s k r i p s ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/nastangin.pdf · susunan panitia penguji...

115

Upload: others

Post on 12-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR 0356/pdt.G/2011/PA.SAL)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

NASTANGIN

NIM : 21108016

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2012

Page 2: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM
Page 3: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR 0356/pdt.G/2011/PA.SAL)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

NASTANGIN

NIM : 21108016

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2012

Page 4: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:

Nama : Nastangin

NIM : 21108016

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Judul : PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK

MURTAD (STUDI PUTUSAN DI PENGADILAN

AGAMA SALATIGA NOMOR 0356 /PDT.G /2011

/ PA .SAL)

Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

Salatiga, 29 juli 2012

Pembimbing

Evi Ariyani MH NIP. 197311172000032002

Page 5: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga

http//www.salatiga.ac.id e-mail:[email protected]

SKRIPSI PERCERAIAN KERENA SALAH SATU PIHAK MURTAD

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR 0356/pdt.G/2011/PA.SAL)

DISUSUN OLEH

NASTANGIN NIM: 21108016

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah,

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal 31 Agustus

2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1

Hukum Islam

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag

Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Penguji I : Lutfiana Zahriyani, MH

Penguji II : Ilya Muchsin, MSI

Penguji III : Evi Ariyani, MH

Salatiga, 11 September 2012

Ketua STAIN Salatiga

Dr. Imam Sutomo, M.Ag.

NIP. 195808271983031002

Page 6: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nastangin

NIM : 21108016

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

yang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 29 Juli 2012

Yang menyatakan,

Nastangin

Page 7: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi

manusia yang berguna.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Bapak dan ibu tercinta, yang selalu mendoakan dengan tulus ikhlas dan senantiasa

memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil. Terimakasih yang tiada

habis kepada mereka berdua.

Para dosen, terimakasih atas ilmu yang telah bapak dan ibu berikan kepada saya,

semoga menjadi ilmu yang berfanfaat. Amin

Adik-adikku tercinta dan sepupu-sepupuku, belajar yang sungguh-sungguh dan

gapailah cita-citamu setinggi mungkin.

Om Budi dan Mas fahrodin. Terimakasih atas motifasi, masukan dan sarannya.

Sahabat-sahabat AS angkatan 2008, semoga sukses selalu.

Teman-teman kontrakan, carilah ilmu dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya

jangan merasa puas.

Teman spesialku yang selalu setia menemani, memberi motifasi dan selalu

mendoakanku.

Page 8: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hambaNya, sehingga

sampai saat ini kita masih mendapatkan ketetapan iman dan islam.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada beliau Nabi agung

Muhammad Saw yang senantias kita ikuti sunah-sunahnya dan semoga kita selalu

mendapatkan syafaatnya di dunia dan di akhirat. Amin.

Dalam penjelasan skripsi ini tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak, baik dalam ide, kritik, saran maupun dalam bentuk lainnya. Oleh karena itu

penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. Selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Salatiga

2. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga

3. Ketua Pengadilan Agama Salatiga

4. Bapak Ilya Muchsin SHI. MSI. selaku kepala program studi AS

5. Ibu Evi Ariyani MH, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan fikirannya guna memberikan bimbingan serta arahan

dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

6. Bapak Noerhadi MH selaku hakim pembimbing

7. Segenap dosen jurusan syari’ah

8. Segenap staf Pengadilan Agama Salatiga

9. Kedua orang tuaku yang saya sayangi dan cintai, yang selalu mendoakan

saya, mendukung serta memberi bantuan baik materiil maupun non materiil.

10. Untuk Someone yang selalu dihatiku, terimaksih atas semua yang telah kamu

berikan kepadaku, memberikan semangat dan selalu mendoakanku.

11. Arif Maslah, Azis, Abu, Malik,Ustadzun, Anas, Ghozali, terimaksih atas

semangat dan masukan-masukannya.

Page 9: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

12. Om budi, Bpk Suyitno, Bpk Mujiono, Mas fahrodin, yang selalu

mendoakan,memberi dukungan dan masukan dalam hidup.

13. Teman-teman kontrakan, Mas Abu, Mas Ghozali, Abi, ipul, Muzun, Sinang

kamu semua adalah sahabat yang terbaik.

14. Keluarga besar Formatas jangan sampai putus ditengah jalan, semangat dan

maju terus.

15. Sahabat-sahabat PMII Kota Salatiga, Ustadzun, Arif Maslah dan Anas dan

tidak bisa saya sebutkan semuanya yang telah memberi pelajaran banyak

tengtang bagaimana berorganisasi dan hal-hal yang lain.

16. SEMA 2010-2011 yang memberi pengetahuan bagaimana caranya mengurus

sebuah tatanan suatu negara dikampus. Semoga sukses terus

17. Teman-teman KKN Cebongan, dulu sampai sekarang kita adalah keluarga.

Kenangan kita tidak akan pernahku lupakan samapi tua nanti.

18. Teman-teman seperjuangan AS angkatan 2008

19. Teman-teman futsal sapu angin

20. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan moral dan material hingga selesainya proses belajar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga kritik dan

saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi inibermanfaat bagi kita semua.

Amin

Salatiga, 29 Juli2012

Penulis

Nastangin NIM: 21108016

Page 10: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

ABSTRAK

Nastangin. 2012. Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan di Pengadilan Agama Salatiga), Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani MH

Kata Kunci: perceraian dan murtad

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui alasan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga. Pertanyaan utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah (1) apa pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad? (2) apa akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad?

Penulis dalam penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif. Penelitian pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini yang akan di cari perihal tentang perkara perceraian karena salah satu pihak murtad. Jenis penelitian ini secara spesifik lebih bersifat yurisprudensi, metode ini di maksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang objek yang diteliti dalam hal ini untuk menggambarkan proses penyelesaian perceraian karena salah satu pihak murtad.

Dari penelitian ini dihasilkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad yaitu keluarga penggugat dan tergugat tidak harmonis karena tergugat keluar dari agama Islam dan sebelumnya mediasi telah dilakukan akan tetapi hasilnya gagal kemudian dasar hukum hakim dalam memutus perkara cerai gugat karena salah satu pihak murtad ialah pasal 116 KHI pada huruf h dan mengambil pendapat ahli yang dijadikan pendapat sendiri yang termuat dalam kitab At-Thalak hal 39. Bahwa akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad ini akibat hukumnya sama dengan akibat hukum perceraian secara umum, yakni menjadikannya putus tali perkawinan, masih berlaku masa iddah bagi bekas istri, suami masih diberi tanggungan kewajiban yang harus dipenuhi setelah terjadinya perceraian diantaranya: masih menanggung hadhanah, memberi nafkah kepada anak sampai dewasa (usia 21 tahun).

Page 11: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

DAFTAR ISI

SAMPUL ......................................................................................................... i

LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii

JUDUL ............................................................................................................ iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ vi

MOTTO PERSEMBAHAN .............................................................................. vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

ABSTRAK ...................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 10

D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 10

E. Metode Penelitian ................................................................... 11

F. Tinjauan Pustaka .................................................................... 16

G. Penegasan Istilah .................................................................... .. 18

H. Sistematika Penulisan ............................................................. 19

Page 12: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Perkawinan ........................................................................... 21

1. Pengertian Perkawinan .................................................. 21

2. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan ................................. 24

3. Dasar Hukum Nikah ...................................................... 26

4. Tujuan dan Hikmah Nikah ............................................. 29

B. Perceraian Menurut Hukum Islam ........................................ 34

1. Pengertian Perceraian ....................................................... 34

2. Hukum Perceraian ............................................................ 36

3. Rukun dan Syarat Perceraian ........................................... 38

4. Bentuk-Bentuk Perceraian ................................................ 40

5. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian ................................. 44

6. Akibat Perceraian ............................................................. 47

C. Perceraian Menurut Perundang-undangan

di Indonesia ............................................................................ . 48

1. Pengertian Perceraian ...................................................... 48

2. Tata cara perceraian ......................................................... 48

3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian ................................ 50

4. Akibat Perceraian ............................................................. 51

D. Murtad Sebagai Alasan Perceraian ......................................... 52

1. Pengertian Murtad ........................................................... 52

2. Hukum Murtad ................................................................ 55

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Salatiga ........ 58

1. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Salatiga .............. 58

2. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga......................... 61

3. Administrasi Berperkara di pengadilan

Agama Salatiga ................................................................ 64

Page 13: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

4. Visi dan Misi ................................................................... 67

5. Struktur Organisasi .......................................................... 68

B. Prosedur dan Proses Penyelesaian Cerai Gugat

di Pengadilan Agama Salatiga ............................................... 69

C. Putusan Hakim dalam Perkara Perceraian karena Salah Satu

Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Nomor

0356/pdt.G/2011/ PA.SAL...................................................... 73

D. Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim dalam Kasus

Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad Pengadilan Agama

Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/ PA.SAL ........................... 74

E. Akibat Hukum Putusan Perceraian karena Salah Satu

Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Nomor

0356/pdt.G/2011/ PA.SAL ..................................................... 76

BAB IV ANALISA DATA

A. Analisis Hasil Putusan Hakim Terhadap Perkara

Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad ........................... 79

B. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Putusan Hakim

Terhadap Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad ........... 82

C. Analisis Akibat Hukum terhadap Perceraian

karena Salah Satu Pihak Murtad ............................................. 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 89

B. Saran ....................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 94

Page 14: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

DAFTAR LAMPIRAN

SALINAN PUTUSAN

NOTA PEMBIMBING

SURAT IZIN PENELITIAN

LEMBAR KONSULTASI PEMBIMBING

LAPORAN SKK

SURAT BUKTI PENELITIAN DARI PENGADILAN AGAMA SALATIGA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 15: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang

sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya

dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami isteri bersama-sama

dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan

kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan

yang baik. Karena itu, maka dikatakan bahwa ikatan antara suami isteri

adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Dan tidak ada sesuatu dalil yang

lebih jelas menunjukkan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu,

lain daripada Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami

isteri dengan “mitsaqun-ghalidhun” (perjanjian yang kokoh) (Sabiq, 1980: 7).

Jika ikatan antara suami istri sedemikian kokoh dan kuat, maka tidak

sepatutnya dirusakkan dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekannya

dibenci oleh Islam, karena dianggap merusak kebaikan dan menghilangkan

kemasalahatan antara suami istri (Wasman dkk, 2011: 84).

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam

pergaulan atau masyarakat yang sempurna (Rasyid,1986:374). Pengertian

perkawinan yang lainnya, diantaranya menurut undang-undang perkawinan

Nomor. 1 Tahun 1974, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri tujuan membentuk keluarga

Page 16: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.

Dari pengertian perkawinan menurut undang-undang perkawinan

Nomor. 1 Tahun 1994 diatas, jelas bahwa tujuan pekawinan adalah untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang bahagia dalam kehidupan yang

bahagia, itulah cita-cita dan idaman semua manusia baik laki-laki dan

perempuan di dunia. Namun kebahagian itu tidak bisa ditebak, kadang datang

dan pergi begitu saja tidak bisa diketahui oleh manusia.

Di dalam Agama Islam juga ditegaskan lagi dalam kompilasi hukum

Islam Pasal 44 yang berbunyi sebagai berikut: “Seorang wanita Islam

dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak

beragama Islam”.

Sebenarnya suami istri itu mempunyai kewajiban untuk selalu

memelihara hubungan perkawinan dengan baik. Dalam pada itu bahwa

pergaulan suami istri adalah pergaulan yang yang paling rapat dan erat.

Waktu untuk ketemu tidak dibatasi dengan waktu dan jam. Siang dan malam

keduanya berkumpul dan bergaul di dalam rumah atau di luar rumah. Mereka

hidup serumah, sesumur, sedapur, sebilik, dan sepebaringan. Tentu saja

pergaulan yang seerat dan serapat itu membutuhkan kasih sayang,

persesuaian pendapat, serasa dan sekemauan, dan berlapang dada (Supriatna

dkk, 2009: 3).

Page 17: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Tetapi dari sisi yang lain, suami istri itu tidak seayah dan seibu, belum

tentu juga sesuku dan sekampung. Perbedaan karakter dan pandangan hidup

mungkin saja terdapat pada suami istri. Tidak sekedar perbedaan, mungkin

saja pertentangan yang prinsipil. Selain itu jiwa manusia bisa berubah.

Perbedaan pandangan hidup dan perubahan hati bisa menimbulkan krisis

merubah rasa cinta dan kasih sayang menjadi benci. Tidak selamnya

keimanan dan lapang dada dapat mempertahankan hubungan suami istri bila

timbul pertentangan yang sangat memuncak. Permasalahannya, kalau suami

istri yang berbeda prinsip hidupnya dan pertentangannya sudah memuncak,

telah merubah rasa cinta menjadi benci, persesuaian menjadi pertikaian, yang

tidak memungkinkan lagi untuk berpadu menjadi satu, apakah tidak terlalu

aniaya kalau keduanya dipaksa harus tetap bersatu (Supriatna dkk, 2009: 3).

Hal ini akan semakin bertambah parah, jika salah satu di antara

mereka menjadi murtad, secara otomatis disadari maupun tidak perjalanan

hidup rumah tangga tersebut tidak akan lagi terasa harmonis seperti dulu lagi

di saat rasa cinta dan kasih sayang masih terjaga dalam hati mereka berdua.

Karena di antara mereka berdua mempunyai keyakinan yang berbeda yang

tentunya tidak bisa di satukan visi dan misi dari masing-masing keyakinan

tersebut, sehingga tidak bisa tercipta tujuan perkawinan sebagaimana yang

terdapat pada bab II KHI, yaitu: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yan sakinah, mawadah, dan rahmah”. Jadi di dalam

kondisi seperti ini maka perceraian yang akan menjadi obat bagi mereka

berdua karena tidak ada jalan lain lagi untuk mengatasi keadaan.

Page 18: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Dengan melihat hal tersebut, bahwa perceraian itu walaupun

diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaanya harus berdasarkan suatu

alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir (darurat) yang ditempuh oleh

suami istri, yaitu apabila terjadi persengketaan antara keduanya dan telah

diusahakan jalan perdamaian sebelumnya, tetapi tetap tidak dapat

mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga tersebut (Wasman dkk,

2011: 84).

Perceraian dalam istilah Fiqh disebut “talaq atau furqah”, adapun arti

dari pada talaq adalah membuka ikatan, membatalkan perjanjian sedangkan

furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu

dipakai oleh para ahli Fiqh sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara

suami istri. Istilah talaq dalam Fiqh mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan

arti khusus. Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian

baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian

yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah

seorang dari suami atau istri. Sedangkam talaq dalam arti yang khusus ialah

perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. Karena salah satu bentuk

dari perceraian antara suami istri itu ada yang disebabkan karena talaq, maka

untuk selanjutnya istilah talaq di sini dimaksudkan sebagai talaq dalam arti

khusus (Wasman dkk, 2011: 83).

Dalam Islam bercerai pada dasarnya “terlarang” atau tidak

diperbolehkan kecuali karena ada alasan yang dibenarkan oleh syara’. Hal ini

sejalan dengan pendapat Hanafi dan Hambali, mereka beralasan bahwa

Page 19: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

bercerai merupakan kufur nikmat, karena perkawinan adalah suatu nikmat,

sedangkan kufur terhadap nikmat Allah hukumnya haram, sehingga bercerai

hukumnya adalah haram kecuali darurat. Madzhab Hambali lebih lanjut

menjelaskannya secara terperinci mengenai hukum bercerai. Menurut mereka

bercerai itu hukumnya yaitu: wajib, haram, dan sunnah (Wasman dkk, 2011:

85).

Syariat Islam adalah syariat yang riil dan idiil. Riil artinya mengakui

realitas kehidupan dan idill artinya mempunyai prinsip dan cita-cita yang

mulia untuk kemaslahatan hidup manusia sepanjang masa. Syariat Islam tidak

menjadikan realitas semata sebagai asas hukum dan tidak menafikan realitas

demi untuk mempertahankan cita-cita mulia. Syariat Islam berusaha

merealisir cita-cita mulia dan mengobati realita yang dijiwai oleh kemudahan

dan mewujudkan kemaslahatan. Oleh karena itu sekalipun syariat Islam

menghendaki agar akad nikah itu untuk selama hayat dikandung badan, akan

tetapi kalau dalam realitanya antara suami istri itu sudah tidak mungkin untuk

disatukan lagi, Islam memperbolehkan keduanya bercerai. Apabila hubungan

pernikahan tetap dipertahankan, memaksa suami istri untuk tetap bersatu,

justru kemadharatan yang terjadi. Sekalipun sedemikian, bahwa perceraian

hanya sebagai pintu darurat yang baru dibuka apabila keadaan memang

sangat mendesak dan berbagai upaya untuk mempertahankan ikatan

perkawinan sudah ditempuh tetapi tidak berhasil. Dengan demikian,

perceraian adalah suatu jalan keluar yang paling baik (Supriatna dkk,2009 :

4).

Page 20: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Nabi Muhammad SAW bersabda: ىل ا ل لحلا ا ابغض وسلم عليه هللا ا صلى هللا ا ل رسو ل قا: ل قا عمر ابن عن

).هج ما بن ا و د و ا د أبو وه ر. (ق لطال ا هللا ا “Dari ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Telah

bersabda, sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak”

Dari sabda Rasulullah SAW tersebut, jelas bahwa perceraian itu

hukumnya adalah makruh.

Al-Qur’an menggambarkan beberapa situasi dalam kehidupan suami

istri yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga yang dapat

berujung dalam perceraian. Keretakan dan kemelut rumah tangga tersebut

bermula dari tidak berjalannya aturan yang ditetapkan Allah bagi kehidupan

suami istri dalam bentuk hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi kedua belah

pihak. Al-Qur’an menjelaskan beberapa usaha yang harus dilakukan

mengahadapi kemelut tersebut agar perceraian tidak sampai terjadi. Dengan

demikian Al-Qur’an mengantisipasi kemungkinan terjadinya perceraian dan

menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin

dihindarkan (Supriatna dkk, 2009: 5).

Dalam undang-undang perkawinan Nomor. 1 Tahun 1974 pasal 39

ayat 1 disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang

Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan

kedua belah pihak. Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi baik atas

kehendak bersama maupun kehendak salah satu pihak yang seharusnya tidak

perlu adanya campur tangan dari Pemerintah, namun demi menghindarkan

Page 21: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

tindakan sewenang-wenang terutama dari pihak suami dan akan banyak

terjadinya perceraian liar, juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus

melalui saluran Lembaga Pengadilan (Wasman dkk, 2011: 156).

Sehubungan dengan adanya ketentuan-ketentuan bahwa perceraian

harus dilakukan di depan sidang Pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga

bagi masyarakat yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum

Islam tidak menentukan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang

Pengadilan, namun ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan bagi

kedua belah pihak maka sudah sepantasnya apabila orang Islam wajib

mengikuti ketentuan tersebut, sebagaimana dijelaskan di dalam kaidah Fiqh

dan didalam Al-Qur’an bahwa mentaati Pemerintah/Ulil Amri dianggap

seperti taat kepada Rasul dan taat kepada Allah SWT (Wasman dkk, 2011:

156).

Disamping melihat atas ketentuan-ketentuan perceraian di atas,

perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan. Dari sini dapat

disimpulkan, bahwa pada dasarnya walaupun perceraian dalam perkawinan

itu tidak dilarang, namun orang tidak boleh begitu saja memutuskan

hubungan perkawinan tanpa alasan yang kuat. Untuk mewujudkan tujuan dari

pada perkawinan yaitu untuk selama-lamanya, oleh karenanya UUP

No.1/1974 mempersulit terjadinya perceraian (Wasman dkk, 2011: 158).

Berkaitan dengan berbagai hal yang disebutkan di atas, yang akan

dibicarakan adalah mengenai perceraian suatu perkawinan karena murtad,

khususnya pembahasan disini adalah mengenai putusan tentang perceraian

Page 22: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

karena murtad dari Pengadilan Agama Salatiga

Nomor.0356/pdt.G/2011/PA.SAL.

Dalam perkara ini yang menjadi fokus utama adalah mengenai

gugatan istri yang muslimah terhadap suami yang murtad, kemudian putusan

yang dijatuhkan oleh hakim Pengadialan Agama mengenai perkara cerai

gugat tersebut.

Istri yang hendak memutuskan hubungan perkawinan, pasal 14

sampai dengan 18 peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975, mengajukan

gugatan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya

disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan

itu ( Ramulyo, 1996: 131).

Dalam hal ini Pengadilan Agama berfungsi sebagai tempat untuk

menerima, memeriksa, menyidangkan dan memberi putusan atas perkara

tersebut. Namun kadang Hakim dari Pengadilan memiliki pertimbangan

tersendiri dalam memberikan putusan pada perkara tersebut, tanpa harus sama

persis sesuai dengan peraturan yang ada, karena hakim memang mempunyai

wewenang seperti itu.

Perceraian yang dilakukan di muka sidang Pengadilan lebih menjamin

persesuaiannya dengan pedoman Islam tentang perceraian. Sebab sebelum

ada keputusan, terlebih dahulu diadakan penelitian tentang apakah alasan-

alasannya cukup kuat untuk terjadinya perceraian antara suami isrti, kecuali

dimungkinkan Pengadilan bertindak sebagai hakam sebelum mengambil

keputusan bercerai antara suami istri. Dengan proses Pengadilan yang

Page 23: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

mempersulit dan memperketat alasan-alasan perceraian, maka perceraian

yang dilakukan di depan sidang Pengadilan dapat juga memperkecil jumlah

perceraian. Di sisi lain, perceraian yang dilakukan dimuka sidang Pengadilan

sering dirasakan ada beberapa kendalanya, terutama dalam dua hal:

pembongkaran rahasia rumah tangga di muka orang banyak dan kelambatan

proses yang sering kali dirasakan sebagai memperpanjang suasana

perselisihan (Wasman dkk, 2011: 153).

Melihat dari kasus di atas, penulis sangat tertarik untuk mengkaji

lebih lanjut lagi tentang pengajuan gugat cerai istri kepada suaminya yang

sudah murtad ke Pengadilan Agama. Kemudian mengenai kasus tersebut istri

(Islam) yang mengajukan gugat cerai atas suaminya dakarenakan suaminya

telah murtad, sebagaimana dalam putusan Nomor.

0356/pdt/.G/2011/PA.SAL. atas gugatan dari “SP” terhadap suaminya yang

telah murtad berinisial “PB” dan pada akhirnya akan dibahas mengenai

putusan dari Pengadilan Agama atas pengajuan dari gugat cerai tersebut

karena suami murtad. Untuk itu penulis mengambil judul : “PERCERAIAN

KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD”(Studi Putusan Pengadilan

Agama Salatiga Nomor. 0356/pdt/.G/2011/PA.SAL).

Page 24: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

B. Rumusan Masalah

Dari tema diatas, penulis memperinci permasalahan-permasalahan

yang akan menjadi inti pembahasan pada penulisan ini. Diantara

permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Apa pertimbangan dan dasar hukum hakim Pengadilan Agama Salatiga

dalam memutuskan perceraian karena salah satu pihak murtad?

2. Bagaimana akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad?

C. Tujuan Penelitian

Adapun hal-hal yang menjadi tujuan pokok dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan dan dasar hukum hakim Pengadilan

Agama Salatiga dalam memutus perkara perceraian karena salah satu

pihak murtad.

2. Untuk mengetahui akibat hukum perceraian karena salah satu pihak

murtad.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penulisan ini tentunya penulis berharap agar tulisan ini

mempunyai kegunaan atau kemanfaatan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir

kritis serta pemenuhan prasyarat dalam menyelesaikan pembelajaran

hukum perdata islam dalam bidang hukum kekeluargaan.

Page 25: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

2. Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang

berkaitan dengan hukum perdata di lingkungan Peradilan Agama yang

menyangkut dalam bidang perkawinan khususnya perkara perceraian.

3. Untuk menambah khasanah pengetahuan tentang pentingnya keutuhan,

keharmonisan dalam berkeluarga.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Metode Pendekatan

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang

dilakukan dengan memakai pendekatan normatif. Penelitian

pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada

suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di

lapangan. Dalam penelitian ini yang akan di cari perihal tentang

perkara perceraian karena salah satu pihak murtad.

Jenis penelitian ini secara spesifik lebih bersifat

yurisprudensi, metode ini di maksudkan untuk memperoleh

gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti

mungkin tentang objek yang diteliti dalam hal ini untuk

menggambarkan proses penyelesaian perceraian karena salah satu

pihak murtad.

Page 26: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga yang

beralamat di jl.Lingkar Selatan Dukuh Jagalan Rt. 14. Rw 05

Cebongan Salatiga. Telp (0298) 322853 Fax (0298) 325243.

c. Sumber Data

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-

sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau

data tersebut (Amirin,1990:132). Macam-macam data primer

sebagai berikut:

a) Informan

Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk

memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar

belakang penelitian. Jadi seorang informan harus

mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang

penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela

menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat

informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan

dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan

dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan,

proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian

setempat (Moleong, 2002: 90). Dalam penelitian ini adalah

Hakim Pengadilan Agama Salatiga.

Page 27: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b) Dokumen

Adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moloeng,

2002: 161). Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber buku

dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi dan

dokumen resmi (Moloeng, 2002: 113). Dalam penelitian ini

setiap bahan tertulis berupa data-data yang ada di

Pengadilan Agama Salatiga berkaitan dengan penelitian

seperti : buku register perkara perceraian, berita acara

perceraian dan putusan perceraian.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber

yag bukan asli memuat informasi atau data tersebut

(Amirin,1990: 132). Sebagai data sekunder dari penilitian ini

adalah sebagai berikut:

a) Undang-undang yang mengatur tentang perceraian

b) Buku-buku yang terkait dengan penulisan penelitian ini

c) Arsip-arsip yang mendukung

2. Prosedur Pengumpulan Data

a. Wawancara (interview)

Wawancara ( interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan

oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara

(Arikunto, 1998: 145).

Page 28: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan ketua

Pengadilan Agama Salatiga yaitu Bapak Noerhadi MH untuk

mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan

masalah.

b. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling

efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko

pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-

item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan

terjadi ( Arikunto, 2006: 229).

Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa

mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga

mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke

dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi

penonton televisi, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan

berapa kali muncul, tetapi juga menilai reaksi tersebut sangat,

kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki

(Arikunto,2006:229).

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan

pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian. Metode ini

penulis gunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi

subyek penelitian.

Page 29: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Obyek yang diteliti adalah lokasi penelitian yaitu Pengadilan

Agama Salatiga dan khususnya pada ketua Pengadilan Agama

Salatiga.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto,

1998: 236).

Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah

pengambilan beberapa data tentang perceraian suatu perkawinan

oleh majlis hakim di Pengadilan Agama Salatiga dengan alasan

karena salah satu pihak murtad yakni dalam putusan Nomor.

0356/Pdt.G/2011/PA.SAL.

3. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis

seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam

penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu

analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan

dalam bentuk uraian ( Moleong, 2011:288).

4. Pengecekan Keabsahan Temuan

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh

yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian

Page 30: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik

untuk memeriksa keabsahan suatu data.

Keabsahan suatu data dalam penelitian ini menggunakan teknik

triangulasi sumber, menurut patton berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong,

2002: 178).

5. Tahap-Tahap Penelitian

Setelah peneliti menentukan tema yag akan diteliti maka penulis

melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga

dengan bertanya kepada panitera tentang perkara perceraian, sidang

kasus tentang perceraaian di Pengadilan Agama Salatiga secara praktek.

F. Tinjauan Pustaka

Perceraian (Studi Kasus Tentang Perceraian karena Salah Satu

Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2011) belum pernah

diangkat menjadi skripsi. Meskipun demikian peneliti menemukan skripsi

yang memiliki tema sama yang dijadikan alasan perceraian yaitu:

1. Siti Nakiyah, Kekerasan Terhadap Istri dalam Rumah Tangga sebagai

Alasan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun

1999-2001), dengan fokus penelitian bagaimana bentuk kekerasan

terhadap istri dalam rumah tangga yang dapat dijadikan sebagai alasan

perceraian, bagaimana motif tindakan kekerasan suami terhadap istri

Page 31: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

dalam rumah tangga di Pengadilan Agama Salatiga tahun 1999-2001

dan bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam penyelesaian

proses perkara perceraian dengan alasan kekerasan terhadap istri

dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya yaitu: bentuk kekerasan

terhadap istri dalam rumah tangga dapat berbentuk fisik dan psikis,

motifnya dikarenakan masalah ekonomi, nilai budaya dan pemahaman

agama yang kurang dan sikap hakim sangat bijaksana dan memberi

keadilan kepada kedua belah pihak. Penelitian ini jelas berbeda

dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil

penelitiannya.

2. Mutabi’in, Perceraian Akibat Salah Satu Pihak Pergi Keluar Negeri

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Ambarawa tahun 2002), dengan

fokus penelitian bagaimana perceraian menurut pandangan islam,

bagaimana penanganan kasus perceraian di Pengadilan Agama

Ambarawa dengan alasan pergi keluar negeri dan bagaimana analisis

terhadap putusan Pengadilan Agama Ambarawa. Hasil penelitian ini

yaitu perceraian menurut hukum Islam halal, akan tetapi merupakan

perbuatan yang dibenci Allah, hakim sangat bijaksana dalam

menangani dan memutus perkara tersebut mulai dari tahap

pemeriksaan, persidangan, perdamaian sampai dengan putusan hakim

dan anlisa putusan ini sudah tepat dari tahapan pemanggilan,

persidangan dan putusan, akan tetapi dalam hal alasan kurang

Page 32: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

sempurna. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik

dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

3. Mustagfiroh, Cacat Biologis sebagai Salah Satu Alasan Peceraian

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2001), dengan

fokus penelitian bagaimana pengaruh cacat boilogis yang diderita

salah satu pihak baik suami maupun istri dalam menjaga

keharmonisan rumah tangga, bagaiaman jenis cacat biologis yang

dapat dijadikan sebagai alasan perceraian menurut hukum Islam dan

bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam menyelesaikan

proses perkara perceraian dengan alasan cacat badan. Hasil penelitian

ini yaitu cacat biologis dalam suatu pernikahan dapat mengakibatkan

ketegangan suami istri dalam rumah tangga sehingga dapat

menimbulkan ketidakrukunan, dalam Islam cacat biologi bagi istri

dapat menyebabkan dibolehkannya suami beristri lebih dari seorang,

sikap hakim kemungkinan besar gugatannya tidak dikabulkan jika

gugatannya kurang kuat. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian

penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

G. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran kata-kata dalam judul, antara

penulis dan pembaca, maka penulis perlu menjelaskan istilah yang terdapat

dalam judul, yaitu “PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK

MURTAD ( Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga)”.

Page 33: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

1. Perceraian

Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai,

atau meninggalkan; melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali

pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan

(Supriatna, 2009: 19).

Secara istilah, ada beberapa rumusan yang dikemukakan para

ulama, antara lain:

Menurut as-sayyid sabiq (2009:19) “Melepas tali perkawinan dan

mengakhiri hubungan suami istri”.

Menurut Abdur Rahman al-Jaziri “Menghilangkan ikatan

perkawinan atau mengurangi ikatan pelepasannya dengan menggunakan

lafadz khusus” (Supriatna dkk, 2009: 19-20).

2. Murtad

Riddah atau murtad ialah kembali ke jalan asal. Di sini yang

dikehendaki dengan murtad ialah kembalinya orang Islam yang berakal

dan dewasa ke kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa paksaan

orang lain, baik laki-laki maupun perempuan (Sabiq, 1984: 168).

H. Sistematika Penulisan

Bab I, dalam bab ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencakup

akan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, penegasan istilah dan di

akhiri dengan sistematika penulisan.

Page 34: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Bab II, dalam bab ini penulis mengemukakan dasar teori yang

meliputi: Perkawinan, Konsep perceraian dalam hukum Islam, konsep

perceraian menurut Perundang-undanganan di Indonesia, dan murtad sebagai

alasan perceraian.

BAB III, dalam bab ini berisikan penjelasan mengenai gambaran

umum Pengadilan Agama Salatiga, prosedur dan proses penyelesaian perkara

cerai gugat di pengadilan Agama Salatiga, hasil putusan hakim terhadap

perceraian karena salah satu pihak murtad di Pengadilan Agama Salatiga,

pertimbangan dan dasar putusan hakim dalam memutus perkara perceraian

karena salah satu pihak murtad di Pengadilan Agama Salatiga, akibat hukum

putusan perceraian karena salah satu pihak murtad di Pengadilan Agama

Salatiga.

BAB IV, dalam bab ini merupakan bagian inti dari penelitian skripsi

yang berisikan pembahasan tentang analisis hasil putusan hakim terhadap

perceraian karena salah satu pihak murtad, analisis pertimbangan dan dasar

putusan hakim terhadap perceraian karena salah satu pihak murtad

Pengadilan Agama Salatiga, analisis akibat hukum terhadap perceraian

karena salah satu pihak murtad.

BAB V, berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang

penulis lakukan, diteruskan dengan saran-saran dan diakhiri dengan penutup.

Page 35: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Ta’rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan

membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan

seorang perempuan yang bukan mahram.

Perkawinan adalah merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh

tindak laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi

Muhammad yang baik maka mereka harus kawin. Selain itu perkawinan

juga merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani

(Sosroatmojo, 1975 :33).

Firman Allah SWT:

تعدلوا أال خفتم فإن ورباع وثالث مثنى النساء من لكم طاب ما فانكحوا

.فواحدةArtinya: Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu

senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan

dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.(QS An-Nisa:3).

Perkawinan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua

mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan

(Sabiq, 1980: 7).

Page 36: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Firman Allah SWT:

نمء كل ويا شلقنن خيجوز لكمون لعذكرت.

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya

kamu mengingat akan kebesaran Allah”.(Adz-Dzariat: 49).

Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagi jalan bagi

manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya,

setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif

dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

Allah berfirman dalam QS An-Nisa ayat:1 yang berbunyi:

زوجها منها وخلق واحدة نفس من خلقكم الذي ربكم اتقوا الناس أيها يا

إن رحامواأل به تساءلون الذي الله واتقوا ونساء كثريا رجاال منهما وبث

كان الله كمليا عيبقر.

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

Berdasarkan ayat di atas bahwa Tuhan tidak mau menjadikan

manusia itu seperti mahluk lainnya, yang bebas hidup mengikuti

nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki,

Page 37: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan

kemuliaan manusia, Allah adakan hukum sesuai martabatnya. Sehingga

hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhomat dan

berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab kabul sebagai lambang

dari adanya rasa ridha meridhai, dan dihadiri dengan para saksi yang

menyaksikan kalau pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling

terikat. Peraturan perkawinan seperti inilah yang diridhai Allah dan

diabadikan Islam untuk selamanya.

Kemudian selain itu perkawinan juga dapat diartikan merupakan

suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

untuk membentuk keluarga bahagia (Harjono,1968: 221). Dari definisi

itu jelas bahwa perkawinan itu adalah suatu perjanjian, ia mengandung

pengertian adanya kemauan bebas antara dua pihak yang saling mau

berjanji berdasarkan prinsip suka sama suka. jadi ia jauh sekali dari

segala yang dapat diartikan sebagai mengandung suatu paksaan. Oleh

karena itu, baik pihak laki-laki maupun pihak wanita yang mau mengikat

janji dalam perkawinan, mempunyai kebebasan penuh untuk

menyatakan, apakah mereka bersedia atau tidak.

Perjanjian itu dinyatakan dalam bentuk ijab dan kabul yang harus

diucapkan dalam satu majelis, baik langsung oleh mereka yang

bersangkutan, yakni calon suami dan calon isteri, jika kedua-duanya

sepenuhnya berhak atas dirinya menurut hukum atau oleh mereka yang

dikuasakan untuk itu.

Page 38: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Di Indonesia, umumnya masyarakat memandang bahwa hukum

asal perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat

ulama Syafi’iyah. Sedang menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan

Hambaliyah, hukum melangsungkan perkawinan itu hukumnya sunnat.

Terlepas dari pendapat Imam Madzhab, berdasar nash-nash, baik

Al-Qur’an maupun As-Sunnah, Islam sangat menganjurkan kaum

muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun

demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta

tujuan melaksanakannya, maka perkawinan itu dapat dikenakannya,

maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnat,

haram, makruh maupun mubah (DEPAG, 1985: 59).

2. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan

Perkawinan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad

lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang

mengadakan akad.

a. Rukun nikah

1) Mempelai laki-laki

2) Mempelai perempuan

3) Wali

4) Dua orang saksi

5) Shigat ijab kabul

Page 39: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah ijab

kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat

yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat bagi

calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul.

b. Syarat Nikah

1) Syarat Suami

a) Bukan mahram dari calon istri

b) Tidak terpaksa atas kemauan sendiri

c) Orangnya tertentu, jelas orangnya

d) Tidak sedang ihram

2) Syarat Istri

a) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan

mahram, tidak sedang dalam iddah

b) Merdeka, atas kemauan sendiri

c) Jelas orangnya

d) Tidak sedang dalam ihram

3) Syarat Wali

a) Laki-laki

b) Baligh

c) Sehat akalnya

d) Tidak dipaksa

e) Adil

Page 40: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

f) Tidak sedang dalam ihram

4) Syarat Saksi

a) Laki-laki

b) Baligh

c) Sehat akalnya

d) Adil

e) Dapat melihat dan mendengar

f) Bebas, tidak dipaksa

g) Tidak sedang dalam mengerjakan ihram

h) Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab kabul.

Adapun syarat-syarat sighat (bentuk akad) hendaknya dilakukan

dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang yang melakukan akad,

penerima akad, dan saksi. Sighat itu hendaknya terikat dengan batasan

tertentu supaya akad itu bisa berlaku. Misalnya, dengan ucapan “saya

nikahkan engkau dengan anak perempuan saya”. Kemudian pihak laki-

laki menjawab “ya saya terima” akad ini sah dan berlaku.

Dari uraian di atas menjelaskan bahwa akad nikah atau

perkawinan yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan

perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum.

3. Dasar Hukum Nikah

Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur

hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut

penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang

Page 41: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut (Tihami & Sahrani,

2010: 8).

Di dalam undang-undang perkawinan Nomor.1 Tahun 1974 pasal

2 ayat 1 juga dijelaskan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan

itu”.

Perkawinan adalah sunatullah, yang merupakan sunatullah pada

dasarnya adalah mubah tergantung pada tingkat maslahatnya. Oleh

karena itu, Imam Izzudin Abdussalam membagi maslahat menjadi tiga

bagian yaitu:

a. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah Swt bagi hambanya. Maslahat

wajib bertingkat-tingkat, terbagi kepada fadhil (utama), afdhal

(paling utama) dan mutawassith (tengah-tengah). Maslahat yang

paling utama adalah maslahat yang pada dirinya terkandung

kemuliaan, dapat menghilangkan mafsadah paling buruk, dan dapat

mendatngkan kemaslahatan yang paling besar, kemaslahatan jenis

ini wajib dikerjakan.

b. Maslahat yang disunahkan oleh syar’i kepada hamba-Nya demi

untuk kebaikannya, tingkat maslahat paling tinggi berada sedikit di

bawah tingkat maslahat wajib paling rendah. Dalam tingkatan ke

bawah, maslahat sunnah akan samapai pada tingkat maslahat yang

ringan yang mendekati maslahat mubah.

Page 42: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

c. Maslahat mubah, bahwa dalam perkara mubah tidak terlepas dari

kandungan nilai maslahat atau penolakan terhadap mafsadah. Imam

Izzudin berkata “maslahat mubah dapat dirasakan secara langsung”.

Sebagian di antaranya lebih bermanfaat dan lebih besar

kemaslahatannya dari sebagian yang lain, maslahat mubah ini tidak

berpahala.

Oleh karena itu, meskipun perkawinan pada asalnya mubah,

namun dapat berubah menurut ahkamal-khamsah (hukum yang lima)

menurut perubahan keadaan, yaitu:

1) Nikah Wajib.

nikah wajib yaitu nikah yang diwajibkan bagi orang yang

telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi

orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan

menyelamatkannya perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan

terlaksana kecuali dengan nikah.

2) Nikah Haram

Nikah haram yaitu nikah yang diharamkan bagi orang yang

tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah

tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti memberikan nafkah,

pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri

istri.

Page 43: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

3) Nikah Sunnah

Nikah sunnah yaitu nikah yang disunnahkan bagi orang-

orang yang sudah mampu tetapi ia masih sanggup mengendalikan

dirinya dari perbuatan yang haram, dalam hal seperti ini maka nikah

lebih baik daripada membujang karena membujang tidak diajarkan

oleh Islam.

4) Nikah Mubah

Nikah mubah yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk

nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia

belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.

5) Nikah Makruh

Nikah makruh yaitu bagi yang belum membutuhkannya dan

khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya terbengkalai.

Dari uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa dasar

perkawinan menurut Islam pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram,

sunnah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau

mafsadatnya.

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

a. Tujuan Perkawinan

Menurut undang-undang Nomor.1 Tahun 1974 tentang

perkawinan dapat disimpulkan, bahwa tujuan perkawinan adalah

untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal,

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarga

Page 44: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

artinya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri suami,

istri, dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk

kesatuan hubungan suami istri dalam suatu wadah yang disebut

rumah kediaman bersama. Bahagia artinya ada kerukunan hubungan

antara suami dan istri, atau antara suami istri, dan anak-anak dalam

rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus seumur

hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan

menurut kehendak pihak-pihak. Perkawainan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa artinya perkawinan tidak terjadi begitu

saja menurut kemauan pihak-pihak, melainkan sebagai karunia

Tuhan kepada manusia sebagai mahluk beradab. Karena itu

perkawinan dilakukan dengan berkeadaban pula, sesuai ajaran

agama yang diturunkan Tuhan kepada manusia (Muhammad, 1993:

75).

Perkawinan menurut undang-undang tersebut, ternyata bahwa

konsep undang-undang perkawinan nasional tidak ada yang

bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut konsep hukum

Islam, bahkan dapat dikatakan bahwasanya ketentuan-ketentuan

didalam undang-undang Nomor.1 Tahun 1974 dapat menunjang

terlaksananya tujuan perkawinan menurut hukum Islam. Beberapa

ahli dalam hukum Islam yang mencoba merumuskan tujuan

perkawinan menurut hukum Islam, antara lain: Drs. Masdar Hilmi,

menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk

Page 45: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus

untuk membentuk keluarga serta meneruskan dan memelihara

keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia, juga untuk mencegah

perzinaan, dan juga agar terciptanya ketenangan dan ketentraman

jiwa bagi yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat

(Wasman,2011: 37).

Ny. Soemiyati, SH menyebutkan bahwa tujuan perkawinan

dalam Islam adalah untuk memenuhi hajat tabi’at kemanusiaan,

yaitu berhubungan laki-laki dan perempuan dalam mewujudkan

suatu keluarga yang bahagia, dengan dasar kasih sayang, untuk

memperoleh keturunan dalam masyarakat dengan mengikuti

ketentuan-ketentuan yang diatur oleh syari’ah. Sedangkan Mahmud

Yunus, merumuskan secara singkat tujuan perkawinan menurut

Pemerintah yaitu untuk memperoleh keturunan yang sah dalam

masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur

(Wasman,2011: 38).

Pada dasarnya seluruh tujuan perkawinan diatas, bermuara

pada satu tujuan yaitu bertujuan untuk membina rasa cinta dan kasih

sayang antara pasangan suami istri sehingga terwujud ketentraman

dalam keluarga, Al-Qur’an menyebutnya dengan konsep sakinah,

mawadah, wa rahmah.

Page 46: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Allah SWT berfirman:

نمو هاتأن آي لقخ لكم نم فسكما أناجووا أزكنستا لهل إليعجو كمنيب

.يتفكرون لقوم آليات ذلك في إن ورحمة مودةArtinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah

Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS Arrum:21).

Zakiyah Darajat dkk mengemukakan lima tujuan dalam

perkawinan, yaitu:

1) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan

2) Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya

3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan

4) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab

menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk

memperoleh harta yang kekayaan halal

5) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Page 47: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Hikmah Perkawinan

Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan

berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan seluruh

umat manusia. Adapun hikmah pernikahan adalah:

1) Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk

menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan

jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang

haram dan perasaan tenang menikmati barang yang berharga.

2) Nikah jalan yang terbaik untuk membuat anak-anak menjdi

mulia, memperbanyak keturunan, melesterikan hidup manusia,

serta memelihara nasib yang oleh Islam sangat diperhatikan

sekali.

3) Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi

dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula

perasaan-perasaan ramah, cinta, dan sayang yang merupakan

sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

4) Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak

menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam

memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan

bekerja, karena dorongan tanggung jawab dan memikul

kewajibannya sehingga ia akan banyak bekerja dan mencari

penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan

memperbanyak produksi. Juga dapat mendorong usaha

Page 48: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

mengeksploitasi kekayaan alam yang dikaruniakan Allah bagi

kepentingan hidup manusia.

5) Pembagian tugas di mana yang satu mengurusi rumah tangga,

sedangkanyang lain bekerja di luar sesuai dengan batas-batas

tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-

tugasnya.

6) Perkawinan dapat membuahkan diantaranya adalah tali

kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara

keluarga, dan memperkuat hubungan masyarakat yang memang

oleh Islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena masyarakat

yang saling menunjang dan menyayangi merupakan masyarakat

yang kuat serta bahagia.

B. Perceraian dalam Hukum Islam

1. Pengertian Perceraian

Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai,

atau meninggalkan; melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali

pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan

(Supriatna, 2009: 19).

Menurut istilah syarak talak ialah:

لح طب ا را ة لز ج ا و إ و نا ء اه ق اللعة الزج وية.

“Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”

Page 49: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Adapun perceraian dalam istilah Ahli Fiqh disebut talak atau

furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian,

sedangkan furqah berarti bercerai. Kemudian dua kata ini sering

digunakan oleh ahli fiqh sebagai satu istilah yang berarti perceraian

antara suami dan isteri. Perkataan talak atau furqah dalam istilah Ahli

Fiqh mempunyai arti yang umum dan arti yang khusus. Arti umumnya

adalah segala bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, perceraian

yang ditetapkan oleh hakim dan perceraian alamiah seperti kematiam

salah satu diantara suami atau isteri. Adapun arti khususnya adalah

perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja.

Perceraian adalah kata-kata Indonesia yang umum dipakai dalam

pengertian yang sama dengan talak dalam istilah Fiqh yang berarti

bubarnya nikah (Harjono,1987: 234).

Oleh karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum

Islam senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak

mempermudah perceraian. Moral Islam menghendaki untuk menjadikan

perkawinan sesuatu yang berusia kekal dan abadi untuk selama hidup.

Hanya kematian sajalah hendaknya satu-satunya sebab yang menjadi

alasan bagi berpisahnya laki-laki dan wanita yang sudah menjadi satu

kesatuan sebagai suami istri (Harjono,1987: 235).

Dengan demikian perceraian tidak dapat lain kecuali harus

dianggap sebagai suatu bencana. Tetapi pada waktu-waktu tertentu, ia

adalah satu bencana yang diperlukan. Dengan itu, ia memberikan

Page 50: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

kebebasan sepenuhnya kepada kedua belah pihak untuk

mempertimbangkan segala sesuatunya dengan semasak-masaknya dalam

batas-batas yang dapat dipertanggung jawabkan. Karena disamping

banyaknya bencana yang dapat dibayangkan dari sesuatu perceraian yang

menyangkut kehidupan kedua belah pihak dan terutama yang

menyangkut anak-anak mereka, maka dapat pula dibayangkan betapa

tersiksanya seseorang, terutama pihak wanita, yang kedamaian rumah

tangganya sudah tidak dapat dipertahankan lagi, tetapi jalan perceraian

tidak dibuka. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

perceraian atau talak merupakan berakhirnya hubungan suami isteri

dengan kata-kata tertentu yang bermakna memutuskan tali perkawinan

serta mempunyai akibat bagi suami isteri tersebut.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

ل لحلا ا ابغض وسلم عليه هللا ا صلى هللا ا ل رسو ل قا: ل قا عمر ابن عن

لطال ا هللا ا لى ا جه ما بن ا و د و ا د أبو وه ر. (ق.( “Dari ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Telah

bersabda, sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak”.

2. Hukum Perceraian

Tentang hukum cerai ini para ahli fiqh berbeda pendapat dalam

menetapkan hukum perceraian. Pendapat yang paling benar adalah

pendapat yang menyatakan bahwa perceraian itu terlarang. Mereka yang

berpendapat begini ialah golongan Hanafi dan Hambali. Dilarangnya

perceraian, karena perceraian merupakan salah satu bentuk kekufuran

Page 51: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

terhadap nikmat Allah SWT yaitu perkawinan. Kufur terhadap nikmat

yang diberikan Allah merupakan hal yang haram, kecuali karena darurat.

kategori darurat yang membolehkan perceraian adalah apabila suami

meragukan kebersihan tingkah laku isteri atau kerena sudah tidak saling

mencintai lagi. Dalam pandangan para ulama perceraian mempunyai

beberapa macam hukum sesuai dengan keadaan dan masalah yang

dihadapi oleh keluarga tersebut, adakalanya wajib, mubah, makruh, dan

haram (Sabiq,1980: 9).

Oleh karena itu, dengan menilik kemaslahatan dan

kemudaratannya, maka hukum talak dalam Islam ada empat yaitu:

a. Wajib

Yaitu jika suami telah bersumpah tidak akan lagi menggauli

istrinya hingga masa tertentu, sedangkan ia juga tidak mau

membayar kafarah, sehingga pihak istri teraniaya karenanya

(Saleh,2008: 320).

b. Sunnat

Yaitu apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan

mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak

menjaga kehormatan dirinya (Rasjid, 1994: 402).

c. Haram

Yaitu jika dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan,

sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci, padahal sebelumnya

telah ia gauli (Saleh,2008: 320).

Page 52: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

d. Makruh

Yaitu jika suami menjatuhkan talak kepada isteri yang saleh

dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan

isteri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan.

3. Rukun dan Syarat Perceraian

Rukun perceraian (talak) ialah unsur pokok yang harus ada dalam

talak dan terwujudnya talak tergantung adanya dan lengkapnya unsur-

unsur dimaksud. Masing-masing rukun tersebut harus memenuhi

persyaratan. Syarat talak ada yang disepakati oleh para ulama tetapi ada

pula yang diperselisihkan (Supriatna,2009:26-29).

Rukun dan syarat talak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Suami yang sah akad nikah dengan isterinya, disamping itu suami

dalam keadaan:

1) Baligh, sebagai suatu perbuatan hukum, perceraian tidak sah

dilakukan oleh orang yang belum baligh

2) Berakal sehat, selain sudah baligh suami yang akan menceraikan

isterinya juga harus mempunyai akal yang sehat, maka dari itu

orang gila tidaklah sah untuk menjatuhkan talak kepada

isterinya.

3) Atas kemauan sendiri, perceraian yang dilakukan karena adanya

paksaan dari orang lain bukan atas dasar atas kemauan dan

kesadarannya sendiri adalah perceraian yang tidak sah .

Page 53: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Istri, unsur yang kedua dari perceraian ialah istri. Untuk sahnya talak

istri harus dalam kekuasaan suami, yaitu istri tersebut belum pernah

ditalak atau sudah ditalak tetapi masih dalam masa iddah.

c. Shigat perceraian, yang dimaksud dalam hal ini adalah lafal yang

diucapkan oleh suami atau wakilnya diwaktu menjatuhkan cerai

kepada isterinya. Semua lafal yang artinya memutuskan ikatan

perkawinan dapat dipakai untuk perceraian. Sighat perceraian ada

diucapkan dengan menunjukan kepada makna yang jelas, disamping

itu ada pula shigat yang diucapkan dengan kata-kata sindiran, baik

sindiran itu dengan lisan, tulisan, isyarat (bagi suami tuna wicara),

ataupun dengan suruhan orang lain. Kesemuanya ini dapat dianggap

sah kalau suami dalam keadaan sadar serta atas kemauan sendiri.

Shigat cerai dalam penjelasan tersebut dihukumi sah apabila:

1. Ucapan suami itu disertai dengan niat menjatuhkan cerai dengan

isterinya.

2. Suami harus menyatakan kepada hakim, bahwa maksud

ucapannya itu untuk menyatakan keinginannya menjatuhkan

cerai kepada istrinya. Apabila ternyata tujuan suami dengan

perkataanya itu, bukan untuk menyatakan keinginan

menjatuhkan cerai kepada istrinya, maka shigat talak yang

demikian tidak sah dan cerainya tidak jatuh.

Page 54: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

4. Bentuk-Bentuk Perceraian

Perceraian (talak) dapat dibagi menjadi beberapa bentuk dengan

melihat kepada waktu menjatuhkannya, kemungkinan suami kembali ke

istrinya, cara menjatuhkannya, kondisi suami pada waktu mentalak, dan

lain-lain (Supriatna, 2009: 31). Diantara bentuk-bentuk perceraian (talak)

ialah sebagai berikut:

a. Perceraian apabila ditinjau dari segi boleh tidaknya suami ruju’

kembali kepada isterinya setelah ditalak, maka perceraian ini ada dua

bentuk, yaitu:

1) Talak Raj’i

Adalah talak yang si suami diberi hak untuk kembali

kepada istri yang ditalaknya tanpa harus melalui akad nikah

yang baru, selama istri masih dalam masa iddah. Talak Raj’i

tidak menghilangkan ikatan perkawinan sama sekali. Yang

termasuk kedalam talak raj’i ialah talak satu atau talak dua.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Talak

ayat 1 yang berbunyi:

العدة وأحصوا لعدتهن فطلقوهن النساء طلقتم إذا النبي أيها يا

يأتني أن إال يخرجن وال بيوتهن من هنتخرجو ال ربكم الله واتقوا

ةشبفاح ةينبم لكتو وددح الله نمو دعتي وددح الله فقد ظلم هفسن

.أمرا ذلك بعد يحدث الله لعل تدري ال

Page 55: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.

2) Talak Ba’in

Adalah talak yang tidak diberikan hak kepada suami untuk

rujuk kepada istrinya. Apabila suami ingin kembali kepada

mantan istrinya, harus dilakukan dengan akad nikah yang baru

yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syaratnya. Talak ba’in ini

menghilangkan tali ikatan suami istri. Talak ba’in ini dibagi

menjadi dua macam yaitu talak ba’in sughra dan talak ba’in

kubra.

a) Talaq Ba’in Sughra ialah talak yang tidak memberikan hak

rujuk kepada suami tetapi suami bisa menikah kembali

kepada istrinya dengan tidak disyaratkan istri harus menikah

dahulu dengan laki-laki lain. Yang termasuk talak bain

sughra ialah talak satu dan talak dua.

b) Talak Ba’in Kubra ialah talak apabila suami ingin kembali

kepada mantan istrinya, selain harus dilakukan dengan akad

nikah yang baru, disyaratkan istri harus terlebih dahulu harus

Page 56: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

menikah dengan orang lain dan telah diceraikan. Yang

termasuk talak ba’in kubra ialah talak yang ketiga kalinya.

Allah SWT berfirman:

فإن غيره زوجا تنكح حتى بعد من له تحل فال طلقها فإن

الله حدود يقيما أن ظنا إن يتراجعا أن عليهما جناح فال طلقها

لكتو وددح ا اللههينبم يقوون للمعي. “Kemudian jika si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS Al-baqarah ayat 230).

b. Adapun bentuk-bentuk perceraian yang ditinjau dari segi siapa yang

berkehendak untuk melakukan perceraian ialah:

1) Talak, yaitu peceraian yang terjadi atas kehendak suami dengan

mengunakan kata-kata talak kepada isteri (Wasman,2011: 86).

2) Khulu’, yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak isteri

dengan membayar iwad atau tebusan kepada suami

(Wasman,2011: 100).

3) Illa’ dalam hukum islam ialah sumpah suami dengan menyebut

nama Allah atau sifatnya yang tertuju kepada istrinya untuk

tidak mendekati istrinya itu, baik secara mutlak atau dibatasi

Page 57: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

dengan ucapan selama-lamanya, atau dibatasi empat bulan atau

lebih.

4) Dhihar, dhihar berasal dari kata zhahr, artinya punggung,

maksudnya suami berkata kepada istri; “engkau dan aku seperti

punggung ibuku”. Bahwa dhihar menurut istilah yaitu ucapan

kasar yang dikatakan suami kepada istrinya dengan

menyerupakan istri itu dengan ibu atau mahram suami, dengan

ucapan itu dimaksudkan untuk mengharamkan istri bagi suami.

c. Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap isterinya,

dalam hal ini talak ada beberapa bentuk, baik dinyatakan dengan

kata-kata atau ucapan, dengan surat atau tulisan kepada istrinya,

dengan isyarat oleh orang yang bisu atau dengan mengirimkan

seoarang utusan (Sabiq,1980: 27).

Diantara bentuk-bentuk tersebut ialah sebagai berikut:

1) Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami

dengan ucapan lisan dihadapan isterinya, dan isterinya

mendengarkan secara langsung ucapan suaminya itu.

2) Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami

secara tertulis lalu disampaikan kepada isterinya dan isteri

memahami isi dan maksudnya. Menurut Sayyid Sabiq syarat sah

talak secara tertulis, bahwa tulisan harus tegas, jelas dan nyata

ditunjukkan oleh suami terhadap isteri secara khusus.

Page 58: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

3) Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan oleh suami

yang tuna wicara dalam bentuk isyarat, sebab isyarat baginya

sama dengan bicara yang dapat menjatuhkan talak, sepanjang

isyarat itu jelas dan meyakinkan, para fuqaha mensyaratkan

bahwa isyarat itu sah bagi tuna wicara.

4) Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami

kepada isterinya melalui perantara orang lain sebagai utusan.

Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami yang

menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.

5. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Dalam Islam sebab-sebab putusnya hubungan perkawinan,

setidaknya ada sembilan macam, yaitu; talak, khuluk, syiqaq, fasakh,

taklik talak, illa’, zhihar, li’an, dan kematian (Wasman,2011: 86). Sebab-

sebab tersebut masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Thalaq

Yaitu peceraian yang terjadi atas kehendak suami dengan

mengunakan kata-kata talak kepada isteri.

b. Khuluk

Yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak isteri dengan

membayar ‘iwad atau tebusan kepada suami.

Page 59: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

c. Syiqaq

Menurut istilah Fiqh, Syiqaq adalah: perselisihan suami istri

yang diselesaikan oleh dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari

pihak suami dan seorang hakam dari seorang pihak istri.

d. Fasakh

Yaitu merusak atau melepaskan ikatan perkawinan. Fasakh

dapat terjadi karena sebab yang berkenaan akad ( sah atau tidaknya)

atau dengan sebab yang datang setelah berlakunya akad.

e. Takli’ talaq

Yaitu suatu talaq yang digantungkan pada suatu hal yang

mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang

telah diperjanjikan terlebih dahulu.

f. Illa’

Arti illa’ ialah bersumpah untuk tidak melakukan suatu

pekerjaan. Di dalam Islam illa’ adalah sumpah dengan nama Allah

untuk tidak menggauli istrinya.

g. Dhihar

Zhihar dari kata zhahr, artinya punggung, maksudnya suami

berkata kepada istri; “engkau dan aku seperti punggung ibuku”.

Bahwa dhihar menurut istilah yaitu ucapan kasar yang dikatakan

suami kepada istrinya dengan menyerupakan istri itu dengan ibu atau

mahram suami, dengan ucapan itu dimaksudkan untuk

mengharamkan istri bagi suami.

Page 60: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

h. Li’an

Li’an secara bahasa berarti jauh, laknat atau terkutuk.

Sedangkan menurut istilah adalah orang yang menuduh istrinya

berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi, maka dia

harus bersumpah dengan memakai nama Allah sebanyak empat kali

bahwa dia benar dalam tuduhannya itu, dan ditambah dengan

bersumpah satu kali lagi bahwa dia akan terkena laknat Allah jika

dalam tuduhannya dia berdusta.

i. Kematian

Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian

suami atau istri. Dengan kematian salah satu pihak, maka hak lain

mempunya hak waris atas harta peninggalan yang meninggal.

Walaupun dengan kematian, hubungan suami dan istri tidak

dimungkinkan disambung lagi, namun bagi istri yang suaminya telah

meninggal tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru

dengan laki-laki lain sebelum masa iddahnya habis, yaitu selama

empat bulan sepuluh hari.

Kemudian, di dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan

mengenai sebab-sebab putusnya perkawinan ini yang tercantum

dalam pasal 116 yaitu: perceraian dapat terjadi karena alasan atau

alasan-alasan :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Page 61: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak. h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

6. Akibat perceraian

Di dalam Kompilasi Hukum Islam, akibat putusnya perkawinan

karena perceraian di atur dalam pasal 156 dan pasal 157 yaitu:

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhonah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: 1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu. 2. Ayah 3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan 5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu 6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari

ayah. b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadhanah dari ayah atau ibunya. c. Apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c) dan (d).

Page 62: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk memelihara dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

Dalam KHI pasal 157 “harta bersama dibagi menurut ketentuan

sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan 97, yaitu:

1) Pasal 96

a. Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.

b. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.

2) Pasal 97 yang berbunyi “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

C. Perceraian dalam Perundang-Undangan di Indonesia

1. Pengertian Perceraian

Mengenai pengertian perceraian secara jelas di dalam undang-

undang perkawinan Nomor. 1 tahun 1974 tidak dijelaskan dengan

terperinci, namun di dalam kompilasi hukum Islam dijelaskan pada pasal

117 yaitu:

talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang

menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

2. Tata Cara Perceraian

Tata cara perceraian menurut Perundang-undangan di Indonesia,

diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan juga diatur dalam undang-

undang perkawinan di Indonesia Nomor.1 tahun 1974.

Page 63: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

a. Tata cara perceraian dalam kompilasi hukum Islam di atur dalam

pasal 129,130, dan 131 yaitu:

1) Pasal 129 Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada

istrinya harus mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

2) Pasal 130

Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi.

3) Pasal 131

a) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan damaksud pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak

b) Setelah pengadilan agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk menikrarkan talak.

c) Setelah keputusannya mempunyai kekuatan hukum tetap suami mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan Agama, dihadiri oleh istri atau kuasanya.

d) Bila suami tidak mengikrarkan ikrar talak dalam tempo enam bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak bagiya mempunyai kekuatan hukm yang tetap maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan yang telah utuh.

e) Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian baik bekas suami dan istri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami istri dan helai empat disimpan oleh Pengadilan Agama.

Page 64: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Tata cara perceraian di dalam undang-undang perkawinan No.1

tahun 1974 dalam pasal 39 telah dijelaskan bahwa:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.

3. Tata cara perceraian di depan sidang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

c. Perceraian menurut UUP Nomor 1 tahun 1974 pasal 14, 15, 16, 17,

dan pasal 19 mengenai penjelasan atas undang-undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengenai tata

cara perceraian bahwa, seorang suami yang telah melangsungkan

perkawinan menurut Agama Islam, yang akan menceraikan istrinya,

mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya yang

berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya

dengan disertai alasan-alasanya serta meminta kepada Pengadilan

Agama agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Untuk dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan, harus

disertai dengan alasan-alasan yang cukup sesuai dengan alasan-alasan

yang telah ditentukan dalam UUP No.1 tahun 1974, dalam hal ini

dijelaskan dalam pasal 39 ayat 2 dan dipertegas dalam PP No.9 tahun

1975 pasal 19 yaitu sebagai berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sekiranya sulit disembuhkan.

Page 65: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Salah satu piha meninggalkan pihak yang lain selama dua tahun brturut-turut, tanpa izin pasangannya, dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan berat yang membahayakan pasangannya.

e. Salah satu pihak medapat cacat badan atau penyakit dengan akibaat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

4. Akibat Peceraian

Setelah perceraian terjadi ada beberapa hal yang perlu dilakukan

baik oleh pihak suami maupun pihak istri, sebagaimana diatur dalam

pasal 41 UUP No 1 tahun 1974 sebagai berikut:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarka kepentingan anak. Apabila terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.

b. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak napak, kecuali dalam kenyataanya bapa dalam keadaa tidak mampu, sehingga tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.

Page 66: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

D. Murtad Sebagai Alasan Perceraian

1. Pengertian Murtad

a. Murtad sebagai Alasan Perceraian Menurut Islam

Murtad (riddah) dari segi bahasa berarti ruju’ (kembali). Menurut

istilah riddah adalah orang yang kembali dari agama Islam, pelakunya

disebut murtad. Yakni ia secara berani menyatakan kafir setelah beriman.

Murtad (riddah) adalah kembali ke jalan asal. Disini yang

dikehendaki dengan murtad adalah kembalinya orang Islam yang berakal

dan dewasa ke kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan

dari orang lain. Baik yang kembali itu orang lelaki maupun orang

perempuan (Sabiq,1984: 168).

Allah berfirman dalam QS Ali-Imran ayat 85 yang berbunyi:

نمغ وتبي رالماإل غيا سيند ل فلنقبي هنم وهي وف ةراآلخ نم ريناسالخ.

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-

kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat

termasuk orang-orang yang rugi”.

Dalam hal ini Imam Syafi’i mempunyai dua pendapat yaitu

pendapat yang pertama mengatakan bahwa bila ada orang kafir pindah

ke agama lainnya yang juga kafir, maka ia tidak dapat diterima kecuali

masuk Islam atau ia dibunuh. Kemudian pendapat yang kedua

mengatakan bahwa bila apabila ada orang kafir pindah ke agama lainnya

yang juga kafir tetapi sepadan kualitasnya lebih tinggi, maka menurut

pendapat Imam Syafi’i ini setuju terhadap hal seperti itu.

Page 67: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Jika orang Islam bertindak murtad atau berpindah agama maka

terdapatlah perubahan-perubahan dan akibat dalam segi muamalah yaitu

ada tiga:

1) Hubungan Perkawinan

Jika suami atau istri murtad, maka putuslah hubungan

perkawinan mereka. Karena riddahnya salah satu dari suami istri

merupakan suatu hal yang mengharuskan pisahnya mereka. Dan bila

salah satu dari suami istri yang murtad itu bertaubat dan kembali lagi

ke dalam Islam, maka untuk mengadakan hubungan perkawinan

seperti semula, mereka haruslah memperbaharui lagi akad nikah dan

mahar.

2) Hak Waris

Orang murtad tidak boleh mewarisi harta peninggalan

kerabat-kerabat muslimnya. Karena orang murtad itu adalah orang

yang tidak beragama. Jika ia tidak beragama, maka tentu saja ia

tidak boleh mewarisi harta peninggalan kerabat-kerabat muslimnya.

Dan bila ia mati atau dibunuh, maka harta peninggalannya diambil

alih oleh para pewarisnya yang beragama Islam.

3) Hak Kewaliannya

Orang yang murtad tidak mempunyai hak kewalian terhadap

orang lain, ia tidak boleh menjadi wali dalam akad nikah anak

perempuannya.

Page 68: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Murtad sebagai Alasan Perceraian Menurut Undang-Undang di

Indonesia.

Murtad dijadikan alasan perceraian artinya jika salah pihak

keluar dari agama Islam, maka suami atau istri dapat mengajukan

permohonan cerai kepada Pengadilan ( Nuruddin,2006: 222).

Kemudian, di dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan

mengenai sebab-sebab putusnya perkawinan ini yang tercantum

dalam pasal 116 yaitu: perceraian dapat terjadi karena alasan atau

alasan-alasan :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak. h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Jadi sudah jelas bahwa apabila salah satu pihak murtad yang

menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga sesuai

dalam pasal tersebut di atas, maka murtad bisa dijadikan alasan suatu

perceraian.

Page 69: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Sedangkan akibat hukum perceraian dengan alasan pindah agama

menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sama halnya dengan

perceraian dengan alasan yang lain. Perkawinan yang telah putus dengan

alasan pindah Agama atau murtad mempunyai beberapa akibat hukum

sebagai berikut : Terhadap status perkawinan, terhadap hak dan

kewajiban pemeliharaan anak, terhadap harta yang diperoleh selama

masa perkawinan berlangsung.

2. Hukum Murtad

Riddah (murtad) adalah merupakan dosa besar yang dapat

menghapus amal-amal shaleh sebelumnya. Dan dosa ini dibalas dengan

hukuman yang pedih diakhirat.

Allah SWT berfirman:

نمو ددتري كمنم نع ينهد تمفي وهو ركاف كفأولئ بطتح مالهمأع يف

.خالدون فيها هم النار أصحاب وأولئك واآلخرة الدنيا

“Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia

mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di

dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal

di dalamnya”.(QS Al-Baqarah ayat 217).

Banyak terjadi murtad ditimbulkan oleh suatu keragu-raguan

dalam jiwa sehingga mendesak iman untuk keluar. Bila demikian, maka

haruslah orang yang berbuat murtad itu diberi kesempatan untuk

menghilangkan keraguan itu. Ia harus diberi dalil-dalil dan bukti-bukti

Page 70: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

yang dapat mengembalikan iman di dalam hatinya sehingga ia yakin.

Dengan demikian, maka menganjurkan kepadanya bertaubat dan kembali

lagi ke dalam Islam adalah termasuk hal yang wajib.

Para ulama beragam dalam membuat batasan tentang perbuatan

murtad. Murtad dapat dilakukan dengan perbuatan (atau meninggalan

perbuatan), dengan ucapan, dan dengan i’tikad. Yang dimaksud dengan

murtad dengan perbuatan ialah melakukan perbuatan yang haram yang

dianggapnya tidak haram atau meninggalkan perbuatan wajib dengan

menganggapnya tidak wajib, misalnya menganggap zina bukan suatu

perbuatan yang haram. Murtad dengan ucapan ialah ucapan yang

menunjukkan kekafiran, seperti menyatakan bahwa Allah mempunyai

anak dengan anggapan bahwa ucapan tersebut tidak dilarang. Adapun

murtad dengan i’tikad ialah i’tikad langgengnya alam, Allah sama

dengan makhluk. Tetapi semata-mata i’tikad tidak menyebabkan

seseorang menjadi kufur sebelum dibuktikan dalam bentuk ucapan atau

perbuatan.

Adapun ketentuan di antara para ahli hukum bahwa tindak pidana

ini diancam dengan hukuman mati perlu dikaji ulang. Karena pernyataan

Nabi ketika orang yang mengganti Agama harus dihukum mati, hal itu

terjadi pada musim perang, yakni ada sebagian tentara Islam yang

berjiwa munafik bertindak disersi (pengkhianat negara), maka orang

yang melakukan disersi diperintahkan untuk dibunuh. Itupun diawali

Page 71: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

dengan upaya untuk menyadarkan si pelaku agar ia kembali kepada

Islam.

Firman Allah SWT:

سنة مضت فقد يعودوا وإن سلف قد ما لهم يغفر ينتهوا إن كفروا للذين قل

نيلاألو.

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu, dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunah (Allah terhadap) orang-orang dahulu”. (QS Al-Anfal: 38).

Seharusnya konseptualisasi perbuatan murtad yang ada di dalam

Al-qur’an maupun As-sunnah dipertemukan dengan pendekatan

komplementatif dan kontradiktif. Artinya kalau perbuatan murtad hanya

ditujukan kepada keyakinan dirinya sendiri, tanpa mempengaruhi dan

mengajak orang lain untuk murtad, kondisi negara sedang damai, serta

orang lain tidak terganggu dengan kemmurtadan orang tersebut. Maka

baginya tidak ada sanksi di dunia, melainkan hanya ada sanksi yang

bersifat ukhrawi (Munajat,2009: 163).

Page 72: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga

1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga

a. Batas Wilayah Pengadilan Agama Salatiga

1) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan

Kabupaten Semarang

2) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang

3) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan

Kabupaten Boyolali

4) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan

Kabupaten Magelang

b. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga:

1) Staatsblaad Tahun 1882 Nomor 152 tentang pembentukan

Pengadilan Agama di Jawa dan Madura

2) Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 Tahun 1983

tanggal 10 November 1983 tentang penetapan perubahan

wilayah hukum Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah.

c. Sejarah Pembentukan Pengadian Agama Salatiga

1) Masa Sebelum Penjajah

Pengadilan Agama Salatiga dalam bentuk yang kita

kenal saekarang ini embrionya sudah ada sejak Agama Islam

masuk ke Indonesia. Pengadilan Agama Salatiga timbul bersama

Page 73: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

dengan perkembangan kelompok masyarakat yang beragama

Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang. Masyarakat Islam

dan di Kabupaten Semarang pada saat itu apabila terjadi suatu

sengketa, mereka menyelesaikan perkaranya melalui Qodhi

(hakim) yang diangkat oleh Sultan atau Raja, yang

kekeuasaanya merupakan tauliyah dari Waliyul Amri yakni

penguasa tertinggi. Qodhi (hakim) yang diangkat oleh Sultan

adalah alim ulama’ yang ahli di bidang Agama Islam.

2) Masa Penjajahan Belanda Sampai Dengan Jepang

Ketika penjajah Belanda masuk Pulau Jawa khususnya

di Salatiga, dijumpainya masyarakat Salatiga telah berkehidupan

dan menjalankan syari'at Islam, demikian pula dalam bidang

peradilan umat Islam Salatiga dalam menyelesaikan perkaranya

menyerahkan keputusannya kepada para hakim sehingga sulit

bagi Belanda menghilangkan atau menghapuskan kenyataan ini.

Oleh karena kesulitan pemerintah Kolonial Belanda

menghapus pegangan hidup masyarakat Islam yang sudah

mendarah daging di Indonesia pada umumnya dan khususnya di

Salatiga, maka kemudian pemerintah Kolonial Belanda

menerbitkan pasal 134 ayat 2 IS ( Indische Staatsregaling )

sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan

masyarakat Islam di bidang Peradian yaitu berdirinya Raad

Agama, disamping itu pemerintah Kolonial Belanda

Page 74: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

menginstruksikan kepada para Bupati yang termuat dalam

Staatblad tahun 1820 No. 22 yang menyatakan bahwa

perselisihan mengenai pembagian warisan di kalangan rakyat

hendaknya diserahkan kepada Alim Ulama.

Sejarah Pengadilan Agama Salatiga terus berjalan

sampai tahun 1940, kantor yang ditempatinya masih

menggunakan serambi Masjid Kauman Salatiga dengan Ketua

dan Hakim anggotanya diambil dari alumnus Pondok Pesantren.

Pegawai yang ada pada waktu itu 4 orang yaitu K. Salim sebagai

Ketua dan K. Abdul Mukti sebagai Hakim Anggota dan Sidiq

sebagai sekretaris merangkap bendahara dan seorang pesuruh.

Wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota

Salatiga dan Kabupaten Semarang terdiri dari 14 Kecamatan.

Adapun Perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara

waris, perkara gono-gini, gugat nafkah dan cerai gugat. Pada

waktu penjajahan Jepang keadaan Pengadilan Agama Salatiga

atau Raad Agama Salatiga masih belum ada perubahan yang

berarti yaitu pada tahun 1942 sampai dengan 1945 karena

pemerintahan Jepang hanya sebentar dan Jepang dihadapkan

dengan berbagai pertempuran dan Ketua beserta stafnya juga

masih sama.

Page 75: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

3) Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945,

Pengadilan Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa.

Kemudian pada tahun 1949 Ketua dijabat oleh K. Irsyam yang

dibantu 7 pegawai. Kantor yang ditempati masih menggunakan

serambi Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga dan bersebelahan

dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan Salatiga yang sama-

sama mengunakan serambi Masjid sebagai kantor. Kemudian

kantor Pengadilan Agama Salatiga pindah dari serambi Masjid

Al-Atiq ke kantor baru di Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga sampai

tanggal 30 April 2009 dan setelah sekian lama kantor

Pengadilan Agama Salatiga pindah ke gedung baru pada tanggal

1 Mei 2009 di Jl. Lingkar Selatan, Jagalan, Cebongan,

Argomulyo, Salatiga sampai pada sekarang ini. Kemudian

kantor lama digunakan sebagai arsip-arsip dan rumah dinas.

2. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga

Pengadilan Agama Salatiga mempunyai dua kewenangan yaitu:

a. Kewenangan Absolut

Kewenangan Absolut yaitu kewenangan Pengadilan untuk

mengadili berdasarkan materi hukum (hukum materiil) yang boleh

ditanganinya. Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang

yang terbatas bila dibandingkan dengan tugas dan wewenang

Peradilan Umum. Lembaga Peradilan diseluruh Indonesia dengan

Page 76: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Direktorat Peradilan Agama, departemen Agama hanya ada

hubungan administratif saja sedangkan secara yudisial ada dibawah

naungan Mahkamah Agung sebagai badan Peradilan tertinggi dan

terakhir.

Sejak keluarnya hukum Agama sebagai dasar dari salah satu

empat lembaga peradilan di Indonesia semakin teguh dan mantap

dalam menjalankan fungsinya. Hal ini ditegaskan dalam pasal 2

undang-undang Nomor. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

yang berbunyi “Peradilan Agama adalah salah satu pelaksana

kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama

Islam mengenai perkara tertentu sebagai mana dimaksud dalam

undang-undang ini”.

Perkara perdata tertentu yang dimaksud pasal 2 di atas

dijelaskan dalam pasal 49 undang-undang Nomor. 3 Tahun 2006

yang berbunyi: Peradilan Agama bertugas dan berwenag memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

1) Perkawinan

2) Waris

3) Wasiat

4) Hibah

5) Wakaf

6) Zakat

Page 77: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

7) Infaq

8) Shodaqah

9) Ekonomi syari’ah

b. Kewenangan Relatif

Kewenangan Relatif adalah kewenangan dari lembaga

Peradilan sejenis yang mana berwenang memeriksa, mengadili dan

memutus perkara, antara lain:

1) Pasal 118 HIR yang menjelaskan tentang gugatan diajukan

diPengadilan Agama dimana tergugat tinggal.

2) Jika tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan di salah

satu Pengadilan tempat tergugagat.

3) Jika tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya maka gugatan

diajukan diPengadilan dimana tempat tinggal penggugat.

4) Jika tempat tinggal dipilih dengan akta maka gugatan diajukan

ditempat/Pengadilan yang dipilih.

Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung RI

No.KMA/010/SK/III/1996 taggal 6 Maret 1996 wilayah hukum

Salatiga menjadi:

a) Kota Madya Salatiga yang terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu:

(a) Kecamatan Sidorejo

(b) Kecamatan Tingkir

(c) Kecamatan Argomulyo

(d) Kecamatan Sidomukti

Page 78: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b) Kabupaten Semarang yang terdiri dari 9 Kecamatan, yaitu:

(a) Kecamatan Bringin

(b) Kecamatan Bancak

(c) Kecamatan Tuntang

(d) Kecamatan Pabelan

(e) Kecamatan Suruh

(f) Kecamatan Getasan

(g) Kecamatan Susukan

(h) Kecamatan Tengaran

(i) Kecamatan Kaliwungu

3. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga

Tugas pokok Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam pasal

49 Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 perubahan dari undang-

undang Nomor. 7 Tahun 1989 yaitu menerima, memeriksa, mengadili

serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepada Pengadilan, supaya

tugas pokok tersebut tercapai.

Dalam rangka mewujudkan peradilan yang mandiri dan sesuai

dengan peraturan yang berlaku maka semua aparat peradilan Agama

harus melaksanakan tertib administrasi perkara yang merupakan bagian

dari Court Of Lau. Agar administrasi dapat tercapai maka semua aparat

peradilan Agama harus mengerti apa yang dimaksud dengan administrasi

yang dimaksud dalam perkara di Pengadilan Agama.

Page 79: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Dalam peradilan Agama administrai yang dimaksud adalah suatu

proses penyelenggaraan secara teratur dan diatur guna melakukan

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan guna tercapainya tugas pokok

yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh seorang administratur.

Penggugat/pemohon yang belum bisa membuat surat gugatan

atau permohonan diterima oleh petugas di bagian prameja untuk dibantu

membuat surat gugatan/permohonan, bagi yang sudah memiliki surat

gugatan sesuai dengan ketentuan tidak perlu melewati prameja surat

gugatan/permohonan yang sudah ditandatangani oleh

penggugat/pemohon diserahkan ke meja pertama untuk ditaksir biaya

perkaranya dan dibuatkan SKUM, kemudian dikembalikan kepada

penggugat/pemohon.

Penggugat/pemohon membayar panjar biaya perkara dibagian

kasir dan menyerahkan berkas gugatan/permohonan yang sudah

dilengkapi SKUM bagian kasir menerakan nomor perkara sesuai nomor

SKUM, menandatangani SKUM, memberi cap pembayaran,

memasukkan perkara kedalam jurnal dan menyerahkan kepada meja

kedua. Bagian meja kedua memasukkan berkas perkara ke buku register,

memberikan salinan berkas kepada penggugat/pemohon dan Wakil

Panitera Wakil Panitera mencatat berkas ke buku pantauan dan

menyerahkan kepada Panitera.

Panitera menyampaikan berkas perkara kepada Ketua

Pengadilan, Ketua Pengadilan menunjuk Hakim Ketua Majlis dan

Page 80: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

anggotanya untuk menangani perkara tersebut dan mengembalikan

berkas kepada Panitera lalu Panitera menunjuk Panitera Pengganti dan

menyerahkan berkas kepada Hakim Ketua Majelis yang ditunjuk Ketua

Pengadilan. Kemudian Hakim Ketua Majelis menetapkan hari sidang,

memberitahu hakim anggotanya dan memerintahkan juru sita untuk

memanggil para pihak yang dipanggil oleh juru Sita. Pemanggilan

dilakukan sekurang-kurangnya tiga hari sebelum hari sidang. Pada hari

yang telah ditentukan dilaksanakan persidangan dengan terlebih dahulu

menganjurkan upaya damai dan/mediasi, jika gagal sidang dilanjutkan

hingga selesai.

Keterangan:

a. Meja: menerima gugatan, permohonan, permohonan banding, kasasi,

PK dan eksekusi, membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM),

dan menaksir biaya perkara

b. Kasir: pemegang kas yang merupakan bagian dari meja 1

c. Meja II: mendaftarkan gugatan dalam register, memberikan nomor

perkara dan menyelesaikan berkas perkara ke wakil panitera

d. Wakil Panitera: menyerahkan berkas perkara ke panitera

e. Panitera: menyerahkan berkas perkara ke ketua Pengadilan Agama

f. Ketua PA: merujuk majlis hakim

g. Majlis Hakim: menetapkan PHS (penetapan hari sidang) dan

memerintahkan juru sita memanggil para pihak

h. Juru Sita: memanggil para pihak dan membuat relas panggilan

Page 81: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

4. Visi dan Misi

a. Visi

Mewujudkan pengadilan Agama Salatiga sebagai salah satu

pelaku kehakiman yang mandiri, bersih, bermartabat, dan

berwibawa.

b. Misi

1) Mewujudkan rasa keadilan mayarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan hati

nurani

2) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas

campur tangan dari pihak lain

3) Meningkatkan pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat

sehingga tercapai peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya

ringan

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparat peradilan

sehingga dapat melakukan tugas dan kwajiban secara

profesional dan proporsional

5) Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, dan bermartabat

dalam melaksanakan tugas.

Page 82: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga

Page 83: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

B. Prosedur dan Proses Penyelesaian Cerai Gugat di Pengadilan Agama

Salatiga

a. Prosedur

1) Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon (istri) atau

kuasanya ialah:

a) Mengajukan permohona secara tertulis ataupun lisan kepada

Pengadila Agama Salatiga (Pasal 118 HIR, 142 R. Bg.jo. pasal

66 UU Nomor. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU

Nomor. 3 Tahun 2006).

b) Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada

Pengadilan Agama Salatiga tentang tata cara membuat surat

gugatan (Pasal 118 HIR, 143 R.Bg.jo Pasal 58 UU Nomor. 7

Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU Nomor. 3 Tahun

2006).

c) Surat gugatan dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita

dan petitum. Jika tergugat telah menjawab surat gugatan

ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas

persetujuan tergugat.

2) Gugatan tersebut harus diajukan kepada pengadilan Agama Salatiga:

c) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat

(Pasal 73 ayat (1) UU Nomor. 7 Tahun 1989 yang telah diubah

dengan UU No. 3 Tahun 2006).

Page 84: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

d) Bila penggugat meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa

izin tergugat, maka guagatan diajukan kepada Pengadilan

Agama Salatiga yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU Nomor. 7 Tahun 1989

yang telah diubah dengan UU Nomor. 3 Tahun 2006 jo pasal 32

ayat (2) UU Nomor. 1 Tahun 1974).

e) Bila penggugat bertempat kediaman di luar Negeri, maka

guagatan diajukan kepada Pengadilan Agama Salatiga yang

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73

ayat (2) UU Nomor. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan

UU Nomor. 3 Tahun 2006).

3) Bila penggugat dan tergugat berkediaman di luar Negeri, maka

gugatan diajukan kepada Pengadilan Agma Salatiga yang daerah

hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan. Gugatan

tersebut memuat:

a) Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman penggugat

dan tergugat.

b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum)

c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

4) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta

bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian

atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap

Page 85: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

(Pasal 86 ayat (1) UU Nomor. 7 Tahun 1989 yang diubah dengan

UU Nomor. 3 Tahun 2006).

5) Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4)

R.Bg.jo. Pasal 89 UU Nomor. 7 Tahun 1989 yang telah diubah

dengan UU Nomor. 3 Tahun 2006), bagi yang tidak mampu dapat

berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

6) Penggugat dan tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan

berdasarkan panggilan Pengadilan Agama Salatiga (Pasal 121, 124,

dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Menurut hakim Pengadilan Agama Salatiga Drs. H. Noerhadi MH

yang mengatakan bahwa prosedur beracara cerai gugat yang disebabkan

karena salah satu pihak murtad itu sama dengan prosedur beracara cerai

gugat yang lainnya.

b. Proses

1) Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama

Salatiga.

2) Penggugat dan tergugat dipanggil oleh pengadilan Agama Salatiga

untuk menghadiri persidangan.

3) Tahapan persidangan

a) Tahapan-tahapan persidangan tersebut ialah:

(1) Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha

mendamaikan kedua belah pihak dan suami istri harus

Page 86: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

datang secara pribadi (Pasal 82 UU Nomor. 7 Tahun 1989

yang telah diubah dengan UU Nomor. 3 Tahun 2006).

(2) Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada

kedua beah pihak agar terlebih dahulu menempuh mediasi

sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2008.

Dalam hal permohonan gugatan cerai karena murtad

diwajibkan juga untuk menempuh mediasi terlebih dahulu

seperti gugatan cerai yang lain, meskipun pada dasarnya

cerai karena murtad sudah otomatis putus ikatan

perkawinannya, karena apabila mediasi tidak dilaksanakan

maka permohonan tersebut batal demi hukum. Dalam upaya

damai ini bahwa mediator bertanya kepada suami yang

murtad untuk memeluk agama Islam lagi, akan tetapi suami

tersebut tidak mau masuk Islam lagi akhirnya dengan hal

tersebut maka mediasi gagal.

(3) Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan

dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban,

jawab menjawab, pembuktian dan mengajukan gugatan

rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132a HIR, 158 R.Bg).

b) Putusan Pengadilan Agama Salatiga atas cerai gugat sebagai

berikut:

Page 87: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

(1) Gugatan dikabulkan. Apabila tergugat tidak puas dapat

mengajukan banding melalui Pengadilan Agama Salatiga

tersebut.

(2) Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding

melalui Pengadilan Agama Salatiga tersebut.

(3) Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan

permohonan baru.

(4) Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka

panitera Pengadilan Agama Salatiga memberikan akta cerai

sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-

lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut

diberitahukan kepada kedua belah pihak.

C. Putusan Hakim dalam Kasus Perceraian Karena Salah Satu Pihak

Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Perkara Nomor. 0356/pdt.G/2011/

PA.SAL.

Setelah mendengarkan keterangan dan fakta-fakta hukum dalam

persidangan, maka hasil putusan sidang perceraian yaitu: bahwa semua

gugatan/permohonan yang diajukan dalam perkara perceraian karena salah

satu pihak murtad telah dikabulkan.

Atas dasar pertimbangan dan dasar hukum Islam serta hukum positif

yang berlaku di Indonesia Hakim memutus perceraian karena salah satu pihak

murtad sebagai berikut:

Page 88: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

1. Mengabulkan gugatan penggugat

2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughra tergugat

3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk mengirimkan

salinan putusan ke Kantor urusan Agama Kecamatan Suruh, Kabupaten

Semarang dan Kantor urusan Agama Kecamatan Susukan, Kabupaten

Semarang serta Kantor urusan Agama Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga

4. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.211.000 (dua ratus sebelas ribu rupiah).

D. Pertimbangan dan Dasar Putusan Hakim dalam Kasus Perceraian

Karena Salah Satu Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Perkara

Nomor. 0356/pdt.G/2011/PA.SAL.

1. Pertimbangan

Dalam memutus perkara Kasus Perceraian Karena Salah Satu

Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Perkara Nomor.

0356/pdt.G/2011/PA.SAL. Hakim mempunyai berbagai pertimbangan:

a. Karena adanya gugatan perceraian dari penggugat dengan dalih rumah

tangganya tidak harmonis mulai goyah dan sering terjadi pertengkaran

serta perselisihan sebab Mei 2001 sebab tergugat kembali ke Agama

Nasrani, dan keluar dari Agama Islam.

b. Karena setelah Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak

melalui mediasi dan ternyata hasilnya gagal, maka pemeriksaan

Page 89: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

perkara ini telah memenuhi ketentuan pasal 130 HIR dan PERMA

Nomor 1 Tahun 2008.

c. Bahwa seperti dalam bukti akta nikah telah dapat dibuktikan adanya

pernikahan antara penggugat dengan tergugat maka gugatan

penggugat mempunyai alas hak.

d. Bahwa tergugat mengakui dalil gugatan sebagai suami penggugat,

terjadi pertengkaran karena keluar dari Agama Islam, maka

pengakuan tergugat di persidangan seperti diatur dalam pasal 174 HIR

merupakan bukti sempurna.

e. Bahwa saksi-saksi di persidangan, terdiri dari keluarga penggugat dan

orang yang dekat dengan tergugat telah menguatkan dalil gugatan dan

tidak sanggup untuk merukunkan penggugat dengan tergugat.

2. Dasar Hukum

Dalam memutus perkara Kasus Perceraian Karena Salah Satu

Pihak Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Perkara Nomor.

0356/pdt.G/2011/PA.SAL. Hakim mempunyai dua dasar hukum yaitu:

a. Sesuai dengan pasal 116 huruf h Kompilasi Hukum Islam, yang

berbunyi “peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan

terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga”.

b. Bahwa hakim perlu mengetengahkan pendapat ahli yang diambil

sebagai pendapat sendiri seperti termuat dalam kitab Ath Thalaq hal

39:

Page 90: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

ا ا ذ ا د عا ت لز و جة لط وبلق ا تز قي بيناه و بين ز و جاه لا ا ذه

ا اهقلط ر وهشمل ا ىلع ة دح ا و ة رم ول و ر ضل ا تتبث ا ن فا ر ضل

اقل ىض من زج وقلط اهة اب ئنة Artinya: Jika seorang istri menggugat suami agar diceraikan dari

suami, karena ada alasan (madharat) maka jika alasan (madharat) itu terbukti walau hanya satu kali, menurut pendapat yang masyhur, Hakim dapat menceraikan istri dari suaminya dengan jatuh talaq ba’in sughra.

E. Akibat Hukum Putusan Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad di

Pengadilan Agama Salatiga Nomor . 0356/pdt.G/2011/ PA.SAL.

Pada hakekatnya suatu perceraian itu memang mengharuskan

berhentinya hubungan antara suami dan istri. Dari hasil wawancara peneliti

dengan hakim Pengadilan Agama Salatiga Drs. H. Noerhadi MH yang

menangani perkara ini, mengatakan bahwa akibat hukum dari kasus

perceraian karena salah satu pihak murtad adalah perceraian atau penjatuhan

talak, sebagaimana dijelaskan pada pasal 156 dan pasal 157 Kompilasi

Hukum Islam yang dijelaskan sebagai berikut:

Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan

ibunya, kecuali bila ibunya meninggal dunia, kemudian anak yang sudah

mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau

ibunya. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin

keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipin biaya nafkah dan hadhanah

telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan

Page 91: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak

menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya

anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri(21 tahun). Bilamana terjadi

perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, pengadilan Agama

memberikan putusannya dan Pengadilan dapat pula dengan mengingat

kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan

pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

Kemudian dalam KHI pasal 157 “harta bersama dibagi menurut

ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan 97, yaitu: Apabila terjadi

cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup

lebih lama. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri

atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya

yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan

Agama.

Sedangkan pasal 97 yang berbunyi “janda atau duda cerai hidup

masing-masing berhak seperdua dari harta sepanjang tidak ditentukan lain

dalam perjanjian perkawinan. Di dalam pasal 41 UUP No 1 tahun 1974

menegaskan: Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan

mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarka kepentingan anak. Apabila

terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi

keputusannya. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi

tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam kenyataanya bapak dalam

Page 92: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

keadaan tidak mampu, sehingga tidak dapat melakukan kewajiban tersebut,

maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.

Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka setelah hubungan antara

pihak penggugat dan tergugat tersebut selesai hak-hak istri dan anak terjamin

atau dapat terpenuhi. Dengan berdampak pada adanya perlindungan terhadap

anak yang dilahirkan, anak tetap mendapatkan hak mewaris dari ibu

bapaknya. Lain hal bila putusan yang dijatuhkan adalah putusan pembatalan

perkawinan. pembatalan berarti mengembalikan kepada kondisi semula yaitu

kembali kepada keadaan dimana perkawinan tersebut dianggap tidak pernah

terjadi.

Page 93: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

BAB IV

ANALISA DATA

D. Analisis Hasil Putusan Hakim Terhadap Perkara Perceraian Karena

Salah Satu Pihak Murtad

Suatu perkara yang diajukan ke Pengadilan harus berakhir dengan

adanya suatu putusan hakim atau Pengadilan, putusan hakim adalah suatu

pernyataan yang oleh hakim, diucapkan di persidangan yang bertujuan untuk

mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara antar pihak. Dan akhirnya

Pengadilan Agama Salatiga mengadili perkara Nomor:

0356/pdt.G/2011/PA.SAL dengan putusan :

1. Mengabulkan gugatan penggugat

2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughra tergugat

3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk mengirimkan

salinan putusan ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Suruh, Kabupaten

Semarang dan Kantor urusan Agama Kecamatan Susukan, Kabupaten

Semarang serta Kantor urusan Agama Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga

4. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.211.000 (dua ratus sebelas ribu rupiah).

Menurut Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang

Kekuasaan Kehakiman bahwa “Pengadilan berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”. Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang No.4 Tahun 2004

menyebutkan bahwa : “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,

Page 94: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa

hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya” artinya bahwa Hakim mengetahui hukum (objektif),

artinya bahwa Hakim karena jabatannya bertugas menemukan dan

menentukan titik apa yang berlaku terhadap perkara yang sedang

diperiksa.

Selain itu berdasarkan Pasal 20 undang-undang No.3 Tahun 2006

tentang Kekuasaan Kehakiman “semua putusan Pengadilan hanya sah dan

mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka

untuk umum” .

Mengenai isi putusan Pengadilan menurut Pasal 25 Undang-

Undang No.3 Tahun 2006 menyebutkan bahwa :

a. Segala putusan pengadilan selain memuat alasan dan dasar putusan

tersebut, memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang di

jadikan dasar untuk mengadili.

b. Setiap putusan Pungadilan ditandatangani oleh hakim yang memutus

dan panitera yang ikut serta bersidang.

c. Penetapan, ikhtisar rapat permusyawarahan, dan berita acara

pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan

panitera sidang.

Penulis berpendapat bahwa berdasarkan alasan-alasan yang

dimaksudkan diatas adalah bentuk pertanggung jawaban dari putusannya

Page 95: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

terhadap masyarakat, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif,

Putusan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Nomor:

0356/pdt.G/2011/PA.SAL dirasakan sangat objektif untuk memutuskan

suatu perceraian yang di akibatkan oleh peralihan agama atau murtad.

Di dalam gugatan penggugat yaitu pada bagian petitum memohon

kepada Majelis Hakim untuk memutuskan dan menetapkan hal-hal sebagai

berikut :

1) Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.

2) Menetapkan syarat taklik talak tergugat telah terpenuhi

3) Menetapkan jatuh talak satu khul’i tergugat kepada

penggugat dengan iwad berupa uang sebesar Rp. 10.000,-

4) Membebankan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga telah mengadili dan

memberi putusan atas apa yang digugat atau dituntut oleh penggugat, yang

menjadi pertimbangan hakim adalah bukti-bukti tertulis yang diajukan

penggugat, keterangan saksi dari orang yang masih ada hubungan

keluarga dengan penggugat serta keterangan dari penggugat dan tergugat

sendiri bahwa suami istri antara penggugat dengan tergugat pada awalnya

rumah tangganya hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dengan

baik, telah berhubungan badan (ba’da dukhul) dan keduanya bertempat

tinggal bersama di rumah orang tua tergugat selama 1 tahun, kemudian

tinggal dirumah kontrakan selama 1 tahun, terakhir bertempat tinggal di

Page 96: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

tempat rumah kediaman selama 11 tahun 8 bulan dan dikaruniai seorang

anak yang bernama “SW”, sekarang anak tersebut dalam pemeliharaan

penggugat. Dan akhirnya kebahagiaannya dan keharmonisannya itu luntur

dikarenakan tergugat kembali ke agamanya tersebut.

Dengan pertimbangan tersebut, maka hakim mengadili dan

memutuskan bahwa:

a) Mengabulkan gugatan penggugat

b) Menjatuhkan talak satu ba’in sughra tergugat

c) Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk

mengirimkan salinan putusan ke Kantor urusan Agama

Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang dan Kantor urusan

Agama Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang serta

Kantor urusan Agama Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga

d) Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp.211.000 (dua ratus sebelas ribu rupiah).

E. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim Terhadap Perceraian

karena Salah Satu Pihak Murtad

Dalam kasus ini penggugat beragama Islam dan tergugat beragama

Kristen. Perkawinan keduanya telah dilangsungkan di KUA kecamatan

Susukan, Kabupaten Semarang sebagaimana dalam kutipan akta nikah

Nomor 183/25/VII/95 tertanggal 21 Juli 1995. Dalam Undang-Undang

Nomor.1 Tahun 1974 Pasal 2 dikatakan bahwa “perkawinan adalah sah

Page 97: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu”. Pasal ini mengandung asas bahwa suatu perkawinan

adalah sah apabila dilakukan sesuai hukum agamanya atau kepercayaannya,

disini terlihat terdapat adanya penundukan terhadap suatu hukum.

Apabila suatu perkawinan antara laki-laki dan seorang wanita maka

haruslah dilihat berdasarkan hukum apa mereka tunduk pada saat

melangsungkan perkawinan. Apabila perkawinan ini dilangsungkan

berdasarkan hukum Islam dan dilakukan di hadapan petugas pencatat nikah

(PPN), maka segala hal yang terjadi setelah perkawinan itu berlangsung maka

semua permasalahan tersebut haruslah diselesaikan sesuai hukum Islam dan

hal ini menjadi wewenang Pengadilan Agama. Karena Pengadilan Agama

adalah suatu Pengadilan yang diperuntukkan bagi umat Islam dalam

memecahkan suatu persoalan atau masalah. Begitu juga jika terjadi

perkawinan secara Islam (perkawinan dilangsungkan di KUA), namun

adakalanya perkawinan yang telah berlangsung lamanya kemudian salah

seorang baik suami atau istri pindah agama/murtad, maka kewenangan untuk

menangani permasalahan tersebut menjadi wewenang Pengadilan Agama

(berdasarkan penundukan hukum pertama kali melangsungkan perkawinan).

Murtadnya salah satu pihak ini baik suami atau istri maka harus dapat

dibuktikan di depan Pengadilan Agama. Suatu perkara perceraian karena

murtadnya salah satu pihak baik istri maupun suami tentunya berakibat pada

jatuhnya putusan pengadilan terhadap adanya tuntutan baik gugatan cerai dari

pihak istri terhadap suami yang murtad ataupun permohonan talak dari suami

Page 98: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

akibat murtad si istri. Putusan Hakim Pengadilan (dictum) tentunya

berdasarkan apa yang di tuntut. Namun putusan tersebut kadang tidak

seluruhnya dapat dikabulkan, karena kadang putusan tersebut hanya

mengabulkan sebagian.

Namun inti dari suatu dictum adalah apakah hakim dapat

memutuskan suatu perkawinan itu oleh karena adanya perceraian atau talak

serta memutuskan perkawinan oleh karena dibatalkan dan masalah

pemeliharaan anak (kedudukan anak) ataupun masalah pembagian harta

(harta benda dalam perkawinan), perwalian ataupun masalah hak dan

kewajiban antara orang tua dan anak.

Dalam hal ini perkara perceraian yang disebabkan salah satu pihak

beralih Agama (murtad), maka hakim dalam memutuskan perkara ini

berdasrkan dalil gugatan penggugat yang telah terbukti dan telah memenuhi

ketentuan Pasal 116 huruf h Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan salah

satu alasan suatu perceraian disebabkan karena ada salah satu pihak murtad

yang apabila menimbulkan ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dan hakim

dalam pertimbangannya juga berdasarkan kitab Ath Thalaq hal 39 yang

berbunyi:

ا ا ذ ا د عا ت لز و جة لط وبلق ا تز قي بيناه و بين ز و جاه لضل ا ا ذه فا ر

وز نم ىض اقل ا اهقلط ر وهشمل ا ىلع ة دح ا و ة رم ول و ر ضل ا تتبث ا ن

ةنئ اب ةقلط اهج

Page 99: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Artinya: Jika seorang istri menggugat suami agar diceraikan dari suami, karena ada alasan (madharat) maka jika alasan (madharat) itu terbukti walau hanya satu kali, menurut pendapat yang masyhur, Hakim dapat menceraikan istri dari suaminya dengan jatuh talaq ba’in sughra.

Dalam kasus murtadnya seseorang baik dari pihak suami ataupun istri

yang mana perkawinannya telah berlangsung lama dan telah dikaruniai

keturunan, maka putusan yang paling tepat adalah perceraian atau penjatuhan

talak, menurut penulis putusan ini lebih tepat karena berdampak pada adanya

perlindungan terhadap anak yang dilahirkan, anak tetap mendapatkan hak

mewaris dari ibu bapaknya. Lain hal bila putusan yang dijatuhkan adalah

putusan pembatalan perkawinan. pembatalan berarti mengembalikan kepada

kondisi semula yaitu kembali kepada keadaan dimana perkawinan tersebut

dianggap tidak pernah terjadi.

Dalam hal pertimbangan hukum dan hakim dalam putusannya Nomor

0356/pdt.G/2011/PA.SAL sudah tepat dimana hakim dalam pertimbangan

hukumnya menyatakan bahwa penggugat “SP” menggugat “PB” untuk

menceraikan perkawinan antara penggugat dengan tergugat dan menyatakan

perkawinannya putus karena perceraian. Salah satu pihak yang dapat menjadi

penyebab putusnya atau berakhirnya suatu perkawinan adalah apabila salah

seseorang dari pasangan suami istri itu telah keluar dari agama Islam atau

dengan kata lain telah murtad. Adapun untuk memutuskan hubungan

perkawinan itu maka hakim Pengadilan Agama Salatiga, mengabulkan

gugatan penggugat dengan menyatakan talak satu ba’in tergugat kepada

penggugat.

Page 100: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

F. Analisis Akibat Hukum Perceraian karena Salah Satu Pihak Murtad di

Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/PA.SAL

Berdasarkan dari hasil wawancara penulis dengan hakim yang

menangani perkara ini Drs. H. Noerhadi MH bahwa akibat hukum perceraian

karena salah satu pihak murtad sama halnya dengan akibat hukum perceraian

yang lain, karena sebenarnya murtad hanya menjadi alasan perceraian saja,

menurut pendapat penulis itu benar, karena setelah putusnya hubungan

perkawinan antara penggugat dan tergugat tersebut hak-hak istri dan anak

terjamin atau dapat terpenuhi.

Maka dari itu bahwa seorang suami masih mempunyai kewajiban-

kewajiban yang harus dipenuhi setelah terjadinya perceraian tersebut. Maka

perceraian ini dapat menimbulkan beberapa akibat hukum sebagai berikut:

a. Putusnya Ikatan Perkawinan

Putusnya perkawinan di Pengadilan dapat diakibatkan oleh dua

hal yaitu cerai talak dan cerai gugat yang keduanya sudah dijelaskan

dalam bab II. Dalam kasus ini putusnya perkawinan kedua pasangan

disebabkan cerai gugat yaitu cerai yang diajukan oleh pihak istri.

Hal ini dijelaskan dalam pasal 114 Kompilasi Hukum Islam yang

berbunyi: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian

dapat tejadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”.

Page 101: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

b. Berlakunya Masa Iddah bagi Perempuan

Setiap peceraian mengakibatkan adanya iddah bagi seorang istri,

menurut KHI ada beberapa ketentuan. Dalam pasal 153 ayat 2 “waktu

tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla dukhul, waktu tunggu ditetapkan seratus tiga puluh hari.

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (kali) suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.

c. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu ditetapkan sampai melahirkan.

d. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Dari pasal tersebut di atas sudah jelas bahwa dalam perkara ini

pihak tergugat masa iddahnya sudah sesuai pada masa iddah huruf (b).

c. Hak Asuh Anak

Dari pernikahan tersebut antara pihak penggugat dan tergugat

dalam perkara ini sudah memiliki satu oarang anak yang berusia 16

tahun. Setelah adanya perceraian ini anak tersebut dalam pemeliharaan

ibunya. Hal ini sesuai dengan pasal 98 Kompilasi Hukum Islam yang

berbunyi:

1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.

Page 102: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

d. Nafkah Anak

Di dalam perkara ini, semenjak berpisahnya kedua belah pihak

antara penggugat dan tergugat suami tidak pernah memberi nafkah

kepada istri dan anaknya. Kemudian, setelah adanya perceraian ini suami

berkewajiban memberikan nafkah atau biaya hidup untuk anaknya yang

masih berusia 16 tahun. Pemberian nafkah ini masih wajib bagi suami

tersebut karena anak belum dewasa (berusia 21 tahun), hal ini dijelaskan

dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 pada huruf (d) yang berbunyi :

semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut

dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

Adapun akibat hukum talak ba’in sughra ialah sebagai berikut:

1. Putusnya ikatan perkawinan

2. Antara suami dan istri tidak dapat hidup bersama selayaknya masih

ada ikatan perkawinan seperti dahulu

3. Salah satu pihak tidak lagi menjadi ahli waris lainnya apabila salah

satu pihak meninggal dunia

4. Istri dapat menuntut sisa pembayaran maskawin yang belum dibayar

suami

5. Suami dapat mengawini isrti yang dulu tersebut dengan akad nikah

yang baru tanpa harus si perempuan kawin dulu dengan laki-laki lain

6. Apabila suami merujuknya ia masih memiliki sisa hak talak.

Page 103: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Dalam memutus perkara Kasus Perceraian Karena Salah Satu Pihak

Murtad di Pengadilan Agama Salatiga Perkara Nomor.

0356/pdt.G/2011/PA.SAL. Hakim mempunyai beberapa pertimbangan

dan dasar hukum, yaitu:

a. Pertimbangan

Keluarga penggugat dan tergugat tidak harmonis karena

tergugat keluar dari agama Islam dan sebelumnya mediasi telah

dilakukan akan tetapi hasilnya gagal.

b. Dasar hukum

Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tentang alasan perceraian.

Sebagai salah satu alasan perceraian disebut dalam pasal tersebut

huruf (h) yang menyatakan bahwa peralihan agama yang

menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga. Kemudian

Hakim mengambil pendapat ahli yang dijadikan pendapat sendiri

yang termuat dalam kitab At-Thalak hal 39.

Page 104: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

2. Akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad sama halnya

dengan akibat perceraian yang lain, oleh karena itu perceraian tersebut

dapat menimbulkan beberapa akibat hukum yaitu: Pertama,

mengakibatkan putusnya hubungan perkawinan. Kedua, masih

berlakunya masa iddah bagi bekas istri. Ketiga, mengenai masalah

pemeliharaan anak. Keempat, seorang ayah masih berkewajiban

memberikan nafkah kepada anaknya sampai dewasa (usia 21 tahun).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan di atas,

selanjutnya penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pengadilan Agama dan Lembaga yang Terkait

Bagi para hakim di Pengadilan Agama Salatiga harus tetap

berpegang teguh kepada sumber hukum Islam dan hukum acara peradilan

yang sudah ada, agar dalam memutuskan suatu perkara tidak merugikan

salah satu pihak. Kemudian bagi para hakim Pengadilan Agama serta

petugas pencatat nikah perlu untuk memberikan sosialisasi kepada

masyarakat umum paling tidak di dekat tempat tinggal masing-masing

untuk masalah murtad, yakni bahwa murtadnya salah satu pihak baik istri

maupun suami yang sudah diajukan ke Pengadilan Agama maupun

belum secara otomatis perkawinan tersebut sudah batal. Artinya jika

pasangan tersebut tetap hidup bersama dan melakukan hubungan suami

istri maka hukumnya haram. Oleh karena itu perlu sekali hakim

Page 105: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

memberikan dakwah tersebut agar masyarakat mengetahui tentang ajaran

agama yang lebih mendalam.

2. Masyarakat Umum

Bagi seseorang non muslim yang ingin masuk Islam, jangan

hanya sekedar untuk memenuhi syarat untuk bisa melangsungkan suatu

perkawinan dengan orang Islam, hendaknya didasari karena rasa cinta

terhadap pasangannya.

Selanjutnya setelah masuk Islam hendaknya para mu’allaf

tersebut mau untuk menambah pengetahuanya tentang ajaran Islam,

tidak hanya menjadikan Islam sebagai simbol tanpa mengerti dan

mendalami ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam yang sebenarnya,

sehingga bisa membangun rumah tangganya dengan di dasarkan

pondasi-pondasi agama Islam.

Page 106: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta : CV Rajawali.

Amiur Nuruddin & Azhari Akmal Tarigan. 2006. Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Pineka Cipta.

Arso, & Wasit. 1978. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 1983. Ilmu Fiqh jilid Dua. Jakarta: departemen Agama.

Harjono, Anwar. 1987. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta : PT Bulan Bintang.

Moleong, Leksi J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Muhammad Abdulkadir. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Munajad, Makhrus. 2009. Hukum Pidana Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras.

Ramulyo, Muh.Idrus. 1996. Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari UUP Tahun 1974 dan KHI. Jakarta: Bumi Aksara

Rasyid, Sulaiman. 1986. Fiqh Islam : Bandung : CV Sinar Baru.

Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqh Sunnah jilid 6. Bandung: PT Al-Ma’Arif

Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqh Sunnah Jilid 8. Bandung : PT Al-Ma’Arif.

Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqh Sunnah Jilid 9. Bandung : PT Al-Ma’Arif.

Saleh, Hasan. 2008. Kajian fiqh Nabawi dan fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 107: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Sosroatmodjo & Aulawi. 1975. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintag.

Supriatna, Fatma Amilia, & Yasin Baidi. 2009. Fiqh Munakaht II. Yogyakarta:

Teras.

Tihami & Sahrani. 2010. Fiqh Munakahat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. 2011. Bandung : Citra Umbara.

Wasman, Wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras.

Page 108: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nastangin

Nim : 211 08 016

Tempat/tgl.lahir : Temanggung, 27 Februari 1990

Alamat : Kedopokan RT 06/01 Kel. Tlogopucang.

Kec. Kandangan. Kab. Temanggung

Pendidikan :

1. MI Ma’arif Karang Tengah Lulus Tahun 2002 2. MTS Mu’alimn Rawaseneng Lulus Tahun 2005 3. MA Mu’alimin Rawaseneng Lulus Tahun 2008

Demikian riwayat hidup penulis dibuat dengan sebenar-benarnya, kemudian bagi yang berkepentingan harap maklum adanya.

Salatiga, 28 juli 2012

Penulis

Nastangin

21108016

Page 109: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

DAFTAR NILAI SKK

Nama : Nastangin

NIM : 211 08 016

Jurusan : Syari’ah

Progdi : Al-ahwal Al-Syakhsiyyah (AS)

Dosen PA : Lutfiana Zahriani SH. MH

No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai

1 Opspek “Implementasi Nilai-nilai Kemahasiswaan melalui Totalitas gerakan menuju Masyarakat Madani”

25-27 Agustus 2008

Peserta 3

2

Sarasehan Keagamaan “Aktualisasi Nilai-nilai Spiritual Puasa di Bulan Ramadhan” (DEMA)

05 September 2008

Peserta 3

3

Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) PMII

14-16 November 2008

Peserta 3

4

Seminar dan Bedah Buku “Kaum Muda Menanatap Masa Depan Indonesia”(DEMA)

27 November 2008

Peserta 2

5 Seminar dan Silaturrahmi Nasional Forum Mahasiswa Syari’ah Se-Indonesia

15-17 Desember 2008

Peserta 6

6

Seminar Pembiayaan Pendidikan Kota Salatiga “DEMA”

25 Maret 2009 Peserta 3

7 Konsolidasi Internal dan Semalam Sehati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (MAPABA)

12-13 September 2009

Panitia 3

8

Sarasehan Keagamaan “Optimalisasi Peran Badan Amil Zakat dalam

14 September 2009

Peserta 3

Page 110: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

Pengelolaan Zakat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan ”

9 Seminar Kebangsaan “Memperkokoh Kepeloporan Mahasiswa dalam Pembangunan Menuju Kejayaan Indonesia di Pentas Global”

02 Desember 2009

Peserta 3

10

Seminar Regional “Peran Lembaga Publik sebagai Alat kontrol Pemerintah Demi Terciptanya Good Governance”

22 Maret 2010 Peserta 4

11

Public Hearing “Membangun Demokrasi Kampus yang Harmonis”

15 Mei 2010 Peserta 3

12

Seminar Nasional Pendidikan “Aktualisasi Nilai-nilai Pendidikan dalm Upaya membenruk Karakter dan Budaya Bangsa”

2 Juni 2010 Peserta 6

13

SK Pengangkatan Pengurus Senat Mahasiswa (SEMA) 2010-2011 STAIN SALATIGA

29 Juni 2010 Pengurus 3

14

Praktikum Pelatihan TOEFL “UPB”

31 Juli-22 Agustus 2010

Peserta 3

15 SK Pengangkatan Pemantau OPAK 2010

19 Agustus 2010 Panitia 3

16

Praktikum Pelatihan ILAIK (Ikhtibar al-Lughah al-Arabiyah Ka Lughah Ajnabiyah “UPB”

31 Juli-22 Agustus 2010.

Peserta 3

17

Bakti Sosial V “Sadar Pendidikan Desa Berkembang

16-18 Oktober 2010

Panitia 3

18 Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) PMII

22 Novenber 2011

Panitia 3

Page 111: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM

19 Seminar Keperempuanan “Menumbuhkan kembali Jiwa Kekartinian dalam Ranah Kampus”

17 Mei 2011 Panitia 3

20 Seminar Radikalisme

Keagamaan di Indonesia 23 Juni 2011 Peserta 3

21 Seminar Ekonomi Islam “Peran Ekonomi Islam dalam Mengatasi Ekonomo Global”

14 Januari 2012 Peserta 3

Total 69

Salatiga, 30 Juli 2012

Mengetahui, Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan

Drs. Agus Waluyo M.Ag NIP: 19750211 200003 1 001

Page 112: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM
Page 113: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM
Page 114: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM
Page 115: S K R I P S Ie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3098/1/Nastangin.pdf · Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag Sekretaris Penguji : Abdul Azis,N.P MM