prk. 3 - deodorant

33
U : P S DIAN FIRANTI ALLISA DINA HARYANTI MARIA ULFA RATU FENI CHAIRUNNISA RR. ALVIRA WIDJAYA 108102000037 108102000035 108102000008 108102000046 108102000024 LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 1 LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI Formulasi Deodoran - M STUDI FARMASI AS KEDOKTERAN DAN TAN SYARIF HIDAYATULLAH A

Upload: dina-haryanti

Post on 21-Jan-2016

463 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kosmetik

TRANSCRIPT

Page 1: Prk. 3 - Deodorant

DISUSUN OLEH:KELOMP

OK 5FARMAS

I 6A

DIAN FIRANTI ALLISADINA HARYANTI

MARIA ULFARATU FENI CHAIRUNNISA

RR. ALVIRA WIDJAYA

108102000037108102000035108102000008108102000046108102000024

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 1

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI

Formulasi Deodoran - Antiperspiran

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Page 2: Prk. 3 - Deodorant

I. LANDASAN TEORI

Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk meaksud

mempersempit pori sehingga mengurangi keluarnya keringat.

Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap

keringat dan mengurangi bau badan.

Meningkatnya penggunaan antiprespiran dan deodoran disebabkan

pergaulan modern, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau menghilangkan

bau badan, yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh bakteri.

Perkembangannya tidak disangsikan lagi setelah disajikan dalam bentuk deodoran

aerosol, yang penggunaannya mudah, dan cepat mengering di kulit.

Menurut Kalish, pria dan wanita dalam 24 jam menghasilkan keringat

sebanyak 0,5 – 1,5 liter. Jumlah ini dapat meningkat jika udara panas dan lembab,

atau jika mngelami stres. Pada keadaan ini kelenjar ekrin dapat menghasilkan

keringat lebih dari 1 liter/jam. Keringat ini praktis jernih dan tidak berbau, dengan pH

berkisar antara 4 – 6,8.

Jumlah keringat ekrin pada pria dan wanita sama, kecuali yang dihasilkan

oleh ketiak dan telapak tangan. Keringat ketiak lebih banyak dihasilkan oleh kelenjar

ekrin karena kelenjar ekrin juga terdapat di daerah ketiak.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 2

Page 3: Prk. 3 - Deodorant

Gangguan funsi kelenjar keringat

1. Hiperdrosis

Hiperdrosis atau sekresi kelenjar keringat berlebihan dapat setempat atau

menyeluruh. Jika setempat, biasanya terjadi di daerah ketiak, telapak tangan dan

telapak kaki, dalam beberapa kasus dapat disebabkan inflamasi atau infeksi

sekundar pada kulit. Jika menyeluruh biasanya disebabkan panas yang berlebihan,

kerja sangat keras, demam, atau pengaruh obat tertentu.

2. Anidrosis

Anidrosis adalah pengurangan atau kadang-kadang penghentian sekresi

keringat. Kondisi ini sangat jarang terjadi.

3. Osmidrosis

Osmidrosis adalah keadaan dimana keringat berbau, biasanya sekresi

keringat apokrin, tetapi dapat juga di daerah kaki yang disebabkan peruraian bakteri

pada keringat daerah tersebut.

4. Kromidrosis

Kromidosis adalah kelainan warna keringat abnormal, juga ditandai oleh

aktivitas bakteri

Bau Badan dan Pengontrolannya

Keringat ekrin tidak akan berbau sekalipun terjadi inokulasi bakteri, karena

keringat ekrin tidak cukup mengandung substrat untuk pertumbuhan bakteri.

Kadang-kadang dapat timbul bau yang lunak karena peruraian zat tertentu, misalnya

sebum atau kreatin oleh enzim bakteri, yang akan bercampur dengan sekresi ekrin

setelah mencapai permukaan kulit

Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh Shelley dan Hurley pada tahun

1953, ternyata ada hubungan erat antara kelenjar keringat apokrin, bakteri dan bau

ketiak. Mereka berpendapat bahwa sekresi apokrin yang segar adalah steril, dan

segera dapat terkontaminasi dengan bakteri ketika mencapai permukaan keiak.

Pertumbuhan dan metabolisme bakteri akan menghasilkan penguraian proteinseus

dan lipid dalam hal sekresi apokrin, sehingga mengakibatkan bau.

Shelley dan Hurley juga berpendapat bahwa jika pertumbuhan bakteri

dalam sekresi apokrin tersebut dihambat dalam kondisi steril. Pembentukan bau

yang tidak enak dapat dikurangi atau dicegah dengan pemeliharaan higine yang

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 3

Page 4: Prk. 3 - Deodorant

baik, misalnya mandi secara teratur, sehingga pertumbuhan bakteri dihambat dan

hasil peruraian yang terjadi dapat hilang.

Jika untuk menghilangkan bau badan dengan penggunaan air dan sabun

kurang efektif, dapat dicoba cara lain. Bau badan tersebut dapat dikurangi atau

ditekan dengan menggunakan sediaan topikal yang mengandung antiseptikum

dengan kadar tertentu yang dioleskan pada bagian tertentu, sehingga jasad renik

penyebab dapat dimatikan atau dihambat pertumbuhan dan aktivitas biologinya. Jika

penggunaan antiseptikum belum juga dapat menghilangkan bau tersebut dapat

dicoba menggunakan antibakteri.

Penggunaaan germisida, misalnya heksaklorofen dalam sabun deodoran,

agar meninggalkan bau sedap diperlukan penambahan parfum kadar tinggi.

Untuk mengontrol bau badan dapat ditempuh 2 jalan berikut:

1. Penggunaan sediaan topikal yang mengandung antiseptikum yang cocok,

untuk mencegah peruraian keringat oleh bakteri, misalnya dengan

menggunakan deodoran.

2. Penggunaan sediaan topikal yang mengandung astringen yang cocok untuk

mengurangi keluarnya keringat, misalnya dengan menggunakan

antriperspiran.

Sekarang telah diformulasikan sediaan yang merupakan gabungan

deodoran dan antiprespiran.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 4

Page 5: Prk. 3 - Deodorant

II. PREFORMULASI

1. Gliserin

a) Sinonim : Glycerol, glycerin, glycerolum, glycon, pricerine, 1,2,3-propanetriol,

trihydroxypropan gliserol

b) Rumus Molekul : C3H8O3

c) Rumus Bangun :

d) Berat molekul : 92.9

e) Pemerian : Cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti

rasa hangat, higroskopis. Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat

memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga

suhu mencapai lebih kurang 20oC.

f) Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95 %) P, praktis tidak

larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.

g) Suhu lebur : 17.8oC

h) Khasiat : Humektan

i) Konsentrasi : ≤ 30%

j) Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni mudah teroksidasi jika

disimpan di tempat yang tidak sesuai dan akan terdekomposisi dengan

pemanasan dengan akrolein toxic. Pencampuran gliserin dengan air, etanol

(95%), propilenglikol membuat gliserin stabil secara kimia.

k) Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan agen pereduksi

kuat seperti trioksida chromicum, potassium klorat atau potassium permanganat.

Jika terkena sinar gliserin berubah warna menjadi gelap/jika kontak dengan zink

oksida basic bismut nitrat. Iron pada gliserin akan merubah warna gelap pada

pencampuran dengan fenol, salisilat dan tanin.

Sumber : Farmakope Indonesia III

Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 283

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 5

Page 6: Prk. 3 - Deodorant

2. Nipagin

a. Sinonim : Methyl hydroxybenzoate (BP), Methyl parahydroxybenzoate (JP),

Methylis parahydroxybenzoates (PhEur), Methylparaben (USPNF),

hydroxybenzoic acids methyl ester, methyl p-hydroxybenzoate, Nipagin , Uniphen

p-23.

b. Nama Kimia : Methyl-4-hydroxbenzoate

c. Rumus Molekul : C8H8O3

d. Berat Molekul : 152.5

e. Rumus Bangun :

f. Pemerian : Kristal putih atau bedrupa serbuk, berbau lemah atau hampir tidak

berbau, rasa khas (kuat)

g. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam minyak mineral, 1:2 etanol, 1:3 etanol (95%),

1:6 etanol (50%), 1:10 eter, 1:60 gliserin, 1:200 minyak kacang, 1:5

propilenglikol, 1:400 air, 1:50 air suhu 50oC, 1:30 air suhu 80oC.

h. Khasiat : Bahan antimikroba

i. pH: 4-8

j. Titik lebur : 125-128oC

k. Stabilitas : Larutan yang mengandung nipagin pada pH 3-6 mungkin disterilisasi

dengan autoklaf pada suhu 120oC selama 20 menit.

l. Penyimpanan : Disimpan dalam tempat tertutup rapat dalam keadaan sejuk dan

kering.

m. Inkompatibilitas : Tereduksi dengan surfaktan nonionik seperti polisorbat 80.

Inkompatibilitas dengan bentonit, magnesium trisilicat, talk, tragakan, sodium

alginat, minyak essensial, sorbitol, atropin. Bereaksi dengan macam-macam gula

dan alkohol gula.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 6

Page 7: Prk. 3 - Deodorant

n. Konsentrasi : Topikal (0.02-0.3%)

Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 79

3. Propilenglikol

a. Sinonim : Metil etilen glikol

b. Rumus kimia : C3H8O2

c. Rumus Bangun :

d. Nama kimia : 1,2-propanadiol

e. Berat molekul : 76,09

f. Pemerian : Cairan kental, tidak bewarna, tidak berbau, agak manis

g. Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95 %) p dan dengan

kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat bercampur dengan eter

minyak tanah P dan dengan minyak lemak.

h. Bobot/ml : 1,035 g -1,037 g

i. OTT : reagen pengoksidasi

j. Indeks bias : 1,431-1,433

k. Stabilitas : Stabil dalam campuran dengan etanol 95%, gliserin atau air.

l. Khasiat : pelarut, humektan

m. Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik, di tempat yang kering dan sejuk.

Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 592

4. Alumunium Klorida

a. Sinonim : Aliuminio chloridas heksahidratas; Alumínium-klorid-hexahidrát.

b. Rumus Molekul : AlCl3.6H2O

c. Berat molekul : 241,4

d. Pemerian : Putih atau agak kekuningan, serbuk kristal atua kristal tidak

bewarna.

e. Kelarutan : larut dalam 1: 0,9 air, dan 4 bagian air, larut dalam glyserol

Sumber : Martindale 35

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 7

Page 8: Prk. 3 - Deodorant

5. Toilet Spirit/Etanol

a. Sinonim : Aethanolum; Alcohol; Etanol; Ethanol; Ethanolum; Ethyl Alcohol

b. Rumus Molekul : C2H5OH

c. Berat molekul : 46,07

d. Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih mudah menguap dan mudah bergerak,

bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala

biru yang tidak berasap

e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p dan dalam eter p

f. Khasiat : Zat tambahan

Sumber : Farmakope Indonesia III hal 65

6. Aquadest

a. Sinonim : Air Suling

b. Rumus Molekul : H2O

c. Berat Molekul : 18.02

d. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak bebau, dan tidak berasa.

e. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup

Sumber : Farmakope Indonesia III

III. PROSEDUR KERJA

Kelompok 1

Bahan – bahan yang digunakan ditimbang

Nipagin dilarutkan (M1)

(M2) ditambahkan perlahan- lahan ke (M1)

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 8

Al sulfat & borax digerus kemudian dilarutkan dengan air hangat (M2)

Page 9: Prk. 3 - Deodorant

Aduk hingga terbentuk emulsi

+ parfum

Kelompok 2

Sulfat & as. Borat dilarutkan dengan air panas (M1)

Nipagin dilarutkan dalam air panas (M2)

(M2) ditambahkan ke (M1) dan diaduk ad homogen

M1 & M2 dicampurkan, kemudian di adkan dengan aquadest hingga 50 ml

Kelompok 3

M1

Dipanaskan

700 C

M2 dinginkan

Kelompok 4

M1

Dipanaskan

700 C

M2

dinginkan

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 9

Cetyl alkohol, cera alba, olive oil

Aluminium sukfat, PEG, gliserin, Nipagin, aquadest

M2 ke M1, aduk konstan sampai terbentuk emulsi

stabil

Cetyl alkohol, cera alba, olive oil

Aluminium sukfat, PEG, gliserin, Nipagin, aquadest

Parfum qs

M2 ke M1, aduk konstan sampai terbentuk emulsi

stabil

Page 10: Prk. 3 - Deodorant

Kelompok 5

Nipagin

+ pp larut

nipagin ∆

400 C

Kelompok 6

Bahan – bahan ditimbang

Gliserin + alkohol + pp + Al. Sulfat dipanaskan pada 400 C (M1)

+ nipagin yang lebih dahulu dilarutkan (M2)

M1 + M2 dimasukkan ke dalam lumpang, aduk ad homogen

Campuran tersebut Dimasukkan ke dalam wadah

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 10

Parfum qs

Gliserin, alkohol, Al sulfat dan aquadest ad

50 ml

aduk homogen

Page 11: Prk. 3 - Deodorant

IV. HASIL DAN EVALUASI

Kelompok 1

Parameter Pengamatan Sediaan

Warna Keruh

Bau Oleum rosae

Kekentalan Cair

Homogenitas Homogen

Kelompok 2

Parameter Pengamatan Sediaan:

Warna Keruh

Bau Oleum Rosae

Kekentalan Cair

Homogenitas Kurang homogen

Kelompok 3

Parameter Pengamatan Sediaan:

Warna Putih kekuningan

Bau Sulfat

Kekentalan Fase air: Cair

Fase minyak:

Kental

Homogenitas Tidak homogen. Ada 2

fase yang tidak bercampur

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 11

Page 12: Prk. 3 - Deodorant

Kelompok 4

Parameter Pengamatan Sediaan:

Warna Putih

Bau Sulfat

Kekentalan Tidak jadi emulsi (Krn

PEG dimasukan ke fase

minyak)

Homogenitas Tidak homogen

Kelompok 5

Parameter Pengamatan Sediaan:

Warna Putih

Bau Alkohol

Kekentalan Cair

Homogenitas Tidak homogen

Kelompok 6

Parameter Pengamatan Sediaan:

Warna Putih

Bau Alkohol

Kekentalan Cair

Homogenitas Tidak homogen

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 12

Page 13: Prk. 3 - Deodorant

V. PEMBAHASAN

Deodorant digunakan pada tubuh untuk mengurangi bau badan yang

disebabkan oleh bakteri pengurai keringat. Food Drug Administration (FDA)

menggolongkan dan mengatur deodorant sebagai Kosmetik OTC (Over-The-

Counter). Sedangkan antiperspirant adalah bahan astringent yang digunakan pada

kulit untuk mengurangi keringat. Di Amerika(FDA), antiperspirant dikategorikan

sebagai obat sebab cara kerjanya mempengaruhi fungsi tubuh yaitu kelenjar

keringat.

Deodorant bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme

yang ditemukan pada axial sedangkan antiperspirant bekerja dengan cara

membatasi jumlah sekresi kelenjar keringat yang dikirim ke permukaan kulit melalui

pembentukan halangan atau sumbatan pada saluran keringat. Sebagai akibatnya,

mekanisme kerjanya akan mengurangi produksi keringat pada kelenjar keringat.

Perbedaan antara antiperspirant & deodorant yaitu: Deodorant membiarkan

pengeluaran keringat tetapi mencegah bau melalui cara melawannya dengan bahan

antiseptik yang membunuh bakteri penyebab bau juga menutup bau dengan bahan

parfum. Antiperspirant mengandung perfume dan bahan kimia yang menghambat

atau menyumbat pori-pori untuk menghentikan pengeluaran keringat.

Kelenjar yang menghasilkan keringat adalah kelenjar apokrin dan ekrin,

keduanya mempunyai beberapa perbedaan:

1. Kelenjar ekrin adalah kelenjar tubular, yangmempunyai saluran ekskresi

yang langsung ke permukaan kulit. Kelenjar apokrin strukturnya mirip

dengan kelenjar ekrin, tetapi ukurannya lebih besar dan pembuluh

sekresinya berakhir pada folikel rambut.

2. Jumlah distribusi kedua kelenjar tersebut juga berbeda. Kelenjar ekrin

praktis terdapat hampir diseluruh permukaan kulit kecuali bibir dan alat

genital. Diperkirakan jumlahnya lebih dari dua juta kelenjar, terutama pada

kulit telapak tangan, kaki dan kepala. Kelenjar apokrin terdapat di ketiak,

sekitar puting susu, daerah anal dan genital. Perbedaan lain kelenjar ini

meliputi fungsi, jumlah dan susunan kimia sekresinya.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 13

Page 14: Prk. 3 - Deodorant

3. Kelenjar ekrin sudah ada sejak lahir, berfungsi mengatur suhu tubuh. Jika

suhu kamar naik, keringat akan keluar, suhu badan akan kembali normal

akibat penguapan keringat tersebut. Pada orang sehat kejadian ini

berlangsung secara otomatik. Kelenjar ekrin berfungsi untuk melengkapi

ginjal. Kelenjar apokrin dianggap mempunyai sifat seksual sekunder.

Meskipun telah ada sejak lahir, tetapi berkembang lambat pada masa anak-

anak, mulai berfungsi setelah meningkat remaja. Perkembangannya lebih

cepat pada wanita daripada pria, dan aktivitasnya mencapai puncak jika

kehidupan seks telah matang, kemudian menurun setelah menopause

(putus haid)

4. Kelenjar ekrin dianggap berperan kontinyu, sedangkan kelenjar apokrin,

makin lama perannya makin lambat.

Menurut Shelley dan Hurley kelenjar apokrin hanya sedikit menghasilkan

perspirasi. Sekresi apokrin yang sedikit ini terjadi karena rangsangan dalam bentuk

tetesan kecil pada lubang folikel.

Kelenjar apokrin pada wanita lebih kecil dibandingkan dengan yang terdapat

pada pria, begitu juga keringat yang dihasilkan lebih sedikit, tetapi jumlahnya yang

terdapat padawanita lebih banyak daripada pria. Keringat yang dihasilkan kelenjar

apokrin lain dengan keringat yang dihasilkan kelenjar ekrin, tidak dipengaruhi oleh

kenaikan suhu, tetapi dipengaruhi oleh rangsangan emosi, misalnya marah atau

karena rangsangan seksual. Eksudat sekresi apokrin segar biasanya tidak berbau,

berwarna putih keabuan hingga kuning pucat, kental, opalesen dan kadang agak

keruh.

Telah diketahui bahwa sekresi apokrin mengalir deras karena rangsangan

emosi. Jika kelenjar apokrin dikosongkan dengan ekspresi manual, maka untuk

mengisi kembali diperlukan waktu berkisar antara 24 – 72 jam.

Perbedaan lain antara keringat apokrin dan keringat ekrin adalah keringat

apokrin tidak membentuk gelembung kecil di permukaan kulit, tetapi keluar dari

folikel rambut dan cenderung menyebar ke seluruh permukaan kulit, cepat

mengering dan membentuk lapisan mengkilat jika diencerkan oleh keringat ekrin.

Sekresi keringat di bawah pengontrolan susunan saraf. Kelenjar keringat

dipersarafi oleh serabut simpatetik, dan mekanisme saraf dapat dibagi atas

rangsangan pusat, aktivitas reflek atau rangsangan perifer.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 14

Page 15: Prk. 3 - Deodorant

Keringat karena suhu dikontrol oleh pusat pengaturan suhu dalam

hipotalamus. Keringat emosional dikontrol oleh pusat kortikal. Sebagian besar

keringat emosional terdapat pada kulit telapak tangan, telapak kaki dan daerah

ketiak. Sebagian besar keringat emosional yang terdapat di daerah ketiak

kemungkinan dihasilkan oleh kelenjar ekrin.

Keringat ekrin adalah proses kolinergik. Kelenjar keringat ini dikontrol oleh

sistem saraf simpatetik, tetapi berespon terhadap rangsangan zat parasimpatetik.

Dalam susunan saraf kolinergik, di ujung serabut saraf dilepaskan asetilkolin

sebagai mediator kimia. Stimulasi keringat secara farmakologi setara dengan

keringat fisiologi dapat dihasilkan oleh penyuntikan obat kolinergik secara

intradermal dan dikenal dengan nama asetilkolin.

Obat farmakodinamik yang dapat menghambat keringat ekrin dikenal

dengan sebagai antikolinergik, yang sering digunakan adalah atropina, N-butiril

skopolamina hidrobromida, benzoil skopolamina hidrobromida dan trimetil asetil

hidrobromida, digunakan sebagai zat aktif dalam penggunaan topikal antiperspiran.

Penggunaannya aman dan sempurna, dapat menghambat perspiran tanpa

menyebabkan iritasi kulit, jika digunakan dengan kadar 0,005 – 0,2 %, berat sediaan

antiprespiran. Biasanya diberikan dengan kadar 0,05%, tetapi dalam waktu lama

akan terhidrolisa dan dapat menurunkan aktivitas antiprespirannya.

Untuk meningkatkan stabilitas dan mengembangkan pengganti alokasi

senyawa ini, misalnya p-metoksi menggantikan ester benzoil skopolamina dan

garam asamnya, yang dianggap lebih stabil untuk hidrolisa daripada tidak digantinya

ester benzoil dan efikasi antiprespiran lebih besar. Biasanya digunakan dengan

kadar 0,005 – 0,05 %.

Bisfenol dapat mencegah penggandaan bakteri baru pada kulit. Bitionol dan

bisfenol sudah tidak digunakan lagi karena dapat menyebabkan fotosensitasi.

Senyawa antibalkteri yang saat ini banayak digunakan dalam deodoran

adalah heksaklorofen. Penggunaan heksaklorofen dalam sediaan deodoran jarang

menyebabkan iritasi kulit, tetapi mempunyai aktifvitas terhadi bakteri flora, walaupun

kulit tersbut telah dicuci. Penggunaan secara teratur sabun obat yang mengandung

heksaklorofen akan mengurangi bakteri flora selama 18 – 24 jam, tetapi penggunaan

heksaklorofen sudah mulai berukrang.

Antibiotikum, misalnya neomisina, mempunyai daya penetrasi yang baiak

dan tidak mengiritasi kulit, sering digunakan dalam deodoran. Shelley dan Cahnn

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 15

Page 16: Prk. 3 - Deodorant

yang telah menguji kapasitas hambat bau dari krim dan losio yang mengandung

neomisina dengan kadar 3,5 mg/g pada 20 orang, berpendapat bahwa produksi bau

ketiak dapat dihambat dengan sempurna, penggunaanya diulang setiap hari.

Deodoran dan antiprespiran dapat juga berbetuk serbuk tabur dengan

komposisi 15 – 25 % kation penukar resin tipe asam karboksilat, talk, zat pengisi

yang dapat mengurangi kelebihan asam, dan zat pembasah untuk meningkatkan

adesi serbuk dan menigkatkan daya tukar kation. Dianjurkan untuk menambahkan

antiseptikum untuk meningkatkan sifat anti prespiran ke dalam serbuk tabur ini.

Mengamati penggunaan garam kompleks aluminium asetil aseton dalam

sediaan deodoran, dapat disimpulkan bahwa garam kompleks tersebut tidak

meningkatkan keasaman yang berlebihan. Garam tersbut digunakan dalam bentuk

anhidrat, dan ketika dilakukan percobaan pada 15 orang ternyata sangat efisien dan

tidak menyebabkan efek samping.

Penggunaan garam aluminium saja dianggap mempunyai efek antibakteri

karena menghasilkan pH asam dari proses hidrolisa. Kulit dengan pH asam

dianggap merupakan pertahanan natural terhadap infeksi bakteri dan jamur.

Sediaan antiprespiran harus berdasarkan hidrolisa garam logam, karena mempunyai

efek menghambat bakteri kulit.

Pengamatan terhadap efek aluminium sulfat, aluminium klorihidroksida, dan

dapar aluminium klorida dengan urea 5%, ternyata mempunyai efek bakterisidal dan

bakteriostatik yang sama kuat

Efek deodoran garam aluminium terjadi dengan 2 cara :

1. Aktivitas hambat bakteri yang disebabkan pH yang relatif rendah

2. Netralisasi bau dengan kombinasi kimia.

Sebagian besar sediaan antiprespiran menggunakan aluminium klorhidrat,

aluminium klorida sebagai zat efektif, karena zat tersebut mempunyai sifat astringen

dan antibakteri. Mempunyai pH 4 yang tidak akan menyebabkan iritasi kulit atau

merusak jaringan.

Efisiensi deodaran dapat diuji dengan penilaian bau ketiak. Pengujian

dilakukan langsung terhadap bau ketiak atau terhadap kain kasa atau pakaian yang

melekat pada ketiak.

Produk yang diuji dilekatkan pada satu ketiak dan ketiak yang satunya untuk

kontrol, kemudian dibalik sehingga memberi evaluasi dengan sepasang

perbandingan. Berikut ini adalah penilaian antiperspiran,

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 16

Page 17: Prk. 3 - Deodorant

1. Metoda Noda (Semi kuantitatif terbaik)

Metoda yang sangat sederhana dan cepat berdasarkan reaksi biru

bromfenol yang disuspensikan ke dalamminyak silikon. Larutan indikator tersebut

akan memberikan noda kebiruan pada permulaan keluarnya keringat.

Metoda ini dilakukan dengan cara bola pingpong yang disalut dengan

campuran sebuk biru bromfenol yang dibalut dengan kain kasa diletakkan pada

ketiak. Salutan berubah menjadi sedikit dengan sedikit keringat, kepekatan warna

yang dihasilkan menunjukkan kecepatan sekresi ketiak.

2. Metoda gravitasi

Metoda ini lebih baik untuk mengevaluasi antiperspiran. Dalam metoda ini

bahan absorben yang telah mengabsorbsi keringat ditimbanag, sebagai bahan

absorben digunakaan kain kasa yang telah ditara.

3. Metoda pencatatan kontinyu

Diantara semua metoda yang ada, metoda ini yang paling telit karena

menggunakan higrometer elektronik. Prinsip yang digunakan adalah sama yakni

dengan membuang terus menerus uap lembabyang dihasilkan oleh bagian kulit

yang tertutup dengan menggunakan aliran udara kering.

Detektor analisa air elektrolit terdiri dari ukuran aliran dan gulungan salisan

fosforpentoksida. Sewaktu gas kering dialirkan melalui gulungan, air yang

dibebaskan diabsorbsi oleh fosforpentoksida. Arus yang melalui gulungan diukur

terus-menerus dan harus sesuai dengan jumlah air yang diabsorbsi oleh gulungan.

Formula 10A dengan formula deodoran cair, Aluminium sulfat 13% + Borax

1% + Nipagin 0,01% + Parfum + Aquadest 86%. Formula 10 B mempunyai

perbedaan konsentrasi pada aluminum sulfat yaitu 23% dan aquades 76%.

Berdasarkan hasil pengamatan, warna sediaan formula 10A berwarna keruh,

dan bau yang ditimbulkan berbau oleum rosae, kemudian kekentalannya tidak kental

atau cair, dan sediaan yang dihasilkan homogen.

Warna yang dihasilkan pada sediaan berwarna keruh, hal tersebut dapat

disebabkan karena warna dari zat aktif yaitu alumunium sulfat yang berwarna putih

keruh, sehingga warna sediaan yang dihasilkan berwarna keruh.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 17

Page 18: Prk. 3 - Deodorant

Kekentalan yang dihasilkan pada sediaan tersebut cair. Hal ini disebabkan

karena aquadest yang digunakan cukup besar, yaitu 86% dari total volume sediaan

sebanyak 50 mL, sehingga mengakibatkan sediaan deodorant menjadi cair.

Homogenitas sediaan yang dihasilkan yaitu homogeny. Hal ini berarti semua

zat dapat terlarut oleh aquadest, terutama zat aktif aluminium sulfat. Aluminium

sulfat mudah larut dalam air. Dengan jumlah total aquadest sebanyak 86% dari 50

mL sediaan (43 mL) dapat melarutkan aluminium sulfat sebanyak 13% dari total

sediaan (6.5 gram) dan zat-zat yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan sediaan

yang dihasilkan homogeny.

Berdasarkan hasil pengamatan, warna sediaan formula 10 B berwarna keruh,

dan bau yang ditimbulkan berbau oleum rosae, kemudian kekentalannya tidak kental

atau cair, dan sedian yang dihasilkan homogen.

Warna yang dihasilkan pada sediaan berwarna keruh, hal tersebut dapat

disebabkan karena warna dari zat aktif yaitu alumunium sulfat yang berwarna putih

keruh, sehingga warna sediaan yang dihasilkan berwarna keruh.

Kekentalan yang dihasilkan pada sediaan tersebut cair. Hal ini disebabkan

karena aquadest yang digunakan cukup besar, yaitu 76% dari total volume sediaan

sebanyak 50 mL, sehingga mengakibatkan sediaan deodorant menjadi cair.

Homogenitas sediaan yang dihasilkan yaitu kurang homogeny. Hal ini dapat

disebabkan jumlah aquadest yang kurang untuk melarutkan seluruh zat, terutama

zat aktif yaitu aluminium sulfat. Aquadest sebanyak 76% dari total volume sediaan

50 mL (30 mL) tidak dapat melarutkan aluminium sulfat sebanyak 23% (11.5 gram).

Padahal aluminium sulfat kelarutannya mudah larut dalam air. Tidak homogennya

sediaan ini dapat diakibatkan karena perbandingan antara aquadest dengan

aluminium sulfat tidaklah sebanding, karena jumlah aluminium sulfat yang digunakan

sebanyak 11.5 gram. Jumlah ini cukup besar, sehingga aquadest yang digunakan

hanya 30 mL tidak dapat melarutkan seluruh zat, sehingga sediaan menjadi tidak

homogen.

Formula 11A yang terdiri dari PEG 4000 5 %+ Cetyl alkohol 5% + Cera Alba

10% + Olive Oil 5% + Aluminium Sulfat 15 % + Gliserin 5 % + Aquades 55% +

Nipagin 0,01%. Formula 11B terdapat perbedaan pada konsentrasi PEG 4000 3 %,

cetyl alkohol 7% dan cera alba 8%. Kedua formula tidak menghasikan solid cream

deodorant yang diharapkan karena terjadi kesalahan pada proses pengerjaan.

Dimana PEG 4000 yang mudah larut dalam fase air dimasukkan dalam fase minyak

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 18

Page 19: Prk. 3 - Deodorant

sehingga fungsi PEG tidak dapat bekerja. Hal ini menyebabkan sediaan menjadi

memiliki dua fase akibat ketidakcampuran.

PEG merupakan media semipolar, berfungsi sebagai jembatan antara zat

yang umumnya lipofilik dengan zat yang hidrofilik. Dalam suatu sistem yang

mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, PEG akan memilih larut

dalam salah satu fase dan terikat kuat dalam fase tersebut dibandingkan dengan

fase lainnya. Dengan demikian seolah menjadi tali pengikat antar molekul, sehingga

terjadi suatu kesetimbangan.

Kemampuan antikeringat terutama disebabkan oleh kandungan bahan

aktifnya. Semua jenis deodoran antikeringat biasanya mengandung beberapa

senyawa aktif yang berbasis pada unsur aluminium. Dalam formula juga terdapat

bahan aluminium sulfat. Senyawa aktif inilah yang menyebabkan antiperspiran dapat

menahan keringat. Ketika ion aluminium masuk ke dalam sel, air akan melewatinya.

Semakin banyak air, maka sel tadi makin menggembung menjadi besar. Sel tadi

kemudian menekan saluran kelenjar ekrin, sehingga keringat tidak dapat keluar.

Cera alba digunakan untuk meningkatkan konsistensi krim deodorant dan

untuk menstabilkan bentuk sediaan. Dalam pembuatan krim penggunaan zat

pembasah bertujuan supaya zat yang dapat membuat zat aktif mudah terbasahi oleh

air. Tahap kritis dalam pembuatan sediaan ini adalah pencampuran partikel padat

kedalam pembawa yaitu pembasahan partikel padat untuk mendapatkan dispersi

yang stabil. Surfaktan dan humektan adalah contoh zat pembasah.

Dalam praktikum dilakukan penambahan zat pembasah yaitu gliserin sebagai

Humektan. Humektan ini digunakan tergantung dari sifat permukaan padat cair

bahan aktif. Serbuk sulit dibasahi air disebut hidrofob, seperti sulfur. Dalam

pembuatan krim penggunaan humektan sangat berguna dalam penurunan tegangan

antar muka dan pembasah akan dipermudah. Kestabilan suatu krim deodorant dapat

ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas medium dispersi, mengecilkan ukuran

partikel terdispersi, dan mengurangi perbedaan berat jenis partikel dan medium

dispersi dapat dilakukan dengan meningkatkan densitas cairan dengan

menambahkan gliserin. Humectant ini adalah bahan yang menyerap air dari udara

dan mempertahankannya di dalam lapisan kulit. Untuk dapat bekerja selayaknya,

humectant memerlukan tingkat kelembapan yang sangat tinggi. Humectant juga

berguna untuk melembutkan kulit yang menebal.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 19

Page 20: Prk. 3 - Deodorant

Mekanisme kerja humektan adalah menghilangkan lapisan udara pada

permukaan zat padat, sehingga zat padat dan humektan lebih mudah kontak dengan

pembawa.

Setiap sediaan yang mengandung air dan minyak harus menggunakan

pengawet untuk mencegah kontaminasi bakteri setelah produk dibuka

(segel/kemasannya). Pengawet ini juga dapat memicu reaksi dari kulit. Pengawet

yang digunakan adalah nipagin.

Di dalam formula terdapat cetyl alkohol. Cetyl alkohol digunakan sebagai

emolien, penyerap air, dan agen pengemulsi. Cetyl dapat meningkatkan stabilitas

dari sediaan, memperbaiki tekstur dan meingkatkan konsistensi sediaan.

Pada akhir sediaan terdapat dua fase yang tidak saling bercampur. Fase

pertama adalah fase air berupa cairan dan fase kedua adalah fase minyak yang

kental.

Formula 12A yang terdiri dari Gilserin 2% + Propilen glikol 5% + Alumunium

Sulfat 30% + Toilet spirit (etanol) 50% + Nipagin 0,01% + Aquades ad 100%.

Formula 12B terdapat perbedaan pada konsentrasi di Toilet spirit (etanol) 40%.

Formula ini tidak menghasilkan lotion yang diharapkan karena Alumunium korida

diganti dengan Alumunium Sulfat. Aluminium sulphate (Tawas) Tawas adalah

semacam batu putih agak bening yang bisa digunakan untuk membeningkan air.

Selain manfaatnya untuk menjernihkan air, ternyata tawas juga dapat digunakan

untuk menghilangkan bau badan khususnya didaerah ketiak. Alumunium sulfat

berfungsi sebgaai zat antiperspirant yang berfungsi menekan produksi keringat dan

menyumbat saluran keringat. Mekanisme menyumbat saluran keringat dengan

membentuk endapan protein keringat, membentuk endapan keratin epidermis, dan

membentuk infiltrate dinding saluran keringat.

Dari segi kelarutan Alumunium sulfat larut dalam 1 bagian air, tidak larut

dalam alcohol, hal tersebut yang menyebabkan lotion tidak terbentuk karena jumlah

air yang tersedia dalam formula terlalu sedikit sehingga tidak mampu melarutkan

Alumunium Sulfat dengan konsentrasi yang besar. Selain itu dalam pembuatan

ditemukan masalah Alumunium sulfat yang tidak larut sehingga dihasilkan deodorant

dan antiperspirant yang cair dan terbentuk dua fasa (endapan & cairan). Hal tersbut

terjadi selain kelarutan Alumunium Sulfat yang kecil dalam air juga disebabkan tidak

larutnya Alumunium sulfat dalam etanol, meskipun dalam pembuatan etanol

dimasukkan terakhir setelah Alumunium sulfat ditambah air, nipagin, gliserin,

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 20

Page 21: Prk. 3 - Deodorant

propilen glikol, hasilnya tetap saja alumunium sulfat tidak larut dan tidak terbentuk

lotion. Dalam pembuatan untuk melarutkan Nipagin debelumnya Nipagin dilarutkan

dalam propilen glikol.

Pada rencana formula sebelumnya digunakan zat aktif Alumunium Klorida

mempunyai aktifitas sebagai bakterisid dan bakteriostatik sehingga aktifitas bakteri

dapat dihambat dan bau badan pun dapat dihindari. Selain itu, alumunium klorida

juga dapat memblokade pori-pori dengan koagulasi protein oleh ion polivalen

sehingga laju pengeluaran keringat dapat di kontrol. Aluminium klorida menghasilkan

pH asam dari hidrolisa yang dapat berfungsi untuk pertahanan natural terhadap

infeksi bakteri dan jamur. Garam aluminium dapat mengakibatkan keratinisasi

abnormal sehingga terjadi blokade pada muara kelenjar keringat sehingga aliran

keringat terhambat. Alumunium Kolrida mempuyai PH 4 sehingga tidak akan

menyebabkan iritasi kulit taua merusak jaringan (Formularium Kosmetika Indonesia).

Pada praktikum Alumunium Klorida diganti dengan Alumunium Sulfat yang memiliki

memiliki efek bakteriostatik dan bakterisid tapi tidak dapat menutupi atau pori-pori

keringat sehingga ia tidak dapat berfungsi sebagai anti perspirant.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 21

Page 22: Prk. 3 - Deodorant

Gliserin digunakan dalam formulasi sebagai pembasah atau wetting agent

karena gliserin dapat mengikat air dari udara dan dalam kulit sehingga kulit tetap

lembab, dan pemakaian pun menjadi nyaman.

Toilet spirit atau etanol digunakan untuk memberika efek dingin dalam

formula tersebut. Nipagin dalam formula ini digunakan sebgai pengawet agar

stabilitas sediaan terjaga dari kontaminasi mikroba.

Mekanisme terbentuknya keringat adalah,bau keringat berbeda pada setiap

bagian tubuh maupun individu. Keringat segar yang baru disekresikan umumnya

tidak berbau.

a. Kelenjar apokrin, mensekresikan bahan berlemak dan protein, keduanya

merupakan substrat mikroba →dekomposisi menjadi asam lemak BM rendah

menjadi (as.kaproat & as.kaprilat , asam isovalerat & butirat ), senyawa amonia

dan amin →bau tidak sedap.

b. Kelenjar ekrin bukan substrat bakteri →tidak menimbulkan bau , kecuali ada

sekret kelenjar apokrin.

Usaha untuk mengontrol bau keringat :

a. Mencegah dekomposisi oleh mikroba → deodoran .

b. Mencegah laju pengeluaran keringat → antiperspiran .

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 22

Page 23: Prk. 3 - Deodorant

VI. KESIMPULAN

a) Formula 10A dan 10B merupakan sediaan deodorant berbentuk cair

b) Formula 11A dan 11B tidak menghasilkan solid cream deodorant yang

diharapkan karena proses pencampuran yang salah dimana PEG 4000 yang

larut dalam air dimasukkan ke dalam fase minyak.

c) Sediaan akhir deodorant pada formula 11A dan 11B membentuk dua fase ( fase

air dan fase minyak) yang tidak saling bercampur.

d) Formula ini tidak menghasilkan lotion yang diharapkan karena Alumunium korida

diganti dengan Alumunium Sulfat.

e) Dari segi kelarutan Alumunium sulfat larut dalam 1 bagian air, tidak larut dalam

alcohol, hal tersebut yang menyebabkan lotion tidak terbentuk karena jumlah air

yang tersedia dalam formula terlalu sedikit sehingga tidak mampu melarutkan

Alumunium Sulfat dengan konsentrasi yang besar.

SARAN

a. Konsentrasi bahan sebaiknya perlu diperhatikan dan digunakan dalam batas

konsentrasinya, karena akan mempengaruhi hasil sediaan.

b. Kelarutan suatu bahan dapat mempengaruhi hasil dari sediaan akhir.

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 23

Page 24: Prk. 3 - Deodorant

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewan Redaksi Panitia Formularium Kosmetika Indonesia. 1985.

Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

2. Anonym. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI :

Jakarta

3. Anonym. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI :

Jakarta

4. Cowe,Raymond C, Paul J Sheskey, & Marian E Quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Eksipients : Sixth Edition. Pharmaceutical Press : Britain.

5. Sweeetman, Sean C. 2009. Martindale : The Complete drug Reference, 36th

edition. Pharmaceutical Press : Britain.

6. NaturaKos. Badan POM RI. Vol. iv/no.12, November 2009

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI KELOMPOK 5 FARMASI 6 A Page 24