pola penyebaran air rembesan di dalam tubuh … · terbentuk pada daerah hulu tanggul dan tegak...
TRANSCRIPT
POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM
TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL
Oleh
MARIE HANNASTRY
F14052500
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM
TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARIE HANNASTRY
F14052500
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM
TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MARIE HANNASTRY
F14052500
Dilahirkan di Bandung, 21 November 1987
Tanggal ujian: 4 September 2009
Bogor, September 2009
Menyetujui :
Dr. Ir.Nora H. Pandjaitan, DEA Dr. Ir. Erizal, MAgr
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui :
Dr. Ir. Desrial, MEng
Ketua Departemen Teknik Pertanian
Marie Hannastry. F14052500. Pola Penyebaran Air Rembesan Di Dalam
Tubuh Model Tanggul Berbahan Tanah Gleisol. Di bawah bimbingan: Nora H.
Pandjaitan dan Erizal.
RINGKASAN
Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen.
Dikatakan demikian, karena tanggul mempunyai bahan pembuat dan bentuk yang
hampir sama dengan bendungan. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan
tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butiran tanahnya)
hampir seragam.
Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan
air. Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan
oleh sungai atau laut. Tanggul yang dibangun diharapkan tetap kuat dan kokoh
terhadap gaya - gaya yang ditimbulkan akibat tergenangnya air di dalam waduk
sesuai umur ekonomis tanggul. Salah satu masalah yang sering terjadi pada
bendungan urugan, termasuk tanggul adalah adanya rembesan pada tubuh
bendungan tersebut. Rembesan ini mempunyai pengaruh yang dapat merusak
stabilitas bangunan karena terangkutnya bahan – bahan halus sehingga dapat
menyebabkan terjadinya piping. Jika hal ini sudah terjadi, maka terbentuklah lajur
rembesan (jaringan aliran) antara bagian hulu dan hilir bangunan.
Tujuan dari penelitan ini adalah untuk menganalisis pola penyebaran
rembesan (seepage) dan panjang zona basah di dalam tubuh tanggul melalui
pengamatan di laboratorium dengan menggunakan model tanggul. Pola
penyebaran rembesan dianalisis dengan metode grafis dan program Geoslope
(Seep/W), kemudian hasilnya diperbandingkan.
Model tanggul yang dibuat direncanakan untuk mengkontrol kedalaman
air kurang dari 1.5 m dengan lebar atas minimum tanggul 1.5 m. Tanggul yang
direncanakan merupakan model dengan skala 1 : 12. Pemadatan tanah dilakukan
dengan uji pemadatan standar (proctor test). Dari hasil uji pemadatan tersebut
diperoleh kadar air optimum sebesar 35.92% dan rata-rata berat isi kering
maksimum ( dmax) sebesar 1.20 g/cm3. Nilai kadar air optimum tersebut
digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji pemadatan pada kotak (uji tumbuk
manual) yang selanjutnya menjadi nilai perbandingan untuk melakukan
pemadatan tanah pada model tanggul. Pada uji tumbuk manual didapatkan RC
(Ratio Compaction) sebesar 90.60% dengan jumlah tumbukan per lapisan
sebanyak 160 tumbukan dan tinggi jatuhan sebesar 30 cm. Pada penelitian ini juga
didapatkan rata-rata nilai permeabilitas lapangan sebesar 1.94 cm/jam, sedangkan
rata-rata hasil uji permeabilitas pada tanggul setelah dijenuhkan adalah sebesar
0.13 cm/jam.
Dari pengamatan secara langsung diperoleh panjang zona basah rata-rata
22.11 cm, sedangkan dengan metode grafis diperoleh 12.22 cm, dan dengan
program Geoslope sebesar 18.44 cm. Waktu rata-rata aliran air sampai keluar di
outlet adalah 119 menit. Debit yang masuk melalui inlet sebesar 87.5 ml/det dan
debit yang keluar di outlet 0.458 ml/det. Ketiga metode yang digunakan
menghasilkan nilai panjang zona basah yang berbeda-beda. Namun, metode
pengamatan langsung dan program geo-slope menghasilkan nilai yang berdekatan,
sedangkan metode grafis menghasilkan nilai yang jauh berbeda. Hal ini
disebabkan metode grafis tidak memperhitungkan sifat fisik dan mekanik tanah.
Dengan metode grafis setiap model tanggul (dengan berbagai jenis tanah) yang
sama dimensinya akan menghasilkan panjang zona basah yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian, penyebaran air rembesan berdasarkan rumus
empiris menghasilkan panjang zona basah yang lebih kecil dibandingkan dengan
metode pengamatan langsung dan program Seep/W. Garis – garis ekuipotensial
terbentuk pada daerah hulu tanggul dan tegak lurus dengan garis aliran. Garis
freatik yang merupakan batas antara tanah jenuh dan tidak jenuh merupakan muka
air rembesan pada tubuh tanggul. Setiap lapisan tanah yang berada di bawah garis
freatik akan jenuh oleh air yang merembes. Air yang merembes membentuk garis
aliran mulai dari lereng hulu tanggul dimana air mulai masuk dan merembes
sampai pada hilir model tanggul. Garis freatik merupakan garis yang pertama kali
menyentuh lereng hilir tanggul dan membentuk zona basah.
Kata kunci : model tanggul, pemadatan, pola penyebaran air rembesan, panjang
zona basah, geo- slope.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul Pola Penyebaran Air
Rembesan Di dalam Tubuh Model Tanggul Berbahan Tanah Gleisol. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih atas
perhatian, bantuan, dan kerjasamanya kepada:
1. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Dr. Ir. Erizal, MAgr selaku dosen
pembimbing skripsi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. I Wayan Astika, MSi selaku dosen penguji.
3. Bapak Trisnadi selaku teknisi bagian Teknik Tanah dan Air.
4. Ibu Lasmauli Manalu dan Ayah John Manganjur Saragih (alm.), serta
adik Eka, Lia, Artha, dan Beny yang selalu memberikan dukungan.
5. Mohamad Jayadi dan Dian Oktavia teman – teman satu tim penelitian.
6. Jimmy, Dian, Rully, Arief serta seluruh teman – teman TEP 42 yang
selalu memberikan semangat.
7. Serasi, Doris, Esther, dan Netty sebagai sahabat – sahabatku yang
selalu memberikan dukungan.
8. Teman – teman di Bilo (Nia, Lisbeth, Yusenda, Juli, Rena, dan Panta).
9. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi
para pembacanya.
Bogor, September 2009
Penulis
iii
DAFTAR ISI
RINGKASAN ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Gleisol .................................................................................. 3
B. Sifat Fisik Tanah............................................................................. 3
C. Sifat Mekanik Tanah ..................................................................... 11
D. Tanggul….......................................................................................13
E. Rembesan Air ............................................................................... 15
F. Program Geo-Slope ........................................................................ 18
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu ........................................................................ 21
B. Bahan dan Alat .............................................................................. 21
C. Metode Pelaksanaan ...................................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisik Tanah............................................................................ 36
B. Sifat Mekanik Tanah........................................................ ............. 39
C. Penyebaran Air Rembesan Pada Model Tanggul…........................43
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 52
A. Kesimpulan.....................................................................................52
B. Saran........................................................ ...................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 53
LAMPIRAN ..................................................................................................... 55
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah ...................................................... 7
Tabel 2. Berat jenis tanah ............................................................................. 8
Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (PI) beberapa fraksi tanah ......................... 11
Tabel 4. Nilai kemiringan talud tanggul tanah homogen ............................. 13
Tabel 5. Spesifikasi peralatan uji tumbuk manual ....................................... 29
Tabel 6. Dimensi tanggul ............................................................................. 33
Tabel 7. Sifat-sifat fisik tanah gleisol,Kebon Duren, Depok ....................... 36
Tabel 8. Hasil pengukuran nilai pF model tanggul ...................................... 38
Tabel 9. Sifat mekanik tanah gleisol,Kebon Duren, Depok ......................... 39
Tabel 10. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan ............................................... 42
Tabel 11. Debit inlet pada model tanggul ...................................................... 43
Tabel 12. Hasil pengukuran debit rembesan (Qout)………………………… 44
Tabel 13. Waktu air mencapai outlet dan zona basah (a) model tanggul ...... 45
Tabel 14. Nilai a metode pengamatan langsung penelitian sebelumnya…… 46
Tabel 15. Posisi titik – titik pada garis freatik ............................................... 50
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur menurut USDA ................................... 4
Gambar 2. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem USC.................................. 5
Gambar 3. Falling head permeameter. ......................................................... 7
Gambar 4. Garis rembesan dalam tubuh tanggul .......................................... 15
Gambar 5. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul ........................................... 17
Gambar 6. Alat dan bahan uji tekstur ........................................................... 22
Gambar 7. Sand box ...................................................................................... 26
Gambar 8. Wide range pF meter (a); Automatic pressure controller (b)…...26
Gambar 9. Proctor (a) dan Dongkrak pengangkat tanah dari mold (b) ....... 28
Gambar 10. Kotak tumbuk manual (a) dan penumbuk (rammer) (b)………. 29
Gambar 11. Kotak model tanggul ................................................................... 32
Gambar 12. Model tanggul ............................................................................. 33
Gambar 13. Diagram alir penelitian ................................................................ 35
Gambar 14. Klasifikasi tanah gleisol berdasarkan sistem USDA ................... 36
Gambar 15. Grafik uji pF model tanggul untuk 3 ulangan …………............. 39
Gambar 16. Klasifikasi tanah gleisol berdasarkan sistem Unified.................. 40
Gambar 17. Grafik debit rembesan ................................................................. 44
Gambar 18. Garis freatik pada model tanggul melalui pengamatan
langsung. ..................................................................................... 47
Gambar 19. Garis freatik pada model tanggul berdasarkan
program Seep/W .......................................................................... 47
Gambar 20. Jaringan aliran pada model tanggul berdasarkan
program Seep/W .......................................................................... 47
Gambar 21. Perbandingan letak zona basah untuk 3 metode …………..........50
Gambar 22. Pengaruh kapilaritas pada tubuh model tanggul ......................... 50
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta lokasi Kebon Duren, Depok, Jawa Barat. ........................... 55
Lampiran 2. Gambar teknik tanggul dan kotak model tanggul ....................... 56
Lampiran 3. Hasil uji tekstur tanah gleisol, Kebon Duren – Depok. ............. 60
Lampiran 4. Hasil uji sifat fisik dan konsistensi tanah ................................... 62
Lampiran 5. Hasil uji pemadatan standar (proctor test) .................................. 64
Lampiran 6. Hasil uji tumbuk manual ............................................................. 67
Lampiran 7. Perhitungan jumlah tumbukan pada model tanggul. ................... 68
Lampiran 8. Nilai permeabilitas pada model tanggul setelah pengaliran ....... 69
Lampiran 9. Pengamatan garis freatik secara langsung setiap 3 menit........... 71
Lampiran 10.Penampang melintang model tanggul......................................... 82
Lampiran 11.Hasil perhitungan analisis grafis................................................. .83
Lampiran 12.Tahapan-tahapan penggambaran dalam program Seep/W. ......... 85
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bendung adalah suatu bangunan air yang dibangun melintang sungai yang
sengaja dibuat untuk meningkatkan atau menambah tinggi muka air, sehingga air
dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat yang membutuhkan
(Mawardi dan Memed, 2002). Bendungan memiliki fungsi yang sama dengan
bendung, namun bendungan dapat juga digunakan untuk menyimpan atau
menampung air. Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan
homogen. Dikatakan demikian, karena tanggul mempunyai bahan pembuat dan
bentuk yang hampir sama dengan bendungan.
Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan
air. Menurut DPU (1986) tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari
banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Biasanya
tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali di dekat atau sejajar dengan garis
tanggul. Apabila galian dibuat sejajar dengan lokasi tanggul, maka penyelidikan
untuk pondasi dan daerah galian dapat dilakukan sekaligus.
Tanggul yang dibangun diharapkan tetap kuat dan kokoh terhadap gaya -
gaya yang ditimbulkan akibat tergenangnya air di dalam kolam (waduk) sesuai
umur ekonomis tanggul. Keluarnya air yang tidak terencana saat pecahnya tanggul
tentu saja sangat tidak diharapkan karena menyebabkan kerusakan dan kerugian
yang besar. Oleh karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan
penduduk yang tinggal di daerah - daerah tersebut, maka kekuatan dan keamanan
tanggul harus direncanakan dengan baik.
Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan
gradasinya (susunan ukuran butiran tanahnya) hampir seragam. Tubuh tanggul,
sebagaimana bendungan, secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai
penyangga aliran air sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono dan Takeda,
1977). Salah satu masalah yang sering terjadi pada bendungan urugan, termasuk
tanggul adalah adanya rembesan pada tubuh bendungan tersebut. Menurut DPU
(1986) rembesan terjadi apabila bangunan harus mengatasi beda tinggi muka air
dan jika aliran yang disebabkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar
bangunan. Aliran ini mempunyai pengaruh yang dapat merusak stabilitas
bangunan karena terangkutnya bahan – bahan halus sehingga dapat menyebabkan
erosi bawah tanah (piping). Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka
terbentuklah lajur rembesan (jaringan aliran) antara bagian hulu dan hilir
bangunan.
Air rembesan yang mengalir pada lapisan tanah akan mengangkut butiran
tanah yang lebih halus menuju lapisan tanah yang kasar. Kemungkinan
terangkutnya bahan butiran yang lebih halus untuk lolos melewati bahan yang
lebih kasar tersebut dapat terjadi. Namun pada waktu yang lama, proses ini
mungkin akan menyumbat ruang pori di dalam bahan kasarnya dan juga dapat
terjadi piping pada bagian butir halusnya. Erosi butiran mengakibatkan turunnya
tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila kecepatan aliran membesar
akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur – angsur turun, akan
terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa - pipa di
dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan.
Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk menganalisis penyebaran
aliran air pada model tanggul. Hasil penelitian diharapkan dapat menjelaskan
proses penyebaran aliran pada tubuh tanggul serta pengaruhnya terhadap tingkat
kestabilan tanggul.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola penyebaran rembesan
(seepage) dan panjang zona basah di dalam tubuh tanggul melalui pengamatan di
laboratorium dengan menggunakan model tanggul. Pola penyebaran rembesan
dianalisis dengan program Geo-Slope, sedangkan panjang zona basah dianalisis
dengan tiga metode dan hasilnya diperbandingkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Gleisol
Tanah adalah tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang
sebagai akibat bekerjanya gaya – gaya alam (natural force) terhadap bahan –
bahan alam (natural material) di permukaan bumi. Tanah terbentuk dari bahan
mineral dan organik, air serta udara yang tersusun dalam ruangan yang
membentuk tubuh tanah. Akibat berlangsungnya proses pembentukan tanah, maka
terjadilah perbedaan morfologi, kimia, fisis dan biologi dari tanah – tanah
tersebut. Tanah dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan
(solid), cairan (liquid), dan gas udara (air). Fase padatan terdiri dari bahan
mineral, bahan organik dan organisme hidup (Hakim et al., 1986).
Menurut Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian (2006), gleisol
kelabu gelap merupakan suatu istilah yang digunakan di Kanada untuk
menjelaskan suatu kelompok intrazonal dari tanah – tanah hutan yang berdrainase
jelek yang mempunyai horison A kelabu gelap. Tanah ini biasanya mengandung
bahan organik tinggi dan mempunyai horison mineral yang berbercak kelabu atau
berbercak kelabu kecoklatan. Tanah tersebut umumnya memiliki perbedaan
tekstur yang rendah.
Tanah gleisol biasanya terdapat di daerah dataran rendah atau cekungan,
yang hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga
kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif,
konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 - 6.0), dan mengandung bahan organik.
Menurut klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor (1982), tanah gleisol selalu
jenuh air sehingga berwarna kelabu atau menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.
B. Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan
bentuk/kondisi asli tanah. Sifat tanah diantaranya tekstur, struktur, porositas, berat
isi, berat jenis partikel, potensial air tanah (pF) dan permeabilitas.
1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan penampakan visual suatu tanah berdasarkan
komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu
(Bowles,1989). Menurut Soepardi (1983), kelas tekstur tanah dibagi ke dalam
tiga kelas dasar, yaitu pasir, lempung, dan liat. Golongan pasir meliputi tanah
yang mengandung sekurang – kurangnya 70% dari bobot/beratnya adalah pasir.
Golongan liat merupakan tanah yang mengandung mengandung paling sedikit
35% liat. Selama persentase liat lebih dari 40%, sifat tanah tersebut ditentukan
oleh kandungan liatnya dan dibedakan atas liat berpasir dan liat berdebu.
Kelompok lempung sendiri secara ideal terdiri dari pasir, debu, dan liat yang
memperlihatkan sifat – sifat ringan dan berat dalam perbandingan yang sama.
Tanah dengan fraksi pasir yang tinggi memiliki daya lolos air dan aerasi yang
tinggi, sebaliknya tanah dengan fraksi liat yang tinggi memiliki kemampuan
menyerap air yang rendah.
Jenis tekstur tanah dapat ditetapkan dengan sistem klasifikasi Departemen
Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture, USDA)
dan Unified Soil Classification (USC). Klasifikasi tanah USDA umumnya pakai
dalam bidang pertanian dan klasifikasi tanah USC biasanya digunakan untuk
sipil. Diagram segitiga tekstur menurut USDA (Hillel, 1998) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur menurut USDA
Menurut klasifikasi tekstur tanah USC, tanah diklasifikasikan berdasarkan
nilai-nilai konsistensi tanah yaitu batas cair dan indeks plastisitas tanah. Sistem
klasifikasi ini paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknis pondasi seperti
bendungan, bangunan, dan konstruksi sejenis. Gambar 2 memperlihatkan grafik
penentuan klasifikasi tanah berdasarkan sistem USC (Terzaghi dan Peck, 1987).
Gambar 2. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem USC
2. Kadar Air Tanah
Kadar air tanah atau kelembaban tanah (soil moisture) adalah
perbandingan antara massa air dengan massa padatan dalam tanah. Kadar air
dapat ditentukan dari nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis
kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah (basis basah), atau
nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air
yang umum digunakan adalah basis kering dan basis volume (Kalsim dan
Sapei,2003).
3. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah bentuk tertentu dari gabungan sekelompok partikel –
partikel primer tanah. Struktur tanah dapat dibedakan menjadi struktur lepas
(single grained), masif, dan agregat. Suatu penampang tanah dapat didominasi
oleh suatu corak struktur tertentu. Sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas
menahan air, sifat drainase serta sifat – sifat mekanik tanah sangat dipengaruhi
oleh strukturnya (Kalsim dan Sapei, 2003). Tanah dengan struktur yang baik
(granular, remah) mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara
lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah.
4. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas adalah sifat bahan berpori yang memungkinkan terjadinya
rembesan aliran baik berupa air atau minyak lewat rongga porinya. Pori – pori
tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat
mengalir dari titik yang mempunyai tinggi energi lebih tinggi ke titik yang
mempunyai energi yang lebih rendah. Pada tanah, permeabilitas digambarkan
sebagai sifat tanah melewatkan air melalui tubuh tanah. Tahanan terhadap aliran
bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat massa, serta
bentuk geometri rongga porinya. Suhu juga sangat mempengaruhi tahanan
alirannya, karena merubah kekentalan dan tegangan permukaan (Hardiyatmo,
1992).
Permeabilitas atau daya rembesan merupakan kemampuan tanah untuk
dapat melewatkan air. Air yang dapat melewati tanah hampir selalu berjalan
linier, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk
garis yang teratur (smooth curve) (Wesley, 1973). Bahan yang memiliki rongga
disebut berpori dan bila rongga tersebut saling berhubungan maka akan
memiliki sifat permeabilitas. Bahan dengan rongga yang lebih besar biasanya
mempunyai angka pori yang lebih besar pula, dan karena itu tanah yang padat
sekalipun permeabilitasnya lebih besar dari pada bahan seperti batuan dan
beton. Karena itu, permeabilitas tanah penting untuk mengevaluasi jumlah
rembesan (seepage) dan gaya/daya rembesan, menyediakan kontrol terhadap
kecepatan rembesan, dan studi tentang laju penurunan (konsolidasi) yang terjadi
pada suatu gradien tertentu, dimana perubahan volume tanah terjadi saat air
tersingkir dari rongga tanah (Bowles, 1989). Klasifikasi permeabilitas tanah
disajikan pada Tabel 1.
Permeabilitas akan menurun dengan naiknya tingkat kepadatan dan akan
mencapai nilai terkecil pada kadar air optimum (Sumarno, 2003). Pada kondisi
kadar air setelah optimum, permeabilitas cenderung mengalami sedikit kenaikan
dengan menurunnya tingkat kepadatan. Kondisi ini disebabkan tanah kering
kepadatannya relatif kecil karena kekurangan air sehingga cenderung lebih
banyak menyerap air, sedangkan pada kadar air optimum tingkat kepadatan
tanah mencapai maksimum sehingga air yang terserap sangat sedikit. Setelah
kadar air optimum, air akan terserap lagi tetapi dalam jumlah yang sangat
sedikit karena kondisi tanah sudah basah/jenuh.
Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah
Kelas Permeabilitas (cm/jam)
Sangat rendah < 0.125
Rendah 0.125-0.500
Agak rendah 0. 5-2.0
Sedang 2.00-6.35
Agak cepat 6.35-12.70
Cepat 12.7-25.4
Sangat cepat >25.4 Sumber : Sitorus (1980) dalam Praja (2007)
Gambar 3. Falling head permeameter
Menurut Herlina (2003), bertambahnya kadar air, berat isi kering tanah
semakin bertambah besar dan koefisien permeabilitas semakin kecil. Pada saat
pemadatan maksimum (kadar air optimum), berat isi kering tanah mencapai
maksimum dan permeabilitas mencapai minimum. Bila dilakukan penambahan
air melebihi optimum pada pemadatan tanah maka berat isi kering tanah
semakin kecil dan permeabilitas menjadi semakin besar.
Permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan constan
head test, sedangkan untuk tanah berbutir halus digunakan falling head test. Uji
tersebut telah distandarisasi pada suhu 200C, karena viskositas air bervariasi dari
suhu 40C sampai 30
0C (Craig, 1991). Gambar 3 merupakan alat untuk mengukur
permeabilitas.
5. Berat Jenis Partikel Tanah
Berat jenis partikel (specific gravity) tanah (Gs) adalah perbandingan
antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada suhu
40C (Hardiyatmo, 1992). Nilai berat jenis partikel tanah dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Berat jenis tanah
Jenis Tanah Berat Jenis (Gs)
Kerikil 2.65-2.68
Pasir 2.65-2.68
Lanau tak organik 2.62-2.68
Lanau organik 2.58-2.65
Lempung tak organik 2.68-2.75
Humus 1.37
Gambut 1.25-1.80 Sumber : Hardiyatmo (1992)
6. Berat Isi Tanah (Bulk Density)
Berat isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat tanah total
dengan volume tanah total (Wesley, 1973). Berat isi tanah merupakan salah satu
indikator kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah, maka nilai berat isi tanah
semakin besar, sehingga tanah makin sulit untuk melewatkan air atau ditembus
akar tanaman. Berat isi tanah dapat dinyatakan sebagai berat isi kering (dry bulk
density) atau sebagai berat isi basah (wet bulk density) (Hakim, et al.,1986).
Kalsim dan Sapei (2003) menyatakan nilai berat isi kering selalu lebih
kecil dari pada nilai berat isi basah. Nilai berat isi kering bervariasi dari 1000
sampai 1800 kg/m3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi
kandungan bahan organik maka bulk density akan semakin rendah. Akan tetapi
jika tanah mengalami pemadatan maksimal maka tanah bertekstur halus
menunjukkan berat isi kering yang lebih besar dari pada bertekstur kasar.
7. Porositas (n)
Menurut Terzaghi dan Peck (1987) porositas didefinisikan sebagai rasio
ruang pori terhadap volume total agregat tanah. Porositas juga merupakan
perbandingan antara volume pori dan volume total, yang dinyatakan sebagai
suatu butiran. Pori - pori adalah bagian tanah yang tidak terisi oleh padatan
tanah (solid), sehingga memungkinkan masuknya unsur gas dan cairan.
Porositas tanah umumnya antara selang 0.30 - 0.75, tetapi untuk tanah gambut
nilai n dapat lebih besar dari 0.8 (Terzaghi, 1947 dalam Hardiyatmo, 1992).
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan
tekstur tanah (Hardiyatmo, 1992). Lebih penting dari porositas adalah sebaran
ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas
yang hampir sama, akan tetapi sifat-sifatnya yang berhubungan dengan
simpanan air, ketersediaan air dan aliran air tanah sangat berbeda, karena pada
tanah pasir diameter pori relatif besar dari pada tanah liat.
Ruang pori tanah dibagi atas pori makro dan pori mikro. Pori makro berisi
udara dan air gravitasi yaitu air yang mudah hilang oleh gaya gravitasi,
sedangkan pori mikro berisi air kapiler atau udara. Tanah pasir mempunyai pori
– pori makro yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah liat. Diameter pori
menurut Kalsim dan Sapei (2003) dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Pori makro (> 100 µm), dapat dilihat dengan mata telanjang sangat
penting untuk aerasi dan drainase (aliran gravitasi) tanah
b. Pori meso (30-100 µm), efektif dalam gerakan air baik vertikal ke atas
maupun ke bawah (aliran kapiler)
c. Pori mikro (< 30 µm), dapat menahan air pada periode kering dan
melepaskannya dengan sangat lambat.
8. Angka Pori (e)
Angka pori adalah rasio ruang pori terhadap volume bahan padat
(Terzaghi dan Peck, 1987). Angka pori merupakan perbandingan antara volume
pori dan volume butiran padat. Angka pori juga merupakan rasio antara volume
pori dan volume bahan padat, yang dinyatakan dalam bentuk desimal (Dunn, et
al., 1979). Angka pori merupakan fungsi dari kepadatan tanah.
9. Potensial Air Tanah (pF)
Muka airtanah (water table) atau phreatic surface adalah bidang batas atas
dari kondisi tanah jenuh air. Daerah di atas muka air tanah disebut zona tak
jenuh. Air dalam tanah baik jenuh maupun tidak secara umum disebut lengas
tanah (soil moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) menunjukkan
air yang dikandung oleh tanah jenuh di bawah muka airtanah (Kalsim dan Sapei,
2003).
Tingkat energi airtanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat energi
airtanah tersebut memungkinkan air bergerak dari satu zona ke zona yang
lainnya dalam tanah. Airtanah akan bergerak dari tempat dengan tingkat energi
yang tinggi (misalnya muka air tanah) ke tempat energi yang lebih rendah
(misalnya tanah kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari beberapa
tempat di dalam profil tanah, maka dapat diprediksi pergerakan airtanah
(Hakim, et al.,1986). Potensial airtanah menurun dengan meningkatnya
kandungan air (makin banyak airtanah, makin berkurang energi yang diperlukan
untuk menahan air dalam tanah).
Daya ikat tanah terhadap air (pF) setelah pemadatan lebih kecil
dibandingkan daya ikat tanah terhadap air (pF) tanah dalam kondisi kapasitas
lapang (Herlina, 2003). Hal ini ditunjukkan dengan kadar air unuk pF yang sama
pada kedalaman sama antara tanah pada kondisi kapasitas lapang dengan tanah
yang sudah mengalami pemadatan, dimana terlihat kadar airtanah yang telah
dipadatkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah pada kondisi kapasitas
lapang. Pemadatan menurunkan pori makro dan pori total sehingga energi yang
diperlukan untuk menahan air lebih kecil, tetapi cenderung menaikkan pori
berukuran sedang.
C. Sifat Mekanik Tanah
Sifat mekanik tanah merupakan sifat yang berhubungan dengan pergerakan
tanah. Sifat mekanik tanah terdiri atas konsistensi tanah dan pemadatan tanah.
1. Konsistensi Tanah
Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel tanah
dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung berubah atau
meruntuhkan agregat tanah. Konsistensi digambarkan dengan istilah-istilah
seperti keras, kaku, rapuh, lengket, plastik, dan lunak. Konsistensi tanah
tergantung pada tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid inorganik dan organik,
struktur dan terutama kandungan airtanah. Dengan berkurangnya kandungan air,
umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melekatnya (stickness) dan
plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friable) dan lunak (soft) dan
akhirnya jika kering menjadi coherent (Hakim, et al,,1986).
Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (IP) beberapa fraksi tanah
Fraksi Tanah Plastisitas IP (%)
Pasir (sand) Nonplastis 0
Debu (silt) Plastisitas rendah < 7
Liat berlanau (loamy clay) Plastisitas sedang 7 – 17
Liat (clay) Plastisitas tinggi >17
Sumber: Hardiyatmo (1992)
Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas plastis
(disebut juga batas-batas Atterberg). Atterberg (1991) dalam Hardiyatmo
(1992) memberikan cara untuk menggambarkan batas – batas konsistensi dari
tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya.
Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar
penelitian yag meliputi tanah berbutir halus. Karena batas-batas ini tidak
merupakan sifat fisika yang jelas, maka dipakai cara empiris untuk
menentukannya (Wesley, 1973). Tabel 3 menyajikan nilai indeks plastisitas
beberapa fraksi tanah.
2. Pemadatan Tanah
Pemadatan adalah usaha sebanyak mungkin mengeluarkan udara dari
celah – celah di antara butiran – butiran tanah, agar dapat dicapai tingkat
kerapatan butiran – butiran bahan tanah yang semaksimal mungkin
(Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Pemadatan tanah juga merupakan suatu
proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara
mekanis. Proses pemadatan berbeda dengan proses konsolidasi. Konsolidasi
adalah pemampatan tanah oleh beban statis di atasnya dalam waktu yang lama,
sedangkan pemadatan merupakan peristiwa bertambah beratnya volume kering
oleh beban dinamis dalam waktu yang relatif singkat. Pemadatan tanah
bertujuan untuk memperbesar kekuatan geser tanah, mengurangi sifat mudah
mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas, dan mengurangi
perubahan volume tanah sebagai akibat perubahan kadar air (Hardiyatmo,
1992). Ada empat variabel pemadatan tanah, yaitu usaha/energi pemadatan,
jenis tanah (gradasi, kohesif/tidak kohesif, ukuran partikel, dsb), kadar air, dan
berat isi kering (Bowles, 1989).
Wesley (1973) berpendapat bahwa semakin rendah kadar air maka tanah
akan semakin keras dan kaku sehingga sulit dipadatkan. Apabila kadar air
ditambah maka air tersebut akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah akan
lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air yang tinggi, kepadatannya akan
menurun karena pori-pori tanah terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan
cara pemadatan. Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat isi
keringnya, bukan dengan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi
kering berarti tanah tersebut lebih padat.
Terzaghi dan Peck (1987) berpendapat bahwa tingkat pemadatan tertinggi
terjadi pada kadar air tertentu yang disebut kadar kelembaban optimum
(optimum moisture content). Prosedur untuk mempertahankan agar kadar air
mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan dikenal sebagai
kontrol kadar kelembaban (moisture content control).
Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan beberapa
metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanaan pemadatannya antara
lain adalah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) :
a. Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk di atas
contoh bahan
b. Pemadatan tekan yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip
pengoperasian pada contoh bahan dengan dongkrak hidrolis
c. Pemadatan getar yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran mesin
vibrasi.
Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunannya
dan dianggap sebagai pemadatan standar adalah metode penumbukan. Hal
tersebut disebabkan karena peralatan dan pelaksanaannya cukup sederhana serta
hasilnya juga cukup baik.
D. Tanggul
Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan
air. Menurut DPU (1986) tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari
banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Tanggul
merupakan salah satu jenis bendungan urugan homogen karena semua tanggul
dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya hampir seragam.
Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda,
yaitu sebagai penyangga aliran air sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono
dan Takeda, 1977).
Tabel 4. Nilai kemiringan talud tanggul tanah homogen
Klasifikasi Tanah Kemiringan Sungai Kemiringan Talud
GW, GP, SW, SP Lulus air, tidak dianjurkan
GC, GM, SC, SM 1 : 2.5 1 : 2.0
CL, ML 1 : 3.0 1 : 2.5
CH, MH 1 : 3.5 1 : 2.5
Sumber : DPU (1986)
Keterangan : G (gravel = kerikil), S (sand = pasir), C (clay = lempung), M (silt = lanau), L
(plastisitas rendah), H (plastisitas tinggi), W (gradasi baik).
DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul
harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap
masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh yang
dapat merusak stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan-bahan halus dapat
menyebabkan erosi bawah tanah (piping). Jika erosi bawah tanah sudah terjadi,
maka terbentuk jalur rembesan bagian hulu dan bagian hilir tanggul.
Untuk pembuatan model tanggul, tanah terlebih dahulu dipadatkan dengan
sebuah alat tumbuk manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah
lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Tabel 4 menunjukkan
nilai – nilai kemiringan talud menurut The Unified Soil Classification System.
Penggunaan nilai – nilai tersebut disarankan untuk tanah homogen pada pondasi
stabil yang tingginya kurang dari 5 m. DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul
adalah sebagai berikut :
1. Tinggi Tanggul (Hd)
Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah
dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau
dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona
kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan
antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan
pondasi alas tanggul tersebut. Mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul
yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.
2. Tinggi Jagaan (Hf)
Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum
rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan
maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Pada saat-saat
tertentu air meluap melebihi tinggi rata-rata, dalam keadaan demikian yang
disebut elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling
tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut.
3. Kemiringan Lereng (Talud)
Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis
vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit
masing-masing lereng tersebut. Kemiringan lereng dirancang sedemikian rupa
tergantung pada jenis bahan.
E. Rembesan Air
Perembesan air secara lateral (seepage) dan secara vertikal (perkolasi)
dipengaruhi oleh permeabilitas, porositas, tekstur, kedalaman pori, kelembaban
dan muka air tanah. Perkiraan rembesan penting dalam pembangunan bendungan
baik jenis urugan, termasuk tanggul, maupun beton. Pada sebagian besar
bendungan dapat terjadi rembesan baik melalui tubuh bendungan itu sendiri (jenis
bendungan urugan) maupun melalui dasarnya (untuk bendungan urugan maupun
beton). Apabila material dasar dan pinggirnya merupakan batuan, maka batuan
tersebut biasanya disuntik dengan adukan encer (grouting) untuk mengisi retakan-
retakan dan mengurangi permeabilitas. Suntikan adukan encer kadang-kadang
juga digunakan untuk mengurangi permeabilitas pada bendungan yang material
dasarnya berupa tanah (Bowles, 1989).
Gambar 4. Garis rembesan dalam tubuh tanggul
Garis rembesan disebut juga garis freatik (phreatic line). Garis freatik sama
dengan muka air tanah, yaitu batas paling atas dari daerah dimana rembesan
berjalan, seperti terlihat pada Gambar 4 (Bowles, 1989). Garis freatik dimulai
pada posisi A’ dan berakhir hingga B. Jarak antara titik B dan ujung tanggul
bagian hilir (C) merupakan panjang zona basah (a). Rembesan air berjalan searah
dengan garis freatik sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran
(Wesley, 1973). Garis aliran adalah suatu garis di sepanjang butir-butir air yang
akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir melalui media tanah yang
permeable (Das dkk, 1988).
Garis rembesan disebut juga garis freatik (phreatic line) (Schwab, et al.,
1981 dalam Praja, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi garis rembesan:
a. Permeabilitas bahan timbunan dan pondasi
b. Posisi dan aliran air di lapangan
c. Tipe dan desain tubuh tanggul
d. Penggunaan saluran pembuangan (drainage devices) untuk membuang
rembesan di lereng bagian hilir.
Garis ekupotensial adalah garis – garis yang mempunyai tinggi tekanan yang
sama (Hardiyatmo, 1992). Kemiringan garis ekuipotensial adalah tegak lurus
terhadap garis aliran. Pada tanah yang homogen dapat digambarkan deretan garis
aliran yang saling berpotongan secara tegak lurus. Gambar seperti ini disebut
jaringan aliran (flow net). Gambar 5 merupakan ilustrasi jaringan aliran dalam
tubuh tanggul. Garis aliran berpotongan tegak lurus dengan garis ekuipotensial
membentuk jaringan yang jumlahnya dinyatakan dengan Nf. Dua buah garis
ekuipotensial membentuk interval ( h) dengan jumlah tertentu yang dinotasikan
dengan Nd.
Bentuk umum dari suatu jaringan aliran akan ditentukan oleh kondisi batas
(boundary conditions) dalam sebagian besar kasus, kecuali pada titik-titik tanggul,
dimana jaringan aliran dapat menentukan kondisi batas. Untuk menggambarkan
jaringan aliran, maka prosedur yang dapat diikuti (Hardiyatmo, 1992) adalah:
a. Garis freatik digambarkan sesuai dengan prosedur.
b. Garis-garis ekuipotensial digambarkan pada penampang melintang tanggul
dengan interval antar garis ekuipotensial ( h) yang sama (Bowles, 1989), h
diperoleh dengan membagi tinggi tekanan air (perbedaan elevasi antara
permukaan air dalam waduk dan permukaan air di bagian hilir bendungan)
dengan suatu bilangan bulat (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).
c. Garis jaringan aliran digambarkan berdasarkan ketentuan bahwa garis
ekuipotensial dan garis aliran berpotongan tegak lurus.
Jaringan aliran di dalam tanggul juga dapat digambarkan dengan berbagai
metode yang telah dikembangkan dari persamaan Laplace (Dunn, et al., 1979),
yaitu:
a. Penyelesaian matematis langsung
b. Penyelesaian secara numeris
c. Penyelesaian secara analogi elektrik
d. Penyelesaian secara grafis.
Gambar 5. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977) untuk menggambarkan jaringan
trayektori aliran rembesan melalui tubuh tanggul perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Trayektori aliran rembesan dengan garis ekuipotensial berpotongan secara
tegak lurus, sehingga akan membentuk bidang – bidang yang mendekati
bentuk bujur sangkar atau persegi panjang.
b. Apabila dibagi – bagi dengan bentuk yang besar hanya mendekati bentuk
bujur sangkar, akan tetapi bila dibagi – bagi lagi menjadi bagian yang lebih
kecil, maka bentuk bujur sangkar akan semakin nyata.
c. Pada bidang di bawah tekanan atmosfer, dimana aliran rembesan tampak
dari luar bukan merupakan trayektori aliran rembesan, karena tidak akan
membentuk bidang – bidang persegi panjang dan trayektori aliran rembesan
dengan permukaan tersebut tidak akan berbentuk potongan secara vertikal.
d. Titik perpotongan antara garis-garis ekuipotensial dengan garis depresi
adalah nilai interval h. Panjang zona basah a dapat dihitung dengan
persamaan:
2
2
2
2
sincoscos
Hpdda ………………………………….. (1)
dimana:
a = panjang zona basah (cm)
d = jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir (cm)
H = tinggi tekan air (beda tinggi muka air hulu dan hilir) (m)
= sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul.
Garis freatik merupakan parabola, sehingga digunakan persamaan berikut:
y = x2…………………………………………………………………. (2)
untuk nilai y = yo, maka besarnya nilai K dapat ditentukan dengan persamaan:
2
o
o
x
yK ……………………………………………………………… (3)
dimana:
y = jarak vertikal pada garis freatik (cm)
K = koefisien
x = jarak horizontal pada garis freatik (cm).
F. Program Geo-Slope
Geo-Slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-
environment yang dibuat oleh Geo-Slope Internasional, Kanada pada tahun 2002.
Program Geo-Slope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W, Sigma/W, Quake/W,
Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga
dapat dianlisa dalam berbagai jenis permasalahan dengan memilih jenis program
yang sesuai untuk tiap – tiap masalah yang berbeda. Pengertian untuk tiap
program tersebut:
1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan
stabilitas lereng.
2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah.
3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan
masalah deformasi.
4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang
berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, kemiringan lereng.
5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal.
6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan
Seep/W untuk model pengangkutan zat – zat pencemar.
Seep/W merupakan suatu software yang digunakan dalam menganalisis
rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material
menyerap air seperti tanah dan batu. Seep/W dapat diaplikasikan dalam
menganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika dan
proyek pembangunan tambang. Program Seep/W mampu memecahkan hampir
semua masalah yang berhubungan dengan air tanah, meliputi:
1. Penghilangan tekanan air pori setelah kondisi waduk drawndown (muka air
surut tiba – tiba).
2. Jumlah rembesan yang mengalir pada permukaan.
3. Drawndown dari suatu permukaan air di bawah tanah dalam kaitannya
dengan pemompaan dari suatu aquifer.
4. Pengaruh dari saluran di bawah permukaan tanah dan sumur – sumur injeksi
(injection wall).
Adapun keunggulan yang dimiliki oleh program Seep/W diantaranya adalah:
1. Jenis analisa meliputi kondisi aliran steady state (mantap), aliran transient
(tidak mantap), aliran 2D, dan aliran 3D.
2. Jenis boundary conditions (kondisi batas) meliputi total head, pressure
head, dan lain sebagainya. Kondisi batas dapat diatur dan dibatalkan untuk
mengetahui bentuk kondisi rembesan.
3. Volume air dan fungsi konduktivitas dapat diperkirakan dari parameter dasar
dan fungsi grain size (ukuran butiran).
4. Dapat melakukan penggambaran aliran air.
5. Membatalkan dan mengulangi perintah-perintah pada program Seep/W.
Data-data yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas
(konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head pressure), pF, fluks, atau dengan
kombinasi data-data yang tersedia tersebut. Dalam hal ini, data yang dipergunakan
untuk penggambaran garis aliran dengan pogram Seep/W adalah nilai
permeabilitas dan pF.
Program Seep/W ditampilkan dalam format windows sehingga memudahkan
di dalam penggunaannya. Adapun tahap-tahap penggambaran dari persiapan,
input data sampai running semua tersedia pada menu bar dan tools bar. Tahapan
penggambaran dengan program Seep/W adalah sebagai berikut:
1. Atur skala dan grid untuk membatasi daerah penggambaran dan menentukan
ukuran terkecil dari dimensi tersebut.
2. Sketsa model tanggul digambarkan berdasarkan dimensi yang sudah ada
dengan menggunakan metode penggambaran dua dimensi.
3. Masukkan data konduktivitas hidrolik dan pF ke dalam persamaan (key in).
4. Bagi sketsa model menjadi beberapa elemen melalui perintah draw lalu
lanjutkan ke elements. Maka sketsa model tanggul yang sudah ada telah
terbagi menjadi beberapa bagian.
5. Tentukan kondisi batas (boundary conditions) dengan cara klik menu draw
lalu lanjutkan ke boundary conditions. Kemudian klik pada bagian hulu data
pressure head (p) sedangkan pada bagian hilir klik data debit (Q).
6. Untuk menentukan flux section maka klik menu draw lalu lanjutkan ke flux
section kemudian klik bagian sketsa tanggul dari bawah sampai atas.
7. Periksa dan pisahkan data dengan menu verify/sort data, apabila masih
terjadi error maka periksa ulang data yang dimasukkan melalui key in,
elemen, maupun boundary conditions.
8. Setelah itu pecahkan permasalahan dengan menggunakan menu tools
kemudian klik solve untuk mendefinisikan data tiap elemen agar tergambar
dalam hasil running.
9. Melihat hasil running dengan cara klik menu tools pada bagian atas
kemudian klik contour.
Hasil akhir yang diperoleh adalah diketahuinya arah/vektor aliran, garis rembesan,
pola aliran air (flow net), dan debit rembesan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dan
Laboratorium Hidrolika Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei
sampai Agustus 2009.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini :
a. Tanah gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat yang
terletak pada 106049´13.7˝ BT dan 06
026´55.1˝ LS (peta lokasi disajikan
pada Lampiran 1)
b. Lem acrylic dan katalis
c. Larutan H2O2 6%
d. Kertas saring
e. Air destilasi.
2. Alat
a. Hidrometer
b. Timbangan
c. Kotak model tanggul
d. Gelas ukur
e. Wadah/ember
f. Ring sampel
g. Saringan mesh 4760 m,
2000 m, 840 m, 420 m,
250 m, 105 m, dan 75
m
h. Penumbuk tanah
i. Oven dan desikator
j. Falling head permeameter
k. Proctor
l. Kotak tumbuk manual
m. Stopwatch
n. Pipa dan selang
o. Penggaris
p. Sprayer dan corong
q. Piknometer
r. Termometer
s. Kamera digital
t. Sand box dan wide range
pF meter.
C. Metode Pelaksanaan
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
sekunder diperoleh dengan studi pustaka. Data sekunder ini diperoleh dari
literatur-literatur dan internet, sedangkan data primer diperoleh dengan
pengukuran dan perhitungan sifat fisik dan mekanik tanah. Pengukuran sifat fisik
tanah meliputi:
1. Pengambilan Contoh Tanah dan Uji Tekstur
Bahan yang digunakan untuk membuat model tanggul adalah contoh tanah
tidak utuh (terganggu). Contoh tanah ini diambil dengan cangkul pada
kedalaman 20-40 cm. Tanah kemudian dikeringkan dengan cara dianginkan
untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan.
Tanah yang kering selanjutnya disaring menggunakan saringan ukuran mesh
4760 m sesuai dengan persyaratan uji pemadatan standar JIS A 1210-1980.
Uji tekstur tanah terlebih dahulu dilakukan dengan metode hidrometer. Uji
tekstur terutama bertujuan untuk mengetahui kandungan liat tanah yang
digunakan. Semakin banyak kandungan liat maka tanggul yang terbentuk
semakin baik.
Hidrometer (a) Larutan H2O2 (b)
Gambar 6. Alat dan bahan uji tekstur
Metode yang digunakan untuk uji tekstur adalah metode yang merupakan
standar JIS A 1204 -1980. Tanah yang lolos saringan 2000 µm (2 mm) diukur
kadar air dan konstanta hidrometernya. Dalam pengukuran konstanta
hidrometer, tanah ditambahkan larutan H2O2 6% sebanyak 100 ml dengan
tujuan untuk menghilangkan bahan organiknya. Larutan tanah dimasukkan ke
dalam oven dan didiamkan selama 1 jam, kemudian ditambahkan air destilasi
sebanyak 100 ml. Larutan didiamkan selama ±18 jam, kemudian dipindahkan ke
wadah pengaduk (stirer), ditambahkan larutan sodium silikat 5% sebanyak 20
ml dan air destilasi sampai ¾ bagian wadah. Tanah diaduk selama 10 menit,
kemudian dipindahkan ke gelas ukur yang berukuran 1000 ml. Pembacaan
hidrometer pada selang waktu 0.5, 1, 2, 5, 15, 30, 60, 240, dan 1440 menit.
Melalui pembacaan hidrometer akan diketahui diameter dan persentase fraksi
tanah yang akan digambarkan pada grafik semilog. Dari hasil grafik yang
diperoleh dapat diketahui nilai tekstur tanah tersebut.
2. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan metode
gravimetrik basis kering. Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan
berat tanah kering. Kadar air tanah secara gravimetrik dihitung dengan
persamaan sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003):
w = %100xmcmb
mbma
…………………………………………. (4)
dimana :
w = kadar air tanah (%)
ma = berat basah tanah dan wadah (g)
mb = berat tanah kering dan wadah (g)
mc = berat wadah (g).
3. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan fluida untuk mengalir melalui
medium yang berpori. Pengujian permeabilitas menggunakan metode falling
head. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah dengan metode ini
digunakan persamaan (Kalsim dan Sapei, 2003):
2
1log3.2h
h
TxA
lxaxK r
............................................................. (5)
dimana:
Kr = koefisien permeabilitas tanah pada suhu T0C
a = luas permukaan pipa gelas (cm2)
l = panjang contoh tanah (cm)
A = luas permukaan contoh tanah (cm2)
T = waktu (detik)
h1 = tinggi minikus atas (cm)
h2 = tinggi minikus bawah (cm).
Permeabilitas pada suhu standar (T = 200C) diperoleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Sapei,et al.,1990):
K20 = ( T / 20) KT.................................................................(6)
Pengukuran nilai permeabilitas dilakukan dua kali pada bahan tanah utuh, yaitu
sebelum model tanggul dibuat dan setelah model tanggul dibuat.
4. Pengukuran berat isi (Bulk Density)
Berat isi (bulk density) dari tanah tergantung pada kadar airnya.
Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh dimana berat isi
merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh.
Pengukuran berat isi menggunakan persamaan (Sunggono, 1984):
t = V
Wtb
……………………………………………………….. (7)
d = )100(
100
w
t
………………………………......................... ... (8)
dimana :
w = berat isi basah (g/cm3)
d = berat isi kering (g/cm3)
Wtb = berat tanah basah (g)
Wtk = berat tanah kering oven (g)
V = volume tanah (cm3)
w = kadar air (%).
Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa selang
kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu tingkat pemadatan.
Kadar air pada berat isi maksimum tersebut merupakan kadar air optimum dari
suatu pemadatan.
5. Porositas
Porositas (n) adalah bagian dari volume tanah yang diisi oleh pori – pori
dan didefinisikan sebagai (Kalsim dan Sapei, 2003):
n = V
Vv
………………………………………………………...(9)
Nisbah antara volume pori – pori (void) dengan bahan padatan disebut nisbah
void (e).
e = s
v
V
V
………………………………………………………. (10)
dimana:
Vv = Vw + Va
V = Vs + Vv
n = porositas
e = angka pori
V = volume total contoh tanah (cm3)
Vv = volume pori (cm3)
Vs = volume butiran padat (cm3)
Vw = volume air dalam pori (cm3)
Va = volume udara dalam pori (cm3)
6. Potensial Air Tanah (pF)
Pengukuran nilai potensial air tanah yang dipadatkan dilakukan dengan
menggunakan sand box dan wide range pF meter. Nilai potensial air tanah
diambil dari tanah tanggul yang telah dialiri air dengan menggunakan ring
sample. Sand box digunakan untuk pF 0 – 1.0 sedangkan wide range pF meter
digunakan untuk pF 1.5 – 3.2. Contoh tanah yang diukur pada pF 4.2 adalah
tanah terganggu yang lolos saringan 2000 m yang dilakukan laboratorium
Departemen Ilmu Tanah. Pembacaan nilai potensial air tanah dilakukan setelah
24 jam.
Gambar 7. Sand box
(a) (b)
Gambar 8. Wide range pF meter (a); Automatic pressure controller (b)
Pengukuran nilai potensial air tanah dilakukan pada setiap proses
pemadatan dengan nilai kadar air yang berbeda. Nilai potensial air tanah (pF)
diplotkan dengan nilai kadar air yang ada sehingga hubungan antara potensial
air tanah dan kadar air diketahui.
Pengujian sifat mekanik tanah meliputi:
1. Pengujian Konsistensi Tanah
Pengujian konsistensi tanah terdiri atas penentuan batas cair, batas plastis
dan indeks plastisitas.
a. Batas cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) adalah batas atas dari rentang kadar air dimana tanah
masih bersifat plastis atau dapat dikatakan sebagai batas atas dari daerah
plastis. Batas cair biasanya ditentukan dari pengujian Cassagrande. Batas cair
merupakan kadar air tanah dalam persen berat kering. Metode pengukuran
yang digunakan merupakan standar JIS A 1205-1980. Peralatan yang
digunakan disebut LL Device Grooving Tools.
Batas cair diuji dengan cara meletakkan contoh tanah yang sudah
disaring ke permukaan gelas, kemudian tambahkan air destilasi dan diaduk
sehingga membentuk pasta. Pasta tanah dimasukkan ke dalam mangkuk,
kemudian dibuat goresan sampai mengenai bagian bawah dari mangkuk. Alat
penentu batas cair diputar dengan kecepatan tertentu sampai goresan pada
tanah bertemu dan dihitung jumlah ketukannya. Pengukuran kadar air
dilakukan secara gravimetrik dengan mengambil sedikit contoh tanah dari
mangkuk. Jika kadar air telah diketahui, maka dibuat suatu grafik kadar air
terhadap banyaknya ketukan. Batas cair adalah kadar air dengan jumlah
ketukan tertentu.
b. Batas plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis
dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter
silinder 3.2 mm mulai retak – retak bila digulung. Metode yang digunakan
adalah metode standar JIS A 1206-1970 (1978).
c. Indeks plastisitas (Plasticity Indeks)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih dari batas cair dan batas plastis
(Wesley,1973):
PI = LL – PL………………………………………………….. (11)
Jika tanah mempunyai kadar interval air daerah plastis yang kecil, maka
disebut tanah kurus. Sebaliknya, jika tanah mempunyai interval kadar air
daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk (Bowles, 1989). Nilai – nilai
batas cair dan plastis yang diperoleh diplotkan dalam grafik plastisitas untuk
mengetahui klasifikasi tanah yang diuji. Klasifikasi tanah yang digunakan
dalam Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System).
2. Uji Tumbuk Manual dan Pemadatan Tanah
Uji tumbuk manual dilaksanakan untuk menentukan nilai d dari
pemadatan di lapangan, yaitu pada proses pemadatan tanggul. Nilai d dihitung
dengan persamaan untuk menentukan kadar air tanah berdasarkan kepadatan
relatif (RC) yang didefinisikan sebagai berikut:
%100ker
kerx
umlaboratoridipercobaanmaksingisiBerat
lapangandiingisiBeratRC
……... (12)
(a) (b)
Gambar 9. Proctor (a) dan dongkrak pengangkat tanah dari mold (b)
Uji tumbuk manual ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction
(RC) > 90%. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual yang
mempunyai berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi
serta frekuensi penumbukan yang ada telah diperhitungkan sehingga jumlah
tumbukan (besarnya energi yang diberikan) menunjukkan kepadatan maksimum
dan kadar air optimum bahan tersebut.
Uji pemadatan maksimum dilakukan dengan uji proctor sebagai uji
standar. Tanah yang diuji dimasukkan ke dalam mold yang berbentuk tabung
silinder. Setelah pemadatan dengan kadar air tertentu dilakukan, tanah dari mold
dikeluarkan dengan menggunakan dongkrak. Dari uji ini diperoleh kadar air
optimum (OMC) dan berat isi kering maksimum ( dmaks).
Tabel 5. Spesifikasi peralatan uji tumbuk manual
Spesifikasi Nilai
Berat palu (kg) 2.05
Tinggi jatuh (cm) 30
Saringan ( m) 4760
Kotak Tumbuk Panjang (cm) 40
Lebar (cm) 30
Tinggi (cm) 10
Spesifikasi peralatan uji tumbuk manual disajikan pada Tabel 5, sedangkan
bentuk peralatannya seperti pada Gambar 8.
(a) (b)
Gambar 10. Kotak tumbuk manual (a) dan penumbuk (rammer) (b)
60
Jumlah energi yang diberikan pada saat melaksanakan pemadatan bahan
tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
V
gxLxNxHxWCE
………………………………………… (13)
dimana:
CE = jumlah energi pemadatan (kJ/m3)
W = berat palu (kg)
H = tinggi jatuh palu (m)
N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan
L = jumlah lapisan
V = volume cetakan (m3)
g = gravitasi (m/dt2)
Perhitungan untuk pemadatan tanah meliputi (Bowles,1989):
a. Berat isi basah ( t)
t = v
mm 12
………………………………………………… (14)
b. Berat isi kering ( d)
d = w
t
100
100
………………………………………………… (15)
c. Berat isi jenuh ( dsat)
dsat = 100//1 wGs
w
………………………………………. (16)
dimana:
m1 = berat cetakan dan piringan dasar (kg)
m2 = berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar (kg)
v = kapasitas cetakan (cm3)
Gs = berat jenis
w = kadar air (%)
w = berat jenis air (kg/cm3).
61
3. Pembuatan Model Tanggul
Model adalah representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih
sederhana sehingga lebih jelas dan mudah dikerjakan. Model yang baik cukup
mengandung bagian-bagian yang perlu saja. Bentuk model dapat dinyatakan
dalam beberapa jenis (www.cert.or.id), yaitu :
a. Model Ikonik
Model ikonik memberikan visualisasi atau peragaan dari permasalahan
yang ditinjau, dapat berupa foto udara, maket, grafik dan pie chart.
b. Model Analog
Model analog didasarkan pada keserupaan gejala yang ditunjukkan oleh
masalah dan dimiliki oleh model. Misalnya modelisasi masalah lalu lintas di
suatu kota dengan simulator rangkaian listrik, dengan menganalogikan arus
lalu lintas terhadap arus listrik. Contoh lainnya adalah dengan
menganalogikan gelombang suara terhadap gelombang permukaan air,
sehingga karakteristik suara (akustik) dalam suatu ruangan auditorium dapat
dipelajari dengan membuat model ruangannya dan merapatkannya dalam bak
dangkal berisi air yang digetarkan.
c. Model Matematik/Simbolik
Model matematik/simbolik menyatakan secara kuantitatif persamaan
matematik yang mewakili suatu masalah. Model matematik merupakan bahasa
yang eksak, memberikan hasil kualitatif, dan mempunyai aturan (rumus, cara
pengerjaan) yang memungkinkan pengembangannya lebih lanjut.
Model tanggul termasuk model ikonik. Model tanggul dibuat dalam
sebuah kotak model yang terbuat dari bahan acrylic dengan kerangka besi.
Kotak model ini dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai control ketinggian,
dan outlet untuk pembuangan rembesan air. Ukuran kotak model tanggul
berdasarkan ukuran tanggul yang direncanakan dengan skala 1 : 12. Kotak
model tanggul yang digunakan berukuran panjang 150 cm, lebar 50 cm, dan
tinggi 30 cm.
Tinggi rencana tanggul (Hd) merupakan jumlah tinggi muka air rencana
(H) dan tinggi jagaan (Hf). Ketinggian tersebut termasuk penyesuaian untuk
kemungkinan penurunan tanah (Hs), yang tergantung pada pondasi dan bahan
62
yang dipakai dalam pembangunan tanggul. Tinggi muka air rencana yang
sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air. Tinggi jagaan (Hf) merupakan
nilai penyesuaian yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil,
termasuk tinggi gelombang (DPU, 1986).
Gambar 11. Kotak model tanggul
Pada ukuran sebenarnya, untuk tanggul yang direncanakan guna
mengontrol kedalaman air kurang dari 1.5 m, lebar atas minimum tanggul dapat
diambil 1.5 m. Jika kedalaman air yang dikontrol lebih besar dari 1.5 m, maka
lebar atas minimum biasanya 3 m. Lebar atas diambil sekurang – kurangnya 3 m
jika tanggul dipakai untuk pemeliharaan saluran. Tanah dipadatkan
menggunakan rammer dengan jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan tinggi
jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan
didapatkan dengan persamaan:
boxel NxmanualtumbukkotakLuas
nkelapisanLuasNmod
………………. (17)
dimana:
Nmodel = Jumlah tumbukan pada tiap lapisan pada model tanggul
Nbox = Jumlah tumbukan pada setiap lapisan pada uji tumbuk manual
63
Tanggul pada penelitian ini merupakan model dengan skala 1 : 12
“geometrically similar”, yaitu mempunyai skala horizontal dan vertikal yang
bernilai sama. Nilai 1 : 12 diambil dengan pertimbangan untuk memudahkan
dalam penentuan dan perhitungan dimensi model. Model tanggul dibuat dalam
kotak model tanggul dengan ukuran seperti Tabel 6. Kotak model tanggul yang
digunakan seperti pada Gambar 11, terbuat dari bahan acrylic berkerangka besi.
Pondasi kotak model terbuat dari bambu. Gambar teknik model tanggul yang
dibuat pada kotak model disajikan pada Lampiran 2.
Dimensi tanggul ditentukan berdasarkan kriteria yang disebutkan dalam
DPU (1986). Nilai kemiringan talud yang digunakan dalam pembuatan tanggul
adalah 1 : 3 untuk memudahkan perhitungan. Selain itu, kemiringan talud ini
sudah cukup aman pada selang tersebut. Lebar bawah tanggul dihitung
berdasarkan kemiringan talud dan lebar atas, sehingga lebar bawah tanggul
adalah jumlah lebar atas dan dua kali tinggi tanggul yang dikalikan dengan
talud.
Tabel 6. Dimensi tanggul
Spesifikasi Dimensi
Model (cm) Sebenarnya (cm)
H (tinggi muka air) 12.5 150
Hf (tinggi jagaan) 5.0 60
Hd (tinggi tanggul) 17.5 210
B (lebar puncak atas/mercu) 12.5 150
L (lebar bagian bawah tanggul) 140.0 1680
Hp (tinggi muka air dari dasar tanggul) 15.0 180
Kemiringan 1 : 3 1 : 3
Gambar 12. Model tanggul
64
Setelah air merembes ke dalam tubuh tanggul, panjang zona basah a dapat
dihitung dengan persamaan (1), penentuan garis freatik dengan persamaan (2),
serta nilai K dengan persamaan (3). Penggambaran garis freatik kemudian
dilakukan dengan pengamatan langsung pada model tanggul melalui
pengambilan foto, analisis grafis, dan menggunakan program Geo-Slope. Urutan
kerja penelitian disajikan pada Gambar 13.
65
Gambar 13. Diagram alir penelitian
ya
Model tanggul dialiri air
Pembuatan model tanggul
tidak
ya
a
Uji tumbuk manual
RC > 90 %
Mulai
Pengambilan contoh tanah
Pengukuran sifat fisik tanah
Pengukuran konsistensi tanah
Uji pemadatan standar
Jaringan aliran
Analisis pola rembesan
1. Pengamatan langsung
2. Rumus empiris
3. Program Geo-Slope
Uji permeabilitas & uji pF
Nilai permeabilitas dan pF
tidak
Pembongkaran model tanggul
Pengeringan tanah
Pengambilan foto dan pengukuran debit rembesan
Selesai
66
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisik Tanah Gleisol
Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat
menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon
Duren, pada kedalaman 20- 40 cm. Sifat-sifat fisik tanah gleisol dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Sifat-sifat fisik tanah gleisol,Kebon Duren, Depok
Sifat Fisik Nilai
Fraksi Liat (%) 45.00
Debu (%) 30.83
Pasir (%) 24.17
Kadar air tanah lapang (%) 15.09
Berat isi kering (g/cm3) 1.21
Permeabilitas (cm/jam) 0.13
Berat jenis tanah 2.69
Porositas (n) 0.62
Angka pori (e) 1.66
Potensial air tanah, pF 2.59
Gambar 14. Klasifikasi tanah gleisol berdasarkan sistem USDA
67
Berdasarkan Tabel 7, tanah gleisol yang digunakan dapat diklasifikasikan
menurut sistem klasifikasi segitiga tekstur sistem USDA. Klasifikasi menurut
segitiga tekstur sistem USDA didasarkan pada fraksi liat, debu dan pasir. Hasil
penelitian menunjukkan tanah gleisol tergolong dalam kelas liat seperti terlihat
pada Gambar 15. Hasil uji sifat fisik tanah gleisol selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 4.
1. Uji Tekstur Tanah
Uji tekstur adalah pengujian yang paling pertama dilakukan sebelum
pengujian lainnya. Uji tekstur bertujuan untuk membuktikan bahwa tanah
gleisol memiliki liat yang lebih tinggi daripada latosol yang telah digunakan
pada penelitian sebelumnya. Semakin besar kandungan liat pada tanah, maka
semakin baik untuk dijadikan bahan pembuatan tanggul karena dapat menahan
air lebih baik. Dari hasil uji tekstur diperoleh bahwa tanah gleisol memiliki
kandungan liat sebesar 45%. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Ratnasari,
2007) kadar liat pada tanah latosol adalah sebesar 27.49%. Maka, terbukti
bahwa tanah gleisol memiliki kandungan liat yang lebih tinggi daripada tanah
latosol. Hasil uji tekstur tanah gleisol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
3.
2. Permeabilitas
Nilai koefisien permeabilitas yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga
kali ulangan percobaan yang dilakukan dengan metode falling head. Besarnya
nilai koefisien permeabilitas dipengaruhi oleh porositas dan angka pori tanah.
Semakin besar porositas dan angka pori maka semakin besar pula koefisien
permeabilitasnya (Sumarno,2003). Semakin kecil nilai permeabilitas tanah,
maka nilai RC (kepadatan relatif) akan semakin besar, dan juga berarti tanggul
semakin padat (Kurniasari, 2007).
Pengukuran permeabilitas tanah yang dilakukan pada contoh tanah yang
diambil dari tubuh tanggul setelah pengaliran sebesar 0.13 cm/jam. Nilai
permeabilitas yang didapat pada penelitian kali ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya (Ratnasari, 2007) untuk tanah latosol yaitu, 1.17
68
cm/jam. Hal ini disebabkan kandungan liat tanah gleisol lebih besar daripada
tanah latosol, sehingga daya menahan air tanah gleisol juga lebih besar daripada
tanah latosol. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas menurut sesuai pada Tabel
1, tanah gleisol yang digunakan untuk pembuatan model tanggul termasuk ke
dalam kelas permeabilitas rendah. Hasil pengukuran nilai permeabilitas tanah
tanggul setelah dialiri dapat dilihat pada Lampiran 8.
3. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air yang dilakukan menggunakan metode basis kering
dengan 3 sampel pada setiap pengukurannya. Dari pengukuran ini didapatkan
nilai kadar air optimum rata-rata uji tumbuk manual dari dua kali pengulangan
sebesar 35.92%.
4. Pengukuran Potensial Air Tanah (pF)
Tabel 8. Hasil pengukuran nilai pF model tanggul
pF
Kadar Air (%)
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
0 53.17 53.40 53.17
0.5 47.61 53.17 46.48
1 46.89 48.36 46.13
1.5 44.21 47.70 44.32
2 42.26 47.69 42.35
2.5 36.30 36.30 36.30
3 33.24 33.24 33.24
3.2 31.16 31.16 31.16
4.2 28.95 28.95 28.95
Penentuan nilai potensial air tanah (pF) dilakukan dengan percobaan
langsung yang menggunakan sand box dan wide range pF meter. Dari
percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh nilai pF sebesar 2,59 pada kadar
air 35.92% (kadar air optimum hasil uji proctor) melalui interpolasi. Nilai pF
yang diperoleh untuk kadar air optimum sama dengan nilai pF untuk kadar air
optimum tanah oxisol (Praja dkk, 2007). Semakin jenuh tanah, maka nilai pF
akan semakin rendah, tanpa terpengaruh oleh berat isi kering atau kepadatan
69
tanah. Grafik uji pF disajikan pada Gambar 15 dan hasil pengukuran nilai pF
model tanggul disajikan pada Tabel 8.
Gambar 15. Grafik uji pF model tanggul untuk 3 ulangan
B. Sifat Mekanik Tanah
Sifat mekanik tanah berhubungan dengan pergerakan partikel tanah. Sifat
mekanik tanah gleisol dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sifat mekanik tanah gleisol (Kebon Duren, Depok)
Sifat Mekanik Nilai (%)
Batas cair 74.44
Batas plastis 42.66
Indeks plastisitas 31.78
Kadar air optimum 35.92
5. Uji Konsistensi Tanah
Uji konsistensi tanah terdiri dari uji batas cair, uji batas plastis, dan
penentuan indeks plastisitas. Hubungan antara batas cair dan indeks plastisitas
digunakan dalam klasifikasi tanah sistem Unified. Sistem klasifikasi Unified
didasarkan dari hasil analisis konsistensi tanah yaitu menggunakan batas cair
70
dan batas plastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah gleisol tersebut
memiliki nilai batas cair (LL) adalah sebesar 74.44 % dan batas plastis (PL)
sebesar 42.66 %. Nilai indeks plastisitas (PI) yang merupakan selisih dari batas
cair dan batas plastis adalah sebesar 31.78 %. Nilai-nilai batas cair dan indeks
plastisitas tersebut diplotkan ke dalam grafik klasifikasi tanah pada Gambar 15.
Hasil dari plot tersebut didapatkan bahwa tanah gleisol berada pada daerah MH
yaitu lanau anorganik plastisitas tinggi (Craig, 1987).
Gambar 16. Klasifikasi tanah gleisol berdasarkan sistem Unified
6. Uji Pemadatan
Uji pemadatan dilakukan dengan uji proctor sebagai uji standar. Dari hasil
uji pemadatan tersebut diperoleh kadar air optimum, berat isi kering, berat isi
basah dan berat isi jenuh. Pada penelitian ini uji pemadatan dilakukan dua kali
ulangan dan hasil pengujian tertera pada Tabel 10 dan Tabel 11.
Dari tabel di atas, didapatkan rata-rata kadar air optimum adalah sebesar
35.92 % dan rata-rata berat isi kering maksimum ( dmax) sebesar 1.20 g/cm3.
Nilai kadar air optimum dan berat isi kering maksimum tersebut merupakan
nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik uji
pemadatan di laboratorium maupun pemadatan di lapangan. Pada penelitian
71
sebelumnya untuk jenis tanah latosol (Herlina, 2003) diperoleh kadar air
optimum sebesar 33.50 %, berat isi kering sebesar 1.30 g/cm3, berat isi basah
sebesar 1.74 g/cm3, dan berat isi jenuh sebesar 1.40 %, sedangkan penelitian
(Ratnasari, 2007) diperoleh kadar air optimum sebesar 33.02 %, berat isi kering
sebesar 1.26 g/cm3, berat isi basah sebesar 1.68 g/cm
3, dan berat isi jenuh
sebesar 1.41 %. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh jenis tanah yang
digunakan berbeda dan juga dapat diakibatkan pada proses pemadatan yang
tidak konsisten sehingga energi pemadatan yang diberikan berbeda.
Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan
tanggul, bendungan tanah, atau dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan
kekuatannya, memperkecil kompresibilitas, dan daya rembes air serta
memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut. Tujuan pemadatan tanah di
lapangan yaitu memadatkan tanah pada keadaan kadar air optimumnya,
sehingga tercapai keadaan yang paling padat. Dengan demikian tanah tersebut
akan mempunyai kekuatan yang relatif besar, kompresibilitas kecil, dan
memperkecil pengaruh air terhadap tanah.
Menurut Pratita (2007), tanah yang memiliki kadar air rendah maka tanah
tersebut akan mengeras atau kaku dan sukar dipadatkan. Jika kadar air
ditambahkan, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah
tersebut akan mudah dipadatkan dan ruang kosong antara butir menjadi lebih
kecil. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi, tingkat kepadatan tanah akan turun
lagi karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat dikeluarkan
dengan cara pemadatan. Hasil perhitungan uji pemadatan standar selengkapnya
pada Lampiran 5.
7. Uji Tumbuk Manual
Uji tumbuk manual dilaksanakan di laboratorium dengan alat dan energi
pemadatan tertentu. Alat yang digunakan dalam uji tumbuk manual maupun
proses pemadatan tanggul ini adalah penumbuk (rammer) yang terbuat dari
kayu. Pada proses uji tumbuk manual dipergunakan cetakan dengan ukuran
yang telah disesuaikan dengan rammer buatan.
72
Spesifikasi pemadatan pada Tabel 5 diperoleh dari pengujian yang
dilaksanakan dengan variasi jumlah tumbukan untuk mendapatkan nilai kadar
air yang mendekati optimum dan berat isi kering yang mendekati maksimum
dari hasil pengujian standar. Berat isi kering dihitung berdasarkan persamaan
(15), sedangkan kadar air diteliti kembali dengan persamaan (4).
Uji tumbuk manual dilakukan 2 kali ulangan dengan 3 lapisan tanah pada
setiap ulangan dan jumlah tumbukan yang berbeda seperti terlihat pada
Lampiran 6. Dari hasil uji tumbuk manual didapatkan nilai energi pemadatan
sebesar 241.326 kJ/m3 dan RC 90.60% dengan jumlah tumbukan 160. Untuk
mendapatkan nilai RC yang besar, maka dibutuhkan energi pemadatan yang
besar. Tingkat energi pemadatan yang besar akan meningkatkan nilai berat isi
keringnya. Jumlah tumbukan yang didapatkan akan dijadikan pembanding
dalam menghitung jumlah tumbukan yang akan diberikan pada model tanggul
dengan menggunakan persamaan (17).
.
Tabel 10. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan
Lapisan
ke-
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Luas
Permukaan
(cm2)
Jumlah
Tumbukan
1 140 50 7000 933
2 119 50 5950 793
3 110 50 5500 733
4 93 50 4650 620
5 76 50 3800 507
6 63 50 3150 420
7 50 50 2500 333
8 33 50 1650 220
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan jenis
tanah latosol, diperoleh hasil uji tumbuk manual yang berbeda menurut
Darmastuti (2005) diperoleh RC sebesar 91. 44% dengan jumlah tumbukan
sebanyak 75 tumbukan dan tinggi jatuhan 20 cm, sedangkan menurut Ratnasari
(2007) diperoleh RC sebesar 84.13% dengan jumlah tumbukan sebanyak 150
tumbukan dan tinggi jatuhan 20 cm. Hal ini dapat disebabkan karena kadar air
optimum yang didapatkan berbeda karena perbedaan jenis tanah yang
73
digunakan. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh energi yang diberikan pada
saat penumbukan tidak konsisten. Jumlah energi pemadatan pada uji tumbuk
manual dihitung dengan menggunakan persamaan (13) dan diperoleh CE (energi
pemadatan) adalah sebesar 241 326 kJ/m3.
Nilai RC pada penelitian Ratnasari (2007) sebesar 84.13% lebih kecil
daripada nilai RC tanah gleisol yang digunakan kali ini yaitu sebesar 90.60%.
Nilai permeabilitas pada penelitian Ratnasari (2007) lebih besar daripada nilai
RC tanah gleisol yang digunakan kali ini. Hal ini membuktikan bahwa semakin
padat susunan partikel tanah tubuh tanggul, maka permeabilitas semakin kecil
Lee dan Singh (1971) dalam Bowles (1989) menyebutkan bahwa
kepadatan relatif yang bersesuaian dengan kerapatan relatif nol adalah 80%
sehingga kepadatan relatif tidak akan pernah kurang dari 80%. Kepadatan relatif
merupakan tolok ukur angka pori di lapangan yang dinyatakan dalam berat isi
maksimum (ρd maks), minimum (ρd min) dan di lapangan (ρdn) sebagai:
Dr = min
min
ddmaks
ddn
dn
dmaks x ………………………………………(18)
Setelah diperoleh hasil uji tumbuk manual, maka dibuatlah model tanggul
dengan pemadatan. Perlakuan pemadatan sama dengan perlakuan uji tumbuk
manual dengan jumlah lapisan sebanyak 8 lapisan. Jumlah tumbukan pada tiap
lapisan tertera pada Tabel 10. Perhitungan jumlah tumbukan tiap lapisan pada
model tanggul disajikan pada Lampiran 7. Setelah tanggul terbentuk dalam
kotak model, air dialirkan.
C. Penyebaran Air Rembesan Pada Model Tanggul
Tabel 11. Debit inlet pada model tanggul
Ulangan Qin (ml/det)
1 91.6
2 90.3
3 80.6
Rata-rata 87.5
Debit aliran air (debit inlet) yang diberikan pada model tanggul diukur
sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap pembuatan model tanggul. Rata-rata debit
74
inlet yang diberikan yaitu 87.5 ml/det. Nilai debit inlet rata-rata yang diberikan
lebih besar daripada nilai debit inlet pada penelitian Ratnasari (2007) yaitu
sebesar 60.0 ml/det. Selama pengaliran dilakukan pengambilan foto pada model
tanggul setiap 3 menit. Debit inlet (Qin) yang diberikan pada tiga kali ulangan
disajikan pada tabel 11.
Tabel 12. Hasil pengukuran debit rembesan (Qout)
ulangan t
(menit)
Volume (ml) Qout (ml/jam)
Ulangan Ulangan
Tanggul
1
Tanggul
2
Tanggul
3
Tanggul
1
Tanggul
2
Tanggul
3
0 0 0 0 0 0 0 0
1 5 168 112 170 2016 1342.8 2041.2
2 10 330 196 316 1980 1177.2 1897.2
3 15 498 284 464 1980 1137.6 1857.6
4 20 670 374 612 2016 1123.2 1836.0
5 25 840 462 762 2016 1108.8 1828.8
6 30 1010 554 912 2016 1108.8 1825.2
7 35
648 1060
1112.4 1818.0
8 40
742 1210
1112.4 1814.4
9 45
836 1360
1116.0 1814.4
Gambar 17. Grafik debit rembesan
75
Rata-rata debit outlet yang terjadi pada 3 kali pembuatan model tanggul
yaitu 1648.8 ml/jam atau 0.458 ml/det. Pengukuran debit outlet dilakukan setiap 5
menit mulai dari air keluar melalui pipa outlet sampai debit outlet konstan. Debit
outlet (Qout) pada model tanggul disajikan pada Tabel 12 dan diberikan dengan
bentuk grafik seperti Gambar 17.
1. Pengamatan Garis Freatik
Pengamatan langsung terhadap model tanggul mempermudah dalam
mempelajari teori garis aliran pada tubuh tanggul. Melalui pengamatan ini dapat
dilihat secara langsung bagaimana proses perembesan air yang terjadi di dalam
tubuh tanggul. Dengan adanya proses perembesan air secara visual ini maka
dapat dibandingkan hasilnya dengan teori yang sudah ada. Kelebihan yang
diperoleh dari penggunaan model ini yaitu dapat menggambarkan batas atas dari
rembesan sehingga garis aliran yang terjadi dapat diperoleh secara lebih tepat
untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya di lapangan (Jumikis, 1962 dalam
Praja, 2007). Hal ini disebabkan adanya kemungkinan beberapa kondisi batas
pada tanggul di lapangan yang tidak dapat diperhitungkan dalam teori, sehingga
menyebabkan perbedaan hasil antara teori dan kondisi di lapangan.
Percobaan pada model tanggul yang dialiri air dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan untuk diamati garis freatiknya setiap 3 menit. Waktu yang dibutukan
untuk aliran air untuk sampai ke outlet pada setiap ulangan disajikan pada Tabel
13.
Tabel 13. Waktu air mencapai outlet dan zona basah (a) model tanggul
Ulangan Waktu (menit) a (cm)
1 107 21.00
2 146 23.19
3 104 22.13
Rata-rata 119 22.11
Pengaliran air rata-rata membutuhkan sekitar 119 menit untuk mencapai
outlet dengan panjang zona basah (a) rata-rata sebesar 22.11 cm. Nilai panjang
zona basah (a) rata-rata yang diperoleh pada penelitian sebelumnya disajikan
pada Tabel 14.
76
Pada penelitian ini diperoleh panjang zona basah lebih besar. Hal ini
diakibatkan karena perbedaan penggunan jenis tanah maupun ukuran partikel
tanah yang digunakan. Selain itu, dapat juga diakibatkan pemadatan pada model
tanggul tidak sama sehingga penyebaran air pada tubuh tanggul lebih besar yang
mengakibatkan panjang zona basah yang terbentuk lebih besar pula.
Tabel 14. Nilai a metode pengamatan langsung penelitian sebelumnya
Peneliti a (cm)
Ratnasari (2007) 19.9
Darmastuti (2005) 16.0
Latif (2004) 17.7
Panjang zona basah dan waktu yang berbeda-beda yang terjadi pada aliran
air untuk menuju outlet disebabkan nilai kepadatan ( d) yang tidak mungkin
persis sama pada setiap ulangan, meskipun spesifikasi pemadatan yang
dilakukan sama. Hal itu menyebabkan nilai permeabilitas model tanggul setelah
dialiri air juga berbeda. Semakin padat, maka nilai permeabilitas akan semakin
kecil. Melalui pengambilan foto secara langsung dapat diketahui garis freatik
pada tubuh model tanggul seperti terlihat pada Gambar 18. Pola penyebaran air
dalam tubuh tanggul yang dilihat dari pengamatan secara langsung garis freatik
secara lengkap disajikan pada Lampiran 9.
Garis freatik yang disajikan pada Lampiran 9 adalah perubahan setiap 3
menit. Perubahan yang terjadi tidak terlalu drastis pada setiap 3 menit yang
berurutan. Hal ini disebabkan nilai permeabilitas tanah gleisol pada model
tanggul setelah pengaliran termasuk dalam nilai rendah. Garis freatik memotong
tubuh model tanggul (sampai pada lereng model tanggul) membutuhkan waktu
sekitar 99 menit. Semakin rendah nilai permeabilitas, maka garis freatik yang
memotong tubuh model tanggul akan semakin lama mencapai lereng model
tanggul tersebut. Dengan kata lain, semakin besar nilai permeabilitas, maka
akan semakin cepat aliran air (rembesan) pada tubuh model tanggul.
77
Gambar 18. Garis freatik pada model tanggul melalui pengamatan langsung
2. Program Geo-Slope
Data dimensi yang dimasukkan ke dalam program Seep/W adalah dimensi
model tanggul yang terdapat pada Lampiran 10. Panjang model tanggul adalah
140 cm dan tinggi 20 cm. Nilai pF dan permeabilitas adalah nilai yang
digunakan untuk menggambar jaringan aliran pada program Seep/W. Garis
freatik hasil program Seep/W pada tubuh model tanggul disajikan pada Gambar
19.
Gambar 19. Garis freatik pada model tanggul berdasarkan program Seep/W
Gambar 20. Jaringan aliran pada model tanggul berdasarkan program Seep/W
78
Penggambaran jaringan aliran dilakukan sesuai dengan prosedur yang
dikemukakan oleh Hardiyatmo (1992). Melalui program Seep/W diperoleh
panjang zona basah sebesar 18.44 cm. Nilai ini merupakan nilai yang paling
mendekati dengan aktualnya (pengamatan langsung). Dari gambar analisis
program Seep/W dan pengamatan langsung pada model tanggul melalui
pengambilan foto aliran, bentuk garis rembesan/garis freatik model tanggul dari
hulu ke hilir tanggul akan semakin menurun. Garis freatik terbentuk karena
adanya pergerakkan air di sebelah hulu menuju bagian hilir tanggul. Dengan
adanya tekanan air di sebelah hulu maka akan ada kecenderungan terjadinya
aliran air melewati pori-pori di dalam tubuh tanggul. Apabila gaya yang
menahan lebih besar dari gaya yang mengalirkan maka aliran air tidak akan
memotong tubuh tanggul, sebaliknya jika gaya yang menahan lebih kecil
daripada gaya yang mengalirkan maka aliran air akan cepat sampai ke bagian
hilir tanggul. Peristiwa ini dapat dicirikan dengan adanya lereng basah pada
bagian hilir tanggul atau dikenal dengan panjang zona basah (a). Jaringan aliran
yang terjadi pada tubuh model tanggul melalui program Seep/W digambarkan
seperti Gambar 20. Tanggul dialiri air dengan debit yang tetap yaitu 87.5 ml/det.
Garis – garis ekuipotensial terbentuk pada daerah hulu tanggul dan tegak lurus
dengan garis aliran. Garis freatik yang merupakan batas antara tanah jenuh dan
tidak jenuh merupakan muka air rembesan pada tubuh tanggul. Setiap lapisan
tanah yang berada di bawah garis freatik akan jenuh oleh air yang merembes.
Air yang merembes membentuk garis aliran mulai dari lereng hulu tanggul
dimana air mulai masuk dan merembes sampai pada hilir model tanggul. Garis
freatik merupakan garis yang pertama kali menyentuh lereng hilir tanggul dan
membentuk zona basah.
Menurut Pratita (2007), zona basah yang memotong tubuh tanggul akan
menyebabkan terjadinya gejala piping. Jika hal ini dibiarkan terjadi maka debit
rembesan melalui piping akan merusak tanggul. Salah satu upaya agar tanggul
tetap stabil maka harus dibuat saluran drainase dan penggunaan filter pada tubuh
tanggul tersebut. Debit rembesan merupakan kapasitas rembesan air yang
mengalir ke hilir model tanggul (Qout). Debit rembesan yang terjadi pada sebuah
tanggul diusahakan agar tidak melebihi debit kritis (Qc), jika hal tersebut
79
dibiarkan maka kemungkinan akan timbulnya erosi bawah tanah (piping).
Besarnya Qc yaitu sekitar 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam tanggul
(Qin). Debit rembesan (Qout) pada tanggul untuk penelitian ini dengan
pengukuran langsung adalah 1648.8 ml/jam atau 0.458 ml/det, dimana debit
kritis (Qc) sebesar 4.375 ml/det. Maka, pada model tanggul kali ini tidak terjadi
piping karena debit rembesan dari ketiga metode lebih kecil dari debit kritisnya
(Qout < Qc).
3. Analisis Grafis
Penggambaran jaringan aliran dengan metode grafis adalah berdasarkan
dimensi dan penampang melintang model tanggul seperti pada Lampiran 10.
Dengan mengetahui nilai dari Hp, , dan d, maka dapat dihitung panjang zona
basah (a) menggunakan persamaan (1).
Perhitungan zona basah secara empiris dilakukan terhadap model dan
keadaan tanggul sebenarnya. Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh
nilai a pada model sebesar 12.22 cm dan keadaan sebenarnya 146.59 cm. Jika
diperbandingkan maka 12.22 : 146.59 = 1 : 12, sesuai dengan rasio antara
ukuran model tanggul dan ukuran tanggul yang sebenarnya. Nilai a sebesar
12.22 cm menunjukkan titik perpotongan antara garis aliran dengan muka model
tanggul di sebelah bagian hilir. Nilai a juga berarti bahwa permulaan aliran air
yang keluar dari tubuh tanggul terletak pada jarak 12.22 cm dari ujung bawah
permukaan model tanggul bagian hilir. Titik inilah selanjutnya yang digunakan
sebagai acuan dalam perhitungan dan penggambaran garis freatik. Nilai x dan y
merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan dasar tanggul. Nilai xo
dan yo merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan titik pada jarak
0.3S (titik asal garis freatik), yang pada Gambar 4 disebut 0.3D.
Garis freatik merupakan kurva parabola, maka dalam penentuannya
digunakan persamaan parabola sederhana, yaitu pada persamaan (2) dan (3),
sehingga diperoleh nilai K sebesar 1.65 x 10-3
cm-1
. Posisi titik – titik pada garis
freatik dapat diperoleh secara empiris seperti pada Tabel 15. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
80
Tabel 15. Posisi titik – titik pada garis freatik
Parameter Posisi
Jarak
horizontal (xi)
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Jarak vertikal
(yi = K* xi2)
0.000 0.165 0.660 1.485 2.640 4.125 5.940 8.085 10.560
Penggambaran garis freatik dengan program Geo-Slope menunjukkan
bahwa tidak ada garik freatik yang berbentuk parabola. Namun mengalami
penyesuaian, yaitu berangsur –angsur menjadi tegak lurus terhadap muka
tanggul pada garis muka air. Hal ini disebabkan karena muka tanggul bagian
hulu merupakan garis ekuipotensial dan kemiringan garis ekuipotensial tegak
lurus terhadap garis aliran (Wesley, 1973).
Gambar 21. Perbandingan letak zona basah untuk 3 metode
Gambar 22. Pengaruh kapilaritas pada tubuh model tanggul
81
Penelitian ini menunjukkan nilai panjang zona yang diperoleh secara
grafis jauh berbeda dari kedua metode lainnya. Hal ini disebabkan karena
analisis grafis tidak memperhitungkan sifat fisik tanah sehingga setiap tanggul
dengan dimensi dan perlakuan yang sama dari tiap jenis tanah akan
menghasilkan panjang zona basah yang sama secara grafis. Hal ini disebabkan
sifat-sifat fisik tanah yang berbeda-beda untuk tiap jenis tanah, dan nilai yang
akan digunakan adalah nilai yang diperoleh secara visual. Metode pengamatan
langsung dan progran Seep/W cukup mendekati. Oleh karena itu, program Geo-
Slope merupakan metode yang paling tepat untuk memperoleh nilai yang
mendekati dengan kenyataan sebenarnya. Perbedaan ketiga metode dapat
terlihat pada Gambar 21.
Rembesan air pada tubuh tanggul mengalir dari batas muka air ke dasar
bagian tubuh tanggul. Rembesan air dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan
kapilaritas. Meskipun pola aliran pada tanggul selalu bergerak menuju ke bagian
dasar tanggul tetapi pengaruh dari kapilaritas tanah dapat terjadi seperti terlihat
pada Gambar 21. Akibatnya, bagian tanggul yang berada di atas muka air juga
menjadi basah.
82
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pola penyebaran air rembesan pada tubuh tanggul dapat diperlihatkan
dengan baik melalui pembuatan model tanggul
2. Penyebaran air rembesan yang ditunjukkan dengan garis freatik dapat
diketahui dengan pengamatan langsung, analisis grafis, dan program Geo-
Slope. Penyebaran air rembesan dengan pengamatan langsung memberikan
hasil yang hampir sama dengan program Geo-Slope.
3. Panjang zona basah (a) pada model tanggul melalui pengamatan langsung
diperoleh sebesar 22.11 cm, dengan analisis grafis sebesar 12.22 cm, dan
melalui program Geo-Slope sebesar 18.44 cm. Dengan demikian, panjang
program Geo-Slope (Seep/W) adalah metode yang lebih baik dibandingkan
analisis grafis untuk mendekati hasil yang sebenarnya.
4. Pola rembesan dapat ditunjukkan dengan jaringan aliran hasil program Geo-
Slope. Garis ekuipotensial terbentuk di hulu model tanggul dan tegak lurus
dengan garis aliran. Garis freatik merupakan muka air rembesan pada tubuh
model tanggul.
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut tentang rembesan dalam tubuh tanggul berbahan
tanah gleisol yang dilengkapi dengan filter drainase dan pengukuran kadar
air pada model tanggul perlu dilakukan.
2. Penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan analisis grafis agar dapat
mempertimbangkan sifat fisik dan mekanik tanah.
83
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006.
Kumpulan Istilah Ilmu Tanah. http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id. 11
Februari 2009.
Bowles, J.E. 1989. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).
Diterjemahkan oleh Hainim J.K. Erlangga. Jakarta.
Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. diterjemahkan oleh S. Soepandji. Edisi
keempat. Erlangga. Jakarta.
Darmastuti, L. 2005. Pola Penyebaran Aliran Air (Rembesan) di Dalam Tubuh
Tanggul Dengan Saluran Drainase Kaki Untuk Jenis Tanah Latosol,
Darmaga. Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid 1
cetakan ke-3. Diterjemahkan oleh Noor Endah Mochtar dan Indra Surya B.
Mochtar. Erlangga. Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-04.
CV.Galang Persada, Bandung.
Dunn, I.S., Anderson, dan F.W. Kiefer. 1979. Dasar-Dasar Analisis Geoteknik.
IKIP Semarang Press, Semarang.
Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta.
Herlina, E.S. 2003. Hubungan antara Tingkat Kepadatan Tanah Dengan pF Dan
Permeabilitas Pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan
Teknik Pertanian, IPB, Bogor.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nogroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan
H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Unila. Lampung.
Hillel, D. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Diterjemahkan oleh R. H Susanto dan
R. H Purnomo. Mitra Gama Widya. Yogyakarta.
Hutabarat,M dan Budi. 2008. Model dan Sistem.
http://www.cert.or.id/~budi/courses/konteks/docs/BR-3-3-model.ppt. 7
September 2009.
Jury, J. A and H. Robert. 2004. Soil Physics. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey.
Kalsim, D.K. dan A. Sapei. 2003. Fisika Lengas Tanah. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
84
Kurniasari, D. 2007. Stabilitas Lereng Model Tanggul Menggunakan Ukuran
Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Latief, A. Y. 2004. Pola Penyebaran Aliran Air (Rembesan) di Dalam Tubuh
Tanggul pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Fateta. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mawardi, E, dan M. Memed. 2002. Desain Hidraulik Bendung Tetap untuk Irigasi
Teknis. Alfabeta, Bandung.
Praja, A.S. 2007. Pola Penyebaran Rembesan) Pada Model Tanggul Dengan
Saluran Drainase Tegak Untuk Tanah Oxisol Darmaga, Bogor. Skripsi.
Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pratita, E. 2007. Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model tanggul dengan
Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Skripsi. Fateta,
IPB, Bogor.
Ratnasari, D.W. 2007. Stabilitas Lereng Model Tanggul Menggunakan Ukuran
Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sapei, A., M.A. Dhalhar, K. Fujii, S. Miyauchi, dan S. Sudou. 1990. Buku
Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanika Tanah. JICA-
DGHE/IPB PROJECT : JIA-9a (132). IPB. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sosrodarsono, S dan Takeda, K. 1977. Bendungan Tipe Urugan. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Suherlan. 2005. Pola Penyebaran Aliran Air (Rembesan) di Dalam Tubuh
Tanggul Menggunakan Pemadatan dengan RC>90% pada Tanah Latosol
Darmaga, Bogor. Skripsi. Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumarno, Z.F. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah Dengan
Tingkat Konsolidasi Tanah Pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi.
Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor.
Sunggono. 1984. Mekanika Tanah. Penerbit Nova. Bandung.
Terzaghi, K dan R.B. Peck. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa.
diterjemahkan oleh B. Wijtaksono dan B.Krisna. Jilid 1. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Wesley, L.D. 1973. Mekanika Tanah. diterjemahkan oleh A.M. Luthfi. Badan
Penerbit Pustaka Umum. Bandung.
85
60
Lampiran 1. Peta lokasi Kebon Duren, Depok, Jawa Barat
Sumber: http:www.google.com.
U
Skala 1: 100
55
60
Lampiran 3. Hasil uji tekstur tanah gleisol, Kebon Duren – Depok
Kadar air (%) 15.09
Berat tanah basah (g) 100.02
Berat tanah kering (g) 86.91
Gs 2.69
Berat tanah kering tertahan saringan (g) 22.00
F 0.002
T (oC) 26.00
Ring r
(mm) nilai kalibrasi
L
(mm)
L11 0 12.45 6.23
L12 10 12.45 16.23
L13 20 12.45 26.23
L14 30 12.45 36.23
Ket : L = 17.92 – 0.2r
t
(menit)
Hidrometer r'+F
(mm)
L
(mm)
L/t
(mm/det)
x 10-2
D
(mm)
x 10-2
P
(%) Pembacaan
(L1)
R
(mm)
r'
(mm)
0.5 1.036 36 36.6 36.602 10.6 35.33 1.83 67.03
1 1.034 34 34.6 34.602 11.0 18.33 1.32 63.37
2 1.031 32 32.6 32.602 11.4 9.50 0.95 59.71
5 1.026 26 26.6 26.602 12.6 4.20 0.63 48.72
15 1.021 21 21.6 21.602 13.6 1.51 0.38 39.56
30 1.017 17 17.6 17.602 14.4 0.80 0.28 32.42
60 1.015 15 15.6 15.602 14.8 0.41 0.20 28.57
240 1.009 10 10.6 10.602 15.8 0.11 0.10 19.42
1440 1.004 4 4.6 4.602 17.0 0.02 0.04 8.43
Ket :
F = 0.002 η = 0.0887
R = (L1 – 1) x 1000 γw = 0.996814 g/cm3
r’ = r + 0.6 Gs = 2.69
D = t
Lx
Gs w)1(
018.0 P = wFrx
Gs
Gsx
VM)(
1/
100 '
61
Lampiran 3. (Lanjutan)
kum = kumulatif
% tanah tertahan = %100tan xM
W ah
Berdasarkan kurva distribusi partikel tanah gleisol, kandungan liat (ukuran
diameter partikel 0.005 mm) sebesar 45%.
Jenis butiran Ø partikel
(mm)
%
butiran
pasir kasar 2.000-0.420 7.94
pasir halus 0.420-0.075 16.23
Debu 0.075-0.005 30.83
Liat <0.005 45.00
total 100.00
WTanah
(M)
(g)
Ukuran
saringan
(mm)
Wsaringan
(g)
Wsaringan
+ tanah
(g)
Wtanah
(g)
% tanah
tertahan
(P)
% kum
Kum lebih
halus
(100-kum)
86.91
0.840 409.9 412.5 2.6 2.990 2.99 97.01
0.420 380.3 384.6 4.3 4.950 7.94 92.06
0.250 370.1 374.0 3.9 4.490 12.43 87.57
0.105 341.9 350.0 8.1 9.320 21.75 78.25
0.075 392.4 394.5 2.1 2.416 24.17 75.83
62
Lampiran 4. Hasil uji sifat fisik dan konsistensi tanah
a. Permeabilitas tanah lapangan
No.ring Ulangan T (detik)
Aring * T
(cm2.det)
apipa * l
(cm3)
K20
(cm/jam)
K26
(cm/jam)
E11
1 226.02 4260.48 2.44 1.483 1.710
2 229.48 4325.70 2.44 1.462 1.685
3 241.16 4545.87 2.44 1.390 1.602
rata-rata 1.666
E35
1 776.36 14634.39 2.44 0.432 0.497
2 784.64 14790.46 2.44 0.428 0.493
3 795.38 14992.91 2.44 0.421 0.486
rata-rata 0.492
J30
1 106.34 2004.51 2.44 3.154 3.636
2 105.13 1981.70 2.44 3.190 3.672
3 105.73 1993.01 2.44 3.172 3.672
rata-rata 3.660
Rata-rata 1.939
ket:
h1 = 17.20 cm rring = 2.45 cm apipa = 0.478 cm2
h2 = 7.50 cm Aring = 18.85 cm2
20 = 0.102
l = 5.1 cm rpipa = 0.39 cm 26 = 8.87 x 10-2
Permeabilitas tanah lapangan = 1.94 cm/jam.
b. Berat jenis tanah (Gs) No. Cawan Ma (g) Mb (g) Ms (g) Gs
41 147.98 154.15 9.83 2.69
36 148.30 154.48 9.82 2.70
Rata-rata 2.69
c. Three phases meter/volume meter
Perhitungan Kadar Air
No.ring Wring
(g)
Wring +
tanah basah
(g)
Wring +
tanah kering
(g)
Wtanah
basah (g)
Wtanah
kering (g)
KA
(%)
E11 76.08 229.25 178.40 153.17 102.32 49.70
E35 76.21 228.09 180.34 151.88 104.13 45.86
J30 76.39 220.75 175.97 144.36 99.58 44.97
Rata-rata 46.84
63
Lampiran 4. (Lanjutan)
d. Menentukan Volume Phase Tanah
No.ring KA
(%) W (g)
V
(cm3)
Wisi
(g/cm3)
Vu
(cm3)
Vs
(cm3)
Va
(cm3)
M
(g) S (g) n (%) e
H
(%)
U
(%)
E11 49.70 153.17 87.82 1.17 12.18 38.67 49.15 49.15 104.02 61.33 1.59 80.14 19.86
E35 45.86 151.88 87.19 1.19 12.81 38.28 48.91 48.91 102.97 61.72 1.61 79.25 20.75
J30 44.97 144.36 83.96 1.19 16.04 35.74 48.22 48.22 96.14 64.26 1.80 75.04 24.96
Rata2 46.84 149.80 86.32 1.18 13.68 37.56 48.76 48.76 101.04 62.44 1.66 78.10 21.90
Ket : Gs = 2.69
e. Konsistensi Tanah
No.
Cawan Batas Atterberg
Wcawan
(g)
Wcawan +
tanah basah (g)
Wcawan +
tanah kering
(g)
KA
(%)
Jumlah
Ketukan
Ket
1
Batas plastis
(PL) 7.64 22.12 17.79 42.66 -
menggolek
3 Batas cair (LL) 7.92 28.19 19.54 74.44 17 mengalir
Indeks plastisitas (PI) 31.78
Ket : PI = LL – PL
64
Lampiran 5. Hasil uji pemadatan standar (proctor test)
Ulangan 1
No No.cawan
Wtanah basah (g) Wtanah kering
(g)
w
(%)
wrata2
(%) m (g)
ρt
(g/cm3)
ρd
(g/cm3)
ρdsat
(g/cm3) Cawan
(g)
C + tanah
(g)
1
13 23.76 36.27 34.52 16.26
16.04 4634.30
12 23.47 35.90 34.18 16.06
28 22.48 34.14 32.55 15.79
2
34 24.30 35.93 34.02 19.65
21.85 5988.50 1.35 1.11 1.69
14 23.17 37.28 34.95 19.78
133 22.05 33.69 31.28 26.11
3
45 23.80 42.91 39.17 24.33
24.16 6016.30 1.38 1.11 1.63
48 22.93 42.50 38.68 24.25
129 22.73 38.85 35.74 23.90
4
132 23.78 37.56 34.60 27.36
27.48 6031.40 1.40 1.10 1.55
44 22.55 34.59 32.01 27.27
42 24.03 44.66 40.17 27.82
5
9 23.96 38.51 33.05 60.07
31.50 6098.80 1.46 1.11 1.46
80 24.32 39.89 36.16 31.50
89 23.44 39.26 35.47 31.50
6
118 23.05 36.91 33.27 35.62
35.98 6259.40 1.63 1.20 1.37
7 22.30 40.22 35.44 36.38
122 24.47 45.19 39.71 35.96
7
6 23.37 44.22 38.26 40.03
40.05 6257.50 1.62 1.16 1.29
53 21.54 46.15 39.11 40.07
67 22.94 52.73 44.21 40.06
8
73 23.97 54.68 45.59 42.04
42.03 6244.10 1.61 1.13 1.26
84 23.32 49.30 41.62 41.97
92 24.06 55.97 46.52 42.07
9
87 22.57 46.84 39.37 44.46
44.34 6285.10 1.65 1.14 1.23
4 24.15 47.59 40.41 44.16
124 23.76 51.27 42.81 44.41
10
90 24.15 53.51 44.21 46.36
46.33 6206.50 1.57 1.07 1.20
64 22.90 54.34 44.42 46.10
75 22.30 52.66 43.02 46.53
11
52 24.04 55.34 45.07 48.83
48.55 6216.20 1.58 1.06 1.17
10 23.87 51.08 42.16 48.77
125 23.72 49.02 40.81 48.04
12
8 23.32 50.09 41.04 51.07
51.43 6209.20 1.57 1.04 1.13
111 23.05 47.79 39.34 51.87
74 25.09 50.17 41.66 51.36
Kadar air optimum = 35.98%
65
Lampiran 5. (Lanjutan) Ulangan 2.
Kadar air optimum = 35.87%.
No No.cawan
Wtanah basah (g) Wtanah kering
(g) w (%)
wrata2
(%) m (g)
ρt
(g/cm3)
ρd
(g/cm3)
ρdsat
(g/cm3)
Cawan
(g)
C + tanah
(g)
1
118 23.06 41.96 40.03 11.37
11.19 4634.00
89 23.44 40.69 38.94 11.29
122 24.48 41.75 40.05 10.92
2
44 22.55 36.04 34.26 15.20
15.16 5869.60 1.24 1.07 1.91
80 24.33 40.76 38.60 15.14
9 23.96 46.01 43.11 15.14
3
132 23.78 34.23 32.61 18.35
18.47 5901.80 1.27 1.07 1.80
42 24.03 42.80 39.84 18.72
7 22.30 33.27 31.57 18.34
4
74 25.09 41.95 38.89 22.17
22.20 5965.50 1.33 1.09 1.68
64 22.89 35.43 33.15 22.22
111 23.04 37.90 35.20 22.20
5
125 23.73 38.21 35.25 25.69
25.45 6018.10 1.38 1.10 1.60
52 24.03 35.12 32.88 25.31
8 23.30 35.52 33.03 25.59
6
75 22.28 38.05 34.64 27.59
27.48 6043.80 1.41 1.11 1.55
10 23.87 39.23 35.91 27.57
90 24.15 37.78 34.86 27.26
7
129 22.73 36.77 33.62 28.93
28.93 6101.10 1.47 1.14 1.51
28 22.49 40.12 36.17 28.87
12 23.47 41.14 37.17 28.98
8
34 24.30 36.81 33.86 30.86
31.15 6146.70 1.51 1.15 1.46
14 23.17 44.65 39.53 31.30
13 23.75 46.16 40.82 31.28
9
87 22.57 36.96 33.73 28.94
31.76 6183.10 1.55 1.18 1.45
73 23.97 42.62 37.98 33.12
133 22.05 42.94 37.73 33.23
10
48 22.93 40.79 36.09 35.71
35.87 6271.60 1.64 1.21 1.37
45 23.81 43.65 38.41 35.89
53 21.56 46.41 39.83 36.02
11
50 23.18 43.73 38.10 37.73
37.70 6271.40 1.64 1.19 1.34
107 23.00 43.73 38.06 37.65
23 23.52 44.85 39.01 37.70
12
91 22.63 38.17 33.78 39.37
39.59 6281.90 1.65 1.18 1.30
24 23.53 40.26 35.52 39.53
115 22.76 44.41 38.24 39.86
13
6 23.36 44.14 37.98 42.13
42.37 6280.30 1.65 1.16 1.26
4 24.15 44.06 38.10 42.72
92 24.07 47.17 40.31 42.24
Lampiran 5. (Lanjutan)
Ulangan 2
66
Lampiran 5. (Lanjutan)
kadar air optimum = (35.98% + 35.87%)/2 = 35.92%.
d = (1.20 + 1.21)/2 = 1.21 g/cm3.
67
Lampiran 6. Hasil uji tumbuk manual
Tumbukan/lapisan
Tinggi
jatuhan
(cm)
m2 (g) KA
(%) t
(g/cm3)
d
(g/cm3)
RC
(%)
60 20 21050 36.49 1.27 0.93 76.97
80 20 21475 36.49 1.30 0.95 79.12
120 20 21750 36.49 1.32 0.97 80.51
220 20 22750 36.49 1.41 1.03 85.58
250 20 23505 36.39 1.47 1.08 89.47
300 20 23630 36.39 1.48 1.09 90.11
350 20 23800 36.39 1.50 1.10 90.97
160 30 23560 35.11 1.48 1.09 90.60
Keterangan :
m1 = 5859.3 g
V = 12000 cm3
68
Lampiran 7. Perhitungan jumlah tumbukan pada model tanggul
Luas kotak uji tumbuk = 1200 cm2
Jumlah tumbukan uji umbuk manual = 160
Lebar tiap lapisan pada model tanggul = 50 cm
Lapisan
ke-
Panjang
Permukaan
(cm)
Luas
Permukaan
(cm2)
Jumlah Tumbukan
1 140 7000 (7000/1200) x 160 = 933
2 119 5950 (5950/1200) x 160 = 793
3 110 5500 (5500/1200) x 160 = 733
4 93 4650 (4650/1200) x 160 = 620
5 76 3800 (3800/1200) x 160 = 507
6 63 3150 (3150/1200) x 160 = 420
7 50 2500 (2500/1200) x 160 = 333
8 33 1650 (1650/1200) x 160 = 220
69
Lampiran 8. Nilai permeabilitas pada model tanggul setelah pengaliran
Ulangan 1
Ulangan 2
No.ring Ulangan T (detik) A * T
(cm2.det)
a * l
(cm3)
K26
(cm/jam)
K20
(cm/jam)
E1
1 1661.90 31323.24 2.44 0.232 0.202
2 2153.00 40579.42 2.44 0.179 0.156
3 3708.00 69887.83 2.44 0.104 0.090
rata-rata 0.172 0.149
E5
1 836.84 15772.63 2.44 0.461 0.400
2 1019.84 19221.79 2.44 0.378 0.328
3 1357.31 25582.38 2.44 0.284 0.247
rata-rata 0.374 0.325
E4
1 15240.00 287241.23 2.44 0.025 0.022
2 15888.00 299454.64 2.44 0.024 0.021
3 16736.00 315437.62 2.44 0.023 0.020
rata-rata 0.024 0.021
rata-
rata 0.190 0.165
No.ring Ulangan T (detik)
A * T
(cm2.det)
a * l
(cm3)
K26
(cm/jam)
K20
(cm/jam)
E19
1 16173.00 304826.28 2.44 0.024 0.021
2 16531.00 311573.81 2.44 0.023 0.020
3 16632.00 313477.44 2.44 0.023 0.020
rata-rata 0.023 0.020
E17
1 1386.22 26127.27 2.44 0.278 0.242
2 1416.40 26696.09 2.44 0.272 0.237
3 1425.00 26858.19 2.44 0.271 0.235
rata-rata 0.274 0.238
E2
1 273600.00 5156771.76 2.44 0.001 0.001
2 237600.00 4478249.16 2.44 0.002 0.001
3 266400.00 5021067.24 2.44 0.001 0.001
rata-rata 0.001 0.001
rata-rata 0.099 0.086
70
Lampiran 8. (Lanjutan)
Ulangan 3
ket:
h1 = 17.20 cm rring = 2.45 cm apipa = 0.478 cm2
h2 = 7.50 cm Aring = 18.85 cm2
20 = 0.102
l = 5.1 cm rpipa = 0.39 cm 26 = 8.87 x 10-2
Nilai permeabilitas rata-rata ketiga ulangan tersebut adalah = 0.13 cm/jam.
No.ring Ulangan T (detik)
A * T
(cm2.det)
a * l
(cm3)
K26
(cm/jam)
K20
(cm/jam)
J19
1 4000.00 75391.40 2.44 0.096 0.084
2 3868.00 72903.48 2.44 0.100 0.086
3 3611.00 68059.59 2.44 0.107 0.093
rata-rata 0.101 0.088
G2
1 2001.07 37715.87 2.44 0.193 0.167
2 1974.24 37210.18 2.44 0.195 0.170
3 1924.42 36271.18 2.44 0.201 0.174
rata-rata 0.196 0.170
G5
1 62174.00 1171846.23 2.44 0.006 0.005
2 68296.00 1287232.76 2.44 0.006 0.005
3 74292.00 1400244.47 2.44 0.005 0.005
rata-rata 0.006 0.005
rata-rata 0.101 0.088
71
Lampiran 9. Pengamatan garis freatik secara langsung setiap 3 menit
t = 3 menit
t = 6 menit
t = 9 menit
72
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 12 menit
t = 15 menit
t = 18 menit
73
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 21 menit
t = 24 menit
t = 27 menit
74
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 30 menit
t = 33 menit
t =36 menit
75
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 39 menit
t = 42 menit
t = 45 menit
76
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 48 menit
t = 51 menit
t= 54 menit
77
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 57 menit
t = 60 menit
t = 63 menit
78
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 66 menit
t = 69 menit
t = 72 menit
79
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 75 menit
t = 78 menit
t = 81 menit
80
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 84 menit
t = 87 menit
t = 90 menit
81
Lampiran 9. (Lanjutan)
t = 93 menit
t = 96 menit
t = 99 menit
82
Lampiran 10. Penampang melintang model tanggul
Spesifikasi Nilai
H (tinggi muka air), cm 12.5
Hf (tinggi jagaan), cm 5.0
B (lebar puncak atas/mercu), cm 12.5
P, cm 125.0
Hp (tinggi muka air dari dasar tanggul), cm 15.0
Kemiringan 1 : 3
S, cm 45.0
, o 18.4
83
Lampiran 11. Hasil perhitungan analisis grafis
Model tanggul
Hp = 15 cm
S = 3Hp = 45 cm
P = 125 cm
d = P – S + 0.3S = P – 0.7S = 125 – 0.7(45) = 93.5 cm
β = 18.40
a = 2
2
2
2
sincoscos
Hpdd
= 4.18sin
15
4.18cos
5.93
4.18cos
5.932
2
2
2
= 98.54 - 26.225867.9709
= 12.22 cm
Tanggul sebenarnya
Hp = 180 cm
S = 3Hp = 540 cm
P = 1500 cm
d = P – 0.7S = 1500 – 0.7(540) = 1122 cm
β = 18.40
a = 2
2
2
2
sincoscos
Hpdd)
= 4.18sin
180
4.18cos
1122
4.18cos
11222
2
2
2
= 1182.45 - 17.32518989.1398191
= 146.59 cm
84
Lampiran 11. (Lanjutan)
Posisi garis freatik model tanggul
a = 12.22 cm
x = a cos = 12.22 cos 18.4o = 11.6 cm
x0 = d – x = 93.5 – 11.6 = 81.9 cm
β = 18.40
y = a sin = 12.22 sin 18.4o = 3.9 cm
y0 = Hp – y = 15 – 3.9 = 11.1 cm
K = yo/xo2 = 11.1/81.9
2 = 1.65 x 10
-3 /cm.
Parameter Posisi
Jarak horizontal
(xi), cm
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Jarak vertikal
(yi = K* xi2),
cm
0.000 0.165 0.660 1.485 2.640 4.125 5.940 8.085 10.560
85
Lampiran 12. Tahapan-tahapan penggambaran dalam program Seep/W
a. Mengatur ukuran kertas
1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Page, selanjutnya akan tampak kotak
dialog seperti di bawah ini:
2. Pilih mm sebagai satuan unit pada kotak dialog Units
3. Masukkan panjang ukuran kertas (297) pada kotak Width, lalu tekan Tab
4. Masukkan tinngi ukuran kertas (330) pada kotak dialog Height
5. Klik OK.
b. Mengatur skala
1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutnya akan tampak kotak
dialog seperti di bawah ini:
86
Lampiran 12. (Lanjutan)
2. Pilih meters pada kotak dialog Engineering Units
3. Masukkan nilai pada kotak dialog Scale
Horz. 1: 5.5 Vert. 1: 5.5
4. Masukkan nilai pada kotak dialog Problem Extents
Minimum : x = -0.1335 y = -1.315
Maximum : x = 1.5165 y = 0.5
5. Klik OK.
c. Mengatur jarak grid
1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Grid, selanjutnya akan tampak kotak
dialog seperti di bawah ini:
2. Masukkan nilai (0.0125) pada kotak dialog Grid Spacing (Eng.Units)
3. Klik Display Grid dan Snap to Grid
4. Klik OK.
87
Lampiran 12. (Lanjutan)
d. Mengatur ukuran gambar
1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Axes, selanjutnya akan tampak kotak
dialog seperti di berikut:
2. Klik Left Axis dan Bottom Axis pada menu dialog Display
3. Cantumkan keterangan Jarak (m) pada Bottom X dan Kedalaman (m) pada
Left Y di kotak dialog Axis Titles
4. Klik OK, kemudian akan muncul kotak seperti di bawah ini:
88
Lampiran 12. (Lanjutan)
5. Masukkan nilai pada menu dialog X Axis sebagai berikut:
Min : -0.1 Increment Size : 0.1
# of Increments : 16
6. Masukkan nilai pada menu dialog Y Axis sebagai berikut:
Min : -0.05 Increment Size : 0.05
# of Increments : 5
7. Klik OK.
e. Penggambaran sketsa model tanggul
f. Analisis permasalahan
1. Pilih menu KeyIn, lalu klik Analysis Setting, selanjutnya akan tampak
kotak dialog seperti di bawah ini:
89
Lampiran 12. (Lanjutan)
2. Pilih menu Type, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah
ini dan pilih Steady-State
3. Pilih menu Control, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di
bawah ini dan pilih 2-Dimensional
g. Penentuan nilai permeabilitas (konduktivitas hidrolika)
1. Pilih menu KeyIn, lalu klik Function-Conductivity, selanjutnya akan
tampak kotak dialog seperti berikut:
90
Lampiran 12. (Lanjutan)
2. Masukkan nilai permeabilitas dan pF dari tanggul
3. Grafik akan muncul seperti pada gambar di bawah:
4. Klik done.
91
Lampiran 12. (Lanjutan)
h. Pengaturan spesifikasi tanah
1. Pilih menu KeyIn, lalu klik Properties, selanjutnya akan tampak kotak
dialog seperti di bawah ini:
2. Masukkan karakter-karakter untuk setiap jenis model yang akan dianalisis
3. Klik OK.
i. Penentuan node
1. Tentukan node-node pada sketsa tanggul sesuai dengan grid yang telah
ada, seperti berikut:
2. Pilih menu Keyln, pilih sub menu Node maka akan tampil kotak dialog
seperti di bawah ini :
92
Lampiran 12. (Lanjutan)
3. Klik OK.
j. Pembuatan elemen
1. Tentukan elemen-elemen pada node-node yang telah dibuat, seperti di
bawah ini :
2. Pilih menu Keyln, pilih sub menu Element maka akan tampil kotak dialog
seperti berikut:
k. Penentuan kondisi batas (boundary conditions)
l. Penggambaran flux section
93
Lampiran 12. (Lanjutan)
Pilih menu Keyln, klik Flux Sextion, klik OK maka akan tampil kotak dialok
seperti dibawah ini :
m. Verifikasi data
1. Pilih menu Tool, lalu klik Verify, selanjutnya akan tampak kotak dialog
seperti di bawah ini:
94
Lampiran 12. (Lanjutan)
2. Hasil dari penggambaran Boundary Condition dan Flux Section harus
menghasilkan 0 error, juga masih ada yang error berarti harus diulang
dalam penggambarannya.
3. Jika telah 0 error, klik done.
n. Pemecahan masalah
1. Pilih menu Tool, lalu klik Solve, selanjutnya akan tampak kotak dialog
seperti di bawah ini:
2. Klik Graph, maka grafik akan muncul seperti pada kotak dialog di bawah
ini:
95
Lampiran 12. (Lanjutan)
o. Pembuatan Kontur
Pilih menu Tools, lalu klik contour maka akan muncul garis freatik dan nilai
flux section seperti di bawah ini :