reenncca annaa sssttrratteeggiis diirre...
TRANSCRIPT
RREENNCCAANNAA SSTTRRAATTEEGGIISS DDIIRREEKKTTOORRAATT PPAASSCCAAPPAANNEENN DDAANN PPEEMMBBIINNAAAANN UUSSAAHHAA
22001111 -- 22001144
DDIIRREEKKTTOORRAATT PPAASSCCAAPPAANNEENN DDAANN PPEEMMBBIINNAAAANN UUSSAAHHAA DDIIRREEKKTTOORRAATT JJEENNDDEERRAALL PPEERRKKEEBBUUNNAANN
22001111
iii
DAFTAR ISI
Hal KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
i iii vii
DAFTAR GAMBAR viii I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Kondisi Umum 5
1.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM) 5 1.2.2 Kondisi Penanganan Pascapanen
Tanaman Semusim, Rempah dan Penyegar
7
1.2.3 Kondisi Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan
10
1.2.4 Kondisi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
12
1.2.5 Kondisi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
13
1.3 Potensi dan Permasalahan 15
1.3.1 1.3.2
Potensi Permasalahan
15 16
II. VISI DAN MISI DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
18
2.1 Visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
18
2.2 Misi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
18
2.3 Tujuan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
19
2.4 Tugas Pokok dan Fungsi 20 2.5 Nilai Nilai 21 2.6 Struktur Organisasi 22
iv
III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 23
3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan
23
3.1.1 Arah Kebijakan 23 3.1.2 Strategi 23 3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Pasca
Panen dan Pembinaan Usaha 3.2.1 Arah Kebijakan 3.2.1.1 Arah Kebijakan Penanganan
Pascapanen 3.2.1.2 Arah Kebijakan Pembinaan Usaha 3.2.2 Strategi
25
25 25
25 25
3.2.2.1 Pencermatan Lingkungan Pascapanen 27 A. Pencermatan Lingkungan Internal
Pascapanen 29
B. Pencermatan Lingkungan Eksternal Pascapanen
30
3.2.2.2 Pencermatan Lingkungan Pembinaan Usaha
32
A. Pencermatan Lingkungan Internal Pembinaan Usaha
32
B. Pencermatan Lingkungan Eksternal Pembinaan Usaha
37
3.3 Analisa Faktor Faktor Strategis dan Kunci Keberhasilan (KAFI/ KAFE)
41
3.4 Kesimpulan Analisis Faktor Internal – Eksternal 47 3.4.1 Kesimpulan Analisis Faktor Internal –
Eksternal Pascapanen 47
3.4.2 Kesimpulan Analisis Faktor Internal – Eksternal Pembinaan Usaha
48
IV PROGRAM, KEGIATAN, DAN KELUARAN 67
4.1 Program Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
67
4.2 Kegiatan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
67
v
4.3 Fokus Kegiatan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha
69
4.3.1 Fasilitasi Penanganan Pascapanen Komoditas Perkebunan
69
4.3.2 Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
70
4.3.3 Fasilitasi Penanganan Pencegahan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
72
4.3.4 Pelaksanaan Dukungan Administrasi dan Keuangan
73
4.4 Keluaran (Output) dan Sub Output 73 4.4.1 Fasilitasi Penanganan Pascapanen
Komoditas Perkebunan 73
4.4.2 Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
74
4.4.3 Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
75
4.4.4 Pelaksanaan Dukungan Administrasi dan Keuangan
76
4.5 Pendanaan 82 V. MANAJEMEN, PERENCANAAN, MONITORING
DAN EVALUASI 83
5.1 Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah 83 5.2 Peran Serta Masyarakat 84 5.3 Dukungan Institusi Terkait 84 5.4 Mekanisme Perencanaan 86 5.5 Monitoring, Evaluasi, Pengendalian, dan
Pengawasan 88
5.5.1 Monitoring dan Evaluasi 88 5.5.2 Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi 89 5.5.3 Pengendalian dan Pengawasan 90
VI. PENUTUP 91
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Hal
Tabel 1 Jumlah Petugas Penilai Perkebunan 6
Tabel 2
Jumlah Petugas Penilai Perkebunan Yang
Dibutuhkan
7
Tabel 3
Perkembangan Kasus GUPK Nasional Tahun
2005-2010
13
Tabel 4
Analisis Faktor-Faktor Strategis dan Kunci
Keberhasilan Pascapanen
41
Tabel 5
Analisis Faktor-Faktor Strategis dan Kunci
Keberhasilan Pembinaan Usaha
44
Tabel 6 Analisis SWOT untuk ASAP Pascapanen 49
Tabel 7 Analisis SWOT untuk ASAP Pembinaan Usaha 51
Tabel 8
Analisis Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Pembinaan Usaha
53
Tabel 9
Analisis Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Pascapanen
57
Tabel 10 Target Masing-Masing Kegiatan 77
Tabel 11
Proyeksi Penyediaan dana APBN untuk
mendukung kegiatan penanganan Pascapanen
dan Pembinaan Usaha
82
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal
Gambar 1
Struktur Organisasi Direktorat Pascapanen
dan Pembinaan Usaha
22
8
RReennccaannaa SSttrraatteeggiiss Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha
2011-2014
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
JAKARTA, 2011
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian termasuk sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembangunan perekonomian nasional. Pada tahun 2010 sub sektor perkebunan mampu menyumbang devisa dari kegiatan ekspor senilai US$22 miliar meningkat sangat tajam dibandingkan dengan tahun 2005 yang hanya mencapai US$9 miliar. Devisa tahun 2010 diperoleh dari volume ekspor komoditi unggulan perkebunan sebanyak 26 juta ton, juga meningkat jika dibandingkan dengan volume yang dicapai pada tahun 2005 sebesar 16 juta ton. Hal ini membuktikan bahwa subsektor perkebunan ke depan masih merupakan andalan penyumbang devisa sektor pertanian.
Lebih dari 80% produksi komoditi perkebunan berasal dari perkebunan rakyat yang terdiri dari kepemilikan lahan yang terbatas berbasis pada usaha tradisional baik dari aspek budidaya, Pascapanen dan pemasarannya. Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka meningkatkan daya saing, nilai tambah, produktivitas usaha perkebunan dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Sesuai dengan kebijakan tersebut maka fokus perhatian pemerintah tidak hanya pada aspek hulu (on farm), namun juga pada aspek hilirnya (off farm).
Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan perkebunan saat ini selain meningkatkan produksi dan produktivitas juga meningkatkan mutu, maka penanganan pascapanen mendapatkan prioritas dan dipadukan dengan penanganan produksi. Pascapanen hasil perkebunan adalah semua
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
2
kegiatan yang dilakukan sejak proses pemanenan hasil perkebunan sampai dengan proses yang menghasilkan produk setengah jadi (produk antara/intermediate). Kegiatan pascapanen meliputi panen, pengumpulan, perontokan/pemipilan/pengupasan, pencucian, pensortiran, pengklasan (grading), pengangkutan, pengeringan (draying), penggilingan dan/atau penepungan, pengemasan, dan penyimpanan.
Penanganan pascapanen sangat menentukan mutu hasil produksi, oleh sebab itu penanganan proses produksi di kebun harus memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip cara budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural Practices/GAP) dan ditindaklanjuti dengan penerapan Good Handling Practices (GHP) pada tingkat Pascapanen. Penanganan Pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau menekan tingkat kerusakan hasil produksi, hilangnya produksi/susut hasil, meningkatkan mutu produksi, meningkatkan nilai tambah dan daya saing, yang berarti meningkatkan pendapatan petani. Pada kenyataannya hingga saat ini, hasil perkebunan Indonesia kerapkali kalah bersaing di pasaran Internasional, karena mutu hasil masih rendah yang disebabkan antara lain adanya kontaminasi dengan kotoran dan benda-benda asing, pengeringan kurang sempurna sehingga dalam perjalanan ke tangan konsumen sering mengalami kerusakan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penanganan Pascapanen produk perkebunan belum dilakukan dengan optimal.
Pergeseran peran pemerintah yang semula dominan dalam pembangunan agribisnis berubah menjadi fasilitator, stimulator, promoter dan regulator dalam konteks pengendalian menuntut peran aktif dari seluruh stakeholder yang terkait agar secara bersama bergerak dan berfungsi secara optimal dalam pembangunan perkebunan. Pergeseran peran pemerintah tersebut juga termasuk didalamnya memfasilitasi penanganan pascapanen dan pembinaan usaha perkebunan dengan melaksanakan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
3
Disadari bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pekebun terutama perkebunan rakyat adalah keterbatasan akses pada teknologi Pascapanen. Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pembinaan usaha kepada pekebun utamanya kelompok tani yang telah mulai mengelola usaha berbasis perkebunan (benih dan hasil perkebunan). Pembinaan terhadap usaha perkebunan juga dilakukan atas pengelolaan perkebunan, terutama pada perkebunan besar berupa monitoring terhadap kinerja perusahaan perkebunan seperti : pemberian rekomendasi teknis dan pembinaan terhadap pelaku usaha untuk mentaati peraturan dan ketentuan yang berlaku baik pengelolaan kebun inti maupun kebun plasma. Mengingat keterbatasan sumberdaya alam khususnya lahan dan semakin menguatnya tuntutan masyarakat luas akan produk yang ramah lingkungan, mempertimbangkan aspek sosial selain aspek ekonomi maka pengelolaan perkebunan berkelanjutan menjadi prioritas pembangunan perkebunan di masa kedepan.
Peraturan Menteri Pertanian No 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan telah diterbitkan, tanggal 28 Februari 2007, namun dalam pelaksanaannya masih banyak kendala dalam menterjemahkan dan mengimplementasikan Permentan tersebut, antara lain terhadap kewajiban perusahaan membangun minimal 20 % untuk kebun masyarakat sekitar dari luas kebun yang diusahakan perusahaan masih banyak salah penafsiran.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perusahaan perkebunan besar telah diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 07 tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, dimana setiap 3 tahun sekali perusahaan – perusahaan perkebunan harus dinilai kinerjanya baik bagi kebun masih dalam tahap pembangunan maupun kebun yang sudah dalam tahap operasional. Jika perusahaan perkebunan tersebut mendapat nilai kelas D atau E untuk yang masih tahap pembangunan dan kelas IV atau V untuk yang sudah
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
4
operasioanl, maka perusaan perkebunan tersebut akan dicabut Izin Usahanya setelah mendapat peringatan sebelumnya.
Pembinaan juga dilakukan dalam rangka penanganan gangguan usaha dan konflik, dimana perkembangan perkebunan besar yang membuka lahan secara besar-besaran dengan mengkonversi hutan tropika basah dan hutan/lahan pasang surut telah memunculkan kritik internasional yang dikaitkan dengan kerusakan lingkungan hidup antara lain hilangnya biodiversitas, menurunnya fungsi hidro-orologis daerah aliran sungai, dan menyusutnya habitat satwa liar, terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Disamping itu terjadinya konflik antar generasi dan konflik antara manusia dengan satwa dan fauna serta konflik antara perkebunan besar dengan masyarakat dan konflik antara perusahaan perkebunan dengan perusahaan lainnya, perlu pembinaan lebih lanjut.
Proyek Perusahaan Inti Rakyat ( PIRBUN, PIR-TRANS,PIR-KKPA) yang pembangunannya dimulai sejak tahun delapan puluhan sampai sekarang masih meninggalkan permasalahan dan harus ditangani secara sungguh sungguh, permasalahan tersebut : (1) sebagian besar kebun rusak/tidak produktif karena umur tanaman dudah tua, terkena bencana alam dan kurang pemeliharaan sehingga pendapatan petani semakin renadah, kebun sudah waktunya diremajakan dilain pihak petani tidak mampu meremajakan tanamannya; (2) belum adanya kebijakan mengenai peremajaan dan alih komoditas terhadap lahan etani yang masih punya tunggakan kredit pemerintah; (3) belum jelasnya status keproyekan PIR perkebunan dan kebijakan penyelsaian hutang petani;(4) masih banyak petani yang belum konversi dan sertifikat yang belum diterbitkan BPN; (5) kemitraan inti plasma banyak yang tidak lancar.
Dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategik internasional, regional, dan domestik diatas khususnya globalisasi dan otonomi daerah serta perubahan paradigma yang ada,
maka disusunlah “Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Perkebunan Tahun 2010-2014”.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
5
1.2. Kondisi Umum
Kondisi umum Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Perkebunan saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Jumlah SDM
SDM Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha berjumlah 70 orang terdiri atas laki-laki 46 orang (65,7 %) dan perempuan 24 orang (34,3 %). Berdasarkan tingkat pendidikan, pegawai tersebut terdiri atas: S3 = 1 orang, S2 = 16 orang, S1 = 22 orang, SM/D = 2 orang, SLTA = 27 orang dan SD = 2 orang. Berdasarkan tingkat golongan pegawai dapat dibedakan menjadi golongan IV = 9 orang, III = 52 orang dan golongan II = 9 orang.
Di tinjau dari jurusan pendidikan pegawaii Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dapat dibedakan menjadi Sarjana Pertanian = 18 orang, Sarjana Sosial = 8 orang, Sarjana Ekonomi = 7 orang, Sarjana Hukum = 4 orang, Sarjana Teknologi Pertanian = 1 orang, Sarjana Tehnik Lingkungan = 1 orang, Sarjana Muda = 2 orang, SLTA = 27 orang dan SD = 2 orang. Dari data tersebut menunjukkan bahwa dari tingkat pendidikan sarjana, hanya 18 orang (25,7 %) yang berasal dari lulusan Sarjana Pertanian dan hanya 1 orang (1,4 %) lulusan dari Sarjana Teknologi Pertanian. Padahal di direktorat ini sangat dibutuhkan Sarjana Pertanian dan Sarjana Teknologi Pertanian/Pascapanen yang dapat mendukung dan berkompeten dalam kegiatan dan tugas–tugas.
Jumlah pegawai yang dibutuhkan seharusnya cukup 60 orang saja yang terdiri dari Sarjana Pertanian = 18 orang
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
6
( Teknologi pertanian/Pascapanen 6 orang, agronomi 6 orang, sosek 4 orang, teknologi lingkungan 2 orang), Sarjana Sosial = 4 orang, Sarjana Ekonomi = 4 orang, Sarjana Hukum = 4 orang, Sarjana/Sarjana Muda Teknik informatika = 5 orang, SLTA = 20 orang dan SLP/SD = 2 orang dan Master ( S2 ) Pertanian 4 orang untuk eselon III dan S3 Pertanian 1 orang untuk eselon II.
Berdasarkan hasil data pegawai di Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa pegawai (SDM) yang ada sekarang ini di lihat dari jurusan pendidikannya, masih belum sesuai komposisi kualifikasi pendidikannya, sehingga SDM yang ada masih kurang berkompeten dalam melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan di lingkup direktorat ini. Hal ini berdampak pada hasil kegiatan yang belum optimal dan hubungan sinergitas antara pegawai di Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha belum selaras dan seimbang.
b. Jumlah Petugas Penilai Perkebunan
Jumlah Petugas Penilai Perkebunan di seluruh Indonesia
sampai dengan tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. Jumlah Petugas Penilai Perkebunan
NO
TAHUN
JUMLAH PETUGAS PENILAI (orang)
Pusat Daerah
1 2009 8 93
2 2010 4 125
3 2011 4 125
Jumlah kebutuhan petugas penilai perkebunan yang harus
dipenuhi sampai dengan tahun 2014 :
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
7
Tabel 2. Jumlah Petugas Penilai Perkebunan Yang
Dibutuhkan
NO
TAHUN
JUMLAH PETUGAS PENILAI (orang)
Pusat Daerah
1 2012 4 125
2 2013 4 125
3 2014 4 125
1.2.2 Kondisi Penanganan Pascapanen Tanaman
Semusim, Rempah dan Penyegar
Belum berkembangannya penanganan pascapanen seperti yang diharapkan disebabkan antara lain karena : (a). Kemampuan dan pengetahuan petani dan pekebun dalam kegiatan penanganan pascapanen masih terbatas, (b). kelembagaan pascapanen yang belum berkembang, (c). waktu pelaksanaan panen yang kurang tepat dan terbatasnya sarana pascapanen, (d). Sarana pascapanen yang tersedia di tingkat petani belum dimanfaatkan secara optimal, (e). penempatan dan penggunaan sarana pascapanen yang tidak tepat, (f). belum mantapnya kemitraan usaha antara petani/produsen dan industri (perusahaan).
Kehilangan hasil pada tanaman perkebunan umumnya
disebabkan oleh cara dan waktu panen yang belum
tepat. Disamping itu kendala jarak antar kebun dan
pabrik pengolahan menyebabkan kerusakan atau
penurunan hasil, khusunya perkebunan rakyat (kakao,
lada, kopi, cengkeh, dll). Karena pada umumnya petani
belum memiliki daya saing maka hal ini menyebabkan
pembeli sulit memberikan apresiasi harga terhadap
produk tersebut disamping itu produk berkualitas baik
jumlahnya sedikit. Kasus yang sering terjadi, pedagang
pengumpul sengaja tidak mau memberikan perbedaan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
8
harga yang signifikan terhadap produk yang berkualitas
baik, mereka mencampur produk yang berkualitas baik
dengan yang tidak baik. Kondisi ini menyebabkan petani
enggan melakukan pascapanen yang baik karena tidak
memberikan peningkatan harga. Hal ini terjadi pada
komoditas kakao, perbedaan harga antara biji kakao
yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi tidak
signifikan sehingga petani enggan untuk menghasilkan
biji fermentasi.
Kualitas biji lada yang dihasilkan petani juga masih
rendah. Perlakuan penanganan pascapanen ditingkat
petani masih dilakukan secara tradisional, belum
dilakukan sebagaimana yang direkomendasikan. Proses
perendaman masih menggunakan air kotor sehingga
menimbulkan bau yang tidak sedap pada biji lada dan
pencemaran oleh bakteri. Demikian juga pengeringan
hanya dialasi terpal atau plastik di sembarang tempat, di
pinggir-pinggoir jalan tanpa pembatas sehingga sangat
mudah dijangkau bahkan diinjak-injak oleh hewan yang
lewat. Pengemasan bubuk di tingkat petani masih sangat
sederhana, menggunakan gelas air mineral bahkan botol
bekas. Hal ini kurang menarik bagi konsumen sehingga
tidak bias menambah nilai jual produk lada tersebut.
Kemitraan antara petani lada dengan pembeli atau
eksportir lada juga belum terjalin sepenuhnya dengan
baik.
Bantuan peralatan yang diberikan kepada petani dan
kelompok tani masih banyak yang belum dimanfaatkan.
Hal ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya
ketersediaan listrik di lokasi belum memadai, spesifikasi
alat yang kurang sesuai dengan dengan jenis kegiatan
petani, kurangnya kemampuan petani dalam
mengoperasikan alat dan melakukan perawatan. Selain
itu juga sering terjadi aktivitas unit pascapanen
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
9
/pengolahan hasil terhenti karena kurangnya
kemampuan untuk membeli bahan baku.
Kegiatan penanganan pascapanen tanaman utama
semusim (tebu, kapas, tembakau dan nilam) di tingkat
petani/kelompok petani umumnya masih dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana. Sebagai
contoh alat pemanenan tebu atau perajang tembakau.
Kedepan diharapkan secara bertahap mutu hasil dapat
ditingkatkan melalui penerapan Pascapanen yang baik
dan benar sehingga dapat mengurangi tingkat
kehilangan hasil/susut hasil/kerusakan hasil produksi;
meningkatkan daya saing, harga jual produk dan daya
simpan serta meningkatkan nilai tambah, pendapatan
dan kesejahteraan petani/kelompok tani.
Demikian pula, penanganan pascapanen tanaman utama
rempah dan penyegar (kakao, kopi, lada, teh dan
cengkeh) di tingkat petani/kelompok petani maupun
pedagang pengumpul umumnya masih dilakukan dengan
menggunakan teknik dan peralatan sederhana. Sebagai
contoh pengeringan kakao, kopi, lada atau fermentasi
kakao. Kedepan diharapkan secara bertahap mutu hasil
dapat ditingkatkan melalui penerapan Pascapanen yang
baik dan benar sehingga dapat menekan susut atau
kehilangan/ kerusakan hasil, memperpanjang daya
simpan dan meningkatkan rendemen;
menumbuhkembangkan kelembagaan usaha
Pascapanen; meningkatkan nilai tambah, daya saing
serta meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan
petani.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
10
1.2.3 Kondisi Penanganan Pascapanen Tanaman
Tahunan
Belum berkembangannya penanganan pascapanen seperti yang diharapkan disebabkan antara lain karena : (a). Kemampuan dan pengetahuan petani dan pekebun dalam kegiatan penanganan pascapanen masih terbatas, (b). kelembagaan pascapanen yang belum berkembang, (c). waktu pelaksanaan panen yang kurang tepat dan terbatasnya sarana pascapanen, (d). Sarana pascapanen yang tersedia di tingkat petani belum dimanfaatkan secara optimal, (e). penempatan dan penggunaan sarana pascapanen yang tidak tepat, (f). belum mantapnya kemitraan usaha antara petani/produsen dan industri (perusahaan).
Penanganan pascapanen perkebunan tanaman tahunan pada umumnya disebabkan oleh cara dan waktu panen yang belum tepat. Disamping itu kendala jarak antar kebun dan pabrik pengolahan menyebabkan kerusakan atau penurunan hasil, khusunya perkebunan rakyat (kelapa sawit, karet, jambu mete, kelapa, dll) teknologi pascapanen telah tersedia dan teah disosialisasikan kepada petani dan berbagai upaya telah dilakukan agar petani mampu menerapkan teknologi pascapanen untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik melalui pelatihan, bimbingan teknis, maupun pengawalan. Secara teknis petani telah mampu menerapkan teknologi tersebut, akan tetapi dilakukan secara individu bukan secara kelompok.
Hal ini menyebabkan pembeli sulit memberikan apresiasi harga terhadap produk berkualitas baik tersebut mengingat jumlahnya hanya sedikit. Namun sering juga terjadi, pedagang pengumpul sengaja tidak mau memberikan perbedaan harga yang signifikan terhadap produk yang berkualitas baik, mereka mencampur produk yang berkualitas baik dengan yang
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
11
tidak baik. Kondisi ini menyebabkan petani enggan melakukan pascapanen yang baik karena tidak memberikan peningkatan harga.
Kualitas bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan petani di Indonesia sangat buruk. Slab yang dihasilkan banyak yang dicampur dengan bahan lain seperti tanah, kayu, karet vulkanisat dan lain-lain yang sangat merusak mutu. Pencampuran ini dimaksudkan untuk bokar yang buruk ini dimanfaatkan oleh pedagang perantara untuk mendapat keuntungan melalui tekanan kepada petani.
Kegiatan penanganan pascapanen tanaman tahunan perkebunan (terfokus pada tanaman karet, kelapa dan jambu mete) di tingkat petani/kelompok petani umumnya masih dilakukan secara sederhana. Sebagai contoh, pengolahan bahan olah karet (bokar). Mutu
bahan olah karet (bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia dipasar International. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar jangka panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir. Untuk saat ini mutu bahan olah karet masih tergolong rendah.
Kedepan diharapkan secara bertahap mutu hasil olah tanaman tahunan dapat ditingkatkan melalui penerapan pascapanen yang baik dan benar sehingga dapat menekan kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang daya simpan, mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, meningkatkan nilai tambah, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan sarana, meningkatkan daya saing, serta memberikan keuntungan yang optimum.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
12
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, beberapa kebijakan dari pemerintah yang telah dilakukan sebagai berikut: (a) melakukan pelatihan kepada (petugas aparat dinas, penyuluh, pendamping kelompok tani) sehingga mampu melakukan bimbingan kepada petani, (b) memberikan bimbingan dan pembinaan secara terus menerus kepada petani tentang teknologi dan sarana pascapanen, (c) melakukan pengawalan langsung kepada petani dan kelompok dalam penerapan Good Handling Parcatice (GHP) pascapanen yang baik dan benar, (d) memperkuat kelembagaan petani melalui penumbuhan peran Gapoktan sebagai wadah berkumpulnya kelompok tani sehingga memperkuat posisi tawarpetani terhadap pedagang/pengumpul, mempermudah dalam melakukan pembinaan, mempermudah dalam pemasaran produk dan memenuhi kuota permintaan pembeli, (e) memberikan bantuan peralatan pascapanen kepada gapoktan, (f) memberikan bantuan modal kerja kepada Gapoktan baik untuk dana operasional maupun untuk penguatan modal pembelian bahan baku, (g) menyiapkan pedoman GHP, (h) menjalin kerjasama kemitraan dengan pembeli/eksportir. Dengan adanya kemitraan ini berarti sudah tersedia pembeli tetap sehingga tidak perlu lagi mencapi pasar.
1.2.4 Kondisi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik
Perkebunan
Penanganan konflik baik yang terjadi antara perkebunan besar dengan masyarakat dan konflik antara perusahaan perkebunan dengan perusahaan lainnya menimbulkan berbagai bentuk permasalahan mulai dari konflik lahan maupun non lahan. Penyebab-penyebab konflik/sengketa atau kasus di perkebunan pada
umumnya adalah sengketa antara masyarakat dan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU), penjarahan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
13
hasil perkebunan dan pendudukan tanah perkebunan
dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konflik-konflik yang terjadi dalam pengusahaan perkebunan bukan hanya membahayakan kelangsungan usaha perkebunan itu sendiri, menurunkan minat investasi, tetapi juga yang lebih berbahaya dapat menimbulkan disintegrasi sosial.
Penanganan konflik dalam lingkungan perkebunan
besar memiliki karakter multidimensi yaitu ekonomi,
politik, hukum, sosial, lingkungan dan juga
internasional. Oleh karena itu, penyelesaian konflik ini
menjadi sangat strategis dalam rangka pemulihan
kondisi sebagaimana yang terjadi saat ini. Kondisi
jenis gangguan dan konflik perkebunan di daerah akan
diinventarisasi diperkirakan di 23 propinsi dan 148
kabupaten/kota yang terdapat gangguan usaha dan
konflik perkebunan mengalami pasang surut, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3. Perkembangan Kasus GUPK Nasional dari tahun
2005-2010
JMl Kasus/
Penyelesaian
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jml. Kasus 646 598 475 596 508 694
Penyelesaian 154 112 123 64 196 57
1.2.5 Kondisi Bimbingan Usaha dan Perkebunan
Berkelanjutan
Perusahaan perkebunan besar mempunyai peranan
yang penting terutama sebagai sumber pendapatan
negara, sumber teknologi dan manajemen, penyerapan
tenaga kerja, pemicu pengembangan wilayah, mitra
usaha perkebunan rakyat, menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup. Dalam upaya menjaga perkebunan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
14
berkelanjutan perlu dilakukan pembinaan terhadap
perusahaan perkebunan besar dengan melakukan
penilaian usaha perkebunan secara periodik. Dari total
jumlah perkebunan besar di seluruh Indonesia 1.413
perusahaan, baru 1.205 perusahaan yang telah
melakukan penilaian, untuk itu masih tetap diperlukan
pembinaan lebih lanjut. Permasalahan yang dihadapi
dalam penilaian kelas kebun adalah masalah anggaran
untuk pelaksanaan penilaian, sebagian besar daerah
tidak dapat menyediakannya karena legislatif (DPRD
kabupaten/kota) tidak mendukungnya dengan alasan
perusahaan perkebunan tidak memberikan konstribusi
langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Disamping itu jumlah tenaga penilai di daerah yang
telah dilatih jumlahnya masih kurang dan tidak
sebanding dengan jumlah perusahaan yang akan
dinilai.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan (pasal 44) menetapkan
bahwa pemberian izin usaha budidaya perkebunan
dan/atau izin usaha industri pengolahan hasil
perkebunan dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari
Direktorat Jenderal. Perkebunan. Perusahaan yang
mengajukan permohonan rekomendasi tersebut harus
memenuhi beberapa persyaratan sesuai Pedoman
yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan.
Kementerian Pertanian c.q. Ditjen. Perkebunan akan
menyusun Pedoman Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO) yang kemudian akan ditetapkan oleh
pemerintah sebagai sistem sertifikasi perkebunan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
15
kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. ISPO perlu
disosialisasikan, sehingga seluruh stakeholder
perkebunan kelapa sawit mempunyai pemahaman yang
jelas. Perusahaan atau kebun kelapa sawit yang sudah
memenuhi persyaratan ISPO (Prinsip dan Kriteria)
berhak mendapat sertifikasi sehingga akan mempunyai
daya saing di pasar internasional. Sistem perkebunan
berkelanjutan ini akan dikembangkan pada komoditi
utama perkebunan lainnya.
Sebagai salah satu bentuk pembinaan usaha pada perkebunan (rakyat) pada tahun 2010 telah dilaksanakan fasilitasi bantuan modal dari anggaran APBN Kementerian Pertanian dalam bentuk belanja sosial kepada 104 kelompok tani binaan dan Penggerak Membangun Desa (PMD) yang memenuhi syarat. Agar pelaksanaan kegiatan kelompok binaan tersebut berjalan seperti yang diharapkan, maka perlu dilakukan pembinaan, pengawalan, monitoring dan evaluasi.
1.3. Potensi dan Permasalahan
1.3.1. Potensi
1) Sumber daya manusia
a. Tersedianya SDM yang berkompeten dalam
melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan di
lingkup direktorat;
b. Tersedianya Petugas Penilai Perkebunan yang
berdedikasi tinggi yang siap dimanfaatkan dan
ditingkatkan keterampilan dan kemampuannya.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
16
2) Kelembagaan
a. Tersedianya kelembagaan Pascapanen
perkebunan pada tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota dan kelompok tani.
b. Tersedianya kelembagaan gabungan
perusahaan perkebunan dan assosiasi komoditi
perkebunan.
c. Terjalinnya hubungan kerja dengan Pusat/Balai
Penelitian/Perguruan Tinggi terkait dengan
Pascapanen dan pembinaan usaha
perkebunan.
3) Teknologi
a. Tersedianya penelitian dan pengembangan
dalam introduksi dan penerapan teknologi pada
mata rantai penanganan pascapanen;
b. Tersedianya teknologi Pascapanen perkebunan
untuk mendukung peningkatan produksi,
produktivitas dan mutu tanaman perkebunan;
c. Penyampaian informasi teknologi pascapanen
secara cepat dan akurat kepada petani yang
melibatkan industri swasta yang bergerak
dalam pengolahan hasil perkebunan agar aliran
informasi lebih cepat.
1.3.2. Permasalahan
1) Sumber Daya Manusia
a. Jumlah dan kualifikasi SDM yang menangani
Pascapanen dan pembinaan usaha
perkebunan masih belum memadai;
b. Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan
petani dan petugas penyuluh lapang akan
teknologi pascapanen.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
17
2) Kelembagaan
a. Belum optimalnya kemitraan antara
perusahaan perkebunan besar dengan
kelompok petani/KUD;
b. Belum sempurnanya infrastruktur yang
menunjang sistem distribusi dan transportasi
hasil perkebunan rakyat.
3) Teknologi
a. Kesenjangan dalam inovasi teknologi, baik
dalam teknologi pengembangan peralatan
pascapanen maupun informasi teknologi
penanganan pascapanen itu sendiri;
b. Rendahnya pengertian masyarakat umum dalam
hal-hal yang berkaitan dengan teknologi
penanganan pascapanen, misalnya tentang
susut pascapanen sehingga berakibat
kurangnya perhatian terhadap masalah mutu,
c. Penyebarluasan hasil teknologi atau inovasi
teknologi kurang menyebar merata keseluruh
lapisan yang memerlukan.
4) Pelaksanaan perizinan usaha belum sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku
a. Banyaknya tumpang tindih izin lokasi usaha.
b. Reformasi birokrasi perizinan belum berjalan
sebagaimana mestinya.
c. Otonomi daerah belum sepenuhnya mendukung
reformasi birokrasi.
d. Belum sepenuhnya sinergi antara kebijakan
pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
2.1. Visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sebagai bagian integral dari Direktorat Jenderal Perkebunan, maka visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha harus selaras dengan visi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ”Profesional dalam memfasiltasi peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan”. Bertitiktolak dari visi Direktorat Jenderal Perkebunan tersebut maka visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah “Profesional dalam mengupayakan peningkatan penanganan pascapanen, bimbingan usaha, dan perkebunan berkelanjutan serta memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan”.
2.2. Misi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Mangacu pada pada salah satu Misi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ”Mengupayakan penanganan Pascapanen dan pembinaan usaha, maka misi Direktorat Pascapanen dan pembinaan Usaha ditetapkan sebagai berikut :
1. Memfasilitasi peningkatan penyedian teknologi dan penerapan pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim;
2. Memfasilitasi peningkatan bimbingan dan penanganan usaha perkebunan berkelanjutan;
3. Memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan;
4. Memfasilitasi peningkatan penerapan pengelolaan perkebunan berkelanjutan;
5. Memfasilitasi peningkatan Revitalisasi Pengembangan Perkebunan;
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
19
6. Memberikan pelayanan permohonan rekomendasi teknis usaha perkebunan (Rekomtek).
2.3. Tujuan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Untuk mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional dan tujuan pembangunan pertanian, maka tujuan pembangunan perkebunan ditetapkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing perkebunan;
2. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan;
3. Meningkatakan penerimaan dan devisa negara dan sub sektor perkebunan;
4. Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan;
5. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri dalam negeri;
6. Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedian bahan bakar nabati;
7. Mengoptimalkan Pengelolaan sumber daya secara arif dan nerkebunan berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah;
8. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) perkebunan;
9. Meningkatkan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedia lapangan kerja;
10. Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
20
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut di atas, maka Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha perlu melakukan hal – hal sebagai berikut :
1. Memfasilitasi peningkatan ketersediaan dan penerapan teknologi pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim;
2. Memfasilitasi peningkatan, mutu, nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan;
3. Memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan;
4. Memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah berwawasan lingkungan;
5. Memfasilitasi peningkatan peran sektor perkebunan sebagai penyedia lapangan kerja;
6. Memfasilitasi peningkatan kemampuan, kemandirian dan profesinaliisme pelaku usaha perkebunan;
7. Memfasilitasi peningkatan dan penumbuhan kemitraan dan hubungan sinergi antar pelaku usaha perkebunan;
8. Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
2.4. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas pokok Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah : melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan tehnis dan evaluasi di bidang pascapenan dan pembinaan usaha perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
21
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penangganan konflik;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penangganan konflik;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penangganan konflik;
d. Pemberiaan bimbingan usaha teknis dan evaluasi di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penangganan konflik;
e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
2.5. Nilai-Nilai
Nilai-nilai yang dianut oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah :
a. Profesional (Profesionalism), dalam artian seluruh aparat yang terkait dapat melaksanakan pelayanan sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilannya;
b. Terukur (Measurable), dalam artian dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati dapat berupa pengukuran kuantitas ataupun kualitas;
c. Keterbukaan (Transfancy), dalam artian dapat dilaksanakan sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP);
d. Dapat dipertanggungjawabkan (Accountable), dalam artian hasil atau layanan yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
22
2.6. Struktur Organisasi
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa kelengkapan organisasi Direktorat Jenderal Perkebunan, struktur organisasi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sebagai berikut :
Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
DIREKTORAT
PASCAPANEN
DAN
PEMBINAAN
USAHA
SUBDIT
PASCAPANEN
TANAMAN SEMUSI,
REMPAH DAN
PENYEGAR
SUBDIT BIMBINGAN
USAHA DAN
PERKEBUNAN
BERKELANJUTAN
SUBDIT
GANGGUAN USAHA
DAN PENANGANAN
KONFLIK
SUBDIT
PASCAPANEN
TANAMAN
TAHUNAN
SUBBAGIAN TATA
USAHA
SEKSI TEKNOLOGI
SEKSI PENERAPAN
SEKSI TEKNOLOGI
SEKSI PENERAPAN
SEKSI BIMBINGAN USAHA
SEKSI PERKEBUNAN
BERKELANJUTAN
SEKSI GANGGUAN USAHA
SEKSI
PENANGANAN
KONFLIK
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSONAL
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan
3.1.1. Arah Kebijakan
Arah kebijakan pembangunan perkebunan Tahun 2010-2014 dibedakan menjadi kebijakan umum dan kebijakan teknis. Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah : mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktifitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Adapun kebijakan teknis pembangunan perkebunan yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu : meningkatkan produksi, produktifitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan komoditas, SDM, kelembagaan, dan kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan dukungan pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan.
3.1.2. Strategi
Untuk mencapai sasaran, mewujudkan visi, misi dan tujuan serta mengimplementasikan kebijakan pembangunan perkebunan Strategi Pembangunan Pembangunan Perkebunan Tahun 2010-2014 dibagi dua yaitu strategi umum dan strategi khusus.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
24
3.1.2.1. Strategi umum
Strategi pembangunan pertanian tahun 2010-2014 yang dikenal dengan Tujuh Gema Revitalisasi menjadi straegi pembangunan tahun 2010-2014 yaitu :
1. Revitalisasi Lahan;
2. Revitalisasi Perbenihan;
3. Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana;
4. Revitalisasi Sumberdaya Manusia;
5. Revitalisasi Pembiayaan Petani;
6. Revitalisasi Kelembagaan Petani; dan
7. Revitalisasi Teknilogi dan Industri Hilir.
3.1.2.1. Strategi Khusus
Strategi umum pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 merupakan strategi yang mengacu kepada target utama pembangunan pertanian masih bersifat sektoral. Agar lebih sesuai dengan karateristik pembangunan sub sektor perkebunan, strategi umum tersebut perlu diformulasikan kedalam startegi khusus, yaitu :
1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil tanaman perkebunan berkelanjutan;
2. Pengembangan komoditas;
3. Peningkatan dukungan terhadap sistem ketahanan pangan;
4. Investasi usaha perkebunan;
5. Pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan;
6. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM);
7. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha; dan
8. Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
25
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
3.2.1. Arah Kebijakan
Mengingat ruang lingkup kegiatan pascapanen dan ruang llingkup kegiatan pembinaan usaha berbeda maka kebijakan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi dua yaitu : (1) Kebijakan penanganan pascapanen dan (2) Kebijakan pembinaan usaha
3.2.1.1. Arah Kebijakan Penanganan Pascapanen
Meningkatkan mutu berbasis kegiatan pascapanen melalui perbaikan sistem penaganan pascapanen dengan penerapan teknologi tepat guna dan fasilitasi alat pascapanen di pedesaan.
3.2.1.2. Arah kebijakan Pembinaan Usaha
Meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif dengan pegembangan kelembagaan dan kemitraan di bidang usaha perkebunan yang berkelanjutan melalui rekomendasi teknis (Rekomtek), penilaian usaha perkebunan, sosialisasi, penerapan, pembinaan pembangunan perkebunan berkelanjutan, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup serta penaganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
3.2.2. Strategi
Dari delapan strategi umum Direktorat Jenderal Perkebunan, strategi yang sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah:
1) Peningkatan produksi, produktifitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan,
2) Investasi usaha perkebunan,
3) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha, dan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
26
4) Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup.
Mengingat ruang lingkup kegiatan pascapanen dan ruang lingkup kegiatan pembinaan usaha agak berbeda maka penetapan strategi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi dua yaitu : (1) Strategi penanganan pascapanen dan (2) Strategi pembinaan usaha.
Selain mengacu kepada Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan, penetapan strategi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha juga mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang sangat mempengaruhi kinerja organisasi lingkup Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha. Untuk menetapkan strategi tersebut diperlukan pencermatan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal. Pencermatan lingkungan strategis dilaksanakan dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Theart).
Pencermatan faktor lingkungan dibagi 2 (dua), yaitu : (1) Pencermatan Lingkungan Internal (PLI) dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi. Kekuatan adalah kondisi internal, sumberdaya organisasi, yang dapat digunakan untuk memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman.Kelemahan adalah kondisi internal organisasi yang dapat mempersulit organisasi memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman dan (2) Pencermatan Lingkungan Ekternal (PLE) adalah untuk memperoleh informasi mengenai peluang dan ancaman. Peluang adalah kondisi yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan strategis organisasi dengan kekuatan yang dimiliki. Sedangkan ancaman adalah kondisi eksternal yang dapat mempersulit tercapainya tujuan strategis organisasi. Karena kondisi dan situasi penanganan pasaca panen dan pembinaan usaha berbeda terutama pengaruh factor eksternal maka pencermatan factor lingkungan dibagi dua yaitu : (1) pencermatan faktor lingkungan pascapanen dan (2) pencermatan factor lingkungan pembinaan usaha.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
27
3.2.2.1. Pencermatan Lingkungan Pascapanen
A. Pencermatan Lingkungan Internal Pascapanen
1. KEKUATAN (STRENGTH)
a. Tersedianya landasan hukum tentang penanganan pascapanen :
- UU No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistim Budidaya Tanaman.
- UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan.
- Kepres No. 47 Tahun 1986 Tentang Peningkatan Penanganan Pascapanen.
- Permentan No. 44 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penanganan Pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang baik.
- Permentan No. 61 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian
b. Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi
- Jumlah SDM pada tahun 2011 70 orang dengan kualifikasi pendidikan S3 sebanyak 1 orang, S2 (16 orang), S1 (22 orang), Sarjana Muda/Diploma (2 orang), SLTA (27 orang), dan SD (2 orang).
c. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan
- Tersedianya Komputer dan perlengkapannya
- Tersedianya Furniture yang mencukupi (meja, kursi, lemari, kardeks)
- Jaringan komunikasi (Telp, dan Internet) di setiap ruang esselon III
- Tersedianya Data dan informasi perkebunan (Statistik, Leaflet, Booklet)
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
28
- Tersedianya fasilitasi penanganan pascapanen di daerah
d. Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan
- Tersedianya Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan
- Tersedianya Pedoman Pelaksanaan Anggaran
- Tersedianya Pedoman Operasional Kegiatan (POK)
- Tersedianya Pedoman Penanganan Pascapanen
- Tersedianya Renstra Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
e. Tersediannya roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan
- Tersedianya Roadmap 14 Komoditi Perkebunan
- Tersedianya Renstra Pembangunan Perkebunan
2. KELEMAHAN(WEAKNESS)
a. Kompetensi dan kemampuan SDM Pegawai
- Dari 70 orang jumlah pegawai, yang mempunyai latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Hasil Pertanian hanya 1 orang, sedangkan yang terkait dengan pembinaan usaha hanya 32 orang, yaitu Sarjana Pertanian 18 orang, Sarjana Ekonomi 7 orang, Sarjana Hukum 4 orang, Sarjana Teknik Lingkungan 1 orang, Diploma Komputer 1 orang, Diploma Pertanian 1 orang.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
29
b. Disiplin pegawai masih kurang
- Produktivitas kerja sebagaian pegawai masih rendah
- Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) belum dilaksanakan sepenuhnya.
- Etos kerja masih rendah
c. Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal
- Kerjasama antara Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dengan lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi yang terkait penanganan pascapanen belum optimal
- Kerjasama antara Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dengan Dinas yang membidangi perkebunan di daerah belum optimal
d. Penyiapan perumusan penanganan pascapanen belum optimal
- Pedoman Penanganan Pascapanen yang telah disusun belum sepenuhnya dapat diterapkan di seluruh daerah
- Dalam penyiapan perumusan belum sepenuhnya mengakomodir masukan dari institusi/lembaga terkait
- Pedoman yang telah disusun belum sepenuhnya dapat mengakomodir Teknologi yang semakin berkembang
e. Masih rendahnya kegiatan peningkatan kemampuan SDM pegawai.
- Pelatihan, Magang, Job Training, Study banding tentang penanganan pascapanen belum dilaksanakan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
30
B. Pencermatan Lingkungan Ekternal Pascapanen
1. PELUANG (OPPORTUNITY)
a. Tersedianya teknologi yang memadai
- Tersedianya alat dan mesin pascapanen yang memadai
- Penelitian tentang teknologi pascapanen masih terus dilaksanakan
- Adanya lembaga puslit dan balit yang menangani pascapanen
- Akses terhadap teknologi semakin mudah (web site, email, dll)
b. Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri untuk produk perkebunan yang berkualitas dan ramah lingkungan
- Jumlah penduduk yang mengkonsumsi/bahan baku produk perkebunan semakin meningkat
- Semakin meningkatnya kesadaran konsumen akan keamanan pangan dan keragaman produk
c. Tersedianya pakar dan peneliti pascapanen perkebunan
- Tersedianya pakar dan peneliti pascapanen perkebunan baik dari pemerintah maupun swasta dalam dan luar negeri.
d. Petani pekebun memiliki minat/keinginan yang tinggi untuk mendapatkan nilai tambah
- Produk perkebunan yang berkualitas tinggi pada umumnya akan mendapatkan harga yang tinggi
- Adanya Kemudahan akses teknologi pascapanen bagi petani
- Adanya pembinaan/penyuluhan kepada petani tentang penanganan pascapanen
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
31
e. Adanya kelembagaan usaha /Asosiasi petani yang mendukung dalam penanganan pascapanen.
- Membantu pemerintah dalam penyusunan kebikan penanganan pascapanen.
2. ANCAMAN (THREATS)
a. Belum optimalnya sinergitas program antar institusi dan antara pusat dan daerah.
- Program pascapanen Ditjenbun dan Ditjen PPHP belum sinergis
- a. Koordinasi program pascapanen antara Ditjenbun
dengan instansi terkait ( Kemendag, Kemenperin, Kemennaker, BPPT) masih belum optimal
- Program pascapanen Ditjenbun (pusat) dan daerah belum ada sinkronisasi
b. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi pascapanen belum optimal
- Sarana pascapanen yang diberikan untuk para petani kurang sesuai (tidak tepat guna)
- Kapasitas/kapabilitas petani dalam memanfaatkan teknologi yang tersedia belum memadai
c. Insentif harga bagi produk bermutu belum proporsional
- Belum ada jaminan pasar bagi produk perkebunan yang bermutu
- Margin harga yang tidak signifikan antara produk yang bermutu dengan yang kurang bermutu
d. Belum optimalnya harmonisasi peraturan dan kebijakan pusat dan daerah
- Masih terdapat peraturan daerah yang kurang mendukung kebijakan pusat
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
32
e. Adanya tuntutan pasar global, isu lingkungan dan kampanye negative tentang produk perkebunan di pasar internasional
- Produk perkebunan sebagian besar adalah produk ekspor sehingga dipengaruhi langsung oleh adanya kebijakan dan mekanisme pasar global.
- banyak LSM/NGO yang menyoroti pembangunan perkebunan merusak lingkungan makin gencar
- banyak negara yang sudah menerapkan aturan tentang keamanan pangan
3.2.2.2. Pencermatan Lingkungan Pembinaan Usaha
A. Pencermatan Lingkungan Internal Pembinaan Usaha
1. KEKUATAN (STRENGTH)
a. Tersedianya landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha perkebunan
- UU no 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
- UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
- UU No 12 Tahun 1992 Tentang Sistim Budidaya Tanaman
- UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
- UU No 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan
- UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- PP No 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah
- Permentan No 07/Permentan/OT.140/2/2007 Tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
33
- Permentan No 26/Permentan/OT.140/2/2007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
- Permentan No 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit
- Permentan No 61/Kpts/OT.140/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian
- Permentan No 19/Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO)
b. Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi
- Jumlah SDM pada tahun 2011 70 orang dengan kualifikasi pendidikan S3 sebanyak 1 orang, S2 (16 orang), S1 (22 orang), Sarjana Muda/Diploma (2 orang), SLTA (27 orang), dan SD (2 orang).
- Berdasarkan tingkat golongan terdiri atas Golongan IV sebanyak 9 orang, Golongan III (52 orang), Golongan II (9 orang)
- Berdasarkan latar belakang pendidikan terdiri atas Sarjana Pertanian sebanyak 18 orang, Sarjana Sosial (8 orang), Sarjana Ekonomi (7 orang), Sarjana Hukum (4 orang), Sarjana Teknologi Hasil Pertanian (1 orang), Sarjana Teknik Lingkungan (1 orang), Diploma Komputer (1 orang), Diploma Pertanian (1 orang), dan SLTA berbagai jurusan (27 orang) dan SD (2 orang)
c. Tersedianya Petugas Penilai Usaha Perkebunan (Pusat 16 orang, Daerah 343 orang)
d. Tersedianya Sarana dan Prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan
- Tersedianya komputer dan perlengkapannya sebanyak 16 Unit PC dan 6 Unit Laptop
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
34
- Tersedianya meubelair dan peralatan kantor yang mencukupi (meja, kursi, lemari, kardeks, in focus)
- Tersedianya peralatan komunikasi (telepon, faksimili, dan internet).
- Tersedianya data dan informasi perkebunan (Pedoman, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan, Statistik, Media, Jurnal, VCD/CD, Leaflet, dan Booklet)
e. Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan
- Tersedianya Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan
- Tersedianya Pedoman Pelaksanaan Anggaran
- Tersedianya Pedoman Operasional Kegiatan (POK)
- Tersedianya Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan
- Tersedianya Pedoman Penutupan Proyek PIR (draft)
- Tersedianya Pedoman Pelaksanaan Konversi Non KLBI dan Kebun Sub Standar (draft)
- Tersedianya Pedoman Pemberian Rekomendasi Teknis Usaha Perkebunan
- Tersedianya Pedoman ISPO
f. Tersedianya Roadmap Komoditas Utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan
- Tersedianya Roadmap 15 Komoditi Perkebunan
- Tersedianya Renstra Pembangunan Perkebunan
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
35
2. KELEMAHAN (WEAKNESES)
a. Kompetensi dan kemampuan SDM belum memadai
- Dari 70 orang jumlah pegawai, yang mempunyai latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Hasil Pertanian hanya 1 orang, sedangkan yang terkait dengan pembinaan usaha hanya 32 orang, yaitu Sarjana Pertanian 18 orang, Sarjana Ekonomi 7 orang, Sarjana Hukum 4 orang, Sarjana Teknik Lingkungan 1 orang, Diploma Komputer 1 orang, Diploma Pertanian 1 orang.
- Jumlah pegawai yang sudah mengikuti pelatihan yang terkait dengan pascapanen dan pembinaan usaha masih sangat kurang (Pelatihan Penilaian Usaha Perkebunan 2 orang).
- Pegawai dengan latar belakang pendidikan Teknologi Hasil Pertanian, Teknik Lingkungan, Sarjana Hukum, Diploma Pertanian, dan Diploma Komputer baru memiliki masa kerja kurang dari 3 tahun.
b. Masih adanya peraturan perundangan yang belum sinkron dalam penerapannya
- Penegakan hukum masih rendah
- Terjadinya gejolak sosial yang berdampak timbulnya gangguan usaha dan konflik.
- Jumlah gangguan usaha dan konflik meningkat ( Jumlah kasus lima tahun terakhir meningkat : Tahun 2006 berjumlah 598 kasus, tahun 2007 berjumlah 475 kasus, tahun 2008 berjumlah 596 kasus, tahun 2009 berjumlah 508 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 694kasus)
- Adanya multi tafsir terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
36
c. Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal
- Penyelsaian gangguan usaha perkebunan dan konflik lambat
- Beberapa instansi terkait tidak serius dalam menangani suatu kasus
- Pembinaan usaha belum berjalan sebagaimana mestinya dan belum menjangkau ke seluruh lokasi
- Rumusan pertemuan koordinasi belum ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang terkait.
d. Penyiapan perumusan bimbingan dan penanganan gangguan usaha belum optimal
- Pedoman Penanganan Pembinaan Usaha yang telah disusun belum disepakati oleh instansi terkait.
- Dalam penyiapan perumusan belum sepenuhnya mengakomodir masukan dari institusi/lembaga terkait di pusat dan daerah.
- Pedoman yang telah disusun belum sepenuhnya selaras dengan perkembangan teknologi.
e. Masih rendahnya kegiatan peningkatan kemampuan SDM pegawai.
- Pelatihan, Magang, Job Training, Study banding tentang pembinaan usaha belum dilaksanakan.
- Masih banyak pegawai yang tidak terampil dalam melaksanakan tugasnya
- Jumlah pegawai yang sudah mengikuti pelatihan yang terkait dengan pascapanen dan pembinaan usaha masih sangat kurang (Pelatihan Penilaian Usaha Perkebunan 2 orang).
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
37
B. Pencermatan Lingkungan Ekternal Pembinaan Usaha
1. PELUANG (OPPORTUNITY)
a. Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri
- Jumlah penduduk cenderung meningkat
- Industri dalam negeri semakin berkembang
- Meningkatnya daya beli masyarakat.
b. Adanya kelembagaan usaha/assosiasi komoditi yang mendukung pengembangan usaha perkebunan
- Adanya peran assosiasi dalam stabilisasi pasar komoditi perkebunan.
- Bersama pemerintah berperan dalam menangkal isu lingkungan.
- Ikut berperan dalam memfasilitasi penanganan gangguan usaha perkebuan dan konflik.
- Turut serta memberi masukan terhadap penyusunan kebijakan pemerintah.
c. Potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan masih tinggi
- Kelembagaan usaha perkebunan (Perusahaan perkebunan besar, Koperasi, Asosiasi dan Dewan Komoditas, serta petani/pekebun) sebagai pelaku usaha jumlahnya cukup banyak.
- Pengajuan izin usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah jumlahnya semakin meningkat.
- Pada saat ini masih banyak investor yang mengajukan permohonan untuk pembangunan perkebunan antara lain dalam pengajuan rekomendasi teknis yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
38
- Masyarakat sangat antusias untuk berinvestasi di bidang usaha perkebunan baik penanaman baru maupun peremajaan dan rehabilitasi (program revitalisasi, bantuan sosial, swadaya).
d. Potensi sumber daya alam yang masih tersedia
- Potensi usaha perkebunan masih layak (feasible).
- Luas areal yang masih cukup tersedia;
- Bahan tanaman cukup tersedia dan beragam;
- Sarana produksi cukup tersedia;
- Sumber daya air mencukupi
e. Potensi teknologi untuk pengembangan usaha perkebunan tersedia
- Tersedianya teknologi budidaya perkebunan berkelanjutan.
- Penelitian tentang teknologi budidaya perkebunan berkelanjutan terus dikembangkan.
- Adanya lembaga puslit dan balit yang mengembangkan teknologi di bidang usaha perkebunan.
- Akses terhadap teknologi semakin mudah (web site, email, dll)
- Tersedianya pakar dan peneliti di bidang teknologi usaha perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
39
2. ANCAMAN (THREATS)
a. Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan melibatkan berbagai pihak/instansi terkait.
- Hasil penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan belum bisa di terima oleh beberapa pihak/instansi terkait.
- Lingkup kegiatan penanganan gangguan usaha perkebunan menyangkut tugas dan wewenang berbagai instansi/lembaga.
- Belum ada persepsi yang sama dalam pemahaman dan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan belum optimal
- Data dan informasi pusat dan daerah sering berbeda
- Data dan informasi yang tersedia tidak akurat
- Penyampaian data dan informasi antar instansi dan antar pusat dan daerah kurang lancar
- Pemutakhiran data belum berjalan secara teratur dan berkesinambungan.
c. Pelaksanaan perizinan usaha belum sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
- Banyaknya tumpang tindih izin lokasi usaha
- Sering terjadinya konflik antar pelaku usaha perkebunan dan di luar usaha perkebunan
- Reformasi birokrasi belum berjalan sebagaimana mestinya (waktu pengurusan masih panjang, biaya tinggi, dll)
- Otonomi daerah belum sepenuhnya mendukung reformasi birokrasi.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
40
- Belum sepenuhnya sinergi antara kebijakan Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
d. Belum optimalnya pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah
- Banyak peraturan daerah yang tidak sinkron dengan peraturan yang berada di hirarki atasnya
- Penerapan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di daerah berbeda-beda
- Adanya konflik kepentingan di masing-masing daerah yang bersifat kelompok dan/atau golongan
- Peraturan perundang-undangan yang ada belum dijabarkan ke dalam bentuk peraturan yang lebih rinci di tiap daerah (perda, pedoman, juklak, dan juknis)
e. Adanya isu lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar Internasional
- LSM/NGO melakukan kampanye negatif tentang perusakan lingkungan dalam usaha perkebunan, seperti deforestasi, perusakan habitat satwa liar, menurunnya keanekaragaman hayati, penyerapan air tanah, dll
- Persepsi antar berbagai instansi/lembaga terkait terhadap peraturan dan ketentuan tentang lingkungan hidup belum sama
- Adanya persaingan bisnis antara usaha perkebunan dengan usaha lainnya terutama untuk produk minyak kelapa sawit
- Pembangunan perkebunan berkontribusi terhadap pemanasan global
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
41
3.3. Analisis Faktor-faktor Strategis dan Kunci Keberhasilan (KAFI/KAFE)
Berdasarkan PLI dan PLE dilakukan pembobotan faktor-faktor internal dan eksternal dan dilandasi skalaprioritas yang tercermin dalam rating untuk merumuskan Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI) dan Kesimpulan Analisis FaktorEksternal (KAFE) sebagai berikut :
Tabel 4. Analisis Faktor-Faktor Strategis dan Kunci Keberhasilan
Pascapanen
No Faktor Internal Bobot Rating
Score (Bobot
X Rating)
Kesimpulan Prioritas
Strengths (kekuatan)
A Tersedianya landasan hukum yang mendukung penanganan pascapanen.
12 7 84 II
B Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi. 5 3 15 IV
C Tersedianya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan.
3 2 6 V
D Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
14 8 112 I
E Tersediannya roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan.
12 7 84 III
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
42
Weaknesses (kelemahan)
-
F Kompetensi dan kemampuan SDM belum memadai.
8 5 40 IV
G Disiplin pegawai masih kurang
14 8 112 III
H Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal
14 8 112 II
I Penyiapan perumusan penanganan pascapanen belum optimal
15 9 135 I
J Masih rendahnya peningkatan kemampuan SDM petugas.
3 2 6 V
Jumlah 100 59
Peluang(Opportunity)
A Tersedianya alat dan mesin pascapanen yang memadai
6 3 18 V
B Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri untuk produk perkebunan yang berkualitas dan ramah lingkungan
15 8 120 II
C Tersedianya pakar dan peneliti pascapanen perkebunan
13 7 91 III
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
43
D Petani pekebun memiliki minat/keinginan yang tinggi dalam penerapan teknologi pascapanen
17 9 153 I
E Adanya kelembagaan usaha /Asosiasi petani yang mendukung dalam penanganan pascapanen.
7 4 28 IV
Tantangan (Threats) -
F Belum optimalnya sinergitas program antar institusi dan antara pusat dan daerah.
7 4 28 IV
G Teknologi pascapanen yang tersedia belum sesuai kebutuhan
11 6 66 II
H Insentif harga bagi produk bermutu belum proporsional
13 7 91 I
I Belum optimalnya harmonisasi peraturan dan kebijakan pusat dan daerah
9 5 45 III
J Adanya pasar global, isu lingkungan dan kampanye negative tentang produk perkebunan di pasar internasional
2 1 2 V
Jumlah 100 54
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
44
Tabel 5. Analisis Faktor-faktor Strategis dan Kunci Keberhasilan
Pembinaan Usaha
No. Faktor Internal Bobot Rating
Score (Bobot
X Rating)
Kesimpulan Prioritas
Strengths (kekuatan)
A Tersedianya landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha
12 7 84 III
B Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi. 4 2 8 IV
C Tersedianya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan.
2 1 2 V
D Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
16 9 144 I
E Tersediannya roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan.
14 8 112 II
Weaknesses (kelemahan)
F Kompetensi dan kemampuan SDM belum memadai.
5 3 15 IV
G Masih adanya peraturan perundangan yang belum sinkron dalam penenetapan nya
14 8 112 III
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
45
H Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal
14 8 112 II
I Penyiapan perumusan bimbingan dan penanganan gangguan usaha belum optimal
16 9 144 I
J Masih rendahnya peningkatan kemampuan SDM petugas.
3 2 6 V
Jumlah 100 57
Peluang(Opportunity)
A Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri
6 3 18 V
B Adanya kelembagaan usaha/assosiasi komoditi yang mendukung pengembangan usaha perkebunan.
11 6 66 III
C Potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan masih tinggi
13 7 91 II
D Potensi Sumber Daya Alam yang masih tersedia
17 9 153 I
E Potensi Teknologi untuk pengembangan perkebunan tersedia.
8 4 32 IV
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
46
Tantangan (Threats)
F Penanganan gangguan usaha perkebunan harus melibatkan banyak instansi terkait ditingkat pusat dan daerah.
8 4 32 IV
G Data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan belum optimal
11 6 66 II
H Pelaksanaan perizinan usaha belum sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku
11 6 66 III
I
Belum optimalnya pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah
13
7
91
I
J Adanya pasar global, isu lingkungan dan kampanye negative tentang produk perkebunan di pasar internasional
2 1 2 V
Jumlah 100 53
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
47
3.4. Kesimpulan Analisis Faktor Internal-Eksternal
Berdasarkanperumusan KAFI/KAFE diperoleh faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang sangat mempengaruhi kinerja Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha, yaitu :
3.4.1. Kesimpulan Analisis Faktor Internal-Eksternal Pascapanen
1. Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
2. Tersedianya landasan hukum tentang penanganan pascapanen.
3. Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi.
4. Penyiapan perumusan penanganan pascapanen belum optimal.
5. Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal.
6. Kompetensi dan kemampuan SDM belum memadai.
7. Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri untuk produk perkebunan yang berkualitas dan ramah lingkungan
8. Tersedianya pakar dan peneliti pascapanen perkebunan
9. Tersedianya teknologi pascapanen yang memadai.
10. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi masih belum optimal.
11. Belum optimalnya sinergitas program antar institusi dan antara pusat dan daerah.
12. Adanya pasar global, isu lingkungan dan kampanye negative tentang produk perkebunan di pasar internasional
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
48
3.4.2. Kesimpulan Analisis Faktor Internal-Eksternal Pembinaan Usaha
1. Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
2. Tersediannya roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan.
3. Tersedianya landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha perkebunan
4. Penyiapan perumusan bimbingan dan penanganan gangguan usaha belum optimal.
5. Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal.
6. Masih adanya peraturan perundangan yang belum sinkron dalam penerapannya
7. Potensi sumberdaya alam yang masih tersedia.
8. Potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan masih tinggi.
9. Adanya kelembagaan usaha/assosiasi komoditi yang mendukung pengembangan usaha perkebunan.
10. Belum optimalnya pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
11. Data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan belum optimal.
12. Pelaksanaan perizinan usaha belum sesuai dengan perturan dan ketentuan yang berlaku.
Setelah faktor lingkunganinternal-eksternal dirumuskan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode SWOT untuk memperoleh Asumsi Strategis Alternatif Pilihan (ASAP). Hasil analisis SWOT dapat dilihat Tabel 7 dan tabel 8.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
49
Tabel 6. Analisis SWOT untuk ASAP Pascapanen
KEKUATAN/STRENGTHS KELEMAHAN/WEAKNESSES
1 Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
1 Penyiapan perumusan penanganan pascapanen belum optimal
2 Tersedianya landasan hukum tentang penanganan pascapanen.
2 Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal
3 Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi.
3 Kompetensi dan kemampuan SDM belum memadai.
PELUANG/OPPORTUNITIES Strategi (SO) Strategi (WO)
1
Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri untuk produk perkebunan yang berkualitas dan ramah lingkungan
1
Memanfaatkan SDM yang ada dalam upaya meningkatkan mutu hasil pertanian untuk menjawab permintaan pasar domestik dan luar negeri akan produk perkebunan yang
berkualitas dan ramah
lingkungan
1
Memanfaatkan pakar dan peneliti untuk mengoptimalkan perumusan penanganan pascapanen
2 Tersedianya pakar dan
peneliti pascapanen
perkebunan
2 Memanfaatkan sumber
daya manusia yang
tersedia untuk
melakukan koordinasi
dengan kelembagaan
usaha/ asosiasi petani
2 meningkatkan koordinasi
lintas institusi (internal/
eksternal) dalam rangka
memenuhi permintaan pasar
domestik dan luar negeri
yang semakin meningkat
3 Tersedianya teknologi pascapanen yang memadai
3 Meningkatkan peranan pakar dan peneliti dalam mendukung penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan
3 Meningkatkan pemanfaatan pakar untuk meningkatkan kapabilitas SDM pegawai
Internal
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
50
ANCAMAN/THREATS
Strategi (ST)
Strategi (WT)
1 Tingkat adopsi petani terhadap teknologi masih belum optimal
1 Mengoptimalkan pemanfaatan pedoman umum, pedoman teknis melalui sosialisasi dalam rangka meningkatkan adopsi petani terhadap teknologi
1 Meningkatkan kompetensi dan kemampuan SDM untuk memfasilitasi petani dalam meningkatkan adopsi teknologi
2 Belum optimalnya sinergitas program antar institusi dan antara pusat dan daerah.
2 Memanfaatkan roadmap komoditas utama dan resntra pengembangan perkebunan untuk mengoptimalkan sinergitas program antar institusi dan antara pusat dan daerah
2 Meningkatkan koordinasi lintas institusi dalam rangka meningkatkan adopsi petani terhadap teknologi
3 Adanya pasar global, isu lingkungan dan kampanye negative tentang produk perkebunan di pasar internasional
3 Menerapkan peraturan dan perundangan (landasan hukum ) untuk menjawab pasar glbal, isu lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar internasional
3 Meningkatkan koordinasi lintas institusi dalam rangka mengoptimalkan sinergitas program antar institusi dan antara pusat serta daerah dalam rangka menjawab pasar global, isu lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar internasional
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
51
Tabel 7. Analisis SWOT Untuk ASAP Pembinaan Usaha
INTERNAL
EXSTERNAL
Strengths (kekuatan) 1.Tersedianya norma,
standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
Weaknesses (kelemahan) 1. Penyiapan perumusan
bimbingan dan penanganan gangguan usaha belum optimal.
2.Tersediannya roadmap
komoditas utama dan
Renstra Pengembangan
Perkebunan.
2. Masih lemahnya
koordinasi lintas
institusi baik internal
maupun eksternal.
3. Tersedianya landasan
hukum yang mendukung pembinaan usaha perkebunan.
3. Masih adanya
peraturan perundangan yang belum sinkron dalam penerapannya.
Peluang(Opportunity)
1. Potensi
sumberdaya alam yang masih tersedia.
Strategi (SO) 1. Memberdayakan Potensi
sumberdaya alam yang masih tersedia sesuai dengan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan yang tersedia.
Strategi (WO) 1. Mengoptimalkan
penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha untuk pemberdayaan potensi dan peningkatan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
52
2. Potensi dan minat
pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan masih tinggi.
3. Adanya
kelembagaan usaha/assosiasi komoditi yang mendukung pengembangan usaha perkebunan
Tantangan (Threats) 1. Belum optimalnya
pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
2. Meningkatkan Potensi
dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan sesuai norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
3. Meningkatkan peranan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi sesuai dengan landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha.
Strategi (ST) 1. Mengoptimalkan
pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah melalui sosialisasi landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha dan mengacu kepada norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan yang telah ditetapkan.
2. Meningkatkan
koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal dalam mendukung penguatan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi usaha perkebunan.
3. Meningkatkan
sinkronisasi penerapan peraturan perundangan dalam mendukung pemberdayaan potensi sumberdaya alam yang masih tersedia.
Strategi (WT) 1. Mengoptimalkan
penyiapan perumusan bimbingan dan penanganan gangguan usaha melaui pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
53
2. Data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan belum optimal.
3. Pelaksanaan
perizinan usaha belum sesuai dengan perturan dan ketentuan yang berlaku.
2. Mengoptimalkan data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan dengan memanfaatkan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan.
3. Mengoptimalkan
pelaksanaan perizinan sesuai dengan landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha.
2. Meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal melaui forum dialog dan pertukaran dan pemutakhiran data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan.
3. Meningkatkan
sinkronisasi peraturan perundangan untuk penerapan pelaksanaan perizinan usaha sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Keterkaitan ASAP dengan Visi, Misi, dan Nilai dapat digambarkan
dalam tabel 8 dan 9 sebagai berikut :
Tabel 8. Analisis Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Pembinaan Usaha
Strategi
Keterkaitan Dengan
Visi Misi Nilai Urutan
FKK
1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4
A.
STRATEGI (SO)
1 Memberdayakan Potensi sumberdaya alam yang masih tersedia sesuai dengan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan yang tersedia.
2 0 3 2 3 3 3 3 3 3 3 28 = III
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
54
2
Meningkatkan Potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan sesuai norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
3 0 3 2 2 3 3 3 2 2 2 25 = VI
3
Meningkatkan peranan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi sesuai dengan landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha.
2 0 2 2 2 2 2 3 2 3 2 22 = IX
B. STRATEGI (ST)
1
Mengoptimalkan pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah melalui sosialisasi landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha dan mengacu kepada norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan yang telah ditetapkan.
3 0 3 3 3 3 3 3 3 3 2 29 = II
2
Mengoptimalkan data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan dengan memanfaatkan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan.
2 0 2 2 2 3 2 3 3 2 3 24 = VII
3
Mengoptimalkan pelaksanaan perizinan sesuai dengan landasan hokum yang mendukung pembinaan usaha.
2 0 2 3 3 2 3 3 2 3 3 26 = V
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
55
Strategi
Keterkaitan Dengan
Visi
Misi Nilai Urutan
FKK
1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4
A. STRATEGI (WO)
1
Mengoptimalkan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha untuk pemberdayaan potensi dan peningkatan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan.
3 0 2 3 2 3 3 3 2 3 3 27 = IV
2
Meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal dalam mendukung penguatan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi usaha perkebunan.
2 0 2 2 2 2 3 3 1 2 2 21 = X
3
Meningkatkan sinkronisasi penerapan peraturan perundangan dalam mendukung pemberdayaan potensi sumber daya alam yang masih tersedia.
3 0 3 2 2 1 2 3 1 2 1 20 = XI
B. STRATEGI (WT)
1
Mengoptimalkan penyiapan perumusan bimbingan dan penanganan gangguan usaha melaui pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
3 0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 = I
2
Meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal melaui forum dialog dan pertukaran dan pemutakhiran data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan.
2 0 2 2 2 2 2 3 1 2 1 19 = XII
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
56
3
Meningkatkan sinkronisasi peraturan perundangan untuk penerapan pelaksanaan perizinan usaha sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
2 0 3 2 3 3 3 3 1 2 1 23 =VIII
Dari tabel 8 dapat diperoleh FKK dengan urutan prioritas sebagai
berikut :
1. Mengoptimalkan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha melalui pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
2. Mengoptimalkan pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah melalui sosialisasi landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha dan mengacu kepada norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan yang telah ditetapkan.
3. Memberdayakan Potensi sumberdaya alam yang masih tersedia sesuai dengan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan yang tersedia.
4. Mengoptimalkan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha untuk pemberdayaan potensi dan peningkatan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan.
5. Mengoptimalkan pelaksanaan perizinan sesuai dengan landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha.
6. Meningkatkan potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan sesuai norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
7. Mengoptimalkan data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan dengan memanfaatkan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan.
8. Meningkatkan sinkronisasi peraturan perundangan untuk penerapan pelaksanaan perizinan usaha sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
57
9. Meningkatkan peranan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi sesuai dengan landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha.
10. Meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal dalam mendukung penguatan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi usaha perkebunan.
11. Meningkatkan sinkronisasi penerapan peraturan perundangan dalam mendukung pemberdayaan potensi sumber daya alam yang masih tersedia.
12. Meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal melaui forum dialog dan pertukaran serta pemutakhiran data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan.
Tabel 9. Analisi Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) Pascapanen
Strategi
Keterkaita Dengan
Visi MisiMisi Uruta
FKK
Nilai
1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4
A. STRATEGI (SO)
1 Memanfaatkan SDM yang ada dalam upaya meningkatkan mutu hasil pertanian untuk menjawab permintaan pasar domestik dan luar negeri akan produk perkebunan yang berkualitas dan ramah lingkungan
3 3 3 1 2 2 1 3 3 2 2 25 = III
2 Memanfaatkan sumber daya manusia yang tersedia untuk melakukan
3 3 3 1 2 2 1 3 2 1 1 22 = IV
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
58
koordinasi dengan kelembagaan usaha/ asosiasi petani
3 Meningkatkan peranan pakar dan peneliti dalam mendukung penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan.
3 3 3 1 1 1 1 3 1 1 1 19 = IX
B. STRATEGI (ST)
1 Mengoptimalkan pemanfaatan pedoman umum, pedoman teknis melalui sosialisasi dalam rangka meningkatkan adopsi petani terhadap teknologi
3 3 3 1 2 2 1 3 3 3 3 27 = I
2 Memanfaatkan roadmap komoditas utama dan resntra pengembangan perkebunan untuk mengoptimalkan sinergitas program antar institusi dan antara pusat dan daerah
3 3 2 1 1 1 1 3 2 2 2 21 = VII
3 Menerapkan peraturan perundang-undangan untuk menjawab isu lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar internasional
3 3 2 1 2 1 1 3 3 2 2 23 = V
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
59
Strategi
Keterkaitan Dengan
Visi Misi Nilai Urutan FKK
1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4
A. STRATEGI (WO)
1
Memanfaatkan pakar dan peneliti untuk mengoptimalkan perumusan penanganan pascapanen
3 3 3 1 2 2 1 3 2 2 2 24 = IV
2
meningkatkan koordinasi lintas institusi (internal/ eksternal) dalam rangka memenuhi permintaan pasar domestik dan luar negeri yang semakin meningkat
3 3 1 1 1 1 1 3 2 1 1 18 = X
3
Meningkatkan pemanfaatan pakar untuk meningkatkan kapabilitas SDM pegawai
2 3 2 1 1 1 1 3 1 1 1 17 = XI
B. STRATEGI (WT)
1
Meningkatkan kompetensi dan kemampuan SDM untuk memfasilitasi petani dalam meningkatkan adopsi teknologi
3 3 3 1 2 2 1 3 3 3 2 26 = II
2
Meningkatkan koordinasi lintas institusi dalam rangka meningkatkan adopsi petani terhadap teknologi
2 3 2 1 1 1 1 2 1 1 1 16 = XII
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
60
3
Meningkatkan koordinasi lintas institusi dalam rangka mengoptimalkan sinergitas program antar institusi dan antara pusat serta daerah dalam rangka menjawab isu pasar global, lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar internasional
3 3 3 1 1 1 1 3 2 1 1 20 = VIII
Dari Tabel 9 dapat diperoleh FKK dengan urutan prioritas sebagai
berikut :
1. Mengoptimalkan pemanfaatan pedoman umum, pedoman teknis
melalui sosialisasi dalam rangka meningkatkan adopsi petani
terhadap teknologi.
2. Meningkatkan kompetensi dan kemampuan SDM untuk
memfasilitasi petani dalam meningkatkan adopsi teknologi.
3. Memanfaatkan SDM yang ada dalam upaya meningkatkan mutu
hasil pertanian untuk menjawab permintaan pasar domestik dan
luar negeri akan produk perkebunan yang berkualitas dan ramah
lingkungan.
4. Memanfaatkan pakar dan peneliti untuk mengoptimalkan
perumusan penanganan pascapanen.
5. Menerapkan peraturan dan perundangan (landasan hukum)
untuk menjawab isu lingkungan dan kampanye negatif tentang
produk perkebunan di pasar internasional.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
61
6. Memanfaatkan roadmap komoditas utama dan resntra
pengembangan perkebunan untuk mengoptimalkan sinergitas
program antar institusi dan antara pusat dan daerah.
7. Memanfaatkan roadmap komoditas utama dan renstra
pengembangan perkebunan untuk mengoptimalkan sinergitas
program antar institusi dan antara pusat dan daerah.
8. Meningkatkan koordinasi lintas institusi dalam rangka
mengoptimalkan sinergitas program antar institusi dan antara
pusat serta daerah dalam rangka menjawab isu lingkungan dan
kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar
internasional.
9. Meningkatkan peranan pakar dan peneliti dalam mendukung
penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum,
pedoman teknis dan kebijakan.
10. Meningkatkan koordinasi lintas institusi (internal/ eksternal)
dalam rangka memenuhi permintaan pasar domestik dan luar
negeri yang semakin meningkat.
11. Meningkatkan pemanfaatan pakar untuk meningkatkan
kapabilitas SDM pegawai.
12. Meningkatkan koordinasi lintas institusi dalam rangka
meningkatkan adopsi petani terhadap teknologi.
Dengan mempertimbangkan hasil analisis SWOT dan mengacu
kepada strategi Direktorat Jenderal Perkebunan, maka strategi
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah sebagai
berikut :
1) Penanganan Pascapanen
Strategi yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah peningkatan mutu dan
membatasi kehilangan hasil tanaman perkebunan, yang
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
62
dilaksanakan terutama melalui kegiatan fasilitasi/mengupayakan
penanganan pascapanen yaitu melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis
dan evaluasi yang diimplementasikan dalam strategi sebagai
berikut :
a. Peningkatan mutu, membatasi kehilangan hasil dan peningkatan rendemen
Tujuan utama dari peningkatan pascapanen hasil perkebunan adalah untuk peningkatan mutu dan membatasi kehilangan hasil. Membatasi kehilangan hasil baik yang disebabkan kehilangan fisik maupun penyusutan dan penurunan kualitas sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hasil perkebunan (langsung dikonsumsi) dan pasokan bahan baku industri. Penanganan pascapanen yang optimal akan mendorong peningkatan pendapatan petani dan terpenuhinya kebutuhan industri, untuk mencapai tujuan tersebut strategi yang ditempuh antara lain :
- Peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani dalam penanganan pascapanen yang baik (Good Handling Practises/GHP) sesuai dengan pedoman penanganan pascapanen yang berlaku;
- Peningkatan pembinaan petani yang intensif dan berkelanjutan melalui para petugas di daerah dengan memanfaatkan tenaga yang cukup tersedia dan bekerjasama dengan instansi terkait;
- Peningkatan kerjasama dengan para pakar dan peneliti dalam menciptakan inovasi sarana dan peralatan pascapanen dan pendayagunaannya yang optimal oleh petani;
- Pengoptimalan pemanfaatan pedoman umum dan pedoman teknis melalui sosialisasi kepada petugas dan petani dalam rangka meningkatkan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pascapanen.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
63
- Penerapan peraturan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten dalam penanganan pascapanen untuk menjawab isu lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar Internasional.
- Peningkatan koordinasi lintas institusi (internal,eksternal, pusat dan daerah) dalam penanganan pascapanen terutama yang terkait dengan penyusunan program dan kegiatan.
- Peningkatan peranan pakar dan peneliti dibidang pascapanen dalam mendukung penyusunan norma,standar, kriteria, pedoman dan peningkatan kapabiltas SDM dibidang pascapanen.
- Peningkatan peranan kelembagaan pascapanen dalam rangka peningkatan mutu hasil yang sesuai dengan permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri.
- Peningkatan kegiatan sosialisasi, demontrasi, dan kampanye penanganan pascapanen untuk memotivasi petani dalam rangka peningkatan mutu dan membatasi kehilangan hasil
b. Standarisasi Mutu,
Peningkatan mutu hasil perkebunan terus diupayakan agar
petani mendapat nilai tambah dalam mengelola usaha taninya
dan tidak hanya menjual hasilnya sebagaimana biasanya.
Peningkatan mutu dapat dilakukan melalui standarisasi mutu
yang ditempuh melalui strategi :
- Peningkatan penerapan standarisasi mutu hasil di lapangan sehingga jaminan mutu hasil dapat dilakukan secara objektif dan ada jaminan untuk konsumen untuk memperoleh hal yang benar-benar bermutu.
- Peningkatan peranan produsen dan pedagang/eksportir dan instansi terkait dalam pelaksanaan standarisasi mutu sesuai dengan fungsinya masing-masing.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
64
c. Penyusunan Data Base dan Pemetaan
Penyusunan data base dan pemetaan wilayah pascapanen secara lebih detail (tingkat desa/kecamatan dan gapoktan) dapat dilakukan melalui jaringan kecamatan pascapanen yang telah terbentuk.
2) Pembinaan Usaha Perkebunan
Untuk lebih mendorong iklim investasi yang kondusif dan pengembangan agribisnis perkebunan serta meningkatkan kinerja perusahaan perkebunan, UMKM, dan masyarakat, maka diperlukan strategi :
a. Pengoptimalan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha melalui pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
b. Pengoptimalan pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah melalui sosialisasi landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha dan mengacu kepada norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Pengoptimalan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha untuk pemberdayaan potensi dan peningkatan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan.
d. Peningkatan potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan sesuai norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum dan pedoman teknis.
e. Peningkatan sinkronisasi peraturan perundangan untuk penerapan pelaksanaan perizinan usaha dan mengoptimalkan pelaksanaan perizinan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
f. Peningkatkan peranan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi sesuai dengan peratran dan ketentuan yang berlaku dan meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal dalam mendukung penguatan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
65
g. Peningkatan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal melaui forum dialog dan pertukaran informasi serta pemutakhiran data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan.
h. Peninkatan pemanfaatan dana perbankan untuk pengembangan perkebunan terutama untuk usaha kecil dan menengah dan mendorong lembaga penjamin kredit (avalis) untuk berpartisipasi dalam pembangunan perkebunan, serta memberikan fasilitasi ketersediaan sumber dana dari pengembangan komoditas dan sumber lainnya untuk pengembangan usaha perkebunan.
i. Penciptaan iklim investasi yang kondusif yang mencakup pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha.
j. Peningkatan bimbingan usaha dan pemberian rekomendasi teknis dalam rangka investasi usaha perkebunan (perluasan areal, pembangunan pabrik pengolahan hasil, perubahan bidang usaha dari non perkebunan ke bidang perkebunan).
k. Pengoptimalan pelaksanaan evaluasi terhadap perusahaan perkebunan dilakukan melalui penilaian usaha perkebunan sesuai dengan Permenan No 07/Permentan/OT.140/2/2009 Tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.
l. Pengoptimalan pelaksanaan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat, dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan, dan masyarakat di sekitar perkebunan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
m. Pengoptimalan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang masih tersedia sesuai dengan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan yang merupakan upaya pemanfaatan sumber daya perkebunan secara optimal sesuai dengan daya dukung sehingga pelestariannya dapat tetap terjaga.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
66
n. Pengoptimalan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan untuk terciptanya kondisi usaha perkebunan yang kondusif, bebas dari berbagai macam gangguan dan konflik melalui penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan dan meningkatkan upaya pecegahannya
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
BAB IV
PROGRAM, KEGIATAN, DAN KELUARAN
4.1. Program Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Program pembangunan perkebunan Tahun 2011 – 2014 adalah : “Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan” Program ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intesifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan benih bermutu, sarana produksi, perlindungan perkebunan dan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha. Bertitik tolak dari program pembangunan perkebunan tersebut, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha mempunyai program yaitu “Program Peningkatan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan” yang mendukung peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil tanaman perkebunan.
4.2. Kegiatan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Direktorat Jenderal perkebunan mempunyai sembilan kegiatan pembangunan perkebunan :
1. Peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
semusim;
2. Peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
rempah dan penyegar;
3. Peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman
tahunan;
4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan
Usaha;
5. Dukungan Perlindungan Perkebunan;
6. Dukungan manajeman dan duklungan teknis lainnya;
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
68
7. Dukungan pengujian, pengawasan, mutu benih dan
penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan
BP2TP Medan;
8. Dukungan pengujian, pengawasan, mutu benih dan
penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan
BP2TP Surabaya;
9. Dukungan pengujian, pengawasan, mutu benih dan
penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan
BP2TP Ambon;
Sebagai penjabaran dari kegiatan Direktorat Jenderal
Perkebunan tersebut diatas, Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha menetapkan kegiatan sebagai berikut :
(1) Fasilitasi Penanganan Pascapanen Tanaman Komoditas Perkebunan
(2) Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
(3) Fasilitasi Pencegahan dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan.
(4) Pelaksanaan dukungan administrasi dan keuangan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
69
4.3. Fokus Kegiatan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada (SDM, sarana prasarana serta dana) maka kegiatan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha perkebunan dilaksanakan berdasarkan skala prioritas, dengan sumberdaya yang ada diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal (efisien dan efektif). Berdasarkan skala pioritas tersebut, maka fokus kegiatan penanganan pascapanen komoditas perkebunan tahun 2011 – 2014 adalah “Memfasilitasi peningkatan penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan”.
4.3.1. Fasilitasi Penanganan Pascapanen Komoditas Perkebunan
Fasilitasi penanganan pascapanen Komoditas perkebunan dimaksudkan untuk memfasilitasi kegiatan penanganan pascapanen melalui dukungan sarana pascapanen dan peningkatan kapabilitas petani. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil, memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai tambah produk, serta meningkatkan mutu produk sesuai dengan standar keamanan pangan baik nasional maupun internasional. Fokus kegiatannya adalah :
a. Penanganan pascapanen komoditas perkebunan untuk mendukung prioritas pengembangan penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar dan tanaman tahunan,
- Penyediaan bantuan sarana pendukung pascapanen,
- Peningkatan keterampilan petani dalam penanganan pascapanen,
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
70
- Penyusunan pedoman teknis pascapanen/inovasi teknologi pascapanen,
- Pertemuan teknis penanganan pascapanen.
b. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran penanganan pascapanen komoditas perkebunan setiap tahun anggaran.
c. Penyusunan renstra dan lakip yang terkait dengan penanganan pascapanen komoditas perkebunan.
4.3.2. Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
Kegiatan fasilitasi bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan merupakan kegiatan pembinaan dan pengawasan perkebunan yang diperlukan untuk mewujudkan penyelenggaraan usaha perkebunan yang optimal, berdaya saing, dan berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Fokus kegiatan fasilitasi bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan antara lain :
a. Pembinaan dan penilaian usaha perkebunan;
b. Pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIRBUN dan PIR-TRANS/KKPA;
c. Kegiatan pembangunan perkebunan berkelanjutan seperti pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO), dan pengembangan komoditi perkebunan lainnya secara berkelanjutan :
- Sosialisasi penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah perkebunan termasuk lahan kritis, lahan miring/terjal, lahan gambut, DAS hulu dan pengembangan perkebunan di kawasan penyangga yang mempunyai nilai konservasi tinggi (HCV) sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air,
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
71
- Kampanye peran perkebunan dalam kontribusi penyerapan karbon dan penyedia oksigen dan peningkatan peran serta fungsi hidro-orologis dan peningkatan penerapan paket teknologi ramah lingkungan.
d. Pemberian rekomendasi teknis usaha perkebunan dan kegiatan pembangunan perkebunan berkelanjutan seperti pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO), dan pengembangan komoditi perkebunan lainnya secara berkelanjutan.
e. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan berkelanjutan setiap tahun anggaran.
f. Penyusunan renstra dan lakip yang terkait dengan Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan.
g. Pembinaan Kemitraan Usaha Perkebunan
Kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat, dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan, dan masyarakat di sekitar perkebunan antara lain :
- Bimbingan dan pemantauan pembangunan perkebunan masyarakat sekitar perusahaan dengan luas areal minimal 20 % dari total luas lahan Inti,
- Bimbingan dan pemantauan pelaksanaan (Corporate Social Responsibility/CSR) perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar perusahaan,
- Bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kesepakatan (MoU) yang telah disepakati oleh Inti dan plasma pada perkebunan dengan pola Perkebunan Inti Rakyat/PIR.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
72
4.3.3. Fasilitasi Pencegahan dan Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
Kegiatan Fasilitasi Pencegahan Gangguan Usaha dan Penanganan konflik Perkebunan bertujuan untuk mengurangi terjadinya gangguan yang dapat mempengaruhi penurunan kinerja usaha di bidang perkebunan yang dapat menimbulkan kerugian material dan non material; ketidak pastian iklim berusaha, ketegangan dan keresahan masyarakat . Fokus kegiatan Fasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik antara lain :
a. Pembinaan dalam ranka pencegahan terjadinya gangguan usaha dan konflik perkebunan kepada perusahaan terutama dalam pelaksanaan kemitraan dengan masyarakat sekitar perusahaan.
- Pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
b. Meningkatkan upaya penanganan gangguan usaha diprioritaskan melalui musyawarah untuk mufakat untuk mencapai win – win solution, jika dengan cara musyawarah tidak mencapai kesepakatan dilakukan melalui proses pengadilan sebagai upaya terakhir.
- Inventarisasi dan identifikasi serta penanganan kasus gangguan usaha perkebunan;
- Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanganan gangguan usaha di daerah;
- Fasilitasi penyelesaian masalah/kasus PIR-BUN dan PIR-TRANS/KKPA;
- Pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan (GUKP);
c. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran Fasilitasi Pencegahan gangguan usaha dan konflik perkebunan penanganan setiap tahun anggaran.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
73
d. Penyusunan renstra dan lakip yang terkait dengan Fasilitasi pencegahan gangguan usaha dan konflik Perkebunan.
4.3.4. Pelaksanaan dukungan administrasi dan keuangan
Untuk menunjang kelancaran kegiatan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha perlu dukungan administrasi dan keuangan yang difokuskan untuk :
a. Terlaksananya pengelolaan administrasi keuangan dan asset yang berkualitas.
b. Terlaksananya pelayanan organisasi, tatalaksana, kepegawaian dan administrasi perkantoran yang berkualitas.
4.4 Keluaran (output) dan Sub-Output
Sesuai dengan restrukturisasi program dan kegiatan, indikator kinerja yang harus dipertanggungjawabkan unit eselon II adalah output kegiatan, maka keluaran ( output ) dari kegiatan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha adalah :
4.4.1 Fasilitasi Penanganan Pascapanen Komoditas perkebunan
Keluaran (output) dari kegiatan tersebut adalah :
Terfasilitasinya pembinaan dan pengawalan penanganan pascapanen komoditas perkebunan Tanaman Semusim, Tanaman Rempah dan Penyegar;Tanaman Tahunan
Sub-Output :
- Terfasilitasinya ketersediaan sarana pendukung dan penanganan pascapanen komoditas perkebunan.
- Terfasilitasinya penerapan teknologi pascapanen komoditas perkebunan.
- Tersusunnya pedoman penanganan pascapanen komoditas perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
74
- Terlaksananya kegiatan peningkatan kapabilitas pelaku usaha perkebunan komoditas perkebunan.
4.4.2. Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
Keluaran (output) dari kegiatan tersebut adalah :
a. Terlaksananya pembinaan usaha perkebunan dan terfasilitasinya penilaian usaha perkebunan;
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman penilaian usaha perkebunan.
- Terlaksananya fasilitasi penilaian usaha perkebunan tanaman.
b. Terlaksananya pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA;
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIRBUN.
- Terlaksananya pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIR-TRANS/ KKPA;
c. Terlaksananya kegiatan pembangunan perkebunan berkelanjutan seperti Pengembangan Perkebunan Berkelanjutan terutama untuk kelapa sawit (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman pembangunan perkebunan berkelanjutan.
- Terlaksananya sosialisasi dan pembinaan pembangunan perkebunan berkelanjutan.
- Terlaksananya Identifikasi Jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang layak mengajukan permohonan sertifikat ISPO
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
75
- Tersusunnya laporan pembangunan perkebunan berkelanjutan.
d. Terlaksananya pemberian rekomendasi teknis usaha perkebunan.
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman rekomendasi teknis usaha perkebunan.
- Terlaksananya penilaian rekomendasi teknis usaha perkebunan.
4.4.3. Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan konflik Perkebunan.
a. Terlaksananya inventarisasi dan identifikasi serta fasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
- Terlaksananya inventarisasi, identifikasi dan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
- Terlaksananya monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanganan gangguan usaha di daerah;
- Terlaksananya pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha perkebunan dan konflik.
b. Terlaksananya Fasilitasi penyelesaian masalah/kasus PIR-BUN dan PIR-TRANS/KKPA.
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman penyelsaian masalah/kasus PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA;
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
76
- Terlaksananya penyelsaian masalah/kasus PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA;
4.4.4. Pelaksanaan Dukungan Administrasi dan Keuangan
a. Terlaksananya pengelolaan administrasi keuangan dan asset yang berkualitas.
Sub- Output :
- Terlaksananya pelayanan administrasi pelaksanaan anggaran
- Terlaksananya penyusunan laporan perkembangan pelaksanaan anggaran.
- Terlaksananya pelayanan penyediaan sarana kerja yang berkualitas.
- Terlaksananya penyusunan laporan penggunaan sarana kerja yang berkualitas.
b. Terlaksananya pelayanan organisasi, tatalaksana, kepegawaian dan administrasi perkantoran yang berkualitas.
Sub- Output :
- Terlaksananya pelayanan kepegawaian yang berkualitas.
- Terlaksananya penyusunan laporan perkembangan kepegawaian.
- Terlaksananya pelayanan penyediaan ATK dan tatalaksana yang berkualitas.
- Terlaksananya penyusunan laporan penggunaan ATK dan tata laksana.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
77
Adapun rincian target dari masing – masing kegiatan dalam tabel 10
Tabel 10 Target Masing-Masing Kegiatan
NO KEGIATAN TARGET PELAKSANAAN
PROVINSI/PAKET
2011 2012 2013 2014
1. Terlaksananya Pengembangan Penanganan Pascapanen Komoditas perkebunan (Poktan)
- Fasilitasi Penanganan Pascapanen Tanaman Semusim (Poktan),
- Fasilitasi Penanganan Pascapanen Tanaman Rempah dan Penyegar (Poktan),
- Fasilitasi Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan (Poktan),
- Penyusunan pedoman teknis pascapanen/inovasi teknologi pascapanen (doc)
- Pertemuan teknis penanganan pascapanen ( kali )
12
40
48
1
1
17
42
51
1
1
19
45
56
1
1
20
50
60
1
1
2.
Fasilitasi Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
a. Terlaksananya pembinaan usaha perkebunan dan terfasilitasinya penilaian usaha perkebunan;
- Tersusunnya pedoman penilaian usaha perkebunan (Dokumen).
- Terlaksananya fasilitasi penilaian usaha perkebunan (Perusahaan).
1
25
1
180
1
25
1
25
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
78
b. Terlaksananya pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA;
- Tersusunnya pedoman pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA (Dokument);
- Terlaksananya pemantauan dan evaluasi, bimbingan teknis, dan penilaian PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA, kemitraan ≥ 20 % (Provinsi);
c. Terlaksananya kegiatan pem-bangunan perkebunan berkelanjutan (Dokumen).
- Tersusunnya pedoman pem-bangunan perkebunan ber-kelanjutan (Dokumen).
- Terlaksananya sosialisasi dan pembinaan pembangunan perkebunan berkelanjutan (Prov).
- Terlaksananya Identifikasi Jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang layak mengajukan permohonan sertifikat ISPO (Perusahaan).
- Tersusunnya laporan pembangunan perkebunan berkelanjutan (Doc).
d. Terlaksananya pemberian rekomendasi teknis usaha perkebunan.
2
19
1
22
75
1
2
19
1
24
150
1
1
19
1
26
250
1
1
19
1
28
350
1
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
79
- Tersusunnya pedoman rekomendasi teknis usaha perkebunan (doc).
- Terlaksananya penilaian rekomendasi teknis usaha perkebunan (Perusahaan).
1
50
1
55
1
60
1
65
3. Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan konflik Perkebunan:
a. Terlaksananya inventarisasi dan identifikasi serta fasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
Sub-Output :
- Tersusunnya pedoman penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan (doc).
- Terlaksananya inventarisasi, identifikasi dan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan (perusahaan/kasus).
- Terlaksananya monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanganan gangguan usaha di daerah (provinsi);
- Terlaksananya pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha perkebunan dan konflik.
b. Terlaksananya Fasilitasi penyelesaian masalah/kasus PIR-BUN dan PIR-TRANS/KKPA.
- Tersusunnya pedoman penyelsaian masalah/kasus PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA ( doc ).
1
38
38
1
1
1
40
40
1
1
1
42
42
1
1
1
44
44
1
1
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
80
- Terlaksananya penyelsaian masalah/kasus PIRBUN dan PIR-TRANS/ KKPA (perusahaan/kasus).
10
10
12
12
4. Pelaksanaan dukungan administrasi dan keuangan
a. Terlaksananya pengelolaan administrasi keuangan dan asset yang berkualitas.
- Terlaksananya pelayanan administrasi pelaksanaan anggaran (tahun).
- Terlaksananya penyusunan laporan perkembangan pelaksanaan anggaran (Tahun).
- Terlaksananya pelayanan penyediaan sarana kerja yang berkualitas (paket).
- Terlaksananya penyusunan laporan penggunaan sarana kerja yang berkualitas (Dokumen).
b. Terlaksananya pelayanan organisasi, tatalaksana, kepegawaian dan administrasi perkantoran yang berkualitas.
- Terlaksananya pelayanan kepegawaian yang berkualitas (tahun).
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
81
- Terlaksananya penyusunan laporan perkembangan kepegawaian (paket).
- Terlaksananya pelayanan penyediaan ATK dan tatalaksana yang berkualitas (tahun).
- Terlaksananya penyusunan laporan penggunaan ATK dan tata laksana (Doc.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
82
4.5 Pendanaan
Proyeksi penyediaan dana APBN untuk mendukung Kegiatan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan tahun 2011 – 2014
Tabel 11. Proyeksi Penyediaan Dana APBN Untuk Mendukung Kegiatan Penanganan Pascapanen Dan Pembinaan Usaha
No
Kegiatan Proyeksi penyediaan dana APBN (ribu rupah)
2011 2012 2013 2014
1.
Fasilitasi Penanganan Pascapanen Komoditas perkebunan, Rempah dan Penyegar
200.000
900.000
990.000
1.089.000
2. Fasilitasi Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan
100.000 1.159.200 1.275.120 1.402.632
3. Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan
1.822.483 2.992.429
3.291.672 3.620.839
4.
Fasilitasi Pencegahan
Gangguan Usaha Perkebunan
dan penanganan konflik
633.996
914.950
1.006.445
1.107.090
5.
Pelaksanaan dukungan administrasi dan keuangan
541.600
604.000
664.400
730.840
TOTAL
3.298.079
6.402.179 7.042.997 7.950.401
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
BAB V MANAJEMEN, PERENCANAAN, MONITORING
DAN EVALUASI
5.1 Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Tugas pemerintah pusat adalah memfasilitasi, menyusun
pedoman, standar, kriteria dan prosedur penyelenggaraan
pembangunan perkebunan secara nasional serta memonitoring
dan evaluasi pelaksanaan program pemerintah. Sedangkan
tugas provinsi adalah melakukan pembinaan, pengawasan dan
penyusun petunjuk pelaksanaan (Juklak) serta mengkoordinasi
pembangunan perkebunan antar kabupaten/kota di wilayahnya.
Selanjutnya kabupaten/kota tugasnya adalah menyusun
petunjuk teknis (Juknis) dan menyelenggarakan pembangunan
perkebunan diwilayahnya. Pokok-pokok kegiatan
penyelenggaraan pembangunan perkebunan sesuai dengan
kewenangan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota adalah
sebagai berikut :
1. Pemerintah Pusat: menetapkan kebijakan, menyusun
perencanaan nasional, penyediaan data dan informasi,
norma, kriteria, strategi, pedoman, standar teknis, kajian serta
pengembangan model, introduksi dan demontrasi
pembanguan perkebunan, melakukan koordiansi lintas sektor
dan lintas sub-sektor ditingkat pusat dan koordinasi lintas
wilayah provinsi serta melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program.
2. Pemerintah Provinsi: menetapkan kebijakan pembanguan
perkebunan, menyusun perencanaan dan petunjuk
pelaksanaan serta melakukan koordinasi lintas sektor, lintas
sub-sektor dan lintas wilayah tingkat provinsi serta monitoring
dan evaluasi pelaksanaan program.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
84
3. Pemerintah Kabupaten/Kota: menyusun perencanaan,
petunjuk teknis pelaksanaan, dan penyediaan fasilitas
penunjang serta melakukan koordinasi dan pelaksanaan
ditingkat kabupaten/kota serta monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program.
5.2 Peran Serta Masyarakat
Pembangunan perkebunan pada dasarnya dilaksanakan oleh
masyarakat dan dunia usaha, sedangkan fungsi pemerintah
lebih bersifat fasilitasi dan pembinaan. Terwujudnya peran-serta
masyarakat, pekebun dan dunia usaha pada pembangunan
perkebunan yang sinergis disemua tingkatan perlu didorong
secara maksimal. Untuk itu ditempuh upaya terencana melalui
konsultasi, koordinasi dan pengembangan jejaring kerja yang
baik.
5.3. Dukungan Institusi Terkait
Dukungan yang diharapkan dari institusi terkait lainnya dalam
penangananan pascapanen di lingkup Kementerian Pertanian
maupun di luar Kementerian Pertanian, sebagai berikut:
1) Dukungan sarana dan prasarana
- Penyediaan alat mesin pascapanen secara 5 tepat (waktu,
tempat, jumlah, jenis, dan harga) sehingga dapat
terjangkau oleh pekebun.
- Unit pengolahan di sentra produksi komoditas perkebunan,
sehingga dapat terjangkau oleh pekebun untuk mengurangi
biaya transportasi dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas
mutu produk.
- Penyediaan sarana pelabuhan, gudang dan sistem
komunikasi yang menjangkau sentra produksi.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
85
- Penyediaan terminal agribisnis untuk mendekatkan
produsen dengan pasar/konsumen.
- Pembangunan dan penigkatan kualitas jalan penghubung,
maupun jalan produksi dan koleksi terutama pada sentra-
sentra komoditas perkebunan lainnya.
- Penyediaan pendanaan yang sesuai dengan karakteristik
agribisnis pekebun.
2) Kebutuhan regulasi
- Pembebasan, penihilan dan keringanan pajak serta sebagai
pungutan yang dibebankan kepada pekebun atau produsen
produk primer.
- Adanya jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha
bagi pelaku usaha sesuai karakteristik agribisnis
perkebunan.
- Dukungan dan fasilitasi pendanaan dari pemerintah dengan
skema pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik
agribisnis perkebunan.
Dukungan yang diharapkan dari institusi terkait lainnya dalam
pembinaan usaha secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Dukungan sarana dan prasarana
- Pembangunan dan penigkatan kualitas jalan penghubung,
maupun jalan produksi dan koleksi terutama pada sentra-
sentra komoditas perkebunan lainnya.
- Penyediaan alsin, pupuk dan pestisida sesuai kebutuhan
secara 6 tepat (waktu, tempat, jumlah, jenis, dosis dan
harga) sehingga dapat terjangkau oleh pekebun.
- Penyediaan sarana pelabuhan, gudang dan sistem
komunikasi yang menjangkau sentra produksi.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
86
- Penyediaan terminal agribisnis untuk mendekatkan
produsen dengan pasar/konsumen.
- Penyediaan pendanaan yang sesuai dengan karakteristik
agribisnis pekebun.
2) Kebutuhan regulasi
- Pembebasan, penihilan dan keringanan pajak serta sebagai
pungutan yang dibebankan kepada pekebun atau produsen
produk primer.
- Adanya jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha
bagi pelaku usaha sesuai karakteristik agribisnis
perkebunan.
- Dukungan dan fasilitasi pendanaan dari pemerintah dengan
skema pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik
agribisnis perkebunan.
5.4 Mekanisme Perencanaan
Mekanisme perencanaan pembangunan perkebunan dibangun
dengan mengacu pada arah dan kebijakan nasional serta
mengsinergiskan dengan perencanaan dari daerah. Rujukan
yang dipakai adalah UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem
Pembangunan Jangka Panjang (2005-2025), UU No.18 Tahun
2004 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah RI No.40
Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembanguan Nasional , dan Peraturan Pemerintah RI No.39
Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan serta Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional II 2005-2009 yang
dikeluarkan Bappenas, dan Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang
RJPMN tahun 2010-2014 dan Peraturan Menteri Pertanian
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
87
Nomor 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis
Kementerian Pertanian 2010-2014.
Pemerintah Kabupaten/Kota di bawah koordinasi Bappeda
melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian
termasuk Perkebunan sebagai bahan untuk diusulkan ke tingkat
Provinsi. Musyawarah Perencanaan Pembangunan pertanian
juga dilakukan di tingkat Provinsi sebagai media koordinasi dan
evaluasi atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bappeda
Provinsi berperan mengkoordinasikan pembanguan pertanian
termasuk perkebunan terutama dalam memadukan kegiatan,
pengembangan wilayah dan sumber pembiayaan
pembangunan.
Pemerintah Pusat melakukan pertemuan regional perencanaan
pembangunan perkebunan guna mensosialisasikan kebijakan
nasional dan membangun komitmen dengan Pemerintah daerah
Provinsi dan kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat memfasilitasi
rencana pembangunan perkebunan daerah yang sejalan
dengan kebijakan nasional berdasarkan pertimbangan
kesesuaian rencana daerah dengan: (a) rencana pembangunan
nasional, (b) rencana tata ruang wilayah, (c) kesesuaian tanah
iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan, (d)
perkembangan IPTEK, (e) sosial-budaya, (f) lingkungan hidup,
(g) kepentingan masyarakat, (h) pasar, (i) aspirasi daerah
dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara,
dan (j) Rencana Strategi Pembangunan Perkebunan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
88
5.5 Monitoring, Evaluasi, Pengawasan, dan Pengendalian
5.5.1. Monitoring dan Evaluasi
Pemerintah mempunyai kewenangan menyusun standar an
prosedur monitoring evaluasi, pengawasan, dan pengendalian
dalam penyelengaraan fungsi-fungsi fasilitasi pembangunan.
Monitoring dan evaluasi serta pelaporan wajib dilakukan oleh
Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Sistem pemantauan dan evaluasi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari implementasi Renstra. Pemantauan
dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian
dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dalam
Renstra Sekretariat Direktorat jenderal perkebunan 2010-
2014 dengan hasil yang dicapai berdasarkan kebijakan yang
dilaksanakan melalui kegiatan dan/atau program setiap
satuannya.
Monitoring ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan
dan kemajuan yang telah dicapai dari setiap kegiatan
pembangunan. Evaluasi dilaksanakan sebagai upaya
pengawasan, penilaian dan perbaikan terhadap pelaksanaan
kegiatan agar berjalan sesuai dengan tujuan dan
terselenggara secara efektif dan efisien.
Melalui pemantauan dan evaluasi dapat diketahui berbagai
hal yang berkaitan dengan tingkat pencapaian tujuan
(keberhasilan), ketidakberhasilan, hambatan, tantangan, dan
ancaman tertentun dalam mengelola dan menyelenggarakan
kegiatan dan/atau program.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
89
Kegiatan Monitoring dilakukan secara berkala dan berjenjang
dengan tahapan kegiatan, sehingga dilakukan pada saat
sebelum dimulai kegiatan (ex-ante) , saat dilakukan kegiatan
(on-going), dan setelah dilakukan kegiatan (ex-post).
Ketaatan, kelengkapan, dan kelancaran pelaporan akan
dijadikan pertimbangan pengalokasian anggaran pada tahun
berikutnya.
Apabila dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
ditemukan masalah atau penyimpangan, maka secara
langsung dapat dilakukan bimbingan, saran-saran dan cara
mengatasinya oleh pimpinan unit kerja.
5.5.2. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2006 tentang
Tata cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Dekonsentrasi dan dana Tugas Pembantuan, dan Peraturan
Menteri Pertanian RI Nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010
tentang Pedoman Sistem Pemantauan Evaluasi, dan
Pelaporan Pembangunan Pertanian, untuk itu mekanisme
pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh pemerintah
pusat serta pemerintah daerah dan institusi lain yang
berkompeten.
Dinas yang membidangi perkebunan tingkat
provinsi/kabupaten/kota secara berkala melakukan
pemantauan implementasi kebijakan teknis dan adminsitratif
bidang perkebunan, sehingga deketahui secara cepat
berbagai hal yang terjadi diwilayahnya. Dinas yang
membidangi perkebunan tingkat provinsi/kabupaten/kota juga
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
90
yang berkewajiban untuk melaporkan hasil pemantauan dan
evaluasi dan memberikan saran-saran untuk perbaikkan yang
dipandang perlu kepada Gubernur/Bupati/Walikota,
stekholders dan pihak lain yang terkait. Pemantauan dan
evaluasi tingkat kabupaten dan kota harus mampu
menyajikan data, informasi evaluasi tingkat kabupaten dan
kota harus mampu menyajikan data, informasi dan peta
secara aktual, lengkap, an rinci disetiap kecamatan maupun
informasi dan data perkebunan secara keseluruhan
diprovinsi/kabupaten/kota tersebut.
5.5.3. Pengendalian dan Pengawasan
Pengendalian terhadap implementasi Renstra dilakukan
melalui pengawasan internal yang merupakan tanggung
jawab dari unit kerja. Sistem pengawasan internal yang efektif
dilakukan melalui pengendalian operasional dan finansial,
manajemen resiko, sistem informasi manajemen, dan
kebutuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengawasan internal dilaksanakan untuk mengarahkan unit
kerja di lingkungan Sekretariat Direktorat Jenderal
perkebunan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, membantu menghasilkan laporan keuangan yang
dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat memberikan
rambu agar unit kerja dalam mengimplementasikan Renstra
mematuhi undang-undang dan peraturan.
Melalui program dan kegiatan pengawasan yang efektif dan
efisien, baik dengan pemeriksaan maupun pembinaan teknis,
unit kerja pelaksana Renstra dapat menghasilkan laporan
penggunaan keuangan dengan Kriteria wajar tanpa
pengecualian (WTP) sebagai bukti tidak adanya
penyimpangan dari peraturan perundang-undangan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
91
BAB VI
PENUTUP
Permasalahan dalam pembangunan perkebunan bersifat kompleks,
sehingga membutuhkan penanganan yang melibatkan berbagai
fungsi dan kebijakan. Hanya saja berbagai fungsi dan kebijakan
tersebut tidak sepenuhnya berada dibawah wewenang Direktorat
jenderal Perkebunan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang membidangi perkebunan, bahkan lebih banyak berada bawah
wewenang institusi lain baik lingkup Kementerian Pertanian maupun
diluar Kementerian Pertanian. Setelah adanya otonomi daerah
banyak kewenangan dibidang perizinan diserahkan ke daerah
sehingga dalam pelaksanaan perizinan tersebut sering tidak sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pusat. Dengan
demikian kerja sama antar pelaku pembangunan perkebunan mutlak
dibutuhkan untuk kesuksesan pelaksanaan pembangunan
perkebunan tahun 2011-2014.
Sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Perkebunan, maka visi,
misi, tujuan dan sasaran strategis dari Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha diarahkan untuk mendukung tercapainya program
dari Direktorat Jenderal Perkebunan dalam peningkatan
penanganan pasca panen dan pembinaan usaha perkebunan.
Baik sasaran makro maupun mikro pembangunan perkebunan akan
menjadi pedoman bagi pemerintah, Pemerintah provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan sasaran
pembangunan perkebunan di tingkat nasional dan regional yang
disesuaikan dengan potensi sumber daya serta karakteristik
permasalahan yang dihadapi dilapangan.
[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]
[2011-2014]
92
Didasari bahwa untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut di atas
tidaklah mudah, dengan tekad kerja keras, sasaran tersebut optimis
dapat dicapai apabila para pemangku kepentingan dapat bekerja
sama untuk mengatasi berbagai masalah dan kendala yang menjadi
faktor penghambat utama serta memberikan dorongan yang diyakini
akan menjadi faktor kunci pengungkit keberhasilan.