praktik adat tunggu tubang pada masyarakat …

119
PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT SEMENDE DI TANAH RANTAUAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: Azriyani 1113044000015 P R O G R A M S T U D I HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438H/2017M

Upload: others

Post on 21-Apr-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT SEMENDE

DI TANAH RANTAUAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi salah satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Azriyani

1113044000015

P R O G R A M S T U D I HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438H/2017M

Page 2: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

i

PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT SEMENDE

DI TANAH RANTAUAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Azriyani

NIM: 1113044000015

Dibawah Bimbingan,

P R O G R A M S T U D I HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438H/2017M

Page 3: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA

MASYARAKAT SEMENDE DI TANAH RANTAUAN telah diujikan dalam

sidang munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Juli 2017, skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program

Studi Hukum Keluarga.

Page 4: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 5: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

iv

ABSTRAK

Azriyani. NIM 1113044000015. PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG

PADA MASYARAKAT SEMENDE DI TANAH RANTAUAN. Program Studi

Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1438 H / 2017 M., x+79 halaman+29 lampiran

Adat Tunggu Tubang merupakan suatu sistem adat yang terdapat pada

Suku Semende yaitu pembagian harta warisan yang otomatis jatuh secara turun-

temurun kepada anak perempuan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana cara pelaksanaan adat Tunggu Tubang pada Suku Semede yang berada

di perantauan. Apakah mereka masih menerapkan adat Tunggu Tubang ini atau

tidak. Dalam skripsi ini juga akan diteliti alasan mengapa mereka masih

menerapkannya atau meninggalkannya. Selain itu juga, akan diuraikan persamaan

dan perbedaan pelaksanaan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende di daerah

asalnya dengan di daerah perantauan.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang dilakukan

di daerah Waydadi Bandar Lampung. Pendekatan yang dipergunakan adalah

pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dasar tujuannya pada permasalahan-

permasalahan yang ada dalam masyarakat untuk mengetahui realitas yang ada

dalam masyarakat. Karena suatu tindakan seseorang pada prinsipnya merupakan

hasil proses sosial ketika orang tersebut berinteraksi dengan orang lain. Sehingga

tidak hanya memaparkan ciri tertentu tetapi juga menggali dan menganalisa

bagaimana hal itu terjadi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Yang diwawancarai

adalah tokoh adat, tokoh agama, anak Tunggu Tubang serta beberapa elemen

masyarakat Semende yang berada di Kelurahan Waydadi. Dan data yang

terkumpul dianalisa dengan metode komparatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kewarisan adat Tunggu

Tubang pada Suku Semende di daerah Waydadi ini dapat dilakukan sebelum dan

sesudah orang tuanya meninggal yang cara pelaksanaan dilakukan secara turun

temurun yang otomatis jatuh kepada anak perempuan pertama. Alasan masih

diterapkannya adat Tunggu Tubang ini karena adat ini merupakan warisan dari

nenek moyang yang harus dilestarikan dan juga sebagai pusat tempat

berkumpulnya semua keluarga baik keluarga deket dan keluarga jauh. Persamaan

pelaksanaan adat Tunggu Tubang di daerah asal dan di daearah perantauan dapat

dilihat dari waktu pelaksanaan pembagian, penerimaan harta Tunggu Tubang,

harta Tunggu Tubang dan hak anak Tunggu Tubang. Sedangkan perbedaannya

terletak pada tanggung jawab anak Tunggu Tubang, di daerah asal tanggung

jawab anak Tunggu Tubang harus mengawasi secara langsung harta Tunggu

Tubang dan tidak boleh diwakilkan sedangkan di daerah perantauan, dalam

pengawasannya boleh diwakilkan.

Kata Kunci : Adat Tunggu Tubang, perantauan, Suku Semende

Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, SH, M. Ag

Daftar pustaka : Tahun 1989 s.d. Tahun 2016

Page 6: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

v

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat

nikmat serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT SEMENDE

DI TANAH RANTAUAN”. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada

junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu memberi syafaat kepada

umatnya dari setiap lafadz sholawat yang terucap.

Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari

dukungan, arahan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan

rasa syukur penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

beserta jajaran dan staff Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga Dr. H. Abdul Halim, M.Ag dan Arip

Purkon, S.HI., MA selaku Sekertaris Progam Studi Hukum Keluarga, serta

Hj. Hotnidah Nasution, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima

kasih atas arahan, bantuan, panutan serta bimbingan yang telah diberikan

selama ini.

3. Dr. Hj. Mesraini, SH., M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang

senantiasa memberikan bimbingan, saran dan banyak ilmu kepada penulis

dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahaan,

Page 7: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

vi

yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa mengurangi rasa hormat

penulis.

5. Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staff

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Staff Perpustakaan Universitas

Indonesia yang telah memberikan pelayanan kepada penulis serta

memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustkaan guna

menyelesaikan skripsi ini

6. Orang Tua Penulis ayahanda Samsiri, ibunda Zuraida, ayuk penulis Rini

Oktavia dan adik penulis Riski Rizaldi dan Riyan Arisandi yang telah

mencurahkan segalanya, memberikan kasih sayangnya dan doanya untuk

kesuksesan penulis.

7. Sahabat seperjuangan penulis Irdho Florian Darwis, Nur Solehah, yang selalu

memberi semangat kepada penulis dan yang selalu mendengarkan keluh

kesah penulis dalam penulisan skripsi ini

8. Sahabat Dumang penulis Utami Zuraidah, Irma Zhafira Nur Sabrina Hajida,

Indah Ayu Komalasari, Nur Indah Faradhiyah, Hikmah, Vicky Fauziah,

Faraidhika Muadhina, yang telah mewarnai kehidupan penulis selama

menuntut ilmu dan jadi anak rantauan semoga kita sukses di masa yang akan

datang kelak jadi istri yang solehah.

9. Alumni Perguruan Diniyyah Putri Lampung yang hijrah ke UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, khusnya Lia Rizki Ramadhani, Redno Novicta Sari,

Rizka Aulia Puspita yang senantiasa memberi semangat kepada penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 8: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

vii

10. Peserta KKN Suvernova, serta masyarakat Kampung Neglasari yang telah

memberikan pengalaman yang luar biasa dan ilmunya kepada penulis yang

tidak pernah penulis dapatkan dari bangku perkuliahan.

11. Himpunan Mahasiswa Lampung dan Keluarga Besar Asrama Putri UIN

Jakarta angkatan 2013, Ali Maksum, Rahmat Ramdhani, Uchal Darwis,

Abdurrahman, Ibnu, Gerry.

12. Teman-teman Hukum Keluarga Uin Jakarta khususnya angkatan 2013 Abi,

Rustanti Aulia dan Nidzom yang telah berbagi ilmu dan bertukar pikiran

dengan penulis. Semoga ilmu yang kita dapatkan menjadi ilmu yang

bermanfaat.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

semoga Allah membalasnya. Amiin

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk

mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

Jakarta, Mei 2017

penulis

Page 9: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 7

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................................... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penulisam .......................................................... 8

E. Kajian (Review) Studi Terdahulu ........................................................ 9

F. Metode Penelitian ............................................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 14

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KEWARISAN ADAT

TUNGGU TUBANG DAN SUKU SEMENDE

A. Kewarisan Adat ................................................................................. 17

1. Hukum Waris Adat ...................................................................... 17

2. Sistem Kewarisan Adat ................................................................ 21

B. Adat Tunggu Tubang ........................................................................ 24

1. Pengertian Adat Tunggu Tubang ................................................. 24

2. Macam-macam Tunggu Tubang .................................................. 26

3. Hak dan Kewajiban Tunggu Tubang ........................................... 29

4. Pembagian Waris dalam Adat Tunggu Tubang ........................... 30

C. Suku Semende ................................................................................... 33

1. Pengertian Semende ..................................................................... 33

2. Sejarah Semende .......................................................................... 34

3. Tujuan Pendirian Ajaran Semende .............................................. 37

4. Ajaran Semende ........................................................................... 38

BAB III PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS DI KELURAHAN

WAYDADI KECAMATAN SUKARAME

A. Deskripsi Singkat Kelurahan Waydadi ............................................. 42

1. Letak Geografis ............................................................................ 42

2. Kondisi Sosial Masyarakat ........................................................... 44

3. Kondisi Pendidikan dan Keagamaan ........................................... 45

4. Mata Pencaharian Masyarakat Waydadi ...................................... 47

B. Pelaksanaan Pembagian Waris di Kelurahan Waydadi

Kecamatan Sukarame ....................................................................... 48

Page 10: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

ix

BAB IV PEMBAGIAN WARIS ADAT TUNGGU TUBANG PADA

MASYARAKAT SEMENDE DI PERANTAUAN

A. Pelaksanaan Adat Tunggu Tubang di Kelurahan Waydadi

Kecamatan Sukarame ....................................................................... 51

B. Analisis Terhadap Pelakasanaan Kewarisan Adat Tunggu

Tubang masyarakat Semende di Daerah Perantauan ........................ 54

C. Persamaan dan Perbedaan Praktik Adat Tunggu Tubang Suku

Semende di Daerah Asa dan Perantauan .......................................... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 74

B. Saran ................................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Pembimbing

2. Surat Telah Melakukan Wawancara

3. Surat Balasan dari Kantor Kecamatan

4. Surat Balasan dari Organisasi IKSS

Page 12: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

yang di dalamnya terdapat beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat dan

kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Salah satu

contoh perbedaan tersebut adalah perbedaan dalam tata cara proses pembagian

harta warisan.

Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum waris, yaitu

hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris barat (dikenal dengan

nama hukum waris perdata). Setiap penduduk, dibolehkan menggunakan salah

satu dari hukum tersebut. Bagi penduduk yang beragama Islam, diberlakukan

penggunaan hukum waris Islam. Bagi penduduk nonmuslim asli pribumi

diberlakukan hukum adatnya masing-masing yang dipengaruhi oleh unsur-

unsur agama dan kepercayaan. Adapun hukum waris barat, diberlakukan

kepada orang-orang Eropa, Timur Asing, dan orang-orang pribumi serta

muslim yang mau tunduk dengan hukum tersebut.1

Hukum waris adat adalah tata cara pewarisan menurut hukum adat

yang yang berlaku. Hukum ini merupakan konsekuensi dari masih

terpeliharanya hukum adat yang ada di beberapa daerah di Indonesia, sebagai

bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia. Bisa dikatakan bahwa

1Wahyu Kuncoro, Waris Permasalahannya dan Solusinya, (Jakarta: Perum Bukit Permai,

2015), cet. 1, h. 6.

Page 13: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

2

keragaman kehidupan masyarakat Indonesia berbanding lurus dengan

keragaman hukum adatnya, tak terkecuali hukum waris.2 Suku Semende

adalah salah satu dari sekian banyak suku di Indonesia yang masih

menerapkan sistem kewarisan adat yang merupakan warisan dari nenek

moyang Suku Semende yang berasal dari daerah asal yaitu daerah Ogan

Komering Ulu (OKU), Semende Lebak, Semende Darat, dan lain sebagainya.

Pada sistem kewarisan, Suku Semende dipandang menganut sistem

kewarisan mayorat perempuan yang dikenal dengan Adat Tunggu Tubang.3

Adat Tunggu Tubang merupakan suatu adat yang terdapat pada masyarakat

Semende yang mengatur tentang pembagian harta warisan dari orang tua

kepada anak perempuan tertua. Adat ini masih berlaku sampai sekarang. Adat

ini menerima harta pusaka warisan dari nenek moyangnya secara turun

temurun.4

Mereka yang dapat dikategorikan sebagai Tunggu Tubang adalah anak

kandung yang sah dari perkawinan orang tuanya dengan kemungkinan sebagai

berikut:

1. Anak pertama dengan jenis kelamin perempuan.

2. Anak kedua, ketiga, dan keempat, tetapi sebelumnya tidak ada anak

perempuan.

3. Anak bungsu, tetapi satu-satunya anak perempuan.

2Wahyu Kuncoro, Waris Permasalahannya dan Solusinya, h. 12.

3Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakara: cv. Rajawali, 1981), cet. 1, h. 286.

4M. Rendy Praditama, Sikap Masyarakat Terhadap AdatTunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.Skripsi.

(http://digilib.unila.ac.id/760/04 Febuari 2014). Diakses pada 12 November 2016.

Page 14: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

3

4. Anak perempuan kedua, akan tetapi kakak-kakak perempuannya meninggal

dunia.

5. Anak laki-laki pertama akan tetapi tidak memiliki saudari perempuan.5

Pembagian warisan Adat Tunggu Tubang ini tampak berbeda dengan

pembagian warisan menurut hukum Islam. Dalam Islam, pembagian harta

warisan antara anak laki-laki dan perempuan itu adalah 2:1, artinya bagian

seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, dan jika anak

itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari

harta yang ditinggalkan, dan jika anak perempuan itu hanya seorang maka ia

memperoleh separuh dari harta warisan6. Hal tersebut sesuai dengan firman

Allah Surah An-Nisa’ ayat 11:

Artinya: Allah mensyari'atkan (mewajibkan) bagimu tentang

(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki

5I Suntoro, dkk, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung

Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Jurnal

(http://digilib.unila.ac.id/760/2013). Diakses pada 12 November 2016. 6 Yusuf Qaradhawi, Fiqih Wanita, (Bandung: Penerbit Jabal, 2012), cet. 10, h. 17-18.

Page 15: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

4

sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu

semuanya perempuan yang jumahnya lebih dari dua, maka bagi mereka dua

pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja,

maka ia memperoleh setengah harta yang ditinggalkan. Dan untuk dua

orang ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang

ditinggalkan, jika yang meninggal itu memiliki anak. Jika orang yang

meninggal tidak memiliki anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja),

maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu memiliki

beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-

pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang di buatnya atau

(dan sesudah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,

kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

Muhammad Ali al-Shabuni dalam buku al-Mawaarist fii al-Syarii’ah

al-Islaamiyah fii Dhlau’ al-Kitaab wa al-Sunah menjelaskan, bahwa Islam

membedakan bagian laki-laki dengan perempuan, yang memiliki alasan

sebagai berikut: Pertama, seorang perempuan telah mencukupi biaya

kebutuhan hidupnya dan nafkahnya dibebankan kepada anak laki-laki. Kedua,

perempuan tidak dibebani tanggung jawab untuk memberi nafkah atas

seseorang, berbeda dengan laki-laki yang dibebani memberi nafkah kepada

keluarga dan kerabat yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya. Ketiga,

nafkah laki-laki lebih banyak, kewajiban kebendanya lebih besar dan

kebutuhan materialnya lebih banyak dibandingkan perempuan. Keempat,

seorang laki-laki harus memberikan mahar kepada istrinya, dan dibebani

nafkah berupa tempat tinggal, makanan, dan lain sebagainya. Kelima,

kebutuhan pendidikan anak, pengobatan, dan kebutuhan lain istri dan anak

juga ditanggung oleh laki-laki bukan perempuan.7

7 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), edisi

revisi, h. 294-295.

Page 16: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

5

Perbedaan kewajiban dan tanggungan yang dibebankan pada masing-

masing pria dan wanita itu sesuai dengan syariat. Sebagai contoh, seorang pria

wafat meninggalkan seorang anak laki-laki dan anak perempuan. Kemudian

anak laki-laki itu menikah dan membayar mahar kepada pengantin wanitanya.

Setelah mereka hidup bersama, maka sang suami harus menafkahi isterinya.

Berbeda situasinya saat anak perempuan menikah. Dia mendapatkan mahar

dari suaminya dan saat mereka tinggal bersama, suaminya menafkahi istinya

meskipun sang istri adalah orang kaya. Kaya atau miskin biaya hidup sang

istri ditanggung oleh suaminya.8

Jadi, kehadiran hukum kewarisan Islam dengan sangat tegas

menempatkan anak perempuan dan laki-laki masing-masing memiliki hak dan

kewajiban untuk menerima bagian sesuai dengan ketentuan yang telah

diberlakukan.

Meskipun tampak berbeda dengan sistem kewarisan Islam, namun

sampai saat ini masyarakat Suku Semende dalam sistem kewarisannya masih

menerapkan sistem pembagian Adat Tunggu Tubang yang mana anak

perempuan pertama mendapatkan semua harta warisan dari orang tuanya.

Suku Semende pada awal kelahirannya merupakan keturunan dari Puyang

Awak yang berasal dari Pardipo Pasemah. Pardipo adalah salah satu rumpun

Semende Darat yang perlahan-lahan menyebar ke daerah-daerah sekitarnya,

seperti Semende Lembak (Pulau Beringin), Bayur, Ogan Komering Ulu

(OKU) dan Bengkulu Selatan termasuk, Ulu Danau, Muara Sindang dan

8 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2011), cet. 10, h. 539.

Page 17: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

6

Marga Ulu Sungai Nasal yang mencakup beberapa Marga, seperti Marga

Kinal, Marga Padang Guci, Marga Kedurang, dan Segimin.9

Suku Semende mulai bermigrasi ke Selatan pada tahun 1876. Salah

satu tempat bermigrasinya masyarakat Semende adalah di Bandar Lampung,

Kelurahan Waydadi, Kecamatan Sukarame. Kebiasaan Suku Semende adalah

ketika mereka melakukan perantauan, mereka ingin tetap berada di satu

lingkungan yang mayoritas itu Suku Semende sendiri, karena dengan tinggal

satu lingkungan sesama masyarakat Semende akan semakin memperkuat

sistem kekerabatan Suku Semende di perantauan.

Masyarakat Semende yang berada di Kelurahan Waydai Bandar

Lampung, ini merupakan masyarakat perantauan, yang mana di daerah asalnya

mereka melaksanakan pembagian waris berdasarkan waris adat Semende yang

disebut dengan “Tunggu Tubang”. Lalu bagaimanakah pembagian waris

masyarakat Semende yang merantau ke daerah Bandar Lampung ini? Apakah

masyarakat Semende di perantauan masih melaksanakan waris adat Tunggu

Tubang secara menyeluruh? ataukah dalam bentuk yang berbeda dalam

warisan adat Tunggu Tubang di daerah asal mereka? Jika mereka masih

menerapkan waris adat Tunggu Tubang secara utuh, apa alasan mereka

mempertahankan hal tersebut? Atau jika waris adat Tunggu Tubang tersebut

telah dimodifikasi, apa alasan mereka mengubahnya? Untuk menjawab

9 Arwin Rio Saputra, dkk, Persepsi Masyarakat Semende Terhadap Harta Warisan Dengan

Sistem Tunggu Tubang. Jurnal sosiologi Mahasiswa Universitas Lampung. (http://

publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/sosiologi/article/view/167.2014). Diakses pada 13 November

2016.

Page 18: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

7

pertanyaan-pertanyaan tersebut, peneliti tertarik mengkajinya dalam bentuk

sebuah penelitian skripsi dengan judul “Praktik Adat Tunggu Tubang pada

masyarakat Suku Semende di Tanah Rantauan.”

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah beberapa permasalahan yang berkaitan

dengan tema yang dibahas. Adapun identifikasi masalahnya adalah sebagai

berikut:

1. Apa makna filosofis Tunggu Tubang?

2. Bagaimana sejarah adat Tunggu Tubang?

3. Bagaimana sikap ahli waris yang lain dalam sistem adat Tunggu Tubang?

4. Bagaimana korelasi hukum waris adat Tunggu Tubang dengan Hukum

Islam?

5. Bagaimana pembagian waris masyarakat Semende yang telah pergi

merantau?

6. Apa alasan masyarakat Semende yang merantau ke daerah Waydadi,

Bandar Lampung masih menerapkan sistem kewarisan adat Tunggu

Tubang?

7. Adakah perbedaan dan persamaan penerapan sistem kewarisan adat

Tunggu Tubang Suku Semende di daerah asal dengan di daerah

perantauan?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Masyarakat Suku Semende merantau ke banyak daerah, agar lebih fokus

dalam penelitian skripsi ini dibatasi hanya praktik pelaksanaan kewarisan adat

Tunggu Tubang Suku Semende yang merantau ke daerah Waydadi,

Page 19: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

8

Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung. Permasalahan dalam skripsi ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada Suku

Semende di Waydadi Bandar Lampung? Dan mengapa diterapkan

demikian?

2. Apa persamaan dan perbedaan pelaksanaan kewarisan adat Tunggu

Tubang pada Suku Semende di daerah asalnya dengan di daerah

perantauan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada

Suku Semende di Sukadana Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan Tunggu Tubang pada suku

Semende di daerah asalnya dengan di daerah perantauan

2. Manfaat

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

terhadap masyarakat Semende khususnya masyarakat Semende yang

merantau ke daerah lain, sebagai bahan perbandingan untuk penelitian

yang lebih luas mengenai adat “Tunggu Tubang”

Page 20: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

9

b. Secara Praktis

Sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut dan diharapkan dapat

memberikan khazanah pengetahuan di bidang hukum, khususnya

hukum waris.

E. Kajian Studi Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian terdahulu

sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan. Adapun kajian terdahulu yang

menjadi acuan antara lain:

1. Skripsi Habidin, Mahasiswa Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah IAIN

Walisongo Tahun 2012, judul skripsi : Pelaksanaan Kewarisan Tunggu

Tubang Mayarakat Semende dalam Perspektif Hukum Islam di Desa

Pulau Panggung, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara

Enim. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah masyarakat adat Semende

Desa Mutar Alam, Sukananti, dan Sukaraja Kec. Way Tenong Kab.

Lampung Barat, belum sesuai dengan ketentuan hukum Kewarisan Islam.

2. Tesis Iskandar, Mahasiswa Jurursan Kenotariatan Universitas di Ponegoro

Semarang Tahun 2003, judul tesis : Kedudukan Anak Tunggu Tubang

dalam Pewarisan Masyarakat Adat Semende di Palembang. Hasil

penelitian dari tesis ini bahwa kedudukan anak Tunggu Tubang pada

masyarakat Semende di Palembang adalah bertanggung jawab terhadap

harta Tunggu Tubang dan bertanggung jawab terhadap sanak

keluarganya.

Page 21: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

10

Yang membedakan pembahasan penulis dalam skripsi ini dengan

penelitian-penelitian di atas adalah penulis lebih menfokuskan tentang praktik

pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada masyarakat Suku Semende

yang berada di daerah perantauan, untuk mencari persamaan dan perbedaan

penerapan adat Tunggu Tubang di daerah asal dengan di daerah perantauan.

Serta menggali alasan kenapa masyarakat Semende di perantauan masih

menerapkan sistem yang demikian.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian berarti cara yang dipakai untuk mencari,

mencatat, menemukan dan menganalisis sampai menyusun laporan guna

mencapai tujuan.10

Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam

penyusunan skripsi ini diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian skripsi ini adalah penelitian Field Research, yaitu penelitian

yang dilakukan dengan cara mengunjungi langsung lokasi penelitian

untuk melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait dan

pengamatan terhadap praktik sistem kewarisan adat Tunggu Tubang pada

Suku Semende di tanah perantauan, yaitu di Kelurahan Waydadi Bandar

Lampung. Selain itu, penelitian ini juga merupakan Library Research,

yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalis

literatur yang ada yang memiliki relevansi dengan tema skripsi ini.

10

Cholid Nur Boko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara Pustaka,

1997), h. 1.

Page 22: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

11

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penggunaan

pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memahami masyarakat,

masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak

mungkin fakta secara mendalam, dan data disajikan dalam bentuk verbal

bukan dalam bentuk angka.11

Adapun dilihat dari sasaran atau objek penelitian dapat dipahami

bahwa penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian atau studi hukum

pada masyarakat yang dilatar belakangi oleh suatu kebutuhan bahwa hukum

lebih dipandang dapat menjalankan fungsinya sebagai “rekayasa sosial”.12

Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan sosiologis yaitu pendekatan

yang tujuannya pada permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat,

digunakan untuk mengetahui realitas yang ada dalam masyarakat. Karena

suatu tindakan seseorang pada prinsipnya merupakan hasil proses sosial ketika

orang tersebut berinteraksi dengan orang lain.13

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ada 2 macam, sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data yang di dapatkan dari informan yang melalui

wawancara maupun dengan menggunakan metode lainnya.14

Sumber

11

Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pilar Media, 1996), edisi

ketiga, h. 20. 12

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2001), edisi 1, cet. 3, h. 75. 13

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:

Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), cet. 1, h. 58. 14

Anselm Streauss Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Offse,

1997), h. 128.

Page 23: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

12

data primer dalam penelitian ini adalah data hasil wawancara dengan

beberapa tokoh masyarakat Semende yang dinilai mengetahui adat

Tunggu Tubang di Kelurahan Waydadi dan juga dengan masyarakat

Semende yang berada di Kelurahan Waydadi.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini dalam

bentuk dokumen-dokumen resmi, buku-buku dan hasil-hasil penelitian

yang berwujud laporan.15

Selain itu data sekunder dalam penulisan

skripsi ini juga dapat berupa Al-Qur’an, Hadist, Kompilasi Hukum

Islam (KHI), peraturan-peraturan, serta sejumlah tulisan yang dimuat

dalam koran, jurnal dan internet yang erat kaitannya dengan masalah

yang diajukan.

4. Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian skripsi ini diperoleh melalui:

a. Observasi atau melihat langsung objek penelitian.

Observasi atau disebut juga dengan pengamatan, meliputi kegiatan

pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan

seluruh alat indra.16

Dalam hal ini penulis bertindak langsung

sebagai pengumpul data dengan melakukan observasi atau

pengamatan terhadap objek penelitian yakni masyarakat Semende

yang berada di Kelurahan Waydadi, Bandar Lampung yang

melakukan pembagian waris Tunggu Tubang.

15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-press, 1986), h. 12. 16

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,

1989), cet. 1, h.16.

Page 24: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

13

b. Wawancara atau Interview

Interview yang sering juga disebut kuisioner lisan adalah sebuah

dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk

memperoleh informasi dari terwawancara.17

Wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas (ingueded

interview), di mana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi

juga mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan. Hal ini

dilakukan guna mendapatkan hasil atau data yang valid dan terfokus

pada pokok permasalahan yang sedang diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan tokoh

masyarakat Semende, tokoh agama setempat serta masyarakat

Semende yang merantau ke Waydadi, Bandar Lampung dan sudah

berpengalaman melakukan pembagian harta warisan.

c. Dokumentasi

Peneliti menggunakan metode dokumentasi ini untuk memperoleh

data-data dan buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian

di antaranya meliputi arsip jumlah penduduk, pekerjaan, agama,

ekonomi, dan pendidikan penduduk, serta tulisan-tulisan yang

berkaitan dengan objek penelitian ini, kemudian foto-foto selama

penelitian berlangsung dan catatan lapangan atau hasil wawancara

yang nantinya akan diolah menjadi analisis data.

17

Morisan, dkk, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),

cet. 1, h. 214.

Page 25: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

14

5. Pengolahan Data

Dalam mengelola data yang penulis dapatkan baik data dari

wawancara, observasi maupun data tertulis dari berbagai studi

perpustakaan, penulis melakukan analisis terhadap data tersebut dengan

menggunakan analisi komparatif. Analisis komperatif yaitu penelitian

yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk

membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta

dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran

tertentu. Dalam penelitian skripsi ini yang dibandingkan adalah

pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang di daerah asal dengan di

daerah perantauan.

6. Analisa Data

Dalam penganalisa data, mengugunakan teknik komparatif analisis

yaitu teknik analisa di mana penulis menjabarkan data yang diperoleh

dari hasil wawancara di lapangan kemudian menganalisa dengan

berpedoman pada sumber data tertulis yang didapat dari wawancara

kemudian membanding persamaan dan perbedaan mengenai adat

Tunggu Tubang di daerah asal dan di daerah perantauan.

Sedangkan dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengacu kepada

buku “Pedoman Penelitian Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta”.

Page 26: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

15

H. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis

menjadikan sistematika penulisan dalam lima bab, yang mana dalam kelima

bab tersebut terdiri dari sub-sub yang terkait. Sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini dimuat penjelasan tentang latar

belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi

terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Kewarisan adat, adat Tunggu Tubang dan Suku Semende. Dalam

bab ini penulis akan membahas secara umum tentang pengertian

kewarisan adat, sistem kewarisan adat, pengertian adat Tunggu

Tubang, macam-macam Tunggu Tubang,tujuan pembagian waris

Tunggu Tubang, pengertian suku Semende, sejarah Semende,

tujuan dan ajaran Semende.

BAB III Dalam bab ini penulis akan membahas tentang masyarakat

Semende serta kondisi sosialnya di Kelurahan Waydadi, yang

meliputi tentang deskripsii singkat tentang Kelurahan Waydadi,

kondisi masyarakat, pendidikan dan mata pencaharian masyarakat

Semende di Kelurahan Waydadi, serta pelaksanaan pembagian

waris di Kelurahan Waydadi, Kecamatan Sukarame.

BAB IV Membahas tentang inti penelitian dan analisis mengenai

pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende di

Kelurahan Waydadi yang meliputi tentang pelaksanaan pembagian

Page 27: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

16

waris Suku Semende di Kelurahan Waydadi, alasan penerapan adat

Tunggu Tubang, serta persamaan dan perbedaan praktik adat

Tunggu Tubang Suku Semende di daerah asal dan di daerah

perantauan.

BAB V Adalah Penutup. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan

berkaitan dengan pembahasan yang penulis lakukan sekaligus

menjawab rumusan masalah skripsi ini. Uraian terakhir adalah

saran yang dapat dilakukan untuk kegiatan lebih lanjutber kaitan

dengan apa yang telah penulis kaji.

Page 28: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

17

I BBB

GAMBARAN UMUM TENTANG KEWARISAN ADAT TUNGGU

TUBANG DAN SUKU SEMENDE

A. Kewarisan Adat

1. Hukum Warisan Adat

Hukum Adat di Indonesia tidak lepas dari pengaruh susunan

masyarakat yang kekerabatannya berbeda. Hukum waris adat memiliki

corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan

bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, dan

bilateral atau parental. Walaupun bentuk kekerabatan yang sama, belum

tentu berlaku sistem kewarisan yang sama.18

Hukum waris adat adalah salah satu aspek hukum dalam lingkup

permasalahan hukum adat yang materiil dan immaterial, yang mana dari

seorang dapat diserahkan kepada keturunannya sekaligus mengatur saat,

cara dan proses peralihan dari harta tersebut.19

Menurut Prof. Betrand Ter Haar, hukum waris adat adalah proses

penerusan dan peralihan kekayaan materiil dan immateriil dari

keturunan20

. Kemudian menurut Prof. Dr. R. Soepomo, hukum waris adat

memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta

18

Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, (Jakarta: Literata, 2010), h . 22. 19

Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. 3, h. 281. 20

Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),

h.1.

Page 29: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

18

mengoperkan harta benda dan benda yang tidak berwujud

(immaterielegoederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada

turunannya.21

Sedangkan menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma hukum

waris adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur bagaimana

harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi dari

pewaris kepada para ahli waris dari generasi ke generasi.22

Sebagaimana yang telah dikemukan di atas, jadi hukum waris adat

adalah aturan dan norma hukum yang menetapkan harta kekayaan

seseorang baik materiil dan nonmateriil yang dapat diserahkan kepada

keturunannya.

Hal-hal yang penting dalam masalah hukum waris adat adalah bahwa

pengertian warisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur yang masing-

masing merupakan unsur esensial yaitu, seseorang peninggal warisan

yang pada waktu wafatnya meninggalkan warisan, seseorang atau

beberapa orang para ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang

ditinggalkan, harta warisan atau harta peninggalan yaitu kekayaan yang

ditinggalkan dan beralih kepada ahli waris.23

Terdapat tiga asas dalam hukum waris adat, diantaranya :

1. Apabila seseorang meninggal dunia maka yang berhak mewarisi adalah

anak-anaknya dan mereka yang garis keturunannya menurun apabila

21

Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, h. 45. 22

Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, h . 282. 23

Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, h. 283.

Page 30: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

19

tidak ada anak maka yang mewarisi adalah orang tuanya atau saudara-

saudaranya (garis keturunan naik menyamping).

2. Tidak ada ketentuan tentang hak tiap-tiap pewaris atas bagian-bagian

yang mutlak yang telah ditentukan besarnya yang berdasarkan asas

kerukunan dan keadilan sehingga tiap-tiap ahli waris akan

mendapatkan bagiannya masing-masing secara layak.

3. Tidak semua harta peninggalan dapat dibagi-bagi seperti tanah atau

barang pusaka lainnya tetap merupakan harta keluarga secara

bersama.24

Hukum waris adat di Indonesia memiliki sifat tersendiri. Hukum waris

adat di Indonesia memiliki sifat sebagai berikut:

a. Tidak mengenal legitieme portie,25

hukum waris adat menetapkan

dasar persamaan hak. Hak sama ini mengandung hak untuk

diberlakukan sama oleh orang tuanya di dalam proses meneruskan dan

mengoperkan harta benda.

b. Meletakkan dasar kerukunan pada proses pelaksanaan pembagian harta

waris dengan memperhatikan keadaan istimewa setiap pewaris.

c. Harta warisan tidak boleh dipaksakan untuk dibagi antara para ahli

waris.

24

Umar Said Sugianto, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h.

127. 25

Menurut pasal 913 KUHPerdata yang dimaksud dengan Legitime Portie adalah sesuatu

bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris, garis

lurus menurut ketentuan undang-undang, sebagaimana pewaris yang meninggal tak diperbolehkan

menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.

Page 31: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

20

d. Harta peninggalan dapat bersifat tidak dibagi lebih dahulu atau

pelaksanaanya dapat ditangguhkan atau sebagian saja yang dibagi.

e. Memberikan kepada anak angkat, hak nafkah dari harta peninggalan

orang tua angkatnya.

f. Anak perempuan, khususnya di Jawa, apabila tidak ada anak laki-laki

dapat menutup hak mendapat bagian harta peninggalan kakek

neneknya dan saudara orang tuanya.

g. Harta peninggalan bukan merupakan satu kesatuan harta warisan,

melainkan wajib diperhatikan sifat atau macam asal-usul dan

kedudukan hukum dari barang masing-masig yang terdapat dalam harta

peninggalan.26

Masing-masing unsur ini pada pelaksanaan proses penerusan serta

pengoperan kepada yang berhak menerima harta kekayaan itu selalu

menimbulkan persoalan seperti: Pertama, menimbulkan persoalan

bagaimana dan sampai sejauhmana hubungan seseorang peninggal

warisan dengan kekayaan yang dipengaruhi sifat lingkungan kekeluargaan

di mana si peninggal warisan itu berada. Kedua, menimbulkan persoalan

bagaimana dan sejauhmana harus adanya tali kekeluargaan antara si

peninggal warisan dan ahli waris. Ketiga, menimbulkan persoalan

bagaimana serta sampai sejauhmana wujud kekayaan yang beralih itu

26

Umar Said Sugianto, Pengantar Hukum Indonesia, h. 128.

Page 32: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

21

dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana si peninggal

warisan dan ahli waris bersama-sama berada.27

2. Sistem Kewarisan Adat

Di dalam sistem kewarisan adat dapat kita kenal beberapa sistem

kewarisan diantaranya adalah sistem kewarisan individual, sistem

kewarisan kolektif dan sistem kewarisan mayorat.

Sistem kewarisan Individual yaitu sistem kewarisan di mana para

ahli waris mewarisi secara perorangan, seperti suku Batak, Jawa,

Sulawesi, dan lain sebagainya.28

Cirinya adalah bahwa harta peninggalan

dapat dibagi-bagikan diantara para ahli waris seperti pada masyarakat

bilateral.29

Para ahli waris bebas menentukan kehendaknya atas warisan yang

menjadi bagiannya. Kelemahan dari sistem ini bukan saja pecahnya harta

warisan dan merenggangnya hubungan kekerabatan antara para ahli waris

yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat menyebabkan lemahnya

asas hidup kebersamaan dan tolong menolong antara keluarga yang satu

keturunan, yaitu timbulnya perselisihan antara keluarga pewaris. Hal ini

kebanyakan berlaku di masyarakat adat perantauan yang telah jauh dari

kampungnya.30

27

Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, h. 284. 28

Soeryono Soekanto, Hukum Adat Indonesia,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015),

cet. 2, h. 260. 29

Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, h. 285. 30

Ter Haar, terjemahan Soebakti Poespotono, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat,

(Jakarta: Gunung Agung, 1983), h.281.

Page 33: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

22

Sistem kewarisan Kolektif yaitu harta peninggalan itu diwarisi

secara bersama-sama, misalnya harta pusaka tidak dimiliki atau dibagi-

bagikan hanya dapat dipakai atau menjadi hak pakai.31

Hanya penerusan

dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi itu

dilimpahkan kepada anak-anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin

rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau

ibu sebagai kepala keluarga.32

Jadi harta peninggalan diteruskan dan

dialihkan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris sebagai kesatuan

yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap

ahli waris hanya berhak untuk mengusahakan, menggunakan atau

mendapatkan hasil dari harta peninggalan itu.

Kebaikan dari sistem kewarisan kolektif ini adalah apabila fungsi

harta kekayaan itu dipergunakan untuk kelangsungan hidup keluarga

besar dan masa seterusnya, tolong menolong antara keluarga yang satu

dengan yang lain di bawah pimpinan kepala kerabat yang penuh tanggung

jawab.

Sedangkan kelemahan dari sistem kewarisan kolektif ini adalah

menimbulkan cara berfikir yang sempit dan kurang terbuka bagi orang

luar, karena tidak selamanya suatu kerabat memiliki kepemimpinan yang

31

Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, h. 47. 32

Arwin Rio Saputra, dkk, Persepsi Masyarakat Semende Terhadap Harta Warisan

Dengan Sistem Tunggu Tubang. Jurnal sosiologi Mahasiswa Universitas Lampung.

(http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/sosiologi/article/view/167.2014). Diakses pada 13

November 2016

Page 34: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

23

dapat diandalkan dan aktifitas hidup yang makin meluas bagi para

anggota kerabat.33

Sistem kewarisan mayorat yaitu harta peninggalan diwariskan

keseluruhan atau sebagian besarnya pada salah satu anak saja. Sistem

kewarisan mayorat dibagi dua yaitu:34

Pertama, mayorat laki-laki di mana

harta peninggalan jatuh kepada anak laki-laki seperti berlaku di

lingkungan masyarakat adat Lampung, terutama yang beradat pepadun,35

atau juga berlaku sebagaimana di Teluk Yos Soedarso Kabupaten

Jayapura lrian Barat. Kedua, mayorat perempuan yaitu harta peninggalan

jatuh kepada anak perempuan tertua36

seperti berlaku di lingkungan

masyarakat adat Semende Sumatera Selatan.

Ketiga sistem kewarisan ini masing-masing tidak langsung

menunjuk kepada suatu bentuk susunan masyarakat tertentu di mana

sistem kewarisan ini berlaku, sebab suatu sistem itu dapat dikemukakan

juga dalam berbagai bentuk susunan masyarakat ataupun dalam suatu

sistem kewarisan dimaksud. 37

33

Tamakiran, Asas-Asas Hukum Waris menurut Tiga Sistem Hukum, (Bandung: Pionir

Jaya, 1992), h.79. 34

Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko , Hukum Adat Di Indonesia, (Jakarta:

CV.Rajawali, 1981), h. 285-286. 35

Pepadun adalah adalah salah satu dari dua kelompok adat besar dalam masyarakat

Lampung 36

Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, h. 47. 37

Umar Said Sugianto, Pengantar Hukum Indonesia, h. 286.

Page 35: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

24

B. Adat Tunggu Tubang

1. Pengertian Adat Tunggu Tubang

Tunggu Tubang terdiri dari dua kata yang sangat berlainan artinya

yaitu, “Tunggu” dan “Tubang”. Kata “Tunggu” dapat diartikan menanti

atau menunggu, sedangkan kata “Tubang” berasal dari bahasa semende

yang memiliki arti sepotong bambu, yang tutupnya terbuat dari bambu

yang kegunaannya untuk menyimpan alat-alat atau bahan-bahan dapur.38

Tunggu Tubang juga berarti menunggu barang yang dijadikan keluarga

sebagai tempat untuk menyimpan bahan keperluan sehari-hari ini

merupakan makna kiasan dari menunggu harta orang tua. Dinisbahkan

kepada anak perempuan tertua pada masyarakat Suku Semende yang garis

keturunannya dari ibu. Dengan demikian, seorang yang menjadi Tunggu

Tubang harus sanggup memikul berbagai masalah dan tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya, baik yang berat maupun yang ringan.39

Jadi, Tunggu Tubang adalah suatu adat yang terdapat pada masyarakat

Semende yang masih berlaku sampai sekarang dan berjalan secara turun

temurun, di mana harta pusaka warisan dari nenek moyang jatuh kepada

anak perempuan tertua.

Adat atau tradisi Tunggu Tubang merupakan wujud kebudayaan,

norma atau seperangkat aturan yang diyakini oleh masyarakat Semende,

38

Yuni Sartika, Kadar Mahar Perkawinan terhadap Anak Tunggu Tubang di Kecamatan

Semende Darat Muara Enim di tinjau dari Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi. Skripsi,

(http://eprints.radenfatah.ac.id/648/ 07 juni 2016). Dikases pada 23 Desember 2016 39

Habidin, Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Masyarakat Adat Semende dalam

Persfektif Hukum Islam. Tesis, (http://eprints.walisongo.ac.id/521/2012). Diakses pada 20

Desember 2016.

Page 36: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

25

yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang

dibebankan dan diberlakukan pada anak perempuan tertua dalam sebuah

keluarga yang harta warisannya tidak dapat dibagikan.

Dalam penguasaan harta, anak yang mendapatkan sebutan Tunggu

Tubang diawasi dan dibantu anak laki-laki yang disebut Payung Jurai.

Jabatan Tunggu Tubang hanya bisa diterima oleh orang-orang tertentu

saja. Adapun yang berhak menerima jabatan tersebut adalah:40

a) Anak perempuan tertua sampai turun temurunnya yang disebut dengan

istilah “Anak Tue” .

b) Bagi anak tunggal, maka secara otomatis pula menjabat sebagai

Tunggu Tubang. Hal ini dikuatkan oleh Mr. B. Ter Haar yang

menerangkan: “Di kalangan orang-orang Semende dan Rebang di

Sumatera Selatan yang susunannya berhukum ibu, maka anak tertua

bersama inti kekayaannya mempertahankan hukum ibu dengan jalan

bentuk perkawinan yang dipilihnya (Tunggu Tubang).

c) Jika dalam keluarga tidak ada keturunan, maka dilaksanakan

musyawarah keluarga untuk menentukan siapa yang berhak untuk

menduduki jabatan sebagai anak Tunggu Tubang yang dihadiri oleh

apit jurai41

yang bertujuan agar harta Tunggu Tubang tetap terjaga dan

terpelihara.

40

Kurnaesih, Hak dan Kewajiban Anak Tunggu Tubang dalam Adat Semende. Jurnal

(http://alhukama.uinsby.ac.id/index.php/alhukama/article/view/130/2015). Diakses pada 23

Desember 2016.

41

Apit jurai adalah sebutan istilah keluarga dekat maupun saudara jauh pada masyarakat

Semende.

Page 37: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

26

d) Jika dalam keluarga hanya ada anak kandung laki-laki saja, maka

dilaksanakan musyawarah keluarga untuk menentukan siapa yang akan

menjabat sebagai anak Tunggu Tubang.

2. Macam-macam Tunggu Tubang

Adapun macam dari adat Tunggu Tubang terdiri dari:

1. Tunggu Tubang Ulucunjung, yaitu Tunggu Tubang yang menduduki

keturunan kedua atau ketiga yang lazim disebut Tunggu Tubang turun-

temurun.

2. Tunggu Tubang Tihi, yakni Tunggu Tubang yang baru satu generasi

yaitu anak dari anak perempuan yang nomor dua dan seterusnya.

3. Tunggu Tubang Tugane, yaitu Tunggu Tubang yang betul-betul

menuruti dan menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.

4. Tunggu Tubang Ngancur Kapur, yaitu Tunggu Tubang yang tidak

menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, atau lazim disebut

“Tunggu Tubang Dik Belakham”.42

Orang yang menjadi Tunggu Tubang harus mengamalkan dasar-dasar

atau fungsi Tunggu Tubang. Dasar atau fungsi Tunggu Tubang itu adalah

sebagai berikut :43

1. Memegang pusat jale (jala), yang artinya bila dikipaskan batu jale itu

bertaburan dan apabila ditarik kembali bersatu. Dengan kata lain,

42

HS Dova, dkk, Peranan Tokoh Adat dalam Mempertahankan Adat Tunggu Tubang pada

Masyarkat Semende. Jurnal (http://jurnal.fkip.unila.ac.id, 02 januari 2016). Diakses pada 27

Desember 2016. 43

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, ( Palembang:Pustaka

Dzumirroh,1997), h. 138

Page 38: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

27

menghimpun semua sanak keluarga, baik yang jauh maupun yang

dekat.

2. Memegang kapak, artinya segala pengurusan tidak boleh berbeda-beda

antara kedua belah pihak, tidak boleh memihak kepada siapapun baik

dari keluarga dari suami ataupun keluarga dari pihak isteri. Yang

keduanya itu harus adil, tidak boleh berat sebelah.

3. Harus bersifat balau (tombak), yang artinya kalau dipanggil atau

diperintahkan harus segera melaksanakan, yang menurut kebiasaannya,

perintah itu datang dari Entue Meraje.

4. Harus bersifat guci yang artinya orang yang menjadi Tunggu Tubang

harus tabah dalam menghadapi segala macam persoalan yang menimpa

diri mereka.

5. Memelihara tebat (kolam) yang artinya menggambarkan ketenangan

dan ketentraman dalam rumah tangga, tidak membocorkan rahasia

rumah tangga. Walaupun ada masalah dalam rumah tangga, harus

dijaga jangan sampai bocor, terutama kepada Entue Meraje.44

Kesemuanya ini harus dijaga dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang

yang akan menjadi Tunggu Tubang haruslah bisa menjadi panutan bagi

sanak saudara terutama adik-adiknya, harus bersikap adil, dapat

44

Entue Meraje adalah istilah bahasa Semende yang artinya kakak atau adik dari anak

perempuan yang mendapat julukan Anak Tunggu Tubang

Page 39: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

28

diandalkan, sabar dalam menghadapi segala persoalan dalam rumah

tangga dan dapat dipercaya.45

Menurut Chopa CH Mulkan, selain memiliki kewajiban dan tanggung

jawab, Tunggu Tubang memiliki larangan-larangan yang harus dijauhi,

larangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :46

1. Menolak keluarga yang datang ke rumahnya.

2. Berperilaku kasar terhadap keluarga.

3. Menjual harta keluarga atau harta tubang.

4. Menggadaikan harta keluarga atau harta tubang tanpa meminta izin dan

pertimbangan dari jenang jurai (musyawarah keluarga).

5. Menelantarkan saudara-saudaranya sekandung yang belum berkeluarga

yang berada di bawah asuhannya sebagai pengganti orang tua.

6. Membuka rahasia keluarga.

Falsafah Tunggu Tubang merupakan Pusat Jala, artinya di sanalah

tempat seluruh keluarga berkumpul. Hal ini merupakan simbol bahwa

Tunggu Tubang utamanya adalah rumah sebagai tempat jala (tempat

pulang) dan berkumpulnya sebuah keluarga. Adanya konsep Tunggu

Tubang ini pada awalnya memang menyebabkan anak laki-laki yang telah

berkeluarga “mencar” atau mencari sumber kehidupan keluarga (atau

yang sering disebut bahasa semendo anak ambur-amburan atau semendo

45

Muhammad Hamka, dkk, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa

Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Jurnal,

(http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JKD/article/view/1951/2014). Diaskes pada 12 November

2016. 46

Alip Susilowati Utama, Budaya Politik Perempuan Semende di Kabupaten Ogan

Komering Ulu Selatan. Tesis, (http://digilib.unila.ac.id, 26 Oktober 2016). Diakses pada 20

Desember 2016.

Page 40: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

29

rajo-rajo). Pada umumnya pencarian sumber kehidupan baruini sangat

bergantung kepada hutan yang kemudian dirambah, hal ini terpaksa

dilakukan karena kurangnya tingkat pendidikan dan kesadaran akan

lingkungan dari masyarakat Semende.47

Berbeda dengan saat ini, di

manaanak laki-laki Suku Semende telah menyadari akan pentingnya

pendidikan. Hal ini yangmenyebabkan anak laki-laki Suku Semende tidak

lagi mencari kehidupan di hutan, akan tetapi kebanyakan dari mereka

pada saat ini yang telah menjadi Wiraswasta, Polisi, PNS dan lain

sebagainya.

3. Hak dan Kewajiban Pewaris Tunggu Tubang

Tunggu Tubang diberikan hak dari kedua orang tuanya yaitu untuk

memakai, menempati, memelihara dan mengambil harta pusaka tersebut

tetapi tidak berhak menjualnya, karena harta tersebut milik bersama

seluruh anggota kerabat.48

Hak anak Tunggu Tubang setelah kedua orang tuanya meninggal dunia

yaitu tetap melanjutkan hak yang telah diberikan kepadanya. Hanya saja

bedanya, ketika kedua orang tua masih hidup, anak Tunggu Tubang masih

minta persetujuan orang tua dalam memanfaatkan harta. Namun setelah

orang tua meninggal, jika ingin membelanjakan hasil dari harta Tunggu

47

M. Rendy Praditama, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Skripsi

(http://digilib.unila.ac.id/760/04 Febuari 2014). Diaskes pada 12 November 2016. 48

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017.

Page 41: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

30

Tubang dalam jumlah besar, maka ia bisa langsung membelanjakannya

dengan syarat yang digunakan dalam hal kebaikan.49

Kewajiban yang harus dijalankan dari anak Tunggu Tubang yaitu

memelihara dan mengurusi harta pusaka yang telah diwariskan

kepadanya, memelihara dan mengurus kedua orang tua, mertua, kakek,

nenek, serta membiayai adik-adik yang belum dapat hidup mandiri dan

menjaga hubungan baik kepada keluarga besar.50

Berdasarkan hak dan kewajiban bahwa adanya pembagian harta waris

Tunggu Tubang bertujuan, agar harta pusaka warisan dari nenek moyang

yang bersifat turun temurun tetap terjaga dengan baik, dan sebagai tempat

berkumpulnya sanak keluarga.

4. Pembagian Waris dalam Adat Tunggu Tubang

Suku Semende dalam pembagian waris adat Tunggu Tubang tidak

mengatur secara rinci tentang pelaksanaannya, karena dalam adat Tunggu

Tubang pembagian harta warisan disesuaikan dengan adat saja yakni

secara turun temurun yang otamatis jatuh kepada anak perempuan tertua

dan tidak ada upacara dalam pembagian adat Tunggu Tubang tersebut.51

Harta warisan yang menjadi harta Tunggu Tubang pada masyarakat

Semende terdiri dari rumah, tanah dan sawah. Sedangkan harta selain

49

M. Rendy Praditama, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Skripsi

(http://digilib.unila.ac.id/760/04 Febuari 2014). Diaskes pada 12 November 2016. 50

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang, di Waydadi, 19 April 2017. 51

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017.

Page 42: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

31

harta Tunggu Tubang seperti uang dibagi sama rata kepada setiap ahli

waris.52

Pembagian harta Tunggu Tubang dapat dikelompokkan menjadi dua

bagian:53

1. Ketika pewaris masih hidup, di mana harta warisannya dapat diberikan

kepada anaknya, yaitu anak perempuan tertua (Tunggu Tubang) yang

biasanya dilakukan setelah anaknya melangsungkan pernikahan atau

memasuki umur dewasa, dialah yang berhak melanjutkan dan

meneruskan harta kekayaan dari orang tuanya yang berasal dari harta

turun-temurun itu. Ketika, orang tua masih hidup, ahli waris yang

menduduki sebagai Tunggu Tubang jika ada sesuatu atau hal yang

berkaitan tentang harta Tunggu Tubang, ia harus minta persetujuan

terlebih dahulu kepada orang tuanya meskipun harta tersebut sudah

menjadi miliknya.

2. Setelah orang tuanya meninggal, karena menurut adat kebiasaan Suku

Semende, harta peninggalan dapat diwariskan oleh setiap ahli

warisnya, yaitu dari seluruh anak-anaknya yang telah ditinggalkan oleh

orang tuanya, adapun hal tersebut dapat dilaksanakan karena adanya

suatu permintaan dari salah seorang dari ahli warisnya. Dan kewajiban

anak Tunggu Tubang setelah orang tuanya meninggal ia mengambil

alih semua tanggung jawab orang tuanya dan mengurusi saudara-

saudaranya sampai menikah.

52

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang, di Waydadi, 19 April 2017. 53

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Hj. Sukmawati, M.Pd, di

Waydadi, 19 April 2017.

Page 43: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

32

Anak perempuan pertama yang tidak bisa menjalankan kewajibannya

sebagai Tunggu Tubang dapat digantikan dan dilakukan dengan jalan

musyawarah keluarga. Musyawarah tersebut bertujuan untuk menentukan

siapa yang dapat menggantikan dan berhak menduduki kewajiban sebagai

anak Tunggu Tubang. Harta warisan yang tidak termasuk dari harta

Tunggu Tubang dibagi rata kepada semua ahli waris. Begitu halnya jika di

dalam keluarga tidak memiliki anak perempuan, maka keluarga

bermusyawarah dengan anak-anaknya dan menanyakan kepeda mereka

siapa yang sanggup menduduki jabatan sebagai Tunggu Tubang.54

Selanjutnya, Anak perempuan yang memiliki kedudukan sebagai

Tunggu Tubang harus tetap tinggal di daerah tanah warisan yang menjadi

harta tungguan dari nenek moyang. Mereka tidak boleh meninggalkan

harta Tunggu Tubang tersebut, karena ketika mereka meninggalkan harta

Tunggu Tubang kehidupan mereka menjadi tidak tenang dan diyakini

kehidupan mereka akan tertimpa banyak masalah.55

Harta yang menjadi harta Tunggu Tubang itu tidak boleh dijual,

digadaikan, dihibahkan oleh anak Tunggu Tubang, ia (Anak Tunggu

Tubang) hanya boleh mengambil manfaat dari harta itu saja. Apabila

suatu waktu ada keinginan dan keperluan dari anak Tunggu Tubang untuk

menjual harta Tunggu Tubang tersebut, maka ia harus meminta izin

kepada entue meraje (paman-pamannya) karena harta tersebut bukan

54

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Rusmianah, di Waydadi, 20

April 2017. 55

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Hj. Sukmawati, M.Pd, di

Waydadi, 19 April 2017.

Page 44: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

33

milik individu akan tetapi milik bersama yang sudah menjadi harta pusaka

secara turun temurun.56

C. Suku Semende

1. Pengertian Semende

Menurut Thohlon Abd Rauf, secara bahasa kata Semende memiliki

tiga pengertian, yakni : Pertama, Semende berarti akad nikah atau kawin.

Kedua, kata Semende merupakan rangkaian dari kata same dan nde. Same

artinya sama dan nde artinya sama miliki atau kepunyaan bersama.

Ketiga, kata Semende berasal dari kata Semahnde, Se artinya satu atau

kesatuan, mah artinya rumah, dan nde artinya milik, kepunyaan, atau hak.

Jadi semahnde maknanya rumah kesatuan milik bersama.57

Adapun pengertian Semende secara istilah memiliki tiga pengertian

juga yaitu : Pertama, Semende sama dengan akad nikah, dengan artian

ikatan tali Allah dan tali Rasulullah, karena itu Semende juga

berarti syahâdatain yang menjelaskan bahwa orang-orang Semende telah

memiliki kesaksian bahwa Allah Yang Maha Esa sebagai Tuhannya dan

Muhammad SAW sebagai Rasulullah yang di buktikan melalui dua

kalimat syahadat. Kedua,kata Semende merupakan gabungan dari

kata Semahnde, yang artinya rumah kesatuan milik bersama. Semende

mengajarkan supaya setiap pribadi merasa terikat dengan rumah keluarga,

dan rumah keluarga ini mesti terikat dalam satu kesatuan dengan rumah

induk yang secara adat Semende dinamakan Rumah Tunggu Tubang.

56

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017. 57

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, hal.12-13.

Page 45: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

34

Ketiga, kata Semende merupakan gabungan dari kata Samende, yang

berarti sama memiliki atau persamaan kedudukan. Jelasnya bahwa

Semende mengajarkan semua manusia laki-laki dan perempuan memiliki

persamaan derajat dihadapan Allah SWT dan sesama manusia dengan

pembagian tugas dalam persamaan kewajiban dan persamaan hak yang

disesuaikan dengan fitrah dan kemampuan masing-masing.58

2. Sejarah Semende

Menurut H. Kohafah, bahwa Suku Semende mulai ada pada tahun

1650 M atau tahun 1072 H yang dibentuk oleh Puyang yang bernama

Syekh Nurqadim al-Baharuddin. Dia lebih dikenal dengan sebutan

Puyang Awak. Ditambahkan oleh Kohafah, bahwa Puyang Awak

merupakan keturunan Sunan Gunung Jati melalui silsilah Puteri Sulung

Panembahan Ratu Cirebon yang menikah dengan Ratu Agung Mpu

Hyang Dade Abang. Beliau mewarisi ilmu kewalian dan kemujahidan

Sunan Gunung Jati.59

Syekh Nurqadim al-Baharuddin dan ketiga adiknya dibesarkan oleh

ayah dan bundanya di Istana Pelang Kedidai, yang terletak di Tanjung

Lematang. Pada waktu kecilnya, beliau dididik akhlâq al-

karîmah dan aqîdah Islâmiyah. Pada masa remajanya, beliau mendapat

gemblengan para ulama dari Aceh Darussalam yang sengaja didatangkan

ayahnya.

58

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h. 14-16 59

M. Rendy Praditama, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Skripsi,

(http://digilib.unila.ac.id/760/04 Febuari 2014). Diakses pada 12 November 2016.

Page 46: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

35

Ketika tiba masanya untuk menikah, ia menyunting seorang gadis dari

Muara Siban, sebuah desa di kaki gunung Dempo. Setelah mufakat

dengan mantap, beliau sekeluarga beserta keluarga adik-adiknya dan

keluarga para sahabatnya membuka tanah di Talang Tumutan Tujuh

sebagai wilayah yang direncanakan beliau untuk menjadi pusat daerah

Semende.60

Lama-kelamaan tersebarlah berita bahwa di daerah Batang Hari

Sembilan telah ada seorang wali Allah yang bernama Syekh Nurqadim al-

Baharuddin, banyaklah para penghulu atau pemuka agama dari berbagai

daerah berdatangan memenuhi ajakan Nurqadim untuk bermukim di

Talang Tumutan Tujuh. Setelah banyak orang yang berdiam di sana,

diresmikanlah talang itu oleh Ratu Agung Dade Abang menjadi dusun

yang dinamakan Pardipeyang artinya “Para penghulu agama”. Peresmian

itu terjadi pada tahun 1650 M atau 1072 H. Pada akhirnya, nama Para

Dipe ini lebih mudah disebut orang dengan Pardipe. Di Pardipe inilah,

Syekh Nurqadim al-Baharuddin Puyang Awak bersama para keluarga dan

sahabatnya memulai penerapan ajaran Islam, sekaligus penerapan ajaran

adat yang mereka namakan Semende.61

Adapun yang melatar belakangi berdirinya Semende adalah sebagai

berikut :62

60

I Suntoro, dkk, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Jurnal,

(http://digilib.unila.ac.id/760/2013). Diakses pada 12 November 2016. 61

M. Rendy Praditama, Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Skripsi,

(http://digilib.unila.ac.id/760/04 Febuari 2014). Diakses pada 12 November 2016. 62

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h. 24.

Page 47: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

36

a. Kemunduran kekuasaan umat Islam di Barat, Timur Tengah dan

Timur Jauh, khususnya di Asia Tenggara.

b. Pimpinan, persiapan gerakan menghadap serbuan Perang Salib dari

Bangsa Barat.

c. Nusantara Semende Raye sudah mulai diserbu tentara Salib Belanda,

Portugis, Inggris, Spanyol, Prancis dengan cara perampokan

ekonomi, pecah belah untuk mencapai perampasan kekuasaan

menuju penghancuran Islam secara total dan terus menerus.

d. Kebangsawanan Kesultanan di Nusantara Semende Raye mabuk

nafsu kemewahan dunia dan sangat takut untuk mati.

e. Kesultanan dan Umat Islam bangsa melayu sedang dilanda musibah

besar berupa: Tarekat, Tasawuf, dan Filsafat. Syirik yang

menghancurkan Aqidah dan Ahlak yakni paham bahwa manusia

dapat menyatu dengan Allah, paham emanasi, dan tajali.

f. Adanya persengkokolan Yahudi dan Cina untuk menghancurkan

Islam melalui penghancuran ekonomi Islam yakni menghancurkan

semua usaha umat Islam yang memungkinkan mereka mampu

berzakat dan berinfaq fisabilillah.

g. Masih ada suku bangsa melayu dan daerah yang sangat potensial dan

strategis keadaan kemuslimannya dalam tingkatan mu’allaf yang

sangat memerlukan Ulama pemimpin.

h. Ratu kesultanan Aceh sudah di bawah pengaruh Portugis sedangkan

Kerajaan Malaka telah jatuh dalam penjajahan Portugis, Kesultanan

Mindanau telah dirampas Spanyol, Bengkulu mulai dicaplok Inggris,

Page 48: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

37

Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur telah

dirampok Belanda, dan lain-lain.

Tokoh-tokoh yang berkontribusi dalam berdirinya Semende ini di

antaranya adalah Puyang Awak Syaikh Nurqodim Al Baharudin, Kiyai

Masende Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin, dan Baginde Hulu

Lurah Kerie Arasy.

3. Tujuan Pendirian Ajaran Semende

Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa tujuan berdirinya

ajaran Semende adalah:63

a. Gerakan Da’wah dan Pedidikan Islam.

b. Hijrah penyusunan kekuatan dan Jihad fisabilillah menghadapi

perampok penjajah kafir Barat.

c. Mewujudkan lembaga kesatuan kepemimpinan agama, peradaban,

tungguan perjuangan dan kebudayaan. Untuk mengerjakan amar

ma’ruf nahi mungkar yang melekat didalam tubuh dan prilaku umat

Islam.

4. Ajaran Semende

Ajaran Adat Semende disesuaikan dengan ajaran Islam (ilmu

tauhid dan syariat Islam) untuk keselamatan dunia akhirat. Jadi adat

Semende itu termasuk kebudayaan Islam. Di dalam Al-Qur'an berbunyi

63

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h.25-27.

Page 49: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

38

artinya “bertaqwalah kepada Allah dengan mengerjakan yang diperintah

dan meninggalkan yang dilarang.”64

Dalam Adat Semende terdapat perintah atau suruhan dan larangan.

Adapun perintah atau suruhan dari ajaran Semende diantaranya menganut

atau memeluk agama, beradat Semende, beradab Semende, dan harus

membela kebenaran. Sedangkan larangan dari ajarannya terdiri dari:

bahwa sesama Tunggu Tubang pantang untuk dimadukan, karena

mengingat tanggung jawabnya berat, tidak boleh menikah dengan satu

dusun, sirik, dan melanggar larang.

Ajaran Semende adalah sistem hasil dari musyawarah dengan

penguasa research yang terdiri dari beberapa ajaran diantaranya :

1) Tauhid Semende yang meliputi tentang:65

a) Pendalaman pengajian Al-Qur’an, Terjemah, dan Tafsirannya.

b) Penghayatan Hadist Shahih dengan sarahnya.

c) Pemahaman yang benar tentang Asmaul Husna.

d) Pemahaman sifat Allah yang 20.

Pimpinan terdiri dari Mas Penghulu Geci Mataram, anggotanya:

Syaikh Putre Sunan Bonang dan Waliullah Nakanadin.

64

Habidin, Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Masyarakat Adat Semende dalam

Persfektif Hukum Islam. Tesis, (http://eprints.walisongo.ac.id/521/2012). Diakses pada 20

Desember 2016. 65

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h.28

Page 50: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

39

2) Adat Semende yang meliputi tentang :66

a) Mengokohkan para pemimpin Agung Jagat Lampike Empat

Merdike Due (Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang).

b) Menyempurnakan lembaga Adat Keluarga Jagat Bersemah Lebar

menjadi Lembaga Adat Semende Meraje Anak Belai.

c) Menyempurnakan Lembaga Adat Minang Kabau menjadi Adat

Smende, Meraje Anak Belai.

d) Menyesuaikan Adat Melayu lama dengan cahaya (petunjuk) Al-

Qur’an dan Sunah Rasullah SAW yang kemudian termasyur

dengan nama Selimbur Caye.

e) Menetapkan status adat Berumah Tangga dalam Keluarga setelah

akad menikah: semendean yaitu berkedudukan yang sama baik

dirumah orang tua atau mertua (anak adalah keturunan Bapak

sekaligus keturunan Ibu), teambik anak yaitu laki-laki yang

dinyatakan berkedudukan dirumah keluarga perempuan turun-

temurun,yaitu ngangkit perempuan dinyatakan berkedudukan di

rumah keluarga laki-laki turun temurun.

Pimpinan terdiri dari Ahmad Pendekar dan Pagar Ruyung Minang

Kabau, anggotanya: Puyang Belulus Jemaring, Jagat Bersemah Lebar,

Baginde Kerie Lebar.67

66

Iskandar, Kedudukan Anak Tunggu Tubang dalam Pewarisan Masyarakat Semende di

Kota Palembang. Tesis, (http://eprints.undip.ac.id/10748/2003). Diaskes pada 20 Desember 2016. 67

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h. 30.

Page 51: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

40

3) Adab Semende yaitu Akhlaqul Karimah yang intinya menjaga :68

a) Sikap seluruh tubuh dan bagian anggota badan.

b) Sikap rohani, fikiran, perasaan, kemauan dan lain-lain.

c) Tingkah laku.

d) Peribahasa.

4) Tungguan Semende

Tungguan Semende adalah mengetahui Tungguan, berarti

mempelajari tentang kesetiaan, janji, sumpah ucapan, jihad,

kepahlawanan. Tungguan menjelaskan pembelaan pribadi dan

semua warga terhadap rukun Semende ajaran Puyang Awak yakni

pembelaan atau pengorbanan dengan salah satu, kedua, atau

ketiganya dari harta, tenaga, dan nyawa.69

Tungguan Semende adalah Tungguan Jagat Bersemah Panjang,

sendi Tungguan menurut Puyang Awak ialah Betunam (Memiliki

yang enam), yakni:70

a) Begantian, ialah cepat tanggap, peka waspada, siap membela

keluarga, saudara, tetangga dan kaum muslimin dengan tenaga,

harta maupun nyawa.

68

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h. 32. 69

H Setiawan, dkk, Upaya Pelestarian Adat Semende di Desa Ulu Danau, Provinsi

Sumatera Selatan. Journal of Urban Society's Arts, (journal.isi.ac.id/02 Oktober 2016). Diakses

pada 20 Febuari 2017. 70

Tholhon Abd Ra’uf, Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang, h. 40.

Page 52: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

41

b) Bepatian, ialah memiliki cita dan citra luhur, hidup dalam

rencana shaleh, menjaga harga diri, keluarga, suku, bangsa, dan

agama.

c) Bersindat, artinya orang yang tahu dengan garis batas, dapat

membedakan dan bersikap yang benar terhadap, tua muda, laki-

laki, perempun, suami-isteri, nenek-cucu, mertua-mantu, orang

tua, kakak-adek, dan lain-lain.

d) Bemalu, artinya memiliki malu sebagai iman, sebagaimana sabda

Rasullah SAW “Al-Haya’u Minal Iman”. Malu apabila tidak

Bepatian,

e) Besingkuh, adalah wujud ketaatan pada perintah Allah “Laa

taqrobuz Zina” (jangan mendekati zina) yaitu segala sikap

rohani, jasmani, tingkah laku, dan pribahasa wajib ada dalam

jalan lurus.

f) Besundi, adalah kelanjutan watak pribadi Besingkuh dalam

tingkat yang lebih tinggi, yakni dalam keteladanan orang tua,

pemimpin agama, dan pemimpin adat. Bersikap, memberi

teladan, langsung mendidik, amar ma’ruf nahi munkar pada

generasi muda atau anak buahnya.

Page 53: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

42

BAB III

ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT SEMENDE DI

KELURAHAN WAYDADI KECAMATAN SUKARAME

A. Deskripsi Singkat Kelurahan Waydadi Kecamatan Sukarame

1. Letak Geografis

Kecamatan Sukarame merupakan sebagian wilayah Kota Bandar Lampung

yang terletak di ujung timur Kota Bandar Lampung. Letak geografis dan

wilayah administratif Kecamatan Sukarame memiliki batas-batas sebagai

berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukabumi.

3. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan.

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Way Halim dan

Kecamatan Kedamaian.71

Secara keseluruhan Kecamatan Sukarame terdiri dari dataran rendah

dan sedikit berbukit, di bagian dataran rendah tanahnya tersusun dari

lapisan tanah keabu-abuan dan tanah liat berwarna merah, sedangkan di

bagian dataran berbukit terdiri dari lapisan batu putih.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04

Tahun 2012, tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan

71

Sumber Monografi Kelurahan Waydadi, 2014, diperoleh dari Kantor Kelurahan

Waydadi, 20 Maret 2017.

Page 54: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

43

Kecamatan, wilayah Kecamatan Sukarame dibagi menjadi 6 (enam)

kelurahan, yaitu:72

a. Kelurahan Sukarame

b. Kelurahan Sukarame Baru

c. Kelurahan Waydadi

d. Kelurahan Waydadi Baru

e. Kelurahan Kopri Jaya

f. Kelurahan Kopri Raya

Kelurahan Waydadi merupakan kelurahan yang terletak pada bagian

sebelah Utara dari kecamatan Sukarame Bandar Lampung. Jarak tempuh

kelurahan Waydadi ke kecamatan ± 4 KM, sedangkan jarak tempuh ke

Kota Bandar Lampung ± 12 KM, dengan batas wilayah Kelurahan sebagai

berikut:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sukarame.

b) Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Way Kandis.

c) Sebelah Barat berbatasan dengan kota Bandar Lampung.

d) Sebelah Timur bebatasan dengan kelurahan Harapan Jaya Bandar

Lampung.

Luas keseluruhan kelurahan Waydadi adalah ±360 Ha, yang terbagi

dalam dua lingkungan, diantaranya lingkungan I seluas ± 215 Ha yang

terbagi dalam 2 RW dan 7 RT dan lingkungan II seluas ± 145 Ha, yang

72

Sumber Monografi Kecamatan Sukarame, 2015, diperoleh dari Kantor Kecamatan

Sukarame, 19 Maret 2017.

Page 55: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

44

terbagi dalam 7 Rw dan 32 RT. Dengan jumlah penduduk sebanyak 7.377

jiwa.73

Masyarakat yang berada di Kelurahan Waydadi terbagi dari beberapa

suku. Diantaranya Suku Lampung, Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Padang

dan Suku Semende. Menurut data yang diperoleh penulis dari ketua RW 02

di Kelurahan Waydadi bahwa jumlah Suku Semende yang berada di

Kelurahan Waydadi sekitar 130 kepala keluarga yang terbagi dari 2 RT

yaitu RT 03 dan RT 04.74

2. Kondisi Sosial Masyarakat

Di Kelurahan Waydadi masyarakat hidup saling berdampingan dan

saling melengkapi satu sama lain. Di daerah ini juga masih terdapat

hubungan kekeluargaan yang erat, karena pada mulanya penduduk daerah

ini adalah transmigran dari Pulau Jawa dan Sumatra. Meskipun

beranekaragam suku dan bahasa yang berbeda, masyarakat di Kelurahan

Waydadi masih menghormati dan menghargai antara satu dengan yang

lainnya.

Kelurahan Waydadi merupakan satu dari empat puluh satu kelurahan

yang ada di wilayah Kotamadya Bandar Lampung, yang corak kehidupan

masyarakatnya masih memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Kegiatan

remaja di Kelurahan Waydadi dalam berorganisasi dapat dikatakan baik,

dengan berjalannya kegiatan Karang Taruna dan berbagai kegiatan

73

Sumber Monografi Kelurahan Waydadi, 2014, diperoleh dari Kantor Kelurahan

Waydadi, 20 Maret 2017. 74

Hasil wawancara pribadi via telepon dengan ketua RW 02 Kelurahan Waydadi Ibrahim,

di Ciputat, 29 Mei 2017.

Page 56: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

45

masyarakat yang aktif yang dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah

ditentukan. Masyarakat juga aktif dalam kegiatan pengajian dan memiliki

uang kas untuk kematian.75

Hubungan sosial sesama masyarakat Semende yang berada di

Keluruhan Waydadi sangatlah erat. Terbukti dengan adanya ketika sebuah

keluarga sesama orang Semende tertimpa musibah, salah satu keluarganya

meninggal dunia. Maka, tanpa adanya sosialisasi pun mereka dengan

sendirinya ikut merasakan kesedihan keluarga tersebut atau ikut simpati.

Hal demikian, merupakan wujud kepedulian masyarakat Semende di

perantauan begitu tinggi dengan sesamanya.76

3. Kondisi Pendidikan dan Keagamaan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mewujudkan dan mengembangkan

proses pembelajaran secara aktif tentang potensi diri untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

berakhlak baik, serta keterampilan yang di perlukan dalam kehidupan

masyarakat.Sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Waydadi sudah

cukup memadai dengan tersedianya sekolah dari tingkat PAUD sampai

dengan SMU. Hal ini dapat dilihat dari :77

1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terdapat 3 gedung yang mempunya

10 tenaga pengajar (guru) dengan jumlah 95 siswa.

75

Sumber Monografi Kelurahan Waydadi, 2014, diperoleh dari Kantor Kelurahan

Waydadi, 20 Maret 2017. 76

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang. Waydadi, 13 Juni 2017. 77

Sumber Monografi Kelurahan Waydadi, 2014, diperoleh dari Kantor Kelurahan

Waydadi, 20 Maret 2017.

Page 57: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

46

2. TK terdapat 6 gedung yang memiliki 11 tenaga pengajar (guru) dengan

jumlah 160 siswa.

3. Sekolah Dasar (SD) terdapat 1 gedung yang memiliki 25 tenaga

pengajar (guru) dengan jumlah 555 siswa.

4. Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat 2 gedung yang memiliki 50

tenaga pengajar (guru) dengan jumlah 644 siswa.

5. Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat 3 gedung yang memiliki 159

tenaga pengajar (guru) dengan jumlah 1659 siswa.

Sebagian besar masyarakat Waydadi beragama Islam. Dan sebagian lagi

ada yang beragama kristen Protestan, kristen Katolik, Budha dan Hindu.

Terbukti data dari kelurahan Waydadi yang memiliki sarana peribadatan

yang terdiri dari, 8 buah masjid dan 2 buah musholah dengan jumlah 6851

umat Islam.78

Semua masyarakat Semende yang tinggal di Kelurahan Waydadi adalah

beragama Islam. Ini terbukti dengan adanya data yang diperoleh penulis

dari ketua RW 02 di Kelurahan Waydadi. Sedangkan pendidikan

masyarakat Semende di Waydadi mereka memiliki kesadaran yang tinggi

akan pentingnya pendidikan sehingga memfasilitasi anak-anak mereka

sampai ke jenjang pendidikan yang tinggi.79

78

Sumber Monografi Kelurahan Waydadi, 2014, diperoleh dari Kantor Kelurahan

Waydadi, 20 Maret 2017. 79

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang. Waydadi, 13 Juni 2017.

Page 58: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

47

4. Mata Pencaharian Masyarakat Waydadi

Masyarakat Waydadi memiliki beraneka ragam mata pencaharian, di

antaranya Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, POLRI, karyawan swasta,

pedagang/wiraswasta, petani, tukang, buruh tani, pensiunan dan karyawan.

Masyarakat Semende di kelurahan Waydadi sebagian besar bermata

pencaharian sebagai wiraswasta atau dagang.

Lebih jelasnya, penulis akan menguraikan penduduk menurut jenis

profesi atau pekerjaan melalui tabel berikut:80

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Profesi atau Pekerjaan

NO Jenis Mata Pencaharian Laki Perempuan Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 293 235 528

2 TNI/ POLRI 62 2 64

3 Dagang/ Wiraswasta 503 265 768

4 Petani 83 27 110

5 Tukang 98 70 168

6 Buruh 365 70 435

7 Pensiunan 186 168 354

8 Karyawan 343 174 517

9 Lain-lain 1.677 2.756 2.944

80

Sumber Monografi Kelurahan Waydadi, 2014, diperoleh dari Kantor Kelurahan

Waydadi, 20 Maret 2017.

Page 59: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

48

Tabel 3.2

Mata Pencaharian Masyarakat Semende di Waydadi81

No Jenis Mata Pencaharian Laki Perempuan

1 PNS 30 25

2 TNI/POLRI 6 -

3 Dagang/ Wiraswasta 56 36

4 Pensiunan 7 3

5 Karyawan 11 9

6 Petani 20 13

B. Pelaksanaan Pembagian Waris di Kelurahan Waydadi Kecamatan

Sukarame

Pada umumnya masyarakat yang berada di Kelurahan Waydadi terdiri

dari berbagai suku dan budaya, yang memiliki cara dan gaya tersendiri

mengenai pembagian harta warisan. Secara umum pelaksanaan pembagian

harta warisan masyarakat di Kelurahan Waydadi adalah di mana anak laki-laki

dan perempuan mendapatkan bagian yang sama dari harta warisan sedangkan,

rumah warisan jatuh kepada anak terakhir dari keluarga tersebut baik anak

laki-laki maupun anak perempuan.82

Masyarakat Semende yang berada di Kelurahan Waydadi memiliki

cara pembagian harta waris yang masih menggunakan adat dari nenek

81

Ketua Organisasi Ikatan Keluarga Seghase Semende (IKSS) Jukman Efendi, di Waydadi,

12 Juni 2017. 82

Hasil wawancara pribadi via telepon dengan ketua RW 02 Kelurahan Waydadi Ibrahim,

di Ciputat, 29 Mei 2017.

Page 60: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

49

moyang mereka yaitu dengan adat Tunggu Tubang. Di mana pada adat

Tunggu Tubang anak perempuanlah yang lebih banyak mendapatkan harta

dari kedua orang tuanya daripada anak laki-laki.83

Tidak semua masyarakat Semende yang berada di Kelurahan Waydadi

menerapkan sistem adat Tunggu Tubang tersebut, hal itu disebabkan karena

terjadi nikah beda suku yang mana keduanya tidak saling memahami adat satu

sama lain. Sebagaimana hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis

dengan elemen masyarakat Suku Semende yang berada di Kelurahan Waydadi

yaitu Jumirawati. Beliau salah satu contoh anak Tunggu Tubang yang berada

di Kelurahan Waydadi yang tidak menerapkan adat Tunggu Tubang karena

menikah dengan beda suku.84

Masyarakat Semende yang masih menerapkan adat Tunggu Tubang

dikarenakan mereka ingin melestarikan warisan dari nenek moyang yang

menjadi ciri khas dari adat Semende itu sendiri. Sebagaimana hasil wawancara

yang didapatkan oleh penulis dengan elemen masyarakat Suku Semende yang

berada di Kelurahan Waydadi yaitu Sukmawati. Beliau adalah anak Tunggu

Tubang yang masih menerapkan sistem adat tersebut karena ingin

melestarikan adat yang merupakan warisan dari nenek moyang.85

Jika kita perhatikan masyarakat yang bukan Suku Semende, misalnya

Suku Lampung, mereka memiliki cara pembagian harta warisan dari adat

83

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017. 84

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Jumirawati, di Waydadi, 20

April 2017. 85

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Hj. Sukmawati, M.Pd, di

Waydadi, 19 April 2017.

Page 61: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

50

mereka sendiri, di mana anak laki-laki pertama mendapatkan bagian yang

lebih besar dibandingkan dengan saudara yang lainnya. Pada kasus lainnya

yang terjadi pada Suku Padang, anak perempuan mendapatkan seluruh harta

warisan dari kedua orang tuanya.86

Namun, fakta yang terjadi di masyarakat bahwasaannya tidak semua

masyarakat di Kelurahan Waydadi menerapkan sistem pembagian waris sesuai

adat mereka masing-masing. Pembagian harta waris yang mereka terapkan

didasarkan pada kesepakatan antara orang tua. Hal ini dilakukan untuk

meminimalisir terjadi perselisihan antar saudara.87

86

Hasil wawancara pribadi via telepon dengan ketua RW 02 Kelurahan Waydadi Ibrahim,

di Ciputat, 29 Mei 2017. 87

Hasil wawancara pribadi via telepon dengan ketua RW 02 Kelurahan Waydadi Ibrahim,

di Ciputat, 29 Mei 2017.

Page 62: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

51

BAB IV

PEMBAGIAN WARIS ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT

SEMENDE DI PERANTAUAN

A. Pelaksanaan Adat Tunggu Tubang di Kelurahan Waydadi Kecamatan

Sukarame

Pada umumnya masyarakat Semende di Kelurahan Waydadi masih

tetap berpegang teguh terhadap tata tertib adat yang dibawa orang tua mereka

dari tempat asalnya. Sebagaimana yang masih tampak sampai saat ini

mengenai pembagian harta waris berdasarkan Tunggu Tubang.

Pelaksanaan pembagian warisan Tunggu Tubang masyarakat Semende

di daerah ini dapat dilakukan sebelum dan sesudah orang tuanya meninggal.88

Dimana ketika pembagian orang tua masih hidup, anak yang menjadi Tunggu

Tubang diberitahu bahwasanya ia menjadi anak Tunggu Tubang dan hal apa

saja yang menjadi kewajibannya sebagai anak Tunggu Tubang tersebut. Dan

ketika orang tua telah wafat maka ia (anak Tunggu Tubang) yang mengambil

alih semua tanggung jawab dari kedua orang tuanya.89

Dari hasil wawancara pribadi penulis dengan Tokoh adat (Asy’ari) dan

pelaku Tunggu Tubang (Sukmawati) dipahami bahwasannya memang

pelaksanaan pembagian waris Tunggu Tubang dapat dilakukan sebelum dan

sesudah orang tuanya meninggal.

88

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017. 89

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masyarakat Suku Semende Uliana Ma’mur, di

Waydadi, 21 April 2017.

Page 63: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

52

Dalam penerimaan warisan harta Tunggu Tubang pada masyarakat

Semende di Waydadi ditemukan informasi bahwasannya, yang berhak

menerima warisan Tunggu Tubang adalah anak yang perempuan tertua. Dan

jika dalam suatu keluarga tidak ada anak perempuan maka solusi yang diambil

adalah melakukan musyawarah keluarga dan menanyakan kepada anak laki-

laki yang lebih tua dulu, apakah istri mereka sanggup (jika ia sudah

berkeluarga) untuk menjalankan kewajibannya sebagai anak Tunggu Tubang.

Jika istri dan anak laki-laki tersebut tidak sanggup, maka orang tua akan

menanyakan kepada saudara-saudara yang laik tujuannya, agar harta Tunggu

Tubang yang menjadi harta pusaka dari nenek moyang ini tidak hilang begitu

saja.90

Asy’ari sebagai tokoh Adat masyarakat Semende di Kelurahan

Waydadi pun menegaskan dan membenarkan bahwasannya memang benar

jika tidak ada anak perempuan dalam keluarga tersebut harus dilakukan

musyawarah keluarga untuk menentukan siapa yang berhak menduduki

jabatan sebagai Tunggu Tubang.91

Cara pelaksanaan warisan Tunggu Tubang pada masyarakat Semende

di Waydadi ini dilakukan secara turun temurun, sehingga harta Tunggu

Tubang akan jatuh secara otomatis kepada anak perempuan yang tertua di

dalam keluarganya.92

Karena, memang dari dulu tidak ada tata cara

90

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Rusmianah, di Waydadi, 20

April 2017. 91

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017. 92

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masyarakat Suku Semende Andri Suhendri, di

Waydadi, 21 April 2017.

Page 64: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

53

pelaksanaan seperti upacara dan lain sebagainya. Sifat dari pelaksanaan

Tunggu Tubang ini, akan secara otomatis jatuh kepada anak perempuan tertua

dan pertama dalam keluarga terus sampai keturunan-keturunan berikutnya.93

Dahulu anak yang berkedudukan sebagai Tunggu Tubang tidak boleh

pergi merantau dan pendidikan anak Tunggu Tubang menjadi terbatas. Karena

menurut pemikiran masyarakat dahulu, ketika anak Tunggu Tubang merantau

dan mendapat kenyaman di tempat barunya ditakutkan mereka tidak mau

menjalankan kewajibannya sebagai Tunggu Tubang. Namun saat ini kebiasaan

tersebut sudah tidak diterapkan lagi karena perkembangan pola pikir

masyarakat yang mulai beranggapan bahwa kebiasaan seperti itu membatasi

ruang gerak anak Tunggu Tubang yang ingin merantau dan mencari ilmu baik

untuk kemanjuan pendidikan maupun kemajuan ekonomi.94

Prinsip dari orang Semende ketika mereka merantau mereka harus

memiliki rumah, tanah, dan sawah karena harta tersebut bisa dijadikan harta

Tunggu Tubang yang baru untuk keturunan mereka dan agar adat yang

merupakan warisan dari nenek moyang tidak hilang begitu saja. Walaupun

demikian, tidak semua masyarakat Semende yang merantau ke daerah

Waydadi menerapkan sistem adat tersebut.95

Sebagian masyarakat Semende di

Kelurahan Waydadi ini ternyata tidak lagi menerapkan sistem waris adat

Tunggu Tubang.

93

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang. Waydadi, 19 April 2017. 94

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masyarakat Suku Semende Uliana Ma’mur, di

Waydadi, 21 April 2017. 95

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Jumirawati, di Waydadi, 20

April 2017.

Page 65: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

54

Dari hasil wawancara pribadi penulis dengan Uliana Makmur dan

Jumirawati diketahui bahwa sebagian masyarakat Semende yang merantau ke

Waydadi yang tidak lagi menerapkan sistem adat Tunggu Tubang bukan

berarti ingin melupakan warisan dari nenek moyang mereka, tetapi karena

pernikahan pasangan mereka dengan beda suku,96

sehingga ada kesepakatan

suami istri yang berbeda suku tersebut untuk tidak menerapkan adat mereka

masing-masing. Jadi, masyarakat Semende yang merantau dan menikah

dengan pasangan yang beda suku biasanya yang tidak menerapkan pembagian

waris adat Tunggu Tubang.97

Sedangkan, masyarakat Semende yang merantau

ke Waydadi dan menikah dengan sesama Suku Semende, mereka masih

menerapkan sistem Tunggu Tubang yang merupakan warisan nenek moyang

mereka tersebut.98

B. Analisis terhadap Pelaksanaan Kewarisan Adat Tunggu Tubang di

Daerah Perantauan

Bentuk pelaksanaan dan pembagian harta warisan Tunggu Tubang

pada Suku Semende di perantauan merupakan cara yang memiliki sistem dan

gaya tersendiri. Dimana hukum adat waris Tunggu Tubang ini memuat

peraturan-peraturan yang mengatur proses penerusan serta pengalihan harta

96

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masyarakat Suku Semende Uliana Ma’mur, di

Waydadi, 21 April 2017. 97

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Jumirawati, di Waydadi, 20

April 2017. 98

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakt Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang. Waydadi, 19 April 2017.

Page 66: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

55

benda dari generasi manusia kepada keturunannya. Proses tersebut mulai dari

orang tua kepada anaknya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Semende yang

merantau di Kelurahan Waydadi, sebagaimana yang dijelaskan pada sub bab

A terdahulu dipahami bahwasannya Suku Semende yang sudah merantau pun

tetap mempertahankan sistem kewarisan mayorat perempuan, di mana harta

Tunggu Tubang dari peninggalan orang tuanya diberikan kepada anak

perempuan yang pertama. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh tokoh

Adat Asy’ari bahwa yang berhak menerima harta Tunggu Tubang adalah anak

perempuan pertama dalam keluarganya. Lebih lanjut, beliau menjelaskan

bahwa pelaksanaan pembagian harta Tunggu Tubang itu terjadi secara turun

temurun yang otomatis jatuh kepada anak perempuan pertama yang dapat

dilaksanakan sebelum dan sesudah orang tuanya meninggal, sekalipun anak

perempuan tersebut anak terakhir namun sifatnya ia anak perempuan pertama

dalam keluarganya.99

Akan tetapi, anak perempuan tertua yang menjadi Tunggu Tubang

hanya berhak memelihara dan menikmati hasilnya saja, tidak berhak untuk

menjualnya.100

Karena dalam proses pemeliharaan harta Tunggu Tubang di

perantauan, ia diawasi oleh anak laki-laki yang tertua atau meraje anak

belai.101

Tugas anak laki-laki tertua dari harta Tunggu Tubang di perantaun ini

99

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017.

100

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang. Waydadi, 19 April 2017. 101

Meraje anak belai adalah istilah bahasa Semende yang artinya anak laki-laki yang tertua

di dalam keluarga.

Page 67: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

56

adalah melindungi, mengawasi serta mempertahankan harta tungguan tersebut.

Ketika ada yang ingin merebut atau merampas harta Tunggu Tubang tersebut

ia (meraje anak belai) yang wajib mempertahankan dan melakukan yang

terbaik agar harta tersebut tetap terjaga.102

Hal seperti ini diungkapkan juga

oleh Bapak Asy’ari selaku tokoh adat masyarakat Semende.103

Suku Semende yang diperantaun tidak mengatur tentang sanksi atau

hukuman bagi ahli waris yang menjual harta pusaka dari nenek moyang

mereka. Apabila terjadi penjualan atau penggadaian harta dari harta pusaka

oleh anak Tunggu Tubang, maka tidak ada hukum adat yang diterima olehnya,

tetapi ia mendapat tuntutan dari saudara-saudaranya yang lain dan hidupnya

tidak tentram dan masyarakat Semende meyakini bahwa dia ( anak Tunggu

Tubang) itu akan sering mendapatkan musibah. Karena pada prinsipnya harta

Tunggu Tubang itu milik bersama setiap individu.104

Walaupun tidak diatur tentang cara pelaksanaannya secara rinci,

namun pembagian harta Tunggu Tubang pada masyarakat Semende di

perantauan dapat dilakukan ketika orang tua pewaris sebelum meninggal atau

juga setelah meninggal dunia.

Berdasarkan data hasil wawancara penulis dengan Drs. H. Asy’ari

sebagai Ketua Adat atau sesepuh masyarakat Semende di daerah rantauan,

102

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masayarakat Suku Semende Andri Suhendri.

Waydadi, 21 April 2017. 103

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari , di Waydadi, 20

April 2017. 104

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku elemen masyarakat Suku Semende Uliana

Ma’mur, di Waydadi, 21 April 2017.

Page 68: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

57

khususnya di Waydadi bahwasanya pembagian harta Tunggu Tubang di

perantauan bisa dikelompokkan menjadi dua bagian:

1. Ketika pewaris masih hidup, di mana harta warisannya dapat diberikan

kepada anaknya, yaitu anak perempuan tertua (Tunggu Tubang) yang

biasanya dilakukan setelah anaknya melangsungkan pernikahan atau

memasuki umur dewasa, dan dialah yang berhak melanjutkan dan

meneruskan harta kekayaan dari orang tuanya yang berasal dari harta turun-

temurun itu. Ketika, orang tua masih hidup dan ahli waris yang menduduki

peran sebagai Tunggu Tubang memerlukan sesuatu atau hal yang berkaitan

tentang harta Tunggu Tubang itu, ia harus minta persetujuan terlebih

dahulu kepada orang tuanya, walaupun harta Tunggu Tubang telah

berpindah tangan kepada dirinya.

2. Setelah orang tuanya meninggal. Hak anak Tunggu Tubang di perantauan,

dalam hal harta ketika orang tuanya meninggal adalah memelihara,

menjaga dan mengambil manfaat dari harta tersebut. Pemeliharaan harta

Tunggu Tubang di perantaun ini boleh diwakilkan kepada orang lain.105

Dan kewajiban anak Tunggu Tubang setelah orang tuanya meninggal ia

mengambil alih semua tanggung jawab orang tuanya dan mengurusi

saudara-saudaranya sampai menikah.106

Walaupun semua masyarakat Semende yang berada di Kelurahan

Waydadi 100% beragama Islam, namun dalam pembagian warisan mereka

tidak berdasarkan sebagaimana yang telah diatur di dalam Al-Qur’an surat

105

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017. 106

Hasil wawancara pribadi pelaku Tunggu Tubang Jumirawati, di Waydadi, 20 April 2017.

Page 69: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

58

an-Nisa’ ayat 11, 12 dan ayat 176.107

Alasan mereka tersebut bertujuan

agar harta Tunggu Tubang selalu dijaga keutuhannya, kelestarian dan

kemaslahatan untuk saudara-saudaranya dan ahli waris yang akan datang.

Ini yang menjadi alasan Suku Semende untuk tidak membagikan harta

Tunggu Tubang. Karena, jika harta Tunggu Tubang itu dibagikan ke setiap

ahli waris, otomatis ahli waris dapat menjual harta itu kepada siapa saja

karena sudah menjadi milik sepenuhnya. Sehingga harta warisan Tunggu

Tubang tersebut untuk masa akan datang dapat berkurang dan bisa jadi

habis karena dijual oleh ahli waris generasi pertama dan tidak ada lagi

benda pusaka warisan dari nenek moyang.108

Argumentasi bahwa harta Tunggu Tubang tidak dapat dibagikan

kepada setiap individu ini sesuai dengan surat an-Nisa’ ayat 9

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka

yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebeb itu,

hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara

dengan tutur kata yang benar.

107

Intisari dari al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 11 , ayat 12 dan ayat 176 adalah bahwa laki-

laki memperoleh bagian lebih banyak atau dua kali lipat dari yang diperoleh oleh anak perempuan.

Dan ditinjau dari segi jumlah yang diperoleh saat menerima hak, memang terdapat ketidaksamaan.

Akan tetapi, hal tersebut bukan tidak adil karena, keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya

diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan kepada

kegunaan dan kebutuhan. Secara umum, dapat dikatakan pria membutuhkan lebih banyak materi

dibandingkan wanita. Hal tersebut karena pria dalam ajaran Islam memikul kewajiban ganda yaitu

untuk dirinya sendiri dan terhadap keluarganya termasuk para wanita. 108

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Hj. Sukmawati, M.Pd, di

Waydadi, 19 April 2017.

Page 70: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

59

Dalam tafsir An-Nukat wa Al-‘Uyun Ibnu Abi Hatim dan Al Mawardi

dari buku Tafsir As-Saidi bahwa yang dimaksud dengan firman Allah

tersebut adalah seseorang yang akan meninggal dunia, sementara dia

memiliki beberapa anak yang masih kecil-kecil, yang dikhawatirkan akan

menjadi gembel dan terlantar, serta dikhawatirkan orang yang mengurus

mereka tidak akan berbuat baik kepada mereka. Allah berfirman,

”Sesungguhnya wali keturunannya itu memiliki tanggung jawab yang lebih

besar daripada wali anak-anak yatim. Wali keturunannya itu harus berbuat

baik kepada mereka, tidak boleh memakan harta mereka lebih dari batas

kepanutan, dan tidak boleh pula tergesa-gesa membelanjakan hartanya

sebelum mereka dewasa.” Hendaklah dia berkata kepada Allah dan

mengatakan perkataan yang benar.109

Pendapat yang sama yang di sampaikan oleh Abu Ja’far, ia

berpendapat bahwa tafsir dari surah an-Nisa’ ayat 9 ini adalah, “ Hendaklah

takut kepada Allah orang-orang yang seandainya mereka meninggalkan di

belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan anak-

anak itu akan terlantar bila mereka membagikan harta semasa hidup, atau

membagikannya sebagi wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-

anak yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu mereka menyimpan

harta mereka untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak

mereka akan terlantar sepeninggalan mereka, di samping karena kondisi

109

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir As-Sa’di, (Jakarta: Pustaka Sahifa,

2007), h. 522.

Page 71: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

60

anak-anak mereka itu memang lemah dan tidak mampu memenuhi

tuntutan.110

Ketentuan tersebut yang menjadi dasar dan alasan orang Semende

tidak menerapkan ketentuan hukum kewarisan Islam secara sepenuhnya,

menurut Hukum Kewarisan Islam anak laki-laki mendapatkan 2x lipat harta

dari anak perempuan (2:1) , karena memang berbeda ketentuan kewarisan

Tunggu Tubang adat Semende dengan kewarisan hukum Islam. Tradisi

kewarisan Tunggu Tubang ini sudah lama terjadi secara turun-temurun dan

sudah dilakukan sejak nenek moyang terdahulu dan menurut orang

Semende ini tidak menyalahi ketentuan syari’at Islam karena hal ini sudah

menjadi naluri adat orang Semende agar selalu terjaga harta keluarga

mereka dan sistem kekeluargaanya.111

Dapat kita pahami, bahwa dalam ayat di atas kita diperintahkan untuk

bersikap mengatisipasi untuk menjaga harta agar anak keturunan kita tidak

dalam kesulitan, kekurangan dan kemiskinan ketika orang tuanya

meninggal dunia. Demikian juga praktik adat Tunggu Tubang yang masih

diterapkan oleh masyarakat Semende di perantauan yang bertujuan untuk

menjaga dan memelihara anak keturunan mereka untuk masa yang akan

datang.

Kemudian hal ini senada dengan Hadist Nabi yang diriwayatkan dari

Sa’d bin Waqqash menurut riwayat al-Bukhariy

110

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir As-Sa’di, h. 524. 111

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang, di Waydadi, 19 April 2017.

Page 72: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

61

“Dari Sa’d bin Waqqash berkata: “ Saya pernah sakit di Makkah,

sakit yang membawa kematian. Saya dikunjungi oleh Nabi SAW.

Saya berkata kepada Nabi: “Ya Rasul Allah, saya memiliki harta yang

banyak, ada ada yang akan mewarisi harta kecuali anak perempuan,

bolehkah saya sedekahkan dua pertiganya?. “Jawab Nabi: “Tidak”.

“Saya berkata lagi: “Bagaimana kalau separuhnya ya Rasul Allah?”

jawab Nabi: “Tidak”. “Saya berkata lagi: “sepertiga?” Nabi berkata:

“Sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya bila kamu meninggalkan

keluargamu berkecukupan lebih baik dari meninggalkannya

berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada orang”.”

Begitu juga jika dilihat dari konsep Maqashid Syariah, menurut Imam

Al-Syaatibi dalam kitabnya al-Muwaafaqaat fi Ushuul as-Syari’ah bahwa

tujuan pokok disyariatkannya Hukum Islam adalah untuk menjaga,

melindungi dan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.112

Adapun

lima dari maqashid Syariah diantaranya:

1. Perlindungan terhadap agama (Hifdz Ad-Din).

2. Perlindungan terhadap jiwa (Hifdz An-Nafs).

3. Perlindungan terhadap akal (Hifdz Al-‘Aql).

4. Perlindungan terhadap keturunan (Hifdz An-Nasb).

5. Perlindungan terhadap harta (Hifdz Al-Maal).

112

Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011), cet. 4, h.

121.

Page 73: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

62

Dari lima Maqasshid Syariah yang telah disebutkan di atas ada yang

berada pada tingkatan kebutuhan yang dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyah.

Kebutuhan yang dharuriyat adalah segala hal yang menjadi sendi

eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan mereka.

Hal ini tersimpul kepada lima sendi utama diantaranya agama, nyawa atau

jiwa, akal, keturunan dan harta. Bila sendi itu tidak ada atau tidak

terpelihara secara baik, maka kehidupan manusia akan kacau, kemaslahatan

tidak terwujud, baik di dunia maupun di akhirat.113

Kebutuhan hajiyat adalah segala sesuatu yang sangat dihajatkan oleh

manusia untuk menghilangkan kesulitan dan menolak segala halangan.

Prinsip utama dalam hajiyat adalah untuk menghilangkan kesulitan,

meringankan beban taklif114

dan memudahkan urusan mereka. Contohnya,

diperbolehkannya seseorang tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan karena

ia dalam berpergian atau sakit.115

Kebutuhan tahsiniyah adalah tindakan atau sifat-sifat yang pada

prinsipnya berhubungan dengan al-Makarim al-Akhlaq, serta pemeliharaan

tindakan-tindakan utama dalam bidang ibadah, adat dan muamalah.

Artinya, ketika aspek ini tidak terwujud, maka kehidupan manusia manusia

tidak akan terancam kekacauan, seperti kebutuhan dharuriyat dan

hajiyat.116

113

Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, h. 122. 114

Taklif adalah hukum atau ketentuan dari Allah kepada seorang mukallaf (orang yang

sudah baligh untuk melaksanakan atau meninggalkan suatu perbuatan. 115

Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, h. 123. 116

Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, h. 125.

Page 74: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

63

Berkaitan dengan penelitian skripsi ini, maka praktik adat Tunggu

Tubang pada masyarakat Semende di perantauan yang tidak memberikan

harta Tunggu Tubang kepada ahli waris secara individu, tetapi diberikan

kepada anak perempuan yang tertua adalah dalam rangka untuk menjaga

harta dan keturunan agar harta tersebut tetap terpelihara secara baik dan

untuk menjaga kemaslahatan keturunan yang akan datang dan praktik adat

Tunggu Tubang ini ada pada peringkat kebutuhan yang tahsiniyah.

Selanjutnya, dilihat dari segi diterapkannya atau tidak diterapkan

sistem adat Tunggu Tubang di daerah perantauan, dapat dibagi menjadi dua

kelompok:

1. Kelompok masyarakat Semende perantauan yang menikah dengan

pasangan dari satu suku sesama orang Semende, mereka masih

menerapkan adat Tunggu Tubang meski sudah merantau jauh dari

daerah asalnya.

2. Kelompok masyarakat Semende perantauan yang menikah dengan

pasangan dari luar Suku Semende, mereka tidak menerapkan adat

Tunggu Tubang.

Kelompok masyarakat Semende perantauan yang menikah dengan

pasangan dari satu suku dan masih menerapkan sistem Tunggu Tubang ini,

mereka berpendapat bahwa sistem waris adat Tunggu Tubang merupakan

warisan dari nenek moyang yang sudah mendarah daging pada masyarakat

Suku Semende di perantauan dan suatu adat yang memang harus

Page 75: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

64

dilestarikan. Karena, pembagian harta Tunggu Tubang ini merupakan pusat

jala, di mana anak Tunggu Tubang itu dapat menghimpun seluruh keluarga

yang jauh maupun keluarga yang dekat agar kembali bersatu dalam jala

tersebut. Memang, masyarakat Semende di perantauan tidak menerapkan

secara utuh aturan Tunggu Tubang ini, yang mana dulu anak Tunggu

Tubang tidak boleh merantau tetapi sekarang mereka boleh merantau

kemana saja.117

Hal ini juga dibenarkan oleh ketua adat Semende di perantauan, Drs.

H. Asy’ari, ia berpendapat bahwa memang tidak ada yang berbeda tentang

pelaksanaan Tunggu Tubang ini. Walaupun mereka sudah tinggal di daerah

perantauan yang bukan mayoritas suku mereka. Hanya saja, terdapat

transformasi kebiasaan dari Suku Semende yang dulunya tidak

membolehkan anak Tunggu Tubang merantau pergi meninggalkan harta

Tunggu Tubang tersebut, tetapi sekarang boleh merantau asalkan

kedudukan sebagai anak Tunggu Tubang tetap harus dilaksanakan.118

Sama halnya hasil wawancara penulis dengan ibu Sukmawati yang

menjadi anak Tunggu Tubang dan beliau menerapkan sistem adat Tunggu

Tubang tetapi tidak secara utuh. Yang mana dahulu anak yang

berkedudukan sebagai Tunggu Tubang tidak boleh pergi dari tanah

tungguan tetapi beliau akan menerapkan sistem adat tersebut kepada

anaknya yang akan menjadi anak Tunggu Tubang dan beliau

membolehkannya pergi merantau. Alasannya, karena dengan

117

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubang Hj. Sukmawati, M.Pd, di

Waydadi, 19 April 2017. 118

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20

April 2017.

Page 76: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

65

memperbolehkan anak Tunggu Tubang merantau, berarti itu tidak

membatasi ruang gerak dan lingkup anak tersebut. Menurut beliau,

kemajuan teknologi dan pola pikir masyarakat juga yang sudah mengubah

Suku Semende di perantauan tidak menerapkan lagi secara utuh adat

Tunggu Tubang tersebut.119

Adapun alasan kelompok yang tidak menerapkan adat Tunggu

Tubang disebabkan karena menikah dengan pasangannya yang berasal dari

beda suku. Banyak di antara mereka yang tidak mengetahui kebiasaan adat

satu sama yang lain. Bukan mereka tidak ingin menjalankan adat mereka,

tetapi adanya saling menghargai antara satu dengan yang lain. Walaupun

ia (anak Tunggu Tubang) yang menikah dengan beda suku dan tidak

menerapkan sistem adat tersebut karena, adanya kesepakatan antara kedua

belah pihak untuk tidak dominan kepada salah satu adat yang mereka anut.

Wawancara penulis dengan dua orang masyarakat Semende yang

melakukan pembagian harta waris, memang pernikahan yang beda suku

menyebabkan mereka tidak menerapkan pembagian harta waris Tunggu

Tubang, terlebih karena mereka ikut dengan suami mereka.120

Dimana

antara kedua belah pasangan tidak mengetahui dan menjalankan adat

pasangan mereka masing-masing. Dimana terjadinya kesepakatan untuk

119

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku Tunggu Tubng Rusmianah, di Waydadi, 20

April 2017. 120

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masyarakat Semende Uliana Ma’mur, di

Waydadi, 21 April 2017.

Page 77: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

66

tidak menerapkan adat mereka demi terjaminya keutuhan keluarga

mereka.121

Solusi yang ditempuh masyarakat Suku Semende perantauan ketika

anak yang berperan sebagai Tunggu Tubang, itu menikah dengan orang

yang berasal dari beda suku dan mereka tidak menyanggupi kewajiban

sebagai Tunggu Tubang adalah adanya musyawarah keluarga yang

bertujuan untuk menentukan siapa yang akan menjadi anak Tunggu

Tubang, agar harta Tunggu Tubang tetap terjaga sampai kapanpun. Ini

merupakan pengakuan wawancara dari ibu Jumirawati yang ia menduduki

sebagai anak Tunggu Tubang akan tetapi ia tidak menyanggupi untuk

melaksanakan adat ini.122

Pernikahan dengan orang yang berbeda suku memang menyebabkan

mereka jarang menerapkan adat Tunggu Tubang. Ini merupakan salah satu

faktor adat Tunggu Tubang tidak diterapkan di perantauan. Kesepatan

antara suami istri untuk tidak menjalankan adat kebiasaan dari suku mereka

masing-masing agar terjalaninnya komunikasi yang baik dan untuk

menjaga keutuhan dari keluarga mereka. Karena jika mereka memang

mengakui diri mereka sebagai orang Semende mereka akan menjalankan

adat tersebut yang sudah mendarah daging setiap orang Semende

diperantauan.123

121

Hasil wawancara pribadi dengan adat Tunggu Tubang Jumirawati, di Waydadi, 20 April

2017. 122

Hasil wawancara pribadi dengan pelaku adat Tunggu Tubang Jumirawati, di Waydadi,

20 April 2017. 123

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh adat Drs. H. Asy’ari, di Waydadi, 20 April

2017.

Page 78: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

67

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kewarisan

adat Tunggu Tubang masih tetap diterapkan walaupun mereka sudah

berada di tanah perantauan, hanya saja ada perubahan (modifikasi) dalam

bagian- bagian tertentu. Di mana dulu anak yang menduduki posisi sebagai

Tunggu Tubang tidak boleh merantau dan harus mengurusi secara langsung

harta Tunggu Tubang tersebut, akan tetapi sekarang mereka boleh

merantau dan pemeliharaan harta Tunggu Tubang boleh diwakilkan dalam

asalkan mereka (Anak Tunggu Tubang) harus selalu siap kapan saja jika

suatu waktu dibutuhkan menyangkut harta tungguan tersebut.

Dalam pandangan sosiologi hukum, bahwa hukum pada awalnya lahir

dari nilai yang ingin dipertahankan oleh masyarakat (nilai yang baik) atau

nilai yang tidak diinginkan.124

Persoalan hukum bukanlah realitas pasal-

pasal dalam peraturan perundang-undangan melainkan hubungan yang

sinergis dalam interaksi sosial sehari-hari di masyarakat.125

Dalam kontruksi keilmuaan sosiologi hukum, secara umum, diketahui

bahwa interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat mengubah dan

mempengaruhi pola pikir untuk menyiapkan diri secara utuh agar dapat

menguatkan atau menjatuhkan teori yang kemudian dapat menghasilkan

teori-teori baru.126

Dengan demikian, terbuktilah bahwa perubahan

komunitas interaksi sosial suatu masyarakat dapat mempengaruhi pola pikir

dan juga pola sikap masyarakat Semende di perantauan.

124

Rianto Adi, Sosiologi Hukum kajian Hukum secara Sosiologis, (Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2012) cet. 1, h.11. 125

Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) cet. 1, h.6. 126

Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, h.7.

Page 79: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

68

C. Persamaan dan Perbedaan Praktik Adat Tunggu Tubang Suku Semende

di Daerah Asal dan di Daerah Perantauan

Berdasarkan penjelasan dari bab-bab yang sebelumnya tentang

pelaksanaan praktik pembagian adat Tunggu Tubang diketahui bahwasannya

persamaan dan perbedaan pelaksanaan yang dilaksanakan di daerah asal dan

di perantauan dapat kita kelompokkan menjadi empat bagian:

1. Waktu pelaksanaan pembagian

Waktu pelaksanaan tentang pembagian harta Tunggu Tubang yang

dilakukan di daerah asal dengan di perantauan sama saja. Tidak terjadi

perbedaan, dimana harta Tunggu Tubang dapat dibagikan sebelum orang

tua meninggal (pewaris) dan setelah orang tuanya meninggal yang

dibagikan otomatis peralihan harta itu kepada anak perempuan pertama

atau tertua secara turun temurun.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa elemen

masyarakat Semende di perantauan dan juga wawancara dengan tokoh adat,

mengenai pelaksanaan dan cara pembagian harta Tunggu Tubang tersebut

tidak diatur secara rinci mengenai proses peralihan tersebut. Karena, harta

Tunggu Tubang diberikan secara otomatis kepada anak perempuan tertua

dari turun temurun.

2. Penerimaan sebagai anak Tunggu Tubang

Penerimaan harta Tunggu Tubang pada masyarakat Semende di daerah

asal dan juga di daerah perantauan adalah sama-sama tetap diberikan

kepada anak perempuan yang pertama dan tertua. Walaupun dia di

Page 80: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

69

keluarganya anak terakhir, namun pada dasarnya didalam keluarganya dia

lah yang menempati sebagai anak Tunggu Tubang karena kedudukannya

sebagai anak perempuan yang pertama dan tertua.

Masyarakat Semende daerah asal dan juga daerah perantauan sama-

sama menganut sistem kewarisan mayorat di mana harta peninggalan dari

pewaris diwariskan atau sebagian besar kepada anak perempuan. Di daerah

asal dan di perantauan mengenai siapa yang berhak menerima harta Tunggu

Tubang yaitu tetap jatuh kepada anak perempuan yang pertama dan tertua

di mana tidak terdapat perbedaan mengenai siapa yang dapat dikatakan

sebagai anak Tunggu Tubang.

Wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Asy’ari dan bapak

Darmi Ujang pun mengatakan memang yang dapat dikatakan sebagai anak

Tunggu Tubang adalah dia (anak perempuan) yang pertama meskipun di

dalam keluarganya ia sebagai anak terakhir atau kedua dan ketiga tetapi

yang pertama anak laki-laki, maka yang dapat dikatakan sebagai anak

Tunggu Tubang tetap jatuh ke anak perempuan yang kedua atau ketiga tadi

karena dialah anak perempuan yang pertama dan tertua dalam keluarga

itu.127

Tetapi, ketika di dalam keluarganya hanya ada anak laki-laki semua

dan tidak ada anak perempuan, maka jalan yang ditempuh oleh Suku

Semende di daerah asal dan juga di daerah perantauan adalah dengan jalan

musyawarah keluarga. Ketika semua anak laki-laki dari keluarga sudah

127

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari dan Drs.

H.Darmi Ujang, di Waydadi, 19 dan 20 April 2017.

Page 81: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

70

menikah, maka para istri dari anak laki-laki tersebut ditanya sanggup atau

tidak jika harta Tunggu Tubang yang merupakan warisan nenek moyang

yang turun temurun ini diberikan kepadanya. Dengan syarat ia harus

menyanggupi beban keluarga dan tanggung jawabnya sebagai anak Tunggu

Tubang. Hal ini sama halnya dilakukan oleh Suku Semende pada saat anak

Tunggu Tubang tidak sanggup menjadi anak Tunggu Tubang.128

3. Harta Tunggu Tubang

Harta pusaka yang menjadi harta Tunggu Tubang pada masyarakat

Semende baik yang di daerah asal, maupun yang di daerah perantauan

adalah rumah, sawah dan tanah. Dari zaman nenek moyang Suku Semende

yang dahulu menjadi harta Tunggu Tubang sampai sekarang masyarakat

Semende berada di perantauan masih sama dengan yang di daerah asalnya

yaitu rumah, sawah dan tanah.129

Tetapi, mengenai harta yang bukan menjadi harta Tunggu Tubang

biasanya setiap pewaris pada masyarakat Semende baik di daerah asal

maupun di daerah rantau adalah sama- sama dibagi rata kepada ahli

warisnya masing-masing, namun harta pusaka tetap tidak dapat dibagikan

sampai kapapun. Dari wawancara yang yang penulis lakukan dengan tokoh

adat dan elemen masyarakat Semende diketahui bahwa, harta yang bukan

menjadi harta Tunggu Tubang dibagikan secara rata, namun pembagiaan

harta ini melihat kondisi anak mereka masing-masing. Jika anak yang

menjadi anak Tunggu Tubang kebutuhannya sudah tercukupi atau lebih

dari saudara-saudaranya, maka biasanya saudara-saudaranya lebih besar

128

Hasil wawancara pribadi dengan Tokoh Adat Semende Drs. H. Asy’ari. Waydadi, 20

April 2017. 129

Hasil wawancara pribadi dengan tokoh agama dan ketua masyarakat Adat Semende Drs.

H. Darmi Ujang. Waydadi, 19 April 2017.

Page 82: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

71

bagiannya dari harta yang ditinggalkan dibanding anak Tunggu Tubang itu

sendiri.

Hanya saja ada satu prinsip dari masyarakat Suku Semende yang

berada di perantauan ini yang patut dicatat bahwa ketika mereka merantau

mereka harus memiliki rumah, sawah dan tanah agar dapat dijadikan

sebagai harta Tunggu Tubang yang baru supaya warisan turun temurun dari

nenek moyang tidak hilang begitu saja.130

4. Hak dan kewajiban anak Tunggu Tubang

Hak dari anak Tunggu Tubang di daerah asalnya yaitu dia (anak

Tunggu Tubang) boleh memakai, menempati, memelihara dan mengambil

manfaat dari harta Tunggu Tubang tersebut. Oleh karena itu, anak Tunggu

Tubang tidak berhak untuk menjual harta Tunggu Tubang, karena harta itu

merupakan harta pusaka yang bukan milik pribadi. Dan anak yang menjadi

anak Tunggu Tubang harus tetap tinggal di daerah harta tungguan, tidak

boleh pergi dari tanah harta tungguan tersebut dan harus mengawasi harta

tersebut secara langsung.

Sedangkan bagi masyarakat Semende di perantauan, anak yang

menjadi anak Tunggu Tubang masih sama mendapatkan hak mereka

sebagai anak Tunggu Tubang yaitu mereka boleh memakai, menempati,

memelihara, dan mengambil manfaat dari harta Tunggu Tubang.

130

Hasil wawancara pribadi dengan elemen masyarakat Semende Andri Suhendri, di

Waydadi, 21 April 2017.

Page 83: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

72

Kewajiban anak Tunggu Tubang ketika di daerah asal ialah dia harus

secara langsung mengawasi dan menjaga harta tungguan tersebut dan tidak

boleh diwakilkan kepada orang lain. Harus tinggal di daerah tempat harta

pusaka tersebut dan tidak diperbolehkan merantau. Sedangkan di daerah

perantauan anak yang menjadi Tunggu Tubang dalam pemeliharaan harta

Tunggu Tubang ia boleh mewakilkan harta Tunggu Tubang tersebut untuk

dipelihara oleh orang lain, asalkan ketika ada hal yang menyangkut

keluarga atau harta Tunggu Tubang ia harus selalu siap membantunya.

Selain mengawasi secara langsung, kewajiban anak Tunggu Tubang di

daerah asli dan di perantauan, ia harus memikul tanggung jawab penuh

terhadap saudara-saudaranya sama seperti halnyanya yang dilakukan ketika

orang tuanya masih hidup.

Dari uraian tentang persamaan dan perbedaan praktik pelaksanaan adat

Tunggu Tubang di daerah asal dan di daerah perantauan dapat disimpulkan

dengan tabel sebagai berikut:

Page 84: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

73

No Adat Tunggu Tubang Persamaan Perbedaan

1 Waktu Pelaksanaan

Pembagian

Daerah

asal

Dibagikan

sebelum dan

sesudah orang

tua meninggal

yang otomatis

jatuh kepada

anak perempuan

pertama secara

turun temurun

x

Daerah

rantau

Dibagikan

sebelum dan

sesudah orang

tua meninggal

yang otomatis

jatuh kepada

anak perempuan

pertama secara

turun temurun

2 Penerimaan harta

Tunggu Tubang

Daerah

Asal

Anak perempuan

pertama dalam

keluarga

X Daerah

Rantau

Anak perempuan

pertama dalam

keluarga

3 Harta Tunggu Tubang Daerah

Asal

Sawah, rumah

dan tanah

X Daerah

Rantau

Sawah, rumah

dan tanah

4 Hak dan Kewajiban

Tunggu Tubang

Daerah

Asal

Boleh memakai,

menempati,

memelihara dan

mengambil

manfaatnya

Kewajibannya

harus

mengawasi

secara

langsung harta

Tunggu

Tubang tidak

boleh

diwakilkan

Daerah

Rantau

Boleh memakai,

menempati,

memelihara dan

mengambil

manfaatnya

Boleh

diwakilkan

dalam

pemeliharaan

harta Tunggu

Tubang

Page 85: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat

menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwasannya pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada

masyarakat Semende di Waydadi sama seperti pelaksanaan kewarisan

adat Tunggu Tubang di daerah asal. Di mana pelaksanaan kewarisan adat

Tunggu Tubang ini dapat dibagikan sebelum dan sesudah orang tuanya

meninggal sedangkan cara pembagiannya yaitu jatuh secara otomatis

kepada anak perempuan yang tertua pada masyarakat Suku Semende yang

terjadi secara turun temurun. Alasan masih diterapkannya adat Tunggu

Tubang ini karena adat ini merupakan warisan dari nenek moyang dan

adat Tunggu Tubang ini sebagai pusat tempat berkumpulnya semua

keluarga, baik keluarga yang dekat maupun keluarga jauh.

2. Terdapat sejumlah persamaan dan perbedaan waris adat Tunggu Tubang

di daerah asal dengan di daerah perantauan. Peramaannya adalah:

a. Waktu pelaksanaan pembagian waris. Di daerah asal dan di daerah

perantauan, pembagian waris adat Tunggu Tubang sama-sama dapat

dilakukan sebelum ataupun sesudah orang tua meninggal.

b. Anak yang berhak sebagai anak Tunggu Tubang. Di daerah asal

maupun di daerah perantauan, anak yang berhak sebagai anak Tunggu

Page 86: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

75

Tubang adalah anak perempuan. Jika tidak ada anak perempuan, maka

anak laki-laki tertua. Jika tidak ada anak, maka diputuskan dengan

jalan musyawarah keluarga besar untuk menetukan siapa yang berhak

menjadi anak Tunggu Tubang.

c. Harta Tunggu Tubang. Di daerah asal maupun di daerah perantauan,

harta yang dapat dijadikan harta Tunggu Tubang adalah sam-sama

rumah, sawah dan tanah.

d. Hak anak Tunggu Tubang. Di daerah asal maupun di daerah

perantauan anak Tunggu Tubang berhak memakai, menempati,

memelihara dan mengambil manfaat dari harta Tunggu Tubang.

Sedangkan perbedaan pelaksanaan adat Tunggu Tubang di daerah asal

dengan di daerah perantauan hanya dalam satu hal saja, yaitu anak

Tunggu Tubang di daerah asal diwajibkan untuk mengurusi secara

langsung harta Tunggu Tubang dan tidak boleh boleh diwakilkan kepada

orang lain. Sedangkan di daerah perantauan, anak Tunggu Tubang

dibolehkan untuk mewakilkan pengolahan harta Tunggu Tubang yang

sudah dia terima itu kepada orang lain.

B. Saran

1. Bagi masyarakat hendaknya tetap melestarikan adat kebudayaan yang

telah mendarah daging pada Suku Semende di perantauan yang merupakan

ciri khas dari adat Semende itu sendiri.

Page 87: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

76

2. Bagi mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta agar tertarik membahas tentang Hukum Adat yang ada di

Indonesia, tujuannya untuk menambah wawasan kita mengenai hukum

adat, setelah itu kita bisa melihat dan mengamati adat yang beraneka

macam dengan sisi pandang Hukum Islam maupun Hukum Konvensional

yang ada.

3. Hendaknya dibentuk suatu kompilasi hukum adat yang mengatur tentang

sistem kewarisan Suku Semende untuk suatu kepastian hukum.

Page 88: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

77

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rianto. Sosiologi Hukum Kajian Hukum Secara Sosiologi. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2012.

Aripin, Jaenal dan Fahmi Muhammad Ahmadi. Metode Penelitian Hukum.

Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Arwin Rio Saputra, dkk. Persepsi Masyarakat Semende terhadap Pembagian

Waris dengan Sistem Tunggu Tubang. Studi kasus di Desa Sukananti Kec.

Way Tenong Kab. Lampung Barat (Jurnal http://publikasi.fisip.

unila.ac.id/2013). Diaskes pada 13 November 2016.

Boku, Nur Cholid dan Abu Achmadi. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Pustaka, 1997.

Corbin, Anselm Streauss Julliet. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya:

Offse, 1997.

E Guspitawaty. Penyimpangan Sistem Pewarisan yang terjadi pada Masyarakat

Hukum Adat Semende Pulau Beringin Kabupaten Ogan Komering Ulu

Provinsi Sumatera Selatan (Skripsi eprints.undip.ac.id/2002). Diaskes

pada 12 November 2016.

Gultom, Elfrida R. Hukum Waris Adat di Indonesia. Jakarta: Literata, 2010.

HS Dova, dkk. Peranan Tokoh Adat dalam Mempertahankan Adat Tunggu

Tubang pada Masyarkat Semende. (http://jurnal.fkip.unila.ac.id/2016).

Diaskes pada 27 Desember 2017.

H Setiawan, dkk. Upaya Pelestarian Adat Semende di Desa Ulu Danau, Provinsi

Sumatera Selatan. (Journal of Urban Society's Arts. journal.isi.ac.id/2012).

Diaskes pada 20 Febuari 2017.

Irfan, Muhammad Nurul. Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, cet. 1,

Jakarta: Amzah, 2012.

I Suntoro, dkk. Sikap Masyarakat terhadap Anak Tunggu Tubang di Desa Pulau

Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

(jurnal http://digilib.unila.ac.id/760/2013). Diaskes pada 12 November

2016.

Iskandar, Kedudukan Anak Tunggu Tubang dalam Pewarisan Masyarakat

Semende di Kota Palembang. (Tesis http://eprints. undip.ac.id/

10748/2003). Diaskes pada 20 Desember 2016.

Page 89: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

78

Jauhar, Ahmad Al-Mursi Husain. Maqashid Syariah. Jakarta: Amzah, 2009.

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Toha Putra Group, 1994.

Koto, Alaiddin. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011.

Kuncoro, Wahyu. Waris Permasalahan dan Solusinya, cet.10, Jakarta: Raih Asa

Sukses, 2015.

Muhajirin, Neong. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Pilar Media, 1996.

Ma’mur, Uliana. Tinjauan Hukum Islam atas Adat Perkawinan Semendo. (Skripsi

pada tahun 1981 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Praditama, Muhammad Rendy. Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang

di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Kabupaten Muara Enim.

Skripsi.

Ra’uf, Thohlon Abd. Jagat Bersemah Lebar Semende Panjang. Palembang:

Pustaka Dzumairoh, 1989.

Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali, 2013.

Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: PT Refika Aditama, 2007.

Singarimbun, Marisa dan Soffian Effendi. Metode Penelitian Survai. Jakarta:

LP3ES, 1989.

Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta Timur: Prenada Media,

2004.

Setiady, Tolib. Intisari Hukum Adat Indonesia. Bandung: Alfabeta, 2013.

Soekanto, Soejono. Hukum Adat Indonesia, cet. 1, Jakarta: Cv. Rajawali, 1981.

Soekanto, Soerjono dan Soleman b. Taneko. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Cv.

Rajawali, 1986.

Sugiarto, Umar Said. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Utama, Alip Susilawati. Budaya Politik Perempuan Semende di Kabupaten Ogan

Komering Ulu Selatan. (Tesis diakses pada tahun digilib.unila.ac.id

diakses).

Utsman, Sabian. Dasar-dasar Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2009.

Page 90: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

79

Uwaidah, Muhammad Kamil. Fiqih Wanita Edisi Lengkap, cet. 10, Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2011.

Qaradhwi, Yusuf. Fiqih Wanita, cet. 10, Bandung: Penerbit Jabal, 2012.

Wulan, Dwi. Persepsi Masyarakat Semende di Palembang dihubungkan dengan

UUD Nomor 1 Tahun 1974 dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991

tentang Kompilasi. Skripsi.

Page 91: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 92: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Tokoh Adat

Nama: Drs.H. Darmi Ujang

Pertanyaan : apakah keluarga disini masih menerapkan sistem adat Tunggu

Tubang?

Jawaban : jelas masih, kan jeme Semende

Pertanyaan : apa yang menjadi alasannya masih menerapkan sistem adat

Tunggu Tubang tersebut?

Jawaban : karena suatu adat yang turun temurun dari adat semende yang

sistemnya matrelinear ibu yang harus kita jaga warisan dari nenek

moyang makanya adat Tunggu Tubang masih diterapkan sampai

sekarang. Adat Tunggu Tubang ini kan menjadi pusat

berkumpulnya semua keluarga karena memang sistem

kekerabatan masyarakat Semende ini sangat erat.

Pertanyaan : mengenai cara pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada

Suku Semende di daerah ini pak? Apakah memang jatuh secara

otomatis? Atau ada cara dari adat gitu gak pak?

Jawaban : pelaksanaan adat Tunggu Tubang ini memang secara otomatis

jatuh ke anak perempuan tertua, dan apabila terjadi anak

perempuan yang tertua tidak sanggup maka, dari karib kerabat,

saudara-saudara mufakat dialihkan kepada anak perempuan kedua

apabila dia anak perempuan yang kedua sanggup lalu

dimusywarahkan tentang peralihan perpindahan itu yang

dimusyawarahkan.

Pertanyaan : tapi kalau misalkan dari keluarga hanya ada satu anak perempuan,

dan anak perempuan tidak mau melaksanakan kewajibannya

sebagai Tunggu Tubang itu gimana pak?bagaimana cara

pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende

di daerah ini?

Jawaban : biasanya ditanya dari anak laki-laki itu dilihat dari umur yang

tertua, ditanya dari anak cowok itu siapa yang sanggup jadi anak

Tunggu Tubang.

Pertanyaan : jadi yang ditanya siapa yang sanggup jalanin sebagai anak

Tunggu Tubang itu anak laki-laki atau istri dari anak laki-laki itu

pak?

Jawaban : istrinya ditanya karena dia sudah menjadi bagian keluarga dan

istri dari anak yang pertama. Jadi ketika istrinya menyanggupi

Page 93: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

mengenai tanggung jawab Tunggu Tubang berarti dia ikut adat

Semende itu yang biasanya kami sebut dengan Semahde.

Pertanyaan : siapa saja yang dapat disebut dengan sebutan Tunggu Tubang?

Jawaban : anak perempuan yang tua. Dialah sebagai pewaris dari harta

peninggalan orang tuanya. Walaupun misalkan dia anak terakhir

dan gak ada amak perempuan sebelumnya maka dia itulah yang

jadi anak Tunggu Tubang.

Pertanyaan : kapan harta warisan Tunggu Tubang dapat dibagi?

Jawaban : nah harta Tunggu Tubang itu dapat dibagikan sebelum orang tua

meninggal, bisa juga setelah orang tuanya meninggal, kalo itu

mah tergantung setiap keluarga kapan mau dibagikannya harta

Tunggu Tubang itu.

Pertanyaan : dalam pembagian harta warisan, apakah ada perbedaan bagian

antara anak laki-laki dan perempuan?

Jawaban : kalo masalah harta yang bukan harta Tunggu Tubang biasanya

dibagi rata bagi setiap ahli warisnya, cuma diliat dulu keadaan

ekonominya kalo misalkan anak Tunggu Tubang kebutuhan

ekonominya lebih dari saudaranya biasanya dia lebih kecil, dan

memang dari anak Tunggu Tubang biasa mengerti apa yang

dimaksud dari orang tuanya.

Pertanyaan : apakah ada perbedaan pelaksanaan pembagian adat Tunggu

Tubang didaerah asal dengan daerah perantauan? Bagaimana

perbedaan pelaksanaannya?

Jawaban : perbedaan pelaksanaan mengenai adat Tunggu Tubang ini saya

rasa tidak ada yah, memang dari daerah asalnya pembagiannya itu

secara otomatis dari turun temurun, jadi memang tidak ada

bedanya. Memang anak dulu kalo anak Tunggu Tubang itu gak

boleh dia merantau dari daerahnya, hanya boleh di daerah itu saja.

Dan sekarang karena tinggal di daerah perantauan hanya ada

perubahan kebiasaan itu akhirnya anak Tunggu Tubang itu tidak

dibatasi lagi ruang geraknya. Asalkan mereka itu harus selalu

standby kalo dibutuhkan. Makanya ada kan dalam sifat anak

Tunggu Tubang itu harus balau (tombak) jadi kalau dipanggil

atau diperintahkan harus segera melaksanakannya.

Pertanyaan : apakah ada masyarakat disini yang pembagian waris tidak

berdasarkan adat tersebut?

Jawaban : ada pastinya, cuman kalo mereka benar-benar Suku Semende asli

pasti menerapkan adat itu, kan udah mendarah dagng bagi Suku

Semende itu sendiri. Memang, biasanya mereka (Suku Semende)

Page 94: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

yang tidak menerapkan adat itu biasanya karena menikah dengan

beda suku. Misalkan istrinya orang Semende suaminya bukan nah

istri itu ikut suaminya jadi gak mungkin dia mau menjalankan

adat itu, tapi biasanya ada kesepakatan sih untuk tidak

menjalankan adatnya yah itu untuk mensejahterahkan keluarga

agar terjalin hubungan yang damai antar keluarga.

Pertanyaan : dengan tinggal di daerah yang berbeda suku bangsa, adakah

sistem waris ini dimodifikasi?

Jawaban : yah itu gada modifikasi tapi hanya ada pergesaran kebiasaan adat

Semende yang dulu anak Tunggu Tubang gak boleh merantau

sekarang boleh.

Pertanyaan : tapi pak, maaf kalau menurut bapak ini pembagian seperti ini

menyalahi aturan yang sudah ditetapkan dalam al-qur’an gak sih

pak?

Jawaban : tidak karena kan tujuan dari adat Tunggu Tubang ini agar terjaga

keutuhan harta pusakanya, untuk kelestarian dan kemaslahatan

saudara-saudaranya dan ahli waris yang akan datang. Ini alasan

kenapa sampai sekarang harta Tunggu Tubang tidak boleh

dibagikan, karena kalo dibagikan nanti bisa saja dari ahli waris

bisa dijual, nanti kalau sudah dijual tidak ada lagi harta

peningglan dari nenek moyang.

Bandar Lampung, 19 April 2017

Narasumber

Page 95: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 96: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Tokoh Adat

Nama: Asy’ari (66 tahun)

Pertanyaan : Apakah masyarakat disini masih menerapkan sistem adat Tunggu

Tubang?

Jawaban : Sebagian besar masyarakat disini masih menerapkan sistem itu

Pertanyaan : Apa yang menjadi alasan masih menerapkan sistem Tunggu Tubang?

Jawaban : Karena, adat Tunggu Tubang itu warisan dari nenek moyang yang tidak dapat kita tinggalkandan kita lupakan begitu saja, dan dengan diterapkannya adat Tunggu Tubang ini menjadi pusat tempat berkumpulnya semua keluarga saat ada saudara kita yang hajatan jadi rumah Tunggu Tubang itu pusat berkumpulnya semua keluarga.

Pertanyaan : Bagaimana cara pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende di daerah ini?

Jawaban : kewarisan Tunggu Tubang di daerah ini sama dengan pembagian Tunggu Tubang di daerah asalnya. Tidak ada perayaan atau cara adat dalam pembagian, karena warisan Tunggu Tubang secara otomatis jatuh kepada anak perempuan secara turun temurun.

Pertanyaan : Siapa saja yang dapat disebut dengan sebutan anak Tunggu Tubang?

Jawaban : Anak perempuan tertua, sekalipun didalam keluarga anak perempuan tersebut bukan anak pertama dalam keluarganya. Misalkan didalam keluarga ada 5 anak yang terdiri dari anak pertama, kedua dan ketiga yaitu anak laki-laki sedangkan anak keempat anak perempuan. Jadi yang menjadi anak Tunggu Tubang itu anak perempuan yang keempat karena anak perempuan tersebut anak perempuan tertua dalam keluarganya.

Pertanyaan : Kapan harta warisan dapat dibagi?

Jawaban : Harta warisan itu dapat dibagikan ketika orang tua meninggal dunia.

Pertanyaan : Dalam pembagian harta warisan, apakah ada perbedaan bagian antara laki-laki dan perempuan?

Jawaban : Dalam pembagian warisan dalam adat kami (Semende) itu tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan semua dibagi sama rata, karena adat kami itu ada adat waris Tunggu Tubang jadi, harta itu saja yang diberikan kepada anak perempuan tertua.

Pertanyaan : Bagaimana pendapat anak laki-laki jika bagian anak perempuan lebih besar?

Page 97: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Jawaban : Anak laki-laki menerima tentang besarnya bagian anak perempuan dalam warisan tersebut, karena anak laki-laki telah menyadari bahwa Tunggu Tubang itu adalah hukum adat yang masih berlaku sampai sekarang yang merupakan warisan dari nenek moyang.

Pertanyaan : Bagaimana peranan anak perempuan tertua setelah mendapat warisan yang disebut Tunggu Tubang tersebut?

Jawaban : Peranan anak perempuan setelah mendapat harta Tunggu Tubang yaitu merawat, menjaga harta yang telah ditelah diberikan kepadanya dan mengurusi adik-adiknya sampai berkeluarga.

Pertanyaan : Apakah ada perbedaan pelaksanaan pembagian tentang kewarisan adat Tunggu Tubang di daerah asal dengan perantauan? Dan bagaimana perbedaan pelaksanaannya?

Jawaban : Tidak ada perbedaan dalam pembagian waris dalam adat Tunggu Tubang ini, cuma bedanya dulu ketika anak perempuan menduduki Tunggu Tubang mereka harus tetap tinggal di daerah tempat harta Tunggu Tubang tersebut, akan tetapi sekarang mereka boleh tidak tinggal di tempat harta Tunggu Tubang tersebut yang penting ketika ada keperluan di tempat harta Tunggu Tubang yang bersangkutan (mendudukin Tunggu Tubang) harus selalu siap jika diperlukan.

Pertanyaan : Apakah ada masyarakat disini yang pembagian warisan tidak berdasarkan dengan adat Tunggu Tubang?

Jawaban : Jika mereka suku Semende pasti mereka menerapkan sistem warisan Tunggu Tubang tersebut. tapi kalau orang Semende menikah beda suka itu jarang mereka masih menerapkan sistem itu yah mungkin untuk memelihara keutuhan rumah tangga mereka.

Pertanyaan : Dengan tinggal di daerah yang sukunya berbeda-beda, adakah sistem waris ini dimodifikasi?

Jawaban : Tidak ada modifikasi masalah sistem waris Tunggu Tubang hanya saja terdapat transformasi kebiasaan dari Suku Semende yang dulunya tidak membolehkan anak Tunggu Tubang merantau dari harta Tunggu Tubang tersebut tetapi sekarang boleh merantau tetapi kedudukan sebagai anak Tunggu Tubang tetap harus dilaksanakan.

Bandar Lampung, 20 April 2017

Narasumber

Page 98: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 99: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Elemen masyrakat yang mejadi Anak Tunggu Tubang

Nama: Rusmianah (60 tahun)

Pertanyaan : Apakah keluarga ibu disini masih menerapkan sistem adat

Tunggu Tubang?

Jawaban : Iya keluarga saya masih menerapkan adat Tunggu Tubang

Pertanyaan : Apa yang menjadi alasannya masih menerapkan sistem adat Tunggu Tubang tersebut?

Jawaban : Karena adat Tunggu Tubang ini warisan dari nenek moyang kami yang tidak dapat kami tinggalkan dan harus kami laksanakan dan sebagai pusat jala kalo menurut orang Semende karena sebagai tempat berkumpulnya keluarga.

Pertanyaan : Bagaimana cara pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende di daerah ini?

Jawaban : Tidak ada tata cara pembagian warisan dalam adat Tunggu Tubang ini, karena pelaksanaannya sesuai dengan adat saja yaitu dengan cara turun temurun dan tidak ada upacara dalam pembagiannya karena otomatis harta tersebut jatuh kepada anak perempuan tertua.

Pertanyaan : Siapa saja yang dapat disebut dengan sebutan Tunggu Tubang?

Jawaban : Anak perempuan pertama, anak ketiga tetapi sebelumnya tidak ada anak perempuan, anak bungsu tetapi satu-satunya anak perempuan, yang paling penting Tunggu Tubang itu anak perempuan tertua dalam suatu keluarga

Pertanyaan : Kapan harta warisan Tunggu Tubang dapat dibagi?

Jawaban : Dibagikannya harta Tunggu Tubang ketika kedua orang tua telah meninggal dunia.

Pertanyaan : Dalam pembagian harta warisan, apakah ada perbedaan bagian antara anak laki-laki dan perempuan?

Jawaban : Dalam pembagian harta (uang) tidak ada perbedaan, tetapi harta pusaka itu yang tidak dapat dibagi karena harta tersebut warisan dari nenek moyang.

Pertanyaan : Bagaimana pendapat dari adik atau kakak laki-laki ibu jika bagian ibu lebih besar?

Jawaban : Mereka menyadari tentang adat kami jadi tidak ada kecemburuan sosial antara kami karena anak laki-laki juga mempunyai peranan dalam harta Tunggu Tubang dimana mereka (anak-laki-laki yang tertua) mereka melindungi harta Tunggu Tubang misalkan ada yang menggugat dari harta tersebut jadi peranan anak laki-laki

Page 100: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

tertua (meraje kalo kata orang Semende) yang mempertahankan harta tersebut.

Pertanyaan : Bagaimana peranan ibu sebagai anak Tunggu Tubang?

Jawaban : Perananan jadi anak Tunggu Tubang ini berat sekali karena jadi tumpuan keluarga, selalu siap kalo

Pertanyaan : Apakah ada perbedaan pelaksanaan pembagian adat Tunggu Tubang didaerah asal dengan daerah perantauan? Bagaimana perbedaan pelaksanaannya?

Jawaban : Tidak ada perbedaan tentang pelaksanaan pembagiaan adat Tunggu Tubang tersebut, cuma dulu saya ini tidak boleh pergi dari harta Tunggu Tubang tersebut sebab kalo saya pergi, saya akan celake (bahaya) karena tidak bisa melaksanakan kewajiban saya sebagai Tunggu Tubang, nah ketika saya mau merantau ke daerah Waydadi ini, dikumpulkan terlebih dahulu Entue Meraje (kakak dari ibu) dan paman bahwa saya ini akan merantau kalo kata mereka pergi maka boleh saya meninggalkan harta Tunggu Tubang itu.

Pertanyaan : Apakah ada masyarakat disini yang pembagian waris tidak berdasarkan adat tersebut?

Jawaban : Ada menurut saya, tetapi kalo mereka memang orang Semende asli pasti menerapkan sistem adat tersebut

Pertanyaan : Dengan tinggal di daerah yang berbeda suku bangsa, adakah sistem waris ini dimodifikasi?

Jawaban : Tidak ada dimodifikasi masalah Tunggu Tubang ini, tetapi ada sedikit pergeseran yang dulunya anak Tunggu Tubang tidak boleh pergi dari harta Tunggu Tubang tersebut dan jaman sekarang boleh merantauan tetapi ketika suatu waktu dibutuhkan harus selalu siap.

Bandar Lampung, 20 April 2017

Narasumber

Page 101: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 102: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Elemen Masyarakat yang menjadi Tunggu Tubang

Nama: Jumirawati (32 tahun)

Pertanyaan : Apakah keluarga ayu disini masih menerapkan sistem adat

Tunggu Tubang?

Jawaban : di keluarga orang tua saya sih masih menerapkan sistem adat itu,

tapi dikelurga saya sudah tidak menerapkannya

Pertanyaan : kenapa ayuk tidak lagi menerapkan adat itu?

Jawaban : Gimana ya, karena pernikahan satu suku dimana suami saya itu

tidak tau adat kebiasaan di suku saya, saya pun begitu. Akhirnya

kami membuat kesepakatan untuk tidak menerapkan adat kita

masing-masing untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan untuk

keluarga saya. Terlebih saya kan anak Tunggu Tubang juga,

tanggung jawabnya berat juga dek kalo jadi anak Tunggu Tubang,

jadi mending saya tidak menerapkan adat itu.

Pertanyaan : Memang tanggung jawab seperti apa yuk, sehingga ayuk tidak

menerapkan adat itu?

Jawaban : Ya saya gak sanggup, banyak tanggung jawabnya. Dari segi

adatnya ada, jadi kalo dulu waktu saya dikampung, kalo anak

Tunggu Tubang itu harus ikut setiap acara yang ada dikampung

itu. Kalo gak ikut biasanya ya saya dibilang sombong, gak mau

bersosialisasi lah, gada tanggung jawab. Karena gak ikut acara

yang ada dikampung saya itu. Gak cuma itu juga sih, kalo orang

tua masih hidup mah gak sepenuhnya tanggung jawab itu, cuma

kalo orang tua udah meninggal ya banyak bener lah.

Pertanyaan : siapa saja yang dapat disebut dengan sebutan Tunggu Tubang?

Jawaban : Anak perempuan pertama, anak ketiga tetapi sebelumnya tidak

ada anak perempuan, anak bungsu tetapi satu-satunya anak

perempuan, yang paling penting Tunggu Tubang itu anak

perempuan tertua dalam suatu keluarga. Walaupun misalkan ibu

adek punya anak 5 nah terakhir perempuan nah anak yang

terakhir perempuan itu yang anak Tunggu Tubang karena kan itu

jatohnya seperti anak perempuan.

Pertanyaan : Terus, kalo ayuk gak mau nerapin harta Tunggu Tubang itu,

kemana harta itu? Siapa yang bakal menggantikannya yuk?

Jawaban : Yah, nanti kalo adek cowok ku yang pertama udah menikah,

paling nanti keluarga-keluarga dikumpulin terkait warisan

Tunggu Tubang itu karena saya gak mau jadi anak Tunggu

Page 103: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Tubang. Musyawarah biasanya mau diserahkan ama siapa harta

Tunggu Tubang ini, istri adek ku yang pertama ini ditarik jadi

anak Tunggu Tubang. Tapi sbelumnya ditanya dulu, mau gak jadi

anak Tunggu Tubang yang tanggung jawab nya inilah itulah, kalo

kata dia sanggup yah berarti harta itu dia yang menguasinya.

Pertanyaan : Kapan harta warisan Tunggu Tubang dapat dibagi?

Jawaban : Harta Tunggu Tubang dibagi ketika orang tua telah meninggal

dunia, tetapi kadang sebelum orang tuanya meninggal harta itu

sudah dibagikan. Ya itu setalah anak nya menikah dibilang harta

Tunggu Tubang ini dikasih kekamu, dibilang dari orang tuanya

tanggung jawab terkait kewajiban Tunggu Tubang itu.

Pertanyaan : Tetapi, dalam pembagian harta warisan, ada gak sih yuk

perbedaan bagian antara anak laki-laki dan perempuan?

Jawaban : Gak ada sih kalo itu mah setau saya di dalam keluarga saya dibagi

rata. Tapi harta pusaka itu gabisa dibagi-bagi karena kan itu

warisan dari turun temurun. Kalo harta pusaka itu dibagi, udah

jadi milik pribadi bisa aja suatu waktu dijual. Mungkin itu alasan

orang Semende gamau harta pusaka itu dibagi-bagi.

Pertanyaan : Nah, pendapat dari adik atau kakak laki-laki ayuk jika bagian

ayuk lebih besar?

Jawaban : Gada pendapat apa-apa sih, cemburu sosial juga gak tuh kakak

beradik saya, karena mereka udah tau juga adat kebiasaan dari

suku mereka itu apa.

Pertanyaan : Pelaksanaan pembagian harta Tunggu Tubang itu kayak mana

yuk? Ada gak tata caranya?

Jawaban : Setau saya gada upacara-upacara gitu sih mengenai pembagian

warisan Tunggu Tubang ini. karena, warisan ini tuh dari nenek

moyangnya emang udah otomatis aja jatuh ke anak perempuan

yang pertama di keluarga itu. Mungkin kayak adat lampung yang

ada upacara-upacaranya gitu. Tapi, di adat Semendo sejauh ini

gak pernah saya tau pembagiannya ada upaca-upacara. Paling

kalo di keluarga gada anak cewek ama anak Tunggu Tubang yah

paling musyawarah aja udah setau saya cuma itu.

Pertanyaan : Apakah ada perbedaan pelaksanaan pembagian adat Tunggu

Tubang didaerah asal dengan daerah perantauan? Bagaimana

perbedaan pelaksanaannya di daerah asal dengan daerah

rantauan?

Jawaban : Kalau masalah perbedaan pelaksanaan sih gak ada, karena dari

Suku Semende itu tidak mengatur secara rinci tentang

Page 104: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

pelaksanaanya, cuma kalo dulu anak Tunggu Tubang itu gak

boleh buat pergi dari tanah tungguan itu, karena kalo anak

Tunggu Tubang itu pergi dibilang kualat sama orang Semende.

Makanya dulu anak Tunggu Tubang terbatas bener pergaulannya,

pendidikannya, kalo bisa mereka itu harus nikah ama orang yang

dari sanalah asalnya. cuma kan kalo sekarang udah boleh pergi

dari tanah Tungguan itu apalagi orang tua- oran tua yang

pikiranny udah modern, udah ngeliat perkembangn zaman ini.

Pertanyaan : Apakah ada masyarakat disini yang pembagian waris tidak

berdasarkan adat tersebut?

Jawaban : Ada sih, saya aja anak Tunggu Tubang tapi saya gak sanggup

karena berat tanggung jawabnya, apalagi saya nikah dengan beda

suku, suami saya ada adat sendiri saya juga punya adat sendiri.

Pertanyaan : Tapi alasan dari orang Semende itu masih nerapin sistem adat

Tunggu Tubang itu apa yuk?

Jawaban : Ya karena itu warisan dari nenek moyang secara turun temurun

jadi memang harus dirawat dan dijaga. Pusatnya tempat

berkumpul semua keluarga. Kalo saya bukan gak mau nerapin,

karena saya nikah beda suku juga kan, suami saya orang Padang,

saya Semende otomatis kan saya gak tau adat kebiasaan suami

saya, begitu juga dengan suami saya yang gak tau adat dikeluarga

saya. Jadi yah saya dengan suami saya netral-netral saja.

Bandar Lampung, 20 April 2017

Narasumber

Page 105: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 106: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Elemen Masyarakat

Nama: Hj.Sukmawati, M.Pd (48 tahun)

Pertanyaan : Apakah keluarga ibu disini masih menerapkan sistem adat

Tunggu Tubang?

Jawaban : Iya masih

Pertanyaan : Terus,apa yang menjadi alasan masih diterapkannya sistem adat

Tunggu Tubang ini?

Jawaban : Karena sudah menjadi warisan adat turun temurun dari nenek

moyang, dan harta Tunggu Tubang tubang ini menjadi pusat

tempat kumpul keluarga, seperti saya kan tidak semuanya tau

saudara-saudara saya, jadi ketika ada salah satu saudara kita

menikah nah saudara-saudara yang tadinya tidak tau menjadi tau

ya karena berkumpul di rumah warisan itu. Makanya sampe

sekarang adat itu masih diterapkan.

Pertanyaan : Selama menjadi anak Tunggu Tubang, tanggung jawab seperti

apa yang ibu laksanakan?

Jawaban : Ya ngurusin keluarga besar, misalkan ada adik sakit, atau ada

acara di rumah saudara harus kesini dulu beri tau saya terlebih

dahulu. Pokoknya kalo ada masalah atau urusan keluarga harus

kasih tau saya terlebih dahulu. Anak Tunggu Tubang ini harus tau

segala masalahnya tentang keluarganya.

Pertanyaan : Tapi, cara pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang itu gimana

sih bu?

Jawaban : Ya gak ada pelaksanaan, karena setau saya mengenai harta

Tunggu Tubang pembagiannya ini secara otomatis jadi turun

temurun sifatnya, emang dari dulu-dulunya pelaksanaannya

otomatis. Jadi kita ikutin penerapannya. Tapi kalo adat mengatur

secara rinci saya rasa tidak ada.

Pertanyaan : Jadi, yang dapat disebut dengan sebutan Tunggu Tubang siapa

saja bu?

Jawaban : Ya anak perempuan tertua itulah yang disebut sebagai anak

Tunggu Tubang. Tapi kalau dari keluarganya dia anak terakhir

tetapi sebelumnya tidak ada anak perempuan tetap saja dia yang

disebut sebagai anak Tunggu Tubang.

Pertanyaan : Kalau harta warisan Tunggu Tubang itu kapan dapat dibagi bu?

Page 107: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Jawaban : Bisa sebelum orang tuanya meninggal atau sesudah orang tuanya

meninggal. Tapi biasanya seperti saya, waktu anak saya sudah

gadis seperti ini saya kasih tau kalau dia ini nanti jadi Tunggu

Tubang. Kewajiban dia untuk keluarga-keluargnya seperti apa

saya kasih tau.

Pertanyaan : Kalau mengenai harta yang selain harta Tunggu Tubang itu

sistem pembagiannya seperti apa bu?

Jawaban : Ya dibagi rata kepada anak-anak saya.

Pertanyaan : Berarti bagian anak perempuan lebih besar ya bu daripada anak

laki-laki?

Jawaban : Iya, tapi kan tanggung jawab dari anak perempuan ini lebih besar

tanggung jawabnya terhadap keluarga-keluarganya.

Pertanyaan : Menurut ibu, ada gak sih masyarakat disini yang pembagian waris

tidak berdasarkan adat tersebut?

Jawaban : Ada sih sepertinya, itu biasanya kalo mereka nikah beda suku,

apalagi kalau perempuannya yang Semende sedangkan suaminya

bukan itu biasanya ikut suaminya tapi kadang ada kesepakatan

antara suami istri tersebut

Pertanyaan : Memang kalo dulu, anak Tunggu Tubang itu harus tinggal di

daerah harta tungguan ya bu?

Jawaban : Iya benar, tidak boleh pergi kemana-mana kalo bisa harus

menikah dengan orang sana juga, serba susah kalo dulu anak

Tunggu Tubang mau hijrah mah.

Pertanyaan : Kenapa seperti itu bu? Kok dibatasi ruang gerak anak Tunggu

Tubang itu?

Jawaban : Saya juga gak tau, mungkin karena takut kalau sudah

meninggalkan tanah tungguan, kalau merantau gak mau balik ke

daerahnya lagi.

Pertanyaan : Terus kok ibu sekaarang boleh merantau ke daerah sini bu?

Jawaban : Yah itu juga bukan hal yang mudah nak, dulu sebelum ibu mau

merantau, ibu ini harus izin dulu sama uwak,paman ibu yang

dikampung. Dikumpulin dlu sanak keluarga. Diberi tau kalo ibu

ini mau merantau, mau ninggalin harta tungguan, dan itupun ibu

harus kasih alasan yang tepat biar dibolehkan merantau. Terus

kata uwak ama paman boleh akhirnya ibu merantau karena

kebetuan suami pindah dinas. Nah waktu ibu sudah boleh

merantau ibu dikasih syarat kalau misalkan ada urusan atau

Page 108: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

masalah ibu harus selalu ada dan siap untuk membantunya,

tanggung jawab dan kedudukan harus tetap dilaksanakan.

Pertanyaan : Apakah ibu akan menerapkan sistem itu untuk Tunggu Tubang

selanjutnya seperti dahulu bu?

Jawaban : Sekarang mah, kita liat zaman semakin maju. Jadi saya tidak mau

membatasi gerak anak Tunggu Tubang mereka bebas mau

merantau kemana saja. Kasian kalau mereka terbatas dalam hal

apapun saya juga kan merasakan gimana rasanya terbatas dalam

hal apapun, jadi saya tidak mau anak saya merasakan hal yang

sama. Merantau kemana saja boleh, asalkan kedudukannya

sebagai anak Tunggu Tubang harus tetap dilaksanakan itu sih

yang saya bilang kepada anak saya.

Bandar Lampung, 19 April 2017

Narasumber

Page 109: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 110: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Elemen Masyarakat

Nama: Uliana Ma’mur (52 tahun)

Pertanyaan : apakah keluarga ibu disini masih menerapkan sistem adat Tunggu

Tubang?

Jawaban : dikeluarga saya sudah tidak ada penerapan adat itu

Pertanyaan : lah kenapa bu? Bukankah ibu orang Semende asli? Kenapa tidak

diterapkan lagi bu?

Jawaban : iya gimana, saya kan gak menikah dengan satu suku, suami saya

orang jawa, kan dia yang jadi pemimpn keluarga otomatis saya

mematuhi gak mungkin dong harus menuntut da untuk ikut

mejalankan adatnya, sedangkan dia sendiri pasti punya adat

kebiasaan dari adat jawa itu sendiri. Makanya kami sepakat untuk

netral saja biar gak ada cekcok antara kami

Pertanyaan : hmm...kalo cara pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang

pada Suku Semende itu sendiri bagaimana sih bu?

Jawaban : gak ada cara-cara adat sih pembagian Tunggu Tubang nih karena

memang dari dulu itu udah otomatis jatuh ke anak perempuan

yang tertua secara turun temurun, jadi sampai sekarang pun suku

Semende yang di perantauan pun penerapannya masih sama

seperti yang dulu

Pertanyaan : siapa saja yang dapat disebut dengan sebutan Tunggu Tubang?

Jawaban : anak perempuan yang pertama dan tertua di dalam keluarganya.

Pertanyaan : tapi mengenai waktu pembagian harta Tunggu Tubang itu kapan

bu?

Jawaban : tergantung dari orang tuanya ada yang dibagikan sebelum orang

tuanya meninggal, ada juga setelah orang tuanya meninggal.

Pertanyaan : apakah ada perbedaan pelaksanaan kewarisan adat Tunggu

Tubang waktu di daerah asal dengan daerah perantauan bu?

Jawaban : perbedaan sih tidak ada memang dari dulu cara pembagiannya

sama seperti di daerah asal secara turun temurun yang diberikan

kepada anak perempuan tertua. Mungkin kalo dulu anak Tunggu

Tubang tidak boleh merantau tetapi kalau sekarang boleh, itu sih

setau saya.

Page 111: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Pertanyaan : dalam pembagian harta warisan, apakah ada perbedaan bagian

antara anak laki-laki dan perempuan?

Jawaban : tidak ada, semua dibagi rata

Pertanyaan : bagaimana pendapat dari anak laki-laki jika bagian anak

perempuan lebih besar?

Jawaban : tidak ada pendapat apa-apa, syirik dengan anak Tunggu Tubang

juga karena memang mereka sudah tau adat kebiasaan dari adat

mereka sendiri.

Pertanyaan : apakah ada masyarakat disini yang pembagian waris tidak

berdasarkan adat tersebut?

Jawaban : ada, saya buktinya tidak menarapkannya hehe... bukan ingin

meninggalkan atau melupakan hanya saja saya dan suami saya

sepakat untuk tidak menerapkan adat kami masing-masing agar

tidak ada perselisihan.

Bandar Lampung, 21 April 2017

Narasumber

Page 112: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …
Page 113: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Wawancara dengan Elemen Masyarakat

Nama: Andri Suhendri (49 tahun)

Pertanyaan : apakah keluarga disini masih menerapkan sistem adat Tunggu

Tubang?

Jawaban : iya masih

Pertanyaan : apa yang menjadi alasannya masih menerapkan sistem adat

Tunggu Tubang tersebut?

Jawaban : ya, karena warisan dari nenek moyang secara turun temurun yang

harus tetap dijaga dan dilestarikan

Pertanyaan : terus harta Tunggu Tubangnya dari mana pak? Maksudnya harta

Tunggu Tubangnya itu dari yang turun temurun atau gimana pak?

Jawaban : ya, saya buat harta Tunggu Tubang yang baru, jadi harta saya

yang berupa tanah, sawah dan rumah saya jadi kan sebagai harta

Tunggu Tubang.

Pertanyaan : bagaimana cara pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada

Suku Semende di daerah ini?

Jawaban : secara otomatis saja peralihannya jadi tidak ada pembagian secara

adat, mungkin musyawarah itu pun dilakukan jika anak Tunggu

Tubang tidak snggup untuk menjalankan kedudukannya sebagai

Tunggu Tubang.

Pertanyaan : ada gak sih pak perbedaan pelaksanaan di daerah asal dan daerah

setelah bapak merantau?

Jawaban : tidak ada sih, mungkin kalo dulu di daerah asal memang anak

Tunggu Tubang itu tidak boleh merantau, karena ditakutkan

dengan orang dulu, kalo anak Tunggu Tubang nanti gak mau

balik ke daerah asalnya lagi dan gak mau menjalankan sebagai

anak Tunggu Tubang. Kalo sekarang saya rasa tidak seperti itu

lagi boleh merantau, tetapi kedudukan harus tetap dijalnkan

Pertanyaan : siapa saja yang dapat disebut dengan sebutan Tunggu Tubang?

Jawaban : anak perempuan itulah yang dikatakan anak Tunggu Tubang

Pertanyaan : kapan harta warisan Tunggu Tubang dapat dibagi?

Jawaban : setelah orang tuanya meninggal, tapi kadang sebelum orang

tuanya meninggal sudah dibagikan

Page 114: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

Pertanyaan : dalam pembagian harta warisan, apakah ada perbedaan bagian

antara anak laki-laki dan perempuan?

Jawaban : tidak ada, semua dibagi rata. Tetapi perlu diingat bahwa harta

Tunggu Tubang tetap tidak boleh dibagikan

Pertanyaan : bagaimana pendapat bapak, bahwa bagian adik bapak lebih besar?

Jawaban : yah gak gimana-gimana memang dari adatnya seperti itu, tapi

saya juga punya perananan dalam pemeliharaan harta itu.

Pertanyaan : apakah terjadi modifikasi dalam sistem waris ini pak? Setelah

bapak tinggal dengan berbeda suku bangsa dan bahasa?

Jawaban : tidak ada sih, semua masih tetap sama seperti yang dulu

Pertanyaan : apakah ada masyarakat disini yang pembagian waris tidak

berdasarkan adat

Jawaban : ada pasti, tapi kalo mereka Suku Semende asli pasti masih

menerapkan adat itu.

Bandar Lampung, 21 April 2017

Narasumber

Page 115: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

it

t

I(EMENT'ERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF TIIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUI(UM

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangerang SelatanTelp. (02r) 747rrs37

Website: www.uinjkt.ac.it i , Email: [email protected]

r I I - ,

\llr r

Nomor : l)n.01. / F4/ PP.00.9 / 37e Z / 2076Lamp :1 (satu) Berkas ProposalHal : Mohon Kesediaan menjadi Pembimbing Skripsi

NamaNIMProdi

Judul Skripsi

Yang TerhormatDr. Hi. Mesraini, SH, M. AgDosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

As s al amualaikum w ar ahm a tullah w ab ar akatuh

Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UiN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkankesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa:

Jakarta, B November 2016 M8 Safar 1438 H

Azriyani1113044000015Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah)Praktek Masyarakat Sentende Dalam Adat Tunggu Tubang di TanahRantauan

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikui:l. Topik bahasan dan out line dimana perlu dapat diadakan perubahan dan penyempurnaan2. Tekiiik penulisan supaya merujuk kepada buku "Pedoman Penrrlisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakaria"

Demikianlah atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih.

Wass,ilamualaikun t zo ar ohmafitllnl i q ab ar akatuh

.eluarga

Tembusan:

Disarrtpaikan dengan hormat kepada:L Kasubag Akademik & Kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum2. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga3. Arsip

Page 116: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

\

KENTBNTERTAN AGAMAUNIVERSIITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYAT ULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangerang Selatan we b s it e : www ui nj kt. a c. id, E m ai l :, " Jilo;rlldrlffi f jl

Nomor

Lampiran

Hal

u N. 0 1 /F4lKM.0 1,03 | /2r/20 1 7

Permohonan DataMawancara

KepadaYth. Tokoh Masyarakat

Kelurahan Waydaadi, Bandar Lampungd i

Tempa t

Assalammu'alaikum, Wr. Wb.Dekan Faku l t as Sya r i ah dan Hukum U IN

menerangkan bahwa :

Jakarta, 31 Maret201T

Sya r i f H idaya tu l l ah Jaka r ta

AzriyaniLampung Utara 104 Mei 199511130440000158Hukum Keluarga (Ahwal Syat<hshiyyah)Jln.Pulau Baweyan l i , Sukarame. Bandar Lampung

0821840444424

. . . . . u9 "1 "1 bena r yang be rsangku tan mahas i swa Faku l t as Sya r i ah dan HukumUIN syar i f Hidayatu l lah Jakar ta yang sedang n lenyusun skr ips ioengan luout :

Praktik Adat Tunggu Tubang Pada Masyarakat Semende di Tanah Rantauan

Untuk melengkapi bahan.penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/lbu dapat menerimayang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsid imaksud.

A tas ke r jasama dan ban tuannya , kami ucapkan te r ima kas ih .Wa ssal am u' alaiku m, Wr.Wb.

?.tr , DekanKepala Bagian Tata Usaha

NamaTempat/TanggalN IMSemesterProgram StudiAlamat

Telp/Hp

t-t l

Tembusan :1. Dekan Fakurtas Syariah dan Hukum UrN Syarif Hidayatuilah Jakarta2. Kaprodi/Sekprodi l-, lukum Keluarqa (Ahwal Svakhshivvah\

Drs. Mocha uruh, M.FdN I P : 1 9 6 2 0 4 98710 1 001

EIJEEfi#

Page 117: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

tt\

KEMBNTERIAN AGAMA

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangerang Selatan

UNIVFRSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

website : www.u inj kt. ac.id, Email : r " Jilo;lH]ffifl

Nomor : LiN.01 tF4 tKM.01.$l/dy/t2017 Jakarta, 22 Maret2017Lampiran : -Hal Permohonan Data dan Ll/uwuncar,z

Kepada Yth.Kepala Kanlor Kelurahan Waydadidi-

Tempat

Ass alamu' alqikum, Wr. lYb,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukuin UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, menerangkalbahwa:

NamaTempat/ Tanggal lahirNIMSemesterProgram Studi

AzriyaniKotabumi/04 Mei 1995l l 1304400001 58 (Delapan)Hukum keluarga

Adalah benar mahsis-wa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayahtullah Jakartayang sedang menyelesaikan Skripsi dengan Topik / Judul :"Praktik Adat Tunggu Tubang pcda Masyarakttt semende di ranah Rantauan'

Untuk melengkapi bahan pcnulisan skripsi, djmohon kiranya Bapak / Ibu dapat menerimayang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan proposal s,kripsi danpenulisan skipsi dimaskud.

Demikian surat permohonan ini dosampaikan atas perhatian dan kerjasamanya kamiucapkan terima kasih.

Vl/as s al amu' a laik um. LYr. lVb.

An. Dekan,Kabag Tata Usaha

Tembusan :

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

, Drs. NloCh/mmad Guruh, NlPd/ 'NIP. 19620408 19871 o I ooJ

Page 118: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

I

PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNGKECAMATAN SUKARAME

I(ELMWAYDADI. la lan Pulau TegalNo.0l Kel. way Dadi Kec. sukarame Kota Bandar Lampung

NomorLampPerihal

tzu ?s. lvr,L7 ltv 12017

Permohonan Data danWawancara

Bandar Lampung, 26 April Z0t7

Kepada Yth :Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UINSyarif Hidayatullah Jakarta

Di -Jakatta

( UIN ) Syarif

I 2017 Tanggal

Kelurahan Way

'r- Dengan hormat,' Menindaklanjuti Surat dari Universitas Islam Negeri

l--ridayatullah Jakarta Nomor : UN.01 I F4 I KM.01.03 I IZAI22 Maret 2017 Perihal permchonan Data dan Wawancar.a diDadi Kecamatan Sukarame Atas nama :

Nama

NPM

Alamat

Lokasi

Jurusan

Penanggung Jawab

Judul

AZRIYAT.II

1 1 13044000015

Jl.Pulau Bawean 2 Rt.02 Lk.II

Kantor Kelurahan Way Dadi

l-'lukum Keluarga

Dekan Fakultas S),ariah dan Hukum

: Praktik Adat Tunggu Tubang pada l4asyarakat

Semende di Tanah Rantauan "

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Tembusan : Disampaikan Kepada yth :1. Bapak Camat Sukarame ( Sebagai Laporan )2. Bapak Lurah Way Dadi3. _____--____ Arsip ______

h15 198603 1 010

Page 119: PRAKTIK ADAT TUNGGU TUBANG PADA MASYARAKAT …

I

{ffie. IKATAN KELUARGA SEGHASE SEMENDE[rKSS)

JL. Pembangunan F No 53 Waydadi - Sukarame, Bandar LampungHp.085279500395

No :0L4/ tKSS-BDwil l20L7Lampiran : -

FIal : Surat Keterangan

Kepada Yth,Pimpinan Fakultas Syariah dan HukumUIN Syarif Hidayatullah JakartaDi

TempatIkatan Keluarga Seghase Seme,nde (IKSS), menyatakan bahwa:

Azriyani

I I 13044000015

Iiukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah)

8 (delapan)

Benar telah memperoleh data dan wawancara pada IKSS Waydadi, Bandar Lampung

sehubungan dengan skripsi yang berjudul "PRAKTIK ADAT TIINGGU TUBANG PADA

I{ASYARAKAT SEMENDE DI TANAH RANTAUAIY.'

Ot:** surat keterangan ini kami buat, untuk digunakan sebagaimana mestrnva.

Bandar Lampung, 12 Jluuni 2017

Mengetahui

L

Nama

NIM

Jurusan

Semester

DARMI UJA}IG