitpun.Diam-diam Tju-tjiau merasa lega, katanya, "Memang aku kiraanak Siang juga takkan berani mencuri obatku. Sekarang jelasobat pemunahnya tiada kurang sedikitpun, sedikitnya bocahitu akan mabuk tanpa sadar selama tujuh hari tujuh malam.Meski kita tak membunuhnya, tapi keadaan sama sepertiterbunuh, sementara itu kita sudah sempat pergi pulang dariTong-peng-koan."Sebaliknya Bun To-tjeng menjadi tidak tentram malahsetelah terbukti hilangnya Tjin Goan-ko itu bukan dilepaskanoleh Hong Biau-siang. Katanya, "Aneh, dalam keadaan sadarbocah she Tjin itu pasti tidak bisa kabur dengan sendirinya.Dan inilah yang sedang kukuatirkan."Maklum, bila betul ada seorang yang mampu melarikan TjinGoan-ko, maka kepandaian orang itu pasti tergolong kelaswahid, kalau tidak, mustail Bun To-tjeng tidak mendengarsesuatu suara apa pun."Dengan menggondol satu orang, tentu mereka belumterlalu jauh dari sini," ujar Bun Seng-tiong.Segera mereka bertiga mengejar keluar dan mencari ubekubekansampai belasan li jauhnya, namun tiada bayanganseorang pun yang diketemukan. Padahal luas Tji-lay-san ituada ratusan li, sudah tentu mereka tidak dapat mencari kesetiap pelosok.Akhirnya Bun To-tjeng berkata, "Hong-toako, agaknyakepandaian orang itu tidak di bawah kita, besar kemungkinansaat ini dia sudah jauh meninggalkan Tji-lay-san.""Lalu, apakah kita tetap akan berangkat ke Tong-pengkoanatau tidak?" tanya Tju-tjiau."Kesempatan baik sukar dicari, kita tetap melanjutkanrencana semula," kata Bun To-tjeng.Tapi menghilangnya Tjin Goan-ko benar-benar membikinhati Hong Tju-tjiau tidak enak sehingga dari wajahnyakelihatan perasaannya yang ragu-ragu.Bun To-tjeng lantas menghiburnya, "Bukankah kaumengatakan bocah itu akan mabuk selama tujuh hari tujuhmalam tanpa sadar. Sekalipun ada orang membawa lari diajuga takkan dapat mengorek sesuatu keterangan dari bocahshe Tjin itu. Dan dengan sendiri tiada yang tahu rencana yangtelah kita atur.""Tapi, tapi kalau orang Kang Hay-thian yang membawa laridia, lantas bagaimana?" ujar Tju-tjiau."Masakah Kang Hay-thian bisa meramal, darimana diamengetahui bocah she Tjin itu kebetulan kesasar ke tempatmuini?" kata Bun To-tjeng dengan tertawa."Habis siapakah orangnya menurut persangkaanmu?""Darimana aku tahu? Cuma, sekalipun orang itu juga tamuyang akan pergi ke tempat Kang Hay-thian juga kita tak perlukualir. Pertama dia toh tidak mengetahui akan rencana kita.Kedua, setelah mengetahui bocah she Tjin itu bukan mabukbiasa, tentu dia akan mengira keracunan dan pasti akan buruburumencari tabib yang berdekatan di sini dan dia takkansempat memburu ke Tong-peng-koan lagi. Sesungguhnya, jikakita ingin mengerjakan urusan besar betapapun kita harusberani mengambil resiko. Apakah kesempatan yang bagus iniakan kau sia-siakan begitu saja, Hong-toako?"Sebenarnya Hong Tju-tjiau masih takut-takut, tapirangsangan pangkat dan hadiah besar telah membikin gelappikirannya. Seketika ia menjadi tabah setelah digosok-gosokoleh Bun To-tjeng. Katanya kemudian, "Baiklah, seperti orangjudi, memang kita harus berani bertaruh satu kali. Besok jugakita lantas berangkat. Cuma sekarang anak Siang sudah tiadatugas lagi, apakah dia perlu dibawa serta?""Kukira dia lebih baik disuruh menjaga rumah saja, sekalipun ada orang kosen yang menggerayangi rumahmu jugarasanya takkan mempersulit seorang gadis yang masih hijau,"kata To-tjeng.Terpaksa Hong Tju-tjiau setuju. Setiba di rumah ia sudahmenduga putrinya tentu akan ribut lagi jika Biau-Siang tidakdiperbolehkan ikut Tak tersangka nona itu ternyata dingindinginsaja ketika diberitahu persoalannya, katanya,"Memangnya aku lebih suka tinggal di rumah saja daripadaikut memalsukan tamu orang."Sikap Biau-siang yang lunak ini berbalik menimbulkan rasacuriga Hong Tju-tjiau. Pikirnya, "Bocah she Tjin itu telahmenghilang secara aneh, jangan-jangan Biau-siangmengetahui persoalannya tapi sengaja tutup mulut?"Akan tetapi karena tiada sesuatu bukti, pula usulmembiarkannya menjaga rumah juga datang dari dia sendiri,terpaksa ia tidak dapat mengubah maksudnya lagi. Besoknyamereka lantas berangkat ke Tong-peng-koan dengan rencanahendak menculik putri dan menantu Kang Hay-thian.Sesungguhnya memang bukan Hong Biau-siang yangmelepaskan Tjin Goan-ko, bahkan siapa yang menolong Goankojuga dia tidak tahu menahu. Cuma dia lebih suka tinggal dirumah memang setengahnya dia berharap akan sempatbertemu pula dengan Goan-ko, di samping itu ia pun sudahjemu kepada $un Seng-tiong dan tidak ingin berada bersamalagi dengan pemuda itu."Siapakah orang yang telah menolong pergi Tjin Goan-koitu? Dia tidak punya obat pemunah, selama tujuh hari tujuhmalam ini Goan-ko takkan sadar, lalu apa yang diperbuatnya?"begitulah Biau-siang menimang-nimang sendiri.Maksud Biau-siang ingin bertemu dengan Tjin Goan-kobukanlah lantaran hatinya sudah bersemi cinta, walaupun diamemang menaruh hati kepada pemuda itu, namun apa punjuga mereka baru saja kenal sehingga hakikatnya belum dapatbicara tentang cinta segala. Cuma disebabkan diamenghormat dan mengagumi sikap ksatria Tjin Goan-ko,maka dia berharap berkesempatan berbuat sesuatu yangberguna bagi pemuda itu. Yang dia pikir adalah semoga orangitu tidak mampu menyadarkan Tjin Goan-ko dan terpaksaharus datang lagi ke rumahnya untuk mencuri obat pemunahyang tempat penyimpanannya sangat dirahasiakan, untukmana dialah yang akan mengambilkan obatnya dan diberikankepadanya.Nyata pikiran Biau-siang itu terlalu kekanak-kanakan, iatidak tahu bahwa ayahnya tidak sebodoh dugaannya. Bukansaja ayahnya sudah memeriksa penyimpanan obat pemunahitu, bahkan sudah membawa serta semua obat itu waktuberangkat ke Tong-peng-koan.Begitulah harapan Hong Biau-siang akan bertemu denganGoan-ko selain untuk memenuhi rasa ingin tahu dimana Goankobersembunyi pada saat itu, juga sesungguhnya dia ingintahu tokoh macam apakah orang yang telah membawa lariGoan-ko itu.Habis siapakah gerangan orang yang menolong pergi TjinGoan-ko itu? Tentang ini marilah kita ikuti dulu pengalamanGoan-ko yang aneh dan menarik.Tjin Goan-ko sendiri tidak tahu dia sudah mabuk sampaiberapa lama, ketika sadar kembali, tiba-tiba ia merasapunggungnya menempel di atas tanah yang keras, lembab lagidingin. Cepat ia meloncat bangun sambil kucek-kucekmatanya dan celingukan kian kemari.Ternyata sekitarnya adalah pepohonan belaka, kiranyadirinya terbaring di tengah hutan, di atas tanah penuh lumut,tampaknya tempat yang jarang diinjak manusia, bahkanbinatang pun tiada yang lewat di situ.Sang surya tampak baru saja menongol, mutiara embunbelum lagi kering, pantas punggungnya terasa lembab dandingin.Setelah jelas keadaan sekitarnya, Goan-ko menjadi terheran-heran dan mengira dirinya sedang mimpi buruk.Ia coba kucek-kucek matanya pula dengan air embunsehingga pikirannya rada jernih, maka mulailah ia teringatkepada kejadian perjamuan di rumah Hong Tju-tjiau, dimanadia telah disuguh tiga cawan arak berturut-turut."Hanya tiga cawan arak saja mengapa aku menjadimabuk?" demikian pikirnya. "Seumpama mabuk jugaseharusnya aku berbaring di rumah keluarga Hong itu,mengapa aku bisa berada di sini? Ai, apa barangkali akubenar-benar sedang mimpi?"Tapi ketika ia coba menggigit jarinya sendiri, rasanya tohsangat sakit, jadi dirinya sekali-sekali bukan di alam mimpi.Sedang Goan-ko merasa bingung, tiba-tiba terdengar orangbergelak tertawa. Seorang pengemis muda tampak sedangmendatanginya sambil berjalan sembari bertembang.Yang ditembangkan pengemis muda itu adalah sebuah lagukaum jembel yang bernama 'kembang kacang', lagunyajenaka menertawakan, malahan lagu itu seakan-akanmenyindir Tjin Goan-ko yang telah kesengsem kepada anakdara orang dan akhirnya mabuk tak sadarkan diri.Tjin Goan-ko melihat pengemis muda itu rambutnya awutawutandan mukanya kotor, tapi baju yang dipakai biarpunbanyak tambalan tampaknya rada bersih, usianya kira-kirabaru 20-an tahun, jadi sebaya dengan Goan-ko sendiri."He, siapa kau? Apa maksud tembangmu itu?" tegur Goanko."Apa maksudnya kau sendiri kan tahu," sahut jembel mudaitu dengan menyeringai. "Eh, kenapa kau berada di siniapakah kau sedang mimpi?"Memangnya Goan-ko sedang menyangsikan dirinya apakahdalam mimpi, maka mukanya menjadi merah kena di kataioleh si jembel muda itu. Sahutnya kemudian, "Ya, aku justrutidak paham mengapa aku bisa berada di sini? Jika kau tahuharap kau suka menjelaskan.""Sudah tentu aku tahu, sebab akulah yang membikin kausampai di sini," kata si jembel. "Bagaimana, apakah lelaptidurmu?"Goan-ko menjadi gusar, dampratnya, "Kiranya kau yangmain gila padaku!""Hm," si jembel mendengus, "Main gila? Huh, jika aku tidakmembikin kau terbang ke sini mungkin saat ini kau telahbinasa secara tidak sadar. Memang, di sini sudah tentu tidakseenak tidur di rumah keluarga Hong, jika kau senang bolehlekas kau pulang ke sana saja. Boleh minum lagi arak Djiantjhit-tjui sepuas-puasnya agar kau dapat mimpi muluk-muluklagi sesukamu."Sebisanya Goan-ko menahan mendongkolnya, katanyakemudian, "Aku takkan bertengkar dengan kau, masa bodohjika kau ingin memaki diriku, tapi kau harus menjelaskan duluapakah Djian-tjhit-tjui yang kau maksudkan itu? Memangnyakau maksudkan arak yang kuminum di rumah Hong Tju-tjiauitu adalah arak berbisa?"Sembari bicara ia coba mengatur napas dan mengerahkantenaga dalam, tapi segala sesuatu berjalan dengan lancar dantiada tanda-tanda keracunan."Biarpun aku bilang arak itu berbisa juga tentu kau tidakpercaya," kata si jembel. "Silakan kau bercermin sendiri ketepi kolam sana."Memang tidak jauh dari tempat Goan-ko berbaring situterdapat sebuah kolam yang terjadi dari genangan air yangmerembes keluar dari celah-celah mata air.Waktu Goan-ko bercermin ke tepi kolam itu, ternyatabadannya sendiri sangat kotor, ini masih dapat dimengertikarena dirinya tadi terbaring ditempat yang lembab dan sudahtentu belepotan kotoran tanah. Yang mengherankan adalahbadan-nya sendiri hanya memakai baju dalam yang tipis, bajuluar sudah tak tampak lagi.Tentu kau sudah main gila lagi kepadaku, kemana kautelah membawa bajuku? omel Goan ko.Bajumu? Sudah kujual, kugadaikan , mau apa lagi kau?jawab si jembel dengan tertawa dingin. Ya, boleh au anggapsaja aku yang telah mencuri bajumuSungguh tak terkatakan mendongkolnya Goan-ko, bisa-bisadia ingin menghajar jembel itu. Tapi ia masih bisa bersabardan patuh kepada ajaran gurunya yang seringmemperingatkan dia agar jangan sembrono dan suka pakaikekerasan terhadap siapa pun juga.Sikap Goan-ko yang hampir meledak itu rupanya dapatdiketahui si jembel muda itu, dengan tertawa ia mengolokolok,"Bagaimana? Kau tidak berterima kasih kepadakusebaliknya mau berkelahi dengan aku ya?"Sedapat mungkin Goan-ko menahan perasaannya,tanyanya kemudian, "Kau bilang anggap saja kau yangmencuri bajuku, jika demikian siapakah pencuri yangsebenarnya?""Sesungguhnya kau terlalu kurang ajar terhadapku," kata sijembel dengan kurang senang. "Cuma, mengingat kau adalahangkatan muda, maka aku dapat mengampuni kau. Namun,bila kau minta aku menjelaskan persoalannya padamu, makakau harus minta maaf dulu kepadaku."Terpaksa Goan-ko minta maaf, katanya, "Sekarangdapatkah kau ceritakan hal yang sebenarnya?"Baiklah, akan kuceritakan hal yang sebenarnya. Cuma,jangan-jangan kau tetap tak percaya padaku. Tentang bajumuitu, pencurinya bukan lain adalah Bun Seng-tiong, dia yangtelah membelejeti kau.""Untuk apa dia membelejeti bajuku?" kata Goan-ko, benarsaja dia belum berani mempercayai si jembel muda itu."Darimana aku mengetahui untuk apa dia membelejetibajumu, yang jelas memang dia yang melakukan hal itu.""Baiklah, anggaplah aku percaya pada ceritamu ini. Akutelah dicekoki dengan arak berbisa dan pemuda she Bun ituyang membelejeti bajuku. Jika demikian bukankah merekaadalah orang jahat? Ini kan terlalu aneh, padahal kalaumereka bermaksud jahat padaku kan tidak perlu memakaiarak berbisa segala?""Sudah kukatakan tadi, percaya atau tidak terserahpadamu.""Untuk percaya kan aku harus mendapatkan alasan yangmasuk diakal.""Yang kukatakan adalah kejadian sesungguhnya yang akuketahui, yang tidak kuketahui pasti tak kukatakan secarangawur. Jika kau ingin alasan yang masuk diakal, hm,darimana aku bis, tahu apa alasannya mereka berbuatdemikian padamu? Ai, lebih baik kau saja yang bercerita, cobaterangkan padaku sebenarnya kau hendak pergi kemana, apayang hendak kau lakukan dan apa yang pernah kau ucapkandi rumah keluarga Hong itu. Eh, bisa jadi dari sini aku akanmemperoleh bahan untuk menerka alasan apa sehinggamereka memperlakukan kau dengan cara demiki-an.Diam-diam Goan-ko berpendapat kepergiannya ke rumahKang Hay-thian toh bukan sesuatu rahasia. Tapi pengemisyang dekil ini toh bukan orang persilatan, buat apa kukatakanpadanya. Maka dengan acuh tak acuh ia menjawab,"Urusanku boleh dikesampingkan, biar aku bertanya padamulebih dulu.""Boleh juga, silakan tanya. Cuma untuk selanjurnya jikabicara hendaklah kau tambahkan suatu kata 'mohon', misalnyamohon tanya," jawab si jembel. Lalu dengan lagak tuan besaria berduduk di atas sebuah batu dan menunggu pertanyaanTjin Goan-ko."Baik, mohon tanya, kalau menurut ceritamu tadi, jadi kauyang telah menolong aku ke sini. Dengan cara bagaimana kaumenolong aku?"Itu kan terlalu gampang. Aku masuk ke rumah Hong Tjutjiaudan memanggul kau ke sini.""Memangnya Bun To-tjeng dan Hong Tju-tjiau maumembiarkan kau pergi datang sesukanya?""Jika aku ingin datang dan mau pergi pula, memangnyamereka bisa melarang aku? Hendaklah kau mengetahui bahwasaat ini mereka pun seperti kau seakan-akan di alam mimpi.""Hm, besar amat omonganmu. Mohon tanya berapa usiatuan tahun ini?" jengek Goan-ko dengan mendongol. Pikirnyadengan kepandaian Bun To-tjeng yang lihai itu masakah dapatdiingusi seorang jembel macam kau?"Pengemis muda itu tampak melirik, katanya kemudian, "O,jadi maksudmu aku tidak mampu menolong kau? Apakah kausangka hanya tokoh angkatan tua dunia persilatan yangsanggup menyelamatkan kau?""Ya, kira-kira begitulah!" sahut Goan-ko dengan sengaja."Huh, kau ini tentunya murid Lui Tjin-tju bukan?"Goan-ko sangat geram karena si pengemis muda itumenyebut nama gurunya secara kasar. Tapi ia pun terperanjatmendengar asal-usulnya sendiri dapat diketahui dengan begitusaja. Segera ia pun menjawab, "Betul, ketua Bu-tong-paymemang guruku adanya.""Hahaha!" tiba-tiba jembel muda itu tertawa. "Bicaratentang tingkatan menurut orang Kangouw sebenarnya akutidak biasa dan selamanya aku tidak ambil pusing kepada adatistiadat demikian. Tapi kalau kau ingin aku mengatakan terusterang, maka kau harus menjura tiga kali lebih dulukepadaku."Goan-ko menjadi naik pitam, jawabnya dengan suara keras,"Mengapa aku harus menjura padamu? Memangnya kau inikaum Lotjianpwe (angkatan tua)?""Benar, bicara tentang umur memang aku belum tua, tapitingkatanku cukup tua. Kau adalah tingkatan cucu muridku,gurumu lebih rendah satu angkatan daripadaku. Jika kaucuma menyembah tiga kali padaku sebenarnya masih murahbagimu."Goan-ko benar-benar tidak tahan amarahnya lagi,bentaknya gusar, "Masih tidak jadi soal jika kau mengolok-olokaku, tapi kau berani pula menghina guruku?""Cara bagaimana aku menghina dia?" tanya si jembel."Kau.....kau seorang pengemis cilik berani mengakuangkatan lebih tua dari guruku!" teriak Goan-ko."Apa yang terhina? Yang kukatakan ini adalahsesungguhnya," kata si jembel dengan lagak acuh tak acuh."Gurumu sesungguhnya memang angkatan lebih mudadaripada diriku. Kelak bila aku punya anak barulah gurumuterhitung sama tingkatannya dengan anakku.""Bagus, jadi kau sengaja mengolok-olok ya? Ini, rasakankepalanku," bentak Goan-ko dengan gusar. Kontan ia lantasmenjotos. Tapi jembel itu ternyata tidak menghindar jugatidak menangkis. Goan-ko berbalik kuatir melukainya, makapukulannya cepat ditahan di tengah jalan dan tidakditeruskan."Bicara berkelahi sebenarnya aku paling suka," kata sijembel dengan tertawa. "Tapi kau terhitung angkatan cucuku,aku tidak boleh bergebrak dengan kau. Begini saja, boleh kaupukul aku sesukamu. Tapi ingin kukatakan di muka, asal kautidak takut rugi boleh kau serang aku.""Aku pun ingin katakan padamu bahwa pukulanku ini dapatmenghancurkan batu, apakah kau tidak takut akan kupukulrnati?""Tadi aku telah memperingatkan kau, jika kau pukul aku,kau sendirilah yang akan rugi. Jika tidak percaya boleh kauserang saja."Sungguh gusar Goan-ko tak kepalang, pikirnya, "Jika akutidak memberi sedikit tahu rasa kepadanya tentu dia mengiraBu-tong-pay gampang diolok-olok. Daripada mencemarkannama baik perguruan aku harus menghajar pengemis ini."Maka tanpa pikir lagi pukulannya lantas diteruskan. Cumatenaga yang dia gunakan hanya tiga bagian saja.Jarak tempat duduk si jembel dengan Tjin Goan-ko bolehdikata sangat dekat, pantasnya pukulannya pasti akan kenasasarannya dengan telak. Tak terduga pukulan Goan-ko itumengenai tempat kosong. Sekilas pandangannya serasakabur, si jem-bel yang duduk di atas batu itu sudah lenyap.Keruan Goan-ko terkejut. Baru sekarang ia tahu pengemisitu benar-benar seorang kosen. Segera terdengar suara jembelitu sedang tertawa di belakangnya sambil mengolok-olok,"Jangan sungkan-sungkan, sudah kukatakan kau adalahtingkatan cucuku, boleh kau pukul sesukanya, sekali-sekali akutakkan balas menghantam kau."Walaupun sudah tahu orang adalah tokoh ajaib yangberkepandaian tinggi, tapi Goan-ko tidak rela dirinya diolokTiraikasihWebsite http://kangzusi.com/olok, kembali tangannya membalik dan menghantam puladengan lebih keras daripada tadi. Namun serangannya tetapmengenai tempat kosong."He, aku berada di sini!" demikian kembali si suara sijembel mengiang di belakangnya sebelah kiri.Saking gemasnya Goan-ko terus membalik ke arah suaraorang dan berbareng kedua tangannya menghantam, ia yakinserangannya sekali ini pasti takkan sia-sia.Terdengar si jembel berseru, "Aduh, celaka!"Mendadak sesosok bayangan melayang lewat di atas kepalaGoan-ko dan kembali terdengar seruannya, "Ai, sayang,kembali luput!"Dengan menahan perasaannya Goan-ko lantasmengeluarkan pukulan berantai Kiu-goan-lian-hoan-tjiang,sejenis pukulan andalan Bu-tong-pay yang lihai. Pukulan yangmengutamakan langkah-langkah tertentu dan diperhitungkanini biarpun kemari? lawannya menghindar juga sukar lolos dariancaman pukulannya."Bagus! Kau adalah setingkat cucuku, ilmu pukulanmu inisudah boleh dikatakan lumayan!" demikian si jembel memujidengan rada lebih mendekati olok-olok. Bahkan dengan lagakacuh tak acuh ia terus berjalan kian kemari di bawah seranganGoan-ko yang gencar itu dengan berpanggung tangan seakanakanorang yang sedang berjalan-jalan iseng mengendorkanotot. Namun demikian seenaknya si jembel itu berjalan tohpukulan Tjin Goan-ko itu sedikitpun tak berhasil, bahkan ujungbajunya saja tak tersentuh."Jika kau punya kepandaian, marilah kita bertandingpukulan berhadapan," demikian teriak Goan-ko denganpenasaran."Aku hanya pandai terima pukulan, balas menyerang akutidak bisa," sahut si jembel dengan tertawa. "Eh, cucu yangbaik, biarlah aku terima mentah-mentah sekali pukulanmu.Boleh kau lakukan saja!"Tanpa bicara lagi Goan-ko lantas menyerang, dengan tipu'Wan-kiong-sia-tiau' atau pentang busur memanah rajawali,dengan kepalan kiri dan telapak tangan kanan ia terusmenghantam ke arah datangnya suara si jembel.Goan-ko menyangka lawan pasti akan berkelit, tak terdugapengemis itu ternyata berani berkata berani berbuat, ia benarbenarberhenti di depan Goan-ko dan membiarkan dirinyadiserang.Maka tanpa ampun lagi dengan tepat perut si jembel kenakepalan Goan-ko. Sedetik itu Goan-ko masih kukir kalau-kalausi jembel kena dilukai olehnya, maka diam-diam ia mengeluhdan menyesal.Siapa tahu ketika kepalannya menempel tubuh lawan, tibatibarasanya seperti mengenai segumpal kapas yang lunak takbertenaga. Goan-ko bermaksud menarik kembali kepalannyadengan cepat, tapi mendadak perut lawan seperti timbul suatuarus tenaga sembrani, ternyata kepalannya kena disedot olehtenaga pengisap itu dan sukar ditarik kembali lagi. Keruanmuka Goan-ko menjadi merah padam dan serba susah.Ketika pengemis muda itu bergelak tertawa sambilmembusungkan perutnya, serentak Goan-ko merasa sepertiditolak oleh suatu kekuatan maha dahsyat, tanpa kuasatubuhnya terlempar dan mencelat sampai beberapa meterjauhnya."Nah, apa kataku, sekarang kau percaya atau tidak?Untung kau mengurangi tenaga pukulanmu, kalau tidak tentukau akan terjungkal lebih keras lagi," kata pengemis itu.Waktu Goan-ko merangkak bangun, ia melihat dirinya tepatjatuh di depan sepotong batu besar, jika terpentalnya tadilebih keras, pasti kepalanya bisa pecah menumbuk batu itu.Keruan muka Goan-ko merah padam dan tak bisa bersuarapula."Sekarang kau percaya aku mampu menolong kau darirumah keluarga Hong itu atau tidak?" tanya si jembel dengantertawa.Setelah kalah dan merasa kepandaian lawan sungguh sukardiukur, mau tak mau Goan-ko sangat kagum. Namun denganangkuh ia menjawab, "Aku mengakui kepandaianmu, tapi kautelah menghina Bu-tong-pay kami, untuk ini.....""Eh, kiranya kau masih tidak rela menjadi angkatan mudaseperti apa yang kukatakan tadi? Baiklah, jika hal mana kauanggap sebagai penghinaan, maka bolehlah kita berkawansama tingkatan saja. Memangnya aku tidak suka bicara'entang tingkatan segala dengan orang. Padahal kalau maudiurutkan benar-benar, baik gurumu mau pun tokoh-tokohKangouw yang sudah ternama juga masih terhitung angkatanlebih rendah daripada aku. Baiklah, apakah sekarang Tjinhengboleh bercerita terus terang padaku?"Walaupun Goan-ko masih menyangsikan si pengemis lebihtua satu angkatan daripada gurunya, tapi orang sudah maubergaul sama tingkat dengan dirinya, betapapun rasa marahTjin Goan-ko tadi lantas lenyap sebagian besar dan merasatidak enak untuk bersungut pula. Segera ia berkata, "Baiklah,aku percaya kau sanggup menolong aku dari rumah Hong Tjutjiauitu. Tapi untuk apa kau melakukannya? Apakah merekabenar-benar hendak membikin susah padaku?"Rupanya kau belum percaya sepenuhnya kepada ceritaku,"kata si jembel dengan tertawa. "Untuk apa mereka hendakmencelakai kau sudah tentu aku tidak tahu. Yang jelas arakyang mereka cekokkan pada kau itu bernama 'Djian-tjhit-tjui'.Ketika she Bun itu membelejeti bajumu juga kusaksikansendiri." "Djian-tjhit-tjui? Jika demikian sudah berapa hari akumabuk?" gumam Goan-ko. Ia merasa ragu-ragu merasakandirinya dapat mabuk hanya minum tiga cawan arak itu."Mestinya kau akan mabuk selama tujuh hari tujuh malam,tapi sekarang kau cuma tak sadar selama sehari semalam, halini lantaran kau sudah minum satu biji Pik-ling-tan dariku. Pilini teruat dari teratai salju yang tumbuh di Thian-san,khasiatnya buat memusnahkan racun dan menyegarkanbadan. Cuma pil ini bukan obat pemunah khusus bagi Djiantjhit-tjui, maka ka