rancangan keputusan presiden ri tentang badan · pdf filejaminan pensiun, dan jaminan...

26
Case Study : Pembuatan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2008 Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD

Upload: hadieu

Post on 01-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Study : Pembuatan Kebijakan Kesehatan

Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia

2008

Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan Pengawas

Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD

Page 2: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................... iProblem Overiew ................................................................................................................. 1Pertanyaan .......................................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 21.1 Latar Belakang...................................................................................................... 21.2 Undang-Undang Sisten Jaminan Sosial Nasional (Uu No.40 Tahun 2004) .......... 3

BAB II ANALISIS SITUASI ............................................................................................. 62.1 Permasalahan....................................................................................................... 62.2 Analisis Penyelesaian Masalah............................................................................. 92.3 Pemecahan Masalah .......................................................................................... 10

BAB III ANALISIS PEMBUATAN KEBIJAKAN (PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS SJSN)............................................................................................................................ 12

3.1 Analisis Konteks Pembuatan Kebijakan.............................................................. 123.2 Analisis Aktor ...................................................................................................... 143.3 Analisis Proses Pembuatan Kebijakan................................................................ 153.4 Analisis Muatan Kebijakan ................................................................................. 16

Pertanyaan ........................................................................................................................ 17Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional............................................................................................................................. 18Penutup ............................................................................................................................. 22

Kesimpulan ................................................................................................................... 22DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 23

Page 3: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD i

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan memudahkan proses belajar mengajar di Universitas Indonesia, khususnya untuk Topik Kebijakan Kesehatan, penulis membuat Seri Studi Kasus tentang Pembuatan Kebijakan Kesehatan. Studi kasus ini dikembangkan dari kegiatan belajar mengajar berbagai Mata Ajaran di tingkat Pascasarjana dan Sarjana tentang Kebijakan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Sebagai penanggung jawab Mata ajaran tentang Pembuatan Kebijakan Kesehatan di lingkungan FKM UI, penulis merasa perlu untuk menyusun Studi Kasus ini agar dapat merangsang kreativitas dan memberikan perspektif yang komprehensif dan luas sambil mengasah daya nalar yang kritis dari setiap mahasiswa dalam mempelajari berbagai aspek dalam pembuatan kebijakan publik di sektor kesehatan.

Seluruh topik dan format, serta sebagian isi yang ada pada Seri Studi Kasus ini penulis susun sebagai penugasan pada mahasiswa untuk selanjutnya dielaborasi menjadi sebuah makalah ilmiah. Hasil dari penyusunan makalah ilmiah ini penulis sempurnakan menjadi Studi Kasus untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran topik Pembuatan Kebijakan Kesehatan terutama di lingkungan Universitas Indonesia. Adanya kelengkapan struktur Studi Kasus yang meliputi: Naskah Akademik & Draft Pasal Peraturan Perundangan yang diusulkan. Naskah Akademik memuat substansi: Pendahuluan, Tinjauan Masalah, Landasan Hukum, Materi Muatan, Penutup, Daftar Pustaka. Struktur ini diharapkan dapat membantu mahasiswa menyusun sebuah kebijakan berdasarkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health problem-based) yang dilengkapi dengan sintesis & analisis, dikemas berdasarkan teori dan perspektif ilmiah dalam sebuah Naskah Akademik, dan kemudian diuraikan dalam konstruksi sebuah Draft Peraturan Perundangan.

Kepustakaan utama yang digunakan dalam penyusunan Studi Kasus ini adalah Sistem Kesehatan, Wiku Adisasmito (2007), Making Health Policy, Kent Buse, et al (2006), The Health Care Policy Process, Carol Barker (1996), Health Policy, An Introduction to Process and Power, Gill Walt (1994), dan UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Dengan demikian diharapkan studi kasus ini dapat memberikan materi komplit yang diperlukan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Sdr Eni Zatila dan Nira Susanti, mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM UI Angkatan 2006/2007 yang telah membantu menyusun makalah yang kemudian makalah tersebut dimodivikasi oleh penulis sebagai studi kasus. Mohon maaf apabila ada kekurangan / kesalahan dalam penyusunan materi Studi Kasus ini. Kritik dan saran akan membantu penulis dalam upaya meningkatkan kualitas Studi Kasus ini. Semoga kita semua selalu mendapatkan ridlo Illahi dalam menuntut ilmu agar bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Depok, 27 Februari 2008

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhDDepartemen Administrasi & Kebijakan KesehatanFakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Page 4: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD1

Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Oleh: Wiku Adisasmito, Eni Zatila, dan Nira Susanti

Problem Overiew

Pada pertengahan tahun 1997, sekitar 10,1% penduduk Indonesia tergolong miskin, dan pada tahun 1998, sebagai konsekuensi dari berkurangnya output, angka tersebut diperkirakan naik menjadi 14,1% apda tahun 1999 atau sekitar 29 juta orang (Bank Dunia, 1998). Sedangkan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2000 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan pada tahun 1999 adalah sekitar 23,6% (BPS, 2000).

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dibentuk dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Dalam pelaksanaannya saat ini dihadapkan pada jumlah peserta program jaminan sosial masih sangat terbatas, dibawah 20% penduduk. Kualitas jaminan juga masih sangat terbatas, mengingat rendahnya iuran, baik dari persentase upah maupun angka nominal dan belum adanya badan pengawas dari sistem jaminan sosial nasional tersebut.

Pertanyaan1. Apa yang melatarbelakangi pembuatan naskah akademik tersebut?2. Apa yang menjadi tujuan pembuatan naskah akademik tersebut?3. Apa landasan konstitusional dan landasan hukum lainnya yang mendasarinya?

Page 5: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSelama masa Orde Baru hingga pertengahan tahun 1997, perekonomian Indonesia

menunjukkan kinerja yang sangat baik. Ini ditandai dengan: tingginya laju pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto; rendahnya tingkat inflasi secara keseluruhan; tingginya kepercayaan pihak luar terhadap Indonesia; dan banyaknya penanaman modal asing secara langsung. Namun menjelang akhir tahun 1997 dan pada tahun 1998, Indonesia dilanda krisis besar. Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami penyusutan yang tidak tanggung-tanggung, yaitu sebesar 13,6% dan pada tahun 1999 hanya mencatat pertumbuhan yang tidak seberapa, yakni 0,12% saja. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto riil adalah 4,8% dan 3,3% menjelang akhir kuartal tahun 2001.

Di Indonesia, sebenarnya sudah dimulai program jaminan sosialnya. Ada program Askes yang dimulai pada tahun 1968 bagi pegawai negeri dan penerima pensiun. Bagi masyarakat umum, tersedia JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat), yang terbentuk berdasar UU No.23/1992. Selain itu juga ada Taspen dan Asabri, yang memberi jaminan pensiun dan hari tua kepada PNS dan anggota TNI. Kemudian ada PT Jamsostek, yang memberi jaminan kesehatan bagi pekerja, hari tua, kematian, dan kecelakaan kerja. Berbeda dengan PNS dan anggota TNI, pekerja swasta yang menjadi peserta Jamsostek, jaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, belum dapat diberikan. Hal ini, sudah tentu dapat menjadi masalah sosial yang besar, oleh karena jumlah manula yang meningkat drastis. Selain itu, sesuai dengan UU 11/1992, juga ada jaminan pensiun berdasar UU Dana Pensiun, yang diselenggarakan oleh Pemberi Kerja berdasar kepesertaan sukarela. Demikian juga tersedia berbagai asuransi jiwa dan kesehatan komesial, baik PMDN maupun PMA, berdasar UU No.2/1992 bagi masyarakat yang mampu.

Dibandingkan banyak negara lain, pengeluaran untuk jaminan sosial di Indonesia relatif kecil. Misalnya, pada tahun 1996, jumlah uang yang dikeluarkan untuk membayar jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua rata-rata tidak lebih dari 5% Produk Domestik Bruto.

Dari kenyataan yang ada, jumlah peserta program jaminan sosial masih sangat terbatas, masih dibawah 20% penduduk. Kualitas jaminan juga masih sangat terbatas, mengingat rendahnya iuran, baik dari persentase upah maupun angka nominal. Iuran Jamsostek maupun Askes/Taspen, hanya sekitar 10% upah, dari upah yang jauh lebih rendah dari upah di Malaysia/Singapura. Angka 10% itu pun sering tidak riil, mengingat pelaporan yang tidak tepat. Penyelenggaraannya, juga masih sangat "fragmented", sehingga tidak sesuai dengan hukum "the law of large numbers." Dapat dipahami, selain belum terpenuhinya tingkat kesejahteraan yang diharapkan, sistem jaminan sosial di Indonesia juga belum mampu berperan sebagai instrumen mobilisasi dana untuk membentuk tabungan nasional secara bermakna. SJSN, merupakan upaya pembaruan sistem yang ada, yang harus dilaksanakan secara bertahap, sehingga tidak membebani pemberi kerja dan pekerja diluar kemampuannya. (Soelastomo)

Jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan Masyarakat yang bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh

Page 6: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD3

masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan.

Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948) dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 45 tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat.”

Mengemban amanat tersebut di atas Keputusan Sidang Tahunan MPR RI tahun 2001, menugaskan kepada Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Untuk itu Presiden mengambil inisiatif menyusun Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional. Presiden dengan Kepres No.20 tahun 2002 membentuk Tim SJSN. Kepres ini didahului dengan Keputusan Sekretaris Wakil Presiden No.7 Tahun 2001. AdapunTim SJSN beranggotakan wakil dari berbagai instansi pemerintah, LSM dan Pakar. Beberapa departemen yaitu Departemen Kesehatan (DEPKES), Departemen Sosial (DEPSOS), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DEPNAKERTRANS), dan Departemen Keuangan (DEPKEU) berupaya mereformasi sistem jaminan sosial yang ada di Indonesia, dan tergabung sebagai tim dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Naional. Rancangan Undang-Undang ini akhirnya resmi dikeluarkan menjadi Undang-Undang pada tahun 2004 dengan UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

1.2 Undang-Undang Sisten Jaminan Sosial Nasional (Uu No.40 Tahun 2004)

1.2.1 Pengertian dan Ruang lingkup

Sistem Jaminan Sosial nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Dewan Jaminan Sosial adalah Dewan yang dibentuk untuk membantu presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraaan SJSN. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. Adapun peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh pemerintah bagi fakir miskin dan orang tak mampu sebagai peserta program jaminan sosial.

Jenis program dan manfaat dari SJSN adalah:

Jaminan Kesehatan (Pelayanan Kesehatan komprehensif Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai);

Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK (Pelayanan Kesehatan sesuai kebutuhan medis atau uang tunai apabila mengalami kecacatan atau meninggal);

Jaminan Hari Tua/JHT (Uang tunai sebesar akumulais iuran ditambah hasil pengembangan, dan dapat diambil setelah masa iuran lebih dari 10 tahun dengan syarat);

Jaminan Pensiun (Berupa uang tunai berkala setiap bulan);

Page 7: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 4

Jaminan Kematian/JKM.(Uang tunai sebesar persentase tertentu dari upah terkhir peserta atau jumlah nominal tertentu).

SJSN diberlakukan bagi seluruh rakyat Indonesia secara bartahap, yaitu kelompok formal, masyarakat miskin dan kelompok nonformal sesuai kelayakan program.

1.2.2 Azas, Tujuan dan PrinsipSistem Jaminan Sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan,

asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau anggota keluarganya.

Prinsip SJSN berdasarkan pada kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas dan portabilitas, Kepesertaan wajib dan dana amanat.

1.2.3 Kelembagaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tersebut adalah:

a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga kerja (JAMSOSTEK);b. Perusahaaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri

(TASPEN);c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ASABRI);d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).

Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud di atas, dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.

Badan Penyelenggara di atas dalam masa transisi tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan yang menjadi dasar pembentukannya. Semua Badan Penyelenggara wajib menyesuaikan dengan UU SJSN menjadi lembaga ‘not for profit’ (nirlaba) yang ditetapkan dengan Undang-Undang paling lambat 5 tahun.

Dewan Jaminan Sosial Nasional

Bertanggungjawab kepada presiden; Berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraaan

Sistem Jaminan Sosial Nasional; Beranggotakan sebabyak 15 orang (unsur pemerintah, pemberi kerja, pekerja,

tokoh/ahli); Dipimpin seorang ketua (unsur pemerintah); Masa jabatab anggota 5 tahun maksimal 2 kali; Tugasnya:

a. Melakuan kajian dan penelitian;b. Mengusulkan Kebijakan investasi Dana Jamsosnas;c. Mengusulkan anggaran ke pemerintah bagi penerima bantuan iuran;d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Jaminan Sosial.

Page 8: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD5

1.2.4 Pengelolaan Dana

Dana Jaminan sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal, sedangkan Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Menurut UU SJSN, iuran dana untuk sektor formal adalah sebagai berikut:

SKEMA IURAN

SEKTOR FORMAL: IURAN

Program Pemerintah Pemberi Kerja Pekerja

JKK - 100% - JHT - (% tertentu upah) (% tertentu upah) JKM - 100% - Jaminan Pensiun - ?% ?% Jaminan Kesehatan _ ?% ?%

1.3 SKENARIO PERKEMBANGAN SJSN

SJSN diberlakukan bagi seluruh rakyat Indonesia dan dilakukan secara bertahap untuk kelompok formal, masyarkat miskin dan kelompok nonformal sesuai kelayakan program. Diperlukan waktu 10-25 tahun untuk mencakup seluruh rakyat Indonesia.

Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Program/

Penduduk

5 tahun pertama 5-10 tahun 10-15 tahun

PROGRAM Penyatuan Jaminan Kesehatan, Program lain yang ada sekarang

Mulai Program JHT, Pensiun Swasta

Mulai Program JPHK

PENDUDUK Wajib bagi sektor formal menengah, sukarela bagi sektor informal

Wajib bagi penduduk miskin (Program kesehatan)

Wajib bagi sektor formal kecil, sukarela bagi sektor informal

Wajib bagi sektor informal

Sumber: Sulastomo, 2006

Page 9: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 6

BAB II ANALISIS SITUASI

2.1 Permasalahan

Disahkannya Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada tanggal 19 Oktober 2004 diharapkan dapat memperbaiki dan memayungi segenap penyelenggaraan Program Jaminan sosial, meningkatkan jumlah peserta, meningkatkan manfaat serta lebih berkeadilan. Program jaminan sosial ini sebelumnya sudah dikenal dan dilaksanakan di Indonesia sebagaimana telah diselenggarakan oleh PT. ASKES Indonesia, PT. TASPEN, PT. JAMSOSTEK dan PT. ASABRI. Namun baik dari jumlah kepesertaan, jenis program maupun kualitas manfaat serta prinsip-prinsip penyelenggaraan dan regulasi masih perlu penyempurnaan.

Dalam perkembangannya UU No.40 tahun 2004 ini telah menimbulkan perdebatan diantaranya:

2.1.1 Judicial review UU SJSN & Desentralisasi

Beberapa pasal dalam UU 40 tahun 2004 ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945 sehingga perlu dilakukan judicial review oleh mahkamah konstitusi. Hal ini disampaikan oleh ketua DPRD Jatim, Fathorasjid, melalui kuasa hukumnya kepada Mahkamah Konstitusi (Maret, 2005 ). Pasal yang dianggap bertentangan tersebut adalah:

Pasal 5 , ayat

(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara Jaminan Sosial yang

ada dinyatakan sebagai Badan penyelenggara Jaminan sosial menurut Undang-Undang ini.

(3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(JAMSOSTEK);b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan asuransi Pegawai

Negeri (TASPEN);c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata

republik Indonesia (ASABRI); dand. Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud

pada ayat (3) dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.

Pada persidangan lanjutan (Juli, 2005), pemohon judicial review mengemukakan bahwa SJSN seharusnya tidak dilakukan secara terpusat (sentralistik). UU SJSN dianggap telah menutup akses pelaksanaan jaminan sosial oleh daerah kepada masyarakatnya. Sistem Jaminan Sosial seharusnya melingkupi semua anggota masyarakat di negara yang bersangkutan dan agar bisa mencakup semuanya, perlu dilakukan secara bertahap oleh lembaga yang bisa menjangkau seluruh pelosok negara.

Page 10: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD7

Badan penyelenggara jaminan sosial harusnya tersebar di daerah- daerah dan bukan dimonopoli oleh negara, serta ada perwakilan dari berbagai pihak sehingga akuntabilitasnya terjamin. Pemerintah pusat diharapkan sebagai penyusun sistem jaminan sosial yang wajib dilaksanakan oleh badan-badan penyelenggara tersebut.

Dengan dilaksanakanya SJSN secara sentralistik dikhawatirkan mutu dan kualitas penjaminannya tidak terjaga, lebih dari itu dana yang dikumpulkan dari masyarakat akan tersedot ke pusat sehingga daerah-daerah terpencil tidak mendapat bagian dan hak-hak daerah untuk melaksanakan penjaminan akan terbengkalai.

Putusan Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review dan menjawab kendala adanya multitafsir tentang pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) UU No.40 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

a. UU SJSN pasal 5 ayat (1) tidak bertentangan dengan Undang-Undang 1945 selama yang dimaksud oleh ketentuan tersebut adalah pembentukan badan penyelenggara SJSN tingkat nasional yang berada di pusat;

b. UU SJSN pasal 5 ayat (2) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3) sehingga bila dipertahankan akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum;

c. UU SJSN pasal 5 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 karena materi yang terkandung di dalamnya telah tertampung dalam pasal 52 yang apabila dipertahankan keberadaannya akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum;

d. UU SJSN pasal 5 ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 karena menutup peluang bagi pemerintah daerah untuk membentuk dan mengembangkan badan penyelenggara jaminan sosial tingkat daerah.

2.1.2 UUD SJSN , Pelaku usaha, dan Pengelola asuransi jiwa di daerah

Pasal 17 ayat (2) yang berbunyi “Setiap pemberi kerja wajib memungut dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajiban nya dan membayar iuran teresbut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.”. Pasal ini dianggap memberatkan dan membebani pelaku usaha dan juga terbebaninya belanja daerah, kebutuhan minimum PNS dan pekerja swasta

Penerapan SJSN diharapkan tidak bebankan pengusaha, Sofyan Wanandi (anggota Kadin) menyatakan mendukung penerapan SJSN bila dananya tidak lagi dibebankan kepada pengusaha dan pekerja, karena potongan gaji mencapai 21% termasuk pajak sudah membuatketegangan antara perusahaan dan serikat pekerja.

Sementara kalangan pengelola asuransi jiwa di daerah memperkirakan penerapan SJSN akan memberi tekanan kuat bagi bisnis mereka. Perusahaan asuransi di daerah diperkirakan akan kehilangan 30% pasar mereka. Produk asuransi jiwa yang dikembangkan (asuransi kematian, kesehatan, pensiun) yang dikemas dalam satu produk asuransi kumpulan, akan langsung berhadapan dengan SJSN yang produk-produknya juga sama. Dengan dukungan Undang-undang, SJSN akan begitu saja mengambil pasar yang selama ini digarap oleh perusahaan asuransi jiwa

Page 11: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 8

2.1.3 Keterbatasan DanaSampai saat ini masih banyak kendala bagi pemerintah untuk melaksanakan program

sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) salah satunya adalah keterbatasan dana untukmenjalankan SJSN bagi seluruh rakyat, terutama pekerja di sektor informasi dan pengangguran. Jika pelaksanaan SJSN berpedoman pada sistem seperti yang diterapkan di beberapa negara, seperti Thailand, pemerintah harus menyediakan dana besar. Di Thailand, Jaminan Sosial masyarakat miskin seperti petani dan pengangguran, iurannya disubsidi pemerintah. Di Indonesia, iuran untuk masyarakat miskin dibiayai oleh pemerintah (program Askeskin), iuran Jaminan Sosial Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak disubsidi, sedangkan pegawai swasta, tanggungan perusahaan untuk jaminan sosial tenaga kerja justru lebih besar.

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPS) Gakin yang dimulai per 1 Januari 2005 dimana penduduk miskin berjumlah 36.146.700 diasuransikan dengan premi Rp 5.000,- per orang perbulan. Dana kompensasi JPKMM yang kedua disalurkan kepada 36.146.700 rakyat miskin. Total dana yang dibutuhkan Rp 2,17triliun per tahun.

Tahun 2006 pemerintah mengalokasikan dana Rp 3,5 triliun (alokasi dana tahun 2006 sebesar sebesar 2,6 triliun ditambah sisa dana tahun 2005 sebesar Rp 936 miliar.Menurut PT Askes Baru 18% masyarakat individu yang ikut asuransi kesehatan (15,38 juta orang terdiri dari 13,98 juta peserta wajib, dan 1,4 juta peserta sukarela). (data Agustus,2005)

PT Jamsostek menyelenggarakan jaminan sosial, berupa perlindungan kecelakaaan kerja, kematian, JHT dan pemeliharaan kesehatan untuk sekitar 23 juta tenaga kerja di Indonesia. Dana yang terhimpun telah mencapai Rp23 triliun.

2.1.4 Belum adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden terkait UU SJSN

Belum terbitnya peratuan pemerintah serta peraturan presiden terkait UU SJSN, menimbulkan rawannya gugatan dari berbagai pihak. Sebagai contoh adanya kontroversi penunjukan PT Askes melalui SK Menkes No.56/2006 sebagai lembaga pengelola dana kompensasi subsidi BBM tahun 2005 untuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi masyarakat miskin. Askes hanya berpayung pada satu payung SK Menkes No.56/2006 ini untuk menetapkan BUMN asuransi ini sebagai badan nirlaba pengelola dana kompensasi BBM 2005. Padahal agar pengelolaan JPKMM oleh Askes berlangsung secara nirlaba perlu adanya Surat Keputusan Presiden atau Keputusan Bersama MenKeu dan MeNeg BUMN yang membebaskan PT Askes dari kewajiban membayar pajak penghasilan badan serta dividen. Dalam hal ini dalam kontrak Askes Dan Depkes perlu ditegaskan Askes tidak boleh mengambil untung dan sisa dana digunakan untuk bulan berikutnya. Depkes juga perlu segera menginisiasi Peraturan Pemerintah tentang UU SJSN.

2.1.5 Askeskin dan PermasalahannyaPenyelenggaraan jaminan sosial untuk masyarakat miskin (ASKESKIN) merupakan

pelaksanaan skenario jangka pendek dari SJSN. program SJSN terutama untuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat prasejahtera merupakan program defisit yang harus dibiayai dengan APBN sehingga diperlukan badan penyelenggara yang tidak berbentuk badan usaha. Akan tetapi dalam pelaksanaannya penunjukan PT ASKES sebagai badan penyelenggara dana kompensasi BBM untuk tahun 2005 program jaminan pemeliharaan kesehatan masih menyisakan sejumlah pertanyaan. Hal esensi yang dipertanyakan adalah status PT Askes yang hanya berpayung kepada satu SK Menkes sebagai badan Nirlaba dan juga apakah efektifitas program ini bila langsung di bawah PT ASKES.

Page 12: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD9

Besaran dana kompensasi yaitu Rp2,17 triliun yang diperuntukkan untuk 36.146.700 rakyat dengan besaran premi Rp5000 per orang per bulan belum tentu menjamin efektivitas sasaran (keluarga miskin) dan tentunya semua data akan rawan korupsi.

LBH Kesehatan mempermasalahkan pengelolaan dana asuransi kesehatan masyarakat miskin sebesar Rp7,8 triliun. Mereka mendesak BPK melakukan audit investigasi perputaran dana tersebut. Pada 2005 Depkes mengeluarkan dana Rp2,5 triliun Askeskin. Tahun berikutnya, jatahnya meningkat menjadi Rp3,6 triliun. Namun, tahun ini jumlahnya disunat menjadi Rp1,8 triliun. Padahal jumlah orang miskin sudah meningkat menjadi 70 juta orang. BPK sendiri telah menemukan penyimpangan dana Askeskin yang dikelola oleh PTASKES sebesar Rp1,14 triliun. Sekitar Rp227,42 miliar menyalahi asas ketaatan dan ketertiban. Sedangkan sekisar Rp912,72 melanggar asas efisiensi, ekonomis, dan efektivitas.

Dari segi akses dan kepuasan masyarakat miskin maupun pelaksana pelayanan kesehatan masih rendah. Menurut pemantauan yang dilakukan YLKI bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Kupang, dan Maumere menunjukkan mulai dari proses pendataan peserta askeskin saja sudah kacau, tidak jelas siapa seharusnya yang mendata. Cakupan kartu askeskin masih rendah dan proses penyaluran pun mangalami keterlambatan.

Mekanisme pembiayan Askeskin melalui PT ASKES juga dikeluhkan sejumlah RSUD yang mengaku terpaksa menalangi biaya untuk gakin karena proses verifikasi yang lama dan biaya yang dikeluarkan untuk operasional lebih besar dari pembayaran klaim oleh PT Askes.

Aspek pengawasan pelaksanaan SJSN terutama Askeskin ini masih sangat lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiati, dkk menunjukkan bahwa pengawasan di beberapa daerah dalam bentuk forum komunikasi dan konsultasi yang dibentuk oleh PT ASKES tidak berjalan.

2.2 Analisis Penyelesaian Masalah

2.2.1 Peran Daerah dalam SJSNMenanggapi issue SJSN menutup peran serta daerah dalam pelaksanaan

penjaminan sosial kepada masyarakat, saksi ahli dari pemerintah Hasbullah Thabrani mengemukakan bahwa praktik penjaminan sosial di beberapa negara justru dilaksanakan terpusat oleh negara, karena penjaminan sosial adalah domain publik bukan swasta. Negara yang mempraktikkan hal tersebut diantaranya Amerika, Ingris, Australia, Malaysia, Filipina. Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa sistem penjaminan sosial adalah domain publik yang harus dilaksanakan oleh negara adalah prinsip nirlaba dan iuran yang bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Konsep penjaminan dalam SJSN adalah penjaminan kebutuhan sosial dasar bagi pekerja dan seluruh rakyat Indonesia, sedangkan sebagian masyarakat yang lebih mampu membutuhkan penjaminan sosial yang lebih tinggi. Pada level inilah badan penyelenggara lainnya bisa mengambil peran termasuk badan swasta atau bentukan pemerintah daerah.

Keterlibatan Pemda diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan program jaminan sosial bagi penduduk di daerah terkait agar sesuai dengan ketentuan UU No.40/2004, tetapi juga untuk memenuhi UU No.32 Tahun 2004. Hal ini akan diatur dalam peraturan pemerintah yang akan diterbitkan untuk penyelenggaraan program jaminan sosial di era desentralisasi.

Peran pemerintah daerah itu, antara lain dapat dilakukan melalui:

Page 13: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 10

a. Pengawasan penyelenggaraan program SJSN, agar sesuai dengan ketentuan misalnya standar, kualitas dan tarif. Antara lain pada tingkat daerah dapat dibentuk sebuah Badan pengawas SJSN daerah.

b. Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima bantuan iuran atau masyarakat yang lain.

c. Penentuan peserta ‘penerima bantuan iuran’.d. Penyediaan/pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang, misalnya sarana

kesehatan.e. Mengusulkan pemanfaatan/investasi dana SJSN di daerah terkait.f. Saran/usul kebijakan penyelenggaraan SJSN.

2.2.2 Peraturan-Peraturan terkait Pelaksanaan UU SJSNUntuk mengimplementasikan UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN masih memerlukan

berbagai peraturan antara lain:

a. Peraturan Pemerintah tentang BPJS;b. Peraturan Pemerintah tentang Iuran Program Jaminan Sosial dan Jaminan

Kesehatan;c. Peraturan Presiden tentang Kepesertaan Jaminan Kesehatan;d. Peraturan Presiden tentang Pelayanan Kesehatan dan Iuran Biaya;e. Peraturan Presiden tentang Fasilitas kesehatan dan Rawat inap di Rumah Sakit;f. Peraturan Presiden tentang Jenis Pelayanan yang tidak dijamin oleh BPJS.

2.2.3 Pengawasan Pelaksanaan SJSNGuna mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyelewengan dalam pelaksanaan

program asuransi kesehatan sosial untuk masyarakat perlu diawasi oleh pemerintah maupun lembaga lain. Sebaiknya ada kontrol publik, Perguruan Tinggi dan lembaga swadaya masyarakat, selain itu juga perlu adanya lembaga eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang secara teratur melakukan audit terhadap semua cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial termasuk PT Askes. Untuk tingkat pusat juga diperlukan tambahan unsur pemerintah yang terdiri dari Departemen Kesehatan, Depertemen Keuangan dan Bapenas untuk mengawasi pelaksanaan program Jaminan Sosial. Untuk tingkat Kabupaten dapat dibentuk Badan Pengawas yang terdiri dari Aparat Pemerintah Daerah, DPRD, Bapeda, LSM.

2.3 Pemecahan MasalahSehubungan dengan masih banyaknya kendala dalam implementasi UU No.40 tahun

2004 ini seperti belum adanya perangkat hukum (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden), dan mengingat pelaksanaan Undang-undang SJSN masih dalam proses transisi (jangka pendek) maka cakupan manfaat yang diperoleh dari SJSN masih terbatas pada Jaminan Kesehatan dan Jaminan Keelakaan Kerja, adanya isu desentralisasi berupa belum jelasnya keterlibatan pemerintah daerah, belum berjalannya pengawasan pelaksanaan program SJSN maka perlu disusun sejumlah peraturan-peraturan perundangan di tingkat nasional untuk mengatasi masalah ini.

Jaminan Pelayanan Kesehatan dalam SJSN yang sudah berjalan adalah untuk masyarakat miskin (Askeskin) yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh PT Askes, Jaminan Kesehatan oleh Badan Penyelenggara lain (Jamsostek, ASABRI, Taspen) akan

Page 14: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD11

tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak kendala dan ketidakpuasan dari peserta jaminan sosial, Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas serta Pemerintah Daerah. Besarnya dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini cukup besar merupakan titik rawan penyelewengan dan dana ini merupakan dana amanah yang harus terjaga transparansi dan akuntabilitasnya.

Dari uraian permasalahan di atas maka dipandang perlu untuk membentuk semacam Badan Pengawas Tingkat Pusat dan Daerah yang melibatkan unsur pemerintah, lembaga pengawas eksternal, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat yang ditetapkan oleh Presiden (dalam bentuk Keputusan Presiden). Diharapkan dengan adanya Badan Pengawas ini pelaksanaan Undang-Undang SJSN khususnya untuk Jaminan Kesehatan menjadi lebih baik dari segi penyelenggaraan oleh BPJS, pelayanan kesehatan oleh pusat layanan yang ditunjuk, dan akses peserta yang mendapat Jaminan Kesehatan tersebut.

Page 15: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 12

BAB III ANALISIS PEMBUATAN KEBIJAKAN (PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS SJSN)

3.1 Analisis Konteks Pembuatan Kebijakan

3.1.1 Analisis Faktor SituasionalAdanya ketidakpuasan atas implementasi Undang-Undang SJSN yang salah satunya

adalah masih adanya kontroversi penunjukan PT Askes sebagai Perusahaan Persero yang hanya bernaung di bawah satu SK Menkes yang menetapkannya sebagai badan usaha nirlaba dalam pengelolaan salah satu manfaat dari SJSN yaitu Jaminan Kesehatan untuk masyarakat miskin (ASKESKIN). Besarnya dana yang dikelola oleh PT ASKES yaitu 3,5 triliun untuk tahun 2006 ditambah sisa dana tahun 2005 dan masih rendahnya efektifitas sasaran(baik cakupan sasaran, akses, kepuasan peserta) menjadi titik rawan untuk terjadinya penyelewengan-penyelewengan keuangan, administrasi, dan pelayanan.

Dalam laporan tertulis yang pernah disampaikan BPK di depan Sidang Paripurna DPR, diperoleh laporan dana Askeskin sebesar Rp7,812 triliun. Dari total itu, BPK baru memeriksa Rp2,084 triliun. Dari jumlah dana yang diperiksa, BPK menemukan penyimpangan sebesar Rp1,14 triliun. Sekitar Rp227,42 miliar menyalahi asas ketaatan dan ketertiban. Sedangkan sekisar Rp912,72 melanggar asas efisiensi, ekonomis, dan efektivitas. BPK memang bisa melakukan tiga jenis pemeriksaan. Ketiganya antara lain audit laporan keuangan, audit kinerja, serta audit dengan tujuan tertentu. Jenis audit terakhir ini seringkali dilakukan dengan aktivitas investigatif. Untuk memeriksa segmen tertentu kegiatan atau proyek, dilakukan oleh departemen atau instansi lainnya. Fokus BPK baru membenahi kualitas audit laporan keuangan, jenis pemeriksaan kedua dan ketiga masih jauh tertinggal dengan negara lain.

Dalam pelaksanaan Askeskin sebagai bagian dari SJSN, sesuai dengan SK Menkes No.56 Tahun 2005 ada perjanjian antara PT ASKES dan Menkes bahwa PT ASKES harus memberikan laporan secara berkala kepada Depkes tentang penyelenggaraan program sesuai dengan tata laksana yang disepakati. Hal ini membuka kesempatan dibentuknya organisasi yang bertindak sebagai pengawas program SJSN ini. Namun pada kenyataannya koordinasi antara pusat dan daerah untuk kegiatan ini belum berjalan. Selama ini sudah ada forum konsultasi di tingkat propinsi dan kabupaten yang diketuai Sekretaris Daerah dengan anggota Ka Bappeda, Ka Dinkes, Rumah Sakit, Kepala PT Askes kantor regional/cabang, serta forum komunikasi yang melibatkan wakil masyarakat. Namun dalam kenyataannya organisasi ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Di Beberapa daerah seperti Jawa Barat, pengawasan yang dilakukan oleh forum ini belum berjalan, selain belum tahu siapa saja yang terlibat , PT ASKES selama ini melakukan pengawasan secara internal tanpa melibatkan pihak lain. Forum ini pun masih dibentuk berdasarkan SK PT ASKES dan belum ada niat untuk diubah menjadi SK Gubernur atau Bupati. Di Lombok Barat forum konsultasi dan forum komunikasi ini malah belum terbentuk. Jadi ibarat “jeruk makan jeruk” pengawasan seperti ini tidak “fair” dan tidak objektif karena pengawasan dilakukan oleh aktor yang justru terlibat langsung dalam pelaksanaan program SJSN.

Page 16: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD13

3.1.2 Analisis Faktor struktural Isu desentralisasi yang dikaitkan dengan kehadiran Undang-Undang SJSN adalah

tertutupnya peran daerah untuk ikut serta dalam upaya penjaminan sosial bagi masyarakatnya. Hal ini perlu ditampung dalam bentuk keterlibatan Pemda dalam pengawasan pelaksanaan SJSN baik ditingkat propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Undang-Undang SJSN merupakan produk politik yang dihasilkan untuk melakukan reformasi dalam sistem jaminan sosial yang selama ini sudah ada di Indonesia. Dalam Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang SJSN, ditetapkan prinsip-prinsip dalam implementasinya, salah satunya adalah transparansi dan akuntabilitas. Prinsip transparansi menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan jaminan sosial, yakni informasi tentang kebijakan, pelaksanaanya serta hasil–hasil yang dicapai. Transparansi artinya sebuah kebijakan dan pelaksanaanya terbuka bagi pengawasan. Sedangkan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan yang dapat dijangkau oleh publik dalam hal ini peserta jaminan pemeliharaan kesehatan. Keterbukaan informasi akan menghasilkan sebuah kebijakan yang dibuat berdasarkan preferensi publik. Prinsip ini memiliki dua aspek yaitu (1) Komunikasi publik oleh pemerintahdan (2)Hak masyarakat terhadap akses informasi.

Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal, yaitu: (1) Answerability (kemampuan menjawab) dan (2) Consequency (konsekwensi). Answerability berhubungan dengan responbilitas (tanggung jawab) yang berarti adanya tuntutan bagi aparat/pelaksana kebijakan untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah digunakan dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Prinsip akuntabilitas menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraannya dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kebijakan kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.

Prinsip akuntabilitas dan transparansi Undang-Undang SJSN, membuka kesempatan untuk pengawasan. Pelaksanaan program. Pengawasan dapat dilakukan kepada PPK (Pelaksana Pelayanan Kesehatan), BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial) dan akses peserta Jaminan Sosial. Pegawasan dapat dilakukan secara langsung seperti pelayanan administratif, kepesertaan, pelayanan kesehatan oleh PPK, pengelolaan keuangan oleh BPJS dan secara tidak langsung melalui laporan pelaksanaan dan penanganan keluhan oleh pihak terkait seperti Kepala Dinas Kesehatan, Direktur Rumah Sakit, Puskesmas atau pejabat lain yang berwenang. Pengawasan terhadap pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional akan lebih terjamin apabila dilakukan oleh Badan/Lembaga lain di luar “actor” yang terlibat dalam SJSN yang lebih independen. Penanganan keluhan/pengaduan akan lebih “fair” dan pengawasan akan lebih “objektif” apabila pihak yang terlibat dalam badan pengawas bukan merupakan bagian dari pihak yang diawasi.

Pengawasan sebaiknya dilakukan secara luas yang meliputi kontrol publik, Perguruan Tinggi dan lembaga swadaya masyarakat, selain itu juga perlu adanya lembaga eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang secara teratur melakukan audit terhadap semua cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial termasuk PT Askes. Untuk tingkat pusat ditambah dengan keterlibatan unsur pemerintah yang terdiri dari Departemen Kesehatan, Depertemen Keuangan dan Bapenas untuk mengawasi pelaksanaan program Jaminan Sosial. Untuk tingkat daerah (Provinsi, Kabupaten) dapat dibentuk Badan Pengawas yang terdiri dari Aparat Pemerintah Daerah, DPRD, Bapeda, Badan Pengawas Keuangan di daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Jadi Pengawasan pelaksanaan SJSN sebaiknya dilakukan secara berlapis yaitu dimulai dari tingkat pusat, propinsi dan kabupaten serta diawasi oleh banyak

Page 17: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 14

pihak diluar aktor yang terlibat dalam SJSN, sehingga program berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

3.2 Analisis AktorKetua DPRD Propinsi Jatim, Fathorrasjid, melalui kuasa hukumnya, Sri Kusmini dan

Anton Hardianto, mengajukan permohonan judicial review terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta. Ali Gufron Mukti, akademisi UGM, saksi ahli yang diajukan oleh Fathorassid, dkk mengemukakan bahwa dalam praktik di berbagai negara, penyelenggaraan sistem jaminan sosial tidak dilaksanakan secara terpusat atau sentralisasi. Menurutnya, sistem jaminan sosial seharusnya melingkupi semua anggota masyarakat di negara yang bersangkutan. Agar bisa mencakup semuanya, perlu dilakukan secara bertahap oleh lembaga-lembaga yang bisa menjangkau seluruh pelosok negara. Di Jerman sistem jaminan sosialnya dilaksanakan oleh sekitar 270 badan penyelenggara jaminan sosial yang tersebar di daerah-daerah, bukan seperti Indonesia yang dimonopoli oleh negara. Di dalam badan-badan penyelenggara tersebut ada perwakilan dari berbagai pihak sehingga terjamin akuntabilitasnya. Sedangkan peran pemerintah pusat adalah sebagai penyusun sistem jaminan sosial yang wajib dilaksanakan oleh badan-badan penyelenggara tersebut. Bila pelaksanaannya dilakukan secara sentralistik, maka mutu dan kualitas penjaminannya tidak akan terjaga. Lebih dari itu, dana yang dikumpulkan dari masyarakat dikhawatirkan akan tersedot ke pusat sehingga daerah-daerah terpencil tidak mendapat bagian. Berlakunya SJSN terpusat akan mengakibatkan hak-hak daerah untuk melaksanakan penjaminan menjadi terbengkalai. Padahal seharusnya partisipasi daerah harus didorong.

Menanggapi argumen diatas, pihak pemerintah menegaskan pemerintah tidak bermaksud menutup peran serta daerah dalam pelaksanaan penjaminan sosial kepada masyarakat. Saksi ahli yang diajukan pemerintah, Hasbullah Thabrani, Akademisi UI mengemukakan justru praktik di kebanyakan negara penyelenggaraan jaminan sosialnya dilakukan terpusat oleh negara. Pasalnya, penjaminan sosial adalah domain publik bukan swasta. Beberapa negara yang mempraktikan hal tersebut diantaranya Amerika, Inggris, Australia, Malaysia, Filipina. Thabrani juga mencontohkan beberapa indikator yang menunjukkan bahwa sistem penjaminan sosial adalah domain publik yang harus dilaksanakan oleh negara, yakni adanya prinsip nirlaba, dan iuran yang bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Praktik jaminan sosial di dunia juga dilaksanakan berdasarkan konsep dasar penjaminan yang disusun oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Menurut Hasbullah, konsep penjaminan yang dituju oleh UU SJSN sampai pada level 2, yakni penjaminan kebutuhan sosial dasar bagi pekerja dan seluruh rakyat Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia yang lebih mampu, menurutnya, akan membutuhkan jaminan sosial dilevel yang lebih tinggi. Pada level inilah, menurut Hasbullah, badan-badan penyelenggara lain bisa mengambil peran, termasuk badan swasta atau bentukan pemerintah daerah.

LBH Kesehatan mempermasalahkan pengelolaan dana asuransi kesehatan masyarakat miskin sebesar Rp7,8 triliun. Mereka mendesak BPK melakukan audit investigasi perputaran dana tersebut. Pada 2005 Depkes mengeluarkan dana Rp2,5 triliun Askeskin. Tahun berikutnya, jatahnya meningkat menjadi Rp3,6 triliun. Namun, tahun ini jumlahnya disunat menjadi Rp1,8 triliun. Padahal jumlah orang miskin sudah meningkat menjadi 70 juta orang.

Departemen Kesehatan sebagai salah satu tim penyusun rancangan Undang-Undang SJSN juga seharusnya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SJSN untuk menegakan prinsip akuntabilitas dan transparansinya. Selama ini dalam kurun waktu setahun Departemen Kesehatan dan DPR secara rutin meminta penjelasan kepada PT Askes mengenai status terkini PJKMM.

Page 18: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD15

Di tingkat daerah Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati) beserta perangkatnya, bersama DPRD juga melakukan pengawasan di tingkat daerah. Masyarakat/LSM juga melakukan pengawasan, memantau dan memberi masukan untuk masalah pelaksanaan JPKMM di lapangan termasuk masyarakat yang ”mobile”, tidak menetap di satu tempat dan cenderung tidak terlindungi oleh JPKMM.

BPK memang bisa melakukan tiga jenis pemeriksaan. Ketiganya antara lain audit laporan keuangan, audit kinerja, serta audit dengan tujuan tertentu. Jenis audit terakhir ini seringkali dilakukan dengan aktivitas investigatif. Langkah audit tujuan khusus diambil, “Untuk memeriksa segmen tertentu kegiatan atau proyek yang dilakukan oleh departemen atau instansi lainnya.”

BPK memperoleh laporan dana Askeskin sebesar Rp7,812 triliun. Dari total itu, BPK baru memeriksa Rp2,084 triliun. Dari jumlah dana yang diperiksa, BPK menemukan penyimpangan sebesar Rp1,14 triliun. Sekitar Rp227,42 miliar menyalahi asas ketaatan dan ketertiban. Sedangkan sekisar Rp912,72 melanggar asas efisiensi, ekonomis, dan efektivitas.

3.3 Analisis Proses Pembuatan KebijakanPelaksanaan Undang-Undang SJSN, sejak dikeluarkannya tahun 2004 masih banyak

kendala di lapangan. Banyak temuan yang dilaporkan oleh tentang pelaksanaan SJSN yang diantaranya dilaporkan oleh LSM, DPRD, LBH Kesehatan, PPK (Pelaksana Pelayanan kesehatan ) RS dan jajarannya, Pemda (Gubernur dan Bupati). Temuan semacam ini perlu ditindak lanjuti, mengingat dana yang dibutuhkan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin cukup besar, lagi pula selama ini proses pengawasan dibeberapa daerah belum berjalan sebagaimana mestinya. Pengawasan lebih banyak dilakukan secara intern oleh PT Askes sendiri selaku badan penyelenggara JPKMM.

Sudah selayaknya semua masukan atau laporan ini ditindaklanjuti oleh pihak yang berada di luar badan penyelenggara JPKMM misalnya BPK atau BPKP, DPR, DPRD dan Depkes sendiri. Diharapkan nantinya akan terjadi perbaikan dalam pelaksanaan SJSN dimasa depan. Untuk perbaikan ini perlu dilakukan perumusan suatu badan pengawas yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Formulasi badan pengawas SJSN sebaiknya didahului dengan telaah akademik berdasarkan fakta-fakta atau masalah di lapangan berkaitan dengan pelaksanaan SJSN. Formulasi akademik ini untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri Kesehatan, sebagai bahan masukan kepada Presiden untuk menyusun sebuah kebijakan untuk program pengawasan pelaksanaan SJSN.

Presiden bersama Menteri Kesehatan bisa mengkoordinasikan dengan menteri terkait (Menko Kesra, Meneg BUMN, Mensos, Menkeu) untuk menyusun rancangan kebijakan untuk embentuk badan pengawas SJSN.

Keputusan ini selanjutnya disossialisasikan kepada Gubernur, Bupati/Walikota untuk selanjutnya diimplementasikan. Implementasi dari badan pengawas SJSN ditingkat daerah menjadi tanggung jawab Gubernur, Bupati/Walikota dengan melibatkan unsur terkait sesuai keadaan di daerah masing-masing.

Secara skematis proses terbentuknya kebijakan Badan Pengawasan SJSN, sebagai berikut:

No. Substansi Kegiatan Indikator keluaran Indikator Hasil

1. Judicial review Isudesentraslisas Kontroversi penunjukan BPJS

Perlindungan masyarakat scr menyeluruh

Peran daerah Lembaga BPJS SJSN Nirlaba

Perbaikan pelaksanaan SJSN

Page 19: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 16

No. Substansi Kegiatan Indikator keluaran Indikator Hasil

2. Pengumpulan data, analisa data dan presentasi data terkait masalah dan lemahnya pengawasan

Tersedianya data akurat tentang pelaksanaan pengawasan SJSN

Kebijakan Pengawasan SJSN berdasarkan kajian akademik dan implementatif

3. K oordinasi penyusunan Badan Pengawas

Tersusunnya rumusan pembentukan Badan Pengawas SJSN

Badan Pengawas SJSN dalam bentuk Keppres

4. Penyusunan instrument baku bentuk pengawasan SJSN (Rakornas)

Tersusunnya pedoman pengawasan SJSN

Pelaksanaan pengawasan oleh Badan pengawas SJSN

5. Penyusunan pedoman sosialisasi Badan Pengawas

Tersusunnya pedoman sosialisasi Badan pengawas

Pelaksanaan sosialisasi Badan Pengawas yang sistematis

6. Sosialisasi Badan Pengawas Terlaksannya sosialisasi Badan Pengawas terbentuk mulai tk pusat sd daerah

7. Pemantauan dan evaluasi Badan Pengawas yang sudah terbentuk

Terlaksannya monev pelaksanan kebijakan pengawasan

Kegiatan Pengawasan sudah berjalan sebagaimana mestinya

3.4 Analisis Muatan KebijakanKebijakan tentang pembentukan Badan Pengawas SJSN merupakan pelaksanaan

ketentuan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 yang salah satu prinsipnya adalah transparansi dan akuntabilitas sehinggga terbuka kesempatan untuk memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan UU SJSN ini.

Presiden selaku pengemban amanat UUD 1945 berhak untuk membuat kebijakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU SJSN sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahannya, sehingga diputuskan untuk membuat kebijakan dalam bentuk Keputusan Presiden. Dengan Keputusan Presiden ini, hasil yang diharapkan terbentuk Badan Pengawas tidak hanya di tingkat Pusat tetapi juga terbentuk sampai ke tingkat daerah.

Badan Pengawas ini diketuai oleh Presiden karena SJSN merupakan program yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga pemerintah dalam hal ini menteri-menterinya harus terlibat di dalamnya. Selain itu dana yang dikeluarkan untuk Jaminan Sosial merupakan beban APBN.

Materi Kebijakan ini merupakan materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang. Isi dari kebijakan disiapkan oleh Menteri sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Pemantapan konsep rancangan kebijakan yang berasal dari Presiden ini dikoordinasikan dengan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Untuk kebijakan dalam bentuk badan pengawas SJSN ini, Presiden melakukan koordinasi dengan menteri terkait (Menkes, Menko Kesra, Mensos, Meneg, Menneg BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menkeu,) juga dengan lembaga eksternal yakni BPK, DPR.

Para pakar (Akademisi) dan kelompok lain di luar struktur organisasi dapat masuk ke dalam kelompok kerja yang ditentukan oleh Menteri Kesehatan, sehingga setiap permasaahan yang timbul dapat dikaji secara akademis.

Page 20: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD17

Pertanyaan

1. Bentuk rancangan kebijakan apa yang perlu dibuat dalam konteks tersebut di atas?2. Bagaimana Kerangka Pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang diperlukan?3. Materi muatan apa saja yang diatur?4. Apakah format yang sudah sesuai dengan aturan sistematika penyusunan peraturan

perundangan?5. Apakah rancangan kebijakan sudah aspiratif sesuai dengan masalah yang ada?6. Apakah ada korelasi antara naskah akademik dengan rancangan kebijakan yang dibuat?

Page 21: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 18

Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR.......TAHUN........

TENTANGBADAN PENGAWAS SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang :

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dipandang perlu membentuk Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Keputusan Presiden

Mengingat :

1. Pasal 4 ayat (1)Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.2. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Tahun 1992 Nomor 100).3. Undang-Undang RI Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara RI Tahun 2004 Nomor 125).4. Undang-Undang RI Nomor 33 tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126.

5. Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

MEMUTUSKAN :Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENGAWAS SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

(1) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan social.

(2) Badan Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk mengawasi program jaminan social.

BAB IIPEMBENTUKAN, TUGAS DAN SUSUNAN ORGANISASI

Page 22: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD19

Pembentukan dan Tugas

(1). Membentuk Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Badan Pengawas.(2). Badan Pengawas merupakan lembaga nonstruktural yang dipimpin oleh seorang Ketua.

Pasal 2Badan Pengawas mempunyai tugas membantu Presiden dalam:a. Merumuskan kebijakan pengawasan SJSN yang meliputi aspek administrasi keuangan dan kinerja penyelenggara SJSN.b. Melaksanakan tindak lanjut hasil evaluasi pada poin (a).

Organisasi

Pasal 3(1) Susunan Organisasi Badan Pengawas terdiri dari:a. Ketua : Presiden Republik Indonesiab. Ketua Harian : Menteri Kesehatanc. Anggota :

1. Menkokesra2. Menneg BUMN3. Menkokesra4. Menteri Keuangan5. Menteri Sosial6. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional7. BPK8. Bappenas9. DPR

d. Sekretaris merangkap anggota: Sekreteris Jenderal Depkes(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, ketua Badan Pengawas dapat mengundang Menteri atau Pejabat tertentu atau unsur lain terkait untuk hadir dalam rapat atau pertemuan Badan Pengawas, dan mengikutsertakannya dalam upaya peningkatan pengawasan.

Sekretariat

Pasal 4(1). Dalam melaksanankan tugas, Badan Pengawas dibantu oleh Sekretaris Badan Pengawas (2). Sekretariat Badan dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengawas melalui Ketua Harian Badan Pengawas.

Pasal 5Sekretariat Badan Pengawas mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada Badan pengawas

Kelompok Kerja.

Pasal 6(1) Apabila dipandang perlu, untuk menunjang pelaksanaan tugas Badan

Page 23: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 20

Pengawas, Ketua Harian dapat membentuk Kelompok Kerja yang terdiri dari tenaga ahli dan pejabat yang berkaitan dengan pengawasan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, rincian tugas, dan tata kerja Kelompok Kerja ditetapkan oleh Ketua Harian.

BAB III BADAN PENGAWAS SJSN PROPINSI

Pasal 7(1) Untuk mengupayakan terwujudnya pengawasan pelaksanaan SJSN, Pemerintah Daerah Propinsi dapat membentuk Badan Pengawas Propinsi, yang diketuai oleh Gubernur. (2) Badan Pengawas mempunyai tugas membantu Gubernur dalam:a. Merumuskan kebijakan pengawasan SJSN yang meliputi aspek administrasi keuangan dan kinerja penyelenggara SJSN.b. Melaksanakan tindak lanjut hasil evaluasi pada poin (a).

Pasal 8Organisasi, susunan keanggotaan, dan tata kerja Badan Pengawas Propinsi ditetapkan oleh Ketua Badan Pengawas Propinsi.

BAB IVBADAN PENGAWAS SJSN KABUPATEN/KOTA

Pasal 9(1) Untuk mengupayakan terwujudnya pengawasan pelaksanaan

SJSN,Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat membentuk Badan Pengawas Kabupaten/Kota yang diketuai oleh Bupati/Walikota.

(2) Badan Pengawas mempunyai tugas membantu Bupati/Walikota dalam:a. Merumuskan kebijakan pengawasan SJSN yang meliputi aspek administrasi keuangan dan kinerja penyelenggara SJSN.b. Melaksanakan tindak lanjut hasil evaluasi pada poin (a).

Pasal 10Organisasi, susunan keanggotaan, dan tata kerja Badan Pengawas Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Ketua Badan Pengawas Kabupaten/Kota.

BAB VTATA KERJA

Pasal 11(1) Badan peengawas mengadakan rapat pleno yang dipimpin langsung

oleh Ketua untuk membahas laporan pelaksanaan tugas Badan Pengawas, secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun dan/atau sewaktu-waktu sesuai keperluan.

(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Badan Pengawas, Ketua Harian mengadakan rapat berkala sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam setahun dan/atau sewaktu-waktu sesuai keperluan.

(3) Setiap satuan organisasi di lingkungan Badan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan masing–masing maupun antar satuan organisasi di dalam dan di luar Badan Pengawas.

Page 24: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD21

BAB VIPEMBIAYAAN

Pasal 12(1) Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan Badan pengawas dibebankan

kepada Anggaran Departemen Kesehatan. (2) Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Badan Pengawas

Propinsi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi.

(3) Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Badan Pengawas Kabupaten/Kota dibebankan kepada Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah Kabupaten/Kota.

BAB VI I PENUTUP Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presidenini diatur oleh Ketua Harian.

Pasal 14Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal ...................................... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd ………………………………………….

Page 25: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 22

Penutup

Kesimpulan

Upaya menjamin pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggrarakan oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial, dalam pelaksanaannya memerlukan sebuah Badan Pengawas yang dibentuk untuk mengawasi program suatu badan yang jaminan sosial.

Untuk itu dalam analisis ini diperlukan keterllibatan pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia tentang badan pengawas sistem jaminan sosial nasional dalam sebuah Keputusan Presiden.

Page 26: Rancangan Keputusan Presiden RI Tentang Badan · PDF filejaminan pensiun, dan jaminan kesehatan purna tugas, ... dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ... nirlaba,

Case Studi: Rancangan Kepres RI Tentang Badan Pengawas Sistem Jaminan Sosial Nasional

Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD23

Daftar Pustaka

Adisasmito,W, 2006Buku Ajar Kebijakan Kesehatan. Departemen AKK, FKM UI.

Agus Achir, Y, 2002Jaminan Sosial Nasional Indonesia.

Buse,Kent; Mays Nicolas; Walt Gill, 2005 Making Health Policy, Open University Press, New York.

Bisnis Indonesia. com Ahmad, fahmi, 2005Menunggu kejelasan Status Askes dalam JPKMM.

Deputi Menko Kesra, 2006 Pengembangan Sistem Jaminan Sosial di Desentralisasi.

Depkes RI, 2006Pedoman Penyelenggaraan JPKMM (Askeskin).

Ghufron,AM ; Hendartini, J, 2005Perubahan dalam Pembiayaan; Desentralisasi, Pola Pikir dan Jaminan Kesehatan Sosial.

HR, Media Indonesia, 2005Mahkamah Konstitusi perlu lakukan judicial Review UU SJSN.

Kompas, 2003Kendala Sistem Jaminan Sosial di Indonesia.

Purwoko, B, 2005SJSN Hak Masyarakat dan Kewajiban Negara, Pikiran Rakyat.

Sulastomo, 2004SJSN dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Belajar dari Malaysia dan Singapura, Harian Pelita.

Sulastomo, 2006 Sistem Jaminan Sosial, Sebuah Pengantar.

Tangcharoensathien, W, 2004From Policy To Implementation, Historical Event During 2001-2004 of Universal

Coverage in Thailand, NHSO, Thailand.Thabrani,W, 2005

Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia.Tim FKM UI, 2006

Studi tentang Efisiensi dan Efektifitas Administrasi dan Keuangan.Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin, Depok.

Undang Undang Dasar 1945 Republik Indonesia (Amandemen), 2007.Pustaka Yustisia.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2004tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta, 2004.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, 2004.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Jakarta, 2004.

WWW.Hukum Online.comPemerintah Bantah Tutup Peran Daerah Lewat UU SJSN.