resusitasi jantung dan paru bahasa indonesia versi aha 2010

12
HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 17 BAB 2 RESUSITASI JANTUNG DAN PARU Ns. Muhamad Adam, S.Kp, M.Kep. asic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) sudah sering diperkenalkan dalam situasi kegawatdaruratan. Dalam perkembangannya, metode BHD selalu mengalami penyempurnaan. BHD sangat bermanfaat bagi penyelamatan kehidupan mengingat dengan pemberian sirkulasi dan napas buatan secara sederhana, BHD memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh terutama organ yang sangat vital dan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai beberapa menit, asupan oksigen ke dalam otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang yang mengakibatkan kemampuan koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung dan pernapasan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah. Keterlambatan BHD Peluang Keberhasilan (Hidup) 1 menit 98 dari 100 korban 3 menit 50 dari 100 korban 10 menit 1 dari 100 korban Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya antara lain adalah tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas, menghirup asap, kercunan obat, tersengat listrik, tercekik, trauma, MCI (myocardial infarction) atau gagal jantung, dan masih banyak lagi. Kondisi diatas, ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi karotis dan tidak adanya gerakan napas dada. Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi yang pertama kali pada tahun 1966, resusitasi jantung paru (RJP) awalnya “A-B-C” yaitu membuka jalan nafas korban (Airway), memberikan bantuan napas (Breathing) dan kemudian memberikan kompresi dinding dada (Circulation). Namun, sekuensinya berdampak pada penundaan bermakna (kira-kira 30 detik) untuk memberikan kompresi dinding dada yang dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah yang kaya oksigen. Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus bantuan hidup dasar pada: 1. Pengenalan segera pada henti jantung yang terjadi tiba-tiba (immediate recognition of sudden cardiac arrest [SCA]) 2. Aktivasi sistem respons gawat darurat (activation of emergency response system) 3. Resusitasi jantung paru sedini mungkin (early cardiopulmonary resuscitation) B

Upload: indra-pudlian

Post on 23-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Resusitasi Jantung Dan Paru Bahasa Indonesia Versi AHA 2010

TRANSCRIPT

  • HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 17

    BAB 2 RESUSITASI JANTUNG DAN PARU

    Ns. Muhamad Adam, S.Kp, M.Kep.

    asic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) sudah sering diperkenalkan

    dalam situasi kegawatdaruratan. Dalam perkembangannya, metode BHD selalu mengalami penyempurnaan. BHD sangat bermanfaat bagi penyelamatan

    kehidupan mengingat dengan pemberian sirkulasi dan napas buatan secara sederhana, BHD memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh terutama organ yang sangat vital dan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai beberapa menit, asupan oksigen ke dalam otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang yang mengakibatkan kemampuan koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung dan pernapasan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah.

    Keterlambatan BHD Peluang Keberhasilan (Hidup)

    1 menit 98 dari 100 korban 3 menit 50 dari 100 korban 10 menit 1 dari 100 korban

    Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya antara lain adalah tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas, menghirup asap, kercunan obat, tersengat listrik, tercekik, trauma, MCI (myocardial infarction) atau gagal jantung, dan masih banyak lagi. Kondisi diatas, ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi karotis dan tidak adanya gerakan napas dada. Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi yang pertama kali pada tahun 1966, resusitasi jantung paru (RJP) awalnya A-B-C yaitu membuka jalan nafas korban (Airway), memberikan bantuan napas (Breathing) dan kemudian memberikan kompresi dinding dada (Circulation). Namun, sekuensinya berdampak pada penundaan bermakna (kira-kira 30 detik) untuk memberikan kompresi dinding dada yang dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah yang kaya oksigen. Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus bantuan hidup dasar pada: 1. Pengenalan segera pada henti jantung yang terjadi tiba-tiba (immediate recognition

    of sudden cardiac arrest [SCA]) 2. Aktivasi sistem respons gawat darurat (activation of emergency response system) 3. Resusitasi jantung paru sedini mungkin (early cardiopulmonary resuscitation)

    B

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 18

    4. Segera didefibrilasi jika diindikasikan (rapid defibrilation if indicated)

    Dalam AHA Guidelines 2010 ini, AHA mengatur ulang langkah-langkah RJP dari A-B-C menjadi C-A-B pada dewasa dan anak, sehingga memungkinkan setiap penolong memulai kompresi dada dengan segera. Sejak tahun 2008, AHA telah merekomendasikan bagi penolong tidak terlatih (awam) yang sendirian melakukan Hands Only CPR atau RJP tanpa memberikan bantuan napas pada korban dewasa yang tiba-tiba kolaps.

    Setiap orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti jantung. Keterampilan RJP dan penerapannya bergantung pada pelatihan yang pernah dijalani, pengalaman dan kepercayadirian penolong. Kompresi dada merupakan fondasi RJP sehingga setiap penolong baik terlatih maupun tidak, harus mampu memberikan kompresi dada pada setiap korban henti jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan prioritas pertama setiap korban dengan usia berapapun. Penolong yang terlatih, harus memberikan kompresi dada yang dikombinasikan dengan ventilasi (napas bantuan). Sedangkan penolong yang telah sangat terlatih diharapkan bekerja secara bersama-sama dalam bentuk tim dalam memberikan ventilasi dan kompresi dada. Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain yang didasarkan pada bukti yang telah dipublikasikan, yaitu: - Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiact arrest) didasarkan pada

    pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal (seperti, korban tidak bernapas atau hanya gasping/terengah-engah). Penolong tidak boleh menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan pemeriksaan nadi. Jika nadi tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka dianggap tidak ada nadi dan RJP harus dimulai atau memakai AED (automatic external defibrilator) jika tersedia.

    - Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi tapi tidak pada bayi baru lahir.

    - Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar. - Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit - Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation

    (ROSC) - Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 - 2 inchi menjadi

    sedikitnya 2 inchi (5 cm) - Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan high-quality

    didasarkan pada : o Kecepatan dan kedalaman kompresi diberikan dengan adekuat dan

    memungkinkan full chest recoil antara kompresi

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 19

    o Meminimalkan interupsi saat memberikan kompresi dada o Menghindari pemberian ventilasi yang berlebihan

    Tujuan dari BHD adalah: 1. Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan 2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (melalui kompresi dada) dan

    ventilasi (melalui bantuan napas penolong) dari pasien yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui rangkaian kegiatan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

    A. RANGKAIAN (SEKUENS) BANTUAN HIDUP DASAR

    Rangkaian bantuan hidup dasar pada dasarnya dinamis, namun sebaiknya tidak ada langkah yang terlewatkan untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah algoritma bantuan hidup dasar berdasarkan 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovacular Care, yaitu :

    Korban ditemukan

    Cek respon korban

    Tidak ada respon (unresponsive) Tidak bernapas atau tidak bernapas normal

    (hanya gasping/terengah-engah)

    Cek nadi : Pastikan nadi

    dalam 10 detik?

    Mulai siklus 30 KOMPRESI dan 2 NAPAS

    Ada denyut

    nadi

    Segera lanjutkan RJP selama 2 menit

    Cek irama setiap 2 menit, sampai tim dengan alat lebih lengkap datang.

    Tak ada denyut nadi

    AED / defibrilator datang

    Rekam irama jantung, apakah

    bisa didefibrilasi atau tidak ?

    Berikan 1 shock Segera lanjutkan RJP

    untuk 5 siklus (2 menit)

    Beri 1 napas tiap 5 6 detik

    Cek ulang tiap 2 menit

    Catatan : Kotak dengan garis putus-putus dilakukan oleh penolong

    profesional, bukan oleh penolong awam

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 20

    1. Response

    Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik touch and talk. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar.

    Terdapat tiga level tingkat kesadaran, yaitu:

    Sadar penuh: sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat

    Setengah sadar: mengantuk atau bingung/linglung

    Tidak sadar: tidak berespon

    Jika pasien berespon

    Tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan hindari kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi. Analisa kebutuhan tim gawat darurat.

    Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, minta bantuan

    Observasi dan kaji ulang secara regular

    Jika pasien tidak berespon

    Berteriak minta tolong

    Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang

    pada permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan teknik log roll, secara bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan.

    Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu

    pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP).

    Cek nadi karotis o AHA Guideline 2010 tidak menekankan

    pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti jantung karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jikan dalam lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai.

    o Penolong awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis

    Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal (hanya gasping)

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 21

    2. Circulation (Sirkulasi)

    Compressions

    Bila tidak ada nadi

    Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi 1. Lutut berada di sisi bahu korban 2. Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu

    pada kedua tangan 3. Letakkan salah satu tumit telapak tangan pada

    sternum, diantara 2 putting susu dan telapak tangan lainnya di atas tangan pertama dengan jari saling bertaut atau dua jari pada bayi ditengah dada

    4. Tekan dada lurus ke bawah dengan kecepatan setidaknya 100x/menit (hampir 2 x/detik)

    AHA Guideline 2010 merekomendasikan : 1. Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push

    and hard) 2. Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit 3. Kedalaman adekuat

    o Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2

    penolong) o Anak : 1/3 AP ( 5 cm), rasio 30 : 2 (1

    penolong) dan 15 : 2 (2 penolong) o Bayi : 1/3 AP ( 4 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong)

    dan 15 : 2 (2 penolong) 4. Memungkinkan terjadinya complete chest recoil

    atau pengembangan dada seperti semula setelah kompresi, sehingga chest compression time sama dengan waktu relaxation/recoil time.

    3. Airway (Jalan Napas)

    Pastikan jalan napas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernapas

    Bersihkan jalan napas Amati suara napas dan pergerakan dinding dada Cek dan bersihkan dengan menyisir rongga mulut

    dengan jari, bisa dilapisi dengan kasa untuk menyerap cairan.

    Dilakukan dengan cara jari silang (cross finger) untuk membuka mulut.

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 22

    Membuka jalan napas

    Secara perlahan angkat dahi dan dagu pasien (Head

    tilt & Chin lift) untuk buka jalan napas 1. Head Tilt & Chin Lift

    a. Membaringkan korban terlentang pada permukaan yang datar dan keras

    b. Meletakkan telapak tangan pada dahi pasien c. Menekan dahi sedikit mengarah ke depan

    dengan telapak tangan d. Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah

    dari tangan lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang pasien

    e. Menengadahkan kepala dan menahan/menekan dahi pasien secara bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi

    2. Jaw Trust a. Membaringkan korban terlentang pada

    permukaan yang datar dan keras b. Mendorong ramus vertikal mandibula kiri dan

    kanan ke depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, atau,

    c. Menggunakan ibu jari masuk ke dalam mulut korban dan bersama dengan jari-jari yang lain menarik dagu korban ke depan, sehingga otot-otot penahan lidah teregang dan terangkat

    d. Mempertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka

    Ambil benda apa saja yang telihat Pada bayi, posisi kepala harus normal Cek tanda kehidupan: respon dan suara napas Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan,

    secukupnya untuk membuka jalan napas, karena bisa berakibat cedera leher.

    AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk : o Gunakan head tilt-chin lift untuk membuka jalan

    napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 23

    Jalan Napas Tersumbat

    Miringkan pasien ke salah satu sisi Keluarkan apa saja objek yang terlihat dalam mulut

    o Ambil gigi/palsu yang lepas o Tinggalkan gigi palsu yang utuh pada tempatnya

    Jalan Napas Bersih

    Pertahanakan jalan napas terbuka dan cek adanya

    pernapasan normal Jika dalam beberapa menit terdengar suara seperti

    gurgling, atau batuk dengan pergerakan dada dan abdomen, perlakukan tetap seperti tidak bernapas, karena pernapasan ini tidak efektif.

    Pemasangan Oro-pharingeal Airway (OPA)

    Ukuran umum yang tersedia : o Dewasa besar = 100 cm (Guedel no. 5) o Dewasa sedang = 90 cm (Guedel no. 4) o Dewasa kecil = 80 cm (Guedel no. 3) o Anak-anak = Guedel no. 1 dan no. 2

    Cara pemasangan

    1. Menentukan ukuran OPA yang tepat bagi pasien dengan meletakkan OPA disamping pipi pasien dan memilih OPA yang panjangnya sesuai dari sudut mulut hingga ke sudut rahang bawah (angulus mandibulae)

    2. Memasang alat, terdapat 2 cara : a. Cara pertama

    - Membuka mulut dan memasukkan OPA terbalik

    - Memutar/merotasi OPA jika telah mencapai palatum molle

    b. Cara kedua - Membuka mulut dengan spatel - Dengan hati-hati memasukkan OPA

    hingga ke belakang. - Pada anak-anak, sebaiknya memakai cara

    ini, karena rotasi dapat menyebabkan patahnya gigi dan kerusakan faring

    3. Mengecek ketepatan pemasangan OPA dengan memberikan ventilasi pada pasien. Jika pemasangan tepat akan tampak pengembangan dada dan suara napas terdengar melalui auskultasi paru dengan stetoskop selama ventilasi

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 24

    Pemasangan Naso-pharingeal Airway (OPA)

    1. Menentukan ukuran NPA yang tepat bagi pasien

    a. Meletakkan NPA di samping pipi pasien dan memilih NPA yang panjangnya sesuai dari pangkal cuping hidung sampai cuping telinga

    b. NPA yang terlalu panjang dapat menstimulasi gag reflex sedangkan NPA yang telalu pendek tidak dapat menjauhkan lidah dari faring anterior

    2. Melubrikasi ujung NPA dengan lubrikan larut air (water-soluble lubricant) untuk meminimalkan tahanan dan menurunkan iritasi pada saluran lubang hidung

    3. Memasukkan NPA dengan cara memegang NPA seperti memegang pensil dan secara perlahan dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien dengan bevel menghadap ke nasal septum

    4. Mendorong alat sepanjang dasar lubang hidung, mengikuti lekukan saluran lubang hidung, hingga pinggiran pangkal NPA rata dengan lubang hidung

    5. Jika terjadi tahanan selama insersi, merotasi NPA bolak balik dengan lembut di antara kedua jari

    6. Jika tahanan tetap terjadi, tidak memaksakan pemasangan alat karena dapat menyebabkan abrasi dan laserasi mukosa hidung yang dapat mengakibatkan perdarahan dan risiko aspirasi

    7. Mengecek ketepatan pemasangan NPA dengan memberikan ventilasi pada pasien. Jika pemasangan tepat akan tampak pengembangan dada dan suara napas terdengar melalui auskultasi paru dengan stetoskop selama ventilasi.

    4. Breathing (Pernapasan) Jika pasien bernapas

    Gulingkan ke arah recovery position

    Observasi secara regular

    Jika tidak bernapas Berikan 2 x napas buatan Mulut ke mulut/hidung Tutup hidung pasien Tiup ke dalam mulut pasien sekitar 1 detik Lihat adanya pengembangan dada pada tiap tiupan Beri tiupan yang kedua Bila melalui hidung, mulut pasien harus ditutup

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 25

    Bag Valve Mask

    Bisa digunakan secara efektif bila penolong minimal berdua

    Oksigen dapat diberikan hingga 85% kapasitas reservoir

    Prosedur : 1. Memilih ukuran mask yang sesuai dengan pasien

    dan memasangnya pada wajah pasien 2. Menghubungkan bag dengan mask, jika belum

    tersambung 3. Meletakkan bagian yang menyempit (apeks) dari

    masker di atas batang hidung pasien dan bagian yang melebar (basis) diantara bibir bawah dan dagu

    4. Menstabilkan masker pada tempatnya dengan ibu jari dan jari teluntuk membentuk huruf C. Menggunakan jari yang lainnya pada tangan yang sama untuk mempertahankan ketepatan posisi kepala dengan mengangkat dagu sepanjang mandibula dengan jari membentuk huruf E

    5. Memberikan ventilasi dengan mengempiskan bag dengan menggunakan tangan lainnya

    6. Mengobservasi pengembangan dada pasien selama melakukan ventilasi

    AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk : Pemberian rescue breathing sama dengan

    rekomendasi AHA 2005, yaitu : a. Pemberian dilakukan sesuai tidal volume

    b. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 c. Setelah alat intubasi terpasang pada 2 orang

    penolong : selama pemberian RJP, ventilasi diberikan tiap 8-10 x/menit tanpa usaha sinkronisasi antara kompresi dan ventilasi. Kompresi dada tidak dihentikan untuk pemberian ventilasi

    Tidak menekankan pemeriksaan breathing karena

    penolong baik profesional maupun awam mungkin tidak dapat menentukan secara akurat ada atau tidaknya napas pada pasien tidak sadar karena jalan napas tdk terbuka atau karena pasien occasional gasping yg dpt terjadi pada beberapa menit pertama setelah henti jantung.

    Kembali tangan dan jari secapatnya ke tengah dada dan beri kompresi dan

    ventilasi berikutnya Lanjutkan 30 kompresi dan 2 siklus napas Sesudah 5 siklus kompresi dan ventilasi kemudian pasien dievaluasi kembali. Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan

    rasio 30 : 2. Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakkan pasien pada posisi mantap

    (recovery position) Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10- 12

    x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit. Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 26

    jalan nafas tetap terbuka Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif, periksa

    apakah masih ada sumbatan di mulut pasien serta perbaiki posisi tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat

    Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar, ubah posisi pasien ke recovery position, bila pasien muntah tidak terjadi aspirasi .

    Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali, jika terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas buatan kembali

    Bila tersedia, gunakan Automated External Defibrillator (AED)

    Kompresi dada saja

    Jika karena suatu kondisi napas buatan tidak dapat diberikan, tetap lakukan kompresi karena di dalam tubuh masih ada oksigen

    Cek ulang sirkulasi. Re-check dihentikan bila napas

    normal telah kembali, jangan menghentikan resusitasi Multi penolong

    Yakinkan ambulans (emergency team) telah dipanggil

    Pastikan seseorang telah mengambil alat yang perlu digunakan

    Lakukan pergantian setiap 2 menit untuk menghindari kelelahan

    Hidari gap waktu dalam pergantian personel secara berlebihan

    Kapan RJP dihentikan ?

    Area menjadi tidak aman

    Staf yang lebih ahli telah datang

    Tanda-tanda kehidupan muncul

    Tanda-tanda kematian: rigor mortis, dilatasi pupil

    Kelelahan fisik penolong atau sudah 30 menit tidak ada respon

    II. OBSTRUKSI JALAN NAPAS KARENA BENDA ASING Obstruksi jalan napas karena benda asing sering terjadi pada anak dan dewasa. Pada orang dewasa, daging atau makan lain paling sering menyebabkan tersedak dan menyumbat. Kondisi pada anak dapat semakin parah dengan penyebab yang sangat bervariatif. Obstruksi jalan napas akut harsu di curigakan pada anak kecil/bayi yang tiba-tiba mengalami gagal napas disertai batuk hebat, tercekik dan bunyi stridor. Sumbatan parsial memungkinkan pasien masih dapat bernapas, namun kualitas pernapasanya tidak menentu, biasanya pasien akan secara spontan melakukan batuk dengan kuat untuk mengeluarkan sumbatan tersebut. Bila obstruksi parsial jalan napas terjadi, namun tanda-tanda pernapasan tidak efektif, harus diperlakukan sama seperti obstruksi jalan napas total. Pada obstruksi total, pasien tidak dapat bernapas, bicara atau batuk. Biasaya pasein memegang lehernya sendiri. Konsentrasi oksigen semakin menurun dan lama-kelamaan bisa tidak sadar dan mungkin meninggal bila tidak ditolong.

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 27

    Usahakan pasien dewasa atau pun anak untuk melakukan batuk dengan efektif. Usaha mengeluarkan sumbatan lain dilakukan bila batuk tidak efektif untuk mengeluarkan subatan dan tanda-tanda gangguan napas semakin hebat dan terdengar bunyi stridor. Penatalaksanaan Maneuver Heimlich Maneuver Heimlich. Merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan diafragma secara mendadak, memaksa udara dalam paru untu keluar dengen cepat sehingga penyumbat jalan napas dapat terdorong keluar. Hentakan dapat diulang 6-10 kali untuk membersihkan jalan napas. Pertimbagnakn adanya kerusakan organ dibawah abdomen atas dan torak bawah. Hentakan inidiberikan setelah kemungkinan sumbatan tidak bisa diambil secara manual dengan mudah, atau dengan teknik pengambilan malahan menyebabkan objek semakin dalam

    Pasien sadar dan berdiri

    - Berdiri dibelakang pasien - Lingkari pinggang atas (lihat ilustrasi) dengan tangan

    penolong - Letakan tangan yang mengepal ditopang dengn tangan

    lain tepat dibawah prosesus xypoideus (uluhati) - Pegang erat-erat kepalan tangan - Tarik kedua tangan kita untu menekan dengan hentakan

    keras kearah belakang pasien. - Ulangi kegiatan secara terpisah dengan gerakan kuat - Pada kasus obesitas atau kehamilan, berikan kompresi

    dada - Bila pasien tidak sadar, baringkan dengan posisi terlentang

    Pasien yang terlentang/tidak sadar

    - Terlentang kan pasien - Penolong berlutut diantara pahan pasien - Letakan satu tangan pada garis tengan abdomen, diatas

    umbillikus dan agak jauh dibawah sternum, tangan kedua diletakan pada tangan pertama.

    - Tekan kearah bawah depan dengan kuat dan menghentak. - Ulangi sampai 6-10 kali - Posisi ini bisa digunakan bila penolong terlau pendek

    dbiandingkan dengan pasien

  • RESUSITASI JANTUNG DAN PARU BAB 2

    HIPGABI Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia 28

    Manuver untuk diri sendiri

    - Letakan tangan pada posisi seperti gambarilustrasi - Tekan kearah belakang atas - Bila tidak berhasil bisa ditekankan pada ujung meja/tepi - Ulangi sampai 6-10 kali

    Pada bayi

    - Bayi ditunggangkan pada satu tangan penolong - Posisikan kepala menghadap ke bawah, lebih rendah dari

    badan, tahan dengan tangan pada bagian rahang bayi. Jangan menutup mulut dan hidung bayi

    - Dengan mengganakan tepalak tangan yang lain, berikan 4x pukulan diantara skapula

    - Setelah memukul letakan tangan yang bebsa di atas punggung bayi untuk menjepit

    - Jika tidak berhasil, letakan 2-3 jari dibawah sternum (ps. xypoideus), berikan 5 tekanan

    - Lihat adakah objek keluar, jika bisa dilihat, lepaskan dengan jari, kemudian berikan 2 x napas bantuan

    - Bila tidak menolong minta bantuan yang lebih ahli sambil terus memberikan tekanan punggung dan dada sampai bayi terbatuk

    Renungkan ! Ny. A datang menjenguk suaminya, tiba-tiba alarm berbunyi tanda terjadi henti jantung. Perawat segera datang dan menutup gorden pasien, kemudian mulai melakukan tindakan BLS. Ny. A tidak diperkankan melihat kejadian tersebut. Kemudian suster kepala menghampiri dia dan mengatakan suaminya tidak bisa ditolong lagi. Ny A histeris dan tidak terima karena tidak diberi kesempatan untuk melihat suaminya pada akhir hayatnya. Apa yang sebaiknya dijawab dan direspon oleh perawat. Refleksikan bila hal ini menimpa diri kita atau keluarga kita.